Jenner dilahirkan tahun 1749, di kota kecil Berkeley di Cloucestershire, Inggris. Selaku bocah berumur dua belas tahun dia sudah magang jadi ahli bedah. Kemudian dia belajar anatomi dan bekerja di rumah sakit. Tahun 1792 dia peroleh ijazah dokter dari Universitas St. Andrew. Di usia pertengahan empat puluhan dia sudah jadi dokter yang berbobot dan ahli bedah di Goncestershire. Jenner sudah terbiasa dengan kepercayaan --yang umum dianut oleh para petani dan wanita pemerah susu di daerahnya-- bahwa orang yang kehinggapan penyakit "cacar sapi" semacam penyakit ternak ringan yang bisa menular kepada manusia, tak akan pernah tertimpa penyakit cacar. ("cacar sapi" itu sendiri tidak berbahaya, meskipun gejala-gejalanya mirip dengan cacar biasa). Jenner menyadari, bilamana kepercayaan para petani itu mengandung kebenaran, maka menyuntikkan "cacar sapi" ke tubuh manusia akan merupakan cara yang aman untuk membuat mereka kebal terhadap cacar. Dia pelajari dengan seksama masalah ini, dan menjelang tahun 1796 dia betul-betul yakin bahwa kepercayaan para petani itu memang ternyata tidak meleset. Maka Jenner memutuskan mencobanya secara langsung. Di bulan Mei 1796 Jenner menyuntik James Phipps, seorang bocah lelaki berumur delapan tahun dengan sesuatu yang diambil dari bintik penyakit "cacar sapi" yang ada di tangan seorang pemerah susu. Sebagaimana memang diharapkan, bocah kecil itu kehinggapan "cacar sapi" tetapi segera sembuh. Beberapa minggu kemudian, Jenner menyuntikkan Phipps serum cacar. Dan sebagaimana diharapkan pada bocah itu tak tampak tanda-tanda penyakit. Sesudah melakukan penyelidikan bebih mendalam, Jenner memperkenalkan hasil-hasil usahanya lewat sebuah buku tipis berjudul An Inquiry into the Causes and Effects of the Variolae Vaccinae, diterbitkannya secara pribadi tahun 1798. Buku itulah yang jadi penyebab diterimanya vaksinasi secara umum dan berkembang luas. Sesudah itu Jenner menulis lima artikel lagi mengenai soal vaksinasi, dan bertahun-tahun dia mengabdikan waktunya menyebarluaskan pengetahuan tentang tekniknya dan kerja keras agar dapat diterima orang. Praktek vaksinasi berkembang cepat di Inggris, kemudian menjadi hal yang diharuskan dalam kalangan Angkatan Darat dan Angkatan Laut Inggris. Dan berbarengan dengan itu diterima pula oleh sebagian besar negeri-negeri di dunia. Jenner dengan cuma-cuma mempersembahkan tekniknya kepada dunia dan tak berusaha sedikit pun peroleh keuntungan uang dari itu. Tetapi, di tahun 1802 parlemen Inggris sebagai tanda terimakasih dan penghargaan menghadiahkannya uang sejumlah 20.000 pond. Maka Jenner pun menjadi orang yang tennasyhur di jagad, dibanjiri rupa-rupa penghormatan dan medali. Jenner kawin dan punya tiga anak. Dia hidup hingga umur 73 tahun, meninggal dunia di awal taliun 1823 di rumahnya di kota Berkeley. Seperti kita saksikan, Jenner menciptakan sendiri gagasan bahwa serangan penyakit "cacar sapi" dapat memberikan kekebalan terhadap cacar; dia dengar masalah itu dari orang lain. Dan juga ada bukti menunjukkan bahwa sudah ada yang melakukan vaksinasi "cacar sapi" sebelum Jenner melakukannya.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Jenner dilahirkan tahun 1749, di kota kecil Berkeley di Cloucestershire, Inggris. Selaku bocah berumur dua belas tahun dia sudah magang jadi ahli bedah. Kemudian dia belajar
anatomi dan bekerja di rumah sakit. Tahun 1792 dia peroleh ijazah dokter dari Universitas St. Andrew. Di usia pertengahan empat puluhan dia sudah jadi dokter yang berbobot dan ahli
bedah di Goncestershire.
Jenner sudah terbiasa dengan kepercayaan --yang umum dianut oleh para petani dan wanita
pemerah susu di daerahnya-- bahwa orang yang kehinggapan penyakit "cacar sapi" semacam penyakit ternak ringan yang bisa menular kepada manusia, tak akan pernah tertimpa penyakit
cacar. ("cacar sapi" itu sendiri tidak berbahaya, meskipun gejala-gejalanya mirip dengan cacar biasa). Jenner menyadari, bilamana kepercayaan para petani itu mengandung kebenaran, maka menyuntikkan "cacar sapi" ke tubuh manusia akan merupakan cara yang
aman untuk membuat mereka kebal terhadap cacar. Dia pelajari dengan seksama masalah ini, dan menjelang tahun 1796 dia betul-betul yakin bahwa kepercayaan para petani itu memang
ternyata tidak meleset. Maka Jenner memutuskan mencobanya secara langsung. Di bulan Mei 1796 Jenner menyuntik James Phipps, seorang bocah lelaki berumur delapan
tahun dengan sesuatu yang diambil dari bintik penyakit "cacar sapi" yang ada di tangan seorang pemerah susu. Sebagaimana memang diharapkan, bocah kecil itu kehinggapan "cacar
sapi" tetapi segera sembuh. Beberapa minggu kemudian, Jenner menyuntikkan Phipps serum cacar. Dan sebagaimana diharapkan pada bocah itu tak tampak tanda-tanda penyakit.
Sesudah melakukan penyelidikan bebih mendalam, Jenner memperkenalkan hasil-hasil usahanya lewat sebuah buku tipis berjudul An Inquiry into the Causes and Effects of the
Variolae Vaccinae, diterbitkannya secara pribadi tahun 1798. Buku itulah yang jadi penyebab diterimanya vaksinasi secara umum dan berkembang luas. Sesudah itu Jenner menulis lima artikel lagi mengenai soal vaksinasi, dan bertahun-tahun dia mengabdikan waktunya
menyebarluaskan pengetahuan tentang tekniknya dan kerja keras agar dapat diterima orang.
Praktek vaksinasi berkembang cepat di Inggris, kemudian menjadi hal yang diharuskan dalam kalangan Angkatan Darat dan Angkatan Laut Inggris. Dan berbarengan dengan itu diterima pula oleh
sebagian besar negeri-negeri di dunia.
Jenner dengan cuma-cuma mempersembahkan tekniknya kepada dunia dan tak berusaha sedikit pun peroleh keuntungan uang dari itu. Tetapi, di tahun 1802 parlemen Inggris sebagai tanda terimakasih dan penghargaan menghadiahkannya uang sejumlah 20.000 pond. Maka
Jenner pun menjadi orang yang tennasyhur di jagad, dibanjiri rupa-rupa penghormatan dan medali. Jenner kawin dan punya tiga anak. Dia hidup hingga umur 73 tahun, meninggal dunia
di awal taliun 1823 di rumahnya di kota Berkeley. Seperti kita saksikan, Jenner menciptakan sendiri gagasan bahwa serangan penyakit "cacar
sapi" dapat memberikan kekebalan terhadap cacar; dia dengar masalah itu dari orang lain. Dan juga ada bukti menunjukkan bahwa sudah ada yang melakukan vaksinasi "cacar sapi"
sebelum Jenner melakukannya.
Tetapi, kendati Jenner bukanlah seorang ilmuwan orisinal yang luar biasa, tidak banyak orang yang sudah melakukan sesuatu yang begitu besar membawa manfaat bagi kemanusiaan.
Melalui penyelidikan-penyelidikannya, percobaan-percobaannya, dan tulisan-tulisannya, dia salurkan dan alihkan kepercayaan rakyat awam yang tadinya tidak diperhatikan secara serius
oleh dunia pengobatan, menjadi praktek baku yang telah menyelamatkan jutaan nyawa manusia. Meskipun teknik Jenner hanya bisa dipakai untuk mencegah satu jenis penyakit, tetapi penyakit itu betul-betul penyakit yang punya bobot bahaya. Berkat hasil kerja itu dia
peroleh puji dan penghormatan, baik pada masanya maupun oleh generasi sesudahnya.
Setelah Perang Dunia ke II, pengembangan vaksin mengalami percepatan. Vaksin polio suntik
pertama diaplikasikan pada manusia pada 1955, lalu polio oral (1962), campak (1964), mumps
(1967), rubella (1970), dan hepatitis B (1981).
WHO pun mencanangkan beberapa program vaksinasi dengan target eradikasi penyakit. Untuk
cacar, penyakit yang sejak awal mencatat sejarah vaksinasi, kasus terakhir terjadi di Somalia pada
1977. Sementara penyakit polio, ditargetkan WHO teradikasi 2000. meski target ini tidak
sepenuhnya tercapai tetapi eradikasi hampir dikatakan berhasil.
Edward Jenner lahir pada 11 Mei 1749 di Berkley, Gloucestershire, Inggris. Pada umur 13 tahun, dia sudah belajar ilmu bedah dengan cara magang kepada ahlil\ bedah terkenal Daniel
Ludlow di Sudbary, dekat Bristol. Lalu pada usia 21 tahun, dia hijrah ke London dan megang kepada seorang ahli bedah terkenanl bernama John Hanter.
Suatu hari ditahun 1796, seorang perempuan pemerah susu bernama Sarah Nelmes mendatangi Jenner dan mengeluhkan adanya rash di tangannya. Jenner lalu mengambil
materi rash yang diketahui sebagai penyakit cacar menular pada sapi tersbut (cowpox) dengan pisau tajam dan memidahkannya ke lengan James Phipps, seorang anak tukang
kebunnya yang berusia delapan tahun. Akibatnya, Phipps terkena cowpox, tetapi segera sembuh.
Jenner lantas mengoleskan materi dari luka cacar smallpox, penyakit mematikan yang mewabah saat itu, ke luka yang dia buat di tangan Phipps. Sebagaimana dugaan Jeenner,
Phipps tidak terkena cacar. Sesuatu yang berasal dari Phipps telah melindungi Phipps. Setelah percobaanya sukses, Jenner kembali melakukan percobaan sebanyak 23 kasus yang
sama, termasuk kepada anak lelakinya yang berumur 11 bulan. Semua detail penelitiannya dia kumpulkan dalam buku An Inquiry the Causes and Effects of the Variolae Vaccinae. Dengan keberhasilan Jenner ini, ilmu ilmunologi pun lahir.
Penemuan Jenner dikenal sebagai vaksinasi yang diambil dari bahasa latin sapi, yaitu vacca.
Pada 1789, dia mengirim artikel ilmiah tentang hasil studi yang dilakukannya kepada majalah The Royal Society yang terkenal dan bergengsi. Dia menjelaskan bahwa upaya vaksinasi yang dilakukannya berhasil memberi perlindungan dari serangan penyakit cacar.
Sayangnya, metode penelitian ekperimental yang dilakkukan Jenner dipandang tidak lazim
dan tidak memenuhi criteria ilmiah yang dianut pada masa itu. Pihak redaksi tidak saja menolak untuk menerbitkan artikel ilmiah tersebut, tetapi juga mengkritik keras dan mencemooh upaya tanpa pamrih yang dilakukan Jenner.
Penolakan itu tidak saja menunda upaya pengendalian penyakit cacar yang dianantikan oleh
banyak orang, tetapi yang lebih mengenaskan, telah mebiarkan lagi banyak korban yang tak berdosa terbunuh. Peristiwa ini tercatat unutuk sekian kalinya dalam sejarah tentang arogansi ilmiah yang membekap manusia dalam kejumudan.
Selama berabad-abad, pada ilmuwan belum mampu membuka tabir misteri pengendalian
penyakit cacar. Para ilmuwan itu seakan tidak merasakan dan tidak sensitive terhadap derita orang banyak. Mereka terkesan telah menghambat sosialisasi penemuan yang terbukti berkontribusi besar terhadap peningkatan derajat kesejahteraan manusia. Namun, Jener tidak
menyerah.
Sebagai seoran penemu, Edward Jenner layak diteladani. Kemauannya yang keras, semangatnya yang tinggi, dan tak kenal menyerah telah didedikasikannya bagi sebuah keyakinan terhadap peningkatan derajat kesejahteraan umat manusia selama berabad-abad
berselang.
Ratusan tahun sejak momentum keberhasilan Jenner, vaksin telah digunakan untuk terapi
berbagai penyakit. Louis Pasteur mengembangkan teknik vaksinasi pada abad ke-19 dan mengaplikasikan penggunaannya untuk penyakit anthrax dan rabies. Dengan vaksin pula,
bebrapa penyakit besar yang melanda umat manusia dapat dikontrol atau dibatasi penyebarannya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat beberapa jenis vaksin pertama
yang digunakan manusia, yaitun cacar pada 1798, rabies (1885), pes (1897), difteri (1923), pertusis (1926), tuberkolosis (1927), tetanus (1927), dan yellow fever (1935).
Setelah Perang Dunia ke II, pengembangan vaksin mengalami percepatan. Vaksin polio suntik pertama diaplikasikan pada manusia pada 1955, lalu polio oral (1962), campak (1964),
mumps (1967), rubella (1970), dan hepatitis B (1981). WHO pun mencanangkan beberapa program vaksinasi dengan target eradikasi penyakit.
Untuk cacar, penyakit yang sejak awal mencatat sejarah vaksinasi, kasus terakhir terjadi di Somalia pada 1977. Sementara penyakit polio, ditargetkan WHO teradikasi 2000. meski
target ini tidak sepenuhnya tercapai tetapi eradikasi hamper dikatakan berhasil. Read more at http://info-biografi.blogspot.com/2010/05/biografi-edward-
jenner.html#HfkkOfvsYBzcVT03.99
Edward jenner (1749-1823) adalah seorang dokter dari inggris yang menemukan vaksin untuk menyembuhkan penyakit cacar. Ia adalah tokoh yang meletakkan dasar bagi imunologi ( Ilmu yang mempelajari tentang kekebalan tubuh).
Cacar merupakan penyebab kematian terbesar di abad ke -18. jenner mengamati bahwa di
antara pasienya, yang sebelumnya terkena cacar ringan dari hewan ternak, memiliki kekebalan yang lebih baik. Pada tahun 1796 ia memaparkan virus cacar ringan kepada seorang anak. Ketika anak itu dipaparkan virus cacar yang menyerang manusia, anak itu tidak
tertular. Ia menerbitkan hasil penemuannya itu dan menjadi kerkenal sebagai penemu vaksinasi. Ia juga yang memperkenalkan istilah virus.
Vaksin
Melalui penerangan bioteknologi, berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus telah dapat dihindari dengan menggunakan vaksin. Vaksin bekerja efektif terhadap penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme pathogen, termasuk virus. Prinsip dasar dari penggunaan vaksin adalah tubuh menghasilkan antibody untuk melawan
serangan virus. Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme antigen (missal virus atau bakteri pathogen) yang permukaanya atau toksinnya telah dimatikan atau dilemahkan. Pemberian vaksin (Vaksinasi) menyebabkan tubuh bereaksi membentuk antibody, sehingga
Pada awalnya, vaksin dibuat secara konvensional. Sejarah mencatat berbagai penemuan vaksin yang mencegah berbagai penyakit pandemic. Tahun 1796, Edward Jenner menemukan
vaksin untuk penyakit cacar air. Tahun 1885, Louis Pasteur menemukan vaksin untuk Rabies. Kemudian di ikuti penemu
vaksin untuk penyakit lainnya. Beberapa tipe vaksin yang dibuat melalui metode konvensional adalah sebagai berikut : 1. Vaksin yang berasal dari pathogen yang telah dimatikan oleh bahan kimia atau oleh
pemanasan. Misalnya, vaksin influenza, kolera dan hepatitis A. tipe vaksin ini hanya membentuk respon kekebalan sementara.
2. Vaksin yang berasal dari pathogen yang dilemahkan . misalnya, vaksin campak dan vaksin gondong. Tipe vaksin ini menimbulkan respons kekebalan yang lebih lama masanya. 3. Vaksin yang berasal dari senyawa patogenik mikroorganisme yang dibuat tidak aktif.
Misalnya, vaksin tetanus dan difteri.
Akan tetapi, produksi vaksin secara konvensional tersebut menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan, seperti berikut ini.
1. Patogen yang digunakan untuk membuat vaksin mungkin masih melakukan proses metabolisme (pada mikroorganisme seperti bakteri)
2. Pathogen yang digunakan untuk membuat vaksin mungkin masih memiliki kemampuan untuk menyebabkan penyakit. 3. Ada sebagian orang yang alergi terhadap sisa-sisa sel yang ditinggalkan dari produksi
vaksin, meskipun sudah dilakukan proses pemurnian. 4. Orang-orang yang bekerja dalam pembuatan vaksin mungkin bersentuhan dengan
pathogen, meskipun dicegah dengan pengaman (masker dan sarung tangan). Untuk mengurangi resiko tersebut, sekarang ini dikembangkan pembuatan vaksin dengan
menggunakan rekayasa genetika. Prinsip-prinsip rekayasa genetika dalam pembuatan vaksin adalah sebagai berikut.
1. Mengisolasi (memisahkan) gen-gen penyebab sakit dari virus / pathogen. 2. Menyisipkan gen-gen tersebut kedalam sel bakteri atau kultur sel hewan. Sel bakteri atau
sel hewan yang telah disisipi gen itu disebut rekombinan. 3. Rekombinan tersebut akan menghasilkan antigen. Selanjutnya rekombinan akan dikultur,
sehingga diperoleh antigen dalam jumlah banyak. 4. Antigen itu diekstraksi untuk digunakan sebagai vaksin.
Contoh vaksin yang telah dibuat dengan cara ini adalah vaksin untuk penyakit poliomyelitis, godong, cacar air, rubella, dan rabies.
Penyakit Cacar : Sejarah, Penemuan dan
Program Pemvaksinan Dunia
by editor on Mar 10, 2011 • 1:21 am 1 Comment
Oleh : Mohd Syamirulah Rahim
Penuntut Tahun 5 Jurusan Perubatan
Nizhny Novgorod State Medical Academy, Russia
Penyakit cacar atau smallpox merupakan sejenis penyakit berjangkit bawaan virus yang cukup berbahaya. Jika seorang kanak-kanak dijangkiti cacar, kemungkinan 80% kanak-kanak tersebut akan meninggal dunia
dalam tempoh dua minggu sahaja dalam penderitaan.Sebagai selingan,
penyakit cacar ini pernah ditonjolkan secara ringkas dalam siri televisyen popular House MD.
Penyakit cacar menjadi bukti kejayaan program imunisasi atau
pemvaksinan. Sejak vaksin terhadap cacar ditemui oleh saintis terkenal Edward Jenner pada tahun 1796, ia telah dipraktikkan di seluruh dunia
sehinggalah pada tahun 1979, Pertubuhan Kesihatan Sedunia (WHO) mengisytiharkan bahawa penyakit cacar telah pupus secara total.
Kisah penemuan vaksin cacar oleh Edward Jenner juga merupakan satu kisah yang menarik untuk diketahui. Sekitar tahun tersebut, Jenner
tersedar akan satu trend iaitu mereka yang bekerja sebagai pemerah susu lembu tidak pernah dijangkiti dengan virus cacar atau Smallpox.
Jenner mendapati, bahawa mereka (pemerah susu lembu) ini dijangkiti dengan Cowpox, iaitu variasi Smallpox yang khusus kepada lembu
sahaja. Bagi manusia, Cowpox ini hanya mendatangkan kudis di tangan, tidak seperti penyakit Smallpox yang cukup menakutkan. Oleh kerana mereka telah dijangkiti Cowpox, maka kebarangkalian mereka dijangkiti
Smallpox tidak akan berlaku.
Bagi membuktikan kebenaran dakwaan itu, Edward Jenner menjalankan eksperimen yang cukup berbahaya. Beliau mengambil cecair dari kudis
seorang pemerah susu lembu dan memasukkan cecair tersebut pada anak tukang kebunnya yang berusia 8 tahun.
Seminggu selepas itu, anak tukang kebun itu mengalami demam-demam yang membimbangkan. Jenner mula berasa bimbang bahawa
kemungkinan teorinya itu tidak berjaya. Mujurlah selepas itu, anak kecil berusia 8 tahun itu kembali sihat. Edward Jenner memulakan fasa kedua
eksperimennya dengan menyuntik kanak-kanak tersebut dengan cecair sample penyakit cacar. Menurut Jenner, sekiranya teori yang diyakini itu
gagal maka kanak-kanak tersebut akan dijangkiti penyakit merbahaya yang boleh membawa maut.
Edward Jenner (1749 – 1823)
Namun, hipotesis Edward Jenner terbukti benar apabila kanak-kanak
tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda dijangkiti. Edward meneruskan eksperimennya dengan 23 subjek ujikaji lain, termasuklah terhadap anak
kandung beliau sendiri. Setelah penemuannya dilaporkan, beliau sendiri menghadapi tekanan dari masyarakat yang menuduhnya gila, hilang akal dan bodoh kerana eksperimennya yang berbahaya serta kesanggupannya
menjadikan anaknya sebagai bahan ujikaji.
Namun kini, hampir 300 tahun selepas penemuan Edward Jenner, vaksin digunakan untuk mencegah pelbagai jenis penyakit dan terbukti
keberkesanannya. Kita boleh lihat sendiri betapa saintis Edward Jenner sanggup mengambil risiko yang cukup berbahaya demi membuat satu
penemuan yang cukup bermanfaat buat umat manusia keseluruhannya.
Namun cukup mengecewakan apabila abad ini, adanya golongan yang
memandang skeptik terhadap program imunisasi dan vaksinasi yang dilaksanakan kerajaan. Skeptik mereka yang berasaskan kepada artikel-
artikel dan video-video teori konspirasi karut yang menyatakan program vaksinasi itu sebagai perancangan Yahudi. Ia merupakan satu penghinaan
ke atas usaha yang telah dibuat Edward Jenner 300 tahun lampau.
Tambahan pula, apabila kebimbangan itu dimanifestasikan kepada
keengganan ibu bapa muda tersebut untuk mendaftarkan anak mereka ke dalam program imunisasi kebangsaan, ianya merupakan satu kebodohan
yang membinasakan. Ini kerana mereka meletakkan anak mereka dan anak orang lain kepada risiko dijangkiti penyakit berbahaya seperti Polio,
Atas usaha penyelidikan pemvaksinan yang dimulakan oleh Edward Jenner, penyakit cacar atau smallpox diisytiharkan pupus pada tahun
1979. Mahukah anda mengetahui, kisah tragis kes jangkitan Smallpox terakhir dalam sejarah?
Pada tahun 1978, Profesor Henry Bedson, seorang ketua penyelidikan
mikrobiologis di Birmingham Medical School sedang menjalankan kajian mengenai virus Smallpox di makmalnya. Betul-betul di atas
makmalnya adalah bilik seorang jurugambar perubatan, Janet Parker.
Ditakdirkan, kerana kegagalan Profesor Henry untuk menjaga
keselamatan kajiannya, virus Smallpox tersebut terdedah dan disebarkan melalui saluran aliran udara ke tingkat atas, iaitu ke bilik Janet. Janet
yang tidak pernah divaksinasi sebelum itu, menyedut udara tersebut dan dijangkiti penyakit Smallpox. Ruam-ruam mula timbul pada badan Janet,
lantas beliau dimasukkan ke hospital dan disahkan dijangkiti Variola Major, iaitu variasi Smallpox yang paling berbahaya. Janet akhirnya meninggal dunia sebulan kemudian.
Namun yang turut menyayat hati, seminggu sebelum Janet meninggal
dunia, Profesor Henry telah membunuh diri dengan mengelar lehernya kerana tekanan psikologi di atas kejadian yang menimpa Janet. Beliau
menyalahkan dirinya kerana menyebabkan Janet dijangkiti penyakit tersebut, dan dalam nota terakhirnya beliau menulis,
“I am sorry to have misplaced the trust which so many of my friends and colleagues have placed in me and my work.”
Dengan kisah ini, saya menyeru kepada rakan-rakan dan bakal ibubapa
sekalian, agar jangan sekali-kali memandang remeh kepada program imunisasi dan pemvaksinan. Jangan setelah nasi menjadi bubur, barulah
penyesalan muncul. Sesungguhnya mencegah itu lebih baik dari merawat. - See more at: http://www.majalahsains.com/2011/03/penyakit-cacar-sejarah-penemuan-dan-