JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1 44 PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN BANK UMUM SYARIAH TAHUN 2015-2017 Fitri Yunina (Dosen Tetap Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Aceh) Nurul Nisa (Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh) ABSTRAK Penelitian ini dilakukan pada bank umum syariah di Indonesia periode 2015-2017, dengan tujuan untuk menguji pengaruh good corporate governance yang dilihat dari sisi dewan komisaris independen dan komite audit independen terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan rasio Return On Equity (ROE). Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, dengan menggunakan sampling jenuh yang berjumlah 38 bank umum syariah. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan tahunan (annual report), dengan teknik analisis datanya menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris independen dan komite audit independen secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan, namun secara parsial dewan komisaris independen berpengaruh negatif, sedangkan komite audit independen berpengaruh positif. Hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya jumlah anggota dewan komisaris independen menghadirkan kompleksitas tersendiri dalam hal pelaksanaan tugas dan tanggungjawab dewan komisaris, sedangkan banyaknya anggota komite audit independen akan mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap proses akuntansi serta keuangan, sehingga akan memberikan peningkatkan pada kinerja perusahaan. Kata Kunci : Bank Umum Syariah, Kinerja Keuangan, Return On Equity (ROE), Good Corporate Governance (GCG), Dewan Komisaris Independen, dan Komite Audit Independen. PENDAHULUAN Pada hakikatnya suatu perusahaan didirikan untuk mencapai kinerja yang optimal, salah satunya dalam bentuk perolehan laba maksimal. Hal ini dikarenakan dengan perolehan laba maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Upaya-upaya perusahaan dalam menghasilkan laba perlu pengawasan dari dewan komisaris dan komite audit, agar upaya yang telah dilakukan tidak menyalahi ketentuan yang ada. Dengan demikian, adanya dewan komisaris dan komite audit diharapkan dapat memberikan fungsi pengawasan terhadap perusahaan secara objektif dan independen, menjamin pengelolaan yang bersih dan sehatnya operasi perusahaan sehingga dapat mendukung kinerja perusahaan (Veno, 2015). Ditinjau dari sisi pengelolaan perusahaan, pencapaian kinerja keuangan yang optimal tidak terlepas dari faktor tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) (Nizamullah et al, 2014; Prasojo, 2015; Veno, 2015; dan Sarafina dan Saifi, 2017). Hal ini dikarenakan GCG merupakan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang- undangan dan etika berusaha. Disamping itu, prinsip-prinsip dalam penerapan GCG juga diimbangi dengan good faith (bertindak atas iktikad baik), kode etik perusahaan, dan pedoman corporate governance. Penerapan GCG dapat dilihat dari unsur dewan komisaris independen, karena berdasarkan pasal 120 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan anggaran dasar perseroan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
44
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
KINERJA KEUANGAN BANK UMUM SYARIAH
TAHUN 2015-2017
Fitri Yunina
(Dosen Tetap Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Aceh)
Nurul Nisa
(Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh)
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada bank umum syariah di Indonesia periode 2015-2017, dengan tujuan untuk
menguji pengaruh good corporate governance yang dilihat dari sisi dewan komisaris independen dan komite
audit independen terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan rasio Return On Equity (ROE). Penelitian
ini termasuk penelitian kuantitatif, dengan menggunakan sampling jenuh yang berjumlah 38 bank umum
syariah. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa laporan tahunan (annual report), dengan
teknik analisis datanya menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan
komisaris independen dan komite audit independen secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan,
namun secara parsial dewan komisaris independen berpengaruh negatif, sedangkan komite audit independen
berpengaruh positif. Hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya jumlah anggota dewan komisaris
independen menghadirkan kompleksitas tersendiri dalam hal pelaksanaan tugas dan tanggungjawab dewan
komisaris, sedangkan banyaknya anggota komite audit independen akan mengoptimalkan fungsi
pengawasan terhadap proses akuntansi serta keuangan, sehingga akan memberikan peningkatkan pada
kinerja perusahaan.
Kata Kunci : Bank Umum Syariah, Kinerja Keuangan, Return On Equity (ROE), Good Corporate
Governance (GCG), Dewan Komisaris Independen, dan Komite Audit Independen.
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya suatu perusahaan didirikan
untuk mencapai kinerja yang optimal, salah satunya
dalam bentuk perolehan laba maksimal. Hal ini
dikarenakan dengan perolehan laba maksimal
seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat
berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik,
karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan
melakukan investasi baru. Upaya-upaya perusahaan
dalam menghasilkan laba perlu pengawasan dari
dewan komisaris dan komite audit, agar upaya yang
telah dilakukan tidak menyalahi ketentuan yang
ada. Dengan demikian, adanya dewan komisaris dan
komite audit diharapkan dapat memberikan fungsi
pengawasan terhadap perusahaan secara objektif
dan independen, menjamin pengelolaan yang bersih
dan sehatnya operasi perusahaan sehingga dapat
mendukung kinerja perusahaan (Veno, 2015).
Ditinjau dari sisi pengelolaan perusahaan,
pencapaian kinerja keuangan yang optimal tidak
terlepas dari faktor tata kelola perusahaan yang baik
atau good corporate governance (GCG)
(Nizamullah et al, 2014; Prasojo, 2015; Veno, 2015;
dan Sarafina dan Saifi, 2017). Hal ini dikarenakan
GCG merupakan prinsip-prinsip yang mendasari
suatu proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan perundang-
undangan dan etika berusaha. Disamping itu,
prinsip-prinsip dalam penerapan GCG juga
diimbangi dengan good faith (bertindak atas iktikad
baik), kode etik perusahaan, dan pedoman
corporate governance.
Penerapan GCG dapat dilihat dari unsur dewan
komisaris independen, karena berdasarkan pasal
120 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyatakan anggaran dasar perseroan
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
45
dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih
komisaris independen. Selanjutnya pada paragraf
penjelasan dijelaskan komisaris independen yang
ada di dalam pedoman tata kelola perseroan yang
baik (code of good corporate governance) adalah
komisaris dari pihak luar. Pernyataan ini memberi
isyarat akan pentingnya dewan komisaris dalam
menerapkan GCG, hal ini tidak lain karena
kedudukan dewan komisaris sebagai organ
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
direksi (Pasal 1 ayat (6) UU No. 40 Tahun 2007).
Kemudian yang dimaksud dengan independen yaitu
pihak yang tidak terafiliasi (berhubungan) dengan
pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau
anggota dewan komisaris lainnya.
Pasal 121 UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas menjelaskan dalam menjalankan
tugas pengawasan, dewan komisaris dapat
membentuk komite, yang anggotanya seorang atau
lebih adalah anggota dewan komisaris. Komite
audit termasuk salah satu komite paling terkait
dengan tugas pengawasan yang diemban dewan
komisaris, karena perannya sebagai pemeriksa
internal (auditor internal) perusahaan dengan
melaksanakan kajian atas integritas laporan
keuangan, manajemen risiko, dan pengendalian
internal. Keberadaan komite audit yang independen
merupakan salah satu karakteristik komite audit
(Lestari, 2013). Independensi dalam audit
merupakan cara pandang yang tidak memihak di
dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil
pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Hal ini
perlu disadari karena komite audit merupakan pihak
yang menjembatani antara eksternal auditor dan
perusahaan yang juga sekaligus menjembatani
antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan
internal auditor (Sarafina dan Saifi, 2017).
Penelitian ini mengambil tempat pada sektor
bank umum syariah, yang mana berdasarkan survei
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia
(LPPI) menunjukkan penerapan GCG di perbankan
terlihat mulai mengendur ketika maraknya
pembobolan dana ataupun praktik fraud yang telah
menimpa perbankan (Nisaputra, 2018). Selain itu,
tantangan praktik GCG akan lebih besar lagi ketika
industri perbankan mulai mengadopsi teknologi
digital dalam setiap produk dan layanannya.
Mengendurnya penerapan GCG mengindikasikan
melemahnya fungsi pengawasan bank ataupun
semakin besar lingkup pengawasan yang harus
diawasi, yang mana hal tersebut berpotensi
menurunkan kinerja keuangan. Hal ini dapat dilihat
dari perkembangan laba bank umum syariah yang
diukur dengan rasio return on equity (ROE) untuk
menggambarkan pencapaian laba bersih setelah
pajak dengan modal sendiri, yang disajikan pada
Tabel 1.1, secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran II Huruf (A).
Tabel 1.1
Rata-Rata Nilai ROE Bank Umum Syariah
Uraian Tahun
2015
2016
2017
ROE (Laba Bersih
dibagi Total Ekuitas)
-
0,3%
-
1,5%
2,8%
Sumber: Data Diolah (2018)
Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat rata-rata ROE
bank umum syariah selama tahun 2015-2017
berfluktuasi. Pada tahun 2016, nilai rata-rata ROE
sebesar -1,5% atau menurun 1,2% dari tahun 2015.
Namun pada tahun 2017 kembali meningkat 4,3%,
dengan nilai rata-rata ROE sebesar 2,8%.
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
46
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah
dipaparkan, maka dilakukanlah penelitian ini
dengan maksud untuk menguji pengaruh GCG yang
dilihat dari aspek jumlah anggota dewan komisaris
independen dan jumlah anggota komite audit
independen terhadap kinerja keuangan bank umum
syariah. Judul dari penelitian ini yaitu “Pengaruh
Good Corporate Governance Terhadap Kinerja
Keuangan Bank Umum Syariah Tahun 2015-
2017”.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat
diartikan sebagai prospek atau masa depan,
pertumbuhan dan potensi perkembangan yang baik
bagi perusahaan. Menurut Sucipto dalam Wiguna
(2014), pengertian kinerja keuangan adalah
penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat
mengukur keberhasilan suatu organisasi atau
perusahaan dalam menghasilkan laba. Sementara
itu, Fahmi (2012:2) menyatakan kinerja keuangan
adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan
aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan
benar. Pengertian berbeda dinyatakan oleh Harsalim
(2017), yang menyatakan kinerja keuangan
merupakan salah satu faktor yang menunjukkan
efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam
rangka mencapai tujuannya. Efektifitas apabila
manajemen memiliki kemampuan untuk memilih
tujuan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, sedangkan efisiensi diartikan sebagai
suatu perbandingan antara masukan dan keluaran
yaitu dengan masukan tertentu memperoleh
keluaran yang optimal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa kinerja keuangan merupakan prestasi yang
dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu
yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan,
sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan
potensi perkembangan dengan mengandalkan
sumber daya yang ada. Suatu perusahaan dapat
dikatakan berhasil atau berkinerja baik apabila telah
mencapai standar dan tujuan yang telah ditetapkan.
Pengukuran kinerja keuangan dalam penelitian
ini menggunakan aspek laba, karena tujuan akhir
yang ingin dicapai perusahaan adalah memperoleh
laba atau keuntungan maksimal, disamping hal-hal
lainnya. Dengan perolehan laba maksimal seperti
yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat
banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta
meningkatkan mutu produk dan melakukan
investasi baru.
Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG)
merupakan masalah yang tidak akan berakhir dan
terus menjadi bahan pembahasan bagi pelaku bisnis,
akademis, pembuatan kebijakan dan lain sebagainya
(Fariaty, 2016). Perhatian terhadap GCG kian
meningkat seiring banyak bermunculan masalah
skandal keuangan di lingkungan bisnis. Konsep
GCG telah banyak dikemukakan oleh banyak ahli
sebagai alat kontrol dan pengawasan terhadap
kinerja manajemen. Pengertian GCG menurut
Sutedi dalam Fariaty (2016) adalah suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ perusahaan
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundang–
undangan dan nilai–nilai etika.
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
47
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa GCG merupakan prinsip-prinsip yang
mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan perundang-
undangan dan etika berusaha, dengan menerapkan
prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran.
Prinsip-prinsip dalam penerapan GCG hendaknya
diimbangi dengan good faith (bertindak atas iktikad
baik), kode etik perusahaan, dan pedoman
corporate governance, agar visi dan misi
perusahaan dapat terwujud.
Dewan Komisaris
Menurut UU No. 40 Tahun 2007, dewan
komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada direksi. Komite Nasional Kebijakan
Goovernance (2012:7) menjelaskan dewan
komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas
dan bertanggungjawab secara kolektif. Dengan
demikian keputusan dewan komisaris merupakan
keputusan bersama dari dewan komisaris.
Pembagian tugas diantara dewan komisaris bukan
dimaksudkan untuk mengambil keputusan tetapi
untuk memperdalam hal‐hal yang perlu diputuskan
oleh dewan komisaris. Kedudukan masing‐masing
anggota dewan komisaris, termasuk komisaris
utama adalah setara. Tugas komisaris utama sebagai
primus interpares adalah mengkoordinasikan
kegiatan dewan komisaris.
Ukuran dewan komisaris dapat dilihat dari
proporsi dewan komisaris independen, yaitu dewan
komisaris yang tidak berasal dari dalam perusahaan
(Sarafina dan Saifi, 2017). KNKG dalam Fariaty
(2016) menjelaskan komisaris independen adalah
anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi
dengan manajemen, anggota dewan komisaris
lainnya dan pemegang saham pengendali, serta
bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata
demi kepentingan perusahaan. Komisaris
independen dapat bertindak sebagai penengah
dalam perselisihan yang terjadi diantara manajer
internal. Tindakan lain yang dapat dilakukan oleh
komisaris independen yaitu mengawasi kebijakan
manajemen serta memberikan nasihat kepada
manajemen.
Komite Audit
Thesarani (2016) menjelaskan komite audit
adalah auditor internal yang dibentuk dewan
komisaris dengan tugas melakukan pemantauan dan
evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan
pengendalian intern perusahaan. Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006
tentang pelaksanaan GCG, jumlah anggota komite
audit minimal 3 (tiga) orang. Komite audit ini
merupakan orang yang melakukan pengawasan
terhadap perusahaan. Adanya komite audit
diharapkan mampu mengontrol dan memonitor
keputusan yang dilakukan manajer itu sudah benar
yang berarti bahwa keputusan tidak memihak satu
pihak, namun mengikat semua pihak yang
berkepentingan di dalam perusahaan.
Salah satu karakteristik komite audit yaitu
independensi komite audit. Independensi
merupakan karakteristik komite audit terpenting
yang harus dimiliki dalam memenuhi peran
pengawasannya terhadap manajemen perusahaan
yang juga akan memiliki dampak pada baik
buruknya kinerja perusahaan. Independensi dalam
audit merupakan cara pandang yang tidak memihak
di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
48
pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit.
Independensi komite audit tidak dapat dipisahkan
dari moralitas yang melandasi integeritasnya. Hal
ini perlu disadari karena komite audit merupakan
pihak yang menjembatani antara eksternal auditor
dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani
antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan
internal auditor.
Kerangka Pemikiran
1. Hubungan Anggota Dewan Komisaris
Independen dengan Kinerja Keuangan
Komisaris independen memiliki peran sebagai
mediator antara manajer, auditor, serta pemegang
saham. Teori keagenan mengindikasikan terdapat
asimetri informasi antara manajer sebagai agent dan
pemilik atau pemegang saham sebagai principal
(Lestari, 2013). Oleh karena itu, untuk mengurangi
konflik kepentingan antara principal dan agent
dapat dilakukan dengan cara memperbanyak
proporsi dewan komisaris independen dalam suatu
perusahaan yang memiliki peran sebagai mediator,
karena komisaris independen merupakan sebuah
posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan
supaya tercipta suatu perusahaan yang good
corporate governance. Thesarani (2016)
mengemukakan dewan komisaris memiliki 2 (dua)
fungsi yaitu fungsi service dan fungsi kontrol.
Fungsi service yaitu dewan komisaris dapat
memberikan konsultasi dan nasihat manajemen
(direksi), sedangkan fungsi kontrol yang dapat
dilakukan oleh dewan komisaris diambil dari teori
agensi. Dari perspektif teori agensi, dewan
komisaris mewakili mekanisme internal utama
untuk mengontrol perilaku oportunistik manajemen
sehingga dapat menyelaraskan kepentingan
pemegang saham dan manajer.
Penelitian mengenai dewan komisaris terhadap
kinerja keuangan memiliki hasil yang beragam.
Semakin besar ukuran dewan komisaris dapat
berakibat pada semakin buruknya kinerja yang
dimiliki perusahaan (Yermack 1996 dalam Hutami
2014). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan
adanya agency problem, yaitu semakin besar ukuran
dewan komisaris maka akan mengalami kesulitan
dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan
dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari
masing-masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan
dalam mengawasi dan mengendalikan tindakan
manajemen, serta kesulitan dalam mengambil
keputusan. Namun Chtourou et al dalam Hutami
(2014) menyatakan dengan ukuran dewan komisaris
yang semakin besar, maka monitoring manajemen
perusahaan juga akan semakin baik. Hal ini
didukung oleh perspektif bahwa dengan adanya
komisaris independen diharapkan dapat
memberikan fungsi pengawasan terhadap
perusahaan secara objektif dan independen,
menjamin pengelolaan yang bersih dan sehatnya
operasi perusahaan sehingga dapat mendukung
kinerja perusahaan (Jones dalam Veno, 2015).
2. Hubungan Anggota Komite Audit
Independen dengan Kinerja Keuangan
Komite audit bertujuan untuk membantu
dewan komisaris dalam memastikan efektivitas
sistem pengendalian intern dan efektivitas
pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal.
Hutami (2014) menjelaskan komite audit membantu
dewan komisaris dalam menjalankan fungsi
kepengawasannya dengan melaksanakan kajian atas
integritas laporan keuangan, manajemen risiko dan
pengendalian internal. Selain itu, komite audit juga
bertanggungjawab atas kepatuhan perusahaan
terhadap ketentuan hukum dan perundang-
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
49
undangan, sehingga keberadaannya mencerminkan
pengelolaan perusahaan yang baik (GCG). Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan
komite audit bahwa komite audit dibentuk oleh
dewan komisaris dan anggotanya terdiri dari
komisaris serta pihak-pihak luar independen dan
memiliki keahlian, pengalaman dan kualitas yang
diperlukan. Keberadaan komite audit yang
independen merupakan salah satu karakteristik
komite audit (Lestari, 2013). Independensi
merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh
komite audit. Peran dari adanya komite audit yang
independen diharapkan dapat mengurangi perilaku
oportunistik yang dilakukan oleh para manajer
perusahaan. Perilaku tersebut akan dapat
menimbulkan masalah keagenan karena adanya
perbedaan kepentingan antara para manajer dengan
pemilik perusahaan, sehingga dengan adanya
komite audit yang independen diharapkan dapat
mengurangi asimetri informasi yang timbul dari
masalah keagenan tersebut. Selain itu, peran dari
keberadaan komite audit yang independen
diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi
pengawasan terhadap manajemen perusahaan dalam
mengelola dana yang telah diinvestasikan oleh
pemilik perusahaan, sehingga manajemen dapat
bertindak sesuai dengan yang diharapkan dewan
komisaris.
Semakin banyak komite audit independen yang
dimiliki perusahaan, maka akan memberikan
perlindungan para stakeholder dan semakin
optimalnya fungsi pengawasan terhadap proses
akuntansi serta keuangan, sehingga akan
memberikan peningkatkan pada kinerja perusahaan.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Siallagan dan
Machfoedz dalam Lestari (2013), yang
membuktikan keberadaan komite audit memiliki
pengaruh positif terhadap kualitas laba dan nilai
perusahaan.
Kerangka pemikiran yang dikemukakan di atas
menunjukkan hubungan-hubungan antar variabel
yang digunakan dalam penelitian ini. Hubungan-
hubungan tersebut juga dapat dilihat secara
skematis pada Gambar 2.1.
Dewan Komisaris
(X1)
Komite Audit
(X2)
Kinerja Keuangan
(Y)
Gambar 2.1 – Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah
dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis dalam
penelitian ini yaitu:
H1 : Anggota dewan komisaris independen dan
komite audit independen secara simultan
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
bank umum syariah
H2 : Anggota dewan komisaris independen
secara parsial berpengaruh terhadap kinerja
keuangan bank umum syariah
H3 : Anggota komite audit independen secara
parsial berpengaruh terhadap kinerja
keuangan bank umum syariah.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perbankan syariah di Indonesia yang berjumlah
sebanyak 38 bank umum syariah. Dikarenakan
jumlah populasi yang tersedia relatif sedikit
jumlahnya, maka penelitian ini menggunakan
sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
50
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana
semua anggota populasi dijadikan sampel
(Sugiyono, 2012:122). Adapun bank umum syariah
yang menjadi populasi dan sampel dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Bank Umum Syariah di Indonesia
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2018)
Teknik Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi linear berganda, yang
bertujuan untuk menguji pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Persamaan
regresi linear dalam penelitian ini yaitu:
Keterangan :
= Kinerja keuangan
= Konstanta
= Jumlah anggota dewan komisaris
independen
= Jumlah anggota komite audit independen
β β = Nilai koefisien regresi
= Epsilon (error term)
Rancangan Pengujian Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis secara
simultan:
H01 : βᵢ = 0 Jumlah anggota dewan komisaris
independen dan komite audit independen
tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan bank umum syariah tahun
2015-2017.
Ha1 : βᵢ ≠ 0 Jumlah anggota dewan komisaris
independen dan komite audit independen
berpengaruh terhadap kinerja keuangan
bank umum syariah tahun 2015-2017.
Rancangan pengujian hipotesis secara parsial:
H02 : β1 = 0 Jumlah anggota dewan komisaris
independen tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan bank umum syariah
tahun 2015-2017.
Ha2: β1 ≠ 0 Jumlah anggota dewan komisaris
independen berpengaruh terhadap
kinerja keuangan bank umum syariah
tahun 2015-2017.
H03 : β2 = 0 Jumlah anggota komite audit
independen tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan bank umum syariah
tahun 2015-2017.
Ha3: β2 ≠ 0 Jumlah anggota komite audit
independen berpengaruh terhadap
kinerja keuangan bank umum syariah
tahun 2015-2017.
HASIL PENELITIAN
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan statistik yang
digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa membuat keputusan.
Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi
penentuan nilai minimum, maksimum, nilai rata-
rata, dan standar deviasi, yang dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1
1 Bank Aceh Syariah × √ √
2 Bank Muamalat Indonesia √ √ √
3 Bank Victoria Syariah √ √ √
4 Bank BRI Syariah √ √ √
5 Bank BNI Syariah √ √ √
6 Bank Syariah Mandiri √ √ √
7 Bank Mega Syariah √ √ √
8 Bank Panin Dubai Syariah √ √ √
9 Bank Syariah Bukopin √ √ √
10 Bank BCA Syariah √ √ √
11 Bank Maybank Syariah √ √ √
12 Bank BJB Syariah √ √ √
13 Bank BTPN Syariah √ √ √
12 13 13
Catatan: Bank Aceh Mulai Beroperasi secara Syariah pada Tahun 2016
Jumlah
2016 2017Nama Bank 2015No
JURNAL AKUNTANSI MUHAMMADIYAH
Edisi : Juli – Desember 2019 VOL. 10 NO. 1
51
Statistik Deskriptif
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui nilai (n)
sebanyak 38, yang berarti bahwa jumlah populasi
dalam penelitian ini adalah sebanyak 38 bank
umum syariah, dengan rinciannya pada tahun 2015
terdapat 12 bank umum syariah dan pada tahun
2016-2017 masing-masing jumlahnya 13 bank
umum syariah. Kemudian pada tabel di atas juga
dapat diketahui nilai minimum, maksimum, rata-
rata, dan standar deviasi (penyimpangan data) dari
masing-masing variabel yang digunakan.
Statistik deskriptif variabel kinerja keuangan
memiliki nilai minimum sebesar 0,000 yang
mengindikasikan adanya beberapa bank umum
syariah yang menderita kerugian, dengan kerugian
terbesar diderita oleh Bank BJB Syariah pada tahun
2016 dengan nilainya sebesar -47,3%. Kemudian
nilai maksimum kinerja keuangan sebesar 0,297
atau 29,7% yang diraih oleh Bank BTPN Syariah
pada tahun 2017. Nilai rata-rata kinerja keuangan
sebesar 0,055 atau 5,5% dengan tingkat
penyimpangan data sebesar 0,070, hal ini berarti
bahwa kecenderungan perubahan data (variabilitas)
variabel kinerja keuangan sebesar 7,0% selama
periode penelitian.
Berikutnya statistik deskriptif variabel jumlah
anggota dewan komisaris independen memiliki nilai
minimum sebesar 0,500 atau 50,0% yang terdapat
pada Bank Muamalat Indonesia tahun 2015, Bank
Syariah Bukopin, Bank BJB Syariah, dan Bank
BTPN Syariah tahun 2017. Kemudian nilai
maksimum variabel tersebut sebesar 1,000 atau
100% yang terdapat pada Bank Muamalat Indonesia
tahun 2017, Bank Victoria Syariah tahun 2015, dan
Bank Mega Syariah. Jumlah rata-rata anggota
dewan komisaris independen sebesar 0,662 atau
66,2% dengan tingkat penyimpangan data sebesar
0,157, hal ini berarti bahwa variabilitas anggota
dewan komisaris independen sebesar 15,7% selama
periode penelitian.
Kemudian statistik deskriptif variabel jumlah
anggota komite audit independen memiliki nilai
minimum sebesar 0,333 atau 33,3% yang terdapat
pada Bank Victoria Syariah, dan nilai
maksimumnya sebesar 1,000 atau 100% yang
terdapat pada Bank BRI Syariah tahun 2017, Bank
BNI Syariah, Bank Mega Syariah, dan beberapa
bank umum syariah lainnya. Jumlah rata-rata
anggota komite audit independen sebesar 0,865 atau
86,5% dengan tingkat penyimpangan data sebesar
0,201, hal ini berarti bahwa variabilitas anggota
komite audit independen sebesar 20,1% selama
periode penelitian.
Pengujian Regresi Linear Berganda
Pengujian regresi linear dilakukan untuk
menguji pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen. Dikarenakan penelitian ini
menggunakan variabel independen ganda (lebih dari
satu variabel independen), maka pengujian regresi
linear yang digunakan adalah regresi linear
berganda, dengan hasilnya dapat dilihat pada Tabel