Top Banner
JURNAL ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT Oleh : JOHAN SAPUTRO NBI : 411306058 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2018
17

JURNAL - repository.untag-sby.ac.idrepository.untag-sby.ac.id/180/8/JURNAL.pdf · jurnal analisis faktor yang mempengaruhi efektifitas biaya pengelolaan limbah rumah sakit oleh :

Oct 22, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • JURNAL

    ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

    EFEKTIFITAS BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH

    RUMAH SAKIT

    Oleh :

    JOHAN SAPUTRO

    NBI : 411306058

    PROGRAM STUDI

    TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

    2018

  • ABSTRACT

    In general, waste issues include the handling and management of waste

    from waste sources to land disposal, technology selection and management of

    appropriate waste management to achieve the desired goal of selecting waste

    combustion technology with incinerator engine in order to minimize costs

    incurred by PHC (Port Healt Care) Hospital Surabaya . Related to that many

    factors that greatly affect the process of burning medical waste.

    This research uses linear regression programming supported by computer

    program used to analyze statistic that is SPSS and variable used is (Y) = cost, (X1)

    = waste weight, (X2) = duration of burning time. This analysis uses several tests

    such as: Heteroskedasticity Test, Normal Data of Residual Data Test, Validity

    Test and Reability of data taken from this research is secondary data obtained

    from third party waste management that is CV.NOVALINDO.

    Based on the completion of this analysis can be obtained information

    decisions among the most influential factors in the effectiveness of the cost of

    waste management is the weight of waste and combustion time. From these

    factors can explain the positive relationship simultaneously between variable

    weight of waste (X1) and duration of combustion (X2) to the management cost of

    89%. It shows that the longer the burning time, and the heavier the waste, the

    greater the cost of waste management required.

    Keywords : Hospital waste, cost effectiveness by linear regresion method.

  • PENDAHULUAN

    Pencemaran lingkungan akibat sampah semakin lama akan semakin

    mengkhawatirkan apabila tidak ada usaha yang efektif untuk mengatasinya.

    Pencemaran akibat sampah bukan saja terhadap tanah, tapi juga terhadap udara

    dan air. Terjadinya proses pencemaran lingkungan oleh sampah akibat adanya

    berbagai macam unsur organik dan non-organik pada sampah yang tertimbun

    menjadi satu. Sampah yang sudah cukup lama tertimbun tanpa dilakukan

    pengolahan akan berpotensi untuk menjadi bahan pencemar. Kondisi akan

    diperparah dengan adanya hujan yang membasahi timbunan sampah.

    Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik

    tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3).

    Sekitar 10 sampai 15 persen dari keseluruhan limbah rumah sakit merupakan

    limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain merkuri (Hg).

    Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan

    sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya,

    sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik

    (Pristiyanto, 2000).

    Pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukkan hanya 53,4

    persen rumah sakit yang sudah melaksanakan pengelolaan limbah cair, dan dari

    rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1 persen melakukan dengan

    instalasi IPAL dan septic tanc (tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah hanya

    dilakukan oleh 57,5 persen rumah sakit, dan dari rumah sakit yang melakukan

    pemeriksaan tersebut yang telah memenuhi syarat baku mutu adalah 63 persen

    (Arifin, 2008).

    Limbah rumah sakit tidak hanya berdampak negatif terhadap kualitas

    lingkungan baik fisik, kimia, biologis serta ekosistem perairan (sungai), tetapi

    juga berpotensi mengeluarkan penyakit. Sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476

    rumah sakit yang ada, hanya 49 persen yang memiliki insinerator dan 30 persen

    memiliki IPAL. Kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang

    1

  • Memenuhi syarat jumlahnya mencapai 52 persen. Kondisi tersebut dapat

    disebabkan karena mahalnya biaya pembuatan insinerator ataupun IPAL pada

    khususnya dan keseluruhan pengelolaan limbah pada umumnya (Djaja dan

    Maniksulistya, 2006)

    Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit,

    limbah padat (klinis, non klinis dan infeksius) dan limbah cair. Sesuai dengan

    Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepmen no 58/MenLH/12/1995 tentang

    pengelolaan limbah, rumah sakit mempunyai kewajiban mengolah limbah yang

    dihasilkan. Limbah padat dapat dikelola dengan penimbunan, pembakaran ataupun

    sanitary landfill sedangkan limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan

    menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemarnya tidak

    merusak lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan oleh IPAL akan dibuang ke saluran

    pembuangan kota, sungai ataupun diresapkan ke tanah. Limbah cair tersebut banyak

    mengandung berbagai bahan kimia seperti bahan anorganik, organik serta bakteri. Sungai

    merupakan sumber air bagi masyarakat baik digunakan untuk minum maupun keperluan

    mandi, cuci dan kakus sehingga baku mutu limbah yang dibuang harus memenuhi

    standar yang telah ditetapkan.

    Pengelolaan limbah padat pada umumnya dilakukan dengan cara dibakar

    menggunakan insinerator. Hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap

    lingkungan karena adanya asap hasil pembakaran. Beberapa rumah sakit, terutama

    yang terletak di kawasan padat permukiman, memilih untuk menyerahkan

    pembakaran limbah padat ke pihak swasta ataupun instansi lain yang memiliki

    insinerator. Ini membuktikan bahwa rumah sakit tetap bertanggungjawab dalam

    mengolah limbah padat dan mementingkan kenyamanan hidup masyarakat

    sekitar. Pilihan ini patut dihargai karena masyarakat juga dapat dijadikan suatu

    indikator dalam menilai kinerja pengelolaan limbah. Insinerator sendiri memiliki

    kelemahan, yaitu pembakaran limbah padat medis jenis tertentu akan

    menghasilkan gas furan atau emisi buang yang bersifat dioksin (beracun). Hal

    tersebut mungkin yang menjadi salah satu alasan bagi WHO untuk tidak

    merekomendasikan insinerator.

  • Laju perkembangan pasien dilingkungan rumah sakit Port Healt Care (PHC) Surabaya

    pada enam bulan terakhir pada tahun 2017 ini mengalami peningkatan, artinya bahwa

    semakin bertambahnya pasien menyebabkan lebih banyak sampah. Grafik peningkatan

    sampah di enam bulan terakhir ini adalah sebagai berikut :

    050

    100150200250300350

    Sampah

    Sampah

    Gambar 1. Peningkatan Jumlah Sampah Bulan Mei-Oktober 2017

    Sampah yang terbuang kemudian diangkut oleh petugas dan ditimbun

    berdasarkan jenisnya di tempat pembuangan sampah. Pengelolahan sampah di Tempat

    Pembuangan Akhir (TPA) ini pada awalnya hanya membuang sampah tanpa

    pengelolahan sampah yang dilakukan sampai 2011. Hal ini menyebabkan volume

    timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) semakin meningkat.

    Pemendaman atau penimbunan limbah padat ini tidak hanya memakan lebih banyak

    lahan dan biaya, tetapi juga menyebabkan udara, air dan pencemaran tanah. Pada

    akhirnya kondisi ini membahayakan masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Akhir

    (TPA).

  • MATERI DAN METODE

    Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber

    hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak/belum memilki nilai

    (DKSHE IPB, 2008). Karakteristik limbah rumah sakit pada umumnya

    dicerminkan dari kandungannya yang berupa zat organik, deterjen, beberapa

    kandungan kimia organik, mikroorganisme pathogen, klor dan sebagainya.

    Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, produksi limbah cair dapat

    ditentukan kisarannya per hari.

    Limbah rumah sakit harus menjadi konsentrasi penuh bagi para pengelola

    mengingat dampaknya yang dapat bersifat multiplier. Hal ini dapat ditunjukkan

    kondisi pengelolaan limbah yang buruk seperti pembuangan limbah medis (misal:

    jarum suntik, botol infus, dan lain-lain) di TPA dapat membawa dampak negatif

    bagi masyarakat sekitar TPA, pemulung, pekerja daur ulang dan bahkan ketika

    sampah tersebut mengenai kucing dan anjing dimana binatang tersebut dapat

    menggigit manusia dan menularkan toksik yang ada di dalamnya. Maka dari itu,

    diperlukan pemaparan yang jelas mengenai limbah rumah sakit.

    Limbah rumah sakit harus menjadi konsentrasi penuh bagi para pengelola

    mengingat dampaknya yang dapat bersifat multiplier. Hal ini dapat ditunjukkan

    kondisi pengelolaan limbah yang buruk seperti pembuangan limbah medis (misal:

    jarum suntik, botol infus, dan lain-lain) di TPA dapat membawa dampak negatif

    bagi masyarakat sekitar TPA, pemulung, pekerja daur ulang dan bahkan ketika

    sampah tersebut mengenai kucing dan anjing dimana binatang tersebut dapat

    menggigit manusia dan menularkan toksik yang ada di dalamnya. Maka dari itu,

    diperlukan pemaparan yang jelas mengenai limbah rumah sakit.

    Sampah rumah sakit dibagi menjadi infeksius dan non infeksius. Sampah

    non infeksius masih dibagi menjadi sampah klinis dan non klinis. Sampah

    infeksius berupa plastik, jarum suntik, plasenta, organ tubuh dan limbah klinik

    lainnya seperti: perban, pembalut wanita, kapas, sampah laboratorium klinik.

    Sampah tersebut dikumpulkan di kantong plastik berwarna khusus, kemudian

    dibakar di insinerator. Sampah berupa jarum suntik dan benda-benda tajam

    lainnya sebaiknya dikumpulkan dalam safety box agar tidak melukai petugas

    kebersihan dan selanjutnya dibakar dalam insinerator. Perbedaan penanganan

  • yang mendasar antara sampah infeksius dan non infeksius adalah waktu

    pemusnahannya. Sampah non infeksius dimusnahkan secara berkala ke dalam

    tempat penampungan sementara dan sampahnya di golongkan berdasarkan jenisnya.

    Sedangkan sampah infeksius, sampahnya langsung diantar ke insinerator.

    1. Komposisi dan Ukuran Limbah Klinis

    Komposisi limbah klinis meliputi kapas, verban, botol/slang infus/ tranfusi darah,

    jarum/alat suntik, lancet, kateter, pembalut wanita, kantung

    colosiomy/emesis, silet/pisau operasi, botol obat, ampul, jarum dan benang jahit,

    jaringan tubuh (Dianita, 1997).

    Ukuran berta/volume limbah klinis rata-rata 10,25 lb/day (=4,6494 kg/hari) dari

    buangan pasien, terdapat 0,38 (=0,172 kg) yang tergolong infeksius (Stoner, 1982).

    APHA merekomendasikan kuantitas sampah yang bisa terbakar adalah 4,85 lb/ft3

    (=77,75 kg/m3) (Depkes RI, 1996).

    2. Strategi Pengelolaan Limbah

    Setiap organisasi rumah sakit harus memiliki strategi pengelolaan limbah

    yang komprehensif dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada. Strategi

    harus mengandung prosedur dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh

    pelayanan rawat inap di rumah sakit. Strategi yang ada harus dapat menjamin

    bahwa semua limbah dibuang dengan aman. Hal ini berlaku terutama untuk

    limbah medis yang dapat menimbulkan infeksi. Petunjuk praktis pengelolaan

    limbah harus disediakan untuk semua pekerja yang terlibat.

    Beberapa aspek dalam strategi pengolahan limbah menurut Depkes

    (1991), adalah :

    1. Pemisahan dan Pengurangan

    Limbah harus diidentifikasi dan dipilah-pilah. Pengurangan jumlah limbah

    hendaknya merupakan proses yang berkelanjutan. Pemilahan dan reduksi jumlah

    limbah klinis dan sejenisnya merupakan persyaratan keamanan penting untuk petugas

    pembuang sampah, petugas darurat dan masyarakat.

    Pemilahan dan pengurangan limbah hendaknya mempertimbangkan kelancaran

    penanganan dan penampungan limbah serta pengurangan jumlah limbah yang

    memerlukan perlakuan khusus. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada

  • tempat penghasil limbah adalah cara pembuangan yang baik. Limbah dimasukkan ke

    dalam kantong atau kontainer penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan guna

    mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganan limbah.

    2. Penampungan

    Sarana penampungan limbah harus memadai. Penampungan diletakkan pada

    tempat yang tepat, aman dan higienis. Pemadatan adalah cara yang efisien

    dalam penyimpanan limbah yang dapat dibuang ke sanitary landfill. Akan tetapi

    pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah benda tajam dan infeksius.

    3. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah

    Kantong untuk pembuangan limbah rumah sakit hendaknya menggunakan

    bermacam-macam warna untuk membedakan jenis sampah. Hal ini dapat

    mengurangi kesalahan dalam pemisahan sampah. Standar nasional dengan kode warna

    tertentu sangat diperlukan guna mengidentifikasi kantong dan kontainer limbah.

    Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur

    yang jelas dan keterampilan petugas sampah di semua tingkat. Keuntungan

    keseragaman standar kantong dari kontainer limbah adalah mengurangi biaya dan

    waktu pelatihan staf, meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di

    lingkungan rumah sakit dan di luar rumah sakit, pengurangan biaya produksi kantong

    dan kontainer. Standardisasi warna dan logo menurut Depkes (1996) digunakan untuk

    limbah infeksius, limbah sitotoksik dan limbah radioaktif. Hal ini bertujuan agar

    mudah dikenal dan berlaku secara umum. Limbah infeksius dengan kantong berwarna

    kuning, limbah sitotoksik dengan kantong berwarna ungu dan limbah radioaktif

    dengan kantong berwarna merah. Pada tabel berikut dijelaskan secara ringkas

    mengenai standardisasi warna dan logo kantong limbah infeksius, sitotoksik dan

    radioaktif.

    Tabel 1 Penggolongan Limbah Medis Berdasarkan Warna

    No Jenis Limbah Warna dan Simbol

    1 Limbah infeksius Kantong berwarna kuning dengan simbol

    biohazard

    2 Limbah sitotoksik

    Kantong berwarna ungu dengan simbol limbah

    sitotoksik (berbentuk sel dalam stadia

    telophase)

    3 Limbah radioaktif

    Kantong berwarna merah dengan simbol

    radioaktif yang telah dikenal secara

    internasional Sumber : Depkes RI, 1991

  • Warna kantong limbah klinis yang diusulkan dan diupayakan agar mudah dikenal

    dan berlaku umum. Kantong dan kontainer limbah harus cukup bermutu dan terjamin

    agar tidak mudah sobek atau pecah pada saat penanganan dan tidak bereaksi dengan

    limbah yang disimpannya. Kantong limbah ini harus sama tebal dengan kantong limbah

    domestik. Perbedaan warna kantong untuk masing-masing jenis limbah dapat dilihat

    pada tabel berikut :

    Tabel 2. Warna dan Kantong Limbah Klinis Berdasarkan Jenis Limbah

    No Jenis Limbah Warna Kantong

    1 Limbah rumah tangga biasa (non klinis) Hitam

    2 Semua jenis limbah yang akan dibakar Kuning

    3

    Jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi

    dapat juga dibuang ke sanitary landfill bila

    dilakukan pengumpulan secara terpisah

    dan pengaturan pembuangan

    Kuning dengan strip

    hitam

    4

    Limbah untuk autoclaving (pengolahan

    sejenis) sebelum dibuang di pembuangan

    akhir

    Biru muda atau

    transparan dengan

    strip biru tua Sumber : Depkes RI, 1991

    1. Pengangkutan Limbah

    Pengangkutan limbah dibagi menjadi dua bagian yaitu, pengangkutan internal dan

    eksternal. Pengangkutan limbah internal dimulai dari titik penampungan awal yaitu

    ruang rawat inap ke tempat pembuangan atau insinerator dalam on-site insinerator

    dengan menggunakan trolly sampah. Peralatan harus jelas dan diberi label,

    dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk pengangkutan sampah. Setiap

    petugas dilengkapi dengan alat pelindung diri(APD).

    Pengangkutan limbah klinis ke tempat pembuangan di luar rumah sakit

    memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh petugas

    terkait. Prosedurnya harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Limbah klinis

    diangkut dengan kontainer khusus yang hanya digunakan untuk mengangkut limbah

    klinis dengan kontainer yang kuat, tidak bocor dengan dilengkapi oleh alat pengumpul

    kebocoran, mudah memuat dan membongkar serta mudah dibersihkan dan dicuci

    dengan deterjen. Ruang sopir didesain terpisah dari limbah agar terlindung bila terjadi

    kecelakaan. Kendaraan harus diberi kode atau tanda peringatan.

    Limbah harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi. Bila memungkinkan

    menggunakan kontainer khusus atau dengan cara lain. Dinas kebersihan atau

    kontraktor pengelola limbah dapat menyediakan pelayanan pengumpulan untuk

    institusi kecil seperti tempat praktik dokter atau poliklinik.

  • 2. Metode Pembuangan

    Limbah klinis dibuang dengan menggunakan insinerator atau ke sanitary

    landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus sesuai dengan

    peraturan yang berlaku pada institusi dan aspek lingkungan yang berpengaruh

    terhadap masyarakat. Kedua metode ini dapat digunakan bersamaan atau hanya salah

    satu.

    3. Perlakuan sebelum Dibuang

    Reklamasi atau daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya

    dipertimbangkan secara teknis dan ekonomi. Hal ini dapat digunakan dengan

    autoclaving atau disinfeksi dengan bahan kimia tertentu, sedangkan limbah infeksius

    dapat dibuang ke sanitary landfill.

    4. Autoclaving

    Perlakuan terhadap limbah infeksius dilakukan dengan autoclaving. Limbah

    dipanasi dengan uap bertekanan tertentu. Masalah yang sering menjadi kendala adalah

    besarnya volume limbah atau limbah yang dipadatkan dan penetrasi uap secara

    lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak tercapai sehingga tujuan autoclaving

    (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu tinggi pada periode singkat akan

    membunuh bakteri vegetatif dan mikro orgamisme lain yang dapat membahayakan

    penjamah limbah

    Kantong limbah plastik sebaiknya tidak digunakan secara ulang karena bahan

    kantong tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Oleh sebab itu,

    sebaiknya digunakan kantong khusus untuk proses autoclaving. Kantong tersebut

    mempunyai pita indikator yang menunjukkan kantong telah mengalami perlakuan

    panas yang cukup tinggi.

    5. Disinfeksi dengan Bahan Kimia

    Disinfeksi adalah penghacuran mikroorganisme yang tidak terlalu spora. Selain

    itu, terdapat pula sterilisasi, yaitu penghancuran seluruh mikroorganisme termasuk

    spora. Pemilihan keduanya tergantung pada jenis yang memerlukan efisiensi untuk

    prosedur tersebut (Aqarwal, 2005)

  • 2.1. Insinerator

    Insinerator merupakan alat atau sarana untuk membakar refuse dengan

    pembakaran bahan bakar yang minim dan tidak beresiko. Insinerasi adalah proses

    pengurangan atau perubahan bentuk sampah yang sudah terbakar pada suhu optimum

    1400oF – 1800

    oF. Fungsi utama insinerasi untuk mengurangi volume dan jumlah serta

    menyucihamakan 5 – 15% berat limbah yang tersisa sebagai residu. Untuk kepadatan

    limbah 13 – 17 lbm/ft3, diperkirakan 10% berat limbah tersisa sebagai residu jika

    pembakarannya sempurna. Jika insinerator bersuhu rendah, volume limbah yang

    tereduksi 80-95%.

    Secara umum ada 3 jenis insinerator, yaitu Open Insinerator, Semi Closed

    Insinerator dan Closed Insinerator. Ada jenis-jenis lain yang sederhana (drying pan, rock

    pit, multiple self, dll). Semua insinerator memerlukan waktu istirahat untuk

    pemeliharaan, namun akan menguntungkan jika dapat beroperasi selama 70 – 80% dari

    waktu yang ada. Hal ini untuk mengurangi kerusakan dan untuk mencapai kemampuan

    reduksi 80 – 90% terhadap limbah yang diolah (Bahar, 1996).

    2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Proses Insinerasi

    Faktor yang mempengaruhi proses insenerasi adalah

    a. Komposisi Berat Limbah atau Jenis Limbah

    Perlakuan terhadap limbah klinis yang akan Di bakar dengan komposisi limbahnya

    yang karakteristiknya dan jenisnya tidak dibedakan sehingga kondisinya yang

    homogeny untuk setiap pembakaran.

    b. Waktu Insinerasi

    Waktu mempengaruhi pembakaran yang dihasilkan, semakin lama

    proses pembakaran, maka reduksi abu semakin tinggi dan besar. Sehingga untuk

    mendapat hasil yang optimal, maka diperlukan waktu operasi yang sangat optimal

    pula

    c. Suhu

    Suhu sangat berpengaruh, berdasarkan persamaan Arhenius semakin tinggi

    suhu, semakin besar suhu maka semakin cepat proses pembakaran.

  • 3. Analisis Regresi

    Analisis regresi adalah analisis untuk mencari hubungan terbaik antar variabel

    dengan metode tertentu. Hubungan tersebut mungkin merupakan hubungan secara linier

    atau non linier. Untuk melihat secara kasar hubungan antar variabel tersebut digunakan

    penggambaran dalam suatu grafik yang disebut dengan diagram pencar (Scatter

    Diagram). Jika ada n pasang hasil pengukuran (x1,y2), (x2,y2), ... , (xn,yn) terhadap dua

    variabel X dan Y. Langkah pertama dalam mencari pola hubungan antara variabel X dan

    Y adalah dengan menggambarkan data pengamatan diagram pencar supaya dapat dilihat

    sepintas hubungan antara X dan Y. Dalam hal ini X disebut variabel independen (karena

    dapat dikendalikan dengan bebas oleh yang melakukan eksperimen) dan Y disebut

    variabel dependen, karena dipengaruhi oleh X. Hubungan matematis antara X dan Y

    yang diperoleh disebut persamaan regresi dari Y terhadap X (Iman, 1983).

    Misalkan telah dilakukan n pasang pengukuran (x1,y2), (x2,y2), ... , (xn,yn) dimana

    variabel dependen Y hanya dipengaruhi secara linier oleh variabel independen X.

    Selanjutnya andaikan semua mean x/y terletak pada suatu garis lurus, maka variabel

    acak Yi dapat ditulis iiix/yi XY i , dimana

    Y . (xi,yi)

    ...

    . . ei . bXaŶ

    i . . . .

    . . . .

    . . . XY x/y

    . . .

    . . x

    Gambar 2. Garis Regresi

    i merupakan variabel acak. Masing-masing nilai pengamatan akan memenuhi

    persamaan iii xy dimana nilai i jika Yi = yi. Secara serupa untuk

    persamaan regresi dugaannya bXaŶ dimana masing-masing nilai pengamatan (xi,yi)

    memenuhi hubungan iii exbaŷ dimana ie disebut residual dan merupakan

    dugaan titik untuk perbedaan antara i dan ie .

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pengumpulan Data Sampel

    Pada penelitian ini sampel yang diambil dari tempat pembuangan akhir (TPA)

    Port Healt Care (PHC) Surabaya dilaksanakan 20 November 2017 sampai 4 Desember

    2017. Data yang digunakan adalah data pembakaran limbah yang dilakukan melalui

    insinerator yang diperoleh dari petugas pengelolaan mesin incenerator data ini berupa

    data berat limbah, lama waktu pembakaran serta biaya pengelolaan limbah sebagai

    berikut :

    Tabel 3. Data Pembakaran Limbah

    Hari X1 X2 Y Hari X1 X2 Y

    1 3 3.5 250,000 13 4 3.5 275,000

    2 4 4 300,000 14 3 3 250,000

    3 2.5 2 150,000 15 4 4 300,000

    4 3 2.75 175,000 16 3.5 3.5 275,000

    5 3.5 3.75 275,000 17 3.5 3.3 260,000

    6 4 4 300,000 18 3 3 250,000

    7 5 5 350,000 19 3.5 3.5 275,000

    8 3 3 250,000 20 3 3 250,000

    9 3 3 250,000 21 4 4 300,000

    10 4 3.75 300,000 22 2 2 150,000

    11 2 2.5 150,000 23 3.5 3 250,000

    12 3.5 3.5 275,000 24 5 4.75 330,000

    Keterangan :

    Berat limbah (X1)

    Lama waktu pembakaran (X2)

    Biaya pengelolaan limbah (Y)

    Dari data diatas dilakukan perhitungan menggunakan program SPSS guna

    membantu keakuratan hasil yang di peroleh.

  • 1. Analisis Regresi Linier Berganda

    Persamaan model regresi antara Biaya pengelolaan limbah (Y), Lama waktu

    pembakaran (X2), Berat limbah (X1)..

    Tabel 4. Koefisien Model Regresi Model Unstandardized

    Coefficients Standardized Coefficients

    T Sig.

    Collinearity Statistics

    B Std. Error Beta Tolerance VIF

    1 (Constant) 21405.098 18545.220 1.154 .261 Berat limbah (X1) 21594.627 15350.261 .304 1.407 .174 .112 8.928

    Lama waktu pembakaran (X2)

    47905.546 15916.869 .651 3.010 .007 .112 8.928

    a. Dependent Variable: Biaya pengelolaan limbah (Y)

    Dari koefisien model regresi pada tabel 4. didapatkan persamaan model regresi sebagai

    berikut :

    Y = 21405.098 + 21594.627 X1 + 47905.546 X2

    Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa a (intercept) adalah sebesar

    21.405,098 dimana nilai tersebut mempunyai arti bahwa bila tidak disertai Lama waktu

    pembakaran (X2), Berat limbah (X1), Biaya pengelolaan limbah (Y) akan sebesar Rp

    21.405,098.

    Pada variabel Berat limbah (X1), diperoleh koefisien regresi sebesar 21594.627,

    artinya terjadi pengaruh yang positif antara faktor Biaya pengelolaan limbah (Y) dan

    Berat limbah (X1). Sehingga apabila faktor Berat limbah (X1) diperhatikan, maka Biaya

    pengelolaan limbah (Y) akan naik sebesar Rp21.594,627, dengan asumsi variabel lain

    dianggap konstan.

    Pada variabel Lama waktu pembakaran (X2), diperoleh koefisien regresi sebesar

    47905.546 yang artinya terjadi pengaruh yang positif antara faktor Biaya pengelolaan

    limbah (Y) dari Lama waktu pembakaran (X2). Biaya pengelolaan limbah (Y) akan naik

    sebesar Rp 47.905,546, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. ). berikut hasil

    definisi dari model regresi terhadap hasil sebenarnya di penelitian ini yaitu Y = Rp.

    21405.098 juta + 215.946 Kg X1 + 47.905.546 Jam X2.

  • 2. Koefisien Determinasi

    Perhitungan koefisien determinasi diperoleh dengan menggunakan bantuan

    program SPSS sebagai berikut :

    Tabel 5 Koefisien Determinasi Model

    R R Square Adjusted R

    Square Std. Error of the

    Estimate Durbin-Watson d

    i

    me

    ns

    io

    n

    0

    1 .943a .890 .879 18633.932 1.714

    a. Predictors: (Constant), Lama waktu pembakaran (X2), Berat limbah (X1) b. Dependent Variable: Biaya pengelolaan limbah (Y)

    Sumber : Lampiran 2

    Dari tabel 5. dapat dilihat bahwa nilai R2 adalah sebesar 0,89, artinya adalah model ini

    bisa menjelaskan hubungan positif secara serempak antara variabel Lama waktu

    pembakaran (X2), Berat limbah (X1) terhadap Biaya pengelolaan limbah (Y). sebesar

    89%.

    Penentuan Faktor yang Paling Berpengaruh

    Secara serempak variabel Lama waktu pembakaran (X2), Berat limbah (X1)

    terhadap Biaya pengelolaan limbah (Y). sebesar 89% dan sisanya sebesar 11% dijelaskan

    oleh variabel lain. Dengan melihat nilai koefisien beta dari setiap variabel pada tabel 4.4,

    faktor yang paling mempengaruhi biaya pengelolaan limbah adalah Variabel Lama waktu

    pembakaran (X2), yang bernilai beta yang terbesar yaitu 0,651dan kemudian Variabel

    Berat limbah (X1) dengan nilai beta 0,34

  • KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Berdasarkan tujuan penelitian, analisis data dan pembahasan maka dapat

    disimpulkan bahwa :

    1. Faktor yang mempengaruhi efektifitas biaya pengelolaan sampah di lingkungan rumah

    sakit PHC adalah lama waktu pembakaran dan berat limbah.

    Dari hasil persamaan model regresi antara Lama waktu pembakaran (X2), Berat

    limbah (X1) terhadap Biaya pengelolaan limbah (Y). berikut hasil definisi dari model

    regresi terhadap hasil sebenarnya di penelitian ini yaitu Y = biaya sebesar Rp.

    21405.098 juta dan X1 (berat limbah) sebesar 215.946 Kg dan X2 (lama waktu

    pembakaran) sebesar 47.905.546 Jam. Dari hasil tersebut bisa menjelaskan hubungan

    positif secara serempak antara variabel Lama waktu pembakaran (X2), berat limbah

    (X1) terhadap biaya pengelolaan limbah (Y) sebesar 89%. Hal tersebut menunjukkan

    bahwa semakin lama waktu pembakaran, dan semakin berat limbah, maka semakin

    besar pula biaya pengelolaan limbah yang diperlukan.

    2. Faktor yang paling berpengaruh terhadap efektifitas biaya pengelolaan sampah di

    lingkungan rumah sakit PHC adalah lama waktu pembakaran.

    Faktor yang paling mempengaruhi biaya pengelolaan limbah dilihat dari nilai beta

    yang terbesar yaitu 0,651 untuk lama waktu pembakaran dan kemudian berat limbah

    dengan nilai beta 0,34.

    3. Dari hasil perhitungan biaya yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit PHC Surabaya pada

    setiap bulannya yaitu Rp. 21.405.098 juta dengan pengelolaan limbah menggunakan

    mesin insinerator hasil itu lebih sedikit di bandingkan dengan pengeluaran biaya

    pengelolaan dengan manual.

    Saran

    Penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu untuk

    penyempurnaannya perlu disarankan bagi penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :

    1. Perlu dilakukan pengembangan lingkup penelitian yang lebih luas, bukan hanya di

    perusahaan sejenis

    2. Faktor-faktor yang didapat terbatas hanya dari kajian pustaka

    3. Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk memperoleh lebih banyak faktor-

    faktor lain yang mempengaruhi biaya pengelolaan sampah di lingkungan rumah sakit

    36

  • DAFTAR PUSTAKA

    Aida, Rahmi Nur dan Lilis Sulistyorini. 2008. “Korelasi Jumlah Pasien Dan Produksi

    Limbah Medis Padat di Ruang Rawat Inap Dan Unit Gawat Darurat RS Siti

    Khadijah, Sepanjang Sidoarjo”. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.4, No.2,

    Januari 2008: 49 - 56

    Bahar, Yul H. 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah,

    PT. Waca Utama Pramesti Kerjasama Pemda DKI jakarta, Cet.I, Jakarta

    Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Limbah Klinis. Ditjen PPM &

    PLP dan WHO, Depkes RI, Jakarta.

    Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis dan

    Disinfeksi & Sterilisasi di Rumah Sakit. Ditjen PPM & PLP, Depkes RI, Jakarta..

    Dianita, Elliza, Studi Timbulan dan Komposisi Sampah Medis Rumah Sakit Serta

    Alternatif Penanganannya (Studi Kasus di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya)

    Teknik Lingkungan, ITS,1997

    Djaja, I.M. dan D. Maniksulistya. 2006. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair di

    Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006. Makara, Kesehatan, Vol. 10, no. 2 : 60-

    63.

    Hidayah, Euis Nurul. 2007. “Uji Kemampuan Insinerator Untuk Mereduksi Limbah

    Klinis Rumah Sakit”, Jurnal Rekayasa Perencanaan, Vol. 4, No.1, Oktober 2007

    Iman, R.L. 1983. Modern Business Statistics, John Willey and Sons, New York.

    Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 1995. KepMen 58/MenLH/12/1995. Baku Mutu

    Kegiatan Rumah Sakit.

    Mustika, Dewi, Danang Biyatmoko, Adenan, Abdul Khair. 2014. “Analisis Pengelolaan

    Sampah Medis Pelayanan Kesehatan Praktik Bidan Swasta di Kota Banjarbaru”.

    Jurnal Enviro Scienteae, 10 (2014), hal 118-123, ISSN 1978-8096

    Pristiyanto, D. 2000. “Berita Lingkungan : Limbah Rumah Sakit Mengandung Bahan

    Beracun Berbahaya”. http://kompas.com/kompas-cetak/0005 /13/

    IPTEK/limb10.htm. Diakses 24 Desember 2017

    http://kompas.com/kompas-cetak/0005%20/13/%20IPTEK/limb10.htm.%20Diakses%2024%20Desember%202017http://kompas.com/kompas-cetak/0005%20/13/%20IPTEK/limb10.htm.%20Diakses%2024%20Desember%202017