JENIS NILAI GUNA
Terdapat 2 jenis teori nilai guna (utility) yaitu sebagai
berikut :
a. Teori Nilai Guna Kardinal (Cardinal Utility)
Teori Nilai Guna Kardinal memberikan penilaian subjektif akan
pemuasan kebutuhan dari suatu barang. Artinya tinggi rendahnya
nilai guna suatu barang tergantung pada subjek yang memberikan
penilaian. Jadi suatu barang akan memberikan nilai guna yang tinggi
bila barang dimaksud memberikan daya guna yang tinggi bagi sang
pemakai.
Misalnya :
Sebuah dayung perahu akan memberikan daya guna yang tinggi bagi
nelayan daripada bagi pemain badminton. Sehingga nilai guna dayung
lebih tinggi nilainya bagi nelayan daripada bagi pemain
badminton.
Dalam pendekatan teori nilai guna kardinal, berlaku asumsi
sebagai berikut :
1) Daya guna diukur dalam satuan uang, yaitu jumlah uang yang
bersedia dibayar oleh konsumen dalam rangka menambah unit yang akan
dikonsumsi.
2) Daya guna marginal dari uang tetap, yaitu bahwa nilai dari
suatu uang dalam satuannya adalah sama untuk setiap orang tanpa
memandang statusnya.
3) Addivitas, yaitu bahwa nilai guna total adalah keseluruhan
konsumsi dari barang.
4) Daya guna bersifat independen, artinya daya guna suatu barang
tidak dipengaruhi oleh karena mengkonsumsi barang lain.
5) Periode konsumsi suatu barang berdekatan dan dengan jumlah
yang sama.
Definisi nilai guna kardinal adalah kepuasan konsumen dalam
mengkonsumsi suatu barang yang dapat diukur atau dihitung dengan
menggunakan angka, uang atau satuan bilangan lainnya, serta
konsumen akan berusaha untuk memaksimalkan kepuasan yang didapatkan
dari mengkonsumsi suatu barang tersebut.
Pada dasarnya teori nilai guna kardinal mengambil pengalaman
sehari-hari dari kegiatan konsumsi. Misalnya seseorang yang
mengkonsumsi air minum. Pada gelas pertama nilai air tersebut
sangat tinggi baginya karena telah melepas dahaga. Kemudian pada
gelas kedua, nilai air tersebut masih sangat tinggi karena akan
memenuhi kepuasannya. Namun pada gelas berikutnya, nilai air
tersebut sudah berkurang, dan bahkan bila air tersebut ditambah
untuk gelas berikutnya, seseorang tersebut tidak akan meminumnya
lagi begitu seterusnya bila air tersebut terus ditambah, maka akan
memperoleh penilaian minus (dibuang).
Gambar 2.1 Kurva Nilai Guna Kardinal (Sadono Sukirno, 2005)
Dalam teori nilai guna kardinal dikenal nilai guna marjinal
(marginal utility = MU) dan nilai guna total (total utility = TU).
Menurut Sadono Sukirno (2005), nilai guna dibedakan menjadi 2
macam, antara lain :
1) Nilai Guna Marginal (Marginal Utility = MU)
Nilai guna marginal adalah pertambahan atau pengurangan kepuasan
yang diperoleh seseorang sebagai akibat dari pertambahan atau
pengurangan mengkonsumsi satu unit barang tertentu untuk memenuhi
kepuasannya.
Gambar 2.2 Kurva Marginal Utility (Sadono Sukirno, 2005)
2) Nilai Guna Total (Total Utility = TU)
Nilai guna total adalah jumlah seluruh nilai guna (kepuasan)
yang di peroleh seseorang dari mengkonsumsi sejumlah barang
tertentu.
b. Teori Nilai Guna Ordinal (Ordinal Utility)
Dalam pendekatan teori nilai guna ordinal, terdapat 2 pendapat
yang berbeda. Pendapat pertama menyatakan bahwa besarnya nilai guna
ordinal dapat diukur atau dihitung. Sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa besarnya nilai guna tidak dapat diukur atau
dihitung. Namun di sini kami memakai teori bahwa nilai guna ordinal
adalah nilai guna yang tidak dapat diukur atau dihitung besarnya
tetapi dapat diurutkan menggunakan pendekatan nilai relatif yaitu
melalui order atau rangking.
Bila di dalam teori nilai guna kardinal kepuasan mengkonsumsi
suatu barang penilaiannya bersifat subjektif (tergantung pada siapa
yang menilai), tentu saja setiap orang memiliki penilaian yang
berbeda. Maka dalam teori nilai guna ordinal ini tingkat kepuasan
dapat diurutkan dalam tingkatan-tingkatan tertentu, misalnya
rendah, sedang, tinggi. Dengan demikian, setiap kepuasan yang
diperoleh dapat teranalisis.
Dalam menganalisis tingkat kepuasan masing-masing individu
sehubungan dengan mengkonsumsi 2 macam barang dalam rangka
memaksimalkan kepuasannya, dapat digunakan suatu kurva tak beda
(indifference curve).
Gambar 2.3 Kurva Indiffference (Sadono Sukirno, 2005)
Yang dimaksud kurva beda (indifference curve) adalah kurva yang
menggambarkan kombinasi 2 macam input untuk menghasilkan output
yang sama (kepuasan). Sedangkan yang dimaksud dengan kepuasan sama
adalah bahwa sepanjang kurva beda (indifference curve) yang pertama
(KII) misalnya, tingkat kepuasan konsumen adalah sama dimana saja
(A, B, C , atau D), hanya yang membedakannya bahwa anggaran untuk
mencapai kepuasan di titik A tentu berbeda dengan di titik C.
Begitupun pada titik B, konsumen harus cukup puas bila ternyata ia
hanya mampu mencapai di titik B.
Beberapa asumsi yang mendasari teori nilai guna ordinal adalah
sebagai berikut :
1) Rasionalitas, di mana konsumen akan berusaha meningkatkan
kepuasannya atau akan memilih tingkat kepuasan yang tertinggi yang
bisa dicapainya.
2) Konveksitas, yaitu bentuk kurva tak beda (indifference curve)
cembung dari titik origin dari sumbu absis dan ordinat.
3) Nilai guna tergantung pada jumlah barang yang dikonsumsi.
4) Transitivitas, yaitu konsumen akan menjatuhkan pada pilihan
terbaik dari beberapa pilihan.
5) Berdasarkan asumsi ke-4, maka kurva beda (indifference curve)
tidak boleh bersinggungan atau saling berpotongan.
Konsumen dalam memilih barang yang akan memaksimalkan tingkat
kepuasan ditunjukan dengan bantuan kurva kepuasan sama
(indifference curve), yang tidak memerlukan adanya anggapan bahwa
kepuasan konsumen bisa diukur. Anggapan yang diperlukan adalah
bahwa tingkat kepuasan konsumen bisa dikatakan lebih tinggi atau
lebih rendah tanpa mengatakan berapa lebih tinggi atau lebih
rendah.
Misalkan saja masyarakat mengkonsumsi 2 barang ,yaitu buah jeruk
dan buah apel. Konsumen secara rasional ingin membeli
sebanyak-banyaknya buah jeruk dan buah apel, tetapi mereka
dihadapkan pada kendala keterbatasan dana. Karena itu konsumen
dapat mengubah kombinasi.
HUKUM NILAI GUNA MARGINAL
Sebuah barang baru mempunyai arti bagi seorang konsumen apabila
barang tersebut mempunyai daya guna (utility), dan besar kecilnya
daya guna tersebut tergantung dari konsumen yang bersangkutan;
makin banyak barang yang dikonsumsinya makin besar daya guna total
(total utility) yang diperolehnya, akan tetapi laju pertambahan
daya guna (marginal utility) yang diperoleh karena mengkonsumsi
satu kesatuan barang makin lama semakin rendah, bahkan jumlah
pertambahannya dapat menjadi nol dan bila penambahan konsumsi
diteruskan jumlahnya, pertambahan daya gunanya bahkan bisa menjadi
negatif akibat pertambahan jumlah konsumsi tersebut, hal ini biasa
disebut dengan hukum pertambahan daya guna menurun (the law of
diminishing marginal utility) atau hukum Gossen.
Hukum nilai guna marginal: Tambahan nilai guna yang akan
diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatubarang akan menjadi
semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah
komsumsinya keatas barang tersebut dan pada akhirnya tam-bahan
nilaiguna akan menjadi negatif
Berdasarkan hukum Gossen atau yang biasa dikenal dengan law of
diminishing marginal utility berlaku bahwa semakin banyak suatu
barang yang dikonsumsi, maka tambahan nilai kepuasannya yang
diperoleh dari setiap satuan tambahan yang dikonsumsikan akan
menurun. Dan konsumen akan selalu berusaha dalam mencapai kepuasan
total yang maksimum.
2.5 Konsekuensi Hukum Nilai Guna Marginal
Teori nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya
kelebihan kepuasan yang dinikmati oleh para konsumen. Kelebihan
kepuasan ini, dalam analisis ekonomi dikenal sebagai surplus
ekonomi. Surplus konsumen pada hakikatnya berarti perbedaan di
antara kepuasan yang diperoleh seseorang di dalam mengkonsumsi
sejumlah barang dengan pembayaran yang harus dibuat untuk
memperoleh barang tersebut. Kepuasan yang diperoleh selalu lebih
besar daripada pembayaran yang dibuat. Surplus konsumen ini
merupakan wujud sebagai akibat daripada nilai guna marginal yang
semakin sedikit. Harga sesuatu barang berkaitan rapat dengan nilai
guna marginalnya. Misal pada barang ke-n yang dibeli, nilai guna
marginalnya sama dengan harga. Dengan demikian, karena nilai guna
marginal barang ke-n lebih rendah dari barang sebelumnya, maka
nilai guna marginal barang sebelumnya lebih tinggi dari harga
barang tersebut, dan perbedaan harga yang terjadi merupakan surplus
konsumen. Dengan kata lain, surplus konsumen adalah kelebihan
kepuasan yang diperoleh dalam mengkonsumsi suatu barang daripada
pembayaran yang disediakan oleh konsumen.
Berikut adalah contoh dari surplus konsumen: Seorang konsumen
ingin membeli satu buah durian dengan harga Rp 20.000,- ternyata
setelah sampai di pasar, harga buah durian tersebut adalah Rp
14.000,- selisih dari harga yang disediakan dengan harga kenyataan
di pasar sebesar Rp 6.000,-. Selisih inilah yang disebut sebagai
surplus konsumen.
DAPUS : Sukirno, Sadono. 2005.MikroEkonomi Teori Pengantar,
Edisi Ketiga.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Gossen, Hermann Heinrich. 1983. The Laws of Human Relations and
the Rules of Human Action Derived Therefrom. MIT Press.