BRAND AWARENESS: FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN
DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN (STUDI KASUS PADA MAHASISWA STAIN JURAI
SIWO METRO)
Abstract: This research is motivated by competitive conditions
industrial business product from time to time that is more strict,
so the company must create a new marketing strategy to maintain and
achieve a higher market share that is by creating and encouraging
product innovation based on community needs and current market
developments. The purpose of this research is to investigate the
influence of brand awareness (one of consumer behavior) to the
purchasing decision at State Islamic Collage of Jurai Siwo Metro
(STAIN Jurai Siwo Metro). In this study refers to the students in
the State Islamic Collage of Jurai Siwo Metro (STAIN Jurai Siwo
Metro). In this study the data collected through questionnaire
method to the 611 respondents using propotional random sampling
method. Questionnaire method is used to determine the response of
respondents to the variable. The collected data were analyzed using
Pearson Corellation to test the validity of question items,
Cronbach's Alpha to test the reliability of the instrument, simple
regression analysis, to test the magnitude of the effect of
independent variables were tested by t test to test and prove the
effect of partially independent variable. The results showed that
brand awareness (one of consumer behavior) has positive influence
on purchase decisions, with the contribution of 52.7% and the
remaining 47.3% is determined by other variables. It can be seen
from the t count > T Table (1,960 2,576) at 5% and 1%
significance level.Keywords : brand, brand awareness, consumer
behaviour, purchase decisions.
A. PENDAHULUANModernisasi menghadirkan perubahan sosial,
meliputi dibidang ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, kesenian,
dan hal lainnya. Modernisasi digunakan untuk menunjukkan pada
berbagai tahapan perkembangan sosial yang didasarkan pada
industrial, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa yang
modern, urbanisasi, infrastruktur atau tata kota dan lain
sebagainya. Adanya era modernisasi ini menjadikan tingkat keragaman
kebutuhan manusia semakin meningkat. Hal ini menjadi peluang bagi
produsen untuk berlomba-lomba memberikan inovasi baru. Produk yang
menarik dengan kualitas yang baik menjadi incaran bagi setiap
konsumen, sehingga semakin banyak produk-produk maupun jasa yang
ditawarkan oleh produsen kepada konsumen.Tanggapan masyarakat,
khususnya mahasiswa dalam modernisasi ini akan melahirkan perilaku
konsumtif bila tidak dikelola dengan baik. Menurut Sumartono,
seseorang akan melakukan perilaku konsumtif dengan mengacu pada apa
yang ditentukan oleh kelompok referensinya. Hal ini diperjelas oleh
Sehiffmann dan Kanuk bahwa kelompok referensi merupaan tempat bagi
individu untuk melakukan perbandingan, memberi nilai, informasi,
dan menyediakan suatu bimbingan ataupun petunjuk untuk melakukan
konsumsi. Kelompok referensi dalam hal ini teman sebaya yakni
sesama mahasiswa. Kelompok referensi ini sebaiknya saling memberi
masukan tentang dunia kampus, saling tukar pikiran mengenai mata
kuliah yang diajarkan dan berbagi ilmu pengetahuan. Namun pada
kenyataannya mereka saling berlomba menunjukkan hal baru dari
mereka, dan berusaha mengejar dari ketinggalan
tersebut.[footnoteRef:2] [2: Sumartono, Terperangkap Dalam Iklan,
(Bandung: Alvabetha, 2002), h. 9]
Gaya hidup (life style) berbeda dengan cara hidup (way of life).
Cara hidup ditampilkan dengan ciri-ciri seperti norma,ritual,
pola-pola tatanan sosial, dan mungkin juga cara seseorang
berbahasa. Sedangkan gaya hidup bisa diekspresikan melalui apa yang
dikenakn seseorang, apa yang mereka konsumsi, dan bagaimana cara
mereka bersikap atau berperilaku ketika di hadapan orang lain.
Bagong Suyanto menyatakan bahwa gaya hidup mengandung pengertian
sebagai cara hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan dan
pola-pola respon terhadap hidup, serta terutama perlengkapan
hidup.[footnoteRef:3] [3: Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi:
Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme.
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 139]
Gambaran gaya hidup mahasiwa yang diharapkan yakni mahasiswa
merupakan sekelompok pemuda yang mengisi waktunya dengan belajar
untuk menambah pengetahuan, ketrampilan, keahlian, serta mengisi
kegiatan mereka dengan berbagai macam kegiatan yang positif
sehingga akan memiliki orientasi ke masa depan sebagai manusia yang
bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.Dengan mengikuti berbagai
aktivitas kampus, aktif di kelas, maupun dalam hal organisasi, dan
lain sebagainya. Berpikir secara rasional dengan perkembangan yang
ada, tidak memilih serta merta akan kepuasan tapi kebutuhan. Tidak
tergoda akan pengaruh yang berkembang diluar sana karena tetap
fokus pada masa perkuliahannya.Tambunan mengatakan bahwa kebutuhan
untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain inilah yang
menyebabkan remaja berusaha mengikuti atribut yang sedang menjadi
mode dan berperilaku konsumtif.[footnoteRef:4] Kehadiran merek dan
promosinya dapat menjangkau lebih jauh lagi kepada konsumen kapan
pun dan dimana pun mereka berada.[footnoteRef:5] [4: Raymond
Tambunan, Remaja Dan Perilaku Konsumtif, (Jakarta : Artikel, 2001),
h. 2] [5: Marc Gobe, Emotional Banding, Bayu Mahendra, Dalam
Emotional Banding: Paradigma Baru Menghubungkan Merek Dengan
Pelanggan, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. xxxv]
Masuknya perilaku konsumtif tersebut membawa perubahan pada gaya
hidup mahasiswa. Perilaku konsumtif mahasiswa yang yang mulai
terbiasa lama kelamaan mulai menjadi kebiasaan yang menjadikan
sebuah gaya hidup. Hal ini membawa mahasiswa ke dalam tindakan yang
mementingkan penampilan luar mereka, harga diri mereka, serta
bagaimana mengikuti perkembangan dilingkungan sekitar supaya
setara, kebiasaan ini menjadikan mereka sulit untuk bersikap
rasional yang pada mulanya mahasiswa diharapkan mampu bertindak
rasional dalam menyikapi perkembangna ynag ada. Menjadikan
mahasiswa tidak lagi berorientasi pad amasa depan, justru
berorientasi pada gaya hidup yang mereka jalani pada masa
sekarang.Mahasiswa tidak lagi membeli barang karena kebutuhan,
melainkan karena hal-hal lain, misalnya karena gengsi, ingin tampil
percaya diri, dan sebagainya. Salah satu hal yang mempengaruhi
mahasiswa dalam keputusan pembelian, adalah merek. Merek merupakan
gambaran produk secara keseluruhan yang membedakannya dengan produk
lain. Merek bisa menggambarkan kualitas suatu produk, sehingga
tidak heran jika banyak konsumen yang memutuskan pembelian suatu
produk berdasarkan merek-merek tertentu.Merek (brand) diyakini
mempunyai kekuatan dasyat untuk memikat hati orang untuk membeli
produk dan jasa yang diwakilinya. Ekuitas merek (brand equity)
adalah asset intangible yang dimiliki oleh sebuah merek karena
value yang diberikan kepada sang pelanggan. Kalau kita melakukan
program pemasaran muulai dari promosi di koran atau tv, embenahi
distribusi atau memperbaiki layanan, sesungguhnya kita sedang
berupaya meningkatkan ekuitas merek.[footnoteRef:6] [6: Hermawan
Kartajaya dan Yuswohady, Attracting Traders, Tourists, and
Investor: Strategi Memasarkan Daerah di Era Ekonomi, (Jakarta:
MarkPlus&Co, 2005), h. 176]
Semakin tingggi ekuitas merek ini akan semakin tinggi pula value
yang diberikan oleh merek tersebut baik kepada si pelanggan. Karena
ekuitas merek tergantung pada upaya membangun merek (brand building
efforts) yang kita lakukan, maka nilai ekuitas itu pun naik turun
dari waktu ke waktu tergantung dari upaya yang kita lakukan. Secara
umum, ekuitas merek terbagi kedalam lima unsur utama yaitu brand
awareness,[footnoteRef:7] brand association,[footnoteRef:8]
perceivied quality,[footnoteRef:9] brand loyalty[footnoteRef:10]
dan asset merek lain seperti trademark dan paten. [7: Brand
awareness adalah ukuran kekuatan eksistensi merek kita di TTI-TDO
(Trader, Tourist and Investor-Talent, Developer, and Organizer).
Brand awareness mencakup brand recognition (merek yang pernah
diketahui oleh pelanggan; Brand recall (merek apa yang diingat
pelanggan untuk suatu kategori tertentu); Top of Mind (merek
pertama apa yang disebut oleh pelanggan untuk suatu kategori produk
tertentu); hingga dominant brand (satu-satunya merek yang diingat
pelanggan). Ibid, h. 177] [8: Perceived quality adalah persepsi
pelanggan terhadap kualitas dan superioritas produk suatu daerah
relatif terhadap pesaingnya. Sering kali persepsi kualitas sulit
ditentukan mengingat ia merupakan hasil persepsi dan judgement dari
pelanggan. Bagi pemilik merek, persepsi kualitas mendatangkan
manfaat karena menjadi respon-to-buy pelanggan, menjadi basis
diferensiasi dan positioning produk. Persepsi kualitas bisa
berdasarkan kemampuan layanan daerah (servicabity), kelengkapan
destinasi dan tawaran produk, kinerja birokrasi dan layanan publik,
kompetensi dan kecepatan aparat layanan dan sebagainya. Ibid.] [9:
Brand association adalah asosiasi apa pun yang terkait dengan
sebuah merek tertentu. Beberapa contoh asosiasi merek adalah,
Yogyakarta yang memiliki asosiasi kuat sebagai Kota Pelajar dan
Kota Budaya; Jakarta memiliki beberapa asosiasi baik yang bagus
seperti Pusat Bisnis dan Pemerintahan atau Kota Metropolitan maupun
asosiasi yang buruk seperti macet, polusi dan penggusuran. Asosiasi
ini biasanya dibentuk oleh identitas yang dimiliki merek tersebut.
Dalam banyak riset, biasanya asosiasi dipakai sebagai positioning
produk. Ibid.] [10: Brand loyalty adalah loyalitas yang diberikan
pelanggan kepada merek. Loyalitas merek menjadi ukuran seberapa
besar kemungkinan TTI-TDO. Ia merupakan satu-satunya unsur ekuitas
merek yang terkait dengan sustainability suatu daerah dimasa depan,
mengingat loyalitas akan selalu terkait dengan pembelian pelanggan
di masa depan. Loyalitas merekalah yang menjamin bahwa TTI-TDO
tidak berpindah ke merek pesaing walaupun mungkin merek pesaing
memiliki kualitas yang lebih baik. Ibid.]
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana brand
awareness menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam
keputusan pembelian pada mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAIN) Jurai Siwo Metro tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini
dilakukan di STAIN Jurai Siwo Metro. Populasi penelitiannya adalah
seluruh mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro semester gasal tahun
ajaran 2014/2015, yaitu sejumlah 6109 mahasiswa. Sampel dari
penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi, yaitu 611 mahasiswa
yang dipilih berdasarkan proporsional random sampling. Penelitian
ini bersifat deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk
medeskripsikan secara rinci mengenai sejauh mana brand awareness
menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan
pembelian pada mahasiswa. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, dimana peneliti bertindak juga sebagai partisipan dan
membagikan angket guna mengetahui sejauh mana Brand awareness
menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan
pembelian pada mahasiswa. Selain itu, peneliti juga menggunakan
dokumentasi. Dokumentasi diperlukan untuk memperoleh sumber
tertulis mengenai brand awareness. Dokumentasi dilakukan dengan
menggali informasi yang dilakukan baik melalui buku, jurnal,
majalah, koran, dan sumber-sumber lain yang diperlukan.
B. KAJIAN TEORI1. Brand Awarenessa. Tentang IstilahMerek adalah
nama, istilah, logo, tanda atau lambang dan kombinasi dari dua atau
lebih unsur yang dimaksud untuk mengidentifikasikan barang-barang
atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual untuk
membedakannya dari produk pesaing. [footnoteRef:11] [11: Jackie
Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, Mengelola Merek, (Jakarta:
Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007), h. 2]
Sedangkan Bill Gates menyatakan bahwa merek adalah salah satu
faktor penting bagi keberhasilan penguasaan pasar. Tidak heran jika
produsen dan pengusaha rela menghabiskan milyaran rupiah untuk
berpromosi. Semua barang pada dasarnya dikaitkan dnegan merek
seperti Coca-cola, FedEx, Star Mild, dan lain-lain. Suatu merek
adalah label yang mengandung arti dan asosiasi. Merek yang hebat
dapat berfungsi lebih dalam memberi warna dan getaran produk atau
jasa. [footnoteRef:12] [12: Ibid ]
Setiap produk yang terjual di pasaran memiliki citra tersendiri
di mata konsumennya yang sengaja diciptakan oleh pemasar untuk
membedakannya dari para pesaing. Citra adalah cara masyarakat
mempersepsi (memikirkan) perusahaan atau produknya yang dibentuk
untuk menguatkan posisi merek di benak konsumennya, karena merek
yang kuat adalah kemampuannya untuk menciptakan persepsi konsisten
berdasarkan hubungannya dengan pelanggan. Sebuah produk yang dapat
mempertahankan citranya agar lebih baik dari para pesaingnya akan
memberikan perlindungan bagi produk tersebut.Sedangkan Brand Image
merupakan interprestasi akumulasi berbagai informasi yang diterima
konsumen.[footnoteRef:13] Jadi yang menginterpretasi adalah
konsumen dan yang diinterpretasikan adalah informasi. Sebuah
informasi citra dapat dilihat dari logo atau symbol yang digunakan
oleh perusahaan untuk mewakili produknya. Dimana symbol dan logo
ini bukan hanya sebagai pembeda dari para pesaing sejenis namun
juga dapat merefleksikan mutu dan visi misi perusahaan tersebut.
Contoh sederhana adalah Rokok Djarum Super mencerminkan citra
sebuah rokok yang diperuntukkan bagi pria-pria yang gemar
berpetualang. [13: Bison Simamora dan Johanes Lim , Aura merek, h.
117]
Menurut Kotler dalam Bison Simamora dan Johanes Lim, merek
(brand) merupakan nama, istilah, tanda, simbol; atau desain atau
paduan dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk memberikan
identitas bagi barang atau jasa yang dibuat atau disediakan suatu
penjual atau kelompok penjual serta untuk membedakannya dari barang
atau jasa yang disediakan pesaing.[footnoteRef:14] Atau bisa juga
berarti entitas pengidentifikasi yang memberi janji nilai
tertentu.[footnoteRef:15] [14: Ibid, h. 3] [15: Ibid ]
Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek sebagai suatu
bagian dari suatu produk tertentu.[footnoteRef:16] Sedangkan
menurut Rangkuti, brand awareness merupakan kemampuan seorang
pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu
secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata
kunci.[footnoteRef:17] Sedangkan menurut Durianto, dkk, brand
awareness (kesadaran merek), menunjukan kesanggupan konsumen (atau
calon pembeli) dalam mengingat kembali (recognize) atau mengenali
(recall) bahwa suatu merek merupakan suatu bagian dari kategori
produk tertentu.[footnoteRef:18] [16: AB Susanto dan Himawan
Wijanarko, Power Branding: Membangun Merek Ungul dan Organisasi
Pendukungnya, (Jakarta: Quantum Bisnis dan Manajemen, 2003), h.
131] [17: Freddy Rangkuti, The Power of Brand: Teknik Mengelola
Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004),h. 243] [18: Darmadi Durianto, dkk.,
Strategi Menaklukkan Pasar. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2004), h. 54]
Dari definisi-definisi tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa
brand awareness merupakan tujuan umum komunikasi pemasaran, adanya
brand awareness yang tinggi diharapkan kapanpun kebutuhan kategori
muncul, brand tersebut akan dimunculkan kembali dari ingatan yang
selanjutnya dijadikan pertimbangan berbagai alternatif dalam
pengambilan keputusan. Brand awareness menunjukkan pengetahuan
konsumen terhadap eksistensi suatu brand.Bagian dari suatu produk
perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara
kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Misalnya publikasi
tentang Garuda Indonesia tidak akan membantu brand awareness dari
kacang garuda. Brand awareness membutuhkan continum ranging
(jangkauan continum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek
ttertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa
produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok
produk. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan brand
awareness yang berbeda yang dapat digambarkan dalam suatu piramida
berikut ini:
Peran brand awareness dalam brand equity tergantung pada
tingkatan akan pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan
brand awareness paling rendah adalah adalah brand recognize
(pengenalan merek) atau disebut saja tingkatan pengingatan kembali
dengan bantuan (aided recall). Tingkatan berikutnya adalah brand
recall (pengingatan kembali) atau tingkatan mengingat sejauh mana
keberadaan merek tersebut dapat diingat kembali oleh konsumen.
Selanjutnya adalah tingkat puncak pikiran (top mind). Dalam
tingkatan ini merek akan selalu diingat dan dicari oleh konsumen,
baik ketika ia membutuhkan produk merek tersebut atau hanya sekedar
membicarakannya.Brand atau merek pada dasarnya memiliki fungsi yang
sangat penting dalam keputusan pembelian konsumen. Pertama, merek
memberikan identifikasi terhadap suatu produk sehingga konsumen
mengenali merek dagang yang berbeda dengan produk lain. Kedua,
merek membantu untuk menarik calon pembeli. Kebanyakan pengusaha
selalu berusaha agar produknya terus bertahan pada tahap kejayaan
di pasar. Tidak heran jika pengusaha melakukan berbagai macam upaya
dan kiat-kiat baru agar nama produk tidak hilang dalam ingatan
konsumen, memperluas geografis pemasaran untuk memperoleh
konsumen-konsumen baru dengan cara memberi potongan harga
(discount) atau hadiah-hadiah menarik lainnya. Akan tetapi,
kalangan pelanggan yang fanatik tidak mau beralih dari suatu merek
favorit walaupun ada merek lain yang menawarkan lebih menarik dari
merek favoritnya. [footnoteRef:19] [19: Jackie Ambadar, Miranty
Abidin dan Yanty Isa, Mengelola Merek, h. 5]
Sebagian besar pelaku bisnis mengetahui hal-hal yang harus
mereka ketahui untuk melakukan branding dan menciptakan sesuatu
yang bernilai. Mereka tahu bahwa branding itu penting, namun begitu
banyaknya informasi yang terkait dengan branding membuat mereka
bingung.[footnoteRef:20] [20: Mike Moser, United We Brand:
Menciptakan Merk Kohesif Yang Dilihat, Didengar Dan Diingat, Alih
Bahasa: Sri Isnaini Husayati, (Jakarta: Esensi, 2008), h. 6]
b. Brand Awareness dan Hubungannya dengan Keputusan Pembelian
KonsumenNilai ekuitas merek bisa berpengaruh kepada konsumen maupun
perusahaan. Ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai
produk bagi konsumen. Konsumen dibantu dalam mentafsirkan,
memproses, menyimpan informasi mengenai produk dan merek. Ekuitas
merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil
keputusan pembelian (baik itu pengalaman masa lalu dalam
menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka
karakteristiknya. Yang lebih penting adalah kenyataan bahwa
persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa meningkatkan kepuasan
konsumen dalam menggunakan produk.[footnoteRef:21] [21: Bison
Simamora, Aura Merek: Tujuh Langkah Membangun Merek Yang Kuat,
(Jakarta: Gramedia, 2003), h. 48]
Persaingan merek yang tajam belakangan ini memaksa para marketer
untuk memberikan daya tarik yang lebih baik daripada pesaingnya.
Maklum, adanya berbagai merek membuat konsumen diuntungkan.
Konsumen memiliki kebebasan memilih produk. Merek atau brand selain
digunakan untuk memberikan diferensiasi produk dari pesaing juga
berfungsi mempengaruhi minat konsumen dalam melakukan keputusan
pembelian. Kotler dalam Astuti dan Cahyadi juga menyebutkan fungsi
merek (brand) adalah untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
seseorang atau sekelompok penyaji dan membedakan dengan produk
sejenis dan penyaji lainnya. Maksudnya adalah dengan pemberian
merek yang khas atau berbeda dan mudah diingat, akan membuat
konsumen mudah mengenali produk tersebut sekalipun produk tersebut
berada di antara produk-produk sejenis di dalam suatu
pasar.[footnoteRef:22] Mungkin saja produk tersebut menguatkan
mereknya dengan memberikan identitas berupa nama merek atau tanda
merek yang telah didaftarkan dan dilindungi hak ciptanya oleh
hukum. [22: Sri Wahjuni Astuti dan I Gde Cahyadi, Pengaruh Elemen
Ekuitas Merek terhadap Rasa Percaya Diri Pelanggan di Surabaya Atas
Keputusan Pembelian Kartu Perdana IM3. Majalah Ekonomi, Tahun XVII,
No. 2 Agustus 2007, h. 145]
Lebih jauh lagi citra merek yang positif dapat membantu konsumen
untuk menolak aktifitas yang dilakukan oleh pesaing dan sebaliknya
menyukai aktifitas yang dilakukan oleh merek yang disukainya serta
selalu mencari informasi yang berkaitan dengan merek
tersebut.Beberapa perusahaan yang berhasil yakin bahwa reputasi
atau citra jauh lebih penting dalam menjual produk daripada sekedar
ciri-ciri produk yang spesifik. Hal tersebut bisa terwujud karena
citra tersebut dipersepsikan secara homogendi setiap kepala manusia
atau sebaliknya yang mana setiap orang mempunyai persepsi yang
berbeda-beda, sehingga apabila dari persepsi homogen tersebut
menghasilkan sebuah citra positif akan sangat menguntungkan
perusahaan.Sebelum membeli produk, konsumen dengan seksama akan
mempertimbangkan mengenai kualitas produk yang akan dibeli. Dengan
adanya kualitas produk yang bagus menurut konsumen, maka merek dari
produk tersebut akan menimbulkan kesan positif dalam benak konsumen
yang secara tidak langsung menyebabkan citra merek yang positif
dari produk tersebut. Konsumen akan memutuskan untuk membeli produk
tersebut jika citra merek dari produk tersebut bagus dan kualitas
produk sesuai dengan yang diharapkan. Jika sudah timbul citra yang
positif terhadap produk tersebut maka konsumen akan memutuskan
untuk membeli.Karena itu, wajar apabila suatu merek mempunyai
tingkat kepuasan tinggi, merek tersebut memiliki pangsa pasar yang
lebih tinggi lagi. Dengan pangsa pasar yang lebih tinggi, maka
perusahaan akan banyak mendapatkan keuntungan. Salah satunya adalah
skala ekonomi yang memungkinkan perusahaan lebih mampu menekan
biaya produksi dan pemasaran. Pada akhirnya, perusahaan tersebut
akan memberikan value yang terbaik untuk para pelanggannya. Ini
juga dibuktikan bahwa sekitar 80 % peringkat atas ICSI adalah
market leader.[footnoteRef:23] [23: Handi Irawan D., Indonesian
Costumer Satisfication: Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Merek
Pemenang ICSA, (Jakarta: Elex Media Komputindo , 2003), h. 107]
2. Perilaku Konsumen dan Keputusan Pembeliana. Perilaku
KonsumenMenurut James F. Engel sebagaimana dikutip Anwar Prabu,
perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan
individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh
menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan
keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan
tersebut.[footnoteRef:24] [24: Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku
Konsumen, (Bandung: Refika Aditama, 2002), h. 3]
Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk atau jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan
ini.[footnoteRef:25] [25: Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen:
Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 2]
Sementara itu Loudon dan Bitta lebih menekankan perilaku
konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan. Mereka
mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan
keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi,
memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan
jasa.[footnoteRef:26] Kotler dan Amstrong mengartikan prilaku
konsumen sebagai perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu
maupun rumah tangga yang membeli produk untuk konsumen
personal.[footnoteRef:27] [26: David L. Loudon & Albert J.
Della Bitta, Consumer Behavior, Alih Bahasa: Lina Salim, Perilaku
Konsumen, Edisi Ketiga, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 8] [27:
Philip Kotler & Gery Amstrong, Prinsiple of Marketing, Alih
Bahasa: Bob Sabran, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 6]
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah suatu keputusan sebelum pembelian serta tindakan
dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk.
b. Keputusan PembelianKeputusan pembelian merupakan hal yang
lazim dipertimbangkan konsumen dalam proses pemenuhan kebutuhan
akan barang maupun jasa. Keputusan pembelian adalah segala sesuatu
yang dikerjakan konsumen untuk membeli, membuang, dan menggunakan
produk dan jasa.[footnoteRef:28] Menurut Ristiyani Prasetijo,
keputusan pembelian adalah suatu pilihan tindakan dari berbagai
alternatif yang muncul untuk mendapatkan barang atau
jasa.[footnoteRef:29] Sedangkan menurut Mahmud Machfoedz keputusan
pembelian adalah tindakan yang diajukan orang dalam pembelian dan
pemanfaatan suatu produk.[footnoteRef:30] [28: Richard L. Oliver,
Satisfaction: A. Behavioral Perspective on The Consumer, Alih
Bahasa: Agus Maulana, (Jakarta, Erlangga, 2006), h. 59] [29:
Ristiyani Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw, Perilaku Konsumen,
(Yogyakarta: Andi, 2005), h. 226] [30: Mahmud Machfoedz, Pengantar
Pasar Modern, (Yogyakarta: YKPN, 2005), h. 37]
Terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan membeli:1)
Pemrakarsa (initiator) Orang yang pertama kali menyadari adanya
keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide
untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu.2) Pemberi pengaruh
(influencer) Orang yang member pandangan, nasihat, atau pendapat
sehingga dapat membantu keputusan pembelian.3) Pengambil keputusan
(decider) Orang yang menentukan keputusan pembelian, apakah jadi
membeli, apa yang dibeli, bagaimana cara membeli, atau dimana
membelinya.4) Pembeli (Buyer) Orang yang melakukan pembelian secara
actual.5) Pemakai (user)Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan
barang atau jasa.[footnoteRef:31] [31: Bison Simamora, Panduan
Riset Perilaku Konsumen, (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 15]
3. Tahap dalam Proses Keputusan MembeliAda lima tahap yang
dilalui konsumen dalam proses pembelian, yaitu pengenalan masalah,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan
perilaku pembelian. Model ini menekankan bahwa proses pembelian
bermula sebelum pembelian dan berakibat jauh setelah pembelian.
Setiap konsumen tentu melewati kelima tahap ini untuk setiap
pembelian yang mereka buat. Dalam pembelian yang lebih rutin,
mereka membalik tahap-tahap tersebut.Sementara itu Engel
sebagaimana dikutip Anwar Prabu menyatakan pendapat yang berbeda.
Tahap awalnya adalah kesadaran kebutuhan (need recognize), lalu
pencarianinformasi (information search), kemudian evaluasi
alternatif menjelang pembelian (pre-purchase alternative
evaluation), setelah itu dilakukan pembelian (purchase), konsumsi
(consumption) barulah hasil berupa kepuasan (satisfication) ataupun
ketidakpuasan (disatisfication).[footnoteRef:32] [32: Ibid, h.
16]
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam
Keputusan PembelianMenurut Hendri Maruf, ada dua faktor yang
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, yaitu demografi dan gaya
hidup. Seorang konsumen berusia 30 tahun, bujangan dan bekerja di
lingkungan perkantoran di pusat kota Jakarta akan mempunyai pilihan
kendaraan berbeda dari konsumen lain berusia sama tapi sudah
berkeluarga dengan satu anak berusia satu tahun dan bekerja di
wilayah Bekasi.[footnoteRef:33] [33: Hendri Maruf, Pemasaran Ritel,
(Jakarta: Gramedia, 2005), h. 62]
Sementara itu, Bisson Simamora mnyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pada perilaku konsumen dalam keputusan pembelian
adalah faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor personal, dan
faktor psikologis. Ini sesuai dengan pendapat Engel et. al. hanya
saja, mereka memambahkan faktor situasi. berikut ini faktor-faktor
yang mempengaruhi pada perilaku konsumen dalam keputusan pembelian:
KebudayaanSosialPersonalPsikologi Situasi
Kultur Subkultur Kelas sosial
Kultur rujukanKeluargaPeran dan status sosial
Usia Tahap daur hidupJabatanKeadaan ekonomiGaya hidupKepribadian
Konsep diriMerek / kualitas barang MotivasiPersepsi
LearningKepercayaan Sikap Kebutuhan KeinginanPromosi penjualan
Faktor-faktor tersebut pada dasarnya berlaku untuk produk yang
berbeda-beda. Dengan kata lain, ada faktor dominan pada pembelian
suatu produk sementara faktor lain kurang berpengaruh. Contoh
pilihan wanita terhadap lipstik kurang dipengaruhi oleh keluarga.
Yang mungkin berpengaruh adalah faktor sosial lain, misalnya
lingkungan pergaulan. Contoh lain, dalam menentukan tempat kuliah,
faktor keluargalah yang paling berpengaruh. Faktor budaya sangat
kecil pengaruhnya.[footnoteRef:34] [34: Bison Simamora, Panduan
Riset, h. 6-7]
C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Karakteristik
RespondenTabel Distribusi Kecenderungan KarakteristikNo.Keterangan
Jumlah MahasiswaPersentase (%)
1Berdasarkan Gender
Laki-Laki16026,19
Perempuan45173,81
Jumlah611100 %
2Berdasarkan Jurusan
Tarbiyah32553,20
Syariah dan Ekonomi Islam27745,33
Dakwah dan Komunikasi 901,47
Jumlah611100 %
3Berdasarkan Prodi
Pendidikan Agama Islam (PAI)12320,12
Pendidikan Bahasa Inggris (PBI)10617,34
Pendidikan Guru Madrasah Ibditaiyah (PGMI)4206,86
Pendidikan Bahasa Arab (PBA)5408,82
Akhwalus Syakhsiyah (AHS) 3105,07
Ekonomi Syariah (Esy)11118,16
D3 Perbankan Syariah (D3 PBS)6811,12
Hukum Ekonomi Syariah (HESy)4707,69
S1 Perbankan Syariah (S1 PBS)2003,26
Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)901,47
Jumlah611100 %
3Berdasarkan Angkatan
201419034,37
201315526,18
201214824,23
20117608,68
20104206,54
Jumlah611100 %
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki. Ini dikarenakan jumlah
mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro tahun ajaran 2014/2015 didominasi
oleh perempuan. Berdasarkan program studi yang ditempuh, peneliti
mengambil jumlah responden secara proposional sebanyak 10 % dari
jumlah keseluruhan mahasiswa setiap prodi. Sementara itu, untuk
jumlah responden berdasarkan angkatan, ini diambil berdasarkan
pertimbangan perbandingan jumlah mahasiswa yang ada setiap
prodi.
2. Uji Validitas dan ReabilitasDalam penelitian ini, validiatas
dari indikator dianalisis menggunakan df (degree of freedom) dengan
rumus df = n-k, dimana n = jumlah sampel, k = jumlah variable
independen. Jadi df yang digunakan adalah 611 - 1 = 610 dengan
alpha sebesar 5% maka menghasilkan nilai r tabel sebesar 0,080.
Jika r hitung (untuk tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected
Item Total Correlation) lebih besar dari r tabel dan nilai r
positif, maka butir pernyataan dikatakan valid. Dibawah ini dapat
dilihat hasil pengujian validitas pada tabel dibawah ini :Tabel 2.1
Hasil uji validitas variabel citra merekVariabelIndikator Kode
ItemrhitungrtabelKeterangan
Citra MerekMengenal merekq10,0690,080Valid
Populerq20,0750,080Valid
Merek Terpercayaq30,0660,080Valid
Tabel 2.2 Hasil uji validitas variabel keputusan
pembelianVariabelIndikatorKode ItemrhitungrtabelKeterangan
Keputusan pembelianKebutuhan prioritasq40,0640,080Valid
Keinginan membeliq50,0630,080Valid
Pertimbangan manfaatq60,0760,080Valid
Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan terhadap semua
item pernyataan variabel independen maupun variabel dependen
menunjukkan bahwa semua item adalah valid. Hal ini dibuktikan dari
nilai r tabel < dari nilai r hitung. Hasil nilai cronbachs alpha
variabel brand awareness dan keputusan pembelian > 0,60 sehingga
instrumen atau indikator dari kelima variabel tersebut reliabel
atau layak dipercaya sebagai alat ukur variabel.Adapun hasil uji
reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.3
berikut ini:Tabel 2.3 Hasil Uji ReabilitasVariabel Crobanch
AlphaCut of ValueKeterangan
Brand awareness (X)0,7860,60Reliabel
Keputusan Pembelian (Y)0,7290,60Reliabel
Berdasarkan pengujian pada tabel uji reliabilitas, diketahui
bahwa semua variabel mempunyai nilai Cronbach Alpha lebih besar
dari 0,60. Maka dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel dalam
penelitian ini adalah reliabel.
3. Analisis dan Pengujian HipotesisUntuk menguji hipotesis
digunakan uji t. Sementara itu, untuk pembuktian hipotesis
penelitian digunakan analisis regresi sederhana. Uji t yaitu suatu
uji untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas (brand
awareness) secara parsial atau individual menerangkan variabel
terikat (keputusan pembelian). Nilai t hitung pada variabel Brand
adalah sebesar 3,119 dengan tingkat signifikansi 0,05 dan t tabel
sebesar 1,960. Untuk taraf signifikasi 0,01, nilai t tabel adalah
2,576 Karena 1,9602,576 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Maka,
dapat disimpulkan bahwa, variabel brand awareness berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian mahasiswa STAIN
Jurai Siwo Metro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator
dalam brand awareness memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian. nilai r hitung lebih besar dari r
tabel dan taraf signifikasi sebesar 1% dan 5%. Pada taraf
signifikasi 1% = 0,105 dan 5% = 0,080 Sementara itu, r hitung
sebesar 0,125 Karena r hitung lebih besar dari r tabel maka
hipotesis nihil (Ho) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha)
diterima. Ini berarti bahwa untuk taraf signifikasi 1% dan 5% brand
awareness mempengaruhi konsumen cukup kuat dalam keputusan
pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro.
.
4. PembahasanDari hasil pengujian hipotesis, terlihat bahwa
brand awareness berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Kriteria
dalam pengukuran brand awareness mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro
dalam penelitian ini menggunakan beberapa indikator yaitu top mind,
brand recall dan brand recognize. Indikator-indikator tersebut
dilakukan berdasarkan telaah pustaka dan dikembangkan sesuai dengan
keadaan. Masing-masing indikator mendapat tanggapan positif dari
611 responden yang diteliti. Variasi keputusan pembelian dijelaskan
oleh variabel brand awareness sebesar 52,7%, sedangkan sisanya
47,3% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. Brand
awareness yang dimaksudkan adalah kesadaran konsumen (mahasiswa
STAIN Jurai Siwo Metro) yang dirasakan konsumen ketika ia akan
membeli suatu produk barang dan atau jasa. Merek tidak hanya
menggambarkan deskripsi suatu produk dari sisi kualitas dan
kuantitasnya saja, melainkan sebagai suatu pembeda dengan
produk-produk lain. Untuk itu, tidak heran jika merek juga
berdampak pada pengklasifikasian konsumen ke dalam kelas-kelas
tertentu. Mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro memiliki brand awareness
yang cukup tinggi. Dari semua responden yang diteliti, 86 %
responden yang menyatakan lebih memilih untuk mementingkan kualitas
suatu produk berdasarkan merek ketimbang kuantitasnya. Artinya,
ketika seorang mahasiswa membeli suatu produk, misalnya jilbab,
maka ia akan memilih untuk membeli satu jilbab berkualitas dengan
merek tertentu ketimbang membeli dua jilbab yang lebih murah dengan
kualitas yang tidak terjamin dari merek yang tidak dikenal.
Sementara it 14 % responden lainnya menyatakan bahwa baik kualitas
maupun merek bukanlah hal penting dalam melalukan keputusan
pembelian. Kebutuhan dan harga merupakan faktor yang lebih dominan.
Selain itu, besarnya brand awareness mahasiswa STAIN Jurai Siwo
Metro juga bisa dilihat melalui jawaban responden yang menyatakan
bahwa mereka semakin tertarik untuk membeli barang-barang dengan
merek yang sudah terkenal ketimbang membeli barang-barang dengan
merek yang belum pernah dikenal. Tingginya brand awareness ini di
satu sisi tentu akan membuat merek-merek tertentu semakin laku di
pasaran dan berkompetisi untuk meningkatkan produk dan layanannya.
Disisi lain, brand awareness ini akan membuat produk dari
merek-merek yang kurang gencar melakukan promosi dan iklan kalah
dipasaran. Secara parsial, hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa variabel brand awareness memberikan dampak yang cukup besar
terhadap keputusan pembelian. Namun, brand awareness ini kebanyakan
disadari oleh mahasiswa dengan perekonomian menengah keatas.
Sementara itu, mahasiswa dengan kelas menengah kebawah cenderung
lebih mementingkan faktor lain seperti harga dibandingkan dengan
brand awareness pada keputusan pembelian.Brand awarenss yang
mempengaruhi keputusan pembelian mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro
ini diantaranya adalah kualitas (47 %), lebih baik dari merek lain
(28 %), fanatik (12 %) faktor demografis seperti gender, lingkungan
dan keadaan ekonomi (10%), dan faktor-faktor lain (3%).
D. SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa brand
awareness merupakan perilaku konsumen yang berpengaruh terhadap
keputusan pembelian terlihat dari nilai t hitung yang lebih besar
dari nilai t tabel. Nilai t tabel pada taraf signifikasi 1% = 2,576
dan 5% = 1,960 dan nilai t hitung 3,119. Karena t hitung lebih
besar dari r dan t tabel maka hipotesis nihil (Ho) ditolak
sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa
untuk taraf signifikasi 1% dan 5% brand awareness mempengaruhi
keputusan pembelian secara signifikan. Variasi keputusan pembelian
dijelaskan oleh variabel brand awareness sebesar 52,7%, sedangkan
sisanya 47,3% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model.
Brand awarenss yang mempengaruhi keputusan pembelian mahasiswa
STAIN Jurai Siwo Metro ini diantaranya adalah kualitas (47 %),
lebih baik dari merek lain (28 %), fanatik (12 %) faktor demografis
seperti gender, lingkungan dan keadaan ekonomi (10%), dan
faktor-faktor lain (3%).
REFERENSI
AB Susanto dan Himawan Wijanarko, Power Branding: Membangun
Merek Ungul dan Organisasi Pendukungnya, Jakarta: Quantum Bisnis
dan Manajemen, 2003Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen,
Bandung: Refika Aditama, 2002Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi:
Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013Bison Simamora, Aura
Merek: Tujuh Langkah Membangun Merek Yang Kuat, Jakarta: Gramedia,
2003 , Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta: Gramedia,
2000Darmadi Durianto, dkk., Strategi Menaklukkan Pasar. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004David L. Loudon & Albert J.
Della Bitta, Consumer Behavior, Alih Bahasa: Lina Salim, Perilaku
Konsumen, Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga, 2006Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ed. 3,
Jakarta: Balai Pustaka, 2002E. Sugiarto, Psikologi Pelayanan Dalam
Industri Jasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999Freddy
Rangkuti, The Power of Brand: Teknik Mengelola Brand Equity dan
Strategi Pengembangan Merek, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2004Handi Irawan D., Indonesian Costumer Satisfication: Membedah
Strategi Kepuasan Pelanggan Merek Pemenang ICSA, Jakarta: Elex
Media Komputindo , 2003Hendri Maruf, Pemasaran Ritel, Jakarta:
Gramedia, 2005Hermawan Kartajaya dan Yuswohady, Attracting Traders,
Tourists, and Investor: Strategi Memasarkan Daerah di Era Ekonomi,
Jakarta: MarkPlus&Co, 2005Jackie Ambadar, Miranty Abidin dan
Yanty Isa, Mengelola Merek, Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri,
2007James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Alih Bahasa: Kartini
Kartono, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004Mahmud Machfoedz,
Pengantar Pasar Modern, Yogyakarta: YKPN, 2005Marc Gobe, Emotional
Banding, Bayu Mahendra, Dalam Emotional Banding: Paradigma Baru
Menghubungkan Merek Dengan Pelanggan, Jakarta: Erlangga, 2005Mike
Moser, United We Brand: Menciptakan Merk Kohesif Yang Dilihat,
Didengar Dan Diingat, Alih Bahasa: Sri Isnaini Husayati, Jakarta:
Esensi, 2008Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Perspektif
Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen, Jakarta:
Kencana, 2008Paul Hersey, et.al, Pendayagunaan Sumber Daya Manusia,
Ed. 4, Jakarta: Erlangga, 1996Philip Kotler & Gery Amstrong,
Prinsiple of Marketing, Alih Bahasa: Bob Sabran, Jakarta: Erlangga,
2006Raymond Tambunan, Remaja Dan Perilaku Konsumtif, Jakarta :
Artikel, 2001Richard L. Oliver, Satisfaction: A. Behavioral
Perspective on The Consumer, Alih Bahasa: Agus Maulana, Jakarta,
Erlangga, 2006Ristiyani Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw, Perilaku
Konsumen, Yogyakarta: Andi, 2005Sri Wahjuni Astuti dan I Gde
Cahyadi, Pengaruh Elemen Ekuitas Merek terhadap Rasa Percaya Diri
Pelanggan di Surabaya Atas Keputusan Pembelian Kartu Perdana IM3.
Majalah Ekonomi, Tahun XVII, No. 2 Agustus 2007Sumartono,
Terperangkap Dalam Iklan, Bandung: Alvabetha, 2002