Page 1
TOPIK 4
Oleh :
Dendy Nur Firmansyah, Timotius Ekadipta, Gian Adrhyana Adiwinata, Faric Ryandhika, Faiz Akbar Prihutama, Muhammad Syariffudin Marifatullah
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” YogyakartaProgram Studi Teknik Geologi
Abstrak
Pada proses Sedimentasi tidak hanya proses mekanis saja yang dapat membentuk
batuan sedimen tetapi proses kimia juga sangat berpengaruh dalam pembentukan
batuan sedimen. Kita hidup di negara Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa
dengan iklim tropisnya yang membuat matahari dapat bersinar sepanjang tahun, tidak
seperti di negara – negara eropa yang mempunyai 4 musim. Dengan adanya sinar
matahari ini sangat berpengaruh dalam proses sedimentasi kimiawi, yaitu dengan
mempercepat terjadinya pelapukan batuan sehingga dapat dengan mudah terjadi
proses sedimentasi. Proses sedimentasi ini dimulai dari batuan mengalami pelapukan
kemudian karena adanya hujan dan panas maka akan terjadi longsoran material
sedimen dari batuan induk dan kemudian material tersebut tertransport dan
terendapkan pada suatu cekungan, saat terjadi pengendapan maka material tersebut
mengalami proses diagenesa yang dapat menyebabkan proses kimiawi seperti
sementasi, authigenesis, replacemen, inverse, dan solution. Dalam hal ini pH dan Eh
juga sangat berpengaruh dalam pembentukn batuan sedimen, pH dapat mengetahui
kadar keasaman dari suatu material sedimen sedangkan Eh merupakan potensial
redoks yang menyatakan kuantitas elektron dalam suatu sistem. Setelah proses
sedimentasi terlewati maka akan terbentuk batuan sedimen salah satunya sedimen
dari produk kimiawi seperti ; Oolit dan Batugamping.
Kata Kunci : Proses kimiawi sedimentasi, pH, Eh, dan hasil proses sedimentasi
kimiawa
Page 2
PEMBAHASAN
Teori Geokimia dalam Proses Sedimentasi
a. Teori tentang Geokimia
Istilah Geokimia pertama kali
dicetuskan oleh ilmuwan ahli kimia
berkebangsaan Jerman, Cristian
Friedrich Schonbein pada tahun 1838.
Schonbein menyatakan “ Dalam
sebuah kata, suatu komparatif
geokimia seharusnya diluncurkan,
sebelum geokimia dapat menjadi
geologi, dan sebelum misteri genesis
planet kita dan materi anorganik
mereka dapat terungkap.”
Schonbein memprediksikan bahwa aka
nada kelahiran bidang studi baru yaitu
Geokimia. Bidang studi ini mulai
direalisasikan segera setelah pekerjaan
schonbein selesai, namun istilah
geokimia pada awalnya tidak
digunakan oleh ahli – ahli kimia
maupun ahli – ahli geologi karena ada
beberapa perdebatan mengenai ilmu
pengetahuan yang mana harus menjadi
bagian yang dominan. Ada sedikit
kolaborasi antara ahli – ahli geologi
dan ahli ahli kimia dan bidang studi
geokimia tetap menjadi bidang yang
kecil dan tidak terkenal. Selama abad
ke 20, beberapa ahli geokimia
menghasilkan karya yang mulai
mempopulerkan bidang ini, termasuk
Frank Wigglesworth clarke yang pada
saat itu mulai menginvestigasi
kelimpahan berbagai elemen di dalam
Bumi dan bagaimana kuantitas
tersebut berhubungan dengan berat
atom. Komposisi meteorit -
meteorit dan perbedaan – perbedannya
pada batuan terestrial sedang diselidiki
sejak tahun 1850 dan pada tahun
1901, Oliver C. Farrington membuat
hipotesis bahwa meskipun ada
perbedaan, bahwa jumlah relatifnya
tetap harus sama. Ini adalah awal mula
bidang Kimia Alam Semesta
(cosmochemistry) dan telah banyak
berkontribusi pada apa yang kita
ketahui tentang pembentukan bumi
dan tata surya.
Lahirnya geokimia sebagai cabang
ilmu geologi baru menyebabkan
munculnya metoda dan data observasi
baru mengenai berbagai hal yang
banyak menarik perhatian para ahli
sedimentologi. Sebagian besar
penelitian geokimia pada mulanya
diarahkan pada penelitian kuantitatif
Page 3
untuk mengetahui penyebaran unsur-
unsur kimia di alam, termasuk
penyebarannya dalam batuan sedimen.
Lambat laun data tersebut menuntun
para ahli untuk memahami apa yang
disebut sebagai siklus geokimia serta
penemuan hukum-hukum yang
mengontrol penyebaran unsur dan
proses-proses yang menyebabkan
timbulnya pola penyebaran unsur
seperti itu.
b. Karakteristik Kimia
Konstituen batu yang lebih
umum hampir semuanya oksida,
klorida, sulfida, dan fluoride adalah
satu – satunya pengecualian penting
untuk ini dan jumlah total mereka
dalam setiap batu biasanya jauh
kurang dari 1%. F.W. Clarke telah
menghitung bahwa lebih dari 47%
kerak bumi terdiri dari oksigen. Hal ini
terjadi terutama dalam kombinasi
sebagai oksida, yang utamanya
adalah silika, alumina, oksida besi, dan
berbagai karbonat (kalsium
karbonat, magnesium
karbonat, natrium karbonat, dankalium
karbonat). Fungsi silika terutama
sebagai asam, membentuk silikat, dan
semua mineral yang paling umum dari
batuan beku adalah sifat ini. Dari
perhitungan berdasarkan 1672 analisis
berbagai jenis batu Clarke sampai pada
hasil berikut ini dengan komposisi
persentase rata-rata: SiO2 = 59,71,
Al2O3 = 15,41, Fe2O3 = 2.63, FeO =
3,52, MgO = 4,36, CaO = 4.90, Na2O
= 3.55 , K2O = 2,80, H2O = 1,52,
TiO2 = 0,60, P2O5 = 0,22, jumlah
99,22%). Semua konstituen yang lain
terjadi hanya dalam kuantitas yang
sangat kecil, umumnya jauh lebih
sedikit dari 1%.
Oksida oksida tersebut kemudian
dicampurkan secara acak misalnya
potassium dan soda digabungkan maka
akan terbentuk feldspar, dalam
beberapa kasus dapat juga membentuk
bentuk lain seperti nepheline, leucit,
dan muskovit, tapi dalam beberpa
kasus mereka ditemukan sebagai
feldspar. Asam fosfat dengan kapur
(kalsium karbonat) membentuk apatit.
Titanium dioksida dengan oksida besi
menimbulkan ilmenite. Bagian dari
kapur membentuk feldspar kapur.
Magnesium karbonat dan oksida besi
dengan silica mengkristal sebagai
olivine atau enstatite, atau dengan
Page 4
bentuk alumina dan kapur silikat ferro-
magnesian kompleks dengan piroksin,
amfibol, dan biotit sebagai kepalanya.
Setiap kelebihan silika di atas apa yang
diperlukan untuk menetralisir basis
akan memisahkannya sebagai kuarsa,
kelebihan alumina mengkristal
sebagai korundum. Hal ini harus
dianggap hanya sebagai
kecenderungan umum. Sangat
mungkin, dengan analisis batuan,
untuk mengatakan bahwa kurang lebih
apa yang dikandung mineral batuan ,
tetapi ada banyak pengecualian untuk
aturan apapun.
c. Dasar teori Petrologi Batuan
Sedimen.
Petrologi adalah bidang geologi yang
berfokus pada studi mengenai batuan
dan kondisi pembentukannya. Ada tiga
cabang petrologi, berkaitan dengan
tiga tipe batuan: beku, metamorf, dan
sedimen. Kata petrologi itu sendiri
berasal dari kata Bahasa Yunani petra,
yang berarti "batu".
Petrologi batuan sedimen berfokus
pada komposisi dan tekstur dari batuan
sedimen (batuan seperti batu pasir atau
batu gamping yang mengandung
partikel-partikel sedimen terikat
dengan matrik atau material lebih
halus).
Petrologi memanfaatkan bidang klasik
mineralogi, petrografi mikroskopis,
dan analisa kimia untuk
menggambarkan komposisi dan tekstur
batuan. Ahli petrologi modern juga
menyertakan prinsip geokimia dan
geofisika dalam penelitan
kecenderungan dan siklus geokimia
dan penggunaan data termodinamika
dan eksperimen untuk lebih mengerti
asal batuan.
Petrologi eksperimental menggunakan
perlengkapan tekanan tinggi, suhu
tinggi untuk menyelidiki geokimia dan
hubungan fasa dari material alami dan
sintetis pada tekanan dan suhu yang
ditinggikan. Percobaan tersebut
khususnya berguna utuk menyelidiki
batuan pada kerak bagian atas dan
mantel bagian atas yang jarang
bertahan dalam perjalanan ke
pemukaan dalam kondisi asli.
Istilah sedimen berasal dari kata
sedimentum, yang mempunyai
pengertian yaitu material endapan
yang terbentuk dari hasil proses
pelapukan dan erosi dari suatu material
batuan yang ada lebih dulu, kemudian
Page 5
diangkut secara gravitasi oleh media
air, angin atau es serta diendapkan
ditempat lain dibagian permukaan
bumi. Umumnya bentuk awal dari
endapan ini berupa kumpulan dari
fragmen yang berukuran halus hingga
kasar yang belum terkonsolidasi
sempurna, disebut endapan, sedimen
(sediments), superfical deposits.
Kemudian akan berlangsung proses
diagnesa yang meliputi proses fisik :
kompaksi, proses kimia antara lain :
sedimentasi, autigenik, rekristalisasi,
inversi, penggantian, dan disolusi,
proses biologi. Proses diagnesa ini
berjalan selama waktu geologi,
sehingga mentebabkan material
terkonsolidasi sempurna dengan
bentuk fisik masif dan padat. Hal ini
akan menghasilkan salah satu jenis
batuan dialam, yaitu yang disebut
dengan batuan
sedimen (sedimentary rokcs).
(Boggs, 1987)
Sebagian besar material penyusun
komposisi batuan sedimen berasal dari
proses pelapukan dan erosi dari batuan
yang tertua, atau batuan yang
terbentuk lebih dahulu. Dari studi
sedimen masa kini hingga terbentuk
batuan sedimen, maka dapat diketahui
lingkungan pengendapannya yang
meliputi :
- darat atau terrestial
- laut
- lingkungan campuran merupakan
lingkungan peralihan dari darat
hingga laut, misal lingkungan
delta, estuari laut, dan peraiaran
pantai yang dipengaruhi pasang
surut
Dari lingkungan pengendapan batuan
sedimen tersebut maka dapat dikenal
tiga material penyusun batuan
sedimen:
- fragmen yang berasal dari batuan
yang diangkut dari tempat
asalnya oleh air, angin atau
glasial, fragmen ini disebut
material klastik atau pecahan
- material yang berasal dari larutan
garam, yang disebut material
kimia
- material yang berasal dari
tumbuh tumbuhan dan hewan,
yang disebut material organic.
Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik adalah batuan
yang terbentuk akibat pengandapan
kembali detritus atau dapat juga akibat
Page 6
dari pelapukan batuan induk yang
mengalami erosi kemudian mengendap
pada suatu tepat. Batuan induk ini
dapat berupa batuan beku, batuan
metamorf, maupun batuan sedimen itu
sendiri. Dalam pembentukan batuan
klastik ini terjadi adanya proses
diagenesa yaitu pembentukan batuan
karena adanya perubahan temperature
dan tekan dari rendah ke tinggi tetapi
tidak sampai membuat material
tersebut menjadi batuan metamorf,
proses ini biasa disebut dengan
metasedimen selama dan seudah
proses lithifikasi.
Batuan sedimen ini tersusun atas
klastik klastik kebanyakan adalah
mineral alogenik, mineral alogenik
adalah mineral yang tidak terbentuk
dari lingkungan sedimentasi tetapi
terbentuk selama material mengalami
proses transportasi hingga mengendap
pada suatu cekungan/ lingkungan
sedimentasi. Pada umumnya mineral
alogenik mempunyai resistensi yang
tinggi.
Proses pembentukan Batuan Sedimen
Batuan sedimen terbentuk dari batuan
– batuan yang telah ada sebelumnya,
diawali dari suatu proses yaitu proses
pelapukan kemudian batuan tersebut
mengalami longsor dan tertransportasi,
longsoran tersebut lalu dinamakan
sebagai material sedimen. Material
sedimen tersebut kemudian mengalami
transportasi dengan bantuan beberapa
media seperti air, angin, dan kemudian
terendapkan dan yang paling terakhir
mengalami proses diagenesa, hal ini
menyebabkan material sedimen
tertransport ke bagian yang relative
lebih rendah dari keadaan semula
sebelum terjadi transportasi/ pada
daerah cekungan seperti sungai, danau,
dan laut. Padamulanya material
sedimen tersebut asih dalam keadaan
lunak, tetapi berkat adanya proses
proses sedimentasi maka batuan
sedimen tersebut mengalami
diagenesis sehingga seperti yang
terlihat pada saat ini.
Proses diagenesis adalah proses
dimana material sedimen mengalami
perubahan selama proses sedimentasi
sedangkan lithifikasi adalah proses
dimana material sedimen berubah
menjadi batuan sedimen yang kompak
o Transportasi dan Deposisi
Page 7
a. Transportasi dan deposisi partikel
oleh fluida.
Pada transportasi oleh partikel
fluida, partikel dan fluida akan
bergerak secara bersama-sama.
Sifat fisik yang berpengaruh
terutama adalah densitas dan
viskositas air lebih besar daripada
angin sehingga air lebih mampu
mengangkut partikel yang
mengangkut partikel lebih besar
daripada yang dapat diangkut
angin. Viskositas adalah
kemampuan fluida untuk
mengalir. Jika viskositas rendah
maka kecepatan mengalirnya akan
rendah dan sebaliknya. Viskositas
yang kecepatan mengalirnya besar
merupakan viskositas yang tinggi.
b. Transportasi dan deposisi partikel
oleh sediment gravity flow.
Pada transportasi ini partikel
sedimen tertransport langsung oleh
pengaruh gravitasi, disini material
akan bergerak lebih dulu baru
kemudian medianya. Jadi disini
partikel bergerak tanpa batuan
fluida, partikel sedimen akan
bergerak karena terjadi perubahan
energi potensial gravitasi menjadi
energi kinetik. Yang termasuk
dalam sediment gravity
flow antara lain adalah debris
flow, grain flow dan arus turbid.
Deposisi sediment oleh gravity
flow akan menghasilkan produk
yang berbeda dengan deposisi
sedimen oleh fluida flow karena
pada gravity flow transportasi dan
deposisi terjadi dengan cepat
sekali akibat pengaruh gravitasi.
Batuan sedimen yang dihasilkan
oleh proses ini umumnya akan
mempunyai sortasi yang buruk
dan memperlihatkan struktur
deformasi.
Berbagai penggolongan dan
penamaan batuan sedimen dan
penamaan batuan sedimen telah
ditemukan oleh para ahli, baik
berdasarkan genetik maupun
deskriptif. Secara genetik dapat
disimpulkan dua golongan.
(Pettijohn 1975, dan W.T. Huang 1962)
o Litifikasi dan Diagnesis
Litifikasi adalah proses perubahan
material sediment menjadi batuan
sediment yang kompak. Misalnya,
pasir mengalami litifikasi menjadi
batupasir. Seluruh proses yang
Page 8
menyebabkan perubahan pada sedimen
selama terpendam dan terlitifikasi
disebut sebagai diagnesis. Diagnesis
terjadi pada temperatur dan tekanan
yang lebih tinggi daripada kondisi
selama proses pelapukan, namun lebih
rendah daripada proses metamorfisme.
Proses diagnesis dapat dibedakan
menjadi tiga macam berdasarkan
proses yang mengontrolnya, yaitu
proses fisik, kimia, dan biologi.
Proses diagenesis sangat berperan
dalam menentukan bentuk dan
karakter akhir batuan sedimen yang
dihasilkannya. Proses diagnesis akan
menyebabkan perubahan material
sedimen. Perubahan yang terjadi
adalah perubahan fisik, mineralogi dan
kimia.
Secara fisik perubahan yang terjadi
adalah terutama perubahan tekstur,
proses kompaksi akan merubah
penempatan butiran sedimen sehingga
terjadi kontak antar butirannya. Proses
sementasi dapat menyebabkan ukuran
butir kwarsa akan menjadi lebih besar.
Perubahan kimia antara lain terdapat
pada proses sementasi, , authigenesis,
replacemen, inverse, dan solution.
Proses sementasi menentukan
kemampuan erosi dan pengangkatan
partikel oleh fluida. Pengangkutan
sedimen oleh fluida dapat
berupa bedload atau suspended load.
Partikel yang berukuran lebih besar
dari pasir umumnya dapat diangkut
secara bedload dan yang lebih halus
akan terangkut oleh partikel secara
kontinu mengalami kontak dengan
permukaan, traksi meliputi rolling,
sliding, dan creping. Sedangkan pada
saltasi partikel tidak selalu mengalami
kontak dengan permukaan. Deposisi
akan terjadi jika energi yang
mengangkut partkel sudah tidak
mampu lagi mengangkutnya.
Proses sedimentasi kimiawi
Proses sedimentasi secara kimiawi
terjadi saat pori-pori yang berisi fluida
menembus atau mengisi pori-pori
batuan. Hal ini juga berhubungan
dnegan reaksi mineral pada batuan
tersebut terhadap cairan yang masuk
tersebut. Berikut ini merupakan
beberapa proses kimiawi dari
diagenesis batuan sedimen klastik:
a) Dissolution (pelarutan), mineral
melarut dan membentuk
porositas sekunder.
Page 9
b) Cementation (sementasi),
pengendpan mineral yang
merupakan semen dari batuan,
semen tersebut diendapkan pada
saat proses primer maupun
sekunder.
c) Authigenesis, munulnya mineral
baru yang tumbuh pada pori-pori
batuan
d) Recrystallization, perubahan
struktur kristal, namun kompsisi
mineralnya tetap sama. Mineral
yang biasa terkristalisasi adalah
kalsit.
e) Replacement, melarutnya satu
mineral yang kemudian terdapat
mineral lain yang terbentuk dan
menggantikan mineral tersebut
f) Compaction (kompaksi)
g) Bioturbation (bioturbasi), proses
sedimentasi oleh hewan
(makhluk hidup)
Dalam proses sedimentasi itu
sendiri terdapat yang disebut dengan
diagenesis. Diagenesis memiliki
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a) Eoldiagenesis
Tahap ini merupakan
tahap awal dari pengendapan
sedimen. Dimana terjadi
pembebanan, yang
menyebabkan adanya
kompaksi pada tiap lapisan
sedimennya. Pada tahap ini
proses kompaksi mendominasi
b) Mesodiagenesis/ earlydiagenesis
c) Latelydiagenesis
Tahap mesogenesis ini
terjadi setelah melewati tahap
eoldiagenesis. Pada tahap ini,
kompaksi yang sangat kuat
disertai dnegan proses burial,
menyebabkan kenaikan suhu
dan tekanan yang memicu
terjadinya dissolution. Pada
tahap ini proses yang
mendominasi adalah proses
dissolution (pelarutan). Sampai
dengan proses ini,
dikategorikan sebagai early
diagenesis. Apabila setelah
proses pelarutan, masih terjadi
burial, maka akan terjadi
sementasi di sekitar butiran-
butiran sedimen. (inilah yang
disebut dnegan
latelydigenesis). Apabila
kompaksi terus berlanjut,
hingga pada suhu 150 derajat
Page 10
celcius. Proses diagenesis akan
berhenti dan digantikan
menjadi proses metamorfisme.
d) Telodiagenesis
Sedangkan jika setelah
tahapan mesodiagenesis terjadi
pengangkatan, dalam proses
pengangkatan ini, keberadaan
berbagai jenis air (air meteorik,
air tanah, dll) mempengaruhi
susunan komposisi kimia
batuan, sehingga bias untuk
terjadi authigenesis ( pengisian
mineral).
Teori tentang Potensial Ionik, pH,
Eh pada proses Sedimentasi.
a. Potensial Ionik
Potensial Ionik dapat didefinisikan
sebagai rasio antara muatan kation
efektif dengan jari – jari kation efektif.
Untuk ligan – ligan berukuran kecil,
ligan ionik dengan muatan tinggi dan
ligan – ligan multidentat,kestabilan
senyawa kompleks naik seiring seiring
dengan kenaikan potensial ionik atom
pusatnya. Dapat diramalkan bahwa
kompleks – kompleks stabil tersusun
dari ion – ion dengan jari – jari kecil
dan muatan besar. Untuk atom pusat
divalent sesi transisi pertama dalam
senyawa kompleks dengan berbagai
ligan, urutan stabilitas thermodinamika
secara umum adalah :
Mn2+¿<Fe 2+¿<Co2+¿<¿2+¿<Cu2+¿<Zn2+¿¿¿¿¿¿¿. Kenaikan
kestabilan senyawa kompleks Mn2+¿¿ -
Cu2+¿ ¿ adalah parallel dengan kenaikan
potensial ionik, tetapi demikian bagi
Zn2+¿¿ yang mempunyai konfigurasi
penuh - d10.
Kombinasi dari kedua hal diatas dapat
dinyatakan dalam perbandingan
muatan dan jari – jari yang disebut
potensial ionik atom pusat.
Berdasarkan fenomena tersebut diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa makin
besar potensial ionik atom pusat, maka
makin stabil kompleksnya.
Salah satu cara penting untuk
mengkarakterisasi ion adalah dengan
potensi ionik mereka. Potensial ionik
adalah harga ion dibagi dengan radius,
dan dengan demikian ukuran
kepadatan muatan. Potensial ionik
memberikan rasa seberapa kuat atau
lemah ion akan elektrostatis tertarik
muatan ion berlawanan, dan sejauh
mana ion akan mengusir ion lain dari
biaya seperti. Potensial ionik sangat
bervariasi untuk kation, dari 0,75
Page 11
untuk K + ke 45 untuk N5 +. Potensial
ionik sangat berguna dalam memahami
perilaku kation relatif sulit (lihat di
bawah). Kation potensi ionik rendah
seperti Na+¿¿biasanya larut dan masuk
ke dalam padatan hanya pada suhu
relatif rendah, karena mereka membuat
ikatan lemah untuk O2. Di sisi lain,
kation potensi ion tinggi, seperti S6+¿¿,
obligasi begitu baik untuk O2 bahwa
mereka membuat oxocomplexes
seperti S042−¿ ¿ (sulfat) yang larut.
Tolakan antara S6+¿¿ ion, dan antara
S66+¿¿ ion dan kation sangat dituntut
lainnya, membuat mineral yang paling
sulfat relatif larut, dan S6+¿¿ sehingga
merupakan ion yang tidak kompatibel
atau stabil dalam sistem
hightemperature.
Kontur potensial ionik:
memediasi potensi ionik seperti Al3+¿¿
memiliki nilai kepadatan yang cukup
untuk obligasi kuat untuk O2 tapi tidak
padat seperti untuk mengusir satu
sama lain, sehingga mereka membuat
oksida stabil dan / atau hidroksida dan
dengan demikian tidak larut. Kation
potensi ionik menengah juga masuk ke
dalam padatan pada suhu tinggi.
Diagram di sini menunjukkan efek dari
tren ini dalam suhu mencair dan
solubilites oksida. Tabel Periodik
Bumi Scientist of the Elements dan
Ion, mereka menunjukkan banyak tren
geoscience lebih yang dihasilkan dari
variasi potensial ionik. Selain itu,
halaman buku ini pada "Sedikit Tabel
Periodik Bumi Scientist of the
Elements dan Ion mereka sebagai
penampang dari Bumi" menunjukkan
implikasi dari tren ini pada skala yang
lebih besar, halaman di Reaction
Series Bowen menunjukkan
bagaimana potensial ionik
mempengaruhi kristalisasi batuan
beku, halaman pada solusi dan spesiasi
berair menunjukkan bagaimana
potensi ionik mengontrol perilaku
catons dalam larutan, dan halaman di
"The Special Siituation dari Silicon"
menunjukkan implikasi potensial ionik
untuk satu elemen penting.
pH
pH atau derajat keasaman digunakan
untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat,
larutan atau benda. pH normal
memiliki nilai 7 sementara bila nilai
pH > 7 menunjukkan zat tersebut
Page 12
memiliki sifat basa sedangkan nilai
pH< 7 menunjukkan keasaman. pH 0
menunjukkan derajat keasaman yang
tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat
kebasaan tertinggi. Umumnya
indicator sederhana yang digunakan
adalah kertas lakmus yang berubah
menjadi merah bila keasamannya
tinggi dan biru bila keasamannya
rendah.
Selain menggunakan kertas
lakmus, indicator asam basa dapat
diukur dengan pH meter yang bekerja
berdasarkan prinsip elektrolit/
konduktivitas suatu larutan. Sistem
pengukuran pH mempunyai tiga
bagian yaitu elektroda pengukuran pH,
elektroda referensi dan alat pengukur
impedansi tinggi. Istilah pH berasal
dari "p", lambang matematika dari
negative logaritma, dan "H", lambang
kimia untuk unsur Hidrogen. Defenisi
yang formal tentang pH adalah
negative logaritma dari aktivitas ion
Hydrogen. pH adalah singkatan dari
power of Hydrogen.
pH = -log[H+]
Konsep pH pertama kali diperkenalkan
oleh kimiawan Denmark Soren Peder
Lauritz Sorense pada tahun 1909.
Tidaklah diketahui dengan pasti makna
singkatan "p" pada "pH". Beberapa
rujukan bahwa p berasal dari
singkatan untuk power, yang lainnya
merujuk kata Bahasa
Jerman Potenz (yang juga berarti
power), dan ada pula yang merujuk
pada kata potential. Jens Norby
mempublikasikan sebuah karya ilmiah
pada tahun 2000 yang berargumen
bahwa p adalah sebuah tetapan
yaitu"logaritma negatif".
Air Murni bersifat netral, dengan pH-
nya pada suhu 25 °C ditetapkan
sebagai 7,0. Larutan dengan pH
kurang daripada tujuh disebut bersifat
asam dan larutan dengan pH lebih
daripada tujuh dikatakan bersifat
basa atau alkali. Pengukuran pH
sangatlah penting dalam bidang yang
terkait dengan kehidupan atau industri
pengolahan kimia seperti kimia,
biologi, kedokteran, pertanian, ilmu
pangan, rekayasa(keteknikan), dan
oseanografi. Tentu saja bidang-bidang
sains dan teknologi lainnya juga
memakai meskipun dalam frekuensi
yang lebih rendah.
Page 13
pH adalah tingkat keasaman atau
kebasa-an suatu benda yang diukur
dengan menggunakan skala pH antara
0 hingga 14. Sifat asam mempunyai
pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa
mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
Sebagai contoh, jus jeruk dan air aki
mempunyai pH antara 0 hingga 7,
sedangkan air laut dan cairan pemutih
mempunyai sifat basa (yang juga di
sebut sebagai alkaline) dengan nilai
pH 7 – 14. Air murni adalah netral
atau mempunyai nilai pH 7.
Di dalam air minum PH meter adalah
suatu alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat keasaman dan
kebasa-an.
Keasaman dalam larutan itu
dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen
disingkat dengan [H+], atau sebagai
pH yang artinya –log [H+]. Dengan
kata lain pH merupakan ukuran
kekuatan suatu asam. pH suatu larutan
dapat ditera dengan beberapa cara
antara lain dengan jalan menitrasi
larutan dengan asam dengan indikator
atau yang lebih teliti lagi dengan pH
meter. Pengukur PH tingkat asam dan
basa air minum ini bekerja secara
digital, PH air disebut asam bila
kurang dari 7, PH air disebut basa
(alkaline) bila lebih dari 7 dan
PH air disebut netral bila ph sama
dengan 7. PH air minum ideal menurut
standar Departemen Kesehatan RI
adalah berkisar antara 6,5 sampai 8,5
Cara kerja alat ini adalah dengan cara
mencelupkan kedalam air yang akan
diukur (kira-kira kedalaman 5cm) dan
secara otomatis alat bekerja mengukur.
Pada saat pertama dicelupkan angka
yang ditunjukkan oleh display masih
berubah-ubah, tunggulah kira-kira 2
sampai 3 menit sampai angka digital
stabil Selain untuk mengukur ph air
maka ph meter ini dapat digunakan
untuk mengukur ph tanah dengan
terlebih dahulu mencampurkan tanah
yang akan diukur dengan sejumlah air.
Komposisi campuran air dan tanah
mengikuti aturan yang berlaku yaitu
dengan nisbah 1:1 atau 1:2,5 atau 1:5.
Tipe keasaman aktif atau keasaman
actual disebabkan oleh adanya Ion H+
dalam larutan tanah. Keasaman ini
ditulis dengan pH (H2O). Sebagai
contoh keasaman (pH) tanah diukur
dengan nisbah tanah : air 1 : 2,5 (10 g
tanah dilarutkan dengan 25 ml air) dan
ditulis dengan pH2,5(H2O). Di
Page 14
beberapa laboratorium, pengukuran pH
tanah dilakukan dengan perbandingan
tanah dan air 1 : 1 atau 1 : 5.
Pengukuran pada nisbah ini agak
berbeda dengan pengukuran pH2,5
karena pengaruh pengenceran terhadap
konsentrasi ion H. Untuk tujuan
tertentu, misalnya pengukuran pH
tanah basa, dilakukan terhadap pasta
jenuh air. Hasil pengukuran selalu
lebih rendah daripada pH2,5 karena
lebih kental dan konsentrasi ion H+
lebih tinggi. Di bidang pertanian tanah
yang ideal adalah PH mendekati 7
sehingga unsur hara dan senyawa yang
penting dapat diserap oleh tanaman.
Jika PH tanah terlalu asam yaitu
dibawah nilai 7 maka perlu diperbaiki
dengan menambahkan kapur (CaCO3)
pada tanah tersebut sehingga PH-nya
mendekati netral. Caranya pada awal
musim kemarau kita gemburkan tanah
menggunakan cangkul, taburkan kapur
giling atau kapur pertanian yang
memiliki kadar CaCO3 sampai 90%.
Campur kapur tersebut dengan tanah
yang akan kita netralkan dengan dosis
½ kg tiap m2, biarkan selama kurang
lebih 1 bulan (pengapuran diusahakan
agar tidak terkena hujan). Setelah 1
bulan atau lebih, kita ukur kembali pH
tanah tersebut hingga mendapat pH 7.
Setelah kita dapatkan pH 7 biarkan 2
minggu , kalau akan di Tanami kita
harus menyiramnya paling tidak 5 kali
apabila akan kita lakukan pemupukan
untuk dilakukan penanaman(sebaiknya
menggunakan pupuk kandang).
Jika tanah bersifat basa caranya sama
dengan jenis tahah yang Asam, tetapi
tidak menggunakan kapur, melainkan
menggunakan belerang dan lakukan
cara yang sama apa bila akan
dilakukan pemupukan. Penggunaan
PH meter dapat lebih komplek lagi
untuk pengukuran PH tepung, PH
Urine, maupun PH Karbon aktif dan
lain-lain.
Jika pemakaian sudah mencapai
beberapa lama misalnya 3 tahun, maka
pengukuran PH terkadang bisa
menjadi tidak akurat lagi, untuk itu
diperlukan proses kalibrasi. PH meter
dapat dikalibrasi menggunakan larutan
standar misalnya Solusi PH7, PH10
atau PH14. Pada saat pertama kali
Anda terima alat ini maka kondisi PH
meter adalah telah siap untuk
digunakan pengukuran. Hal ini
dikarenakan telah dikalibrasi oleh
Page 15
pihak pabrik dengan hasil kalibrasi
dilampirkan dalam kotak dus.
Larangan penggunaan :
PH Meter ini tidak boleh digunakan
untuk mengukur cairan sebagai
berikut:
1. Air panas dengan suhu melebihi
suhu kamar karena pengukuran
menjadi tidak presisi.
2. Air Es / air dingin dengan suhu
dibawah suhu kamar karena
pengukuran menjadi tidak presisi.
3. Jenis air atau cairan lainnya yang
tidak masuk dalam range pengukuran
dari spesifikasi alat ini.
Pengidentifikasian Senyawa Asam
dan Basa
Berdasarkan pengertian asam-basa
menurut Arrhenius beserta sifat-
sifatnya, suatu senyawa bersifat asam
dalam air karena adanya ion H+.
Adapun suatu senyawa yang bersifat
basa dalam air jika ada ion OH-. pH
adalah kepanjangan dari pangkat
hidrogen atau power of hydrogen. pH
larutan menyatakan konsentrasi ion H+
dalam larutan. Suatu zat asam yang di
masukkan ke dalam air akan
mengakibatkan bertambahnya ion
hidrogen (H+) dalam air dan
berkurangnya ion hidroksida (OH-).
Sedangkan pada basa, akan terjadi
sebaliknya. Zat basa yang dimasukkan
ke dalam air akan mengakibatkan
bertambahnya ion hidroksida (OH-)
dan berkurangnya ion hidrogen (H+).
Jumlah ion H+ dan OH- di dalam air
dapat di gunakan untuk menentukan
derajat keasaman atau kebasaan suatu
zat. Semakin asam suatu zat, semakin
banyak ion H+ dan semakin sedikit
jumlah ion OH- di dalam air.
Sebaliknya semakin basa suatu zat,
semakin sedikit jumlah ion H+ dan
semakin banyak ion OH- di dalam
air.Lantas tahukah Anda bagaimana
cara mengetahui adanya H+ atau OH-
dalam larutan? Untuk mengetahui
apakah suatu larutan mengandung ion
H+ atau ion OH-, Anda dapat
mengujinya dengan cara yang paling
sederhana yang biasa dilakukan di
laboratorium, yaitu dengan
menggunakan PH meter dan kertas
lakmus. Jangan sampai Anda
mencicipi larutan tersebut karena hal
itu sangat berbahaya.
Ciri-Ciri umum larutan asam
yaitu: Terasa masam, Bersifat korosif,
Dapat memerahkan kertas lakmus biru,
Page 16
Larutan dalam air dapat mengantarkan
arus listrik, Menyebabkan perkaratan
logam (korosif). Contoh larutan
Asam : Air jeruk, Hidrogen
Klorida/Asam Klorida (HCL),
Tembaga(II) Sulfat (CuSO4),
Alumunium Sulfat (AlSO4) dll
Ciri-ciri umum larutan basa
yaitu: Rasanya pahit, Bersifat licin,
Dapat membirukan kertas lakmus
merah, Larutan dalam air dapat
mengantarkan listrik, Jika mengenai
kulit, maka kulit akan melepuh
(kaustik)
Cantoh larutan basa : Air Sabun,
Amoniak (NH3), Soda Api/Natrium
Hidroksida (NaOH),Natrium Karbonat
(Na2CO3),
Contoh larutan netral:
Alkohol/ Ethanol, garam (Natrium
Klorida=NaCl), Amonium Klorida,
Air abu (air alkali = iye water = garam
alkali)
Kita mengenal bahwa asam terbagi
menjadi dua yaitu asam lemah dan
asam kuat, demikian juga basa, ada
basa kuat dan basa lemah. Kekuatan
asam atau basa tergantung dari
bagaimana suatu senyawa diuraikan
dalam pembentukan ion-ion jika
senyawa tersebut dalam air. Asam atau
basa juga bersifat elektrolit, daya
hantar larutan elektrolit bergantung
pada konsentrasi ion-ion dalam
larutan. Elektrolit kuat jika dapat
terionisasi secara sempurna sehingga
konsentrasi ion relatif besar, elektrolit
lemah jika hanya sebagian kecil saja
yang dapat terionisasi, sehingga
konsentrasi ion relatif sedikit. Untuk
mengetahui suatu larutan termasuk
elektrolit atau bukan dapat
menggunakan alat penguji elektrolit
atau juga dapat menggunakan alat pH
meter, dan indikator universal untuk
mengetahui pH suatu larutan secara
langsung sehingga dapat diketahui
apakah larutan tersebut termasuk
asam, basa atau garam. Nilai pH
ditunjukkan dengan skala, secara
sistematis dengan nomor 0-14.
Selain menggunakan PH meter
pendeteksian larutan asam basa dapat
dilakukan menggunakan kertas lakmus
dengan cara yang sangat sederhana
sebagai berikut: Warna kertas lakmus
dalam larutan asam, larutan basa, dan
larutan bersifat netral berbeda. Ada
dua macam kertas lakmus, yaitu
lakmus merah dan lakmus biru. Sifat
Page 17
dari masing-masing kertas lakmus
tersebut sebagai berikut.
1.Lakmus merah dalam larutan asam
berwarna merah dan dalam larutan
basa berwarna biru dan dalam larutan
netral berwarna merah.
2.Lakmus biru dalam larutan asam
berwarna merah dan dalam larutan
basa berwarna biru dan dalam larutan
netral berwarna biru.
3.Metil merah dalam larutan asam
berwarna merah dan dalam larutan
basa berwarna kuning dan dalam
larutan netral berwarna kuning.
4.Metil Jingga dalam larutan asam
berwarna merah dan dalam larutan
basa berwarna kuning dan dalam
larutan netral berwarna kuning.
5.Fenolftalin dalam larutan asam
berwarna – dan dalam larutan basa
berwarna merah dan dalam larutan
netral berwarna.
Potensial Redoks (Eh)
Potensial redoks (Eh) merupakan
indeks yang menyatakan kuantitas
elektron dalam suatu sistem
(Syekhfani, 2014a). Oksidasi-reduksi
merupakan reaksi pemindahan
elektron dari donor elektron kepada
aseptor elektron. Donor elektron akan
teroksidasi karena pelepasan elektron,
sedangkan aseptor elektron akan
terduksi karena penambahan elektron.
Proses ini berlangsung secara
simultan, sehingga sering disebut
sebagai reaksi redoks (Kyuma 2004a).
Potenisial redoks juga dipengaruhi
oleh aktivitas mikro organisme,
dimana menurut Yoshida (1978),
aktivitas mikro organisme tidak hanya
mempengaruhi proses transformasi
senyawa-senyawa organik dan
anorganik, tetapi juga mempengaruhi
kemasaman dan potensial redoks
tanah.
Menurut Tan (1982), keseimbangan
redoks biasanya dinyatakan dengan
konsep potensial redoks (Eh). Secara
umum, reaksi sel-paruh dari suatu
sistem oksidasi-reduksi dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bentuk teroksidasi + ne- ↔ Bentuk
tereduksi
Potensial sel-paruh dari reaksi di atas
dapat dirumuskan menurut hokum
Nernst sebagai berikut:
Eh = E0 + RT/nF log (bentuk teroksidasi)/(bentuk
tereduksi)
Page 18
Potensial redoks (Eh) adalah potensial
elektroda standar sel-paruh diukur
terhadap suatu elektroda penunjuk
standar, yaitu elektroda hidrogen.
Sedangkan E0adalah suatu tetapan,
yang disebut potensial redoks baku
dari sistem, dan RT/F=0.0592 pada
25o C. Jika aktivitas dari spesies-
spesies teroksidasi dan tereduksi sama
dengan satu, rasio tersebut menjadi =
1, dan nilai log-nya = 0, maka Eh = E0.
Oleh karena itu, potensial redoks baku
didefinisikan sebagai potensial redoks
dari sistem dengan aktivitas spesies
teroksidasi dan tereduksi sama dengan
satu (Tan 1982).
Selain Eh, reaksi redoks juga dicirikan
oleh aktivitas elektron, e-. Jumlah
e- atau aktivitas elektron menentukan
proses oksidasi-reduksi. Berdasarkan
reaksi di atas, jika proses reduksi
dominan, maka jumlah elektron akan
meningkat. Hubungan antara potensial
redoks dengan aktivitas elektron dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Eh = (2,3RT/F) pe
Aktivitas elektron dinyatakan dengan
pe, dimana pe = -log [e-], R =
konstanta gas, T = temperatur absolut
(K), dan F = tetapan Faraday. Pada
suhu 298 K (25o C), maka rumus
tersebut menjadi:
Eh = 0.059 pe
Sposito (2008) menghitung nilai pe
dengan pendekatan : pe=8.86−pH.
Menurut Ponnamperuma (1978), nilai
Eh atau pe yang tinggi dan positif
menunjukkan kondisi oksidatif,
sebaliknya nilai Eh atau pe yang
rendah bahkan negatif menunjukkan
kondisi reduktif. Potensial redoks
mempengaruhi status N dalam tanah,
ketersediaan P dan Si, kadar Fe2+,
Mn2+, dan SO42- secara langsung dan
kadar Ca2+, Mg2+, Cu2+, Zn2+ dan
MoO42- secara tidak langsung, dan
dekomposisi bahan organik dan H2S.
Pengukuran Eh pada tanah-tanah
reduktif memiliki beberapa
keterbatasan. Sistem tanah sangat
heterogen dan sulit untuk memperoleh
potensial keseimbangan yang tepat.
Selain itu, beberapa pasangan redoks
yang penting, seperti NO3-/NH4+,
SO42-/S2-, CO2/CH4, dan pasangan
redoks organik, tidak bersifat
Page 19
elektroaktif, tetapi dapat mengganggu
pengukuran Eh dengan menghasilkan
potensial campuran (Kyuma 2004a).
Menurut Stumm dan Morgan (1970)
dalam Kyuma (2004a), pengukuran Eh
hanya dapat dilakukan dengan tepat
untuk pasangan Fe3+/Fe2+ dan
Mn4+/Mn2+ dengan kadar lebih tinggi
dari 10-5 M dalam air alami. Menurut
Lindsay (1979), elektroda platina biasa
digunakan untuk pengukuran potensial
redoks dalam tanah. Akan tetapi,
elektroda tersebut tidak berfungsi
dengan baik pada tanah yang berada
pada kondisi oksidatif. Reaksi redoks
terjadi pada hampir semua tanah.
Biasanya, reaksi oksidasi berkaitan
dengan kondisi tanah berdrainase baik,
sedangkan proses reduksi berkaitan
dengan kondisi tanah berdrainase
buruk atau apabila terdapat air
berlebih. Kondisi redoks tanah
mempengaruhi stabilitas senyawa-
senyawa besi dan mangan.
Nilai Eh merupakan penciri paling
penting dalam evaluasi status unsur
dalam tanah. Berdasar pada hubungan
antara sifat-sifat tanah dan
pertumbuhan tanaman, maka status
redoks dikelaskan ke dalam empat
kategori: oksidasi, reduksi lemah,
reduksi sedang, dan reduksi kuat.
Reaksi reduksi-oksidasi pada
Inceptisol yang berdrainase baik dan
dilakukan penjenuhan menunjukkan
bahwa nitrat hilang dari larutan tanah,
kemudian Mn2+ dan Fe2+ mulai muncul
sementara larutan sulfat habis .
Akumulasi methane meningkat secara
eksponensial dalam tanah setelah
sulfat tidak terdeteksi dan tingkat
Mn2+ dan Fe2+ telah stabil. Selama
waktu inkubasi sekitar 40 hari, nilai
pH dalam larutan tanah meningkat 6.3-
7.5 dan asam asetat serta gas hidrogen
diproduksi. Kedua senyawa terakhir
adalah produk umum dari fermentasi,
proses metabolisme mikroba yang
terjadi ketika kadar oksigen yang
sangat rendah, sehingga degradasi
humus menjadi senyawa organik
sederhana, terutama asam organik,
bersama dengan produksi H2 dan CO2.
Konsentrasi asetat yang dilaporkan
(milli molar) dan gas H2 (mikro molar
dalam larutan tanah) merupakan
fermentasi aktif yang khas. Produk
fermentasi ini terakumulasi selama
Page 20
tahap awal inkubasi, kemudian habis
seiring dengan tingkat Mn2+ dan
Fe2+meningkat atau produksi methane
dimulai, kondisi ini menunjukkan
konsumsi oleh komunitas mikroba
selama tahap terakhir (Sposito, 2008)
Hasil dari Proses Sedimentasi
Kimiawi.
Batuan sedimen adalah salah satu dari
tiga kelompok utama batuan (batuan
beku, batuan sedimen dan batuan
metamorf) yang terbentuk melalui tiga
cara yaitu : pelapukan (klastik)
pengendapan karena proses biogenic
dan pengendapan dari larutan. Jenis
batuan umum seperti batu kapur, batu
pasir, dan lempung, termasuk dalam
batuan endapan. Batuan endapan
meliputi 75% dari permukaan bumi.
Batuan sedimen (batuan endapan)
adalah batuan yang terjadi akibat
pengendapan materi hasil erosi.
Sekitar 80% permukaan benua tertutup
oleh batuan sedimen. Materi hasil erosi
terdiri atas berbagai jenis partikel yaitu
ada yang halus, kasar, berat dan ada
juga yang ringan. Cara
pengangkutannya pun bermacam-
macam seperti terdorong (traction),
terbawa secara melompat-lompat
(saltion), terbawa dalam bentuk
suspensi, dan ada pula yang larut
(salution).
Bahan asal batuan batuan sedimen
kimiawi adalah uraian hasil pelapukan
batuan beku yang larut dalam air.
Kebanyakan terjadi Karena pengikisan
air yang kaya akan garam (evaporit)
dan konsentrasi - konsentrasi
pengendapan.
Pada umumnya batuan
sendimen kimiawi tersusun atas
garam-garam yang larut dalam air laut,
seperti : NaCl, KCl, MgSO4, CaCo4,
CaCO3, dsb.
Sedimen kimia adalah batuan sedimen
yang terbentuk secara kimia yaitu
batuan-batuab yang langsung
mengendap dari larutan-larutan yang
mengandung berbagai unsur kimia
seperti garam dapur, gipsum, batu
gamping. Pembentukan sedimen
semacam ini terjadi karena proses-
proses penguapan, konsentrasi, dan
pengendapan larutan-larutan yang
telah jenuh. Penguapan air laut atau
danau akan menyebabkan konsentrasi
garam dalam larutan menjadi tinggi
Page 21
dan selanjutnya akan membentuk
batuan residu endapan kimia.
Batuan lain yang umumnya dibentuk
melalui penguapan adalah batu kapur.
Batu tetes itu stalaktit dan stalagmit di
goa-goa kapur juga merupakan
endapan kimiawi. Air hujan yang
banyak mengandung CO2 akan
melarutkan CaCO3 dan membentuk
senyawa baru Kalsium Bikarbonat.
Sementara airnya mengalir sebagai
aliran sungai bawah tanah, sedangkan
larutan Kalsium Bikarbonatnya
mengendap di bagian atas (langit-
langit goa) membentuk stalaktit dan
menetes di lantai goa membentuk
stalagmit.
Beberapa batuan sedimen sebagai
bahan galian, dikelompok-kan menjadi
dua yaitu kelompok batu gamping dan
kelompok sedimen non-gamping
Contoh batuan sendimen kimiawi
adalah:
a. Oolit
Oolit adalah butiran yang berbentuk
bulat, lonjong dan memperlihatkan
struktur dalam baik secara konsentris
maupun tangensial dengan suatu inti
(nuclei) yang komposisinya bervariasi.
Cortex tersebut adalah halus dan
terlaminasi secara rata pada bagian
luarnya, tetapi laminae individu
mungkin lebih tipis pada titik-titik
sudut tajam intinya. Bentuk nucleus
tersebut tipikal spheroid atau elipsoid
dengan derajat sphericity meningkat
kearah luar
Oolit dapat diklasifikasikan
berdasarkan microfabriknya atau
mineraloginya. Namun ooid dapat
menjadi sulit dikenali bilamana
mengalami diagenesis yang terutama
terjadi pada ooid berasal dari aragonit
yang telah terganti oleh kalsit. Proses
pembentukan ooid bisa pada daerah
beragitasi atau bernergi tinggi dan
akan menghasilkan ooid dengan
struktur dalam yang konsentris. Selain
itu ooid juga terbentuk pada
lingkungan air tenang dengan struktur
dalam tangensial
Batuan yang terdiri atas kumpulan
butiran-butiran kecil berdiameter
antara 0,5 – 10 mm,yang terjadi karena
pengendapan,meliputi seluruh inti,
hingga penampangnya Nampak
sebagai bangunan yang konsentris.
Sendimen ini terjadi pada air yang
bergerak cepat.
Page 22
Macam – macam oolit:
Oolit gamping
Oolit besi
Oolit yang bersifat pesilit.
b. Batugamping
Batu Gamping Non-klastik disebut
juga Batu Gamping Koral karena
penyusun utamanya adalah Koral yang
merupakan anggauta Coelenterata.
Batu gamping koral umumnya tidak
menunjukkan perlapisan yang baik.
Batu Gamping Klastik adalah hasil
rombakan dari Batu Gamping Non-
Klastik melalui proses erosi oleh air,
tranportasi, sortasi, dan sedimentasi.
Dalam proses perombakan ini akan
tercampur dengan mineral lain yang
merupakan pengotor dan pemberi
warna pada gamping klastik.
Dengan adanya sortasi pada
pembentukan gamping klastik
maka akan terjadi
pengelompokkan berdasarkan
ukuran butirnya seperti berikut
ini :
Kalsirudit adalah batu gamping
fragmental
Kalkarenit adalah batu
gamping berukuran pasir
Kalsilutit adalah batu gamping
berukuran lempung
Dolomit (MgCO3) umumnya
terjadi karena proses
pelindihan (leaching) atau
peresapan unsur Mg dari air
laut ke dalam batu gamping.
Proses ini disebut dengan
Dolomitisasi yaitu pergantian
Ca oleh unsur Mg.
Kalsit (CaCO3)) merupakan
mineral Kalsium Karbonat
murni sebagai hasil
pengkristalan kembali larutan
batu gamping karena pengaruh
airtanah atau air hujan.
Fosfat merupakan hasil reaksi
antara batu gamping dengan
kotoran burung dan kelelawar
yang mengandung asam fosfat .
Rijang (SiO2) terbentuk dari
proses replacement terhadap
batu gamping oleh silika
organik atau an-organik. Rijang
mempunyai butiran kristal
yang sangat halus (crypto-
cristalin).
Macam- macam batu gamping (kapur)
dapat di jelaskan sebagai berikut:
Page 23
Limestone: batu kapur yang utama
terdiri dari kalsit (CaCO3) yang
berbentuk Kristal, yang
menunjukan bahwa asalnya dari
pengendapan kimia.
Chalk: batuan kapur yang terdiri
atas frakmen-frakmen binatang
berkerangka kapur dan tumbuh-
tumbuhan.
Mergel (Marl): batuan kapur yang
terdiri atas campuran CaCO3
dengan tanah liat dan pasir.
Dolomit: batuan kapur yang terjadi
dari batu kapur yang lebih keras
dan rumus kimianya CaMg (CO3)2.
Travertin: endapan kapur di
daratan, yang terjadi pada mata air
yang mengandung banyak
gamping.
c. Garam dapur
Dengan rumus kimia NaCl, berasal
dari laut. Untuk terbentuknya endapan
garam haruslah terdapat di daerah
yang beriklim kering dan terdapat pada
cekungan yang terpisah dari laut
bebas. Garam adalah batuan sedimen
yang terbentuk oleh pengendapan
mineral evaporite (biasanya halit
[NaCl] dan gips atau kalsium sulfat
anhidrit) dari air garam. Endapan
garam terakumulasi dalam cekungan
sedimen, yang berarti daerah rendah
yang merupakan tempat
pengendapan, di mana air garam,
seperti air laut, menguap cukup untuk
garam untuk mengendapkan. Endapan
garam tebal khususnya terletak di
dasar cekungan pasif-marjin,
dinamakan demikian karena mereka
terjadi di sepanjang tepi tektonik aktif
dari benua. Untuk melihat bagaimana
membentuk cekungan, bayangkan
sebuah super yang sedang ditarik
terpisah, seperti Pangea di Mesozoic
awal. Proses ini, disebut rifting,
melibatkan rapuh dan ulet faulting,
hasil bersih yang adalah untuk
mengencerkan litosfer benua sampai
rusak dan punggungan samudra
terbentuk. Selama tahap awal fase
rifting, cekungan keretakan kering
atau berisi danau air tawar. Akhirnya,
lantai keretakan turun di bawah
permukaan laut dan bentuk laut yang
dangkal. Jika tingkat penguapan yang
tinggi, berbagai garam (biasanya,
halit dan gipsum / anhidrit)
mengendap di dalam air laut dan
terdeposit di lantai celah. Ketika
celah berkembang menjadi lautan
Page 24
terbuka, tepi benua menjadi margin
pasif yang secara bertahap mereda.
Dengan terus subsidence, lapisan
evaporite (garam) dimakamkan oleh
sedimen klastik dan karbonat khas
lingkungan benua-rak. Kita akan
membahas lingkungan tektonik
dengan lebih rinci nanti
(Perpanjangan Tektonik, Bab 16),
tetapi untuk sekarang kita
meninggalkan Anda gambar tebal
tumpukan sedimen dengan lapisan
garam dekat dasarnya. Ini adalah
kondisi awal untuk pembentukan
intrusi garam.
d. Stalaktit
Stalaktit adalah batuan yang
menggantung pada langit – langit gua
yang terbentuk akibat tetesan air yang
mengandung kalsium karbonat yang
mengendap pada langit langit gua
tersebut. Ketika larutan mengalami
kontak dengan udara kemudian terjadi
proses kimia terbalik yang
mengakibatkan kalsium karbonat
terendapkan. Reaksi kimianya adalah : CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(aq) → Ca(HCO3)2(aq)
Stalaktit ini mengalami pertumbuhan
sepanjang 0,13 mm pertahun tetapi
pertumbuhanya juga bias mencapai 3
mm pertahun jika intensitas tetesanya
tinggi dan kaya akan kalsium karbonat
dan karbondioksida.
e. Stalakmit
Stalakmit adalah batuan yang terbentuk
dari tetesan air yang mengandung
kalsium karbonat yang terletak pada
permukaan goa. Stalaktit adalah
pasangan dari stalakmit, hal ini bias
terjadi karena pada saat tertetesnya air
akan terjadi prosos kimiawi yaitu
tetesan solusi mineralisasi pada kalsium
karbonat. Stalakmit tidak boleh
disentuh karena dapat mempengaruhi
pertumbuhannya, hal ini bias terjadi
karena tangan mengandung minyak
yang dapat mengubah permukaan
dimana air dan mineral melekat
sehingga mempengaruhi pertumbuhan
dari stalakmit ini.
f. Gypsum
Gipsum adalah salah satu contoh
mineral dengan kadar kalsium yang
mendominasi. Gipsum yang paling
umum ditemukan adalah jenis hidrat
kalsium sulfat dengan rumus kimia
CaSO4 .2H2 O. Gipsum adalah salah
satu dari beberapa mineral yang
teruapkan. Contoh lain dari mineral-
mineral tersebut Ialah borat, karbonat,
Page 25
sulfat, dan nitrat. Mineral-mineral
tersebut diendapkan di dasar laut,
danau, gua. karena konsentrasi ion-ion
oleh penguapan. Ketika air panas atau
air memiliki kadar garam yang tinggi
gipsum berubah menjadi basanit
(CaSO4 .H2 O) atau juga menjadi
anhidrit (CaSO4 ). Dalam keadaan
seimbang, gipsum yang berada di atas
suhu 108 °F atau 42 °C dalam air murni
akan berubah menjadi anhidrit.
Gipsum secara umum mempunyai
kelompok yang terdiri dari gipsum
batuan, gipsit alabaster, satin spar, dan
selenit. Gipsum juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan tempat
terjadinya, yaitu endapan danau garam,
berasosiasi dengan belerang, terbentuk
sekitar fumarol vulkanik, efflorescence
pada tanah atau gua-gua kapur, tudung
kubah garam, penudung oksida besi
(gossan) pada endapan pirit di daerah
batu gamping.
Gipsum terbentuk dalam berbagai
kondisi, kemurnian dan ketebalan yang
bervariasi. Gipsum merupakan garam
yang mengendap akibat proses
evaporasi air laut diikuti oleh anhidrit
dan halit, ketika salinitas makin
bertambah. Sebagai mineral evaporit,
endapan gipsum berbentuk dari lapisan
di antara batuan sedimen batu
gamping, serpih merah, batu pasir,
lempung, dan garam batu, serta sering
pula berbentuk endapan lensa-lensa
dalam satuan-satuan batuan sedimen.
Gipsum termasuk mineral dengan
sistem kristal monoklin 2/m, namun
kristal gipsnya masuk ke dalam sistem
kristal orthorombik. Gipsum umumnya
berwarna putih, kelabu, cokelat,
kuning, dan transparan. Hal ini
tergantung mineral lain yang
bercampur dengan gipsum.
Gipsum umumnya memiliki sifat lunak
dengan skala Mohs 1,5 –2. Berat jenis
gipsum antara 2,31 – 2,35, kelarutan
dalam air 1,8 gr/liter pada 0 °C yang
meningkat menjadi 2,1 gr/liter pada 40
°C, tapi menurun lagi ketika suhu
semakin tinggi. Gipsum memiliki
pecahan, antara 66 derajat sampai
dengan 114 derajat dan belahannya
adalah jenis choncoidal. Gipsum
memiliki kilap sutra hingga kilap lilin,
tergantung dari jenisnya. Gores
gipsum berwarna putih, memiliki
derajat ketransparanan dari jenis
transparan hingga translucent, serta
Page 26
memiliki sifat menolak magnet atau
disebut diamagnetit.
g. Batuan Silisifikasi
Batuan silisifikasi adalah batuan yang
terbentuk pada laut dalam sebagai
akibat pergantian mineral oleh
radiolarian sehingga batuan yang
semula tidak bersifat silika berubah
menjadi batuan silika, contoh dari
batuan ini adalah Rijang.
REFERENSI
Anonim, 2014, Indonesia Mining Exploration available at http://indonesia-mining-exploration.blogspot.co.id/2014/02/geokimia.html , diakses tanggal 28-10-2015
Anonim, 2011, Dasar Teori Batuan Sedimen available at http://samuelmodeon.blogspot.co.id/2011/11/dasar-teori-batuan-sedimen.html diakses tanggal 28-10-2015
Anonim, 2013, Batuan Sedimen, available at http://rizqigeos.blogspot.co.id/2013/05/batuan-sedimen.html diakses tanggal 28-10-2015
Anonim, 2012, Pengertian pH meter available at https://irmalitasarimblog.wordpress.com/2012/12/05/pengertian-ph-meter/ diakses tanggal 28-10-2015
Anonim, 2014, pH, Eh, dan ec indikator uji cepat kesuburan tanah available at http://cagust.lecture.ub.ac.id/2014/09/ph-eh-dan-ec-indikator-uji-cepat-kesuburan-tanah/comment-page-1/ diakses tanggal 28-10-2015
Anonim, 2015, Geokimia Batuan Sedimen http://www.goesmart.com/index.php/umum/show_materi/4/541/2/7/79 diakses tanggal 28-10-2015
http://batuan-sedimen-rhy.blogspot.co.id/ diakses tanggal 28-10-2015
Anonim, 2015, Evaporit biasanya halit available at evaporite-biasanya-halit-nacl/37316348 diakses tanggal 28-10-2015
Anonym, 2015, genesa batuan sedimen available at http://geograph88.blogspot.co.id/2015/04/genesa-batuan-sedimen.html diakses tanggal 28-10-2015