Microsoft Word - skripsi_Andri_10503055.doc
2 Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai materi yang
berhubungan dengan
penelitian ini meliputi sel bahan bakar, Solid oxide fuel cell,
perovskit, metoda sol gel,
difraksi sinar-X, analisis dengan mikroskop elektron dan
konduktivitas elektron.
2.1 Sel Bahan Bakar
Jika elektrolisis air akan menghasilkan hidrogen dan oksigen
dengan bantuan energi listrik,
maka dalam sel bahan bakar dengan memasukkan gas hidrogen dan
oksigen sebagai bahan
bakar serta dengan bantuan elektrolit dan elektroda dapat
dihasilkan energi listrik. Sel bahan
bakar adalah alat yang mengubah energi, tanpa pembakaran, dari
bahan bakar (metana,
propana, hidrogen) dan oksigen menjadi energi listrik, air dan
panas. Alat ini terdiri dari dua
elektroda (anoda bermuatan + dan katoda bermuatan ) yang
mengapit elektrolit pada bagian
tengah. Elektrolit ini membawa partikel bermuatan dari salah
satu elektroda ke elektroda
lain. Pada berbagai jenis sel bahan bakar juga terdapat katalis
yang memungkinkan reaksi
pada elektroda berlangsung. Katalis yang digunakan pada awal
perkembangan sel bahan
bakar berupa logam mulia dan platina. Berbagai jenis katalis
campuran logam telah
dikembangkan untuk menggantikan platina sebagai katalis.
Prinsip kerja sel bahan bakar ditemukan pertamakali oleh
Christian Friedrich Schnbein
pada tahun 1838 dan dipublikasikan pada tahun 1839. Sel bahan
bakar mulai dikenal luas
ketika Thomas Bacon membuat sel bahan bakar berdaya 5 kW pada
tahun 1959. Bersama
dengan rekannya Thomas Bacon mempatenkan produk untuk memasok
energi listrik pada
pesawat antariksa.(Priyanto, 2007)
Prinsip kerja sel bahan bakar menyerupai baterai, yaitu
dihasilkannya energi listrik dari
reaksi kimia. Namun pada baterai bahan bakarnya terdapat di
dalam baterainya sendiri atau
bisa disebut sistem tertutup. Sedangkan pada sel bahan bakar,
bahan bakarnya diperoleh dari
luar sel. Jika baterai telah habis bereaksi atau berubah bentuk
menjadi senyawa kimia lain
yang tidak dapat diubah kembali, maka baterai tersebut tidak
dapat digunakan lagi.
Hidrogen merupakan bahan bakar dasar dari sel bahan bakar. Bahan
bakar lain yang
digunakan pada sel bahan bakar adalah senyawa-senyawa
hidrokarbon yang dapat diubah
menjadi hidrogen.
Komponen yang terdiri dari dua elektroda dan elektrolit disebut
satu unit sel tunggal. Satu
unit sel ini hanya menghasilkan sejumlah kecil arus searah (DC),
sama dengan sel kering
(Priyanto, 2006). Untuk dapat menghasilkan energi dalam skala
besar maka sel tunggal ini
dihubungkan secara seri/paralel. Kumpulan sel ini disebut stack.
Stack ini kemudian
dihubungkan pada inverter agar dapat menghasilkan arus
bolak-balik (AC).
Secara umum pada sel bahan bakar, bahan bakar berbentuk gas
dialirkan secara terus
menerus pada satu sisi dari elektroda dalam ruangan terpisah
melalui media elektrolit, dan
oksidan seperti oksigen dari udara dialirkan secara
terus-menerus pada bagian elektroda
lainnya. Reaksi elektrokimia terjadi pada elektroda untuk
menghasilkan sejumlah elektron
yang bergerak dari satu elektroda ke elektroda yang lain,
elektron yang bergerak inilah yang
menjadi energi listrik. Secara umum dapat reaksi total yang
terjadi pada sel bahan bakar
adalah
Anoda : 2H2 4H+ + 4e-
Katoda : 4e- + 4H+ + O2 2H2O
Reaksi sel : 2H2 + O2 2H2O Hasil samping yang dibentuk dari
proses tersebut berupa air dan panas. Bahan bakar yang
digunakan akan memiliki efisiensi tinggi dalam penghasilan
listrik bila bahan bakar yang
digunakan dapat merata pada seluruh permukaan elektroda.
Peningkatan efisiensi ini dapat
dicapai melalui permodelan dari segi bentuk stack cell dan dan
laju alir gas yang dipakai.
Salah satu kelebihan lain dari sel bahan bakar adalah dalam
tingkat kebisingannya.
Dibandingkan dengan generator listrik yang lain, sel bahan bakar
memiliki tingkat
kebisingan paling kecil. Hal ini dikarenakan tidak adanya
komponen yang bergerak (Zogg,
2006). Secara umum hal ini juga menguntungkan bagi waktu hidup
sel. Semakin sedikit sel
bergerak semakin sedikit gesekan yang terjadi, dan semakin kecil
jumlah kehilangan
material akibat gesekan.
18
Elektrolit pada sel bahan bakar berguna sebagai jembatan
penghantar ion-ion yang
dihasilkan pada elektroda dan bersifat tidak menghantarkan
elektron. Elektrolit ini memiliki
jenis yang bermacam-macam. Salah satu hal yang membedakan sel
bahan bakar satu dengan
yang lain adalah dari segi jenis elektrolitnya. Jenis sel bahan
bakar menurut elektrolitnya
dibagi menjadi empat, sel bahan bakar elektrolit membran
polimer, lelehan karbonat, oksida
padat, dan asam fosfat.
2.2 Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
Hal yang membedakan sel bahan bakar oksida padat (SOFC) dengan
sel bahan bakar yang
lain adalah dalam hal elektrolitnya yang berwujud padatan
oksida. Elektrolit ini bersifat tidak
berongga dan hanya memungkinkan terjadinya difusi ion oksigen
(lihat Gambar 2.1). Karena
sifat fisiknya sudah keras, maka SOFC tidak membutuhkan cetakan
sebagai penyangga. Pada
SOFC yang memiliki susunan planar, aliran gas oksida dan
hidrogen terpisah dengan tiap sel
tunggal dihubungkan dengan interconnect. SOFC memiliki efisiensi
yang tinggi, sekitar 50-
70 %. Produk samping yang berupa gas pada temperatur tinggi
dapat digunakan untuk
menggerakkan turbin penghasil listrik, sehingga bila
diakumulasikan efisiensi kerja dari
SOFC bisa mencapai 85 % (lihat Gambar 2.2)
Gambar 2.1. Penampang sel tunggal SOFC tipe planar. Elektrolit
dalam SOFC berupa
oksida padatan.
(Haldor, 2007)
19
Gambar 2.2. Skema kerja SOFC yang dihubungkan dengan turbin
sebagai penghasil
tenaga sekunder. Efisiensi kerja yang dihasilkan dapat mencapai
85%.
(Zogg, 2006)
SOFC bekerja pada temperatur sangat tinggi berkisar antara
600-1000 oC. Temperatur kerja
ini memungkinkan untuk menghilangkan katalis logam yang biasa
digunakan pada sel bahan
bakar yang lain. Hal ini juga berarti pengurangan ongkos
produksi. Temperatur tinggi
memungkinkan terjadinya proses reforming dari bahan bakar
hidrokarbon dari dalam sel
tanpa perlu menambahkan reformer pada sistem.
SOFC juga merupakan sel bahan bakar yang paling tahan terhadap
kontaminan sulfur.
Berbagai jenis SOFC yang telah dikembangkan sekarang telah dapat
bertoleransi terhadap
kontaminan sulfur pada tingkat tertentu. Terhadap gas CO pun
SOFC tidak mengalami
penurunan kinerja, dalam hal ini gas CO dapat digunakan sebagai
bahan bakar juga. Hal ini
memungkinkan SOFC menggunakan batubara cair sebagai bahan bakar.
Jenis bahan bakar
batubara yang digunakan adalah jenis tar batubara.
Seperti halnya sel bahan bakar yang lain, SOFC menggunakan
hidrogen sebagai bahan
bakarnya. Pada bagian katoda, oksigen akan diubah menjadi ion
oksigen dan menghasilkan
dua elektron. Ion oksigen ini kemudian berdifusi melalui
elektrolit menuju permukaan
anoda. Pada sisi luar anoda, hidrogen akan diubah menjadi ion
hidrogen dan berdifusi
menuju permukaan antara anoda dan elektrolit. Pada permukaan
inilah terjadi reaksi
20
elektrokimia antara ion hidrogen dengan ion oksigen dan dua
elektron menghasilkan air serta
panas.
Gambar 2.3. Skema sel bahan bakar padatan. Aliran elektron dari
anoda ke katoda
menghasilkan energi listrik.
(http://www.nasa.gov/vision/earth/technologies/18mar_fuelcell.html)
Temperatur kerja yang terlalu tinggi dapat menimbulkan berbagai
masalah. Masalah yang
pertama adalah waktu yang dibutuhkan sel untuk mencapai
temperatur kerja. Setelah
mencapai temperatur kerjanya, sel pun harus ditahan pada
temperatur tersebut. Oleh karena
itu dibutuhkan pula semacam pelindung panas yang dapat
mempertahankan panas sel. Hal
ini dapat dilakukan pada aplikasi untuk kebutuhan besar seperti
generator listrik, tapi tidak
untuk aplikasi portabel.
Pada pemilihan anoda SOFC, terdapat beberapa kriteria sifat
calon material yang harus
dipenuhi. Kriteria tersebut antara lain hantaran elektron yang
tinggi, kemampuan
penghantaran ion hidrogen yang baik, serta ketahanan calon
material terhadap kontaminan
seperti sulfur. Dari segi ketahanan, material ini harus memiliki
nilai koefisien termal yang
menyerupai koefisien termal dari elektrolit. Semakin kecil
selisih nilai koefisien termal
antara anoda dan elektrolit, maka pergerakan dan gesekan yang
terjadi antar keduanya
semakin sedikit.
21
2.3 Perovskit
Perovskit berasal dari nama ahli menerologi berkebangsaan Rusia
L.A. Perovski. Perovski
meneliti struktur mineral CaTiO3 yang memiliki rumus umum ABO3
(muatan netto A dan B
6+). Ukuran dari kation A umumnya lebih besar dari kation B.
Koordinasi kation B adalah
12 dengan bentukoktahedral dan kation A adalah 12 dengan bentuk
kuboktahedral. Sel
satuan perovskit dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Sel satuan SrTiO3. Struktur perovskit berpola
ABO3.
(http://www.princeton.edu/~cavalab/tutorials/public/structures/perovskites.html)
Dasar dari struktur perovskit ganda dihasilkan dengan
menyisipkan ion lain (B) pada
sebagian dari posisi atom B, sehingga menghasilkan perovskit
ganda dengan rumus struktur
A2BBO6. Penelitian tentang perovskit ganda mulai berkembang
sekitar tahun 1998 ketika
senyawa Sr2FeMoO6 diketahui memiliki sifat magnetoresistive di
atas temperatur ruang.
Perovskit ganda memiliki unit sel yang berjumlah dua kali dari
perovskit biasa. Struktur
perovskit ganda dapat dilihat sebagai pengaturan sudut oktahedra
BO6 dan BO6 dengan
kation besar A menempati kekosongan antara oktahedra tersebut.
Tergantung pada ukuran
relatif kation B dan B terhadap kation A, struktur kristal dapat
berupa kubik (Fm3m),
tetragonal (I 4/m), atau monoklin (P 21/n). Kation B pada
umumnya akan menentukan sifat
fisik dari perovskit lapis ganda. Contoh struktur perovskit
ganda, yakini Sr2FeMoO6
diberikan pada Gambar 2.5.
22
Gambar 2.5. Struktur ideal perovskit ganda Sr2FeMoO6 dan
Ca2FeReO6
(http://www.princeton.edu/~cavalab/tutorials/public/structures/perovskites.html)
(http://www.fy.chalmers.se/cmp/research/
projects/oxides/doubleperovskites.xml)
2.4 Metoda Sol Gel
Sol adalah dispersi dari partikel koloid dalam cairan, sedangkan
gel merupakan dimensi
submikrometer dan rantai polimer yang terhubung secara internal,
memiliki jaringan yang
kaku dengan pori. Metoda sol gel adalah metoda sintesis yang
melibatkan perubahan fasa
dari larutan menjadi sol lalu membentuk gel. Kata gel menyangkut
berbagai macam
kombinasi dari subtansi yang dapat dikelompokan menjadi 4 bagian
(1) struktur berlapis
dengan susunan teratur; (2) jaringan kovalen polimer yang tidak
teratur; (3) jaringan polimer
yang terbentuk akibat agregasi secara fisik; (4) struktur tidak
beraturan. Sol gel adalah
suspensi koloid yang memadat membentuk padatan (Hench dan West,
1990). Dalam
prosesnya, gel yang terbentuk dapat dimurnikan dari senyawa
pengotor dengan cara
pembakaran pada temperatur tinggi menghasilkan material oksida
dengan kemurnian sangat
tinggi. Gel ini dapat dimodifikasi dengan berbagai macam atom
sisipan untuk mendapatkan
sifat yang berbeda-beda.
Keunggulan dari penggunaan metoda sol gel adalah dalam hal
kemurnian dan homogenitas
produk serta temperatur kerja yang rendah dalam pembentukan
gelnya dibandingkan dengan
metoda reaksi kimia padatan (Hench dan West, 1990). Metoda sol
gel menggunakan
pengikatan komponen target dan membentuk gel sehingga dapat
dipisahkan dengan pengotor
23
lainnya yang terlarut. Temperatur yang digunakan pada metoda sol
gel relatif rendah, hal ini
dikarenakan proses pembentukan gel hanya membutuhkan suhu
aktivasi pembentukan
kompleks dan suhu pemekatan larutan.
Kelebihan lain dari metoda ini adalah dalam hal pencetakan
elektroda yang dapat
disesuaikan. Pada pembuatan anoda, sol yang telah disintesis
dilapiskan pada elektrolit
dengan menggunakan kuas atau menggunakan sprayer. Ketika lapisan
ini terbentuk,
komponen ini dipanaskan pada temperatur diatas 1000C untuk
menghilangkan komponen
organik yang dipakai, kemudian dilanjutkan dengan sintering.
Pelapisan dilakukan berulang
hingga didapatkan tebal dan bentuk yang sesuai. Melalui metode
sol gel ini akan terbentuk
lapisan yang berpori kecil dengan konduktivitas yang dapat
meningkat akibat kerapatan
material (Klein, 2002).
Proses pembentukan gel pada pementukan logam oksida membutuhkan
suatu senyawa yang
dapat membentuk gel dari larutan atau biasa disebut dengan agen
pengkhelat. Khelat berasal
dari bahasa latin yang artinya adalah capit. Khelat pada hal ini
berarti pembentukan ikatan
reversibel atau kompleks yang terbentuk dari suatu ligan, atau
agen pengkhelat terhadap ion
logam membentuk kompleks metal. Salah satu contoh agen
pengkhelat yang biasa digunakan
adalah senyawa etilendiamin tetraasetat (EDTA). Senyawa ini
membentuk ikatan kompleks
dengan ion logam dalam larutan. Umumnya EDTA sebagai ligan
pengkompleks membentuk
ligan heksadentat atau pentadentat.
Gambar 2.6. EDTA sebagai agen pengkhelat. Ion logam terkhelat
dalam molekul EDTA
dengan koordinasi 6.
24
2.5 Difraksi Sinar-X Serbuk
Difraksi sinar-X merupakan metoda yang banyak digunakan untuk
penentuan posisi atom
dalam molekul dan padatan secara tepat (Dann, 2000). Penggunaan
metoda spektroskopi
seperti NMR, IR dan spekroskopi massa umumnya hanya terbatas
untuk molekul organik.
Sinar-X adalah sebuah bentuk radiasi gelombang elektromagnetik
dengan panjang
gelombang yang pendek (1). Panjang gelombang yang dihasilkan
berada pada daerah
antara sinar gamma () dan ultraviolet. Ketika elektron
berkecepatan tinggi mengenai sebuah
elektron pada logam, elektron tersebut akan mengalami eksitasi.
Terjadinya eksitasi ini
menyebabkan terjadi kekosongan elektron, selanjutnya elektron
pada tingkatan yang lebih
tinggi akan mengisi kekosongan tersebut dan memancarkan sinar-X,
Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Elektron berkecepatan tinggi yang mengenai elektron
pada orbital 1s (kulit
K) menyebabkan elektron tereksitasi sehingga terjadi kekosongan
() pada
orbital 1s, elektron pada orbital 2p mengisi kekosongan tersebut
yang
menyebabkan terjadinya pancaran sinar-X
Penggunaan metoda difraksi sinar-X bersifat terbatas untuk
senyawa yang memiliki
keberulangan yang besar. Struktur dari padatan kristal dan
oksida logam memiliki distribusi
atom yang berulang secara teratur dalam kisi ruang serta
memiliki jarak antar atom yang
ordenya sama dengan panjang gelombang sinar-X. Akibatnya bila
seberkas sinar-X
ditembakkan pada suatu material kristalin maka sinar tersebut
akan menghasilkan pola
difraksi yang khas.
Menurut pendekatan Bragg, kristal dapat dipandang terdiri atas
bidang-bidang datar (kisi
kristal) yang masing-masing berfungsi sebagai cermin. Jika
sinar-X ditembakkan pada
tumpukan bidang datar tersebut, maka sebagian sinar-X tersebut
akan dipantulkan oleh
25
bidang tersebut dengan sudut pantul yang sama dengan sudut
datangnya, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 2.8, sedangkan sisanya akan
diteruskan menembus bidang.
Gambar 2.8. Sudut Pemantulan Sinar-X. Sudut pemantulan yang
dihasilkan akan
sefasa dengan sinar datang menghasilkan sudut bernilai 2.
(pubs.usgs.gov/.../htmldocs/images/beam.jpg)
Komponen dasar dari difraktometer sinar-X adalah sumber radiasi
monokromatik dan
pendeteksi sinar-X yang dipasang pada lintasan yang melingkari
sampel, Gambar 2.9. Celah
divergen terletak diantara sumber sinar-X dan detektor.
Pendeteksi sinar-X dan wadah
sampel secara mekanik digabungkan dengan goniometer sehingga
perputaran detektor
bernilai dua kali derajatnya dari sudut awal.
26
Gambar 2.9. Skema Difraktometer Sinar-X. Modifikasi dari Cullity
(1956)
(http://pubs.usgs.gov/of/2001/of01-041/htmldocs/images/xraydiff.jpg)
Pada tabung sumber sinar-X, sumber sinar-X dbentuk oleh logam
tertentu seperti
molibdenum, tembaga, besi dan krom. Kondisi operasi alat (arus
dan tegangan) harus diatur
agar dapat melebihi nilai energi ionisasi minimum dari sampel
target yang akan dianalisis.
Contohnya adalah untuk sampel logam Fe yang memiliki nilai
energi ionisasi sebesar 7 keV
digunakan logam Cu dengan kondisi operasi 40 kV dan arus 30 mA
yang menghasilkan
energi sinar-X sebesar 8,04 keV.
Pada material kristal, terdapat bidang dengan jumlah yang tak
terhingga dan dengan indeks
Miller yang berbeda pula. Setiap bidang akan menghasilkan
difraksi maksimum pada sudut
tertentu. Dengan menggabungkan persamaan yang berhubungan dengan
dhkl pada parameter
kisi dan dengan menggunakan persamaan Bragg, hubungan antara
sudut datang dengan
parameter kisi kubus dapat diketahui.
sin2 = 2 (h2 + k2 + l2)/42 (Pers 2.1)
Analisis kualitatif data difraksi sinar-X dapat dilakukan dengan
menggunakan program
rietica melalui database PCPDFWIN (PDF, Powder Diffraction File)
yang dikeluarkan oleh
ICDD (International Centre for diffraction data). Dengan
menggunakan metoda Rietveld,
struktur kristal dapat ditentukan.
27
Nilai yang diperoleh dari refinentment dengan metoda Le Bail
menggunakan program
Rietica adalah nilai Rp dan Rwp yang menunjukkan tingkat
kecocokkan data dengan
perhitungan. Nilai ini bisa diterima jika 10% (Clegg, 1989).
2.6 Scanning Electron Microscope
Scanning Electron Microscope atau biasa disingkat dengan SEM
adalah sebuah alat yang
dapat menampilkan gambaran permukaan sampel dengan jelas.
Berbeda dengan mikroskop
biasa yang menggunakan sinar tampak, SEM menggunakan elektron
sebagai sumber
pembentukan gambar, Gambar 2.10.
SEM memiliki keunggulan daripada mikroskop biasa. Resolusi yang
besar memungkinkan
perbesaran gambar pada tingkatan yeng lebih tinggi dari
mikroskop biasa. Satu hal lain yang
menjadi keuntungan dari SEM adalah pembentukan gambar yang jelas
dari sampel.
Gambar 2.10. Skema kerja SEM. Elektron ditembakkan pistol
elektron melalui jalur
vertikal kemudian diarahkan menuju sampel melalui lensa
magnetik.
(www.purdue.edu/REM/rs/graphics/sem2.gif)
Sebuah tembakan elektron dihasilkan pada bagian paling atas dari
mikroskop oleh penembak
elektron. Tembakan elektron kemudian mengikuti jalur vertikal
melewati mikroskop yang
28
tersimpan dalam ruang vakum. Tembakan elektron ini kemudian
melewati medan
elektromagnetik dan lensa magnetik yang memfokuskan arah
penembakan pada sampel.
Ketika elektron mengenai sampel, elektron dan sinar-X
dikeluarkan dari sampel, Gambar
2.11.
Gambar 2.11. Penghamburan partikel elektron dan sinar-X oleh
proses penembakkan
elektron. Sampel menghasilkan hamburan elektron primer, elektron
sekunder
dan sinar-X.
(www.purdue.edu/REM/rs/graphics/sem3.gif)
Detektor akan mengumpulkan sinar-X, elektron terpantulkan dan
elektron sekunder.
Kemudian detektor akan mengkonversi data tersebut dalam bentuk
sinyal yang dikirimkan
pada sebuah layar.
Karena SEM menggunakan keadaan vakum, sampel haruslah
dikondisikan terlebih dahulu.
Sampel yang akan diteliti haruslah bebas dari kandungan air. Hal
ini dikarenakan air akan
teruapkan ketika sampel divakumkan. Sampel yang tidak bersifat
logam harus ditutupi oleh
lapis tipis material yang bersifat menghantarkan elektron.
2.7 Konduktivitas
Pada SOFC terdapat dua jenis konduktivitas yang terjadi. Pertama
adalah konduktivitas ion
akibat pergerakan ion oksigen dan yang kedua adalah
konduktivitas elektron yang
disebabkan proses reaksi redoks. Konduktivitas ion terjadi
akibat perpindahan ion melalui
kekosongan pada kisi kristal. Ion yang bersifat kation atau
anion pada dasarnya dapat
bergerak bebas melewati struktur kristal dengan bertindak
sebagai pembawa muatan.
Pergerakan ion pada material teraktivasi oleh panas yang
diaplikasikan, oleh karena itu
29
konduktivitas ion dipengaruhi oleh temperatur. Nilai hantaran
yang diberikan oleh
pergerakan ion umumnya bernilai kecil pada anoda.
Berbeda dengan hantaran ion, pada anoda SOFC terdapat hantaran
elektron yang nilainya
jauh lebih besar. Hantaran elektron ini dimungkinkan terjadi
akibat jarak antar pita valensi
yang berdekatan. Pengukuran hantaran elektron pada anoda SOFC
dilakukan dengan
menghitung nilai hataran total pada berbagai suhu.
Pengujian hantaran dilakukan pada sel yang akan menghasilkan
arus searah (DC), oleh
karena itu metoda pengukuran hantaran yang dilakukan adalah
metoda DC. Pengukuran
yang dilakukan adalah pengukuran tegangan (V) terhadap arus yang
diaplikasikan pada
berbagai temperatur
2.7.1 Metoda Empat Titik (Four Point Probes Methode)
Metode 4 titik (Four point probes method) merupakan suatu metode
yang digunakan untuk
menentukan tahanan rata-rata dari suatu sampel. Metode 4 titik
(four point probe method)
terdiri dari 4 buah kawat yang dihubungkan pada sampel dengan
ketebalan tertentu (lihat
Gambar 2.12). Arus (I) mengalir pada 2 buah kabel yang berada di
bagian luar dan tegangan
yang dihasilkan mengalir pada 2 buah kabel lainnya yang terletak
di bagian dalam pada
rangkaian four point probes.
Gambar 2.12. Rangkaian dalam metoda empat titik. Dua kawat pada
bagian ujung
dihubungkan pada sumber arus (I), pada dua kawat bagian
dalam
dihubungkan pada pengukur beda tegangan (V).
30
Pada sampel dengan ketebalan (w) dan jarak rata-rata
(s)menggunakan persamaan :
= s w = w fDengan dengan adalah resistivitas sampel, adalah
tetapan (3,14), s adalah jarak antara
elektroda-elektroda, V adalah tegangan, I adalah arus, w adalah
tebal sampel, s adalah jarak
rata-rata antar titik, dan f(w/s) adalah fungsi koreksi dari
sampel.
Tabel 2.1 Nilai fungsi Koreksi sampel pada metoda empat
titik.
w/s f(w/s) 0,400 0,9995
0,500 0,9974
0,556 0,9948
0,625 0,9898
0,714 0,9798
0,833 0,960
1,000 0,9214
1,111 0,8907
1,250 0,849
1,429 0,7938
1,667 0,7225
2,000 0,63362.7.2 Metoda Dua Titik (Two Point Preobes
Methode).
Pada metoda dua titik, sampel dihubungkan pada sumber teganggan
yang kemudian
dihubungkan langsung dengan pengukur hambatan. Hambatan dapat
diukur dengan
menggunakan persamaan :
R = dengan R = hambatan (), = kerapatan (/cm), L = tebal anoda
(cm), dan A = luas
penampang elektroda (cm2),
dan persamaan:
31
(Pers 2.4) dengan = kerapatan (/m), dan = konduktivitas( S/cm
)
32perhitungan konduktivitas
(Pers 2.2)
V w
I ln 2 s
L
A
(Pers 2.3)
1
=