PERKEMBANGAN DALAM PENCEGAHAN DEMENSIA DAN PENYAKIT
ALZHEIMERABSTRAKDi era kemajuan zaman ini, pengertian dan kriteria
diagnosis dari semua kondisi medis selalu mengacu pada pandangan
dan pendapat terbaru yang selalu berkembang. Selama 300 tahun
penelitian di bidang penyakit Alzheimer telah mengalami perubahan
besar-besaran dalam pedoman diagnosisnya. Perubahan besar-besaran
tersebut telah membuat pengobatan Alzheimer beralih ke terapi
prevensi pada tahap presimptomatis dan predemensia. Di sini kita
akan membahas 4 hal yang terdiri dari pengaruh reliabilitas
diagnosis pada pengembangan strategi preventif untuk penyakit
Alzheimer, bukti ilmiah untuk mendukung dilakukan tindakan, studi
intervensi yang sedang berjalan, dan masalah serta perkembangan
metode dalam menyeimbangkan strategi bagi individu yang memiliki
resiko tinggi dalam rangka pencegahan di tingkat populasi.Hubungan
antara neuropatologi dan kemampuan kognitif dari penyakit Alzheimer
masih belum jelas sampai sekarang. Apalagi faktor resiko pada
demensia, penyakit Alzheimer belum tentu memberikan pengaruh dalam
neuropatologisnya. Penurunan kemampuan kognitif memiliki pengaruh
klinis yang jelas sehingga faktor ini perlu menjadi fokus utama
dalam prevensi penyakit Alzheimer. Faktor resiko dan pelindung dari
demensia perlu untuk dipelajari pada sudut pandang perjalanan
kehidupan. Pendekatan baru dalam usaha prevensi terdiri dari
peningkatan strategi berdasarkan faktor resiko genetik atau
biomarker beta-amiloid, dan intervensi multidomain berkelanjutan
yang mengarah pada macam macam faktor resiko vaskular dan gaya
hidup. Pengalaman dari program preventif pada penyakit kronis
lainnya dapat memberikan perbaikan dalam tatalaksana penyakit
Alzheimer. Pembangunan infrastruktur dalam kerjasama internasional
sangat dibutuhkan dalam menangani penyakit Alzheimer dan demensia
yang sudah mendunia. Salah satu contoh dari kerjasama internasional
untuk meningkatkan metode penanganan dan pencegahan penyakit
Alzheimer adalah International Database on Aging and Dementia
(IDAD) dan European Dementia Prevention Initiative
(EDPI).PENDAHULUAN
Penelitian di bidang peyakit Alzheimer sekarang semakin maju dan
lebih mengedepankan dalam hal pencegahan penyakit sebagai tujuan
utama. Menanggapi diterbitkannya Manual Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental, edisi kelima (DSM-5) yang diterbitkan pada bulan
Mei 2013 dan International Classification of Diseases, revisi 11
(ICD-11) yang diperkirakan keluar pada tahun 2015, semakin banyak
penelitian mengenai penyakit Alzheimer yang dilakukan.
Definisi dan kriteria diagnostik dalam bidang medis terus
mengalami pembaruan sebagai hal penting demi kemajuan prosedur
diagnostik yang selama ini telah ditetapkan. Di bidang penelitian
penyakit Alzheimer, telah diambil hampir tiga dekade untuk
melakukan revisi dalam kriteria utama penyakit. Seberapa banyak
perkembangan yang terjadi selama 30 tahun penelitian dalam bidang
pencegahan penyakit? Bagaimana hasil pengamatan di klinik dan
penelitian mengenai kriteria penyakit mempengaruhi studi pencegahan
ke depannya? Dan akhirnya, bagaimana kita bisa mengidentifikasi
langkah-langkah pencegahan yang relevan bahkan sebelum kita
mendiagnosis? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting mengingat
bahwa tujuan utama adalah pencegahan di tingkat populasi.Dalam
ulasan ini, kita akan membahas dampak besar reliabilitas hasil
diagnostik dalam mengidentifikasi strategi pencegahan. Selain itu
kami juga akan meninjau bukti - bukti ilmiah dan studi mengenai
tindakan intervensi pada penyakit Alzheimer yang sedang berlangsung
untuk mendukung pengalihan dari metode observasi menuju tindakan.
Kami akan fokus pada metodologi penelitian dengan strategi
pencegahan di tingkat populasi.APA YANG KITA CEGAH ?
Ringkasan umum mengenai berbagai pertanyaan bagaimana penelitian
pencegahan terhadap penyakit Alzheimer sekarang ini dapat diatasi
dengan pencarian sederhana di PubMed (Gambar. 1).
Dua tren utama yang mendominasi penelitian pencegahan sejauh ini
adalah: pertama, kebanyakan studi difokuskan pada pencegahan
penyakit demensia pada tahap sudah terjadi kerusakan kognitif yang
parah, bukan pencegahan pada tahap lebih ringan. Kedua, penyakit
Alzheimer mendominasi penelitian pencegahan penyakit demensia,
tetapi kurang adanya perhatian yang diberikan untuk mencegah
kerusakan kognitif dari penyebab campuran atau non-Alzheimer7. Tren
tersebut merupakan konsekuensi langsung dari bagaimana kriteria
penyakit Alzheimer dirumuskan tiga dekade yang lalu: (i) tidak ada
diagnosis yang spesifik sampai tahap demensia; (ii) diagnosis harus
ditetapkan dalam dua langkah, pertama sindrom demensia, lalu menuju
penyakit yang mendasari; (iii) sindrom demensia bergantung pada
beratnya gangguan memori, sebagai gejala utama penyakit Alzheimer
dan (iv) penyakit Alzheimer adalah diagnosis eksklusif, yang
ditegakkan ketika demensia terjadi bukan karena adanya kelainan
otak lainnya. Diusulkan bahwa kriteria baru untuk diagnosis
penyakit Alzheimer yaitu adanya gangguan kognitif yang lebih berat,
adanya gejala klinis yang tidak spesifik (seperti gangguan bahasa,
visuospasial, atau gangguan non- memori dalam bentuk lain) dan
kriteria yang terkait dengan biomarker2-6. Dalam DSM-5 'demensia'
diganti dengan major neurocognitive disorder, dan gangguan kognitif
yang kurang parah didiagnosis sebagai mild neurocognitive disorder;
gangguan memori tidak lagi menjadi fokus utama dari kriteria
diagnostik 8. Saat ini, epidemiologi (faktor kejadian, prevalensi,
dan risiko) dari penyakit ini sebagian besar tidak diketahui.Yang
sangat relevan dalam penelitian pencegahan adalah bagaimana
penyakit yang berbeda diusulkan dalam konsep kriteria diagnostik
yang baru: apakah penyakit Alzheimer dimulai dengan timbulnya
perubahan patologis tertentu di otak4-6, atau apakah itu dimulai
dari sejak pertama kali munculnya gejala klinis spesifik2,3,8?
Dalam penelitian lainnya seperti kanker, perubahan patologis
biasanya menentukan onset penyakit. Dalam penyakit demensia hal ini
menjadi perdebatan mengingat bahwa banyak lanjut usia meninggal
dengan kemampuan kognitif yang masih baik tetapi dalam beberapa hal
tanda patologis di otak lainnya yang berkaitan dengan penyakit
Alzheimer harus diklasifikasikan sebagai kriteria penyakit
Alzheimer 9,10. Dibandingkan dengan faktor-faktor lain, usia
memiliki factor risiko yang kuat pada gangguan kognitif di usia
lanjut tetapi masih tidak jelas apakah usia terkait dengan
perubahan patologi otak adalah proses yang berbeda 11. Pemahaman
mengenai proses biologis penuaan otak dan penyakit Alzheimer dapat
membantu untuk menjawab pertanyaan mengenai kita harus fokus
terutama dalam mencegah perubahan otak, atau sebaiknya kita tetap
fokus pada pencegahan gangguan kognitif ?.Prioritas dalam
kesesuaian klinisKarena manifestasi klinis pada masing masing
individu terkadang berbeda dan kemampuan kita saat ini untuk
mengidentifikasi perubahan patologis otak yang spesifik pada
tingkat populasi terbatas, tampaknya lebih relevan untuk hanya
fokus pada pencegahan gangguan kognitif daripada mencegah perubahan
patologis otak yang kemungkinan belum tentu merupakan gejala
penyakit Alzheimer. Perdebatan mengenai kenyataan klinis dan
definisi neuropatologi penyakit menunjukkan fakta bahwa hubungan
antara manifestasi klinis, neuropatologi penyakit dan hubunggannya
dengan biomarker masih belum terlalu dipahami.Meskipun penelitian
terbaru, penyakit Alzheimer tetap diagnosis eksklusi di semua
kriteria yang diusulkan. Satu-satunya pengecualian adalah penyakit
Alzheimer dikarenakan disebabkan kelainan genetik yang diketahui,
yaitu adanya mutasi di gen APP, PSEN1 dan gen PSEN2. Ini jarang
terjadi, bentuk penyakit Alzheimer yang diwariskan, dan penyakit
ini sangat spesifik dan berbeda dari penyakit Alzheimer karena
sebab lain karena penyakit ini dapat menunjukkan gejala penyakit
lain secara bersamaan. Sebagian besar penyakit Alzheimer karena
sebab lain secara klinis dan neuropathologinya heterogen, sehingga
sulit untuk membedakan gejala patologi yang non-Alzheimer.
Pengecualian yang terlalu ketat dapat mengganggu strategi
pencegahan pada tingkat populasi, di mana tujuan utamanya adalah
untuk menghindari atau menunda kerusakan kognitif yang signifikan.
Ini berarti bahwa pencegahan harus menargetkan tidak hanya pada
gangguan memori, namun juga pada penyakit yang menyebabkan adanya
penurunan kognitif lainnya. Gangguan kognitif yang umum terjadi di
usia tua mungkin memiliki tidak hanya satu etiologi dan proses
patologi yang berbeda beda (misalnya penyakit Alzheimer dan
penyakit serebrovaskular) juga berbagi beberapa faktor risiko
(Tabel 1), hal tersebut menunjukkan bahwa pencegahan multidomain
yang menargetkan beberapa faktor risiko secara bersamaan merupakan
pilihan yang efektif.
Kriteria yang diusulkan dalam penelitian untuk penyakit
Alzheimer diakui banyak gejala yang tidak spesifik dan gangguan
yang bersifat non-memori sebagai klinis dari sindrom penyakit
Alzheimer. Gangguan neurokognitif yang ringan dan berat menurut
DSM-5 tidak lagi terfokus pada gangguan memori sebagai kriteria
utama adanya gangguan kognitif, berbeda dengan kriteria demensia
yang ada di pedoman sebelumnya yaitu ICD-10 dan DSM-IV. DSM-5 juga
lebih menekankan proses patologi otak campuran pada gangguan
kognitif (gangguan neurokognitif ringan atau berat yang disebabkan
beberapa etiologi). Dengan demikian Gangguan neurokognitif yang
berat tidak sama dengan demensia, dan gangguan neurokognitif yang
ringan berpotensi merupakan gangguan kognitif ringan (MCI) 8, dan
akibat gangguan vaskular12. Setiap diagnosa ini akan membutuhkan
kelompok pasien yang lebih heterogen, dan penelitian epidemiologi
diperlukan untuk mengidentifikasi patologi gangguan neurokognitif
ringan atau berat, dan faktor risiko yang berperan dan prognosis
penyakit.Kesesuaian klinis mengenai perubahan patologi otakPenyakit
Alzheimer ditandai oleh adanya deposisi amiloid dan akumulasi yang
saling tumpang tindih di daerah neokorteks dari otak13; proses ini
merupakan decade awal mulai terjadinya dementia 6,14. perubahan
otak yang biasa terjadi pada penyakit Alzheimer sering ditemukan
pada orang dengan gangguan kognitif ringan atau bahkan pada orang
yang tanpa gejala kognitif sama sekali 10,15. Hal ini jelas dari
studi patologi klinis bahwa tidak semua orang dengan perubahan otak
seperti pada penyakit Alzheimer akan berkembang menjadi kerusakan
kognitif yang jelas. Sampai saat ini belum diketahui rentang waktu
yang jelas dari adanya perubahan patologi otak sampai munculnya
manifestasi klinis. Sejauh ini bagaimana hal tersebut bisa terjadi
hanya dikonfirmasi melalui pengambilan data post-mortem.Kemampuan
otak, sel saraf dan kemampuan kognitif untuk mentolerir atau
menanggapi perubahan struktural yang terjadi berbeda setiap
individu 17, 18 hal ini dapat menjelaskan mengapa perubahan
patologis seseorang dapat terakumulasi untuk waktu yang lama tanpa
tanda-tanda atau gejala klinis19- 23. Selain itu, penyakit
Alzheimer biasanya terjadi pada usia tua, dan sering disertai
dengan keadaan patologi yang terjadi pada usia lanjut lainnya,
terutama penyakit serebrovaskular (CVD) dan patologi Lewy. Proses
patologi yang terjadi bersamaan dapat menurunkan ambang batas
seseorang untuk terjadinya manifestasi klinis, sehingga
memungkinkan seseorang mengalami gangguan kognitif yang memberat
secara bertahap sehingga akhirnya didiagnosis mengalami penyakit
Alzheimer24-26.Sejauh ini masih belum jelas faktor risiko apa yang
dapat meningkatkan risiko munculnya atau berkembangnya
neuropathologi gejala spesifik penyakit Alzheimer, atau kondisi
komorbid apa yang berkontribusi terhadap onset terjadinya dan
perkembangan gangguan kognitif. Sebagai contoh, faktor risiko
vaskular telah terkait dengan perkembangan sindrom Alzheimer,
tetapi dalam studi klinis-patologis mereka tidak konsisten terkait
dengan proses patologi penyakit Alzheimer27. Beberapa studi telah
menunjukkan bahwa faktor pembuluh darah terkait dengan penyakit
cerebrovascular tetapi tidak dengan proses perubahan yang terjadi
pada penyakit Alzheimer, sementara studi lain menunjukkan hasil
yang bertentangan, mengenai tipe perubahan sel otak terkait dengan
faktor pembuluh darah. Selain itu ada berbagai faktor yang terkait
dengan manifestasi klinis penyakit Alzheimer tanpa hubungan
langsung dengan proses patologi penyakit Alzheimer, seperti
pendidikan, kemampuan bahasa, kegiatan yang bersifat kognitif,
aspek kepribadian, perasaan kesepian, jaringan sosial dan tujuan
hidup28-35. Faktor-faktor tersebut juga dapat menjadi tujuan proses
pencegahan untuk mengurangi risiko manifestasi klinis penyakit
Alzheimer meskipun melalui mekanisme yang belum jelas.Singkatnya,
dalam penelitian pencegahan tidak boleh diasumsikan bahwa yang
merupakan faktor risiko untuk sindrom Alzheimer hanya deposisi
amyloid atau neurofibril yang tumpang tindih. Selain itu asumsi
mengenai keberhasilan proses pencegahan bukan dari berkurangnya
jumlah kasus penyakit Alzheimer, tetapi pada berkurangnya individu
yang mengalami Alzheimer sindrom.Tingkat pencegahanDiskusi mengenai
definisi penyakit juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana
tingkat pencegahan dapat didefinisikan. Tujuan keseluruhan dari
pencegahan primer adalah untuk mengurangi timbulnya penyakit, oleh
intervensi sebelum onset penyakit melalui tindakan promosi inisiasi
dan pemeliharaan kesehatan yang baik atau menghilangkan faktor yang
berpotensi menyebabkan penyakit. Tujuan pencegahan sekunder adalah
untuk mencegah penyakit pada awal atau fase sebelum munculnya
gejala klinis sehingga tidak berkembang menjadi gejala klinis.
Pencegahan tersier berfokus pada pengelolaan gejala klinis yang
muncul, komplikasi dari penyakit, dan cara cara memaksimalkan
kualitas hidup penderita. Masing masing tingkat pencegahan dapat
dilihat pada gambar 2.
Faktor risiko perubahan neuropathologi terkait penyakit
Alzheimer tidak selalu sama dengan faktor risiko pada gangguan
kognitif ringan, atau faktor risiko demensia. Kebingungan biasanya
muncul dalam studi epidemiologi yang dilakukan pada populasi yang
lebih tua, yang merupakan campuran dari individu yang sehat, yang
dengan perubahan otak laten dan mereka dengan gangguan kognitif
yang sudah terdeteksi atau tidak terdeteksi dengan berbagai tingkat
keparahan. Apakah suatu penelitian yang spesifik telah benar-benar
mengidentifikasi faktor-faktor risiko untuk penyakit Alzheimer,
atau hanya faktor risiko demensia? Apakah juga mengidentifikasi
benar benar faktor risiko gangguan kognitif ringan, atau untuk
kerusakan ringan yang berkembang cepat menjadi berat pada demensia?
Tidak ada jawaban yang mudah untuk pertanyaan pertanyaan tersebut,
namun temuan epidemiologi menjadikan lebih mudah untuk menafsirkan
kerangka konsep untuk penyakit Alzheimer (proses neuropathologi
atau mekanisme gejala klinik), dan program pencegahan primer,
sekunder atau tersier yang akan dibahas.PENCARIAN BUKTI YANG
CUKUPStudi observasional : 9 konsiderasi telah di formulasikan oleh
Bradford hill pada awal tahun. AD dan gangguan kognitif merupakan
kondisi yang multifactor dengan tingkat kompleksifitas yang
tinggi.
Kekuatan asosiasi : kekuatan asosiasi hampir memiliki indikasi
penyebab namun asosiasi yang umumnya ditemukan pada studi
epidemiologi memiliki kekuatan yang lemah. Hal ini dibandingkan
dengan peninkatan resiko kanker pada perokok dan non perokok.
Dementia dan AD memiliki faktor resiko pada kardiovaskuler dan
penyakit kronik lainnya. Beberapa individu yang memiliki faktor
resiko tinggi tersebut akan sulit untuk dipelajari penyakit
dementianya ketika telah beranjak tua. Kekuatan hubungan untuk
mencari pencegahan terhadap AD sult dicari dikarenakan tingginya
resiko dan banyaknya mortalitas pada pemilik penyakit ini. Pada
penyakit yang multifaktorial, setiap penyakit hanya dapat
menjelaskan sedikit hubungan. Bahkan 4 alele apolipoprotein E
(APOE) yang merupakan faktor resiko AD hanya dapat menjelaskan
resiko terkena AD sebanyak 3-4 kali lipat dibandingkan APOE 3
(berdasarkan meta-analysis Alzgene;www.alzgene.org).Keadaaan pada
suatu populasi dapat berubah pada saat dilakukan studi observasi
hal ini tentu mempengaruhi studi untuk mengetahui hubungan terhadap
AD. Perubahan social seperti perinatal, pendidikan, pekerjaan dan
pension, urbanisasi, kebersihan lingkungan, diet, kesehatan dan
keselamatan juga mempengaruhi studi tersebut. Prevalensi faktor
resiko penyakit kardiovaskuler telah menurun namun obesitas dan
diabetes masih sering ditemukan pada usia pertengahan tahun keatas.
Suatu studi menjelaskan dementia mungkin telah menurun walaupun
masih perlu di konfirmasi lebih lanjut.
Konsistensi : Penelitian di bidang pencegahan AD masih
menggunakan beberapa definisi untuk pemicu dan hasil keluarannya
yang membuat perbandingan antara studi satu dengan yang lainnya
berbeda. masih diperlukan i) lebih praktis, standarisasi dan lebih
baik pada validasi penyebab, ii) standarisasi kognitif dan
pengukuran fungsional, iii) standarisasi metode dan
hasil.Spesifitas : kriteria spesifitas berdasarkan dua anggapan :
pertama, faktor kausa hanya dapat memnyebabkan satu efek dan kedua,
satu efek hanya memiliki satu kausa. Keduanya dapat diterapkan pada
penyakit multifaktoral seperti AD ini. Kehadiran neuropathology AD
tidak memudahkan untuk mendiagnosa klinik AD. Banyak faktor resiko
dan faktor pelindung terhadap dementia atau AD dan penyakit kronik
lainnya. Studi pencegahan AD memiliki manfaat dengan menggabungkan
pencegahan dari sector lainnya.
Temporality : memunculkan suatu temporality merupakan salah satu
sumber penting terhadap studi pencegahan Alzheimer, hal ini
dikarenakan onset penyakit ini sulit untuk diidentifikasi.
Kebanyakan studi epidemiologi dilakukan terhadap populasi yang tua
dan follow up yang relative pendek. Beberapa tahun ini, studi telah
menunjukan suatu pola yang menurun setiap saat, hal ini bias
dilihat pada tekanan darah, kolesterol total dan indek massa tubuh.
Kesemuanya berhubungan dengan perkembangan demensia.
Contoh pentingnya suatu temporality berasal dari studi
observasional dari efek medikasi terhadap resiko AD. Apa yang
terlihat buruk di waktu yang singkat mungkin akan memiliki manfaat
diwaktu yang panjang. Hasil Cache County studi mengindikasikan
bahwa hormone replacement therapy (HRT) meningkatkan resiko AD
terhadap pemakai hormone ini yang telah melakukan selama 0-10
tahun.
APOE 4 allele merupakan gen yang masih disangka sebagai penyebab
AD dan mungkin diperlukan untuk perkembangan penyakit ini, Resiko
AD meningkat dengan meningkatnya alel ini. Bentuk U atau J
berhubungan dengan resiko dementia . hal ini dipicu oleh beberapa
faktor seperti tekanan darah, indek masa tubuh dan konsumsi
alcohol. Masih terdapat kesulitan untuk menegakan bagian U ataukah
J yang berhubungan dengan AD/dementia. Hubungan causa dengan
AD/dementia dapat di hipotesis dengan naiknya tekanan darah.
Plausibility : hubungan causa secara bioligis harus dapat
diterima, namun sangat bergantung terhadap adanya keilmuan di titik
waktu tertentu. Tetapi, berapa banyak ilmu yang diperlukan untuk
bergerak dari observasi menjadi suatu aksi? Dilihat dari hubungan
itu, causa harus berdasarkan bukti ilmiah yang nyata tetapi bukti
yang berhubungan dengan faktor AD harus dipertimbangkan suatu aksi
yang nyata. Bradford hill mengakui untuk melakukan aksi ini
diperlukan berbagai standar untuk berbagai intervensi. fakta lebih
diperlukan untuk percobaan pencegahan skala besar, sebagai contoh
obat anti amyloid saat asymtomatis pada individu yang beresiko.
Koherensi : berdasarkan bradforf hill, hubungan causa tidak
mutlah harus berlawanan dengan keilmuan patofisiologi keilmuan yang
telah ada. Hal ini menarik karena tahun 1990 faktor pembuluh darah
pada AD belum sepenuhnya dimengerti.
Analogy : analogi dapat berguna untuk membuat suatu hipotesis
tentang hubungan penyakit ini. Sebagai contohnya baik untuk
jantung, baik pula untuk otak. Menambahkan pencegahan AD/dementia
pada pencegahan terhadap kardiovaskuler terkadang masih dianggap
berlebihan. Bahkan studi pencegahan dementia telah digaris bawahi
memiliki celah antara teori dan praktik. Contohnya, banyak pasien
masih gagal mencapai tiingkatan target faktor resiko walaupun
mereka telah mendapatkan pengobatan. Kesehatan masyarakat dan
pendidikan pasien yang berhubungan dengan dementia/AD mungkin dapat
mempersempit celah antara teori dan praktik ini.
Ekperiment : hasil eksperiment pada binatang model AD sampai
saat ini masih ditujukan untuk pengobatan penyakit, dan ini telah
terpisah dengan studi pencegahan. Terdapat banyak laporan tentang
interfensi dengan hasil positif pada neuropatologi dan deficit
kognitif pada tikus transgenic. Sampai saat ini belum ada terapi
yang efektif terhadap alzhaimer yang mengalami gangguan
kognitif.
Studi berdasarkan model hewan AD hampir secara pasti menggunakan
konsep faktor kausa, sedangkan resiko atau faktor protektif
digunakan di penelitian epidemiologi. Terdapat suatu kepercayaan
bahwa penemuan secara epidemiologi hanya sebatas sugesti sedangkan
penelitian ekperimental menunjukan sebab dan akibat secara pasti.
Namun, kausa tidak mudah di boservasi dan di ukur dilaboratorium.
Di suatu populasi yang telah menggunakan study laboratorium yang
sudah terkontrolpun hanya dapat menunjukan hubungan antara
penyebab, walaupun hal ini lebih baik daipada studi
epidemiologi.
Penelitian eksperiment alzhaimer telah didominasi dengan
menyederhanaan konsep dari suatu kausa, pemahaman tentan hubungan
antara penyebab dan efek. Contohnya, berdasarkan hipotesis amyloid,
AD disebabkan oleh timbunan beta amyloid (setelah direvisi menjadi
oligomers beta amyloid. Hipotesis tau mengatakan abnormalitas
protein mengawali proses penyakit ini. Hasil dari studi pada
binatang sering dipertimbangkan sebelum studi pada manusia.
Randomized controlled trials (RCTs)Banyak hasil positif dari studi
observasional yang tidak perlu diterjemahkan ke dalam strategi
pencegahan yang sukses di RCT. Dalam beberapa kasus, faktor
pelindung sisa pembaur atau jelas dalam studi observasional mungkin
sebenarnya penanda risiko terukur atau mekanisme perlindungan. Tes
didasarkan pada asumsi bahwa AD adalah entitas satu dimensi, dengan
penurunan kognitif yang progresif sampai demensia, telah secara
konsisten gagal untuk mengidentifikasi intervensi yang efektif.
Berbagai senyawa dengan mekanisme yang berbeda dari tindakan (yaitu
NSAID, agen anti-hipertensi, HRT, statin, vitamin dan ekstrak
ginkgo biloba) diuji di RCT untuk pencegahan yang sering
ditambahkan pada uji coba dengan hasil utama lainnya (yaitu
kardiovaskular atau serebrovaskular)55. Sebagai ukuran sampel dan
periode follow-up yang sama, semua senyawa entah bagaimana
diharapkan memiliki efek yang sama pada hasil yang sama, terlepas
dari kriteria inklusi. Sampai saat ini belum ada penelitian yang
meyakinkan menunjukkan bahwa pendekatan obat tunggal untuk
pencegahan AD layak ketika hasilnya adalah demensia56,57. Obat
anti-hipertensi merupakan satu-satunya pengecualian, karena ada
beberapa bukti untuk obat-obat ini dari efek perlindungan terhadap
demensia58. Juga, intervensi berkaitan dengan gaya hidup tunggal
(yaitu aktivitas fisik dan pelatihan kognitif) memiliki yang
terbaik hanya jangka pendek sederhana atau hasil positif 59.
Pentingnya waktu intervensi dalam kaitannya dengan onset
penyakit, usia dan durasi intervensi ditekankan oleh hasil RCT
sebelumnya. Sebagai contoh, Womens Health Initiative Memory Study
(WHI-MS) terdaftar wanita berusia 65-79 tahun, yang diberi HRT
bertahun-tahun setelah menopause. Studi ini menunjukkan bahwa
terapi estrogen saja atau dalam kombinasi dengan progestin
dikaitkan dengan dua kali lipat peningkatan risiko demensia dan
MCI60, 61 dan peningkatan risiko stroke dan penyakit jantung.
Sebaliknya, Kronos Early Estrogen Prevention Study (KEEPS)
menyelidiki HRT lama setelah menopause onset (pendaftaran dalam
waktu 3 tahun; usia rata-rata 53 tahun). Penggunaan HRT pada pasien
KEEPS dikaitkan dengan peningkatan penanda risiko kardiovaskular,
tanpa efek samping pada kognisi62. Sangat menarik bahwa efek jangka
pendek negatif HRT di WHI-MS adalah terutama jelas pada individu
dengan fungsi kognitif yang lebih rendah pada awal, menunjukkan
bahwa HRT dapat memiliki efek negatif setelah proses penyakit telah
dimulai. Situasi yang sama telah dijelaskan untuk NSAID56.Sampel
lain adalah tekanan darah, yang terlihat menurun pada onset AD di
tahun-tahun sekarang63,64. Subjek dengan tekanan darah tinggi
berpartisipasi dalam percobaan hipertensi mungkin didapatkan
penurunan resiko demensia, dan yang berkembang menjadi demensia di
percobaan tersebut mungkin juga memiliki karakteristik yang
dibandingkan dengan individu dengan demensia secara umum52. Tekanan
darah tinggi (sama seperti kolesterol tinggi dan obesitas) di
pertengahan umur telah diketahui berhubungan dengan peningkatan
resiko demensia dan AD 20-30 tahun setelah waktu yang lama pada
populasi pada studi observasional52. Meskipun demikian, hasil RCT
jangka lama untuk memastikan efek dari intervensi yang tidak
layak.Penelitian demensia yang sedang berlangsung dan inisiatif
Beberapa uji penelitian mengenai pencegahan demensia telah
diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir (Tabel 2 dan 3), dengan
menargetkan pada populasi yang berbeda serta menggunakan berbagai
jenis intervensi berkaitan dengan gaya hidup dan farmakologi. Hal
ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang hanya
berfokus pada beberapa faktor risiko secara bersamaan (intervensi
multidomain) atau hanya menggunakan pengayaan dari faktor risiko
penyakit. Suatu pengayaan dapat didasarkan pada penanda biologis
seperti genetik dan non-genetik (Tabel 2) atau pada penanda faktor
risiko lain seperti metabolik atau faktor vaskular (Tabel 3).
Selain dari RCT terhadap individu seperti yang sedang berlangsung
tersebut, ternyata ada beberapa lembaga inisiatif pencegahan yang
berfungsi sebagai sarana umum untuk beberapa RCT. Sebagai contoh,
European Dementia Prevention Initiative (EDPI; www.edpi.org)65,66,
kelompok penelitian yang telah bekerja sama dari tiga RCT
pencegahan yang sedang berlangsung menggunakan pembuluh darah
multidomain dan intervensi terkait gaya hidup (preDIVA, FINGER,
MAPT; Table 3)65,66. Kerja sama internasional antara kelompok yang
berbeda lebih baik menggunakan data yang tersedia. Melalui analisis
gabungan data dan berbagi pengalaman tentang isu-isu metodologis,
EDPI bertujuan untuk meningkatkan strategi pencegahan multidomain
yang dapat diuji dalam studi yang lebih besar. Sebuah langkah dalam
arah ini adalah proyek yang didanai Uni Eropa yang baru-baru ini
dimulai oleh anggota EDPI: the Healthy Aging Through Internet
Counseling in the Elderly (HATICE; www.hatice.eu). HATICE yang
bertujuan untuk mendukung pengelolaan faktor risiko vaskular dan
gaya hidup yang berhubungan pada orang dewasa yang lebih tua,
melalui platform internet mudah diakses, dengan dukungan perawat
tersedia. Tujuan utama dari HATICE adalah pencegahan demensia dan
penyakit kardiovaskular pada orang tua. Sebuah RCT dengan 4600
peserta lansia direncanakan HATICE untuk menyelidiki efektivitas
dari platform.
Uji lain yang sedang berlangsung berfokus pada aktivitas fisik
sebagai intervensi utama dan hasilnya adalah suatu perubahan
kognitif / status fungsional serta penanda biologis dari Alzeimer
dan gangguan kognitif. PREVENT-Program Alzeimer (Douglas Institute,
Montreal, Canada)67,68 direncanakan untuk memasukkan 500 orang yang
berusia 55 tahun, tanpa gangguan kognitif tetapi dengan riwayat
keluarga Alzeimer. Promotion of the Mind Through Exercise (PROMoTE;
University of British Columbia, Canada) menargetkan 70 peserta
berusia 45 tahun dengan gangguan kognitif vaskular iskemik69. The
Australian Imaging, Biomarker & Lifestyle Flagship Study of
Ageing (AIBL) 68 mamasukkan 150 orang yang berusia 60 tahun dengan
keluhan subjektif memori atau MCI dan setidaknya satu faktor risiko
kardiovaskular. Suatu Uji coba MCI, ADCS, USA70 menargetkan 300
orang dewasa yang lebih tua dengan MCI. Pencegahan RCT menggunakan
agen anti-amyloid (Tabel 2) merupakan suatu kelompok khusus dari
uji tersebut karena peserta dipilih berdasarkan adanya kadar
amiloid otak pada scan positron emission tomography (PET), dimana
amiloid otak merupakan faktor risiko genetik untuk Alzeimer atau
suatu mutasi genetik yang terkait dengan Alzeimer. Studi ini
mengangkat isu-isu etis mengenai penyingkapan status risiko
demensia, karena sulit memperkirakan risiko demensia dari kelompok
untuk setingkat individu. Sementara bagaimana sebaiknya pasien di
informasikan tentang profil genetik mereka atau gambaran data
amyloid otak? Guidelines (Alzheimers Association and Society of
Nuclear Medicine) sedang dipersiapkan dan studi (misalnya
MENGUNGKAP) sedang berlangsung untuk mengevaluasi konsekuensi dan
dampak mengungkapkan jenis informasi.
Jika suatu genotipe dari gen yang rentan terkait secara langsung
dengan proses patofisiologi yang ditargetkan oleh obat baru maka
hal ini bisa menjadi suatu strategi yang potensial untuk memilih
subjek yang tepat untuk intervensi. Namun, pengujian gen yang
rentan pada individu asimtomatik sangatlah komplek. Berbicara
tentang peningkatan risiko genetik sangat berbeda dengan berbicara
tentang gangguan dominan autosomal, sehingga relevansi pencitraan
PET amiloid pada populasi yang besar dengan tidak ada gangguan
kognitif masih belum diketahui. Studi neuropathologi telah
menunjukkan bahwa amiloid berkorelasi buruk dengan gangguan
kognitif pada akhir-onset demensia, sehingga amiloid tidak mungkin
akan menjadi biomarker yang berguna dalam populasi besar yang tidak
dipilih. Namun, jika intervensi anti-amyloid terbukti efektif, maka
pencitraan PET atau gen yang berisiko dapat digunakan untuk memilih
orang-orang yang mungkin mendapat manfaat dari intervensi
tersebut.
Individu dengan autosomal dominan secara pasti akan menyebabkan
sindrom klinis Alzeimer. Individu tersebut dipilih untuk proyek
Inisiatif Pencegahan Alzeimer yang saat ini sedang berlangsung;
DIAN - Dominantly Inherited Alzheimer Network (API and DIAN )(Tabel
2). Ini adalah kelompok pasien khusus yang meneliti perkembangan
demensia pada usia muda dan yang memiliki riwayat penyakit klinis
dasar berbeda dibandingkan dengan sebagian besar dari mereka dengan
onset demensia akhir, penyakit campuran dan tidak ada mutasi
genetik. Oleh karena itu hasil dari penelitian ini mungkin tidak
langsung berlaku pada tingkat populasi.Strategi pengayaan dan hasil
pengganti: peran biomarker biologis: Di dalam kriteria baru yang
diusulkan, genetik, neuroimaging dan penanda cairan serebrospinal
memiliki peran yang semakin penting dalam menentukan AD. Strategi
pengayaan dapat memecahkan beberapa masalah sebelumnya yang
berkaitan dengan heterogenitas populasi termasuk dalam RCT.
Populasi yang selektif yang dipilih dapat digunakan untuk strategi
dalam menentukan mekanisme patofisiologi dengan baik (Gambar.3).
Salah satu kelemahan dari pengayaan adalah generalisasi dari hasil
terbatas. Gangguan kognitif akhir sampai hidup adalah heterogenitas
dari neuropatologi , dan strategi pengayaan berfokus terlalu banyak
pada satu proses patofisiologis yang akan mengabaikan relevansi
yang lainnya. Selain itu, biomarker AD diidentifikasi dalam studi
klinis yang berbasis, dan karakteristik tes mereka di tingkat
populasi umum dan di kategori usia yang berbeda masih belum
dipahami cukup baik. Individu dengan gangguan kognitif/ AD pada
populasi umum biasanya lebih tua dibandingkan dengan mereka dalam
studi klinis berbasis, dan nilai prediktif dari biomarker AD di
usia tua (> 75 tahun) jauh berkurang71. Hal ini tidak
mengherankan jika terjadi tumpang tindih antara subjek sangat tua
dengan dan tanpa gangguan kognitif9, 72. Selain itu, biomarker yang
tersedia saat ini menggunakan alat yang cukup mahal, memakan waktu
dan terkadang prosedur ini cukup invasif (magnetic resonance
imaging atau PET scan dan pungsi lumbal), yang menghalangi
penggunaan skala besar pada tingkat populasi untuk memilih individu
yang berisiko. Identifikasi dengan biomarker darah yang sesuai dan
lebih mudah untuk digunakan sangat dinantikan untuk saat ini.
Dengan demikian strategi pengayaan harus digunakan dengan
hati-hati. Mutasi genetik diketahui menyebabkan AD adalah salah
satu cara yang jelas untuk mengidentifikasi individu dengan jenis
tertentu dari AD untuk studi pencegahan. Keluarga yang merupakan
garis pertama dengan demensia meningkatkan risiko dengan tingkat
yang sama sebagai pembawa satu APOE 4 alel73. Menggunakan riwayat
keluarga sebagai strategi pengayaan (faktor risiko generik dan
pragmatis, dengan tidak perlu untuk pengujian genetik etis
kompleks) dapat memungkinkan untuk memperhitungkan potensi beberapa
mekanisme patofisiologi secara bersamaan ketika memilih partisipan
dalam penelitian.Dalam konteks RCT, biomarker sedang
dipertimbangkan sebagai strategi pengayaan untuk memilih partisipan
dalam penelitian, atau endpoint sebagai pengganti untuk menilai
efek intervensi. The Food and Drug Administration (FDA) saat
memperbarui kerangka peraturan untuk RCT mengevaluasi intervensi
awal AD, dan baru-baru ini mengumumkan kemungkinan (masih dalam
evaluasi) menyetujui penggunaan biomarker yang berhubungan dengan
AD. Biomarker dapat digunakan untuk memilih partisipan dalam
penelitian AD (MCI karena AD atau 'prodromal' AD) yang dapat
terdaftar di RCT, dan juga sebagai ukuran hasil sekunder, dalam
kombinasi dengan gejala klinis (kognitif dan / atau fungsional)
untuk mendukung Penyakit dan memodifikasi efek. Tidak ada biomarker
tertentu yang dianjurkan dan FDA menunjukkan bahwa hasil biomarker
di RCT harus ditafsirkan dalam konteks keadaan bukti ilmiah74.
European Medicines Agency (EMA) tidak mempertimbangkan biomarker
(bbeta-amyloid, t-tau dan atrofi hipokampus) sebagai penanda
diagnostik tetapi sebagai pengayaan untuk memilih sampel untuk
diuji coba. Menurut pedoman EMA, tidak ada cukup bukti untuk yang
akan digunakan untuk tujuan tersebut75. Untuk mencegah dalam
tingkat populasi, tidak ada biomarker yang telah terbukti untuk
memprediksi demensia. Selama tidak ada korelasi yang jelas antara
perubahan biomarker dan perubahan klinis yang ditemukan, tidak ada
dasar untuk menggunakan salah satu biomarker sebagai penanda akhir,
atau bahkan sebagai strategi pengayaan untuk pencegahan skala besar
pada tingkat populasi.Karena progresivitas dari AD yang lambat,
mendeteksi gejala klinis yang relevan dari strategi pencegahan bisa
sulit. Sejauh ini tidak ada biomarker untuk AD yang telah
divalidasi terhadap tindakan klinis, dan terbukti lebih baik
daripada tindakan penurunan kognitif.
Kesempatan untuk menunjukkan keberhasilan di dalam metode RCT
dapat dimaksimalkan dengan menggunakan percobaan endpoint yang
lebih sensitif dari 'konversi ke demensia'; misalnya
Neuropsychological Test Battery (NTB) telah diusulkan untuk menilai
penurunan kognitif76. Namun hal ini masih menjadi tantangan untuk
menentukan efek secara klinis, dan besarnya perubahan NTB yang
dapat dianggap sebagai bukti yang cukup untuk keberhasilan
intervensi. Penurunan kognitif bukanlah proses linear dan sulit
untuk menetapkan sejauh mana perbedaan dalam tingkat penurunan
misalnya lebih dari 6 bulan merupakan perwakilan dari penurunan
selama periode waktu yang lebih lama.
Mendokumentasikan proses alamiah AD yang memenuhi usulan
kriteria diagnostik baru, serta menemukan dan memvalidasi penanda
untuk identifikasi awal yang lebih akurat dari individu berisiko AD
yang dapat direkrut untuk RCT pencegahan akan memerlukan jangka
panjang, serta populasi berbasis penelitian kohort dengan budaya
dan genetik yang beragam. Salah satu pendekatan untuk meluncurkan
suatu penelitian internasional adalah dengan pengembangan
International Database on Aging and Dementia (IDAD) inisiatif.
Telah diakui bahwa studi populasi yang ada merupakan landasan
penting untuk memulai pengembangan77. Inisiatif pengembangan IDAD
akan memberikan data global yang berguna untuk: (i) menjelaskan
sejarah AD dan penyakit otak kronis lain yang mempengaruhi memori,
gerakan dan perasaan, dan (ii) memvalidasi kemampuan membuat
prognostik dan memonitor penyakit dari biomarker dan faktor-faktor
risiko potensial seperti genetik, metabolisme, gaya hidup dan
faktor lingkungan pada penampakan klinis.
Perhitungan daya: Ketika efek intervensi harus didukung data
dari studi observasional, perhitungan kekuatan menjadi cukup sulit.
Ini tampak jelas pada RCT pencegahan berkaitan dengan gaya hidup.
Studi observasional sering memiliki kekuatan lebih karena ukuran
sampel yang lebih besar dan pemantauan lebih lama; sebagai catatan,
peserta memiliki jangkauan yang lebih luas untuk faktor risikonya.
Laporan mengenai potensi tinggi untuk pencegahan demensia sampai
dengan 50% kemungkinan pengurangan risiko telah menyebabkan harapan
tinggi, namun angka tersebut tidak realistis mengingat dampak dari
strategi pencegahan di bidang medis lainnya78,79. Tabel 4
menunjukkan beberapa contoh pencegahan penyakit jantung dan kanker
dibandingkan dengan pencegahan demensia. Jumlah peserta, durasi RCT
dan hasil insidensi jelas merupakan masalah dalam uji coba
pencegahan demensia. Perhitungan daya yang tidak realistis
berdasarkan hasil studi observasional yang lebih besar dan dalam
jangka panjang akan menyebabkan RCT kurang memiliki dasar yang
kuat. Bagaimana analisis statistik dilakukan juga dapat berpotensi
menyebabkan kesalahan tipe II, misal kegagalan untuk mendeteksi
efek sebenarnya. Merujuk pada peningkatan insidensi demensia dengan
faktor peningkatan usia, suatu model statistik mengasumsikan risiko
proporsional selama periode follow-up, seperti yang biasanya
diterapkan, dapat menjadi teknik analisis yang kurang optimal.
Metode statistik alternatif yang dapat (sebagian) mengatasi masalah
ini telah tersedia80.Kesimpulan dan Tujuan Masa Depan
Hingga belum lama ini, AD dan demensia dianggap sebagai penyakit
yang tidak dapat dicegah. Perubahan dari penelitian dampak yang
ditimbulkan menjadi penelitian pencegahan dengan skala besar
sekitar dua dekade ini merupakan suatu prestasi yang nyata dan
penting, dan prospek dari menunda atau mencegah timbulnya gejala
tampak dalam jangkauan77,81. Hasil dari penelitian observasional
dan intervensi yang masih berjalan yang difokuskan secara khusus
pada AD / penurunan kognitif dapat berkontribusi dalam
mengidentifikasi strategi pencegahan yang efektif disesuaikan
dengan kelompok yang berbeda pada risiko demensia (sebagai contoh
definisi menurut umur, profil vaskular / metabolisme / gaya hidup,
berbagai macam penanda biologi dan status kognitif) Beberapa
hambatan utama yang perlu diatasi pada penelitian selanjutnya telah
dirangkum dalam Panel. Ini termasuk peningkatkan dan penyesuaian
model / kriteria / definisi penyakit dan kebutuhan untuk metode
penelitian dan infrastruktur yang lebih baik. Hanya komitmen
internasional yang berkelanjutan untuk memecahkan masalah ini akan
mempercepat hasil baru yang menjanjikan dalam aplikasi praktis.
Keberhasilan dalam berbagai kampanye untuk mencegah AD akan
membutuhkan perubahan signifikan dalam filosofi dan pendekatan
penelitian AD.
Pertanyaan mendasar masih mengenai definisi penyakit itu
sendiri. Hubungan antara perubahan neuropatologis dan gangguan
kognitif masih belum dipahami dengan baik. Pada populasi berisiko
yang harus ditangani sangat tergantung pada mekanisme patofisiologi
(s) yang ditargetkan. Terapi sangat spesifik untuk subyek yang
dipilih, misalnya, bentuk autosomal dominan dari AD ternyata bentuk
pencegahan yang sangat berbeda dibandingkan dengan strategi
berbasis populasi di mana target mencakup subyek yang cukup beragam
dengan peningkatan risiko demensia berdasarkan gaya hidup.
Dalam kondisi multifaktorial, sedikit pengurangan dalam beberapa
faktor risiko dapat menurunkan risiko secara keseluruhan. Hal ini
penting baik dalam tingkat individu maupun populasi. Penggabungan
metodologi penelitian berbasis kesehatan masyarakat diperlukan
untuk mencapai dampak dari strategi pencegahan denagan menargetkan
banyak orang dengan peningkatan risiko sedang. Dalam percobaan
silico menggunakan dataset longitudinal yang ada dapat membantu
dalam mengembangkan desain yang optimal dari RCT pencegahan
demensia yang baru.