Top Banner
JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN FISKAL DAERAH (Studi Kasus Kabupaten Eks-Karesidenan Kediri Tahun 2012-2016) Dosen Pengampu : Slamet Joko Utomo, S.E., M.E. Disusun Oleh : Ketua: M. Fuji Saputro 150231100026 Sekretaris: Jayanti Ayuning T. 150231100040 Anggota: 1. Siti Jamilah M. 150231100008 2. Indahwati 150231100012 3. Sumiati 150231100014 4. Siswahyu Ningsih 150231100017 5. Ghoniyah 150231100025 6. Dwi Ratna S. 150231100032 7. Wildan Nur A. 150231100103 8. Sandi Arestu A. 150231100125 9. Ainul Wildan 140231100069 PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2018
16

JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

Dec 10, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN FISKAL

DAERAH (Studi Kasus Kabupaten Eks-Karesidenan Kediri Tahun 2012-2016)

Dosen Pengampu :

Slamet Joko Utomo, S.E., M.E.

Disusun Oleh :

Ketua: M. Fuji Saputro 150231100026

Sekretaris: Jayanti Ayuning T. 150231100040

Anggota: 1. Siti Jamilah M. 150231100008

2. Indahwati 150231100012

3. Sumiati 150231100014

4. Siswahyu Ningsih 150231100017

5. Ghoniyah 150231100025

6. Dwi Ratna S. 150231100032

7. Wildan Nur A. 150231100103

8. Sandi Arestu A. 150231100125

9. Ainul Wildan 140231100069

PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2018

Page 2: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 2

JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN

FISKAL DAERAH

(Studi Kasus Kabupaten Eks-Karesidenan Kediri Tahun 2012-2016)

M. Fuji Saputro, Jayanti Ayuning T, dkk

Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis – UTM

[email protected]

ABSTRACT

This article aims to determine the implementation of regional autonomy policies

that have been implemented by districts existing in ex-residency of Kediri on the

fiscal independence of each region. From the existence of this policy will later

show about which region finance which management is effective and efficient and

right target. Data from this research is taken from the official financial institution

that is the directorate general of financial balance of the Republic of Indonesia.

This research is included in the type of quantitative descriptive research. Through

this descriptive research, it will be obtained a clear picture of the problems

studied, in this case that is about the fiscal independence of the existing district in

ex-residency Kediri. The results of this study indicate that the development of

PAD Blitar District from the Year 2012-2016 showed a very high increase of

118.187. Kediri District from the Year 2012-2016 showed a very high increase of

2,834,694. Nganjuk District from the Year 2012-2016 showed a very high

increase of 18.211,937, and the development of PAD Trenggalek District from the

Year 2012-2016 showed a very high increase of 74.931. From the increase in the

original revenue of this area shows that the existing area in Eks-Karesidenan

Kediri begin to find the potential and manage financial and financial resources

effectively and efficiently.

Keywords: Regional Autonomy, Local Fiscal Independence, PAD, Effective, and

Efficient

PENDAHULUAN

Desentralisasi fiskal di Negara

Indonesia dilatar belakangi sejak

disahkannya Undang-undang Nomor

22 Tahun 1999 mengenai

pemerintah daerah. Selain dari latar

belakang undang-undang tersebut,

maka ditahun yang sama juga

dilakukan revisi atau perbaikan

undang-undang tersebut dengan

disahkannya undang-undang nomor

25 Tahun 1999 tentang

perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah

(PKPD). Namun, setelah adanya

aturan tersebut, tidak lantas

diterapkan pada tahun yang sama,

dan pelaksanaan desentralisasi

fiskal baru berlangsung dan

dijalankan dua tahun kemudian atau

lebih tepatnya pada tanggal 1

Januari 2001. Kemudian ada

undang-undang baru setelah

implementasi desentralisasi fiskal di

tahun 2001 tersebut yaitu dengan

adanya UU Nomor 33 Tahun 2004

tentang perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dan

Page 3: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 3

pemerintah daerah. Sampai saat ini,

UU Tahun 1999 dan 2004 telah

dilakukan revisi-revisi yang bertujuan

untuk menyesuaikan perkembangan

yang ada supaya lebih baik lagi.

Sehingga adalagi Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah yang

mengatur hal-hal mengenai

kewenangan Pemerintah Daerah

dalam melakukan pemungutan

kepada masyarakat daerah guna

mendapatkan sumber pendanaan

bagi pembangunan daerah.

Kemudian, aturan mengenai

desentralisasi fiskal paling akhir

yaitu UU Nomor 23 Tahun 2014

mengenai pemerintah daerah.

Apabila membahas mengenai

otonomi daerah, maka implementasi

bentuk perwujudan otonomi daerah

agar dalam menyelenggaraan

pemerintahan di daerah dapat

berjalan lancar harus

memperhatikan 5 kondisi strategi

(Rasyid dan Paragoan dalam

(Zahra, 2008) dalam (Setiawan,

2010)) yang meliputi: (1) Self

Regulating Power yakni

kemampuan dalam mengatur dan

melaksanakan otonomi daerah guna

kesejahteraan masyarakat di

daerah, (2) Self Modifying Power

yakni kemampuan dalam

menyesuaikan peraturan yang telah

ditetapkan secara nasional dengan

kondisi daerah, (3) Local Political

Support yakni penyelenggaraan

pemerintah daerah yang mempunyai

keleluasan legitimasi dari

masyarakat baik sebagai Kepala

Daerah yang merupakan unsur

eksekutif ataupun DPRD yang

merupakan unsur legislatif, (4)

Managing Financial Resource yakni

kemampuan mengembangkan

kompetensi dan mengelola secara

optimal sumber pendapatan dan

keuangan dalam pembiayaan

aktivitas pemerintah, pelayanan

publik dan pembangunan, (5)

Developing Brain Power yakni

pembangunan kualitas SDM yang

handal dan selalu bertumpu pada

kapabilitas penyelesaian masalah.

Di dalam perspektif otonomi daerah,

PAD diharapkan mampu menjadi

komponen terbesar dalam mendanai

kegiatan pembangunan dan

keberlangsungan aktivitas

pemerintah daerah. Sedangkan

penerimaan selain PAD seperti dana

perimbangan, pinjaman daerah, dan

pendapatan daerah lain-lain yang

sah hanya sebagai pendukung

dalam kegiatan pembangunan dan

pemerintahan. Fakta yang terjadi di

lapangan, bahwa hampir di semua

daerah persentase PAD yang dimiliki

masih tergolong sedikit atau relatif

kecil bahkan sangat kontras dengan

banyaknya bantuan yang didapatkan

daerah berupa dana perimbangan.

Secara umum, transfer pemerintah

pusat dan transfer lainnya sesuai

peraturan perundang-undangan

mendominasi APBD suatu daerah.

Hal tersebut menyebabkan

kemampuan daerah dalam

mengembangkan potensi milik

mereka menjadi terbatas karena

masih bergantung terhadap bantuan

pemerintah pusat. Pemberian

wewenang bagi pemerintah daerah

utamanya untuk mengatur

pembangunan di daerahnya

merupakan tujuan yang sangat

penting. Otonomi daerah memiliki

beberapa tujuan, salah satunya

adalah kemandirian daerah

Page 4: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 4

termasuk di dalamnya kemandirian

keuangan. Kemandirian keuangan

mencerminkan kemampuan

pemerintah daerah dalam mengelola

pajak dan retribusi yang kemudian

digunakan untuk membiayai

pembangunan, kegiatan

pemerintahan, serta pelayanan

kepada masyarakat. (Ardhani, n.d.)

Indikator kemandirian keuangan

yaitu rasio PAD terhadap dana

pinjaman dan perimbangan.

Semakin tinggi rasio PAD suatu

daerah menunjukkan bahwa daerah

tersebut semakin mandiri.

Rumusan Masalah Berdasarkan paparan mengenai latar belakang di atas, sehingga bisa diambil beberapa rumusan masalah yakni sebagai berikut : 1. Bagaimana kemandirian daerah

apabila dilihat dari perkembangan PAD, Dana Perimbangan dan Rasio PAD terhadap pendapatan total penerimaan daerah di wilayah eks-karesidenan Kediri pada tahun 2012-2016 ?

2. Bagaimana kondisi kemampuan keuangan daerah (derajat kemandirian fiskal daerah) di wilayah eks-karesidenan Kediri pada tahun 2012-2016 ?

3. Bagaimana konsep value for money dalam melihat efisiensi dan efektivitas pengelolaan fiskal terutama efektifitas PAD dan rasio efektifitas PAD di wilayah eks-karesidenan Kediri pada tahun 2012-2016 ?

Tujuan Maksud dari penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan PAD dan Dana Perimbangan, ukuran kinerja, struktur dan proyeksi PAD, konsep value for money dalam melihat efisiensi dan efektivitas pengelolaan fiskal daerah terutama

rasio efektifitas PAD dan kondisi kemampuan keuangan daerah (derajat kemandirian fiskal daerah) di wilayah eks-karesidenan Kediri pada tahun 2012-2016. Manfaat Penelitian ini lebih di menekankan

untuk memberikan suatu manfaat

teoritis yang positif dalam

menganalisis dinamika masalah

manajemen keuangan berdasarkan

sistem pengelolaan dan sumber

penerimaan keuangan daerah di

Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri,

Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten

Trenggalek pada tahun 2012-2016,

yakni merumuskan pemikiran-

pemikiran yang bersifat teoritis

dalam otonomi daerah, serta

menganalisis struktur kinerja,

proyeksi PAD, tingkat kemandirian

fiskal, efektivitas, efisiensi, value of

money keuangan daerah yang

berdasarkan otonomi daerah dan

derajat desentralisasi fiskal. Di

samping itu, diharapkan memberikan

sumbangsih kepada kampus,

maupun stakeholder dan pemerintah

daerah terkait, sehingga pembaca

dapat mengaplikasikan dan

menerapkan ilmunya dalam

mengelola sumber potensi Sumber

Daya Alam untuk menunjang

pendapatan daerah secara efektif

dan efisien.

LANDASAN TEORI

Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah kesatuan

masyarakat yang memiliki batas

wilayah, memiliki wewenang untuk

mengatur urusan pemerintah dan

kepentingan masyarakatnya sesuai

dengan prakarsa atau kebutuhaan

sendiri yang berdasarkan pada

aspirasi masyarakat (Aji, Kirya, Putu,

Page 5: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 5

& Jana, 2015). Menurut (Mawakere,

2014), selain ditentukan oleh prinsip-

prinsip otonomi daerah, juga

terdapat asas-asas otonomi daerah,

yaitu sebagai berikut: a) Asas

desentralisasi, yaitu menyerahkan

wewenang pemerintahan kepada

pemerintah daerah otonom. b) Asas

dekonsentrasi, yaitu pelimpahan

wewenang dari pemerintah pusat

kepada gubernur sebagai wakil

pemerintah pusat di daerah. c)

Perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah, yaitu

sistem pembiayaan pemerintah

mencakup pembagian keuangan

antara pemerintah pusat dan daerah

secara proporsional, demokrasi, adil,

dan transparan dalam pengelolaan

dan pengawasan kegiatannya

Derajat Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal merupakan

pendistribusian tanggung jawab

dalam pengambilan keputusan dan

pengelolaan kepada pemerintah

daerah. Desentralisasi fiskal

merupakan mekanisme transfer

dana APBN terhdap daerah untuk

mewujudkan ketahanan fiskal yang

berkelanjutan dan memberikan

stimulus terhadap peningkatan

aktivitas perekonomian masyarakat.

Harapannya agar tercipta

pemerataan kemampuan keuangan

suatu daerah yang otonom. Derajat

desentralisasi fiskal dihitung

berdasarkan rata-rata dari rasio

pendapatan asli daerah (PAD)

terhadap total penerimaan daerah

(TPD), dan rata-rata rasio bagi hasil

pajak dan bukan pajak (BHPBP)

terhadap total penerimaan daerah

(TPD), serta berdasarkan rata-rata

rasio sumbangan/bantuan untuk

daerah terhadap total penerimaan

daerah yang dinyatakan dalam

satuan persen. Semakin tinggi rasio

PAD dengan TPD dan rasio BHPBP

terhadap TPD menunjukkan

desentralisasi yang tinggi. Namun,

apabila hasil rasio

sumbangan/bantuan terhadap TPD

tinggi menunjukkan

desentralisasinya rendah.

Berdasarkan hasil perhitungan

tersebut akan diperoleh pola

hubungan keuangan dan tingkat

kemandirian daerah.

Tinjauan Keuangan Daerah

APBD menjadi pedoman dan

cerminan kinerja dan kemampuan

pemerintah daerah dalam

membiayai dan mengelola

penyelenggaraan manajemen

keuangan daerah dan pelaksanaan

program-program pembanguan

ekonomi di daerah masing-masing

pada satu tahun anggaran

(Muhammad & Mangkuwinata,

2014). Pemerintah daerah harus

memiliki dukungan sumber-sumber

pendapatan keuangan yang

memadai agar fungsi pelayanan

masyarakat dapat berjalan dengan

baik dan optimal. Tahap untuk untuk

mengoptimalkan sumber

pendapatan daerah dapat menggali

sumber potensi daerah untuk

dikelola dan dikembangkan menjadi

sumber Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Dalam Undang-Undang No.

33 Tahun 2004 tentang

perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah

menjelaskan bahwa sumber-sumber

keuangan atau penerimaan daerah

dapat berasal dari: (1) Pendapatan

Asli Daerah (PAD), (2) Dana

Page 6: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 6

Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah,

dan (4) Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah (El, Eka, &

Jannah, n.d.).

Kemampuan Keuangan Daerah Dalam era otonomi daerah mengukur kemampuan keuangan daerah sering di ukur menggunakan indikator kinerja pendapatan asli daerah, besar kecilnya penerimaan daerah dapat di hubungkan dengan keberhasilan suatu daerah dalam menerapkan otonomi daerah (Kuncoro, dalam Savitry et al., 2011). Daerah yang memiliki kemampuan dan kewenangan dalam menggali sumber sumber keuangan, mengelola dan menggunakan sendiri keuanganya untuk membiaya program dan kegiatan yang akan di selenggarakan pemerintah. Daerah yang mempu mencari sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keuangan daerah melalui berbagai cara yang sesuai dengan prosedur dan tidak menyalahi aturan sekaligus mampu mengelola keuangan dengan baik untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan daerah maka, daerah tersebut mampu untuk melaksanakan otonomi daerah. Akan tetapi jika suatu daerah sudah mampu menggali sendiri sumber sumber keuangan daerah dan mengelola keuangan tersebut dengan efektif dan efisien, daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap bantuan keuangan dari pemerintah pusat.

Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah

menunjukkan bahwa pemerintah

daerah mampu membiayai secara

mandiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan daerah, dan

pelayanan kepada masyarakat yang

telah bersedia membayar pajak dan

retribusi sebagai sumber utama

pendapatan yang sangat di perlukan

oleh daerah (Halim, dalam

Nurhayati, 2015). Indikator

kemampuan daerah adalah rasio

PAD daerah terhadap dana

perimbangan dari pemerintah pusat

dan pinjaman, dengan begitu PAD

dan dana perimbangan menjadi

sumber utama pengeluaran

pemerintah daerah dan memliki

pengaruh positif terhadap

pengeluaran pemerintah daerah.

pola hubungan antara pemerintah

pusat dengan pemerintah daerah

dilaksanakan sesuai kemandirian

keuangan daerah dalam proses

membiayai pelaksanan kegiatan

pemerintahan dan pembangunan

daerah, meskipun kemandirian

keuangan daerah ini pada ujungnya

akan menimbulkan kesenjangan

antar daerah.

Rasio Efektivitas Rasio efektivitas menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai atau bahkah melebihi yang ditargetkan. semakin besar realisasi penerimaan pendapatan asli daerah di bandingkat target penerimaan yang telah direncanakan maka, dapat dikatakan sangat efektif pengelolaan keuangan daerah tersebut, begitu juga sebaliknya. Apabila persentase kinerja keuangan mendapatkan nilai di atas 100% dapat dikatakan sangat efektif, 90% sampai 100% efektif, 80% sampai 90% adalah cukup efektif, 60% sampai 80% kurang efektif, dan < 60% adalah sangat tidak efektif.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kuantitatif.

Page 7: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 7

Pendekatan deskriptif merupakan suatu bentuk penilaian dalam menafsir, mengklarifikasi serta interpretasi data yang selanjutnya menunjukkan gambaran tentang masalah yang diteliti. Sedangan metode kuantitatif pada penelititian ini menghitung persentase rasio kemandirian keuangan (sisi penerimaan dan sisi pengeluaran), menghitung persentase derajat desentralisasi fiskal serta menghitung rasio efisiensi dan efektivitas kuangan daerah.

Definisi Operasional Menurut (Saputra, 2014), pada kinerja kemandirian keuangan daerah terdapat beberapa variabel dalam perhitungannya, diantaranya yaitu: (1) Pendapatan Asli Daerah yang merupakan pendapatan yang didapat daerah melalui pungutan yang didasarkan atas peraturan daerah sesuai perundang-undangan yang berlaku, (2) Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak yang merupakan dana yang didapatkan dari penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak, (3) sumbangan atau bantuan yang merupakan sumbangan maupun bantuan yang berasal dari pemerintah pusat kemudian disalurkan kepada pemerintah daerah, (4) Total Penerimaan Daerah yang merupakan jumlah penerimaan daerah yang secara umum bersumber dari penerimaan pembiayaan daerah ditambah dengan total pendapatan daerah yang masuk ke kas daerah, (5) Total Pengeluaran Daerah yang merupakan jumlah pengeluaran yang secara umum dipakai untuk belanja publik, belanja aparatur, dan pengeluaran pembiayaan (keluar dari kas daerah secara keseluruhan), (6) Pengeluaran Rutin Daerah yang merupakan bagian dari pengeluaran daerah yang digunakan untuk belanja operasional,

pemeliharaan, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pegawai, belanja lain-lain, bunga, angsuran pinjaman/hutang, bantuan keuangan daerah, serta pengeluaran tak terduga misalnya terjadi krisis ekonomi, bencana alam, dan sebagainya.

Subyek dan Obyek Penelitian Subyek dari penelitian ini ialah Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Trenggalek. Keempat kabupaten tersebut memiliki kondisi fisik dan karakteristik yang tidak jauh berbeda satu sama lain serta lokasinya juga berdekatan (se eks-karesidenan Kediri). Sedangkan untuk obyek dari penelitian ini terdiri atas variabel-variabel bebas (independent variable) yang mempengaruhi tingkat kemandirian daerah, diantaranya yaitu derajat desentralisasi fiskal, efektivitas dan efisiensi keuangan daerah.

Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang didapatkan dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten, BPS (Badan Pusat Statistik), dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset. Selain data-data yang diperoleh dari beberapa lembaga tersebut, penelitian ini juga menggunakan sumber buku, literatur, dan berbagai informasi yang bersumber dari internet ataupun media-media lain sebagai bahan pendukung referensi yang akurat.

Prosedur Pengumpulan Prosedur pengumpulan data pada

penelitian ini dilakukan dengan studi

kepustakaan melalui metode

pengumpulan data dengan

pengamatan data yang bersumber

dari buku, literatur, dan berbagai

informasi yang bersumber dari

Page 8: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 8

internet ataupun media-media lain.

Selain itu juga mengolah data

sekunder yang didapat dari laporan

tertulis lembaga/dinas/instansi

terkait.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Indikator kemandirian suatu daerah setelah diberlakukannya otonomi daerah adalah dengan semakin meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kalau sudah demikian maka diharapkan akan semakin menekan subsidi dari pemerintah pusat baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK). Yang keduanya lebih ditekankan pada bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur jalan. Menurut Harianto (2007) dimana Pendapatan Asli

Daerah adalah sumber pembelanjaan daerah, apabila Pendapatan Asli Daerah meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi serta tingkat kemandirian daerah akan meningkat juga, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi–potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Apabila Rasio pertumbuhan PAD dalam suatu daerah mengalami peningkatan maka dalam hal ini menggambarkan dampak positif dan bisa dikatakan pertumbuhan PAD suatu daerah tersebut baik dan juga menggambarkan pemerintah daerahnya berhasil dalam membangun daerahnya.

Berikut adalah data perkembangan PAD tahun 2012-2016 yang ada di eks-karesidenan Kabupaten Kediri :

Grafik 1. Perkembangan PAD

Sumber: DJPK, data diolah

Dari grafik di atas bisa diketahui

bahwa perkembangan PAD pada

kabupaten yang ada dalam kawasan

eks-karesidenan Kediri mengalami

kenaikan signifikan dari tahun 2012-

2016. PAD Kab. Blitar tahun 2012

mencapai 95,782,155 kemudian

ditahun akhir yaitu 2016 mencapai

angka 224,106,76. Kemudian PAD

Kab. Kediri pada tahun 2012

mencapai angka 129,298,99

selanjutnya ditahun 2016

mmencapai 339,113,89. PAD Kab.

Nganjuk pada tahun 2012 yaitu

Page 9: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 9

125,173,39, ditahun 2016 mencapai

323,045,17. Kabupaten terakhir yaitu

Trenggalek pada tahun 2012 PAD

mencapai 70,197,613 dan ditahun

2016 mencapai angka 182,174,29.

Hal ini merupakan dampak dari

adanya kebijakan otonomi daerah

yang diterapkan pemrintah sejak

tahun 2001 silam, sehingga daerah

tersebut harus berpikir ekstra agar

tidak bergantung pada pusat dan

mengetahui apa yang layak

dieksploitasi secara arif dan

dijadikan sumber pendapatan asli

daerah. Latar belakang lainnya dari

peningkatan PAD ini dikarenakan

daerah-daerah tersebut sudah

mengetahui potensi yang ada di

wilayahnya masing-masing, karena

masing daerah dituntut untuk

mandiri, walaupun masih

mendapatkan kucuran dana dari

pemerintah pusat. Komponen

Pendapatan Asli Daerah ini terdiri

dari pajak daerah, retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan, dan dari lain-lain

PAD yang sah.

Grafik 2. Perkembangan Dana Perimbangan

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah, data diolah

Perkembangan dana perimbangan

dari tahun ke tahun selalu

mengalami kenaikkan yang cukup

signifikan. Dimana di Kabupaten

Blitar ini memiliki rata-rata dana

perimbangan yang di bilang cukup

tinggi yaitu sekitar

1.212.680.003.983 miliar rupiah per

tahun. Namun dilihat dari

pendapatan asli daerah Kabupaten

Blitar ini berada pada peringkat

ketiga yang menghasilkan

pendaptan yang cukup sedikit jika di

bandingkan dengan dana bantuan

atau dana perimbangan yang

diberikan pemerintah pusat

berbanding terbalik. Bisa diartikan

bahwasanya Kabupaten Blitar ini

masih kurang dalam

pemanfaatannya dalam pengelolaan

potensi daerah yang dimilikinya.

Selanjutnya ialah pada Kabupaten

Kediri dimana memiliki rata-rata

dana bantuan atau dana

perimbangan yang diberikan oleh

Pemerintah Pusat sebesar

Page 10: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 10

1.330.563.574.580 miliar juta rupiah.

Hal ini cukup tinggi bila di

bandingkan dengan Kabupaten

Blitar, namun dilihat juga dari

pendapatan asli daerah di

Kabupaten Kediri menduduki

peringkat pertama dengan

pendapatan asli daerah yang cukup

tinggi. Pemerintah Daerah

Kabupaten Kediri ini sudah di bilang

bai karena perbandingan PAD

dengan Dana Perimbangan tinggi

dan lebih rendah dari dana bantuan

yang diberikan oleh Pemerintah

Pusat. Serta Kabupaten Kediri ini

sudah memanfaatkan potensi

daerah secra maksimal. Kemudian

pada Kabupaten Nganjuk, dilihat dari

data dana perimbangan yang

diperoleh ialah rata-rata sebesar

1.156.233.267.136 miliar juta rupiah.

Dengan pendapatan asli daerah

Kabupaten Nganjuk ini menduduki

peringlat kedua setelah Kabupaten

Kediri. Hal ini sudah bisa dikatakan

cukup tingggi karena sama hal nya

dengan Kabupaten Kediri dana

bantuan lebih sedikit dari pada

pendapatan asli daerah yang

diterima oleh Kabupaten Nganjuk.

Secara tidak langsung Kabupaten

Nganjuk ini bisa bersaing dengan

kabupaten lainnya dengan potensi

daerah yang dimilikinya. Di sisi lain

pemerintah harus benar-benar

menepatkan perencanaan

pemabangunan yang berkelanjutan

yang baik dan tepat serta sesuai

dengan peraturan daerah dan

undang-undang yang berlaku serta

bisa memiliki dampak yang baik

untuk kesejateraan masyarakat.

Selanjutnya ialah pada Kabupaten

Trenggalek, bisa dilihat bahwasanya

untuk kenaikkan dana perimbangan

setiap tahunnya mengalami

kenaikkan dan dilihat di tahun 2015

ini kenaikkan dan perimbangan yang

diterima Pemerintah Daerah

Kabupaten Trenggalek cukup tinggi

hingga mencapai satu miliyar lebih

dengan lebih tepatnya ialah

1.217.293.670.903 miliar juta rupiah.

Serta Kabupaten Trenggalek ini

memiliki rata-rata dana perimbangan

yang diterimasetiap tahunnya ialah

berkisar 954.845.964.392 miliar juta

rupiah. Jika dibandingakan dengan

pendapatan asli daerah yang

diterima oleh Kabupaten Trenggalek

ini lebih sedikit dibandingkan dengan

dana perimbangan yang di terima

oleh Pemerintah Daerah. Di sisi lain

juga bisa dilihat dari data yang

disajikan bahwasanya Kabupaten

Trenggalek cukup baik karena

menerima dan bantuan paling sedikit

dibandingkan dengan kabupaten

lainnya. Namun yang buruk ialah

Kabupaten Trenggalek ini menerima

pendapatan asli daerah yang paling

sedikit dari pada kabupaten lainnya.

Oleh karena itu, Pemerintah daerah

serta Pemerintah pusat bisa lebih

memperhatikan daerah daerah yang

benar-benar belum mampu untuk

mengelola potensi yang ada di

daerah tersebut serta perlu bantuan

untuk perencanaan pembangunan

yang baik dan tepat dan tidak lepas

dari pembangunan yang

berkelanjutan.

Page 11: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 11

Grafik 3. Rasio PAD Terhadap Total Penerimaan Daerah

Sumber: Data olahan

Dapat dilihat dari grafik 3 di atas

Menunjukan Rasio PAD terhadap

total Penerimaan Daerah Keempat

kabupaten ini memiliki PAD yang

berbeda Dimana Kabupaten Blitar ini

Mengalami Tren Peningkatan dalam

5 tahun terakhir ini dari 5,99 pada

tahun 2012 dan terus meningkat

sampai 8,44 Pada tahun 2016.

Sedangkan Kediri pun mengalami

Tren Peningkatan yang cukup

signifikan dari 5 tahun terakhir ini

dari 0,66 pada tahun 2012

meningkat sampai 11,72 pada tahun

2016. Total dari nilai rasio kab Kediri

ini paling tinggi dalam lima tahun

terakhir ini di antara kabupaten

lainya. Kemudian Kab Nganjuk

Memiliki rasio yang paling kecil di

bandingkan dengan kabupaten lain

dimana sekisar 0,03 sampai 0,06

selama lima tahun terakhir ini dan

yang terakhir Kab.Trenggarek pada

lima tahun terakhir ini mengalami

situasi Fluktuatif dimana rasio

kabupaten Trenggarek mengalami

peningkatan dan penurunan di lima

tahun terakhir ini.

Grafik 4. Analisis Kemandirian Fiskal Daerah

Sumber: Data olahan

Page 12: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 12

Dari grafik 4 di atas terlihat, maka

nilai rasio kemandirian fiskal

Kabupaten Trenggalek dari tahun

2012-2016 nilainya lebih dari 100.

Hanya saja pada tahun 2015 yang

dibawah 100. Hal ini berarti bahwa

kemampuan keuangan Kabupaten

Trenggalek sudah dikatan tinggi

dengan pola hubungan yang

delegatif. Nilai kemandirian fiskal

Kabupaten Nganjuk dari tahun 2012-

2016 nilainya tinggi dengan pola

hubungan yang delegatif.

Sedangkan Dari tabel diatas terlihat,

maka nilai rasio kemandirian fiskal

Kabupaten Blitar dari tahun 2012-

2016 nilainya lebih dari 100. Hal ini

berarti bahwa kemampuan

keuangan Kabupaten Kediri sudah

dikatan tinggi dengan pola hubungan

yang delegatif. Dan Kab. Blitar nilai

rasio kemandirian fiskal Kabupaten

Blitar dari tahun 2012-2016 nilainya

lebih dari 100. Hal ini berarti bahwa

kemampuan keuangan Kabupaten

Blitar sudah dikatan tinggi dengan

pola hubungan yang delegatif.

Grafik. 5 Efektifitas Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Data olahan

Dari grafik 5 di atas terlihat bahwa

nilai efektivitas PAD Kab.

Trenggalek dari tahun 2012-2014,

nilainya lebih dari 100. Hanya saja di

tahun 2015-2016 nilainya kurang

dari 100. Nilai yang lebih dari 100 ini

berarti bahwa dalam pengelolaan

keuangan Kabupaten Trenggalek

tidak efektif. Hal ini menunjukkan

bahwa anggaran Kabupaten

Trenggalek dalam tahun 2012-2014

mengalami defisit. Mengacu kepada

metode penelitian tersebut di atas

tentang pedoman penilaian dan

kemampuan keuangan, maka

kriteria pengelolaan keuangan

daerah Kab. Nganjuk dikatakan

hampir efisien, karena bernilai di

atas 90% namun ada bebrapa yang

lebih dari 100%, ini berarti anggaran

Kabupaten Nganjuk mengalami

defisit. Tabel berikut memperlihatkan

perkembangan tingkat efisiensi

anggaran Kabupaten Nganjuk

selama lima tahun (2012-2016).

Sedangkan Dari tabel diatas terlihat

Page 13: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 13

bahwa nilai efektivitas Kab. Blitar

dari tahun 2012-2015, nilainya lebih

dari 100. Hanya saja di tahun 2016

nilainya kurang dari 100. Nilai yang

lebih dari 100 ini berarti bahwa

dalam pengelolaan keuangan

Kabupaten Blitar tidak efektif. Hal ini

menunjukkan bahwa anggaran

Kabupaten Blitar dalam tahun 2012-

2015 mengalami defisit. Dan Dari

Tabel di atas menunjukkan

bahwasanya nilai efektivitas PAD

Kab. Kediri dari tahun 2012 ini

sampai dengan tahun 2016 nilai

lebih dari 1,00 %. Hanya saja pada

masa dua tahun antara 2015 smapai

dengan 2016 ini mengalami

penurunan yang sangat drastis

dengan nilai dibawah dari 1,00%.

Jika nilai efektivitas keuangan

daerah Kabupaten Kediri ini lebih

maka tidak efektif. Dan menunjukkan

bahwa keuangan daerah Kabupaten

Kediri mengalami defisit.

Grafik 6. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Data olahan

Berdasarkan grafik 6 di atas

perbandingan dari 4 kabupaten eks-

Karesidenan Kediri, bahwasanya

rasio efektivitas PAD Kab. Blitar

mengalami penurunan pada tahun

2016, kemudian rasio efektifitas PAD

Kab. Nganjuk mengalami naik turun

dan hal itu dari tahun 2014 samapi

2016 terus mengalami penurunan

samapi mencapai 91,99%. Rasio

efektitas Kab. Kediri stagnan dari

tahun 2012-2013 dan naik pada

tahun 2014 dan mengalami

penurunan dari tahun 2014-2016

samapi mencapai 0,10%, Kab. Kediri

merupakan rasio efektifitas terendari

dari 4 Kabupaten Eks-Kediri. Rasio

efektifitas PAD Kab. Trengalek

merupakan Kabupaten yang unggul

dari ke-4 yaitu mengalami kenaikan

dari tahun 2012-2014 dan menurun

di tahun 2015 kemudian mengalami

kenaikan kembali pada tahun 2016.

PENUTUP Kesimpulan Dari hasil analisis mengenai

kemandirian dan kemampuan

keuangan daerah di wilayah eks-

karesidenan kediri yang meliputi

Page 14: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 14

analisis data perkembangan

pendapatan asli daerah,

perkembangan dana perimbangan,

rasio pendapatan asli daerah

terhadap pendapatan asli daerah,

analisis kemandirian fiskal daerah,

efektifitas pendapatan asli daerah,

dan rasio pendapatan asli daerah.

Maka pendapatan asli daerah di

empat kabupaten ini terus

mengalami peningkatan secara

signifikan. Namun di sisi dana

perimbangan masih terus

mengalami peningkatan, hal ini

menunjukkan masih buruknya

kemampuan keuangan daerah,

karena masih tergantung suntikan

dana dari pusat atau yang dikenal

dengan transfer dari pusat.

Kemampuan keuangan yang berasal

dari daerah sendiri harus dikelola

secara optimal, agar ketergantungan

dari pusat bisa terkurangi.

Saran Kinerja dari keempat kabupaten

belum mampu mencukupi kebutuhan

daerahnya secara mandiri, maka

daripada itu pemerintah daerah dari

masing-masing kabupaten ini wajib

untuk meningkatkan sumber-sumber

penerimaan daerah dalam hal ini

yaitu pendapatan asli daerah

dengan mendorong peningkatan

komponen-komponennya berupa

pajak daerah, retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah, dan

lain-lain Pendapatan Asli Daerah

yang sah. Suatu hal yang cocok

untuk diterapkan yaitu dengan

memperkuat kelembagaan,

meningkatkan besaran tarif

pajak/retribusi daerah secara

proporsional, mempertahankan atau

meningkatkan keefektivitasan dalam

pemungutan pajak/ retribusi daerah

serta memberlakukan sistem

transparan. Apabila ini bisa

diwujudkan, maka daerah yang ada

di eks-karesidenan Kediri ini bisa

lebih baik lagi dalam hal keuangan

daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, L. N. (2014). Perencanaan Dan Penganggaran Pada Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (Bpws) , 3-9.

Choliq,A..(2012). Kajian Undang-Undang Otonomi Daerah Terhadap Persoalan Batas Wilayah. Jurnal Hukum. Xxviii(2).

Cicilia, V. S. E., Sri Murni dan Daisy M. Engka. 2015. Analisis Efisiensi dan Efektivitas serta Kemandirian Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah 17(2). https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jpekd/article/view/10245/9831 Diakses pada tanggal 28 Mei 2018.

Departemen Keuangan Indonesia. (2009). Buku 2 Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (Bpk).

El, H., Eka, L., & Jannah, N. U. R. (n.d.). Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Kabupaten Mojokerto) 10(1): 1–8.

Mawakere, L. T. J. M. L. 2014. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Masa Otonomi Daerah pada Kabupaten Minahasa Tenggara. 2(2): 755–767.

Indah. (1993). Hubungan Wewenang Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Dalam Negara

Page 15: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 15

Kesatuan Republik Indonesia. Kurniasih, D., & Daerah, O. (N.D.).

Penyelenggaraan Desentralisasi Fiskal Di Kabupaten Bandung, 1–14.

Machmud Masita, G. K. (2014). Analisis Kinerja Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2007-2012 , 1-8.

Made,I..(2016). Pelaksanaan Dan Permaslahan Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Jurnal Ganec Swara. 10(1).

Mahardika, I. G. N. S. (2011). Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Di Era Otonomi Pada Pemerintah Kabupaten Tabanan, 733–750.

Makhfudz,M. Kontroversi Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jurnal Hukum. 3(2).

Muin,F.(2014). Otonomi Daerah Dalam Persepektif Pembngunan Urusan Pemerintah-Pemerintah Daerah Dan Keuangan Daerah. Jurnal Ilmu Hukum. 8(3).

Nurhayati. 2015. Analisis rasio keuangan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Ilmiah Cano Ekonomos 4(33).

Rahman, N., Naukoko, A. dan Londah, A. 2014. Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah di Provinsi Sulawesi Utara (Studi Pada Kota Manado dan Kota Bitung. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi 14(3): 56–70.

Ramadhani, F. 2016. Analisis Kemandirian dan Efektivitas Keuangan Daerah di Kota Tarakan Tahun 2010-2015. Jurnal Ekonomi Pembangunan 14(1).

Rasyid, T. (2012). Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah , 1-10.

Rendi, S. (2014). Pendekatan Dalam Proses Perencanaan Dan

Penyusunan Abk ,3-6. Sahrul, A...(2011). Konsep Dasar

Otonomi Daerah Dalam Era Reformasi. Jurnal Ganec Swara. 5(1).

Santoso,P.(2010). Satu Dekade Separuh-Jalan Proses Desentralisasi. Jurnal Desentralisasi. 8(5).

Saputra, D. 2014. Analisis Kemandirian dan Efektivitas Keuangan Daerah pada Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Barat. Artikel Ilmiah Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. 1–26. http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/viewFile/871/621 Diakses pada tanggal 28 Mei 2018.

Sasana, H. 2015. Dampak Implementasi Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Stabilitas Harga di Provinsi Indonesia. Jurnal Media Ekonomi dan Manajemen 30(1): 1–14.

Savitry, E. 2011. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 2007-2011 di Kota Makassar. Jurnal Ilmu Pemerintahan 4: 23–34.

Setiawan, A. 2010. Analisis Kinerja Keuangan Daerah pada Era Otonomi di Kabupaten Boyolali. Skripsi. Universitas Negeri Surakarta. https://core.ac.uk/download/pdf/12347140.pdf. Diakses pada tanggal 23 Mei 2018.

Situngkir, F. (2014). Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Ekonom, 17(3), 125–137.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supriyadi, Armandelis dan Rahmadi, S. 2013. Analisis Desentralisasi

Page 16: JURNAL KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP …€¦ · Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat

JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH Page 16

Fiskal di Kabupaten Bungo. 1(1): 1–10.

Suryani, & Faisal, H. B. (2016). Analisis Kondisi Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Di Aceh Dan Di Sumatera Utara. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi, 23(1), 63–71.

Wirawan,R.,& Mardiyono.,& Nurpratiwi, R. 2015.Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. Malang: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. 4(2), 2442-2962.