Top Banner
91

Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Mar 10, 2019

Download

Documents

vuongdan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu
Page 2: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899

ii

Jurnal Sosio Humaniora

PENANGGUNGJAWAB Kepala LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ketua Umum :

Dr. Ir. Ch Wariyah, MP

Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc

Dewan Redaksi :

Dr. Kamsih Astuti, MA Dr. Hermayawati, M.Pd

Penyunting Pelaksana : Tutut Dwi Astuti, SE., M.Si Dra Indra Ratna KW, M.Si

Restu Arini, S,Pd Sumiyarsih, SE., M.Si

Pelaksana Administrasi :

Gandung Sunardi Hartini

Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213

E-Mail : [email protected]

Jurnal yang memuat ringkasan hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal Sosio Humaniora dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

Page 3: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, Jurnal Sosio

Humaniora Volume 4, No. 5, Mei 2013 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan terima

kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah

mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal ini.

Pada jurnal Sosio Humaniora edisi Mei 2013, disajikan beberapa hasil penelitian di

bidang Psikologi dan Ekonomi. Di bidang Psikologi artikel yang diterbitkan berisi tentang

peranan keluarga dalam menumbuhkan kemandirian anak dan peranan ibu dalam

mendukung ekonomi keluarga, sedangkan di bidang ekonomi berisi tentang studi

demokratisasi perusahaan dan evaluasi profitabilitas perusahaan yang terdaftar di BEI.

Redaksi berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat diimplementasikan untuk

kepentingan masyarakat.

Redaksi menyadari bahwa masih terdapat hal-hal yang belum sempurna dalam

penyajian artikel dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami

harapkan, agar penerbitan mendatang menjadi semakin baik.

Yogyakarta, Mei 2013 Redaksi

Page 4: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899

iv

DAFTAR ISI Hal

Kata Pengantar .......................................................................................................................iii Daftar Isi ..................................................................................................................................iv KETERLIBATAN AYAH DALAM MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK PENGIDAP DIABETES MELITUS .....................................................................................1-28 Dwi Shinta Lutfitasari Sri Muliati Abdullah KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA PADA IBU YANG BEKERJA DITINJAU DARI DUKUNGAN SUAMI .............................................................................29-39 Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto MODEL DEMOKRATISASI PERUSAHAAN : STUDI KASUS DI NEGARA SKANDINAVIA ..................................................................40-61 Awan Santosa dan Sumiyarsih HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA DENGAN KEPUASAN KERJA PADA POLISI WANITA DI POLRES KULON PROGO ..........................................................................................62-73 Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI ............................74-85 Rina Dwiarti, SE, M.Si PEDOMAN PENULISAN NASKAH ......................................................................................86

Page 5: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

1

KETERLIBATAN AYAH DALAM MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK PENGIDAP DIABETES MELITUS

Dwi Shinta Lutfitasari Sri Muliati Abdullah

Fakultas Psikologi

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

PATERNAL INVOLVEMENT IN ORDER TO DEVELOP THE AUTONOMY OF CHILDREN WITH DIABETIC MELLITUS

Abstract

The aim of this research was to explore paternal involvement in order to develop the autonomy of children with diabetic mellitus. The participant of this study were 3 fathers who have children with diabetic mellitus approximately 12 years old. The method of this study was study case and the data was collected by interview and observation. This question of this study was how father’s involvement could develop children’s autonomy. More over, data was analysed by data reduction, data display, and draw and verify conclusion. The result illustrated that participants had involvement to develop children’s autonomy. Participants encourage children’s autonomy development and the encouragement gave positive effect of children’s life. Key words : paternal involvement, children’s autonomy, diabetic mellitus.

PENDAHULUAN

Ayah sebagai salah satu elemen

orang tua memiliki peran yang signifikan

dalam perkembangan dan pendidikan

anak. Menurut Supriyadi (2006), peran

ayah dalam keluarga antara lain adalah

sebagai sumber kekuasaan, sebagai

kepala keluarga, tokoh identifikasi,

sebagai penghubung dengan dunia luar,

sebagai pelindung terhadap ancaman-

ancaman dari luar, dan sebagai pendidik

yang rasional.

Pada saat ini tampak ada

kebingungan pada kebanyakan keluarga

dalam hal mendidik anak. Salah satu

penyebab terjadinya kebingungan adalah

dunia kerja yang menuntut lebih banyak

waktu dari pekerjanya, sehingga tampak

seorang ayah yang sibuk bekerja, hanya

pulang untuk tidur dan jarang bertatap

muka dengan anak-anaknya. Ayah juga

semakin tidak mudah menjalankan

fungsinya dalam mendidik anak karena

banyak isteri yang bekerja. Istri yang

berkarir di luar rumah membuat mereka

mandiri dan tidak perlu banyak tergantung

pada suami, sehingga anak yang melihat

ibunya dapat berfungsi penuh tanpa

keterlibatan ayah akan memandang

ayahnya sebagai ayah yang lemah dan

kurang berharga. Ayah menjadi

Page 6: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

2

kehilangan wibawa dan penghargaan di

mata anak-anaknya. Kemudian, ayah

yang merasa tidak dihargai akan menjadi

tidak nyaman di rumah dan akan

menenggelamkan dirinya dalam dunia

kerja (Elia, 2000).

Selain itu, keinginan supaya ayah

berperan dalam pendidikan anak tampak

tidak mudah diwujudkan karena proses

untuk menjadi seorang ayah yang terlibat

secara aktif bukanlah hal yang mudah.

Berbeda dengan wanita yang secara

sosial budaya telah disiapkan untuk

menjadi ibu yang mengasuh anak. Kultur

masyarakat memberi ayah peran yang

lebih besar dalam mencari nafkah,

sehingga lebih banyak waktu, tenaga dan

pikiran digunakan untuk memenuhinya.

Seorang ayah memiliki tugas utama

bekerja dan hanya memiliki sedikit waktu

di rumah, maka bertemu dengan waktu

singkat namun selalu meninggalkan kesan

yang positif akan lebih bermanfaat bagi

anak dari pada selama seharian bersama,

namun disertai banyak bicara akan dapat

membawa hasil yang tidak optimal.

Menurut Sukardi (1987), kuantitas waktu

bersama dengan anak bukan ketentuan

yang mutlak dalam membina, namun

kualitas dan intensitas lebih menentukan

pembinaan dan hubungan dengan anak.

Gambaran tentang kecilnya

perhatian terhadap peran ayah dalam

keluarga dapat dilihat dari hasil survei

yang dilakukan oleh Majalah Ayahbunda

(dalam Elina, 2000). Hasilnya adalah 61 %

responden menyatakan bahwa ayah

sebaiknya menjadi pencari nafkah utama,

62% responden menyatakan bahwa hanya

terlibat dalam urusan rumah tangga

apabila terpaksa, dan 33% menyatakan

bahwa ayah tidak perlu meluangkan waktu

tiap hari untuk anak. Berdasarkan hasil

survey tersebut menunjukkan bahwa ayah

telah kehilangan perannya secara

signifikan dalam pendidikan anak.

Pada dasarnya cara dan sikap

ayah berbeda dengan ibu dalam

mengembangkan kemampuan anak.

Menurut Soetjiningsih (1995), karakterisitik

dari cinta ayah adalah berdasarkan

prinsip-prinsip dan harapan-harapan.

Cintanya sabar dan toleran, tidak

mengancam dan otoriter. Cinta ayah dapat

memberi anak yang sedang tumbuh suatu

peningkatan rasa kemampuan dirinya.

Cinta ayah memiliki sifat mengembangkan

kepribadian, menanamkan disiplin,

memberikan arah dan dorongan serta

bimbingan supaya anak berani dalam

menghadapi tantangan kehidupan. Dapat

dikatakan bahwa ayah lebih bijaksana

daripada ibu dalam membimbing anak.

Ayah cenderung memberi

kebebasan anak, membiarkan anak

mengenal lingkungan yang lebih luas dan

memberi semangat, sementara ibu

cenderung lebih hati-hati, lebih teliti, dan

membatasi ruang gerak anak. Sikap ayah

ini bertujuan mengembangkan sikap

mandiri pada anak, karena sejak awal

ayah menginginkan anaknya dapat

melakukan sendiri tanpa memiliki

ketergantungan kepada orang lain. Oleh

Page 7: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

3

karena itu, sosok ayah dengan

karakteristiknya memiliki peran penting

dalam perkembangan anak. Salah

satunya adalah mengembangkan

kemandirian anak, karena kemandirian

akan dapat berkembang dengan baik

apabila anak memiliki kesempatan dan

ruang yang cukup untuk berkreasi sesuai

dengan kemampuan dan rasa percaya

diri, tanpa ada ketakutan serta tekanan.

Hal ini dapat terpenuhi dengan

keterlibatan ayah di dalam tahap-tahap

perkembangannya (Dagun, 2002).

Ketidakmandirian atau

kecenderungan untuk bergantung pada

orang lain akan dapat menimbulkan

kebiasaan bergantung kepada siapa saja

yang dapat dicapai, baik orang dewasa

maupun anak lain. Anak menjadi sangat

mudah dipengaruhi dan dikuasai oleh

orang lain. Bahkan lebih buruk lagi,

mereka kelak akan takut untuk tidak

bergantung kepada orang lain karena

tidak pernah belajar mandiri dalam situasi

yang serupa pada masa mudanya.

Apabila anak bergantung pada orang lain

sampai berlarut-larut melewati saat teman-

teman seusianya telah mandiri, dapat

membahayakan penyesuaian pribadi dan

sosial. Anak akan merasa lebih rendah

dari teman sebaya karena tidak semandiri

temannya (Hurlock, 1999). Oleh karena

itu, kemandirian penting ditumbuhkan

sejak anak berusia dini. Menurut Wall

(dalam Dhamayanti dan Yuniarti, 2006),

apabila pada masa anak-anak tidak

memiliki dasar kemandirian yang kuat,

maka kemandirian tidak akan tercapai

secara penuh atau sedikit yang tercapai

ketika berada pada akhir remaja.

Kemandirian penting

ditumbuhkan pada semua anak, baik anak

yang sehat maupun yang mengidap

penyakit. Menurut Hurlock (1999),

ketergantungan yang berlebihan biasanya

muncul pada anak yang menderita

penyakit kronis. Salah satu penyakit kronis

yang saat ini serangannya meningkat

pada usia anak-anak adalah diabetes

melitus. Diabetes terjadi apabila tubuh

tidak menghasilkan insulin yang cukup

untuk mempertahankan kadar gula darah

normal atau jika sel tidak memberikan

respon yang tepat terhadap insulin

(Brunner & Suddarth, 2001). Diabetes

Melitus terbagi kedalam dua tipe: pertama,

diabetes yang tergantung insulin yaitu

pengidap menghasilkan sedikit insulin

atau tidak menghasilkan insulin, disebut

tipe I. Kedua, diabetes yang tidak

tergantung pada insulin, yaitu pankreas

tetap menghasilkan insulin yang kadarnya

terkadang lebih tinggi dari biasanya,

sehingga terjadi gangguan pengiriman

gula ke sel tubuh. Diabetes jenis ini

disebut tipe II. (Guyton & Hall, 1997).

Menurut Vitahealth (2006),

diabetes Tipe I biasanya ditemukan pada

penderita yang mulai mengalami pada

waktu anak-anak dan remaja. Kemudian

diketahui bahwa dari usia berapapun

dapat mengalami Diabetes Tpe I,

meskipun mayoritas ditemukan pada usia

30 tahun ke bawah. Diabetes Tipe II

Page 8: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

4

umumnya dialami oleh orang berusia 40

tahun ke atas. Selanjutnya diketahui juga

bahwa anak-anak banyak yang menderita

Diabetes Tipe II.

Di Indonesia diestimasikan anak

yang didiagnosa mengidap diabetes

melitus sebesar 0,3 per 100.000 anak per

tahunnya. Indonesia memiliki populasi

anak sejumlah 80 juta anak, diperkirakan

terdapat 240 kasus baru diabetes melitus

pada per tahunnya. Data anak pengidap

diabetes pada tahun 2008 mengalami

peningkatan, yaitu mencapai 17 per

100.000 anak pertahunnya

(www.idionline.org, 2009)

Kemandirian diperlukan pada

anak pengidap diabetes karena mereka

memiliki pengelolaan hidup dalam

perawatan diri yang kompleks. Menurut

Sherifali, (2009) anak yang hidup dengan

diabetes melitus atau yang mengidap

diabetes melitus memiliki peraturan

kompleks yang terlalu rumit untuk dikelola

sendiri, sehingga membuat anak memiliki

ketergantungan yang tinggi pada orang

tua. Anak dituntut untuk melaksanakan

berbagai aturan yang berkaitan dengan

pengaturan makan, penyuntikan insulin

setiap hari, dan pengontrolan kadar gula

dalam darah supaya metabolisme dapat

terkendali dengan baik (Soeharjono dkk,

2002).

Pada anak usia tertentu hal

tersebut masih sulit untuk dilaksanakan

karena berbagai aspek perkembangan

belum berkembang secara optimal.

Misalnya dalam penyuntikan insulin dalam

tubuh, pada anak usia 3 tahun yang

perkembangan motoriknya belum dikuasai

secara penuh, maka penyuntikan

dilakukan oleh orang tua. Hurlock (1999)

menyatakan bahwa tahap perkembangan

kemandirian anak usia 6-12 tahun adalah

mencapai kemandirian pribadi, maka anak

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

pribadi secara mandiri. Misal anak sudah

dapat membersihkan diri dan menyiapkan

kebutuhan sekolah secara mandiri, serta

anak sudah dapat dibimbing untuk

menggunakan suntikan insulin sendiri.

Oleh karena itu, anak di usia 6 tahun ke

atas seharusnya tidak perlu dibantu dalam

memenuhi kebutuhan sehari-harinya,

cukup dengan bimbingan dan arahan.

Santrock (2002)

mengklasifikasikan anak berdasarkan

usia; usia 0-3 tahun, yaitu masa bayi; usia

3-5 tahun, yaitu masa awal anak-anak

atau tahun-tahun prasekolah; dan 6 tahun

sampai pubertas (11/12 tahun), yaitu

masa pertengahan dan akhir anak-anak

atau tahun-tahun sekolah. Berdasarkan

yang telah diuraikan dapat disimpulkan

bahwa diabetes melitus pada anak adalah

sekelompok kelainan heterogen ditandai

dengan kenaikan kadar glukosa dalam

darah yang terjadi pada anak usia 0-11/12

tahun. Oleh karena itu, yang disebut anak

pengidap diabetes melitus dalam

penelitian ini adalah anak berusia 6-12

tahun yang mengidap diabetes melitus,

baik Diabetes Tipe I maupun Diabetes

Tipe II.

Page 9: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

5

Menurut Dhamayanti dan Yuniarti

(2006), kemandirian merupakan salah

satu faktor kepribadian yang dapat

membawa seseorang siap menghadapi

tantangan dan hambatan. Kemandirian

dapat diartikan sebagai suatu keadaan

individu yang merasa tidak tergantung

kepada siapa saja, serta bertanggung

jawab. Misal: anak pergi ke kamar mandi

sendiri, makan tanpa harus disuapi, dan

lain-lain. Apabila anak masih

membutuhkan orang lain dalam

melakukan hal itu, dikatakan bahwa anak

belum mandiri. Santrock (2002)

menyatakan bahwa anak yang mandiri

adalah anak yang mampu melakukan apa

yang dapat dilakukan sesuai dengan

kemampuan atau sesuai dengan tahap

perkembangannya.

Oleh karena itu, yang dimaksud

dengan kemandirian anak pengidap

diabetes melitus dalam penelitian ini

adalah kemampuan anak usia 6-12 tahun,

yaitu pada masa pertengahan dan akhir

anak-anak yang diharapkan dapat

memenuhi perawatan diri dan kebutuhan-

kebutuhan sehari-harinya dengan penuh

tanggung jawab, tidak tergantung pada

orang lain, siap menghadapi tantangan

dan hambatan atau mampu

menyelesaikan permasalahannya sendiri

yang disesuaikan dengan kemampuan

anak dan tahap perkembangannya.

Kemandirian pada anak bukanlah

ketrampilan yang dapat muncul secara

tiba-tiba. Anak perlu bimbingan dan

pengajaran untuk mengetahui bagaimana

harus membantu dirinya sendiri. Begitu

juga dengan kemandirian anak pengidap

diabetes melitus dalam memenuhi

kebutuhannya tidak dapat muncul secara

tiba-tiba, namun perlu bimbingan terlebih

dahulu. Menurut Tedjasapoetra (dalam

www.BeingMom.com, 2008), faktor yang

dapat mempengaruhi kemandirian anak

adalah karena faktor bawaan, pola asuh,

kondisi fisik, dan urutan kelahiran anak.

Nuryoto (1993) menyatakan bahwa

kemandirian dipengaruhi oleh tahap

perkembangan, peran jenis, kecerdasan,

lingkungan tempat tinggal, sosial ekonomi

keluarga, dan perlakuan orang tua

terhadap anak.

Menurut Nuryoto (1993), anak

akan berkembang pribadinya menuju

kemandirian apabila orang tua mampu

memberikan perhatian, keakraban, dan

kehangatan pada diri anak. Allen, dkk

(2006) menyatakan bahwa sikap akrab,

dan hangat adalah sebagian dari untuk

mengetahui keterlibatan ayah dalam

pengasuhan anak. Hal ini menunjukkan

bahwa ayah memiliki peran penting dalam

perkembangan kemandirian anak

pengidap diabetes melitus.

Berikut adalah penelitian yang

telah dilakukan untuk mengetahui tingkat

keterlibatan ayah, yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Hovey (2003) tentang

kebutuhan pengasuhan ayah pada anak

dengan kondisi kronis. Hasilnya adalah

ada perbedaan yang signifikan antara

konsentrasi pengasuhan ayah pada anak

dalam kondisi kronis dengan konsentrasi

Page 10: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

6

ayah pada anak kondisi sehat. Ayah

dengan anak dalam kondisi kronis

membutuhkan bimbingan profesional

terlebih dahulu, perkembangan informasi

dan dukungan sebelum merawat dan

mendidik anak. Penelitian ini menunjukkan

bahwa ayah yang memiliki anak dalam

kondisi kronis memiliki perhatian dan

keterlibatan yang lebih tinggi dalam

pengasuhan terhadap anaknya dibanding

yang memiliki anak dalam kondisi sehat.

Pada kenyataannya, keterlibatan

ayah tidak demikian adanya. Ada

permasalahan yang membuat keterlibatan

ayah dalam pengasuhan anak tampak

tidak mudah diwujudkan. Berdasarkan

wawancara yang dilakukan peneliti pada

bulan April 2009, terhadap keluarga yang

memiliki anak pengidap diabetes melitus

namun tidak terdapat sosok ayah. Peneliti

menemukan ketidakmandirian anak ketika

tidak ada kehadirian ayah dalam

kehidupan sehari-harinya.

Ketidakmandirian yang ditemukan antara

lain: anak tidak berani bertanggung jawab

terhadap kegiatan sekolah, yaitu anak

tidak mau bersekolah lagi setelah

mengidap diabetes melitus; anak cepat

sekali merasa capek sehingga

pemenuhan kebutuhannya banyak di

bantu oleh ibu atau bibinya. Anak juga

kurang disiplin dan enggan dalam

melakukan pengobatan atau penggunaan

insulin dari luar. Peristiwa ini menunjukkan

tidak adanya keterlibatan ayah dalam

pengasuhan anak. Anak tidak memiliki

ayah karena ibu tidak melangsungkan

pernikahan. Melihat banyaknya dampak

negatif dari ketidakhadiran ayah tersebut

dapat menunjukkan bahwa penting akan

adanya keterlibatan ayah dalam

pengasuhan anak anak pengidap diabetes

melitus.

Menurut Lamb (dalam

www.goverment.gov, 2008), keterlibatan

ayah merupakan suatu tingkatan interaksi

ayah dengan anaknya. Keterlibatan ayah

juga mengandung pengertian laki-laki

dewasa yang memiliki bagian dari

perkembangannya untuk istri dan rekan

dalam hubungan pengasuhan, dan yang

terpenting untuk anak dalam

perkembangan sosial, kognitif dan emosi

(Allen dkk, 2002). Tinkew (2006)

menambahkan bahwa telah diakui ayah

memiliki kontribusi penting dalam

perkembangan sosial, emosional, dan

kognitif anak-anak mereka.

Keterlibatan ayah dalam

perkembangan kemandirian anak

pengidap diabetes melitus dapat berupa

dengan meluangkan waktu bersama anak

melalui kegiatan bermain, membaca, dan

berbagi makanan; kualitas hubungan

antara ayah dan anak yang dijalin dengan

kepekaan, kedekatan, persahabatan,

dukungan, dan sebagainya; serta dari

penanaman nilai-nilai kebaikan pada

peran yang dijalankan ayah (Allen dkk,

2002). Ketika ayah meluangkan waktu

bersama anak dapat digunakan dengan

bermain bersama. Permainan ayah

cenderung melibatkan fisik dan lebih

memberikan kebebasan pada anak untuk

Page 11: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

7

mencoba hal-hal baru, sehingga anak

lebih dapat mengembangkan minatnya

dan bertanggung jawab, sehingga mandiri

dalam menyelesaikan permasalahan

permainannya. Kualitas hubungan yang

baik yaitu adanya kepekaan, sikap hangat,

akrab dan bersahabat dapat menciptakan

komunikasi antara ayah dengan anak.

Dari komunikasi tersebut, ayah dengan

anak dapat bertukar informasi kegiatan

masing-masing, sehingga ayah secara

tidak langsung memantau perkembangan

anak, yaitu memantau perilaku

ketidakmandiriannya dan dapat

memberikan saran penyelesaiannya. Ayah

sewaktu memantau dan menghabiskan

waktu bersama anak dapat menanamkan

nilai-nilai kebaikan pada anak, terutama

menanamkan menjadi pribadi yang

mandiri. Seperti yang disampaikan Allen

dkk (2002), bahwa ayah dapat menanam

kebaikan dalam peran-perannya, yaitu

dengan gaya pengasuhan autoritatif.

Berdasarkan uraian tersebut,

mengingat pentingnya keterlibatan ayah

dalam mengembangkan kemandirian pada

usia anak-anak, dan mempertimbangkan

kondisi anak pengidap diabetes melitus

yang memiliki peraturan hidup kompleks.

Maka peneliti tertarik untuk meneliti

keterlibatan ayah dalam menumbuhkan

kemandirian anak pengidap diabetes

melitus.

Permasalahan Bagaimana gambaran keterlibatan

ayah dalam menumbuhkan kemandirian

anak pengidap diabetes melitus?

Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk

mendapatkan gambaran keterlibatan pada

ayah yang memiliki anak pengidap

diabetes melitus dalam menumbuhkan

kemandiriannya. Peneliti bermaksud

memahami lebih jauh tentang pengaruh

keterlibatan ayah terhadap kemandirian

anak dalam membantu anak mengatasi

tantangan dan penyesuaian diri.

Pembatasan Istilah dan Pertanyaan Penelitian

Keterlibatan ayah didefinisikan

sebagai gambaran tingkatan dari interaksi

laki-laki dewasa sebagai seorang ayah

yang turut mengambil peran sama dengan

ibu dalam mengelola perkembangan anak

dan membuat dirinya ada untuk anak

meskipun tidak berhubungan secara

langsung, serta bertanggungjawab

terhadap kesejahteraan anak mereka.

Keterlibatan ayah diungkap melalui

wawancara dengan panduan pendapat

Allen dkk (2002) yang berupa :

meluangkan waktu bersama anak, kualitas

hubungan ayah dengan anak, dan

menanamkan kebaikan dalam peran-

perannya.

Pertanyaan inti dalam penelitian ini

adalah : “Bagaimana gambaran

keterlibatan ayah dalam menumbuhkan

Page 12: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

8

kemandirian pada anak pengidap Diabetic

Melitus?”. Selain pertanyaan inti (central

question), juga diberikan sub question

yang terbagi menjadi 2, yaitu issue dan

topical question.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan studi kasus. Mulyana (2001)

mengemukakan bahwa studi kasus

merupakan uraian dan penjelasan yang

komprehensif mengenai berbagai aspek

seseorang, suatu kelompok, suatu

organisasi (komunitas), suatu program,

atau suatu situasi tertentu.

Partisipan penelitian adalah

seorang ayah yang memiliki anak

pengidap diabetes melitus, dengan usia

anak 6-12 tahun. Subyek berdomisili di

daerah Yogyakarta. Subjek berjumlah tiga

orang.

Instrumen penelitian. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif dengan

teknik wawancara mendalam dan

observasi. Instrumen yang digunakan

dalam penelitian adalah pedoman

wawancara, surat pernyataan yang

menyatakan kesediaan subyek untuk

diwawancara (informed consent), alat tulis,

dan MP3.

Prosedur penelitian. Peneliti

mencari subyek yang sesuai dengan

kriteria yang telah ditentukan melalui

instansi kesehatan, pendidikan dan

sejumlah kenalan. Peneliti menyiapkan

pedoman wawancara kemudian

menghubungi calon subyek yang sesuai

dengan karakteristik penelitian. Peneliti

membuat janji terlebih dahulu dengan

calon subyek untuk melakukan

wawancara. Pada waktu yang sudah

disepakati, peneliti bertemu subyek dan

membangun raport terlebih dahulu supaya

subyek merasa nyaman dan dapat

memberikan data yang sebenar-benarnya.

Peneliti menjelaskan kepada setiap

subyek bahwa identitas dan hasil

wawancara akan dijamin kerahasiaannya.

Setelah setuju untuk diwawancara, subyek

diminta mengisi informed consent.

Pada saat wawancara, peneliti

mencatat waktu dan tempat wawancara,

serta hal-hal yang diniliai penting untuk

kelengkapan data. Setelah mendapatkan

data hasil wawancara, peneliti melakukan

pengolahan data dengan membuat

transkrip verbatim serta melakukan

analisis dan refleksi. Sesuai dengan

kesepakatan dengan subyek, wawancara

dilakukan di rumah subyek. Seluruh hasil

wawancara menjadi data rahasia sesuai

dengan kode etik yang berlaku dalam

psikologi. Nama subyek disamarkan

dalam pembahsan mengenai hasil

penelitian.

Metode dan Analisa Data

Penelitian ini menggunakan

analisis data dengan pengorganisasian

terhadap data-data yang diperoleh di

lapangan melalui wawancara dan

observasi terhadap partisipan dan

lingkungan pendukungnya, kemudian

Page 13: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

9

mencatatnya ke dalam tabel, selanjutnya

peneliti menjelaskan arti dari perilaku yang

terekam.

Strategi verifikasi yang digunakan

dalam penelitian kualitatif adalah

kredibilitas, reliabilitas, dan objektivitas.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Karakteristik subyek

Bp. Sy Bp. Wg Bp. Sr

Usia 42 43 29

Pendidikan Perguruan

Tinggi

SLTA SD

Pekerjaan Wiraswast

a

Buruh

tidak

tetap

Buruh

Jumlah

anak

2 2 2

Nama anak

pengidap

DM

An. Lt An. DP An. Ai

Usia anak 11 11 10

Hasil wawancara

a. Partisipan Bp. Sy Bp. Sy berusia 40 tahun, bekerja

sebagai wiraswasta dan menempuh

pendidikan terakhir di pergruan tinggi. Bp.

SY memiliki dua anak. Anak kedua

mengidap DM Tipe I, berinisial An. Lt (11

tahun).

Diawal mengetahui anaknya mengidap

DM, Bp. Sy membawa ke dokter untuk

berkonsultasi dalam penanganan

selanjutnya. dan selanjutnya Bp. Sy

melakukan pengawasan saja terhadap

pemenuhan kebutuhan kesehatan anak.

Bp. Sy menggunakan saat-saat

bermain dan makan bersama anak

menjadi waktu untuk menumbuhkan

kemandirinnya. Bp. Sy memilihkan

permainan yang bersifat edukatif untuk

mengasah kemandirian anak dalam

menyelesaikan permasalahan. Bp. Sy

melakukan ini setiap hari bersama anak.

Kegiatan bersama yang dilakukan

ditujukan untuk membantu pola pikir anak

bahwa orang-orang disekelilingnya peduli

dan membantunya dalam kemandirian.

Anak menyukai kegiatan yang dilakukan

bersama Bp. Sy.

Bp. Sy sebenarnya tidak memiliki

banyak waktu luang karena digunakan

untuk bekerja. Bp. Sy memanfaatkan

waktu pagi dan sepulang kerja untuk

bersama anak. Anak bersifat proaktif.

Berani mengajak Bp. Sy untuk bermain.

Anak juga langsung menyampaikan

keinginannya kepada Bp. Sy dan

langsung ditanggapi atau dipenuhi. Anak

sangat disiplin terhadap yang dijanjikan

Bp. Sy, karena kedisiplinan telah

ditanamkan sejak kecil.

Bp. Sy menyadari bahwa setiap

uasaha ada kegagalan dan keberhasilan.

Ketika anak mengalami kegagalan, Bp. Sy

akan membantu anak dengan menemani,

mendampingi dan menyemangati kembali.

Namun penyelesaian permasalahan

diserahkan ke anak. Dan ketika anak

memperoleh keberhasilan, maka Bp. Sy

akan memberikan pujian yang sewajarnya.

Menurut Bp. Sy, anaknya adalah anak

yang pantang menyerah dalam

Page 14: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

10

menghadapi permasalahan. Hal itu dilihat

dari kesukaan anak menyelesaikan

permainan puzzle.

Bp. Sy menerapkan kemandirian pada

anaknya sebagaimana mendidik

kemandirian anak normal. Sehingga

pekerjaan yang sudah dapat dikerjakan

sendiri oleh anak, maka Bp. Sy tidak

membolehkan anak dibantu, pekerjaan

tersebut harus diselesaikan sendiri.

Bp. Sy membolehkan anak melakukan

kegiatan yang menguras energi, misal

latihan karate, bersepeda dan berlari-

larian. Namun, Bp. Sy tetap membatasi

kegiatan yang berlebihan. Bp. Sy

melakukan pengontrolan dan disiplin

dalam menjalankan aktivitas, supaya anak

dapat mengerjakan secara terus-menerus.

Anggota keluarga yang lain semula

khawatir terhadap ondisi anak. Namun

sekarang keluarga percaya bahwa anak

mampu menghadapi kondisinya.

b. Partisipan Bp. Wg Bp. Wg berusia 42 tahun, bekerja

sebagai buruh tidak tetap dan pendidikan

terakhirnya adalah tingkat SLTA. Bp. Wg

memiliki 2 anak dan anak kedua An. DP

(11 tahun) mengidap DM kurang lebih

sejak usia 5 tahun.

Setelah mengetahui anaknya

mengidap DM, Bp. Wg memberi

pengertian kepada anak langkah dalam

menjalani kehidupan ke depan. Yaitu

tentang pola makan, aturan makan, gejala-

gejala sakit yang perlu diwasadai dan

sebagainya dijelaskan Bp. Wg kepada

anak. Selanjutnya, Bp. Wg sekedar

mengawasi kehidupan sehari-harinya.

Bp. Wg mempercayai anak mampu

menyelesaikan permasalahannya sendiri,

sehingga tidak secara khusus memberikan

pendidikan penyelesaian permasalahan.

Bp. Wg tidak memiliki jam kerja yang

tetap. Sehingga tidak menyediakan waktu

khusus untuk dapat bersama dengan anak

terutama dalam menumbuhkan

kemandirian. Bp. Wg mendidik dan

melatihkan kemandirian pada anak sambil

lalu. Namun, apabila ada waktu kosong

terkadang Bp. Wg mengajak anak jalan-

jalan. Hal ini menurut Bp. Wg dapat

menambah rasa percaya diri, wawasan

dan membaiknya kesehatan.

Anak ketika membutuhkan sesuatu

langsung menyampaikan keinginannya.

Bp. Wg akan memenuhi keinginan yang itu

merupakan kebutuhan utama.

Bp. Wg menyarankan pada anak

untuk segera minta tolong bila merasakan

sakit. Namun, Bp. Wg tidak menyarankan

anak meminta tolong soal pemenuhan

materi. Dan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari, Bp. Wg melatih anak mandiri

dengan memberikan pengertian tentang

pentingnya anak yang mandiri.

Bp. Wg menerima ketika anak

mengalami kegagalan. Setelah itu, Bp. Wg

menumbuhkan semangat baru pada anak,

menyemangati dan menumbuhkan

kebesaran jiwa supaya anak lebih percaya

diri. Dan ketika anak memperoleh

keberhasilan, Bp. Wg menambahkan

semangat pada diri anak. Bp. Wg tidak

Page 15: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

11

memaksakan anak mempertahankan

keberhasilannya karena memahami

kondisi anak.

Bp. Wg membolehkan anak

beraktifitas yang menguras tenaga. Bp.

Wg berpesan kepada anak supaya

mengatur kekuatannya ketika beraktifitas

supaya memiliki sisa tenaga yang baik dan

tidak mengganggu kadar gula. Teman-

temannya memahami kondisi anak dengan

baik. Temannya juga mengetahui apa saja

yang menjadi larangan anak. Sehingga

interaksi mereka baik-baik saja. Anggota

keluarga yang juga memahami kondisi

anak. Sehingga turut membantu dalam

mengasuh, turut membantu menjaga

kestabilan kadar gula anak.

Bp. Wg melihat anaknya mengalami

ketidakpercayaan diri ketika menghadapi

permasalahan. Anak cenderung meminta

bantuan orang lain untuk

menyelesaikannya. Dan anak memiliki

tanggapan yang positif ketika bersama Bp.

Wg. Anak menunjukkan semangat yang

tinggi dalam menyongsong masa depan.

c. Partisipan Bp. Sr

Bp. Sr berusia 29 tahun. Pendidikan

terakhir adalah tingkat Sekolah Dasar dan

sekarang bekerja sebagai buruh. Anak

pertama Bp. Sr yang berinisial An. (10

tahun) mengidap DM Tipe I sejak dua

bulan yang lalu.

Setelah mengetahui anaknya

mengidap DM, Bp. Sr melakukan

pengawasan terhadap makanan yang

dikonsumsi anak. Sampai sekarang Bp.

SR melakukannya, terutama pengawasan

makanan ringan dan aktifitas bermain.

Setelah anak mengidap DM, Bp. Sr

sering mengajak An. Ai jalan-jalan ke

pantai untuk menikmati udara pagi dan

bermain. Bp. Sr merasakan manfaat dari

kegiatan yang dilakukan bersama dengan

anak. Selain dapat membuat hubungan

mereka menjadi lebih dekat, kegiatan

tersebut juga bermanfaat untuk

kesehatan. Anak menjadi lebih cerah

wajahnya setelah sering diajak jalan-jalan.

Anak merasa senang bila bepergian

dengn Bp. Sr daripada dengan ibunya.

Anak cenderung lebih dahulu mengajak

untuk ke pantai.

Bp. Sr banyak menghabiskan

waktunya untuk bekerja dan sedikit

memiliki waktu luang. Ketika Bp. Sr

memiliki waktu luang akan digunakan

untuk menonton TV bersama anak.

Sewaktu menonton, Bp. SR melakukan

pengawasan kegiatan yang dilakukan di

ruang tersebut, yaitu jam tidur anak.

Apabila sudah waktu tidur, anak

diingatkan untuk menyudahi menonton,

dan anak mematuhinya.

Bp. Sr mengingatkan dengan halus

kepada anak terhadap larangan-larangan

dia sebagai anak pengidap DM. Larangan-

larangan tersebut merupakan

permasalahan utama bagi anak. Anak

juga mematuhi larangan tersebut.

Ketika anak menginginkan sesuatu,

maka ia langsung menyampaikan kepada

Bp. Sr dan langsung ditanggapi. Apabila

keinginannya berupa makan makanan

Page 16: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

12

yang merupakan larangannya, maka Bp.

SR langsung melarang dan menegaskan

efek makanan tersebut. Namun, apabila

keinginannya berupa kegiatan yang cukup

menguras tenaga, maka Bp. Sr hanya

mengingatkan supaya berhati-hati. Bp. Sr

tidak melarang anak melakukan kegiatan

yang menguras tenaga, namun

membolehkan dan memberi batasan

waktu supaya tenaga tidak terkuras.

Karena apabila tenaga terkuras, maka

kadar gula dapat naik. Selain itu, Bp. Sr

memberi kebebasan pada anak untuk

mengeksplorasi lingkungan, karena hal itu

dianggap dapat menumbuhkan

kemandirian anak.

Ibu dan anggota keluarga yang lain

cenderung melayani anak, karena melihat

kondisi anak yang mengalami DM. Bp. Sr

tidak sepakat dengan istri dan ibunya yang

memanjakan anak. Bp. Sr tetap bersikap

tegas dalam kemandirian anak.

Bp. Sr belum dapat menerima

kegagalan anak, ketika anak

melaksanakan tanggung jawabnya maka

Bp. SR menyikapinya dengan kemarahan.

Namun, setelah itu Bp. Sr menyesalinya.

Bp. Sr merasa senang dan mengucapkan

terimaksih sewaktu anak mampu

melaksanakan tanggung jawabnya.

Bp. Sr selalu mengingatkan anak

supaya dapat melakukan sendiri apa yang

sudah dapat dilakukannya sendiri. Misal

mengambil minum sendiri, minum obat

sendiri dan sebagainya. Bp. Sr hanya

memperbolehkan anak dibantu untuk ha-

hal tertentu, misalnya mengatur nilai gizi

makannya, karena anak belum dapat

mengendalikan nafsu makan maka boleh

dibantu dalam mengaturnya.

Teman-teman An. Ai yang berada

dilingkungan bersikap dan berinteraksi

biasa terhadapnya. Namun, teman-teman

disekolah sering mengejek dan

membedakan dengan teman lainnya.

Bp. Sr melihat kesedihan di wajah

anak dalam menghadapi kondisinya ini.

Banyak perubahan dalam pola

kehidupannya, terutama pola makan.

Hasil Observasi a. Partsipan Bp. Sy

Berdasarkan observasi, diperoleh

data data bahwa Bp. Sy sangat antusias

saat diwawancara. Hal ini diketahui dari

wajahnya yang nampak ceria, senyum

selalu tersungging dan intonasi suara

yang tenang, tegas, mantap dan penuh

semangat. Bp. Sy nampak bangga

memiliki anak An. Lt, ditunjukkan dengan

pandangan Bp. Sy yang teduh pada

anakketika wawancara dan perilakunya

yang merangkul anak ketika ikut

bergabung dalam wawancara. Bp. Sy

bangga mencerikan tiap tahap

kegiatannya bersama anak dan tiap tahap

perkembangan anak. Hal ini terlihat dari

cerita yang yang runtut dan intonasi

tenang, menceritakan dengan detail dan

memeragakan apa yang biasa anak

lakukan.

Page 17: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

13

b. Partisipan Bp. Wg Bp. Wg secara performance nampak

ramah meskipun dengan penampilan

sederhana. Hal ini nampak dari raut wajah

yang selalu senyum, ceria, bahkan sampai

tertawa, dan peneliti datang disambut

dengan ramah. Namun, Bp. Wg juga bisa

serius, ditunjukan pada saat memberikan

informasi pandangan menjadi sayu,

suaranya tenang, dan tegas. Bp. Wg

semangat menceritakan kegiatan bersama

anak dan kondisinya. Hal ini ditunjukkan

dengan intonasi yang penuh semangat

dan semangat memeragakan cerita

dengan menggerak-gerakkan tangan. Bp.

Wg menunjukkan keseriusan informasi

yang diberikan dengan menunjukkan

intonasi suara yang tenang, tegas, dan

penuh semangat, serta pandangan yang

mantap kepada peneliti. Bp. Wg juga

nampak sebagai orang yang telaten

dengan melihat di sekeliling rumah

dipenuhi dengan tanaman dan hewan

yang perlu perawatan khusus. Observasi

pada Bp. Wg memakan waktu yang paling

lama diantara partisipan lainnya. Hal ini

karena partisipan semangat memberi

informasi dari pertanyaan-pertanyan

peneliti.

c. Partisispan Bp. Sr

Bp. Sr memberikan informasi dengan

serius, ditunjukkan dengan tidak banyak

melakukan perubahan gerakan tubuh,

intonasi suara yang tenang, dan emosi

yang cenderung datar. Saat mengungkap

informasi kondisi anak, Bp. Sr

mengungkapkan dengan serius juga. Hal

ini ditunjukkan dengan tenang

menceritakan kegiatan yang dilakukan

bersama dengan tenang dan mata

nampak memerah serta pandangan

menunduk. Bp. Sr semangat dalam

menceritakan kemandirian anak,

ditunjukkan dengan intonasi suara mantap

dan memandang peniliti dengan mantap

juga, bahkan sampai menunjukkan

temapat-tempat yang biasa digunakan

untuk mengahabiskan waktu bersama. Bp.

Sr juga tersenyum sewaktu

menceritakannya. Bp. Sr terlihat sangat

dekat dan sayang dengan anak, karena

sewaktu observasi, anak menangis dan

Bp. Sr turut menenangkan anak dengan

memeluk dan menenangkan dengan kata-

kata bujukan.

PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh bahwa

secara umum semua partisipan

menunjukkan adanya keterlibatan.

Menurut Allen, dkk (2002), keterlibatan

ayah mengandung pengertian bagi laki-

laki yang selayaknya memiliki bagian dari

perkembangan kedewasaannya untuk istri

dan rekan mereka dalam hubungan

pengasuhan, dan yang terpenting untuk

anak mereka dalam perkembangan sosial,

kognitif dan emosi. Keterlibatan ayah

dapat diukur dengan melihat bagaimana

meluangkan waktu, kualitas hubungan

antara ayah dan anak, dan bagaimana

ayah dapat menanamkan nilai-nilai

kebaikan dalam menjalankan peran-

Page 18: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

14

perannya. Berikut gambaran setiap aspek

keterlibatan ayah dari partisipan :

Pertama adalah aspek

meluangkan waktu, yang termasuk dalam

meluangkan waktu adalah:

1. Frekuensi

Frekuensi diungkap dengan

kegiatan-kegiatan yang berkualitas

menumbuhkan kemandirian anak dan

frekuensi para partisipan melakukannya.

Menurut Dagun (2002), apabila ayah

setiap pekan terlibat dalam salah satu

kegiatan anak, maka akan terjadi

hubungan yang positif antara ayah dengan

anak. Apabila anak mempunyai banyak

kesempatan untuk mengamati dan meniru

sikap yang ayah, maka dapat membantu

perkembangan kemampuan anak

menyelesaikan masalah. Partisipan Bp. Sy

dan Bp Sr yang memiliki kegiatan khusus

dengan anak dan memiliki frekuensi yang

rutin. Berikut gambaran kegiatan dan

waktunya:

“Yaa…. hampir setiap hari. Setelah

belajar dia ngajak bermain puzzle, atau

dikomputer…dikomputer juga ada

puzzle, atau main di luar, kita di luar

juga ada game, time zone. Yang dia

senengi juga yang bersifat edukatif.”

(Bp. SY, T27, B03, Th2010, baris ke

50)

“biasanya ke Trisik, selang berapa lama

trus pulang, mandi dan maen. Yaa di

Trisik cari udara segar, jalan-jalan. Dia

mandi sendiri, tapi masih disuruh,” (Bp.

SR, T04, B07, Th2010, baris ke 25)

“yaa setelah pulang dari rumah sakit,

sampe sekarang sering saya bawa ke

sana” (Bp. SR, T04, B07, Th2010, baris

ke 30)

Ib. St menguatkan penyampaian

Bp. Sr dengan lebih menjelaskan waktu

yang digunakan bersama, demikian

penyampaiannya:

“kalau ke pantai itu dua hari sekali,,

yang pasti seminggu tiga kali,, ya kalau

nyuci itu ya tiap kali ke sumur dia

ikut,”(Ib. St, T11, B07, Th2010, baris ke

75)

Partisipan Bp. Wg tidak

meluangkan waktu khusus untuk

menumbuhkan kemandirian anak. Namun,

Bp. Wg ketika memiliki waktu senggang

akan mengajak anak pada suasana lain,

dengan tujuan untuk menumbuhkan

kepercayaan diri pada anak, seperti yang

disampaikan Bp. Wg berikut:

“itu nggak ada mbak, ngak ada

kegiatan khusus, ya sambil lalulah,

misal ada waktu senggang, waktu

kosong, yaa kita cari suasana lain.

jalan-jalan ke sungai atau di pingir

sawah. atau ke pantai, yaa untuk

menumbuhkan jiwanya. itukan jiwa

anak harus ditumbuhkan, harus diberi

supaya tumbuh kepercayaan dirinya.

Biar PD gitu mbak,” (Bp. Wg, T19, B06,

Th2010, baris ke 35)

“Waduh mbak... Mungkin bisa setahun

sekali,, wakkkwakkk. ya kalau dirata-

Page 19: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

15

rata bisa setahun sekali.” (Bp. Wg, T19,

B06, Th2010, baris ke 40)

2. Timbal balik hubungan

Menurut Dagun (2002), anak yang

memiliki hubungan timbal balik dengan

ayah akan lebih mampu menghadapi

situasi asing. Timbal balik hubungan telah

terungkap dari partisipan Bp. Sy dan Bp.

Sr, seperti yang disampaikan berikut:

“Dia aktif, ee.. dia yang meminta, atau

yang menginginkan, saya mengikuti.”

(Bp. SY, T27, B03, Th2010, baris ke

60)

“dia manut, tidak mbantah, malah

adeknya yang mbantah, missal nonton

TV lama trus diingatkan, ya dia manut,

kalo adeknya mbantah. Disuruh minum

apapun, bahkan sangat pahit, dia juga

mau.” (Bp. SR, T04, B07, Th2010, baris

ke 45)

Pada partisipan Bp. Wg tidak

muncul timbal balik hubungan, karena

partisipan tidak secara khusus

meluangkan waktu bersama anak.

“Waduh...wong buruh itu nggak ada

waktu luang mbak... soal anak itu

sudah saya serahkan pada ibunya..”

(Bp. Wg, T19, B06, Th2010, baris ke

45)

3. Kehadiran Ayah

Keterlibatan ayah mengasuh anak

sejak kecil dapat memperlihatkan

kehadiran ayah memiliki dampak yang

mendalam. Hubungannya yang dekat

dapat mempengaruhi anak diterima dalam

pergaulan dengan teman sebayanya

(Dagun, 2002). Menurut penelitian Walter

Misched (dalam Dagun, 2002)

ketidakhadiran ayah dapat menyebabkan

anak menjadi lamban dalam menanggapi

keinginan dan kebutuhannya. Kehadiran

ayah disela-sela kesibukannya untuk anak

ditunjukkan oleh partisipan Bp. Sy dan Bp.

Sr, seperti yang dikemukakan masing-

masing partisipan berikut:

“Saya bisa ketemu dia malam hari,

eee….dan pagi hari, mulai dia mandi

sampai mengantar dia sekolah, setelah

itu ketemu lagi malam, karna saya

sering pulang malam. Malam, jam

belajar dia belajar dulu, setelah belajar

kita main. Yah…kita melakukan

bersama.” (Bp. SY, T27, B03, Th2010,

baris ke 55)

“yaa diam saja, sambil ngawasi dia

nonton TV, atau nanti disuruh tidur

kalau sudah masuk waktu tidur. Dia itu

betah melek, kalau nggak diketati yaa

tidak tidur.” (Bp. SR, T04, B07, Th2010,

baris ke 40)

4. Kebermanfaatan kegiatan

Keterlibatan ayah dalam kehidupan

anak memiliki pengaruh yang lain selain

dalam kemandirian. Ayah dapat

berpengaruh pada cara pandang anak

menyelesaikan permasalahan dan

menggunakan lingkungan sebagai media

belajar. Seperti yang diungkapakan oleh

Prasetyo dkk (dalam Kurnianingsih, 2008)

bahwa gambaran atau bentuk pola asuh

Page 20: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

16

dari ayah contohnya adalah bertindak atau

berperan sebagai teman dalam bermain,

menciptakan suasana bersaing untuk

memacu keinginan dan kemampuan anak

saat bermain, mengembangkan

kemampuan berpikir logika anak,

mengajak anak mengeksplorasi langsung

terhadap lingkungan dan membiarkan

anak mengadakan eksperimen terhadap

kegiatan eksplorasinya, dan mengasah

kemampuan anak.

Semua partisipan dapat melihat

manfaat dari kegiatan yang telah

dilakukan bersama anak. Manfaat yang

dirasakan setiap partisipan berbeda. Bp.

Sy melihat kegiatannya bermanfaat dalam

membentuk pola pikir anak dan membantu

anak dapat menyelesaikan permasalahan,

Bp. Wg melihat manfaat dari kegiatan

yang dilakukan bersama anak adalah

pengembangan wawasan anak. Partisipan

Bp. Sr melihat hubungannya dengan anak

semakin dekat dan Bp. Sr merasa lebih

memperhatikan kondisi anak. Selain itu,

Bp. Wg dan Bp. Sy melihat ada manfaat

pada kesehatan anak dari kegiatan

mereka. Demikian para partisipan

mengungkapkan manfaat kegitan mereka:

“Yang jelas….eee membantu pola pikir

dia, dia punya keluarga, punya ayah

dan ibu, punya kakak… kebersamaan

itulah yang sangat membantu dia,

sehingga dia merasa dia tidak sendiri,,,

banyak orang di lingkungan dia yang

membantunya,,, sehingga dia bisa

mandiri lebih baik.” (Bp. SY, T27, B03,

Th2010, baris ke 80)

“ya bagus, dia jadi punya pandangan

lain, yang seharusnya dia belum tahu

jadi sudah tahu, dia merasa ,,, gimana

ya,,, ya ada kebanggan tersendiri “Aku

wis ngerti Samas” ya itu contohya,,

“Saya sudah ke Parangtritis dua kali” ya

itu bisa jadi kebanggan tersendiri. Misal

ke Bonbin, wis ada kebanggaan kalau

sudah pernah ke Gembira Loka, misal

kalau belum banyak tanda tanya, yang

namanya Bonbin Gembiro Loka itu

seperti apa? Ada apanya di situ?

Katanya ada gajah, gajahnya berapa?

Katanya ada kolam, kolamnya sperti

apa? Tapi kalau dia sudah pernah ke

situ,,, tahu persis ya dia punya

kepuasan tersendirilah, seperti apa

yang dikatakan orang-orang,, ya seperti

itulah,,,” (Bp. Wg, T19, B06, Th2010,

baris ke 65)

“Ya setelah itu kami jadi lebih

dekat,,,,”(Bp. SR, T04, B07, Th2010,

baris ke 60)

Bp. Sr menambahkan:

“,. Kalau dibiarkan dia bisa lakukan

sendiri, dia tahu dengan sendirinya,,,

kalau diingatkan atau dikekang dia

malah nangis” (Bp. SR, T04, B07,

Th2010, baris ke 115)

Partisipan Bp. Wg dan Bp. Sr juga

mendapatkan manfaat pada

perkembangan kesehatan anak dari

kegiatan yang telah mereka lakukan. Bp.

Wg melihat kegiatan mereka dapat

menstabilkan kadar gula, meskipun

Page 21: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

17

presentasenya kecil. Bp Sr melihat

perubahan pada fisik anak setelah mereka

beraktifitas. Badan anak menjadi lebih

cerah, tidak pucat seperti sebelumnya.

Berikut penyampaian dari Bp. Wg dan Bp.

Sr:

“mana saraf yang berpengaruh,,

meskipun itu kecil pengaruhnya, 0,01%

mungkin. itu saraf mana yang menuju

ke pankraes itu. Dibilang ada di telapak

kaki. Karna saraf di telapak kaki ya

kalau jalan-jalan nggak perlu pake

sandal gitu,, kan otomatis sarafnya

kena.” (Bp. Wg, T19, B06, Th2010,

baris ke 60)

“yaa kalau setelah jalan-jalan di

pantai,,, banyak perkembangannya, di

kesehatannya. Waktu belum di bawa ke

sana, Nampak lemes, pucat. Trus

disana itu ya lari-lari dipinggirnya, ya

saya suruh mandi di air, saya

tungguin.” (Bp. SR, T04, B07, Th2010,

baris ke 55)

Kedua, aspek kualitas hubungan.

Menurut Allen dkk (2002), ayah disebut

terlibat jika kualitas hubungan ayah

dengan anak digambarkan dengan peka,

hangat, dekat, bersahabat, mendukung,

akrab, mengasuh, penuh kasih sayang,

memberikan harapan, menghibur, dan

menerima. Berikut merupakan gambaran

aspek kualitas hubungan dari partisipan:

1. Peka

Ayah yang memiliki kepekaan

dalam menanggapi dan mendorong

perkembangan anak, tampak anak dapat

berkembang baik baik (NICHHD, 2002).

Kepekaan ayah nampak pada ketiga

partisipan. Semua partisipan mengetahui

berbagai macam kebutuhan anak

pengidap diabetes melitus, ini sesuai

dengan pernyataan Bp. Sy dan Bp. Wg:

“Terutama dia harus dikontrol untuk

makan gula, terutama yang

mengandung glukosa,, karna dia tipe I

atau tipe A,,, ini,,, harus ditambah

dengan insulin dari luar, ee .. aa.. salah

satu caranya dengan disuntik. Dia

disuntik insulin sehari 2x, batas

kerjanya e e e batas kerjanya insulin 12

jam, jadi selama 24 jam 2x

penyuntikan” (Bp. SY, T27, B03,

Th2010, baris ke 30 dan 35)

“Porsi makan ya di atur, dikira-kira. ada

saran dari bagian gizi. Ada

panduannya, kalau yang bisa dimakan

ini ini, makannya kalau pagi sekian,

siang sekian, sore sekian, snacknya

ada jam 9 pagi, jam 3 sore,. Kalau dia

minum teh manis mang ngedrop mbak,

sampai 70-60, dia setengah nggak

sadar itu mbak. Normalnya 120.” (Bp.

Wg, T19, B06, Th2010, 20)

Pada partisispan Bp. Sr tidak

diungkapkan secara detail. Hal ini karena

anak baru mengalami diabetes melitus

selama 2 bulan, sehingga Bp. Sr masih

Page 22: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

18

kurang berpengalaman dan kurang

informasi. Demikian penuturan Bp. Sr:

“yaa kebutuhannya dari biasanya

berbeda banyak,. Biasanya kita makan

bersama itu ikut apa yang boleh

dimakan dia, missal dia bolehnya

makan kentang,,, ya kami makan

kentang, kalau dia minum air putih yaa

kami minum air putih.” (Bp. SR, T04,

B07, Th2010, baris ke 70)

2. Bersahabat, hangat, dan akrab

Sikap bersahabat, hangat, dan

akrab diungkap dengan kemampuan anak

menyampaikan langsung kebutuhannya

kepada ayah dan dapat menunjukkan

komunikasi yang baik. Menurut Dagun

(2002), pada situasi intim, saat itu ayah

dekat dengan anak dan memperoleh

banyak hal dari anaknya. Hal ini telah ada

pada ketiga partisipan, baik Bp. Sy, bp.

Wg, maupun Bp. Sr. pada ketiga

partisipan, anak mampu menyampaikan

kebutuhannya langsung kepada ayah

tanpa melalui perantara orang lain. Seperti

yang dikemukakan berikut:

“Kalau dia punya keluhan, ee untuk fisik

terutama, kalau sakit dia akan

memberitahu yang sakit yang mana,

apa keluhannya, dan biasanya kalau

menyangkut kesehatan, dia kita bawa

ke dokter. Kalau keluhannya sebuah

keinginan,, bersifat sebuah

permintaan,, yaa,,kita janjikan,, kalau

itu baik,, ya kita janjikan,, tepat waktu,,.

Dia sangat disiplin untuk sebuah janji.

Kita menjanjikan hari senin, jam dua,

jamnya pun harus disebutkan…jam 7

malam missal,, karna jam setengah 7

dia siap-siap menunggu jam 7.” (Bp.

SY, T27, B03, Th2010, baris ke 70)

“dia punya kesadaran sendiri untuk

menyampaikan ke kami. Nggak usah

diminta dia sudah bilang. Saya sakit,

perut saya sakit. dia sudah tau mbak,

kebutuhan itu pokok atau nggak.kalau

kebutuhan pokok ya seperti pulpen,

buku, buku paket, buku tulis, atau bayar

iuran sekolah,,, itukan kebutuhan

pokok, ya itu bilang,, tapi bilangnya ya

gak sekarang, bilangnya 3 atau 4 hari

sebelumnya,,. “ya kalau kebutuhan

seperti ingin baju baru atau sendal, dia

lihat-lihat dulu. Kalau Bapaknya baru

bekerja seminggu utuh, ya gitulah,,

itupun kalau dia nggak tahu langsung

bapaknya pegang uang ya dia nggak

berani minta.” (Bp. Wg, T19, B06,

Th2010, baris ke 80 dan 85)

“Ya kadang dia langsung minta yang

mengandung gula, saya bilang “gak

usah dek, makan apanya yang ada,

biar lekas sembuh”.” (Bp. SR, T04,

B07, Th2010, baris ke 75)

3. Mengasuh, kasih sayang

Menurut Hellen (dalam Dagun,

2002), ayah lebih mampu dan efektif

dalam mengasuh anak. Semua partisipan

mendidik anak mandiri dalam memenuhi

kebutuhan sehari-harinya, tidak

menyarankan meminta bantuan orang

lain. Berikut penyampaiannya:

Page 23: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

19

“Dalam pendidikan, dia kita usahakan

mendidik seperti anak normal, supaya

dia bisa berkomunikasi dan berinteraksi

dengan lingkungan, dan Alhamdulillah

,,, ee sekarang dia bisa berkomunikasi,

bermain,,, dengan kita juga bisa

berkomunikasi dan berinteraksi,,,.” (Bp.

SY, T27, B03, Th2010, baris ke 90)

“ya itu di latih mbak. yaa,, dek opo-opo

kok diladeni orang tua. Kalau semua

diladeni nanti sangu ke sokolah peke

laden?. Misal pagi-pagi sudah ngladeni

yo natar sangune laden bukan uang,

kalau ditinggal bekerjakan bisa untuk

uang saku. dan kalau butuh apa ya bisa

buat beli.” (Bp. Wg, T19, B06, Th2010,

baris ke 90 )

“…, kadang kalau sama saya, ya saya

suruh ambil sendiri. Soalnya kalau

sama ibunya pasti nangis, sama saya

gak, takut mungkin. Kalau minta sama

ibunya, gak dibolehkan, ya dia nangis.

Kalau sama saya, gak boleh ya gak

boleh. ” (Bp. SR, T04, B07, Th2010,

baris ke 85)

Pada wilayah kesehatan para

partisipan berbeda perilaku dalam

mendidik anak. Partisipan Bp. Sy

cenderung mendorong anak mandiri

dalam menggunakan alat kesehatannya,

seperti yang disampaikan berikut:

“Kalo sekarang dia sudah melakukan

sendiri. Sudah bisa nyuntik sendiri. Kita

tinggal mengontrol, berapa ampul yang

diberikan tiap 12 jam sekali.” (Bp. SY,

T27, B03, Th2010, baris ke 35)

Berbeda dengan Bp. Sy, Partisipan

Bp. Wg tidak mendukung anak

menggunakan alat kesehatannya:

“Kalau itu saya belum berani,, untuk

anak dapat menggunakan alat sendiri.

Karna dia belum bisa merasakan

sepenuhnya. Kalau anak-anak yang

usia sebelum 15 tahu, ia belum bisa

mengatur sepenuhnya, saya belum

berani. Mungkin kalau dia sudah

berusia 15 tahunan baru saya mulai, ya

untuk kedewasaanya sudah

mencukupilah...” (Bp. Wg, T19, B06,

Th2010, baris ke 55 )

4. Menghibur, menerima, mendukung,

dan memberi harapan

Ayah sebagai pembimbing,

membantu anak mencapai potensi secara

penuh, termasuk menerima kesalahan-

kesalahan seperti halnya menerima

kesuksesan-kesuksesan dan senyuman.

Para pembimbing tahu bahwa kegagalan-

kegagalan kecil merupakan awal dari

kesuksesan besar, karena itu pembimbing

akan terus mendorong anak untuk tetap

mencoba (NICHHD, 2002). Kemampuan

menghibur, menerima, mendukung, dan

memberi harapan pada kondisi anak yang

mengalami kegagalan maupun mengalami

keberhasilan dalam menjalankan

tanggung jawabnya ditunjukkan oleh

partisipan Bp. SY dan Bp. Wg. Masing-

masing mengungkapkan sebagai berikut:

Page 24: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

20

“Kalau dia berhasil kita memuji,,, eee

kita juga gak mau memujinya terlalu

berlebihan,, dan dia gagalpun kita akan

membantunya,,, dan dia tidak akan

menyerah pada kegagalan… itu satu

kelebihan positif dari dia. Kita

membantu dia dalam mengulang ketika

tidak bisa, dan kita menemani,, tapi

konteks berfikir kita serahkan ke dia.

Seperti PR,,, kita mendampingi, kita

tidak membantu buat PR tetapi

mendampingi,,,, kita membantu

sebagai orang tua sepserti Tut Wuru

Handayani,,, hanya membantu

mendorong,,, menyemangati,,,, atau

menemani,,, tetapi kemauan no 1 dari

dia,, harus tumbuh dari dia…” (Bp. SY,

T27, B03, Th2010, baris ke 95 dan 100)

“Anak itu gagal biasa mbak, wkkwkk,

sama seperti yang lainnya. ya saya

mengerti mbak misal ia gagal dalam

prestasi. ya anak itukan punya target

sendiri. Misal sekarang ia ikut lomba,

harapannya dapat hadiah, ya kalau

sekolah kalau gaka dapat ranking 1

atau 2 ya dapat ranking yang tidak buat

malulah, bisa 4, 5, atau 6. Ya entah

karena apa mungkin dia lepas dari

target, nyampe rumah dia laporan “Pak,

nilainya jelek,,,”, “Sekarang jelek nggak

pa-pa, orang itu ya nggak mesti sehat

terus, kadang ya sakit, ya kalau

sekarang adek belum pinter ya belajar

lagi. sekarang ngak pa-pa. nanti

kenaikan kelas yang penting naik dulu”

ya biar dia itu hatinya nggak jadi kecil

mbak,, nggak minder,, ya misal kalau

dapat ranking baik, ya dipertahankan

dek, nggak bilang harus

dipertahankan,, itu harus dipertahankan

titik, gitu,, saya tidak,, Ya kalau kamu

bisa pertahankan ya pertahankan dek,

kalau nggak ya nggak pa-pa, yang jelas

kamu sudah punya pengalaman punya

ranking bagus.” (Bp. Wg, T19, B06,

Th2010, baris ke 100).

Partisipan Bp. Sr menunjukkan

sikap menerima ketika anak mendapat

keberhasilan, seperti yang disampaikan

berikut:

“yaaa bagaimana ya,, ya saya

seneng,,, senengnya dengan ngucap

terimakasih.. disiini tu saling ngucapin

terimaksih sudah biasa, missal kakanya

minta tolong adeknya ngambilkan

minum,, ya kakany trus bilang makasih

ya dek,,” (Bp. SR, T04, B07, Th2010,

95)

Ketiga, aspek keterlibatan menurut

Allen dkk (2002) adalah menanamkan

nilai-nilai kebaikan. Sesuai dengan

penelitian, maka nilai-nilai yang

ditanamkan adalah nilai-nilai kemandirian.

Aspek dijabarkan sebagai berikut beserta

hasil dari partisipan:

1. Musyawarah

Komunikasi dialogis dengan anak

yang bersifat terbuka, jujur, dan tulus

dapat menumbuhkan kedisiplinan dan

kemandirian pada anak (Rahayu, 2009).

Kemampuan musyawarah telah digali,

Page 25: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

21

namun tidak dilakukan oleh para

partisipan penelitian dalam menanamkan

kemandirian pada anak.

2. Mendorong kemandirian

Menurut Dagun (2002), ayah

memiliki sikap lain yaitu memberi

kebebasan pada untuk untuk mencapai

sikap mandiri pada anak. Ayah semenjak

awal menginginkan anak dapat melakukan

sendiri tanpa ketergantungan pada orang

lain. Sikap mendorong kemandirian

terdapat pada ketiga partisipan. Berikut

adalah penyampaian dari partisipan Bp.

Sy dan Bp. Wg:

“Di dalam minta tolong, selama dia

masih bisa mengerjakan dia kerjakan

sendiri…mandi,,, selama dia bisa

sendiri ya sendiri,,, makan,,, selama dia

bisa sendiri ya lakukan sendiri.. kita

membiarkan dan tidak membantu.

Pada prinsipnya dia tidak berbeda

dengan anak normal lainnya,,,.” (Bp.

SY, T27, B03, Th2010, baris ke 110)

“O,, sekarang gini mbak,, kalau saya

yang namanya minta tolong bantuan

orang lain, prinsip saya itu saya bagi

jadi bermacam jenis,, ya kalau itu

dalam hal kesehatan,,, yo yang jelas

mengenai fisiknya,, kesehatan anak ya

memang saya anjurkan minta tolong,

tapi kalau soal materi,,saya kasih saran

jangan sampe,,jangan sampe minta-

minta dengan orang lain, apalagi itu

bukan saudara. …..,. Tapi kalau

hutang, suatu saat ada yang bilang,

woo duitku dipinjam ini.. ya kalau saya

dengar akan dibayar kalau sudah ada

duit. Saya beri pengertian seperti itu

mbak. Ya pinjam itu ada tanggung

jawab mengembalikan sepenuhnya,. ya

seperti itulah kalau masalah minta

tolong.” (Bp. Wg, T19, B06, Th2010,

baris ke 115).

Demikian juga pada partisipan Bp.

SR, menunjukkan sikap yang sama,

seperti yang disampaikan berikut ini:

“yaa mau saya itu gak usah dimanja,,

boleh manja tapi yaa lihat-lihat,, ya

kalau semua di manja nantinya malah

repot,, semua-semua nyuruh orang tua.

Mau saya kalau dia sudah bisa yaa dia

ambil sendiri, bukan terus sebentar-

bentar diambilkan, disuapi, ya jadinya

manja itu. Kalau saya ya saya biarkan,

tapi kalau ibunya yaa diambilkan,” (Bp.

SR, T04, B07, Th2010, baris ke 105)

3. Batasan kemandirian

Menurut Dagun (2002), ayah

memiliki sikap berbeda terhadap anak

perempuan, ayah lebih berhati-hati dan

ragu-ragu, sehingga memberikan batasan

pada anak perempuan. Memberikan

batasan kemandirian ditunjukkan oleh

ketiga partisipan. Memberikan batasan

yang disampaikan para partisipan selain

karena anaknya perempuan tetapai juga

karena anak memiliki tenaga yang lemah.

Masing-masing partisipan memberikan

uraian sebagai berikut:

Page 26: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

22

“dia cukup energy,,, eee tapi untuk

olahraga yang terlalu berat, kebetulan

dia suka karate, ini memang kita

batasi,,, batasi,,, kalau berjalan sejauh

5 kilo ya kita batasi,,, tapi untuk sehari-

hari dia tetap, seperti latihan karate,,,

olahraga,,, maen-maen,,, naik sepeda,,,

lari-lari,,, ya dia normal saja… ya

seperti anak normal lainnya.. yaa

seperti mbak lihat sendiri…ini

kelihatan,, dia aktif.. dan dia gak akan

diam meskipun ada waktunya dia

drop,,,” (Bp. SY, T27, B03, Th2010,

baris ke 115)

“,,kita harus hati-hati, seefisien mungkin

masalah tenaga, energi. misa ya mbak,

dia harus mengelilingi lapangan 5 X.

untuk dinilai, dia butuh waktu cepat,.

kalau anakku nggak usah cepat-cepat,

5X itu yang harusnya selesai 5 menit,

ya kamu tengah-tengah, kalau

antaranya 5-10 menit ya kamu ambil 7-

8 menit, jadi tenagamu masih, masih

ada sisa.” (Bp. Wg, T19, B06, Th2010,

baris ke 120)

“Tapi kalau dibiarkan,,, missal hati-hati

dek,,, ya kalau sudah seperempat jam

misalnya, dia disuruh berhenti, mau,.

Tapi kalau langsung dibilang “gak

boleh…”, langsung emosinya tinggi,

kadar gulanya tinggi,” (Bp. SR, T04,

B07, Th2010, baris ke 110)

4. Disiplin

Menurut Aline (2006), ayah disiplin

dalam peran mengajarkan anak

berperilaku benar dan sehat. Sikap disiplin

ayah terhadap anak hanya ditunjukkan

oleh partisipan Bp. Sy, demikian

ungkapnya:

“Yaa setiap hari kita control,,, kita

menjalankan setiap hari kedisiplinan,,,

ya bangun pagi, kita cek dia bangun

pagi,, ya mandi, sarapan, berangkat

sekolah,,,, kita memberi batas dengan

waktu. Jam sekian mandi harus selesai,

jam sekian harus berangkat sekolah,,

trus belajar,,, jam sekian sampai sekian

harus belajar,,,. Kita mengontrol itu…”

(Bp. SY, T27, B03, Th2010, baris ke

125)

Keterangan dari partisipan tersebut

menunjukkan bahwa mereka memiliki

kemampuan dalam ketiga aspek

keterlibatan ayah, meskipun terdapat

aspek yang tidak terpenuhi secara utuh,

namun sudah cukup mewakili. Aspek

tersebut adalah melungkan waktu, kualitas

hubungan dan menanamkan nilai-nilai

kebaikan dalam kemandirian. Hal tersebut

merupaka suatu indikasi bahwa

keterlibatan ayah dalam menumbuhkan

kemandirian anak pengidap diabetes

mellitus sangat penting. Didukung oleh

fakta-fakta yang menunjukkan bahwa

semua partisipan telah terlibat dalam

menumbuhkan kemandirian anak

pengidap diabetes mellitus.

Secara umum, ditemukan bahwa

ketiga partisipan memiliki keterlibatan

dalam menumbuhkan kemandirian di

wilayah pemenuhan kebutuhan sehari-

Page 27: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

23

harinya. Namun, pada wilayah

kemandirian kesehatan, setiap partisipan

berbeda dalam penanganan. Partisipan

Bp. Sy cenderung memberi kepercayaan

terhadap anak untuk menggunakan alat

kesehatannya. Partisipan Bp. Wg belum

mempercayakan anak menggunakan alat

kesehatan, dan Bp. Sr lebih banyak

menggunakan obat tradisional yang cukup

rumit menyajikannya, sehingga anak tidak

dapat mandiri menyajikannya. Meskipun

demikian, pernyataan ketiga partisipan

kompak dalam menanggapi keluhan sakit

anak. Demikian penyampaian dari para

partisipan:

“Kalo sekarang dia sudah melakukan

sendiri. Sudah bisa nyuntik sendiri. Kita

tinggal mengontrol, berapa ampul yang

diberikan tiap 12 jam sekali.” (Bp. SY,

T27, B03, Th2010, baris ke 35)

“Kalau itu saya belum berani,, untuk

anak dapat menggunakan alat sendiri.

Karna dia belum bisa merasakan

sepenuhnya. Kalau anak-anak yang

usia sebelum 15 tahu, ia belum bisa

mengatur sepenuhnya, saya belum

berani.”(Bp. Wg, T19, B06, Th2010,

baris ke 55)

“Disuruh minum apapun, bahkan

sangat pahit, dia juga mau. Soalnya ini

saya selingi obat jawa, biar biaya tidak

terlalu tinggi.” (Bp. SR, T04, B07,

Th2010, baris ke 45)

Berdasarkan hasil wawancara,

perilaku anggota keluarga lain turut

mempengaruhi kemandirian anak.

Anggota keluarga lain yang terlalu

mengkhawatirkan kondisi anak dapat

menghambat pertumbuhan kemandirian

anak. Menurut Park (dalam Soeharjono,

2002), pengidap Diabetes Melitus yang

serumah dengan keluarga sering terjadi:

(a) pengidap dilindungi secara berlebihan

oleh nenek, (b) nenek monolak

pengendalian Diabetes melitus secara

medis dan memaksa menggunakan obat

tradisional, (c) nenek menyalahkan ibu

atau ayah pengidap, dan (d) terjadi konflik

antara mertua dan menantu. Hal tersebut

dialami oleh partisipan Bp. Wg dan Bp. Sr:

“ya sudah pada mengerti,,, bisa

momonglah,,, ya kalau ada yang nggak

bisa diterima, mending mengalah,, tapi

ya kalau pada emosi naik,, ya ramelah,

waeeewaeee,,, wkkkwkkk” (Bp. Wg,

T19, B06, Th2010, baris ke 130)

“ya kalau ke ai,, ibu saya itu ya

memanjakan seperti ibunya,. Apa-apa

kalau nangis terus digendong, trus

nanti diajak keliling atau naik sepeda

supaya dia diam,.” (Bp. SR, T04, B07,

Th2010, baris ke 120)

Keterlibatan ayah berdasarkan

penelitian ini merupakan hal yang

dinantikan oleh anak. Menurut Noer

(2009), terdapat bahasa secara tidak

langsung tersampaikan ketika ayah

menemani anak bermain dan berperan

sebagai teman bermain sekaligus

pelindung bagi anak. Permainan yang

Page 28: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

24

dipilih ayah dapat melatih keberanian dan

kemandirian selama ayah tidak memaksa

dan terlalu mengatur permainan tersebut.

Biasanya permainan yang dipilih ayah

adalah permainan fisik atau aktivitas luar

ruangan. Anak menyukai aktivitas-aktivitas

yang dilakukan bersama ayah. Hal ini

dialami oleh partisipan Bp. Sy dan Bp. Sr:

“menurut saya dia seneng,,, Kalau saya

pulang telat dia menunggu,, kalau dia

menginginkan sesuatu, seperti mau

main puzzle, maka hanya sama saya,.

Karena mama dan kakanya gak begitu

seneng permainan puzzle,,. Nah,,,

mulai dari siang dia sudah

menjadwalkan,, atau dari sore setelah

saya baru pulang janjian nanti selsesai

belajar main puzzle,,,” (Bp. SY, T27,

B03, Th2010, baris ke 140)

“dia seneng, kalau lagi dipantai, kalau

bajunya belum basah, belum mau

diajak pulang,. Kalau waktu pergi ke

pantai sama ibunya Cuma dari atas

saja, trus diajak pulang ya dia mau,,

takut mungkin. Lebih seneng ke pantai

sama saya.” (Bp. SR, T04, B07,

Th2010, baris ke 145).

Berdasarkan pembahasan dan

hasil analisis data, usaha keterlibata yang

telah dilakukan oleh ayah adalah

meluangkan waktu untuk bermain

bersama, menonton TV bersama,

menyelesaikan tugas rumah bersama.

Ayah-anak juga membuat hubungan

merekan hangat, akrab, bersahabat,

sehingga ketika menyampaikan keinginan

masing-masing lebih mudah karena sudah

terjalin hubungan yang baik, termasuk

disini adalah keinginan ayah untuk anak

menjadi pribadi yang mandiri. Selain itu

ayah membuat dirinya peka terhadap

kebutuhan anak sehingga lebih mudah

untuk menyampaikan nilai-nilai kemadirian

dengan mengetahui kondisi anak.

Ayahpun dengan ringan menerima

kegagalan tanggung jawab anak dan

menerima keberhasilannya dengan

senang hati, sehingga anak dapat tumbuh

mandiri di lingkungan yang menerimanya

apa adanya. Usaha keterlibatan lainnya

adalah dengan menanamkan kemandirian

dengan menerapkan pola asuh autoritatif,

yaitu ayah mendorong kemandirian anak,

namun tetap memberikan batasan sebagai

pengendali perilaku anak.

Adanya keterlibatan ayah

tersebut membawa banyak dampak positif

bagi anak. Selain berkembangnya

kemandirian anak (meliputi mandiri

menyelesaikan permasalahan, tanggung

jawab dan proaktif), dampak positif lainnya

adalah peningkatan taraf kesehatan dan

penambahan wawasan bagi anak.

Pada keterlibatan ayah, terdapat

beberapa perbedaan keterlibatan. Aspek

pertama, perbedaan ada pada frekuensi

ayah meluangkan waktu bersama anak,

kehadiran ayah, dan manfaat kegiatan

yang dilakukan ayah bersama anak. Pada

aspek kedua, perbedaan terdapat pada

bagian mengasuh, kasih sayang,

menghibur, menerima, mendukung dan

Page 29: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

25

memberi harapan. Aspek ketiga, terdapat

perbedaan dalam menanamkan

kedisiplinan pada anak. Pada perbedaan-

perbedaan ini, peneliti mengambil perilaku

keterlibatan yang sebagian besar

dilakukan oleh partisipan sebagai

gambaran keterlibatan ayah dalam

menumbuhkan kemandirian anak

pengidap diabetes melitus.

Oleh karena itu, nampak bahwa

ayah telah terlibat dalam menumbuhkan

kemandirian anak yang mengidap

diabetes melitus, meskipun masih terdapat

aspek yang belum terpenuhi secara utuh.

Perilaku keterlibatan yang telah terpenuhi

adalah pada aspek meluangkan waktu

dan kualitas hubungan ayah-anak,

sedangkan yang belum terpenuhi adalah

perilaku menanamkan nilai-nilai melalui

peran-peran ayah. Anggota keluarga yang

lain turut mempengaruhi keterlibatan ayah

dalam pengasuhan anak. Keterlibatan

ayah dalam pengasuhan anak juga

membawa banyak dampak positif bagi

anak.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan

pembahasan yang telah dilakukan, dapat

ditarik kesimpulan bahwa gambaran

keterlibatan ayah mampu menumbuhkan

kemandirian pada anak pengidap diabetes

melitus dan mampu membangun aspek-

aspek positif dalam diri anak. Keterlibatan

ayah dapat dilihat dari berbagai aspek,

yakni dengan meluangkan waktu, melihat

kualitas hubungan, dan menanamkan

nilai-nilai kebaikan, dalam hal ini adalah

nilai-nilai kebaikan kemandirian.

Pada aspek meluangkan waktu,

para partisipan merupakan pekerja keras

yang sedikit memiliki waktu luang. Namun,

ayah mampu meluangkan waktu disela-

sela kesibukan mencari nafkah untuk

dapat bersama anak dengan frekuensi

yang rutin. Ayah mengambil waktu

sebelum berangkat bekerja atau sepulang

bekerja untuk dapat bersama dengan

anak. Ayah mampu mengisi waktunya

yang singkat bersama anak dengan

kegiatan yang bermanfaat untuk

kemandirian, kesehatan, kecerdasan, dan

hubungan sosial anak, serta bermanfaat

meningkatkan hubungan antara keduanya.

Ayah juga mampu membuat saat-saat

bersamanya menjadi menyenangkan,

bukan lagi hal yang menakutkan meskipun

tetap dengan sikap tegas yang dimiliki

ayah.

Aspek kualitas hubungan,

menggambarkan bahwa ayah dari anak

pengidap diabetes cukup peka terhadap

kebutuhan secara kesehatan maupun

kebutuhan sehari-harinya. Hubungan yang

dibangun ayah membuat mereka

bersahabat, hangat dan akrab, sehingga

anak mampu dengan leluasa

menyampaikan segala sesuatu kepada

ayah. Hal ini juga membuat anak langsung

mematuhi nasehat-nasehat dari ayah.

Ayah mampu menerima kegagalan anak

sebagaimana menerima keberhasilannya.

Page 30: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

26

Ayah juga memotivasi anak menjadi lebih

baik dalam keadaan gagal maupun

berhasil melaksanakan tanggung

jawabnya, dan ayah akan menghibur anak

ketika mengalami kegagalan.

Aspek menanamkan nilai-nilai,

terutama nilai kemandirian. Hal ini tidak

terpenuhi secara keseluruhan. Ayah tidak

terlibat musyawarah dengan anak dalam

menyampaikan pesan kemandirian. Ayah

juga tidak disiplin dalam menanamkan

kemandirian pada anaknya yang

mengidap Diabetes Melitus. Namun ayah

tetap mendorong kemampuan

kemandirian dengan memberi kebebasan

anak beraktivitas dan tetap memberi

batasan sebagai pengendalian perilaku

serta supaya tidak terlalu membahayakan

kondisi anak.

Ayah mendukung tumbuhnya

kemandirian anak meskipun dalam kondisi

mengidap diabetes mellitus. Namun,

anggota keluarga yang lain tidak

mendukung konsep pendidikan ayah yang

mengutamakan kemandirian anak dalam

memenuhi kebutuhan.

Kegiatan yang melibatkan ayah

dengan anak dalam pengasuhan dapat

bermanfaat bagi anak untuk menambah

wawasan, mengembangkan pola pikir

penyelesaian masalah, berani

menghadapi tantangan, lebih percaya diri,

bertanggung jawab, dan menerima realita.

Dengan demikian, keterlibatan ayah

merupakan hal penting dalam

menumbuhkan kemandirian anak,

meskipun anak mengalami diabetes

mellitus. Sehingga ketika anak

berhadapan dengan suatu perubahan,

tekanan atau tantangan akan dapat

mengatasi dan melewatinya, karena anak

yakin ada sosok tegar dan tegas

dibelakangnya yang selalu ada untuknya.

Saran Berdasarkan hasil analisis

penelitian dan pembahasan, serta

kesimpulan yang telah dilakukan, maka

peneliti mengajukan saran sebagai

berikut:

1. Kepada ayah yang telah terlibat

dalam pengasuhan anak, hendak

tetap dijaga atau lebih ditingkatkan

pada setiap aspeknya. Sehingga

mampu meningkatkan kemampuan

anak diberbagai aspek

perkembangannya

2. Kepada anggota keluarga lainnya,

diharapkan memberikan dukungan

terhadap pengasuhan ayah dan

memberikan saran yang membangun

untuk keterlibatan ayah. Sehingga

anak dapat berkembang lebih optimal.

3. Kepada masyarakat, diharapkan

memberikan dukungan sosial

terhadap keterlibatan ayah dalam

pengasuhan dan perkembangan

anak. Diharapkan juga untuk tidak

membedakan hubungan sosial anak

pengidap diabetes mellitus dengan

anak sehat lainnya karena anak

membutuhkan dukungan secara

psikologis dari orang-orang disekitar

untuk dapat menerima kondisinya

Page 31: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

27

yang tidak dapat sembuh dan bangkit

menghadapi tantangan hidup.

4. Kepada peneliti selanjutnya:

a. Diharapkan melakukan wawancara

yang lebih mendalam

berhubungan dengan keterlibatan

ayah, yaitu melihat keterlibatan

ayah dari tingkat pendidikan,

usia, dan tingkat sosioekonomi.

b. Diharapkan melakukan penelitian

tentang keterlibatan ayah dalam

aspek-aspek psikologis

c. Diharapkan juga melakukan

penelitian pada ayah yang

memiliki anak pengidap sakit

yang lain, misal asma, paru-paru

(flek), autis, dan lain-lain.

d. Apabila menggunakan metode

kualitatif, diharapkan sewaktu

mewawancara partisipan utama

tidak didampingi oleh significant

person. Wawancara antara

partisipan utama dengan

significant person sebaiknya

dilakukan pada waktu yang

berbeda.

DAFTAR PUSTAKA Allen, dkk. 2002. The Effect of Father

Involvement: A Summary of The

Research Evidence. Newsletter of

The Father Involvement Initiative –

Ontano Network. Vol. 1

Brunner dan Suddarth. 2001.

Keperawatan Medikal-Bedah.

Jakarta: EGC

Dagun, S.M. 2002. Psikologi Keluarga.

Jakarta: Asdi Mahasatya

Dhamayanti, A.A, dan Kwratarini Wahyu

Yuniarti. 2006. Kemandirian Anak

Usia 2,5-4 Tahun Ditinjau dari Tipe

Keluarga dan Tipe Prasekolah.

Jurnal Sosiosains. Hal: 17. Diakses

tanggal 23 Mei 2009

Elia, Heman. 2002. Peran Ayah dalam

Mendidik Anak. Jurnal Teologi dan

Pelayanan. Vol. 1 No. 1 hal: 105-

113.

http://www.idionline.org/artikel/194 .

Diakses tanggal 27 April 2009

Hurlock. (1999). Perkembangan Anak Jilid

1. Jakarta: Erlangga

Kurnianingsih. 2008. Perbedaan

Kecemasan Antara Ayah dan Ibu

dalam Mengasuh Anak Autis.

Skripsi (tidak diterbitkan).

Yogyakarta: Fak. Psikologi

Universitas Mercu Buana

Yogyakarta

Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi

Kedokteran. Jakarta: EGC

Page 32: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

28

National Institute of Child Health and

Human Development (NICHHD).

2004. Adventures in Parenting,

Bagaimana Sukses Berperan

Sebagai Orang Tua Yang Baik.

Yogyakarta: Alenia

Nuryoto, S. 1993. Kemandirian Remaja

Ditinjau dari Tahap

Perkembangan, Jenis Kelamin dan

Peran Jenis. Jurnal Psikologi. No.

2: 48-58

Sherifali, D., D. Cilliska dan Linda O’Mara.

2009. Exploring Parenting Styles on

Children Living With Type 1 Diabetes

Mellitus. Journal of Parenting

Childern With Diabetes. Diakses

tanggal 18 April 2009

Santrock, J.W. 2002. Life-Span

Development Perkembangan Masa

Hidup Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Soeharjono, dkk. 2002. Diabetes Melitus

Tergantung Insulin (DM-TI): Aspek

Psikologik Penderita dan Keluarga.

Anima Indinesian Psychological

Journal. Vol. 17, No. 2, 161-169

Sherifali, D., D. Cilliska dan Linda O’Mara.

2009. Exploring Parenting Styles on

Children Living With Type 1 Diabetes

Mellitus. Journal of Parenting

Childern With Diabetes. Diakses

tanggal 18 April 2009

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang

Anak. Jakarta: EGC

Supriyadi. 2006. Peranan Orang Tua

Terhadap Pertumbuhan dan

Perkembangan Anak. Journal

Penelitian Sosial. Edisi 185. vol 4: 45

Tinkew, J. B, Kristin A. Moore dan Jennifer

C. 2006.The Father-Child

Relationship, Parenting Styles, and

Adolescent Risk Behaviours in Intact

Families. Journal of Family Issues,

27; 850. Diakses Tanggal 18 April

2008

Vitahealth. 2006. Diabetes. Jakarta:

Gramedia

www.BeingMom.org. 2008. Membentuk

Kemandirian Anak II. Diakses

tanggal 24 April 2009

Page 33: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

29

KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA PADA IBU YANG BEKERJA DITINJAU DARI DUKUNGAN SUAMI

Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto

Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Email : [email protected]

ABSTRACT This study aimed to examine the relationship with husband support and work-family

conflict on working mothers. The hypothesis of this study is there a relationship with husband support and work-family conflict on working mothers. Characteristics of research subjects in this study: (1) subjects lived together with her husband and had children under the age of 12 years who lived with the subject, (2) working full time. Data collection tool used in this study: work-family conflict scale and the scale of husband support . Techniques of analysis in this research using partial correlation techniques. The results showed association with the husband support and work-family confict on working mothers. Keywords: husband support, work-family conflict

A. PENDAHULUAN

Selama satu tahun terakhir,

peningkatan jumlah penduduk yang

bekerja didominasi oleh wanita.

Peningkatan penduduk wanita yang

bekerja sebesar 3,26 juta orang

sedangkan peningkatan penduduk pria

yang bekerja hanya sebesar 1,21 juta

orang. Tingginya peningkatan penduduk

wanita yang bekerja diduga karena

dorongan ekonomi, yaitu tuntutan keluarga

untuk menambah penghasilan, disamping

semakin terbukanya kesempatan bekerja

pada kaum perempuan (Badan Pusat

Statistik, 2008). Peningkatan pendidikan

telah juga mengakibatkan peningkatan

perempuan memasuki pasar tenaga kerja

Apabila istri ikut membantu mencari

naskah di sektor publik tetapi beban

domestik tidak berkurang maka

tanggungjawab istri menjadi berganda.

Kondisi peran ganda tetap menjadi isu

wanita sebagai istri, ibu dan pekerja.

Berkaitan dengan peran yang

dijalani, wanita yang bekerja dengan

pasangan yang juga bekerja lebih

mengalami konflik peran daripada pria

karena pria dan wanita mempunyai peran

yang berbeda dalam keluarga (Duxbury &

Higgins, 1991; Gutek & Searle, 1991).

Keluarga menjadi sentral bagi wanita

sedangkan pekerjaan menjadi sentral bagi

pria, dengan demikian pria lebih fokus

pada pekerjaan sehingga pria tidak

mempunyai waktu untuk membantu

pekerjaan rumah tangga pasangannya

(Ford, dkk.2007), serta tidak meluangkan

waktu untuk merawat anak (Hill, 2005).

Hal ini didukung penelitian Ahmad (2005),

metaanalisis yang dilakukan Ford dkk.

(2007) dan Kossek & Ozeki (1998) bahwa

wanita mengalami konflik dari pekerjaan-

Page 34: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

30

keluarga karena pekerjaan pria dalam

keluarga lebih fleksibel sedangkan

pekerjaan wanita lebih bersifat rutinitas

contohnya tanggungjawab terhadap anak

terutama usia anak dibawah 12 tahun.

Keberadaan anak akan menimbulkan

konflik pekerjaan-keluarga (Kinnunen,

dkk., 2006).

Jenis pekerjaan yang menimbulkan

konflik pekerjaan-keluarga adalah jenis

pekerjaan melibatkan tanggungjawab

terhadap orang lain ( Dierdorff & Ellington,

2008). Pekerjaan yang role overload dan

melibatkan tangungjawab yang tinggi

terhadap pekerjaan akan meningkatkan

konflik pekerjaan-keluarga (Aryee, 1992).

Pekerja yang bekerja di bidang manajerial

dan profesional dilaporkan lebih

mengalami konflik pekerjaan-keluarga

daripada pekerja yang bekerja di bidang

non manajerial dan non profesional. Hal ini

disebabkan karena pekerja yang bekerja

di bidang manajerial dan profesional

mempunyai jam kerja yang lebih panjang

atau bekerja sampai larut malam dan

mengadakan perjalanan dinas (Ahmad,

2005), pekerja akan banyak

menghabiskan waktu di kantor sehingga

jarang terlibat dalam aktivitas keluarga

(Hill dkk., 2004).

Berdasarkan uraian di atas maka

peneliti melakukan studi pendahuluan

pada 40 ibu yang bekerja sebagai tenaga

profesional untuk mengetahui konflik

pekerjaan-keluarga. Berdasarkan studi

pendahuluan tersebut diperoleh gambaran

bahwa ternyata pekerja-pekerja

merasakan adanya konflik di dalam

menjalankan peran sebagai pekerja

terhadap pelaksanaan peran dalam

keluarga yaitu sebagai ibu dan istri dan

juga merasakan adanya konflik

pelaksanaan peran dalam keluarga

terhadap pelaksanaan peran sebagai

pekerja. Hal itu ditunjukkan antara lain :

pekerja membawa pekerjaan kantor ke

rumah, hal ini akan menyebabkan ibu

mengalami keterbatasan waktu untuk

keluarga. Konflik kelurga dan pekerjaan

terjadi karena tanggungjawab dalam

keluarga menghambat aktivitas kerja

misalnya ibu harus membatalkan rapat

penting karena anak sakit.

Beberapa penelitian menunjukkan

konflik pekerjaan-keluarga yang dialami

pekerja akan menimbulkan dampak yang

negatif. Dampak negatif konflik pekerjaan-

keluarga pada pekerja wanita ditemukan

mengalami distres (Noor, 2002; Noor,

2004; Noor, 2001), kepuasan kerja yang

rendah (Erdwins dkk., 2001; Kim & Ling,

2001; Noor, 2002; Noor, 2004). Pekerja

wanita ini juga mengalami ketidakpuasan

perkawinan dan ketidakpuasan hidup (

Kim & Ling, 2001).

Berbagai penelitian menunjukkan

faktor yang mempengaruhi konflik

pekerjaaan-keluarga. Konflik pekerjaaan-

keluarga dapat dipengaruhi adanya

dukungan sosial: dukungan keluarga

(Aycan & Eskin, 2005; Kim & Ling, 2001),

dukungan dari suami yang berupa

Page 35: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

31

bantuan tenaga, nasihat, dan memahami

kondisi istri akan mengurangi konflik

pekerjaan-keluarga yang dialami istri.

Hasil metaanalisa yang dilakukan Ford,

dkk. (2007) menunjukkan ada pengaruh

dukungan pasangan terhadap konflik

pekerjaan-keluarga

Dari hasil paparan di atas maka

menurut peneliti, penelitian tentang konflik

pekerjaan-keluarga perlu dilakukan untuk

mengkaji lebih lanjut tentang konflik

pekerjaan-keluarga terutama pada ibu

yang bekerja. Serta mengkaji lebih lanjut

faktor yang mempengaruhi konflik

pekerjaan-keluarga. Penelitian diharapkan

dapat bermanfaat untuk memberi

gambaran tentang konflik pekerjaan-

keluarga pada pekerja wanita yang

menikah serta memberikan sumbangan

bagi pengembangan teori psikologi

perkembangan.

Berdasarkan uraian di atas maka

penelitian ini mengajukan rumusan

masalah : apakah ada hubungan antara

dukungan suami dengan konflik

pekerjaan-keluarga pada ibu yang

bekerja?

Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji hubungan antara dukungan

suami dengan konflik pekerjaan-keluarga

pada ibu yang bekerja. Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat

secara teoritis sebagai kajian teoritis untuk

melihat hubungan antara dukungan suami

dengan konflik pekerjaan-keluarga pada

ibu yang bekerja karena tanpa mengetahui

dengan baik proses yang terjadi dalam

hubungan pekerjaan-keluarga akan sulit

untuk membantu ibu yang bekerja

mengalami keseimbangan antara

pekerjaan dan keluarga.

Secara umum, menurut Huang,

dkk. (2004) dan Noor (2004) konflik

pekerjaan dan keluarga mempunyai dua

demensi : pertama, konflik pekerjaan-

keluarga : pemenuhan peran dalam

pekerjaan dapat menimbulkan kesulitan

pemenuhan peran dalam keluarga. Kedua,

konflik keluarga-pekerjaan: pemenuhan

peran dalam keluarga dapat menimbulkan

kesulitan pemenuhan peran dalam

pekerjaan. Konflik pekerjaan dan keluarga

disebabkan karena ada faktor dalam

pekerjaan yang menyebabkan masalah

dalam keluarga sedangkan konflik

keluarga dan pekerjaan disebabkan

karena ada faktor dalam keluarga yang

menyebabkan masalah dalam pekerjaan

(Hammer,dkk,2005). Konflik pekerjaan

dan keluarga biasanya terjadi ketika

aktivitas pekerjaan mempengaruhi

tanggungjawab rumah tangga sebaliknya

konflik kelurga dan pekerjaan terjadi

karena tanggungjawab dalam keluarga

menghambat aktivitas kerja.

Aspek-aspek konflik pekerjaan dan

keluarga menurut Baltes dan Heydens-

Gahir (2003) terdiri dari (1) keterbatasan

waktu yang dimiliki oleh seseorang, waktu

yang dipergunakan untuk pekerjaan

seringkali berakibat terbatasnya waktu

Page 36: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

32

untuk keluarga dan sebaliknya, misalnya

tanggung jawab di tempat kerja yang

dijadwalkan akan membuat secara fisik

tidak mungkin bagi seorang karyawan

untuk tinggal di rumah untuk merawat

anak yang sakit (2) ketegangan dalam

suatu peran yang akhirnya mempengaruhi

kinerja peran yang lain, contoh stres di

tempat kerja mungkin akan membuat lebih

sulit untuk duduk dengan sabar

menghadapi seorang anak dengan

pekerjaan rumah (3) kesulitan perubahan

perilaku dari peran satu ke peran yang

lain, contoh ibu di tempat kerja dituntut

untuk tegas tetapi ibu harus berubah

perilaku menjadi seseorang yang lemah

lembut ketika menghadapi anak-anak.

Konflik pekerjaan-keluarga dapat

ditinjau dari teori konflik peran dan teori

gender. Dalam melakukan perannya

seseorang dituntut untuk berperilaku

sosial sesuai dengan harapan dan norma.

Peran-peran yang dijalankan seseorang

dapat menimbulkan konflik : konflik peran

(Goode dalam Hinterlong, dkk, 2007).

Konflik terjadi karena pada saat

bersamaan seseorang akan memainkan

beberapa peran sekaligus sehingga waktu

dan tenaga harus dibagi untuk

menjalankan peran-peran tersebut

(Shelton, 2006). Peran konflik dapat

timbul ketika salah satu tugas-peran yang

berkaitan mengganggu keluarga atau

kehidupan pribadi (Greenhaus & Beutell,

1985).

Teori gender dipakai untuk

menjelaskan penelitian tentang konflik

pekerjaan terhadap keluarga karena

antara pria dan wanita mengalami

pengalaman yang berbeda tentang

masalah pekerjaan dan keluarga

(Greenhaus dan Powell, 2006). Beberapa

penelitian yang mendasarkan pada teori

gender antara lain penelitian Kinnunen,

dkk. (2006) yang menemukan bahwa pria

mengalami konflik pekerjaan terhadap

keluarga sedangkan wanita mengalami

konflik keluarga terhadap pekerjaan.

Konflik pekerjaaan-keluarga dapat

dipengaruhi adanya dukungan sosial:

dukungan keluarga (Aycan & Eskin, 2005;

Kim & Ling, 2001), dukungan dari suami

yang berupa bantuan tenaga, nasihat, dan

memahami kondisi istri akan mengurangi

konflik pekerjaan-keluarga yang dialami

istri. Hasil metaanalisa yang dilakukan

Ford, dkk. (2007) menunjukkan ada

pengaruh dukungan pasangan terhadap

konflik pekerjaan-keluarga

Pengertian dukungan sosial

menurut Winnubst dan Schabracq dalam

Schabracq, dkk. (1996) adalah pemberian

informasi, pemberian bantuan atau materi

yang didapat dari hubungan sosial yang

akrab atau keberadaan orang lain

membuat seseorang merasa diperhatikan

dan dicintai sehingga membantu

keberhasilan seseorang menyelesaikan

masalahnya. Menurut Winnubst dan

Schabracq dalam Schabracq, dkk. (1996),

ada 4 demensi dukungan sosial yaitu (1)

Page 37: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

33

dukungan emosional : seseorang

membutuhkan empati,cinta, kepercayaan,

yang di dalamnya terdapat pengertian dan

rasa percaya, (2) dukungan informatif :

dukungan yang berupa informasi, nasihat,

dan petunjuk yang diberikan untuk

menambah pengetahuan seseorang

dalam mencari jalan keluar pemecahan

masalah, (3) dukungan instrumental

pemberian dukungan yang berupa materi,

pemberian kesempatan dan peluang, (4)

penilaian positif: pemberian penghargaan,

umpan balik mengenai hasil atau prestasi

dan kritik yang membangun.

Dukungan yang diterima dari

suami penting artinya bagi istri untuk

mengelola konflik pekerjaan-keluarga,

dukungan emosi dan instrumental yang

diperoleh dari pasangan akan mengurangi

konflik yang dialami ibu (Aycan dan Eskin,

2005). Dukungan emosional mengacu

pada tampilan perilaku simpatik dan

kepedulian seperti mengambil minat pada

pekerjaan pasangan, kesediaan untuk

mendengarkan, dan memberikan nasihat

(Kim dan Ling 2001). Dukungan

instrumental adalah penyediaan bantuan

yang sebenarnya untuk membantu dalam

keberhasilan tugas, yang meliputi

membantu dalam pekerjaan rumah tangga

dan pengasuhan anak. Dukungan

instrumental dapat mengurangi tekanan

sebagai orang tua yang menyebabkan

konflik kerja-keluarga.

Berdasarkan tinjauan teoritis,

diusulkan hipotesis. Hipotesis penelitian ini

adalah ada hubungan negatif antara

dukungan suami dengan konflik

pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.

B. METODE PENELITIAN Penelitian ini melibatkan sejumlah v

ariabel sebagai berikut :

a. Konflik keluarga-pekerjaan

sebagai variabel kriteria

Konflik keluarga-pekerjaan

adalah peran yang dijalankan

dalam keluarga mempesulit

menjalankan peran dalam

pekerjaan. Dimensi dari konflik

pekerjaan-keluarga adalah

keterbatasan waktu, ketegangan

dalam suatu peran dan kesulitan

perubahan perilaku dari peran

satu ke peran yang lain (Baltes

dan Heydens-Gahir, 2003)

b. Dukungan suami Dukungan suami

sebagai variabel prediktor

Dukungan suami adalah

pemberian dukungan dari

pasangan yang dirasakan ibu

yang bekerja berupa dukungan

emosi, instrumental, informasi dan

penilaian positif. Dukungan ini

diungkap dengan skala dukungan

pasangan yang disusun menurut

Winnubst & Schabracq dalam

Schabracq,dkk (1996), ada 4

dimensi yaitu (1) dukungan

emosional: dukungan yang

Page 38: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

34

berupa empati, cinta,

kepercayaan, yang di dalamnya

terdapat pengertian dan rasa

percaya, (2) dukungan informatif :

dukungan yang berupa informasi,

nasihat, dan petunjuk yang

diberikan untuk menambah

pengetahuan seseorang dalam

mencari jalan keluar pemecahan

masalah.(3) dukungan

instrumental : pemberian

dukungan yang berupa materi,

pemberian kesempatan dan

peluang, (4) penilaian positif:

pemberian penghargaan, umpan

balik mengenai hasil atau prestasi

dan kritik yang membangun.

Skala konflik pekerjaan-

keluarga dan skala dukungan

suami diuji cobakan pada 38 ibu

yang bekerja di wilayah Daerah

Istimewa Yogyakarta pada

tanggal 5 Agustus 2013 sampai

dengan 15 Agustus 2013. Hasil

dari pengujian terhadap validitas

dan reliabilitas Skala konflik

pekerjaan-keluarga menghasilkan

16 aitem yang valid dari 18 aitem

yang diuji cobakan,. Koefisien

validitas bergerak antara 0,316

sampai dengan 0,789 sedangkan

untuk pengujian reliabilitas

menggunakan reliabilitas alpha,

menunjukkan koefisien reliabilitas

sebesar 0,921. Hasil dari

pengujian terhadap validitas dan

reliabilitas Skala dukungan suami

menghasilkan 21 aitem yang valid

dari 22 aitem yang diuji cobakan,.

Koefisien validitas bergerak

antara 0,327 sampai dengan

0,632 sedangkan untuk pengujian

reliabilitas menggunakan

reliabilitas alpha, menunjukkan

koefisien reliabilitas sebesar

0,896.

Karakteristik subyek

penelitian dalam penelitian ini

adalah ibu yang bekerja, berusia

21;0-40;0 (masa dewasa),

menikah dan tinggal bersama

dengan suami, mempunyai anak

yang tinggal bersama dengan

subyek. Jumlah subyek dalam

penelitian ini adalah 95 subyek.

Pengujian hubungan

antara dukungan suami dengan

konflik pekerjaan-keluarga pada

ibu yang bekerja lebih lanjut akan

dikaji dalam pendekatan

kuantitatif dengan menggunakan

metode analisis korelasi product

moment.

C. HASIL PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis korelasi

product moment, diperoleh koefisien

korelasi antara variabel bebas yaitu

dukungan suami dengan variabel

tergantung yaitu konflik pekerjaan-

keluarga sebesar rxy = -0, 227 ( p < 0,05 ).

Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis

Page 39: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

35

dalam penelitian ini diterima. Artinya

semakin tinggi dukungan suami maka

akan diikuti pula dengan semakin

rendahnya konflik pekerjaan-keluarga.

Koefisien determinasi yang diperoleh

sebesar = 0, 052, artinya dukungan

suami mempengaruhi konflik pekerjaan-

keluarga sebesar 5,2 % sedangkan

sisanya 94,8 % dipengaruhi oleh variabel

lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian

ini.

Berdasarkan hasil analisis data

dapat dinyatakan bahwa terdapat

hubungan negatif antara dukungan suami

dengan konflik pekerjaan-keluarga pada

ibu yang bekerja. Artinya, semakin tinggi

dukungan suami maka semakin rendah

pula konflik pekerjaan-keluarga pada ibu

yang bekerja, sebaliknya semakin rendah

dukungan suami maka konflik pekerjaan-

keluarga pada ibu yang bekerja juga

semakin tinggi. Hasil penelitian ini

membuktikan bahwa dukungan suami

merupakan salah satu faktor yang dapat

menurunkan konflik pekerjaan-keluarga

pada ibu yang bekerja.

Wanita dapat mempunyai berbagai

peran pada saat yang bersamaan: ibu,

istri, dan pekerja. Kombinasi antarperan

tersebut dapat menimbulkan konflik

pekerjaan-keluarga yaitu konflik dari

peran di pekerjaan ke peran di keluarga

dan sebaliknya.

Konsep konflik pekerjaan-keluarga

mengacu pada konsep peran ganda.

Orang dapat mempunyai berbagai peran

pada saat yang bersamaan : sebagai

ayah/ibu, suami/istri, sekaligus pekerja

(Voydanoff, 2002). Konflik pekerjaan dan

keluarga merupakan konflik antar peran,

konflik timbul apabila peran didalam

pekerjaan dan peran didalam keluarga

saling menuntut untuk dipenuhi, pemenuhi

peran yang satu akan mempersulit

pemenuhan peran yang lain ( Aycan dan

Eskin, 2005; Noor, 2002). Menurut Aycan

dan Eskin (2005), faktor dalam pekerjaan

akan mempengaruhi kehidupan keluarga

(konflik antara pekerjaan-keluarga) dan

sebaliknya faktor dalam keluarga akan

mempengaruhi pekerjaan (konflik

keluarga-pekerjaan). menurut Huang, dkk.

(2004) dan Noor (2004) konflik pekerjaan

dan keluarga mempunyai dua demensi:

pertama, konflik pekerjaan-keluarga :

pemenuhan peran dalam pekerjaan dapat

menimbulkan kesulitan pemenuhan peran

dalam keluarga. Kedua, konflik keluarga-

pekerjaan: pemenuhan peran dalam

keluarga dapat menimbulkan kesulitan

pemenuhan peran dalam pekerjaan.

Konflik pekerjaan dan keluarga

disebabkan karena ada faktor dalam

pekerjaan yang menyebabkan masalah

dalam keluarga sedangkan konflik

keluarga dan pekerjaan disebabkan

karena ada faktor dalam keluarga yang

menyebabkan masalah dalam pekerjaan

(Hammer,dkk,2005).

Penelitian ini mendasarkan pada

teori role conflict dan teori gender. Teori

role conflict ini menyatakan bahwa

Page 40: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

36

beberapa peran yang dilakukan seseorang

akan menghasilkan hal yang negatif. Teori

ini mendasarkan pada pandangan bahwa

keterlibatan pada berbagai peran akan

menimbulkan konflik. Teori gender dipakai

untuk menjelaskan penelitian tentang

konflik pekerjaan terhadap keluarga

karena penelitian ini ingin melihat konflik

pekerjaan terhadap keluarga yang dialami

oleh ibu yang bekerja.

Berbagai penelitian menunjukkan

faktor yang mempengaruhi konflik

pekerjaaan-keluarga. Konflik pekerjaaan-

keluarga dapat dipengaruhi adanya

dukungan dari suami yang berupa

bantuan tenaga, nasihat, dan memahami

kondisi istri akan mengurangi konflik

pekerjaan-keluarga yang dialami istri

(Aycan & Eskin, 2005; Kim & Ling, 2001).

Hasil penelitian Erdwins, dkk (2001), ada

hubungan dukungan dari suami dengan

konflik pekerjaan-keluarga. Hasil

metaanalisa yang dilakukan Ford, dkk.

(2007) menunjukkan ada pengaruh

dukungan suami terhadap konflik

pekerjaan-keluarga.

Dukungan dari suami yang berupa

bantuan tenaga, nasihat, dan memahami

kondisi istri akan mengurangi konflik

pekerjaan-keluarga yang dialami istri (Kim

& Ling, 2001). Hasil penelitian Erdwins,

dkk (2001), ada hubungan dukungan dari

pasangan dan supervisor dengan konflik

pekerjaan-keluarga.

D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan pada penelitian dapat

disimpulkan ada hubungan antara

dukungan suami dengan konflik

pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.

Hal tersebut menunjukkan konflik

pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja

dapat diturunkan dengan adanya

dukungan suami.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad, A. 2005. Work-family conflict

among dual-earner couples:

Comparisons by gender and

profession. Jurnal Psikologi

Malaysia, 19, 1-12.

Aycan, Z. & Eskin, M. (2005). Relative

contributions of childcare, spousal

support, and organizational support

in reducing work-family conflict for

men and women: The case of

Turkey. Sex Roles, 53(7/8), 453-471.

Aryee, S. 1992. Antecedents and

outcomes of work-family conflict

among professional women:

evidence from Singapore. Human

Relations. 45. 8, 813-837.

Badan Pusat Statististik. (2006). Keadaan

angkatan kerja di Indonesia. Jakarta:

CV Petratama Persada

Page 41: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

37

Badan Pusat Statististik. (2008). Keadaan

angkatan kerja di Indonesia. Jakarta:

CV Petratama Persada

Baltes,B.B. dan Heydens-Gahir H.A.2003.

Reduction of Work-Family Conflict

Through Use of Selection,

Optization, and Compensation

Behaviors. Journal of Applied

Psychology. 88.6.1005-1018

Dierdorff, E.C. & Ellington, K.J. 2008. It’s

the nature of the work: Examining

behavior-based sources of work-

family conflict across occupations.

Journal of Applied Psychology. 93

(4), 883-892.

Erdwins.C.J, Buffardi.L.C, Casper.W.J.,

dan O`Brien.A.S. 2001.The

Relationship of Women`s Role Strain

to Social Support, Role Satisfaction

and Self-Efficacy. Family Relations.

50. 3. 230-238.

Ford, M. T. Heinen, B. A. & Langkamer, K.

L. 2007. Work and Family

Satisfaction and Conflict : A Meta-

Analysis of Cross-Domain Relations.

Journal of AppliedPsychology. 92

(1), 57-80.

Frye, K. N. & Breaugh, J. A. (2004).

Family-friedly policies, supervisor

support, Work-family conflict, family-

work conflict, and satisfaction : A

Test of conceptual model. Journal of

Business and Psychology, 19 (2),

197-219.

Grandey.A.A.,Cordeiro.B.L., dan

Crouter,A.C.2005.A Longitudinal and

Multi-source test of The Work-Family

Conflict and Job Satisfaction

Relationship. Journal of

Occupational and Organizational

Psychology. . 78.305-323.

Greenhaus, J. H. & Powell,G. N. (2006).

When work and family are allies : A

theory of work-family enrichment.

Academy of Management Review,

31 (1), 72-92.

Greenberger, E. & O'Neil, R. 1994.

Explaining Role Strain: Intrapersonal

Determiners, Situational Constraints,

or Dynamic Interaction? Journal of

Marriage and Family. 56, 1. 115-118

Hammer.L.B.,Neal,M.B.,Newson,J.T.,

BrockwoodK.J., dan

Colton,C.L.2005. A Longitudinal

Study of The Effects of Dual –Earner

Cuoples Utilization of Family-Friedly

Workplace Supports on Work and

Family Outcomes. Journal of Applied

Psychology.90.4.799-810.

Hill, E. J. (2005). Work-family facilition and

conflict, working fathers and

mothers, work-family stressors and

support. Journal of Family Issues,

26, 793-819.

Page 42: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

38

Huang,Y.H., Hammer.L.B, Neal.M.B., dan

Perrin,N.A.2004. The Relationship

Between Work-to-Family Conflict and

Family-to-Work Conflict: A

Longitudinal Study. Journal of Family

and Economic Issues.25.1.79-100.

Hinterlong, J. E., Morrow-Howell, N., &

Rozario, P. A. (2007). Productive

engagement and late life physical

and mental health. Research on

Aging, 29 (4), 348-370.

Judge T.A., dan Colquitt,J.A.2004.

Organizational Justice and Stress:

The Mediating Role of Work-Family

Conflict. Journal of Applied

Psychology.89.3.395-404.

Kim, J. L. S. & Ling. C. S. (2001). Work-

family conflict of women

entrepreneurs in singapore. Women

in Management Review, 16, (5/6),

204-221.

Kinnunen, U., Feldt, T., Geurts, S. &

Pulkkinen, L. (2006). Types of work-

family interface: well-being

correlates of negative and positive

spillover between work and family.

Scandinavian Journal of Psychology,

47, 149-162

Kossek, E. E. & Ozeki, C. 1998. Work-

family conflict, policies, and the job-

life satisfaction relationship: A

Review and directions for

organizational behavior-human

resources research. Journal of

Applied Psychology. 83 (2), 139-149.

Levy, P. E. (2003).

Industrial/Organizational psychology:

Understanding the workplace. New

York: Houghton Mifflin Company.

Major.V.S., Klein,K.J., dan

Ehrhart.M.G.2002. Work Time, Work

Interference With Family, and

Psychological Distress. . Journal of

Applied Psychology.87.3.427-436.

Matthews, L. S., Conger, R. D. &

Wickrama, K. A. S. 1996. Work-

Family Conflict and Marital

Quality:Mediating Processes. Social

Psychology Quarterly. 59. 1. 62-79

Mauno, S., Kinnunen,U. dan Pyyko, M.

2005. Does Work-Family Conflict

Mediate The Relationship between

Work-Family Culture and self-

reported Distress? Evidence from

Five Finish Organizations. Journal of

Occupational and Organizational

Psychology.78.509-530.

Noor, M. N. (2001). Work hours,work-

family conflict, and distress: The

moderating effect of spouse support.

Jurnal Psikologi Malaysia, 15, 39-58.

Page 43: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

39

Noor,M.N.2002. Work-Family Conflict,

Locus of Control, and Women`s

Well-Being: Tests of Altenative

Pathways. The Journal of Social

Psychology. 142.5.645-662.

Noor,M.N.2004. Work-Family Conflict,

Work-Family-Role Salience, and

Women`s Well-Being. The Journal of

Social Psychology. 144.4.389-405. .

Parasuraman,S. dan Simmers,C.A.2001.

Type of Employment, Work-family

Conflict and Well-being: A

Comparative Study. Journal of

Organizational Behavior.22.551-568

Santrock, J.W. (2002). Life-span

Development. McGraw-Hill College

Schabracq, M. J. & Winnubst, J. A. M.

(1996). Social Support, Stress and

Organization: Towards Optimal

Matching dalam M. J. Schabracq,

Jacques A.M. Winnubst, Cary L.

Cooper. Handbook of work and

health psychology. New York : John

Wiley.

Schultz, D. P, & Schultz, S. E. (1994).

Psychology and work today: An

introduction to industrial and

organization psychology. New York:

Macmillan .

Shelton.L.M.2006. Female Entrepreneurs,

Work-family Conflict, and Venture

Performance:New Insgihts into the

Work-family Interface. Journal of

Small Business

Management.44.2.285-297

Tiedje, L. B., Wortman, C. B., Downey, G.,

Emmons, C., Biernat, M. & Lang, E.

(1990). Women with multiple roles :

Role-compatibility perceptions,

satisfaction, and mental health. .

Journal of Marriage and the

Family,52, 63-72.

Voydanoff, P.(2002). Linkages between

the work-family interface and work,

family and individual outcomes: An

integrative model. Journal of Family

Issues, 23, 138-164.

Voydanoff, P. (2004). The Effects of work

demands and resources on work-to-

family conflict and facilitation. Journal

of Marriage and the Famiy, 66, 398-

412.

Page 44: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

40

MODEL DEMOKRATISASI PERUSAHAAN : STUDI KASUS DI NEGARA SKANDINAVIA

Awan Santosa dan Sumiyarsih

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Email : [email protected]

Abstract The purpose of this study is to identify models of democratization companies in the

Scandinavian countries, what is the purpose and the factors behind its implementation, as well as its association with the industry structure and the labor market

This study found that the model commonly used in Scandinavian countries in implementing democratization is a pattern company stock to employees, which can be done through the provision, purchase, option, ESOP, and SARs. The purpose of the democratization of the company in the Scandinavian countries is recruitment and retention, increase cash flow, Motivation and Performance, Cultural Development Group, Providing for the stock market founders, and the anticipation of expropriation Tool Keyword: economic democracy, employee share ownership

a. Latar Belakang

Demokrasi ekonomi, yang memiliki

ciri produksi dikerjakan oleh semua, untuk

semua, di bawah pimpinan atau

kepemilikan anggota-anggota masyarakat,

sebenarnya di Indonesia sudah diakui dan

dirumuskan sebagai amanat konstitusi

(Pasal 33 UUD 1945). Dalam lingkup

mikro-perusahaan, tujuannya adalah untuk

meningkatkan partisipasi pekerja dalam

ketiga mode ekonomi tersebut. Hal ini

berupa pembagian hasil-hasil produksi

yang lebih adil dan pemberian

kesempatan yang luas kepada pekerja

(karyawan) untuk ikut memiliki

perusahaan. Dalam arti khusus, realisasi

amanat konstitusi tersebut ditempuh

dengan melakukan “Demokratisasi

Perusahaan”.

Realitas menunjukkan bahwa

Model produksi kapitalis masih berlaku, di

mana terdapat dikotomi antara buruh dan

majikan, yang cenderung makin

meningkatkan konsentrasi kekayaan dan

akumulasi keuntungan (profit) pada

segelintir pemilik modal. Dalam Model ini,

pekerja dianggap sebagai faktor produksi

yang kompensasinya hanya sebatas

dinilai melalui biaya operasional dalam

proses produksi (sebagai biaya tenaga

kerja langsung dan biaya tenaga kerja

tidak langsung). Apresiasi yang berlebihan

terhadap modal, dan sebaliknya terhadap

pekerja sebagai seorang manusia,

berpotensi mengukuhkan ketimpangan

ekonomi (pendapatan) yang menjadi asal-

mula terjadinya krisis hubungan industrial

dan konflik sosial.

Pekerja semestinya diperlakukan

sebagai mitra perusahaan yang perlu

diperhatikan ekspresi politik dan

ekonominya. Pekerja bukan sekedar faktor

Page 45: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

41

produksi, melainkan “aktor produksi” yang

jelas berperan vital dalam menciptakan

nilai bagi perusahaan. Oleh karena itu

peningkatan partisipasi finansial pekerja

melalui pengembangan Model-Model bagi

hasil (profit sharing) dan kepemilikan

saham oleh pekerja (employee share-

ownership), seperti yang umum berlaku di

negara-negara maju (khususnya negara

Skandinavia) menjadi makin penting. Hal

ini tidak sebatas sebagai upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan pekerja dan

mengikis ketimpangan yang ada,

melainkan juga sebagai upaya untuk

meningkatkan kepuasan kerja, loyalitas

pekerja (staff), dan kinerja keuangan

perusahaan.

Mode produksi perusahaan

umumnya berwujud relasi dikotomik

antara buruh (konsumen) dengan pemilik

modal. Keadaan perusahaan di negeri kita

pun tidak jauh dari sifat demikian.

Koperasi, dengan relasi produksi

demokratisnya, masih menjadi

perusahaan marjinal yang peranannya

kian dikerdilkan. Perusahaan yang

mempraktekkan relasi produksi serupa

melalui pola kepemilikan saham oleh

pekerja (employee share ownership

program/ESOP) atau konsumen, seperti

pada pola Grameen Bank di atas, pun

seolah masih seperti buih di lautan, tidak

signifikan.

Stakeholder perusahaan perlu

diyakinkan bahwa terdapat berbagai pola

transformasi kepemilikan saham oleh

pekerja yang sangat mungkin diterapkan.

Di samping itu, juga tersedia cukup

potensi (sumber finansial) untuk

merealisasikannya. Alternatif pelepasan

saham kepada pekerja di antaranya

adalah berupa pemberian gratis,

pembelian langsung, hak opsi saham, dan

pola khas lainnya. Khusus dalam bentuk

(pola) pembelian saham, mekanisme

pembayarannya dapat saja melalui

lembaga yang ditunjuk pekerja (Trustee),

potong gaji langsung, intermediasi

perbankan, atau mekanisme lain yang

disepakati bersama.

Berpijak pada kerangka pemikiran

di atas, maka perlu upaya-upaya serius

dan sistematis untuk mendorong

penyelenggaraan Demokratisasi

Perusahaan (perusahaan). Sebagai tahap

awal, perlu dilakukan upaya penggalian

kondisi aktual (existing condition) dan

manfaat penerapan demokrasi ekonomi

dalam wujud Model bagi hasil (profit

sharing) dan kepemilikan saham oleh

pekerja (employee share-ownership), yang

selanjutnya diikuti dengan upaya untuk

mengkaji kemungkinan perluasan

penerapannya di setiap tingkatan. Upaya

ini terkait dengan agenda khusus untuk

mengkaji realisasi kebijakan Pemerintah

Republik Indonesia yang memiliki

komitmen dalam penyelenggaraan

ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi).

Untuk itulah kami memandang perlunya

Penelitian Demokratisasi Perusahaan

pada perusahaan di negara-negara

Skandinavia.

Page 46: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

42

b. Rumusan Masalah Beberapa pertanyaan mendasar

yang menjadi acuan perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana model-model

demokratisasi perusahaan (tempat

kerja) untuk meningkatkan

partisipasi pekerja pada

perusahaan di negara-negara

Skandinavia?

2. Apa orientasi dan tujuan

demokratisasi perusahaan (tempat

kerja) di negara-negara

Skandinavia?

3. Faktor-faktor apakah yang

mendorong perusahaan di negara-

negara Snadinavia untuk

menerapkan (tidak menerapkan)

demokrasi ekonomi di tempat

kerja?

4. Bagaimana keterkaitan (hubungan)

antara struktur industri dengan

pelaksanaan demokratisasi

perusahaan di negara-negara

Skandinavia?

c. Tujuan Penelitian

Penelitian Demokrasi Ekonomi di

Tempat Kerja pada Perusahaan di negara-

negara Skandinavia ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi model-model

demokratisasi perusahaan (tempat

kerja) untuk meningkatkan

partisipasi pekerja pada

perusahaan di negara-negara

Skandinavia

2. Mengidentifikasi orientasi dan

tujuan demokratisasi perusahaan

(tempat kerja) di negara-negara

Skandinavia

3. Mengidentifikasi faktor-faktor

apakah yang mendorong

perusahaan di negara-negara

Snadinavia untuk menerapkan

(tidak menerapkan) demokrasi

ekonomi di tempat kerja

4. Mengidentifikasi keterkaitan

(hubungan) antara struktur industri

dengan pelaksanaan

demokratisasi perusahaan di

negara-negara Skandinavia

d. Kerangka Teoritik

1. Teori Demokrasi Organisasi

Walaupun terdapat perbedaan

pengertian antara demokrasi ekonomi dan

demokrasi industrial, namun terdapat

hubungan di antara keduanya. Ini tidak

hanya karena kepemilikan merupakan

kunci dari pengawasan organisasi

produksi dan divisi pekerja, tetapi juga

karena kemungkinan yang nyata bahwa

kedua bentuk demokrasi di tempat kerja

itu saling memajukan satu sama lain.

Sebagai konsekuensinya, dalam teori

demokrasi partisipasi kepemilikan dan

pengambilan keputusan dalam sebuah

perusahaan dapat dibentuk.

Teori demokrasi organisasi yang

dikembangkan di sini mengacu pada

pendekatan “favourable conjuncture”.

Pendekatan ini memuat penghambat dari

faktor-faktor utama yang

Page 47: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

43

memperhitungkan peningkatan demokrasi

ekonomi dan industrial. Untuk lebih

mudahnya, pendekatan ini menampilkan

trend perubahan perusahaan jangka

panjang, namun juga menampilkan

sebuah Model sejarah yang tidak kontinyu.

Berikut ini merupakan derajat

partisipasi oleh anggota perusahaan yang

dirumuskan oleh Abell (1985: 51):

Demokrasi ekonomi murni

(kepemilikan oleh seluruh

anggota perusahaan)

Pembagian modal

Modal pekerja dan semua skema

profit sharing bagi pekerja

perusahaan

100%

Derajat partisipasi Kepemilikan oleh anggota perusahaan

Modal manajerial dan pembagian

laba bagi eksekutif

Perusahaan Perusahaan dewan Worker board Manajemen 100%

Klasik Manajerial pekerja representation Sendiri

Sumber : Abell (1985: 51)

Ramsay dan Haworth

mengemukakan dua pendekatan dalam

pengembangan demokrasi organisasional,

yaitu pendekatan siklus dan pendekatan

kebersamaan yang diharapkan :

a. Pendekatan Siklus

Menurut sudut

pandang ini, ide mengenai

perubahan jangka panjang

dalam masyarakat modern

yang meningkat secara

konsisten pada demokrasi

organisasi masih

Page 48: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

44

diperdebatkan. Untuk

pendekatan siklus, era terkini

tidak menguntungkan bagi

kemajuan demokrasi

organisasi.

b. Pendekatan Kebersamaan

Kondusif (Favourable Conjunctures)

Favourable

conjuncture merupakan

dugaan dari suatu hal tidak

seimbang tetapi dapat

mempercepat penerapan

Model yang sangat

tergantung pada variasi dan

situasi antar negara-negara

tertentu. Favourable

cojuncture juga memerlukan

pengenalan bentuk spesifik

dari partisipasi yang dapat

naik dan turun dalam periode

bebeda. Adapun yang

mempengaruhi siklus itu

adalah:

1) Periode resesi

2) Perusahaan mengalami

penurunan sektor

industri

3) Depresi atau

pembatasan

perekonomian suatu

wilayah

4) Posisi negara dunia

ketiga yang berada

pada level terendah

pembangunan.

c. Sudut Pandang Untuk

Melakukan Analisis Atas Partisipasi Keuangan Oleh

Pekerja Ada dua model sudut

pandang dalam

membicarakan masalah bagi

hasil dan pemilikan modal

oleh pekerja, yaitu (Poole,

1986: 25):

1) Model strukturalis

Model ini lebih

menekankan bahwa

keputusan penerapan

Model partisipasi

keuangan oleh pekerja

merupakan hasil dari aksi

(kebijakan) pemerintah

dan kondisi (infrastruktur)

perekonomian yang ada.

Jadi, kekuatan seorang

pekerja atau anggota

organisasi sangatlah

kecil. Model ini

memperlihatkan suatu

kondisi di mana

perkembangan partisipasi

keuangan oleh pekerja

sangat tidak dipengaruhi

oleh keputusan yang

manusiawi.

Page 49: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

45

Aturan pemerintah dan

legislatif

Mandataris

Fasilitator

Tarif yang bervariasi dan

Model perwujudan skema

bagi hasil dan kepemilikan

saham oleh pekerja

Infrastruktur perekonomian

Pembagian penghasilan

publik v.s perusahaan

swasta

Ukuran dan rasio modal

pekerja

Segmentasi pekerja dan

pasar tenaga kerja

Macam-macam tingkat

pertumbuhan perusahaan

Peningkatan perusahaan

sektor keuangan dan

menurunnya perusahaan

manufaktur

Teknologi baru

2) Model aksi

Model ini berdasarkan dalil dan

fokus dari sebuah pilihan dari orang yang

paling berpengaruh dalam organisasi.

Model ini mengakui pengaruh inisiatif

pemerintah dan infrastruktur

perekonomian sebatas sebagai fasilitator

ataupun penghambat, namun tidak secara

langsung berpengaruh di dalamnya.

Manajer adalah orang penting dari

pengambilan keputusan mengenai skema

pembagian laba dan keterlibatan

karyawan dalam keuangan perusahaan.

Tapi keputusannya sangatlah dipengaruhi

oleh:

a) Ideologi dan nilai-nilai

pribadinya mengenai

isu ini

Page 50: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

46

b) Elemen iklim

hubungan industrial

lainnya.

c) Kekuatan dan strategi

dari kelompok

terorganisir lainnya.

Aturan

pemerinta

h dan

legislatif

Ideologi dan nilai

pekerja dan manajer

Iklim hubungan

industrial di

perusahaan

Infrastrukt

ur

ekonomi

Pilihan strategi

menajerial dan gaya

dalam hubungan

industrial

Model konsultatif

Macam-macam tarif

dan Model

perwujudan skema

pembagian laba dan

kepemilikan saham

oleh pekerja

Ideologi

dan nilai

pekerja

dan

karyawan

Kekuatan dan

strategi

kelompok

terorganisir lainnya

Asosiasi pekerja

Perilaku

karyawan

d. Metode Penelitian

1. Data, Objek, dan Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif

dengan pendekatan ilmu ekonomi

dalam melihat kepustakaan (data

sekunder) berupa pelaksanaan

demokrasi ekonomi di tempat kerja

di negara-negara Sandinavia.

Jenis data yang digunakan adalah

data sekunder yang didapat dari

kepustakaan, web-site, jurnal dan

dilihat dari tujuannya penelitian ini

dilakukan untuk memperoleh

deskripsi dan gambaran mengenai

pelaksanaan demokrasi ekonomi di

tempat kerja di negara-negara

Skandinavia dilihat dari realitas

Page 51: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

47

penerapan, manfaat penerapan

dalam memperbaiki kondisi dan

kesejahteraan pekerja perusahaan,

manfaat penerapan dalam

mendorong kemajuan industri

(perusahaan), serta faktor-faktor

yang mempengaruhi perusahaan

dalam menerapkan (tidak

menerapkan) demokrasi ekonomi

di tempat kerja. Studi banding

secara komprehensip dilakukan

untuk dapat mengidentifikasi

karasteristik pelaksanaan

demolrasi di tempat kerja di

masing-masing negara.

2. Analisis Data Metode analisis yang dilakukan

studi banding (comparative study)

dengan melakukan kajian

kepustakaan mengenai penerapan

demokrasi ekonomi di tempat

kerja, dari data-data sekunder

tersebut diharapkan dapat

diidentifikasikan dan dianalisis.

Dari masing-masing tahapan

identifikasi dan analisis tersebut

akan dapat diklasifikasikan:

a. Realitas penerapan demokrasi

ekonomi di tempat kerja

Indikator:

(1) Bagaimana derajat

partisipasi kepemilikan oleh

pekerja (demokrasi modal)?

Metode Analisis

Kerangka Pemikiran Dasar Teori

Studi Banding Implementasi Penerapan Demokratisasi Perusahaan

Identifikasi dan Analisis

Rekomendasi Kebijakan Demokratisasi Perusahaan

Page 52: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

48

(2) Bagaimana Model

pengambilan keputusannya

sebagai bentuk demokrasi

organisasional?

(3) Bagaimana strategi

sehingga demokrasi

ekonomi di tempat kerja

dapat terwujud?

a) regulasi pemerintah

b) aksi pekerja

c) kesadaran pihak

manajemen

b. Manfaat penerapan dalam

memperbaiki kondisi dan

kesejahteraan pekerja

perusahaan

Indikator kondisi kesejahteraan

pekerja:

(1) Income per kapita buruh

(2) Daya beli buruh

(3) Tingkat pendidikan

(4) Kesehatan

c. Manfaat penerapan dalam

mendorong kemajuan industri

(perusahaan)

Indikator kemajuan industri

(perusahaan):

(1) Makro

a) Pertumbuhan jumlah

industri

b) Pertumbuhan jumlah

pekerja

(2) Mikro

a) Peningkatan laba

b) Omset/market share

c) Inovasi/kemajuan

teknologi

d) Aset

d. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perusahaan

dalam menerapkan (tidak

menerapkan) demokrasi

ekonomi di tempat kerja.

(1) Apakah karena peran

pemerintah dan legislatif

lewat regulasi?

(2) Apakah karena peran

pekerja?

(3) Apakah karena peran

manajemen?

e. Hasil dan Pembahasan

Model-model Demokratisasi Perusahaan

Dalam studi di Negara Skandinavia

(diantaranya Denmark, Norwegia, dan

Swedia), terdapat beberapa pendekatan

yang tersedia bagi perusahaan dalam

rangka demokratisasi perusahaan, yang

pada umumnya dilakukan melalui program

kepemilikan saham oleh pekerja.

Penggunaan masing-masing model dan

pendekatan didasari oleh kebutuhan dari

masing-masing perusahaan dan setiap

pendekatan tersebut memiliki ketentuan

yang khusus.

a. Pemberian Saham (Stock Grants)

Pendekatan paling sederhana

adalah suatu perusahaan dapat

menghibahkan saham perusahaan

kepada karyawan-karyawan yang

terpilih. Seringkali, hal ini dilakukan

sebagai suatu bentuk kompensasi

Page 53: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

49

bonus sebagai penghargaan kepada

karyawan atas kinerja yang tinggi,

untuk mengenalkan pentingnya

seorang karyawan kunci, atau sistem

penggajian baru di suatu organisasi.

Hibah ini dapat berupa tanpa

pembatasan (“non restricted”) atau

dengan pembatasan (“restricted”).

Pemberian saham tanpa

pembatasan adalah suatu pemberian

penghargaan berupa saham,

biasanya diberikan kepada karyawan

kunci untuk mencapai tujuan

keuangan atau tujuan strategis.

Penghargaan ini mirip dengan

suatu bonus kas tradisional tetapi

penghargaannya dalam bentuk

saham. Pemberian saham dengan

pembatasan adalah suatu

penghargaan yang terikat dengan

syarat-syarat yang harus dipenuhi

karyawan. Pembatasan yang paling

umum adalah suatu jadwal tunggu

berdasarkan waktu, yang

mengharuskan karyawan untuk tetap

di perusahaan selama suatu jangka

waktu tertentu sebelum seluruh

kepemilikan atas seluruh sahamnya

ditransfer. Pengunduran diri atau

pemutusan hubungan kerja

karyawan sebelum memenuhi

ketentuan tersebut akan berakibat

pada hilangnya hak atas pemberian

saham yang belum terlewati masa

tunggunya dan akan dikembalikan ke

perusahaan.

Kelebihan model stock grant

adalah:

Dengan dibubuhkannya

ketentuan vesting, stock

grant dapat menjadi suatu

alat retensi karyawan yang

efektif;

Sederhana untuk

diimplementasikan dan

mudah difahami oleh

karyawan;

Memberikan suatu cara

bagi perusahaan untuk

membayar insentif yang

terkait dengan kinerja tanpa

menggunakan sumber daya

kas;

Memberikan karyawan

suatu partisipasi modal di

perusahaan.

Kekurangan model stock grant

adalah:

Memberikan hak suara

kepada karyawan;

Karyawan tidak merasakan

nilai kepemilikan yang

sebenarnya karena tidak

menginvestasikan kas

pribadi,;

Dapat diharuskan

menyebabkan masalah

arus kas bagi karyawan

sebagai akibat dari pajak

penerimaan stock grant;

Page 54: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

50

Mengakibatkan pengakuan

beban kompensasi bagi

perusahaan.

b. Program Pembelian Saham Oleh Karyawan (Direct

Employee Stock Purchase

Plans) Program pembelian saham

oleh karyawan memungkinkan

karyawan membeli saham

perusahaan dengan

persyaratan yang

menguntungkan. Keputusan

karyawan untuk membeli

saham yang tersedia untuknya

adalah sukarela.

Dengan program ini karyawan

dapat membayar sahamnya

melalui pemotongan gaji.

Karena karyawan diharuskan

membayar di muka atas saham

yang mereka beli.

Program ini tidak menghasilkan

tingkat partisipasi yang tinggi

karena biasanya kurang dari

25% dari karyawan yang

memenuhi syarat. Program ini

juga tidak akan merubah

ekuitas perusahaan dalam

jumlah besar kepada tenaga

kerjanya bila dibandingan

dengan program kepemilikan

saham yang lain. Karena

karyawan menginvestasikan

uangnya sendiri ketika mereka

memperoleh saham melalui

suatu direct purchase plan,

perusahaan harus memastikan

bahwa saham yang ditawarkan

termasuk dalam kualifikasi

untuk pengecualian dari

ketentuan registrasi

(pernyataan pendaftaran).

Pengecualian tersebut secara

umum tersedia untuk penjualan

yang dibatasi kepada

karyawan.

Kelebihan dan Kekurangan

Pembelian Saham adalah

sebagai berikut :

Kelebihan dari model direct

purchase plan :

Dapat meningkatkan modal

perusahaan;

Relatif sederhana untuk

dilaksanakan dan mudah

bagi karyawan untuk

memahaminya;

Dapat mengembangkan

jiwa investasi para

karyawan.

Kekurangan dari model direct

purchase plan:

Biaya investasi dapat

menghambat karyawan

untuk berpartisipasi;

Ketentuan Pernyataan

Pendaftaran mungkin

merupakan suatu pokok

persoalan bagi perusahaan

tertutup;

Program ini mengharuskan

dibentuknya struktur

Page 55: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

51

administrasi untuk

mengumpulkan dana,

membeli saham dan

mengawasi ketaatan

dengan peraturan yang

sesuai.

c. Program Opsi Saham (Stock Option Plans)

Dalam program opsi saham,

suatu perusahaan memberikan

kepada karyawan secara

perorangan hak, kontraktual

(atau opsi) untuk membeli

suatu jumlah tertentu atas

saham perusahaan sepanjang

periode waktu tertentu,

membayar dengan harga yang

ditetapkan pada saat tanggal

pemberian. Periode waktu

tertentu tersebut biasanya

antara 5 (lima) sampai 10

(sepuluh) tahun dimulai pada

tanggal pemberian dan

harganya biasanya sama

dengan harga pasar wajar

saham pada saat pemberian.

Konsep dibalik opsi ini adalah

bahwa jika harga saham

perusahaan meningkat dalam

tahun-tahun setelah

pemberian, karyawan

mendapatkan keunungan

dengan membeli saham pada

harga lebih rendah yaitu harta

yang berlaku pada waktu

pemberian dan kemudian

menjualnya dengan harga yang

lebih tinggi, setelah harga

meningkat. Nilai suatu opsi

saham bagi karyawan sifatnya

terkait pada kinerja perusahaan

di masa yang akan datang.

Perusahaan dapat mengaitkan

pemberian opsi kepada kinerja

kelompok atau individual dalam

berbagai cara. Sebagaimana

dengan bonus kas, perusahaan

bebas untuk memutuskan

kepada siapa mereka akan

memberikan opsi dan berapa

banyaknya opsi yang akan

mereka berikan kepada

masing-masing individu. Pada

masa lalu, perusahaan

biasanya membatasi

pemberian opsi saham hanya

kepada manajemen, dan pada

beberapa perusahaan,

program opsi saham masih

menggunakan cara tersebut.

Namun sekarang terdapat

kecenderungan perusahaan-

perusahaan memberikan opsi

saham kepada seluruh

karyawan. Opsi dapat menjadi

suatu motivator yang lebih

efektif dibandingkan suatu

bonus kas, karena tidak seperti

kas, opsi terus menerus

berlaku sebagai suatu insentif

yang baik bagi karyawan

setelah mereka diberikan opsi,

karena nilai sebenarnya akan

ditentukan dengan kinerja

Page 56: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

52

perusahaan di masa yang akan

datang.

Pertimbangan utama

pemberian opsi saham kepada

karyawan adalah perusahaan

“bebas” dari segi pelaporan

keuangan. Suatu perusahaan

harus mengakui beban

kompensasi atas nilai estimasi

opsi hanya dalam situasi

tertentu. Ini termasuk jenis opsi

dengan jumlah saham atau

harga pelaksanaan tidak

diketahui atau kontinjen

dengan kejadian yang akan

datang.

Kelebihan dari model opsi

saham:

Opsi saham mengaitkan

imbalan kepada karyawan

dengan keberhasilan yang

akan datang karena opsi

tersebut hanya menjadi

bernilai jika harga saham

perusahaan meningkat;

Opsi dapat menjadi alat

yang efektif untuk

mempertahankan karyawan

karena adanya waktu

tunggu;

Dari sudut pandang

akuntansi, opsi secara

umum tidak

dipertimbangkan sebagai

beban pada buku

perusahaan.

Kekurangan model opsi

saham:

Sulit dimengerti oleh

karyawan karena

kompleksitasnya;

Kas keluar yang diperlukan

pada saat pelaksanaan,

dapat dipandang sebagai

suatu hal yang negatif oleh

karyawan;

Jika harga saham turun di

bawah harga pelaksanaan,

opsi tersebut tidak

memberikan insentif

keuangan bagi karyawan.

d. Employee Stock Ownership Plans (ESOPs) ESOPs merupakan suatu jenis

program pensiun yang

dirancang untuk menerima

kontribusi perusahaan pada

suatu pengelola dana yang

akan melakukan investasi pada

saham perusahaan untuk

kepentingan karyawan.

ESOPs non leveraged

dirancang untuk investasi

terutama dalam saham

perusahaan yang

mendukungnya. Dengan suatu

ESOPs non leveraged,

perusahaan membuat suatu

kontribusi kepada suatu akun

Trust setiap tahun atas nama

masing-masing karyawan,

kebanyakan perusahaan akan

Page 57: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

53

mengkontribusi ke suatu

program pensiun.

e. Phantom Stock and Stock Appreciation Rights (SARs)

Selain pendekatan-pendekatan

di atas, terdapat beberapa

pendekatan lain untuk

membagi ekuitas dengan para

karyawan yang secara teknis

tidak mengakibatkan transfer

kepemilikan saham kepada

para karyawan. Sering kali

disebut sebagai “synthetic

equity” programs (program

ekuitas sintetis). Program jenis

ini dapat dipakai apabila

transfer aktual atas kepemilikan

ekuitas kepada karyawan

adalah tidak memungkinkan

atau tidak diinginkan.

Stock Appreciation Rights

(SARs) dan Phantom Stock

adalah penangguhan

kompensasi yang khusus dan

alat kompensasi insentif yang

dirancang untuk memberikan

karyawan keuntungan

ekonomis atas kepemilikan

saham tanpa disertai terjadinya

transfer saham sesungguhnya.

SARs merupakan sebuah

hibah kepada seorang

karyawan yang

memberikannya hak pada

suatu waktu tertentu di masa

yang akan datang untuk

menerima penghargaan berupa

kas sebesar kenaikan dalam

nilai dari sejumlah tertentu

bagian saham perusahaan.

Phantom Shares merupakan

bagian-bagian dari nilai yang

berkaitan dengan jumlah

ekuivalen saham.

Sebagaimana dengan SARs,

nilai dari suatu penghargaan

Phantom Stock biasanya

dibayar kepada karyawan

dengan kas, meskipun

penghargaan tersebut dapat

juga dalam bentuk saham.

Pertimbangan yang dapat

mendukung penggunaan jenis

program ini dibandingkan

program ekuitas yang

sesungguhnya adalah

ketentuan pernyataan

pendaftaran (securities

registration requirement),

perlakuan akuntansi dan pajak,

dan fleksibilitas yang berkaitan

dengan penghargaan untuk

aspek khusus dari usaha

perusahaan (seperti suatu

divisi yang tidak secara

terpisah berbentuk badan

hukum). SARs dan Phantom

Stock populer bagi perusahaan

milik keluarga dimana keluarga

tidak menginginkan untuk

melepaskan kepemilikan

sahamnya.

Program-program ini juga

dapat digunakan untuk

Page 58: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

54

memberikan ekuitas seperti

insentif yang dikaitkan dengan

kinerja dari suatu divisi

perusahaan atau anak

perusahaan. dan juga dapat

digunakan untuk memberikan

penghargaan kepada karyawan

asing yang dikarenakan

kompleksitas hukum dan

administrasi dari hukum negara

asalnya membuatnya sulit

untuk diberikan penghargaan

berupa surat berharga.

Kelebihan SARs and Phantom

Stock :

Dengan ketentuan jadwal

waktu tunggu, SARs dan

Phantom Stock dapat

memberikan metode yang

efektif untuk

mempertahankan

karyawan;

SARs dan Phantom Stock

tidak mendilusi kendali

suara dan hak-hak

kepemilikan lainnya dari

pemilik yang ada;

Pernyataan pendaftaran

tidak berlaku untuk jenis

program ini jika

pembayarannya dibuat

hanya dengan kas.

Kekurangan SARs and

Phantom Stock:

Menyebabkan suatu

potensi penurunan kas

yang signifikan bagi

perusahaan ketika nilai dari

penghargaan dibayarkan;

Mungkin lebih sulit untuk

mencapai tingkat motivasi

yang tinggi karyawan pada

perusahaan pada saat

pemberian. Dan harus

disesuaikan secara periodik

(tidak boleh kurang dari

satu tahun) untuk

menggambarkan

perubahan dalam harga

penghargaan;

Karyawan dikenakan pajak

pada tarif penghasilan

biasa atas total nilai

penghargaan.

Tujuan Pelaksanaan Demokratisasi Perusahaan

Perekrutan dan Retensi. Persaingan pasar tenaga

kerja meningkat untuk tenaga

terampil dan karyawan yang

cakap. Ketika berusaha

merekrut karyawan potensial,

kemampuan untuk

menjanjikan mereka suatu

penyertaan modal dapat

menjadi suatu sarana.

Peluang keuangan berupa

kepemilikan modal akan

menarik bagi sebagian besar

orang cerdas dan berbakat

yang dibutuhkan oleh

perusahaan. Selain itu,

mempertahankan karyawan

Page 59: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

55

yang ada juga akan lebih

mudah jika mereka memiliki

penyertaan modal.

Peningkatan arus kas. Kompensasi ekuitas

seringkali dapat mengganti

sebagian kompensasi kas.

Program-program seperti

stock grant dan program opsi

saham dapat membuat suatu

perusahaan bersaing dalam

pasar tenaga kerja tanpa

harus membayar gaji yang

tinggi. 401 (k) plan, suatu

bentuk program dana

pensiun di Amerika, yang

menawarkan kontribusi yang

sesuai (matching

contribution) dalam saham

perusahaan dapat menjadi

suatu program tabungan

pensiun yang menarik, juga

tanpa memerlukan kontribusi

kas sebagaimana dalam

program pensiun lainnya.

Sebuah program pembelian

saham oleh karyawan dapat

secara nyata meningkatkan

arus kas perusahaan, pada

saat karyawan membayar

kas atas saham yang mereka

terima.

Motivasi dan Kinerja. Ekuitas hanya akan bernilai

jika kinerja perusahaan

membuatnya bernilai. Oleh

karena itu, karyawan yang

memiliki kepentingan modal

signifikan dalam

perusahaannya akan memiliki

insentif yang kuat untuk

mencurahkan karya

terbaiknya dalam

memaksimalkan kinerja

perusahaan dan nilai saham.

Dengan demikian,

kepemilikan saham oleh

karyawan menyelaraskan

kepentingkan karyawan

dengan para pemegang

saham. Selain itu, hal ini

akan memperlakukan

karyawan secara adil ketika

mereka diberi penghargaan

ekuitas dengan proporsi

sesuai dengan kontribusi

mereka kepada kinerja

perusahaan.

Pengembangan Budaya Kelompok.

Perusahaan-perusahaan

dengan pengalaman

kepemilikan karyawan jangka

panjang telah menemukan

bahwa hal tersebut

memberikan dasar yang kuat

dalam membangun budaya

kerja yang kuat. Apabila

dikembangkan dengan tepat,

kepemilikan saham oleh

karyawan dapat

meningkatkan jiwa

kebersamaan dan kerja tim,

dimana seluruh karyawan

Page 60: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

56

bekerjasama memfokuskan

pada tujuan kinerja

perusahaan. Karyawan

menjadi lebih peka terhadap

kebutuhan perusahaan dan

mulai berpikir dan bertindak

seperti seorang pemilik.

Memberikan pasar bagi saham pendiri.

program kepemilikan saham

oleh pekerja dapat

memberikan pasar yang

menarik bagi saham dari

perusahaan tertutup.

Alat antisipasi

pengambil-alihan. Perusahaan-perusahaan

yang mempertahankan diri

dari pengambilalihan secara

tidak bersahabat,

menggunakan program

kepemilikan saham oleh

pekerja untuk hal itu. Dalam

hal penawaran

pengambilalihan telah

dilakukan, penggunaan

program kepemilikan saham

oleh pekerja sebagai alat

bela diri menjadi agak

terlambat. Namun, apabila

program kepemilikan saham

oleh pekerja telah

dilaksanakan sebelum

dimulainya usaha

pengambilalihan, program

kepemilikan saham oleh

pekerja menjadi alat yang

efektif untuk

mempertahankan diri.

Aspek-aspek yang

Mempengaruhi Pelaksanaan Demokratisasi Perusahaan

a. Peraturan Sebagian besar negara telah

mempunyai perangkat hukum

yang khusus mengatur

tentang kepemilikan saham

oleh karyawan. Ketentuan

hukum memberi kepastian

kepada perusahaan dalam

melaksanakan program

kepemilikan saham oleh

karyawan. Bagi karyawan,

dengan adanya perangkat

hukum tersebut memberikan

perlindungan atas hak

mereka. Selain itu, dengan

perangkat hukum lainnya

(perpajakan dan sekuritas)

memberikan kepastian bagi

perusahaan dan karyawan

tentang manfaat dari program

ini dan memberikan acuan

dalam penyusunan program

khususnya tentang

kesesuaian dengan

ketentuan kewajiban

melakukan Pernyataan

Pendaftaran mengingat

terdapat beberapa

pengecualian kewajiban

tersebut.

Page 61: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

57

b. Model

Secara garis besar model

atau sarana dari

keikutsertaan karyawan

dalam suatu perusahaan ada

3 (tiga), yaitu kepemilikan

karyawan melalui pembelian

saham perusahaan secara

langsung (direct purchase

plan), pemberian opsi atas

saham perusahaan kepada

karyawan untuk membeli

sejumlah saham (stock option

plans) dan program

pengelolaan dana (trust)

yang dirancang untuk

investasi terutama dalam

saham perusahaan (ESOPs).

c. Sumber Saham

Sumber saham yang

diterbitkan dalam program

kepemilikan saham oleh

karyawan berhubungan

dengan tujuan dari program

tersebut apakah untuk

kompensasi atau

peningkatan dana modal.

Sumber saham yang

digunakan untuk program

kepemilikan saham oleh

karyawan dapat berasal dari

saham pendiri, saham baru,

treasury stock, atau saham

yang telah beredar.

d. Perlakuan di bidang Pajak Ada dua macam perlakuan

pajak terhadap program ini,

yakini pengenaan pajak

tanpa kemudahan dan

pengenaan pajak dengan

kemudahan. Kemudahan di

bidang pajak dapat berupa

penangguhan, pengurangan,

maupun pembebasan pajak.

Kemudahan di bidang pajak

merupakan salah satu

pendorong meningkatnya

pelaksanaan kepemilikan

saham oleh karyawan.

e. Hak Suara

Hak suara atas saham dalam

program kepemilikan saham

oleh karyawan tergantung

dari model yang dilaksanakan

oleh perusahaan tersebut.

Hak suara dapat diwakilkan

pada Trustee, masih

dipegang oleh pihak penjual.,

ataupun berada di tangan

karyawan sebagai pemilik

saham.

f. Sumber Dana

Sebagian besar ketentuan di

negara-negara yang

mengatur kepemilikan saham

karyawan memperbolehkan

pemberian bantuan kepada

karyawan. Dalam hal ini,

karyawan diberikan pinjaman

baik secara langsung

ataupun melalui kontribusi

pembagian keuntungan yang

diberikan oleh perusahaan.

Ada pula mekanisme yang

Page 62: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

58

menetapkan bahwa

perusahaan tidak

memberikan potongan atas

harga saham.

g. Pengurusan Pengurus atau pengelola

saham yang dialokasikan

kepada karyawan dapat

diberikan kepada Trust,

badan hukum lain, atau jasa

komite.

h. Keterbukaan Informasi Keterbukaan informasi

merupakan hal yang penting

bagi karyawan, pemegang

saham, maupun pihak lain

yang terlibat dalam program

program kepemilikan saham

oleh pekerja. Hal ini terkait

dengan tingkat pemahaman

peserta akan program yang

digulirkan perusahaan,

sehingga memudahkan

mereka untuk berpartisipasi.

Keterbukaan informasi dapat

dibuat melalui Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS),

brosur, info memo, maupun

pernyataan pendaftaran yang

dilampiri legal opinion.

i. Harga Pelaksanaan

Harga pelaksanaan

merupakan salah satu faktor

yang paling menentukan bagi

karyawan apakah akan

mengeksekusi atau tidak opsi

yang dimilikinya. Jika harga

pelaksanaan menguntungkan

(di bawah harga pasar wajar

untuk perusahaan terbuka),

maka kemungkinan besar

karyawan akan melakukan

eksekusi. Nilai harga

pelaksanaan ada beberapa

macam, antara lain harga

pasar wajar saat pemberian,

rata-rata harga 5 hari

perdagangan, rata-rata harga

25 hari bursa, nilai nominal,

maupun harga pelaksanaan

yang ditentukan oleh

keputusan direksi.

j. Persetujuan Pelaksanaan

Program Pemegang saham

merupakan salah satu pihak

yang paling concern atas

dilaksanakannya program

kepemilikan saham oleh

karyawan, karena program

tersebut dapat menimbulkan

potensi dilusi atas

kepemilikan sahamnya di

perusahaan. Oleh karena itu,

persetujuan para pemegang

saham atas pelaksanaan

program tersebut biasanya

harus diperoleh terlebih

dahulu. Persetujuan ini dapat

berupa RUPS maupun RUPS

Luar Biasa (RUPSLB).

k. Pelaporan Keuangan

Sisi pelaporan keuangan

juga merupakan faktor

Page 63: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

59

pendorong bagi perusahaan

dalam melakukan suatu

program kepemilikan saham

oleh karyawan. Ada yang

dibebaskan dari pelaporan,

ada juga yang diwajibkan

melaporkan dalam Laporan

Keuangan. Hal ini tergantung

pada Standar Akuntansi

Keuangan masing-masing

negara.

f. Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kesimpulan

1. Model-model demokratisasi

perusahaan di Negara Skandinavia

dilakukan melalui pola-pola

kepemilikan saham oleh pekerja

dengan skema utamanya meliputi:

Pemberian saham, Program

pembelian saham oleh karyawan

(ESOP), Program opsi saham,

Employee stock ownership plan,

Phantom Stock and Stock

Appreciation Rights (SARs)

2. Tujuan pelaksanaan demokratisasi

perusahaan di negara Skandinavia

adalah: Perekrutan dan Retensi,

Peningkatan arus kas, Motivasi

dan Kinerja, Pengembangan

Budaya Kelompok, Memberikan

pasar bagi saham pendiri, Alat

antisipasi pengambil-alihan

3. Aspek-aspek yang Mempengaruhi

Pelaksanaan Demokratisasi

Perusahaan adalah: Peraturan,

Model Sumber Saham, Perlakuan

di bidang Pajak, Hak Suara,

Sumber Dana, Pengurusan,

Keterbukaan Informasi, Harga

Pelaksanaan, Persetujuan

Pelaksanaan Program, dan

Pelaporan Keuangan

4. Hubungan Antara Struktur Industri

dan Demokratisasi Perusahaan

adalah:

a. Perbedaan antara perusahaan

publik dan swasta

b. Ukuran dan rasio modal

pekerja

c. Segmentasi pekerja dan pasar

tenaga kerja

d. Perbedaan tingkat

pertumbuhan antarsektor

dalam perekonomian

e. Turunnya sektor manufaktur

dan berkembangnya sektor

jasa, terutama jasa keuangan

f. Dampak kemajuan teknologi

dan kebutuhan sumber daya

manusia yang menjalankannya.

B. Rekomendasi 1. Perusahaan Indonesia perlu lebih

serius mengkaji pola-pola

demokratisasi ekonomi di tempat

kerja, di antaranya melalui

penerapan pola profit sharing dan

kepemilikan saham oleh pekerja

dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan pekerja. Hal ini juga

dilakukan untuk membangun iklim

dan kondisi ketenagakerjaan yang

Page 64: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

60

mendukung dan mengingat

beragam manfaat yang diperoleh

dari penerapan pola tersebut

termasuk kaitannya dengan

pengembangan perusahaan yang

mestinya dikelola secara

demokratis.

2. Perusahaan Indonesia perlu lebih

meningkatkan pemahaman pekerja

terhadap kondisi perusahaan dan

penerapan pola PS dan ESOP

yang diterapkan melalui media-

media sosialisasi, komunikasi, dan

inf ormasi yang efektif. Perusahaan

juga perlu meningkatkan

keterlibatan pekerja dalam proses

pengambilan keputusan sehingga

kebijakan yang diambil dapat lebih

mengakomodasi aspirasi pekerja

dan mengurangi resiko resistensi

mereka.

3. Perusahaan Indonesia dapat

memanfaatkan diterapkan pola PS

dan ESOP untuk membangun citra

positif di mata publik sebagai

perusahaan yang demokratis dan

memenuhi hak-hak pekerja. Hal ini

penting di tengah persaingan yang

makin menonjolkan inovasi

berbasis pengetahuan.

4. Kesadaran kolektif perlu dibangun

untuk meyakinkan publik di

Indonesia dan Indonesia pada

umumnya bahwa kepemilikan

saham oleh pekerja mengandung

setidaknya lima peran (misi)

strategis. Pertama, realisasi

amanat konstitusi utamanya Pasal

33 UUD 1945. Kedua, cara untuk

merombak ketimpangan relasi

(struktur) produksi dan alokasi

dalam perusahaan. Ketiga, upaya

untuk mempertahankan

perusahaan dari pengambil-alihan

oleh korporasi (investor) luar

negeri. Keempat, cara optimalisasi

sumber keuangan (permodalan)

domestik. Kelima, sebagai solusi

bagi peningkatan motivasi,

tanggungjawab, dan produktivitas

pekerja dan perusahaan secara

keseluruhan.

5. Stakeholder perusahaan Indonesia

perlu diyakinkan bahwa terdapat

berbagai pola transformasi

kepemilikan saham oleh pekerja

yang sangat mungkin diterapkan.

Di samping itu, juga tersedia cukup

potensi (sumber finansial) untuk

merealisasikannya. Alternatif

pelepasan saham kepada pekerja

di antaranya adalah berupa

pemberian gratis, pembelian

langsung, hak opsi saham, dan

pola khas lainnya. Khusus dalam

bentuk (pola) pembelian saham,

mekanisme pembayarannya dapat

saja melalui lembaga yang ditunjuk

pekerja (Trustee), potong gaji

langsung, intermediasi perbankan,

atau mekanisme lain yang

disepakati bersama.

Page 65: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

61

DAFTAR PUSTAKA Abell, P, (1985), Industrial Democracy :

has it a future? The West

European Eperience, Journal of

General Management 10:50-62

Arief, Sritua, (2000), Ekonomi Kerakyatan

: Mengenang Bung Hatta,

Surakarta, UMS-Press

Baswir, Revrisond, (2005), Ekonomi

Kerakyatan : Ekonomi Rakyat dan

Koperasi Sebagai Soko Guru

Perekonomian, makalah dalam

KEEP 2005 di FE-UGM,

Yogyakarta

Blanchflower, D.G., and Oswald, A.J.,

(1987), “Profit-sharing-can it

work?”, Oxford Economic Papers

39: 1-19

D’Art, Daryl, (1992), Economic Democracy

and Financial Participation : A

Comparative Study, New York,

Routledge

Dahl, Robert A., (1992), Demokrasi

Ekonomi : Sebuah Pengantar,

Jakarta, Yayasan Obor Indonesia

Gurdon, M.A., (1985), “Equity Participation

by Employees : the Growing

Debate in West Germany”,

Industrial Relations 24: 13-29

Mattews, D., (1988), “The British

Experience of Profit Sharing :

1880-1980”, Economic History

Review

Mubyarto, (2005), Ekonomi Terjajah,

Yogyakarta, Aditya Media

Poole, Michael, (1989), The Origins of

Economic Democracy : Profit-

sharing and employee-

shareholding schemes, London

and New York, Rourledge

Ramsay, H, dan Haworth, N., (1984)

“Worker capiatlists? Profit sharing,

capital sharing, and juridicial forms

of socialism, Economic and

Industrial Democracy 5: 295-324

Schweickart, David, Economic Democracy

: A Worthy Socialism That Would

Really Work : Science and Society,

Spring 1992, v56 n1, pp. 9-38

Smith, G.R., (1986), Profit Sharing and

Share Ownership in Britain,

Employment Gazette 94: 380-385

Smith, J.W, (1999), Economic Democracy

: The Political Struggle of The

Twenty-First Century, New York,

M.E. Sharpe

Woodworth, Warner P, (2002), Economic

Democracy: Essay and Research

on Workers’ Empowerment,

Pittsburgh, Sledgehammer.

Page 66: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

62

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA DENGAN KEPUASAN KERJA PADA POLISI WANITA

DI POLRES KULON PROGO

Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

Work - family conflict arises because of the imbalance between the role of a worker with a role as a member of the family . Policewomen are not satisfied in any time away from work more often a task , ask leave even ditching thus affecting its performance . This study aims to determine the relationship between work - family conflict with job satisfaction there is a police woman . Hypotheses to be proposed in this study is that there is a negative relationship between work - family conflict with job satisfaction in police woman . Subjects in this study were female police officers in the Police Kulon Progo Yogyakarta , as many as 32 people . Methods of data collection in this study using the scale of work - family conflict and job satisfaction scale . This research analysis methods of analysis using Pearson product moment . The results of the analysis of data obtained correlation coefficient ( rxy ) of -0.308 with a significance level ( p < 0.05 ) , this means that the higher the work - family conflict , the lower the job satisfaction in women police ; conversely the lower the family - work conflict , the more high job satisfaction in female officers . Thus the hypothesis of this study is acceptable . Work - family conflict variables in this study has the effective contribution of 9.5 % to the job satisfaction of female police officers at the police station in Kulon Progo .

Keywords : work - family conflict , job satisfaction , the police woman .

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan

zaman, perkembangan industri di

Indonesia telah menyerap banyak tenaga

kerja, termasuk tenaga kerja wanita.Tidak

sedikit wanita yang memasuki dunia kerja

yang bersifat non-tradisional seperti buruh

pabrik, anggota polisi, sopir, dan tukang

ojek (Rini, 2002).Faktor yang turut

berpengaruh terhadap pergeseran nilai

tentang peranan wanita sebagai seorang

pekerja adalah adanya tuntutan ekonomi

yang semakin meningkat serta luasnya

kesempatan bagi wanita untuk mencapai

jenjang pendidikan yang lebih tinggi

(Siagian, 2000).

Di Indonesia, keterlibatan wanita

dalam pekerjaan non-tradisional atau

peran publik, khususnya anggota polisi,

ditunjukan oleh data pada tahun 2012

yakni jumlah polisi wanita sebanyak

13.200 orang atau 3,6% dari 398.000

jumlah polisi di Indonesia (Tempo,

2013).Hal ini menunjukkan bahwa wanita

mampu menyetarakan perannya seperti

kaum pria, dengan hak dan kewajiban

sama yang diperoleh kaum pria dalam

pekerjaannya.

Page 67: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

63

Handayani (2007) menjelaskan

bahwa keberadaan polisi dalam suatu

negara sangat dibutuhkan karena tanpa

polisi, hukum yang ada hanya berupa

ayat-ayat saja. Melihat tugas polisi yang

sangat menentukan tersebut, maka polisi

sebagai penegak hukum dituntut untuk

dapat berbuat terbaik dalam pelaksanaan

tugasnya. Polwan dituntut untuk memiliki

tingkat kepuasan kerja yang tinggi, maka

hal yang seharusnya dimiliki oleh polwan

agar memiliki sikap positif terhadap

pekerjaannya, polwan harus mengacu

pada aturan-aturan yang ada dalam

instansinya (Gitoyo, 2012).

Spector (dalam Luthan, 2005)

mendefinisikan kepuasan kerja sebagai

sikap yang menggambarkan bagaimana

perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya secara keseluruhan maupun

terhadap berbagai aspek yaitu: gaji,

kesempatan untuk maju, mutu

pengawasan, rekan kerja, dan pekerjaan

itu sendiri sehingga mempengaruhi

pekerjaannya. Di area realitas, fakta yang

terjadi berlawanan dengan kondisi yang

diharapkan. Kenyataan adanya indikasi

ketidakpuasan kerja yang terjadi pada

anggota polisi wanita, dalam hal ini

anggota polisi wanita di Polres Kulon

Progo yang masih mengeluh karena para

anggota polisi wanita kurang merasakan

kepuasan dalam bekerja. Hal tersebut

diperoleh penulis dari hasil wawancara

dengan 5 anggota polisi wanita di Polres

Kulon Progo pada bulan september 2013.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut,

ditemukan bahwa sebagian besar anggota

polisi terutama pada polwan memiliki

aspek-aspek ketidakpuasan kerja yang

didasarkan pada teori Spector (dalam

Munandar,2011) sebagai berikut: sering

tidak menyelesaikan tugas, kurang puas

terhadap pendapatan yang diterima

karena tuntutan sebagai polwan

diwajibkan untuk berpenampilan menarik

ketika sedang bertugas, kurang

penghargaan terhadap dirinya dari atasan

atau rekan kerja terhadap hasil kerjanya,

kurangnya kerjasama antar anggota

kelompok, sering bolos pada jam kerja,

sering merasa bosan dan stres karena

kurangnya pelatihan atau pengembangan

karir yang diberikan oleh atasan untuk

meningkatkan kemampuan, dalam proses

promosi atau kenaikan pangkat untuk

anggota polisi pun dirasa berat.

Profesi polwan dianggap peneliti

memiliki beban yang lebih berat

dibandingkan dengan pekerjaan lain.

Berbeda dengan profesi karyawan bank,

guru maupun PNS yang memiliki waktu

kerja yang cenderung statis, polwan harus

selalu siap sedia dimanapun polwan

berada, karena seketika ada panggilan

dari komandan untuk bertugas maka

harus dilaksanakan tanpa peduli waktu

dan tempat. Dalam hal ini polwan dituntut

memiliki hak dan kewajiban yang sama

dengan anggota polisi lainnya. Hal

tersebut sejalan dengan Instruksi Presiden

No. 9 Tahun 2000 (dalam UU Kepolisian,

Page 68: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

64

2010) menjelaskan bahwa: setiap anggota

polisi dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat senantiasa

memberikan pelayanan terbaik, bersikap

hormat kepada siapapun, dan tidak

mengenal waktu istirahat selama 24 jam,

atau tidak mengenal hari libur. Menurut

Sutanto (2004) Setiap anggota polwan

diharapkan dapat menjadi teladan dengan

menjalankan aturan-aturan yang berlaku

menjaga ketentraman dan penegakkan

hukum sesuai dengan tugasnya, Polwan

sudah seharusnya bekerja secara

profesional, dalam pekerjaan polwan

dituntut mempunyai moral yang baik,

menjaga citra dan selalu mengembangkan

diri sesuai dengan perubahan lingkungan.

Agar dapat memenuhi tuntutan tugas

seperti itu diperlukan kondisi mental

polwan yang sehat salah satunya adalah

dengan menjaga kepuasan kerja mereka.

Spector (dalam Pratama, 2009)

memaparkan bahwa faktor-faktor yang

menentukan kepuasan kerja dibagi

menjadi 2 kategori besar, yaitu: (1)

Lingkungan kerja serta faktor-faktor yang

berkaitan dengan pekerjaan dan memiliki

pengaruh penting pada kepuasan kerja,

seperti: (a) Karakteristik pekerjaan,(b)

Ketidakleluasaan dalam organisasi

(Organisational Constraints), (c) Work-

family conflict (konflik kerja-keluarga, (d)

Stres Kerja, (e)Beban kerja, (2) Faktor

individu yang dibawa oleh seseorang ke

perkerjaanya, seperti: (a) jenis kelamin,(b)

Usia,(c) Pendidikan.

Adapun salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat kepuasan kerja

ialah maka konflik pekerjaan-

keluarga.Wanita dengan peran ganda

yaitu wanita yang memiliki peran sebagai

wanita pekerja secara fisik dan psikis, baik

di sector pemerintah, swasta maupun

wiraswasta dengan tujuan mendatangkan

suatu kemajuan dalam karirnya, sekaligus

berperan juga sebagai ibu dan atau istri

yang bertanggung jawab mengurus rumah

tangga (Anoraga, 2005).Rivai & Mulyadi

(2010) mendefinisikan konflik peran

sebagai hasil dari ketidaksesuaian antara

harapan-harapan yang disosialisasikan

dengan beberapa posisi yang dimiliki

seseorang (konflik antarperan). Konflik

pekerjaan-keluarga timbul karena adanya

ketidakseimbangan antara peran sebagai

pekerja dengan peran sebagai anggota

keluarga. Keluarga dapat diartikan

sebagai suatu kesatuan keluarga yang

kecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu

dan anak-anak. Konflik kerja-keluarga

dapat menyebabkan rendahnya kualitas

hubungan suami istri, munculnya masalah

dalam hubungan antara ibu dan anak,

serta timbulnya gangguan tingkah laku

pada anak. Selain itu konflik kerja-

keluarga juga dapat menjadi pemicu

timbulnya sikap yang negatif terhadap

organisasi (Ammiriel dkk, 2007).

Dalam menghadapi konflik

diperlukan keputusan yang bijaksana,

apabila mungkin secara kompromistis

(Walgito, 2011).Ammiriel dkk (2007)

Page 69: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

65

menyebutkan bahwa konflik pekerjaan-

keluarga berkorelasi negatif dengan

kepuasan kerja, yaitu pekerja yang

mengalami konflik tingkat tinggi cenderung

memiliki tingkat kepuasan kerja yang

rendah.Menurut Gitoyo (2012) Polisi

wanita yang tidak puas akan lebih sering

izin meninggalkan tugas, minta cuti,

bahkan membolos sehingga

mempengaruhi kinerja organisasi

kepolisian.

Menurut Ammiriel dkk (2007)

konflik pekerjaan-keluarga merupakan

salah satu faktor internal yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja seseorang.

Konflik keluarga-pekerjaan timbul karena

adanya ketidakseimbangan antara peran

sebagai pekerja dengan peran sebagai

anggota keluarga, keluarga dapat diartikan

sebagai suatu kesatuan keluarga yang

kecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu

dan anak-anak (Lathifah, 2008). konflik

kerja-keluarga dapat menyebabkan

rendahnya kualitas hubungan suami istri,

munculnya masalah dalam hubungan

antara ibu dan anak, serta timbulnya

gangguan tingkah laku pada anak. Selain

itu konflik kerja-keluarga juga dapat

menjadi pemicu timbulnya sikap yang

negatif terhadap organisasi (Amiriel &

Yuwono, 2007).

Dalam menghadapi konflik

diperlukan keputusan yang bijaksana,

apabila mungkin secara kompromistis

(Walgito, 2011). Spector (dalam Helena,

2009) menyebutkan bahwa konflik

keluarga-pekerjaan berkorelasi negatif

dengan kepuasan kerja, yaitu pekerja

yang mengalami konflik tingkat tinggi

cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja

yang rendah. Polisi wanita yang tidak puas

akan lebih sering izin meninggalkan tugas,

minta cuti, bahkan membolos sehingga

mempengaruhi kinerja organisasi

kepolisian.

Dalam penelitian yang dilakukan

Amiriel & Yuwono (2007) mengenai konflik

kerja-keluarga dengan kepuasan kerja

pada karyawati berperan jenis androgini,

didapati bahwa konflik kerja-keluarga

berkorelasi negatif secara signifikan

dengan kepuasan kerja, dan dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi konflik

antara keluarga dengan pekerjaan maka

akan semakin rendah kepuasan kerja

yang dipersepsi oleh para karyawati

ataupun sebaliknya, semakin rendah

tingkat konflik antara keluarga pekerjaan

maka akan semakin tinggi kepuasan kerja

yang dipersepsi oleh para karyawati.

Searah dengan penelitian ini,

dalam penelitian yang dilakukan Soeharto

(2010) mengenai konflik pekerjaan-

keluarga dengan kepuasan kerja:

metaanalisis, didapati bahwa ada

hubungan negative konflik pekerjaan-

keluarga dan konflik keluarga-

pekerjaan/WFC dengan kepuasan kerja

pada semua karakteristik.

Menurut Ammiriel & Yuwono

(2007) menyebutan bahwa dalam hal ini

Page 70: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

66

konflik keluarga-pekerjaan merupakan

salah satu faktor internal yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja seseorang.

Hal ini terjadi karena karyawati yang

mengalami konflik antara keluarga dengan

pekerjaannya akan berpengaruh terhadap

kepuasan kerjanya. Helena (2008)

menyatakan bahwa, anggota polisi wanita

dituntut bagaimana menyikapi konflik

keluarga-pekerjaan dengan pekerjaannya

supaya dapat merasa puas dengan

pekerjaannya yang diemban tanpa

meninggalkan pekerjaannya sebagai

anggota polisi. Hal ini terjadi karena

karyawati yang mengalami konflik antara

keluarga dengan pekerjaannya akan

berpengaruh terhadap kepuasan kerjanya.

Sutanto (2004) menyatakan bahwa,

anggota polisi wanita dituntut dapat

menyikapi konflik pekerjaan-keluarga

dengan pekerjaannya supaya dapat

merasa puas dengan pekerjaannya yang

menjadi tanggung jawabnya tanpa

meninggalkan pekerjaannya sebagai

anggota polisi.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti

ingin melakukan penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui adanya hubungan

antara konflik pekerjaan-keluarga dengan

kepuasan kerja pada polisi wanita.

Adapun manfaat yang ingin diperoleh

secara teoritis diharapkan dapat memberi

sumbangan dalam pengembangan ilmu

psikologi, khususnya psikologi industri dan

organisasi; Manfaat praktis adalah

memberi informasi mengenai hubungan

antara konflik pekerjaan-keluarga dengan

kepuasan kerja yang dialami oleh polisi

wanita, sehingga polisi wanita dapat

memiliki kepuasan kerja yang tinggi

dengan mengantisipasi munculnya konflik

pekerjaan-keluarga.Dalam penelelitian ini

hipotesis yang diajukan adalah ada

hubungan negatif antara konflik pekerjaan-

keluarga dengan kepuasan kerja pada

polisi wanita.

Metode

Variabel tergantung dalam

penelitian ini adalah kepuasan kerja,

sedangkan variabel bebasnya konflik

pekerjaan-keluarga. Kepuasan kerja

dioperasionalkan sebagai sikap yang

menggambarkan perasaan seseorang

terhadap pekerjaan, situasi dan kondisi

kerja di lingkungan pekerjaannya yang

merupakan hasil interaksi antara individu

dengan lingkungan kerjanya, seperti gaji,

kesempatan untuk maju, mutu

pengawasan, rekan kerja dan pekerjaan

itu sendiri serta diikuti dengan adanya

perasaan bangga dan bahagia atas

kemampuan yang dimiliki dalam

melaksanakan tugas dalam pekerjaannya

sampai tuntas dengan prestasi yang

dicapai.Kepuasan kerja diukur

menggunakan Skala Kepuasan Kerja.

Konflik pekerjaan-keluarga

dioperasionalkan sebagai kondisi dimana

seseorang mengalami suatu konflik antar

peran yang terjadi apabila tekanan dari

peran seseorang di pekerjaan tidak sesuai

Page 71: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

67

dengan tekanan dari peran yang ia jalani

di keluarga sehingga pemenuhan tuntutan

pada satu peran menyulitkan pemenuhan

tuntutan pada peran lainnya,tuntutan

suatu pekerjaan berhubungan dengan

tekanan yang berasal dari beban

pekerjaan yang melebihi kemampuan dan

akibatnya waktu untuk penyelesaian

pekerjaan menjadi terbatas dan akhirnya

mendorong seorang pekerja menjadi

terburu-buru.Konflik pekerjaan keluarga

dikur menggunakan Skala Konflik

Pekerjaan-Keluarga. Skala dibuat dengan

pilihan majemuk yang terdiri dari empat

alternatif jawaban, yaitu: sangat setuju

(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan

sangat tidak setuju (STS). Skor untuk

aitem yang bersifat favorebel bergerak

dari 4 untuk jawaban sangat setuju (SS), 3

untuk setuju (S), 2 untuk tidak setuju (TS),

dan 1 untuk sangat tidak setuju (STS).

Sedangkan untuk aitem unfavorabel, skor

bergerak mulai angka 1 untuk sangat

setuju (SS), 2 untuk setuju (S), 3 untuk

tidak setuju (TS), dan 4 untuk sangat tidak

setuju (STS).

Uji coba alat dilakukan pada 30

anggota Polisi Wanita di Polres Bantul

Yogyakarta pada 2 Desember 2013

sampai dengan 9 Desember 2013.

Berdasarkan hasil uji coba terhadap 50

aitem pada skala kepuasan kerja didapat

30 aitem yang valid dan 20 aitem tidak

valid. Validitas aitem berkisar antara 0,320

sampai dengan 0,669 dengan asumsi

aitem yang tidak valid adalah aitem

dibawah 0,30. Berdasarkan analisis

diperoleh koefisien reliabilitas sebesar

0,917 artinya perbedaan (variasi) yang

tampak pada skor skala tersebut mampu

mencerminkan 91,7% dari variasi yang

terjadi pada skor murni kelompok subjek

bersangkutan, sedangkan 8,3% skor

tersebut menampakan variasi kesalahan.

Dengan demikian reliabilitas dapat

dikatakan tinggi.

Berdasarkan hasil uji coba

terhadap 42 aitem pada skala konflik

keluarga-pekerjaan didapat 24 aitem valid

dan 18 aitem yang tidak valid. Validitas

aitem berkisar antara 0,304 samapi

dengan 0,774 dengan asumsi aitem yang

tidak valid adalah aitem dibawah 0,30.

Berdasarkan analisis diperoleh

koefisien reliabilitas sebesar 0,898 artinya

perbedaan (variasi) yang tampak pada

skor skala tersebut mampu mencerminkan

89,8% dari variasi yang terjadi pada skor

murni kelompok subjek bersangkutan,

sedangkan 10,2% skor tersebut

menampakan variasi kesalahan. Dengan

demikian reliabilitas dapat dikatakan

tinggi.

Subjek penelitian ini berjumlah 32

subjek ditentukan dengan kriteria: polisi

wanita yang berdinas aktif, telah menikah

dan memiliki anak, usia diatas 24 tahun

dan berpendidikan terakhir SMA sederajat.

Metode yang digunakan untuk

menganalisis data penelitian dan menguji

hipotesis adalah korelasi Product Moment

dari Pearson.

Page 72: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

68

Hasil dan Diskusi Hasil uji normalitas sebaran data

kepuasan kerja diperoleh nilai KS-Z =

0,109 dengan taraf signifikansi 0,200

(p>0,05), berarti sebaran data kepuasan

kerja normal. Hasil uji normalitas sebaran

data konflik pekerjaan-keluarga diperoleh

nilai KS-Z = 0,134 dengan taraf

signifikansi 0,149 (p>0,05) yang berarti

sebaran data konflik pekerjaan-keluarga

normal. Hasil uji linieritas konflik

pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja

diperoleh koefisien linieritas (F) sebesar

10,358 dengan taraf signifikansi 0,008

(p<0,05), berarti konflik pekerjaan-

keluarga dan kepuasan kerja pada polisi

wanita memiliki hubungan yang linier.

Berdasarkan hasil analisis korelasi

product moment diperoleh koefisien

korelasi (rxy) antara konflik pekerjaan-

keluarga dengan kepuasan kerja sebesar -

0,308 dengan taraf signifikansi 0,043

(p<0,05). Hasil ini menunjukan bahwa ada

hubungan negatif antara konflik keluarga-

pekerjaan dengan kepuasan kerja pada

polisi wanita.Hasil kategorisasi kepuasan

kerja menunjukan bahwa tidak ada subjek

yang memiliki tingkat kepuasan kerja

tinggi, yang memiliki kepuasan kerja

sedang sebanyak 17 orang (53,125%).

Subjek penelitian yang memiliki kepuasan

kerja rendah sebanyak 15 orang

(46,875%); sedangkan kategorisasi

variabel konflik pekerjaan-keluarga

menunjukan bahwa subjek penelitian yang

memiliki konflik pekerjaan-keluarga tinggi

sebanyak 1 orang (3,125%), yang memiliki

konflik pekerjaan-keluarga sedang

sebanyak 28 orang (87,5%), dan yang

memiliki konflik pekerjaan-keluarga

sebanyak 3 orang (9,375%).

Gitoyo (2012) menjelaskan bahwa

polisi wanita harus bisa totalitas dalam

bekerja,polisi wanita di tuntut untuk selalu

siap apabila ada panggilan dari

komandannya tanpa mengenal waktu.Dan

dalam teori discreapancy disebut dengan

discreapancy negatif, karena kenyataan

yang terjadi pada polisi wanita jauh

berbeda dengan yang diinginkan yaitu

waktu antara bekerja dengan mengurus

rumah tangganya.Kepuasan kerja

merupakan salah satu ukuran dari kualitas

kehidupan seseorang yang bekerja atau

berkarir dalam sebuah organisasi

termasuk polisi wanita yang bekerja pada

organisasi Kepolisian Republik Indonesia

(POLRI). Spector (dalam Luthan, 2005)

menjelaskan faktor lingkungan kerja

seperti karakteristik pekerjaan,

ketidakleluasaan dalam organisasi, work-

family conflict dan beban kerja merupakan

hal yang penting yang dapat

mempengaruhi kepuasan kerja pada

seseorang.

Amiriel dkk (2007) menjelaskan

bahwa konflik pekerjaan-keluarga (work-

familyconflict) merupakan salah satu faktor

internal yang dapat mempengaruhi

kepuasan kerja seseorang. Hal ini terjadi

karena ketika seorang wanita pekerja

mengalami konflik antara keluarga dengan

pekerjaannya maka akan berpengaruh

terhadap kepuasan kerjanya, polwan

Page 73: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

69

dituntut bagaimana menyikapi konflik

pekerjaan-keluarga dengan pekerjaannya

agar dapat merasa puas dengan

pekerjaannya yang diemban tanpa

meninggalkan pekerjaanlain yang menjadi

tanggung jawabnya. Kemudian ketika

seorang wanita yang bekerja atau berkarir

seperti halnya seorang polisi wanita

kemudian mengalami work-family conflict

maka polwan akan berusaha mengubah

situasi yang dihadapinya atau secara fisik

akan meninggalkan pekerjaan, misalnya

saja tidak masuk kerja, datang terlambat

atau keluar dari pekerjaan.

Menurut Greenhaus dan Beutell

(dalam Pratama,2009) untuk mengetahui

konflik keluarga-pekerjaan mengacu pada

tiga aspek yaitu pertama Time-Based

Conflict yang merupakan tuntutan waktu

pada satu peran mempengaruhi

keterlibatan di peran yang lainnya.

Tuntutan waktu ini dapat terjadi tergantung

dari alokasi waktu kerja dan kegiatan

keluarga yang dipilih berdasarkan pilihan

dan nilai yang dimiliki individu. Sesuai

dengan teori discreapancy menjelaskan

bahwa orang akan merasa puas bila tidak

ada perbedaan antara yang diinginkan

dengan persepsinya atas kenyataan

karena batas minimum yang diinginkan

telah terpenuhi. Menurut Gitoyo (2012)

polwan dituntut untuk menaati peraturan

yang ada dalam organisasi Kepolisian,

salah satunya tentang jam kerja yang

harus dipenuhi oleh masing-masing

polwan, dan waktu yang dibutuhkan dalam

pekerjaannya tidak sedikit, ketika ada

kegiatan seperti operasi ketupat

menjelang Lebaran dan operasi lilin ketika

menjelang Natal hampir seluruh personel

kepolisian tanpa terkecuali di terjunkan

langsung untuk mengatur lalu lintas dalam

waktu 24 jam. Dalam hal ini polwan

memiliki tuntutan dari keluarga baik suami,

anak, ataupun orangtua yang merasa

tidak nyaman karena sebagaian besar

waktu dihabiskan di kantor, sehingga ada

tuntutan untuk meluangkan waktu secara

lebih berkualitas di dalam lingkungan

keluarga, hal tersebut memicu adanya

stres yang akan berpengaruh pada kinerja

polwan dan berdampak pada kepuasan

kerja pada anggota polisi terutama

polwan.

Kedua Strain-Based Conflict, yaitu

stres yang ditimbulkan dari salah satu

peran yang mempengaruhi peran yang

lain sehingga mempengaruhi kualitas

hidup secara keseluruhan. Menurut Locke

(dalam As’ad, 2003) kepuasan kerja

seseorang bergantung pada discreapancy

antara hal yang diinginkan dengan apa

yang menurut perasaannya atau

persepsinya telah diperoleh atau dicapai

melalui pekerjaan. Dalam hal ini polwan

harus menjalankan peran dan tuntutannya

masing-masing, ketika peran dan

tuntutannya masing-masing saling

bertentangan atau tidak sesuai maka

disebut dengan discreapancy negatif yang

akan menimbulkan ketidakpuasan

terhadap pekerjaan.

Page 74: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

70

Ketiga Behavior-Based Conflict

yaitu tingkah laku yang efektif untuk satu

peran tapi tidak efektif untuk digunakan

untuk peran yang lain. Dalam hal ini

polwan diharuskan untuk bisa

membedakan sikap tegas ketika berada di

kantor dengan sikap tegas ketika berada

di rumah, sikap tegas yang dilakukan

dikantor di gambarkan dengan cara

polwan menaati peraturan yang berlaku di

kantor, serta selalu diberi sangsi atau

hukuman ketika melanggar peraturan

tersebut sesuai dengan peraturan atau

undang-undang yang berlaku, Sedangkan

ketika berada di rumah sikap tegas

ditunjukan dengan mengajarkan hal-hal

yang baik untuk anak-anaknya seperti

mengajarkan tentang norma yang berlaku

di lingkungannya, antara lain: sebagai istri

yang patuh terhadap suami, lemah lembut

dalam mendidik anak-anaknya. Hal ini

sejalan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh (Geurts & Demerouti,

2003) aspek Behavior-Based Conflict

disebabkan terbawanya sikap atau cara

memperlakukan diri pada anggota

keluarga dari kebiasaan, budaya dan

perilaku yang dihadapi di organisasi

lingkungan kerja ke lingkungan keluarga.

Hal ini akan berdampak pada dua sisi

kehidupan, yaitu kehidupan pribadi dan

kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan

karyawan yang akan mempengaruhi pada

kepuasan kerjanya.

Beberapa aspek di atas akan

saling berinteraksi, sehingga konflik

keluarga-pekerjaan pada anggota polwan

muncul. Jika hal di atas muncul maka

akan berdampak pada konflik keluarga-

pekerjaan yang tinggi, sebaliknya apabila

polwan hal diatas tidak muncul maka

konflik keluarga-pekerjaan rendah. Ketika

polwan mengalami konflik keluarga-

pekerjaan maka polwan akan berusaha

mengubah situasi yang dihadapinya atau

secara fisik akan meninggalkan pekerjaan,

misalnya saja tidak masuk kerja, datang

terlambat atau keluar dari pekerjaan.

Pekerjaan dirasakan sebagai kondisi yang

penuh tekanan dimana kondisi ini yang

akan mempengaruhi tingkat kepuasan

dalam pekerjaan. Sehingga tingkat konflik

keluarga-pekerjaan juga dapat

mempengaruhi tingkat kepuasan kerjanya

(Hammer & Thompso, dalam Amiriel,

2007).

Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Soeharto (2010) menjelaskan bahwa

pekerja yang mengalami konflik

pekerjaan-keluarga tinggi akan mengalami

ketidakpuasan terhadap pekerjaan

daripada pekerja yang mengalami konflik

pekerjaan-keluarga rendah, dan konflik

pekerjaan-keluarga akan lebih

mempengaruhi kepuasan kerja pada

wanita dari pada pria. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Amiriel dkk (2007) mengenai konflik kerja-

keluarga dengan kepuasan kerja pada

karyawati berperan jenis androgini, yang

menunjukan ada hubungan negatif antara

Page 75: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

71

konflik kerja-keluarga dengan kepuasan

kerja.

Menurut Spector (dalam Luthan,

2005) imbalan/gaji, kesempatan untuk

maju, mutu pengawasan, pekerjaan itu

sendiri dan rekan kerja merupakan

komponen utama sebuah kepuasan kerja,

sehingga tinggi rendahnya konflik

pekerjaan-keluarga dapat dilihat dari

aspek-aspek tersebut.Konflik pekerjaan-

keluaga terhadap kepuasan kerja sedang

berarti bahwa peranan imbalan/gaji,

kesempatan untuk maju, mutu

pengawasan, pekerjaan itu sendiri dan

rekan kerja yang diperoleh di tempat kerja

masih kurang mendapatkan tanggapan

yang positif dari polisi wanita.

Hasil analisis korelasi

menginformasikan bobot sumbangan

variabel konflik pekerjaan-keluarga

anggota polwan Polres Kulon Progo

terhadap kepuasan kerja sebesar 9,5%.

Hal tersebut memberikan penjelasan

bahwa sumbangan variabel konflik

pekerjaan-keluarga cukup berpengaruh

terhadap kepuasan kerja. Sumbangan

konflik pekerjaan-keluarga terhadap

kepuasan kerja pada polwan sebesar

9,5% dan memberikan penjelasan bahwa

masih terdapat 90,5% faktor lain yang

turut mempengaruhi kepuasan kerja.

Menurut Spector(dalam Luthan, 2005)

menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat

diperoleh oleh lingkungan kerja,

Ketidakleluasaan dalam organisasi, beban

kerja, jenis kelamin, usia serta pendidikan.

Berdasarkan pembahasan diatas

mengenai hasil penelitian ini, dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan negatif

antara konflik pekerjaan-keluarga dengan

kepuasan kerja pada polisi wanita di

Polres Kulon Progo.Hal tersebut

menunjukan bahwa semakin tinggi konflik

pekerjaan-keluarga maka cenderung

semakin rendah kepuasan kerja pada

polisi wanita di Polres Kulon Progo,

sebaliknya semakin rendah konflik

pekerjaan-keluarga maka cenderung

semakin tinggi kepuasan kerja pada polisi

wanita di Polres Kulon Progo. Kepuasan

kerja tidak mutlak dipengaruhi oleh konflik

pekerjaan-keluarga karena masih ada

variabel lain yang mempengaruhi

kepuasan kerja.

Saran Berdasarkan hasil penelitian

disimpulkan bahwa ada hubungan negatif

antara konflik pekerjaan-keluarga dengan

kepuasan kerja pada polisi wanita.

Bertumpu pada kesimpulan hasil

penelitian, saran yangdiajukan:

1. Bagi anggota polisi wanita

Penelitian ini memperlihatkan

bahwa konflik keluarga-pekerjaan

mempunyai pengaruh dalam kepuasan

kerja, dan dari hasil penelitian didapat

bahwa masih ada subjek yang memiliki

tingkat kepuasan yang rendah.Diharapkan

bagi anggota polisi wanita agar mampu

menunjukan sikap positif terhadap

pekerjaannya, sehingga mampu bekerja

dengan baik serta merasa puas dengan

pekerjaannya.

Page 76: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

72

2. Bagi organisasi

Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh informasi bahwa anggota

polwan Polres Kulon Progo Yogyakarta

merasakan kepuasan kerja yang

sedang.Hal tersebut dapat digunakan oleh

organisasi untuk meningkatkan kepuasan

kerja anggota Polri terutama polwan

supaya kepuasan kerja anggota yang

tinggi dengan mempertimbangkan konflik

keluarga-pekerjaan dengan memberikan

penyuluhan serta pelatihan mengenai

mengatasi dan membagi waktu untuk

bekerja dan mengurus rumah tangga.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Konflik keluarga-pekerjaan

memiliki sumbangan efektif sebesar 9,5%

terhadap kepuasan kerja dan 90,5%

dipengaruhi oleh variabel lain. Bagi

peneliti selanjutnya diharapkan

menggunakan variabel lainnya sebagai

variabel bebas yang mempengaruhi

kepuasan kerja pada polisi wanita, karena

masih banyak variabel lainya yang turut

berpengaruh antara lain lingkungan kerja,

Ketidakleluasaan dalam organisasi, stress

kerja, beban kerja, jenis kelamin, usia

serta pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA Ammiriel, P.K.,Purwanto, .Y., & Yuwono,

S. (2007). Hubungan Work-Family

Conflict dengan Kepuasan Kerja

pada Karyawati berperan Jenis

Kelamin Androgini di PT. Tiga

Putera Abadi Perkasa Cabang

Purbalingga.Indigenous Jurnal

Ilmiah Berskala Psikologi. 9(2), 1-13.

Anoraga, P. (2005). Psikologi Kerja.

Jakarta: Rineka Cipta.

Fratiwi, W. (2010). Work-Family Conclict

Ditinjau dari Tuntutan Pekerjaan

pada Perempuan Berperan Ganda

Di Kecamatan Bengkalis,

Kabupaten Bengkalis. Skripsi (tidak

diterbitkan). Yogyakarta :

Universitas Islam Indonesia.

Geurts, S. A. E., & Demerouti, E. (2003).

Work/non-work interface: Areview of

theories and findings. In M. J.

Schabracq, J. A. M. Winnubst, & C.

L. Cooper (Eds.), The handbook of

work and health psychology (pp.

279–312). New York: Wiley.

Gitoyo, Yohanes. (2012). Mengenal

Sejarah Polisi Wanita (Polwan) di

Indonesia. http://www.http://pustaka

digital indonesia. blogspot.

com/2012/09/ mengenal-sejarah-

polisi-wanita-polwan.html. (askes 27

September 2013 10.30 WIB).

Handayani, Astuti. (2007). Hubungan

antara Self Esteem dengan

Kepuasan Kerja pada Polisi. Skripsi

(tidak diterbitkan). Yogyakarta:

Universitas Wangsa Manggala.

Helena. (2009). Hubungan antara Stres

Kerja dan work-family conflict

dengan Kepuasan Kerja pada Polisi

Page 77: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

73

Wanita. Skripsi (tidak diterbitkan).

Jakarta: Universitas Indonesia.

Lathifah, I. (2008). Pengaruh Konflik

Pekerjaan Keluarga terhadap

Turnover Intentions dengan

Kepuasan Kerja sebagai Variabel

Intervening. Tesis (tidak

diterbitkan). Semarang: Fakultas

Psikologi, Universitas Diponegoro.

Luthan, F., (2005).Organizational

Behavior.Mc Graw-Hill Book Co-

Singapure, Singapura.

Munandar, A.S. (2010). Psikologi Industri

dan Organisasi. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Pratama. (2009). Hubungan Konflik Kerja

Keluarga dengan Kepuasan Kerja

pada Wanita Bekerja. Skripsi (tidak

diterbitkan). Jakarta: Universitas

Indonesia.

Rini.J.F. (2002). Konsep Diri. http:/www.e-

psikologi.com/dewasa/160502.htm.

diakses melalui www.e-

Psikologi.com. Pada tanggal 14

Februari 2014.

Rivai & Mulyadi.(2010). Kepemimpinan

dan Perilaku Organisasi. Jakarta:

Rajawali Pers.

Siagian,S.P (2000). Teori Pengembangan

Organisasi. Jakarta: Bumiaksara.

Soeharto T.N.E.D. (2010). Konflik

Pekerjaan-Keluarga dengan

Kepuasan Kerja: Metaanalisis.

Jurnal Psikologi.37(1), 189-194.

Sutanto. (2004). Buku Pedoman

Pelaksanaan Tugas Bintara POLRI

di Lapangan. KNRI.

Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002 dan

Peraturan Pemerintah RI Tahun

2010 tentang Kepolisian. (2010).

Bandung: Citra Umba

Page 78: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

74

EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI

Rina Dwiarti, SE, M.Si Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

[email protected]

Abstract This research has two objectives. The first objective is to analyze the impact of five

fundamental factors (current ratio, debt to equity ratio, price earning ratio, inventory turnover ratio, and total assets turnover ratio) to return on equity (ROE). The second one is to analyze whether the impact of five fundamental factor to ROE are consistent between 2010 and 2011. The sample was taken by using purposive sampling method. the taken sample consist of 43 firms.

The result of the partial test in 2010 indicates that the total assets turnover ratio has significant effect on ROE, but current ratio, debt to equity ratio, price earning ratio, and inventory turnover ratio do not. While, the result on simultaneous test indicates that the current ratio, debt to equity ratio, price earning ratio, inventory turnover ratio, and total assets turnover ratio were not significant effect on ROE.

The result of the partial test in 2011 also indicates that the total assets turnover ratio has significant effect on ROE, but current ratio, debt to equity ratio, price earning ratio, and inventory turnover ratio do not. While, the result on simultaneous test indicates that the current ratio, debt to equity ratio, price earning ratio, inventory turnover ratio, and total assets turnover ratio were significant effect on ROE.

The result on the chow test indicated that the effect of five fundamental factors on ROE are not significantly different between 2010 and 2011.

.

Keywords : return on equity , current ratio, debt to equity ratio, price earning ratio, inventory

turnover ratio, and total assets turnover ratio

PENDAHULUAN

Perusahaan dalam menjaga

kelangsungan hidup jangka panjang harus

mampu menghasilkan laba. Laba

perusahaan yang tinggi akan

meningkatkan kemungkinan

kesejahteraan yang tinggi bagi para

pemilik (pemegang saham), karena

besarnya deviden atau pengembalian

investasi untuk pemilik sangat tergantung

dari besarnya laba yang dicapai

perusahaan. Di sisi lain, laba perusahaan

yang tinggi juga akan meningkatkan

kemungkinan pertumbuhan usaha

perusahaan, karena meningkatnya atau

besarnya laba di tahan sebagai salah satu

sumber modal juga tergantung pada

besarnya laba yang dicapai perusahaan.

Hal ini menjadikan informasi mengenai

kemampuan perusahaan menghasilkan

laba menjadi sangat penting bagi banyak

fihak, antara lain pemegang saham dan

manajemen. Dalam analisis rasio

keuangan, profitabilitas merupakan rasio

keuangan yang digunakan untuk

Page 79: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

75

mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba.

Profitabilitas merupakan angka

rasio, sehingga lebih baik digunakan

menganalisis kemampuan menghasilkan

laba dibandingkan hanya menggunakan

angka laba secara langsung. Menurut

(Prastowo & Juliaty, 2002), rasio

keuangan mengungkapkan hubungan

matematik antara suatu jumlah dengan

jumlah lainnya atau perbandingan antara

satu pos dengan pos lainnya. Rasio

merupakan teknik analisis laporan

keuangan yang paling banyak digunakan.

Rasio merupakan alat analisis yang dapat

memberikan jalan keluar dan

menggambarkan simptom (gejala-gejala

yang tampak) suatu keadaan. Jika

diterjemahkan secara tepat, rasio

keuangan juga dapat menunjukan area-

area yang memerlukan penelitian dan

penanganan yang lebih mendalam.

Analisis rasio dapat menyingkap

hubungan dan sekaligus menjadi dasar

pembandingan yang menunjukan kondisi

atau kecenderungan yang tidak dapat

dideteksi bila kita hanya melihat

komponen-komponen ratio itu sendiri.

Pada penelitian ini profitabilitas

dapat diukur dengan return on equity.

Return on equity (ROE) adalah suatu

rasio yang digunakan untuk mengukur

besarnya tingkat pendapatan (income)

yang tersedia bagi para pemilik

perusahaan (baik pemegang saham biasa

maupun pemegang saham preferen) atas

modal yang mereka investasikan di dalam

perusahaan. Secara umum, semakin

tinggi rasio ini menunjukkan semakin

tingginya pula tingkat penghasilan yang

diperoleh para pemegang saham pemilik

perusahaan (www.ilmu-ekonomi.com).

Return on equity sebuah

perusahaan maupun kelompok

perusahaan mengalami perubahan

meningkat dan menurun, hal tersebut

sangat dipengaruhi oleh banyak faktor,

baik internal maupun eksternal. Sehingga

menjadi penting untuk mempelajari faktor-

faktor yang mempengaruhi profitabilitas

(return on equity) pada suatu perusahaan

maupun kelompok perusahaan. Dalam

penelitian ini akan dilakukan identifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi return

on equity pada tahun 2010 dan 2011 pada

kelompok perusahaan yang bergerak di

bidang manufaktur, dan selanjutnya akan

membandingkan pengaruh dari faktor-

faktor tersebut terhadap return on equity

antara tahun 2010 dengan 2011,

sehingga akan diketahui apakah ada

kesamaan atau perbedaan pengaruh

faktor-faktor tersebut terhadap return on

equity antar kedua waktu pengamatan

tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan batasan permasalahan

sebagai berikut : 1) Variabel dependen

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah profitabilitas yang diukur dengan

return on equity. Dan variabel

independennya adalah adalah : current

Page 80: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

76

ratio, debt to equity ratio, price earning

ratio, inventory turnover, dan total assets

turnover ratio, 2) Perusahaan-perusahaan

yang diteliti adalah perusahaan yang

masuk dalam industri manufaktur dan

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada

tahun 2010 -2011.

KAJIAN TEORI

A. Mengukur kinerja perusahaan menggunakan analisis rasio

Menurut Atmaja (2008), rasio

keuangan didesain untuk memperlihatkan

hubungan antara item-item pada laporan

keuangan (neraca dan laporan Rugi-

Laba). Rasio dapat digolongkan menjadi

lima golongan, yaitu sebagai berikut

(Atmaja, 2001) :

a. Leverage ratio : memperlihatkan

berapa hutang yang digunakan

perusahaan. Contoh : debt ratio

b. Liquidity ratio : mengukur kemampuan

perusahaan untuk memenuhi

kewajiban-kewajiban jatuh tempo.

Contoh : current ratio.

c. Efficiency atau turnover atau asset

management ratio : mengukur

seberapa efektif perusahaan

mengelola aktivanya. Contoh : Total

assets turnover ratio

d. Profitability ratio : mengukur

kemampuan perusahaan

menghasilkan laba. Contoh : return on

assets, return on equity, dan net profit

margin

e. Market-value ratio : memperlihatkan

bagaimana perusahaan dinilai oleh

investor di pasar modal. Contoh : Price

earning ratio

Analisis rasio keuangan pada

dasarnya dapat dilakukan dengan dua

macam cara pembandingan yaitu

(Riyanto, 2008) :

a. Membandingkan rasio sekarang

(present ratio) dengan rasio-rasio dari

waktu-waktu yang lalu (rasio historis)

atau dengan rasio-rasio yang

diperkirakan untuk waktu-waktu yang

akan datang dari perusahaan yang

sama.

b. Membandingkan rasio-rasio dari suatu

perusahaan dengan rasio-rasio

semacam dari perusahaan lain yang

sejenis atau rasio industri untuk waktu

yang sama.

Demikian juga menurut Atmaja

(2008), bahwa rasio keuangan yang

dihitung dari laporan keuangan

perusahaan pada satu tahun saja tidak

akan memberikan informasi yang

memadai. Untuk memperoleh informasi

yang lebih banyak, kita dapat

membandingkan rasio keuangan

perusahaan dengan rasio keuangan

industri (comparative analysis) dan

membandingkan rasio keuangan

perusahaan dari waktu ke waktu (trend

analysis). Pada penelitian ini akan

dilakukan dengan membandingkan kinerja

Page 81: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

77

keuangan antara dua titik waktu pada

suatu industri atau kelompok perusahaan.

B. Profitabilitas

Profitabilitas adalah hasil bersih

dari serangkaian kebijakan dan

keputusan. Rasio profitabilitas adalah

ukuran untuk mengetahui seberapa jauh

efektivitas manajemen dalam mengelola

perusahaannya. Efektivitas manajemen

meliputi kegiatan fungsional manajemen,

seperti keuangan, pemasaran,

sumberdaya manusia, dan operasional.

sejalan dengan itu, rasio-rasio

profitabilitas itu akan menunjukkan hasil

akhir dan sejumlah kebijaksanaan dan

keputusan manajemen. Rasio profitabilitas

bertujuan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba, baik

dalam hubungannya dengan penjualan,

aset, maupun terhadap modal sendiri.

Dengan demikian, rasio profitabilitas akan

mengukur efektivitas manajemen secara

keseluruhan sebagaimana ditunjukkan

dalam keuntungan atau laba yang

diperoleh dari penjualan dan investasi

(www.ilmu-ekonomi.com).

Rasio profitabilitas digunakan

untuk mengukur kemampuan perusahaan

menghasilkan laba (Atmaja, 2001).

Sedangkan menurut Riyanto (2008) rasio

profitabilitas yaitu rasio-rasio yang

menunjukan hasil akhir dari sejumlah

kebijaksanaan dan keputusan-keputusan.

Dalam penelitian ini rasio profitabilitas

diukur dengan Return on equity. Return

on equity adalah perbandingan laba

setelah pajak dengan modal sendiri

(Atmaja, 2001). Adapun variabel-variabel

yang akan diteliti sebagai variabel bebas

yang diduga mempengaruhi return on

equity adalah :

1. current ratio, adalah kemampuan

untuk membayar hutang yang

harus segera dipenuhi dengan

aktiva lancar, adapun secara

matematis rumus untuk

menghitung current ratio adalah

(Riyanto,2008) :

current ratio = aktiva lancar

Hutang lancar

2. debt to equity ratio, adalah rasio

yang mencerminkan bagian dari

setiap rupiah modal sendiri yang

dijadikan jaminan untuk

keseluruhan hutang, adapun

secara matematis rumus untuk

menghitung debt to equity ratio

adalah (Riyanto,2008) :

debt to equity ratio

= hutang lancar +hutangjangka panjang jumlah modal sendiri

3. price earning ratio adalah rasio

yang mengambarkan rasio

perbandingan antara harga saham

terhadap earning perusahaan

(Tandelilin,2001). Secara

matematis rumus untuk

Page 82: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

78

menghitung PER (price earning

ratio ) adalah :

PER =Harga per lembar saham Earnings per lembar saham

4. inventory turnover, adalah rasio

yang mengukur kemampuan dana

yang tertanam dalam inventory

berputar dalam suatu periode

tertentu atau likuiditas dari

inventory. Adapun secara

matematis rumus untuk

menghitung inventory turnover

ratio adalah (Riyanto,2008) :

inventory turnover

= Harga pokok penjualan inventory rata-rata

5. total assets turnover ratio, adalah

kemampuan dana yang tertanam

dalam keseluruhan aktiva berputar

dalam suatu periode tertentu atau

kemampuan modal yang

diinvestasikan untuk menghasilkan

revenue, adapun secara matematis

rumus untuk menghitung total

assets turnover ratio adalah

(Riyanto,2008) :

total assets turnover ratio

= penjualan netto jumlah aktiva

Profitabilitas perusahaan-

perusahaan manufaktur setiap waktu

mengalami perkembangan baik

dipengaruhi oleh faktor internal maupun

eksternal, dan dimungkinkan struktur dari

faktor-faktor yang mempengaruhinya

mengalami perubahan antar waktu.

Berdasar hal ini maka dalam penelitian ini

hipotesisnya adalah :

1. Diduga current ratio, debt to equity

ratio, price earning ratio, inventory

turnover, dan total assets turnover

ratio mempengaruhi return on

equty secara signifikan pada

perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI pada tahun 2010.

2. Diduga current ratio, debt to equity

ratio, price earning ratio, inventory

turnover, dan total assets turnover

ratio mempengaruhi return on

equty secara signifikan pada

perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI pada tahun 2011.

3. Diduga terdapat perbedaan yang

signifikan pengaruh dari faktor-

faktor yang diteliti yaitu : current

ratio, debt to equity ratio, price

earning ratio, inventory turnover,

dan total assets turnover ratio

terhadap return on equity antara

tahun 2010 dengan tahun 2011 ?

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini

adalah perusahaan-perusahaan yang

termasuk dalam industri manufaktur dan

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Pemilihan sampel pada penelitian

ini dengan menggunakan metode

Page 83: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

79

purposive sampling, dengan kriteria yang

digunakan sebagai berikut :

a. Perusahaan termasuk dalam

industri manufaktur dan terdaftar

di Bursa Efek Indonesia pada

periode 2010-2011

b. Laporan keuangan perusahaan

tersedia lengkap pada dua tahun

pengamatan tersebut.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data penelitian ini

diperoleh dari Indonesian Capital Market

Directory serta sumber-sumber lain yang

mendukung. Dalam penelitian ini jenis

data yang digunakan adalah data

sekunder, dan data yang digunakan

adalah laporan keuangan tahunan

perusahaan-perusahaan dalam industri

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan variabel

dependen dan variabel independen

sebagai berikut :

a. Variabel dependen adalah profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba

(Atmaja, 2001). Dalam penelitian ini

akan diukur dengan Return on equity.

Return on equity adalah kemampuan

perusahaan dalam menghasilan laba

dibandingkan dengan modal sendiri

yang digunakan

Rumus return on equity = Earning

after tax/modal sendiri

b.Variabel independen

pada penelitian ini variabel

independennya terdiri atas :

1. Current ratio adalah kemampuan

aktiva lancar membayar hutang lancar

Rumus current ratio = aktiva

lancar/hutang lancar.

2. Debt to equity ratio adalah

proporsi total hutang pada total

modal sendiri.

Rumus debt to equity ratio = total

hutang/total modal sendiri

3. Price earning ratio adalah

perbandingan antara harga saham

terhadap earning perusahaan

(Tandelilin,2001). Secara

matematis rumus untuk

menghitung PER (price earning

ratio ) adalah : Harga per lembar

saham/Earning per lembar saham

4. Total assets turnover ratio adalah

perputaran total aktiva dalam satu

periode.

Rumus total assets turnover ratio =

penjualan/ jumlah aktiva

5. Inventory turnover adalah

perputaran inventory dalam satu

periode.

Page 84: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

80

Rumus total inventory turnover ratio

= penjualan/ jumlah inventory

D. Alat analisis

Penelitian ini menggunakan teknik

stastistik, meliputi :

a. Persamaan regresi

Data kinerja keuangan

perusahaan-perusahaan

manufaktur dianalisis dengan

persamaan regresi cross-sectional.

Dalam penelitian ini dilakukan uji T

dan Uji F. Uji T digunakan untuk

mengetahui apakah secara parsial

variabel dependen dipengaruhi

atau tidak oleh variabel

independen. Uji F dimaksudkan

untuk mengetahui secara serentak

apakah variabel independen

mempunyai pengaruh signifikan

terhadap variabel dependen.

Analisis akan dilengkapi dengan

membahas koefisien determinasi

yang digunakan untuk mengetahui

besarnya pengaruh variabel

independen terhadap variabel

dependen secara bersama-sama.

Pengujian hipotesis dilakukan

setelah model regresi bebas dari

gejala-gejala asumsi klasik

(autokorelasi, multikolinearitas dan

heteroskedastisitas).

b. Uji Chow

Menurut Ghozali (2001), Uji Chow

bertujuan untuk menguji apakah

terdapat stabilitas struktural (test of

structural stability). Untuk

penelitian ini, uji chow digunakan

untuk menguji apakah terdapat

stabilitas struktural pada

persamaan regresi dua periode

yang berbeda tersebut. Stabilitas

disini berarti tidak terdapat

perbedaan koefisien faktor-faktor

keuangan yang mempengaruhi

profitabilitas pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia untuk tahun 2010

dan 2011.

HASIL ANALISIS DATA

A. Pengujian hipotesis pertama

Analisis regresi berganda

dilakukan setelah mendapatkan hasil olah

data bahwa model regresi dengan data

tahun 2010 bebas dari gejala-gejala

asumsi klasik. Analisis regresi berganda

digunakan untuk menguji apakah secara

statistik masing-masing variabel

independen yaitu current ratio, debt to

equity ratio, price earning ratio, inventory

turnover, dan total assets turnover ratio

berpengaruh terhadap variabel dependen

(return on equity). Hasil uji regresi linier

berganda tahun 2010 dapat disajikan

pada tabel di bawah ini :

Page 85: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

81

Tabel 1 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda tahun 2010

Variabel Koefisien Regresi Thitung Signifikansi

current ratio -1,845 -0,963 0,342

debt to equity ratio -2,488 -0,775 0,443

Inventory turnover ratio -0,656 -0,699 0,489

total assets turnover ratio 13,236 2,444 0,019

price earning ratio -0,032 -0,258 0,798

Konstanta 17,115

Adjusted R2 0,065

Fhitung 1,586

Signifikansi F 0,188

Variabel Dependen : Return on equity Sumber : Data diolah

Analisis koefisien regresi

menunjukkan bahwa pada tahun 2010

terdapat empat variabel yang

berpengaruh negatif terhadap return on

equity yaitu : current ratio, debt to equity

ratio , inventory turnover¸ dan price

earning ratio. Sedangkan untuk variabel

total assets turnover ratio memiliki

pengaruh positif terhadap return on equity.

Adapun hasil uji t pada tabel

diatas menunjukkan bahwa :

1. current ratio tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap return

on equity. Hal ini ditunjukkan dari

nilai signifikasi dari t hitung current

ratio yaitu sebesar 0,342 adalah

lebih besar dari α (0,05)

2. debt to equity ratio tidak

berpengaruh secara signifikan

terhadap return on equity. Hal ini

ditunjukkan dari nilai signifikasi dari

t hitung debt to equity ratio yaitu

sebesar 0,443 adalah lebih besar

dari α (0,05),

3. inventory turnover tidak

berpengaruh secara signifikan

terhadap return on equity. Hal ini

ditunjukkan dari nilai signifikasi dari

t hitung inventory turnover yaitu

sebesar 0,489 adalah lebih besar

dari α (0,05),

4. total assets turnover ratio

berpengaruh secara signifikan

terhadap return on equity. Hal ini

ditunjukkan dari nilai signifikasi dari

t hitung total assets turnover ratio

yaitu sebesar 0,019 adalah lebih

kecil dari α (0,05).

Page 86: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

82

5. Dan price earning ratio tidak

berpengaruh secara signifikan

terhadap return on equity. Hal

ini ditunjukkan dari nilai

signifikasi dari t hitung price

earning ratio yaitu sebesar

0,798 adalah lebih besar dari α

(0,05)

Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel :

current ratio, debt to equity ratio, inventory

turnover dan price earning ratio secara

parsial tidak berpengaruh signifikan

terhadap return on equity. Adapun

variabel total assets turnover ratio

menunjukkan memiliki pengaruh

signifikan terhadap return on equity.

Hasil F-test pada tahun 2010

menunjukan bahwa kelima variabel

secara serentak tidak berpengaruh

signifikan terhadap return on equity. Hal

ini ditunjukkan dari nilai signifikasi dari F

hitung yaitu sebesar 0,188 adalah lebih

besar dari α (0,05). Dan berdasarkan

koefisien determinasi kelima variabel

tersebut menunjukan hanya mampu

menjelaskan variabel return on equity

sebesar 6,5 %, sedang 93,5% dijelaskan

oleh variabel lainnya.

B. pengujian hipotesis kedua

Analisis regresi berganda

dilakukan setelah mendapatkan hasil olah

data bahwa model regresi dengan data

tahun 2011 bebas dari gejala-gejala

asumsi klasik. Hasil uji regresi linier

berganda dengan menggunakan data

tahun 2011 dapat disajikan pada tabel di

bawah ini:

Tabel 2 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda tahun 2011

Variabel Koefisien Regresi Thitung Signifikansi

current ratio 0,281 0,100 0,921

debt to equity ratio 3,489 1,019 0,315

Inventory turnover ratio 0,483 0,528 0,600

total assets turnover ratio 20,666 3,777 0,001

price earning ratio -0,064 -1,179 0,246

Konstanta -9,172

Adjusted R2 0,309

Fhitung 4,762

Signifikansi F 0,002

Variabel Dependen : Return on equity Sumber : Data diolah

Page 87: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

83

Analisis koefisien regresi

menunjukkan bahwa pada tahun 2011

terdapat empat variabel yang

berpengaruh positif terhadap return on

equity yaitu : current ratio, debt to equity

ratio, inventory turnover dan total assets

turnover ratio. Dan hanya price earning

ratio yang berpengaruh negatif terhadap

return on equity.

Adapun hasil uji t pada tabel

diatas menunjukkan bahwa :

1. current ratio tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap return

on equity. Hal ini ditunjukkan dari

nilai signifikasi dari t hitung current

ratio yaitu sebesar 0,921 adalah

lebih besar dari α (0,05)

2. debt to equity ratio tidak

berpengaruh secara signifikan

terhadap return on equity. Hal ini

ditunjukkan dari nilai signifikasi dari

t hitung debt to equity ratio yaitu

sebesar 0,315 adalah lebih besar

dari α (0,05),

3. inventory turnover tidak

berpengaruh secara signifikan

terhadap return on equity. Hal ini

ditunjukkan dari nilai signifikasi dari

t hitung inventory turnover yaitu

sebesar 0,600 adalah lebih besar

dari α (0,05),

4. total assets turnover ratio

berpengaruh secara signifikan

terhadap return on equity. Hal ini

ditunjukkan dari nilai signifikasi dari

t hitung total assets turnover ratio

yaitu sebesar 0,001 adalah lebih

kecil dari α (0,05).

5. Dan variabel price earning ratio

tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap return on

equity. Hal ini ditunjukkan dari nilai

signifikasi dari t hitung price

earning ratio yaitu sebesar 0,246

adalah lebih besar dari α (0,05)

Jadi secara parsial hanya variabel total

assets turnover ratio yang berpengaruh

signifikan terhadap return on equity,

sedangkan variabel lainnya current ratio,

debt to equity ratio, inventory turnover

dan price earning ratio tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap return on

equity.

Hasil F-test pada tahun 2011

menunjukan bahwa kelima variabel

secara serentak berpengaruh signifikan

terhadap return on equity. Hal ini

ditunjukkan dari nilai signifikasi dari F

hitung yaitu sebesar 0,002 adalah lebih

kecil dari α (0,05). Kelima variabel tersebut

mampu menjelaskan return on equity

sebesar 30,9 %, sedang 69,1% dijelaskan

oleh variabel lainnya.

c. Pengujian hipotesis ketiga Pengujian hipotesis ketiga

dilakukan dengan Uji Chow. Uji Chow ini

bertujuan untuk menguji apakah terdapat

stabilitas struktural pada persamaan

regresi dua tahun yang berbeda tersebut

(tahun 2010 dengan tahun 2011).

Page 88: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

84

Stabilitas disini berarti tidak terdapat

perbedaan koefisien variabel-variabel

yang mempengaruhi return on equity.

Perhitungan uji Chow menunjukan hasil

bahwa persamaan regresi dengan return

on equity sebagai variabel dependen,

diperoleh nilai F hitung sebesar 0,87,

sedang nilai F tabel adalah 2,45 pada α

sebesar 5%, sehingga Ho diterima karena

F hitung lebih kecil dari F tabel. Hal ini

berarti bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan pada struktural

persamaan regresi antara tahun 2010

dengan tahun 2011, atau tidak terdapat

perbedaan pengaruh dari faktor-faktor

yang diteliti yaitu : current ratio, debt to

equity ratio, price earning ratio, inventory

turnover, dan total assets turnover ratio

terhadap return on equity antara tahun

2010 dengan tahun 2011.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada tahun 2010 secara parsial

variabel total assets turnover ratio

berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap return on

equity, sedangkan empat variabel

lainnya yang yaitu : current ratio,

debt to equity ratio, inventory

turnover, dan price earning ratio

tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap return on

equity. Dan secara simultan

kelima variabel tidak berpengaruh

signifikan terhadap return on

equity. Kelima variabel tersebut

juga hanya mampu menjelaskan

return on equity sebesar 6,5 %,

sedang 93,5% dijelaskan oleh

variabel lainnya.

2. Pada tahun 2011 secara parsial

variabel total assets turnover ratio

berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap return on

equity, sedangkan empat variabel

lainnya yang yaitu : current ratio,

debt to equity ratio, inventory

turnover, dan price earning ratio

tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap return on

equity. Adapun secara simultan,

kelima variabel berpengaruh

signifikan terhadap return on

equity. Kelima variabel tersebut

mampu menjelaskan return on

equity sebesar 30,9 %, sedang

69,1% dijelaskan oleh variabel

lainnya

3. Tidak terdapat perbedaan yang

signifikan pada struktural

persamaan regresi antara tahun

2010 dengan tahun 2011, atau

tidak terdapat perbedaan pengaruh

yang signifikan dari faktor-faktor

yang diteliti yaitu : current ratio,

debt to equity ratio, price earning

ratio, inventory turnover, dan total

assets turnover ratio terhadap

return on equity antara tahun 2010

dengan tahun 2011

Page 89: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

85

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, L. Setia, 2001, “Manajemen

Keuangan”, Edisi kedua, Andi

Offset Yogyakarta

Brigham & Gapenski, 2001,” Intermediate

Financial Management”, 7th

Edition, Dryden Press Hacourt

Brance College Publishers.

Cooper,Donald,R., and Schindler,

Pamela,S.,2001, “Bussiness

Research Method”, 7th Edition,

Mcgraw-Hill International

Editions.

Gujarati, Damodar, 1999, “Ekonometrika

Dasar”, Erlangga. Jakarta

Ghozali, Iman, 2001. “Aplikasi Analisis

Multivariate dengan Program

SPSS”, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro

Semarang, Semarang

Husnan, Suad, 1998, “Manajemen

Keuangan : Teori dan

Penerapan”, Edisi 4, BPFE-UGM

Yogyakarta, Yogyakarta

Kuncoro, Mudrajad, 2001, “Metode

Kuantitatif : Teori dan Aplikasi

untuk Bisnis dan Ekonomi”, Edisi

Pertama, UPP AMP YKPN,

Yogyakarta.

Riyanto, Bambang, 2008,” Dasar-dasar

Pembelanjaan Perusahaan”,

Edisi keempat cetakan

kedelapan, BPFE-UGM

Yogyakarta , Yogyakarta

Prastowo, Dwi, & Juliaty, 2002, ”Analisis

Laporan Keuangan”, UPP AMP

YKPN, Yogyakarta

www.ilmu-ekonomi.com/profitabitas

perusahaan/6 mei 2012

Page 90: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

86

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Naskah yang diterima merupakan

hasil penelitian, naskah ditulis dalam

bahasa Indonesia, diketik dengan

computer program MS. Word, front Arial

size 11. Jarak antar baris 2 spasi

maksimal 15 halaman termasuk garfik,

gambar dan tabel. Naskah diserahkan

dalam bentuk print-out dan CD; dibuat

dengan jarak tepi cukup untuk koreksi.

Gambar (gambar garis maupun

foto) dan tabel diberi nomor urut sesuai

dengan letaknya. Masing-masing diberi

keterangan singkat dengan nomor urut

dan dituliskan diluar bidang gambar yang

akan dicetak.

Nama ilmiah dicetak miring atau

diberi garis bawah. Rumus persamaan

ilmu pasti, simbol dan lambang semiotik

ditulis dengan jelas.

Susunan urutan naskah ditulis

sebagai berikut :

1. Judul dalam bahasa Indonesia.

2. Nama penulis tanpa gelar diikuti

alamat instansi.

3. Abstract dalam bahasa Inggris,

tidak lebih 250 kata.

4. Materi dan Metode.

5. Hasil dan Pembahasan.

6. Kesimpulan.

7. Ucapan terima kasih kalau ada.

8. Daftar pustaka ditulis

menggunakan sistem nama, tahun

dan disusun secara abjad

Beberapa contoh :

Buku : Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The

Germation of Seeds. Pergamon

Press. 270 p.

Artikel dalam buku : Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.

Physiological and Biochemical

Deteration of Seeds. P. 283-309. In.

T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology

Vol. 3. Acad. Press. New York.

Artikel dalam majalah atau jurnal : Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M.

Wax. 1985. Interference and Control

of Giant Foxtail (Setaria faberi,

Herrm) in Soybean (Glicine max).

Weed Science 33: 203-208.

Prosiding : Kobayasshi,J. Genetic engineering of

Insect Viruses: Recobinant

baculoviruses. P. 37-39. in: Triharso,

S. Somowiyarjo, K.H. Nitimulyo, and

B. Sarjono (eds.), Biotechnology for

Agricultural Viruses. Mada University

Press. Yogyakarta.

Redaksi berhak menyusun naskah

agar sesuai dengan peraturan pemuatan

naskah atau mengembalikanya untuk

diperbaiki, atau menolak naskah yang

bersangkutan.

Naskah yang dimuat dikenakan

biaya percetakan sebesar Rp 100.000,-

dan penulis menerima 1 eks hasil cetakan

Page 91: Jurnal Sosio Humaniora Vol.4 No.5 ,. Mei 2013 ISSN : 2087-1899lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Evy Siska Yuliana, Reny Yuniasanti ... menjadi ibu

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 4 No 5., Mei 2013 ISSN : 2087-1899

87