Top Banner
Penerbit Universitas Krisnadwipayana (Dikelola Oleh Fakultas Teknik Prodi Teknik Elektro) JURNAL ELEKTROKRISNA UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA Rancang Bangun Alat Injeksi Kaitannya terhadap Penurunan Kapasitas Transformator, Oleh : Abdul Kodir Al Bahar Modifikasi Pengkabelan Pada Kontrol Kipas Pendingin Udara Pada PLTU Banten 3 Lontar, Oleh : Ahmad Rofi’i Analisa Sistem Pentanahan Pada Gedung Dirjen Pajak Oleh : Lukman Aditya Analisa Pengoprasian Secondary Surveillance Radar (SSR) Di Bandara Soekarno- Hatta, Oleh : Selamet Purwo Santoso Analisa Kinerja Jaringan LAN Menggunakan Metode Quality of Service Oleh : Sri Hartanto Analisa Pengukuran Kecepatan Putaran Motor Induksi 3 Phasa Berdasarkan Frekwensi, Oleh : Teten Dian Hakim Perencanaan dan Analisa Sistem Pentanahan Pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas 100 MW di Gorontalo, Oleh : Ujang Wiharja Analisa Pentanahan Elektroda Batang Pada stop Kontak Untuk Menekan Biaya Listrik, Oleh : Nurhabibah Naibaho Rancang Bangun Rangkaian Pengendali Lampu Jarak Jauh Menggunakan Bloetooth, Oleh : Vita Nurdinawati Vol. 5 No. 3 Juni 2017 ISSN : 2302-4712
93

jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jan 19, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Penerbit Universitas Krisnadwipayana

(Dikelola Oleh Fakultas Teknik Prodi Teknik Elektro)

JURNAL ELEKTROKRISNA UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

Rancang Bangun Alat Injeksi Kaitannya terhadap Penurunan Kapasitas

Transformator, Oleh : Abdul Kodir Al Bahar

Modifikasi Pengkabelan Pada Kontrol Kipas Pendingin Udara Pada PLTU

Banten 3 Lontar, Oleh : Ahmad Rofi’i

Analisa Sistem Pentanahan Pada Gedung Dirjen Pajak

Oleh : Lukman Aditya

Analisa Pengoprasian Secondary Surveillance Radar (SSR) Di Bandara Soekarno-

Hatta, Oleh : Selamet Purwo Santoso

Analisa Kinerja Jaringan LAN Menggunakan Metode Quality of Service Oleh :

Sri Hartanto

Analisa Pengukuran Kecepatan Putaran Motor Induksi 3 Phasa

Berdasarkan Frekwensi, Oleh : Teten Dian Hakim

Perencanaan dan Analisa Sistem Pentanahan Pada Pembangkit Listrik Tenaga

Gas 100 MW di Gorontalo, Oleh : Ujang Wiharja

Analisa Pentanahan Elektroda Batang Pada stop Kontak Untuk Menekan Biaya

Listrik, Oleh : Nurhabibah Naibaho

Rancang Bangun Rangkaian Pengendali Lampu Jarak Jauh Menggunakan

Bloetooth, Oleh : Vita Nurdinawati

Vol. 5 No. 3 Juni 2017 ISSN : 2302-4712

Page 2: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol 5 No 3 Juni 2017 ISSN : 2302-4712

ii

SUSUNAN DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab

Ir. Ayub Muktiono, MSiP

(Dekan Fakultas Teknik Universitas Krisnadwipayana )

Penasehat

Dr. Ir. Semuel Th Salean. MSi

(P2M FT. Universitas Krisnadwipayana)

Pemimpin Redaksi

Dr. Zefri, MSi

Tim Redaksi

Ir. Teten Dian Hakim, MT

Slamet Purwo Santosa, ST. MT

Ir. Nurmiati Pasra, MT (Dosen STT-PLN)

Penyunting Ahli

Sri Hartanto, ST. MT

Dr. Ir. Sutjipto.Suwono, Dipl.GE ( Dosen STT-PLN)

Ir. Achmad Rofi,i. MT (Dosen Univ.17 Agustus Jkt)

Kesekretariatan

Dwi Octaviana, S.Sos, MSi

ALAMAT PENERBIT

Universitas Krisnadwipayana

Jl. Kampus UNKRIS Jatiwaringin, Jakarta 13077

Gedung G (Fakultas Teknik) Lantai 2 Ruang Seketariat Jurusan Teknik Elektro

Telepon :.021-84998529

E-Mail : [email protected]

Page 3: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol 5 No 3 Juni 2017 ISSN : 2302-4712

iii

PENGANTAR REDAKSI

Bismillahir rahmanir rahiim.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dengan

pertolongan-Nya, Jurnal Ilmiah Elektrokrisna akhirnya dapat terbit. Dengan

hadirnya Jurnal Ilmiah Elektrokrisna, diharapkan semua tulisan ilmiah yang berkaitan

dengan bidang keilmuan Elektro dapat dipublikasikan secara luas, baik di kalangan

ilmuwan Elektro, maupun masyarakat pada umumnya. Selanjutnya, dengan hadirnya

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna dapat menjadi sarana publikasi bagi tulisan-tulisan ilmiah yang

dihasilkan oleh civitas academica Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Krisnadwipayana, baik Dosen maupun Mahasiswa yang telah menyelesaikan penyusunan

skripsinya.

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna menerima tulisan ilmiah berupa hasil-hasil penelitian,

dan atau kajian ilmiah yang menjelaskan konsep keilmuan dan ide-ide baru mengenai

bidang keilmuan teknik elektro dengan subbidangnya seperti teknik energi listrik, teknik

telekomunikasi, teknik kontrol, teknik elektronika dan instrumentasi, teknik komputer dan

teknik informasi multimedia.

Demikianlah prakata dari redaksi, semoga Jurnal Ilmiah Elektrokrisna dapat

bermanfaat dan dapat ikut serta berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, khususnya di bidang elektro.

Wassalam,

Redaksi

Page 4: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol 5 No 3 Juni 2017 ISSN : 2302-4712

iv

KETENTUAN PENULISAN

1. Tulisan ilmiah diketik komputer pada kertas A4 (210 x 297 mm) dengan margin atas,

bawah = 3 cm, dan margin kanan, kiri = 3,5 cm, spasi = 1 (single) serta bentuk huruf

Times New Romans dengan ukuran = 12

2. Jumlah halaman dibatasi antara 7 sampai dengan 10 halaman.

3. Jumlah kata dalam judul Bahasa Indonesia maksimal = 12 kata dan bila dalam Bahasa

Inggris, berjumlah maksimal = 10 kata

4. Nama penulis makalah dicantumkan setelah judul, dengan ketentuan

a. Nama penulis dicantumkan tanpa gelar, jabatan atau kepangkatan.

b. Bila terdapat lebih dari satu nama, maka nama penulis utama dicantumkan terlebih

dahulu baru dilanjutkan dengan nama-nama penulis lainnya.

c. Jumlah maksimal penulis = 3 orang.

5. Tulisan diawali dengan abstrak berupa satu paragraf dalam Bahasa Indonesia dan satu

paragraf berikutnya, merupakan terjemahan dalam Bahasa Inggris. Abstrak adalah

esensi isi keseluruhan tulisan secara utuh dan lengkap.

6. Cantumkan kata kunci setelah abstrak untuk membantu keteraksesan tulisan.

7. Sistematika isi tulisan mengkuti kaidah keilmuan, minimal tersusun dari pendahuluan,

teori-teori yang mendukung penelitian atau kajian ilmiah, hasil-hasil penelitian atau

kajian ilmiah, kesimpulan dan daftar pustaka.

8. Tata letak isi penulisan menggunakan format dua lajur (kolom).

9. Ketentuan mengenai daftar pustaka adalah

a. Dicantumkan berurutan, dimana urutan pertama adalah referensi yang dikutip

pertamakali dalam isi tulisan, dan seterusnya.

b. Diawali dengan nomor urut, yaitu [1], [2] dan seterusnya ke bawah

c. Susunannya mengikuti urutan berikut (dipisahkan dengan koma) :

1) Penulis, bila lebih dari tiga penulis, berikutnya ditulis et all (dkk)

2) Judul referensi (judul buku atau judul dalam jurnal ilmiah)

3) Tahun penerbitan buku atau tahun publikasi tulisan ilmiah.

4) Nama penerbit (buku) atau nama jurnal ilmiah referensi (disertai dengan nomor,

volume, bulan terbit, dan halaman referensi).

Page 5: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol 5 No 3 Juni 2017 ISSN : 2302-4712

v

DAFTAR ISI

Sampul Depan………………………………………………...…………........…………i

Susunan Dewan Redaksi…………………………………...………….………........…..ii

Alamat Penerbit……………………….…………….………...…….........………...…...ii

Pengantar Redaksi…………………….…………………………..........………………iii

Ketentuan Penulisan……………………………………………........…………………iv

Daftar Isi………………………………………………………………........…………...v

I. Rancang Bangun Alat Injeksi Kaitannya terhadap Penurunan

Kapasitas Transformator, Oleh : Abdul Kodir Al Bahar ………….....…74-83

II. Modifikasi Pengkabelan Pada Kontrol Kipas Pendingin Udara

Pada PLTU Banten 3 Lontar, Oleh : Ahmad Rofi’i ..........................................84-91

III. Analisa Sistem Pentanahan Pada Gedung Dirjen Pajak

Oleh : Lukman Aditya ………..................….............………………………… 92-99

IV. Analisa Pengoprasian Secondary Surveillance Radar (SSR)

Di Bandara Soekarno-Hatta, Oleh : Selamet Purwo Santoso .….........…… 100-111

V. Maintenance Analisa Kinerja Jaringan LAN Menggunakan Metode

Quality of Service (QoS), Oleh : Sri Hartanto .............................................. 112-121

VI. Analisa Pengukuran Kecepatan Putaran Motor Induksi 3 Phasa

Berdasarkan Frekwensi, Oleh : Teten Dian Hakim, ..........………….....……122-132

VII. Perencanaan dan Analisa Sistem Pentanahan Pada Pembangkit Listrik

Tenaga Gas 100 MW di Gorontalo, Oleh : Ujang Wiharja …………………133-141

VIII. Analisa Pentanahan Elektroda Batang Pada stop Kontak Untuk Menekan

Biaya Listrik, Oleh : Nurhabibah Naibaho …….……………..…………142-151

IX. Rancang Bangun Rangkaian Pengendali Lampu Jarak Jauh Menggunakan

Bloetooth, Oleh : Vita Nurdinawati ....…………...........……………………152-161

Page 6: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

RANCANG BANGUN ALAT INJEKSI KAITANNYA TERHADAP PENURUNAN

KAPASITAS TRANSFORMATOR

Oleh : Abdul Kodir Al Bahar1

[email protected]

ABSTRAK Salah satu penyebab gangguan trafo adalah beban yang melebihi kemampuan

transformator. Keadaan overload kontinu akan mempengaruhi umur transformator dan

menghasilkan kapasitas transformator yang berkurang. Kapasitas yang menurun, pebebanan

trafo tidak akan maksimal dan meningkatkan risiko kerusakan. Tindakan yang dilakukan

untuk mencoba penurunan gangguan akibat beban transformator adalah dengan uji

transformator dan diketahui berapa persen penurunan kapasitas transformator. Data dari

pengujian digunakan untuk menghitung penurunan kapasitas transformator. Hasil penelitian

pada transformator yang belum dioperasikan berkaitan dengan keadaan ideal transformator.

Sedangkan untuk penelitian pada trafo kedua menunjukkan bagaimana transformator yang

telah beroperasi selama beberapa tahun telah menurunkan kapasitas transformator. Sehingga

trafo kedua tidak bisa digunakan sampai maksimal.

ABSTRACT One cause the interruption of transformer is loading that exceeds the

capabilities of the transformer. The state of continuous overload will affect the age of the

transformer and result in a reduced capacity of the transformer. The declining capacity,

loading on the transformer will not be maximized and increase the risk of damage. Actions

taken to attempt the decrease disturbances resulting from the transformer loadings are by the

transformer test and known how many percent decrease in capacity of the transformer. The

data from the test is used to calculate the reduction in the capacity of the transformer. Result

of the research on the transformer which is not operated yet relating to the ideal state of a

transformer. As for the research on the second transformer indicates how transformer which

been operating for several years has decreased the capacity of the transformer. So that the

second transformer can not be loaded to the maximum.

Key Words : Supply Electricity, distribution transformers, age, capacity transformers,

interruption .

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya taraf kehidupan

masyarakat menyebabkan pemakaian listrik

yang digunakan untuk kehidupan sehari- hari

semakin meningkat. Kebutuhan akan tenaga

listrik dari pelanggan selalu bertambah dari

waktu ke waktu. Untuk itulah diperlukan

suatu pelayanan dan pengoperasian sistem

tenaga listrik yang maksimal serta

memuaskan.

Sistem tenaga listrik merupakan sarana

untuk mengubah, menyalurkan dan

mendistribusikan energi listrik dari pusat

pembangkit tenaga listrik sampai instalasi

rumah tangga.

Sistem tenaga listrik terdiri dari tiga

kelompok yaitu:

1.Stasiun Pembangkit,

2.Saluran Transmisi, dan

3.Sistem Distribusi.

Salah satu peralatan yang sangat penting

yang digunakan pada pembangkit tenaga

listrik adalah Transformator Distribusi.

Fungsi dari Transformator distribusi ini

merupakan transformator penurun tegangan

yaitu dari tegangan menengah menjadi

saluran tegangan rendah untuk melayani

kebutuhan tenaga listrik pada konsumen.

Karena transformator merupakan asset

yang mahal, penggantian transformator untuk

74

Page 7: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

meningkatkan keandalan sistem secara

ekonomis bukan pilihan yang tepat.

Kerusakan pada transformator menyebabkan

kontinuitas pendistribusian tenaga listrik ke

konsumen akan terganggu atau terjadi

pemadaman. Pemadaman merupakan suatu

kerugian yang menyebabkan penurunan kWh

terjual. Mengingat lamanya waktu pemulihan

gangguan pada transformator maka

diperlukan upaya preventif untuk mencegah

terjadinya kerugian yang besar akibat daya

yang tidak tersalurkan akibat gangguan

transformator. Oleh karena itu, perlu

dilakukan rangkaian pengujian yang

dimaksudkan agar transformator tersebut bisa

bekerja sesuai dengan spesifikasi dan masa

pemakaian maksimumnya pada berbagai

kondisi di lapangan.

Salah satu pengujian yang akan dibahas

adalah pengujian transformator distribusi

dengan teknik rangkaian alat instrumen

sederhana yang dibuat dengan regulator

tegangan sebagai instrumen utama. Maksud

dari pengujian ini adalah untuk mengetahui

penurunan kapasitas sebuah transformator

distribusi, sehingga suatu transformator dapat

beroperasi dengan normal tanpa

menimbulkan gangguan dan kerusakan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka

dalam ini akan dibahas beberapa rumusan

masalah, yaitu :

1. Bagaimana cara membuat rangkaian

untuk pengujian transformator ?

2. Seberapa besar penurunan kapasitas

transformator terkait dengan usia

transformator?

3. Bagaimana menghitung penurunan

kapasitas transformator distribusi

berdasarkan pengujian arus dan

tegangan?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini dimaksudkan

untuk :

1. Mengetahui cara kerja pengujian

transformator.

2. Mengetahui penurunan kapasitas sebuah

transformator setelah dilakukan

pengujian.

3. Menjaga keamanan dan keandalan

sistem distribusi tenaga listrik dengan

berdasar pada hasil pengujian.

4. Sebagai acuan untuk pembebanan

transformator distribusi.

1.4. Batasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah,

penulis melakukan batasan permasalahan,

yaitu :

1. Membahas cara pengujian transformator

2. Membahas cara membuat rangkaian dan

cara kerja pengujian transformator untuk

mengetahui penurunan kapasitas.

3. Membahas cara membandingkan

penurunan kapasitas pada transformator

baru dan transformator beroperasi.

1.5. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data-data yang

digunakan, penulis menggunakan beberapa

metode, antara lain sebagai berikut :

1. Metode Kepustakaan

Memperoleh berbagai data / informasi

sesuai ruang lingkup bahasan penulisan

melalui pembacaan buku, makalah, hand

book dan literature.

2. Metode Analisa

Menganalisa rangkaian penyusun pada

proses pengujian, sehingga didapat gambaran

awal pada prinsip kerja pengujian, yang bisa

digunakan sebagai landasan pemahaman

setelah memperoleh teori yang didapat dari

metode kepustakaan.

3. Metode Observasi

Melakukan pengamatan secara langsung

cara kerja dari pengujian setelah kita rangkai

menjadi alat peraga.

II. LANDASAN TEORI

2.1 Transformator

Transformator merupakan peralatan

mesin listrik statis yang bekerja berdasarkan

prinsip induksi elektromagnetik, yang dapat

mentransformasikan energi listrik dari

tegangan tinggi ke tegangan rendah ataupun

sebaliknya, dimana perbandingan tegangan

antara sisi primer dan sisi sekunder

75

Page 8: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

berbanding lurus dengan perbandingan

jumlah lilitan dan berbanding terbalik dengan

perbandingan arusnya dengan nilai frekuensi

yang sama besar. Pada sistem distribusi,

transformator digunakan untuk menurunkan

tegangan penyaluran 20 kV ke tegangan

pelayanan 400 / 231 Volt.

2.2 Jenis Transformator

Secara umum, terdapat dua jenis

transformator distribusi yang banyak

digunakan pada jaringan distribusi, yaitu :

a) Transformator Konvensional

Transformator konvensional dilengkapi

dengan konservator, yaitu sebuah tabung atau

tangki yang letaknya diatas body

transformator, yang berfungsi untuk

menampung pemuaian minyak saat

transformator berbeban.

b) Transformator Hermetical

Pada sistem ini konservator dan sistem

pipa untuk hubungan dengan atmosfer luar

tidak digunakan lagi. Untuk mengamankan

pemuaian maupun penyusutan minyak,

tangki dibuat fleksibel (hermetic), dimana

kenaikan volume minyak akan ditampung

oleh sirip-sirip yang dapat mengembang dan

mampu menampung semua pemuaian

minyak. Lubang pernapasan sengaja

ditiadakan agar minyak tidak bersentuhan

dengan udara.

2.3 Konstruksi Transformator Konstruksi transformator distribusi

dikelompokkan menjadi beberapa bagian,

yaitu :

a) Bagian utama/aktif

Terdiri dari inti besi, kumparan

transformator, minyak transformator,

bushing dan tangki konservator.

b) Bagian pasif

Terdiri dari sistem pendingin, tap

changer, alat pernapasan (dehydrating

breather), dan alat indicator.

c) Sistem Insulasi

d) Terminal

e) Proteksi gangguan internal

Proteksi dari gangguan internal pada

transformator, seperti hubung singkat di

dalam kumparan dan hubung singkat antara

fase kumparan.

f) Peralatan proteksi

Terdiri dari Rele Bucholz, pengaman

tekanan lebih (explosive membrame/bursting

plate), rele tekanan lebih (sudden pressure

relay), rele pengaman tangki.

g) Peralatan tambahan untuk pengaman

Terdiri dari rele differensial, rele arus

lebih, rele hubung tanah, rele thermis, dan

Lightning Arrester.

2.4 Pengaruh Pembebanan Terhadap

Efisiensi Transformator

Jika transformator kemudian dibebani

terus menerus, maka rugi (losses) akan

mempunyai karakteristik efisiensi penyaluran

daya terhadap pembebanan trafo sebagai

berikut :

Dari kurva diatas, terlihat bahwa

transformator akan mempunyai efisiensi

tertinggi pada saat terjadi pembebanan

sebesar 80 % dari pembebanan nominalnya.

Efisiensi transformator dinyatakan dalam

angka presentase. Pada faktor cos φ = 0,2

efisiensi trafo mencapai sekitar 65%. Pada

beban dengan faktor kerja cos φ = 1,0,

efisiensi trafo bisa mencapai 90%.

2.5 Tegangan Pengenal Transformator

dan Penyadapannya

2.5.1 Tegangan Primer

Tegangan primer ditetapkan sesuai

dengan tegangan nominal sistem pada

jaringan tegangan menengah (JTM) yang

berlaku dilingkungan PLN, 6 kV dan 20 kV.

Pada sistem distribusi tiga fasa empat kawat,

maka transformator fasa tunggal yang

dipasang tentunya mempunyai tegangan

pengenal 20 kV/V3 = 12 kV. Karena SPLN 1

: 1978 menetapkan tegangan nominal sistem

20 kV, maka masih perlu dipasang

transformator fasa tungga dengan tegangan

pengenal 12 kV.

2.5.1 Tegangan Sekunder

Tegangan sekunder ditetapkan tampa

deisesuaikan dengan tegangan nominal

sistem pada jaringan tegangan rendah (JTR)

yang berlaku dilingkungan PLN adalah 127

dan 220 V untuk sistem fasa tunggal dan 127

/ 220 V dan 220 / 380 V untuk sistem fasa

tiga, yaitu : 133 / 231 V dan 231 / 400 V

pada kedaaan tampa beban. Bilamana dipakai

76

Page 9: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

tidak serentak, maka dengan bertegangan

sekunder 231 / 400 Volt daya transformator

tetap 100 % daya pengenal. Sedang dengan

tegangan sekunder 133 / 231 Volt dayanya

hanya 75 % daya pengenal.

2.6 Impedansi Transformator Impedansi transformator merupakan

total jumlah keseluruhan perlawanan

terhadap arus bolak-balik (AC) di dalam

sebuah peralatan listrik. Nilai impedansi

sebuah transformator umumnya dicantumkan

pada name plat transformator itu sendiri

dalam satuan persen (%), misalnya 3%, 4%,

5%, dan seterusnya. Pengertian nilai tersebut

adalah bahwa drop tegangan yang timbul

karena impedansi adalah sekian persen dari

tegangan yang ditetapkan. Maka drop

tegangan pada transformator tersebut didapat

dengan persamaan :

Vdrop = V x Z (%)…………....(2.1)

Atau untuk menentukan impedansi pada

sebuah transformator dengan berdasarkan

kepada tegangan drop dan tegangan dari

transformator itu sendiri, persamaannya :

Z (%) = ( 𝑉𝑑𝑟𝑜𝑝

𝑉 ) x 100 %.........(2.2)

2.7 Pengujian Pada Transformator

Pengujian yang harus dilakukan pada

sebuah transformator biasanya disesuaikan

dengan kebutuhannya. Beberapa jenis

pengujian pada transformator adalah sebagai

berikut :

a) Pengujian Tahanan Isolasi

Pengujian Tahanan Isolasi biasanya

dilaksanakan pada awal pengujian dengan

tujuan untuk mengetahui secara dini kondisi

isolasi transformator dan untuk menghindari

kegagalan yang bisa berakibat fatal, sebelum

pengujian selanjutnya dilakukan. Pengujian

dilakukan dengan menggunakan alat uji

tahanan isolasi Megger.

b) Pengujian Tahanan Kumparan

Pengujian dilakukan dengan cara

melakukan pengukuran tahanan kumparan

transformator. Data hasil pengujian

digunakan untuk menghitung besarnya rugi

tembaga pada transformator tersebut.

c) Pengujian Karakteristik Beban Nol

Pengujian Karakteristik Beban Nol atau

Tanpa Beban dilakukan untuk mengetahui

besarnya kerugian daya yang disebabkan

oleh rugi hysterisis dan eddy current pada

inti transformator dan besarnya arus yang

pada daya tersebut. Pengukuran dilakukan

dengan memberikan tegangan nominal pada

salah satu sisi transformator dan sisi lainnya

dibiarkan dalam keaadaan tanpa beban.

d) Pengujian Karakteristik Hubung Singkat

Pengujian dilakukan dengan cara

memberikan arus nominal pada salah satu

sisi transformator dan sisi yang lain dihubung

singkat, dengan demikian akan dibangkitkan

juga arus nominal pada sisi yang di hubung

singkat. Adapun tujuan dari pengujian ini

adalah untuk mengetahui besarnya rugi daya

yang hilang akibat dari tembaga dari

transformator saat beroperasi.

III. PERANCANGAN

3.1 Alat dan Bahan Pada proses persiapan perancangan

harus didukung dengan peralatan dan bahan

yang lengkap dan standar agar memudahkan

pada waktu pelaksanaan perakitan. Alat-alat

dan bahan akan diuraikan sebagai berikut :

a) Regulator Tegangan

Regulator tegangan adalah bagian utama

alat uji ini. Regulator tegangan tiga fasa

dengan menghasilkan tegangan 380 Volt

ditujukan untuk injeksi ke transformator

yang dijadikan objek pengujian.

b) Transformator Step-Up

Transformator step up digunakan untuk

menaikan tegangan injeksi ke transformator

yang diuji. Penggunaan transformator step up

dimaksudkan untuk mendapatkan nilai

tegangan sampai dengan 800 Volt.

Transformator step up 800 volt digunakan

karena menyesuaikan dengan angka persen

impedansi pada transformator. Dimana angka

tersebut berarti besar tegangan drop yang

timbul karena impedansi tersebut seperti

yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

Pada transformator yang diuji, angka

persen impedansi terdapat pada name plat.

Pada pengujian kali ini akan menggunakan

transformator dengan impedansi sebesar 4

(empat) persen. Jadi, pemilihan transformator

step up 800 volt berdasarkan persamaan yang

telah ditulis pada Bab sebelumnya, yaitu

pada (persamaan 2.1).

77

Page 10: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

V drop = V x Z

V drop = 20000 Volt x 4 %

= 800 Volt

c) Volt Ampere Meter

Volt Ampere meter adalah alat yang

digunakan untuk mengukur kuat arus dan

tegangan listrik pada satu device sekaligus.

Volt Ampere meter adalah alat ukur yang

mengkombinasikan volt meter dan ampere

meter. Volt Ampere meter yang digunakan

pada alat ini adalah jenis digital untuk

pengukuran satu fasa.

d) Kabel Penghubung

Pada pengujian ini akan dipakai kabel

NYAF yang berfungsi sebagai penghubung

antara transformator (objek pengujian) dan

regulator tegangan serta komponen lainnya

sehingga dapat dilewati sumber tegangan.

e) MCB

Pada pengujian ini MCB digunakan

sebagai pengaman hubung singkat atau

pengaman alat utama. MCB dipasang sebagai

pengaman sumber utama dari PLN dan

sebagai pengaman untuk regulator tegangan.

f) Selector Switch

Selector Switch digunakan pada saat

pengujian untuk mendapatkan nilai volt dan

ampere pada tiap fasa yang tertera pada volt

ampere meter yang dipasang, karena pada

alat ini digunakan volt ampere meter untuk

pengukuran masing-masing fasa.

g) CT

CT digunakan agar pada saat pengujian

dapat membaca arus yang diukur pada sisi

sekunder transformator yang diuji. Pada

pengujian ini digunakan CT 1000/5 Ampere.

Pemilihan CT 1000/5 berdasarkan pada

kapasitas transformator yang diuji.

h) Box Panel dari plat besi

Box panel digunakan sebagai wadah

untuk memasang semua alat-alat dan

komponen diatas agar terpasang rapi dan

aman digunakan pada saat proses pengujian.

3.2 Flow Chart Pengujian Deskripsi sistem rancang rangkaian

untuk pengujian transformator ini

digambarkan dalam flowchart sebagai

berikut :

Gambar1. Flow Chart Pengujian

3.3 Perancangan Teori Alat Pengujian dengan alat ini akan

menghasilkan data berupa tegangan dan arus.

Hasil yang terbaca setelah proses pengujian

adalah arus nominal transformator baik itu

pada sisi primer maupun pada sisi sekunder.

Arus nominal yang ideal pada suatu

transformator telah terdapat pada name plat.

Arus nominal dapat dikatakan juga sebagai

arus beban penuh (full load) pada

transformator tersebut.

Daya transformator bila ditinjau dari sisi

tegangan primer (tegangan tinggi) dapat

dirumuskan sebagai berikut :

S = √3 x V x I ............................ (3.1)

dimana :

S = Daya Transformator (kVA)

V = Tegangan sisi primer transformator

(kV)

I = Arus jala-jala (A)

Sehingga untuk menghitung arus beban

penuh (full load) dapat menggunakan rumus :

IFL = 𝑆

√3 𝑥 𝑉 ................................... (3.2)

dimana :

IFL = Arus Beban Penuh (A)

S = Daya transformator (kVA)

V = Tegangan transformator (V)

78

Page 11: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

3.4 Cara Kerja Alat Tegangan yang dihasilkan oleh regulator

tegangan dengan minimal 380 volt

tigafasakemudian dinaikkan kembali oleh

transformator step up menjadi 800 volt yang

di injeksi ke transformator pada kumparan

primer. Kemudian pada kumparan sekunder

dibuat rangkaian tertutup (loop) dengan

memasang CT. Hal ini dimaksudkan supaya

pengukuran di sisi sekunder dapat dilakukan

dan menghasilkan hasil ukur berupa arus

nominal transformator di sisi tegangan

rendah.

Dengan terpasangnya alat ukur volt

ampere meter pada alat, akan menunjukkan

angka hasil ukur berupa tegangan dan arus

pada sisi primer dan sekunder transformator.

Angka hasil ukur ini kemudian dibuat

perhitungan untuk mengetahui berapa persen

penurunan kapasitas dan maksimal

pembebanan yang dapat ditampung oleh

transformator tersebut.

3.5 Blok Diagram Pengujian Blok diagram dari rangkaian pengujian

transformator ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Blok Diagram Pengujian

3.6 Spesifikasi Transformator Yang Diuji Spesifikasi transformator pertama yang

diuji yaitu transformator baru yang belum

beroperasi disebutkan dalam (Tabel 1.)

sebagai berikut :

Tabel 1 Data Transformator Baru di Gudang

Data Transformator Distribusi

Spesifikasi Transformator

Merk B & D

Tahun

Pembuatan

2016

Nomor Seri 1602790

Daya Nominal 400 kVA

Tegangan Primer 20000 Volt

Tegangan

Sekunder

400 Volt

Frekuensi 50 Hz

Pendingin ONAN

Tegangan

Impedansi

4.0 %

Spesifikasi transformator kedua yang

diuji adalah transformator pada gardu BL

152 tersebut terdapat pada (Tabel 2) sebagai

berikut :

Tabel 2 Data Transformator BL 152

Data Transformator Distribusi

Spesifikasi Transformator

Merk UNINDO

Tahun

Pembuatan

2001

Tahun Operasi 2002

Nomor Seri 741000

Daya Nominal 4000 kVA

Tegangan Primer 20000 Volt

Tegangan

Sekunder

400 Volt

Frekuensi 50 Hz

Pendingin ONAN

Tegangan

Impedansi

4.0 %

IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS

4.1 Langkah Kerja Pengujian

Dalam proses pengujian transformator

ini, tahapan dan langkah-langkah kerja

diuraikan sebagai berikut :

1. Sebelum memulai pengujian, terlebih

dahulu mengukur belitan transformator

dengan AVO meter untuk memastikan

79

Page 12: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

transformator dalam kondisi belitan yang

masih baik atau tidak putus.

2. Memeriksa posisi tap changer dengan

skala 20000 Volt / 400 Volt

3. Mendata transformator dengan melihat

name plat transformator dan memperhatikan

kapasitas, beban, dan impedansi

transformator.

4. Merangkai semua komponen, alat ukur,

dan objek pengujian dengan kabel

penghubung. Beberapa rangkaiannya adalah

sebagai berikut :

a) Regulator tegangan terhubung ke

sumber tegangan dan transformator step

up dilengkapi dengan MCB sebagai

pengaman.

b) Rangkaian dari regulator tegangan ke

alat ukur berupa volt ampere meter

untuk menghidupkan display.

c) Transformator step up terhubung ke

objek pengujian pada sisi primer

transformator.

5. Pada sisi sekunder transformator, dibuat

rangkaian tertutup (loop) dengan men-jumper

antar fasa termasuk netral.

6. Memasang CT pada sisi sekunder

transformator dan hubungkan dengan volt

ampere meter untuk menghasilkan angka

pengukuran.

7. Memastikan semua komponen terangkai

dengan baik dan aman diberi tegangan.

8. Memulai injeksi tegangan dari regulator

secara bertahap sambil memperhatikan volt

ampere meter.

9. Catat hasil pengukuran tegangan dan

arusnya.

10. Selesai.

4.2 Rangkaian dan Wiring Alat Pengujian

Pengujian dilakukan dengan

menggunakan alat uji sederhana hasil dari

rangkaian beberapa komponen dan instrumen

pengukuran. Masing-masing alat dan

instrumen yang dipakai telah dijelaskan pada

bab sebelunya. Setelah dilakukan uji fungsi

masing-masing, alat dan instrumen tersebut

dirangkai sedemikian rupa dan ditempatkan

pada suatu tempat dari plat besi agar rapi dan

aman ketika digunakan.

Regulator tegangan dan MCB

ditempatkan di dalam serta pengawatannya.

Sementara untuk Volt Ampere Meter

dihadapkan keluar untuk memudahkan

pembacaan hasil ukur pada display. Begitu

juga dengan selector switch agar lebih mudah

untuk dioperasikan. Sementara untuk

transformator step-up dan CT di pisahkan

dari box. CT terpasang pada jumper antar

fasa di sisi sekunder transformator yang diuji

dan dikonek ke Volt Ampere meter untuk

mendapatkan hasil pengukuran arus di sisi

tegangan rendah.

Berikut gambar untuk rangkaian

pengawatan alat pengujian untuk mengetahui

penurunan kapasitas transformator distribusi

:

Gambar 3. Pengawatan Alat Pengujian

4.3 Hasil Pengujian Transformator

Tahap pertama pengujian adalah dengan

menghubungkan alat uji ke sumber tegangan

3 fasa. Setelah terhubung, nyalakan regulator

tegangan dan atur tegangan di 100 volt.

Sebelum dihubungkan ke transformator yang

diuji, ukur tegangan di output transformator

step-up. Setelah diukur dan didapat hasilnya,

setting kembali regulator tegangan secara

bertahap sampai tegangan mencapai 400 volt.

Berikut hasil ukur pada output transformator

step-up :

SU

MB

ER

PL

N 3

FA

SA

RE

GU

LA

TO

R T

EG

AN

GA

N

3 F

AS

A 3

80

VO

LT

IN OUT

N

R

S

T

N

TRAFO STEP-UP

R

S

T

R

S

T

RST

RST

N

AMPEREMETER

VOLTMETER

GAMBAR PENGAWATAN PENGUJIAN

CT TR 1000/5 A

TRANSFORMATOR 400 KVA

(OBJEK UJI)

80

Page 13: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Tabel 3. Hasil Ukur Tegangan Setelah

Dinaikkan Transformator Step-up

Setelah didapat hasil ukur, kemudian

hubungkan alat ke transformator yang diuji.

Sebelumnya matikan dulu alat sebagai

tindakan keamanan dari tegangan sentuh.

Setelah alat terhubung dengan transformator

yang diuji, alat dinyalakan kembali.

Kemudian atur tegangan kembali secara

bertahap seperti tahap sebelumnya sampai

dengan 400 Volt. Setelah tegangan di injeksi

ke transformator yang diuji, cek pada display

Volt Ampere Digital Meter yang telah

dihubungkan pada CT yang terpasang di sisi

sekunder transformator.

4.3.1 Perhitungan Arus Nominal Ideal

Pada Transformator Baru

Arus nominal yang ideal pada suatu

transformator dapat dilihat pada name plat

yang terdapat sebagai identitas transformator.

Pada setiap transformator dengan daya 400

kVA tertera pada name plate nya arus

nominal pada sisi primer adalah 11,5 Ampere

(acuan SPLN D3.002-1 tahun 2007). Jika

mengacu pada persamaan (3.2), hasil

perhitungan untuk arus nominal pada sisi

primer yang ideal adalah :

IFL = 𝑆

√3 𝑥 𝑉

IFL = 400000 𝑉𝐴

√3 𝑥 20000 𝑉

IFL = 400000 𝑉𝐴

34600

IFL = 11,56 Ampere

Sedangkan perhitungan untuk keadaan

ideal arus nominal pada sisi sekunder

(tegangan rendah) transformator adalah :

IFL = 𝑆

√3 𝑥 𝑉

IFL = 400000 𝑉𝐴

√3 𝑥 400 𝑉

IFL = 400000 𝑉𝐴

692

IFL = 578,03 Ampere

4.3.2 Perhitungan Hasil Uji

Transformator-1 (Keadaan

Baru/Belum Beroperasi)

Transformator pertama yang diuji adalah

transformator dengan daya 400 kVA yang

berada di gudang PLN dan belum beroperasi.

Pengujian pada transformator baru dilakukan

untuk mengetahui apakah hasil pengujian

akan sama dengan spesifkasi transformator

yang terdapat pada name plat.

Hasil yang didapat dari pengujian pada

transformator 1 menunjukan angka arus

nominal pada sisi primer (tegangan tinggi)

adalah 11,55 Ampere. Hasil ini menunjukkan

angka yang hampir sama dengan arus

nominal sisi primer yang terdapat pada name

plat transformator.

Dengan diketahuinya arus nominal

primer transformator, maka untuk

mengetahui apakah kapasitas (kVA)

transformator tersebut sama dengan yang

terdapat pada name plat, dapat dimasukkan

ke dalam persamaan sebagai berikut :

IFL = 𝑆

√3 𝑥 𝑉

11,55 A = 𝑆

√3 𝑥 20000 𝑉

S = 11,55 x 34600

S = 399630 VA ≈ 400 kVA

Kemudian untuk hasil pengujian pada

sisi sekunder transformator, arus nominal

yang terukur adalah 577,8 Ampere. Maka

dimasukkan kedalam persamaan menjadi :

IFL = 𝑆

√3 𝑥 𝑉

577,8 A = 𝑆

√3 𝑥 400 𝑉

S = 577,8 x 692

S = 399873.6 VA ≈ 400 kVA

Dengan hasil perhitungan dari pengujian

yang didapat dari transformator-1 yang masih

dalam keadaan baru, dapat diketahui bahwa

arus nominal baik sisi primer maupun

sekunder memiliki nilai yang hampir sama

dengan kondisi ideal transformator baru yang

sesuai dengan SPLN D3.002-1 tahun 2007.

Sehingga apabila dikaitkan dengan

penurunan kapasitas, dapat disimpulkan

bahwa pada transformator-1 tidak mengalami

penurunan kapasitas.

81

Page 14: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

4.3.3 Perhitungan Hasil Uji

Transformator-2 (Keadaan Telah

Beroperasi)

Transformator kedua yang diuji adalah

transformator dengan daya 400 kVA yang

berada di gardu BL 152 dan telah beroperasi

sejak tahun 2002. Pengujian pada

transformator yang telah beroperasi

dilakukan untuk mengetahui penurunan

kapasitas pada transformator.

Hasil yang didapat dari pengujian pada

transformator-2 menunjukan angka arus

nominal pada sisi primer (tegangan tinggi)

adalah 7,62 Ampere. Hasil ini menunjukkan

angka yang berbeda dengan arus nominal sisi

primer yang terdapat pada name plat

transformator.

Dengan diketahuinya arus nominal

primer transformator-2, maka untuk

mengetahui berapa sisa kVA transformator

tersebut dapat dimasukkan ke dalam

persamaan sebagai berikut :

IFL = 𝑆

√3 𝑥 𝑉

7,62 A = 𝑆

√3 𝑥 20000 𝑉

S = 7,62 x 34600

S = 263652 VA ≈ 263,6 kVA

Kemudian untuk hasil pengujian pada

sisi sekunder transformator, arus nominal

yang terukur adalah 381,5 Ampere. Maka

dimasukkan kedalam persamaan menjadi :

IFL = 𝑆

√3 𝑥 𝑉

381,5 A = 𝑆

√3 𝑥 400 𝑉

S = 381,5 x 692

S = 263998 VA ≈ 263,9 kVA

Dengan hasil perhitungan dari pengujian

yang didapat dari transformator-2, dapat

diketahui bahwa arus nominal baik sisi

primer maupun sekunder memiliki nilai

sudah jauh berbedaa atau sudah menurun

kapasitasnya jika dibandingkan dengan

kondisi ideal transformator baru.

Sesuai dengan hasil perhitungan , telah

terjadi penurunan kapasitas pada

transformator-2. Berikut perhitungan untuk

mengetahui penurunan kapasitas

transformator-2 :

Jadi, berdasarkan hasil perhitungan

diatas, transformator-2 mengalami penurunan

kapasitas sebesar 34,025 %. Oleh karena itu,

sangat disarankan untuk pembebanan pada

transformator-2 tidak melebihi dari 263,9

kVA atau sebesar 65,075 persen.dari

kapasitas 400 kVA.

Tabel 4. Hasil Uji Transformator 1 dan 2

Serta Perbandingannya Dengan Kondisi Ideal

Sesuai Standar

V. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan dan pengujian yang

telah dilakukan, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1.Berdasarkan pada hasil ukur pada

transformator-1 dengan daya pengenal 400

kVA, setelah dilakukan pengujian dapat

diketahui bahwa arus nominal transformator

pada sisi tegangan MENENGAH adalah 11,5

Ampere dan pada sisi tegangan rendah

adalah 577,8 Ampere. Hasil perhitungan

menunjukkan tidak terdapat penurunan

kapasitas pada transformator tersebut dan

sesuai dengan name plat pada transformator.

Hal ini menunjukkan bahwa transformator-1

yang merupakan transformator baru dan

belum beoperasi berada dalam keadaan ideal

dan dapat beroperasi dengan maksimal sesuai

spesifikasi standar.

82

Page 15: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

2.Berdasarkan pada hasil ukur pada

transformator-2 dengan daya pengenal 400

kVA, setelah dilakukan pengujian dapat

diketahui bahwa arus nominal transformator

pada sisi tegangan menengah adalah 7,62

Ampere dan pada sisi tegangan rendah

adalah 381,5 Ampere. Hasil perhitungan

menunjukkan terdapat penurunan kapasitas

pada transformator tersebut sebesar 34,025

persen dan kapasitas asalnya 400 kVA. Hal

ini menunjukkan bahwa transformator 2

dalam keadaan tidak ideal dan dapat hanya

dapat beroperasi dengan maksimal

pembebanan sebesar 65,075 persen.

3. Hasil pengujian ini dapat dijadikan acuan

untuk menentukan batas persen pembebanan

yang dapat ditampung oleh transformator

tersebut. Hal ini dapat mengurangi

transformator rusak akibat pembebanan yang

tidak terkontrol dan melebihi batas

kemampuan transformator.

4. Dengan dapat terkontrolnya pembebanan

pada transformator beroperasi, keandalan

jaringan dapat terjaga dan pasokan listrik

kepada konsumen juga terjamin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kadir, Abdul. 1979. Transformator.

Jakarta : Pradnya Paramitha.

2. Prayoga, Aditya. 2010. Teknik Tenaga

Listrik Transformer. Universitas

Indonesia.

3. Zuhal. 1995. Dasar Teknik Tenaga

Listrik dan Elektronika Daya. Jakarta :

Gramedia.

4. Sulasno, Ir. 2010. Distribusi Tenaga

Listrik. Semarang : Badan Penerbit

UNDIP.

5. Sumardjati, Prih. 2008. Teknik

Pemanfaatan Tenaga Listrik Jilid 3.

Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan Departemen

Pendidikan Nasional.

6. Manajemen Aset Transformator

Distribusi Jawa Bali. 2010. Jakarta : PT

PLN (Persero) Kantor Pusat

7. Standar PLN No : 17 dan 17A. 1979

tentang Pedoman Pembebanan

Transformator Terendam Minyak.

Jakarta : PT PLN (Persero) Kantor Pusat.

83

Page 16: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

MODIFIKASI PENGKABELAN PADA KONTROL KIPAS PENDINGIN UDARA

PADA PLTU BANTEN 3 LONTAR

Oleh : Ahmad Rofi’i1

[email protected]

Abstrak - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Banten 3 Lontar merupakan

pembangkit listrik dengan bahan bakar utama batubara. Batubara digiling menggunakan

mill dan didorong dengan udara primari menuju ruang bakar pada boiler. Dimana untuk

tiap-tiap corner pada boiler terdapat peralatan pendeteksi api yang berfungsi untuk

mendeteksi apakah batubara yang didorong menuju boiler terbakar atau tidak. Kipas udara

pendingin atau Cooling Air Fan (CAF) merupakan sistem pendingin peralatan-peralatan

pada area boiler terutama pendeteksi api. CAF termasuk peralatan vital dalam pembangkit

oleh karena itu CAF termasuk kondisi yang dapat menyebabkan Main Fuel Trip (MFT). Di

UJP Lontar masih terdapat kekurangan pada pengkabelan kontrol CAF yang telah

menyebabkan trip unit, diantaranya adalah hanya terdapat 1 breaker kontrol untuk 2

kontrol motor CAF, hal ini dapat menggagalkan proses interlock start ketika breaker

bermasalah. Selain itu juga tidak terdapat interlock start pada posisi lokal dan juga

perubahan dari posisi remote dan lokal dapat menyebabkan trip CAF. Dan satu

permasalahan lagi yaitu belum sempurnanya logic untuk interlock start CAF pada DCS

PLTU lontar. Oleh sebab itu perlu dilakukan modifikasi pengkabelan kontrol CAF

sehingga hal-hal tersebut dapat dicegah.

Abstract - Steam Power (power plant) Banten 3 Lontar a power plant with a primary fuel

coal. Coal is milled using a mill and driven by primary air to the combustion chamber of

the boiler. Where to every corner of the boiler there is a functioning fire detection

equipment to detect whether coal burning boiler which is driven towards or not. Cooling

Air Fan (CAF) is a cooling system equipment in the boiler area especially fire detection.

CAF including vital equipment in the plant therefore CAF includes conditions that can

cause the Main Fuel Trip (MFT). In UJP Lontar there are still shortcomings in the control

wiring CAF that has caused the trip unit, of which there is only 1 to 2 breaker control

motor control CAF, it can frustrate the process interlock start when the breaker is

problematic. In addition, there is no interlock start at the local position and also the

change of the position of the remote and local may cause CAF trip. And one more problem

that is incomplete logic for interlock start CAF start at DCS power plant Lontar. Therefore

it is necessary to modify the control wiring CAF so that these things can be prevented.

Keywords : CAF, Control, DCS and Flame Detector.

84

Page 17: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem Kipas udara pendingin

pendeteksi api memiliki peranan penting

dalam pengoperasian boiler pada

pembangkit. Kipas udara pendingin

adalah kipas yang berfungsi untuk untuk

mendinginkan peralatan pendeteksi api

yang berfungsi untuk mendeteksi adanya

nyala api pada ruang bakar boiler.

Pendeteksi api ini sangatlah penting pada

runag bakar boiler sebagai proteksi

kemungkinan adanya ledakan di boiler

karena adanya penumpukan bahan bakar

pada oil gun, dan ketika oil gun

dinyalakan maka kemungkinan adanya

ledakan pada ruang bakar boiler dapat

terjadi, oleh karena itu peralatan ini harus

terjaga dengan baik.

Pendinginan ini dilakukan dengan

cara mengambil udara bebas oleh kipas

yang digerakkan oleh motor ( masing –

masing unit terdapat 2 buah kipas udara

pendingin) dengan tekanan normal pada

pipa kipas udara pendingin lebih besar

dari 5.5 Kpa (normal sekitar 6.6 Kpa) dan

pada tekanan kurang dari 5.5 Kpa motor

yang statusnya siap akan nyala untuk

membantu mensuplai tekanan pada pipa

kipas udara pendingin, dan memberikan

sinyal trip pada unit jika tekanan suplai

kipas udara pendingin kurang dari 3.5

Kpa.

Sistem kontrol kipas udara

pendingin yang ada sekarang ini kurang

handal, dikarenakan power suplai untuk

semua kontrol kipas udara pendingin

dilokal menggunakan satu Mini Circuit

Breaker (MCB). Satu MCB membackup

semua power suplai kontrol baik Motor

A, Motor B dan Pressure switch

instrument. Jadi saat terjadi gangguan

hubung singkat maka MCB kontrol akan

trip sehingga kipas udara pendingin A

dan B akan mati dan dapat menyebabkan

alarm ‘pendingin pendeteksi api hilang’

dan mengakibatkan boiler trip. Selain itu

juga tidak terdapat sistem interlock start

pada posisi lokal dan juga perubahan dari

posisi remote ke lokal atau sebaliknya

dapat menyebabkan trip kipas udara

pendingin. Salah satu permasalahannya

lagi yaitu saat mode start remote dari

Distributed Control System (DCS)

Invensys Foxboro, dimana pada DCS

untuk logic interlock start kipas udara

pendingin belum sempurna.

Untuk mengantisipasi terjadinya

gangguan dan untuk meningkatkan

kehandalan kipas udara pendingin

pendeteksi api pada PLTU Banten 3

Lontar, maka dilakukanlah modifikasi

kontrol pengkabelan kipas udara

pendingin yaitu dengan modifikasi

pemisahan power suplai kontrol kipas

udara pendingin A & B pendeteksi api,

penambahan sistem interlock start secara

lokal dan penyempurnaan logic diagram

pada DCS PLTU UJP Banten 3 Lontar

unit 1,2 dan 3.

1.2. Rumusan Masalah

Gambar 1. Grafik penyebab kehilangan

kesempatan produksi pada PLTU Lontar

mei 2015

Berdasarkan grafik penyebab

kehilangan kesempatan produksi hingga

mei 2015 diatas dapat digambarkan

bahwa telah terjadi gangguan pada sistem

kipas udara pendingin pendeteksi api,

salah satunya yang terjadi di unit 2 PLTU

Banten 3 Lontar. Pada tanggal 09 April

2015, 10.03.02 WIB unit 2 trip dengan

indikasi sistem proteksi Main fuel Trip

(MFT) yang diawali dari munculnnya

gangguan dari tekanan kipas udara

pendingin rendah sehingga mengakibat

trip unit 2. Kejadian ini menyumbang

1,54 % dari total 26,99 % sebagai

85

Page 18: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

penyebab kehilangan kesempatan

produksi PLTU Banten 3 Lontar.

Selain itu pada tanggal 14 Mei

2015,waktu 20:12 WIB telah terjadi

gangguan yaitu indikasi ‘udara pendingin

hilang’ yang diawali dari munculnnya

gangguan dari tekanan kipas udara

pendingin rendah sehingga

mengakibatkan trip unit 3.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Meningkatkan kehandalan peralatan

kipas udara pendingin pendeteksi api

pada PLTU Banten 3 Lontar

2. Mencegah kerugian yang sangat

besar dengan mengurangi kegagalan

fungsi peralatan kipas udara

pendingin pendeteksi api akibat

gangguan power suplai kontrol yang

mengakibatkan trip unit.

3. Menghindari sejauh mungkin dari

peringkat teratas sebagai penyebab

kehilangan kesempatan produksi

pada PLTU Banten 3 Lontar.

2.1. Trip

Trip adalah kondisi dimana

terjadinya sistem off atau mati secara

tiba-tiba. Trip biasanya terjadi karena

kegagalan fungsi pada peralatan-

peralatan yang berfungsi sebagai proteksi

suatu peralatan utama. Misal pada

peralatan utama kipas udara pendingin

yang memiliki peralatan proteksi berupa

pressure switch. Ketika pressure switch

ngontak (sesuai settingan) akibat dari

perubahan tekanan pada pipa kipas udara

pendingin, maka secara langsung kipas

udara pendingin tersebut akan trip atau

mati secara tiba-tiba.

2.2. Boiler

Boiler yang secara fungsinya

disebut juga sebagai steam generator

(penghasil uap), adalah suatu bentuk

sistem pembakaran yang merupakan

gabungan dari beberapa tube, header,

ducting, burner, fin plate dan manifold

yang di desain untuk saling terhubung

dalam suatu proses untuk mengubah air

menjadi uap bertekanan yang kemudian

digunakan untuk menggerakkan turbin

dan generator sehingga menghasilkan

listrik di sebuah power plant (pembangkit

listrik).

2.3. Flame Detector (Pendeteksi Api)

Flame detector merupakan sebuah

alat pendeteksi api yang menggunakan

sensor optic untuk mendeteksinya. Di sini

ditegaskan bahwa pendeteksi api

digunakan untuk mendeteksi keberadaan

api, bukan panas. Prinsip kerja pendeteksi

api adalah dimulai dari bahwa api akan

bisa dideteksi oleh keberadaan spectrum

cahaya infrared maupun ultraviolet, dan

dari situ semacam microprocessor dalam

pendeteksi api akan bekerja untuk

membedakan spectrum cahaya yang

terdapat pada api yang terdeteksi

tersebut.

Gambar 1. Pendeteksi api dan modul

pendeteksi api

2.4. Kipas Udara Pendingin / Cooling

Air Fan (CAF)

Kipas udara pendingin adalah kipas

yang berfungsi untuk untuk

mendinginkan peralatan pendeteksi api

yang berfungsi untuk mendeteksi adanya

nyala api pada ruang bakar. Pendeteksi

api ini sangatlah penting pada ruang

bakar sebagai proteksi kemungkinan

adanya ledakan diboiler karena adanya

penumpukan bahan bakar pada oil gun,

dan ketika oil gun dinyalakan maka

kemungkinan adanya ledakan pada ruang

bakar dapat terjadi, oleh karena itu

peralatan ini harus terjaga dengan baik.

86

Page 19: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar 2. Kipas udara pendingin

2.5. Pressure Switch

Pressure Switch merupakan suatu

saklar listrik yang bekerja atas dasar

tekanan yang diderima padanya dan

dilengkapi dengan micro-switch / kontak

yang dipakai untuk menghubungkan atau

melepaskan aliran listrik.

Pada umumnya pressure switch

digunakan sebagai :

Indikasi adanya alarm tekanan tinggi

atau rendah

Persyaratan Start maupun Stop motor

(pompa)

Trip suatu Peralatan

Gambar 3. Pressure Switch

2.6. Peralatan Rangkaian Kontrol

Panel

Mini Circuit Breaker (MCB)

Pengaman adalah suatu peralatan

listrik yang digunakan untuk melindungi

komponen listrik dari kerusakan yang

diakibatkan oleh gangguan seperti arus

beban lebih ataupun arus hubung singkat.

Pada Mini Circuit Breaker (MCB)

terdapat 2 jenis pengaman yaitu secara

thermis dan elektromagnetis. Pengaman

thermis berfungsi untuk mengamankan

arus beban lebih sedangkan pengaman

elektromagnetis berfungsi untuk

mengamankan jika terjadi hubung

singkat. MCB dalam kerjanya membatasi

arus lebih menggunakan gerakan

dwilogam untuk memutuskan rangkaian.

Dwilogam ini akan bekerja dari panas

yang diterima oleh karena energi listrik

yang timbul.

Gambar 4. MCB 1 Fasa

2.7. Sistem DCS Invensys Foxboro.

Invensys Foxboro adalah salah satu

produk sistem Distributed Control Sistem

(DCS) yang banyak dipakai pada sistem

automasi pabrik-pabrik seperti pada

pembangkit listrik dan dibangun di atas

platform berbasis Microsoft Windows.

Berikut ini adalah konfigurasi umum dari

sistem DCS Invensys Foxboro.

Komponen-komponen penting dari

DCS Foxboro adalah Software I/A series

yang meliputi Fox Select, Fox View, Fox

Draw dan AIM*AT Historian. Dalam

paket DCS-nya, Foxboro memiliki

modul-modul antarmuka yakni Fieldbus

Module (FBM) yang dapat mengolah dan

mentransmisikan sinyal, baik analog

maupun digital, AC maupun DC dari

peralatan-peralatan instrumentasi lokal ke

sistem DCS ataupun sebaliknya.

87

Page 20: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar 5. Konfigurasi I/O

Subsystem DCS dengan Control

Processor FCP270 dan FBM

2.8. Software Festo Fluidsim 3.6

Software festo Fluidsim 3.6

merupakan salah satu program simulasi

yang digunakan untuk mensimulasikan

cara kerja dari suatu rangkaian yang

terdiri dari beberapa komponen peralatan

listrik yang tersusun menjadi suatu

rangkaian kontrol yang saling terintegrasi

membentuk sebuah sistem. Dari simulasi

tersebut dapat dilihat apakah rangkaian

yang telah didesain sedemikian rupa

dapat berjalan seperti yang diharapkan

atau tidak sebelum diimplementasikan.

2.9. Gerbang Logika

Gerbang Logika adalah rangkaian

dengan satu atau lebih dari satu sinyal

masukan tetapi hanya menghasilkan satu

sinyal berupa tegangan tinggi atau

tegangan rendah. Dikarenakan analisis

gerbang logika dilakukan dengan Aljabar

Boolean maka gerbang logika sering juga

disebut Rangkaian logika. Gerbang

logika merupakan dasar pembentukan

sistem digital. Gerbang logika beroperasi

dengan bilangan biner, sehingga disebut

juga gerbang logika biner. Tegangan

yang digunakan dalam gerbang logika

adalah tinggi atau rendah. Tegangan

tinggi berarti 1, sedangkan tegangan

rendah berarti 0.

Gerbang logika atau sering juga

disebut gerbang logika Boolean

merupakan sebuah sistem pemrosesan

dasar yang dapat memproses input-input

yang berupa bilangan biner menjadi

sebuah output yang berkondisi yang

akhirnya digunakan untuk proses

selanjutnya. Gerbang logika dapat

mengkondisikan input - input yang

masuk kemudian menjadikannya sebuah

output yang sesuai dengan apa yang

ditentukan olehnya. Terdapat tiga

gerbang logika dasar, yaitu : gerbang

AND, gerbang OR, gerbang NOT. Ketiga

gerbang ini menghasilkan empat gerbang

berikutnya, yaitu : gerbang NAND,

gerbang NOR, gerbang XOR, gerbang

XAND.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Masalah Teknis

Gambar 6. Alur udara pendingin untuk

pendeteksi api pada boiler

Pendinginan ini dilakukan dengan

cara mengambil udara bebas oleh kipas

yang digerakkan oleh motor (masing –

masing unit terdapat 2 buah kipas udara

pendingin) dengan tekanan normal pada

pipa kipas udara pendingin lebih besar

dari 5.5 Kpa (normal sekitar 6.6 Kpa) dan

pada tekanan kurang dari 5.5 Kpa motor

yang statusnya siap akan nyala untuk

membantu mensuplai tekanan pada pipa

kipas udara pendingin, dan memberikan

sinyal trip pada unit (MFT) jika tekanan

suplai kipas udara pendingin kurang dari

3.5 Kpa.

Sebelumnya pada tanggal 09

April 2015, waktu pukul 10:03:02 WIB

telah terjadi kondisi trip pada unit #2

PLTU Lontar yang diakibatkan dari

tripnya kipas udara pendingin atau

tekanan CAF hilang (Cooling Air Lost).

Kondisi trip CAF menyebabkan MFT

pada boiler sehingga beban yang

dihasilkan hilang seketika. Dari hasil

pengecekan diketahui bahwa power

suplai/MCB untuk kontrol CAF turun

yang di sebabkan oleh adanya hubung

singkat pada salah satu perangkat

instrument yaitu Pressure Switch, yang

mengakibatkan munculnya alarm udara

pendingin hilang dan secara logic

memberikan masukan sinyal MFT ke

DCS. Berikut adalah bagan atau skema

88

Page 21: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

pengamatan saat unit 2 PLTU Lontar trip

:

Kemudian pada tanggal 14 Mei

2015, waktu pukul 20:12 WIB Unit 3

trip dengan indikasi tekanan CAF hilang

(cooling air lost) yang diawali dari

munculnnya gangguan dari tekanan kipas

udara pendingin rendah sehingga

mengakibat trip unit 3. Hasil Pengecekan

terdapat kerusakan pada bearing motor

CAF sehingga temperature motor CAF A

panas. Oleh karena itu CAF yang B di

start dan CAF A di stop untuk dilakukan

penggantian bearing. Kemudian setelah

dilakukan penggantian bearing,

dilakukan test fungsi CAF A tetapi pada

mode kontrol local. Saat selector switch

dipindah dari mode remote ke lokal,

terjadi kegagalan fungsi yang

menyebabkan CAF B trip sebelum CAF

A berhasil di start. Sehingga tekanan

CAF hilang mengakibatkan unit 3 PLTU

Lontar trip. Berikut adalah bagan atau

skema pengamatan saat unit 2 PLTU

Lontar trip :

3.2. Metode penyelesaian masalah

Untuk menyelesaikan masalah-

masalah tersebut diatas, sebelumnya

harus ditentukan terlebih dahulu langkah-

langkah atau metode penyelesaian

masalahnya. Agar nantinya ditentukanlah

solusi-solusi untuk menyelesaikan

masalah tersebut sehingga kedepannya

tidak terjadi lagi trip unit PLTU Lontar

yang disebabkan oleh gangguan-

gangguan pada kontrol kipas udara

pendingin pendeteksi api pada boiler.

IV. PEMBAHASAN HASIL

PENELITIAN

4.1. Analisa Pengkabelan kontrol

CAF pada panel

Hal yang pertama kami lakukan

adalah menganalisa pengkabelan yang

terpasang pada panel CAF. Analisa yang

dilakukan dimaksudkan untuk

mengetahui kekurangan-kekurangan yang

terdapat pada pengkabelan yang

terpasang. Adapun hasil analisa yang

telah dilakukan diantaranya :

Switch Remote/Local pada panel

CAF dapat menyebabkan CAF mati.

Mini Circcuit Breaker (MCB) untuk

Power Suplai kontrol CAF A dan B

digabung menjadi satu MCB

Tombol Start/Stop dilokal panel

bertipe toggle switch

Tidak terdapat tombol interlock start

pada kondisi local

Tegangan untuk kondisi alarm

menjadi satu dengan MCB kontrol

Ketika terjadi kondisi tekanan rendah

pada jalur CAF, CAF yang statusnya

siap tidak dapat interlock start

4.2. Membuat rangkaian pengkabelan

yang baru

Sebelum melakukan modifikasi

pengkabelan pada panel kontrol CAF,

maka buatlah rancangan pengkabelan

yang baru. Yang diharapkan nantinya

pengkabelan yang baru ini dapat bekerja

lebih handal dari yang sebelumnya.

Pengkabelan ini dirancang menggunakan

Software Autocad.

4.3. Analisa logic diagram pada DCS

Hal yang kedua dilakukan adalah

analisa logic diagram pada DCS Invensys

Foxboro. Ketika dilakukan analisa

terdapat beberapa hal yang dianggap

menjadi kekurangan logic diagram untuk

pengoperasian CAF, yaitu untuk indikasi

Pressure Low (L) dan Pressure Low Low

(LL) hanya dijadikan indikasi saja pada

DCS tetapi tidak dijadikan inputan signal

untuk interlock start CAF yang sedang

stand by atau siap. Untuk saat ini yang

dijadikan sinyal masukan untuk interlock

start CAF yang siap yaitu hanya dari

indikasi Link dan sinyal trip CAF yang

sebelumnya running.

89

Page 22: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar 7. Logic diagram interlock start

CAF pada DCS sebelum dimodifikasi

4.4. Simulasi pengkabelan yang baru

dengan Software Festo Fluidsim

3.6

Setelah selesai merancang wiring

diagram yang baru mengunakan software

Autocad langkah selanjutkan yaitu

mensimulasikan pengkabelan tersebut

dengan menggunakan software Festo

Fluidsim 3.6 untuk memastikan apakah

pengkabelan yang telah dirancang sudah

benar bekerja sesuai harapan atau belum.

Software festo Fluidsim 3.6 merupakan

salah satu program simulasi yang

digunakan untuk mensimulasikan cara

kerja dari suatu rangkaian yang terdiri

dari beberapa komponen peralatan listrik

yang tersusun menjadi suatu rangkaian

kontrol yang saling terintegrasi

membentuk sebuah sistem. Dari simulasi

tersebut dapat dilihat apakah rangkaian

yang telah didesain sedemikian rupa

dapat berjalan seperti yang diharapkan

atau tidak sebelum diimplementasikan.

4.5. Instalasi pengkabelan pada panel

kontrol CAF

Setelah merancang pengkabelan

yang baru dengan software Autocad,

kemudian mensimulasikan dengan

software Festo Fluidsim 3.6 dilanjut

dengan menyiapkan material tambahan,

maka hal yg harus dilakukan selanjutnya

ialah menginstalasi ulang pengkabelan

kontrol CAF sesuai dengan rancangan

wiring yang telah dibuat dan

disimulasikan. Dikarenakan kondisi

sistem CAF yang harus selalu menyala

saat kondisi unit operasi, proses

pelaksanaan merangkai pengkabelan

yang baru harus dilakukan saat kondisi

Unit/Boiler Stop dan CAF stop.

Pelaksanaan merangkai pengkabelan

yang baru dilakukan selama kurun waktu

12 hari untuk 2 unit.

4.6. Instalasi logic diagram pada DCS

Invensys Foxboro

Maksud pada proses ini adalah

instalasi logic diagram yang berfungsi

untuk interlock start CAF. Yaitu apabila

misal CAF A sedang operasi akan tetapi

tekanan yang dihasilkan oleh CAF

tersebut tidak bisa mencapai tekanan

yang diharapkan/sesuai standart operasi

pembangkit, maka Pressure Switch akan

mendeteksi Pressure Low yang kemudian

akan mengaktifkan rele alarm Pressure

Low. Sinyal alarm Pressure Low akan

dikirim ke DCS yang kemudian akan

diproses pada ICC DCS Invensys

Foxboro, setelah diproses akan

mengaktifkan CAF yang B untuk operasi,

sehingga akan menambah tekanan sampai

yang diinginkan. Begitu juga sebaliknya.

Gambar 8. Logic diagram Interlock

Start CAF sebelum dan sesudah

modifikasi

Sebelum instaasi logic pada DCS

Invensys Foxboro tentukan terlebih

dahulu tentukan indikasi alarm apa saja

yang akan diolah menjadi logic diagram

dan tentukan alamat Field Bus Module

(FBM) yang akan digunakan untuk

alarm-alarm tersebut. Disini indikasi

alarm yang akan digunakan adalah alarm

Pressure Low (L) dan alarm Pressure

Low Low (LL). Untuk alarm Pressure

Low (L) menggunakan FBM type 207

dengan alamat 2IDI:DI102609,

sedangkan untuk alarm Pressure Low

Low (LL) menggunakan FBM type 207

juga dengan alamat 2IDI:DI102610.

90

Page 23: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

4.7. Pengujian / Commisioning Test

Setelah perancangan pengkabelan

diagram pada panel kontrol CAF dan

Instalasi logic diagram pada DCS

Invensys Foxboro selesai, maka langkah

berikutnya yaitu dilakukan pengujian

untuk memastikan apakah sistem kontrol

CAF sudah benar-benar bekerja sesuai

dengan yang diharapkan atau belum.

Pengujian dilakukan melalui 2 tahap,

yaitu pengujian secara Lokal (dari panel

kontrol CAF) dan pengujian secara

Remote DCS (dari Central Control

Room). Didalam pengujian ini melibatkan

beberapa pihak terkait, seperti bagian

Engineering, Teknisi Control Instrumen,

Teknisi Listrik, Teknisi Mekanik serta

pihak Operator.

Gambar 9. Proses Pengujian secara

Lokal

Setelah selesai melakukan

pengujian baik secara lokal maupun

remote maka hasilnya catat pada lembar

Commisioning test. Kemudian lepas

Tagging Off pada Breaker sumber

tegangan yang ke panel kontrol CAF.

V. KESIMPULAN

1. Dengan adanya modifikasi

pengkabelan kontrol kipas udara

pendingin atau CAF untuk mencegah

trip unit PLTU Banten 3 Lontar,

maka sistem kontrol CAF semakin

handal dan dapat mengurangi potensi

terjadinya trip unit akibat kegagalan

dari power suplai kontrol CAF

2. Modifikasi pengkabelan kontrol CAF

pada PLTU Banten 3 Lontar sudah

diaplikasikan pada unit 1, 2, 3 dan

dapat mengurangi potensi kerugian

sampai milyaran rupiah.

3. Setelah dilakukan modifikasi ini,

gangguan trip unit dari power suplai

kontrol CAF tidak pernah terjadi

lagi, hal ini bisa dibuktikan

berdasarkan data pareto loss

opportunity of production Derating

& Outage PLTU lontar hingga juli

2016.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Udiklat, PLN. 2005. Pengoperasian

PLTU. Jakarta: PT.PLN Pusat

Pendidikan dan Pelatihan

[2] Subakti, Imam. 2012. Modul In

House Training Pengadaan. Jakarta:

PT.Cogindo Daya Bersama

[3] Foxboro, Invensys. 2004. I/A Series®

FoxDraw™ Software.

Massachusetts:Foxboro

[4] Foxboro, Invensys. 2007. I/A Series®

Integrated Control Block Descriptions

Volume 1 of 3. Massachusetts: Foxboro

[5] Foxboro, Invensys. 2004. I/A Series®

Integrated Control

Configurator.Massachusetts: Foxboro

[6] Suhariyanto, Agus. 2010. Peralatan

logic dan sequence. Tangerang: PLTU

Banten 3 Lontar

[7] Suhariyanto, Agus. 2010. Peralatan

dan diagram rangkaian listrik.

Tangerang:PLTU Banten 3 Lontar

91

Page 24: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

92Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

ANALISA SISTEM PENTAHANAN PADA GEDUNG DIRJEN PAJAK

Oleh : Lukman Aditya1

[email protected]

ABSTRAK Sistem pentanahan merupakan suatu tindakan pengamanan pada instalasi listrik

dimana rangkaiannya ditanamkan dengan cara mengalirkan arus yang lebih atau arus

gangguan ke tanah, pentanahan atau grounding menggunakan elektroda pentanahan yang

ditanam dalam tanah. Salah satu faktor untuk mendapatkan nilai tahanan pentanahan yang

kecil yaitu ada pada letak dan kedalaman elektroda yang akan ditanam, untuk mengetahui nilai

pentahanan tersebut maka diperlukan pengukuran. Sedangkan salah satu unsur yang perlu

diperhatikan dalam pengukuran suatu sistem pentanahan adalah kondisi tanah yang akan

dipasang sistem pentanahan.

Hasil dari analisa bahwa semakin dalam penanaman elektroda, maka akan semakin kecil

tahanannya, begitu pula dengan semakin jauh jarak penanaman elektroda maka akan semakin

kecil pula tahanannya.

Pentanahan yang baik untuk tegangan tinggi harus benar-benar di bawah satu (1 ohm)

tahananya, agar ketika terjadi arus lebih maka grounding akan bekerja dengan baik.

Karakteristik tanah yang memiliki kadar garam yang tinggi akan memberikan hasil tahanan

yang baik. Untuk mencari atau memperoleh tahanan pentanahan yang baik diusahakan

mencari tanah yang benar-benar lembab atau basah

ABSTRACT The grounding system is a security measure on electrical installations

where the circuit is implanted by passing more current or ground to ground, grounding or

grounding using grounded ground electrode. One of the factors to get the existing ground on

the location and depth of the electrode to be planted, to determine the resistance is required

measurement. Which one of the elements that need to be considered in a grounding system is

the ground condition to be installed earthing system.

The result of the deeper analysis in the electrode process, the smaller the resistance, as

well as the further distance with the electrode will be the smaller the prisoners.

Good grounding for high voltage must be really below one (1 ohm) captive, so that if there is

more current then grounding will work well. Characteristics of soils that have a high salt

content will provide good resistance results. To find or obtain a good ground is sought for soil

that is really moist or wet

Keywords: earthing, wet, dry, electrode

1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2011 telah terjadi kebakaran

pada Gedung Direktorat Jenderal Pajak

yang dikarenakan kurang baiknya sistem

pentanahan pada area gedung dan

komponen listrik yang terpasang, oleh

karena itu sistem pentanahan sangat

mempunyai peranan yang sangat penting

dalam sistem proteksi. Sistem pentanahan

digunakan untuk pengamanan peralatan-

peralatan yang menggunakan sumber listrik

sehingga dapat mengamankan manusia dari

sengatan listrik dan petir. Menurut jenisnya

pentanahan dibedakan menjadi 2, yaitu

pentanahan titik netral sistem tenaga dan

pentanahan peralatan. Pentanahan titik

netral sistem tenaga berfungsi sebagai

pengaman sistem atau jaringan, sedangkan

pada pentanahan peralatan berfungsi

Page 25: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

93Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

sebagai pengaman terhadap tegangan

sentuh.

Sistem pentanahan dilakukan

dengan cara menanamkan batang elektroda

pentanahan tegak lurus, kemudian bantang

elektroda pentanahan itu di tanam kedalam

tanah dengan kedalaman yang telah di

tentukan. Hal ini dilakukan untuk mencapai

nilai tahanan pentanahan yang diinginkan

yaitu tidak lebih dari 0,3 ohm.

Sistem pentanahan yang baik adalah sistem

pentanahan yang memiliki nilai tahanan

pentanahan yang kecil. Untuk

mendapatkan tahanan pentanahan yang

kecil maka perlu dilakukan percobaan.

1.2. Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui bagaimana cara

penanaman elektroda pentanahan jenis

batang dengan benar dan untuk mengetahui

pengaruh kedalam penanaman batang

elektroda terhadap nilai tahanan

pentanahan dengan konfigurasi vertical dan

segitiga sama sisi pada elektroda jenis

batang.

2. TEORI SINGKAT

Pengertian Pentanahan

Sistem pentanahan adalah sistem

hubungan penghantar yang

menghubungkan sistem, badan peralatan

dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga

dapat mengamankan manusia dari sengatan

listrik, dan mengamankan komponen-

komponen instalasi dari bahaya

tegangan/arus normal.

secara umum tujuan sistem

pentanahan adalah:

1. Menjamin keselamatan manusia dari

sengatan listrik baik dalam keadaan

normal atau tidak dari tegangan sentuh

dan tegangan langkah.

2. Mencegah kerusakan peralatan

listrik/elektronik

3. Menyalurkan energi serangan petir ke

tanah

Tahanan Jenis Tanah

Tabel 1. Tahanan spesifik tanah

berdasarkan jenis tanah

Tahanan jenis tanah juga tergantung pada

beberapa faktor yang mempengaruhi,

diantaranya:

1. Kadar asam pH

2. Kelembaban tanah

3. Temperatur tanah

4. Kadar garam

5. Kepadatan tanah

Dari berbagai faktor yang mempengaruhi

tahanan jenis tanah, maka faktor yang paling

mempengaruhi perubahan nilai tahanan jenis

tanah adalah kadar garam, kadar air dan

temperatur dari lapisan tanah yang

bersangkutan.

Elektroda Pentanahan dan Tahanan Pentanahan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

besar tahanan pentanahan adalah:

1. Bentuk elektroda

2. Jenis bahan dan ukuran

elektroda

3. Jumlah/konfigurasi elektroda

4. Kedalaman penanaman di

dalam tanah

5. Faktor-faktor alam

Pentanahan Peralatan

Sistem pentanahan pada peralatan pada

umumnya menggunakan dua macam sistem

pentanahan yaitu sistem grid (horizontal) dan

sistem rod (vertikal). Sistem pentanahan grid

ialah menanamkan batang-batang elektroda

sejajar dengan permukaan tanah, hal ini

merupakan usaha untuk meratakan tegangan

Page 26: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

94Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

yang timbul. Sedangkan sistem rod

ialah menanamkan batang-batang elektroda

tegak lurus kedalam tanah, hal ini fungsinya

hanya mengurangi (memperkecil) tahanan

pentanahan. Jadi yang membedakan sistem ini

adalah pentanahan ini hanya dengan cara

penanaman elektrodanya. Adapun penjelasan

dari sistem grid dan sistem rod adalah sebagai

berikut :

1. Sistem Grid

Pada sistem batang–batang elektroda

ditanam sejajar permukaan tanah, batang–

batang ini terhubung satu lama lain. Dengan

cara ini jumlah konduktor yang ditanam

banyak sekali, maka bentuknya mendekati

bentuk plat dan ini merupakan bentuk

maksimum atau yang mempunyai harga

tahanan paling kecil luas daerah tertentu, tetapi

bentuk ini tidak efisien atau mahal.

2. Sistem Rod

Pada sistem ini untuk memperkecil

tahanan pentanahan, maka batang konduktor

dapat diperbanyak penanamannya. Apabila

terjadi arus gangguan ketanah, maka arus

gangguan ini akan mengakibatkan naiknya

gradient tegangan permukaan tanah. Besarnya

tegangan maksimum yang timbul tersebut

sebanding dengan tahanan pentanahan.

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan

Pada prinsipnya jenis elektroda dipilih

yang mempunyai kontak sangat baik terhadap

tanah. Berikut ini akan dibahas jenis-jenis

elektroda pentanahan.

1. Elektroda Batang

Elektroda batang ialah elektroda dari

pipa atau besi baja profil yang ditanamkan ke

dalam tanah. Elektroda ini banyak digunakan

di gardu induk-gardu induk. Secara teknis,

elektroda batang ini mudah pemasangannya,

yaitu tinggal ditanamkan ke dalam tanah. Di

samping itu, elektroda ini tidak memerlukan

lahan yang luas.

Gambar 1. Elektroda Batang

Rumus tahanan pentanahan untuk elektroda

Batang –Tunggal :

Dimana :

RG = Tahanan pentanahan (Ohm)

RR = Tahanan pentanahan untuk batang

tunggal (Ohm)

ƿ = Tahanan jenis tanah (Ohm-meter)

LR = Panjang elektroda (meter)

AR = Diameter elektroda (meter) \

1. Elektroda Pita

Elektroda pita ialah elektroda yang

terbuat dari hantaran berbentuk pita atau

berpenampang bulat atau hantaran pilin

yang pada umumnya ditanam secara

dangkal.

Gambar 2. Elektroda Pita

WP = Lebar pelat (m)

TP = Tebal pelat (m)

Page 27: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

95Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

rumus perhitungan tahanan pentanahan:

Dimana:

RW = Tahanan dengan kisi-kisi (grid)

kawat(Ohm)

ƿ = Tahanan jenis tanah (Ohm-meter)

LW = Panjang total grid kawat (m)

dW = diameter kawat (m)

ZW = kedalamam penanaman (m)

AW = luasan yang dicakup oleh grid (m2)

2. Elektroda Pelat

Elektroda pelat ialah elektroda dari bahan

pelat logam (utuh atau berlubang) atau dari

kawat kasa. Pada umumnya elektroda ini

ditanam dalam. Elektroda ini digunakan

bila diinginkan tahanan pentanahan yang

kecil dan sulit diperoleh dengan

menggunakan jenis-jenis elektroda yang

lain.

Gambar 3. Elektroda Pelat

Rumus perhitungan tahanan pentanahan

elektroda pelat tunggal:

Dimana:

RP = Tahanan pentanahan pelat (Ohm)

ƿ = Tahanan jenis tanah (Ohm-meter)

LP = Panjang pelat (m)

Pada penelitian ini yang akan di

diskripsikan mengenai sistem pentanahan

atau grounding yang ada pada Gedung

Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Peralatan dan Rangkaian Pengujian

Karakteristik Pentanahan yang baik

Karakteristik sistem pentanahan yang

efektif antara lain adalah:

1. Terencana dengan baik, semua koneksi

yang terdapat pada sistem harus

merupakan koneksi yang sudah

direncanakan sebelumnya dengan

kaidah-kaidah tertentu

2. Verifikasi secara visual dapat

dilakukan.

3. Menghindarkan gangguan yang terjadi

pada arus listrik dari perangkat.

4. Semua komponen metal harus

ditahan/diikat oleh sistem pentanahan

dengan tujuan untuk meminimalkan

arus listrik melalui material yang

bersifat konduktif pada potensial listrik

yang sama

3. METODOLOGI

a. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan suatu

cara atau strategi yang digunakan oleh

peneliti di dalam melaksanakan kegiatan

penelitiannya untuk mengambil data dan

kenyataan yang terjadi di lapangan.

Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian

tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan

yang dapat dipertanggung jawabkan secara

ilmiah di muka publik.

Metode yang digunakan untuk

penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif. Metode penelitian

deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi

pengumpulan

data dalam rangka menguji

hipotesis atau menjawab pertanyaan yang

menyangkut keadaan yang sedang berjalan

dari pokok suatu penelitian.

Metode Penelitian deskriptif ini

melakukan analisis hanya sampai pada

taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan

menyajikan fakta secara sistematik

sehingga dapat lebih mudah untuk

dipahami dan disimpulkan

Page 28: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

96Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

b. Alat-alat yang akan di gunakan 1. Earth Tester

Earth tester ini di gunakan untuk mengukur

tahanan elektroda pada saat elektroda

berada di dalam tanah. Merk : Kyoritsu,

Model : 4105 A.

2. Material Pentanahan

Material yang digunakan pada system

pentanahan ini terdiri dari tembaga murni,

pipa galvanis, kabel BC, clamp dan

cadweld.

3. Hasil Pengukuran

Dari hasil proses perencanaan,

perancangan, pembuatan sampai proses

penelitian dan pengambilan data barulah

kita mendapatkan hasilnya. Dari hasil

penelitian yang telah penulis peroleh

kemudian di masukan ke dalam laporan,

hasil yang di dapat saat melakukan

penelitian adalah hasil yang real yang ada

di lapangan dan tidak dibuat-buat, dan ini

ada bebrapa data sesuai dengan penelitian

yang terjadi di lapangan.

Tabel 2 Hasil Pengukuran Tahanan

Material

Kedalaman

Elektroda

Diameter

Elektroda

Hasil

Pengukura

n (Ω)

Trafo

Step Up

3 Meter 20 mm 4.4 Ω

6 Meter 20 mm 3.2 Ω

9 Meter 20 mm 2.1 Ω

12 Meter 20 mm 1.2 Ω

20 Meter 20 mm 0.3 Ω

Panel

3 Meter 20 mm 4.0 Ω

6 Meter 20 mm 3.5 Ω

9 Meter 20 mm 2.6 Ω

12 Meter 20 mm 1.5 Ω

25 Meter 20 mm 0.3 Ω

Trafo

Zigzag

3 Meter 20 mm 3.9 Ω

6 Meter 20 mm 3.1 Ω

9 Meter 20 mm 2.4 Ω

12 Meter 20 mm 0.9 Ω

23 Meter 20 mm 0.3 Ω

3 Meter 20 mm 4.8 Ω

6 Meter 20 mm 3.6 Ω

Trafo

NGR

9 Meter 20 mm 1.9 Ω

12 Meter 20 mm 1.2 Ω

28 Meter 20 mm 0.3 Ω

Dari hasil pengukuran pentanahan

di atas dapat di peroleh data yang di

tunjukan pada tabel 2, kedalaman tanah

yang akan dianalisa mulai dari 3m, 6m,

9m, 12m dan 20m dengan 6 titik pada 4

komponen yang berbeda kemudian

diparalelkan dan menggunakan elektroda

batang. untuk menemukan nilai tahanan

dan arus yang melalui masing-masing

elektroda maka dapat dilakukan pengujian

dan perhitungan dilapangan.

4. PEMBAHASAN

Pengujian Nilai Tahanan Elektroda

Pentanahan

Sebelum dilakukan instalasi

elektroda batang, harus terlebih dahulu

ditentukan perhitungan nilai tahanan

pentanahan dibeberapa lokasi, yaitu tanah

liat dan tanah krikil kering. Kemudian

tentukan desain dari elektoda batang, lalu

dihitung nilai tahanan elektroda batang

sesuai standart PUIL 2000 yaitu harus

dibawah 5 Ω untuk elektroda batang

tunggal. Adapun rumus perhitungan nilai

tahanan berdasarkan PUIL 2000 dan buku

Sumardjati,P adalah sebagai berikut:

Dimana :

RG = Tahanan pentanahan (Ohm)

RR = Tahanan pentanahan untuk batang

tunggal (Ohm)

ƿ = Tahanan jenis tanah (Ohm-meter)

LR = Panjang elektroda (meter)

AR = Diameter elektroda (meter)

Page 29: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

97Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

a. Perhitungan Nilai Tahanan

Elektroda pada tanah liat Panjang elektrode (L) = 3, 6, 9, 12 & 20

meter

Jarak Penanaman (Hb) = 6 meter

Diameter elektroda (D) = 20 mm = 2 cm

Tahanan jenis tanah ( )= 100 Ohm-meter

untuk tanah liat / ladang

1. Perhitungan dengan kedalaman 3 meter

:

2. Perhitungan dengan kedalaman 6

meter :

3. Perhitungan dengan kedalaman 9 meter

:

4. Perhitungan dengan kedalaman 12

meter :

5. Perhitungan dengan kedalaman 20

meter :

b. Perhitungan Nilai Tahanan

Elektroda pada Tanah Krikil Kering Panjang elektrode (L) = 3, 6, 9, 12 & 20

meter

Jarak Penanaman (Hb) = 6 meter

Diameter elektroda (D) = 20 mm = 2 cm

Tahanan jenis tanah ( )= 1000 Ohm-

meter untuk tanah krikil kering

1. Perhitungan dengan kedalaman 3 meter

:

2. Perhitungan dengan kedalaman 6

meter :

Page 30: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

98Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

3. Perhitungan dengan kedalaman 9 meter

:

4. Perhitungan dengan kedalaman 12

meter :

5. Perhitungan dengan kedalaman 20

meter :

Jadi dari hasil perhitungan nilai

tahanan dari suatu elektroda yang ditanam

tegak lurus pada kondisi tanah liat dan

tanah pasir krikil kering dapat dilihat hasil

perbandingan tahanannya pada table

dibawah ini :

Tabel 2 Hasil perhitungan nilai tahanan

tanah liat & tanah pasir kering

Jadi hasil pengukuran dan

perhitungan nilai tahanan pentanahan

elekroda batang tunggal pada kondisi tanah

liat telah memenuhi persyaratan PUIL yang

berlaku yaitu harus dibawah 5 Ohm,

sehingga dapat digunakan pada Sistem

Pentanahan Gedung Direktorat Jenderal

Pajak, sedangkan perhitungan pada kondisi

tanah pasir krikil kering tidak memenuhi

persyaratan PUIL yang berlaku yaitu harus

dibawah 5 Ohm, sehingga tidak dapat

digunakan pada Sistem Pentanahan

Gedung Direktorat Jenderal Pajak.

Berdasarkan hasil penelitian dan

perhitungan diatas maka untuk sistem

pentanahan pada Gedung Direktorat

Jenderal Pajak memiliki tahanan

pentanahan yang baik pada kondisi tanah

liat dengan kedalaman berbeda-beda, yaitu

: 20, 23, 25, 28 meter, sehingga didapat

hasil tahanan yang baik yaitu sebesar 0,3

Ohm pada area Gedung Direktorat Jenderal

Pajak

5. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, maka dapat di ambil beberapa

kesimpulan, diantaranya adalah :

1. Semakin dalam penanaman elektroda,

maka akan semakin kecil tahanannya,

begitu pula dengan semakin jauh jarak

Page 31: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

99Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

penanaman elektroda maka akan

semakin kecil pula tahanannya

2. Pentanahan yang baik untuk tegangan

tinggi harus benar-benar di bawah satu

(1 ohm) tahananya, agar ketika terjadi

arus lebih maka grounding akan bekerja

dengan baik.

3. Karakteristik tanah yang memiliki

kadar garam yang tinggi akan

memberikan hasil tahanan yang baik

4. Untuk mencari atau memperoleh

tahanan pentanahan yang baik

diusahakan mencari tanah yang benar-

benar lembab atau basah

dari hasil penelitian yang di

lakukan, grounding yang didapat adalah

0,3 ohm dengan kedalaman elektroda dan

tanah 20m, 23m, 25m, 28m pada masing-

masing area. jadi untuk mendapatkan nilai

0,3 ohm tidak bisa ditentukan dari

kedalamannya (variatif).

DAFTAR PUSTAKA

Sumardjati,P. dkk. 2008. Teknik

Pemanfaatan Tenaga Listrik Jilid l.

Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan.

Pabla, As & Hadi, k. Abdul. 1991. Sistem

Distribusi Daya Listrik. Erlangga, Jakarta.

Hutauruk,T.S. 1991. Pengetanahan Netral

Sistem Tenaga & Pengetanahan Netral.

Erlangga, Jakarta.

Anoname.Persyaratan Umum Instalasi

Listrik 2000 ( PUIL 2000).

Anoname.http://www.kelistrikanku.com/20

16/05/elektrodapentanahan.html/elektroda

petanahan (diunduh 20 Desember 2016).

Page 32: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

ANALISA PENGOPRASIAN SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR)

DI BANDARA SUKARNO-HATTA

Oleh : Slamet Purwo Santoso1

[email protected]

ABSTRAK. Perkembangan sistem pelayanan lalu lintas global sedang mengalami perubahan

evolutif sebagai akibat dari pertumbuhan lalu lintas udara yang memicu perkembangan teknologi

CNS/ATM (Communication, Navigation, Surveillance / Air Traffic Management). Kondisi ini telah

mendorong terjadinya perubahan regulasi di dunia penerbangan. Sistem radar surveillance

(PSR/SSR) merupakan peralatan yang esensial dan berperan penting dalam sistem pelayanan lalu

lintas udara.

Pada penelitian ini, dilakukan analisa mengenai sistem surveilance radar sekunder SSR

(Secondary Surveillance Radar) sebagai pasangan sistem radar primer PSR (Primary Surveillance

Radar) dan memberikan gambaran tentang sistem, cara kerja dan penggunaan perangkat radar SSR.

Secondary surveillance radar (SSR) adalah suatu alat yang dapat mendeteksi keberadaan

pesawat udara pada fase take-off, en-route dan landing. Stasiun SSR didarat akan berkomunikasi

dengan alat yang ada di pesawat dan sebaliknya sehingga komunikasi tersebut terjadi sama-sama

aktif. Secondary surveillance radar (SSR) adalah alat pelengkap dari primer surveillance radar

(PSR). Secondary surveillance radar (SSR) adalah radar pengawas yang dilengkapi dengan alat

interrogator yang ada di stasiun darat radar dan transponder yang ada di pesawat. Pesawat yang

tidak dilengkapi dengan alat transponder, tidak akan dapat memberikan berbagai informasi kepada

stasiun darat radar.

ABSTRACT. The current status of the global Air Traffic Services (ATS) is evolutionary changing

because of air traffic growth that generating development on the CNS/ATM (Communication,

Navigation, Surveillance / Air Traffic Management) technology. This condition has been pushing to

the regulation changing in the aviation world. The surveillance Radar System (PSR/SSR) is

essential equipments and have an important role in the ATS system.

In this Final task, the writer intend to performed analysis on Secondary Surveillance Radar

(SSR) system collocated with Primary Surveillance Radar (PSR) system, to describe how the

system work, and function of each SSR application.

Secondary Surveillance Radar (SSR) are able to detect the aircraft in phase of take-off,

en-route and landing position. At ground SSR station will communicate to the transponder on-

board vice versa so that such an actively communication occur. Secondary radar such as SSR is to

complement the primary radar (PSR). SSR is equipped with interrogator in the ground and

transponder on board. The aircraft that were not equipped with transponders, will not be able to

provide various information to the ground radar stations. SSR can produce a variety of information

such as speed, altitude, distance, position and the aircraft code.

Index Terms : ATS (Air Traffic Services), PSR (Primary Surveillance Radar), SSR

(Secondary Surveillance Radar).

100

Page 33: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

1. PENDAHULUAN

Transportasi penerbangan sedang

berkembang pesat saat ini ditandai dengan

munculnya berbagai jenis maskapai

penerbangan. Hal ini dikarenakan mobilitas

individu kian padat dan perlu nyawaktu

mobilitas yang semakin cepat sehingga

transportasi udara sangat dibutuhkan.

Sistem pelayanan lalu lintas udara

untuk melayani transportasi udara

mengalami evolusi sebagai akibat dari

pertumbuhan lalu lintas udara sehingga

memicu perkembangan teknologi

CNS/ATM (Communication, Navigation,

Surveillance / Air Traffic Management).

Kondisi ini telah mendorong terjadinya

perubahan regulasi di dunia penerbangan.

Salah satu sistem pengawasan lalu lintas

penerbangan yaitu Radar Primer Primary

Surveillance Radar (PSR) dan Secondary

Surveillance Radar (SSR) merupakan

peralatan yang esensial dan berperan

penting dalam sistem pelayanan lalu lintas

udara.

Semakin meningkatnya traffic

pelayanan lalu lintas udara yang harus

dilayani AirNav Indonesia yang mengelola

seluruh ruang udara di Indonesia yang

dibagi menjadi 2 (dua) Flight Information

Region (FIR) dengan total luas FIR =

2.219.629 Km2, luas wilayah = 1.476.049

Km2 dan dengan jumlah lalu lintas

penerbangan = > 10.000 movement / hari,

menuntut penyediaan perangkat

surveillance yang beroperasi baik guna

mendeteksi keberadaan pesawat udara yang

akan take-off, landing bahkan oveflying.

2. TEORI DASAR RADAR

Radar adalah singkatan dari Radio

Detection and (Radio) Ranging. Sesuai

dengan namanya, secara umum radar

berfungsi untuk mendeteksi posisi, kecepatan

dan identifikasi suatu objek dalam suatu

jangkauan radar baik di darat, laut maupun

udara dengan menggunakan gelombang

elektromagnetik. Konsep penerapan radar

adalah mengukur jarak dari sensor ke target.

Radar dalam dunia penerbangan

digunakan sebagai pendeteksi keberadaan

pesawat baik pesawat sipil, militer maupun

pesawat musuh. Radar ini juga berfungsi

untuk menyimpan data-data yang

berhubungan didalam pesawat. Data-data

yang dihasilkan ini akan diberikan kepada

bagian Air Traffic Controller yang bertugas

untuk mengatur setiap pesawat agar tidak

terjadi insiden tabrakan dan berbagai macam

insident maupun accident lainnya. Radar

yang banyak digunakan sebagai pengatur

lalu lintas udara dikelompakkan dalam

jenis Radar ATC (Air Traffic Control). Di

Indonesia sendiri peralatan radar sangat

minim dan sudah berumur.

Penggunaan radar untuk berbagai

keperluan lain diantaranya :

a. Mendeteksi dan mengatur jalan kapal laut

agar tidak terjadi tabrakan.

b. Navigasi pesawat udara dan kapal laut pada

cuaca buruk dan malam hari.

c. Mendeteksi, mengatur jalur dan

mengindentifikasikan pesawat terbang

dalam pengaturan lalu lintas udara (Air

Traffic Control).

d. Mengukur ketinggian diatas permukaan laut

untuk pesawat udara dan navigasi peluru

kendali atau rudal.

e. Memberikan peringatan kepada pesawat

musuh dan pesawat luar angkasa ketika

jarak mereka sejauh seratus atau ribuan mil

dari stsiun radar.

f. Pemetaan daerah daratan dan lautan dari

pesawat terbang dan pesawat luar

angkasa.

g. Mendeteksi objek (kendaraan) yang bergerak

didaratan seperti tank.

h. Pengendali senjata, seperti meriam dan

rudal.

i. Mengukur jarak dan kecepatan unutk

navigasi pesawat luar angkasa dan docking.

j. Ketepatan pengukuran jarak dan / atau

kecepatan objek di ruang angkasa dalam hal

instrumentasi.

k. Ketepatan pengukuran jarak survei di

daratan.

l. Mengukur dan mendeteksi objek dibawah

permukaan bumi.

n. Mengukur kecepatan kendaraan bermotor

untuk keselamatan dan kontrol otomatis.

101

Page 34: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

2.1 Klasifikasi Radar

Berdasarkan bentuk gelombang, radar

terbagi dua yaitu :

1. Continous Wave / CW (gelombang

berkesinambungan) merupakan radar yang

menggunakan transmitter dan antena

penerima (receiver antenna) secara terpisah,

dimana radar ini terus menerus

memancarkan gelombang elektromagnetik.

Radar CW yang tidak termodulasi dapat

mengukur kecepatan radial target serta

posisi sudut target secara akurat. Radar CW

yang tidak termodulasi biasanya digunakan

untuk mengetahui kecepatan target dan

menjadi pemandu rudal (missile guidance).

2. Pulsed Radars/PR (Radar

Berdenyut), merupakan radar yang

gelombang elektromagnetiknya diputus

secara berirama. Frekuensi denyut radar

(Pulse Repetition Frequency / PRF) dapat

diklasifikasi menjadi 3 bagian, yaitu PRF

High, PRF Medium dan PRF Low.

2.2. Jenis radar

1. Doppler Radar

Doppler radar merupakan jenis radar yang

mengukur kecepatan radial dari sebuah

objek yang masuk ke dalam daerah

tangkapan radar dengan menggunakan efek

Doppler. Hal ini dilakukan dengan

memancarkan sinyal microwave

(gelombang mikro) ke objek lalu

menangkap refleksiny, dan kemudian

dianalisis perubahannya. Doppler radar

merupakan jenis radar yang sangat akurat

dalam mengukur kecepatan radial. Contoh

Doppler radar adalah Weather Radar yang

digunakan untuk mendeteksi cuaca.

2. Bistatic Radar

Bistatic Radar merupakan suatu jenis

sistem radar yang komponennya terdiri dari

pemancar sinyal (transmitter) dan penerima

sinyal (receiver), dimana kedua komponen

tersebut terpisah. Kedua komponen itu

dipisahkan oleh suatu jarak yang dapat

dibandingkan dengan jarak target/objek.

Objek dapat dideteksi berdasarkan sinyal

yang dipantulkan oleh objek tersebut ke

pusat antena. Contoh Bistatic Radar adalah

Passive Radar. Passive Radar adalah sistem

radar yang mendeteksi dan melacak objek

dengan proses refleksi dari sumber non-

kooperatif pencahayaan dilingkungan,

seperti penyiaran komersial dan sinyal

komunikasi.

2.3 Komponen - Komponen Radar

Ada tiga komponen utama yang

tersusun di dalam sistem radar, yaitu antena,

transmitter (pemancar sinyal) dan receiver

(penerima sinyal).

1. Antena

Antena terletak pada radar merupakan suatu

antena reflektor berbentuk piring parabola

yang menyebarkan energi elektromagnetik

dari titil fokusnya dan dipantulkan melalui

permukaan yang berbentuk parabola. Antena

radar memiliki dua kutub. Input sinyal yang

masuk dijabarkan dalam bentuk phased array

(bertingkat atau bertahap). Ini merupakan

sebaran unsur-unsur objek yang tertangkap

antena dan kemudian diteruskan ke pusat

sistem radar.

2. Pemancar sinyal (transmitter)

Pada sistem radar, pemancar sinyal

(transmitter) berfungsi untuk memancarkan

gelombang elektromagnetik melalui reflektor

antena. Hal ini dilakukan agar sinyal objek

yang berada didaerah tangkapan radar dapat

dikenali. Pada umumnya, transmitter

memiliki bandwidth dengan kapasitas yang

besar. Transmitter juga memiliki tenaga

cukup kuat, efisien, bisa dipercaya,

ukurannya tidak terlalu besar dan tidak

terlalu berat, serta mudah dalam hal

perawatannya.

3. Penerima sinyal (receiver)

Pada sistem radar, penerima sinyal (receiver)

berfungsi sebagai penerima kembali pantulan

gelombang elektromagnetik dari sinyal objek

yang tertangkap radar melalui reflektor

antena. Pada umumnya, receiver memiliki

kemampuan untuk menyaring sinyal yang

diterima nya agar sesuai dengan pendeteksian

yang diinginkan, dapat memperkuat sinyal

objek yang lemah dan meneruskan sinyal

objek tersebut ke pemroses data dan sinyal

(signal and data processor) dan kemudian

menampilkan gambarnya di layar monitor

(display).

102

Page 35: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Selain tiga komponen diatasm sistem

radar juga terdiri dari beberapa komponen

pendukung lainnya, yaitu :

Wave guide, berfungsi sebagai penghubung

antara antena dan transmitter.

Duplexer, berfungsi sebagai tempat

pertukaran atau peralihan antara antena dan

penerima atau pemancar sinyal ketika antena

digunakan dalam kedua situasi tersebut.

Software, merupakan suatu bagian

elektronik yang berfungsi mengontrol kerja

seluruh perangkat dan antena ketika

melakukan tugasnya masing-masing

2.4 Prinsip Kerja Radar

Gambar 1 - prinsip kerja radar

Umumnya, radar beroperasi dengan

cara menyebarkan tenaga elektromagnetik

terbatas didalam piringan antena. Tujuannya

adalah untuk menangkap sinyal dari benda

yang melintas di daerah tangkapan antena

yang bersudut 20° - 40°. Ketika ada benda

yang masuk ke dalam daerah tangkapan

antena tersebut, maka sinyal dari benda

tersebut akan ditangkap dan diteruskan ke

pusat sistem radar untuk meudian diproses

sehingga benda tersebut nantinya akan

tampak dalam layar monitor/display.

Radar menggunakan prinsip

pancaran gelombang radio dalam bentuk

"microwave band". Pulsa yang dihasilkan

oleh unit pemancar (transmitter) dikirim ke

antena melalui switch pemilih/pancar

elektronik (T/R electronic switch). Prinsip

pulsa radar adalah sama dengan prinsip

gaung suara/bunyi. Jika kita berteriak

menghadap suatu permukaan yang bersifat

memantulkan, maka kita akan mendengar

gaung/pantulan suara teriakan kita beberapa

saat setelah kita berteriak. Hal tersebut

disebabkan oleh kenyataan bahwa

bunyi/suara teriakan tersebut merambat

melalui udara pada kecepatan 1.100 kaki per

detik menuju ke permukaan yang

memantulkan. Setibanya bunyi dipermukaan,

bunyi kemudian dipantulkan kembali ke

sumber suara/bunyi yang disebut gaung.

Gambar 2 - Prinsip Gaung

Gambar 3 - Diagram Blok Radar

Secara Umum

Konsep radar adalah mengukur

jarak dari sensor ke target. Ukuran jarak

tersebut didapat dengan cara mengukur

waktu yang dibutuhkan gelombang

elektromagnetik selama penjalarannya mulai

dari sensor ke target dan kembali lagi ke

sensor. Radar digunakan untuk medeteksi

dan menentukan lokasi suatu target berdasar

karakteristik perambatan gelombang

elektromagnetik. Hal ini dapat dilaksanakan

dengan jaan mendeteksi pantulan dari

gelombang elektromagnetik dengan bentuk

tertentu, seperti bentuk sinusoidal yang

dimodulasi pulsa, setelah gelombang

elektromagnetik yang semula dipancarkan

tersebut dipantulkan kembali oleh target /

objek yang dikenalinya.

103

Page 36: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

2.5. Radar untuk Pengaturan Lalu

Lintas Udara (Air Traffic Services/ATC).

Sistem pengawasan lalu lintas

penerbangan adalah suatu sistem yang terdiri

dari sejumlah unsur terpadu yang meliputi

sensor, sistem pemrosesan data, hubungan

transmisi data dan layar radar. Sistem

tersebut memberikan informasi posisi (arah

dan jarak) suatu target dan informasi terkait

lainnya kepada unit Pelayanan lalu lintas

penerbangan (Air Traffic Services / ATS)

dan pesawat udara. Target yang dimaksud

bisa berupa pesawat udara, kendaraan atau

benda lainnya sedangkan informasi terkait

lainnya tersebut meliputi data identifikasi,

ketinggian, kecepatan, status dan maksud

(intend) target.

2.5.1. Primary Surveillance Radar dan

Komponennya.

Sistem PSR terdiri dari tiga blok

dasar yaitu pemancaran/transmisi,

penerimaan dan

penampilan/penyajian/display.

1. Blok Pemancaran/Transmisi

Sinyal blok transmisi

mempersiapkan energi dalam bentuk yang

sesuai untuk pemancaran dan menyebarkan

ke arah yang diinginkan. Komponen blok

transmisi adalah sebagai berikut :

a. Unit pemicu (trigger unit/master

time)

Unit pemicu adalah peralatan yang

menghasilkan output yang digunakan untuk

tindakan. Elemen ini mengawali dan

mengendalikan urut-urutan operasi yang

menghasilkan daur/siklus lengkap.

Saat ini sistem yang dapat menyelaraskan

sendiri (self-synchronized) sudah dianggap

usang dan setiap pengaturan waktu

dilakukan oleh unit pengatur waktu secara

terpisah. Didalam blok transmisi sistem

PSR, gelombang yang dihasilkan oleh unit

pemicu masih dalam bentuk rangkaian pulsa

elektrik yang sangat pendek dengan interval

yang teratur. Internal ini menunjukkan

operasi lengkap satu siklus yang dimulai

dengan pulsa berikutnya. Operasi lainnya

seperti memulai indikator sweep, bisa

dikendalikan oleh pulsa yang dibentuk di

dalam pengatur waktu baik sebelum atau

sesudah pulsa mulai dipancarkan.

b. Unit modulator

Unit modulator bertindak sebagai penyimpan

energi yang memasukan tegangan DC ke alat

pemancar dalam bentuk pulsa tegangan

tinggi yang secara efektif menyalakan

pemancar selama pengiriman pulsa.

Tegangan kemudian dimatikan sehingga

pemancar mati, sementara sistem menunggu

pantulan pulsa dari target untuk diterima

melalui alat penerima.

Pulsa yang dipasok oleh unit modulator

biasanya berbentuk persegi panjang

meskipun secara teknis sudut-sudutnya tidak

persegi. Pulsa ini dibentuk dan dialirkan ke

pemancar dengan interval yang teratur.

Fungsi unit modulator adalah membentuk

pulsa dengan amplitude yang benar dan

dengan waktu yangbenar pula serta

meneruskannya ke pemanca.

c. Unit Pemancar

Fungsi unit pemancar (Tx) adalah

menghasilkan energi RF (radio frequency)

yang dipasok ke antena untuk dipancarkan

ke udara. Plate Voltage biasanya diteruskan

ke tabung sinar katoda dalam bentuk pulsa

negatif yang berjumlah ribuan amplitudo

volt, dan lama waktu yang bervariasi pada

sistem radar yang berbeda mulai dari satu

mikrodetik sampai beberapa mikrodetik.

Tabug pemancar biasanya suatu megatron

(tabung vakum dimana arus elektron

dikendalikan oleh gaya magnet untuk

menghasilkan gelombang radio dengan

frekuensi pendek) atau klystron (tabung

elektronika yang menggunakan isolasi arus

listrik untuk menghasilkan dan memperkuat

frekuensi ultra tinggi seperti sinyal TV).

Unit pemancar hanya mengirimkan suatu

interogasi, kemudian menjaid pasif dan

menunggu pantulan yang diukur secara

akurat skala dan basis waktunya.

2. Blok penerimaan (Reception Block)

Sinyal blok penerimaan mendeteksi energi

yang dipantulkan oleh target yang berada di

dalam jangkauan operasional sistem radar.

energi elektromagnetik yang dipantulkan

biasanya sangat lemah ketika mencapai

antena, oleh karena itu menyebabkan hanya

sinyal lemah yang ada di antena. Sebelum

bisa ditampilkan, sinyal yang lemah harus

diperkuat dan diperlakukan sebagaimana

mestinya.

104

Page 37: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar 4 - blok penerimaan

3. Unit Antena (Aerial Unit)

Energi elektromagnetik dari pemancar

disebarkan melalui antena dengan interval

yang teratur. Antena penerima harus sensitif

pada energi elektromagnetik di dalam sudut

yang sangat sempit sehingga pantulan dari

target diperkuat oleh energi pemancar

sehingga bisa dideteksi. Unit penerima

sangat sensitif, oleh karena itu, harus

dilindungi setiap kali pulsa energi tinggi

dipancarkan. Hal ini diperoleh dengan

mengisolasi unit penerima selama

pemancaran energi menggunakan sebuah

sakelar mengirim-menerima (transmit-

receive (T/R) switch) atau T/R box.

Antena terdiri dari satu atau lebih kutub

(pole) yang diatur sedemikian rupa sehingga

dapat memusatkan seluruh energi ke satu

arah, atau terompet pemandu gelombang

(waveguide horn) dengan reflektor parabola

yang digunakan untuk memusatkan energi

pada sudut sempi sehingga dapat

meningkatkan kekuatan pada satu arah.

Antena berputar searah jarum jam oleh

motor. Perputaran ini memungkinkan antena

untuk memindai (scan) ruang udara yang

berada di jangkauan vertikal dan

horizontalnya. Karena antena memindai

secara kontinu di sekitar lokasi antena, maka

sistem tersebut dinamai dengan radar

pengawasan (surveillance radar).

Informasi posisi target mengacu kepada arah

utara (biasanya utara megnetik), dilengkapi

dengan sistem servo yang meneruskan

informasi indikator radar sedemikian rupa

sehingga target dapat ditampilkan di layar

radar yang arahnya mengacu kepada utara

megnetik.

4. T/R switch atau T/R box (duplexer)

Duplexer adalah alat yang memungkinkan

sistem memancarkan dan menerima sinyal

gelombang elektromagnetik melalui

pemandu gelombang (waveguide) dan antena

yang sama. Fungsi duplexer adalah

menghubungkan pemancar dan antena

selama masa pemancaran dan secara

serentak mengisolasi unit penerima. Setelah

selesai pemancaran, secara cepat duplexer

akan memutuskan pemancar dari antena dan

menghubungkan alat penerima dengan

antena sehingga dapat menerima energi

pantulan dari target.

5. Unit Penerima (Receiver)

Unit penerima (Rx) radar hampir secara

universal adalah jenis super heterodyne.

Sinyal energi yang terdeteksi yang dipasok

dari unit penerima ke indikator disebut video

(dari kata kerja Bahasa Latin 'melihat') sebab

informasi yang diterima ditampilkan untuk

dilihat secara visual.

6. Blok Display

Layar radar adalah layar tampilan yang

digunakan untuk menampilkan informasi

posisi target. Jenis indikator yang digunakan

ditentukan oleh jenis informasi yang

disajikan. Dalam banyak hal, informasi yang

disajikan adalah informasi arah (azimuth)

dan jarak (range) secara serentak. Untuk

itulah digunakan indikator posisi mendatar

yang populer dikenal sebagai PPI (Plan

Position Indicator).

Radar PSR (primary Surveillance

Radar) bekerja dengan sistem passive

echoes. Radar PSR meradiasikan

gelombang EM dan menerima echo

yang direfleksikan dari objek yang

mengirimkan kehadiran, jarak dan

azimuth namun belum dapat

menampilkan identitas.

105

Page 38: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Pada sistem SSR di ground terdapat

pemancar / penerima yang disebut

Interrogator, sedang di pesawat udara

terdapat pemancar / penerima yang disebut

Transponder.

Frekuensi kerja peralatan SSR

adalah :

- Interrogator mode menggunakan

frekuensi carrier 1030 MHz

- Transponder code menggunakan

frekuensi carrier 1090 MHz

Dengan adanya target yang aktif

dan dengan frekuensi carrier diatas yang

berbeda, maka pada SSR kita dapat

mendeteksi pesawat yang cukup jauh yaitu

sekitar 200 NM. Sehingga petugas ATC

dapat mengetahui keberadaan atau posisi

suatu pesawat. Apabila pesawat telah

mencapai batas maksimum yaitu lebih dari

200 NM, maka stasiun darat yang ada di

bandara tidak akan bisa mendeteksi atau

menampilkan nya dalam layar display.

Sehingga tugas ATC untuk selalu

mengawasi setiap pesawat yang ada dalam

layar display dan berkomunikasi dengan

baik melalui voice communication.

a. Jarak jangkauan SSR

Jarak jangkau Secondary Surveillance

Radar ke pesawat udara adalah 200 NM.

Jarak jangkau diukur dalam satuan

Nautical Mile (NM) dimana 1 NM = 1,852

kilometer.

1 NM = 1.852 km

200 NM = 370 km

Interval T pada interrogasi pada

umumnya sebesar 2,5 mS, dimana untuk

jarak maksimum secara teoritis :

r = C T / 2...................(1)

dimana r = jarak maksimum

C = kecepatan cahaya 3.108 m/s

T = pulse repetition time (PRT)

PRT yaitu selang waktu antara satu

pulsa dengan pulsa berikut nya yang

disebut juga satu siklus kerja PRT = 1/PRF

Atau T = 1/PRF dan

PRF = 1/T

Jadi untuk mencari T maka dapat

diperoleh dengan menggunakan rumus :

T = 1 / PRF

dimana nilai PRF adalah T = 1

= 1 / 400 = 2,5 ms

b. Antena Radar

Ukuran antena radar merupakan

parameter penting untuk meningkatkan kerja

radar. Pada dasarnya antena radar hanya

memiliki main lobe, sehingga daya yang

ditransmisikan terfokus pada objek yang

dituju. Pada prakteknya keadaan tersebut

tidak dapat tercapat dikarenakan sifat dasar

antena tersebut. Kondisi ini akan

berpengaruh terhadap jauh dekatnya range

radar yang dapat dicapai.

Untuk mendapatkan range radar yang

luas maka antena perlu diperhatikan besar

serta tinggi antenanya, karena :

a. Antena yang besar akan lebih memusatkan

daya yang ditransmisikan dalam bentuk

berkas yang sempit.

b. Antena yang besar mempunyai aperture area

yang luar sehingga daya tangkap terhadap

sinyal pantulan akan lebih besar.

Perubahan jarak jangkau (range)

radar akibat pengaruh antena tersebut akan

mempengaruhi nilai waktu untuk radar

melakukan suatu interogasi. Secara garis

besar range untuk radar sekunder dihitung

sesuai dengan rumus :

............................. (2)

dimana :

R = Range Radar (meter)

c = Cepat rambat cahaya (3 x 10 m/s)

T = Waktu propagasi sinyal (s)

Besarnya daya yang diradiasikan

secara efektif oleh kombinasi transmitter dan

antena dalam arah dari main beam disebut

Effective Radiated Power atau ERP. Daya

ini diradiasikan secara isotropic untuk

menghasilkan efek yang sama sebagaimana

diberikan oleh transmitter dan antena, dengan

arah gain digambarkan dalam rumus berikut :

ERP = PT GT ......................................... .(3)

dimana :

ERP = Daya Radiasi Efektif Radar (watt)

PT = Daya Efektif yang disalurkan ke

antena (watt)

GT = Gain antena transmitter.

Kerapatan Daya atau Power

Density didefinisikan sebagai daya yang

dipancarkan oleh antena per unit daerah

(density) pada jarak (R) dari antena tersebut.

Jika pulsa yang dipancarkan memiliki Peak

106

Page 39: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Power (PT) dan antena Omnidirectional

(isotropic) maka persamaannya adalah : 2 ............................(4)

Dimana :

PD = Kerapatan Daya (watt/m2)

Pt = Daya yang ditransmisikan (watt)

R = Jarak dari transmitter ke objek (m)

Prinsip antena radar yang ideal

adalah merupakan antena yang memiliki

kecerahan pada suatu titik tertentu, sehingga

daya yang diradiasikan akan maksimal.

Berdasarkan karakteristik tersebut, maka

antena radar merupakan antena directive

sehingga kerapatan dayanya dinyatakan

dalam :

2 x G ................. (5)

dimana :

G = Gain antena sepanjang arah objek.

b. Lebar Pulsa

Lebar pulsa merupakan panjang waktu

daya iluminasi saat kondisi ON untuk

setiap transmisi. Besar kecilnya pulsa dapat

mempengaruhi kerja suatu radar, terutama

dalam resulosi range target pada radar

tersebut. Jika radar pulsa sempit maka :

a. Radar akan mampu membedakan

beberapa target yang letaknya berdekatan

(High Resolution).

b. Diperlukan receiver dengan

bandwith lebar untuk dapat menampung

semua harmonik pulsa tersebut

c. Daya Pantulan

Daya pantulan yang diterima radar (Pr)

berbanding terbalik dengan pangkat 4

range radar (R). Jadi jika range radar

dinaikkan 2 kali, maka daya yang

dipancarkan radar (Pt) harus dinaikkan 16

kali.

d. Pulse Repetition Frequency

Pulse Repetition Frequency merupakan

sejumlah pulsa iluminasi yang

ditransmisikan per detik. Nilainya tidak

boleh kecil karena akan menyebabkan

berkurangnya jumlah pulsa yang mengenai

target, akibatnya pulsa-pulsa pantulan akan

sulit dideteksi. Hal ini akan banyak

berpengaruh pada integration process, yaitu

proses penjumlahan pulsa-pulsa yang

ditembakkan ke target, hingga dengan

menjumlahkan pulsa-pulsa tersebut gema

yang diterima efektif lebih besar.

e. Daya Rata-rata

Daya rata-rata adalah daya yang

diemisikan transmitter radar secara rata-

rata sepanjang waktu. Untuk beberapa

kasus daya ini lebih penting daripada peak

power untuk mendeteksi target.

f. Noise Figure (NF)

Noise Figure/ Noise factor diukur dari

thermal noise yang dihasilkan pada

receiver dibandingkan noise yang

dihasilkan receiver yang sempurna pada

suhu 29°

K . Jika noise figure diperkecil

maka Rmax akan semakin besar, jadi

receiver harus mempunyai NF sekecil

mungkin. Alat penentu nilai NF adalah

bagian RF Amplifier.

g. Luas Efektif Target

Luas Efektif Target adalah area target yang

dapat memenuhi atau menghasilkan daya

pantulan (gema) yang dapat dideteksi balik

oleh radar. Faktor- faktor seperti arah

tampilan, frekuensi radar, ukuran fisik,

bentuk geometri objek, dan komposisi dari

objek dapat mempengaruhi nilai nominal

radar cross section dari target. Radar cross

section target diketahui tergantung ukuran

target.

h. Faktor - faktor lain.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

unjuk kerja radar adalah seperti redaman

atmosfir, temperatur, dan daerah dimana

radar dioperasikan (dataran atau

pegunungan). Redaman atmosfir

disebabkan oleh adanya absorpsi oleh gas-

gas diatmosfir dan penghamburan oleh

partikel di atmosfir.

2.2.5. Perbedaan Primary Surveillance Radar

(PSR) dan Secondary Surveillance Radar

(SSR)

Radar ada beberapa macam dan yang

umum digunakan di Bandar Udara adalah

Primary Surveillance Radar dan Secondary

Surveillance Radar (SSR). Kedua jenis radar

baik PSR maupun SSR mempunyai cara

kerja berbeda. Pada PSR sifatnya aktif dan

pesawat yang ditargetkan sifatnya pasif.

Karena PSR hanya menerima pantulan

107

Page 40: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

gelombang radio dari refleksi pesawat

tersebut (echo). Sedangkan pesawat itu

sendiri tidak "tahu-menahu" dengan kegiatan

radar di bawah. Pada SSR, baik radar

maupun pesawat kedua-duanya aktif. Hal ini

dapat dilakukan karena pesawat terbang

dilengkapi dengan transponder. Pesawat

pesawat yang tidak dilengkapi transponder

tidak akan dapat dilihat pada radar scope

seperti identifikasi pesawat, ketinggiannya

dan lain-lain.

2.5.2. Kendala saat pengoperasian

Secondary Surveillance Radar (SSR)

Beberapa kendala yang mungkin

timbul pada pengoperasian radar sekunder

diantaranya :

1. Garble

Garble dapat terjadi jika dua pesawat atau

lebih berada berdekatan dan diadakan

pemisahan (separation) oleh petugas ATC

sejauh 5 NM. Keadaan ini menyebabkan

munculnya simbol dan kode pesawat yang

tumpang tindih pada layar display.

2. Capture effect

Dapat terjadi karena transponder hanya

mampu memberikan jawaban bagi satu

interrogation pada satu waktu yang tepat.

3. Sinyal multipath

Disebabkan banyaknya jalur yang dapat

ditempuh oleh sinyal antara stasiun radar

dengan pesawat udara dan sebaliknya. Jalur

utama sinyal adalah garis lurus atau yang

lebih dikenal dengan istilah line of sight.

Jalur lain/tambahan dapat timbul karena

adanya permukaan bumi seperti gedung-

gedung tinggi, tiang antenna dan bangunan-

bangunan lain yang berdekatan letaknya

dengan stasiun radar. Sinyal pantulan ini

dapat memperlemah sinyal masukan bagi

perangkat penerima.

4. FRUIT (False Replies from

Unsynchronised Interrogator Transmissions)

Dapat terjadi bila dua stasiun radar yang

letaknya berdekatan, misalnya A dan B saat

bersamaan memberikan interrogation kepada

sebuah pesawat terbang yang sama. Maka

akan terjadi kemungkinan jawaban yang

seharusnya untuk stasiun A diterima oleh B,

atau sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena

jangkauan radar (coverage) dari kedua

stasiun tersebut saling berpotongan (overlap)

5. Diskriminasi jarak (Range descrimination)

Diskriminasi jarak adalah kemampuan radar

untuk membedakan jarak pemisahan sasaran

yang terletak pada baringan yang sama dan

satu sama lain berdekatan.

Kendala-kendala tersebut diatas pada

prinsipnya disebabkan oleh dua masalah

pokok, yaitu :

1. Kesalahan pendeteksian oleh transponder

pesawat udara.

2. Kesalahan data pada pulsa jawaban yang

diterima oleh stasiun radar.

3. ANALISA SSR BANDARA SOETTA

Teknik penginderaan dengan

menggunakan sistem Secondary Surveillance

Radar (SSR) adalah teknik surveillance yang

dikembangkan untuk mengatasi masalah

umum yang sering terjadi pada sistem

Primary Surveillance Radar (SSR).

Masalah tersebut adalah :

a. Tidak dapat memberikan data

identitas secara langsung;

b. Tidak terdapat indikator kondisi tertentu

seperti kondisi darurat, radio rusak dan

sejenisnya;

c. Jangkauan radar ditentukan oleh kekuatan

pemancar;

d. Sering kali menampilkan target palsu;

e. Pantulan (echo) ditentukan oleh posisi dan

konfigurasi pesawat udara;

f. Seluruh target diam dianggap sebagai clutter;

g. Prosedur identifikasi lebih rumit dan makan

waktu;

h. Tidak terdapat informasi ketinggian;

i. Prosedur transfer rumit;

j. Jauh lebih mahal dibanding SSR;

k. Update rate lebih lama dibanding SSR yaitu

antara 4 sd 12 detik;

Pada Bab ini akan dihitung

parameter-parameter yang mempengaruhi

kinerja SSR berdasarkan dara SSR Thomson

RS - 770 yang dioperasi di Bandara

Soekarno-Hatta untuk melakukan fungsi

surveillance antara lain :

a. Jarak jangkauan sinyal SSR;

b. Waktu Interogasi (Interrogation Time)

c. Daya Radiasi Efektif (Effective Radiated

Power);

d. Kerapatan Daya (Power Density).

108

Page 41: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Sistem radar sekunder ranging time

didefinisikan berbeda dengan pada radar

primer. Pada sistem radar primer ranging

time didefinisikan sebagai waktu

pengiriman sinyal ditambah waktu

penerimaan gema. Sedangkan pada sistem

radar sekunder, ranging time dapat

didefinisikan sebagai waktu interogasi

ditambah waktu reply. Pada sistem radar

primer waktu pengiriman sinyal dengan

waktu penerimaan dapat diasumsikan sama

besarnya, sedangkan pada sistem radar

sekunder waktu interogasi dan waktu

reply memiliki durasi waktu berbeda.

Hal ini dipengaruh besarnya data yang

terkandung dalam sinyal interogasi dan

sinyal reply.

a). Jarak jangkauan sinyal SSR

Dengan adanya target yang aktif dan

dengan frekuensi carrier yang berbeda

seperti interrogator 1030 MHz dan

transponder 1090 MHz, maka pada SSR

kita akan dapat mendeteksi pesawat yang

cukup jauh.

Jarak jangkau SSR kepesawat terbang

adalah 200 NM.

Power yang diperlukan untuk pemancarnya

adalah 2,5 Kwatt.

1 NM = 1.825 km

200 NM = 370 km

Interval T pada interrogasi pada umumnya

adalah kira-kira 2,5 mS, dimana untuk

jarak maksimum secara teoritis :

r = C T / 2

dimana r = jarak maksimum

C = kecepatan cahaya 3. 108 m/s

T = pulse repetition time (PRT)

PRT yaitu selang waktu antara satu pulsa

dengan pulsa berikut nya yang disebut pula

satu siklus kerja

PRT = 1 / PRF

atau

T = 1 / PRF

dan PRF = 1 / T

jadi, untuk mencari T dapat diperoleh

dengan menggunakan rumus :

T = 1 / PRF

Dimana nilai dari PRF adalah 400 jadi :

T = 1 / PRF

= 1 / 400

= 2,5 mS

Maka dapat diperoleh hitungan secara

rumus untuk jarak maksimum SSR untuk

mendeteksi pesawat terbang adalah

menggunakan persamaan (2.1) :

Untuk T = 2,5 mS

r = C T / 2

= 3.108 m/s x 2,5 . 10-3 s / 2

= 375 km

dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa

kemampuan jangkauan maksimum dari

sinyal SSR untuk mendeteksi pergerakan

pesawat adalah sejauh 375 km.

b). Waktu Interogasi (Interrogation Time)

1). Range Minimum

Range minimum= 0,5 Nm

1 Nm= 1,852 Km

Range Minimum= 0,5 x 1,852 Km = 926 m

Waktu Interogasi saat Range Minimum :

T Interogasi =

T Interogasi = 3,0867 ms

2). Range Maksimum

Range Maksimum= 250 NM

1 NM= 1,852 Km

Range Maksimum= 250 x 1, 852 Km

= 463 Km

Waktu Interogasi saat Range Maksimum :

T Interogasi =

T Interogasi= 1,5433 ms

Hasil dari perhitungan diatas dapat dilihat

pengaruh range terhadap waktu interogasi

bahwa makin jauh jarak objek terhadap

transmitter, maka makin besar pula waktu

interogasi yang dibutuhkan. Besarnya

waktu interogasi akan mempengaruhi

keakuratan pergerakan pesawat yang

ditampilkan pada layar radar. Jadi apabila

waktu interogasi kecil maka setiap

pergerakan pesawat dapat dideteksi dengan

lebih cepat, sehingga akan memberikan

gambaran yang lebih jelas tentang

pergerakan pesawat seperti yang

ditampilkan di layar radar. Namun jika

waktu interogasi semakin besar, maka

pergerakan pesawat yang ditampilkan pada

layar radar tidak terlalu akurat.

c). Pada sistem radar, daya yang diradiasikan

109

Page 42: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

oleh antena radar harus dapat fokus hanya

pada objek yang dituju, sehingga daya

maksimum akan diradiasikan sepenuhnya

ke arah objek yang diinginkan. Selain itu

keterarahan daya pancar pada suatu arah

tertenti akan menghindari adanya proses

pendeteksian objek yang tidak diinginkan,

sehingga objek yang didapat pada display

radar sesuai dengan kebutuhannya. Daya

yang dapat diradiasikan secara efektif oleh

kombinasi transmitter / antena dalam arah

main beam disebut Effective Radiated

Power / ERP . Maka besarnya kerapatan

daya gain maksimum dapat dihitung

menggunakan persamaan (2.3) :

- Karakteristik SSR Thomson RS - 770 :

PT = 2,5 kW = 2500 watt

GT = 7 dBi

ERP = 2500 x 7

ERP = 17,5 kW

Besarnya daya yang diradiasikan secara

tidak langsung akan mempengaruhi sistem

kerja radar. Hal in terutama berkaitan

dengan bisa tidak nya transponder

memberikan sinyal jawaban. Karena sinyal

dipropagasikan dalam line of sight

sehingga dalam perjalanan gelombang

dapat mengalami beberapa loss yang

menyebabkan level daya menurun,

sehingga daya yang sampai tidak dapat

memenuhi syarat untuk memberitahukan

bahwa pesawat tersebut diberikan suatu

sinyal interogasi, hal tersebut berpengaruh

kepada keakuratan terhadap deteksi

pesawat pada layar radar. Seharusnya

secara teori, pesawat tersebut dapat

terdeteksi, namun karena pada prakteknya

daya yang ditransmisikan tidak tepat, maka

hal tersebut diatas dapat terjadi.

d). Selain daya radiasi efektif,

kerapatan daya antena juga dapat

mempengaruhi kinerja radar. Kerapatan

daya (power density) dapat dihitung

dengan persamaan (2.4) sehingga :

- Karakteristik SSR Thomson RS - 770

PT = 2,5 kW = 2500 watt

GT = 7 dBi

1). Range Minimum

Range minimum= 0,5 Nm

1 Nm= 1,852 Km

Range Minimum= 0,5 x 1,852 Km = 926 m

Power Density saat Range minimum :

PD =

x 7

PD=1,6249 mW/m2

2). Range Maksimum

Range Maksimum= 250 NM

1 NM= 1,852 Km

Range Maksimum= 250 x 1, 852 Km= 463

Km

Power Density saat Range Maksimum

PD =

x 7

PD= 0,0065 mW/ m2

Seperti terlihat dari data-data perhitungan

tersebut maka semakin jauh jarak suatu

objek dari transmitter radar akan

menyebabkan kerapatan dayanya semakin

mengecil. Hal ini disebabkan karena loss

yang terjadi pada medium propogasi yang

disebabkan oleh perubahan dengan luas

medium dinyatakan dalam 4πR 2

makin

membesar. Karena daya yang dipancarkan

berbanding terbalik dengan kuadrat jarak,

dapat dilihat bahwa kerapatan daya dengan

daya transmisi tetap dan jarak yang terus

meningkat, akan menyebabkan nilai

nominalnya semakin mengecil. Saat

keadaan pesawat semakin jauh maka

kerapatan daya semakin berkurang.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisia data

yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Secondary Surveillance Radar (SSR)

Thomson RS 770 digunakan untuk

memperkuat pelayanan Primary

Surveillance Radar (PSR) karena

jangkauan radar jauh lebih luas dari radar

primer (PSR) yang selama ini telah

digunakan di Bandara Soekarno - Hatta.

2. Sistem surveillance pada SSR Merk

Thomson RS 770 masih terdapat

kekurangan karena kerapatan daya yang

semakin kecil saat pesawat berada jauh

dari transmitter interrogator menyebabkan

data ketinggian pesawat, kemungkinan

target palsu atau kesalahan deteksi kode

110

Page 43: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

SSR dll juga berpotensi mengalami

kesalahan deteksi.

3. SSR Merk Thomson RS 770 mempunyai

waktu interogasi saat range minimum

sebesar 3,0867 mikro detik dan waktu

interogasi 1,5433 mili detik pada saat

range maksimum.

4. Dengan gain antena maksimum sebesar 7

dBi, maka daya efektif yang dihasilkan

sebesar 17,5 kW. Kerapatan daya (power

density) pada saat range minimum adalah

1,6249 mW/m2 dan saat range maksimum

2

5. DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah Agus Ma'rufi dan Moch. Abdul

Azis, 2007. Peranan Radar Surveillance

(PSR/SSR) dalam Pelayanan Lalu Lintas di

Indonesia dan ADS-B sebagai Sistem

Alternatif. Prosiding Seminar Radar

Nasional 2007.

2. Doc. GMST, September 2007, Guidance

Manterial on Comparison of Surveillance

Technologies (GMST), 1st - edition 1.0,

Montreal : ICAO Secretary General.

3. Abdul Mueed, Radar Basics. Course

Material for Deparmental Promotion

Examination (DPE).

4. Marconi Wireless, Lesson SSR. (online).

(http://slideshare.net/yc2levgmail/lesson-

ssr, diakses tgl 25 Januari 2017: 23.30

WIB).

5. William L. Melvin, James A. Scheeer,

Principles of Modern Radar - Radar

Application.....

6. Doc. 8071 Vol. III, 1999, Manual on

Testing of Radio Navigation Aids, Testing

of Surveillance Radar System, 1st Edition,

Montreal: ICAO Secretary General.

7. Aminarno Budi Pradana, 2014. Sistem

Pengawasan Lalu Lintas Penerbangan

Sipil. Cetakan ke-1, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

8. Mawaddah, 2010. Study tentang Secondary

Surveillance Radar (SSR) untuk

menentukan Berbagai Informasi Pesawat

Terbang di PT. Angkasa Pura II. .......

111

Page 44: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

ANALISA KINERJA JARINGAN LAN

MENGGNAKAN METODE QUALITY of SERVICE (QoS)

(Studi Kasus : PT. Transportasi Gas Indonesia Di Jambi)

Oleh : Sri Hartanto1

[email protected]

Abstrak - PT. Transportasi Gas Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di

bidang minyak dan gas, kususnya sebagai penyalur gas alam. Dalam pengoprasiannya

memiliki beberapa lapangan gas yang cukup komplek. Di beberapa lapangan gas

menggunakan jaringan Wireless Local Area Network (WLAN). Untuk mengetahui

seberapa besar kinerja (performance) jaringan di PT.Transportasi Gas Indonesia, maka

harus dilakukan sebuah pengujian dan analisa terhadap kinerja jaringan dengan berdasrkan

pada quality of Service (QoS). QoS adalah kemampuan dalam menjamin pengiriman arus

data jaringan atau kumpulan dari berbagai kriteria kemampuan yang menentukan tingkat

kepuasan penggunaan suatu jaringan.Parameter QoS terdiri dari bandwidth, delay dan

packet loss.

Kata Kunci :Wireles, Local Area Network (WLAN), Quality of Service (QoS), Bandwidth,

Delay, Packet Loss.

Abstract - PT. Transportation Gas Indonesia is a company engaged in the oil and

gas, specialy as a natural gas distributor. In operasionality has some fairly complex gas

field. In some of the gas field using a network of Wireless Local Area Network (WLAN). To

find out how much the performance (performance) PT.Transportasi Gas network in

Indonesia, it should be an examination and analysis of network performance with base on

quality of service (QoS). QoS is the ability to assure delivery of network data flow or a set

of criteria that determine the level of satisfaction capability of using a jaringan.Parameter

QoS is composed of bandwidth, delay and packet loss.

Keyword :Wireles, Local Area Network (WLAN), Quality of Service (QoS), Bandwidth,

Delay, Packet Loss.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi jaringan

komputer mengalami peningkatan yang

sangat pesat, bersamaan dengan semakin

meningkatnya permintaan kebutuhan

yang berkelanjutan untuk dapat berbagai

informasi elektronik. Dengan

perkembangan tersebut telah mendorong

pertumbuhan dari berbagai jenis system

jaringan data local (Local Area Network)

yang tersebar secara geografis, kemudian

bergabung membentuk system jaringan

yang lebih luas yang di sebut dengan

jaringan MAN (Metropolitan Area

Network).

Penelitian ini menganalisis kinerja

dari jaringan internet yang sudah di

112

Page 45: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

pasang menggunakan topologi bintang

menggunakan software Axence Net Tools,

dengan software ini maka admin dapat

memonitor jaringan dan menguji

jaringan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang

yang diuraikan di atas, maka perumusan

masalah yang dapat di bahas dalam

pembuatan penelitian ini adalah sebagi

berikut :

1. Bagaimana cara

mengimplementasikan perancangan

atau design dan simulasi, sehingga

sistem dapat berjalan sesuai dengan

harapan.

2. Bagaimana menganalisis kinerja

jaringan LAN dengan mengukur

parameter bandwidth, delay, packet

loss dengan menggunakan metode

Quality of Services (QoS) dan

Realibility, Maintainability and

Availability (RMA) pada sistem

jaringan yang di terapkan.

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan

penelitian ini adalah untuk menghasilkan

sebuah jaringan yang berkualitas dengan

melakukan pengujian terhadap kinerja

layanan jaringan di PT.Transportasi Gas

Indonesia lapangan gas wilayah Jambi.

Dengan melakukan penelitian ini

diharapkan penulis dan pihak perusahaan

memperoleh masukan-masukan dan

manfaat, yang dapat dijadikan acuan jika

terjadi masalah dikemudian hari. Adapun

manfaat yang didapatkan dari penelitian

ini antara lain adalah :

1. Bagi karyawan PT.Transportasi Gas

Indonesia adalah supaya bisa

mengetahui kualitas jaringan yang di

terapkan, baik di lingkungan kantor,

lapangan gas maupun ruang kontrol.

2. Bagi penulis manfaat yang dapat di

ambil adalah sebagai bahan

pembelajaran cara menjalankan

aplikasi Axence Net Tools dan

mengetahui standar perangkat yang

digunakan di lingkuan industri

minyak dan gas.

1.4 Batasan Masalah

Untuk mencapai sebuah penelitian

yang diharapkan, maka penulis ingin

memfokuskan penelitian ini melalui

batasan masalah sebagai berikut :

1. Hanya membahas prinsip kerja LAN

dengan topologi star.

2. Hanya melakukan pengukuran pada

parameter bandwidth, delay dan

packet loss menggunakan aplikasi

Axence Net Tools versi 5.

2. METODE PENELITIAN

2.1 Perancangan Sistem Jaringan

Perancangan atau design adalah

suatu hal yang wajib dilakukan sebelum

tahapan pemasangan. Hal ini dilakukan

karena memiliki banyak tujuan yang

sangat penting dan sangat menentukan

dalam proses kelancaran pemasangan dan

proses operasi. Salah satu hal yang sangat

penting adalah sebagai dasar perhitungan

biaya dan sebagai dasar sistem

pengoperasian.

113

Page 46: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

2.1.1 Simulasi Jaringan

Langkah awal

pengimplementasian dengan melakukan

simulasi terhadap perancangan

menggunakan software Cisco Packet

Tracer 6.1. Model jaringan yang

disimulasikan sesuai dengan perancangan

awal dan menggunakan topologi bintang.

Setiap perangkat jaringan memiliki IP

address masing-masing dengan kelas

yang sama untuk dapat berkomunikasi

dan menggunakan switch agar semua

perangkat dapat terhubung.

Gambar 1. Simulasi Jaringan

2.2 Pengujian Sistem Jaringan

Pengujian sistem wajib dilakukan

sebelum sistem dioperasikan. Hal ini

memiliki beberapa tujuan, diantaranya

sebagai berikut :

a. Memastikan semua perangkat yang

terpasang berfungsi dengan baik.

b. Meminimalisir terjadinya kesalahan

atau error pada saat pengoprasian.

2.2.1 Pengujian Fungsi Jaringan

Setelah semua proses pemasangan

selesai dilakukan, maka selanjutnya

dilakukan pengujian fungsi jaringan

dengan melakukan Ping pada beberapa

komputer yang terpasang. Ping atau

Packet Internet Groper adalah sebuah

program utilitas yang digunakan untuk

memeriksa konektivitas jaringan. Ping

dilakukan menggunakan software Axence

NetTools. Software ini merupakan

aplikasi untuk menguji konektivitas pada

sebuah jaringan dengan cara

mengirimkan paket data ke server yang

dituju, dari data yang dikirimkan tersebut

dapat di ketahui nilai bandwith, delay dan

packet loss.

Gambar 2. Hasil Ping Dengan Software

Axence Net Tools

2.3 Parameter-parameter Quality of

Service (QoS)

Pada jaringan packet switched,

kualitas layanan dipengaruhi oleh

berbagai faktor, yang dapat dibagi

menjadi faktor manusia dan faktor teknis.

Berikut ini adalah parameter-parameter

Quality of Service (QoS) :

1. Troughput

Throughput adalah kemampuan

sebenarnya suatu jaringan dalam

melakukan pengiriman data. Biasanya

throughput selalu dikaitkan dengan

bandwidth. Karena throughput memang

bisa disebut juga dengan bandwidth

dalam kondisi yang sebenarnya.

Bandwidth lebih bersifat fix, sementara

throughput sifatnya adalah dinamis

tergantung trafik yang sedang terjadi.

2. Packet Loss

114

Page 47: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Packet Loss merupakan suatu

parameter yang menggambarkan suatu

kondisi yang menunjukan jumlah total

paket yang hilang atau paket yang gagal

mencapai tempat tujuan.

3. Delay

Delay merupakan lamanya waktu

yang dibutuhkan sebuah paket untuk

mencapai tujuan dari awal proses

pentransmisian sampai paket tersebut

diterima. Delay pada suatu jaringan akan

menentukan langkah apa yang akan kita

ambil ketika memanajemen suatu

jaringan.

4. Bandwidth

Bandwidth adalah luas atau lebar

cakupan frekuensi yang digunakan oleh

sinyal dalam medium transmisi.

Bandwidth juga merupakan suatu ukuran

waktu tertentu dalam menggunakan jalur

internet yang spesifik ketika sedang

download suatu file.

5. Jitter

Jitter didefinisikan didefinisikan

sebagai gangguan pada komunikasi yang

disebabkan oleh perubahan sinyal karena

referensi waktu. Jitter merupakan variasi

dari delay. Jitter dipengaruhi oleh variasi

beban traffic dan besarnya tumpukan

antar paket yang ada dalam jaringan.

2.4 Diagnosa Sistem Jaringan

Diagnosa dilakukan untuk

mengetahui segala aspek yang dapat di

jadikan acuan sebagai dasar

pengoperasian sistem. Diagnosa yang

dilakukan difokuskan pada area lapangan,

yaitu pada area compressor booster.

1. Server Room ke Area

Compressor Booster-A (Jarak ±

75 meter)

Setelah melakukan diagnosa terhadap

sistem jaringan yang sudah berjalan di

area compressor booster-A ditemukanlah

beberapa masalah yaitu beberapa

peralatan instrument kontrol yang

menggunakan wifi terjadi ketidak stabilan

koneksi. Di area ini terdapat tiga

penarikan kabel, pertama untuk wifi yang

mempunyai jarak 77 meter dari server,

kedua komputer untuk operation yang

mempunyai jarak 72, ketiga adalah

komputer monitoring peralatan elektonik

yang terpasang langsung di dalam

kompresor dan mempunyai jarak 75

meter dari server.

2. Server Room ke Area

Compressor Booster-B (Jarak ±

95 meter)

Setelah melakukan diagnosa terhadap

sistem jaringan yang sudah berjalan di

area compressor booster-B ditemukanlah

beberapa masalah dan masalahnya

hampir sama yaitu beberapa peralatan

instrument kontrol yang menggunakan

wifi terjadi ketidak stabilan koneksi,

namun jumlahnya bertambah menjadi 3

perangkat. Hal ini disebabkan beberapa

lokasi peralatan instrumen kontrol yang

letaknya tersembunyi dan terjadi panas

berlebih pada area ini. Di area ini

terdapat tiga penarikan kabel juga,

pertama untuk wifi yang mempunyai

jarak 96 meter dari server, kedua

komputer untuk operation yang

mempunyai jarak 92 meter, ketiga adalah

komputer monitoring peralatan elektonik

yang terpasang langsung di dalam

kompresor dan mempunyai jarak 95

meter dari server.

3. Server Room ke Area

Compressor Booster-C (Jarak ±

125 meter)

Seperti pada compressor booster yang

lainnya, pada booster-C juga dilakukan

115

Page 48: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

diagnosa dengan cara dan hal yang sama.

temukanlah beberapa masalah yaitu

koneksi terhadap jaringan wifi, dan

komputer terjadi ketidak stabilan koneksi.

Hal ini disebabkan beberapa jaraknya

antara server dan lokasi yang cukup jauh,

serta kepadatan jaringan. Peralatan

instrumen kontrol juga terdeteksi tidak

stabil.

Pada semua area pengukuran

parameter QoS yang meliputi bandwidth,

delay dan packetloss dilakukan dari

lokasi di mana perangkat dipasang.

Pengukuran parameter QoS

menggunakan software axence net tools

dan pengukuran laju uptime, downtime,

good, dan failed diukur menggunakan

aplikasi perusahaan yaitu Paessler

Router Traffic Grapher (PRTG).

3. Hasil Analisa

Kinerja suatu jaringan sangat

bergantung pada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kinerja suatu

jaringan yang digunakan. Perangkat

keras, perangkat lunak, dan topologi

jaringan yang digunakan sangat

berpengaruh terhadap kinerja jaringan itu

sendiri. Kebutuhan akan konektivitas

yang cepat dan pengiriman paket yang

sesuai, dapat menunjang terpenuhinya

layanan sesuai dengan yang diharapkan

pengguna.

3.1 Hasil Pengukuran Jaringan LAN

Hasil pengujian untuk mengetahui

nilai bandwidth, delay dan packet loss

dilakukan menggunakan software Axence

NetTools.

3.1.1 Area Staff Dan Kontrol Room

Pengukuran dilakukan secara acak

dengan mempertimbangkan pemilihan

jarak yaitu komputer dengan jarak

terjauh, jarak sedang dan jarak dekat.

1. Pengukuran Bandwith

Proses pengukuran bandwidth,

dilakukan pada jam sibuk yakni antara

jam 09:00 sampai jam 11:30 dan di siang

hari antara jam 13:00 sampai jam 16:00.

Tabel 1 Hasil Pengukuran Bandwidth

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran bandwidth di ruangan staff ,

Hasil pengukuran menunjukan bahwa

bandwidth tertinggi terukur di ruang

operator produksi yakni dengan

bandwidth min sebesar 1.502.481 bps,

bandwidth max 6.956.702 bps dan

bandwidth rata-rata tercatat 5.481.153.

Sedangkan pengukuran bandwidth

terendah terukur di ruang admin yakni

tercatat dengan bandwith min sebesar

2.174.744 bps, bandwith max sebesar

4.328.920 bps dan bandwidth rata-rata

sebesar 3.885.100 bps.

2. Pengukuran Delay

Proses pengukuran Delay,

dilakukan sama seperti pada pengukuran

bandwidth, yang dimulai pada jam sibuk

yakni antara jam 09:00 sampai jam 11:30

dan di siang hari antara jam 13:00 sampai

jam 16:00. Berikut ini adalah hasil dari

pengukuran Delay di area staff dan

kontrol room.

116

Page 49: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Tabel 2. Hasil Pengukuran Delay

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran delay di ruangan staff , Hasil

pengukuran menunjukan bahwa delay

tertinggi terukur di ruang admin yakni

dengan delay min sebesar 1ms, delay max

5 ms dan delay rata-rata tercatat 2 ms

Sedangkan pengukuran delay terendah

terukur rata di setiap ruangan.

3. Pengukuran Packet Loss

Sama seperti pengukuran pada

pengukuran badwidth dan delay,

pengukuran packet loss juga dilakukan

pada jam sibuk yaitu antara jam 09:00

sampai dengan 11:00 dan dilanjutkan

pada siang hari dimulai pada jam 13:00

sampai dengan jam 16:00. Berikut adalah

hasil pengukuran packet loss yang sudah

dilakukan.

Tabel 3 Hasil Pengukuran Packet Loss

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran packet loss di ruangan staff

dan kontrol room, yang dilakukan pada

jam sibuk yakni antara jam 09:00 sampai

jam 11:00 dan dilanjutkan pada jam

13:00 sampai jam 16:00. Hasil

pengukuran tercatat bagus di semua

ruangan.

4.2.2 Area Compressor Booster-A

1. Pengukuran Bandwidth

Proses pengukuran bandwidth,

dilakukan pada jam operasional

kompressor, yang dimulai pada jam

07:00 sampai jam 11:30, dan jam 13:00

sampai jam 21:00. Pengukuran dilakukan

menggunakan software axence nettool

melalui komputer server yang berada di

dalam ruang kontrol dan menggunakan

laptop di area lapangan. Berikut ini

adalah hasil dari pengukuran bandwidth

di area compressor booster-A.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Bandwidth

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran bandwidth di compressor

booster-A, yang di amati pada jam

operasi yakni antara jam 07:00 sampai

jam 11:30 dan dilanjutkan pada jam

13:00 sampai jam 21:00.

2. Pengukuran Delay

Proses pengukuran Delay,

dilakukan sama seperti pada pengukuran

bandwidth, yang dimulai pada jam

operasional yakni antara jam 07:00

sampai jam 11:30 dan di siang hari antara

jam 13:00 samapai jam 21:00. Berikut ini

adalah hasil dari pengukuran Delay di

area compressor booster-A.

117

Page 50: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Tabel 5 Hasil Pengukuran Delay

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran delay di compressor booster-

A, yang di amati pada jam operasi yakni

antara jam 07:00 sampai jam 11:30 dan

dilanjutkan pada jam 13:00 sampai jam

21:00.

3. Pengukuran Packet Loss

Sama seperti pada pengukuran

badwidth dan delay, pengukuran packet

loss juga dilakukan pada jam operasional

yaitu antara jam 07:00 sampai dengan

11:30 dan dilanjutkan pada jam 13:00

sampai dengan jam 21:00. Berikut adalah

hasil pengukuran packet loss yang sudah

dilakukan.

Tabel 6. Hasil Pengukuran Packet Loss

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran packet loss di compressor

booster-A, yang di amati pada jam

operasi yakni antara jam 07:00 sampai

jam 11:30 dan dilanjutkan pada jam

13:00 sampai jam 21:00.

4.2.3 Area Compressor Booster-B

1. Pengukuran Bandwidth

Proses pengukuran bandwidth,

dilakukan pada jam operasional

kompressor, yang dimulai pada jam

07:00 sampai jam 11:30, dan jam 13:00

sampai jam 21:00. Berikut ini adalah

hasil dari pengukuran bandwidth di area

compressor booster-B.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Bandwidth

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran bandwidth di compressor

booster-B, yang di amati pada jam

operasi yakni antara jam 07:00 sampai

jam 11:30 dan dilanjutkan pada jam

13:00 sampai jam 21:00.

2. Pengukuran Delay

Proses pengukuran Delay,

dilakukan sama seperti pada pengukuran

bandwidth, yang dimulai pada jam

operasional yakni antara jam 07:00

sampai jam 11:30 dan di siang hari antara

jam 13:00 samapai jam 21:00. Berikut ini

adalah hasil dari pengukuran Delay di

area compressor booster-B.

118

Page 51: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Tabel 8. Hasil Pengukuran Delay

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran delay di compressor booster-

B, yang di amati pada jam operasi yakni

antara jam 07:00 sampai jam 11:30 dan

dilanjutkan pada jam 13:00 sampai jam

21:00.

3. Pengukuran Packet Loss

Sama seperti pada pengukuran

badwidth dan delay, pengukuran packet

loss juga dilakukan pada perasional yaitu

antara jam 07:00 sampai dengan 11:30

dan dilanjutkan pada jam 13:00 sampai

dengan jam 21:00. Berikut adalah hasil

pengukuran packet loss yang sudah

dilakukan.

Tabel 9. Hasil Pengukuran Packet Loss

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran packet loss di compressor

booster-B, yang di amati pada jam

operasi yakni antara jam 07:00 sampai

jam 11:30 dan dilanjutkan pada jam

13:00 sampai jam 21:00.

4.2.4 Area Compressor Booster-C

1. Pengukuran Bandwidth

Proses pengukuran bandwidth,

dilakukan pada jam operasional

kompressor, yang dimulai pada jam

07:00 sampai jam 11:30, dan jam 13:00

sampai jam 21:00. Berikut ini adalah

hasil dari pengukuran bandwidth di area

compressor booster-C.

Tabel 10 Hasil Pengukuran Bandwidth

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran bandwidth di compressor

booster-C, yang di amati pada jam

operasi yakni antara jam 07:00 sampai

jam 11:30 dan dilanjutkan pada jam

13:00 sampai jam 21:00.

2. Pengukuran Delay

Proses pengukuran Delay,

dilakukan sama seperti pada pengukuran

bandwidth, yang dimulai pada jam

operasional yakni antara jam 07:00

sampai jam 11:30 dan di siang hari antara

jam 13:00 samapai jam 21:00. Berikut ini

adalah hasil dari pengukuran Delay di

area compressor booster-C.

Tabel 11 Hasil Pengukuran Delay

119

Page 52: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran delay di compressor booster-

C, yang di amati pada jam operasi yakni

antara jam 07:00 sampai jam 11:30 dan

dilanjutkan pada jam 13:00 sampai jam

21:00.

3. Pengukuran Packet Loss

Sama seperti pada pengukuran

badwidth dan delay, pengukuran packet

loss juga dilakukan pada jam operasional

yaitu antara jam 07:00 sampai dengan

11:30 dan dilanjutkan pada jam 13:00

sampai dengan jam 21:00. Berikut adalah

hasil pengukuran packet loss yang sudah

dilakukan.

Tabel 12. Hasil Pengukuran Packet Loss

Tabel di atas menunjukan hasil

pengukuran packet loss di compressor

booster-C, yang di amati pada jam

operasi yakni antara jam 07:00 sampai

jam 11:30 dan dilanjutkan pada jam

13:00 sampai jam 21:00. Terlihat terjadi

delay yang cukup tinggi pada perangkat

wifi yakni sebesar 70%.

4.3 Faktor yang Mempengaruhi

Kualitas Jaringan

Dari hasil pengukuran di atas

terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi hasil pengukuran terhadap

parameter kualitas jaringan yang terdiri

dari bandwidth, delay dan packet loss

pada jaringan di PT.Transportasi Gas

Indonesia, yaitu ;

1. Redaman adalah jatuhnya kuat

signal karena pertambahan jarak pada

media transmisi. Setiap media transmisi

memiliki redaman yang berbeda-beda,

tergantung dari bahan yang digunakan.

Kekuatan signal yang ditransmisikan bisa

mengalami pelemahan karena jarak

antara server dan pengguna yang jauh

dan rentan terhadap interferensi

gelombang elektromagnetik serta

gangguan cuaca yang sangat drastis

dalam pengiriman dan penerimaan data

yang nantinya dapat menggangu kinerja

jaringan.

2. Distorsi adalah kejadian yang

disebakan bervariasinya kecepatan

propagasi karena perbedaan bandwidth.

Hal ini terjadi akibat kecepatan signal

yang berbeda yang melalui kabel LAN

untuk mengurangi nilai distorsi,

dibutuhkan bandwidth transmisi yang

memadai dalam mengakomodasi adanya

spectrum signal. Untuk mengurangi

distorsi pada jaringan layanan internet

dengan kapasitas bandwidth yang sangat

terbatas dapat dilakukan dengan

bandwidth manajemen yang lebih

proposional.

3. Delay propogasi adalah masalah

yang disebabkan karena jarak server dan

user yang relatif jauh. Delay ini akan

menyebabkan terbatasnya nilai

bandwidth yang didapat, apalagi dengan

kapasitas bandwidth yang terbatas. Bisa

dilihat dari hasil analisis pengukuran

bandwidth di area compressor boosters,

yang mengalami ketidak stabilan di

beberapa perangkat. Hal ini disebakan

karena pengujian dilakukan pada saat

trafik padat dan besarnya throughput

akan terbatasi karena banyaknya jumlah

pengguna dan jarak yang cukup jauh

antara peragkat ke server.

120

Page 53: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

5. KESIMPULAN

Dari hasil perancangan,

pemasangan dan analisis kinerja jaringan

LAN dengan topologi star menggunakan

kabel gigaspeed Cat 6 di PT.Transportasi

Gas Indonesia, maka dapat di ambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Parameter QoS (Quality of

Services) yang terdiri dari

bandwidth, delay dan packet loss

sangat berpengaruh terhadap

kinerja jaringan LAN yang ada di

PT.Transportasi Gas Indonesia.

2. Perangkat keras yang digunakan

seperti jenis kabel, router, switch,

dan wifi, sangat mempengaruhi

kinerja jaringan. Hal ini

disebabkan karena kapasitas dari

masing-masing perangkat yang

digunakan, semakin besar

kapasitas yang dimiliki oleh

perangkat keras, maka semakin

bagus juga jaringan yang di

hasilkan dan sepadan dengan

harga dari perangkat tersebut

yang tergolong mahal.

3. Hasil pengukuran di compressor

booster-C yaitu pada pengukuran

packet loss yaitu sebesar 70 %

pada perangkat wifi. Berdasarkan

versi TIPHON bahwa packet loss

sebesar 70 % termasuk kedalam

kategori buruk, sedangkan

pengukuran untuk parameter lain

sangat bagus. Hal ini menjadi hal

yang sangat serius dan segera

dilakukan trouble shooting untuk

mendeteksi masalah yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anwar Zhaenudin, 2011, Sistem

kinerja Jaringan LAN, (http://www.

eprints.dinus.ac.id/13534/1/jurnal_1

4218.pdf diakses 22 November

2016.

[2] Axence NetTools 5.0 Pro 2009,

Axence NetTools User Guide,

Axence Software Inc 2005-2009.

(http://cdn01.axencesoftware.com/N

etTools.exe,diakses 22 September

2016).

[3] Budiono, N.W 2005. Konfigurasi

Dasar Cisco Switch

(http//:www.Ilmukomputer.com,

diakses 15 november 2016).

[4] Dadi Rahmayadi, 2010, Optimalisasi

Sistem Jaringan Komputer Lokal

(LAN),Perpustakaan Universitas

Indonesia,02 november 2016.

[5] Prosedure Pengujian, Telecom Testing

and Commisioning Procedure,

PT.Transportasi Gas Indonesia 2009.

[6] Sesindo, 2011, Pengukuran Kinerja

Jaringan Komputer,

(http//:www.digilib.its.ac.id/ublic/ITS-

paper-199953.pdf, diakses 26

november 2016)

[7] Slamet Purwo ST.MT, Dosen

Fakultas Teknik UNKRIS, Materi

kuliah,Jaringan Telekomunikasi

121

Page 54: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

ANALISA PENGUKURAN KECEPATAN PUTARAN MOTOR INDUKSI 3 FASA

BERDASARKAN FREKUENSI

Oleh : Teten Dian Hakim1

[email protected]

Abstrak - Untuk menganalisa kecepatan putaran motor induksi 3 fasa yang berdsarkan

frekuensi adalah dengan mengetahui atau membuktikan bahwa frekuensi bisa menurunkan

kecepatan putaran motor. Berdasarkan teori bahwa semakin besar frekuensi tegangan yang

digunakan semakin cepat pula motor akan berputar, begitupun sebaliknya jika frekuensi

tegangan semakin mengecil maka perputaran motor akan semakin melambat.. Konventer

frekuensi adalah merupakan alat pengontrol elektronik yang bertujuan untuk pengaturan

kecepatan motor terhadap sistem umpan balik atau ke perintah jauh dari pengontrol

eksternal, dan juaga dapat digunakan sebagai pengaman. Tachometer adalah alat untuk

mengukur putarn pada kecepatan motor. Perputaran motor dapat berubah jika frekuensinya

diubah, akan tetapi berdasarkan teori, rpm motor dapat dilihat dari jumlah kutub yang

terpasang pada motor tersebut, misalakan motor yang berjumlah 2 kutub dengan frekunsi

50Hz putaran maksimalnya adalah 3000 rpm. Sedangkan motor yang berjumlah 4 kutub

dengan frekuensi yang sama 50Hz maka kecepatan putaranya maksimalnya adalah 1500

rpm.

To analyze the speed of rotation of 3-phase induction motors that are frequency-based is to

know or prove that the frequency can decrease the speed of motor rotation. Based on the

theory that the greater the frequency of the voltage used the faster the motor will rotate,

vice versa if the frequency of the voltage is smaller then the motor rotation will slow down

.. Frequency conventional is an electronic controller that aims to adjust the speed of the

motor to the feedback system or to Commands away from external controllers, and juaga

can be used as a security. The tachometer is a device for measuring putarn at motor speed.

Motor rotation can change if the frequency is changed, but based on theory, motor rpm

can be seen from the number of poles mounted on the motor, for example a motor that has

2 poles with 50Hz frequency maximum rotation is 3000 rpm. While the motor that amounts

to 4 poles with the same frequency 50Hz then the maximum speed of the rider is 1500 rpm.

Kata kunci : kecepatan putaran motor induksi 3 fasa, Frekuensi, Inverter.

122

Page 55: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Adapun tujuan membuat analisa

putaran kecepatan motor 3 fasa

berdasarkan frekuensi adalah untuk

membuktikan bahwa kecepatan motor

dapat diatur dengan mengubah nilai

frekuensinya. Dan dapat diaplikasikan di

lapanngan atau dunia kerja, pada sistem

HVAC (Heating Ventilation Air

Condesioning) atau pada motor AHU

(Air Handling Unit) yang mengatur

kecepatan putaran baling-baling agar

udara yang dihembuskan bisa diatur

sesuai situasi dan kondisi tertentu.

1.2. Rumusan Masalah

Kecepatan motor dapat diatur

dengan mengatur nilai frekuensinya

dengan cara menggunakan alat konventer

frekuensi. Dengan alat ini maka frekuensi

bisa diatur sesuai dengan situasi dan

kondisi. Frekuensi, kecepatan motor dan

jumlah kutub saling berhubungan itu

dapat di buktikan dengan menggunakan

rumus :

Perputaran sinkron.

(No) = 120 x frekuensi(Hz)

jumlah kutb(p)

1.3. Batasan Masalah

Di dalam analisa ini penyusun ingin

mengetahui pengaruh frekuensi tegangan

terhadap kecepatan motor, yang didasari

pada teori motor induksi kecepatan

sinkron. Pengaturan frekuensi yang

masuk ke motor induksi disamping akan

mempengaruhi kecepatan motor, juga

akan mempengaruhi arus yang melewati

kumparan motor, karena perubahan

karena frekuensi berbanding lurus dengan

arus yang masuk pada kumparan

sehingga fluks berbanding lurus dengan

frekuensi. Fluks magnet terjadi gaya

gerak listrik atau ggl maka, akan

terjadinya putaran pada rotor tersebut

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuaan penelitian ini pastinya

sebagai salah satu syarat penelitian, dan

juga ingin memahami secara langsung

karakteristik motor induksi 3 fasa yang

banyak pengapilikasianya di dunia kerja

seperti perkantoran gedung bertingkat

dan industri, jadi bila penyusun atau

mahasiswa yang sudah lulus dan bekerja

tidak akan asing lagi dengan motor

induksi tersebut.

Pada sistem HVAC (Heating

Ventilation Air Condesioning) pengaturan

kecepatan motor sering di apilkasikan

pada motor AHU (Air Handling

Unit),untuk mengatur kecetapan putaran

baling – baling agar udara yang

dihembuskan bisa diatur sesuai situasi

dan kondisi.

2. Landasan Teori

2.1. Prinsip Perputaran Motor Tak

Serempak

Gambar dibawah ini

memperlihatkan cakram arago, yang

diberi nama demikian karena ini

dipergunakan seorang ahli Italia arago

dalam eksperimennya ia memperlihatkan

prinsip yang dipakai oleh motor tak

serempak.

Gambar 1. Piring Arago

Dalam gambar itu, bila magnet

digerakan dalam arah panah, fluks

magnet Φ yang dihasilkan magnet juga

bergerak dengan magnet. Karena itu

cakram (konduktor) memotong fluks

magnet Φ menyebabkan tegangan yang

dibangkitkan dalam cakram. Ini membuat

arus pusar mengalir ( akibat ini disebut

hukum tangan kanan fleming).

Arus pusar dan fluks Φ

membangkitkan elektromagnetik F, yang

123

Page 56: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

menggerakan cakram searah gerak

magnet (efek ini disebut hokum tangan

kiri fleming). Motor tak serempak

membuat medan magnetik berputar

dengan kumparan rotor, dari pada

menggerakan fluks magnetic yang

dibangkitkan magnet, yang memutar

rotor yang bekerja sebagai cakram

(konduktor).

Dalam hal motor tak serempak fasa

tunggal, medan magnet berputar tak

dapat dibangkitkan karena itu medan

magnet sama seperti medan magnet

berputar yang dibentuk dengan bantuan

kumparan asut untuk memungkinkan

pengasutan.

2.2. Kecepatan Sinkron Dan Slip

Jumlah kutub motor dihitung

dengan setiap set dari satu kutub U dan

satu kutub S dihitung sebagai dua dan

kerena itu bertambah dengan perkalian

ganda. Kecepatan (perputaran) motor

ditentukan oleh jumlah kutub dan

frekuensi. Kecepatan putaran medan

magnetik motor disebut kecepatan

(perputaran ) sinkron (No) dan

dinyatakan dalam jumlah perputaran per

menit (ppm). Hubungan antara

perputaran sinkron frekunsi dan jumlah

kutub dinyatakan sebagai berikut :

Perputaran sinkron

(No) = frekuensi (Hz)

jumlah kutub

2

x 60

Perputaran sinkron (No)

120 x frekuensi (Hz)

jumlah kutub

Pada motor tak serempak, bila rotor

berputar sama dengan kecepatan

perputran magnetik (Nr = No), rotor (

kumparan sekunder ) tidak memotong

fluks magnetik jadi tidak ada tegangan

yang diimbaskan ke rotor, sehingga tidak

dibangkitkan kopel. Untuk

membangkitkan kopel perputaran rotor

(Nr) harus lebih rendah dari perputaran

medan magnetic (No).

Nisbah ( No – Nr) dari

perpotongan fluks magnetik terhadap

kecepatan sinkron disebut slip (S).

S = No−Nr

No x 100%

Nr = ⌈1 −𝑆

100⌉ ppm

2.3. Pembangkitan Kopel Setelah medan stator (medan putar)

terbangkit, medan ini memotong belitan

stator ( untuk rotor belitan) atau

memotong batang konduktor ( untuk

rotor sangkar). Menurut faraday kejadian

diatas menimbulkan tegangan :

e = - n 𝛥𝛷

𝛥𝑡 Volt

Dimana :

n = banyaknya lilitan pada kumparan

ΔΦ = perubahan fluks magnet (Weber)

Δt = perubahan waktu (detik)

Jika rankaian rotor tertututp, maka akan

timbul arus dalam rangkaian ini dan akan

menyebabkan adanya kerapatan fluks B

(fluks/luas) serta L (panjang konduktor)

dari rangkaian rotor an arus ini

menyebabkan gaya sebesar :

F = BIL

Dimana :

F = Gaya (N).

B = Kerapatan fluks (weber).

I = Arus (A).

L = Panjang konduktor (m).

Gaya ini akan membangkiykan kopel

dngan adanya jari – jari rotor sebesar :

T = F.r

Dimana :

T = Kopel (Nm).

r = jari – jari rotor.

Besrnya slip motor induksi

dalam prakteknya berkisar 5% - 10%.

Untuk lebih jelas dengan memperhatikan

perbandingan motor berkutub 2 dan

berkutub 4 dengan frekuensi nominal 50

Hz dengan keluaran nominal yang sama

misalnya 5,5 kW, maka dapat di cari nilai

putaran rotor dan besarnya kopel

dianggap nilai slip (S) = 6%

124

Page 57: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Untuk motor berkutub 2 didapat,

Besarnya putaran sinkron (Ns) :

120 𝑋 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 (ℎ𝑧)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑡𝑢𝑏 =

120 𝑥 50

2= 3000 𝑟𝑝𝑚

Besarnya putaran rotor (Nr) :

Nr = Ns 1 − 𝑆

100 =

3000 1 − 6

100 = 2820 𝑟𝑝𝑚

Besarnya kopel beban penuh adalah :

Kopel beban penuh = 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 (𝑘𝑤)

𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ (𝑟𝑝𝑚)𝑥974 (𝑘𝑔. 𝑚)

Kopel beban penuh = 5.5 (𝑘𝑤)

2820𝑥974 (𝑘𝑔. 𝑚) = 1,9 𝑘𝑔. 𝑚

Untuk motor berkutub 4 didapat :

Besar putaran sinkron ( Ns) : 120 𝑥 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝐻𝑧)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑡𝑢𝑏=

120 𝑥 50

4= 1500 𝑟𝑝𝑚

Besar putaran rotor (Nr) :

Nr = Ns 1 − 𝑆

100 =

1500 1 −6

100 = 1410 𝑟𝑝𝑚

Besarnya kopel adalah :

Kopel penuh = 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑚𝑘𝑛𝑎𝑙 (𝑘𝑤)

𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑏𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ (𝑟𝑝𝑚)𝑥 974 (𝑘𝑔. 𝑚)

Kopel beban penuh = 5.5.(𝑘𝑤)

1410 (𝑟𝑝𝑚)𝑥 974 (𝑘𝑔. 𝑚) = 3,8 𝑘𝑔. 𝑚

Dari contoh kasus diatas dapat

disimpulkan bahwa : Dalam pemilihan

putaran motor perlu mempertimbangkan

karakteristik dari mesin beban, hal ini

karena semakin cepat perputaran rotor

makin kecil kopel yang dibangkitkan dan

sebaliknya semakin kecil putaran rotor

semakin besar kopel yang dibangkitkan.

Sebagai contoh pemilihan motor

untuk beban sebagai berikut :

Pompa terutama digunakan motor

berkutub 4.

Kompresor terutama digunakan motor

berkutub 4 dan 6 dengan penggerak

sabuk, dan berkutub 6 atau 8 dengan

kopling langsung.

Penghembus kipas angin : terutama

motor berkutub 2 dan 4.

Penghancur fris : terutama dipakai

berkutub 6,8 atau 10.

2.4. Kopel Asut Dan Kopel Pengunci

Dari Beban Ketika memilih motor, kopel asut

dan kopel pengunci (kopel maksimum)

dari mesin beban harus diperhatikan.

Besarnya kopel asut dan kopel pengunci

dari motor dinyatakan dalam prosen. Dan

besarnya kopel nominal adalah :

Kopel nominal = Keluaran nominal (Kw)

Putaram (Rpm) x

974 (kg/m) [1]

2.5. Menentukan Daya Yang

Diperlukan Untuk Beban Konstan a. Untuk Mengangkat Obyek

Bila obyek W (kg) diangkat

melawan gravitasi untuk l (meter) pada

kecepatan konstan dengan waktu t

(second), maka kakas F dan daya P

sebagai berikut :

F = W.l (kg.m)

P = W.l / t (kg.m / s) dan karena

l/t = v = m/s maka :

P = W.v (kg.m / s)

Bila satuan gravitasi kg.m dirubah 1

(kg.m / s ) = 9,8 (J /s ) = 9,8 (W)

P = 9,8 W.v (Watt)

Karena P adalah daya yang diperlukan

untuk kerja, dan efisiensi motor (η%)

maka keluaran mekanis Pm motor adalah

:

Pm = 9,8 W.v.10-3.(100 / η ) (kW) atau

Pm = ( W.v / 102 ) . (100 / 𝛈 )

dalam (kW) [1]

Untuk menentukan motor yang

sebenarnya, perlu memperhatikan kakas

geser yang berubah-ubah, kopel asut dan

tegangan poros serta factor keselamatan

dari rancangan dan produksinya.

Contoh perhitungan (mesin

pengangkat kran/wins) Mesin kran

diperlukan untuk mngangkat obyek 4,5

Ton, dengan kecepatan 12 m/min, dan

koefisien atau efisiensi 85%. Berapakah

keluaran motor harus dipilih ?

125

Page 58: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Penyelesaian :

Berdasarkan Pm = ( W.v / 102 ). (100 / η

) dalam (kW)

Pm = ( 4,5.1000. (12 / 60) / 102 ) ( 100

/85 ) = 10,4 kW

Dengan memperhatikan beberapa factor

motor dengan keluaran nominal 11 kW

dapat dipilih.

b. Untuk Menggerakan Obyek Horizontal

Bila suatu obyek w (kg) digerakan

mendatar pada kecepatan v (m/s), dengan

memperhatikan koefisien geser μ, maka

Pm adalah :

Pm = 9,8 μ .W .v .103 . .(100 / 𝜂)

( kW ) atau

Pm = (𝛍 W.v / 102) .(100 / 𝛈) (

kW )

Sebagai contoh konveyer sabuk

Apabila koefisien geser (μ) = C terdiri –

dari

1. C1 = koefisien geser yang ditentukan

oleh puli pembawa, berat sabuk,

pembawa bantalan puli per meter

konveyer dalam keadaan tanpa beban

(hambatan perjalanan) (Kg.W/m).

2. C2 = Koefisien yang memberikan

hambatan perjalanan karena beban

Nilai C1 dan C2 tergantung dari

pembuatan dan perawatan, untuk

bantalan bola nilai C1 seperti pada table

dibawah ini, dan C2 = 0,01 – 0,015.

3. Metode Penelitian

3.1. Langkah – langkah Penelitan

Dalam melakukan penelitian ini,

penulis mempersiapkan peralatan, dan

langkah – langkah dalam perencanaan

analisa pengkururan kecepatan motor 3

fasa berdasarkan frekuensi. Adapun

peralatan yang digunakan dalam

melakukan pengukuran adalah :

1. 1 unit Motor induksi 3 fasa

dengan spesifikasi TECO, 11kW, 1455

rpm, IP 54, 15Hp, 22.6A.

2. 1 unit Konventor frekuensi

DANFOSS, HVAC Drive FC 102, 1,1 –

90 kW.

3. 1 unit Digital photo Thacometer

model DT – 2234C.

Sebelum melakukan langkah –

langkah percobaan, penulis akan

menjelaskan apa arti IP dalam name plate

yang tertara pada sebuah motor induksi.

IP atau disebut (International Protection)

secara umum merupakan jenis

pengkodean proteksi suatau alat yang

menggambarkan ketahanan alat tersebut

terhadap kontakmlangsung maupun

benda asing seperti debu atau air. IP pada

name plate motor terdirir dari dua angka

yan memiliki arti ketahanan alat tersebut

terhadap benda asing.[4]

Angka pertama menandakan

tingkat ketahanan alat tersebut terhadap

benda asing (padat) dan debu, sedangkan

angka kedua menandakan tingkat

ketahanan alat tersebut terhadap

rembesan benda cair atau air yang dapat

menyusup masuk kedalam alat. Semakin

tinggi angka yang tertera pada kode IP

(angka pertama 0-6, angka kedua 0-8)

maka semakin tinggi tingkat ketahanan

alat tersebut terhadap benda padat

maupun cair. Dan tentu saja semakin

tinggi alat IP suatu alat, maka harga alat

tersebut akan semakin mahal. Jadi arti IP

54 yang tertera pada name plate motor

untuk percobaan adalah mempunyai

perlindungan terhadap debu dan

terlindung dari air yang datang dari

segala arah.

Langkah - langkah percobaan dapat

dilihat dari diagram blok pada gambar 2

Gambar 2. Diagram Blok Langkah

Percobaan

1

Ya

126

Page 59: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Untuk lebih lebih jelasnya di bawah

ini adalah gambar nyata dari langkah -

langkah analisa percobaan pengukuran

kecepatan motor 3 fasa yang berdasarkan

frekuensi.

1. Tempelkan reflective mark ke puli

yang bertujuan agar sinar laser yang

keluar dari thacometer dapat membaca

perputan puli motor. Reflective mark

adalah sejenis kertas atau plastik yang

bisa mempel dan juga memantulkan

cahaya yang berfungsi sebagai penanda

yang bisa terbaca oleh sinar tachometer.

Gambar 3. Langkah Percobaan Pertama

2. Tekan tombol hand on yang

terdapat pada LCP (Local Control Panel)

konverter frekuensi, ini bermaksud

pengoperasian dengan cara manual.

Tombol hand on adalah untuk memulai

konventer frekuensi di kontrol lokal,

dengan sisitem kerja eksternal

memberhentikan sinyal dengan

mengontrol komunikasi input atau

komunikasi serial mengesampingkan

hand on lokal.

a. Local Control Panel

b. Tampilan Layar LCP

Gambar 4. Langlah Percobaan Kedua

3. Setting frekuensi dengan menekan

tombol navigasi sampai motor berputar.

Ketika konverter di hidupakan motor

tidak langsung berputar karena nilai

frekuensi berada pada nilai 0 Hz. Oleh

sebab itu perlu menekan tobol navigasi

untuk men sett nilai frekuensi yang

diinginkan.

(a) Penyetingan frekuensi

(b) Tombol Penyearah

Gambar 5. Langkah Percobaan Ketiga

4. Setelah motor berputar ukur

putaran motor dengan mengarahkan

signal light beam kearah puli dengan

menekan tombol test yang terdapat pada

tachometer.

reflectife

LCP

Tombol Navigasi

Layar LCP sesudah di tekan

tombol hand on tetapi nilai

frekuensi masih 0 Hz

Penyetingan nilai frekuensi

127

Page 60: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar 6. Langkah Percobaan Keempat

5. Jika semua langkah percobaan

satu sampai empat sudah dilakukan,

maka yang terakhir adalalah hasil

pengukuran akan terbaca oleh tachometer

yang bisa dilihat pada layar panel kontrol.

Ulanngi pengkuran pada poin no 3

sampai frekuensi max 50 Hz.

Gambar 7. Langkah Percobaan Kelima

Dari percobaan di atas maka

diperoleh data hasil pengukuran

kecepatan putaran motor berdasarkan

frekuensi perhatikan tabel 1.

TABEL 1. Data Hasil Penelitian Analisa

Pengukuran Kecepatan Motor 3 Fasa

Berdasarkan Frekuensi

Hasil pengukuran ini

menggunakan motor tanpa beban,

dikarenakan pada saat pengukuran tidak

mau mengambil resiko sebab motor

dikopel pada baling – baling AHU

menggunakan v-belt. Jadi kemungkinan

beresiko terkena putran baling – baling

atau terkena v-belt yang berputar pada

puli motor. Juga mencegah terjadinya

kerusakan sistem dikarenakan alat

tersebut alat untuk sistem tata udara yang

terdapat di PT. First Jakarta International,

dan bukan alat uji praktek lab. Angka

hasil pengukuran ini tidak berpengaruh

signifikan dengan motor menggunakan

beban atau tidak menggunakan beban.

4. Analisa Hasi Penelitian

Gambar 8. Grafik Putaran Motor Dan

Frekuensi

Signal light

beam

Tombol test

Hasil

pengukuran

128

Page 61: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar 9. Grafik Perbandingan Arus

Pada Start Awal Dan Saat Putaran Stabil.

Gambar 10. Grafik Perbandingan Daya

Pada Start Awal Dan Saat Putaran Stabil.

Dari hasil percobaan, maka kita

bisa membandingkan hasil perhitungan

dengan teori yang berdasarkan rumus

percepatan sinkron.

Perputaran sinkron (No) = 120 x frekuensi (Hz)

jumlah kutub [1]

Diketahui motor 3 fasa dengan

kapasitas 11 kW tegangan 380 volt dan 4

kutub. Hitunglah kecepatan putaran

motor dari frekuensi 10 Hz, 15 Hz, 20

Hz, 25 Hz, 30 Hz, 35 Hz, 40 Hz, 45 Hz,

dan 50 Hz.

Penyelesaian :

a. No = 120 𝑥 10 𝐻𝑧

4 = 300 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 10 Hz = 300 rpm.

b. No = 120 𝑥 15 𝐻𝑧

4 = 450 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 15 Hz = 450 rpm.

c. No = 120 𝑥 20 𝐻𝑧

4 = 600 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 20 Hz = 600 rpm.

d. No = 120 𝑥 25 𝐻𝑧

4 = 750 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 25 Hz = 750 rpm.

e. No = 120 𝑥 30 𝐻𝑧

4 = 900 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 30 Hz = 900 rpm.

f. No = 120 𝑥 35 𝐻𝑧

4 = 1050 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 35 Hz = 1050 rpm.

g. No = 120 𝑥 40 𝐻𝑧

4 = 1200 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 40 Hz = 1200 rpm.

h. No = 120 𝑥 45 𝐻𝑧

4 = 1350 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan

nilai frekuensi 45 Hz = 1350 rpm.

i. No = 120 𝑥 50 𝐻𝑧

4 = 1500 rpm

Jadi kecepatan putaran motor dengan niai

frekuensi 50 Hz = 1500 rpm.

Dari hasil perhitungan secara teori

ternyata ada selisih nilai dengan nilai

hasil percobaan pengukuran. Untuk lebih

jelasnya bisa dilihat pada tebel 2.

Dari tabel 2 nilai putaran motor

hasil percobaan pengukuran tidak terlalu

signifikan bahkan hampir sama dengan

nlai hasil analisa berdasrka rumus. Maka

terbukti bahwa percobaan pengukuran

kecepatan motor 3 fasa yang berdasarkan

frekuensi sama dengan dasar landasan

teori yang sudah dirumuskan.

129

Page 62: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar 11. Grafik Putaran Motor

Berdasarkan Rumus Dan Berdasarkan

Pengukuran

Dalam pemilihan putaran motor

perlu mempertimbangkan karakteristik

dari mesin beban, hal ini karena semakin

cepat perputaran rotor makin kecil kopel

yang dibangkitkan dan sebaliknya

semakin kecil putaran rotor semakin

besar kopel yang dibangkitkan. Motor

putaran maksimum motor dengan

frekuensi 50 Hz dengan jumlah 4 kutub,

maka putaran motor tidak akan mencapai

kecepatan 1500 rpm dikarenkan

terjadinya slip pada saat motor berputar.

Rata – rata nilai slip pada prakteknya

antara 5 % - 10 %.

Pada percobaan pengkuran ini

jenis motor 3 fasa yang digunakan

mempunyai spesifikasi : tegangan 380

Volt, daya 11 kW, 1455 rpm, frekuensi

50 Hz.

Maka untuk mencari slip menggunakan

rumus putaran rotor (Nr) :

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = Besarnya putaran rotor

Ns = besarnya putaran sinkron

S = Slip

Karena nilai Nr dan Ns sudah diketahui

maka berapa persen nlai slip motor itu

pada saat berputar dan besaran kopel

beban penuh dengan kecepatan maksimal

50 Hz.

Penyelesaian :

1455 = 1500 1 – 𝑆

100

1445 : 1500 = 0,97

1 – 0,97 = 0,03

0,03 x 100 = 3

Jadi nilai slip motor tersebut adalah 3 %.

Dan besaran kopel beban penuh adalah

Kopel beban penuh = 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 (𝑘𝑊)

𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ (𝑟𝑝𝑚) x 974 (kg.m)

Kopel beban penuh =11 𝑘𝑊

1445 (𝑟𝑝𝑚) x 974

(kg.m) = 7.41 (kg.m)

Jadi kopel beban penuh = 7.41 (kg.m)

Setelah nilai slip diketahui

hasilnya, tentunya besarnya putaran rotor

dan besaran kopel bisa dihitung dengan

nilai frekuensi dari 10 Hz, 15 Hz, 20 Hz,

25 Hz, 30 Hz, 35 Hz, 40 Hz, 45 Hz.

Penyelesaian :

a. f = 10 Hz , Ns = 300 rpm

Nr = Ns 1- 𝑆

100

Nr = 300 1 - 3

100 = 291 rpm

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

291𝑟𝑝𝑚x 974 kg.m

= 36.82 kg.m

b. f = 15 Hz , Ns = 450 rpm

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = 450 1 - 3

100 = 436.5 rpm

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

436.5 𝑟𝑝𝑚 x 974

kg.m = 24.55 kg.m

c. f = 20 Hz , Ns = 600 rpm

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = 600 1 - 3

100 = 582 rpm

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

582 𝑟𝑝𝑚 x 974 kg.m

= 18.41 kg.m

d. f = 25 Hz , Ns = 750 rpm

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = 750 1 - 3

100 = 727.5 rpm

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

727.5 𝑟𝑝𝑚 x 974

kg.m = 14.73 kg.m

e. f = 30 Hz , Ns = 900 rpm

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = 900 1- 3

100 = 873 rpm

130

Page 63: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

873 𝑟𝑝𝑚 x 974 kg.m

= 12.27 kg.m

f. f = 35 Hz , Ns = 1050 rpm

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = 1050 1 - 3

100 = 1018.5 rpm

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

1018.5 𝑟𝑝𝑚 x 974

kg.m = 10.52 kg.m

g. f = 40 Hz , Ns = 1200 rpm

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = 1200 1 - 3

100 = 1164 rpm

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

1164 𝑟𝑝𝑚 x 974

kg.m = 9.20 kg.m

h. f = 45 Hz , Ns = 1350 rpm

Nr = Ns 1 - 𝑆

100

Nr = 1350 1 - 3

100 = 1309.5 rpm

Kopel beban penuh = 11 𝑘𝑊

1309.5 𝑟𝑝𝑚 x 974

kg.m = 8.18 kg.m

Dari hasil perhitungan semakin

besar nilai frekuensi pada kecepatan

perputaran motor, maka semakin kecil

nilai kopel beban penuh motor tersebut.

Agar lebih jelas bias dilihat pada tabel 3

Hasil tabel menunjukan jika motor

di hubungkan dengan beban maka

perputran rotornya akan mengalami

penurunan karena disebabkan adanya

slip pada motor tersebut, slip pada motor

3 fasa ini mempuyai mempunyai nilai 3%

dari perputaran maksimalnya 1500 rpm

menjadi 1445 rpm dengan frekuensi 50

Hz. Semakin cepat perputran motor

semakin kecil nilai kopel beban penuh

motor tersebut maka bila sebuah motor

induksi mempuyai nilai beban kopel

semakin kecil, semakin motor terebut.

besar juga torsi yang di hasi

Gambar 12 Grafik Kopel Beban Penuh

Dari Rpm Rendah Sampai Rpm Tinggi.

Hasil grafik menunjukan

perputaran kecepatan penuh

mengakibatkan nilai kopel beban penuh

semakin kecil begitupun sebaliknya jika

kecepatam putaran menurun kopel beban

penuh akan semakin besar

5. Kesimpulan

1. Dari percobaan ini jenis motor yang

digunakan adalah motor 3 fasa, tegangan

380 Volt, frekuensi 50 Hz, mempunyai 4

kutub putaran maksimal 1500 rpm

dengan slip 3%.

2. Dengan mengubah nilai frekuensi

maka putaran bisa diubah bisa menjadi

lebih cepat atau lebih lambat.

3. Untuk mengubah keceptan putaran

motor harus menggunakan alat pengubah

frekuesi tegangan yang disebut dengan

konventer frekuensi, ketika motor

berputar maka nilai dari putaran bisa di

ukur mengunakan alat yaitu tachometer.

4. Nilai hasil percobaan pengkuran

dengan frekuensi maksimal 50 Hz adalah

1499,5 rpm sedangkan dengan nilai hasil

perhitungan secara teori dengan frekuensi

yang sama 50 Hz adalah 1500 rpm maka

dengan kata lain hasilya tidak terlau ada

perbedaan yang begitu jauh, bahkan

hampir sama

131

Page 64: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

5. Semakin besar nilai frekuensi maka,

semakin cepat pula kecepatan motor

tersebut berputar, begitupun sebalikya

semakin kecil nilai frekuensi maka,

semakin lamban kecepatan perputaran

motor tersebut.

6. Semakin banyak jumlah kutub pada

motor maka, semakin besar juga nilai

kopel beban penuh pada motor tersebut

sehingga torsi tenaganya pun lebih besar.

7. Frekuensi dapat menentukan kecepatan

perputaran pada motor dan kopel beban

penuh motor tersebut. Karena frekuensi

berbanding lurus dengan arus yang

masuk pada kumparan sehingga fluks

berbanding lurus dengan frekuensi. Fluks

magnet terjadi gaya gerak listrik atau ggl

maka, akan terjadinya putaran pada rotor

tersebut.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1.] Ujang, Wiharja. Diktat Mata Kuliah

Mesin Tak Serempak (Induksi) :

2013

[2.] Prof.TS.MHD. Soelaiman Mabuchi

Magarisawa. Mesin Tak Serempak

Dalam Praktek : 1995

[3.] Anoname. Modul Petunjuk

Pengoperasian VLT® HVAC Drive

FC 102 (Danfoss) : Rev

11/06/2014.

[4.] Soemarno. Derajat/Tingkat Proteksi

Motor Listrik/Sharing

Maintenance.[0nline]

Soemarno.org>2008/08/14>derajat-

tingkatproteksimotorlistrik : 20

Februari 2017 20:45

[5.] Anoname. Buku Panduan Operation

Manual Digital Tachometer.

[6.] Zuriman Anthony, ST, MT. Jurnal

Pengaruh Perubahan Frekuensi

Dalam Sistem Pengendalian

Kecepatan Motor Induksi 3 Fasa

Terhadap Efesiensi Dan Arus

Kumparan Motor. 12:42 tanggal

22/12/2016

[7.] Isdiyanto. Jurnal Kompetemsi Teknik

Dampak Perubahan Putaran

Terhadap Unjuk Kerja Motor

Induksi 3 Fasa. 11:45 tanggal

22/12/2016

132

Page 65: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

PERENCANAAN DAN ANALISA SISTEM PENTANAHAN PADA PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA GAS 100MW DI GORONTALO

Oleh : Ujang Wiharja1

[email protected]

ABSTRAK Pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas 100MW di Gorontalo dalam

perencanaannya hasil perhitungan untuk tananan pentanahannya sebesar 0.1973 ohm, akan

tetapi setelah dipasang sesuai dengan desain dan dilakukan pengukuran nilai tahanan

pentanahan tersebut mempunyai nilai rata-rata sebesar 0.055 ohm.

Dari kejadian diatas maka penulis tertarik dan melakukan penelitian untuk menganalisa

tentang hal tersebut mengenai perencanaan dan analisa sistem pentanahan pada

Pembangkit Listrik Tenaga Gas 100MW di Gorontalo berdasarkan pada Schwarz's

Formula sesuai IEEE std. 80-2000.

ABSTRACT On the 100 MW Gas Power Plant in Gorontalo, the final result of grounding

calculation shall be 0.1973 ohm, but after the installation has been done as per design and

tested the average value of grounding resistance is 0.055 ohm.

Since the above incident, the writer is interested in and conducts research to analyse about

it on the planning and analysis of the grounding system of 100 MW Gas Power Plant in

Gorontalo based on Schwarz's Formula as per IEEE 80-2000.

Keyword : Grounding Resistance, Soil Resistivity, Touch Voltage, Step Voltage

PENDAHULUAN

Sistem pentanahan merupakan salah satu

komponen yang digunakan dalam sistem

proteksi. Untuk mendeteksi gangguan arus

listrik, sistem pentanahan digunakan

sebagai media pembanding untuk

mengetahui tingkat gangguan yang terjadi.

Bila ada arus yang langsung ataupun arus

bocor yang menuju kesistem pentanahan

berarti rangkaian tersebut sedang terjadi

gangguan dimana gangguan tersebut harus

dihentikan. Hal ini dimaksudkan untuk

menjaga keamanan secara keseluruhan

pada sistem. Keamanan tersebut meliputi

keamanan orang disekitarnya, operator,

peralatan-peralatan kelistrikan dan

keselamatan lingkungan disekitarnya. Bila

terjadi gangguan arus listrik, maka suplai

tenaga listrik harus dihentikan dengan

membuka pemutus utama dari rangkaian

yang sedang terjadi kesalahan atau

gangguan arus listrik. Berdasarkan

Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL-

2000) bahwa sistem pentanahan

seharusnya mempunyai nilai tahanan yang

sangat kecil yaitu berkisar kurang dari 5

ohm.

Pada Pembangkit Listrik Tenaga

Gas 100MW di Gorontalo dalam

perencanaannya dilakukan perhitungan

oleh PT. Rekayasa Engineering (PT.RE)

sebagai konsultan perencana dengan hasil

perhitungan untuk tananan pentanahannya

sebesar 0.1973 ohm. Akan tetapi setelah

dipasang oleh PT. Pembangunan

Perumahan (PT. PP) sebagai kontraktor

utama sesuai dengan desain dan dilakukan

pengukuran disaksikan oleh PT. PLN

(Persero) sebagai pemilik maka didapat

nilai tahanan pentanahan rata-rata sebesar

0.055 ohm.

Identifikasi masalah pada penelitian

penelitian ini adalah :

1. Pembangkit Listrik Tenaga Gas

100MW di Gorontalo harus membuat

sistem pentanahan dengan nilai

133

Page 66: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

resistansi kurang dari 5 ohm sesuai

PUIL-2000.

2. Adanya perbedaan nilai resistansi

pentanahaan antara hasil perhitungan

dalam perencanaan sebesar 0.1973

ohm dan hasil pengukuran dilokasi

sebesar 0.055ohm.

Pentanahan sebuah sistem adalah

menghubungkan konduktor fasa atau

netral menuju bumi dengan tujuan sebagai

berikut:

1. Menjaga dan mengatur beda potensial

terhadap tanah sehingga masih dalam

batas kewajaran.

2. Menyediakan rangkaian tertutup

sehingga arus dapat mengalir dari dan

menuju tanah yang lebih lanjut

digunakan untuk mendeteksi adanya

hubungan-hubungan yang tidak

diinginkan antara konduktor dengan

tanah. Deteksi inilah yang kemudian

akan memicu operasi proteksi untuk

mengambil langkah pengamanan yang

salah satunya adalah dengan

memutuskan konduktor tersebut dari

sumber.

Jenis sistem pentanahan yang

umum dipergunakan saat ini yaitu :

1. Sistem pentanahan batang elektroda

tunggal

2. Sistem pentanahan batang elektroda

ganda

3. Sistem pentanahan jaring mesh

4. Sistem pentanahan metoda grid

Karakteristik sistem pentanahan

yang efektif antara lain adalah:

1. Terencana dengan baik, semua

koneksi yang terdapat pada system

harus merupakan koneksi yang sudah

direncanakan sebelumnya dengan

kaidah- kaidah tertentu.

2. Verifikasi secara visual dapat

dilakukan.

3. Menghindarkan gangguan yang terjadi

pada arus listrik dari perangkat.

4. Semua komponen metal harus

ditahan/diikat oleh sistem pentanahan,

dengan tujuan untuk meminimal kan

arus listrik melalui material yang

bersifat konduktif pada potensial

listrik yang sama[4][5].

Dalam sebuah instalasi listrik ada

empat bagian yang harus ditanahkan atau

sering juga disebut dibumikan. Empat

bagian dari instalasi listrik ini adalah:

1. Semua bagian instalasi yang terbuat

dari logam (menghantarkan listrik) dan

dengan mudah bisa disentuh manusia.

Hal ini perlu agar potensial dari logam

yang mudah disentuh manusia selalu

sama dengan potensial tanah (bumi)

tempat manusia berpijak sehingga

tidak berbahaya bagi manusia yang

menyentuhnya.

2. Bagian pembuangan muatan listrik

(bagian bawah) dari lightning arrester.

Hal ini diperlukan agar lightning

arrester dapat berfungsi dengan baik,

yaitu membuang muatan listrik yang

diterimanya dari petir ketanah (bumi)

dengan lancar.

3. Kawat penangkal petiryang ada pada

bagian atas saluran transmisi. Kawat

penangkal petirini sesungguhnya juga

berfungsi sebagai lightning arrester.

Karena letaknya yang ada disepanjang

saluran transmisi, makasemua kaki

tiang transmisi harus ditanahkan agar

petir yang menyambar dapat

disalurkan ketanah dengan lancar

melalui kaki tiang saluran transmisi.

4. Titik netral dari transformator atau

generator. Hal ini diperlukan dalam

kaitan dengan keperluan proteksi,

khususnya yang menyangkut

permasalahan terkait dengan gangguan

hubung singkat ketanah. Dalam

praktik di lapangan, biasanya

diinginkan agar besaran tahanan

pentanahan dari titik – titik pentanahan

tersebut diatas nilai tahanannya tidak

melebihi 5 ohm.

134

Page 67: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan – tahapan yang akan

dilakukan dalam analisa ini adalah sebagai

berikut :

1. Membuat perhitungan perencanaan

instalasi sistem pentanahan yang akan

di pasang pada masing-masing

bangunan dan secara umum untuk area

yang tebuka atau overall area dengan

mengunakan Schwarz's Formula

sesuai dengan IEEE std.80-2000.

2. Melakukan perhitungan perencanaan

sitem pentanahan sesuai dengan

standard IEEE std.80-2000 antara lain

:

Langkah 1 :

mengumpulkan input data.

Langkah 2 :

menentukan penghantar yang

digunakan dalam instalasi

pentanahan.

Langkah 3 :

menentukan criteria besaran

tegangan sentuh (Vtouch50&70)

serta tegangan langkah

(Vstep50&70).

Langkah 4 :

menentukan panjang penghantar,

jumlah penghantar berjajar,

kedalaman penghantar.

Langkah 5 :

menghitung besarnya grounding

resistance.

Langkah 6 :

menghitung besarnya arus

gangguan maksimum.

Langkah 7 :

menghitung potensi kenaikan

tegangan grounding.

Langkah 8 :

menghitung tegangan jala-jala

(Em) dan tegangan sentuh (Es).

Langkah 9 :

membandingkan tegangan jala-

jala (Em) dengan tegangan sentuh

(Vtouch50&70).

Langkah 10 :

membandingkan tegangan sentuh

(Es) dengan tegangan langkah

(Vstep50&70).

Langkah 11 :

modifikasi desain yang telah

dilakukan bila terjadi ada nilai

yang dianggap kurang memenuhi

persyaratan sesuai IEEE 80.

Langkah 12 :

membuat laporan perhitungan

(Grounding Calculation Report).

Dari data ini siap digunakan untuk

pembuatan dokumen detail untuk

desain instalasi pentanahan.

3. Membandingkan dan menganalisa

hasil pengukuran instalasi pentanahan

yang telah dipasang (Rg) dengan hasil

perhitungan yang telah dilakukan

sesuai metode Schwarz's Formula

sesuai dengan IEEE std.80-2000 diatas

serta membuat kesimpulan dari hasil

analisa tersebut.

135

Page 68: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Gambar .1 Flowchart tahapan penelitian

Dimana :

GPR = Ground Potensial Rise

Etouch = Tegangan sentuh

Estep = Tegangan langkah

Rg = Tahanan pentanahan

Selesai

Hasil pengukuran

instalasi pentanahan

yang telah dipasang

dilokasi (Rg)

Menyiapkan Schwarz's

Formula yang

digunakan perhitungan

Mulai

Grounding system

calculation sesuai

IEEE 80-2000

Hasil perhitungan

(GRP, Etouch, Estep,

Rg)

Input data

Analisa

136

Page 69: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

PERHITUNGANAREA SWITCHYARD

A Total area enclosed by ground grid 1980 m2 P = 60 m

ρ Soil resistivity 5.54 Ω-m L = 33 m

3I0 = If Symmetrical fault current in substation for conductor sizing 40 kA LP = 186 m

tc Duration of fault current for sizing ground conductor 1 s

d Diameter of grid conductor

αr thermal coeffecient of resistivity at reference temperature Tr 20o C0.00393 1

ρr the resistivity of the ground conductor at reference temperature Tr 1.72 μΩ/cm

TCAP thermal capacity factor 3.42 J/cm3/oC

Tm maximum allowable temperature 1083oC

Ta ambient temperature 35oC

K0 (1/αr) - Tr 234oC

Selected

A = 141.1001429 mm2 conductor size = 240 mm2

d = 13.40351751 mm 17.48 mm

a0

am

4rrc

mm

TK

TT1ln

/TCAP).10ρ.α.(tIA 2

Copper annealed soft - drawn

137

Page 70: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

TOTAL RESISTANCE:

Rg = resistance to ground in W

R1 = resistance of grid conductors

R2 = resistance of all ground rods

R12 = mutual resistance between the group of grid conductors and group of ground rods

ρ1 = soil resistivity encountered by grid conductors buried at depth h

ρa = apparent soil resistivity as seen by a ground rod

H = thickness of the upper layer soil

ρ2 = soil resistivity from depth H downward

l1 = total length of grid conductors

l2 = average length of ground rod

h = depth of grid burial

h' = √d1.h for conductorsburied at depth h, or 0.5d1 for conductors at h = 0 (on earth's surface)

A = area covered by a grid of dimensions a x b

n = number of ground rods placed in area A

K1, K2 = constants related to the geometry of the system

d1 = diameter of grid conductor

d2 = diameter of ground rods

a = short-side grid length

b = long-side length

Cable data:

cable selected : Copper conductor 1x 240 mm2

l1 = 903 m

h = 0.6 m

d1 = 0.017480775 m

h' = 0.102413207

Width a = 60 m

Length b = 33 m

A = 1980 m2

Ground rod and soil data:

ρ1 = 5.54 ohm-m

l2 = 6 m

K1 = 1.37

K2 = 5.65

d2 = 0.75 inches = 0.02 m

H = 6.6 m

ρ2 = 11.828945 ohm-m (uniform soils)

ρa = 5.54 ohm-m

l2(m) nr R1(ohm) R2(ohm) R12(ohm) Rg(ohm)

6 16 22.1711 0.1982 0.0564 0.1973

Calculation Tabel

122

21

21221

RRR

R* RR

gR

212

121

2

28

ln22

2

nA

lK

d

l

ln

ρR a

1

21

12

12

ln

112

KA

lK

l

l

lR a

21

11

2ln

11

1 KA

lK

h'

l

πl

ρR

))()((

)(

212

212

HhlhH

la

GPRGround Potential Rise The maximum voltage that a station grounding grid may attain relative to a distant

grounding point assumed to be at the potential of remote earth

GPR =IG . RG = 8440 Volt

If GPR < Etouch No further analysis is necessary; continue to detail design

GPR = 8440 Volt

Etouch50 = 4800116.299 Volt

RESULT

Km Spacing factor for mesh voltage

no further analysis necessary

138

Page 71: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

STEP 9

If Em < Etouch Continue to Step 10

Em = 379.0988576 Volt

Etouch50 = 4800116.299 Volt

RESULT Note : reference to Etouch50

Em = 379.0988576 Volt

Etouch70 = 6496709.129 Volt

RESULT Note : reference to Etouch70

STEP 10

If Es < Estep

Es = 181.1067425 Volt

Estep50 = 19200117.2 Volt

RESULT

Es = 181.1067425 Volt

Estep70 = 25986365.52 Volt

RESULT

Continue to step 10

SAFE DESIGN HAS BEEN OBTAINED,

SAFE DESIGN HAS BEEN OBTAINED,

Continue to step 10

Setelah mengalami proses perhitungan dan

dilanjutkan dengan pembuatan gambar

Grounding layout dan langkah berikutnya

pembuatan daftar kebutuhan material atau

material take off (MTO) maka dilanjutkan

pembelian material sesuai MTO tersebut

dan seterusnya.

Dan pada akhirnya setelah semua

instalasi pentanahan tersebut telah

terpasang dilapangan atau di area

PLTG 100MW di Gorontalo sudah

seharusnya dilakukan pengujian dan

pengukuran terhadap instalasi tersebut.

Hal ini dilakukan oleh pihak kontraktor

dan disaksikan oleh pihak ketiga dan

pemilik proyek.

Adapun pengukuran untuk lokasi

area switchyard tersebut dilakukan pada

titik-titik seperti pada gambar berikut :

Gambar 2. Gambar titik lokasi pengukuran pada area switchyard

139

Page 72: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Dari hasil pengukuran diatas dapat

dirangkum seperti terlihat pada tabel Tabel

1. berikut ini dan sekaligus dapat dihitung

nilai rata-rata dari tahanan instalasi

pentanahan (grouding Resistance).

Switchyard area

No. ID No. ID No. ID

1 1 0.21 ohm 26 28 0.05 ohm 51 53 0.05 ohm

2 2 0.19 ohm 27 29 0.05 ohm 52 54 0.04 ohm

3 3 0.28 ohm 28 30 0.04 ohm 53 55 0.05 ohm

4 4 0.12 ohm 29 31 0.05 ohm 54 56 0.05 ohm

5 5 0.04 ohm 30 32 0.05 ohm 55 57 0.06 ohm

6 8 0.04 ohm 31 33 0.05 ohm 56 58 0.06 ohm

7 9 0.04 ohm 32 34 0.05 ohm 57 59 0.06 ohm

8 10 0.04 ohm 33 35 0.05 ohm 58 60 0.06 ohm

9 11 0.04 ohm 34 36 0.05 ohm 59 61 0.05 ohm

10 12 0.05 ohm 35 37 0.05 ohm 60 62 0.05 ohm

11 13 0.04 ohm 36 38 0.05 ohm 61 63 0.04 ohm

12 14 0.04 ohm 37 39 0.05 ohm 62 64 0.05 ohm

13 15 0.04 ohm 38 40 0.04 ohm 63 65 0.06 ohm

14 16 0.04 ohm 39 41 0.04 ohm 64 66 0.06 ohm

15 17 0.05 ohm 40 42 0.04 ohm 65 67 0.05 ohm

16 18 0.05 ohm 41 43 0.04 ohm 66 69 0.05 ohm

17 19 0.05 ohm 42 44 0.05 ohm 67 70 0.05 ohm

18 20 0.05 ohm 43 45 0.06 ohm 68 71 0.05 ohm

19 21 0.05 ohm 44 46 0.06 ohm 69 72 0.01 ohm

20 22 0.05 ohm 45 47 0.05 ohm 70 73 0.01 ohm

21 23 0.05 ohm 46 48 0.05 ohm 71 74 0.01 ohm

22 24 0.05 ohm 47 49 0.05 ohm 72 75 0.01 ohm

23 25 0.05 ohm 48 50 0.05 ohm

24 26 0.05 ohm 49 51 0.05 ohm Grouding resistance rata-rata :

25 27 0.05 ohm 50 52 0.05 ohm Rg = 0.055 ohm

Resistance Resistance Resistance

Tabel 1. Rangkuman hasil pengukuran tahanan pentanahan Grounding / Earthing test point 1~75 untuk area

switchyard dan perhitungan nilai rata-ratanya.

KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah

dilakukan dalam Penelitian ini, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut

:

1. Sebagai perbandingan bisa dilihat

hasil pengukuran nilai resistansi

pentanahan (Rg) di area

switchyard antara 0.01 sampai

dengan 0.21 ohm bila dirata-rata

sekitar sebesar 0.055 ohm

sedangkan pada perhitungan

didapat 0.1973 ohm hal ini bisa

disebabkan karena :

a) Pada saat pengambilan data

soil resistivity yang dilakukan

oleh pihak ketiga pada tanggal

29 Juni 2015 adalah musim

kemarau sedangkan hasil

pengukuran dilakukan 4 bulan

setelahnya yang masuk pada

musim penghujan hal ini

sangat mempengaruhi dari nilai

soil resistivity tetapi, justru

lebih baik karena bisa

memperbaiki nilai tahanan

pentanahan menjadi lebih

kecil.

b) Hasil pengukuran dari sistem

pentanahan akan sama dengan

hasil perhitungan diatas apabila

faktor-faktor yang menjadi

input data telah dipenuhi

semua atau sesuai dengan

perhitungan diatas.

140

Page 73: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

2. Bila terjadi arus gangguan

seharusnya tidak sampai merusak

peralatan yang ada dalam instalasi

power plant tersebut dan apalagi

sampai mencelakai orang atau

operator yang berada dilingkungan

power plant tersebut dengan

memastikan nilai potensial

kenaikan tegangan (GPR) 8440

Volt dan tegangan mesh (Em)

379.0989 Volt serta tegangan

langkah (Es) 181.1067 Volt masih

lebih kecil dari tegangan sentuh

(Etouch50) 4800116 Volt dan

tegangan langkah yang diijinkan

Untuk orang 50kg (Estep50)

19200117 Volt sesuai dengan

prosedur yaitu:

a) GPR < Etouch50 b) Em < Etouch50 c) Es< Estep50

DAFTAR PUSTAKA

[1] Standard IEEE 80-2000, Guide for

Safety in AC Substation Grounding,

3 Park Avenue New York.

[2] Standard IEEE 142-199,

Recommended Practice for

Grounding Industrial and

Commercial Power system, 345 East

47th Street New York.

[3] Panitia PUIL, Persyaratan Umum

Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000),

Yayasan PUIL, Jakarta, 2000.

[4] Gijayaraghavan, Mark Brown,

Malcolm Barnes, 2004, Grounding,

Bonding, Sheilding and Surge

Protection, ELSEVIER.

[5] John D Mc Donal, 2003, Electric

Power Stations Engineering, CRC

Press, London.

[6] PT. Rekayasa Engineering 2015,

Grounding System Calculation -

Gorontalo Gas Fired Power Plant

100 MW.

[7] Fluke Corporation 2006, Prinsiple

Testing Method, and Applications,

Print in PO BOX 9090 Everett, WA-

USA.

[8] PT. Ride Dwg Indonesia 2015, Soil

Resistivity (Geoelctrical)

Investigation Final Report Power

Plant 100MW Gorontalo.

[9] PT. Rekayasa Engineering 2015,

Material take off - Gorontalo Gas

Fired Power Plant 100 MW.

[10] PT. Rekayasa Engineering 2015,

Short Circuit Calculation -

Gorontalo Gas Fired Power Plant

100 MW.

141

Page 74: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

ANALISA PENTANAHAN ELEKTRODA BATANG PADA STOP KONTAK

UNTUK MENEKAN BIAYA LISTRIK

Oleh : Nurhabibah Naibaho1

[email protected]

ABSTRAK Energi listrik adalah suatu energi yang sudah menjadi kebutuhan

pokok setiap masyarakat di seluruh dunia, dan akhir-akhir ini kebutuhan untuk listrik itu

sendiri semakin besar dan biaya juga semakin tinggi. Dampak dari pemakaian energi yang

cukup besar maka mengakibatkan krisis terhadap energi listrik. Maka dari itu salah satu

cara untuk mengurangi krisis energi listrik adalah dengan melakukan penghematan energi

listrik. Permasalahan yang ada adalah masalah biaya yang ditanggung oleh pelanggan

karena tarif dasar listrik yang semakin meningkat.

Tujuan penelitian ini untuk mencari solusi bagaimana mengurangi biaya rekening

listrik per KWHnya. Pada pengujian stop kontak dengan elektroda batang selama 2

jam/KWHnya 1,5 hasil perhitungan khw meter sedangkan pengujian stop kontak tanpa

elektroda batang selama 2 jam/KWHnya 2,2 hasil perhitungan kwh meter. Dalam 1 hari 12

jam maka 1,5 x 12 jam = 18 KWH dan 2,2 x 12 jam = 26,4 KWH. Diasumsikan harga

perkwhnya Rp. 300,00 dalam daya 2200VA maka hasil tersebut dikalikan 1 bulan, maka

hasil perhitungan tersebut menunjukkan hasil berbeda, antara stop kontak menggunakan

elektroda batang dengan stop kontak tanpa menggunakan elektroda batang dengan selisih

harga Rp. 75.600,00 dalam 1 bulanya. Jadi penggunaan stop kontak dengan elektroda

batang dapat menghemat atau menurunkan biaya rekening listrik, dan sekaligus juga dapat

sebagai pengaman.

ABSTRACT Electrical energy is an energy that has become a staple of every

society in the world, and finish the need for electricity itself is getting bigger and the cost is

also high better. The impact of energy consumption is big enough then lead to a crisis on

electrical energy. Thus one way to reduce the energy crisis is to make energy savings of

electricity. The problems that there are problems incurred by customers as the basic

electricity tariff increases.

The purpose of this study to find a solution how to reduce electric bill KWH. In the

test socket with the electrode rod for 2 hours / KWH 1.5 read calculation kwh meters while

testing the outlet without electrode rod for 2 hours / KWH 2.2 read calculation kwh meters.

Within 1 day 12 hours then 1.5 x 12 hours = 18 KWH and 2.2 x 12 hours = 26.4 KWH. In

The one KWH assumed price of Rp. 300.00 in the 2200VA then the result multiplied by one

month, then the results of these calculations show different results, the outlet using the

electrode rod into the outlet without using eletroda rod with a price difference of Rp.

75600.00 in 1 months. So the use of socket with eletroda rods can save or lower the cost of

electricity bills, and at the same time can also be a safety.

Keyword: Electrode Rod, kWh, Socket, Electricity Bill

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi listrik sudah menjadi salah satu

kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dampak

pemakaian energi yang cukup besar

mengakibatkan timbul krisis energi listrik.

Salah satu cara mengurangi krisis energi

listrik adalah dengan melakukan

penghematan energi listrik.

142

Page 75: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Permasalahan pada pemakaian

tenaga listrik adalah bagaimana solusi

yang diambil oleh pihak pelanggan dalam

menekan biaya listrik seiring tarif dasar

listrik yang semakin meningkat. Beberapa

peneliti menyatakan bahwa sistem

pentanahan diperlukan untuk mengurangi

kebocoran arus listrik, mendapatkan

tahanan kontak ke tanah sekecil mungkin

dan berfungsi sebagai pengaman.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mencari solusi bagaimana cara menurunkan

tagihan biaya listrik bagi pihak pelanggan

pada setiap bulannya agar lebih rendah dari

biaya tagihan rekening listrik pada

umumnya dan membuktikan bahwa stop

kontak di pasang pentanahan dengan

elektroda batang dapat menurunkan biaya

tagihan listrik setiap bulannya. Karena pada

umumnya pelanggan untuk kelas menengah

ke bawah (perumahan sederhana)

mengabaikan dengan adanya pentanahan,

karena dianggap tidak ada fungsi lain selain

untuk mengalirkan arus gangguan itu

mengalir ke tanah sebagai akibat isolasi

peralatan yang tidak berfungsi dengan baik.

2. TEORI DASAR

2.1 Sistem Petanahan

Sistem pentanahan atau biasa

disebut sebagai grounding system adalah

sistem pengamanan terhadap perangkat-

perangkat yang memper-gunakan listrik

sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik

utamanya petir. Sistem pentanahan

digambarkan sebagai hubungan antara suatu

peralatan atau sirkit listrik dengan bumi.

Besar impedansi pentanahan

tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak

faktor baik faktor internal atau eksternal.

Yang dimaksud dengan faktor internal

meliputi :

a. Dimensi konduktor pentanahan

(diameter atau panjangnya).

b. Resistivitas relative tanah.

c. Konfigurasi system pentanahan.

Yang dimaksud dengan faktor eksternal

meliputi :

a. Bentuk arusnya (pulsa, sinusoidal,

searah).

b. Frekuensi yang mengalir ke dalam

system pentanahan

Tujuan utama pentanahan adalah

menciptakan jalur yang low-impedance

(tahanan rendah) terhadap permukaan bumi

untuk gelombang listrik dan transient

voltage. Penerangan, arus listrik, circuit

switching dan electrostatic discharge adalah

penyebab umum dari adanya sentakan

listrik atau transient voltage. Sistem

pentanahan yang efektif akan

meminimalkan efek tersebut.

Menurut IEEE Std 142™-2007 4,

tujuan system pentanahan adalah:

a. Membatasi besarnya tegangan terhadap

bumi agar berada dalam batasan yang

diperbolehkan

b. Menyediakan jalur bagi aliran arus

yang dapat memberikan deteksi

terjadinya hubungan yang tidak

dikehendaki antara konduktor system

dan bumi. Deteksi ini akan

mengakibatkan beroperasinya peralatan

otomatis yang mem-utuskan suplai

tegangan dari konduktor tersebut.

Karakteristik sistem pentanahan yang

efektif antara lain adalah:

a. Terencana dengan baik, semua koneksi

yang terdapat pada sistem harus

merupakan koneksi yang sudah

direncanakan sebelumnya dengan

kaidah-kaidah tertentu.

b. Verifikasi secara visual dapat

dilakukan.

c. Menghindarkan gangguan yang terjadi

pada arus listrik dari perangkat.

d. Semua komponen metal harus

ditahan/diikat oleh sistem pentanahan,

dengan tujuan untuk meminimalkan

arus listrik melalui material yang

bersifat konduktif pada potensial listrik

yang sama.

143

Page 76: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

2.2. Bagian-bagian yang Ditanahkan

Dalam sebuah instalasi listrik ada

empat bagian yang harus ditanahkan atau

sering juga disebut dibumikan. Empat

bagian dari instalasi listrik ini adalah:

a. Semua bagian instalasi yang terbuat

dari logam (menghantar listrik) dan

dengan mudah bisa disentuh manusia.

Hal ini perlu agar potensial dari logam

yang mudah disentuh manusia selalu

sama dengan potensial tanah (bumi)

tempat manusia berpijak sehingga tidak

berbahaya bagi manusia yang

menyentuhnya.

b. Bagian pembuangan muatan listrik

(bagian bawah) dari lightning arrester.

Hal ini diperlukan agar lightning

arrester dapat berfungsi dengan baik,

yaitu membuang muatan listrik yang

diterimanya dari petir ke tanah (bumi)

dengan lancar.

c. Kawat petir yang ada pada bagian atas

saluran transmisi. Kawat petir ini

sesungguhnya juga berfungsi sebagai

lightning arrester. Karena letaknya

yang ada di sepanjang saluran

transmisi, maka semua kaki tiang

transmisi harus ditanahkan agar petir

yang menyambar kawat petir dapat

disalurkan ke tanah dengan lancar

melalui kaki tiang saluran transmisi.

d. Titik netral dari transformator atau titik

netral dari generator. Hal ini diperlukan

dalam kaitan dengan keperluan proteksi

khususnya yang menyangkut gangguan

hubung tanah. Dalam praktik,

diinginkan agar tahanan pentanahan

dari titik-titik pentanahan tersebut di

atas tidak melebihi 4 ohm. Secara

teoretis, tahanan dari tanah atau bumi

adalah nol karena luas penampang

bumi tak terhingga. Tetapi

kenyataannya tidak demikian, artinya

tahanan pentanahan nilainya tidak nol.

Hal ini terutama disebabkan oleh

adanya tahanan kontak antara alat

pentanahan dengan tanah di mana alat

tersebut dipasang (dalam tanah).

Syarat sistem pentanahan yang efektif :

a. Membuat jalur impedansi rendah ke

tanah untuk pengaman personil dan

peralatan dengan meng-gunakan

rangkaian yang efektif.

b. Dapat melawan dan menyebarkan

gangguan berulang dan arus akibat

surya hubung.

c. Menggunakan bahan tahan korosi

terhadap berbagai kondisi kimiawi

tanah, untuk memastikan kontinuitas

penampilan sepanjang umur peralatan

yang dilindungi.

d. Menggunakan system mekanik yang

kuat namun mudah dalam perawatan

dan perbaikan bila terjadi kerusakan.

Dalam system pentanahan semakin

kecil nilai tahanan maka semakin baik

terutama untuk pengamanan personal dan

peralatan, beberapa patoakan standar yang

telah disepakati adalah bahwa saluran

tranmisi substasion harus direncanakan

sedemikian rupa sehingga nilai tahanan

pentanahan tidak melebihi 1Ω untuk

digunakan pada aplikasi data dan

maksimum harga tahanan yang diijinkan

5Ω pada gedung. Kisi-kisi pentanahan

tergantung pada kerja ganda dan pasak yang

terhubung. Dari segi besarnya nilai tahanan

bahan yang dipakai pasak tidak mengurangi

besar tahanan pentanahan sistem namun

mempunyai fungsi tersendiri yang penting.

Bahannya sendiri mempunyai harga

impedansi awal beberapa kali lebih tinggi

daripada harga tahanannya terhadap tanah

pada frekuensi rendah. Bahan pentanahan

dimaksudkan untuk mengontrol dalam

batas aman sesuai peralatan yang

digunakan, sedangkan pasak adalah batang

sederhana, hal ini penyebab utama jatuhnya

tahanan tanah dalam gradient tegangan

yang tinggi pada permukaan pasak. Sebagai

akibat dari sifat ini maka pasak harus

ditempatkan didekat atau sekitar bangunan

station. Dalam saluran tegangan tinggi

(132KV) tahanan maksimalnya 15 ohm

masih dapat ditoleransi dan dalam saluran

distribusi (33-0,4 KV) dipilih tahanan 25

144

Page 77: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

ohm. Beberapa metode yang dapat

digunakan untuk menurunkan nilai tahanan

pentanahan antara lain dengan:

a. Sistem batang pararel

b. Sistem pasak tanam dalam dengan

beberapa pasak dan diperlakukan

terhadap kondisi kimiawi tanah.

c. Dengan menggunakan pelat tanam,

penghantar tanam, dan beton rangka

baja yang secara listrik terhubung.

2.3. Kontak Tanah

Bagian lain dari sistem hubungan

pentanahan yaitu tanah itu sendiri dimana

kontak antara tanah dengan pasak yang

tertanam harus cukup luas sehingga nilai

tahanan dari jalur arus yang masuk atau

melewati tanah masih dalam batas yang

diperkenankan untuk penggunaan tertentu.

Hambatan jenis tanah yang akan

menentukan tahanan pentanahan yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

meliputi :

a. Temperatur tanah

b. Besarnya arus yang melewati

c. Kandungan air dan bahan kimia yang

ada dalam tanah

d. Kelembaban tanah

e. Cuaca

Tahanan dari jalur tanah ini relative

rendah dan tetap sepanjang tahun. Untuk

memahami tahanan tanah harus rendah,

dapat dengan menggunakan hukum Ohm

yaitu :

E = I x R

Dimana : E adalah tegangan satuan volt I

adalah arus satuan ampere R adalah

tahanan satuan ohm

Hambatan arus melewati sistem

elektroda tanah mempunyai 3 komponen :

a. Tahanan pasaknya sendiri dan

sambungan-sambungannya.

b. Tahanan kontak antara pasak dengan

tanah disekitar.

c. Tahanan tanah sekelilingnya

Pasak-pasak tanah, batang logam,

struktur dan peralatan lain biasa digunakan

untuk elektroda tanah selain itu umumnya

ukurannya besar sehingga tahanannya dapat

terabaikan terhadap tahanan keseluruhan

sistem pentanahan. Apabila pasak ditanam

lebih dalam ke tanah maka tahanan akan

berkurang, namun bertambahnya diameter

pasak secara material tidak akan

mengurangi nilai tahanan karena nilai

tahanan elektroda pengtanahan tidak hanya

bergantung pada kedalaman dan luas

permukaan elektroda tapi juga pada tahanan

tanah.

Tahanan tanah merupakan kunci utama

yang menentukan tahanan elektrode dan

pada kedalaman berapa pasak harus

dipasang agar diperoleh tahanan yang

rendah. Elektrode baja digunakan sebagai

penghantar saluran distribusi dan

pentanahan substation.

Dalam memilih penghantar dapat

mempertimbangkan hal berikut :

a. Untuk tanah yang bersifat korosi sangat

lambat, dengan tahanan diatas 100

ohm-m, tidak ada batas perkenan

korosi (corosi allowance).

b. Untuk tanah yang bersifat korosi

lambat, dengan tahanan 25-100 ohm-m,

batas perkenan korosi adalah 15%

dengan pemilihan penghantar sudah

mem-pertimbangkan faktor stabilitas

thermal.

c. Untuk tanah yang bersifat korosi cepat,

dengan tahanan kurang dari 25 ohm-m,

batas perkenan korosi adalah 30%

dengan pemilihan penghantar sudah

mem-pertimbangkan faktor stabilitas

thermal.

d. Penghantar dapat dipilih dari ukuran

standar seperti 10 x 6mm sampai 65 x

8mm.

2.4. Elektroda Batang Elektroda batang ialah elektroda dari

pita atau besi baja profil yang dipasang

tegak lurus (vertikal) ke dalam tanah.

Umumnya digunakan batang tembaga

dengan diameter 5/8 inc sampai ¾ inc,

panjang 4m. Atau pipa galvanis dengan

diameter 1 inc sampai 2 inc, panjang 6m

(PUIL, 2000 : 80). Menurut Prih Sumardjati

(2008 : 168), elektroda batang ialah

145

Page 78: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

elektroda dari pipa atau besi baja profil

yang dipancangkan ke dalam tanah.

Elektroda ini merupakan elektroda yang

pertama kali digunakan dan teori-teori

berawal dari elektroda jenis ini. Elektroda

ini banyak digunakan di gardu induk-gardu

induk. Secara teknis, elektroda batang ini

mudah pemasangannya, yaitu tinggal

memancangkannya ke dalam tanah.

Disamping itu, elektroda ini tidak

memerlukan lahan yang luas.

Elektroda batang harus dipasang secara

tegak lurus kedalam tanah, dengan bagian

atas batang terletak 30cm di bawah

permukaan tanah. Panjang elektroda harus

disesuaikan dengan hambatan pentanahan

yang diperlukan. Untuk memperoleh nilai

hambatan pentanahan yang kecil, harus

diperlukan beberapa elektroda batang yang

pemasangannya jarak antara elektroda

tersebut minimum harus dua kali

panjangnya.

Elektroda bumi jenis batang bulat

yang terbuat dari batang baja berlapis

tembaga yang digunakan untuk

pembumian jaringan distribusi, gardu

distribusi dan instalasi (konsumen/rumah

tinggal) untuk pemanfaatan tenaga listrik

(SPLN 102, 1993 : pasal 1). Tujuannya

adalah untuk membatasi banyaknya

jenis, dimensi, dan mutu elektroda bumi

serta sekaligus memberikan pegangan

yang terarah bagi pemesan, pembuat,

maupun penguji (SPLN 102, 1993 : pasal

1).

Contoh rumus tahanan pentanahan

untuk elektroda Batang-Tunggal

Dimana :

L = Panjang Elektroda

Hb = Jarak Penanaman

D = Diameter elektroda

r = Jari-jari elektroda

ρ = Tahanan jenis tanah (ohm meter)

2.5 Perubahan Resistivitas Tanah

Seperti telah dijelaskan sebelumnya

bahwa resistivitas tanah sangat tergantung

dengan material pendukung tanah,

temperatur dan kelembaban. Daerah dengan

struktur tanah berpasir, berbatu dan

cenderung berstruktur tanah padas

mempunyai resistivitas yang tinggi.

Disinyalir kondisi tanah yang demikian

diakibatkan kerusakan yang terjadi di

permukaan tanah, berkurangnya tumbuhan-

tumbuhan yang dapat mengikat air

mengakibatkan kondisi tanah tandus dan

berkurang kelembabannya.

3. Penentuan titik pentanahan

Dalam menentukan titik pentanahan

dalam penelitian ini adalah pengamatan dan

pengukuran kondisi masing-masing tahanan

pentanahan yang meliputi nilai tahanan

pentanahan yang kita tanamkan di beberapa

titik tanah. Karena untuk masing-masing

titik pentanahan hasil dari tahanannya

berbeda. Metode pengukuran yang dipakai

adalah pengukuran dengan menggunakan

Earthester. Pengukuran ini menggunakan

dua buah elektroda bantu.

Pengukuran dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

a. Terlebih dahulu menentukan jarak

antara elektroda pembumian dengan

elektroda bantu, jarak yang umum

digunakan berkisar 5-10 meter.

b. Setelah elektroda bantu ditancapkan di

tanah pada kedalaman sekitar 1m –

1,5m maka elektroda dihubungkan

dengan alat ukur dengan menggunakan

kabel yang sudah ditentukan.

c. Ada tiga warna kabel yaitu hijau,

kuning dan merah. Kabel warna hijau

salah satu ujungnya dihubungkan

dengan terminal earth pada alat ukur

dengan simbol E dan ujung satu lagi

dihubungkan dengan elektroda

pembumian. Kabel warna kuning

dihubungkan dengan terminal P

(potential) pada alat ukur dan ujung

yang lain dihubungkan dengan

elektroda bantu yang paling dekat ke

146

Page 79: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

elektroda utama. Kabel warna merah

dihubungkan ke terminal dengan

simbol C (Current) pada alat ukur dan

ujung yang lain dihubungkan dengan

elektroda bantu yang paling jauh dari

elektroda bantu.

d. Setelah semuanya terangkai dengan

benar maka pengukuran dapat

dilakukan tetapi perlu diperhatikan

dahulu apakah baterai dari alat ukur

masih baik atau tidak dan besar

tegangan rangkaian dengan memilih

selector yang tersedia di Earthmeter.

e. Apabila semua dalam kondisi baik

maka pengukuran tahanan pembumian

dapat dilakukan dengan menekan

tombol sw pada earthmeter setelah

terlebih dahulu memindahkan selector

ke sebelah symbol.

f. Putar piringan penunjuk besar

hambatan sampai jarum penunjuk telah

menunjuk angka nol dan nilai yang

ditunjukkan oleh piringan yang diputar

tersebut adalah nilai tahanan

pembumian yang terukur.

4 Tahap Pengambilan Data

Tujuan dari tahap ini untuk

memperoleh data nilai dari Rpentanahan. Data

Rpentanahan diperoleh dengan menggunakan

alat ukur yang telah ditentukan sebelumnya.

Mengukur tahanan pentanahan (Rpentanahan)

menggunakan Earth meter. Dalam

pengukuran ini yang harus diperhatikan

adalah jarak antara dua elektroda bantu,

yaitu diantara 5m – 10m. Setelah semua

saluran elektroda bantu dan saluran

elektroda tanah dihubungkan pada terminal

alat ukur maka pengukuran dapat segera

dilakukan. Hasil dari pengukuran dapat

dibaca pada Earthmeter yang telah

ditentukan. Setelah selesai, tekan tombol

stop-start untuk menghentikan pengukuran.

Hasil pengukuran menggunakan

Adapun rumus persamaannya adalah :

Dimana :

L = Panjang Elektroda

Hb = Jarak Penanaman

D = Diameter elektroda

r = Jari-jari elektroda

ρ = Tahanan jenis tanah (ohm meter)

Dalam pelaksanaan percobaan

penanaman pentanahan yang dilakukan

tahanan pentanahan untuk satu buah batang

elektrode yang ditanam tegak lurus kedalam

tanah adalah sebagai berikut :

Perhitungan pentanahan Elektroda

batang. Panjang elektrode (L) = 1,5 meter

Jarak Penanaman (Hb) = 5 meter

Diameter elektroda (D) = ¾ inch = 1,905 cm

Jari-jari elektrode (r) = 1,905/2 = 0,9525 cm

Tahanan jenis tanah ( ρ ) = 100 Ohm-meter untuk tanah

merah

= 11,1783 ohm

Jadi nilai perhitungan tahanan

pentanahan untuk satu buah batang

elektrode yang ditanam tegak lurus kedalam

tanah adalah 11,1783 Ohm. Karena

perhitungan nilai tahanan pentanahan

elekrode batang tunggal belum memenuhi

persyaratan PUIL 2000 yang mensyaratkan

bahwa pentanahan harus dibawah 5 Ohm.

Maka kita menambah pentanahan tambahan

untuk menghasilkan pentanahan yang

memenuhi persyaratan PUIL 2000 tersebut.

5. Bahan Penelitian

Data dan Karakteristik Bahan

diasumsikan sebagai berikut :

a. Jenis elektroda tanah : batang

tembaga

b. Diameter elektroda = ¾ inch =

1,905 cm

c. Panjang elektroda = 150 cm

d. Kondisi tanah, tanah merah padat

selama 2 hari tegangan normal

e. Sop kontak 13A/220V

f. Daya total = 2200 VA

147

Page 80: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

g. Lampu pijar 3 buah @ 100 W,

Kabel NYA 1 x 2,5 mm2

h. KWH meter Digital

6. Cara Penelitian

Percobaan Stop Kontak Tanpa

Pentanahan:

1. Diketahui Register Akhir -

Register Awal / KWH hari 1

2. Diketahui Register Akhir -

Register Awal / KWH hari 2

3. Dicari Register Rata-rata = Hasil Register Hari 1 + Hasil Register Hari 2

2

Percobaan Stop Kontak dengan

Pentanahan

1. Diketahui Register Akhir -

Register Awal / KWH hari 1

2. Diketahui Register Akhir -

Register Awal / KWH hari 2

3. Dicari Register Rata-rata = Hasil Register Hari 1+ Hasil Register Hari 2

2

Penelitian ini dilakukan dengan

dua percobaan yaitu dengan percobaan

stop kontak tanpa pentanahan dan

percobaan yang kedua stop kontak

dengan pentanahan.

Gambar 1 Diagram Pengawatan stop kontak

tanpa pentanahan

Gambar 2 Uji coba stop kontak tanpa

pentanahan

Gambar 3. Diagram Pengawatan stop

kontak dengan pentanahan

4. HASIL DAN ANALIS

4.1 Perhitungan Hasil Percobaan Stop Kontak Tanpa pentanahan

Tabel hasil percobaan hari Ke-1

Pukul (WIB) Register KWH meter Waktu

Jam

Keterangan Start Finish Awal Akhir

09.00 11.00 01344,3 01346,5 2 Tanpa Grounding

148

Page 81: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Tabel hasil percobaan hari Ke-2

Selanjutnya percobaan selama 2 hari dilakukan pengolahan data sebagai berikut:

1. Register Akhir - Register Awal KWH hari 1=01346,5 - 01344,3 = 2,2 KWH

2. Register Akhir - Register Awal KWH hari 2=01352,2 - 01350,0 = 2,2 KWH

3. Register Rata-rata = Hasil Register Hari 1+ Hasil Register Hari 2

2

= 2,2 + 2,2 = 4,4 = 2,2 KWH

2 2

4.2 Perhitungan Hasil percobaan stop kontak dengan pentanahan

Tabel hasil percobaan hari Ke-1

Tabel hasil percobaan hari Ke-2

Selanjutnya percobaan selama 2 hari dilakukan pengolahan data sebagai berikut:

1. Register Akhir - Register Awal KWH hari 1=01346,5 - 01348,0 = 1,5 KWH

2. Register Akhir - Register Awal KWH hari 2=01352,2 - 01353,7 = 1,5 KWH

3. Register Rata-rata

= Hasil Register Hari 1 + Hasil Register Hari 2

2

= 1,5 + 1,5 = 3,0 = 1,5 KWH

2 2

PUKUL (WIB) Register KWH meter Waktu

Jam

Keterangan Start Finish Awal Akhir

09.00 11.00 01350,0 01352,2 2 Tanpa Grounding

Pukul (WIB) Register KWH meter Waktu

Jam

Keterangan Start Finish Awal Akhir

12.00 14.00 01346,5 01348,0 2 Dengan Grounding

Pukul (WIB) Register KWH meter Waktu

Jam

Keterangan Start Finish Awal Akhir

12.00 14.00 01352,2 01353,7 2 Dengan Grounding

149

Page 82: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Dari tabel tersebut sampai dengan tabel

terakhir dapat kami nyatakan bahwa dari

percobaan selama 2 hari, terdapat hasil

yang berbeda antara stop kontak dengan

elektroda batang dibanding tanpa elektroda

batang. Hal ini disebabkan pada stop kontak

dengan elektroda batang memiliki sistem

pembumian dengan tahanan resistansi yang

kecil, sehingga arus yang mengalir menjadi

kecil yang mengakibatkan putaran

lempengan KWH meter menjadi lambat.

Sesuai hukum P = I2.R , semakin

kecil nilai tahanan maka daya yang

dihasilkan juga semakin kecil.

4.3 Analisa Biaya Listrik Tanpa

Elektroda Batang

Dari tabel 4.1 yang identik tabel 4.2,

maka biaya rekening listrik diasumsikan

sebagai berikut:

Selisih percobaan selama 2 jam/KWH = 2,2

Dalam 2 jam ada selisih 2,2. Berarti dalam

1 hari = 12 jam,

- maka dalam 1 hari = 2,2x12 = 26,4

Kwh

- Maka dalam 1 bulan = 26,4 x 30 hari =

792 Kwh

- Jika biaya per Kwh diasumsikan Rp.

300,-

- Maka Biaya rekening listrik 1 bulan =

792 Kwh x Rp.300

= Rp. 237.600,-

4.4 Analisa Biaya Energi Listrik

dengan Elektroda Batang

Dari tabel 4.3 yang identik tabel 4.4, maka

biaya rekening listrik diasumsikan sebagai

berikut:

Selisih percobaan selama 2 jam/KWH = 1,5

Dalam 2 jam ada selisih 1,5. Berarti dalam

1 hari = 12 jam,

maka dalam 1 hari = 1,5x 12 = 18

Kwh

Maka dalam 1 bulan = 18 x 30 hari

= 540 Kwh

Jika biaya per Kwh diasumsikan

Rp.300,-

Maka Biaya rekening listrik 1

bulan = 540 Kwh x Rp.300

= Rp. 162.000,-

Dari perbandingan biaya rekening

listrik stop kontak Tanpa elektroda

batang dibanding stop kontak dengan

elektroda batang, ternyata terdapat selisih

harga Rp. 75.600,-(Tujuh puluh lima ribu

enam ratus rupiah).

5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat di ambil dari hasil

penelitian ini adalah :

1. Bahwa stop kontak dengan elektroda

batang selama 2 jam/KWHnya 1,5

sedangkan pengujian stop kontak tanpa

elektroda batang selama 2

jam/KWHnya 2,2. Dalam 1 hari 12 jam

maka 1,5 x 12 jam = 18 KWH dan 2,2

x 12 jam = 26,4 KWH. Diasumsikan

harga perkwhnya Rp. 300,00 maka

hasil tersebut dikalikan 1 bulan, maka

hasil perhitungan tersebut menunjukan

hasil berbeda, antara stop kontak

menggunakan elektroda batang dengan

stop kontak tanpa menggunakan

eletroda batang dengan selisih harga

Rp. 75.600,00 dalam 1 bulanya.

2. Stop kontak dengan elektroda batang

juga berfungsi dapat menghemat atau

menurunkan biaya rekening listrik, dan

sekaligus pengaman listrik.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohamad. 1998. Penelitian

Kependidikan Prosedur dan Strategi.

Bandung : Angkasa

Arikunto, suharsimi. 2006. Prosedur

penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Depdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

150

Page 83: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah ElektroKrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

Nugroho, Andi. 2010. TahananPentanahan.

http: // seputarlistrik. blogspot. com/

2010/ 12/ pentanahan. html (di akses

tanggal 30 Juli 2011)

Panitia Revisi PUIL. 2000. Peraturan

Umum Instalasi Listrik 2000. Jakarta :

PLN

PLN. 1987. SPLN. 3: 1987 tentang

pentanahan jaringan tegangan rendah

dan pentanahan instalasi. Jakarta :

Dep. Pertamben dan PLN

PLN. 1993. SPLN. 102: 1993 tentang

elektoda bumi jenis batang bulat

berlapis tembaga. Jakarta : Dep.

Pertamben dan PLN

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif R & D. Bandung :

Alfabeta

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian

Kependidikan. Yogyakarta : Bumi

Aksara

Thesandy. 2010. Pentanahan.

http://www.oocities.org/groundsys (di

akses tanggal 28 Juli 2011).

151

Page 84: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

RANCANG BANGUN RANGKAIAN PENGENDALI LAMPU JARAK JAUH

MENGGUNAKAN BLUETOOTH

Oleh : Vita Nurdinawati1

[email protected]

ABSTRAK Handphone merupakan salah satu perangkat telekomunikasi yang sering kita

gunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun pada era modern ini handphone dapat

digunakan berbagai macam aplikasi. Salah satunya ini adalah kegunaan handphone untuk

mengkontrol lampu jarak jauh bersama aplikasi Arduino Uno dan aplikasi Boarduino. Cara

mengkontrol lampu antara handphone dengan rangkaian arduino menggunakan media

bluetooth.

Dengan menggunakan rangkaian pengendali lampu jarak jauh ini kita

menghidupkan atau mematikan saklar pada relay dengan mudah dan menjadi lebih praktis

karena hanphone kita bisa digunakan sebagai remote controlnya. Rangakaian ini dapat kita

gunakan sampai jarak 10 meter. Dari hasil penelitian dan percobaan kita bisa

memperhatian respon pada load (lampu) ketika sinyal input pada aplikasi boarduino

bekerja (saklar on-off dioperasikan) lampu pun dapat menyala dengan respon yang cepat

tanpa adanya kendala jeda waktu yang lama.

ABSTRACT Mobile is one of the telecommunication devices that we often use in

everyday life, but in this modern era mobile phones can be used various applications. One

of them is the use of mobile phones to control the long-distance lamps along with Arduino

Uno applications and the Boarduino app. How to control the light between mobile phone

with arduino circuit using bluetooth media.

By using this series of remote light controller we turn on or off the switch on the

relay easily and become more practical because our cellphone can be used as a remote

controlnya. These we can use up to 10 meters. From the results of experiments and

experiments we can pay attention to the response on the load (lamp) when the input signal

on the application boarduino work (switch on-off operated) lights can be lighted with a fast

response without any lag time.

Kata Kunci : control lampu berbasis bluetooth, arduino

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan

yang sangat pesat memungkinkan praktisi

untuk selalu melakukan pemikiran-

pemikiran baru yang berguna antara lain

untuk membantu pekerjaan maupun

mempermudah kegiatan tertentu, ini

ditunjukan semakin majunya ilmu

pengetahuan dan ilmu teknologi dengan

bermunculnya alat-alat yang

menggunakan sistem digital dan

otomatis.

Elektronika adalah salah satu

teknologi yang membantu kehidupan

manusia agar menjadi lebih mudah.

Handphone merupakan perangkat

elektronika yang sering kita gunakan

dalam kehidupan sehari-hari. Dan pada

era modern ini handphone bisa digunakan

sebagai alat pengendali lampu jarak jauh

(sebagai remote control) dengan

dihubungkan menggunakan

microcontroller arduino.

Microcontroller arduino dan

handphone yang saling terhubung dengan

bluetooth dapat menjadi rangakaian

152

Page 85: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

pengendali lampu jarak jauh. Bluetooth

yang bekerja pada frekuensi 2,4 GHz

(antara 2,402 GHz s/d 2,480 GHz)

mentransfer perintah dari handphone

(dalam menghidupkan atau mematikan

saklar pada boarduino) ke

microcontroller arduino untuk

menghidupkan dan mematikan relay yang

terhubung pada rangkaian lampu.

2. DASAR TEORI

2.1 Pengertian Dasar Arduino Arduino adalah microcontroller

dan secara singkat adalah “sebuah sistem

komputer yang fungsional dal sebuah

chip”. Didalamnya terdapat processor,

memory, input output, dan bisa dibilang

bahwa microcontroller ini adalah

computer versi mini. Karena ukurannya

yang kecil, microcontroller sering

digunakan untuk mengendalikan

rangkaian lampu LED (Light Emitting

Diode), membuat MP3 player, televisi,

AC, dan untuk membuat sebuah projeck

mini. Arduino ini memiliki bahasa

pemprograman sendiri yaitu program

bahasa C yang lebih disederhanakan.

Arduino sendiri hardware memiliki

prosesor Atmel AVR. [1, 2, 9]

Program C pada arduino minimal

terdri dari 2 fungsi yaitu setup () dan loop

(). Fungsi setup () adalah fungsi yang

dijalankan sekali setiap board arduino

dihidupkan, sedangkan fungsi loop

()fungsi yang dijalankan terus-menerus

selama board arduino hidup.

3. METODE PERCOBAAN

3.1 Langkah-langkah Percobaan

Sebelum melakukan percobaan,

terlebih dahulu penulis menyiapkan

peralatan, bahan-bahan yang dibutuhkan,

dan langkah-langkah dalam perencanaan

pembuatan alat contol lampu jarak jauh

menggunakan bluetooth ini. Dibawah ini

gambar 3.1 adalah diagram proses

pembuatan langkah-langkah percobaan.

Y

a

Gambar1. Langkah-langkah

percobaan

Selesai

Load bekerja /

berfungsi

(On/Off)

4

Tidak 3

2

Menguji

alat

1

1. Instalasi peralatan

2. Input program arduino dan

upload pada microcontroller

Mulai

1. Menentukan alat

2. Mendesign alat

3. Membuat alat

153

Page 86: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

1. Menetukan peralatan, mendesign dan

membuat alat dalam percobaan dilakukan

setelah membaca teori dasar. Peralatan

dan komponen apa saja yang dipakai

dalam melakukan percobaan.

2. Melakukan instalasi pada komponen dan

bahan-bahan yang disediakan

berdasarkan teori yang dipelajari.

Membuat program yang akan diinput

pada microcontroller arduino untuk

menjalankan fungsi sebagai rangkaian

pengendali lampu jarak jauh.

3. Menguji percobaan, setelah melakukan

instalasi pada peralatan langkah

selanjutnya adalah melakukan uji coba

pada alat tersebut. Menguji apakah

rangkaian pengendali lampu jarak jauh

menggunakan bluetooth ini dapat bekerja

dengan baik dapat menghidupkan /

mematikan load (lampu) ketika saklar

pada handphone ditouch (On/Off). Bila

rangkaian tidak berfungsi, maka hal yang

dilakukan adalah mengecek ulang proses

instalasi pada rangkaian ini, apakah

terjadi kesalahan dalam instalasi ataupun

salah dalam upload dan download

program saat instalasi. Bila rangkaian

berfungsi maka, load (lampu) akan

bekerja sesuai perintah yang diberikan.

4. Load (lampu) on/off setelah diberi sinyal

dari handphone dan rangkaian pengendali

microcontroller.

3.2 Cara Kerja Pada Rangkian Pengendali

Berikut ini adalah diagram kurva

penjelasan mengenai step langkah cara

kerja rangkaian pengendali lampu jarak

jauh menggunakan bluetooth (gambar2)

154

Page 87: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

5 6 7 8 9

11 10 12 13 14

Bersiap menunggu perintah

dari handphone (transmitter)

dengan menghidupkan saklar

power on/off dari aplikasi

boarduino

4 Ya

Ya

Tidak Tidak Tidak Tidak Memberikan

sinyal pada

Relay 1

Memberikan

sinyal pada

Relay 3

Memberikan

sinyal pada

Relay 4

Memberikan

sinyal pada

Relay 2

Memberikan

sinyal pada

all Relay

Tidak

Ya Ya Ya Ya Ya

Tidak

3

Periksa settingan bluetooth pada

handphone, koneksikan dengan

bluetooth HC-06, masukan

passwotd 1234 atau 0000

Mulai

2

Sinkronisasikan bluetooth pada

hanphone dan bluetooth

eksternal pada rangkaian

pengendali arduino

Aktifkan aplikasi boarduino pada

handphone dan hidupkan rangkaian

pengendali microcontroller arduino

155

Page 88: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

4. PENGUJIAN

4.1. Pengujian Rangkaian Pengendali

Pengujian rangkaian adalah salah

satu tujuan dari proses yang harus

dilakukan oleh penulis terhadap

rangkaian yang telah dibuat. Pengujian

ini bermaksud mengetahui bagamana

rangkaian pengendali lampu jarak jauh

menggunakan bluetooth dapat berfungsi

dan bekerja dengan baik atau tidak.

Pengujian pada rangkaian ini yaitu uji

coba dalam hal respon dan jarak kendali

dari handphone sebagai pemberi sinyal

on/off pada saklar boarduino

(Transmitter) dan sinyal perintah dari

boarduino diterima oleh bluetooth HC-06

pada rangkaian microcontroller arduino

yang kemudian diteruskan untuk diolah

perintahnya pada rangkaian relay untuk

menghidupkan atau mematikan load yang

terpasang (lampu).

Dalam penjelasan bluetooth HC-06

bluetooth eksternal ini mampu bekerja

hingga radius jarak 10 meter maka dari

10

10.0

10.1

10.2

10.3 10.4

10.5

Relay 1

Saklar

On/Off

On

Posisi

Lampu

On/Off

Off

On

Switch Relay NO, kondisi

lampu pada posisi Off, maka

lampu tetap Off.

Posisi

Lampu

On/Off

Switch Relay NC, kondisi lampu

pada posisi On, maka lampu tetap

aktif/On tidak berubah ke posisi off.

Off

On

Off

Switch Relay NC, kondisi lampu

pada posisi Off, berubah menjadi On.

4

4

Selesai

Switch Relay NO, kondisi lampu

pada posisi On, maka lampu menjadi

berubah ke posisi off.

156

Page 89: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

itu rangkaian ini diuji responnya hingga

jarak tersebut. Apakah dalam pengujian

penerimaan sinyal ini mengalami

gangguan atau tidak.

Berikut ini adalah cara menguji

rangkaian pengendali lampu jarak jauh

menggunakan bluetooth tertera pada

gambar 4.1

Rangkaian pengendali lampu jarak

jauh menggunakan bluetooth ini diuji

dengan jarak kemampuannya mulai dari 1

meter hingga 10 meter, pengujian

dilakukan dari arah yang berbeda dalam

jangkauan radius, tidak dalam satu jarak

garis lurus. Menguji dengan jarak radius

ini bertujuan untuk mengetahui

kemampuan memberi dan menerima

perintah dari bluetooth yang

disinkronisasikan.

4.2 Analisa Hasil Pengujian

Berikut ini saya melakukan analisa

terhadap alat yang saya buat, analisa ini

adalah pengujian terhadap alat, apakah

alat pengendali lampu jarak jauh

menggunakan handphone dan bluetooth

ini dapat berfungsi sebagaimana

mestinya. Rangkaian ini diuji respon

kecepatan mengaktifkan load (lampu)

dari microcontroller arduino terhadap

Jarak 6 m

Rangkaian

pengendali

jarak jauh

Jarak 1 m

Jarak 2 m

Jarak 3 m

Jarak 4 m

Jarak 5 m

Jarak 7 m Jarak 8 m

Jarak 9 m

Jarak 10 m

Gambar 3. Jarak radius pengujian rangkaian

157

Page 90: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

perintah yang diberikan handphone

sebagai pemberi sinyal untuk

mengaktifkan lampu yang jarak tertentu

(1 meter hingga 10 meter), dimana alat

ini menerima sinyal yang diberikan dari

handphone (transmitter) sebagai remote

penggendali lampu jarak jauh, dan media

pengirim dan penerima sinyal melalui

bluetooth pada handphone dan bluetooth

eksternal (HC-06) yang terinstal pada

rangkaian microcontroller arduino.

Berikut ini adalah table data 4.1, data

hasil pengujian yang telah dilakukan

yaitu :

No.

Jarak

Handphone

ke

Rangkaian

Pengendali

Aplikasi

Boarduino

Saklar

On

lampu

hidup

Saklar

Off

lampu

mati

Keterangan

Respon

Load

Terhadap

Waktu

saklar

On

(detik)

Respon

Load

Terhadap

Waktu

saklar

Off

(detik)

Rata-

rata

Waktu

On

(detik)

Rata-

rata

Waktu

Off

(detik)

1 1 meter

Relay 1 On Off OK 0,94 0,69

0,87 0,61

Relay 2 On Off OK 1,02 0,7

Relay 3 On Off OK 0,49 0,43

Relay 4 On Off OK 0,61 0,67

All Relay On Off OK 1,3 0,56

2 2 meter

Relay 1 On Off OK 0,82 0,73

0,86 0,57

Relay 2 On Off OK 0,94 0,63

Relay 3 On Off OK 0,42 0,51

Relay 4 On Off OK 0,71 0,54

All Relay On Off OK 1,42 0,43

3 3 meter

Relay 1 On Off OK 0,43 0,49

0,66 0,55

Relay 2 On Off OK 0,72 0,43

Relay 3 On Off OK 0,59 0,55

Relay 4 On Off OK 0,72 0,52

All Relay On Off OK 0,82 0,78

4 4 meter

Relay 1 On Off OK 0,41 0,36

0,63 0,45

Relay 2 On Off OK 0,66 0,63

Relay 3 On Off OK 0,38 0,7

Relay 4 On Off OK 0,54 0,25

All Relay On Off OK 1,15 0,29

158

Page 91: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

No.

Jarak

Handphone

ke

Rangkaian

Pengendali

Aplikasi

Boarduino

Saklar

On

lampu

hidup

Saklar

Off

lampu

mati

Keterangan

Respon

Load

Terhadap

Waktu

saklar

On

(detik)

Respon

Load

Terhadap

Waktu

saklar

Off

(detik)

Rata-

rata

Waktu

On

(detik)

Rata-

rata

Waktu

Off

(detik)

5 5 meter

Relay 1 On Off OK 0,56 0,48

0,74 0,51

Relay 2 On Off OK 0,79 0,65

Relay 3 On Off OK 0,52 0,66

Relay 4 On Off OK 0,61 0,39

All Relay On Off OK 1,23 0,35

6 6 meter

Relay 1 On Off OK 0,81 0,61

0,78 0,46

Relay 2 On Off OK 0,62 0,38

Relay 3 On Off OK 0,56 0,48

Relay 4 On Off OK 0,62 0,49

All Relay On Off OK 1,29 0,35

7 7 meter

Relay 1 On Off OK 0,45 0,36

0,73 0,47

Relay 2 On Off OK 0,64 0,43

Relay 3 On Off OK 0,73 0,47

Relay 4 On Off OK 0,58 0,63

All Relay On Off OK 1,27 0,46

8 8 meter

Relay 1 On Off OK 0,41 0,38

0,74 0,44

Relay 2 On Off OK 0,64 0,45

Relay 3 On Off OK 0,55 0,48

Relay 4 On Off OK 0,67 0,47

All Relay On Off OK 1,43 0,42

9 9 meter

Relay 1 On Off OK 0,47 0,48

0,75 0,47

Relay 2 On Off OK 0,66 0,42

Relay 3 On Off OK 0,57 0,51

Relay 4 On Off OK 0,6 0,43

All Relay On Off OK 1,46 0,51

10 10 meter

Relay 1 On Off OK 0,47 0,33

0,91 0,6

Relay 2 On Off OK 1,25 0,82

Relay 3 On Off OK 0,46 0,62

Relay 4 On Off OK 0,72 0,51

All Relay On Off OK 1,65 0,71

159

Page 92: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

4.3 Pembahasan Pengujian

Ketika kita menekan tombol pada touch

handphone untuk mengaktifkan lampu

yang diinginkan (relay 1 sampai relay 4),

handphone mengirimkan sinyal tersebut

melalui bluetooth yang telah

disinkronisasikan (bluetooth handphone

dengan bluetooth eksternal HC-06).

Bluetooth eksternal menerima sinyal dari

handphone dan mengirimkan ke

microcontroller arduino untuk diolah dan

dijalankan perintahnya dan

menghidupkan load pada relay. Waktu

respon load (lampu) aktif dari alat ini

tidak sampai 2 detik, dari mulai saklar

pada touch handphone ditekan, hingga

load (lampu) aktif. Namun pada jarak

tertentu bila terhalangi tembok dan jarak

semakin menjauh respon on lampu

menjadi sedikit lebih lama, terlihat seperti

pada percobaan table 4.1 (table lembar

pengujian), pada jarak 10 meter rata-rata

lampu dari off ke on responnya adalah

0,91 detik.

5. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan pembuatan dan

pengujian alat kendali lampu jarak jauh

menggunakan bluetooth ini penulis

mendapatkan kesimpulan yaitu :

1. Dari hasil percobaan dapat

dibuktikan bahwa handphone yang telah

diinstal aplikasi boarduino dapat

berfungsi sebagai remote control (sebagai

transmitter) pemberi sinyal perintah

untuk mengaktifkan atau

mengnonaktifkan lampu atau load lain

yang dipasangkan.

2. Sinyal bluetooth dari handphone

dan bluetooth eksternal microcontroller

arduino (HC-06) saling terkoneksi dan

sinkron sehingga dapat menyalurkan

160

Page 93: jurnal elektrokrisna - universitas krisnadwipayana

Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 5 No. 3 Juni 2017

ISSN : 2302-4712

media transfer berupa sinyal perintah

yang diberikan pada saklar boarduino ke

microcontroller arduino untuk

memberikan sinyal pada pin arduino

untuk mengaktifkan sinyal atau tegangan

pada pin tersebut dan mengaktifkan

saklar pada modul relay eksternal (relay

arduino). Sehingga load dapat aktif dan

berfungsi.

3. Relay yang terpasang pada output

pin microcontroller arduino mampu

menghantarkan load hingga 10 ampere,

sesuai dengan sepesifikasi yang tertera

pada name plate relay (tertulis dibadan

relay).

DAFTAR PUSTAKA

[1.] Anoname.

http://teknikelektronika.com/menguku

r-pengertian-fungsi-fuse-sekering/

diakses 23 november 2016, 22:07:19

WIB

[2.] Aripriharta. Smart Relai dan

Aplikasinya. Graha Ilmu : 2014

[3.] Anoname.

http://mahfudh88.blogspot.co.id/201

1/10/teknologi-bluetooth.html

diakses 28 november 2016, 00:10:16

WIB

[4.] Abdul Kadir. Paduan Praktis

Mempelajari Aplikasi

Mikrokontroler dan

Pemrogramannya Menggunakan

Arduino. Andi Offset : 2013

[5.] Anoname. http://wavesen.com

Catalog Bluetooth HC-06 diakses 28

november 2016, 00:20:15 WIB

[6.] Wasito. S, Vademekum Elektronika.

Gramedia Jakarta : 2014

[7.] Syukron ma’mun Rancang Bangun

System Otomasi Lampu dan

Pendingin Ruangan Fakultas

Teknik Universitas Indonesia : 2010

161