Volume I : Nomor 1, Juni 2016 ISSN. 2460-7045 ` Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Unsurya REKSADANA SAHAM : METODE ALTERNATIF INVESTASI REKSADANA PADA 5 MANAJER INVESTASI DENGAN KELOLAAN TERBESAR DI INDONESIA PERIODE 2006 -2015 Dedi Wibowo san Sandi Nugraha Sutanto ANALISIS FINANCIAL DISTRES DENGAN PENDEKATAN ALTMAN Z-SCORE PADA PT. BUMI RESOURCES Tbk PERIODE 2010 - 2014 Tutik Siswanti dan Budira Gulo ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN RASIO CAMELS SEBAGAI ALAT UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS BANK UMUM YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Pratiwi Prima Eka Boru Situmorang ANALISIS PERBANDINGAN METODE FULL COSTING DENGAN METODE VARIABLE COSTING DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA UD. MEKARSARI Tutik Siswanti ANALISIS PENGARUH LABA BERSIH SEBELUM PAJAK DAN TOTAL ASET TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERUSAHAAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Tutik Siswanti dan Kharima PENERBIT : FAKULTAS EKONOMI-UNSURYA
82
Embed
Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Unsurya - Fakultas Ekonomife.universitassuryadarma.ac.id/wp-content/uploads/2017/...Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Unsurya Volume I : Nomor 1 - Juni 2016 ISSN.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Volume I : Nomor 1, Juni 2016 ISSN. 2460-7045
`
Jurnal Akuntansi Dan Bisnis
Unsurya
REKSADANA SAHAM : METODE ALTERNATIF INVESTASI REKSADANA PADA 5 MANAJER INVESTASI DENGAN KELOLAAN TERBESAR DI INDONESIA PERIODE 2006 -2015 Dedi Wibowo san Sandi Nugraha Sutanto
ANALISIS FINANCIAL DISTRES DENGAN PENDEKATAN ALTMAN Z-SCORE PADA PT. BUMI RESOURCES Tbk PERIODE 2010 - 2014 Tutik Siswanti dan Budira Gulo
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DENGAN MENGGUNAKAN RASIO CAMELS SEBAGAI ALAT UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS BANK UMUM YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Pratiwi Prima Eka Boru Situmorang ANALISIS PERBANDINGAN METODE FULL COSTING DENGAN METODE VARIABLE COSTING DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA UD. MEKARSARI Tutik Siswanti ANALISIS PENGARUH LABA BERSIH SEBELUM PAJAK DAN TOTAL ASET TERHADAP RETURN ON ASSETS (ROA) PADA PERUSAHAAN PROPERTY YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Tutik Siswanti dan Kharima
PENERBIT : FAKULTAS EKONOMI-UNSURYA
Jurnal Akuntansi Dan Bisnis Unsurya
Volume I : Nomor 1 - Juni 2016 ISSN. 2460-7045
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
PENANGGUNG JAWAB Dekan Fakultas Ekonomi
PIMPINAN REDAKSI Tutik Siswanti, SE, MSi
ANGGOTA REDAKSI Gumelar Hidayat, SE, MM
Kurniawan Yuli Asmoro, SE, Ak, MSi Drs. Suparman, SE, Ak, MM, CA, CPA
Pratiwi P.E. Boru Situmorang, SE, Ak, M.Ak
Desain/Layout Dian Wijayanti, SE
SEKRETARIAT Rita Intan Permatasari, S.TP, MM
ALAMAT REDAKSI
Fakultas Ekonomi - Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma
Jl. Angkasa Komplek Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta Timur – 13610
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti metode investasi manakah yang akan memberikan tingkat imbal hasil yang lebih baik diantara metode lump sum dan metode dollar-cost averaging. Penelitian ini juga meneliti apakah metode dollar-cost averaging dapat dimodifikasi dengan cara menggunakan kinerja IHSG dan/atau nilai tukar USD/IDR sebagai penentuan waktu investasi untuk menghasilkan imbal hasil yang lebih baik. Dari hasil pengujian backtesting, jika mempertimbangkan faktor time value of money, metode dollar-cost averaging akan memberikan tingkat imbal hasil yang lebih baik daripada metode lump sum untuk periode investasi 5, 8 dan 10 tahun.
Kata Kunci: backtesting, dollar-cost averaging, lump sum, mutual fund,
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Prinsip investasi adalah
mengorbankan sesuatu saat ini dengan
ekspektasi mendapatkan sesuatu dari
pengorbanan tersebut di masa yang akan
datang (Bodie, Kane, dan Marcus,
2013).proses investasi berdasarkan aktivitas
investor dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
asset allocation yang merupakan aktivitas
alokasi atau pembagian suatu portofolio ke
dalam beberapa jenis asetdan security
selection yang merupakan aktivitas
pemilihan aset spesifik di suatu jenis aset
(Bodie, Kane, dan Marcus, 2013). Konsep
Asset allocation dan security selection
secara mudah dapat dilakukan oleh
investor yang berpengalaman, namun akan
sulit dilakukan oleh investor awam.
Produk reksa dana yang merupakan
salah satu produk pasar modal dapat
digunakan sebagai solusi. Reksa dana
merupakan produk yang dikelola secara
profesional oleh Manajer Investasi yang
berbadan hukum (Nurjanah, 2015).
Manajer investasi tersebut memiliki tenaga
kerja profesional yang menganalisis kinerja
produk pasar modal dan aset finansial
untuk dikombinasikan menjadi suatu
portofolio. Karakteristik portofolio di
implementasikan dalam bentuk
diversifikasi/membagi risiko ke dalam
beberapa jenis aset finansial dengan tujuan
memperoleh return yang optimal. Dengan
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
2
kata lain, Manajer investasi akan
melakukan aktivitas asset allocation dan
security selection untuk investor.
Secara umum ada 4 metode investasi
yang dapat digunakan yaitu lump sum
investing, buy and hold strategy, value
averaging dan dollar-cost averaging
(Leggio & Lien, 2001). Lump sum investing
mengharuskan investor untuk menanamkan
dana yang dimiliki secara sekaligus pada
satu titik waktu. Keuntungan dari metode
ini adalah investor menentukan alokasi aset
yang optimal, membeli aset tersebut dan
segara mendapatkan imbal hasil dari
investasi yang dilakukan. Kelemahan dari
metode ini adalah ada kemungkinan
investor memilih waktu yang kurang tepat
dalam menanamkan dananya ketika pasar
sedang tinggi. Buy and hold strategy
menggunakan pembagian alokasi aset ke
dalam aset yang lebih berisiko dan aset
yang lebih aman. Kelebihan dari metode ini
adalah investor dapat menentukan di awal
estimasi imbal hasil yang diinginkan.
Kelemahan dari metode ini adalah ada
kemungkinan kesalahan alokasi aset seiring
dengan meningkatnya risiko aset dan
ekspektasi imbal hasil.
Value averaging memberikan
kesempatan bagi investor untuk mengambil
keuntungan dari fluktuasi harga yang
terjadi, menambah porsi dana ketika harga
rendah dan mengurangi porsi dana ketika
harga tinggi. Metode ini cocok digunakan
untuk produk yang berfluktuasi. Kelemahan
dari metode ini adalah investor harus
disiplin dalam melaksanakannya dan
menyiapkan dana untuk menambah porsi
investasi ketika harga rendah. Dollar-cost
averaging mengharuskan investor untuk
menanamkan dana dalam jumlah yang
sama secara regular dalam waktu yang
ditentukan di awal. Kelebihan dari metode
ini adalah sederhana, tidak memerlukan
partisipasi aktif dari investor dan
membutuhkan biaya yang lebih kecil
daripada investasi dengan pengelolaan aktif
untuk rebalancing. Kelemahan dari metode
ini berdasarkan beberapa penelitian yang
dilakukan adalah tidak optimalnya imbal
hasil jika dibandingkan dengan metode
yang lain.Metode investasi yang digunakan
dalam industri reksa dana di Indonesia
hanya 2 (Rudiyanto, 2015), yaitu lump sum
dan dollar-cost averaging. Dengan
pertimbangan karakteristik yang berbeda
antara lump sum dan dollar-cost averaging
serta didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Dunham dan Friesen
(2012), penelitian ini menggunakan asumsi
bahwa metode dollar-cost averaging dapat
ditingkatkan kinerjanya. Perbedaan antara
penelitian yang dilakukan oleh Peneliti
dengan penelitian Dunham dan Friesen
(2012) adalah Peneliti akan menggunakan
faktor makro ekonomi sebagai penentuan
waktu investasi sehingga dapat diperoleh
imbal hasil yang lebih optimal. Penggunaan
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
3
faktor makro ekonomi ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Jank (2012)
dimana ditemukan adanya reaksi investor
reksa dana terhadap info makro ekonomi.
Dari beberapa faktor makro ekonomi dan
pasar modal yang ada, Peneliti akan
menggunakan Indeks Harga Saham
Gabungan dan Nilai Tukar USD/IDR untuk
menentukan waktu investasi. Pemilihan 2
faktor ini didukung oleh penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya oleh Prasthiwi
(2008), Suwito (2012) dan Amalia (2015)
yang menemukan bahwa Indeks Harga
Saham Gabungan dan Nilai Tukar
USD/IDR berpengaruh pada return reksa
dana saham. Penelitian yang dilakukan oleh
Octavianus (2014) menginformasikan
adanya penggunaan data makro ekonomi
oleh investor dalam melakukan timing
investasi.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari penjabaran latar belakang di
atas, maka dua permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah metode dollar-cost averaging
memberikan kinerja imbal hasil yang
lebih kecil atau lebih besar jika
dibandingkan metode lump sum pada
beberapa pilihan jangka waktu investasi
(1 tahun, 3 tahun, 5 tahun, 8 tahun dan
10 tahun) dengan menggunakan
backtesting?
2. Apakah metode dollar-cost averaging
dapat ditingkatkan imbal hasilnya
dengan cara menambahkan faktor
variabel makro ekonomi berupa Indeks
Harga Saham Gabungan dan/atau Nilai
Tukar USD/IDR dalam pengambilan
keputusan kapan investasi dilakukan?
2. LANDASAN TEORI
Berdasarkan tipe investor dan
peluang untuk jual kembali, terdapat dua
jenis reksa dana (Nurjanah, 2015):
1. Close-Ended Funds atau reksa dana
tertutup dimana reksa dana ini hanya
bisa ditransaksikan pada jangka waktu
yang telah ditentukan sebelumnya. Jika
tidak ada waktu khusus untuk penjualan
kembali, maka investor harus
memegang sampai dengan jatuh tempo.
Pada reksa dana tertutup tidak
dimungkinkan untuk terjadi
penambahan jumlah investor dan ada
tanggal jatuh temponya.
2. Open-Ended Funds atau reksa dana
terbuka dimana investor dapat
mentransaksikan reksa dana pada setiap
hari kerja bursa. Investor bebas untuk
beli dan jual sesuai keputusan masing-
masing. Dari segi jumlah investor, tidak
ada batasan dalam artian jumlah bisa
bertambah dan berkurang seiring dengan
usia reksa dana tersebut.
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
4
Dilihat dari portfolio investasinya,
Reksa Dana dapat dibedakan menjadi
(ww.idx.co.id):
1. Reksa Dana Pasar Uang (Money Market
Funds)
Reksa Dana jenis ini hanya melakukan
investasi pada Efek bersifat Utang
dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu)
tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga
likuiditas dan pemeliharaan modal.
Instrumen investasi ditempatkan, antara
lain pada deposito berjangka (Time
Deposit), sertifikat deposito (certificate
of deposit), Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), dan Surat Berharga Pasar Uang
(SBPU). Efek bersifat utang dengan
jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun
akan memiliki tingkat risiko yang
rendah sehingga tingkat pengembalian
yang dihasilkan juga akan rendah. Reksa
dana pasar uang mungkin cocok
ditawarkan untuk investor dengan
horizon investasi pendek hingga
menengah.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed
Income Funds)
Reksa dana jenis ini melakukan
investasi sekurang-kurangnya 80% dari
asetnya dalam bentuk efek bersifat surat
utang seperti obligasi yang diterbitkan
oleh pemerintah maupun korporasi baik
swasta maupun BUMN. Jenis reksa
dana ini mengandalkan penghasilannya
dari kupon yang didapatkan dari
obligasi. Umumnya instrumen efek yang
digunakan oleh Manajer Investasi
adalah instrumen yang diterbitkan oleh
Pemerintah dalam bentuk obligasi dan
juga obligasi korporasi dengan rating
yang layak investasi. Reksa dana
pendapatan tetap memiliki risiko yang
relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar
Uang. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan tingkat pengembalian
yang stabil.
3. Reksa Dana Saham (Equity Funds)
Reksa dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari asetnya
dalam bentuk efek bersifat
ekuitas/saham. Investor yang
berinvestasi pada reksa dana saham
mungkin akan mendapatkan imbal hasil
berupa dividen dan capital gain yang
terrefleksi pada NAB reksa dana.
Karena investasinya dilakukan pada
saham, maka risikonya lebih tinggi dari
dua jenis reksa dana sebelumnya namun
menghasilkan tingkat pengembalian
yang tinggi.
4. Reksa Dana Campuran (Discretionary
Funds)
Reksa Dana Campuran merupakan reksa
dana yang menggunakan strategi
investasi pada instrumen utang dan
saham tetapi dengan alokasi yang tidak
melekat pada batas reksa dana
pendapatan tetap dan reksa dana saham.
Reksa dana campuran mungkin cocok
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
5
bagi investor yang ingin mendapatkan
imbal hasil lebih tinggi daripada reksa
dana pendapatan tetapi tetapi dengan
tingkat risiko yang terbatas.
5. Reksa Dana Terproteksi (Protected
Funds)
Merupakan jenis reksa dana yang
memberikan perlindungan/proteksi atas
nilai pokok investasi investor. Ciri khas
yang dimiliki oleh reksa dana terproteksi
adalah adanya tanggal jatuh tempo.
Portofolio reksa dana terproteksi
umumnya terdiri dari efek yang bersifat
utang yang dibeli pada harga diskon.
Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau Net
Asset Value (NAV) per Saham/Unit
Penyertaan adalah Harga Pasar Wajar dari
portofolio suatu reksa dana setelah
dikurangi biaya operasional kemudian
dibagi jumlah Saham/Unit Penyertaan yang
telah beredar (dimiliki investor) pada saat
tersebut (Nurjanah, 2015). Penghitungan
NAB atau disebut juga valuasi ini untuk
mengetahui berapa nilai aset investasi dari
reksa dana tersebut sehingga dapat
diketahui berapa perkembangan aset
investasi sampai pada periode tertentu.
Nilai pasar wajar (fair market value)
dari efek-efek dalam portofolio tersebut
adalah nilai yang diperoleh, misalnya nilai
transaksi efek yang dilakukan secara wajar
(bebas dan tanpa paksaan/likuidasi) atau
nilai sebagaimana ditentukan dalam
peraturan atau ditentukan oleh suatu
lembaga tertentu seperti Lembaga Penilai
Harga Efek (LPHE) (Nurjanah, 2015).
Berdasarkan peraturan mengenai reksa
dana, telah ditentukan NAB awal
diterbitkan Reksa Dana KIK untuk setiap
Unit Penyertaan dari Reksa Dana wajib
ditetapkan sebesar Rp1.000,- (seribu
rupiah). Sedangkan Reksa Dana yang
menggunakan denominasi mata uang asing,
maka NAB awal diterbitkan untuk setiap
Unit Penyertaan dari Reksa Dana wajib
ditetapkan sebesar US$1 (satu dolar
Amerika Serikat) atau EUR1 (satu Euro).
Perhitungan NAB reksa dana dilakukan
oleh Bank Kustodian, namun pemilihan
metode pasar wajar dari efek-efek dalam
portofolio efek reksa dana ditentukan oleh
Manajer Investasi (Nurjanah, 2015). Nilai
Pasar Wajar Portofolio Efek Reksa Dana
disampaikan Manajer Investasi kepada
Bank Kustodian pada akhir hari bursa yang
bersangkutan. Untuk selanjutnya, NAB
akan senantiasa dihitung sesuai dengan
peraturan yang berlaku seperti pada reksa
dana konvensional yaitu setiap hari bursa,
sehingga penetapan Nilai Pasar Wajar
setiap Efek yang ada dalam Portofolio Efek
juga ditentukan setiap hari bursa. Masing-
masing efek memiliki metode untuk
Penentuan Nilai Pasar Wajar, seperti untuk
efek saham, Nilai Pasar Wajar dari saham-
saham di bursa efek adalah harga saham
tersebut pada setiap akhir hari bursa. NAB
diumumkan oleh Bank Kustodian di media
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
6
massa, seperti pada koran-koran tertentu.
Banyak Manajer Investasi juga yang telah
mencantumkan NAB pada website mereka
masing-masing atau media daring (online)
lainnya sehingga investor dapat dengan
mudah memantau NAB suatu reksa dana.
3. METODE PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membandingkan metode investasi di
reksa dana saham yang ada saat ini (metode
lump sum dan metode dollar-cost
averaging) dan melihat apakah ada
alternatif metode berinvestasi di reksa dana
saham selain kedua metode tersebut.
Peneliti mengusulkan penggunaan faktor
makro ekonomi sebagai penentuan waktu
investasi sehingga dapat diperoleh imbal
hasil yang lebih optimal. Peneliti akan
menggunakan return dari Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) saja, kurs
USDIDR saja dan kombinasi dari IHSG
dan kurs USDIDR untuk menentukan
waktu investasi.
Usulan metode ini menggunakan
konsep dasar yang sama dengan Dollar-
Cost Averaging dimana investor
menanamkan dana secara rutin (bulanan)
tetapi perbedaannya pada mekanisme
penentuan kapan investor masuk ke reksa
dana saham. Peneliti akan menggunakan
return variabel IHSG saja, kurs USDIDR
saja dan kombinasi keduanya dimana jika
pada hari kerja sebelumnya variabel
mengalami koreksi/return bernilai negatif,
maka pada hari kerja berikutnya investor
akan masuk ke reksa dana saham.
Mekanisme ini dilakukan untuk return
negatif pertama di setiap bulannya dan
dilakukan selama periode pengamatan.
Dari ketiga metode (lump sum,
dollar-cost averaging dan usulan metode
baru) yang ada, masing-masing metode
akan dilakukan backtesting selama 1 tahun,
3 tahun, 5 tahun, 8 tahun dan 10 tahun
sehingga dapat dipetakan untuk masing-
masing metode apakah ada perbedaan dari
return yang dihasilkan. Jika ditemukan
perbedaan atau suatu pola tertentu, maka
Peneliti akan dapat memetakan untuk
masing-masing periode investasi (1, 3, 5, 8
dan 10 tahun) metode investasi mana yang
dapat memberikan return lebih tinggi
dibandingkan metode lainnya. Pada tahap
awal penelitian, Peneliti memiliki
ekspektasi bahwa metode Dollar-Cost
Averaging akan memberikan return yang
lebih rendah daripada metode Lump Sum
untuk kondisi pasar yang cenderung positif
dalam jangka panjang.
Obyek penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh reksa
dana saham yang diterbitkan oleh 5
Manajer Investasi (MI) terbesar
berdasarkan dana kelolaan pada akhir tahun
2015. Kelima MI tersebut mewakili 51%
dari total dana kelolaan reksa dana yang
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
7
dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Bapepam.Kelima MI tersebut yaitu
Schroder Investment Management
Indonesia, Mandiri Manajemen Investasi,
BNP Paribas Investment Partners, Bahana
TCW Investment Management, dan Batavia
Prosperindo Aset Manajemen. Karena
periode pengamatan backtesting terbesar
selama 10 tahun, maka reksa dana saham
yang dapat digunakan adalah reksa dana
saham yang diterbitkan sebelum bulan
Januari 2006. Berdasarkan batasan
backtesting tersebut, maka reksa dana
saham yang akan diteliti lebih lanjut
adalah:
Tabel 1. Daftar Reksa Dana Saham
yang akan dilakukan backtesting
4. HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini, selain melakukan
backtesting menggunakan metode Lump
Sum dan Dollar-Cost Averaging terhadap
harga harian dari 9 reksa dana saham,
Peneliti juga melakukan backtesting
terhadap tolok ukur (benchmark) kinerja
reksa dana saham. Hal ini dilakukan untuk
melihat apakah reksa dana saham yang
diteliti pada masing-masing periode
pengamatan mampu menghasilkan kinerja
yang lebih baik daripada tolok ukur.
Peneliti menggunakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) sebagai tolok ukur
sebagaimana tercantum pada dokumen
Fund Fact Sheet masing-masing reksa dana
saham.
4.1. Analisis Data
4.1.1. Backtesting metode Lump Sum
Peneliti melakukan backtesting untuk
beberapa periode (1, 3, 5, 8 dan 10 tahun)
untuk melihat bagaimana kinerja metode
Lump Sum terhadap jangka waktu investasi
yang dimiliki oleh investor. Pada
backtesting metode Lump Sum, investor
dikondisikan memiliki titik awal investasi
yang sama, yaitu pada hari kerja pertama di
bulan Januari 2006. Pada titik awal ini,
seluruh reksa dana saham akan dihitung
unitnya menggunakan nominal 1 juta
Rupiah dibagi harga per masing-masing
reksa dana saham. Penentuan nominal yang
digunakan untuk backtesting tidak
berpengaruh pada tujuan penelitian karena
yang akan dihitung adalah tingkat imbal
hasil investasi dan bukan nilai uangnya.
Pada akhir periode backtesting (1, 3, 5, 8
dan 10 tahun), jumlah unit akan dikalikan
dengan harga yang tersedia pada hari kerja
terakhir di tahun tersebut. Kinerja investasi
akan diukur dengan membandingkan
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
8
jumlah dana yang diperoleh terhadap
jumlah dana yang diinvestasikan di awal.
Tabel 2. Hasil Backtesting
Metode Lump Sum
4.1.2. Backtesting Metode Dollar-Cost
Averaging
Peneliti melakukan backtesting
metode Dollar-Cost Averaging (DCA)
dengan cara menggunakan patokan tanggal
yang sama untuk menentukan kapan
investor menanamkan dananya di reksa
dana saham. Jika ada tanggal yang bukan
merupakan hari kerja, maka tanggal di
bulan tersebut akan dilewatkan dan tidak
dimasukkan ke dalam perhitungan
kinerja.Hasil backtesting DCA pada seluruh
reksa dana sahamyang digunakan pada
penelitian ini memperlihatkan tidak ada
pola tertentu sehingga dapat dikatakan
bahwa penggunaan DCA pada seluruh
reksa dana saham tidak memiliki perbedaan
return antar tanggal investasi.
4.1.3. Perbandingan antara Metode
Lump Sum dengan Metode Dollar-
Cost Averaging
Dari hasil pengujian pada 2 bagian
sebelumnya (metode Lump Sum dan
metode Dollar-Cost Averaging), jika dibuat
rekapitulasi per reksa dana saham,
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Perbandingan antara
Metode Lump Sum dengan
Metode Dollar-Cost Averaging
Untuk memastikan metode investasi
mana yang lebih unggul, Peneliti juga
memperhitungkan faktor time value of
money sehingga data pada tabel di bawah
akan disesuaikan menggunakan Compound
Annual Growth Rate (CAGR).Untuk
menghitung CAGR dari dari metode LS,
Peneliti membandingkan jumlah dana yang
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
9
diperoleh pada akhir periode investasi
dibagi terhadap jumlah dana yang
dikeluarkan pada awal periode investasi
dan dihitung menggunakan rumus di atas.
Untuk menghitung CAGR dari metode
DCA, Peneliti menghitung nilai present
value menggunakan nilai inflasi bulanan
dari akumulasi masing-masing investasi
bulanan terlebih dahulu dan dibandingkan
nilai dana yang dihasilkan pada akhir
periode investasi menggunakan rumus di
atas. Setelah memperhitungkan faktor time
value of money, perbandingan tingkat imbal
hasil per tahun antara metode LS dan DCA
menjadi terbalik. Untuk periode investasi 1
dan 3 tahun, metode LS masih memberikan
tingkat imbal hasil per tahun yang lebih
baik daripada metode DCA. Tetapi pada
periode investasi 5, 8 dan 10 tahun, metode
DCA memberikan tingkat imbal hasil per
tahun yang lebih baik daripada metode LS.
Tabel 4. Perbandingan antara Metode
Lump Sum dengan Metode Dollar-Cost
Averaging menggunakan CAGR
Peneliti memiliki asumsi dengan
penambahan faktor IHSG dan/atau nilai
tukar USD/IDR, maka investor akan dapat
memiliki posisi terhadap pasar yang lebih
baik dengan cara menggunakan tren pasar
turun yang terjadi. Peneliti merujuk pada
penelitian yang dilakukan oleh Dunham
dan Friesen (2012) dimana investor akan
menambah porsi dana investasi ketika pasar
modal sedang mengalami koreksi dan
mengurangi porsi dana investasi ketika
pasar modal mengalami ekspansi.
Menggunakan konsep value averaging
yang sama, Peneliti akan melakukan
investasi bulanan jika faktor IHSG dan/atau
nilai tukar USD/IDR koreksi untuk pertama
kalinya di masing-masing bulan selama
periode investasi.
Tanggal investasi bulanan ditentukan
ketika faktor IHSG dan/atau nilai tukar
USD/IDR turun pada hari kerja pertama di
suatu bulan, maka pada hari kerja
berikutnya, dana investor akan
diinvestasikan. Metode ini berbeda dengan
backtesting sebelumnya dimana DCA
dilakukan pada tanggal yang sama setiap
bulannya untuk seluruh periode
pengamatan. Berikut tanggal-tanggal
investasi menggunakan usulan metode
investasi baru tersebut:
a) Berdasarkan IHSG saja
Tanggal-tanggal di bawah ini
merupakan tanggal hari kerja pertama di
setiap bulannya selama periode investasi
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
10
dimana IHSG mengalami koreksi atau
pertumbuhan return negatif yang
pertama.
Tabel 5.Tanggal-tanggal dimana IHSG
mengalami koreksi pertama kali
per masing-masing bulan
b) Berdasarkan nilai tukar USD/IDR
saja
Tanggal-tanggal di bawah ini
merupakan tanggal hari kerja
pertama di setiap bulannya selama
periode investasi dimana nilai tukar
USD/IDR mengalami pelemahan
atau pertumbuhan return negatif
yang pertama.
Tabel 6. Tanggal-tanggal dimana nilai
tukar USD/IDR mengalami koreksi
pertama kali per masing-masing bulan
c) Berdasarkan IHSG dan nilai tukar
USD/IDR
Tanggal-tanggal di bawah ini
merupakan tanggal hari kerja
pertama di setiap bulannya selama
periode investasi dimana IHSG dan
nilai tukar USD/IDR mengalami
koreksi atau pertumbuhan return
negatif yang pertama secara
bersamaan.
Tabel 7. Tanggal-tanggal dimana IHSG
dan nilai tukar USD/IDR mengalami
koreksi pertama kali secara bersamaan
per masing-masing bulan
Berdasarkan tanggal-tanggal
penelitian tersebut, Peneliti melakukan
backtesting dan perbandingan terhadap
metode DCA biasa dengan hasil sebagai
berikut:
Tabel 8. Perbandingan imbal hasil antara metode DCA dengan
usulan metode baru
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
11
Pengolahan backtesting
menunjukkan hasil yang sama untuk setiap
periode investasi (1, 3, 5, 8 dan 10 tahun)
dimana tingkat imbal hasil usulan metode
baru lebih tinggi daripada metode DCA
biasa. Tingkat imbal hasil yang tinggi
tersebut juga meliputi periode dimana
terjadi tren pasar turun sehingga
menghasilkan tingkat imbal hasil negatif
yang lebih kecil (periode investasi 3 tahun).
Hasil backtesting di atas mendukung
asumsi Peneliti bahwa metode DCA bisa
dimodifikasi atau ditingkatkan hasilnya
dengan cara mengubah tanggal penempatan
investasi berdasarkan parameter IHSG dan
nilai tukar USD/IDR. Urutan penggunaan
faktor tambahan berdasarkan keoptimalan
return yang dihasilkan adalah IHSG, nilai
tukar USD/IDR serta terakhir kombinasi
IHSG dan nilai tukar USD/IDR.
4.2. Pembahasan
Tidak optimalnya metode Dollar-
Cost Averaging (DCA) dibandingkan
metode Lump Sum (LS) seperti yang
dinyatakan pada penelitian (Leggio & Lien,
2001) dan (Hayley, 2012) tidak berlaku
sepenuhnya untuk sampel data di Indonesia
karena hasil backtesting reksa dana saham
di Indonesia memperlihatkan untuk periode
investasi 5, 8 dan 10 tahun akan lebih baik
menggunakan metode DCA dibandingkan
LS (setelah memasukkan faktor time value
of money).Pada pengujian perbandingan
yang dilakukan oleh Peneliti, jika
menggunakan absolute return, metode LS
akan terlihat lebih superior daripada metode
LS karena metode LS hanya akan
menggunakan harga di awal dan akhir
periode investasi dimana kecenderungan di
lapangan adalah tren pasar positif dalam
jangka panjang. Disisi lain metode DCA
yang menggunakan skema investasi
bulanan akan secara konsisten
mengakumulasi unit di harga yang
bervariasi (lebih tinggi atau lebih rendah)
tetapi dengan tren pasar yang positif dalam
jangka panjang, harga tengah investasi
metode DCA akan menjadi lebih tinggi.
Sehingga jika investasi metode DCA
dicairkan pada akhir periode investasi
nilainya akan lebih kecil jika dibandingkan
metode DCA. Tetapi perlu diingat bahwa
nilai uang sekarang dengan nilai uang satu
bulan kemudian atau bahkan 10 tahun
kemudian akan berbeda karena adanya
inflasi. Karena pada praktek di
lapangannya, jika investor memilih metode
DCA sambil menunggu kewajiban setor
dana pada bulan berikutnya, investor dapat
memutar dananya terlebih dahulu di
instrumen lain mulai dari deposito,
transaksi jual beli valas, reksa dana pasar
uang, dan lain-lain. Bahkan ketika dana
investor diam di rekening, dana tersebut
masih akan mendapatkan bunga tabungan.
Adanya return dari dana yang akan
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
12
digunakan investor menunjukkan bahwa
nilai uang yang dibutuhkan setiap bulannya
akan lebih kecil seiring dengan berjalannya
periode investasi. Hal ini yang sudah
dibuktikan Peneliti dengan cara
menghitung Compound Annual Growth
Rate (CAGR) masing-masing metode
dimana untuk periode investasi 5, 8 dan 10
tahun CAGR metode DCA akan lebih
tinggi daripada metode LS.
Modifikasi metode investasi Dollar-
Cost Averaging seperti yang dilakukan
pada penelitian (Dunham & Friesen, 2012)
dapat direkonstruksi atau dibuat ulang
menggunakan parameter IHSG dan/atau
nilai tukar USD/IDR ketika menggunakan
data reksa dana saham di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh (Dunham &
Friesen, 2012) adalah mengubah nominal
investasi seteleh memperhatikan
kinerja/return bulan sebelumnya. Jika bulan
sebelumnya memiliki kinerja yang negatif,
maka investor akan menambah jumlah dana
investasinya. Sebaliknya, jika bulan
sebelumnya memiliki kinerja yang positif,
maka investor akan mengurangi jumlah
dana investasinya. Penelitian (Dunham &
Friesen, 2012) yang dinamakan Enhanced
DCA Strategy (EDCA) membuktikan
bahwa hampir selalu strategi EDCA
memberikan hasil yang lebih baik daripada
DCA biasa dengan tingkat keberhasilan
mencapai 95%.
Peneliti menggunakan konsep yang
sama dimana strategi DCA dapat
ditingkatkan dengan mengubah cara
kerjanya. Peneliti mengusulkan untuk
mengubah tanggal investasi untuk
mengakomodasi perubahan yang terjadi di
pasar modal terutama adanya informasi
baru seperti berita makroekonomi dan
mikroekonomi. Dengan nominal atau
jumlah dana investasi yang tetap setiap
bulannya, Peneliti menggunakan informasi
dimana terjadi kinerja negatif pertama kali
untuk IHSG dan/atau nilai tukar USD/IDR.
Peneliti mengasumsikan setelah terjadinya
kinerja negatif IHSG dan/atau nilai tukar
USD/IDR, maka saham-saham yang
menjadi aset yang mendasari reksa dana
saham bisa dibeli dengan harga yang lebih
murah sehingga harga reksa dana saham
juga akan menjadi lebih rendah. Di sisi
investor, harga yang lebih rendah tersebut
akan menyebabkan jumlah unit yang
didapatkan investor lebih banyak. Tentunya
tanggal terjadinya kinerja negatif dari IHSG
dan/atau nilai tukar USD/IDR tidak akan
sama setiap bulannya sehingga
kemungkinan tanggal investasi akan
berubah setiap bulannya.
Peneliti menggunakan tiga usulan
metode investasi baru dimana keputusan
investasi dilakukan pada hari kerja
berikutnya setelah kinerja negatif IHSG,
keputusan investasi dilakukan pada hari
kerja berikutnya setelah kinerja negatif nilai
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
13
tukar USD/IDR dan keputusan investasi
dilakukan pada hari kerja berikutnya
setelah kinerja negatif dari IHSG dan nilai
tukar USD/IDR.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang Peneliti dapatkan
dari penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan perbandingan absolute
return, hasil backtesting terhadap 9
reksa dan saham periode 2006-2015 di
Indonesia menunjukkan metode Lump
Sum akan memberikan tingkat imbal
hasil yang lebih baik daripada metode
Dollar-Cost Averaging. Jika
memperhitungkan faktor time value of
money karena adanya jeda periode
investasi pada metode Dollar-Cost
Averaging, hasil backtesting terhadap 9
reksa dan saham periode 2006-2015 di
Indonesia menunjukkan metode Lump
Sum akan memberikan tingkat imbal
hasil yang lebih baik daripada metode
Dollar-Cost Averaging untuk periode
investasi 1 dan 3 tahun. Berdasarkan
hasil backtesting yang sama, metode
Dollar-Cost Averaging akan
memberikan tingkat imbal hasil yang
lebih baik daripada metode Lump Sum
untuk periode investasi 5, 8 dan 10
tahun.
2. Metode Dollar-Cost Averaging dapat
ditingkatkan kinerjanya dengan cara
menambahkan penggunaan return
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
dan/atau nilai tukar USD/IDR untuk
menentukan kapan investor berinvestasi.
Modifikasi metode Dollar-Cost
Averaging tersebut menyebabkan
tingkat imbal hasil yang lebih tinggi
sekitar 2% - 14% dari tingkat imbal
hasil metode Dollar-Cost Averaging
biasa.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk
penelitian berikutnya adalah:
1. Periode investasi yang diuji oleh Peneliti
untuk maksimum 10 tahun. Untuk
penelitian selanjutnya bisa menambah
periode pengamatan dari awal reksa
dana diterbitkan sehingga diperoleh
jumlah data pengujian yang lebih
banyak dan lebih mendekati statistik
populasi.
2. Pada penelitian ini yang diuji adalah
reksa dana saham. Pada penelitian
selanjutnya bisa menambah jenis reksa
dana yang diuji mulai dari pasar uang,
pendapatan tetap, campuran dan saham
untuk mengetahui apakah usulan metode
baru yang Peneliti sampaikan berlaku
pada seluruh jenis reksa dana.
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
14
Kepustakaan
Amalia, Anesti Firda. (2015). Pengaruh Makroekonomi Terhadap Arus Dana Reksa Dana Syariah Dan Konvensional Kelolaan Manajer Investasi XYZ Januari 2011- Agustus 2014. Tesis. Universitas Indonesia
Bank Indonesia Official Web Site. http://www.bi.go.id/id/Default.aspx. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
BNP Paribas Investment Partners. Beranda. https://www.bnpparibas-ip.co.id/id. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
Bursa Efek Indonesia. Beranda. http://www.idx.co.id/index.html. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
Chalmers, J., Kaul, A. Phillips, B. (2013). The wisdom of crowds: Mutual fund investors’ aggregate asset allocationDecisions. Journal of Banking & Finance,Vol 37, pp. 3318–3333.
Dunham, L.M., Friesen, G.C., 2012. Building a Better Mousetrap: Enhanced Dollar-Cost Averaging. The Journal of Wealth Management, p41.
Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics. New York : McGraw Hill Companies.
Gideon, A. (2016). 3 Hal yang Bikin Pasar Modal Indonesia Berfluktuasi. Diambil dari http://bisnis.liputan6.com/read/2419241/3-hal-yang-bikin-pasar-modal-indonesia-berfluktuasi
Hayley, S., 2012. Dollar-Cost Averaging – The Role of Cognitive Error.Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1473046. diakses pada 9 Juli 2016 pukul 22:00
Henriksson, R. D., Merton, R. C. (1981). On Market Timing and Investment Performance. II. Statistical Procedures for Evaluating Forecast Skills. Journal of Business, Vol 54.
Investopedia. http://www.investopedia.com. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
Jank, S.(2012). Mutual fund flows, expected returns and the real economy.
Journal of Banking & Finance,Vol 36, pp. 3060–3070.
Kustodian Sentral Efek Indonesia. Beranda. www.ksei.co.id. diakses pada 9 Juli 2016 pukul 22:00
Leggio, K.B., Lien, D., 2001. Does Loss Aversion Explain Dollar-Cost Averaging? Financial Services Review 10 (2001), 117–127.
Mandiri Investasi. http://mandiri-investasi.co.id/. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
Nurjanah, Herawati. (2015). Mengenal Manajer Investasi dan Reksa Dana: Penjelasan dari Perspektif Hukum dan Manajemen Pengelolaan. Zavara.
Octavianus, Adri. (2014). Analisis Kinerja Portofolio Indeks Saham Dengan Menggunakan Strategi Market Timing dan Metode Pengukuran Market Extreme. Tesis Universitas Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan. http://www.ojk.go.id/id/Default.aspx. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
PT Indonesia News Center. Pasar Modal. http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/2253902/bei-bidik-mahasiswa-dongkrak-jumlah-investor-muda. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
Prasthiwi, Rini. (2014). Pengaruh faktor makroekonomi (kurs dollar, inflansi, SBI jumlah uang beredar) dan LQ45 terhadap imbal hasil reksa dana saham periode 2003-2006. Tesis. Universitas Indonesia
Rachman, Paloma Paramita. (2014). Analisis Pengaruh Variabel Makro Terhadap Return Indeks Sembilan Sektor Pada Bursa Efek Indonesia. Tesis. Universitas IndonesiaRepublik Indonesia. (1995). Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Rudiyanto. (2015). Mana Yang Lebih Baik : Lump Sum atau Cost Averaging ? Diambil dari http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/2015/03/23/mana-yang-lebih-baik-lump-sum-
atau-cost-averaging/. diakses pada 9 Juli 2016 pukul 22:00
Saputri, Dessy Ayu. (2014). Analisis Pengaruh Variabel Makro Ekonomi terhadap Return Indeks Saham Sektor perbankan periode 2002-2011, Serta Pengaruh Karakteristik Bank terhadap Profitabillitas Perusahaan Sektor Perbankanyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011. Tesis. Universitas Indonesia
Schroders Indonesia. http://www.schroders.com/id/id/investasi-reksadana/. diakses pada 18 Juni 2016 pukul 19:00
Suwito, Ferry. (2012). Analisis pengaruh BI rate, inflasi, dan IHSG terhadap return saham sektor perbankan yang terdaftar dalam BEI. Tesis. Universitas Indonesia
The Hongkong and Shanghai Banking Corporation. Wealth Management. http://www.hsbc.co.id/1/2/personal_in_ID/wealth_management/managing_and_growing_wealth. diakses pada 9 Juli 2016 pukul 22:00
Trainor, W.J., 2005. Within-Horizon Exposure to Loss for Dollar Cost Averaging and Lump Sum Investing. Financial Services Review 14 (2005), 319–330.
Treynor, J. L., Mazuy,K. (1966). Can Mutual Fund Outguess the Market, Harvard Business Review,Vol 43
Perusahaan didirikan salah tujuaanya adalah agar tumbuh dan berkembang baik dari sisi finansial, maupun operasional. Namun demikian untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan juga dihadapkan dengan berbagai risiko yang berdampak pada gagalnya tujuan, bahkan mengalami kesulitan keuangan dan berakhir dengan kebangkrutan. Pada dasarnya jika perusahaan melakukan monitoring dan pengawasan yang maksimal dalam mengelola keuangan kebangkrutan dapat diprediksi sebelum benar-benar terjadi, sehingga perusahaan dapat melakukan pengambilan keputusan dan menyusun strategi agar kebangkrutan tidak terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mengetahui bagimana prediksi kebangkrutan dengan pendekatan Altman Z-Score jika pada PT Bumi Resources Tbk. Hal ini karena perusahaan tersebut, berdasarkan laporan keuangan menunjukan indikasi kebangkrutan, dimana selama 5 (lima ) tahun terakhir menunjukan, laba, pendapatan, harga saham dan aset mengalami penurunan, sedangkan hutang mengalami kenaikan.
Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumentasi, dimana data yang digunakan adala berupa laporan keuangan selama tahun 2011 s.d 2014. Analisis prediksi kebangkrutan model Altman Z-Score ini menggunakan rasio keuangan berdasarkan data laporan keuangan dari Laporan Tahunan PT Bumi Resources Tbk. Analisis prediksi kebangkrutan Altman Z-Score ini merupakan analisis multivariate yang menggunakan dua atau lebih variabel ke dalam satu persamaan. Adapun persamaan tersebut yaitu Z-Score = 6,56WCTA+ 3,26RETA + 6,72EBITTA + 1,05TETL.
Hasil penelitian dengan menggunakan analisis prediksi kebangkrutan model Altman Z-Score menunjukkan bahwa tahun 2010 nilai Z-score sebesar 2,04, hal ini berarti perusahaan berada dalam kategori “Grey Area” . Pada tahun 2011 sampai 2014 nilai Z-score berturut-turut sebesar ; 1,06, -0,86, -3,17, dan -4,37, dimana nilai tersebut lebih kecil dari 2,6, maka, pada periode tersebut perusahaan berada pada zona bangkrut . Sehingga dapat disimpulkan bahwa, selama periode 2010 s.d 2014 kondisi perusahaan mengalami penurunan dan pada akhirnya dikatergorikan bangkrut. Kata Kunci : Analisis prediksi kebangkrutan, cut off, Model Altman Z-Score
Nilai Buku Ekuitas 1,318,778,003 1,176,403,676 392,149,703 -302,959,535 -733,041,358
Total Hutang 5,728,676,010 6,191,718,073 6,962,177,504 7,306,867,650 7,233,570,276
Total Aset 7,047,454,013 7,368,121,749 9,617,538,015 8,948,144,892 8,847,420,625
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
23
diketahui trend nilai Z-Score selama periode
2010 s.d 2014, sebagai berikut
Gambar 1
Grafik Tingkat Prediksi Kebangkrutan
Berdasarkan Nilai Z-score
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan tabel , grafik dan
penjelasan diatas, maka dapat disajikan
kondisi perusahaan selama periode 2010 s.d
2014, berkaitan dengan pengukuran indikasi
kebangkrutan dengan metode Altam Z-
Score sbb :
Tabel 4. Rekapitulasi Prediksi
Kebangkrutan berdasarkan Altaman Z-
Score Periode 2010 s.d 2014
Tahun Nilai Z Zona
2010 2.04 Grey Area
2,011 1.06 Bangkrut
2,012 (0.86) Bangkrut
2,013 (3.17) Bangkrut
2,014 (4.37) Bangkrut
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
tingkat prediksi kebangkrutan pada PT
Bumi Resources Tbk. untuk tahun 2010
nilai Z-score sebesar 2,04, dari hasil yang
didapat, perusahaan dikategorikan dalam
“Zona Grey Area. Hal ini dikarenan nilai Z-
Score berada di antaran 1,1- 2,6 dalam
situasi ini perusahaan dalam kondisi
mengalami masalah keuangan yang harus
ditangani dengan cepat dan cara yang tepat.
Pada grafik juga terlihat sangat jelas
kondisi yang menggambarkan grafik nilai Z-
Score terus mengalami penurunan, bahkan
pada tahun 2014 merupakan titik terendah
yaitu (4,37). Sehingga dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa PT Bumi
Resources Tbk. pada tahun 2010 berada
pada kategori “Zona Grey Area”, sedangkan
pada tahun 2011-2014 PT Bumi Resources
Tbk. berada pada kondisi “Zona Bangkrut”.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan perumusan masalah dan
hasil analisis serta pembahasan dari hasil
penelitian prediksi kebangkrutan dengan
pendekatan Altman Z-Score pada PT Bumi
Resources Tbk periode 2010-2014. Dapat
disimpulkan :
1. Kinerja keungan PT Bumi Resources Tbk
periode 2010-2014 mengalami penurunan
dilihat dari rasio dan hasil perhitungan
nilai Z- Score .
2. Berdasarkan kriteria metode Altman Z-
Score PT Bumi Resources Tbk tahun
2010 pada katagori Grey area, sedangkan
pada periode 2011-2014 menunjukan
terindikasi bangkrut, dimana nilai Z-Score
yang kurang dari 1,1.
2,04 1,06 (0,86)
(3,17) (4,37)
(10,00)
-
10,00
2010 2011 2012 2013 2014
Hasil Perhitungan Z-Score
Z
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
24
5.2. Saran
1. Mengurangi penggunaan dana yang
berasal dari dana pinjaman (hutang)
untuk pembiayaan operasional.
2. Perusahaan melakukan evaluasi terhadap
peningkatan penjualan dan efisiensi
biaya produksi.
3. Melakukan evaluasi terhadap manajemen
pengelolaan keuangan, terutama
berkaitan dengan alokasi dana dan
sumber dana.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I. (1968), Finantial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of Corporate Bankcrupcty, The Journal of Finance, Vol 23, No.4 (Sep., 1968), pp. 589-609.
Almwajeh, Omar. (2004), Applying Altman’s Z-Score model of Bankruptcy for the Prediction of Financial Distress of Rural hospital in Western Pennsylvania. Indiana University of Pennsylvania, Pennsylvania.
Aasen, Reistad Morten. (2011), Applying Altman’s Z-Score to the Financial Crisis. Norwegia School of Economics, Bergen.
Burganova. (2014), Z-Score For Bankruptcy Forcasting of the companies Producing Building Materials, Kazan Vederal Unicersity, Rusia.
Fahmi, I. (2012), Pengantar Manajemen Keuangan, CV. Alfabeta, Bandung.
Haseley, Michael. (2012), An Analysis of the Efficacy of the Altman and Springate Bankruptcy Models in Compaies Listed on the Stock Exchange of Thailand, Webster Uneversity, Bangkok.
Harahap, Sofyan Syafri. (2010), Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hery, (2012), Analisis Laporan Keuangan, Bumi Aksara, Jakarta.
IAI (Revisi 2012), PSAK No. 1, “Penyajian Laporan Keuangan”, Jakarta.
Johamsson, Therese. (2010), Predicting Copporate Default – an Assessment of the Z-Score Model on the U.S Market, Lund University, Sweden.
Kasmir. (2013), Analisis Laporan Keuangan, Cet. 6, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
This research analyzed the influence of the ratio of CAMELS on the symptoms of financial distress of commercial banks listed on the Indonesia Stock Exchange between 2007 until 2009. Data that used in this research is financial statement and independent audit report from each company that published on website www.idx.co.id. Sampling method that used in this research is purposive sampling method. Analysis model that used is multiple regression analysis. The result of this research indicates that the Capital Adequacy Ratio, Assets Quality 1, Operating Expenses / Operating Income and Loan to deposit ratio does not significantly influence the financial symptoms distress. Meanwhile Good Corporate Governance and Net Interest Margin significant effect on symptoms of financial distress.
Keyword: capital adequacy ratio, asset quality 1, good corporate governance, the net
interest margin, operating expenses to operating income, loan to deposit ratio, financial distress condition
Standardized Coefficients T Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
(Constant) 2.060 .600 3.433 .001
CAR 1.536 .938 .200 1.638 .109 .871 1.148
KAP1 -.324 .275 -.141 -1.177 .245 .898 1.113
GCG .297 .094 .406 3.171 .003 .789 1.268
NIM 1.207 3.141 .512 3.568 .001 .629 1.590
BOPO .487 .400 .180 1.219 .229 .594 1.685
LDR -.834 .334 -.360 -2.500 .016 .625 1.600
a. Dependent Variable: FINANCIAL_DISTRESS
Sumber : Hasil olahan peneliti, 2011
Model Summaryb
Model R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
.656a .430 .353 .354 1.671
a. Predictors: (Constant), LDR, GCG, CAR, KAP1, NIM, BOPO
b. Dependent Variable: FINANCIAL_DISTRESS
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
40
Berdasarkan tabel di atas, di
dapatlah persamaan regresi
sebagai berikut :
FINANCIAL_DISTRESS =
2,060+1,536 CAR– 0,324 KAP1 +
0,297GCG + 1,207NIM + 0,487
BOPO – 0,834 LDR.
2) Analisis Koefisien Korelasi
Tabel 4.9 Model Summary
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .656a .430 .353 .354 1.671
a. Predictors: (Constant), LDR, GCG, CAR, KAP1, NIM, BOPO
b. Dependent Variable: FINANCIAL_DISTRESS
Sumber : Hasil olahan peneliti, 2011
Pada tapilan ouput SPSS model
summary , nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,430 yang berarti bahwa
korelasi atau hubungan antara CAR,
KAP1, GCG, NIM, BOPO, LDR
(variabel independen) terhadap gejala
financial distress (variabel dependen)
lemah. Angka adjusted R Square atau
koefisien determinasi adalah 0,430. Hal
ini berarti35,3% variasi atau perubahan
dalam variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen,
sedangkan sisanya 64,7 % dijelaskan
oleh faktor – faktor lain. Standar Error
of Estimate (SEE) adalah 0,354.
3) Pengujian secara Parsial
Uji – t digunakan untuk menguji
signifikansi konstan-ta dan setiap
variabel independennya. Hasil
pengolahan dapat dilihat pada tabel
4.10.
Tabel 4.10 Hasil uji – t
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 2.060 .600 3.433 .001
CAR 1.536 .938 .200 1.638 .109
KAP1 -.324 .275 -.141 -1.177 .245
GCG .297 .094 .406 3.171 .003
NIM 11.207 3.141 .512 3.568 .001
BOPO .487 .400 .180 1.219 .229
LDR -.834 .334 -.360 -2.500 .016
a. Dependent Variable: FINANCIAL_DISTRESS
Sumber : Hasil olahan peneliti, 2011
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
41
Hasil perhitungan baik melalui t hitung
maupun nilai signifikannya,
menunjukkan CAR, KAP1,BOPO dan
LDR tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel gejala
financial distress. Hasil perhitungan
baik melalui t hitung maupun nilai
signifikannya, menunjukkan GCG &
NIM mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel gejala
financial distress.
4) Pengujian secara Simultan
Uji – F digunakan untuk mengetahui
apakah variabel independen secara
bersama – sama atau simultan
mempengaruhi variabel dependen.
Tabel 4.11
Hasil uji – F
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 4.167 6 .695 5.537 .000a
Residual 5.519 44 .125
Total 9.686 50
a. Predictors: (Constant), LDR, GCG, CAR, KAP1, NIM, BOPO
b. Dependent Variable: FINANCIAL_DISTRESS Sumber : Hasil olahan peneliti, 2011
Kesimpulannya H0 ditolak, Ha
diterima. Artinya secara bersama-sama
(simultan), keenam variabel
independen yaitu CAR, KAP1, GCG,
NIM, BOPO, LDR mempengaruhi
variabel dependen yaitu gejala financial
distress.
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
Nilai Adjusted R Square sebesar
0,430. Hal ini berarti bahwa 43 % variasi
atau perubahan dalam gejala financial
distress dapat dijelaskan oleh variasi CAR,
KAP1, GCG, NIM, BOPO,LDR,
sedangkan sisanya sebesar 57 %
dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang
tidak dimasukkan dalam model penelitian.
Berdasarkan hasil pengujian diketahui
secara parsial, CAR dan BOPO memiliki
pengaruh ke arah positif terhadap gejala
financial distress. KAP1 dan LDR
memiliki pengaruh ke arah negatif dimana
apabila KAP1 dan LDR naik maka akan
mengurangi tingkat kesehatan perbankan
dan kemungkinan adanya gejala financial
distress semakin besar. Variabel GCG
dan NIM memiliki pengaruh ke arah
positif terhadap gejala financial distress.
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
42
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk
menguji dan menganalisis apakah terdapat
hubungan yang signifikan antara Capital
Adequacy Ratio(CAR), Kualitas Aktiva
Produktif 1(KAP1), Good Corporate
Governance (GCG), Net Interest Margin
(NIM), Beban Operasional / Pendapatan
Operasional (BOPO), dan Loan to Deposit
Ratio (LDR) terhadap gejala financial
distress pada bank umum yang terdaftar di
BEI pada periode pengamatan 2007-2009.
Sampel yang dipilih sebanyak 17
perusahaan perbankan. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan metode statistik
inferensial setelah sebelumnya dilakukan
pengujian asumsi klasik. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa CAR dan BOPO
tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap gejala financial distress dan
memiliki arah pengaruh yangpositif. KAP
1 dan LDR tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap gejala financial
distress dan memiliki arah pengaruh yang
negatif. GCG dan NIM mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap gejala
financial distress dan memiliki arah
pengaruh yang positif.
5.2. Saran
Bagi peneliti selanjutnya, disarankan
untuk memperluas set rasio yang
digunakan, misalnya melibatkan
ROA,ROE atau KAP2, atau menambah
variabel moderat serta disarankan untuk
memperbanyak sampel yang digunakan.
Selain itu disarankan juga untuk
memperpanjang periode penelitian. Jika
memungkinkan, dapat menggunakan
model lain dalam menilai gejala financial
distress dalam perusahaan dan tidak hanya
di dalam sektor perbankan.
5.3. Keterbatasan Penelitian
Variabel dalam penelitian ini hanya
berkisar antara enam set rasio, namun
sebenarnya masih banyak rasio lain yang
dapat mempengaruhi gejala financial
distress. Selain itu rasio untuk menentukan
nilai sensitivity to market risk tidak dapat
dihitung karena data yang diperlukan
sangat sulit untuk diakses. Hal ini
membuat penelitian menjadi kurang
sempurna karena hanya 5 aspek saja yang
dapat dinilai. Selain itu periode
pengamatan dalam penelitian ini terbatas
hanya dari tahun 2007 – 2009 dan terbatas
hanya pada sektor perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Winny Herdiningtyas.2005. “Analisis Rasio CAMEL Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga PerbankanPeriode 2000 – 2002”.Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No. 2, Nopember.ISSN 1411 – 0288.
Almilla, Luciana Spica dan Emanuel Kristijadi. 2003.“Analisis Rasio
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
43
Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”.Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI).Vol. 7 No. 2, Desember. ISSN: 1410 – 2420.
Erlina dan Sri Mulyani, 2007.Metodologi Penelitian Bisnis Akuntansi dan Manajemen, USU Press : Medan.
Fadhilah, Umi Nur. 2006. Analisis Keberlanjutan Usaha Perusahaan Home Industri.Jurnal Akuntansi dan Keuangan.Semarang.
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketiga, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro : Semarang.
Hasibuan, Drs. H. Malayu S. P., 2008. Dasar – Dasar Perbankan, Edisi Ketujuh, Bumi Aksara : Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia., 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Cetakan Kedua. Salemba Empat : Jakarta.
Jurusan Akuntansi universitas Sumatera Utara. 2004. Buku Petunjuk Teknis Penulisan Proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lestari, Etty Puji. 2009.Efisiensi Teknik Perbankan Indonesia Pascakrisis Ekonomi:Sebuah Studi Empiris Penerapan Model DEA. Jurnal Ekonomi Pembangunan.Vol.10, No.1, Juni.49 – 67.
Lubis, Ade Fatma., Arifin Akhmad dan Firman Syarif, 2007. Aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions) untuk Penyusunan Skripsi dan Tesis, USU Press: Medan.
Rahmi, Kurnia, 2010. “Analisa Tingkat Kesehatan Perusahaan dengan Metode CAMELS pada Perusahaan Perbankan Pemerintah yang Terdaftar di BEI”,Skripsi S1,Fakultas Ekonomi,
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
Republik Indonesia. 1992. Undang – Undang No.7 Pasal 29 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. 1998. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 1 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004. Bank Indonesia. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Surat Edaran Nomor 23/21/BPPP Tanggal 28 Februari 1991. Bank Indonesia. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Surat Edaran Nomor 26/5/BPPP Tanggal 29 Mei 1993. Bank Indonesia. Jakarta.
Sarwono, Jonathan, 2009. Statistik Itu Mudah, Penerbit Andi : Yogyakarta.
Siamat, Dahlan, 2005, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Edisi Kelima, Lembaga Penerbit FE UI : Jakarta
Sitanggang, Katrin Oktavia Sari, 2007. “Pengaruh Variabel Keuangan dan Rasio CAMEL terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan yang Tercatat pada PT. BEJ”, Skripsi S1,Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.
Stickney, C.P. dan Weil, Roman L., 1994.Financial Accounting. Edisi Ketujuh.,The Dryden PressSea : Harbor Drive.
Sugiyono, 2004.Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketujuh, Alfabeta : Bandung.
Umar, Husein, 2003. Riset Akuntansi : Metode Riset Sebagai Cara Penelitian Ilmiah, Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Penentuan harga pokok produksi yang akurat dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat. Beberapa metode dapat digunakan dalam penentuah harga pokok produksi, antara lain full costing dan variable costing. Metode full costing dengan mendasarkan pada seluruh biaya produksi dalam penentuan harga pokok produksi, sedangkan variable costing hanya berdasarkan biaya produksi variabel saja. Permasalahan dalam penelitian ini adalah membandingkan perhitungan harga pokok produk dengan metode full costing dan variable costing dengan metode yang di gunakan perusahaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis penentuan harga pokok produksi berdasarkan metode yang digunakan perusahaan dengan metode full costing dan variable costing. Objek penelitian ini adalah biaya-biaya yang menjadi fokus dari aktivitas dalam pembuatan tahu untuk menentukan alokasi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik ke produksi. Jenis penelitian adalah kualitatif berdasarkan eksplanatory research, digunakan untuk mengkaji secara mendalam tentang penerapan metode full costing, variable costing dan metode yang digunakan perusahaan dalam penentuan harga pokok pada pabrik tahu. Hasil penelitian diperoleh harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing sebesar Rp 207,12, sedangkan dengan metode variabel costing sebesar Rp.204,59, dan dengan metode yang diterapkan perusahaan diperoleh harga pokok per potong tahu sebesar Rp.213,3. Kesimpulan dari penelitian ini terdapat perbedaan dalam penentuan harga pokok produk dengan ke tiga metode tersebut. Perbedaannya meliputi : Dasar yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi, klasifikasi biaya yang tidak jelas pada perusahaan, dan hasil perhitungan harga pokok produksi per potong tahu yang menunjukkan metode yang diterapkan perusahaan harganya paling tinggi dibandingkan kedua metode yang lain. Kata Kunci : Full Costing, Variable Costing, Harga Pokok Produksi
1 Bahan Baku Kedelai 12.950 kg @ Rp.7.500 Rp .97.125.000 2 Biaya Tenaga Kerja : Bagian Penggilingan , 3 org @ Rp.20.000 Rp . 1.800.000 Bagian Pengolahan, 5 org @ Rp.25.000 Rp. 3.750.000 Bagian Penyaringan, 3 org @ Rp.15.000 Rp. 1.350.000 Bagian Pemotongan, 2 org @ Rp. 18.000 Rp. 640.000 Bagian Pengepakan, 2 org @Rp. 15.000 Rp. 900.000
3 Gaji Pimpinan Produksi, 1 orang Rp . 1.500.000 4 Gaji Pegawai Adm, 1 org Rp . 1.500.000 5 Gaji Sopir , 1 org Rp. 1.000.000 6 Bahan Bakar/Solar Rp 2.200.000 7 Listrik Rp. 350.000 8 Kayu Bakar Rp. 4.200.000 9 Perawatan Kendaraan Rp. 150.000 10 Perawatan mesin produksi Rp. 100.000 11 Alat Tulis Kantor Rp. 100.000 12 Bahan Bakar mobil Rp. 650.000
Total biaya /bln Rp.117.315.000
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
53
Berdasarkan tabel 2 tersebut, maka dapat
diketahui bahwa kebutuhan biaya selama
satu bulan untuk memproduksi sebanyak
550.000 potong tahu adalah sebesar
Rp117.315.000,-. Kebutuhan biaya
tersebut, baik yang berkaitan dengan
biaya produksi maupun non produksi.
4.2. Analisis Data
4.2.1. Perhitungan Harga Pokok
Produksi dengan Metode Full Costing.
Penentuntuan harga pokok produk
dengan pendekatan ini berdasarkan
seluruh biaya produksi baik yang tetap
maupun variabel. Sedangkan unsur biaya
produksi di kalsifikasikan, meliputi :
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja,
dan biaya overhead pabrik. Sehingga
berdasarkan data biaya produksi
pembuatan tahu pada UD. Mekarsari
dapat ditentukan harga pokok sebagai
berikut :
Tabel 3
Perhitungan Harga Pokok Produk dengan Metode Full Costing
Sumber : Data diolah peneliti
Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka
hasil perhitungan total biaya produksi
dengan metode full costing berdasarkan
data rata-rata satu bulan adalah sebesar
No Unsur Biaya Kebutuhan/ bulan
Jumlah
1 Biaya Bahan Baku Rp .97.125.000 Rp. 97.125.000
2 Biaya Tenaga Kerja :
Bagian Penggilingan Rp . 1.800.000
Bagian Pengolahan Rp. 3.750.000
Bagian Penyaringan Rp. 1.350.000
Bagian Pemotongan Rp. 640.000
Bagian Pengepakan Rp. 900.000
Jumlah biaya tenaga kerja Rp. 8.440.000
3 Biaya Overhead Pabrik :
Gaji Pimpinan Produksi Rp . 1.500.000
Bahan Bakar/Solar Rp 2.200.000
Listrik Rp. 350.000
Kayu Bakar Rp. 4.200.000
Perawatan mesin produksi Rp. 100.000
Jumlah BOP Rp. 8.350.000
Total biaya Produksi Rp.113.915.000
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
54
Rp.113.915.000,-. Jumlah produk yang
dihasilkan selama satu bulan adalah
sebanyak 550.000 potong tahu,
sehingga harga pokok produk per
potong tahu adalah sebesar :
HPP/potong=��.���.���.���
���.��� ������= Rp.207,12
Hasil perhitungan diatas menunjukkan
bahwa, harga poko produk untuk satu
potong tahu adalah sebesar Rp.207,12.
Sehingga dari hasil perhitngan ini, maka
dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan dalam
menentukan harga jual tahu per potong,
yatu harga pokok produk ditambah
dengan keuntungan yang diharapkan
(mark up). Dengan perhitngan ini, maka
dapat ditentukan harga pokok produk
secara tepat, hal ini dapat membantu
perusahaan dalam menentukan harga
jual, sehingga tidak mengalami
kerugian.
4.2.2. Perhitungan Harga Pokok
Produksi dengan Metode Variable
Costing.
Penentuntuan harga pokok produk
dengan metode variablel costing ini
berdasarkan pada biaya produksi yang
berlaku variabel saja, sehingga sebelum
menentukan harga pokok produk harus
mengklasifikasikan biaya berdasarkan
biaya tetap dan variabel. Berdasarkan
data yang tersaji pada tabel 2 tersebut,
maka klasifikasi biaya tetap dan
variabel pada produksi tahu UD
Mekasrsari adalah sebagai berikut :
Biaya produksi variabel terdiri dari:
1. Biaya bahan baku
2. Biaya Tenaga Kerja :
a. Bagian Penggilingan
b. Bagian Pengolahan
c. Bagian Penyaringan
d. Pemotongan
e. Pengepakan
3. Biaya Overhead Pabrik
a. Bahan Bakar Solar
b. Listrik
c. Kayu bakar
d. Perwatan Mesin
Biaya Produksi Tetap : Gaji pimpinan
produksi.
Berdasarkan klasifikasi tersebut diatas,
maka dapat dihitung besarnya harga
pokok produk dengan metode variable
costing, sebagai berikut:
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
55
Tabel 4.
Perhitungan Harga Pokok Produk dengan Metode Variable Costing
Sumber : Data diolah peneliti
Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka
hasil perhitungan total biaya produksi
dengan metode variable costing
berdasarkan data rata-rata satu bulan
adalah sebesar Rp.112.415.000,-.
Jumlah produk yang dihasilkan selama
satu bulan adalah sebanyak 550.000
potong tahu, sehingga harga pokok
produk per potong tahu adalah sebesar :
HPP/potong =��.���.���.���
���.��� ������ =
Rp.204,59
Dari hasil perhitungan dengan metode
variable costing, maka diperoleh harga
pokok per potong tahu adalah sebesar
Rp.204,59. Hal ini berarti, jika
perusahaan akan menetukan harga jual,
maka perhitungan harga adalah
Rp.204,59 + keuntungan yang
diharakan.
4.2.3. Perhitungan Harga Pokok
Produk yang dilakukan perusahaan.
UD. Mekarsari selama ini dalam
menentukan harga pokok tidak
menggunakan metode tertentu. Dalam
menentukan harga pokok produk
berdasarkan total seluruh biaya yang
terjadi selama satu bulan dibagi dengan
jumlah produksi. Biaya yang digunakan
sebagai dasar penentuan harga pokok
No Unsur Biaya Kebutuhan/ bulan
Jumlah
1 Biaya Bahan Baku Rp .97.125.000 Rp. 97.125.000
2 Biaya Tenaga Kerja :
Bagian Penggilingan Rp . 1.800.000
Bagian Pengolahan Rp. 3.750.000
Bagian Penyaringan Rp. 1.350.000
Bagian Pemotongan Rp. 640.000
Bagian Pengepakan Rp. 900.000
Jumlah biaya tenaga kerja Rp. 8.440.000
3 BOP Variabel :
Bahan Bakar/Solar Rp 2.200.000
Listrik Rp. 350.000
Kayu Bakar Rp. 4.200.000
Perawatan mesin produksi Rp. 100.000 Jumlah BOP Rp. 6.850.000
Total biaya Produksi Rp.112.415.000
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
56
produk tidak hanya biaya produksi,
tetapi juga biaya non produksi. Dampak
dari perhitungan ini adalah harga pokok
produksinya menjadi tinggi, sehingga
dalam menentukan harga jual juga
tinggi. Selain itu harga pokok produksi
yang berubah-ubah, yang dipicu
kenaikan biaya non produksi. Sehingga
sering mengalami permasalahan dalam
menentukan harga jual. Selain itu pada
perusahaan tidak dilakukan klasifikasi
biaya, sehingga tidak dapat di lakukan
pengawasan terhadap penggunaan
biaya, akibatnya perusahaan tidak dapat
melakukan evaluasi pada saat selesai
proses produksi jika terjadi in-efisiensi
biaya.
Adapun Perhitungan harga pokok
produk berdasarkan metode yang
diterapkan di perusahaan adalah Total
biaya per bulan dibagi dengan jumlah
produksi per bulan. Berdasarkan tabel 2,
maka besarnya harga pokok produksi
per potong tahu adalah sebagai berikut :
HPP/potong =��.���.���.���
���.��� ������ = Rp.213,3
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka
harga pokok produk dengan metode
yang gunakan perusahaan diperoleh
hasil Rp.213,3 per potong tahu. Harga
ini lebih tinggi dibandingkan dengan
metode full costing, maupun variabel
costing.
4.3. Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa ketiga metode yang digunakan
dalam perhitungan harga pokok
menghasilkan harga pokok per potong
tahu berbeda-beda. Namun demikian
focus dalam penelitian ini adalah untuk
membandingkan metode full costing
dan variabel costing dengan metode
yang diterapkan perusahaan dalam
perhitungan harga pokok produk tahu.
Berdasarkan analisis data, maka dapat
di sajikan pada tabel dibawah ini
beberapa perbedaan yang mendasar
dalam perhitungan harga pokok produk
tahu. Adapun perbedaan tersebut adalah
sebagai berikut :
Tabel 5.
Perbedaan Penentuan Harga Pokok
Produk Metode Full Costing, Varieble
Costing dengan Metode yang
Diterapkan Perusahaan
No Keterangan Full Costing
Variable Costing
Perusahaan
1 Dasar Perhitungan
Harga Pokok Produk
Seluruh Biaya
Produksi Tetap dan Variabel
Biaya produksi Variabel
Seluruh biaya
produksi dan Non produksi
2 Klsifikiasi biaya
Biaya Produksi dan Non Produksi
Biaya Produksi Variabel
dan Biaya Produksi
Tetap
Tidak ada klsifikasi
biaya
3 Hasil perhitungan HPP/potong
tahu
Rp.207,12 Rp.204,59 Rp.213,3
Sumber : Data diolah peneliti
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
57
Berdasarkan tabel diatas, maka
dapat terdapat perbedaan yang cukup
mendasar dalam penentuan harga pokok
produksi, dengan kedua metode dengan
metode yang diterapkan oleh
perusahaan. Akibat dari metode yang
diterapkan perusahaan, maka harga
pokok produksi menjadi lebih tinggi,
karena perusahaan tidak menentukan
harga pokok produksi berdasarkan biaya
yang terjadi dalam proses produksi,
tetapi seluruh biaya non produksi juga
digunakan dalam penentuan harga
pokok produksi. sehingga konsumen di
bebankan pada harga jual yang tinggi,
dimana biaya tersebut bukan merupakan
biaya yang dikeluarkan dalam rangka
untuk menambah nilai produk,
akibatnya harga jual menjadi tinggi
karena harga pokok produksi tinggi.
Klasifikasi biaya yang tidak
dilakukan oleh perusahaan juga
mengakibatkan perusahaan tidak dapat
mengidentifikasi penggunaan biaya
produksi secara terperinci, sehingga
dalam catatn pembukuan tidak dapat
terlihat dengan jelas biaya produksi dan
non produksi.
Biaya produksi yang tinggi karena
salah dalam menentukan metode
perhitungan harga pokok produk sangat
riskan, mengingat harga pokok produk
merupakan salah satu dasar yang
digunakan untuk menentukan harga jual
dan menghitung laba operasi/laba kotor.
Jika harga pokok produksi tinggi
otomatis akan berdampak pada harga
jual tinggi, sementara harga jual tinggi
secara teori tidak menarik bagi
konsumen dan dapat menyebabkan
penjualan menurun. Sementara dalam
perhitungan laba rugi akan mengalami
kesulitan ketika menentukan laba
kotor/laba usaha, karena perhitungan
harga pokok yang salah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai beikut :
1. Metode penentuan harga pokok
produk dengan metode full costing,
berdasarkan seluruh biaya produksi
tetap dan variabel menghasilkan
harga pokok produk per potong tahu
sebesar Rp.207,12
2. Metode penentuan harga pokok
produk dengan metode variable
costing, biaya variabel saja
menghasilkan harga pokok produk
per potong tahu sebesar Rp.204,59
JURNAL AKUNTANSI & BISNIS UNSURYA
58
3. Metode penentuan harga pokok
produk dengan metode yang
diterapkan perusahaan, berdasarkan
seluruh biaya produksi dan biaya non
produksi menghasilkan harga pokok
produk per potong tahu sebesar
Rp.213,3
4. Perbedaan dalam perhitungan harga
pokok produk antara metode full
costing dan variable costing dengan
metode yang diterapkan pada
perusahaan meliputi :
a. Dasar yang digunakan untuk
menghitung harga pokok
b. Klasifikasi Biaya
c. Hasil perhitungan harga pokok
per potong tahu.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka
disarankan kepada perusahaan sebagai
berikut :
1. Melakukan klasifikikasi biaya
produksi sesuai dengan terjadinya
biaya, dan memisahkan antara biaya
produksi dan non produksi.
2. Merubah metode perhitungan harga
pokok produksi untuk dapat
menentukan harga pokok produksi
dan harga jual yang tepat, serta dapat
menyusun perhitungan laporan laba
rugi yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Firdaus,. dan Abdullah, Wasilah. 2012. “Akuntansi Biaya”. Edisi 3. Salemba Empat
Armanto, Witjaksono,SE, MM, 2013 Akuntansi Biaya, Graha Ilmu
Blocher, Stout, Cokins, 2011, Manajemen Biaya, Salemba Empat, Jakarta.
Daljono. (2011). Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian. Edisi ketiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Horngren, C. T., Datar, S. M., & Rajan, M. (2012). Cost Accounting: A Managerial Emphasis. England: Pearson.
Islahuzzaman. (2011). Activity Based Costing Teori dan Aplikasi. Alfabeta, Bandung
Prawironegoro, Darsono,2009, Akuntansi Manajemen, Mitra Wacana Media, Jakarta
Rambat Lupiyoadi, Ridho Bramulya Ikhsan, 2015, Praktikum Metode Riset Bisnis, Salemba Empat, Jakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara Laba bersih sebelum pajak dan Total aset terhadap Return on Assets, baik secara indivisu atau parsial maupun secara bersama-sama atau simultan. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan properti yang mempublikasikan laporan keuangan dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2011sampai dengan tahun 2015, sebanyak 27 perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan data kuantitatif, yaitu laporan keuangan selama 5 (lima) tahun dari seluruh populasi. Sehingga datanya merupakan panel, yaitu data gabungan antara data time series dan data cross section. Oleh karena itu metode pengolahan data dengan menggunakan software eviews seri 9, disesuaikan dengan jenis datanya. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Sedangkan uji hipotesis menggunakan uji hipotesis parsial dengan membandingkan anatara thitung dengan t tabel, sedangkan uji hipotesis simultan dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Koefisien determinasi digunakan sebagai pengukuran besarnya varian variabel bebas dalam menjelaskan varian variabel terikat
Hasil penelitian menunjukan persamaan regresi adalah Y = 0,062360 + (8.21E-14 . X1) + (-4.70E-15. X2). Hasil uji hipotesis parsial menunjukkan, variabel Laba bersih sebelum pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return on Assets , yang ditunjukan dengan nilai thitung 3,911045 > ttabel 1,66 . Sedangkan pada variabel total aset tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Return on Assets, yang ditunjukan dengan nilai thitung 1,919361 < ttabel 1,66 .Hasil uji hipotesis secara simultan menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara laba bersih sebelum pajak dan total aset terhadap Return on Assets, yang ditunjukkan dengan nilai Fhitung 4,538842 > Ftabel 3,06. Hasil koefisien determinasi R square (R2), menunjukan nilai sebesar 0.545235, hal ini berarti variabel bebas laba bersih sebelum pajak, dan total aset mampu menjelaskan varian dari variabel terikat yaitu Return On Assets sebesar 54,235% sedangkan sisanya sebesar 45,765 (100-54,235) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata kunci : Laba Bersih Sebelum Pajak,Total Aset,Return On Asset