JURNAL KARYA ILMIAH PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLRES MATARAM Program Studi Ilmu Hukum Oleh : AGUST HENRA ADIGUNA D1A114016 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2019
JURNAL KARYA ILMIAH
PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
DI WILAYAH HUKUM POLRES MATARAM
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
AGUST HENRA ADIGUNA
D1A114016
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
DI WILAYAH HUKUM POLRES MATARAM
Oleh :
AGUST HENRA ADIGUNA
D1A114016
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Abdul Hamid, S.H., M.H.
19590731 198703 1 002
PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
DI WILAYAH HUKUM POLRES MATARAM
Agust Henra Adiguna
D1A114016
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pengedar,
pengguna dan pengedar sekaligus pengguna, selain itu juga untuk mengetahui faktor
penghambat dalam penegakan hukum serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan
pelaksanaan penegakan hukum penyalahgunaan tindak pidana narkotika di wilayah hukum
Kepolisian Resort Mataram. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris,
Metode pendekata yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Undang-Undang,
pendekatan konseptual dan pendekatan sosiologis. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini
yaitu data primer, data sekunder dan data tersier. Teknik dalam pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan cara studi dokumen, wawancara dan penentuan informan dan
responden. Setelah dilakukan penelitian, dapat disimpulkan penegakan hukum tindak pidana
penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum Kepolisian Resort Mataram lebih menekankan
cara preventif dan represif, upaya Preventif adalah segala upaya untuk mencegah terjadinya
tindak pidana dengan menghapuskan faktor-faktor kesempatan, dengan cara melakukan
patroli, mengadakan penyuluhan hukum, ke masyarakat dan sekolah-sekolah.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Penyalahgunaan Narkotika.
LAW ENFORCEMENT PRACTICE TOWARDS DRUGS ABUSE
IN POLRES MATARAM JURISDICTION
ABSTRACT
This research aims to figure out the law enforcement practice towards drug dealers,
drug abuser, as well as both in Polres Mataram Jurisdiction. This research also intends to
examine obstacles as well as efforts that have been taken to address the obstacles in law
enforcement towards the offence. This research is an Empirical Research, The method of
approach used in this research is the Law approach, conceptual approach and sociological
approach. The data used in this study are field data and library data. The type of data obtained
in this study are primary data, secondary data and tertiary data. The technique in collecting
data used is by studying documents, interviewing and determining informants and
respondents This research concludes that the law enforcement practice towards drug abuse in
Polres Mataram jurisdiction tends to undertake prevention over repressive efforts. Prevention
is any efforts taken to prevent the criminal acts from occurring by eliminating chances for
doing so through carrying out patrols, and organizing counseling to community and schools.
Keywords: Law Enforcement, Drug Abuse.
i
I. PENDAHULUAN
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk pengobatan penyakit tertentu dan kepentingan ilmu pengetahuan. Namun,
jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat
menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat
khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya
yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya
akan dapat melemahkan ketahanan nasional.1
Moh. Taufik Makaro menyatakan:
“Zat-zat narkotika yang semula ditunjukan untuk kepentingan pengobatan, namun
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya perkembangan
teknologi obat-obatan maka jenis-jenis narkotika dapat diolah sedemikian banyak
seperti yang terdapat pada saat ini, serta dapat pula disalahgunakan fungsinya
yang bukan lagi untuk kepentingan dibidang pengobatan, bahkan sudah
mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa.” 2
Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika di atur:
“Tujuan Undang-Undang Narkotika:
a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika;
1Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika 2 Moh. Taufik, Suhasril, Moh. Zakky, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, 2005,
hlm. 19
ii
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
dan
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitas medis dan sosial bagi
penyalahguna dan pecandu narkotika.”
Meskipun zat-zat diperbolehkan untuk kepentingan dunia kesehatan dan
pemakaiannya dalam dunia ahli kesehatan yang sangat ketat serta kepentingan
penelitian, namun ternyata banyak orang yang bukan karena alasan kesehatan
yang diduga aktif menggunakan narkotika.
Kepolisian merupakan suatu lembaga pemerintahan yang bergerak
dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Menurut Undang-
Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara dibidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayom
dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam hal penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana
penyalahgunaan narkotika, kepolisian diharapkan mampu memaksimalkan
pemberantasan penyalahgunaan narkotika di masyarakat yang semakin hari
menunjukkan kekhawatiran. Pemakai narkotika juga semakin meluas dan
membesar karena sudah merambah kekalangan masyarakat kurang mampu, baik
di kota maupun di desa.3
Berdasarkan data perkembangan kasus tindak pidana narkotika pada tahun
2017 dari Direktorat Reserse Kriminal Narkoba Polda NTB, terdapat 327 kasus
tindak pidana narkotika. Dari 10 Polres jajaran Polda NTB, untuk kasus tindak
pidana narkotika terbanyak terjadi di Polres Mataram dengan jumlah kasus
3Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2009, hlm. XIII
iii
sebanyak 30 kasus. Jika dibandingkan dengan data perkembangan kasus tindak
pidana narkotika pada tahun 2018, jumlah kasus tindak pidana narkotika yang
terjadi sebanyak 309 kasus yang tercatat sampai dengan bulan Agustus 2018. Dari
10 Polres jajaran Polda NTB, untuk Polres Mataram kasus tindak pidana narkotika
sebanyak 31 kasus sampai dengan bulan Agustus 2018. Dapat dikatakan terjadi
kenaikan sebesar 0,03% sampai dengan bulan Agustus 2018.
“Penyelidikan adalah serangkaiaan tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
KUHAP No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana”.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui pelaksanaan
penyelidikan dan penyidikan terhadap pengedar, pengguna dan pengedar
sekaligus pengguna narkotika, apa saja hambatan dalam melaksanakan
penyelidikan dan penyidikan, serta bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan
dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika di
wilayah hukum Polres Mataram.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum empiris. Dalam penelitian ini mengkaji mengenai pelaksanaan KUHAP
No. 1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana terhadap penyalahguna
Narkotika di wilayah hukum Polres Mataram.
iv
II. PEMBAHASAN
Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika di Kota Mataram.
Untuk mencari tahu mengenai proses penegakan hukum terhadap
tindak pidana penyalahguna narkotika di wilayah Kepolisian Resor Mataram
penulis mewawancari salah satu anggota Reserse Kriminal Narkoba Polres
Mataram yang bernama Bripka I Dewe Putu Yuda Saputra, S.H. Adapun
rangkaian penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian Resor Mataram
mulai dari proses menerima laporan telah terjadinya suatu tindak pidana,
penyelidikan, penyidikan, pelimpahan berkas perkara kepada jaksa penuntut
umum hingga ke pengadilan sebagaimana ketentuan KUHAP No.8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undnag Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
“Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah
atau pandangan nilai yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tidak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan
hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan
keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukuman in concreto
v
dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil dengan
menggunakan prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.”4
Adapun rangkaian penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian
mulai dari proses menerima laporan telah terjadinya suatu tindak pidana,
penyelidikan, penyidikan, pelimpahan berkas perkara kepada jaksa penuntut
umum hingga ke pengadilan sebagaimana ketentuan KUHAP No.8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undnag Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang.5
Pasal 1 butir 5 KUHAP Penyelidikan adalah serangkaiaan tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Penyelidikan dilakukan berdasarkan informasi atau laporan yang
diterima maupun diketahui langsung oleh penyelidik atau penyidik, Laporan
Polisi, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
dan Berita Acara Pemeriksaan tersangka atau saksi.
4 Delyan Sahnt, Konsep Penegakan Hukum, (Yogyakarta : Liberty, Edisi Cetak Ulang,
2004), hlm. 32 5 M. Husein Harun. Penyidik dan penuntut dalam proses pidana. PT Rineka Cipta.
Jakarta. 1991, hlm. 56
vi
Penyebab penyalahgunaan narkotika ini biasanya berasal dari faktor
individu, faktor sosial budaya dan juga dari faktor lainnya. Tapi yang paling
utama terjadinya penyalahgunaan narkotika tentu karena banyak tersedia di
mana-mana baik permukiman, sekolah, kampus, warung-warung kecil dan
lain sebagainya.
Jadi peningkatan pengendalian, pengawasan dan kordinasi sebagai
upaya penanggulangan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika sangat diperlukan. Upaya penanggulangan tindak pidana
narkotika Negara Republik Indonesia dalam hal ini pemerintah memberikan
tugas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BNN. Dalam upaya
penanggulangan, Satuan Reserse Narkotika Polres Mataram bekerjasama
dengan Satuan Pembinaan Masyrakat (Binmas), Polda NTB dan BNNP NTB
memiliki satuan penyuluhan dan pencegahan tersendiri.
Hambatan Yang Dihadapi Oleh Satuan Reserse Narkotika Polres
Mataram Dalam Melaksanakan Penyelidikan dan Penyidikan Terhadap
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Adapun hambatan-hambatan yang ditemukan oleh Satuan Reserse
Narkotika Polres Mataram antara lain:
Pencegahan (Preventif):
a. Ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi narkotika, jika
mereka sudah mengerti tentang bahaya mengkonsumsinya mengapa mereka
masih juga memakainya; b. Banyaknya tempat hiburan malam illegal yang
vii
diduga menjadi peredaran gelap narkotika; c. Kampanye untuk menunjukkan
bahaya penggunaan narkotika masih kurang bisa menggapai ke seluruh
plosok-plosok daerah karena kurangnya dana; d. Kurangnya kerja sama
antara aparat dengan masyarakat dalam mengungkap sindikat narkoba.
Penindakan (Represif):
a. Belum adanya penyidik yang bisa masuk dalam jaringan sindikat narkoba
untuk dapat mengontrol kegiatan peredaran gelap narkoba guna keberhasilan
pengungkapan kasus tindak pidana; b. Modus yang dijalankan pengedar
narkotika makin bervariasi dan terorganisir terencana matang sehingga aparat
mengalami hambatan dalam pengungkapannya; c. Ketidaktegasan sanksi
yang diberikan pemerintah kepada pelaku penyalahgunaan narkotika; d.
Peredaran narkotika masih sulit diberantas karena produk hukum yang ada
kurang bisa menjerat bandar narkotika; e. Banyaknya warga masyarakat yang
enggan untuk dijadikan saksi baik pada saat dilakukan pemeriksaan dan
penggeledahan terhadap diri tersangka maupun tempat tertutup lainnya
terlebih lagi sebagai saksi untuk dimintai keterangannya yang dituangkan
dalam berita acara pemeriksaan; f. Kurangnya personil sehingga banyak
tempat-tempat yang disinyalir menjadi tempat peredaran gelap narkotika
tidak dapat diawasi secara menyeluruh; g. Kurangnya personil penyidik
satuan reserse kriminal narkoba Polres Mataram yang hanya berjumlah 3
orang.
viii
Hambatan Yang Dihadapi Oleh Satuan Reserse Narkotika Polres
Mataram Dalam Melaksanakan Penyelidikan dan Penyidikan Terhadap
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Salah satu tindakan nyata upaya preventif adalah melaksanakan kegiatan
kepolisian seperti razia kendaraan bermotor yang setiap saat apabila
dipandang diperlukan, mengadakan tes urien pada internal kepolisian untuk
menjaga asumsi bahwa tidak ada yang kebal dengan hukum, melakukan razia
pemeriksaan tempat hiburan malam, razia kos-kosan di daerah wisata hal ini
bertujuan untuk menertibkan masyarakat agar taat hukum dan mengetahui
sangsi hukum jika melanggar atau melakukan perbuatan hukum seperti
menggunakan narkotika yang dapat merusak moral bangsa.
Hasil wawancara dengan anggota BNNP NTB yang bernama Bapak
Andreas, BNNP NTB juga melaksanakan upaya penegakan hukum pidana
dengan cara melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk pengungkapan
kasus narkotika yang ada di Kota Mataram. Sebagaimana tercantum di
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Badan
Narkotika Nasional dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83
Tahun 2007 Tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi
dan Badan Narkotika Kabupaten atau Kota. Kewenangan Badan Narkotika
Nasional (BNN) hanya bersifat koordinatif dan administratif serta BNN
merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten atau
kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan
ix
Bupati atau Walikota. Kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) setelah
lahirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
mengalami peningkatan, yakni dalam mencegah dan memberantas
penyalahguna dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika BNN
diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.
BNNP NTB melakukan upaya tersebut dengan cara penggerebekan
dan penangkapan terhadap penyalahguna narkotika. Apabila terbukti sebagai
pengguna atau pecandu maka akan dilakukan proses rehabilitasi, sedangkan
yang terbukti pengedar atau bandar narkotika maka akan diproses hukum
pidana dan menerima sanksi, baik berupa hukuman penjara, denda,
pencabutan hak tertentu dan hukuman mati. BNN Kota Mataram dalam
tindakan penyelidikan dan penyidikan kasus tindak pidana narkotika juga
bekerja sama dengan Kepolisian Resor Mataram.
BNNP NTB terus melakukan upaya kerjasama dengan Polres Mataram,
Polsek setempat dan Pemerintah Kota Mataram Dalam penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, penyidik BNN Kota
Mataram melaksanakan tindakan berdasarkan Standar Operasional Prosedur
(SOP) sebagaimana yang telah ditetapkan.
Upaya Yang di Lakukan Kepolisian Resor Mataram Untuk Mengatasi
Kendala Dalam Melaksanakan Penyelidikan dan Penyidikan Terhadap
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
1) Menambah jumlah penyidik agar kasus cepat diselesaikan.
x
Menurut Bapak penyidik pembantu Bripka I Dewa Putu Yuda Saputra,
dalam hal penambahan tenaga penyidik, Reserse Narkoba Polres Mataram
telah mengajukan permintaan penambahan tenaga penyidik kepada satuan
atas yaitu Polda NTB. 2) Melakukan kordinasi dengan BNN tentang
rehabilitasi dan penegakan hukum.
Agar tidak terjadi tumpang tindih yang dapat menghambat dalam proses
penegakan hukum terhadap kasus penyalahgunaan narkotika, maka
Kepolisian Resor Mataram dipandang perlu melakukan kordinasi dengan
BNN. Dengan adanya koordinasi Kepolisian dengan BNN diharapkan
dapat menciptakan kerjasama yang kuat dalam memberantas tindak pidana
penyalahgunaan narkotika sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika. 3) Melakukan sosialisasi dan pendekatan
terhadap masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
Mengingat masyarakat banyak yang tidak mengetahui atau kurang
mengetahui tentang bahaya penyalahgunaan narkotika, maka perlu
diadakan sosialisasi, seminar dan pendidikan baik itu di sekolahan,
universitas, dan kantor-kantor serta memberikan pesan kepada masyarakat
agar tidak takut dalam memberikan informasi tentang narkotika. 4)
memasang spanduk atau iklan baik di media cetak atau elektronik tentang
bahaya penyalahgunaan narkotika.
Setelah kita melihat jumlah dan membaca dinamika masyarakat,
keterbatasan jumlah anggota Kepolisian dan BNN, maka perlu dipasang
spanduk atau iklan baik di media cetak atau elektronik tentang bahaya
xi
penyalahgunaan narkotika, sehingga masyarakat mendapat informasi
secara merata dan dapat memahami dampak yang terjadi akibat
penyalahgunaan narkotika. 5) Melakukan pendekatan terhadap tokoh
agama, tokoh pemuda, masyarakat, serta perangkat desa guna membangun
semangat anti narkotika agar penerus bangsa dapat bebas dari tindak
pidana narkotika.
xii
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap pengedar, pengguna dan
pengedar sekaligus pengguna narkotika di wilayah hukum Kepolisian Resor
Mataram berpedoman pada KUHAP No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana, Undang-Undnag No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tentang
Managemen Penyidikan Tindak Pidana dan Peraturan Kepala Badan Reserse
Kriminal No. 4 Tahun 2014 Tentang SOP Pengawasan Penyidikan Tindak
Pidana. Untuk Memaksimalkan Penegakan Hukum Kepolisian Resor Mataram
menekankan cara preventif dan represif. 2. Faktor-faktor penghambat dalam
pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan
narkotika di wilayah hukum Polres Mataram yaitu fasilitas pendukung kinerja
yang kurang memadai seperti laboratorium, kurangnya jumlah personil atau
penyidik dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam memberikan informasi
ataupun menjadi saksi, hal ini dikarenakan masyarakat takut dikucilkan pihak
tersangka atau keluarga tersangka dan lingkungan disekitar. 3. Upaya yang
dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan penyelidikan dan
penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika di wilayah
xiii
hukum kepolisian Resor Mataram adalah dengan cara menambah fasilitas
yang menunjang seperti Laboratorium, menambah jumlah personil atau
penyidik, meningkatkan kedisplinan dan perbaikan kinerja para anggota
kepolisian dan saling berkordinasi dengan instansi terkait seperti BNN dalam
membrantas peredaran gelap narkotika serta memberikan keyakinan dan
perlindungan hukum oleh polisi kepada saksi-saksi pelapor, melakukan
penyuluhan-penyuluhan hukum tentang bahaya narkotika, menghimpun
masyarakat dan membentuk suatu komunitas anti narkoba.
Saran
1. Untuk mengoptimalkan pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan
narkotika dan predaran gelap narkotika, jajaran Kepolisian Resor Mataram
seharusnya lebih giat lagi melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan
penyuluhan-penyuluhan hukum tentang bahaya narkotika, meningkatkan
patroli dan razia ke tempat-tempat yang dicurigai banyak beredar narkotika
seperti café atau tempat hiburan malam, serta mempelajari lebih dalam modus-
modus yang digunakan oleh pelaku. 2. Pihak Kepolisian saling berkordinasi
dengan instansi lain untuk tercapainya penegakan hukum yang maksimal
terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika, seperti BNN dan Dinas
Kesehatan. 3. Untuk mendukung kinerja Polisi dalam memberantas tindak
pidana penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika, fasilitas
seperti uji Laboratorium perlu ditingkatkan lagi fasilitas dan pelayanannya
sehingga hasil uji terhadap pengguna narkotika dapat dikeluarkan dengan cepat
karena didukung oleh fasilitas yang memadai.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Delyan Sahnt, Konsep Penegakan Hukum, (Yogyakarta : Liberty, Edisi Cetak
Ulang, 2004).
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Buku I, Cetakan Keenam, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996
Makarao, Moh Taufik ,Tindak Pidana Narkotika, Cet 2, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2005.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.
Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,Rajawali
Pers, Jakarta, 2013.
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1986.
Supramono, G, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2009.
Undang-Undang
Indonesia, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Lembaga
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3698.
Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara,
Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168.
Indonesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Lembaga
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 143.
Keputusan Kapolri No. Pol Kep/54/X/2002, Organisasi Tata Kerja Kepolisian
Negara Republik Indonesia Resor (Polres).
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2012
Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.