DOKTER DAN OBAT (Makalah SOCA materi farmasi by law) Oleh Taufiqurrohman 1118011132 Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran i
Oct 31, 2014
DOKTER DAN OBAT(Makalah SOCA materi farmasi by law)
Oleh
Taufiqurrohman
1118011132
Jurusan Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
2011
i
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya kepada saya sehingga saya bisa
menyelesaikan penyusunan makalah dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana dan alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “DOKTER DAN OBAT”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah berpartisipasi dan
membantu penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas ujian SOCA (student oral case analysis) blok Bioetika dan
Humaniora yang bertema farmasi by laws.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah .
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Bandar Lampung, 08 Desember 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..........................................................................................................i
Kata Pengantar ........................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................iii
A. Pendahuluan .....................................................................................................1
B. Isi ......................................................................................................................3
1. Pengertian farmasi by laws ........................................................................3
2. Pengelompokkan obat …...........................................................................5
3. Hubungan dokter dan apoteker ……......................................................17
C. Kesimpulan ....................................................................................................19
D. Saran ..............................................................................................................20
Daftar pustaka
iii
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh, dalam menetapkan
diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan
dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia
termasuk obat tradisional. Namun, dewasa ini peredaran obat-obatan dapat
didapatkan secara illegal atau bebas tanpa adanya resep dokter serta tanpa
pengawasan dari pihak-pihak terkait seperti pemerintah, polisi, kemenkes dan pihak-
pihak terkait lainnya . Dan obat-obatan tersebut digunakan untuk kesenangan sesaat
dan kejahatan. Obat-obat tersebut yang biasanya kita sebut dengan NARKOBA yang
merupakan kepanjangan dari narkotika, psikotropika, dan bahan-bahan zat adiktif
lainnya. Hal inilah yang membuat masyarakat gelisah dan timbullah sebuah gagasan
atau pendapat untuk membuat suatu peraturan yang mengatur tentang pemakaian,
pengaturan dan segala semacam tentang obat-obatan yang kita sebut undang-undang
farmasi atau bahasa kesehatan farmasi by laws.
2. Rumusan Masalah
i. Apakah yang dimaksud farmasi by laws?
ii. Pengertian Obat? Dan bagaimana pengelompokkan obat-obatan?
iii. Hubungan dokter dan apoteker? Dan bagaimana pelayanan who yang baik?
iv
3. Tujuan Penulisan
i. Untuk mengerti apa yang dimaksud farmasi by laws.
ii. Untuk mengetahui obat dan pengelompokkan obat-obatan yang ada di
Indonesia khususnya.
iii. Untuk memahami peranan dan hubungan antara dokter dan orang farmasi atau
apoteker.
v
ISI
1. Pengertian farmasi by laws atau undang-undang farmasi
Farmasi (bahasa Inggris: pharmacy, bahasa Yunani: pharmacon, yang berarti:
obat) merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi
dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan
efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi
termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat,
serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien
(patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan
obat, dan penyediaan informasi obat. Bylaws merupakan perpanjangan ketentuan
hukum yang ada dari pemerintah pusat ataupun daerah yang dibuat oleh organisasi
atau badan hukum, termasuk rumah sakit. Maka Farmasi bylaws dapat diartikan
peraturan dasar atau peraturan internal farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat
asli Indonesia, bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik dan sebagainya
tentang keperluan kesehatan.
2. Obat dan Pengelompokkannya
Obat yang dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari binatang, tumbuh-
tumbuhan , mineral dan obat syntetis yaitu suatu bahan atau paduan bahan-bahan
yang digunakan untuk menetapakan diagnosa, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan,memperelok badan atau badan
manusia.
Penggolongan obat berdasarkan produksi
vi
• Obat Paten / Spesialite adalah Obat milik suatu perusahaan dengan nama khas
yang dilindungi hukum.
• Ex. Amoxan, Sanmol
• Obat Generik adalah Obat dengan nama dagang yang sama dengan nama zat
aktifnya.
• Ex. Amoxicillin
• Obat Essensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan
tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.
Penggolongan berdasarkan Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000
1. OBAT BEBAS
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep
dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas
terbatas dan sudah terdaftar di Depkes R.I.Contoh : Minyak Kayu Putih, Obat Batuk
Hitam, Obat Batuk Putih, Tablet Paracetamol, Tablet Vitamin C,
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K. Menkes Rl Nomor
2380/A/SKA/I/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi
warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :
vii
2. OBAT BEBAS TERBATAS
Obat bebas terbatas adalah Obat : Keras yang dapat diserahkan kepada
pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli
dari pabriknya atau pembuatnya
b. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan yang tercetak sesuai coth
Tanda peringatan tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm
dan memuat pemberitahuan berwarna putih :
P No. 1 :Awas ! Obat Keras Bacalah aturan memakainya
P No. 2 :Awas ! Obat Keras Hanya untuk kumur jangan ditelan
P No. 3 :Awas ! Obat Keras Hanya untuk bagian luar dari badan
P No. 4 :Awas ! Obat Keras Hanya untuk dibakar
P No. 5 :Awas ! Obat Keras Tidak boleh ditelan
P No. 6 :Awas ! Obat Keras Obat wasir, jangan ditelan
viii
Penandaan : Keputusan Menteri Kesehatan Rl No. 2380/A/SK/VI/83 tanda
khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
3. OBAT KERAS
Obat daftar G menurut bahasa Belanda "G" singkatan dari "Gevaarlijk"
artinya berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.
Penandaan : Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 02396/A/SKA/III/1986 adalah "Lingkaran bulat berwarna merah dengan
garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi“
Contoh : Antibiotik, Antihistaminik
4. Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di
apotek tanpa resep dokter.
Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993, dikeluarkan dengan pertimbangan
sebagai berikut :
ix
Pertimbangan yang utama: obat yang diserahkan tanpa resep dokter,
yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam rnenolong dirinya
sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan
pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.
Pertimbangan yang kedua untuk peningkatan peran apoteker di apotek
dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan
obat kepada masyarakat.
Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang
dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.
Walaupun Apotek boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan
yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.
1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien
(nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan
kepada pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk
OWA, dan hanya boleh diberikan 1 tube.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi,
kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat
yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak
dikehendaki tersebut timbul.
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang
dapat diserahkan:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
x
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Contoh obat wajib apotek No. 1 (artinya yang pertama kali ditetapkan)
Obat kontrasepsi : Linestrenol (1 siklus)
Obat saluran cerna : Antasid dan Sedativ/Spasmodik (20 tablet)
Obat mulut dan tenggorokan : Salbutamol (20 tablet)
Contoh obat wajib apotek No. 2
Bacitracin Cream (1 tube)
Clindamicin Cream (1 tube)
Flumetason Cream (1 tube), dll
Obat Wajib Apotek No.3 :
Ranitidin
Asam fusidat
Alupurinol, dll
xi
5. Obat Golongan Narkotika
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika, adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan I, II dan III.
Golongan I
à tidak digunakan dalam terapi, tapi hanya untuk ilmu pengetahuan. Potensi
ketergantungan sangat tinggi.
contoh: tanaman Papaver somniferum (opium), koka dan ganja, heroin
Golongan II
à dapat digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi ketergantungan
sangat tinggi.
contoh: metadon, morfin, opium, petidin
Golongan III
à banyak digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi ketergantungan
ringan
contoh: kodein
Penandaan Narkotika :
xii
6. Obat Psikotropika
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat
atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Penggolongan I,II,III dan IV untuk Golongan Obat Psikotropika sebagai berikut :
Golongan I
à tidak digunakan dalam terapi, tapi hanya untuk ilmu pengetahuan. Potensi
sidrom ketergantungan amat kuat. contoh: LSD, MDMA (Metilen dioksi
metamfetamin) Ectasy
Golongan II
à dapat digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi sidrom
ketergantungan kuat. Contoh: Amfetamin, Metamfetamin (Shabu-shabu)
Golongan III
à banyak digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi sidrom
ketergantungan sedang. Contoh: Pentobarbital
Golongan IV
à sangat luas digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan. Potensi sidrom
ketergantungan ringan. Contoh: Fenobarbital, Diazepam
xiii
Penandaan : Lingkaran bulat berwarna merah dengan huruf K berwarna hitam yang
menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.
Berdasarkan UU No.22 tahun 1997 dan UU No.5 tahun 1997
Penyaluran psikotropika dan narkotika hanya dapat dilakukan oleh :
Pabrik obat kepada PBF, apotek, sarana penyimpanan pemerintah, RS,
lembaga penelitian/pendidikan.
PBF kepada PBF lainnya, apotek, sarana penyimpanan pemerintah, RS,
lembaga penelitian/pendidikan.
Sarana penyimpanan pemerintah kepada RS, puskesmas, balai pengobatan
pemeriintah.
Penyerahan psikotropika dan narkotika kepada pasien hanya dapat dillakukan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas,balai pengobatan dan dokter.
Penyerahan narkotika dan psikotropika oleh dokter, dilaksanakan dalam hal:
• Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
• Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
• Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
xiv
Seperti dijelaskan diatas tadi Menkes hanya memberikan izin narkotika dan
psikotropika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau tujuan ilmu
pengetahuan. Men Kes memberi izin / izin khusus kepada :
1. Apotik
Untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki, atau menyimpan, untuk
persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan dan
membawa atau mengangkut narkotik untuk kepentingan pengobatan.
2. Dokter
Untuk membeli, menyediakan, memiliki, atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan dan membawa atau
mengangkut narkotik untuk kepentingan pengobatan.
3. Izin khusus kepada Pabrik Farmasi Tertentu
Untuk membeli, menyediakan, memiliki, atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai, memproduksi, mengolah, merakit, menjual, menyalurkan,
menyerahkan,mengirimkan dan membawa atau mengangkut narkotik untuk
kepentingan pengobatan, atau tujuan ilmu pengetahuan.
4. Izin khusus kepada pedagang besar farmasi tertentu
Untuk membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirim, dan membawa atau
mengangkut narkotika , untuk pengobatan atau ilmu pengetahuan.
5. Izin khusus kepada Rumah Sakit
Untuk membeli, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan,
menguasai, menyerahkan,mengirim ,membawa atau mengangkut dan menggunakan
narkotika untuk kepentingan pengobatan.
xv
6. Izin khusus kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Lembaga Pendidikan
Untuk membeli dari pedagang farmasi, menyerdiakan, memiliki, atau menyimpan
untuk persediaan, menguasai dan menggunakan narkotika untuk tujuan ilmu
pengetahuan.
Narkotika dan psikotropika yang ada pada apotek, pedagang besar farmasi, pabrik
farmasi, rumah sakit, persediaan para dokter, lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga
pendidikan harus disimpan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Dan berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
kepada Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika dan
psikotropika yang ada dalam penguasaannya. Penggunaan dan pemberian narkotika
dan psikotropika oleh dokter hanya untuk kepentingan pengobatan dan atau tujuan
ilmu pengetahuan ,narkotika dan psikotropika hanya dapat diimpor ke Indonesia oleh
satu Importir Pedagang Besar Farmasi setelah memperoleh keputusan Menkes dan
mendapat izin impor dari Menteri Perdagangan. Apotik, Pabrik Farmasi, Pedagang
Besar Farmasi, dapat membeli narkotika dari Importir Pedagang Besar Farmasi.
Yang dapat menyalurkan narkotika untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep
dokter hanya Apotik
Penggolongan Obat Berdasarkan Fungsinya
• Obat farmakodinamis
xvi
Bekerja terhadap host dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses
fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika,
obat otonom
• Obat kemoterapeutis
Dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh host. Hendaknya obat ini
memiliki kegiatan farmakodinamis yang sekecil-kecilnya terhadap host, contoh :
antibiotik, antijamur, obat-obat neoplasma (onkolitik, sitostatik)
• Obat diagnostik
merupakan obat pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit),
misalnya BaSO4 digunakan untuk diagnosis penyakit saluran pencernaan, Na
propanoat dan asam iod organik untuk sal empedu.
Tugas dan kewajiban dokter berdasarkan Permenkes No.89 tahun 1989 :
1. Dokter yang bertugas di Rumah Sakit Pemerintah atau di Puskesmas dan Unit
Pelaksana Teknis diharuskan menulis resep obat esensial dengan nama
generic bagi semua pasien
2. Dokter dapat menulis resep untuk diambil di Apotik luar Rumah Sakit bila
obat esensial tidak tersedia di Rumah Sakit, Puskesmas, Unit Pelaksana
Teknis tempat ia bekerja.
3. Setiap dokter bertanggung jawab kepada Direktur R.S. utk yang bekerja di
R.S. sedangkan dokter yang bekerja di Puskesmas / Unit Pelaksana Teknis
bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Departemen Kesehatan
Kabupaten/ Kotamadya
3. Hubungan dokter dengan apoteker
xvii
• Menurut Shortridge, et al (1986) hubungan timbal balik di mana [pemberi
pelayanan] memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien
dalam kerangka kerja bidang respektif mereka.
Meskipun ada bidang yg tumpang tindih mayoritas pelayanan yg diberikan adalah
pelengkap. Tetapi praktik kolaboratif menekankan 2 hal yaitu :
Tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien
Proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing
pendidikan dan kemampuan praktisi.
Gambar diatas adalah konsep kolaboratif antara dokter dan tenaga medis lainnya
seperti apoteker. Hal ini terjadi demi terbentuknya pelayanan farmasi yang baik.
Adapun syarat pelayanan farmasi yang baik (WHO) :
1. Keselamatan dan kesejahteraan pasien merupakan perhatian utama.
2. Penyediaan obat dan bahan lain dengan mutu terjamin.
3. Informasi dan nasehat yang tepat bagi pasien, dan pemantauan efek pemakaian.
4. Berkontribusi pada penulisan resep yang rasional dan ekonomis, serta tepat dalam
penggunaan obat.
5. Tujuan tiap unsur Pelayanan farmasi harus relevan dengan individu.
xviii
6. Ditetapkan secara jelas, dan dikomunikasikan secara efektif kepada semua yang
terlibat.
KESIMPULAN
1. Farmasi bylaws dapat diartikan peraturan dasar atau peraturan internal farmasi
yang meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, bahan obat asli Indonesia,
alat kesehatan, kosmetik dan sebagainya tentang keperluan kesehatan.
2. Berdasarkan Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000 obat dibagi menjadi
6 yaitu : narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas,
dan obat wajib apotek.
3. Dalam pelayanan farmasi yang diutamakan adalah keselamatan dan
kesejahteraan pasien.
4. Dokter dan tenaga medis lain seperti apoteker dan lain-lain harus bisa saling
bekerja sama dengan cara kolaboratif.
xix
SARAN
1. Dengan adanya farmasi bylaws semoga Pharmaceutical Malpractice dapat
diperkecil dan seluruh tenaga kefarmasian dapat menaatinya dan mengerti.
2. Seluruh tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus
selalu mengacu pada: Standar Profesi, Standar Pelayanan dan Standar
Prosedur Operasional.
3. Seorang dokter harus mempunyai komunikasi yang baik dengan tenaga medis
lainnya agar tidak terjadi miss komunikasi antara dokter-apoteker dan tenaga
medisnya serta sebaliknya.
4. RS harus menetapkan standar pelayanan farmasi di rumah sakit sesuai dengan
tantangan dan kebutuhan yang ada saat ini.
5. RS harus menyusun dan melaksanakan farmasi bylaws yang mengatur tentang
kewenangan pekerjaan kefarmasian ( tindakan kefarmasian ) bagi apoteker.
6. Semua RS harus mempunyai Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Komite
Farmasi dan Terap.
xx
DAFTAR PUSTAKA
Feinberg,Debra B. 2008 . Pharmacy Law .United states of America:The McGraw-
Hill Companies.
Undang-Undang nomor 9 tahun 1960 tentang farmasi
Undang-Undang nomor 14 tahun 2001 tentang paten
Kepmenkes nomor 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah
sakit.
Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Permenkes nomor 919 Tahun 1993 tentang Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa
Resep Dokter
Permenkes nomor 085 tahun 1989 tentang penulisan resep atau penulisan obat
generik.
Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Permenkes nomor 068 tahun 2010 tentang obat generik
UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
UU No.22 Thn 1997 tentang Narkotika
xxi
Siegler, EL., and Whitney, F.W. (1999). Nurse-Physician Collaboration: Care of
Adults and The Elderly. (Terj. Indraty). Jakarta: EGC.
Hanafiah, Jusuf dan Amir, Amri. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Jakarta : EGC.
xxii