Top Banner
159 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ARTEMISININ DARI HERBA Artemisia annua L. Sukmayati Alegantina, Ani Isnawati dan Indri Rooslamiati Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Balitbangkes Dep Kes R.I. ISOLATION AND IDENTIFICATION OF ARTEMISININ FROM Artemisia annua L. Abstract. Malaria is still a major problem in Indonesia, because mortality in patients with severe malaria remains high. Many cases are occurs in endemic areas (e.g. Papua, Kalimantan, Bali and Sulawesi). Chloroquin is the most common antimalarial drug which is widely used since 1934. Plasmodium falciparum resistant to chloroquine was reported in some countries (e.g. Thailand, Vietnam, Indonesia, and Bangladesh). To delay the development of resistance, WHO recommended antimalarial combination therapy. Artemisinin and its derivatives (artesunate, artemether, dihydroartemisin) produce rapid clearance of parasitemia and rapid resolution of symptoms compare with chloroquine. Artemisinin is obtained from Artemisia annua L. Even though there are some research produced a chemical synthetic of artemisinin, but it is not efficient and not stable. Our purposes are to conduct a preliminary research to obtain a method of isolation and identification of artemisinin which is the first step to develop a raw material of artemisinin as antimalarial drug in Indonesia. The first step of isolation is extraction from herb Artemisia annua L with n-hexane that produced n-hexane extract, this process is well-known as soxhletation. The second step is identification of chemical substances from n-hexane extract. The third step is to obtain isolate from n-hexane extract by fractionation with acetonitril and separation with column chromatography. The last step is chemical and physical identification of isolate by TLC (Thin Layer Chromatography) and FT-IR. The result from n-hexane extract measurement is 4.33 % and from acetonitril fraction is 2. 40 %. Chemical identification of n-hexan extract found there are terpenoid, phenol, flavonoid, fatty acid, atsiri oil and saponin. Organoleptic identification of isolate is white crystal, monosubstrate, odorless and bitter. Identification of isolate with TLC and FT-IR confirmed that the isolate is artemisinin. Keywords: artemisinin, Artemisia annua L, FT-IR and TLC. PENDAHULUAN Malaria di Indonesia masih me- rupakan masalah kesehatan masyarakat karena angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi. Di luar Jawa dan Bali masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) yang menimbulkan kematian. (1) Kinin adalah suatu alkaloid yang diisolasi dari kulit batang kina, merupakan obat malaria tertua dan banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat di dunia. Namun setelah ditemukan obat sintetik yang mempunyai struktur kimia mirip dengan kina yaitu 4-aminokinolin misalnya
10
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

159

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ARTEMISININ DARI HERBA Artemisia annua L.

Sukmayati Alegantina, Ani Isnawati dan Indri Rooslamiati

Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Balitbangkes Dep Kes R.I.

ISOLATION AND IDENTIFICATION OF ARTEMISININ

FROM Artemisia annua L.

Abstract. Malaria is still a major problem in Indonesia, because mortality in patients

with severe malaria remains high. Many cases are occurs in endemic areas (e.g. Papua,

Kalimantan, Bali and Sulawesi). Chloroquin is the most common antimalarial drug

which is widely used since 1934. Plasmodium falciparum resistant to chloroquine was

reported in some countries (e.g. Thailand, Vietnam, Indonesia, and Bangladesh). To

delay the development of resistance, WHO recommended antimalarial combination

therapy. Artemisinin and its derivatives (artesunate, artemether, dihydroartemisin)

produce rapid clearance of parasitemia and rapid resolution of symptoms compare with

chloroquine. Artemisinin is obtained from Artemisia annua L. Even though there are

some research produced a chemical synthetic of artemisinin, but it is not efficient and not

stable. Our purposes are to conduct a preliminary research to obtain a method of

isolation and identification of artemisinin which is the first step to develop a raw material

of artemisinin as antimalarial drug in Indonesia.

The first step of isolation is extraction from herb Artemisia annua L with n-hexane that

produced n-hexane extract, this process is well-known as soxhletation. The second step is

identification of chemical substances from n-hexane extract. The third step is to obtain

isolate from n-hexane extract by fractionation with acetonitril and separation with

column chromatography. The last step is chemical and physical identification of isolate

by TLC (Thin Layer Chromatography) and FT-IR.

The result from n-hexane extract measurement is 4.33 % and from acetonitril fraction is

2. 40 %. Chemical identification of n-hexan extract found there are terpenoid, phenol,

flavonoid, fatty acid, atsiri oil and saponin. Organoleptic identification of isolate is white

crystal, monosubstrate, odorless and bitter. Identification of isolate with TLC and FT-IR

confirmed that the isolate is artemisinin.

Keywords: artemisinin, Artemisia annua L, FT-IR and TLC.

PENDAHULUAN

Malaria di Indonesia masih me-

rupakan masalah kesehatan masyarakat

karena angka kesakitan penyakit ini masih

cukup tinggi. Di luar Jawa dan Bali masih

sering terjadi letusan kejadian luar biasa

(KLB) yang menimbulkan kematian. (1)

Kinin adalah suatu alkaloid yang diisolasi

dari kulit batang kina, merupakan obat

malaria tertua dan banyak digunakan oleh

sebagian besar masyarakat di dunia.

Namun setelah ditemukan obat sintetik

yang mempunyai struktur kimia mirip

dengan kina yaitu 4-aminokinolin misalnya

Page 2: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168

160

klorokuin, maka pemakai obat malaria

mulai beralih ke obat sintetik tersebut. (2)

Klorokuin adalah satu dari be-

berapa obat yang digunakan untuk malaria

yang telah tersedia sejak tahun 1934, tetapi

setelah digunakan selama 70 tahun, di-

laporkan telah banyak mengalami resisten

terhadap galur Plasmodium falcifarum.

Propinsi di Indonesia telah melaporkan

resistensi terhadap klorokuin, sulfadoksin /

pirimetamin, kina, dan meflokuin.(3)

Dengan adanya resistensi tersebut mem-

buat para ilmuwan berpaling kembali

kepada bahan alam untuk mencari obat

malaria baru.

Tumbuhan Artemisia annua L. di

China secara tradisional sering digunakan

untuk mengobati penyakit malaria. Setelah

dilakukan penelitian, ternyata Artemisia

annua L. mengandung senyawa arte-

misinin yang mempunyai aktifitas anti-

malaria. Senyawa artemisinin ini memiliki

indeks terapi yang lebih tinggi di banding

dengan klorokuin dan aktif terhadap galur

Plasmodium falcifarum yang resisten

terhadap klorokuin. (4)

Menurut WHO artemisinin me-

rupakan obat malaria terbaik saat ini untuk

malaria yang telah resisten terhadap kloro-

kuin dan kina. Artemisinin diberikan

secara kombinasi dengan obat antimalaria

lain untuk mencegah terjadinya resistensi.

Obat kombinasi ini disebut terapi ACT

(Artemisinin based Combination Therapy)

yang kini merupakan pengobatan terbaik.

Berdasarkan penelitian sebelum-

nya menunjukkan bahwa sintesa kimia

artemisinin tidak efisien dan tidak eko-

nomis maka hingga saat ini produksi

artemisinin masih berasal dari hasil isolasi.

Selama ini Indonesia memperoleh bahan

baku artemisinin dari luar negeri dan

harganya sangat mahal. Artemisia annua

L. berasal dari China tapi dapat tumbuh

baik di Indonesia dan telah dibudidayakan

di BPTO (Balai Penelitian Tanaman Obat)

Tawangmangu. Oleh karena itu dalam

rangka pengadaan bahan baku obat malaria

di Indonesia, dilakukan penelitian awal

untuk mengisolasi dan mengidentifikasi

senyawa isolat artemisinin yang berasal

dari budidaya tanaman Artemisia annua L

di BPTO Tawangmangu.

BAHAN

Sampel diambil dari Perkebunan

BPTO (Balai Penelitian Tanaman Obat)

Tawangmangu dikumpulkan sewaktu

tanaman berbunga karena pada saat itu

konsentrasi Artemisinin tertinggi, berumur

8 bulan (Van Geldre et al., 1997). Sampel

berupa daun, batang, bunga, dan seluruh

bagian di atas tanah (herba). Bahan

simplisia yang telah dibersihkan dari

kotoran, dirajang, kemudian dikeringkan

dengan cara menjemurnya tetapi tidak

terkena sinar matahari langsung dan

setelah kering simplisia di serbuk dengan

menggunakan blender dan diayak. Selama

proses ekstraksi digunakan pelarut n-

Hexan berderajat teknis yang didestilasi

ulang. Selain itu, digunakan pula,

diklormetan, etil asetat, aseton, asetonitril,

aquadestilata, anisaldehid, ammonia,

alumunium klorida, asam sulfat pekat,

asam asetat anhidrat, ammonium

hidroksida, asam asetat 10 %, asam klorida

2 N, alkohol, besi (III) klorida, asam

klorida pekat, kalium hidroksida, logam

magnesium, iodium, kalium bromida,

kloroform, metanol, pereaksi mayer,

pereaksi dragendorf, pereaksi bouchardad,

plat silica gel 60 GF254, silica gel 60.

ALAT

Peralatan yang digunakan adalah

alat soklet, alat destilasi (Pyrex), rotary

evaporator (Buchi), beaker glass (Pyrex),

Page 3: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)

161

corong, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur

(Pyrex), kertas saring, kapas, kompor

listrik, cawan uap (ukuran besar dan kecil),

pipet tetes, pinset, plat tetes, tabung reaksi

(Pyrex), klem buret, statip, oven

(Memmert), timbangan analitik (Sartorius),

spatel, kolom kromatografi, spektrofoto-

metri FT IR (Shimadzu), vial, alumunium

foil, plastik, pipa kapiler, lampu UV 254

nm dan 366 nm (Camag), chamber.

CARA

1. Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan di

herbarium Balai Penelitian Tanaman

Obat (BPTO) Tawangmangu, Solo,

Jawa Tengah dengan menggunakan

herba Artemisia annua L.

2. Pemeriksaan skrining Fitokimia. (5, 6, 7)

1. Pemeriksaan Alkaloid

Alkaloid terdiri dari 2 bentuk, yaitu

dalam bentuk basa larut dalam

pelarut semi polar, sedangkan dalam

bentuk garam larut dalam pelarut air.

Ekstrak kental yang telah diencerkan

dengan n-Hexan ditambahkan HCl

2N. Jika penambahan HCl 2N

diperoleh larutan yang bening, maka

dapat langsung diuji dengan pereaksi

mayer, dragendorf, dan bouchardad.

Jika tidak bening maka ditambahkan

NH4OH + CHCl3 lalu dikocok,

diambil lapisan kloroform lalu

ditambahkan HCl 2N lalu dikocok

dan diambil lapisan air kemudian

dibagi dalam 3 tabung dan diuji,

dengan pereaksi mayer terbentuk

endapan putih, dengan pereaksi

dragendorf terbentuk endapan

coklat/jingga, dan dengan pereaksi

bouchardad terbentuk endapan

coklat.

2. Pemeriksaan Fenol

Ekstrak kental yang telah diencerkan

dengan n-Hexan ditambahkan 3 tetes

larutan Besi (III) klorida lalu amati

perubahan warna. Jika terbentuk

warna ungu tua menunjukkan adanya

fenol.

3. Pemeriksaan Flavanoid

Ekstrak kental yang telah diencerkan

dengan n-Hexan ditambahkan HCl

pekat dan ditambahkan logam Mg.

Jika terbentuk busa berwarna merah

atau jingga berarti positif tanin.

Kemudian dinginkan dan ditambah

amil alkohol, lalu dikocok. Jika

warna merah dan naik keatas berarti

positif flavonoid dan jika warnanya

tetap di bawah positif tanin dan

flavonoid.

4. Pemeriksaan Minyak Atsiri

Ekstrak kental yang telah diencerkan

dengan n-Hexan ditambah alkohol,

sebagian larutan alkohol diuapkan

dan sebagian lagi untuk identifikasi

lemak. Jika larutan alkohol yang

diuapkan berbau aromatis maka

positif mengandung minyak atsiri.

5. Pemeriksaan Lemak / asam lemak

Larutan alkohol sisa pada identifikasi

minyak atsiri diuapkan hingga kering

dan dilanjutkan penyabunan dengan

10 ml kalium hidroksida 0,5 N

kemudian diuapkan, jika terdapat

tetesan-tetesan minyak berarti positif

mengandung minyak lemak.

6. Pemeriksaan Saponin

Ekstrak kental yang diencerkan

dengan n-Hexan dimasukkan ke

dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 10 ml air panas, lalu

dikocok kuat-kuat selama 10 detik.

Terbentuk buih yang mantap selama

Page 4: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168

162

tidak kurang dari 10 menit setinggi 1

– 10 cm. Pada penambahan 1 tetes

HCl 2N buih tidak hilang.

7. Pemeriksaan Steroid dan Tri-

terpenoid

Ekstrak kental yang telah diencerkan

dengan n-Hexan dimasukkan ke

dalam tabung reaksi lalu ditambah-

kan asam asetat anhidrat lalu

ditambah kloroform dan ditambah-

kan asam sulfat pekat melalui

dinding tabung reaksi. Jika terbentuk

cincin yang berwarna hijau atau

merah berarti positif terpenoid dan

jika terbentuk cincin yang berwarna

hijau atau biru positif steroid.

Ekstrak dalam plat tetes ditambahkan

asam sulfat pekat ditambah asam

asetat anhidrat. Jika warna ungu

merah atau coklat berarti positif

terpenoid dan jika warna hijau atau

biru positif steroid.

3. Ekstraksi.(8, 9)

Herba Artemisia annua L. seberat 800

gram yang sudah diserbukan di soxhlet

dengan menggunakan pelarut n-Hexan

sampai larutan filtrat menjadi bening,

pelarut tiap 1 jam sekali diganti supaya

senyawa yang didapat tidak rusak,

setelah itu filtrat yang didapat dipekat-

kan dengan menggunakan rotary eva-

porator, sampai didapat ekstrak kental.

Ekstrak kental yang diperoleh di-

timbang untuk perhitungan rendamen.

4. Pemisahan.5,9,10

Ekstrak kental yang didapat dari hasil

ekstraksi diuji dengan KLT. Ekstrak

kental n-Hexan difraksinasi dengan

asetonitril. Fraksi asetonitril yang

didapat dilakukan pemisahan dengan

menggunakan kromatografi kolom.

Pemisahan kromatografi kolom dilaku-

kan dengan menggunakan fase gerak n-

Hexan : etil asetat dengan perbandingan

4 : 1 dan sebagai fase diam digunakan

silica gel. Selanjutnya ekstrak kering

yang telah ditambahkan fase diam

dimasukkan ke dalam kolom kemudian

elusi dengan fase gerak. Tetesan filtrat

ditampung dalam vial masing – masing

10 ml dan sehingga menghasilkan

fraksi-fraksi dalam vial. Pada tiap fraksi

dilakukan KLT, dengan menggunakan

eluen n-Hexan : etil asetat ( 4 : 1 )

dengan penampak noda anisaldehid –

asam sulfat yang kemudian dioven. Jika

hasil KLT menunjukan pola kromato-

gram yang sama dari beberapa fraksi,

maka dapat digabungkan. Setelah itu

dilakukan pemisahan dengan meng-

gunakan KLT Preparatif, dengan meng-

gunakan eluen n-Hexan : etil asetat ( 4 :

1 ) dan kloroform 100%. Senyawa

artemisin yang didapat dari KLT

Preparatif kemudian dikerok dengan

menggunakan spatel, hasil kerokan

dimasukkan ke dalam gelas piala,

kemudian dicuci dengan memakai

pelarut kloroform, dan didiamkan pada

suhu kamar sehingga memungkinkan

terjadi kristal.

5. Pemurnian. (5, 11)

Kristal yang terbentuk dimurnikan

dengan cara rekristalisasi. Hal ini

dilakukan berulang-ulang dengan

pelarut kloroform, sehingga diperoleh

senyawa yang murni.

6. Identifikasi Isolat. (6, 12, 13, 14)

a. Pemeriksaan secara fisika

Pemeriksaan organoleptis dilakukan

meliputi bentuk, rasa, bau, dan

warna. Pemeriksaan titik lebur di-

lakukan dengan menggunakan alat

pengukur titik lebur (melting point)

dan pipa kapiler yang diisi sampel,

serta termometer diletakkan pada

pada tempatnya kemudian diamati

Page 5: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)

163

pada alat tersebut sampai senyawa

tersebut melebur habis dan dilihat

suhunya pada termometer kemudian

hasil yang diperoleh dibandingkan

dengan artemisinin baku.

b. Pemeriksaan secara kimia

Pemeriksaan senyawa terpenoid

dilakukan dengan menggunakan

pereaksi Liebermann-Buchard akan

memberikan warna merah ke-

coklatan.

c. Pemeriksaan kromatografi lapis tipis

Pemeriksaan ini menggunakan fase

diam plat silica gel 60 GF fase gerak

n-Hexan : etil asetat ( 4 : 1 ). Sebagai

penampak noda dilihat pada lampu

UV dengan panjang gelombang 254

nm dan 366 nm serta disemprotkan

penampak noda anisaldehid – asam

sulfat dan dibandingkan dengan

artemisinin baku.

d. Elusidasi struktur isolat artemisinin

dengan menggunakan FT-IR

HASIL

11.. HHaassiill DDeetteerrmmiinnaassii

Hasil determinasi yang dilakukan di

BPTO (Balai Penelitian Tanaman Obat)

Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah me-

nunjukkan bahwa tumbuhan ini termasuk

kedalam suku Asteraceae, genus/marga

Artemisia dan spesies Artemisia annua L

2. Hasil Ekstraksi

Hasil ekstraksi herba Artemisia

annua L. secara soxhlet dengan meng-

gunakan pelarut n-Hexan diperoleh nilai

rendamen ekstrak kental n-Hexan sebesar

4,33%. Nilai rendamen fraksi kental ase-

tonitril sebesar 2,40%. Hasil KLT disaji-

kan pada Gambar 1.

3. Hasil Skrining Fitokimia

Hasil penapisan fitokimia me-

nunjukkan bahwa ekstrak n-Hexan herba

Artemisia annua L. mengandung ter-

penoid, fenol, flavonoid, asam lemak,

minyak atsiri, dan saponin. (Tabel 1)

Tabel 1. Penapisan Fitokimia Ekstrak n-Hexan pada Herba Artemisia annua L.dari BPTO

Tawangmangu

No Uji Hasil Kesimpulan

1. Steroid-Terpenoid Merah kecoklatan (+) terpenoid

2. Fenol Ungu tua (+) fenol

3. Flavonoid Warna merah naik

diatas (+) flavonoid

4. Lemak / asam lemak Terdapat tetesan minyak (+) lemak

5. Minyak atsiri Bau aromatis (+) minyak atsiri

6. Alkaloid Tidak terbentuk endapan (-) alkaloid

7. Saponin Terbentuk busa stabil (+) saponin

Page 6: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168

164

1 2 3 1 2 3

Secara visual Dengan Penampak Noda

4. Hasil KLT

Anisaldehid-as.sulfat

Gambar 1. Hasil uji KLT pada ekstrak n-Hexan dan fraksi asetonitril dibandingkan dengan

artemisinin baku sebelum pemisahan dengan kromatografi kolom. Keterangan : 1. Artemisinin baku

2. Ekstrak n-Hexan

3. Fraksi asetonitril

Fase diam : plat silica gel 60GF254

Fase gerak : n-Hexan : etil asetat (4 : 1)

Penampak noda : Anisaldehid – Asam sulfat.

Menggunakan mata langsung : tidak tampak.

Menggunakan sinar UV 254 nm dan 366 nm : tidak berfluororesensi.

Menggunakan penampak noda : warna merah muda kekuningan.

Gambar 2. Hasil uji KLT setelah disemprot dengan penampak noda anisaldehid-asam sulfat

pada fraksi asetonitril sesudah pemisahan dengan kromatografi kolom. Keterangan :

Fase diam = plat silica gel 60 GF254

Fase gerak = n-Hexan : etil asetat (4 : 1)

Penampak noda = Anisaldehid – Asam sulfat

Dengan mata langsung : tidak tampak.

Dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm : tidak berfluororesensi.

Dengan penampak noda : warna merah muda.

Page 7: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)

165

11 2 2

11 2

1 2

Gambar 3. Hasil uji KLT artemisinin baku dan artemisinin hasil isolasi yang diperoleh dari

KLT preparatif setelah disemprot dengan penampak noda anisaldehid-asam sulfat. Keterangan: 1. Artemisinin baku

2. Artemisinin hasil isolasi

55.. HHaassiill PPeemmiissaahhaann

Pada pemisahan dengan kromato-

grafi kolom diperoleh beberapa fraksi yaitu

fraksi A (1 – 12), B (13 – 24), C (25 - 56),

D (57– 62), E (63 – 83), dan F (84 – 110).

Dari fraksi-fraksi tersebut diketahui pada

perbandingan fase gerak n-Hexan: etil

asetat ( 4 : 1 ), yaitu fraksi C diperoleh

senyawa artemisinin yang belum murni

(lihat gambar 3). Untuk mendapatkan

senyawa artemisinin yang murni maka

dilakukan KLT Preparatif dengan eluen n-

Hexan : etil asetat ( 4 : 1 ), hasil KLT Pre-

paratif didapat 3 noda, kemudian dilakukan

KLT Preparatif lagi dengan menggunakan

eluen kloroform 100% didapat senyawa

murni jika diujikan dengan KLT.

66.. HHaassiill PPeemmuurrnniiaann

Pemurnian dilakukan dengan cara

rekristalisasi menggunakan pelarut kloro-

form. Dari hasil pemurnian tersebut diper-

oleh kristal berwarna putih dan memiliki

satu noda berwarna merah muda jika di

KLT (lihat Gambar 4).

77.. IIddeennttiiffiikkaassii SSeennyyaawwaa HHaassiill IIssoollaassii

Hasil pemeriksaan secara organo-

leptis menunjukkan bahwa senyawa

tunggal hasil isolasi berbentuk kristal, ber-

warna putih, tidak berbau, dan rasanya

pahit. Secara Fisika, ditunjukkan dengan

adanya titik lebur senyawa tunggal hasil

isolasi yang dilakukan sebanyak tiga kali

sebesar 1510C dimana ini merupakan

karakteristik dari senyawa artemisinin.

Secara Kimia pemeriksaan hasil isolat

yang diidentifikasi dengan pereaksi

Liebermann-Buchard memberikan warna

merah kecoklatan, ini menunjukkan hasil

positif golongan terpenoid.

Senyawa hasil isolasi diidentifikasi

dengan KLT menggunakan eluen n-Hexan

: etil asetat ( 4 : 1 ) memiliki satu bercak

berwarna merah muda seulas dengan

bantuan penampak noda anisaldehid –

asam sulfat. Diketahui pula Rf hasil uji

KLT yaitu 0,81.

Dari elusidasi struktur dengan

spektrofotometri FT-IR, diketahui adanya

uluran C-H alifatik pada bilangan

gelombang 2954-2850 cm-1

, uluran C=O

pada bilangan gelombang 1736 cm-1

,

Page 8: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168

166

Tabel 2. Hasil Spektrofotometri FT-IR senyawa murni artemisinin hasil isolasi dibandingkan

dengan artemisinin baku.

Bilangan gelombang

senyawa

isolat (cm-1

)

Artemisin Baku

Bilangan gelombang

senyawa

isolat (cm-1

)

Artemisin Sampel

Ikatan yang menyebabkan

Absorpsi

2978-2848 2954-2850 Uluran C-H alifatik (l-s)

1737 1736 Uluran C=O (t)

1454-1381 1455-1380 Tekukan C-H (l-s)

1277 1277 Uluran C-O (t)

1115, 882, 835 1115, 882, 835 Gugus C-O-O-C (t)

1028-998 1028-994 Cincin sikloheksana (t) Keterangan: (t) = tajam ; (s) = sedang ; (l) = lemah

tekukan C-H pada bilangan gelombang

1455-1380 cm-1

, uluran C-O pada bilangan

gelombang 1277 cm-1

, gugus C-O-O-C

pada bilangan gelombang 1115, 882, 835

cm-1

, dan cincin sikloheksana pada

bilangan gelombang 1028-994 cm-1

. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2:

PEMBAHASAN

Herba Artemisia annua L. Merupa-

kan salah satu tanaman yang mengandung

senyawa artemisinin yang berkhasiat se-

bagai antimalaria. Simplisia yang diambil

berasal dari tanaman budidaya, supaya

diperoleh keseragaman umur, masa panen,

galur (asal-usul, garis keturunan) tanaman

yang dapat dipantau. Untuk menghindari

kesalahan pengambilan sampel maka

tanaman diambil dari BPTO Tawang-

mangu dan dilakukan determinasi.

Penanganan pasca panen, herba

Artemisia annua L. yang telah bersih di-

lakukan pengeringan dengan cara diangin-

anginkan dan tidak terkena cahaya

matahari langsung, karena dikhawatirkan

zat-zat berkhasiat yang terkandung di-

dalamnya akan rusak. Pengeringan

bertujuan untuk mengurangi kadar air guna

mencegah perubahan kimia pada bahan.

Setelah pengeringan dilakukan

penyerbukan untuk memudahkan pelarut

pengekstrak menembus ke dalam membran

sel, sehingga ekstraksi lebih sempurna. (8)

Metode ekstraksi yang dilakukan

adalah dengan cara panas yaitu metode

soklet. Dipilih metode soklet agar dapat

menarik zat-zat yang berkhasiat yang ada

dalam herba Artemisia annua L. lebih

sempurna karena terjadi ekstraksi secara

kontinyu dengan pelarut relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi

yang digunakan adalah ekstraksi bertingkat

dengan dimulai dari pelarut non polar yaitu

n-Hexan. Dipilih pelarut n-Hexan agar

dapat menarik artemisinin, karena dalam

literatur artemisinin larut dalam n-Hexan

dan etanol. Kemudian ampas di ekstraksi

kembali dengan pelarut semipolar yaitu

diklormetan. Dipilih pelarut diklormetan

untuk mengetahui apakah senyawa

artemisinin tersebut sudah terekstraksi

sempurna oleh n-Hexan atau belum. Pada

waktu ekstraksi pelarut diganti tiap 1 jam,

bertujuan agar senyawa yang di dapat tidak

rusak.

Filtrat yang diperoleh dipekatkan

dengan rotary evaporator supaya didapat

ekstrak kental. Setelah itu, ekstrak kental

diuji dengan KLT dan dihitung

rendamennya. Ekstrak kental n-Hexan

kemudian difraksinasi dengan asetonitril

Page 9: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)

167

yaitu untuk memisahkan senyawa non

polar dan senyawa yang lebih polar. Hasil

uji KLT pada ekstrak n-Hexan dan fraksi

asetonitril yang dibandingkan dengan

artemisinin baku diketahui mengandung

senyawa artemisinin dengan bantuan

penampak noda anisaldehid-asam sulfat.

Sedangkan fraksi n-Hexan dan ekstrak

diklormetan tidak mengandung arte-

misinin.

Berdasarkan literatur diketahui

bahwa senyawa artemisinin tidak aktif

terhadap sinar UV. Hal ini disebabkan

artemisinin memiliki ikatan rangkap tak

terkonjugasi, sedangkan diketahui sinar

serapan UV hanya mampu menyerap suatu

ikatan yang terkonjugasi atau memiliki

gugus kromofor. Oleh karena itu pada

setiap uji KLT disemprotkan penampak

noda anisaldehid-asam sulfat sehingga

dapat menimbulkan warna karena

anisaldehid-asam sulfat dapat men-

degradasi atau memecah senyawa tersebut.

(15)

Noda artemisinin yang didapat

masih bercampur dengan pengotor-

pengotor. Untuk melakukan pemisahan

senyawa tersebut dilakukan kromatografi

kolom dengan fase diam menggunakan

silica gel dan menggunakan fase gerak n-

Hexan:etil asetat dengan perbandingan

isokratik, dipilih perbandingan isokratik

karena noda yang didapat sudah jelas

berdasarkan uji KLT.

Hasil pemisahan kromatografi

kolom diperoleh 6 buah fraksi (A - F)

dimana fraksi C mengandung senyawa

artemisinin yang belum murni. Untuk itu

dilakukan KLT Preparatif, dipilih KLT

Preparatif karena jika di kromatografi

kolom senyawanya akan banyak hilang

karena sampel yang didapat sedikit. KLT

Preparatif dilakukan dengan menggunakan

eluen n-Hexan:etil asetat ( 4 : 1 ). Hasil

KLT Preparatif didapat 3 noda, oleh

karena itu dilakukan KLT Preparatif

kembali dengan eluen kloroform 100%,

dipilih eluen kloroform 100% karena

berdasarkan hasil orientasi pada KLT,

noda artemisinin sudah memisah dengan

jarak yang jauh dari pengotor-pengotornya.

Dari hasil KLT Preparatif tersebut

diperoleh satu noda berwarna merah muda

pada uji KLT yang disemprot dengan

penampak noda anisaldehid-asam sulfat.

Hasil yang diperoleh dari KLT Preparatif

direkristalisasi dengan kloroform secara

berulang-ulang. Bertujuan untuk men-

dapatkan kristal yang baik..

Elusidasi struktur spektrofotometri

FT-IR sangat berguna untuk mengetahui

gugus fungsi suatu senyawa. Spektrofoto-

metri FT-IR dilakukan terhadap senyawa

hasil isolasi dan senyawa artemisinin baku.

Gugus fungsi senyawa hasil isolat

dibandingkan dengan artemisinin baku

yang diperoleh pada FT-IR ini meliputi

uluran C-H alifatik, uluran C=O, tekukan

C-H, uluran C-O, gugus C-O-O-C, cincin

sikloheksana. Dimana gugus-gugus fungsi

tersebut merupakan gugus fungsi pada

senyawa artemisinin.

KKEESSIIMMPPUULLAANN

Dari data yang diperoleh melalui

hasil identifikasi secara organoleptis,

fisika, kimia, uji KLT, dan spektrofoto-

metri infra merah (FT IR) serta dibanding-

kan dengan baku pembanding maka

senyawa hasil isolasi yang terdapat pada

herba Artemisia annua L. pada ekstrak n-

Hexan adalah senyawa artemisinin.

SSAARRAANN

1. Perlu dilakukan isolasi senyawa

artemisinin dengan metode yang lebih

efektif dan efisien.

Page 10: jkpkbppk-gdl-grey-2011-sukmayatia-3677-5-sukmay-o

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168

168

2. Perlu dilakukan isolasi senyawa lain

yang terdapat dalam herba Artemisia

annua L.

3. Perlu dilakukan penetapan kadar

senyawa artemisinin dari hasil isolasi

tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

1. Nurachman, Artemisinin Pembunuh Parasit

Malaria, Penerbit ITB, Bandung, 2006.

2. Arwati S.,Resistant Plasmodium falciparum

Infection From Samarinda, Kalimantan, Bull

Health Studies London, 1974.

3. Departemen Kesehatan R.I., Direktorat

Penyakit Bersumber Binatang, Tata Laksana

Kasus Malaria, Jakarta, 2003.

4. Klayman, D., Qinghao (artemisinin): An

Antimalaria Drug From China,1985, Science

vol .228,1049-1055.

5. Sudjadi,Metode Pemisahan, Penerbit

Kanisius, Yogyakarta,1988, 167-177.

6. Harbone, Metode Fitokimia penuntun Cara

Modern Menganalisa Tumbuhan, ITB

Bandung, 1987, 147-156.

7. Markham, K.R., Cara Mengidentifikasi

Flavonoid, Penerbit ITB Bandung,1988, 15-

37.

8. Ansel, H.C., Pengantar Bentuk Sediaan

Farmasi, Penerbit UI-Press, Jakarta, 1989,

607-619.

9. Hendayana S., Kimia Pemisahan, Penerbit

Rosdakarya, Bandung, 2006.

10. Jhonson,E.L dan Stevens, Dasar-dasar

Kromatografi Cair terjemahan Kosasih

Padmawinata, ITB Bandung,1991, 365.

12. Sastroamidjojo, H,Spektroskopi, Penerit

Liberty, Jakarta, 2001.

13. Ewing, G.W., Instrument Method of Chemical

Analysis, Fifth Edition,Mc Grow Hill- Book

Company, Singapore, 1985, 171-172.

14. Touchstone, J.C., Pratice of Thin Layer

Chromatography, 2nd

Edition, John Willey and

Sons Inc, Canada, 1983, 122-123.

15. William, S.H and Fleming, Spectroscopic

Methods In Organic Chemistry, Fifth Edition,

Mc Graw-Hill Book Company, London, 1989,

211-212.

16. Robinson , T., Kandungan Organik Tumbuhan

Tinggi, penerbit ITB, Bandung, 1995, 90-109.

17. Kartasubrata, Dasar-Dasar Kromatografi Lapis

Tipis, Seminar Aplikasi TCL dalam Bidang

Obat dan Makanan, Puslitbang Kimia Terapan

dan Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, 1991,

1-4.

18. Sidik dan H. Mudahar., Ekstraksi Tumbuhan

Obat, Metode dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Mitu Produksinya, Untag 1945,

Jakarta, 2000, 12-15

19. Touchstone. J.C., Practice of Thin Layer

Chromatography,2 nd

Edition,John Willey and

Sons Inc, Canada, 1983,122-123.