Top Banner
19

Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

Feb 06, 2018

Download

Documents

phunganh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...
Page 2: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

Jurnal Biologi Indonesia diterbitkan oleh Perhimpunan Biologi Indonesia. Jurnal ini memuat hasil penelitian ataupun kajian yang berkaitan dengan masalah biologi yang diterbitkan secara berkala dua kali setahun (Juni dan Desember).

Editor Ketua

Prof. Dr. Ibnu Maryanto Anggota

Prof. Dr. I Made Sudiana Dr. Deby Arifiani

Dr. Izu Andry Fijridiyanto

Dewan Editor Ilmiah

Dr. Abinawanto, F MIPA UI

Dr. Achmad Farajalah, FMIPA IPB

Prof. Dr. Ambariyanto, F. Perikanan dan Kelautan UNDIP

Dr. Didik Widiyatmoko, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI

Dr. Dwi Nugroho Wibowo, F. Biologi UNSOED

Dr. Gatot Ciptadi F. Peternakan Universitas Brawijaya

Dr. Parikesit, F. MIPA UNPAD

Dr. Faisal Anwari Khan, Universiti Malaysia Sarawak Malaysia

Assoc. Prof. Monica Suleiman, Universiti Malaysia Sabah, Malaysia

Dr. Srihadi Agungpriyono, PAVet(K), F. Kedokteran Hewan IPB

Y. Surjadi MSc, Pusat Penelitian ICABIOGRAD

Drs. Suharjono, Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Dr. Tri Widianto, Pusat Penelitian Limnologi-LIPI

Dr. Witjaksono Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Sekretariat Eko Sulistyadi M.Si, Dewi Citra Murniati M.Si, Hetty Irawati PU, S.Kom

Alamat d/a Pusat Penelitian Biologi - LIPI

Jl. Ir. H. Juanda No. 18, Bogor 16002 , Telp. (021) 8765056 Fax. (021) 8765068

Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected] Website : http://biologi.or.id

Jurnal Biologi Indonesia : Akreditasi: No. 657/AU3/P2MI-LIPI/07/2015.

Page 3: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

JURNAL BIOLOGI INDONESIA

Diterbitkan Oleh:

Perhimpunan Biologi Indonesia

Bekerja sama dengan

PUSLIT BIOLOGI-LIPI

Page 4: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

OBITUARI

Redaksi Jurnal Biologi Indonesia telah kehilangan seorang editor penelaah Dr. Ir Sri Sulandari, M.Sc.

yang telah berpulang kerahmat Allah SWT pada tanggal 18 Agustus 2015 Jam 16.10 di RSCM,

Jakarta. Jabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI

sebagai ahli DNA Molekuler yang menekuni kajian DNA pada ayam lokal Indonesia dan berbagai

hidupan liar khususnya pada burung. Tiga tahun terakhir sangat aktif berusaha menyelamatkan

populasi kambing Gembrong di Kabupaten Karanganyar, Bali. Almarhumah meninggalkan seorang

suami Prof. Dr. Muladno, MSA yang bekerja sebagai guru besar di Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian bogor dan saat ini juga sebagai Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan,

Kementerian Pertanian, serta dua anak laki-laki Aussie Andry Vermarchnanto M. dan Endyea

Mendelian.

Page 5: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

Jurnal Biologi Indonesia yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN BIOLOGI INDONESIA bekerjasama

dengan PUSLIT BIOLOGI-LIPI. Edisi volume 11 No. 2 tahun 2015 memuat 15 artikel lengkap dan

satu artikel tulisan pendek. Penulis pada edisi ini sangat beragam yaitu dari Balai Besar Penelitian

Veteriner-Deptan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Pertanian, Bogor, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung, Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan-IPB, Dept. Biokimia FMIPA-IPB, Institut

Sains dan Teknologi Nasional Jakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir &

Laut, Balitbang Kelautan & Perikanan, Kementerian Kelautan & Perikanan, Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan-Universitas Maritim Raja Ali Haji-

Tual, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya–LIPI, Puslit Biologi-LIPI, Puslit Bioteknologi-LIPI.

Page 6: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

Jurnal Biologi Indonesia mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para pakar yang telah

turut sebagai penelaah dalam Volume 11 No 2, Desember 2015:

Dr. Niken Tunjung Murti Pratiwi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

Dr. Agus Prijono Kartono, Fakultas Kehutanan IPB

Ir. Drs. Eko Harsono MSi, Puslit Limnologi-LIPI

Dra. Donowati Tjokrokusumo M.Phil, Pusat Teknologi Bioindustri, BPPT

Ir. M. Syamsul Arifin Zein MSi, Puslit Biologi LIPI

Drh. Anang S. Achmadi MSc, Puslit Biologi LIPI

Dr. Yuyu S. Poerba, Puslit Biologi LIPI

Ir. Dwi Agustiyani MSc, Puslit Biologi LIPI

Dr. Apon Zaenal Mustopa, Puslit Bioteknologi LIPI

Dr. Yopi Puslit Bioteknologi LIPI

Dr. Joeni S. Rahajoe, Puslit Biologi LIPI

Dr. Wartka Rosa Farida, Puslit Biologi LIPI

BIOLOGI

Page 7: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

Halaman

Efikasi Vaksin Inaktif Bivalen Avian Influenza Virus Subtipe H5N1 (Clade 2.1.3. dan Clade

2.3.2) di Indonesia

169

NLP. Indi Dharmayanti & Risa Indriani

Klon-klon Kentang Transgenik Hasil Persilangan Terseleksi Tahan terhadap Penyakit

Hawar Daun Phytophthora infestans Tanpa Penyemprotan Fungisida di Empat Lapangan

Uji Terbatas

177

Alberta Dinar Ambarwati, Kusmana, & Edy Listanto

Penambahan Inokulan Mikroba Selulolitik pada Pengomposan Jerami Padi untuk Media 187

Tanam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Iwan Saskiawan

Identifikasi Molekular dan Karakterisasi Morfo-Fisiologi Actinomycetes Penghasil Senyawa

Antimikroba

195

Arif Nurkanto & Andria Agusta

Populasi dan Kesesuaian Habitat Langkap (Arenga obtusifolia Mart.) 205

di Cagar Alam Leuweung Sancang, Jawa Barat

Didi Usmadi, Agus Hikmat, Joko Ridho Witono, & Lilik Budi Prasetyo

Optimasi Produksi Enzim Amilase dari Bakteri Laut Jakarta (Arthrobacter arilaitensis )   215

Awan Purnawan, Y. Capriyanti, PA. Kurniatin, N. Rahmani, & Yopi

Pengaruh Antioksidan Eksopolisakarida dari Tiga Galur Bakteri Asam Laktat pada Sel

Darah Domba Terinduksi tert-Butil Hidroperoksida (t-BHP)

225

Fifi Afiati, Nina Ainul Widad, & Kusmiati

Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di P. Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara 233

Agustin Rustam, Terry L. Kepel, Mariska A. Kusumaningtyas, Restu Nur Afi

Ati, August Daulat, Devi D. Suryono, Nasir Sudirman, Yusmiana P. Rahayu,

Peter Mangindaan, Aida Heriati, & Andreas A. Hutahaean

Identification of Bioactive Compound from Microalga BTM 11 as Hepatitis C Virus RNA 243

Helicase Inhibitor

Apon Zaenal Mustopa, Rifqiyah Nur Umami, Prabawati Hyunita Putri, Dwi

susilaningsih, & Hilda Farida

Kemampuan Cerna Protein dan Energi Metabolisme Perkici Pelangi (Trichoglossus

haematodus )

253

Rini Rachmatika & Andri Permata Sari

Optimasi Enzim α-Amilase dari Bacillus amyloliquefaciens O1 yang Diinduksi Substrat

Dedak Padi dan Karboksimetilselulosa

259

Yati Sudaryati Soeka, Maman Rahmansyah, & Sulistiani

Kajian Aspek Ekologis dan Daya Dukung Perairan Situ Cilala 267

Niken T.M. Pratiwi, Sigid Hariyadi, Inna Puspa Ayu, Aliati Iswantari,

Novita MZ, & Tri Apriadi

Page 8: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

Halaman

Penanda Genetik Tarsius (Tarsius spp.) dengan Menggunakan Gen Cytochrome Oxidase I

(COI) DNA Mitokondria (mtDNA) Melalui Metode Sekuensing

275

 Wirdateti, Sri Wijayanti Wulandari, & Paramita Cahyaningrum Kuswandi

Carboxymethyl Cellulose Hydrolyzing Yeast Isolated from South East Sulawesi, Indonesia 285

Atit Kanti

Uji Bakteri Simbiotik dan Nonsimbiotik Pelarutan Ca vs. P dan Efek Inokulasi Bakteri pada

Anakan Turi (Sesbania grandiflora L. Pers.)

295

Sri Widawati

TULISAN PENDEK 309

Mating behavior of Slow Loris (Nycticebus coucang ) at Captivity

Wartika Rosa Farida & Andri Permata Sari

Page 9: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di P. Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara

(Seagrass Ecosystem As Environmental Bioindicator In Lembeh Island, Bitung, North Sulawesi)

Agustin Rustam, Terry L. Kepel, Mariska A. Kusumaningtyas, Restu Nur Afi Ati, August Daulat, Devi D. Suryono, Nasir Sudirman, Yusmiana P. Rahayu, Peter Mangindaan, Aida

Heriati, & Andreas A. Hutahaean

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir & Laut, Balitbang Kelautan & Perikanan, Kementerian Kelautan & Perikanan Republik Indonesia

Email: [email protected] & [email protected]

Memasukkan: Desember 2014, Diterima: April 2015

ABSTRACT Seagrass ecosystem has a function of spawning, nursery, and feeding ground. Besides, it could be used as a bio-indicator of environmental health. This study of seagrass ecosystem was done in 17- 22 May 2014 in Lembeh Island and Tanjung Merah, Bitung. The purpose of the study is to obtain existing condition of seagrass ecosystem and its role as environment bio-indicator. Purposive sampling method was used representing all study sites. Structure analysis of seagrass communities describes the existing condition, while scoring / weighting method estimate current condition of the seagrass. Results that show there are seven species of seagrass. In the stations opposite to Bitung mainland, 75% of the seagrass are Enhalus acoroides (10-50% covers). Importance value index of the seagrass species were Enhalus acoroides (231–300 %), Thalassia hemprichii ( 102–198 %) and Halophila ovalis (110 %) respectively. Based on the weighting method and environmental standard quality, seagrass ecosystem in Lembeh island opposite to Bitung mainland was in damage and unhealthy condition, while seagrass ecosystem opposite to the open sea was in a good and healthy condition. This was due to the domestic waste that is trapped in seagrass ecosystem in the study site. It is necessary to improve awareness to maintain quality of environmental. Keywords: seagrass, existing, bioindicator, Lembeh Island

ABSTRAK

Ekosistem lamun dapat dijadikan sebagai suatu bioindikator kesehatan lingkungan selain berperan sebagai tempat mencari makan, membesarkan anakan, atau sebagai tempat memijah. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17-22 Mei 2014 di Pulau Lembeh dan Tanjung Merah, Bitung. Tujuan penelitian ini mendapatkan kondisi eksisting ekosistem lamun dan peranannya sebagai bioindikator perairan. Metode pengambilan sampel secara purposive sampling yang mewakili seluruh lokasi penelitian. Analisis sampel yang dilakukan adalah analisis struktur komunitas untuk menggambarkan kondisi eksisting lamun dan metode skoring/bobot untuk mengestimasikan kondisi ekosistem lamun. Terdapat tujuh spesies lamun yang ditemukan dengan penutupan berkisar antara 10–50 %. Stasiun di Pulau Lembeh yang berhadapan dengan daratan Bitung 75 % monospesies Enhalus acoroides sedangkan stasiun lainnya padang lamun campuran. Nilai INP (Indeks Nilai Penting) spesies terbesar adalah Enhalus acoroides (231–300 %), Thalassia hemprichii (102–198 %) dan Halophila ovalis (110 %). Berdasarkan sistem pembobotan dan baku mutu kondisi lingkungan ekosistem lamun di Pulau Lembeh yang menghadap daratan Bitung dalam kondisi rusak dan kurang sehat, sedangkan yang berhadapan langsung dengan laut lepas dalam kondisi baik, kaya, dan sehat. Hal ini dapat disebabkan dari limbah daratan Bitung yang terperangkap di ekosistem lamun sehingga terjadi kerusakan. Diperlukan kemauan masyarakat untuk tidak membuang sampah ke laut, sehingga lingkungan perairan dapat terjaga dengan baik. Kata Kunci: Lamun, eksisting, bioindikator, Pulau Lembeh

PENDAHULUAN

Perairan pesisir merupakan lingkungan yang

memperoleh sinar matahari cukup. Perairan ini juga

kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari

daratan dan lautan sehingga menjadi ekosistem yang

produktivitas organiknya tinggi. Lingkungan yang

sangat mendukung di perairan pesisir menjadikan

lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal.

Namun kondisi ini juga menjadi ancaman jika nutrien

dalam konsentrasi yang terlalu tinggi. Akibatnya terjadi

pengayaan nutrien (eutrophycation) yang dapat

menyebabkan meledaknya populasi alga (algae

bloom). Ekosistem lamun menurut Philips & Menez

(1988) adalah salah satu ekosistem bahari yang

produktif di perairan dangkal yang berfungsi

Page 10: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

234

Rustam dkk.

tegak lurus garis pantai, kemudian kuadrat berukuran

50x50 cm² diletakkan secara sistematik dengan

jarak antar kuadrat 10 m atau tergantung kondisi.

Jarak antar transek 50-100 m atau tergantung kondisi.

Parameter yang diambil di setiap stasiun penelitian

adalah persentase tutupan lamun dalam setiap

kuadrat 50x50 cm² secara estimasi visual berdasarkan

panduan persentase tutupan lamun standar Seagrass

Watch (McKenzie et al. 2003). Analisis struktur

komunitas lamun untuk mengetahui kondisi

ekosistem dilakukan dengan menghitung

komposisi jenis lamun, frekuensi jenis dan

frekuensi relatif, kerapatan jenis dan kerapatan

relatif, penutupan jenis dan penutupan relatif.

Untuk menduga keseluruhan dari peranan suatu

jenis lamun dilakukan perhitungan indeks nilai

penting. Dilanjutkan dengan analisis kriteria

baku kerusakan dan status ekosistem lamun

berdasarkan Kepmen LH No. 200 tahun 2004.

Perhitungan komposisi jenis dilakukan

dengan membandingkan antara jumlah individu

tiap jenis dengan jumlah total individu seluruh

jenis lamun yang ditemukan. Identifikasi jenis

berdasarkan taksonomi dan kunci identifikasi

lamun (Kuo & den Hartog 2001; den Hartog &

Kuo 2006). Indonesia hanya memiliki 12 jenis

lamun.

Frekuensi dan kerapatan jenis lamun dihitung

dengan mengacu pada Fachrul (2007). Penutupan

jenis yaitu luas area yang ditutupi oleh jenis

lamun, dapat dihitung menggunakan metode

Saito & Atobe (English et al. 1997).

Indeks Nilai Penting (INP) (Brower et al.

1990), digunakan untuk menghitung dan menduga

keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam suatu

komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis

relatif terhadap jenis lainnya, semakin tinggi

peranan jenis pada komunitas tersebut.

Kriteria baku kerusakan padang lamun

adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau

Gambar 1. Lokasi penelitian di Pulau Lembeh, Bitung, Sulawesi Utara, Mei 2014

untuk menstabilkan sedimen dari arus dan

gelombang (sediment trap), memberikan

perlindungan terhadap hewan di padang lamun,

membantu organisme epifit yang menempel

pada daun, memiliki produktifitas yang tinggi,

menfiksasi karbon di kolom air sebagian masuk

ke sistem rantai makanan dan sebagian tersimpan

dalam biomassa dan sedimen. Eksistensi lamun

merupakan adaptasi terhadap salinitas tinggi,

kemampuan menancapkan akar di substrat, dan

kemampuan untuk tumbuh dan bereproduksi

pada saat terbenam. Jenis lamun mencapai 58

spesies di seluruh dunia (Kuo & McComb

1989) dengan konsentrasi utama di wilayah

Indo-Pasifik. Dari jumlah tersebut 16 spesies

dari 7 genus ditemukan di Asia Tenggara.

Jumlah spesies terbesar ditemukan di Filipina

sebanyak 16 spesies. Di Indonesia ditemukan

jenis lamun sebanyak 12 spesies dari 7 genus.

Pemanfaatan lamun sebagai bioindikator

monitoring keberadaan logam berat, antara lain

jenis Cymodecae rotundata, Enhalus acoroides

dan Thalassia hemprichii, untuk logam berat

Cu, Cd, Pb dan Zn di perairan Teluk Xincun,

Cina Selatan ( Li & Huang 2012). Zostera

capriconi sebagai bioindicator Cd, Cu, Pb, Se

dan Zn di ekosistem lamun Lake Macquarie,

Australia (Rappe 2010). Halophila ovalis

sebagai bioindikator perairan estuaria (River

Science 2013). Berdasarkan peranan dan fungsi

tersebut maka ekosistem lamun dijadikan

bioindikator lingkungan berdasarkan kriteria

Kepmen LH Nomor 200 tahun 2004 tentang

kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan

padang lamun atau ekosistem lamun. Penelitian

ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi eksisting

lamun dan kondisi lingkungan penelitian dan peranan

lamun sebagai bioindikator lingkungan di Pulau

Lembeh terkait keberadaan pelabuhan Bitung

dan aktivitas daratan di sekitarnya.

BAHAN DAN CARA KERJA

Lokasi penelitian di Bitung, yang difokuskan

di Pulau Lembeh yang berada di depan Bitung.

Terdapat 8 stasiun di Pulau Lembeh (14LT01-

14LT09 kecuali 14TL6) dan 1 di daratan Bitung

(Tanjung Merah: 14TL6) ( Gambar 1).

Metode penngambilansampel dilakukan secara

purposive sampling, dengan line transect, secara

Page 11: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

235

Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di P. Lembeh,

hayati padang lamun yang dapat ditenggang

yang ditetapkan berdasarkan persentase luas

area kerusakan atau luas penutupan lamun yang

hidup dicantumkan pada Tabel 1.

Selain itu metode pemboboton juga dapat

dipakai berdasarkan beberapa komponen ekosistem

lamun berdasarkan (Supriyadi 2010) dapat dilihat

pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Indeks keanekaragaman Shannon–Wiener,

kesergaman dan dominasi mengikuti formulasi

seperti pada Brower et al. 1990 dan Krebs (1989) .

HASIL

Kondisi eksisting ekosistem lamun

Selama penelitian didapatkan tujuh spesies

lamun yang tergolong ke dalam dua famili,

yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceaceae.

Tiga jenis dari famili Hydrocharitaceae, yaitu

Enhalus acoroides (Linnaeus f) Royle,

Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson

dan Halophila ovalis (R. Brown) Hooker f.

Empat jenis dari famili Cymodoceaceae, yaitu

Cymodocea serrulata (R. Brown) Ascherson,

Cymodocea rotundata Ehrenberg & Hemprich

ex Ascherson, Halodule uninervis (Forsskål)

Ascherson, dan Syringodium isoetifolium

(Ascherson) Dandy. Jenis lamun yang ditemukan di

sembilan lokasi disajikan pada Tabel 4.

Di dunia terdapat 60 jenis lamun yang

terbagi dalam 13 genus dan 5 famili (Short et.

al. 2001). Indonesia terdapat 12 jenis lamun

dalam dua famili yang tersaji dalam Tabel 4.

Perairan Indonesia memiliki 12 jenis

lamun, walaupun menurut Kiswara (2009)

Indonesia memiliki 14 jenis lamun. Dua jenis

lamun lainnya yaitu Ruppia maritime dan

Halophila beccarii berdasarkan herbarium

lamun yang terdapat di Herbarium Bogoriense

Cibinong, Bogor.

Komposisi lamun yang ditemukan di Pulau

Lembeh dan Tanjung Merah selama penelitian

menunjukkan tidak adanya dominansi berdasarkan

jumlah individu di lokasi penelitian. Hal ini

dibuktikan dengan nilai kisaran komposisi

lamun yang rendah yaitu 5–20 % (Gambar 3).

Gambar 3 menunjukkan komposisi jenis

lamun di Pulau Lembeh dan Tanjung Merah,

nilai komposisi lamun terbesar adalah jenis S.

soetifolium (20 %), diikuti tiga jenis lamun

Penutupan (Ci) (% )

Baik Kaya (Sehat) ? 60

Kurang kaya/sehat 30 – 59,9

Miskin ? 29,9

Kondisi

Rusak

Tabel 1. Status padang lamun (KepmenLH No. 200 tahun 2004)

Komponen Kisaran Skor

Spesies lamun ? 2 1

4-Mar 3

6-May 5

? 7 7

Spesies alga 6-Jan 1

12-Jul 3

13 - 18 5

19 - 24 7

Tutupan lamun (%) 25-May 1

26 - 50 3

51 - 75 5

76 - 100 7

Tabel 2. Pembobotan beberapa komponen ekosistem lamun

KondisiPenutupan (Ci)

(% )

Kaya (Sehat) ≥ 60

Kurang

kaya/sehat30 – 59,9

Miskin ≤ 29,9

Tabel 3. Klasifikasi kondisi ekosistem lamun

Gambar 2. E acoroides pada substrat pasir stasiun 14TL03 (panel kiri) dan substrat karang dan pasir stasiun 14TL04 (panel kanan)

Page 12: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

236

Rustam dkk.

dengan prosentase yang sama yaitu C. serrulata,

H. uninervis dan C. rotundata sebesar 16 %.

Komposisi jenis lamun yang terkecil adalah E.

acoroides sebesar 5%. Rendahnya nilai komposisi

jenis lamun menunjukkan bahwa tidak adanya

dominansi lamun jenis tertentu di lokasi

penelitian. Hal ini diperkuat dengan nilai indeks

dominansi yang didapat rendah 0,16 (Gambar 3

panel kanan).

14TL01 14TL02 14TL03 14TL04 14TL05 14TL06 14TL07 14TL08 14TL09

HydrocharitaceaeEnhalus acoroides X X X X X X X X XHalophila decipiens - - - - - - - - -Halophilaovalis - - - X - X X X XHalophila minor - - - - - - - - -Halophila spinulosa - - - - - - - - -Thalassia hemprichii - - - X X X X X -CymodoceaceaeCymodocea serrulata - - - X X X X - -Cymodocea rotundata - - - X X - X - -Syringodium isoetifolium - - - - X X X - -Thalassodendron ciliatum - - - - - - - - -Halodule uninervis - - - X X - X X -Halodule pinifolia - - - - - - - - -Keterangan: X =ada

Jenis lamunStasiun

Tabel 4. Spesies lamun yang ditemukan di perairan Pulau Lembeh dan Tanjung Merah, Bitung, Sulawesi Utara, Mei 2014 dari 12 lamun di perairan Indonesia

Gambar 3. Komposisi lamun (panel kiri) dan nilai indeks (panel kanan) yang ditemukan di Pulau Lembeh dan Tanjung Merah, Bitung, Sulawesi Utara, pada bulan Mei 2014

Gambar 4. Kerapatan jenis lamun di Pulau Lembeh dan Tanjung Merah, Bitung, Sulawesi Utara, Mei 2014

Page 13: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

237

Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di P. Lembeh,

Stasiun Substrat

Kisaran

tutupan

total (%)

Rata-rata

tutupan

total (%)

14TL01 Lumpur pasir 0 - 30 1514TL02 Lumpur pasir 30 - 50 41,67 Ea14TL03 Pasir Oct-35 21,67 Ea14TL04 Pasir dan karang Mar-80 50,514TL05 Pasir dan karang 70 - 100 8514TL06 Pasir 40 - 100 8014TL07 Pasir 40 - 100 8014TL08 Pasir 25 - 90 62,5

14TL09 Pasir 0 - 15 10,5 Ea dan Ho

Jenis lamun

Ea

Cs, Ea, Ho, Hu, Cr, Si dan ThCs, Ea, Hu, Cr, Si dan ThCs, Ea, Ho dan ThEa, Cs, Hu, Cr, Si dan ThEa, Ho, Hu dan Th

Tabel 5. Prosentase tutupan total lamun, substrat, dan jenis lamun yang ditemukan di Pulau Lembeh dan Tanjung Merah, Bitung, Sulawesi Utara, Mei 2014

Keterangan: Ea= Enhalus acoroides, Cs =Cymodocea serrulata Hu=Halodule uninervisTh=Thalassia hemprichii Cr=Cymodocea rotundataHo=Halophila ovalisSi=Syringodium isoetifolium

Keterangan: Pi= Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke -i, FR=Frekuensi relatif, Ki= Kerapatan jenis KR= Kerapatan relatif, C(Pi)=Penutupan jenis lamun ke- i, PR=Penutupan relatif, INP= Indeks nilai penting Fi = Frekuensi Jenis

Tabel 6. Indeks Nilai Penting (INP) lamun di Pulau Lembeh dan Tanjung Merah, Bitung, Mei 2014

Stasiun Pi Fi FR Ki KR C(Pi) PR INP

14TL01 Enhalus acoroides 5 0,09 100% 64 100% 0,15 100% 300%

14TL02 Enhalus acoroides 6 1,00 100% 96 100% 0,42 100% 300%

14TL03 Enhalus acoroides 6 1,00 100% 32 100% 0,22 100% 300%

14TL04 Enhalus acoroides 2 0,33 15% 0 0% 0,01 2% 18%

Halophila ovalis 4 0,67 31% 512 52% 0,14 27% 110%

Thalassia hemprichii 2 0,33 15% 0 0% 0,03 6% 22%

Cymodocea rotundata 2 0,33 15% 0 0% 0,10 20% 35%

Cymodocea serrulata 2 0,33 15% 208 21% 0,18 34% 71%

Halodule uninervis 1 0,17 8% 256 26% 0,05 10% 44%

14TL05 Halophila ovalis 4 0,67 57% 32 1% 0,00 0% 58%

Thalassia hemprichii 0 0,00 0% 16 0% 0,35 17% 17%

Cymodocea rotundata 0 0,00 0% 1120 32% 0,14 7% 39%

Cymodocea serrulata 2 0,33 29% 208 6% 0,14 7% 41%

Halodule uninervis 1 0,17 14% 880 25% 0,07 3% 43%

Syringodium isoetifolium 0 0,00 0% 1200 35% 1,39 66% 101%

14TL06 Enhalus acoroides 4 0,67 29% 0 0% 0,56 11% 40%

Thalassia hemprichii 6 1,00 43% 496 72% 4,17 83% 198%

Halophila ovalis 3 0,50 21% 192 28% 0,28 6% 55%

Cymodocea serrulata 1 0,17 7% 0 0% 0,00 0% 7%

14TL07 Enhalus acoroides 5 0,83 19% 64 8% 0,11 16% 42%

Halophila ovalis 3 0,50 11% 0 0% 0,03 4% 15%

Thalassia hemprichii 6 1,00 22% 416 51% 0,23 32% 105%

Cymodocea rotundata 5 0,83 19% 16 2% 0,16 22% 43%

Cymodocea serrulata 2 0,33 7% 64 8% 0,03 4% 19%

Halodule uninervis 1 0,17 4% 0 0% 0,01 1% 5%

Syringodium isoetifolium 5 0,83 19% 256 31% 0,16 22% 72%

14TL08 Enhalus acoroides 1 0,17 7% 0 0% 0,00 0% 7%

Halophila ovalis 4 0,67 27% 256 32% 0,00 0% 59%

Thalassia hemprichii 5 0,83 33% 32 4% 3,60 64% 102%

Cymodocea rotundata 0 0,00 0% 32 4% 0,00 0% 4%

Cymodocea serrulata 0 0,00 0% 416 52% 0,00 0% 52%

Halodule uninervis 5 0,83 33% 64 8% 2,00 36% 77%

14TL09 Enhalus acoroides 5 0,83 71% 64 100% 1,88 60% 231%

Halophila ovalis 2 0,33 29% 0 0% 1,25 40% 69%

Page 14: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

238

Rustam dkk.

Gambar 4 menjelaskan kerapatan lamun dan

sebaran lamun pada seluruh stasiun penelitian.

Terlihat stasiun 14TL05 ditemukan 5 jenis lamun

sedangkan stasiun 14TL01, 14TL02, 14TL03 dan

14TL09 hanya satu jenis lamun (E. acoroides).

Gambar 4 menunjukkan kerapatan jenis

lamun pada lokasi penelitian berdasarkan tunas

atau individu lamun per luasan (individu/m2).

Terdapat tiga spesies lamun yang memiliki

kerapatan tinggi, yaitu S. isoetifolium (1200

individu/m2), C. rotundata (1120 individu/m2)

dan H. uninervis (880 ind/m2) yang ditemukan

pada stasiun yang sama yaitu 14TL05. Lamun

jenis E. acoroides, walaupun ditemukan di

semua stasiun pengamatan, tidak memiliki

kerapatan yang tinggi. Kerapatan terendah

lamun jenis E. acoroides (32 ind/m2) di stasiun

14TL03. Hal ini diperkuat dengan prosentase

tutupan lamun jenis E. acoroides yang cukup

rendah pada tiga stasiun monospesies (Tabel 5).

Pentingnya E. acoroides di Pulau Lembeh

dan Tanjung Merah, Bitung diperkuat juga dengan

besarnya indeks nilai penting jenis (INP) tertinggi

pada lamun jenis E. acoroides berkisar antara 231–

300 % yang merupakan tertinggi pada empat stasiun

(14TL01, 14TL02, 14TL03 dan 14TL09). Hal ini

menunjukkan terbentuknya padang lamun

monospesies pada 3 stasiun (14TL01-14TL03) dan

campuran dominan E. acoroides pada satu

stasiun 14TL09. Nilai INP untuk semua jenis

lamun setiap stasiun pengamatan dipaparkan

pada Tabel 6.

Ekosistem lamun sebagai bioindikator lingkungan

Ekosistem lamun sebagai bioindikator

perairan dapat dilihat berdasarkan status kondisi

ekosistem/padang lamun sesuai Kepmen LH no

200 tahun 2004. Penentuan kriteria status

kondisi ekosistem lamun berdasarkan Kepmen

LH no 200 tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel

1. Kondisi dan status ekosistem lamun juga

dapat dilihat berdasarkan pembobotan seperti

yang dilakukan Supriyadi (2010) dapat dilihat

pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Pada Tabel 7 status padang lamun di Pulau

Lembeh dan Tanjung Merah, Bitung terdapat 5

stasiun dalam kondisi rusak dengan status tiga

stasiun kurang kaya dan kurang sehat (14TL02,

14TL03 dan 14TL04), dua stasiun miskin

(14TL01 dan 14TL09). Empat stasiun dalam

kondisi baik dengan status kaya dan sehat.

Hal yang sama ditunjukkan pada Tabel 8, tabel

tersebut memperlihatkan kondisi ekosistem lamun

dalam kondisi buruk sebanyak 4 stasiun dan

kondisi medium 3 stasiun dan kondisi baik

hanya 2 stasiun.

PEMBAHASAN

Kondisi eksisting ekosistem lamun

Berdasarkan hasil yang didapat pada Tabel

4 bahwa stasiun 14TL07 ditemukan lamun

sebanyak tujuh jenis dan stasiun 14TL01

sampai 14TL03 hanya di jumpai satu jenis

lamun, merupakan padang lamun monospesies

E. acoroides dengan persentase tutupan antara

10 sampai 40 % (Gambar 2 panel kiri). Lamun

jenis E. acoroides ditemukan pada seluruh

stasiun. Keberadaan lamun jenis E.acoroides

pada semua stasiun menunjukkan kemampuan

hidup lamun ini pada berbagai macam substrat,

yaitu dari substrat pasir, karang sampai lumpur

(Gambar 2). Selain itu nilai INP (Tabel 6) yang

cukup tinggi pada lamun jenis E. acoroides

Stasiun Penutupan

14TL01 15 Rusak Miskin

14TL02 41,67 Rusak Kurang kaya/kurang

14TL03 21,67 Rusak Kurang kaya/kurang

14TL04 50,5 Rusak Kurang kaya/kurang

14TL05 85 Baik Kaya/ sehat

14TL06 80 Baik Kaya/ sehat

14TL07 80 Baik Kaya/ sehat

14TL08 62,5 Baik Kaya/ sehat

14TL09 10,5 Rusak Miskin

Kondisi

Tabel 7. Status kondisi padang lamun di Pulau Lembeh dan Tanjung Merah Bitung berdasarkan Kepmen LH 200 tahun 2004

Page 15: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

239

Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di P. Lembeh,

( 231 -300 %) memperkuat peran penting lamun

E. acoroides di lokasi penelitian.

Namun rendahnya kerapatan lamun jenis E.

acoroides, hal ini lebih disebabkan lamun E.

acoroides merupakan lamun berukuran terbesar

dari 12 jenis lamun yang ada di Indonesia,

sehingga kerapatan dalam ruang yang sama

akan berbeda dengan jenis lamun lainnya.

Selain itu besarnya lamun jenis E. acoroides

merupakan tempat perlindungan dan mencari

makan dari berbagai jenis ikan.

Nilai indeks keanekaragaman yang didapat

1,89, dan berdasarkan nilai tersebut menunjukkan

bahwa keanekaragaman lamun di lokasi

penelitian termasuk kategori sedang, produktivitas

cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang dan

tekanan ekologis sedang ( 1,0 < H’ < 3,322)

(Fitriana 2006). Nilai indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener berdasarkan kategori Krebs,

1989 berada pada kategori H’<3,2 yang berarti

keanekaragaman populasi kecil.

Nilai indeks keseragaman lamun sebesar

0,97 menunjukkan bahwa di lokasi penelitian

keseimbangan populasi besar sesuai dengan

kategori Krebs, 1989 (E ≥ 0,6) Hal ini terkait

erat dengan nilai dominansi yang rendah pada

keseluruhan lokasi penelitian (0,16).

Tabel 6 terlihat pada stasiun yang menghadap

Laut Maluku (14TL04, 14TL05, 14TL06, 14 TL07

dan 14TL08) ada kecenderungan membentuk

padang lamun campuran, dengan INP tertinggi

umumnya pada lamun jenis T. hemprichii berkisar

pada 102–198% di tiga stasiun (14TL06,14TL07 dan

14TL08). Dua stasiun lainnya yaitu 14TL04 dan

14TL05 yang berperan penting adalah lamun jenis H.

ovalis dan S. isoetifolium dengan INP sebesar 110%

dan 101%.

Stasiun 14TL01, 14TL02, 14TL03 dan

14TL09 menghadap daratan Bitung di Selat

Lembeh, umumnya membentuk padang lamun

monospesies E. acoroides dengan substrat lumpur

berpasir kecuali pada stasiun 14TL09 ditemukan

H. ovalis dengan substrat pasir.

Ekosistem lamun sebagai bioindikator ling-

kungan

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 terlihat

bahwa kondisi ekosistem lamun yang dekat dengan

daratan Bitung (14TL01, 14TL02, 14TL03, 14TL09)

dalam kondisi rusak dan kurang sehat. Hal ini dapat

disebabkan terlindungnya perairan mengakibatkan

limbah padat (sampah) dan organik dari daratan

Bitung terkumpul di ekosistem lamun. Limbah

seperti bungkus plastik dan tingginya tingkat

kekeruhan dapat mengganggu proses fotosintesis

dari lamun, akibat berkurangnya cahaya matahari

yang masuk. Limbah organik menyebabkan

kekeruhan dan sedimentasi tinggi yang berdampak

negatif karena terganggunya cahaya matahari

yang berpengaruh pada fotosintesis (Duarte &

Gattuso 2008). Selain itu keberadaan ekosistem

lamun di stasiun ini merupakan daerah yang

padat dengan lalu lalang kapal karena dekat

dengan pelabuhan Bitung yang berdampak

negatif (Engeman et al. 2008). Sehingga yang

dapat bertahan pada lokasi ini adalah lamun

yang berukuran besar seperti E. acoroides. Hal

ini menjelaskan keberadaan lamun jenis E. acoroides

Stasiun Jumlah Jenis

Lamun

Skor Jumlah Jenis

Alga

Skor Rata-Rata

Tutupan

Skor Total Skor Kondisi

14TL01 1 1 0 1 15 1 3 Buruk

14TL02 1 1 0 1 41,67 3 5 Buruk

14TL03 1 1 0 1 21,67 1 3 Buruk

14TL04 6 5 0 1 50,5 3 10 Medium

14TL05 6 5 0 1 85 7 13 Baik

14TL06 4 3 1 1 80 7 11 Medium

14TL07 7 7 0 1 80 7 15 Baik

14TL08 4 3 0 1 62,5 5 9 Medium

14TL09 2 1 0 1 10,5 1 3 Buruk

Tabel 8. Kondisi ekosistem lamun berdasarkan skoring (Supriyadi 2010)

Page 16: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

240

Rustam dkk.

yang mampu bertahan dengan substrat lumpur

sampai pasir (Gambar 2) pada stasiun-stasiun ini.

Secara keseluruhan ekosistem lamun di

lokasi penelitian dalam kondisi ‘buruk/rusak’ (55.56

%) dan ‘baik’ (44,44 %) berdasarkan KepmenLH no

200 tahun 2004 dan berdasarkan pemboobotan

(Supriyadi 2010) adalah ‘buruk’ (44,44%),

‘medium’ (33,33 %) dan ‘baik’ (22,22 %). Supriyadi

(2010) mendapatkan ekosistem lamun di Toli-Toli

dengan kondisi buruk (9,5 %), sedang (61,9 %) dan

baik/bagus (28,6 %).

Jika pencemaran ini terus berlanjut maka

ekosistem lamun di lokasi akan menghilang karena

kondisi perairan yang tenang dengan limbah daratan

yang masuk cukup besar menyebabkan daun-daun E.

acoroides yang penuh dengan epifit dan alga

sehingga tidak dapat berfotosintesis, hal ini juga

berlaku untuk rhizoma di dasar perairan yang tertutup

sampah plastik.

KESIMPULAN

Lamun yang ditemukan di Pulau Lembeh

dan Tanjung Merah terdapat tujuh spesies lamun

dalam dua famili. Famili Hydrocharitaceae tiga jenis

yaitu E. acoroides, T. hemprichii dan H. ovalis.

Empat jenis dari famili Cymodoceaceae yaitu C.

serrulata, C. rotundata, H. uninervis dan S.

isoetifolium. Kisaran prosentase penutupan rata-

rata antara 10,5% - 85%. Kerapatan individu

lamun perstasiun tertinggi lamun jenis Si

sebesar 1200 ind/m2. Lamun yang memiliki

niilai INP tertinggi adalah E. acoroides.

.Keberadaan lamun di lokasi penelitian

berdasarkan Kepmen LH no 200 tahun 2004

sebagian dalam kondisi kurang baik atau kurang

sehat. Diperlukan regulasi dan aksi yang

melindungi keberadaan lamun, seperti perlunya

transplantasi, penanaman lamun dan peraturan

yang mendukung lainnya. Salah satunya adalah

pembentukan zonasi daerah perlindungan laut

dengan area tertentu dapat dijadikan suatu

regulasi yang baik di daerah yang memiliki tiga

atau salah satu dari ekosistem utama di pesisir,

yaitu ekosistem terumbu karang, mangrove dan

lamun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih kepada Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut

dan Pesisir, Balitbang Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Kelautan dan Perikanan.

DAFTARPUSTAKA

Brower, JE., JH. Zar, & Von Ende. 1990. Field

and Laboratory Methods for General

Ecology.WmC. Brown Publisher. USA.

den Hartog, C. & J. Kuo. 2006. Taxonomy and

biogeography of seagrasses. Dalam :

Larkum, A.W.D., R.J. Orth, & C.M.

Duarte (eds), Seagrasses: Biology,

Ecology and Conservation. Springer.

Netherlands. 1-23.

Duarte, CM. & JP. Gattuso. 2008. Seagrass

meadows. Dalam: Cleveland, C.J. (ed).

Encyclopedia of Earth. Washington DC.

http://www.eoearth.org/view/

article/155952/.

Engeman, RM., JA. Dugnesnel, EM. Cowan,

HT. Smith., SA. Shwiff & M. Karlin.

2008. Assesing boat damage to seagrass

bed habitat in a Florida park farm a

bioeconomic prospective. Journal Coastal

Research. 24(2): 527 -532.

English, S., C. Wilkinson & V. Baker. 1994. Survey

Manual for Tripocal Marine Resources.

ASEAN-Australia Marine Scisence. Project:

Living Coastal Resources. Townsville.

Fachrul, F. 2007. Metode Sampling Bioekologi.

Bumi Aksara Press. Jakarta.

Fitriana, YR. 2006. Keanekaragaman dan

kelimpahan makrozoobentos di hutan

mangrove hasil rehabilitasi Taman Hutan

Raya Ngurah Rai Bali. Jurnal Biodiversitas. 7

(1): 67-72.

Kepmen LH Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 200 tahun 2004.

Tentang kriteria baku kerusakan dan

pedoman penentuan status padang lamun.

Jakarta

Kiswara, W. 2009. Potensi padang lamun

sebagai penyerap karbon: Studi kasus di Pulau

Pari, Teluk Jakarta. Disampaikan dalam PIT

ISOI VI 16-17 November 2009. Jakarta

Page 17: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

241

Ekosistem Lamun sebagai Bioindikator Lingkungan di P. Lembeh,

Kuo, J. & AJ. Mc Comb. 1989. Seagrass taxonomy,

structure and development. Dalam: Larkum,

AWD., AJ. Comb, & SA. Shepherd (eds),

Biology of Seagrasses : a Treatise on the

Biology of Seagrasses with Special Reference

to Australian Region. Elsevier., Amsterdam: 6

-73.

Kuo, J. & C. den Hartog. 2001. Seagrass

identification. Dalam: Short, F.T & R. Coles

(eds.). Global Seagrass Research Methods.

Elsevier Science B.V. Amsterdam. 32 - 58.

Krebs C.J. 1989. Ecological Methodology.

Harper and Row. NY. USA.

Li, Lei & X. Huang. 2012. Three tropical

seagrasses as potential bio-indicators to

trace metal in Xincun Bay, Hainan Island,

South China. Chinese Journal of Oceanology

and Limnology. 30(2):212-224.

McKenzie. LJ., SJ. Campbell, & CA. Roder.

2003. Seagrasswatch: Manual for mapping &

monitring seagrass resources by community

(citizen) volunteers 2sd edition. The state of

Queensland, Department of Primary

Industries, CRC Reef. Queensland..

Phillips, RC., & EG. Menéz 1988. Seagrasses.

smithsonian contributions to the marine

sciences. Smithsonian Institution Press,

Washington D.C.

Rappe, RA. 2010. Population and community

level indicator in assessment of heavy

metal contamination in seagrass ecosystem.

Special section Ocean Pollution. Coastal

marine science 34(1):198 – 204.

River Science. 2013. Using seagrass to understand

the condition of the estuary. Goverment of

Western Australia, Departement of Water.

Short, FT., RG, Coles & C. Pergent-Martini. 2001.

Global seagrass distribution. Dalam: Short, FT

& R. Coles (eds.). Global Seagrass Research

Methods. Elsevier Science B.V. Amsterdam.

5 – 30.

Page 18: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...

PANDUAN PENULIS

Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah disusun dengan urutan: JUDUL (bahasa Indonesia dan Inggris), NAMA PENULIS (yang disertai dengan alamat Lembaga/Instansi), ABSTRAK (bahasa Inggris, dan Indonesia maksimal 250 kata), KATA KUNCI (maksimal 6 kata), PENDAHULUAN, BAHAN DAN CARA KERJA, HASIL, PEMBAHASAN, UCAPAN TERIMA KASIH (jika diperlukan) dan DAFTAR PUSTAKA. Penulisan Tabel dan Gambar ditulis di lembar terpisah dari teks.

Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 maksimum 15 halaman termasuk gambar, foto, dan tabel disertai CD. Batas dari tepi kiri 3 cm, kanan, atas, dan bawah masing-masing 2,5 cm dengan program pengolah kata Microsoft Word dan tipe huruf Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Gambar dalam bentuk grafik/diagram harus asli (bukan fotokopi) dan foto (dicetak di kertas licin atau di scan). Gambar dan Tabel di tulis dan ditempatkan di halaman terpisah di akhir naskah. Penulisan simbol a, b, c, dan lain-lain dimasukkan melalui fasilitas insert, tanpa mengubah jenis huruf. Kata dalam bahasa asing dicetak miring. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi sebanyak 3 eksemplar (2 eksemplar tanpa nama dan lembaga penulis).

Penggunaan nama suatu tumbuhan atau hewan dalam bahasa Indonesia/Daerah harus diikuti nama ilmiahnya (cetak miring) beserta Authornya pada pengungkapan pertama kali.

Pustaka didalam teks ditulis secara abjad.

Contoh penulisan Daftar Pustaka sebagai berikut :

Jurnal : Achmadi, AS., JA. Esselstyn, KC. Rowe, I. Maryanto & MT. Abdullah. 2013. Phylogeny, divesity , and

biogeography of Southeast Asian Spiny rats (Maxomys). Journal of mammalogy 94 (6):1412-123. Buku : Chaplin, MF. & C. Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. Cambridge. Bab dalam Buku : Gerhart, P. & SW. Drew. 1994. Liquid culture. Dalam : Gerhart, P., R.G.E. Murray, W.A. Wood, & N.R.

Krieg (eds.). Methods for General and Molecular Bacteriology. ASM., Washington. 248-277. Abstrak : Suryajaya, D. 1982. Perkembangan tanaman polong-polongan utama di Indonesia. Abstrak Pertemuan

Ilmiah Mikrobiologi. Jakarta . 15 –18 Oktober 1982. 42. Prosiding : Mubarik, NR., A. Suwanto, & MT. Suhartono. 2000. Isolasi dan karakterisasi protease ekstrasellular dari

bakteri isolat termofilik ekstrim. Prosiding Seminar nasional Industri Enzim dan Bioteknologi II. Jakarta, 15-16 Februari 2000. 151-158.

Skripsi, Tesis, Disertasi : Kemala, S. 1987. Pola Pertanian, Industri Perdagangan Kelapa dan Kelapa Sawit di Indonesia.[Disertasi].

Bogor : Institut Pertanian Bogor. Informasi dari Internet : Schulze, H. 1999. Detection and Identification of Lories and Pottos in The Wild; Information for surveys/

Estimated of population density. http//www.species.net/primates/loris/lorCp.1.html.

Page 19: Jurnal Biologi Indonesia - · PDF fileJabatan terakhir almarhumah sebagai Peneliti Madya/IVc di Pusat Penelitian Biologi-LIPI sebagai ahli DNA Molekuler ... Ilmu Kelautan, IPB ...