Top Banner
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: STUDI EMPIRIS DI PASAR MODAL INDONESIA Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: THE CRITICAL FACTORS OF CORPORATE SOCIAL INNOVATION—AN EMPIRICAL STUDY Dwi Astuti Ningsih, SE., MM dan Drs. Wakhid Slamet Ciptono, MBA., MPM. RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI UNTUK PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN PELUANG RISET Dr. Andreas Lako, M.Si. VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL: APLIKASI STRUCTURAL EQUATION MODELING DENGAN CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA) Heru Kurnianto Tjahjono, SE., MM. REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARI SHAREHOLDERS KE STAKEHOLDERS UNTUK MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DI MASA DEPAN St. Mahendra Soni Indriyo, SH., M.Hum. MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI STRES UNTUK MENCAPAI KEEFEKTIFAN ORGANISASI Conny Tjandra Rahardja, SE., MM., dan N.H. Setiadi Wijaya, SE., M.Si. VOL. 18, NO. 2, AGUSTUS 2007 VOL. 18, NO. 2, AGUSTUS 2007 : 65-148 JAM STIE YKPN YOGYAKARTA VOL. 18 NO. 2 Hal 65-148 YOGYAKARTA AGUSTUS 2007 ISSN: 0853-1259
93

JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

Jan 25, 2017

Download

Documents

vuongthuan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI:STUDI EMPIRIS DI PASAR MODAL INDONESIA

Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: THE CRITICALFACTORS OF CORPORATE SOCIAL INNOVATION—AN EMPIRICAL STUDY

Dwi Astuti Ningsih, SE., MM dan Drs. Wakhid Slamet Ciptono, MBA., MPM.

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI UNTUK PASAR SAHAM:PROBLEMA DAN PELUANG RISET

Dr. Andreas Lako, M.Si.

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL: APLIKASI STRUCTURAL EQUATION MODELING

DENGAN CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)Heru Kurnianto Tjahjono, SE., MM.

REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARI SHAREHOLDERS KE STAKEHOLDERS UNTUK MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DI MASA DEPAN

St. Mahendra Soni Indriyo, SH., M.Hum.

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI STRESUNTUK MENCAPAI KEEFEKTIFAN ORGANISASI

Conny Tjandra Rahardja, SE., MM., dan N.H. Setiadi Wijaya, SE., M.Si.

VOL. 18, NO. 2, AGUSTUS 2007

VO

L. 1

8, N

O. 2

, AG

US

TU

S 2

00

7 : 6

5-1

48

JAM STIE YKPNYOGYAKARTA VOL. 18 NO. 2 Hal 65-148 YOGYAKARTA

AGUSTUS 2007ISSN:

0853-1259

Page 2: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

Editorial Staff Jurnal Akuntansi & Manajemen (JAM)

Editor in ChiefDjoko Susanto

STIE YKPN Yogyakarta

Managing EditorSinta Sudarini

STIE YKPN Yogyakarta

Editors

Drs. Al. Haryono Jusup, MBA., Akuntan Dr. Harsono, M.Sc.Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Prof. Dr. Arief Suadi, MBA. Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., AkuntanUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Dr. Baldric Siregar, MBA., Akuntan Prof. Dr. Jogiyanto H.M., MBA., AkuntanSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, MBA. Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., AkuntanUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Prof. Dr. Djoko Susanto, MSA., Akuntan Dr. Soeratno, M.Ec.STIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan Dr. Su’ad Husnan, MBA.STIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Dr. Eko Widodo Lo, SE., M.Si., Akuntan Dr. Suwardjono, M.Sc., AkuntanSTIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Dra. Enny Pudjiastuti, MBA., Akuntan Prof. Dr. Tandelilin Eduardus, MBA.STIE YKPN Yogyakarta Universitas Gadjah Mada

Dr. Gudono, MBA., Akuntan Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., AkuntanUniversitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada

Editorial SecretaryRudy Badrudin

STIE YKPN Yogyakarta

Editorial OfficePusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIE YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281Telpon (0274) 486160, 486321 · Fax. (0274) 486155

http://www.stieykpn.ac.id · e-mail: [email protected] Mandiri atas nama STIE YKPN Yogyakarta No. Rekening 137 – 0095042814

Tahun 1990

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

ISSN: 0853-1259

Page 3: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

DARI REDAKSI

Vol. 18, No. 2, Agustus 2007

Pembaca yang terhormat,Selamat berjumpa kembali dengan Jurnal

Akuntansi & Manajemen (JAM) STIE YKPNYogyakarta Vol. 18, No. 2, Agustus 2007. JAMmerupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh PusatPenelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah TinggiIlmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara(STIE YKPN) Yogyakarta. Penerbitan JAM STIE YKPNYogyakarta dimaksudkan sebagai media penuangankarya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasilpenelitian di bidang akuntansi dan manajemen.

Kami memberikan kemudahan bagi parapembaca dalam mengarsip karya ilmiah dalam bentukelectronic file artikel-artikel yang telah dimuat padaJAM edisi sebelumnya dengan cara mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta(www://stieykpn.ac.id). Semua itu kami lakukan sebagaikonsekuensi ilmiah dengan telah Terakreditasinya JAMberdasarkan Surat Keputusan Direktur JendralPendidikan Tinggi Departemen Pendidikan NasionalRepublik Indonesia Nomor 26/DIKTI/Kep/ 2005 denganNilai B.

JAM Vol. 18, No. 2, Agustus 2007, menyajikan 6artikel sebagai berikut: Pengaruh Struktur Kepemilikanterhadap Transparansi: Studi Empiris di Pasar ModalIndonesia; Going Beyond Corporate Social Respon-sibility: The Critical Factors of Corporate Social In-novation—An Empirical Study; Relevansi NilaiInformasi Akuntansi untuk Pasar Saham: Problema danPeluang Riset; Validasi Item-Item Keadilan Distributif

dan Keadilan Prosedural: Aplikasi Structural Equa-tion Modeling dengan Confirmatory Factor Analysis(CFA); Reorientasi Kepentingan Korporasi dari Share-holders ke Stakeholders untuk Menjawab TantanganGlobalisasi di Masa Depan; dan Manajemen Stres:Bagaimana Menghidupi Stres untuk MencapaiKeefektifan Organisasi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semuapihak yang telah memberikan kontribusi padapenerbitan JAM Vol. 18, No. 2, Agustus 2007 ini. Kamijuga mengundang para pembaca untuk mengirimkankarya ilmiah baik berupa kajian ilmiah maupun hasilpenelitian di bidang akuntansi dan manajemen ke Edi-torial Office JAM Jalan Seturan, Yogyakarta 55281 ataumelalui e-mail [email protected]. Bagi pembaca atauinstansi yang ingin berlangganan JAM dapat mengirimwesel pos ke Editorial Office JAM Jalan Seturan,Yogyakarta 55281 atau transfer ke rekening STIE YKPNYogyakarta di Bank Mandiri atas nama STIE YKPNYogyakarta no. rekening 137 – 0095042814.

Harapan kami, mudah-mudahan artikel-artikelpada JAM tersebut dapat memberikan nilai tambahinformasi dan pengetahuan dalam bidang akuntansidan manajemen bagi para pembaca. Selamat menikmatisajian kami pada JAM kali ini dan sampai jumpa padaJAM Vol. 18, No. 3, Desember 2007 dengan artikel-artikel yang lebih menarik.

Redaksi

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 4: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI:STUDI EMPIRIS DI PASAR MODAL INDONESIA

Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan65-85

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY:THE CRITICAL FACTORS OF CORPORATE SOCIAL INNOVATION—AN EMPIRICAL STUDY

Dwi Astuti Ningsih, SE., MM dan Drs. Wakhid Slamet Ciptono, MBA., MPM.87-98

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI UNTUK PASAR SAHAM:PROBLEMA DAN PELUANG RISET

Dr. Andreas Lako, M.Si.99-113

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILAN PROSEDURAL:APLIKASI STRUCTURAL EQUATION MODELING

DENGAN CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)Heru Kurnianto Tjahjono, SE., MM.

115-125

REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARI SHAREHOLDERS KE STAKEHOLDERSUNTUK MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI DI MASA DEPAN

St. Mahendra Soni Indriyo, SH., M.Hum.127-134

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI STRESUNTUK MENCAPAI KEEFEKTIFAN ORGANISASI

Conny Tjandra Rahardja, SE., MM., dan N.H. Setiadi Wijaya, SE., M.Si.135-148

DAFTAR ISI

Vol. 18, No. 2, Agustus 2007

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 5: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

65

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKANTERHADAP TRANSPARANSI: STUDI EMPIRIS

DI PASAR MODAL INDONESIA

Dody Hapsoro 1

1 Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., Akuntan adalah Dosen Tetap Jurusan Akuntansi STIE YKPN Yogyakarta

Vol. 18, No.2, Agustus 2007Hal. 65-85

ABSTRACT

The objective of this study is to investigate the effectof the corporate governance mechanisms, especiallythe firm’s ownership structure on the company’s trans-parency. The firm’s ownership structure consists offour variables, which are the proportion of manage-ment ownership, the proportion of domestic institu-tional ownership, the proportion of foreign institutionalownership, and the proportion of public ownership.The company’s transparency consists of two variables,which are the level of non-compliance mandatory dis-closures and the level of voluntary disclosures.

In this study, have been developed 8 hypoth-eses. All hypotheses are developed based on the rela-tionship of two constructs, which are the corporategovernance mechanisms and the company’s transpar-ency. This study uses the sample of 285 firms listed atthe Jakarta Stock Exchange and the Surabaya StockExchange in 2003. The hypotheses are tested by usingordinary least squares regressions.

The results of this study are as follows: (1) theeffect of ownership structures on transparency is notstatistically significant, (2) only the effect of publicownership on the level of non-compliance mandatorydisclosures is statistically significant. However, theeffect of public ownership on the level of voluntarydisclosures is not statistically significant.

Keywords: corporate governance mechanisms (thefirm’s ownership structure) and the transparency (thelevel of non-compliance mandatory disclosures andthe level of voluntary disclosures).

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Sejak tahun 1990-an studi tentang pengungkapan (dis-closure), baik pengungkapan wajib (mandatory dis-closure) maupun pengungkapan sukarela (voluntarydisclosure) telah banyak dilakukan di Indonesia.Sebagian besar studi tersebut berkaitan denganpengujian tentang hubungan dan atau pengaruhberbagai karakteristik perusahaan terhadap perilakupengungkapan perusahaan publik. Beberapa penelitianyang berhubungan dengan pengungkapan wajibantara lain dilakukan Subiyantoro (1997) yang mengujihubungan antara karakteristik perusahaan dengankelengkapan laporan keuangan, Fitriany (2001) mengujisignifikansi perbedaan tingkat kelengkapanpengungkapan wajib dan sukarela pada laporankeuangan, serta Subroto (2003) menguji pengaruhvariabel kualitas kantor akuntan publik, struktur modal,profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap tingkatketaatan pengungkapan wajib.

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 6: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

66

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Penelitian yang berhubungan denganpengungkapan sukarela antara lain dilakukan olehSusanto (1992) yang menguji luas pengungkapanperusahaan dalam laporan tahunan, Suripto (1998)menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadapluas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan,Na’im dan Rakhman (2000) menguji hubungan antarastruktur modal dan tipe kepemilikan perusahaan dengankelengkapan pengungkapan laporan keuangan,Marwata (2001) menguji hubungan antara karakteristikperusahaan dengan kualitas pengungkapan sukarela,serta Gunawan (2002) menguji pengaruh kelompokindustri, basis perusahaan dan tingkat return terhadapkualitas pengungkapan sukarela dalam laporantahunan.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa terdapatvariabel penjelas lain yang perlu diidentifikasi untuktujuan pengujian tentang perilaku pengungkapan (Hoand Wong, 2000). Para peneliti mengakui bahwamekanisme corporate governance juga memilikipengaruh kuat terhadap praktik disclosure korporat.Struktur corporate governance secara spesifik telahbanyak direkomendasi oleh berbagai lembaga otoritasdalam rangka memperbaiki transparansi, mencegahperusahaan dari kemungkinan terjadinya pelaporankeuangan yang tidak jujur dan melindungi kepentinganpemegang saham.

Berbagai hasil studi mengenai hubungan antaracorporate governance dengan disclosure korporat diAmerika Serikat dan negara-negara maju lainnya telahbanyak dipublikasi. Atribut corporate governanceyang diuji di dalam penelitian-penelitian tersebut antaralain adalah variabel struktur kepemilikan (Ruland, Tungand George, 1990; Mckinnon and Dalimunthe, 1993;Malone, Fries, and Jones, 1993; Brennan, 1995;Raffournier, 1995), proporsi atau keberadaan komisarisindependen (Forker, 1992; Malone, Fries, and Jones,1993; Chen and Jaggi, 1998), penunjukan komisarisindependen sebagai ketua dewan komisaris (Forker,1992), keberadaan komite audit (Forker, 1992; Chen andJaggi, 1998; Ho and Wong, 2000), ukuran perusahaandan persentase anggota keluarga pada dewankomisaris (Ho and Wong, 2000). Namun, hasil-hasilpenelitian di atas menunjukkan bahwa pengaruhsebagian besar atribut corporate governance terhadapdisclosure adalah tidak konklusif (mixed).

Permasalahan Penelitian

Menurut Lins and Warnock (2004), secara umummekanisme yang dapat mengendalikan perilakumanajemen atau sering disebut mekanisme corporategovernance dapat diklasifikasi ke dalam dua kelompok.Pertama, mekanisme internal spesifik perusahaan (firm-specific internal mechanisms), yang terdiri atas strukturkepemilikan perusahaan (firm’s ownership structure)dan struktur pengelolaan atau pengendalianperusahaan (firm’s control structure). Kedua,mekanisme eksternal spesifik negara (country-specificexternal mechanisms), yang terdiri atas aturan hukum(the rule of law) dan pasar pengendalian korporat (themarket for corporate control).

Keberadaan mekanisme corporate governancediharapkan dapat mengendalikan perilaku manajemenagar di dalam pengelolaan kegiatan korporasi dapatdilakukan secara terbuka, sehingga pemegang sahammemiliki kesempatan untuk mengkaji berbagaikeputusan dan dasar pengambilan keputusan yangdiambil manajemen serta menilai keefektifan keputusanyang diambil oleh manajemen. Oleh karena itu, baiktidaknya corporate governance seharusnya dapatdilihat dari dimensi keterbukaan (transparansi).Sebagaimana dikemukakan oleh Cadbury (1996) bahwaprinsip dasar di dalam pengelolaan suatu korporasiadalah terjadinya disclosure.

Disclosure memberikan implikasi bahwaketerbukaan merupakan basis kepercayaan publikterhadap manajemen di dalam sistem korporasi. Dengankata lain, kualitas mekanisme corporate governanceseharusnya dapat dilihat dari tingkat keterbukaan atautransparansi. Beberapa hasil penelitian menunjukkanbahwa corporate governance yang buruk berkorelasidengan transparansi yang rendah, yang secara negatifakan berpengaruh terhadap nilai perusahaan karenacorporate governance yang buruk dan rendahnyatransparansi dapat meningkatkan risiko estimasi bagiinvestor luar (Lins and Warnock, 2004).

Penelitian yang menguji pengaruh mekanismecorporate governance, khususnya mekanisme spesifikinternal perusahaan yang berkaitan dengan variabelstruktur kepemilikan terhadap transparansi belumbanyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu,sedemikian jauh hasil penelitian belum mampumemberikan bukti empiris yang memadai. Sebagai

Page 7: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

67

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

contoh, Na’im dan Rakhman (2000) menguji hubunganantara persentase kepemilikan saham oleh publikdengan kelengkapan pengungkapan. Hasil penelitianmereka tidak berhasil menemukan hubungan signifikanantara persentase kepemilikan saham oleh publikdengan kelengkapan pengungkapan. Khomsiyah(2005) menguji pengaruh kepemilikan publik dankepemilikan institusional terhadap kualitaspengungkapan informasi. Hasil penelitiannyamenunjukkan bahwa persentase kepemilikan publik dankepemilikan institusional terbukti tidak berpengaruhsignifikan terhadap kualitas pengungkapan informasi.Pada penelitian ini akan diuji lebih lanjut pengaruhberbagai variabel struktur kepemilikan perusahaanterhadap transparansi. Dengan kata lain, permasalahanyang akan diteliti adalah apakah struktur kepemilikan(kepemilikan manajemen, kepemilikan institusidomestik, kepemilikan institusi asing, dan kepemilikanpublik) berpengaruh terhadap transparansi?

Motivasi Penelitian

Keberadaan corporate governance terutamadimaksudkan untuk mengendalikan perilaku eksekutifpuncak perusahaan dalam rangka melindungikepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham).Sebagaimana dinyatakan oleh Denis and McConnell(2003) bahwa corporate governance merupakansekumpulan mekanisme—baik berbasis institusimaupun pasar—yang mengarahkan pengelolaperusahaan (pengelola perusahaan biasanyacenderung mementingkan kepentingannya sendiri)untuk membuat keputusan yang dapat memaksimum-kan nilai perusahaan sehingga memberi manfaat bagipemilik (penyedia dana). Hal tersebut didasari alasankarena pada pengelolaan perusahaan korporasi, pemilikperusahaan tidak lagi berada dalam posisi yang dapatmengendalikan jalannya kegiatan perusahaan secaralangsung, sehingga pengelolaan terhadap kegiatanperusahaan harus diserahkan kepada manajerprofesional. Oleh karena itu, kewenangan untukmenggunakan sumber daya perusahaan sepenuhnyaberada di tangan para eksekutif perusahaan. Pemilikperusahaan mengharapkan agar manajemen bertindaksecara profesional di dalam mengelola perusahaan dansetiap keputusan yang diambil manajemen didasarkanpada kepentingan pemegang saham, serta sumber daya

yang ada semata-mata digunakan untuk kepentinganpertumbuhan nilai perusahaan.

Sejalan dengan pengertian di atas, pengendalianterhadap perusahaan seharusnya lebih diarahkanterhadap pengawasan perilaku manajer (eksekutif) agaryang dilakukan manajer dapat dinilai manfaatnya bagiperusahaan (pemilik) dan/atau bagi kepentinganmanajer sendiri. Dengan kata lain, pengendalianseharusnya tidak diarahkan pada upaya pengekangankreativitas dan potensi manajemen, tetapi lebih padaupaya untuk mengarahkan pengelolaan perusahaansecara terbuka (transparent), sehingga pemilikperusahaan dapat melaksanakan proses monitoringsecara efektif terhadap manajemen. Sedangkan yangharus dikendalikan di dalam perusahaan atau yangmenjadi target pengendalian di dalam perusahaankorporasi adalah discretion (kebijakan) dan decision(keputusan) manajemen. Apabila proses monitoringdapat berjalan secara efektif, diharapkan akan terciptasuatu good corporate governance, karena banyakpihak yang berkepentingan terhadap terciptanya goodcorporate governance. Bagi pemegang saham dan in-vestor, good corporate governance memberikanjaminan bahwa mereka akan memperoleh returns (imbalhasil) yang memadai atas dana yang ditanamkan keperusahaan. Sedangkan bagi badan-badan otoritas(authority bodies), good corporate governance akanmeningkatkan efisiensi, integritas, dan kredibilitas pasarmodal sebagai salah satu alternatif investasi yang padagilirannya akan menentukan alokasi dana masyarakatkepada kegiatan ekonomi yang produktif (Shleifer andVishny, 1997). Oleh karena itu, penelitian ini didasarimotivasi bahwa corporate governance seharusnyadapat mendorong transparansi, karena keberadaaancorporate governance terutama dimaksudkan agarpengelolaan kegiatan perusahaan dapat dilakukansecara terbuka (transparent).

Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengujipengaruh mekanisme corporate governance terhadaptingkat transparansi. Secara khusus, tujuan penelitianini adalah sebagai berikut:1. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan manajemen

terhadap tingkat ketidaktaatan pengungkapanwajib.

Page 8: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

68

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

2. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan manajementerhadap tingkat pengungkapan sukarela.

3. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan institusidomestik terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

4. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan institusidomestik terhadap tingkat pengungkapan sukarela.

5. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan institusiasing terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

6. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan institusiasing terhadap tingkat pengungkapan sukarela.

7. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan publik(masyarakat) terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

8. Menguji pengaruh proporsi kepemilikan publik(masyarakat) terhadap tingkat pengungkapansukarela.

TELAAH LITERATUR DAN PERUMUSANHIPOTESIS

Telaah Literatur

Cadbury Committee (1996) mendefinisi corporate gov-ernance sebagai sistem yang mengarahkan danmengendalikan perusahaan. Pada umumnya corporategovernance dipandang sebagai cara yang efektif untukmenggambarkan tentang hak dan tanggung jawabmasing-masing kelompok pihak yang berkepentingan(stakeholders) di dalam perusahaan. Manajermerupakan agen dan pemilik merupakan prinsipal.Pemilik perusahaan ingin memperoleh jaminan untukmendapatkan return atas investasinya, meskipunmereka tidak secara langsung terlibat di dalampembuatan keputusan dan pengelolaan kegiatan inter-nal perusahaan. Di lain pihak, manajer yang tidakmenyukai risiko (risk averse) akan bertindak secaraoportunis dengan mengorbankan kepentinganpemegang saham (Jensen and Meckling, 1976; Fama

and Jensen, 1983). Oleh karena itu, agar perusahaandikelola dengan efisien, maka tindakan atau perilakumanajer harus dapat dimonitor.

Menurut Lins and Warnock (2004), mekanismecorporate governance dapat diklasifikasi ke dalam duakelompok. Pertama, mekanisme internal spesifikperusahaan (firm-specific internal mechanisms), yangterdiri atas struktur kepemilikan perusahaan dan strukturpengelolaan atau pengendalian perusahaan. Kedua,mekanisme eksternal spesifik negara (country-specificexternal mechanisms), yang terdiri atas aturan hukumdan pasar pengendalian korporat.

Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan akan menentukan sifatpermasalahan keagenan, yaitu apakah konflik yangdominan terjadi antara manajer dengan pemegangsaham atau antara pemegang saham pengendali (con-trolling shareholders) dengan pemegang sahamminoritas (minority shareholders). Secara spesifik,Shleifer and Vishny (1997) memberi argumen bahwa didalam perusahaan-perusahaan besar pada sebagianbesar negara di dunia, masalah keagenan yang funda-mental bukan dalam bentuk konflik seperti yangdigambarkan oleh Berle and Means (1934) yaitu antarainvestor luar dengan para manajer, tetapi antara inves-tor luar dengan para pemegang saham pengendali yanghampir sepenuhnya dapat mengendalikan para manajer.Struktur kepemilikan perusahaan yang berbeda diberbagai negara menyebabkan isu corporate gover-nance yang berbeda pula. Isu corporate governancedi negara yang menganut sistem Anglo-Saxon denganstruktur kepemilikan tersebar adalah bagaimanamenyamakan kepentingan pemilik dan kepentinganmanajer. Sedangkan isu corporate governance dinegara-negara Asia yang struktur kepemilikannyaterkonsentrasi adalah bagaimana menyamakankepentingan pemilik mayoritas dengan pemilikminoritas.2

1 Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa bentuk masalah keagenan yang paling lazim terjadi adalah antara pemiliksebagai prinsipal dengan manajer sebagai agen pada struktur kepemilikan tersebar. Namun, masalah keagenan juga dapatterjadi pada setiap situasi yang melibatkan kerjasama antara dua pihak atau lebih meskipun tidak terdapat pemisahanhubungan yang tegas antara prinsipal dan agen.

Page 9: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

69

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

Oleh karena itu, isu corporate governance dinegara-negara Asia (termasuk Indonesia) padaumumnya berkaitan dengan upaya perlindunganterhadap pemegang saham minoritas. Menurut Wang,Liao, and Deng (2003), perlindungan terhadap inves-tor antara lain mencakup tingkat dan kualitaspengungkapan informasi (level and quality disclosure),keterlibatan investor di dalam pembuatan keputusan-keputusan penting, serta perlindungan investor darikemungkinan terjadinya tindakan oleh para manajer danpemegang saham besar yang menguntungkan dirimereka sendiri.

Dalam konteks perusahaan yang sahamnyadimiliki secara luas, pemilik individual tidak akanbersedia untuk melakukan pengendalian terhadapperusahaan yang dimilikinya karena adanya masalahfree riders. Dalam kondisi seperti ini, konsentrasikepemilikan akan mengurangi political costs dan freerider problem. Oleh karena itu pemegang saham yangproporsinya cukup besar dibanding pemegang sahamlainnya akan bersedia untuk melakukan pengendalian.Dengan kata lain, konsentrasi kepemilikan akanmempengaruhi corporate governance, karenapemegang saham yang memiliki saham dalam jumlahbesar akan bersedia untuk melakukan pengendalian.Sebagaimana dikemukakan oleh Demsetz and Lehn(1985) serta Denis et al. (1999) bahwa konsentrasikepemilikan merupakan salah satu bentuk corporategovernance yang dapat menyamakan kepentinganpemilik dengan kepentingan pengelola perusahaan.Dengan menggunakan argumen yang sama, beberapakelompok pemegang saham (institusi, individual, dankorporasi) juga akan dapat mempengaruhi corporategovernance.

Dengan demikian, agenda penelitian yang akandiuji di dalam penelitian ini adalah apakah kepemilikanmanajemen, kepemilikan institusi domestik, kepemilikaninstitusi asing, dan kepemilikan publik (masyarakat)akan mendorong terciptanya transparansi?

Transparansi

Laporan tahunan merupakan media utama penyampaianinformasi oleh manajemen kepada pihak-pihak di luarperusahaan. Laporan tahunan terdiri atas bagianlaporan manajemen, bagian ikhtisar data keuangan,bagian analisis dan pembahasan umum oleh manajemen,

serta bagian laporan keuangan. Laporan tahunanmengkomunikasikan informasi kondisi keuangan daninformasi lainnya kepada pemegang saham, kreditordan stakeholders (atau calon stakeholders) lainnya.Laporan tersebut juga menjadi alat utama bagi paramanajer untuk menunjukkan keefektifan pencapaiantugas dan pelaksanaan fungsi pertanggungjawabandalam organisasi.

Informasi yang diungkap di dalam laporantahunan dapat dikelompokkan ke dalam pengungkapanwajib dan pengungkapan sukarela. Pengungkapanwajib merupakan pengungkapan informasi yangdiharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengungkapanwajib di Indonesia diatur berdasarkan Surat KeputusanKetua Bapepam No. Kep-06/PM/2000 yang berisiPeraturan Bapepam No. VIII.G.7 tentang PedomanPenyajian Laporan Keuangan. Pada tanggal 27Desember 2002, peraturan tersebut disempurnakanmelalui Surat Edaran Ketua Bapepam Nomor 02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian dan PengungkapanLaporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.Dalam surat edaran tersebut telah diatur tentangpedoman penyajian dan pengungkapan laporankeuangan emiten atau perusahaan publik untuk 13 (tigabelas) industri.

Pengungkapan wajib di Indonesia selain diaturmelalui Surat Edaran Ketua Bapepam Nomor 02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian dan PengungkapanLaporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik,juga diatur berdasarkan Peraturan Bapepam NomorVIII.G.2 Tahun 1996 tentang Laporan Tahunan. Olehkarena itu, pada penelitian ini pengukuran terhadaptingkat pengungkapan wajib akan dihitung berdasarkankedua peraturan tersebut di atas.

Pengungkapan sukarela merupakanpengungkapan informasi melebihi yang diwajibkan.Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebasmanajemen untuk memberikan informasi akuntansi daninformasi lain yang dipandang relevan untukpembuatan keputusan oleh para pemakai laporantahunan (Meek, Robert, and Gray, 1995). Menurutperaturan yang berlaku di Indonesia, pengungkapansukarela memang dimungkinkan (Suripto, 1998). Padapenelitian ini, tingkat transparansi diproksikan dengandua tingkat pengungkapan informasi, yaitu tingkatketidaktaatan pengungkapan wajib dan tingkatpengungkapan sukarela

Page 10: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

70

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh proporsi kepemilikan manajementerhadap tingkat transparansiSecara teoritis ketika proporsi kepemilikan manajemenrendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinyaperilaku oportunistik manajer akan meningkat. Olehkarena itu, pada mulanya permasalahan keagenandiasumsikan akan hilang apabila manajer adalah jugasekaligus sebagai pemilik. Kepemilikan oleh manajemendipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaankepentingan antara pemegang saham luar denganmanajemen (Jensen and Meckling, 1976). Hal tersebutdiperkuat oleh hasil studi Warfield, Wild, and Wild(1995) yang menunjukkan bahwa kualitas informasiakuntansi secara positif berhubungan dengan tingkatkepemilikan manajemen.

Namun, akhir-akhir ini beberapa teoritisi telahmemberikan argumen yang bertolak belakang denganpernyataan di atas yaitu bahwa peningkatan kepemilikanmanajemen tidak selalu dapat meningkatkankesejahteraan bagi pemegang saham secarakeseluruhan. Fama and Jensen (1983) memberi argumenbahwa manajer-manajer dapat meningkatkan persentasekepemilikan mereka pada suatu tingkat tertentu yangmemungkinkan bagi mereka untuk mendominasi dewankomisaris, sehingga mengisolasi kepentingan pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap pengendalianinternal maupun pengendalian eksternal. Hal ini padaakhirnya memungkinkan bagi pemegang sahammayoritas untuk menggunakan kewenangan-nya didalam mengekspropriasi atau mengkonsumsikesejahteraan korporat secara substansial. Morck,Shleifer, and Vishny (1988) menemukan bahwakepemilikan manajemen dan kinerja perusahaan tidakselalu berhubungan secara monotonik.

Rerangka kerja yang menghubungkan corpo-rate governance dengan kualitas disclosureditunjukkan oleh Williamson (1985). Beberapapenelitian empiris yang menghubungkan antara cor-porate governance dengan disclosure antara lain Forker(1992) serta Chen and Jaggi (2000). Berdasarkan studimereka ditunjukkan bahwa struktur kepemilikan akanmenentukan tingkat monitoring dan juga tingkat dis-closure. Diekspektasi bahwa disclosure secara negatifberhubungan dengan kepemilikan manajemen dankepemilikan blok (blockholders ownership). Apabila

kepemilikan manajemen rendah, maka akan terjadipeningkatan kebutuhan pemegang saham luar untukmelakukan monitoring. Peningkatan kebutuhan moni-toring juga terjadi di dalam kepemilikan yang tersebar(kepemilikan blok yang rendah). Dengan memilikiproporsi komisaris independen yang lebih besar daripihak luar akan menghasilkan monitoring yang lebihbaik oleh dewan komisaris dan membatasi aktivitasoportunisme manajemen (Fama, 1980; Fama and Jensen,1983).

Penelitian Eng and Mak (2001) menguji apakahcorporate governance berasosiasi dengan disclosure.Secara spesifik, penelitian tersebut menguji hubunganantara struktur kepemilikan dan komposisi dewankomisaris dengan disclosure. Hasil penelitian Eng andMak (2001) menunjukkan bahwa semakin kecilkepemilikan manajemen berhubungan denganterjadinya peningkatan disclosure. Oleh karena itu, didalam penelitian ini diekspektasi bahwa peningkatankepemilikan manajemen akan berakibat pada terjadinyapenurunan transparansi.

Oleh karena dalam penelitian ini tingkattransparansi diproksikan dengan dua tingkatpengungkapan informasi, yaitu tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib dan tingkat pengungkapansukarela, maka selanjutnya dapat dirumuskan hipotesisalternatif sebagai berikut:H1: Proporsi kepemilikan manajemen berpengaruh

positif terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

H2: Proporsi kepemilikan manajemen berpengaruhnegatif terhadap tingkat pengungkapan sukarela.

2. Pengaruh proporsi kepemilikan institusi domestikterhadap tingkat transparansiDi beberapa negara, investor institusi dan investorasing—jika bukan merupakan mayoritas—merupakanbagian atau komponen yang signifikan di dalam pasarekuitas selama lima puluh tahun terakhir (Gillan andStarks, 2003). Meskipun investor institusi belummemainkan peranan yang sangat penting di dalamberbagai pasar modal yang ada di negara-negara yangsedang berkembang (emerging markets), berbagaireformasi di dalam pengelolaan dana pensiun danterjadinya berbagai privatisasi di perusahaan-perusahaan yang sebelumnya dimiliki oleh negara(state-owned enterprises) telah mulai pula

Page 11: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

71

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

mempengaruhi kepemilikan finansial di berbagaiinstitusi, sehingga secara langsung akan mempengaruhipasar modal di negara-negara yang sedang berkembang(Iglesias-Palau, 2000; Lefort and Walker, 2000).

Diamond and Verrecchia (1991) serta Kim andVerrecchia (1994) memberikan argumen bahwa disclo-sure akan mengurangi asimetri informasi antara inves-tor berinformasi dengan investor tidak berinformasi.Sebagai akibatnya, perusahaan-perusahaan yangmempunyai tingkat disclosure tinggi, investornyasecara relatif lebih mempunyai keyakinan bahwa setiaptransaksi saham yang terjadi adalah pada suatu tingkatharga yang wajar (fair price), sehingga meningkatkanlikuiditas saham yang dimiliki perusahaan. Selain itu,studi tersebut juga memberikan argumen bahwaperluasan disclosure dan likuiditas saham akanberasosiasi dengan kepemilikan institusi.

Penelitian investor institusi yang dilakukanBrickley, Lease, and Smith (1988) menunjukkan bahwainvestor institusi memberikan suara yang lebih aktifpada amandemen takeover dibandingkan pemilik yanglain. Selain itu Brickley, Lease, and Smith jugamenunjukkan bahwa investor institusi lebih aktifmenentang proposal yang akan merugikan pemegangsaham. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkanbahwa investor institusi melakukan monitoring yanglebih baik dibandingkan dengan investor lainnya. Haltersebut diperkuat oleh hasil penelitian Bathala, Moon,and Rao (1994) yang menunjukkan bahwa tingkatkepemilikan ekuitas manajemen, financial leverage, dankepemilikan institusi saling berhubungan di antara yangsatu dengan yang lain di dalam situasi yang konsistendan sistematis untuk mengurangi biaya keagenan.

Investor besar atau pemegang saham dalamjumlah besar selain memberikan manfaat juga dapatmenimbulkan kerugian. Shleifer and Vishny (1997)menjelaskan bahwa investor besar merepresentasikankeinginan mereka sendiri yang perlu disamakan dengankepentingan investor lain atau dengan kepentinganpekerja dan manajer perusahaan. Dalam prosespenggunaan hak pengendalian untuk memaksimumkankekayaannya sendiri, investor besar dapatmendistribusikan kekayaan baik dengan cara yangefisien maupun tidak.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa di negaraindustri, kepemilikan dalam jumlah besar selainmenimbulkan manfaat juga berpotensi menimbulkan

kerugian. Gunarsih (2002) menyatakan bahwa dinegara-negara yang sedang berkembang, kepemilikaninstitusi domestik dalam jumlah besar justrumerepresentasikan kepentingan mereka sendiri danmengorbankan kepentingan pemegang sahamminoritas. Hasil penelitian Gunarsih menunjukkanbahwa kepemilikan perusahaan oleh institusi domestikberpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Olehkarena itu, di dalam penelitian ini diekspektasi bahwakepemilikan institusi domestik dalam jumlah besar akanmenurunkan kegiatan monitoring yang dilakukan olehpemegang saham institusi domestik dan sebagaiakibatnya menurunkan transparansi.

Oleh karena dalam penelitian ini tingkattransparansi diproksikan dengan dua tingkatpengungkapan informasi, yaitu tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib dan tingkat pengungkapansukarela, maka selanjutnya dapat dirumuskan hipotesisalternatif sebagai berikut:H3: Proporsi kepemilikan institusi domestik

berpengaruh positif terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

H4: Proporsi kepemilikan institusi domestikberpengaruh negatif terhadap tingkatpengungkapan sukarela.

3. Pengaruh proporsi kepemilikan institusi asingterhadap tingkat transparansiBerdasarkan perspektif corporate governance,terdapat perbedaan antara kepemilikan saham dalamjumlah besar di negara yang memiliki pasar likuid(negara maju) dengan negara yang memiliki pasarkurang likuid (negara yang sedang berkembang). Maug(1998) menjelaskan bahwa pada pasar modal yanglikuid, pemilik saham dalam jumlah besar kurang memilikiinsentif untuk melakukan monitoring terhadapperusahaan karena dimungkinkan bagi mereka untukmenjual saham apabila mereka menerima informasi yangkurang menguntungkan mengenai perusahaan.Sebaliknya, pada pasar yang kurang likuid, pemiliksaham dalam jumlah besar akan dipaksa tetap memilikisaham tersebut dan menggunakan hak suara yangmereka miliki untuk mempengaruhi perusahaan gunamemperoleh return yang lebih baik.

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa inves-tor institusi asing akan melakukan diversifikasi secarainternasional dalam rangka mengurangi variasi return

Page 12: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

72

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

portofolio. Investor institusi asing cenderung lebihkonservatif di dalam melakukan investasi pemilihansaham yang dibelinya dibandingkan dengan investorinstitusi domestik. Pada pasar yang kurang likuid, in-vestor institusi asing akan melakukan monitoringterhadap perusahaan dalam rangka memperoleh imbalhasil yang lebih baik. Dengan kata lain, pada pasaryang kurang likuid akan terjadi mekanisme corporategovernance yang lebih baik oleh investor institusiasing.

Khanna and Palepu (1999) melakukan penelitianterhadap investor institusi asing yang ada di emerg-ing market dengan menggunakan sampel lembagainvestasi asing yang ada di India pada awal tahun 1990-an. Peneliti melakukan pengujian terhadap interaksi diantara tiga bentuk konsentrasi kepemilikan yang padaumumnya terdapat di emerging market, yaitu kelompokperusahaan keluarga, lembaga investasi domestik, danlembaga investasi asing. Hasil penelitian merekamenunjukkan bahwa lembaga investasi domestik lebihlemah di dalam melakukan kegiatan monitoringdibandingkan dengan lembaga asing. Kinerjaperusahaan dengan proksi Tobin’s Q secara positifberhubungan dengan kepemilikan institusi asing dansecara negatif berhubungan dengan kepemilikaninstitusi domestik. Afiliasi kelompok perusahaandengan lembaga investasi asing lebih mudah melakukanmonitoring terhadap perilaku manajemen perusahaandibandingkan dengan perusahaan yang tidak berafiliasidengan lembaga investasi asing. Kelompok yang lebihtransparan cenderung menggunakan lembaga investasiasing. Penelitian Khanna dan Palepu menyimpulkanbahwa lembaga investasi asing memberikan fungsimonitoring yang lebih baik pada saat emerging mar-ket berinteraksi dengan perekonomian global. Olehkarena keunggulan yang dimiliki oleh institusi asingsebagaimana dijelaskan di atas, maka dapatdiekspektasi bahwa investor institusi asing mempunyaikemampuan monitoring yang lebih baik dibandingdengan investor institusi domestik.

Oleh karena dalam penelitian ini tingkattransparansi diproksikan dengan dua tingkatpengungkapan informasi, yaitu tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib dan tingkat pengungkapansukarela, maka selanjutnya dapat dirumuskan hipotesisalternatif sebagai berikut:

H5: Proporsi kepemilikan institusi asing berpengaruhnegatif terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

H6: Proporsi kepemilikan institusi asing berpengaruhpositif terhadap tingkat pengungkapan sukarela.

4. Pengaruh proporsi kepemilikan publik(masyarakat) terhadap tingkat transparansiPerusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagang-kan secara luas kepada publik (masyarakat) merupakanhal yang lazim dijumpai di negara-negara yang sudahmaju. Sebaliknya hal tersebut masih merupakan sesuatuyang langka terjadi di lingkungan negara-negara yangsedang berkembang. Pola kepemilikan yang lazim terjadidi negara-negara yang sedang berkembang adalahterjadinya dominasi kepemilikan terhadap perusahaan-perusahaan publik atau dengan kata lain perusahaan-perusahaan publik pada umumnya hanya dimiliki olehlingkungan keluarga yang sangat dekat. Di dalam polakepemilikan terkonsentrasi, dimungkinkan bagi insid-ers untuk melakukan pengendalian secara ketatterhadap perusahaan, meskipun di sisi lain jugamembuka peluang kemungkinan terjadinya ekspropriasioleh insiders terhadap pemegang saham luar danpenyedia modal lainnya.

Terdapat variasi yang sangat kompleks di antarapola kepemilikan yang terdapat di dalam perekonomianyang telah maju, yang sedang berkembang, dan yangsedang dalam masa transisi. Di dalam perekonomianyang telah maju, pola kepemilikan saham yang tersebardan terkonsentrasi telah memberikan basis yang efisienbagi terciptanya pertumbuhan dan akumulasi modalsesuai aturan dan rerangka kerja regulasi. Di dalamperekonomian yang sudah maju, aturan dan rerangkakerja regulasi telah dapat berfungsi dengan baik,sehingga terdapat pengawasan yang secara aktifdilakukan oleh agen-agen yang memiliki reputasi dandidukung oleh infrastruktur pengelolaan yang memadaiserta institusi yang profesional.

Tidak seperti perusahaan-perusahaan diAmerika Serikat (US) dan Inggris (UK) yang strukturkepemilikan sahamnya tersebar, struktur kepemilikansaham di Indonesia pada umumnya terkonsentrasi padabeberapa anggota keluarga yang hubungannya sangatdekat. Sebagian besar perusahaan yang berafiliasi (in-terlocking) dikendalikan oleh keluarga yang sama. Padakepemilikan tersebar, masalah perbedaan kepentingan

Page 13: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

73

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

utama yang terjadi adalah antara pemilik denganpengelola perusahaan. Permasalahan perbedaankepentingan ini berbeda dengan perusahaan yangmempunyai struktur kepemilikan terkonsentrasi. Padakepemilikan terkonsentrasi, masalah perbedaankepentingan yang utama adalah antara pemilikmayoritas (controlling shareholders) sebagaipengendali perusahaan dengan pemegang sahamminoritas (minority shareholders).

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Shleiferand Vishny (1997) bahwa permasalahan keagenan(agency problem) atau permasalahan moral hazardtidak hanya terjadi antara pemegang saham denganmanajer, tetapi juga antara pemegang saham pengendalidengan pemegang saham minoritas, antara pemegangsaham dengan kreditor dan antara pemegang sahampengendali dengan pihak-pihak yang berkepentinganlainnya, misalnya pemasok dan karyawan. Secara lebihspesifik, mereka memberikan argumen bahwa di dalamperusahaan-perusahaan besar pada sebagian besarnegara di dunia, permasalahan keagenan yang funda-mental bukan dalam bentuk konflik seperti yangdigambarkan oleh Berle and Means (1934) yaitu antarainvestor luar dengan para manajer, tetapi merupakankonflik antara investor luar dengan para pemegangsaham pengendali yang hampir sepenuhnya dapatmengendalikan para manajer.

Jensen and Meckling (1976) menyatakan bahwastruktur kepemilikan korporasi akan mempengaruhi sifatpermasalahan keagenan yang terjadi antara manajerdengan pemegang saham luar (outside shareholders)dan antar pemegang saham. Apabila kepemilikan sahambersifat tersebar, seperti yang terdapat di berbagaiperusahaan Amerika Serikat dan Inggris, permasalahankeagenan akan terjadi dalam bentuk konflik kepentinganantara pemegang saham luar dengan manajer yangmemiliki jumlah ekuitas perusahaan dalam jumlah yangtidak signifikan. Dalam situasi demikian, pemegangsaham luar (masyarakat) diasumsikan akan lebihmemiliki keinginan dan kemampuan yang lebih besaruntuk melakukan kegiatan monitoring secara ketatdalam rangka mendisiplinkan manajemen.

Oleh karena dalam penelitian ini tingkattransparansi diproksikan dengan dua tingkatpengungkapan informasi, yaitu tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib dan tingkat pengungkapansukarela, maka selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis

alternatif sebagai berikut:H7: Proporsi kepemilikan publik (masyarakat)

berpengaruh negatif terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

H8: Proporsi kepemilikan publik (masyarakat)berpengaruh positif terhadap tingkatpengungkapan sukarela.

METODOLOGI

Sampel dan Data

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilihberdasarkan kriteria sebagai berikut:1. Perusahaan terdaftar secara aktif di Bursa Efek

Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) padaperiode pelaporan tahun 2003. Periode tersebutdipilih karena penelitian ini dilaksanakan setelahdiberlakukannya Surat Edaran Bapepam Nomor 02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian danPengungkapan Laporan Keuangan Emiten atauPerusahaan Publik yang baru mulai diberlakukansejak tanggal 27 Desember 2002.

2. Perusahaan termasuk dalam salah satu di antaratiga belas kelompok industri sebagaimanaditetapkan di dalam Surat Edaran Ketua BapepamNomor 02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian danPengungkapan Laporan Keuangan Emiten atauPerusahaan Publik. Namun, karena di antaraperusahaan sampel terdapat beberapa perusahaanyang tidak dapat dimasukkan kedalam salah satudari tiga belas industri yang diatur di dalam suratedaran (industri perbankan, asuransi dan jasakeuangan) serta terdapat satu jenis industri (industriinvestasi) yang jumlah item checklist disclosurenyatidak proporsional dibandingkan dengan jumlahitem checklist disclosure industri yang lain, makaterhadap keempat kelompok industri tersebut akandigunakan item checklist disclosure untuk industrimanufaktur sesuai Peraturan Bapepam No. VIII.G.7tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.

3. Perusahaan menerbitkan laporan tahunan untuktahun 2003 dan memiliki laporan auditor independenatas laporan keuangan untuk tahun yang berakhirtanggal 31 Desember 2003.

4. Perusahaan tidak memiliki leverage ratio negatif.Leverage ratio negatif menunjukkan bahwa

Page 14: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

74

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

perusahaan sedang bermasalah di dalam memenuhikewajiban keuangan.

Berdasarkan kriteria sampel, diperoleh 285perusahaan yang merupakan sampel di dalam penelitianini. Perolehan sampel penelitian dilakukan secarabertahap. Pertama, jumlah total perusahaan yangterdaftar di BEJ pada tahun 2003 adalah 329perusahaan. Kedua, dari sejumlah 329 tersebut, yangteridentifikasi memiliki atau menerbitkan laporantahunan dan laporan auditor independen atas laporankeuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31Desember 2003 adalah sejumlah 318 perusahaan.Ketiga, dari sejumlah 318 perusahaan tersebut yangmemiliki leverage ratio negatif adalah sejumlah 25perusahaan dan yang nilai bentang tawar-minta, vol-ume perdagangan saham atau volatilitas harga sahamsama dengan nol adalah sejumlah 8 perusahaan.Dengan demikian jumlah total perusahaan yangdijadikan sampel di dalam penelitian ini adalah sejumlah285 perusahaan.

wajib. Pada tahap kedua (Persamaan 2), variabelproporsi kepemilikan manajemen diuji pengaruhnyaterhadap variabel tingkat pengungkapan sukarela. Padatahap ketiga (Persamaan 3), variabel proporsikepemilikan institusi domestik diuji pengaruhnyaterhadap variabel tingkat ketidaktaatan pengungkapanwajib. Pada tahap keempat (Persamaan 4), variabelproporsi kepemilikan institusi domestik diujipengaruhnya terhadap variabel tingkat pengungkapansukarela. Pada tahap kelima (Persamaan 5), variabelproporsi kepemilikan institusi asing diuji pengaruhnyaterhadap variabel tingkat ketidaktaatan pengungkapanwajib. Pada tahap keenam (Persamaan 6), variabelproporsi kepemilikan institusi asing diuji pengaruhnyaterhadap variabel tingkat pengungkapan sukarela. Padatahap ketujuh (Persamaan 7), variabel proporsikepemilikan publik diuji pengaruhnya terhadap variabeltingkat ketidaktaatan pengungkapan wajib. Pada tahapkedelapan (Persamaan 8), variabel proporsi kepemilikanpublik diuji pengaruhnya terhadap variabel tingkatpengungkapan sukarela.

Tabel 1Proses Pemilihan Sampel

Keterangan JumlahPerusahaan yang terdaftar di pasar modal pada tahun 2003 329Perusahaan yang teridentifikasi tidak memiliki atau menerbitkan laporan tahunan danlaporan auditor independen (11)Perusahaan yang teridentifikasi memiliki atau menerbitkan laporan tahunan danlaporan auditor independen 318Perusahaan yang memiliki leverage ratio negatif (25)Perusahaan yang memiliki nilai bentang tawar-minta, volume perdagangan saham atau volatilitasharga saham sama dengan nol (8)Perusahaan yang dipilih sebagai sampel 285

Variabel-variabel yang Diteliti

Penelitian dilakukan dalam 8 tahap regresi. Pada setiaptahap regresi, yang ditetapkan sebagai variabel kontroladalah jenis industri, ukuran (size) perusahaan, rasioleverage, status kantor akuntan publik, periode waktulisting dan status listing.

Pada tahap pertama (Persamaan 1), variabelproporsi kepemilikan manajemen diuji pengaruhnyaterhadap variabel tingkat ketidaktaatan pengungkapan

Pengukuran Variabel Independen

a. Proporsi kepemilikan manajemenProporsi kepemilikan manajemen dihitung dengancara membagi jumlah saham beredar yang dimilikioleh manajemen dengan jumlah total saham yangberedar.

b. Proporsi kepemilikan institusi domestikProporsi kepemilikan institusi domestik dihitungdengan cara membagi jumlah saham beredar yang

Page 15: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

75

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

dimiliki oleh institusi domestik dengan jumlah totalsaham yang beredar.

c. Proporsi kepemilikan institusi asingProporsi kepemilikan institusi asing dihitungdengan cara membagi jumlah saham beredar yangdimiliki oleh institusi asing dengan jumlah totalsaham yang beredar.

d. Proporsi kepemilikan publikProporsi kepemilikan masyarakat dihitung dengancara membagi jumlah saham beredar yang dimilikioleh masyarakat dengan jumlah total saham yangberedar.

Pengukuran Variabel Dependen

a. Pengukuran Variabel Tingkat KetidaktaatanPengungkapan WajibTingkat ketidaktaatan pengungkapan wajibmerupakan selisih antara tingkat pengungkapanwajib maksimum yang seharusnya dipenuhi olehperusahaan (100%) dengan tingkat pengungkapanwajib yang dapat dipenuhi oleh perusahaan. Tingkatpengungkapan wajib dihitung berdasarkan tingkatketaatan perusahaan terhadap ketentuanpengungkapan wajib (Baridwan, Machfoedz, danTearney, 2001). Perhitungan tingkat pengungkapanwajib adalah sebagai berikut:

YaTingkat pengungkapan wajib =

Ya + Tidak

Ya = Pengungkapan informasi secara tepat telahdibuat

Tidak = Pengungkapan informasi secara tepat tidakdibuat

Oleh karena itu, pengukuran tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib (TPW) dapat dirumuskandalam bentuk persamaan sebagai berikut:

TPW= 100% - Tingkat pengungkapan wajib

b. Pengukuran Variabel Tingkat PengungkapanSukarelaPengukuran tingkat pengungkapan sukareladilakukan melalui dua tahap, yaitu (1)Mengembangkan daftar item pengungkapansukarela dan (2) Mengukur tingkat atau luaspengungkapan sukarela terhadap sampel laporantahunan. Daftar item pengungkapan sukarela dalamlaporan tahunan dikembangkan berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Cerf, 1961; Singhvi andDesai, 1971; Buzby, 1974; Benjamin and Stanga,1977; McNally, Eng, and Hasseldine, 1982; Chowand Wong-Boren, 1987; Susanto, 1992; Choi andMueller, 1992; Meek, Robert, and Gray, 1995;Botosan, 1997; Suripto, 1997; Gunawan, 2002).

Item-item pengungkapan sukarela yangdimasukkan dalam daftar meliputi (1) Item-itempengungkapan informasi yang diwajibkan dinegara-negara maju dan negara-negara berkembanglain yang tidak diwajibkan menurut peraturanBapepam dan (2) Item-item pengungkapan sukareladalam laporan tahunan yang telah dikembangkandalam penelitian sebelumnya yang tidak diwajibkanmenurut peraturan Bapepam mengenai laporantahunan. Dengan prosedur tersebut diperoleh 35item informasi yang dapat diungkapkan secarasukarela oleh manajemen dalam laporan tahunan.

Daftar item yang dikembangkan tersebutkemudian digunakan untuk mengukur tingkatpengungkapan sukarela terhadap sejumlah sampellaporan tahunan perusahaan. Tingkatpengungkapan sukarela untuk setiap perusahaansampel diperoleh dengan cara sebagai berikut:1. Pendekatan untuk penentuan skor tingkat

pengungkapan sukarela pada dasarnya bersifatdikotomi, artinya sebuah item diberi skor satujika diungkapkan dan nol jika tidak diungkapkan.

2. Menggunakan model pengungkapan informasiyang tidak diberi bobot, sehinggamemperlakukan semua item pengungkapaninformasi secara sama. Penggunaan model ini(tanpa pembobotan) didasari alasan sebagaiberikut (1) Laporan tahunan disampaikan untuktujuan umum pemakai dan (2) Terdapatkemungkinan terjadinya subjektivitas dalampemberian bobot, sehingga masing-masingpemakai laporan akan memberikan bobot yang

Page 16: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

76

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

berbeda untuk item yang sama.3. Luas pengungkapan informasi relatif setiap

perusahaan diukur dengan indeks, yaitu rasiototal skor yang diberikan kepada sebuahperusahaan dengan skor yang diharapkan dapatdiperoleh oleh perusahaan tersebut.

Model PenelitianPada model penelitian, dapat dirumuskan beberapapersamaan sebagai berikut:

TPW = α + β1PKM + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (1)

TPS = α + β1PKM + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (2)

TPW = α + β1PID + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (3)

TPS = α + β1PID + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (4)

TPW = α + β1PIA + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (5)

TPS = α + β1PIA + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (6)

TPW = a + β1PKP + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (7)

TPS = α + β1PKP + β2JIN + β3AKT + β4RLE + β5SKA +β6PWL + β7SLT + • (8)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengujian Asumsi Klasik

a. Pengaruh Proporsi Kepemilikan ManajemenTerhadap Tingkat Ketidaktaatan PengungkapanwajibHasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,701

atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F tidaksignifikan (1,238). Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,119. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 5,324 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanbahwa terdapat variabel-variabel lain yangmempengaruhi tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib yang tidak tercakup di dalammodel.

b. Pengaruh Proporsi Kepemilikan ManajemenTerhadap Tingkat Pengungkapan sukarelaHasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,859atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F adalahtidak signifikan (0,468). Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,098. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 4,309 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanterdapat variabel lain yang tidak tercakup di dalammodel.

c. Pengaruh Proporsi Kepemilikan InstitusiDomestik Terhadap Tingkat KetidaktaatanPengungkapan wajibHasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapat

Page 17: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

77

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

disimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,689atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F adalahtidak signifikan (1,667). Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,120. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 5,420 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanterdapat variabel lain yang tidak tercakup di dalammodel.

d. Pengaruh Proporsi Kepemilikan InstitusiDomestik Terhadap Tingkat PengungkapanInformasi SukarelaHasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,860atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F tidaksignifikan (0,495). Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,097. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 4,264 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanterdapat variabel lain yang tidak tercakup di dalammodel.

e. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusi AsingTerhadap Tingkat Ketidaktaatan Pengungkapanwajib

Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,698atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F adalahtidak signifikan (1,264). Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,117. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 5,225 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanterdapat variabel lain yang tidak tercakup di dalammodel.

f. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusi AsingTerhadap Tingkat Pengungkapan sukarelaHasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,850atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F adalahtidak signifikan (0,828). Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,099. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 4,357 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanterdapat variabel lain yang tidak tercakup di dalammodel.

Page 18: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

78

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

g. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Publik TerhadapTingkat Ketidaktaatan Pengungkapan wajibHasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,678atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F adalahtidak signifikan (1,116). Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,135. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 6,175 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanterdapat variabel lain yang tidak tercakup di dalammodel.

h. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Publik TerhadapTingkat Pengungkapan sukarelaHasil regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuksemua variabel independen adalah di bawah 10 dannilai TOL mendekati 1. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapatmultikolinearitas. Hasil regresi denganmenggunakan Durbin-Watson Test menunjukkanbahwa nilai d (Durbin Watson) adalah sebesar 1,858atau di sekitar 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa di dalam model tidak terjadi autokorelasi.Hasil regresi dengan menggunakan Glejser Testterhadap nilai-nilai absolut residual variabelindependen menunjukkan bahwa nilai F adalahtidak signifikan (0,619). Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa di dalam model tidak terjadiheteroskedastisitas.

Hasil regresi juga menunjukkan bahwa R2 adalahsebesar 0,098. Meskipun nilai R2 rendah, namunmodel secara statistik signifikan (F= 4,307 dan p-value= 0,000). Nilai R2 yang rendah menunjukkanterdapat variabel lain yang tidak tercakup di dalammodel.

Hasil Pengujian Hipotesis

a. Pengaruh Proporsi Kepemilikan ManajemenTerhadap Tingkat Ketidaktaatan PengungkapanWajibHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan manajemen (PKM)adalah positif seperti yang dihipotesiskan denganp-value sebesar 0,435. Dengan menggunakantingkat alpha 0,05, maka hipotesis nol tidak berhasilditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwaproporsi kepemilikan manajemen tidak berpengaruhterhadap tingkat ketidaktaatan pengungkapanwajib.

b. Pengaruh Proporsi Kepemilikan ManajemenTerhadap Tingkat Pengungkapan SukarelaHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan manajemen (PKM)adalah positif tidak seperti yang dihipotesiskandengan p-value sebesar 0,567. Denganmenggunakan tingkat alpha 0,05, maka hipotesisnol tidak berhasil ditolak. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa kepemilikan manajemen tidakberpengaruh terhadap tingkat pengungkapansukarela.

c. Pengaruh Proporsi Kepemilikan InstitusiDomestik Terhadap Tingkat KetidaktaatanPengungkapan WajibHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan institusi domestik(PID) adalah positif seperti yang dihipotesiskandengan p-value sebesar 0,272. Denganmenggunakan tingkat alpha 0,05, maka hipotesisnol tidak berhasil ditolak. Oleh karena itu, dapatdisimpulkan bahwa kepemilikan institusi domestiktidak berpengaruh terhadap tingkat ketidaktaatanpengungkapan wajib.

d. Pengaruh Proporsi Kepemilikan InstitusiDomestik Terhadap Tingkat PengungkapanSukarelaHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan institusi domestik(PID) adalah positif tidak seperti yangdihipotesiskan dengan p-value sebesar 0,837.

Page 19: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

79

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

Dengan menggunakan tingkat alpha 0,05, makahipotesis nol tidak berhasil ditolak. Oleh karena itu,dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusidomestik tidak berpengaruh terhadap tingkatpengungkapan sukarela.

e. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusi AsingTerhadap Tingkat Ketidaktaatan PengungkapanWajibHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan institusi asing (PIA)adalah positif seperti yang dihipotesiskan denganp-value sebesar 0,974. Dengan menggunakantingkat alpha 0,05, maka hipotesis nol tidak berhasilditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwakepemilikan institusi asing tidak berpengaruhterhadap tingkat ketidaktaatan pengungkapanwajib.

f. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusi AsingTerhadap Tingkat Pengungkapan SukarelaHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan institusi asing (PIA)adalah negatif, seperti yang dihipotesiskan denganp-value sebesar 0,427. Dengan menggunakantingkat alpha 0,05, maka hipotesis nol tidak berhasilditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwakepemilikan institusi asing tidak berpengaruhterhadap tingkat pengungkapan sukarela.

g. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Publik TerhadapTingkat Ketidaktaatan Pengungkapan WajibHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan publik (PKP) adalahnegatif seperti yang dihipotesiskan dengan p-valuesebesar 0,016. Dengan menggunakan tingkat al-pha 0,05, maka hipotesis nol berhasil ditolak. Olehkarena itu, dapat disimpulkan bahwa kepemilikanpublik berpengaruh negatif terhadap tingkatketidaktaatan pengungkapan wajib.

h. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Publik TerhadapTingkat Pengungkapan SukarelaHasil perhitungan menunjukkan bahwa tandakoefisien proporsi kepemilikan publik (PKP) adalahpositif, seperti yang dihipotesiskan dengan p-valuesebesar 0,577. Dengan menggunakan tingkat al-

pha 0,05, maka hipotesis nol tidak berhasil ditolak.Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwakepemilikan publik tidak berpengaruh terhadaptingkat pengungkapan sukarela.

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN IMPLIKASI

Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh strukturkepemilikan perusahaan terhadap transparansipengelolaan perusahaan. Berdasarkan hasil pengujianditunjukkan bahwa penelitian ini gagal mendukunghipotesis yang menyatakan bahwa proporsikepemilikan manajemen, proporsi kepemilikan institusidomestik, dan proporsi kepemilikan institusi asingberpengaruh terhadap tingkat transparansi. Hanyaproporsi kepemilikan publik yang secara statistissignifikan berpengaruh terhadap tingkat transparansi.Proporsi kepemilikan publik berpengaruh negatifterhadap tingkat ketidaktaatan pengungkapan wajib.Namun, hasil pengujian gagal mendukung hipotesisyang menyatakan bahwa proporsi kepemilikan publikberpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapansukarela.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mendugabahwa tingkat keterbukaan perusahaan publik di Indo-nesia untuk mengungkapkan informasi kepada publiklebih disebabkan oleh kekhawatiran terhadap sanksiberat yang akan diterima perusahaan apabila merekamelanggar ketentuan yang diwajibkan oleh lembagaotoritas (Bapepam dan BEJ). Proporsi kepemilikanpublik belum mampu mendorong perusahaan publikuntuk secara sukarela lebih terbuka di dalammengungkapkan informasi yang perlu disampaikankepada publik (pengungkapan sukarela).

Keterbatasan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama,meskipun di dalam penelitian ini pengukuran terhadaptingkat ketidaktaatan pengungkapan wajib telahberpedoman pada Surat Edaran Ketua Bapepam No.02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian danPengungkapan Laporan Keuangan Emiten atauPerusahaan Publik, namun di dalam pedoman tersebutbelum terdapat ketentuan yang secara khusus berlaku

Page 20: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

80

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

untuk industri perbankan, asuransi, dan jasa keuangan.Kedua, di antara tigabelas kelompok industri yangdiatur di dalam Surat Edaran Ketua Bapepam No. 02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian danPengungkapan Informasi dan Laporan KeuanganEmiten atau Perusahaan Publik, jumlah item checklistdisclosure untuk industri investasi hanya 271,sedangkan jumlah item industri yang lain adalah antara632 item sampai dengan 711 item. Jumlah item yangterlalu kecil untuk industri investasi dibandingkandengan industri yang lain menyebabkan pengukurantingkat ketidaktaatan pengungkapan wajib antarindustri menjadi tidak proporsional.

Implikasi

Pada penelitian ini, implikasi untuk penelitian yang akandatang terkait dengan variabel-variabel yang belumdidukung signifikansinya. Proporsi kepemilikanmanajemen, proporsi kepemilikan institusi domestik,dan proporsi kepemilikan institusi asing yang tidakdidukung pengaruhnya, baik terhadap tingkatketidaktaatan pengungkapan wajib maupun tingkatpengungkapan sukarela, menunjukkan bahwa beberapajenis kepemilikan tersebut tidak mempengaruhi tingkattransparansi. Sedangkan, proporsi kepemilikan publikhanya didukung pengaruhnya terhadap tingkatketidaktaatan pengungkapan wajib. Oleh karena itu,pada penelitian yang akan datang perludipertimbangkan jenis struktur kepemilikan atau carapengukuran struktur kepemilikan lain yang lebih tepatuntuk diuji pengaruhnya terhadap transparansi.

Sebelum La Porta, Lopez-de-Silanes, and Shleifer(1999) mengkaji struktur kepemilikan di 27 negara yangperekonomiannya dianggap mengalami pertumbuhanyang pesat, belum ada bukti empiris yang mampumenunjukkan pola kepemilikan perusahaan publik yangsesungguhnya. Oleh karena itu, La Porta, Lopez-de-Silanes, and Shleifer berusaha melakukan penelusurankepemilikan perusahaan publik dengan menggunakankonsep baru yang lebih komprehensif, yaitu konsepkepemilikan ultimat (ultimate ownership).

Pada penelitian ini masih digunakan konsepkepemilikan imediat (immediate ownership). Dariberbagai pengujian hipotesis, khususnya pengaruhstruktur kepemilikan terhadap tingkat transparansi,terbukti bahwa struktur kepemilikan imediat belum

mampu menangkap fenomena kepemilikan yangsesungguhnya, karena hampir semua strukturkepemilikan tidak berpengaruh terhadap tingkatketidaktaatan pengungkapan wajib dan tingkatpengungkapan sukarela. Hal ini disebabkan karenastruktur kepemilikan imediat memiliki beberapakelemahan, yaitu:1. Kepemilikan imediat tidak mempertimbangkan rantai

kepemilikan (chain of ownership). Dalamkepemilikan perusahaan publik telah diungkapkannama pemegang saham dan persentasekepemilikannya. Pemegang saham tersebut dapatberupa perusahaan (institusi) atau individu. Sebuahperusahaan dapat menjadi pemegang saham padaperusahaan yang lain dan sebaliknya perusahaanlain tersebut juga dapat menjadi pemegang sahampada perusahaan pertama.

2. Kepemilikan imediat tidak dapat digunakan untukmengidentifikasi pemegang saham pengendali(controlling shareholder) atau pemilik ultimat (ul-timate owner) yang sesungguhnya. Walaupunseseorang tidak terdaftar atas nama dirinya sendirisebagai pemegang saham pada sebuah perusahaanpublik, namun orang tersebut dapat mengendalikanperusahaan publik tersebut melalui perusahaan lain.Hal ini terjadi apabila terdapat rantai kepemilikanantarperusahaan.

3. Kepemilikan imediat tidak dapat digunakan untukmengidentifikasi hak arus kas (cash flow right), hakkontrol (control right), dan leverage hak arus kas(cash flow right leverage) pemegang sahampengendali. Hak arus kas adalah klaim pemegangsaham untuk mendapatkan dividen. Hak kontroladalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukankebijakan penting perusahaan. Sedangkan lever-age hak arus kas adalah deviasi (selisih) antara hakarus kas dengan hak kontrol yang disebabkan olehadanya peningkatan hak kontrol pemegang sahampengendali terhadap perusahaan yang dilakukanmelalui berbagai mekanisme.

4. Konsep kepemilikan imediat tidak dapatmengidentifikasi mekanisme peningkatan kontrololeh pemegang saham pengendali. Mekanismepeningkatan hak kontrol digunakan untukmemperbesar leverage hak arus kas. Seorangpemegang saham pengendali dapat meningkatkanhak kontrol jauh melebihi hak arus kas dengan

Page 21: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

81

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

berbagai mekanisme, seperti struktur kepemilikanpiramida, lintas kepemilikan (crossholdings), dansaham dengan hak suara yang berbeda. Besarnyaleverage hak arus kas menunjukkan besarnyakemampuan pemegang saham pengendali untukmempengaruhi kebijakan perusahaan denganmelakukan ekspropriasi terhadap pemegang sahamminoritas. Ekspropriasi adalah proses penggunaankontrol untuk memaksimumkan kesejahteraan dirisendiri dengan distribusi kekayaan dari pihak lain(Claessens, Djankov, Fan, and Lang, 2000). Olehkarena itu, besarnya leverage hak arus kasmenunjukkan besarnya konflik keagenan antarapemegang saham pengendali dengan pemegangsaham minoritas.

Oleh karena itu, di dalam penelitian selanjutnyapengujian tentang pengaruh struktur kepemilikanterhadap tingkat transparansi perlu dilakukan denganmenggunakan konsep baru yang disebut kepemilikanultimat. Dengan menggunakan konsep kepemilikanultimat, diharapkan akan diperoleh hasil penelitian yanglebih objektif, karena konsep baru tersebut mampumenunjukkan pola atau struktur kepemilikanperusahaan publik yang sesungguhnya.

Implikasi lain adalah berupa implikasi kebijakan,terutama bagi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Pada penelitianyang akan datang, pengukuran terhadap tingkatketidaktaatan pengungkapan wajib perlu menggunakanSurat Edaran Ketua Bapepam No. 02/PM/2002, tetapitelah dikembangkan dengan memperhatikan pedomanyang berlaku untuk setiap industri, termasuk industriperbankan, asuransi, jasa keuangan, dan investasi

Selanjutnya, dari hasil penelitian jugaditunjukkan bahwa pada tahun 2003 rata-rata tingkatketidaktaatan pengungkapan wajib adalah sebesar23,09%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyakperusahaan publik di Indonesia yang belum menaatiketentuan pengungkapan wajib sebagaimana diatur didalam Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2 tentangLaporan Tahunan, Surat Keputusan Ketua BapepamNo. Kep-06/PM/2000 yang berisi Peraturan BapepamNo. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian LaporanKeuangan dan Surat Edaran Bapepam Nomor 02/PM/2002 tentang Pedoman Penyajian dan PengungkapanLaporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa padatahun 2003, rata-rata tingkat pengungkapan sukarelaadalah sebesar 38,40%. Hal ini menunjukkan bahwamasih banyak perusahaan publik di Indonesia yangbelum mempunyai sikap sukarela untukmengungkapkan informasi selain yang diwajibkan olehperaturan Bapepam.

Persamaan Variabel Dependen

Variabel Independen

Utama

Koefisien Variabel Independen

Utama

Nilai t Signifikan VIF DW Glejser-test

Nilai F

Model

R2

1 TPW PKM 4,801E-02 0,782 0,435 1,021 1,701 1,238 5,324 0,119 2 TPS PKM 5,782E-02 0,573 0,567 1,021 1,859 0,468 4,309 0,098 3 TPW PID 1,940E-02 1,100 0,272 1,208 1,689 1,667 5,420 0,120 4 TPS PID 5,991E-03 0,206 0,837 1,208 1,860 0,495 4,264 0,097 5 TPW PIA 5,860E-04 0,033 0,974 1,266 1,698 1,264 5,225 0,117 6 TPS PIA -2,308E-02 -0,795 0,427 1,266 1,850 0,828 4,357 0,099 7 TPW PKP -6,211E-02 -2,425** 0,016** 1,048 1,678 1,116 6,175 0,135 8 TPS PKP 2,374E-02 0,559 0,577 1,048 1,858 0,619 4,307 0,098

Tabel 2Ringkasan Hasil Analisis Regresi

*** Signifikan pada tingkat 1%** Signifikan pada tingkat 5%* Signifikan pada tingkat 10%

Page 22: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

82

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Berle, Adolf A. and Gardiner C. Means (1933).”TheModern Corporation and Private Property”.(New York, NY: Macmillan, 1933).

Brennan, N. (1995).”Disclosure in Profit Forecast: Evi-dence from UK Takeover Bids”. UnpublishedConference Paper, 18th Annual Congress of theEuropean Accounting Association, Birming-ham, England.

Struktur Pengelolaan/Pengendalian- Proporsi DD dari DK dan KA (PDK)- Proporsi DD dari DK, DD dan KA (PDD)- Proporsi KI dan KA dari DK dan KA (PKA)- Proporsi KI dan KA dari DK, DD, dan KA (PKD)

Struktur Kepemilikan- Proporsi Kepemilikan Manajemen (PKM)- Proporsi Kepemilikan Institusi Domestik (PID)- Proporsi Kepemilikan Institusi Asing (PIA)- Proporsi Kepemilikan Publik (PKP)

Tingkat Pengungkapan- Tingkat Ketidaktaatan Pengungkapan Wajib (TPW)- Tingkat Pengungkapan Sukarela (TPS)

MekanismeCorporate

Governance(CG)

TransparansiPengelolaan

(TP)

Gambar 1Rerangka Penelitian

Catatan:DD = Jumlah anggota dewan direksiDK = Jumlah anggota dewan komisarisKA = Jumlah anggota komite auditKI = Jumlah komisaris independen

DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Zaki, Mas’ud Machfoedz, and M. G. Tearney(2001).”An Evaluation of Disclosure of Finan-cial Information by Public Companies in Indo-nesia”. Hasil Penelitian SIAGA-UGM danPusat Pengembangan Akuntansi UGM.

Benjamin, J. J. and Keith G. Stanga (1977).”Differencesin Disclosure Needs of Major Users of Finan-cial Statements”. Accounting and BusinessResearch, Summer, pp. 187-192.

Page 23: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

83

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

Brickley, James A., Ronald C. Lease and Clifford W.Smith, Jr. (1988).”Ownership Structure and Vot-ing on Antitakeover Amendments”. Journal ofFinancial Economics 20, pp. 267-291.

Buzby, Stephen L. (1974). “Selected Items of Informa-tion and Their Disclosure in Annual Reports”.The Accounting Review, July, pp. 423-435.

Cadbury, Sir Adrian (1996).”Corporate Governance:Brussels”. Instituut voor Bestuurders, Brussel”.

Cerf, Alan R. (1961).”Corporate Reporting and Invest-ment Decisions”. Berkeley, CA: The Universityof California Press.

Chen, Charles and Jaggi (1998).”The Association Be-tween Independent Non Executive Directors,Family Control and Financial Disclosures”.Working Paper. Department of Accountancy,City University of Hong Kong.

Chow and Wong-Boren (1987). “Voluntary FinancialDisclosures by American Corporations”. TheAccounting Review, Vol. LXII, No. 3, July, pp.533-541.

Choi, Frederick D. S. and Gerhard G. Mueller. (1992).”In-ternational Accounting. Second Edition”. Lon-don: Prentice-Hall, Inc.

Demsetz and K. Lehn (1985).”The Structure of Corpo-rate Ownership: Causes and Consequences”.Journal of Political Economy 88, pp. 1155-1177.

Denis, David J., Diane K. Denis, dan Atulya Sarin(1999).”Agency Theory and the Influence ofEquity Ownerhip Structure on Corporate Diver-sification Strategies”. Strategic ManagementJournal 20, 1071-1076.

Denis, Diane K. and John J. McConnell (2003).”Inter-national Corporate Governance”. Journal of Fi-nancial and Quantitative Analysis 38, 1-36.

Diamond, D. and Verrecchia, R. (1991).”Disclosure, Li-quidity, and the Cost of Equity Capital”. The

Journal of Finance, September, pp. 1325-1360.

Eng, Li Li and Y. T. Mak (2001).”Corporate Governanceand Voluntary Disclosure.”

Fama, E. F. (1980).”Agency Problems and the Theoryof the Firm”. The Journal of Political Economy,88, pp. 28-307.

Fama, E. and M. Jensen (1983).”Separation of Owner-ship and Control”. Journal of Law and Eco-nomics Vol. 26, pp. 301-326.

Fitriany (2001).”Signifikansi Perbedaan TingkatKelengkapan Pengungkapan Wajib danSukarela Pada Laporan Keuangan PerusahaanPublik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”.Simposium Nasional Akuntansi IV.

Forker, John J. (1992).”Corporate Governance and Dis-closure Quality”. Accounting and BusinessResearch, pp. 111-124.

Gillan, Stuart L. and Laura T. Starks (2003).”CorporateGovernance, Corporate Ownership, and theRole of Institutional Investors: A Global Per-spective”. Working Paper Series, 01.

Gunarsih, Tri (2002).”Struktur Corporate Governancedan Kinerja Perusahaan: Pengaruh StrukturKepemilikan dan Strategi Diversifikasi TerhadapKinerja Perusahaan.” Disertasi Doktor UGMYogyakarta.

Gunawan, Inge (2002).”Pengaruh Kelompok Industri,Basis Perusahaan, dan Tingkat Return TerhadapKualitas Pengungkapan Sukarela DalamLaporan Tahunan. Tesis UGM.

Ho, Simon S. M. and K. S. Wong (2000).”A Study ofthe Relationship Between Corporate Gover-nance Structures and the Extent of VoluntaryDisclosure”. Working Paper.

Iglesias-Palau, A. (2000).”Pension Reform and Corpo-rate Governance: Impact in Chile”. ABANTE 3,pp. 109-141.

Page 24: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

84

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Jensen, M. C. and W. H. Meckling (1976).”Theory ofthe Firm: Managerial Behavior, Agency Costs,and Ownership Structure”. Journal of Finan-cial Economics 3, 305-360.

Keasy, Kevin and Mike Wright (1997).”CorporateGovernance: Responsibilities, Risks and Re-muneration”. New York, NY: John Wiley &Sons.

Khanna, Tarun and Krishna Palepu (1999).”EmergingMarket Business Groups, Foreign Investors andCorporate Governance”. National Bureau ofEconomic Research. Working Paper.

Kim, Oliver and R. E. Verrecchia (2001).”The RelationAmong Disclosure, Returns, and Trading Vol-ume Information”. Accounting Review, Vol. 76.No. 4, pp. 633-654.

Khomsiyah (2005).”Analisis Hubungan Indeks danStruktur Corporate Governance DenganKualitas Pengungkapan”. Disertasi Doktor Uni-versitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, andAndrei Shleifer (1999).”Corporate OwnershipAround the World”. Journal of Finance 54, 471-517.

Lefort, F. and E. Walker (2000).”Ownership and CapitalStructures of Chilean Conglomerates: Facts andHypotheses for Governance”. ABANTE 2, 3-27.

Lins, Karl V. and Francis E. Warnock (2004).”Corpo-rate Governance and the Shareholder Base”.

Malone, D., C. Fries, and T. Jones (1993).”An EmpiricalInvestigation of the Extent of Corporate Finan-cial Disclosure in the Oil and Gas Industry”.Journal of Accounting, Auditing and Finance,pp. 249-273.

Maug, E. (1998).”Large Shareholders as Monitors: IsThere a Trade-off Between Liquidity and Con-trol?” Journal of Finance 53, pp. 65-98.

Marwata (2001).”Hubungan Antara KarakteristikPerusahaan dan Kualitas Ungkapan SukarelaDalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik diIndonesia”. Makalah, SNA IV Bandung.

McNally, Graeme M, Lee Hock Eng, and C. RoyHasseldine (1982).”Corporate Financial Report-ing in New Zealand: An Analysis of User Pref-erences, Corporate Characteristics and Disclo-sure Practices for Discretionary Information”.Accounting and Business Research, Winter, pp.11-20.

Mckinnon, J. L. and L. Dalimunthe (1993).”VoluntaryDisclosure of Segment Information by Austra-lian Diversified Companies”. Accounting andFinance, May, pp. 33-50.

Meek, G. K., C. B. Robert and S. J. Gray (1995).”FactorsInfluencing Voluntary Annual Report Disclo-sures by US, UK, and Continental Europe Mul-tinational Corp”. Journal of International Busi-ness Studies Vol. 26, No. 3, pp. 555-572.

Morck, R., A. Shleifer and R. W. Vishny (1988).”Man-agement Ownership and Market Valuation: AnEmpirical Analysis”. Journal of Financial Eco-nomics Vol. 20, pp. 293-315.

Na’im, Ainun dan Fu’ad Rakhman (2000).”AnalisisHubungan Antara Kelengkapan PengungkapanLaporan Keuangan Dengan Struktur Modal danTipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomidan Bisnis Indonesia, Vol. 15, No. 1, hal 70-82.

Ruland, W., S. Tung and N. E. George (1990).”FactorsAssociated with the Disclosure of Managers’Forecasts”. The Accounting Review 16(1): 41-55.

Shinghvi, S. S. and H. B. Desai (1971).”An EmpiricalAnalysis of the Quality of Corporate FinancialDisclosure”. The Accounting Review, January,129-138.

Shleifer, Andrei and Robert W. Vishny (1997).”A Sur-vey of Corporate Governance”. Journal of Fi-nance, 52: 737-783.

Page 25: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

85

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP TRANSPARANSI: .......................(Dody Hapsoro)

Subiyantoro, Edy (1997).”Hubungan AntaraKelengkapan Pengungkapan LaporanKeuangan Dengan Karakteristik PerusahaanPublik di Indonesia”. Tesis S2 UGM Yogyakarta.

Subroto, Bambang (2003).”Faktor-faktor yangMempengaruhi Kepatuhan Kepada KetentuanPengungkapan Wajib oleh Perusahaan-Perusahaan Publik dan Implikasinya TerhadapKepercayaan Para Investor di Pasar Modal”.Disertasi Doktor UGM Yogyakarta.

Surat Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-38/PM/1996tentang Pengungkapan dalam Laporan Tahunandi Indonesia.

Surat Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-06/PM/2000yang berisi Peraturan Bapepam No. VIII.G.7tentang Pedoman Penyajian LaporanKeuangan.

Suripto, Bambang (1998).”Pengaruh KarakteristikPerusahaan Terhadap Luas PengungkapanInformasi Sukarela Dalam Laporan Tahunan”.Tesis S2 UGM Yogyakarta.

Surat Edaran No. 02/PM/2002 tentang PedomanPenyajian dan Pengungkapan LaporanKeuangan Emiten atau Perusahaan Publik

Susanto, Djoko (1992).”An Empirical Investigation ofthe Corporate Disclosure in Annual Reports ofCompanies Listed on the Jakarta Stock Ex-change”. Tim Koordinasi PengembanganAkuntansi Jakarta. Disertasi S3: University ofArkansas.

Wang, Yihui, Li Liao, and Xiaotie Deng (2003).”TheEffect of Investor Protection on InformationAsymmetry in a Stock Market”. August.

Warfield, T., J. J. Wild, and K. Wild (1995).”ManagerialOwnership, Accounting Choices, and Informa-tiveness of Earnings”. Journal of Accountingand Economics 20: 61-91.

Williamson, O. E. (1985).”The Modern Corporation:Evolution and Attributes”’ Journal of EconomicLiterature”. December, pp. 1537-1568.

Page 26: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

86

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Page 27: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

87

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: .............. (Dwi Astuti Ningsih dan Wakhid Slamet Ciptono)

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY:THE CRITICAL FACTORS OF CORPORATE SOCIAL

INNOVATION—AN EMPIRICAL STUDY1

Dwi Astuti Ningsih dan Wakhid Slamet Ciptono2

1 This article was presented on the 2nd Indonesian Business Management Conference—”Mastering Innovation for CorporateGrowth” held by Prasetiya Mulya Business School, Jakarta: January 30, 2007.

2 Dwi Astuti Ningsih, SE., MM., adalah alumni Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada.Drs. Wakhid Slamet Ciptono, MBA., MPM., adalah Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UGM, Ph.D. Candidate of Faculty ofBusiness and Accountancy University of Malaya Kuala Lumpur, Malaysia and Faculty of Economics, Gadjah MadaUniversity Yogyakarta, Indonesia

Vol. 18, No.2, Agustus 2007Hal. 87-98

ABSTRACT

Corporations are continually looking for new sourcesof innovation. Innovation is a new way of doing thingsthat is commercialized. The process of innovation can-not be separated from a firm’s strategic and competi-tive context. Today several leading companies are be-ginning to find inspiration in an unexpected place: thesocial sector. That includes natural disaster recoveryprograms, welfare-to-work programs, and public edu-cation development program. Indeed, a new paradigmfor innovation is emerging: a partnership between pri-vate enterprise and public interest that produces prof-itable and sustainable change for both sides—success-ful private-public partnerships or corporate social in-novation.

The development of strategic innovationthrough corporate social innovation has grown in im-portance in recent years. This study examines the criti-cal factors which facilitate the corporate social innova-tion for developing strategic innovation in banking or-ganizations. The factor analysis of data emphasizesthe importance of external innovation aspects, internal

innovation aspects, accountability innovation, and citi-zenship innovation in strategic innovation initiatives;and offers support to the growing literature arguingfor a greater consideration of the human dimension incorporate social innovation implementation program.It is proposed that further research needs to be carriedout to examine managerial attitudes towards the imple-mentation process of corporate social innovation andto assess some of the practical issues involved in de-veloping strategic innovation in banking organizations.

Keywords: corporate social innovation, corporate so-cial responsibility, strategic innovation.

INTRODUCTION

On Saturday, 27 May 2006 at 05.53.58, an earthquakerated 6.2 on the Richter scale struck in the JogjakartaSpecial District and nearby areas of Central Java. Thequake claimed over six thousand lives and devastatedmany areas of the two provinces. Heavy damage wassustained by public facilities and infrastructure, caus-

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 28: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

88

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

ing severe impact on the local economy and tourismindustry. Residents on the slopes of Merapi Moun-tain, who also felt the quake, believed that the earth-quake was connected with the activity of the volcano,which was in “alert” status at the time. This, however,was not the case; this was not a volcanic earthquake,but a tectonic one, centered in the Oya River. The mas-sive quake created panic among residents, who fearedthat a tsunami might follow, as occurred last year inAceh. Luckily, no tsunami ensued (The Magazine ofGaruda Indonesia, 2006).

This tectonic earthquake in Jogjakarta was thesecond recent major natural disaster to strike the coun-try, after the major earthquake and enormous tsunamithat struck at the end of 2004. Trauma and misery con-tinue to haunt Jogjakarta’s residents. Repeated after-shocks have added to their panic and depression.Merapi Mountain’s volcanic activity also resumed on8 June 2006, with continuous and increasing large-scaleemissions of scalding steam and toxic gases.

Natural disasters in Indonesia (including tsu-nami in Pangandaran Beach, West Java Province) at-tract much sympathetic attention, both domesticallyand internationally. As part of their Corporate SocialResponsibility (CSR) programs, many state-owned andprivate companies in Indonesia (including Bank RakyatIndonesia or Bank BRI as a retail banking institution)delivered donations from their companies in the formof cash, medicines, foodstuffs, milk, tents, blankets,and clothing, which were given directly to the victims.In connection with the earthquake, Bank BRI alsoopened a “Bank BRI Cares” command post at its BranchOffices in Jogjakarta Special Province to assist its cus-tomers and employees whose homes were damagedby the quake. These facts determine what are argu-ably the most distinctive feature of the current focuson and attitudes towards CSR—the demonstration bybusinesses of a responsiveness to societal and envi-ronmental concerns. Now more than ever before, CSRis developing along practical lines with crucial implica-tions for the strategies and performance of firms aswell as for industry structure (Decker, 2004).

Decker (2004) stated that businesses see CSR,somewhat paradoxically, as a source of business riskas well as a source of business opportunity. If not prop-erly managed, CSR could have a direct negative impacton a business. Alternatively, CSR could yield benefits

when appropriate mechanisms are put in place for CSRmanagement. There is broad consensus among finan-cial and non-financial firms that CSR is of strategicimportance to ensure long-term business success.Kanter (1995) found a number of companies that arebreaking the mold—they are moving beyond corpo-rate social responsibility (CSR) to corporate social in-novation (CSI). These companies are viewing commu-nity needs as opportunities to develop ideas and dem-onstrate business technologies, find and serve newmarkets; and solve long-standing business problems.They focus on inventing sophisticated solutionsthrough a hands-on approach. This is not charity; it isR&D, a business investment for strategic innovation.Indeed, CSI is emerging—a partnership between pri-vate enterprise and public interest that produces prof-itable and sustainable change for both sides.

This paper examines the developing strategicinnovation through corporate social innovation (CSI)program of retail banking institution (Bank BRIJogjakarta) in the marketplace, which is where the in-dustry perceives CSI issues present the most signifi-cant and unique challenges. The Bank BRI specializesin providing services to individuals and small-mediumbusinesses. These services include money transmis-sion, payments, savings, lending, and investments. Thestructure of the paper is as follows: The next sectionexamines how the concept of CSI relates to the BankBRI, considering how the defining characteristics ofthe Bank BRI gives rise to areas of societal concern.This is followed by an outline of a conceptual frame-work. The penultimate section considers the cause andapproaches of the operating environment and busi-ness practice that development of strategic innova-tion through CSI in Bank BRI is likely to affect. It isalso outlines the implications of these for evolutionarytrends in the Banking industry. The final section con-cludes.

THE CSI OF BANK BRI AND BANKING SERVICES

Investment in CSR promotes product differentiation atthe product and firm levels (McWilliams and Siegel,2000). Some firms (e.g. Bank BRI as a state-owned bank)produce goods or services with attributes or charac-teristics that signal to the consumer that the companyis concerned about certain social and environmental

Page 29: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

89

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: .............. (Dwi Astuti Ningsih dan Wakhid Slamet Ciptono)

issues. Bank BRI has tried to establish a socially re-sponsible corporate image. Both of these strategieswill encourage consumers to believe that, by consum-ing the product, they are directly or indirectly support-ing a cause. These strategies (strategic innovation)are effective with those consumers who wish to cham-pion firms that devote resources to CSR (consumer-oriented CSR). Consumer-oriented CSR may also in-volve intangible attributes such as a reputation forservice quality or reliability. The service process oc-curs simultaneously as the consumption of the serviceand cannot be separated from the consumption of theservice itself. As a result of the degree of simultaneityor inseparability between the production and consump-tion of services, services tend to be place dependent—proximity to the society (Decker, 2004).

As banking services are intangible and cannotbe sampled before purchase, Decker (2004) argues thatimage and trustworthiness of the suppliers are impor-tant for demand. In addition the banks have an inher-ent social responsibility to “know the customer”(Decker, 2004). The characteristics of banking serviceshighlight the important of trust, customer knowledge,and prudent management of funds, proximity and ac-cessibility as responsibilities that banks have in themarketplace. The banking industry provides societywith tools for managing, saving, and investing money(Decker, 2004).

THE CONCEPTUAL FRAMEWORK OF CSI

The last twenty years (1986-2006) have seen a radicalchange in the private sector’s relationship both withthe government and civil society. Globalization,regionalization, reformation, privatization, and a redraw-ing of the lines between government and business havechanged the basis on which private enterprises areexpected to contribute to the public good. Meanwhile,the relationship between companies and civil societyhas moved on from paternalistic philanthropy to a re-examination of the roles, rights, and responsibilities ofbusiness society (UNIDO, 2002).

The dynamics combined with the macrochanges have led to the emergence of a new approachto Corporate Social Responsibility (CSR), with compa-nies recognizing that improving their own impacts andaddressing wider social and environmental problems

will be crucial in securing their long-term success. In-creasingly, high profile companies are implementingCSR processes such as public commitment to stan-dards, community investment, continuous improve-ment and innovation, stakeholder engagement andcorporate reporting on social and environmental per-formance.

As CSR has developed and become more main-stream, leadership companies have become more am-bitious in their approach to each of these dimensions;the focus of external aspects, internal aspects, account-ability, and citizenship. At each dimension the restric-tions and contradictions imposed by a limited approachto CSR has led them to become more ambitious in tack-ling issues in a more strategic and integrated way (i.e.strategic innovation through corporate social innova-tion). In addition, CSR is needed in order to make asignificant contribution to addressing poverty, exclu-sion and environmental degradation. This will go be-yond CSR to corporate social innovation (CSI). CSI isemerging a partnership between private (business)companies and public interest that produces profit-able and sustainability—what companies must do tocreate a sustainable society (achieving sustainabilitythrough profitable and sustainable change for bothsides? Figure 1 shows the conceptual research frame-work. There are four causes should be considered bythe policy makers in order to develop four approachesof CSR/CSI—corporate scandals, transforming thecompany-centered, limits of global capacity, and fear,conflict and pressure.

Table 1 identified four elements of CSR/CSI and20 items of CSR/CSI which were used in this study.These elements were developed by Welford (2003) inhis study of corporate social responsibility in Europeand Asia: critical elements and best practice.

Page 30: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

90

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Corporate Scandals

Transforming the Company-Centered

Limits of Global Capacity

Fear, Conflict, Pressure

Internal aspects

External aspects

Accountability

Citizenship

Corporate Social Responsibility (CSR)

Strategic Innovation Corporate Social Innovation

(CSI) What companies must do to create a

sustainable society (achieving sustainability through profitable and sustainable change for

both sides)?

A Partnership between Private Enterprise and Public Interest

Cause Approach

Figure 1Four Approaches of Corporate Social InnovationSource: Kawamura, 2005, p. 8 and Kanter, 1999.

Table 1Element of Corporate Social Responsibility and Corporate Social Innovation

Page 31: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

91

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: .............. (Dwi Astuti Ningsih dan Wakhid Slamet Ciptono)

Source: Welford, 2003, p. 24.

METHODOLOGY

According to Yin (2003), there are three conditions thatdetermine the applicability of certain research strate-gies. The three conditions consist of (1) the type ofresearch question posed, (2) the extent of control aninvestigator has over actual behavioral events, and (3)the degree of focus on contemporary as apposed tohistorical events. Yin suggests that various strategiesare not mutually exclusive, but that certain situationsexist in which a specific strategy has a distinct advan-tage. For the case study approach (i.e. a single indus-try and/or multiple case study) to have a distinct ad-vantage, a “how” and “why” questions (an explana-tory research approach) should be asked about a con-temporary set of events over which the investigatorhas little or no control. Smith and Reece (1999) usedthis criterion in their article of the relationship of strat-egy, fit, productivity, and business performance in aservice setting.

The particulars of this study, in terms of thecondition suggested by Yin (2003) and implemented

by Smith and Reece (1999), strongly suggest the casestudy (a single industry and/or multiple case studies)as the most appropriate research methodology. A singleindustry was chosen for the study because the restric-tion permitted the control of several potential confound-ing variables that often differ between industries, in-cluding the scope and complexity of innovation (CSR)issues (Curkovic et al., 2000). The most important con-tribution of the present investigation (factor analysis)is in the analysis of a sample of banking institution(Bank BRI) at the management level from the bankingindustry (a single industry). The advantage of con-centrating on a single industry is that the factor analy-sis of the twenty dimensions of CSR-CSI can be morecomplete because unique characteristics of the indus-try can be included (Simpson and Kohers, 2002).

Empirical data for the cross-sectional study wascollected from Bank BRI’s branch offices in Jogjakarta.Yin (2003) lists six sources of evidence that can be thefocus of data collection for case studies. These sourcesare documentation, archival records, interviews, directobservations, participant observation, and physical

Page 32: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

92

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

artifacts. Three of these sources are used in this study.Structured interviews of a majority of the managers ateach Bank BRI’s branch office are used for the twentydimensions of CSR-CSI. Archival records in the formof operating reports are used for all twenty dimensions.Finally, direct observation is used for the practices ofthe CSR-CSI dimensions, primarily to corroborate andvalidate the findings from the structured interviews.The use of multiple informants (the three level of man-agement—top, middle, and low) helps with both thevalidity and reliability of the study. In addition, a data-base containing the various field notes, documents,and narratives collected over the course of the studywas maintained to improve reliability (Smith & Reece,1999).

The structured interviews (the questionnaire de-velopment) were based on a previous assessing study(Welford, 2003). The questionnaire asked the manag-ers at the Bank BRI’s branch office to respond to a setof twenty dimensions of CSR-CSI, synthesized fromWelford’s study of the establishments on a five-pointinterval scale (1 = not at all true; 2 = slightly true; 3 =somewhat true; 4 = mostly true; and 5 = completelytrue). The researcher borrowed the original version ofthe questionnaires (in English) from the previous stud-ies and then translated it into Indonesian languageusing the back-translation method, so nothing any dis-crepancies (Brislin, 1986). During the translation pro-cess, the wording of some items adapted to achieve ameaning in Indonesian language closer to the originalmeaning in English. All negatively worded items werereworded into a positive form. Participants answeredusing a five-point Likert-type scale ranging from not atall true to completely true. The second version of thequestionnaire in Indonesian language was used in thesurvey. Reliability and convergent validity assessmentwere performed after the survey has been accomplishedby examining item-to-total correlation and employingconfirmatory factor analysis, where several items weredropped for further analysis.

A total of 90 individual usable questionnaireswere returned thus qualified for analysis, representingan effective response rate of 45 percent. Of these, 12were from high level managers, 36 from middle levelmanagers, and 42 from low level managers.

RESULTS AND DISCUSSIONThe results of the survey on CSR-CSI elements aresummarized in Table 2. This Table outlines the meansand standard deviations for the individual element ofCSR-CSI in the scale and for the overall scale. Theaverage scores of 20 elements of CSR-CSI range from3.32 for element 20 (Q20) to 4.44 for element 1 (Q1).Element 5 (Q5) has the largest standard deviation, at0.906. Issue on which the score is relatively low is item5. It would be seem that many of the respondents donot recommend that element 5 does not important todevelop strategic innovation through corporate socialinnovation (CSI) program.

Table 2Descriptive Statistic

N Mean Std. DeviationQ1 90 4.44 0.583Q2 90 4.14 0.855Q3 90 4.38 0.646Q4 90 4.20 0.706Q5 90 3.86 0.906Q6 90 4.23 0.637Q7 90 4.06 0.606Q8 90 3.84 0.886Q9 90 3.99 0.571Q10 90 3.97 0.741Q11 90 4.08 0.622Q12 90 3.99 0.711Q13 90 3.91 0.856Q14 90 3.78 0.614Q15 90 3.98 0.653Q16 90 3.99 0.742Q17 90 3.91 0.697Q18 90 3.96 0.702Q19 90 3.47 0.810Q20 90 3.32 0.832Valid N(Listwise) 90

Source: Ningsih, 2006.

Page 33: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

93

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: .............. (Dwi Astuti Ningsih dan Wakhid Slamet Ciptono)

Instrument Reliability

In determining the reliability of the multi-item scale,item to total correlations and coefficient alpha(Cronbach, 1951) were calculated. The results of thereliability analysis for the importance and performanceof 20 CSR-CSI dimensions (20 elements) are outlined inTable 3. The scale purification was carried out becauseelements number 2,5,14, and 18 with item-total correla-tions of lower than 0.50. These elements were elimi-nated. The eliminations were improving the standard-ize item alpha from 0.8992 (Table 3) to 0.9047 (Table 4),reliabilities of 0.70 or higher will suffice. These confirmthe reliability of the 16 elements of CSR-CSI for BankBRI Jogjakarta.

Table 3Reliability Analysis –Scale (Alpha)—20 Elements of CSR-CSI

Reliability CoefficientsN of Cases = 90 N of Items = 20Alpha = 0.8992Source: Ningsih, 2006.

Page 34: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

94

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Reliability CoefficientsN of Cases = 90 N of Items = 16Alpha = 0.9047Source: Ningsih, 2006.

Table 4Reliability Analysis –Scale (Alpha)—16 Elements of CSR-CSI

Factor AnalysisIn order to apply the factor analysis approach a num-ber of issues had to be addressed. Firstly, the appro-priateness of data for factor analysis was examiningusing Barlett’s test of Sphericity. The test result forsphericity was large at 772.311 with a correspondingsmall level of associated significance 0.000. Second,the Kaiser-Meyer Olkin (KMO) measures of samplingadequacy were also employed to measure the strengthof the relationship among 20 elements of CSR-CSI Thetest result at 0.819 can be classed as meritorious andprovides further justification for using factor analysis.

Factor LoadingsTable 5 presents the total variance explained. It showsthe factors and their associated eigenvalues, the per-centage of variance explained and the cumulative per-centages. The study found that there are four factors.These four factors accounted for 68.105 per cent of thetotal variance.

Page 35: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

95

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: .............. (Dwi Astuti Ningsih dan Wakhid Slamet Ciptono)

Table 6 shows four groups of CSR-CSI elements.The first group has eight significant loadings, the sec-ond group has four, the third group has two, and thefourth group has two. To ensure that only very signifi-cant loadings are considered, the variables for a factorselected only when the absolute size of their factorloading is above 0.60. For the first group, the research-ers identified one group of eight elements of CSR-CSIas External Aspects of Innovation. For the secondgroup, which have four elements can be assigned asInternal Aspects of Innovation. For the third group,which have two elements can be assigned as Account-ability. For the fourth group, which have two elementscan be assigned as Citizenships.

Table 5Total Variance Explained

Extraction Method: Principal Component AnalysisSource: Ningsih, 2006.

Page 36: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

96

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

CONCLUSION

The empirical analysis found that there are four criticalfactors of corporate social innovation— External As-pects, Internal Aspects, Accountability, andCitizenships. Empirical data for this study (a cross-sectional study) were collected from 90 respondent’smanagers in the Bank BRI Jogjakarta. The survey indi-cates that these four factors accounted for 68.105 percent of the total variance. This investigation is believedto make a contribution to the strategic innovation byproviding empirical evidence from a single Bank thathas a set of unique characteristics that offer additionalinsights.

The Bank BRI Jogjakarta must continue toevolve and learn with perseverance four elements CSI,especially related to the real-time strategic innovation.Presentation of these results on the four elements of

CSI facilitates management interpretation of the infor-mation and increases their usefulness in making stra-tegic innovation decisions. Its results show that deci-sion makers of Bank BRI in Jogjakarta can gain consid-erably from articulating and adapting a comprehensive(corporate) strategy for their innovation activities. Thegains that materialize from such a strategy can enhancea company’s growth and value—economic value-added(EVA) and market value-added (MVA).

Corporate social innovation is a comprehensivemanagement system (an integrative approach) forachieving continuous society improvement in stake-holder satisfaction. Corporate social innovation is notone-short deal, but rather a commitment for the life ofthe organization. For it to be successful there must bestrong visionary leadership which earnestly believesin the company’s development program, and more im-portant, its society involvement and empowerment.

Extraction Method: Principal Component AnalysisRotation Method: Varimax with Kaiser Normalizationa. Rotation Converged in 6 IterationsSource: Ningsih, 2006.

Table 6Rotated Component Matrix a

Page 37: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

97

GOING BEYOND CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: .............. (Dwi Astuti Ningsih dan Wakhid Slamet Ciptono)

A bank service must translate customer (client) require-ments into objectives for operations of corporate so-cial innovation known as competitive priorities. Com-mon competitive priorities include low cost, quality,delivery, and flexibility (Ward et al., 1998). It has beenwidely accepted that competitive priorities in service-manufacturing can be expressed by at least four basicfactors: cost, quality, delivery, and flexibility (Fine andHax, 1985; Hayes and Wheelwright, 1984 in Zhao etal., 2002: p. 287). With the severe competition in theglobal marketplace, product (goods and services) lifecycle is becoming increasingly shorter; so a fifth fac-tor, innovativeness, is now a critical factor in determin-ing the success of a company (Leong et al., 1990). It iscommonly known that the first innovative productavailable in the marketplace can usually be sold at ahigher profit margin (Zhao et al., 2002).

It is important to note that the first potentiallimitation of this study stems from the use of a crosssectional analysis. Cross sectional analysis only giveus portrayed at a particular point of time. The researchercan not examine the dynamic nature of trade-off whichis changing over time (Silveira and Slack, 2001). In ad-dition the researcher encourages thinking aboutwhether the link between quality factors and customersatisfaction vary over time, either because other timethe sustainable community developments are theoreti-cally important or because this link is unstable for somereason. Next research should be conducted longitudi-nally to observe the progress of the development ofstrategic innovation through corporate social innova-tion program.

REFERENCES

Brislin, R.W. (1986). The Wording and Translation ofResearch Instruments. In W.J. Looner & J.W.Berry (Eds.), Field Methods in Cross-CulturalResearch. Beverly Hills, CA: Sage.

Bryman, A., & Cramer, D. (1997). Quantitative DataAnalysis with SPSS for Windows: A Guide forSocial Scientists. Rutledge, New Fetter Lane,London.

Bryman, A., & Bell, E. (2003). Business Research Meth-ods. Oxford University Press, Inc., New York.

Budiman A., Prasetijo, A., & Rudito B. (2004). Corpo-rate Social Responsibility, ISCD, Jakarta.

Cronbach, I.J. (September, 1951). Coefficient Alpha andthe Internal Structure of Tests. Psychometrika,16 (3), 297-333.

Curkovic, S., Melnyk, S., Calantone, R. & Handfield, R.(2000). Validating the Malcolm Baldrige NationalQuality Award Framework through StructuralEquation Modelling. International Journal ofProduction Research. 38 (4), 765-791.

Decker, O.S. (2004). Corporate Social Responsibility andStructural Change in Financial Services. Mana-gerial Auditing Journal, 19 (6), 712-728.

Fine, C.H. and Hax, A.C. (1985). Manufacturing strat-egy: a methodology and an illustration, Inter-faces, Vol. 15 (6); pp. 28-46.

Hayes, R.H., and Wheelwright, S.C. (1984). Restoringour competitive edge: Competing throughmanufacturing, New York: John Wiley & Sons.

Kanter, R.M. (1995). World-class: Thriving Locally inthe Global Economy. New York, N.Y: Simon andSchuster.

Kawamura, M. (2005). The Evolution of Corporate So-cial Responsibility in Japan (Part 2)—How CSR“Swells” Have Impacted Corporate Values. NLIResearch: 1-9.

Kotler, P., & Lee, N. (2005). Corporate Social Respon-sibility: Doing the Most Good for Your Com-pany and Your Case, Hoboken, New Jersey,John Wiley & Sons, Inc.

Leong, G.K., Snyder, D.L., and Ward, P.T. (1990). Re-search in the process and content of manufac-turing strategy, OMEGA, Vol. 18 (2); pp. 109-122.

Page 38: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

98

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

McWilliams, A., & and Siegel, D. (2000). CorporateSocial Responsibility and Financial Perfor-mance: Correlation or Misspecification? Strate-gic Management Journal, 21, 603-609.

Ningsih, D.A. (2006). Implementation Analysis of Cor-porate Social Responsibility in Bank BRIJogjakarta. MM Thesis. Gadjah Mada Univer-sity, Jogjakarta.

Schilling, M.A. (2005). Strategic Management of Tech-nological Innovation. New York: McGraw-Hill.

Sekaran, U. (2000). Research Methods for Business: ASkill-Building Approach. 3rd edition. USA:John Wiley & Sons, Inc.

Silveira, G.D., and Slack, N. (2001). Exploring the Trade-Off Concept, International Journal of Opera-tion and Production Management, 21 (7): 919-964.

Simpson, W.G., and Kohers, T. (2002, January). TheLink between Corporate Social and FinancialPerformance: Evidence From the Banking In-dustry. Journal of Business Ethics. 2 (2), 97-109.

Smith, T.M. & Reece, J.S. (1999). The Relationship ofStrategy, Fit, Productivity, and Business Per-formance in a Service Setting. Journal of Op-erations Management. 17, 145-161.

The Magazine of Garuda Indonesia. (August, 2006).Tackling Independence’s Unfinished Project,30-33.

Tidd, J., Bessant, J., and Pavitt, K. (2005). ManagingInnovation: Integrating Technological, Mar-ket and Organizational Change. 3rd Edition.The Atrium, Southern Gate, Chichester, En-gland: John Wiley and Sons.

United Nations Industrial Development Organization(UNIDO). (2002). Corporate Social Responsibil-ity: Implication for Small and Medium Enterprisesin Developing Countries, Vienna, 1-67.

Welford, R. (2003). Corporate Social Responsibility inEurope and Asia: Critical Elements and BestPractice, Corporate Environmental Gover-nance Programme, 1-9.

Yin, R.K. (2003). Case Study Research: Design andMethod. Thousand Oaks, California, Sage Pub-lications, Inc.

Zhao, X., Yeung, J.H.Y., and Zhou, Q. (2002). Competi-tive priorities of enterprises in mainland China,Total Quality Management, Vol. 13 (3); pp. 285-300.

Page 39: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

99

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSIPASAR SAHAM: PROBLEMA DAN PELUANG RISET

Andreas Lako1

1 Dr. Andreas Lako, M.Si., adalah Dosen Tetap Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Katolik SoegijapranataSemarang.

Vol. 18, No.2, Agustus 2007Hal. 99-113

ABSTRACTThis paper reviews the development, theoritical basis,empirical studies and crucial issues of value relevanceliterature over last two decades. This review is crucialbecause there is a considerable debate in recently ac-counting literature that the value relevance of financialstatements numbers to investors has declined or lost asignificant portion over time. However, numerous em-pirical studies investigated the claim reported incon-clusive empirical results.

The review finds that there are two main prob-lems with respect to those mixed results. First, it isrelated to the misspecification of using the theoreticalbasis between valuation theory plus contextual ac-counting arguments and market efficiency theory. Theother problem is related to the misspecification of ap-plying the measurement methodology in assessing thevalue relevance of accounting numbers to stock mar-kets. The review also finds that the declining of valuerelevance of accounting numbers over time is triggeredby the ignorance of intangible assets, dramaticallycanges of business environment, and raise of compet-ing information sources in most empirical studies. Forthe future research, this study suggests to the research-ers to consider accurately the identified factors, be-sides the firm specific factors such as systematic risk,

firm size, corporate governance and firm quality.

Keywords: value relevance, explanatory power, re-turn model, price model, association study, dan in-tangible assets.

PENDAHULUAN

Sejak Lev (1989) melaporkan hasil evaluasinya terhadaphasil-hasil riset akuntansi berbasis pasar modal diAmerika Serikat (AS) bahwa kegunaan informasi labauntuk pasar saham sangat terbatas, yaitu berkisar 2%-5% untuk periode jendela pendek dan 1%-10% untukperiode jendela panjang, dalam dua dekade terakhirberkembang klaim dalam literatur akuntansi keuanganbahwa relevansi nilai (value relevance) dari informasiakuntansi untuk investor pasar saham telah menurunatau memburuk kualitasnya dari waktu ke waktu.Sejumlah studi empiris di AS dan negara-negaraberbasis Internasional Accounting Standards (IAS),termasuk Indonesia, telah menginvestigasi klaimtersebut. Namun, bukti-bukti empiris yang dilaporkanmasih belum konklusif.

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 40: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

100

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Belum konklusifnya hasil-hasil studi tersebutmenimbulkan kebingungan di kalangan badan-badanpenetap standar akuntansi (standard setters) danpembuat regulasi pasar modal tentang apakah perluatau tidak perlu membuat atau merevisi standar-standardan regulasi-regulasi yang telah ada untukmeningkatkan kualitas dan kegunaan informasi laporankeuangan untuk pasar saham (Holthausen dan Watts,2001). Berdasarkan perspektif akademis, belumkonklusifnya hasil-hasil studi tersebut jugamenimbulkan sejumlah pertanyaan riset (research ques-tions) berikut ini: Mengapa hasil-hasil studi value rel-evance belum konklusif? Apa problema dan bagaimanasolusinya agar hasil-hasil riset selanjutnya dapatdipercaya dan bermanfaat dalam rekomendasi kebijakanuntuk standard setters dan regulatory bodies?

Tulisan singkat ini memaparkan hasil telaahliteratur (literature review) penulis untuk menjawabsejumlah pertanyaan krusial tersebut. Bagian keduamemaparkan perkembangan dan area riset value rel-evance untuk pasar saham. Bagian ketiga memaparkantinjauan teoritis literatur value relevance, sementarabagian keempat memaparkan riset-riset empirisnya.Bagian terakhir membahas problema dalam riset valuerelevance selama ini dan peluang-peluang risetnya dimasa depan.

TELAAH RISET VALUE RELEVANCE

Secara historis, perkembangan riset value relevance2

informasi akuntansi untuk pasar saham (selanjutnyadisingkat studi value relevance) telah berkembangsejak akhir dekade 1960an sejak Ball dan Brown (1968)dan Beaver (1968) melakukan pengujian secara empirisuntuk mengungkap kegunaan dari angka-angkaakuntansi (khususnya laba) untuk pasar saham. Keduastudi tersebut sama-sama melaporkan bahwa labaakuntansi memiliki kandungan informasi (information

content) dan berguna untuk investor saham padaperiode sekitar pengumuman laba.

Metode studi peristiwa (event study) dan desainriset yang dikembangkan, serta hasil-hasil empiris yangdilaporkan Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968)tersebut menjadi peletak fondasi awal danmenginspirasi bagi pengembangan riset-riset akuntansiberbasis pasar modal (market-based accounting re-search–MBAR) pada dekade-dekade berikutnya [Levdan Ohlson (1982), Watts dan Zimmerman (1986), Ber-nard (1989), Kothari (2001), Beaver (2002)]. Bukti-buktiempiris yang dilaporkan para periset berikutnya secarakonklusif menyimpulkan bahwa pengumumaninformasi akuntansi, khususnya laba, memilikikandungan informasi atau daya penjelas (explanatorypower) terhadap perubahan harga-harga atau returnsaham di sekitar periode peristiwa (event window)pengumuman laba atau laporan keuangan (Lako, 2007).Berdasarkan inspirasi bukti-bukti empiris yang cukupekstensif tersebut, Lev (1989) melakukan evaluasiterhadap sejumlah hasil riset empiris dari tiga jurnalterkemuka AS selama periode 1980-1988. Levmelaporkan bahwa nilai R2 informasi laba untuk inves-tor sangat terbatas, yaitu hanya berkisar 2%-5% untukperiode jendela yang pendek dan 1%-10% untukperiode jendela yang panjang3. Sementara nilai R2 relasireturn dengan rasio-rasio profitabilitas hanya berkisar5%-7%. Lev menyatakan bahwa rendahnya kontribusilaba untuk keputusan investasi saham investor tersebutkemungkinan disebabkan oleh: 1) adanya misspesifikasimetodologi pengukuran dan basis teoritis, khususnyadalam penggunaan price model dan return model dalamsejumlah riset empiris; 2) adanya irasionalitas investor(noise trading) atau pasar modal yang tidak efisien(inefficient market); atau 3) rendahnya kualitas atauinformation content laba yang dilaporkan tampakbegitu besar.

2 Holthausen dan Watts (2001) mengkategorikan studi-studi value relevance yang mengivestigasi relasi antara nilai pasarsaham dengan angka-angka akuntansi untuk tujuan menilai atau menyajikan suatu basis penilaian terhadap kegunaan angka-angka akuntansi di dalam suatu standar akuntansi sebagai literatur value relevance. Namun Easton (1999), Barth et al. (2001),Kothari (2001), Beaver (2002) dan lainnya menggunakan istilah literatur value relevance berkenaan dengan studi-studi yangmenginvestigasi relasi antara angka-angka akuntansi dengan nilai pasar saham (yang tercermin dalam perubahan harga-hargasaham) untuk mengungkapkan relevansi nilai informasi akuntansi untuk investor pasar saham pada suatu periode tertentu.

Page 41: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

101

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

Berdasarkan temuan tersebut, Lev (1989)mengusulkan perlunya paradigma baru dalam risetakuntansi untuk menguji kembali paradigma lama risetrelasi return-earnings untuk menginvestigasi kualitaslaba yang dilaporkan. Lev mengusulkan dua agendariset akuntansi di masa depan, yaitu: 1) menginvestigasiproses diseminasi informasi finansial dalam pasar modaluntuk memahami penggunaan aktual data akuntansiyang dilaporkan, dan 2) menginvestigasi kebijakan-kebijakan akuntansi untuk perbaikan dalam pengukuranakuntansi dan teknik-teknik valuasi yangmempengaruhi kemampuan laba dan item-item laporankeuangan lainnya untuk memudahkan prediksiterhadap arus kas untuk investor.

Hasil evaluasi dan usulan Lev (1989) tersebuttelah memberi dampak yang sangat luas terhadap arahdan fokus baru dalam riset-riset akuntansi berbasispasar modal (MBAR) dalam dua dekade terakhir,khususnya perkembangan literatur value relevanceinformasi akuntansi. Hasil telaah literatur yang penulislakukan terhadap hasil-hasil riset value relevance yangtelah diterbitkan sejumlah jurnal akuntansi dankeuangan terkemuka maupun yang masih dalam bentukworking paper dalam 15 tahun terakhir menunjukkanbahwa fokus utama dari riset-riset MBAR danpengembangan model-model empiris value relevanceadalah searah dengan usulan Lev (1989). Arah, fokus,dan ekstensi riset-riset empiris value relevance dapatdigolongkan dalam tujuh kelompok atau area berikut.

Kelompok pertama adalah riset-riset yangmengembangkan model-model empiris untuk mengukurdan memperbaiki misspesifikasi metodologipengukuran dan basis teoritis untuk relasi harga/re-turn saham dengan angka-angka akuntansi (Olhson1995, 2001; Feltham-Olhson 1995, 1996). Ada tiga modelyang dikembangkan meliputi balance sheet model,earnings model, dan Olhson model. Namun, modelyang banyak digunakan dalam riset empiris adalahmodel Olhson 1995 [Easton (1999) Holthausen danWatts (2001), Barth et al. (2001), Ota (2001), Beaver(2002)].

Kelompok kedua adalah riset-riset yang mengujirelasi harga/return saham dengan angka-angka

akuntansi untuk mengkonfirmasi apakah item-itemlaporan keuangan masih memiliki relevansi nilai yangsubstansial untuk pasar saham atau telah menurun ataumemburuk kualitasnya dari waktu ke waktu [Easton etal. (1993), Amir dan Lev (1996), Collins et al. (1997),Harris dan Muller (1998), Ely dan Waymire (1999),Francis dan Schipper (1999), Lev dan Zarowin (1999),Brief et al. (2000), Brown et al. (1999), Charitou danClubb (2000), Chen et al. (2001), Jorin dan Talmor (2001),Arce dan Mora (2002), Sami dan Zhou (2002), Ryandan Zarowin (2003), Chen dan Zhang (2003), danYaekura (2003)]. Di Indonesia, sejumlah periset [Warsidi(2002), Arsyah (2003), Pinasti (2004), Lako (2007), Lakodan Hartono (2005)] juga telah menguji isu tersebut.Secara umum, riset-riset tersebut melaporkan bukti-buktiempiris yang belum konklusif.

Kelompok ketiga adalah riset-riset yang mengujivaliditas empiris dari hasil-hasil riset value relevanceyang berkembang dengan mengajukan perbaikanmodel-model pengukuran empiris [Kothari danZimmerman (1995), Brown et al. (1999), Ota (2001),Landsman dan Maydew (2002), Ryan dan Zarowin(2003), Easton dan Sommers (2003)]. Secara umum,dilaporkan bahwa relevansi nilai informasi akuntansi,khususnya laba, tidak menurun seperti dilaporkan olehsejumlah riset sebelumnya. Perbedaan penggunaanmodel (price model versus return model) dan masalah-masalah ekonometrik dalam penggunaan model-modelpengukuran diduga menjadi penyebab utama terjadinyaperbedaan hasil-hasil yang dilaporkan (Brown et al.1999, Easton 1999, Ota 2001, Kothari dan Zimmerman1995, Holthausen dan Watts 2001, Barth et al. 2001,Beaver 2002).

Kelompok keempat adalah riset-riset yangmenguji klaim Lev (1989) bahwa rendahnya kualitaslaba disebabkan adanya investor irrationality ataupasar modal yang tidak efisien [Bhushan (1994), Balldan Bartov (1996), Soffer dan Lys (1999), Bartov et al.(2000), Hoitash et al. (2002), Aboody et al. (2002),Mendenhall (2002), dan Kothari et al. (2004). Secaraumum, sejumlah riset tersebut melaporkan bahwamenurunnya respon pasar terhadap pengumuman labaatau memburuknya kualitas laba dari waktu ke waktu,

3 Tiga jurnal terkemuka tersebut adalah The Accounting Review, Journal of Accounting Research, dan Journalof Accounting & Economics. Jumlah artikel empiris yang dievaluasi Lev berjumlah 19 artikel.

Page 42: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

102

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

dan terjadinya fenomena post-earnings announcementdrifts (PEAD) seperti yang dilaporkan oleh sejumlahstudi disebabkan oleh perilaku investor yang tidakrasional (noise trading) atau inefficient market. Setelahmengontrol perilaku spekulatif investor, friksi pasar, danconfounding effects lainnya, sejumlah riset tersebutmelaporkan bahwa relevansi laba tidak menurun danbahkan cenderung meningkat secara agregat.

Kelompok kelima adalah riset-riset yangmenginvestigasi proses diseminasi informasi finansialdalam pasar modal untuk memahami penggunaan aktualangka-angka akuntansi yang dilaporkan [Botosan(1997), Healy et al. (1999), Bushee dan Noe (2000),Lundholm dan Myers (2002), dan Miller (2002)]. Secaraumum, sejumlah riset tersebut menyimpulkan bahwalevel dan luas pengungkapan, serta timeliness aktivitaspengungkapan memiliki dampak yang signifikanterhadap relasi laba dan angka-angka akuntansi lainnyadengan harga/return saham.

Kelompok keenam adalah riset-riset yangmengklaim bahwa rendahnya relevansi nilai informasiakuntansi untuk pasar saham seperti dilaporkansejumlah periset disebabkan karena riset-riset tersebuttidak mempertimbangkan item-item aset tidak berwujud(intangible assets). Kelompok periset ini antara lainLev dan Sougiannis (1996), Amir dan Lev (1996), Barthet al. (1998), Ittner dan Larcker (1998), Aboody dan Lev(1998), Lev dan Zarrowin (1999), dan Gu dan Lev (2001).Mereka menilai bahwa intangible assets memainkanperan yang semakin bertambah penting dalam ekonomi,khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yangmengandalkan teknologi maju.

Kelompok ketujuh adalah riset-riset yangmengevaluasi apakah hasi-hasil riset value relevancetelah memberi kontribusi yang signifikan kepada stan-dard setters dalam proses penetapan standar-standarakuntansi keuangan (Ely dan Waymire 1999,Holthausen dan Watts 2001, dan Barth et al. 2001).Secara umum, hasil evaluasi Holthausen dan Watts(2001) dan Barth et al. (2001) memberi kesimpulan yangbertentangan. Ely dan Waymire (1999) dan Holthausen

dan Watts (2001) menyimpulkan bahwa hasil-hasil risetvalue relevance hanya memberikan sedikit kontribusiuntuk standard setters. Sebaliknya, Barth et al. (2001)menyimpulkan bahwa hasil-hasil riset value relevancememberikan fruitful insights untuk standard settersdalam proses penetapan standar-standar akuntansikeuangan. Perbedaan perspektif dalam mendefinisikanvalue relevance secara operasional dan penggunaanmetoda valuasi tampaknya menjadi titik pangkalpenyebab munculnya perbedaan konklusi tersebut.

Secara umum, hasil-hasil riset value relevancedengan settings sampel perusahaan-perusahaan publikyang tercatat di pasar modal AS memberi bukti-buktiyang masih belum konklusif. Demikian pula riset-risetvalue relevance yang menggunakan settings laporankeuangan perusahaan-perusahaan publik dari sejumlahnegara anggota International Accounting Standards(IAS), termasuk Indonesia, juga melaporkan bukti-buktiyang belum konklusif. Karena itu, evaluasi secara kritisterhadap penyebab terjadinya kesimpulan yang belumkonklusif tersebut menjadi sangat penting.

TELAAH TEORITIS STUDI VALUE RELEVANCEINFORMASI AKUNTANSI

Dalam literatur akuntansi keuangan, suatu angkaakuntansi didefinisikan sebagai value relevance jikaangka tersebut berasosiasi secara signifikan dengannilai-nilai pasar ekuitas [Ohlson (1995, 2001), Barth(2000), Holthausen dan Watts (2001) dan Barth et al.(2001)]. Menurut Barth et al. (2001), suatu angkaakuntansi dikatakan value relevance, yaitu memilikirelasi yang signifikan dengan harga-harga atau returnsaham, jika angka tersebut mencerminkan informasirelevan untuk investor dalam menilai perusahaan dandiukur dengan cukup reliabel yang tercermin dalamharga-harga atau return saham.4

Easton (1999) dan Beaver (2002) menyatakanbahwa riset value relevance bertujuan untuk mengujiasosiasi antara variabel dependen berbasis hargasekuritas dengan sejumlah variabel akuntansi funda-

4 Barth et al. (2001) menyebut konsepsi ini sebagai value relevance hypothesis (VRH), yaitu bahwa suatu angka akuntansididefinisikan sebagai value relevant jika angka tersebut memiliki suatu asosiasi yang dapat diprediksikan dengan nilai-nilaipasar sekuritas. Hipotesis ini tampaknya merujuk pada pendekatan studi asosiasi (association study) dengan periode jendelayang panjang dalam menguji relasi antara angka-angka akuntansi dengan harga-harga atau return sekuritas.

Page 43: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

103

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

mental. Suatu angka akuntansi disebut “value rel-evant” jika angka tersebut secara signifikan berasosiasidengan variabel dependen (harga/return sekuritas).Menurut Barth et al. (2001) dan Beaver (2002), risetvalue relevance berperan penting untuk memberikanbukti-bukti empiris tentang apakah angka-angkaakuntansi berhubungan dengan nilai pasar sekuritasyang diprediksikan. Jika relasi antara harga/returnsaham dengan angka-angka akuntansi (diukur dengankoefisien regresi atau nilai R2) lebih besar atau tidaksama dengan nol, maka angka-angka akuntansi tersebutmemiliki value relevance untuk pasar saham. Demikianpula sebaliknya.

Secara umum, ada dua perspektif teori yangmendasari hipotesis value relevance. Perspektifpertama adalah information perspective on decisionusefulness. Perspektif ini mengakui bahwa tanggungjawab individual untuk memprediksikan kinerjaperusahaan di masa depan dan memfokuskan padapenyajian informasi yang berguna untuk tujuantersebut. Pendekatan ini mengakui bahwa pasar sahamakan bereaksi terhadap pengumuman informasi yangberguna dari sumber mana saja (termasuk dari laporankeuangan) dan juga mengakui bahwa informasimerupakan suatu komoditas yang sangat kompleks dannilai sosial serta privatnya tidak sama. Perspektif inimenerima historical costs sebagai basis akuntansi danmengandalkan full disclosure untuk meningkatkankegunaan informasi laporan keuangan kepada inves-tor. Perspektif kedua adalah measurement perspectiveon decision usefulness. Perspektif ini mengakui bahwaakuntan bertanggung jawab untuk menyatukan fairvalues dalam laporan keuangan utama, menjamin bahwapenyatuan itu dilakukan dengan reliabilitas yang tinggi,dan membantu investor memprediksi kinerjaperusahaan di masa depan. Perpektif ini mengandalkanpendekatan studi asosiasi (association studies) untukmengukur relevansi nilai angka-angka akuntansi untukpasar saham.

Berkenaan dengan karakteristik dari riset valuerelevance, Beaver (2002) menyatakan ada duakarakteristik menonjol. Pertama, riset value relevancememerlukan pengetahuan yang mendalam tentanginstitusi-institusi dan standar-standar akuntansi, sertagambaran spesifik tentang angka-angka akuntansi yangdilaporkan. Pengetahuan ini mencakup tujuanpelaporan keuangan yang dinyatakan, kriteria yang

digunakan standard setters, basis untuk standar-standar spesifik, dan rincian bagaimana mengkonstrukangka-angka akuntansi dalam suatu standar tertentu.Kedua, timeliness informasi bukanlah suatu isu yangdikesampingkan. Walaupun riset value relevancemencakup event study (studi peristiwa), namun risetvalue relevance juga mencakup studi-studi yangmenguji relasi antara level dari harga-harga sahamdengan data akuntansi. Level studies (studi level)mengidentifikasi drivers of value yang mungkintercermin dalam harga-harga saham selama periodewaktu yang lama. Riset value relevance menguji nilaipasar sekuritas pada suatu titik waktu tertentu sebagaisuatu fungsi linear dari variabel-variabel akuntansi.

Berdasarkan pengertian dan tujuan di atas,dapat dituliskan bahwa riset value relevance bertujuanuntuk menginvestigasi relevansi nilai atau kegunaandari angka-angka laporan keuangan untuk investorpasar saham dalam pengambilan keputusan investasipada suatu periode. Relevansi nilai itu pada suatuperiode tertentu tersebut biasanya diukur denganbesaran nilai R2 regresi. Besar-kecilnya nilai R2

mencerminkan tinggi-rendahnya relevansi nilaiinformasi akuntansi untuk pasar saham.

Permasalahan krusial yang timbul dan menjadiperdebatan serius di kalangan para periset akuntansiselama ini adalah bahwa tinggi-rendahnya nilai R2 yangdihasilkan tersebut sangat tergantung pada pendekatanstudi dan model pengukuran yang digunakan oleh parapeneliti. Jika para periset menggunakan pendekatanstudi peristiwa (event study) dan model return dalammenilai relevansi nilai informasi akuntansi, makakoefisien estimasi dan R2 regresi yang dihasilkan akancenderung lebih rendah daripada jika merekamenggunakan pendekatan studi asosiasi (associationstudy) dan model harga (price model). Tabel 1memperlihatkan nilai R2 dari price model (model harga)lebih tinggi dibanding return model (model return).

Karena itu, ketepatan dalam penggunaanpendekatan studi dan model pengukuran empirisdengan mempertimbangkan basis teoritis dan asumsi-asumsi yang mendasarinya secara tepat sertamemperhatikan isu-isu ekonometrik yang melekat padapenggunaan suatu model pengukuran perlu menjadipertimbangan utama para peneliti dalam mengukurrelevansi nilai informasi akuntansi.

Secara teoritis dan ekonometrik, penggunaan

Page 44: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

104

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

event study dengan periode jendela yang pendek danreturn model lebih tepat digunakan untuk mengukurrelevansi nilai informasi akuntansi untuk pasar saham(Lako, 2007). Pengukuran relevansi nilai informasiakuntansi yang menggunakan pendekatan event studydengan periode jendela yang pendek adalah sesuaidengan teori pasar efisien (EMH). Teori pasar modalefisien memprediksikan bahwa harga-harga darisekuritas-sekuritas yang diperdagangkan pada suatupasar modal pada setiap waktu secara wajarmerefleksikan semua informasi yang diketahui secarapublik berkaitan dengan harga-harga sekuritas tersebut(Scott, 2003).

Secara eksplisit, teori pasar efisienmemprediksikan bahwa pasar saham akan meresponsecara cepat dan tepat terhadap suatu pengumumaninformasi baru atau peristiwa-peristiwa spesifiktertentu, dan respon tersebut terrefleksi dalamperubahan atau pergerakan harga-harga saham selamaperiode pengumuman informasi atau kejadian suatuperistiwa. Jika terjadi perubahan harga-harga sekuritas,maka pengumuman informasi baru atau kejadian suatuperistiwa tersebut memiliki kandungan informasi danberguna bagi pasar saham. Demikian pula sebaliknya,jika tidak terjadi perubahan harga-harga sekuritas makapengumuman informasi baru atau kejadian tersebuttidak memiliki kandungan informasi dan tidak bermaknabagi pasar saham (Dyckman dan Morse 1986, Beaver1998, Kothari 2001, Scott 2003).

BUKTI-BUKTI EMPIRIS STUDI VALUE REL-EVANCE INFORMASI AKUNTANSI

Secara umum, sejumlah studi empiris yangmenginvestigasi relevansi nilai informasi akuntansiuntuk pasar saham, seperti dilakukan Easton et al.(1993), Amir dan Lev (1996), Collins et al. (1997), Chang(1999), Ely dan Waymire (1999), Francis dan Schipper(1999), Lev dan Zarowin (1999), Brief dan Zarowin(2002), Brown et al. (1999), Charitou dan Clubb (2000),Jorin dan Talmor (2001), Sami dan Zhou (2002), Ryandan Zarowin (2003), Chen dan Zhang (2003),melaporkan bahwa informasi akuntansi memilikirelevansi nilai. Namun demikian, bukti-bukti empirisberkenaan dengan tren dan besaran relevansi nilaiinformasi akuntansi cenderung saling bertentangansatu sama lain.

Riset-riset empiris di AS untuk menguji klaimyang berkembang dalam literatur akuntansi keuanganbahwa relevansi nilai informasi laporan keuangan untukpasar saham telah menurun atau memburuk kualitasnyadari waktu ke waktu melaporkan bukti-bukti yang belumkonklusif. Misalnya, studi Lev (1989), Amir dan Lev(1996), Collins et al. (1997), Francis dan Schipper (1999)dan Ely &Waymire (1999) melaporkan telah terjadipenurunan relevansi nilai laba dan kenaikan nilai bukuneraca. Namun, Amir dan Lev (1996), Chang (1999)dan Brown et al (1999) memberi bukti bahwa terjadipenurunan relevansi nilai laba dan nilai buku. Lev &Zarowin (1999) melaporkan bahwa relevansi nilai laba,arus kas, dan nilai buku sedang memburuk selama 20tahun terakhir. Sementara Ball dan Bartov (1996), Sofferdan Lys (1999), Brown et al. (1999), Landsman danMaydew (2002), Hoitash et al. (2002), Aboody et al.(2002), dan Kothari el al. (2004) memberikan bukti empirisbahwa relevansi nilai laba tidak menurun dan memburukkualitasnya dari waktu ke waktu.

Studi-studi value relevance yang menggunakansettings informasi laporan keuangan di sejumlah negaraanggota International Accounting Standards Boardd(IASB) juga memberikan bukti-bukti empiris yang samadengan bukti-bukti empiris di AS. Sejumlah studi yangmembandingkan relevansi nilai informasi akuntansiberbasis USA-GAAP dengan GAAP domestik negara-negara non AS Harris et al. (1994), Charitou dan Clubb(2000), dan Yaekura (2003)] melaporkan bahwa relevansinilai informasi akuntansi antar dua negara yang berbedabasis GAAP sering berbeda arah dan besarannya.Demikian pula studi-studi komparasi relevansi nilaiinformasi akuntansi antar negara, baik yang berbasisIAS, code law versus common law, bank orientedversus equity oriented maupun GAAP domestik jugamelaporkan bukti-bukti empiris bahwa relevansi nilaidari angka-angka akuntansi untuk para investor pasarsaham berbeda-berbeda antar negara [Ali dan Hwang(2000), Garcia-Ayuso et al. (1998), Canibano et al. (2000),Bodnar et al. (2002), Jaggi dan Li (2002), Dumontier danLabelle (1998), Sami dan Zhou (2002), dan Lopes (2003)].

Misalnya, Muller et al. (1994) melaporkan bahwarelevansi nilai laporan keuangan dari negara-negarayang menganut bank-oriented system semakinmenurun dibanding negara-negara yang market/equityoriented karena di negara-negara penganut bank-ori-ented system, bank-bank memiliki akses langsung

Page 45: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

105

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

terhadap informasi keuangan korporat. Ali dan Hwang(2000) melaporkan bahwa relevansi nilai informasiakuntansi untuk negara-negara yang menganut bank-oriented systems dan negara-negara penganut sistemcontinental lebih rendah dari AS dan Inggris yangmenganut market-oriented. Selain itu juga dilaporkanbahwa relevansi nilai akuntansi lebih rendah jika aturan-aturan perpajakan secara signifikan mempengaruhipengukuran akuntansi keuangan. Hal ini disebabkanaturan-aturan perpajakan dipengaruhi oleh tujuanpolitik, ekonomi, dan sosial daripada kebutuhaninformasi dari para investor.

Garcia-Ayuso et al. (1998) yang mengujirelevansi nilai informasi akuntansi di beberapa pasarmodal negara-negara Uni Eropa, Jepang dan ASmelaporkan bahawa ada perbedaan yang signifikandalam relevansi nilai angka-angka akuntansi untuk in-vestor. Namun, perbedaan itu tidak sepenuhnya dapatdijelaskan oleh perbedaan dalam tingkat konservatismeantar sistem akuntansi. Canibano et al. (2000) yangmenguji explanatory power dari laba dan nilai bukuuntuk harga-harga saham dari beberapa negara UniEropa melaporkan bahwa ada perbedaan yangsignifikan dalam relevansi nilai laba dan nilai buku antarnegara Eropa. Mereka juga melaporkan bahwa laba dannilai buku tidak kehilangan relevansi nilainya selamabeberapa dekade terakhir.

Bodnar et al. (2002) menguji relevansi nilai darigeographical earnings disclosures dari perusahaan-perusahaan yang tercatat dan berdomisili di Australia,Canada, dan Inggris. Dilaporkan bahwa laba foreignuntuk tiga negara itu dinilai secara berbeda dari labadomestik. Hasil estimasi terhadap koefisien asosiasiuntuk perubahan dalam foreign earnings dengan re-turns adalah positif untuk tiga negara dan secarastatistik lebih besar dari koefisien asosiasi untukperubahan laba domestik di Canada dan Inggris.

Jaggi dan Li (2002) menguji relevansi nilai lababerdasarkan IAS untuk 35 negara anggota IASC.Mereka melaporkan bahwa laba berbasis IAS lebihrelevan dibanding laba berbasis GAAP domestik untukperusahaan-perusahaan Jerman, Italia dan Swiss.Namun, laba berbasis GAAP domestik secarakomparatif lebih memiliki relevansi nilai untukperusahaan-perusahaan Perancis. Evaluasi komparatifrelevansi nilai laba berbasis IAS antarnegaramenunjukkan bahwa relevansi nilai laba berbeda

antarnegara. Hasil ini mengindikasikan bahwa relevansinilai laba berbasis IAS berbeda antarnegara, bahkanantardua negara berbasis code law.

Sementara studi Brimble (2003) menguji asosiasiantara laba akuntansi dan nilai buku dengan harga-harga saham dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan Australia selama periode 1973-2001 yanghasil penelitiannya menunjukkan bahwa relevansi nilailaba untuk pasar saham tampak merosot dari waktu kewaktu, sementara nilai buku tampak tetap stabil.Relevansi nilai buku dari perusahaan-perusahaan keciltampak mengalami penurunan secara signifikan, namunhal tersebut tidak terjadi pada perusahaan-perusahaanbesar. Secara keseluruhan, relevansi laba dan nilai bukutidak menurun selama tiga dekade terakhir.

Sejumlah hasil studi value relevance informasiakuntansi di Indonesia (Warsidi, 2002; Arsyah, 2003;Lako, 2006; Lako dan Hartono 2005) juga melaporkanbukti-bukti yang masih saling bertentangan. Denganmenggunakan pendekatan studi asosiasi dan pricemodel, Warsidi (2002) dan Arsyah (2003) melaporkanbahwa relevansi nilai informasi laporan keuanganemiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dariwaktu ke waktu adalah cukup tinggi, yaitu masing-masing berkisar 19% - 75% dan 14% - 61% untukperiode 1990-2000 dan 1991-2000. Namun denganmengaplikasikan studi asosiasi dan return model sertaangka-angka akuntansi nominal dari emiten manufakturBEJ selama 1991-2003, Lako (2006) melaporkan bahwarelevansi nilai informasi akuntansi adalah sangatrendah, yaitu berkisar 1 % -11 %. Sementara Lako (2007)melaporkan bahwa relevansi nilai informasi laporankeuangan untuk pasar saham berkisar 2%-8,5% selamaperiode 1995-2004 dan cenderung menurun padaperiode peristiwa publikasi laporan keuangan.Sementara pada tanggal publikasi, tren relevansinilainya cenderung meningkat.

Secara keseluruhan, hasil-hasil studi yangmenguji klaim bahwa value relevance informasiakuntansi sudah menurun atau memburuk kualitasnyadalam beberapa dekade terakhir belum konklusif. Adasejumlah problema krusial yang diduga sebagaipenyebab utamanya. Pembahasan berikut inidifokuskan pada sejumlah problema krusial tersebut.

Page 46: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

106

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

PROBLEMA DALAM RISET VALUE RELEVANCE

Berdasarkan hasil evaluasi yang penulis lakukan, pal-ing sedikit ada dua faktor yang diduga sebagaipenyebab utama belum konklusifnya hasil-hasil studivalue relevance selama ini. Pertama, adanyamiskonsepsi dalam penggunaan basis teoritis studivalue relevance [Easton (1999), Holthausen dan Watts(2001), Barth et al. (2001), Beaver (2002)]. Kebanyakanstudi yang menginvestigasi relevansi nilai informasiakuntansi untuk pasar saham dari waktu ke waktumenggunakan teori valuasi dari model Ohlson (1995)dan argumen-argumen akuntansi kontekstual (contex-tual accounting arguments) sebagai basis valuasi5.Sementara sisanya menggunakan basis teori pasarefisien atau teori efficient market hypothesis (EMH)dan asumsi-asumsi yang mendasarinya yang biasanyadigunakan dalam studi information content untukmenilai kegunaan dari suatu pengumuman informasiakuntansi untuk investor pasar saham. Namun, hasil-hasil studi value relevance yang mengaplikasikankedua teori tersebut memberikan kesimpulan akhir yangbertentangan.

Hasil telaah Holthausen dan Watts (2001)menunjukkan bahwa dari 63 paper yang memfokuskanpada studi value relevance informasi akuntansi untukpasar saham, hanya 7 (11%) paper menggunakan studimarginal information content. Sementara selebihnyamenggunakan association study dan measurementstudy, yang mengabaikan teori EMH dan asumsi-asumsiyang mendasarinya dalam pengukuran. Perbedaanpendekatan studi yang berbeda basis teoritis tersebutmenghasilkan kesimpulan yang berbeda tentangbesaran relevansi nilai (koefisien estimasi dan R2

regresi) informasi akuntansi untuk pasar saham.Holthausen dan Watts (2001) bahkan secara pedasmengkritik bahwa riset-riset value relevance selamaini tidak memiliki basis teoritis yang jelas karena tidakberkaitan atau tidak menghubungkan antara value rel-evance dan value reliability informasi akuntansi sepertidisyaratkan dalam SFAC No. 2 (1980). Oleh karena itu,kontribusi dari hasil-hasil studi value relevance selamaini sangat kecil, bahkan tidak membawa implikasi

terhadap perbaikan/perubahan proses penetapanstandar (standard setting) untuk meningkatkan kualitasakuntansi. Kedua, ada misspesifikasi dalam metodovaluasi untuk mengukur relevansi nilai informasiakuntansi untuk pasar saham dan juga terdapatsejumlah isu ekonometrika yang tidak diperhatikan paraperiset [Lev (1989), Easton (1999), Brown et al (1999);Holthousen & Watts (2001); Barth et al. (2001), Ota(2001), Aboody et al. (2002), Beaver (2002), Hoitash etal. (2002), Kothari (2004)].

Hasil evalusi Holthausen dan Watts (2001)terhadap riset-riset value relevance selama dekade1990an hingga 2000an menunjukkan bahwa ada tigapendekatan studi dan tiga basis model empiris yangbanyak digunakan para periset akuntansi. Tigapendekatan tersebut adalah: 1) relative associationstudy, yaitu menguji asosiasi antara nilai pasar sahamdengan ukuran-ukuran bottom-line akuntansi (15artikel); 2) incremental association study, yaitu mengujiapakah angka-angka akuntansi dapat berguna untukmenjelaskan nilai pasar saham perusahaan dalamperiode jendela yang panjang dibanding faktor-faktorlain (53 artikel); dan 3) marginal information contentstudy, yaitu menguji apakah suatu angka akuntansitertentu menambah information set yang tersedia untukpara investor (7 artikel). Studi ini umumnyamenggunakan event study dengan periode jendelapendek. Sementara tiga model empiris yang seringdigunakan adalah model neraca, model laba dan modelOhlson (1995). Hasil telaah penulis terhadap artikel-artikel yang dievaluasi Holhausen dan Watts (2001)tersebut menunjukkan bahwa perbedaan dalampenggunaan pendekatan studi dan model valuasi dapatmenghasilkan besaran relevansi nilai informasiakuntansi untuk pasar saham yang berbeda pula.

Berdasarkan tiga pendekatan dan tiga modeltersebut, pendekatan incremental association studydan model Ohlson (1995) adalah yang paling banyakdigunakan. Kebanyakan studi value relevance berbasismodel Ohlson (1995) menggunakan price model danreturn model untuk menginvestigasi relevansi nilaiinformasi akuntansi untuk pasar saham. Sejumlah studimelaporkan bahwa, meskipun dua model valuasi

5 Teori valuasi dari model Ohlson (1995) memprediksikan bahwa harga/return saham merupakan suatu fungsi linear dari nilaibuku ekuitas dan laba abnormal masa sekarang yang diekspektasikan serta informasi-informasi lainnya.

Page 47: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

107

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

tersebut memiliki basis teoritis yang sama, namunkoefisien respon dan nilai R2 regresi yang dihasilkandari kedua model tersebut berbeda secara signifikandimana price model cenderung lebih tinggi daripadareturn model (Easton 1999, Holthausen dan Watts 2001,Ota 2001, dan Beaver 2002). Hasil-hasil studi yangmelaporkan perbedaan relevansi nilai (R2) dari dua modeltersebut disajikan dalam Tabel 1.

Sumber: Ota (2001)

Sejumlah periset, seperti Landsman danMogdiliani (1988), Kothari dan Zimmerman (1995),Easton (1999), Ota (2001), Kothari (2001), dan Beaver(2002) telah melakukan analisis teoritis untuk menilaimodel mana yang secara ekonometrik lebih ungguluntuk menguji relevansi nilai informasi akuntansi untukpasar saham. Namun kesimpulan yang dilaporkan jugamasih belum konklusif.

Kothari dan Zimmerman (1995) dan Ota (2001)menyarankan bahwa penggunaan terhadap keduamodel tersebut secara bersama-sama lebih cocok untukmengukur relevansi nilai informasi akuntansi. Namun,Easton (1999), Barth et al. (2001), Kothari (2001) danBeaver (2002) menyarankan agar para periset lebih tepatmenggunakan return model karena model tersebut

Sampel R2 Periset & Tahun Periode & Obs. Deskripsi Price Model Return Model

Korporat Jerman 0,14 0,07 Harris et al. (1994) 1982-1991 & 1.200 0bs Korporat USA 0,34 0,07

Utilities 0,78 0,33 Nwaeze (1998) 1970-1990 & 2.400 obs Manufaktur 0,51 0,15

Ely dan Waymire (1999)

1927-1993 & 6.700 obs

Korporat USA 0,44 0,18

Francis dan Chipper (1999)

1952-1994 & 78.000 obs.

Korporat USA 0,62 0,22

Lev dan Zarowin (1999)

1977- 1996 & 100.000 obs.

Korporat USA 0,76 0,07

Ota (2001) 1979-1999 & 27.000 Obs

Korporat Jepang 0,46 0,06

Tabel 1Perbandingan Relevansi Nilai (R2) antara Price Model dan Return Model dalam Studi

Value Relevance Informasi Akuntansi Untuk Pasar Saham

mempertimbangkan problema-problema ekonometrikdibandingkan price model. Hasil pengujian Dontoh etal. (2001) bahkan secara tegas menyatakan bahwa pricemodel berbasis harga-harga saham bukanlah suatuukuran (benchmark) yang tepat untuk mengukurkandungan informasi laba akuntansi karena harga-harga saham memiliki banyak gangguan (noisy).

Berkenaan dengan isu rendahnya relevansi nilai

informasi akuntansi untuk pasar saham seperti diklaimdalam sejumlah literatur akuntansi dalam satu dekadeterakhir, hasil telaah penulis menunjukkan paling sedikitada dua faktor yang diduga sebagai penyebabutamanya. Pertama, kebanyakan riset value relevanceselama ini tidak mempertimbangkan item intangibleassets dalam pengujian relevansi nilai informasiakuntansi untuk pasar saham. Hasil studi Lev danSougiannis (1996), Amir dan Lev (1996), Barth et al.(1998), Aboody dan Lev (1998), Lev dan Zarrowin(1999), Gu dan Lev (2001) dan Lako (2007) melaporkanbahwa intangible assets lebih value relevantdibandingkan item-item fundamental laporan keuanganlainnya dan memberi kontribusi yang signifikanmeningkatkan relevansi informasi akuntansi secara

Page 48: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

108

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

gabungan untuk penilaian ekuitas perusahaan. Lev danSougiannis (1996), Amir dan Lev (1996), Barth et al.(1998), Ittner dan Larcker (1998), Aboody dan Lev(1998), Lev dan Zarrowin (1999), Gu dan Lev (2001),Maines et al. (2003)] menilai bahwa peran intangibleassets semakin bertambah penting dalam ekonomi,khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yangmengandalkan teknologi.

Kedua, telah terjadi perubahan yang drastisdalam lingkungan ekonomi dan bisnis serta munculnyasumber-sumber informasi bersaing (competing infor-mation) sehingga pelaporan informasi akuntansi tidaklagi menjadi sumber utama informasi bagi para inves-tor pasar saham (Collins et al. 1997, Sinha dan Watts2001, Healy dan Palepu 2001, Francis et al. 2003). Healydan Palepu (2001) mengidentifikasi ada empat kekuatanekonomi makro yang dapat mereduksi peranpengungkapan pelaporan keuangan untuk investorpasar saham, yaitu inovasi teknologikal yang cepat,network organizations, perubahan iklim ekonomi danbisnis dari perusahaan-perusahaan audit dan analiskeuangan dan globalisasi.

Sementara penyebab terjadinya perbedaanrelevansi nilai informasi akuntansi antarnegarakemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan dalamorientasi sistem pasar modal, kualitas pasar modal, rejimpelaporan keuangan, tipe entitas bisnis, levelpenegakan regulasi, sistem dan kondisi ekonomi danpolitik, dan rerangka konseptual standar akuntansiantarnegara. Hasil studi Muller et al. (1994), Ali danKwang (2000), Bodnar et al. (2002), Jaggi dan Li (2002),dan Sami dan Zhou (2002) memperkuat dugaan tersebut.

SIMPULAN DAN PELUANG RISET

Tulisan ini bertujuan memaparkan perkembangan, ba-sis teoritis, problema, dan peluang riset dalam literaturvalue relevance informasi akuntansi untuk pasarsaham. Dalam dua dekade terakhir, topik ini menjadisalah satu agenda kajian yang mendapat perhatian besardalam riset-riset akuntansi berbasis pasar modal (mar-ket-based research in accounting-MBAR). Topik inimendapat perhatian serius dari para periset akuntansikarena berkembangnya klaim pada awal tahun 1990anbahwa relevansi nilai atau kegunaan dari informasilaporan keuangan untuk pasar saham telah menurunatau memburuk kualitasnya dari waktu ke waktu selama

beberapa dekade terakhir.Hasil telaah menunjukkan bahwa pasca Lev

(1989) melaporkan bahwa kegunaan informasi laporankeuangan (khususnya laba) untuk pasar saham sangatkecil, muncul berbagai upaya riset untukmenginvestigasi klaim tersebut. Secara umum, ada tujuharea riset value relevance yang berkembang, yaitu:1) Riset yang mengembangkan model-model valuasi

untuk mengukur dan memperbaiki misspesifikasimetodologi pengukuran dan basis teoritis untukrelasi harga/return saham dengan angka-angkaakuntansi;

2) Riset yang menguji relasi harga/return sahamdengan angka-angka akuntansi untukmengkonfirmasi apakah informasi akuntansi masihmemiliki relevansi nilai yang substansial untuk pasarsaham ataukah telah menurun kualitasnya;

3) Riset yang menguji validitas empiris dari hasil-hasilriset value relevance yang berkembang denganmengajukan perbaikan model-model valuasi empiris;

4) Riset yang menguji klaim Lev (1989) bahwarendahnya kualitas laba disebabkan adanya inves-tor irrationality atau pasar modal yang tidakefisien;

5) Riset yang menginvestigasi proses disseminasiinformasi finansial di pasar modal untuk memahamipenggunaan aktual data akuntansi yang dilaporkan;

6) Riset yang menguji klaim bahwa rendahnya relevansinilai informasi akuntansi karena riset-riset tersebuttidak mempertimbangkan intangible assets; dan

7) Riset yang mengevaluasi apakah hasi-hasil studivalue relevance selama ini memberi kontribusi yangsignifikan kepada standard setters dalam prosespenetapan standar akuntansi keuangan.

Secara keseluruhan, hasil-hasil studi value rel-evance tersebut melaporkan bukti-bukti yang belumkonklusif. Paling sedikit, ada dua penyebab utama belumkonklusifnya hasil-hasil studi value relevance.Pertama, adanya miskonsepsi penggunaan basisteoritis dalam riset-riset value relevance. Kebanyakanstudi value relevance menggunakan teori valuasi darimodel Ohlson (1995) sebagai basis valuasi, sementarasisanya menggunakan teori pasar efisien (efficientmarket hypothesis). Hasil-hasil studi yangmengaplikasikan dua teori tersebut melaporkankesimpulan yang berbeda tentang trend relevansi nilaiinformasi akuntansi untuk pasar saham.

Page 49: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

109

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

Kedua, ada misspesifikasi dalam pemakaian metodapengukuran dan terdapat sejumlah isu ekonometrikyang tidak diperhatikan periset. Hasil evalusiHolthausen dan Watts (2001) terhadap riset-riset valuerelevance selama dekade 1990an-2000an menunjukkanbahwa ada tiga pendekatan studi dan tiga model valuasiyang banyak digunakan. Tiga pendekatan tersebutadalah relative association study, incremental asso-ciation study dan marginal information content study.Sementara tiga model valuasi yang digunakan adalahmodel neraca, model laba dan model Ohlson (1995).Hasil telaah menunjukkan bahwa perbedaan dalampenggunaan pendekatan studi dan model valuasi dapatmenghasilkan kesimpulan yang berbeda.

Selain dua masalah krusial tersebut, studi-studivalue relevance selama ini juga mengabaikan dua faktorpenting berikut: 1) tidak mempertimbangkan intangibleassets dalam desain riset, dan 2) tidakmempertimbangkan fakor-faktor perubahan dalamlingkungan ekonomi dan bisnis, serta sumber-sumberinformasi bersaing lainnya selain pelaporan informasiakuntansi. Perbedaan dalam orientasi sistem pasarmodal, kualitas pasar modal, rejim pelaporan keuangan,tipe entitas bisnis, level penegakan regulasi, sistem dankondisi ekonomi dan politik, dan rerangka konseptualstandar akuntansi antarnegara juga diduga menjadipenyebab belum konklusifnya simpulan hasil-hasilstudi value relevance di sejumlah negara anggotaIASB. Oleh karena itu, studi-studi value relevance dimasa depan perlu menggunakan basis teoritis danspesifikasi model valuasi (desain riset) yang tepat.Selain mempertimbangkan angka-angka akuntansi fun-damental (bottom-line) yang berasal dari neraca,laporan laba-rugi, laporan perubahan modal danlaporan arus kas sebagai variabel independen, studi-studi selanjutnya juga perlu mempertimbangkan intan-gible assets, risiko sistematik korporat, corporate gov-ernance, kualitas perusahaan, perubahan lingkunganbisnis, setting pasar modal, dan rezim pelaporankeuangan di Indonesia sebagai variabel penelitian.Variabel-variabel tersebut, secara teoritis maupunintuitif, diduga memiliki pengaruh yang signifikan atauberasosiasi dengan nilai pasar sekuritas pada suatuperiode tertentu. Variabel-variabel tersebut dapatdiperlakukan sebagai variabel kontrol, pemoderasi, atauintervening.

Dengan mempertimbangkan secara cermatterhadap faktor–faktor tersebut maka hasil-hasil studivalue relevance di masa datang diharapkan akanmenghasilkan bukti-bukti empiris yang lebih valid danreliabel. Bukti-bukti tersebut diharapkan dapatmemberikan kontribusi atau implikasi kebijakan yangberarti untuk badan-badan penetap standar (standardsetters) akuntansi seperti Ikatan Akuntan Indonesia(IAI), dan otoritas pembuat regulasi pasar modal (regu-latory bodies) seperti Bapepam dan Bursa Efek Jakarta(BEJ) untuk membuat standar-standar dan regulasi-regulasi baru yang dapat meningkatkan kualitas danrelevansi nilai informasi laporan keuangan untuk pasarsaham.

DAFTAR PUSTAKA

Aboody, D., J. Hughes dan J. Liu. 2002. MeasuringValue Relevance in a (Possibly) Inefficient Mar-ket. Journal of Accounting Research. Vol 40.No 4. 965-986

Ali, A., dan L.S. Kwang. 2000. Country-Specific Fac-tors Related to Financial Reporting and the ValueRelevance of Accounting Data. Journal of Ac-counting Research. Vol. 38. No.1. 1-21

Amir, E. dan B. Lev. 1996. Value Relevance of Nonfi-nancial Information. Journal of Accounting andEconomics. Vol 22. 3 –30

Arce, M., dan A. Mora. 2002. Empirical Evidence of theEffect of European Accounting Differences onthe Stock Market Valuation of Earnings andBook Value. The European Accounting Review.Vol. 11. No.3.573-599

Arsjah, R.J. 2003. Hubungan Penilaian, Pendapatan danNilai Buku Ekuitas (Bukti Empiris padaPerusahaan-perusahaan yang bertahan di BEJlebih dari Sepuluh Tahun). Simposium NasionalAkuntansi VI. Surabaya 16-17 Oktober. 637-646

Ball, R. dan P. Brown. 1968. An Empirical Evaluation ofAccounting Income Numbers. Journal of Ac-counting Research. Vol. 6. 159-178

Page 50: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

110

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

______, dan E. Bartov. 1996. How Naive Investor isthe Stock Market’s Use of Earnings Informa-tion. Journal of Accounting and Economics.Vol 21. 319-337

Barth, M.E., W.H. Beaver dan W.R. Landsman. 2001.The Relevance of Value Relevance Literaturefor Financial Accounting Standard Setting:Another Review. Journal of Accounting andEconomics. Vol 31. 77-104

Bartov, E., S. Radhakrishan dan I. Krisnsky. 2000. In-vestor Sophistication and Patterns in the StockReturns after Earnings Announcements. TheAccounting Review. Vol 75. 43-63

______., S.R. Goldberg dan M. Kim. 2002. Compara-tive Value Relevence among German, U.S., andInternational Accounting Standards: A Ger-man Stock Market Perspective. Working Pa-per.

Beaver, W.H. 1968. The Information Content of AnnualEarning Announcements. Journal of Account-ing Research. Vol. 6. No.2. Hlm 67-1000

_______, 1998. Financial Reporting: An AccountingRevolution. Third Edition. Prentice Hall Inter-national, Inc.

_______. 2002. Perspectives on Recent Capital Mar-ket Research. The Accounting Review. Vol. 77(April), No 2. 453-474

Bernard, V.L. 1989.Capital Market Research in Account-ing during the 1980’s: A Critical review. DalamFrecka, T.J. (Ed.). The State of Accounting Re-search as We Enter the 1990s. University ofIllinois at Urbana-Champaign, Urbana.

Bhushan, R., 1994. An Informational Efficiency Perspec-tive on the Post-Earnings Announcement Drift.Journal of Financial Economics.Vol. 18. 45-65

Bodnar, G.M., L.S. Hwang dan N.J. Weintrop. 2002. TheValue Relevance of Foreign Income: An Aus-tralian, Canadian, and British Comparison. Work-ing Paper. 1-26

Botosan, C. 1997. Disclosure Level and the Cost ofEquity Capital. The Accounting Review. Vol. 72.323-350

Brief, R.P., dan P. Zarowin. 2002. The Valuer relevanceof Dividend, Book Value and Earnings. Work-ing Paper.

Brown, S., K. Lo dan T. Lys. 1999. Use of R2 in Ac-counting Research: Measuring Changes inValue Relevance over the Last Four Decades.Journal of Accounting and Economics. Vol 28.83-115

Bushee, B. dan C. Noe. 2000. Disclosure Equity, Insti-tutional Investors, and Stock Return Volatility.Journal of Accounting Research. Vol 38 (Supple-ment). 171-202

Canibano, L., M. Gracia-Ayuso dan J.A. Rueda. 2000.Is Accounting Information Loosing Relevance?Some Answers from European Countries. Work-ing Paper. 1-21

Chang, J. 1999. The Decline in Value Relevance ofEarnings and Book Values. Working Paper.Harvard University

Charitou, A., C. Clubb dan A. Andreou. 2000. The ValueRelevance of Earnings and Cash Flows: Empiri-cal Evidence for Japan. Journal of InternationalFinancial Management and Accounting. Vol.11. No. 1. 1-20

Cheng, C.S.A. dan S.S.M. Yang. 2003. The IncrementalInformation Content of Earnings and CashFlows from Operations Affected by their Ex-tremity. Journal of Business Funance & Audit-ing. Vol 30 (1) & (2). January/March. 73-116

Christensen, A.C. dan J.S. Demski. 2003. AccountingTheory: An Information Content Perspective.McGraw-Hill. New York

Christie, A.A. 1987. On Cross-Sectional Analysis inAccounting Research. Journal of Accountingand Economics. Vol. 9. 231-258

Page 51: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

111

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

Collins, D., E. Maydew dan L. Weis. 1997. Changes inthe Value Relevance of Earnings and Book Val-ues over the Past Forty Years. Journal of Ac-counting and Economics. Vol 24. 39 –67

Dyckman, T.R dan D. Morse. 1986. Efficient CapitalMarkets and Accounting: A Ctirical Analysis.Prentice- Hall. Inc. New Jersey

Dontoh, A., S. Radhakrishnan dan J. Ronen. 2001. IsStock Prices a Good Measure for AccessingValue Relevance of Earnings? An EmpiricalTest. Working Paper.

Easton, P.D. 1999. Security Returns and the Value Rel-evance of Accounting Data (Commentary). Ac-counting Horizons. Vol.13. No.4. 399-412.

_______, dan G.A. Sommers. 2003. Scale and the ScaleEffect in the Market-based Accounting Re-search. Journal of Business Finance & Ac-counting. Vol. 31 (1) & 2. January/March. 25-55

Eli, K. dan G. Waymire. 1999. Accounting Standard-Setting Organizations and Earnings Relevance:Longitudinal Evidence from NYSE CommonStocks, 1927–1993. Journal of Accounting Re-search. Vol 37. No.1. 293 —317

Feltham, G., dan J.A. Ohlson. 1995. Valuation and CleanSurplus Accounting for Operating and Finan-cial Activities. Contemporary Accounting Re-search. Vol 11. No 2. 689-731

________. 1996. Uncertainty Resolution and theTheory of Depreciation Measurement. Jour-nal of Accounting Research. Vol 34. 209-234

Financial Accounting Standards Board (FASB). 1978.Statement of Financial Accounting ConceptsNo.1: Objectives of Financial Reporting byBusiness Enterprises. Financial AccountingStandards Board.

Financial Accounting Standards Board (FASB). 1980.Statement of Financial Accounting ConceptsNo. 2: Qualitative Characteristics of Account-

ing Information. Financial Accounting Stan-dards Board

Francis, J. dan K. Schipper. 1999. Have Financial State-ments Lost Their Relevance?. Journal of Ac-counting Research. Vol 37. No.1. 319 – 352.

Gracia-Ayuso, M., J. Monterry dan C. Pineda. 1998. AComparative Analysis of the Value Relevanceof Accounting Information in the Capital Mar-kets of the European Union. Working Paper.

Harris, T.S., M. Lang, dan H.P. Moller. 1994. The Valuerelevance of German Accounting Measures: AnEmpirical Analysis. Journal of Accounting Re-search. Vol. 32. No. 2. 187-223

Healy, P. dan K.G. Pelepu. 2001. A Review of the Volun-tary Disclosure Literature. Journal of Account-ing & Economics. Vol 31. 105-231

_______., P., A. Hutton dan K.G. Palepu. 1999. StockPerformance and Intermediation Changessorrounding Sustained Increases in Disclosure.Contemporary Accounting Research. Vol 16.485-520

Hoitash, R., M. Krishnan dan S. Sankaraguruswamy.2002. Earnings Quality and Price Quality.Working Paper.

Holthausen, R.W. dan R.L Watts. 2001. The Relevanceof Value Relevance Literature for Financial Ac-counting Standard Setting. Journal of Account-ing and Economics. Vol 31. 3 –75

Jaggi, B. dan C. Li. 2002. Value Relevance of EarningsBased on International Accounting Standards.Working Paper.

Jorion, P. dan E. Talmor. 2001. Value Relevance of Fi-nancial and Non Financial Information inEmerging Countries: The Changing Roles ofWeb Traffic Data. Working Paper.

Kothari, S.P. 2001. Capital Market Research in Account-ing. Journal of Accounting and Economics. Vol31. 105-231

Page 52: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

112

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

________, dan. J.D. Zimmerman. 1995. Price and Re-turns Model. Journal of Accounting and Eco-nomics. Vol.20. 155-192

________, J. Lewellen dan J.B. Warner. 2004. StockReturns, Aggregate Earnings Surprises, andBehavioral Finance. Working Paper.

Landsman, W.R. dan E.L. Maydew. 2002. Has the In-formation Content of Quarterly Earnings An-nouncements Declined in the Past Three De-cades?. Journal of Accounting Research. Vol.40. No. 3 (June). 797 - 808

Lako, A. 2006. Relevansi Informasi Akuntansi UntukPasar Saham Indonesia: Teori dan BuktiEmpiris. Amara Books. Yogyakarta

_____. 2007. Relevansi Nilai Informasi laporanKeuangan Untuk Pasar Saham: PengujianBerbasis Teori Valuasi dan Pasar Efisien.Disertasi Tidak Dipublikasikan. SekolahPascasarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta

______ dan J. Hartono. 2005. Relevansi Nilai InformasiLaporan Keuangan untuk Pasar Saham:Pengujian Berbasis Return Model. WorkingPaper.

Lev, B. 1989. On the Usefulness of Earnings and Earn-ings Research: Lessons ans Directions for TwoDecades of Empirical Research. Journal of Ac-counting Research. Vol. 27. (Supplement). 153-192

_______ dan J.A. Ohlson. 1982. Market Based Empiri-cal Research in Accounting: A Review,Interpertation and Extensions. Supplement toJournal Accounting Research. Vol. 27. 249-322

_______dan P. Zarowin. 1999. The Boudaries of Fi-nancial Reporting and How to Extend Them.Journal of Accounting Research. Vol 37. No.1.353 –385

Lopes, A.B. 2003. The Value Relevance of BrazilianAccounting Numbers: An Empirical Investiga-tion. Working Paper

Maines, L.A, E. Bartov, P. M. Fairfield, D.E. Hirst, T.A.Iannaconi, R. Mallett, C.M. Schrand, D. J. Skin-ner dan L. Vincent. 2003. Implications of Ac-counting Research for the FASB’s Initiativeson Disclosure of Information about IntangibleAssets. Accounting Horizons. Vol. 17. No. 2.(June). 175-185

Mueller, G.G., H. Gernon dan G. Meek. 1994. Account-ing: An Interntional Perspective. Business OneIrwin. New York.

Nwaeze, E. 1998. Regulation and the Value Relevanceof Book Value and Earnings: Evidence fromUnited States. Contemporary Accounting Re-search. Vol. 15. (Spring). 547-573

Olhson, J. 1995. Earnings, Book Value, and dividend inSecurity Valuation. Contemporary AccountingResearch. Vol. 11. (Spring). 661-687

______. 2001. Earnings, Book Values, and Devidendsin Equity Valuation: An Empirical Perpective.Contemporary Accounting Research. Vol.18.No.1. (Spring). 107-120

Ota, K. 2001. The Impact of Valuation Models on Value-Relevance Studies in Accounting: A Review ofTheory and Evidence. Working Paper. The Aus-tralian National University.

Pinasti, M. 2004. Faktor-faktor Yang MenjelaskanVariasi Relevansi Nilai Informasi Akuntansi:Pengujian Hipotesis Informasi Alternatif. TesisS2. Program Pascasarjana Akuntansi Universi-tas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Rees, W.P. 1999. Influence of the Value Relevance ofEquity and Net Income in the UK. WorkingPaper .

Page 53: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

113

RELEVANSI NILAI INFORMASI AKUNTANSI PASAR SAHAM: PROBLEMA DAN.................. (Andreas Lako)

Ryan, S.G. dan P.A. Zarowin. 2003. Why Has theContemporanous Linear return-earnings Rela-tion Declined? The Accounting Review. Vol. 78.No. 2. 523-553

Sami, H. dan H. Zhou. 2002. A Comparison of ValueRelevance of Accounting Information in Dif-ferent Segments of the Chinese Stock Market.Working Paper.

Saudagaran, S.M. 2001. International Accounting: AUser Perspective. South-Western College Pub-lishing.

Scott, W.R. 2003. Financial Accounting Theory. ThirdEdition. Prentice–Hall International, Inc.

Soffer, L. dan T. Lys. 1999. Post-earnings Announce-ment Drift and the Dissemination of PredictableInformation. Contemporary Accounting Re-search. Vol 16. 305-331

Warsidi. 2002. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi diIndonesia. Tesis S2. Program PascasarjanaAkuntansi UGM.

Watts, R.L. and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Account-ing Theory. Prentice Hall. Englewood. New Jer-sey.

Page 54: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

114

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Page 55: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

115

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN .............................. (Heru Kurnianto Tjahjono)

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DANKEADILAN PROSEDURAL: APLIKASI

STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) DENGAN CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

Heru Kurnianto Tjahjono 1

1 Heru Kurnianto Tjahyono, SE., MM., adalah Dosen Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas MuhammadiyahYogyakarta sedang menempuh Program Doktor Psikologi pada Program Pascasarjana UGM.

Vol. 18, No.2, Agustus 2007Hal. 115-125

ABSTRACTThis paper describes the construction and empiricalevaluation of distributive and procedural justice itemsin performance appraisal phenomena. Items for thismeasure were generated by following international jour-nal in justice literature topics. The measure was thenvalidated in 2 separate studies in university setting.Study one used high social capital sample and studytwo used low social capital sample. Grouping of twostudies is done by using mean split sample to dividehigh and low in social capital people sample. The re-sults supported those items measure distributive jus-tice and procedural justice constructs.

Keywords: distributive, procedural justice, struc-tural equation modeling, dan confirmatory factoranalysis.

PENDAHULUAN

Keadilan distributif dan keadilan prosedural merupakandua tipe keadilan yang muncul pada awalperkembangan teori keadilan organisasional (Lind &Tyler, 1988). Pada awal perkembangan teori dan

penelitian keadilan organisasional, lebih fokus padakeadilan distributif. Perhatian utama penelitian tersebutpada inequity theory (Adams, 1965 dalam Schminke etal., 1997).

Pada era tahun 1980-an, penelitian keadilanorganisasional mulai menekankan pada kajian keadilanprosedural yang berkaitan dengan reaksi terhadapprosedur untuk menemukan model penilaian keadilan(Lind & Tyler, 1988). Perkembangan kajian keadilanprosedural diawali temuan Thibaut dan Walker (1978)yang menjelaskan bahwa individu tidak hanyamelakukan evaluasi terhadap alokasi atau distribusioutcomes, namun individu juga mengevaluasi keadilanprosedural untuk menentukan alokasi tersebut.Seseorang ketika mendapatkan distribusi outcomesyang tidak menyenangkan, mereka akan mengevaluasisecara lebih positif ketika mereka yakin prosesnyaberjalan adil. Penelitian tersebut menunjukkan bahwainput terhadap proses keputusan akan meningkatkanpersepsi individu terhadap keadilan prosedural.

Selanjutnya kedua tipe keadilan tersebut seringdibahas dalam berbagai penelitian keadilanorganisasional. Kedua tipe keadilan tersebut merupakankonstruk yang berbeda, namun keduanya memilikikeeratan yang tinggi dan hubungan keduanya bersifatkompleks (Folger, 1987 dalam Schminke et al., 1997).

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 56: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

116

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Dalam studi ini, kajian ditujukan untukmengkonstruksi dan memvalidasi kedua konstrukkeadilan tersebut, yaitu keadilan distributif dan keadilanprosedural di dalam fenomena penilaian kinerjaorganisasi. Pendekatan yang dilakukan adalah denganmenggunakan dimensi-dimensi keadilan yang sudahada melalui kajian literatur dan selanjutnya diidentifikasidan diadaptasi ke dalam fenomena penilaian kinerja. Didalam journal of organizational behavior, pendekatanini juga direkomendasikan dalam memvalidasi skala(Arnold et al., 2000).

TINJAUAN PUSTAKA UNTUK MEMAHAMIKEADILAN DISTRIBUTIF DAN KEADILANPROSEDURAL

Keadilan Distributif

Pembahasan mengenai keadilan distributif berfokuspada keadilan keputusan outcomes (Adams, 1965;Deutsch, 1975; Homann, 1961; Leventhal, 1976 dalamColquitt, 2001) dan telah menjadi pertimbangan funda-mental dalam teori keadilan selama 40 tahun terakhir(Colquitt et al. 2001). Pendekatan equity bersama teorideprivasi relatif (Crosby, 1976, 1982 dalam Primeaux etal., 2003) dan teori kognisi referen (Folger, 1986 dalamPrimeaux et al., 2003) menghasilkan tiga kriteria atauprinsip penting dalam menilai outcomes. Pertama adalahprinsip proporsi (equity) yang diajukan Adams (dalamoleh Carrel dan Dittrich, 1978), keadilan distributif dapatdicapai ketika inputs dan outcomes sebanding denganyang diperoleh rekan kerja. Jika perbandingan atauproporsinya lebih besar atau lebih kecil, maka karyawanmenilai hal tersebut tidak adil. Namun, bila proporsiyang diterima karyawan tersebut lebih besar, adakemungkinan hal tersebut dapat ditoleransi. MenurutPfeffer (1982) referensi pembanding dari proporsitersebut adalah pihak lain atau orang lain yangdipersepsikan oleh karyawan yang bersangkutan,memiliki posisi yang dapat dibandingkan (similar).

Di samping prinsip proporsi di atas, terdapatbeberapa prinsip lainnya seperti prinsip pemerataan(equality) dan prinsip yang mengutamakan kebutuhan(needs). Prinsip pemerataan menekankan pada menilaialokasi outcomes kepada semua karyawan atau pihakyang terlibat. Bila prinsip ini digunakan, maka variasipenerimaan antarkaryawan dengan lainnya relatif kecil.

Prinsip ketiga adalah prinsip mengutamakan kebutuhansebagai pertimbangan untuk distribusi. Intepretasinya,bahwa seorang karyawan akan memperoleh bagiansesuai dengan kebutuhannya, dalam kontekshubungan kerja. Semakin banyak kebutuhannya makaupah yang diterimanya secara umum akan semakinbesar. Penelitian mengenai keadilan distributifmenunjukkan bahwa persepsi individual mengenaikeadilan terhadap distribusi yang diperolehnyamempengaruhi sikap dan perilaku mereka (Schminke etal., 1997).

Dalam kajian keadilan distributif, beberapaprinsip-prinsip di dalamnya tidak selaras satu prinsipdengan prinsip lainnya. Sebagai contoh, prinsipproporsi tidak sejalan dengan prinsip pemerataan.Prinsip proporsi didorong oleh semangat kepentinganpribadi, sedangkan prinsip pemerataan didorong olehsemangat pro-sosial. Secara lebih spesifik,permasalahannya adalah bahwa prinsip tersebut jugatidak selaras dengan situasi ataupun tujuan yang ingindicapai organisasi. Sebagai contoh, prinsip proporsicocok untuk situasi kompetitif yang mendorongproduktifitas, karena prinsip tersebut dapatmenumbuhkan motivasi pada individu untukmemberikan kontribusi yang besar denganmengharapkan mendapatkan imbalan yang besar.Namun dari sisi lain, pendekatan tersebut dinilai terlalumenekankan pada aspek ekonomi dibandingkan aspeksosial sehingga mengabaikan solidaritas kelompok. Hallainnya, prinsip proporsi tersebut dapat menimbulkankesenjangan dan kembali bertentangan dengan prinsippemerataan. Oleh karena itu, untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut harus didasarkan pada pertimbanganyang hati-hati. Pertimbangan-pertimbangan tersebutsetidaknya mencakup konteks dan faktor-faktor indi-vidual dalam diri individu yang menilai keadilandistributif tersebut, serta tujuan organisasi.

Keadilan Prosedural

Pada saat perkembangan dinamis teori keadilandistributif, muncul pemikiran tentang penilaian keadilanprosedural sebagai komplemen yang dinilai tidak dapatterpisahkan dari penilaian keadilan distributif (Thibaut& Walker, 1975; dalam oleh Colquitt, 2001). Konsepkeadilan prosedural menjelaskan bahwa individu tidakhanya melakukan evaluasi terhadap alokasi atau

Page 57: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

117

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN .............................. (Heru Kurnianto Tjahjono)

distribusi outcomes, namun juga mengevaluasiterhadap keadilan prosedur untuk menentukan alokasitersebut. Persepsi keadilan prosedural dijelaskan olehdua model, yaitu pertama melalui model kepentinganpribadi (self interest) yang diajukan Thibaut dan Walker(1975; dalam Colquitt, 2001) dan model kedua, modelnilai kelompok (group value model) yang dikemukakanLind dan Tyler (1988).

Model kepentingan pribadi berbasis padaasumsi, bahwa orang berupaya memaksimalkankeuntungan pribadinya ketika berinteraksi denganpihak lain dan mengevaluasi prosedur denganmempertimbangkan kemampuannya untukmenghasilkan outcomes yang diinginkannya. Penilaianseseorang mengenai keadilan tidak hanya dipengaruhioleh outcomes apa yang mereka terima sebagai akibatkeputusan tertentu atau keadilan distributif, namunjuga pada proses atau bagaimana keputusan tersebutdibuat (Thibaut dan Walker, 1978). Penekananpandangan Thibaut dan Walker (1975) bahwa prosedurdikatakan adil jika dapat mengakomodasikankepentingan individu. Permasalahannya adalah bahwasetiap individu menginginkan kepentingannya dapatdiakomodasikan prosedur tersebut, padahalkepentingan-kepentingan tersebut seringkali berbedasatu dengan lainnya dan tidak jarang salingbertentangan. Kondisi demikian mengakibatkan konflikdan perselisihan (dispute) sehingga salah satu carapenting adalah menghadirkan pihak ketiga, jikakeduanya tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut.Thibaut dan Walker (1975; dalam Colquitt, 2001)menjelaskan ada dua tipe kontrol, yaitu kontrolkeputusan dan kontrol proses. Kontrol keputusanberkaitan dengan sejauh mana seseorang dapatmenentukan outcomes. Sedangkan kontrol proses ataudisebut juga voice berkaitan dengan sejauh manaseseorang dapat menentukan outcomes secara tidaklangsung dengan memberikan informasi yang relevankepada pengambil keputusan.

Berbeda dengan asumsi model kepentinganpribadi, model nilai kelompok menganggap bahwaindividu tidak dapat lepas dari kelompoknya. Salah satukritik penting yang disampaikan Lind dan Tyler (1988)terhadap model keadilan prosedural yangdikembangkan Thibaut dan Walker (1978) adalah bahwapengembangan konsep keadilan prosedural tidak hanyaberbasis pada perselisihan antarindividu sebagai titik

tolak pengembangan konsep. Model yang diajukanLind dan Tyler (1988) dikenal dengan asumsi modelnilai-nilai kelompok. Mereka memandang bahwaindividu tidak bisa lepas dari kelompoknya. Secaraalamiah terdapat dorongan agar individu tersebutmenjadi bagian dari kelompok. Sementara itu, proses-proses sosial dan prosedur dalam interaksi sosial selalumenjadi elemen kelompok sosial dan masyarakat.Konsekuensi bagi individu tersebut adalah lebihmengutamakan kebersamaan kelompok daripadakepentingan pribadi. Pada dasarnya, kedua model diatas menjelaskan mengapa keadilan prosedural muncul(Viswesvaran & Ones, 2002) dan perspektif Lind danTyler (1988) cenderung melengkapi asumsi Thibaut danWalker (1978).

Di samping kedua model di atas, Leventhal (1980dalam Lind & Tyler, 1988; Colquitt, 2001; Colquitt etal., 2001) lebih menekankan pada aspek instrumental.Ia berpendapat bahwa selain mengharapkan outcomeyang menguntungkan, seseorang juga memperhatikankeberlanjutan hubungan sosialnya. Oleh karena itu,prosedur yang adil juga harus memenuhi keduanya,standar kontrol (instrument) dan non kontrol (value-expressive). Dalam kaitan tersebut, diidentifikasi 6(enam) aturan yang harus dipenuhi sebagai persyaratanprosedur yang adil, meliputi: (1) consistency rule, yaituditerapkan kepada setiap orang secara konsisten dariwaktu ke waktu; (2) the bias suppression rule, yaitubebas dari kepentingan pribadi maupun pemihakanlainnya; (3) the accuracy rule, yaitu didasarkan padainformasi yang akurat berdasarkan fakta dan opini or-ang yang tepat; (4) the correctability rule, yaitumemungkinkan perbaikan dan modifikasi untukmengatasi kesalahan yang lalu dan yang potensial; (5)the representativeness rule, yaitu mewakili pandangandan nilai-nilai pihak-pihak yang dipengaruhi olehprosedur tersebut; (6) the ethicality rule, yaitu harussesuai dengan standar etika dan moral.

Modal Sosial

Modal sosial merupakan bentuk hubungansumberdaya yang melekat dalam diri manusia,kelompok ataupun jaringan sosial yang kemudiandiinterpretasikan ke dalam dimensi struktural (struc-tural), hubungan (relational) dan kognitif (cognitive).Aspek struktural meliputi keseluruhan pola hubungan

Page 58: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

118

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

antaraktor properti sistem dan jaringan secarakeseluruhan. Pada aspek tersebut, mereka yang memilikimodal sosial tinggi selalu ingin terlibat dalam sistemsosial (Granovetter, 1992 dalam Chua, 2002). Pada aspekrelasional, mereka yang memiliki modal sosial tinggiakan fokus pada sikap respek, persahabatan dankepercayaan kepada pihak lain (Putnam, 1993 dalamChua, 2002). Interaksi individu yang bersifat historisakan membangun modal sosial mereka (Granovetter,1992 dalam Chua, 2002) dan pada aspek kognitif, merekayang memiliki modal sosial tinggi cenderungmengidentifikasi dirinya dengan anggota masyarakatlainnya (Chua, 2002).

Pandangan di atas mendukung pendapat Chen(2004) bahwa modal sosial memiliki peranan pentingdalam model psikologi organisasi, karena modal sosialdapat membantu penjelasan fenomena psikologimanusia berkaitan dengan pemahaman apa yang merekakerjakan, bagaimana mereka bersikap dan bagaimanamereka menyelesaikan pekerjaan. (Putnam, 1993, dalamCairns et al., 2003). Dalam model psikologiorganisasional, faktor-faktor individu mempunyaiperanan dalam menjelaskan fenomena yangdigambarkan model tersebut.

Berkaitan dengan pentingnya memahamikarakteristik individu seperti yang digambarkan dalamkonsep modal sosial, maka dalam studi validasi denganCFA ini, modal sosial dijadikan sebagai dasarmengelompokkan sampel untuk melakukan validasipada sampel yang berbeda. Sampel dikelompokkan kedalam sub sampel orang-orang yang memiliki modalsosial tinggi dan sub sampel orang-orang yang memilikimodal sosial rendah.

Tabel 1 di bawah ini menampilkan beberapa penelitianterdahulu yang juga melakukan validasi terhadap item-item keadilan distributif dan keadilan prosedural. Tabelini juga menerangkan alat analisis yang digunakanapakah menggunakan SEM atau tidak.

Sumber: Penelusuran literatur.

Sedangkan validasi di dalam penelitian inimemperhatikan perbedaan karakteristik kelompokpopulasi yaitu modal sosial tinggi dan rendah dan jugamemperhatikan aspek konteks yaitu dalam settingpenilaian kinerja pada salah satu Perguruan Tinggi diYogyakarta.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini dianalisis dengan structural equationmodeling (SEM), dengan pendekatan analisis faktorkonfirmatori/confirmatory factor analysis (CFA). CFAdigunakan ketika peneliti memiliki basis pengetahuanyang mendasari struktur variabel laten. Berbasispengetahuan tersebut, peneliti dapat merumuskanhubungan antara faktor dengan ukuran-ukuranterobservasi seperti item-item pertanyaan. Tujuankajian ini adalah untuk mendapatkan dukungan dilapangan mengenai kevalidan item-item tersebut dalammengukur variabel laten, yaitu keadilan distributif dankeadilan prosedural.

Tabel 1Pengujian Validasi Keadilan Distributif dan

Prosedural

Page 59: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

119

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN .............................. (Heru Kurnianto Tjahjono)

Populasi

Salah satu agenda strategis sebuah Perguruan TinggiSwasta (PTS) besar di Yogyakarta adalah mendorongmanajemen PTS tersebut untuk melakukan perubahansistem penilaian kinerja yang menekankan padaproduktifitas karyawan dan berorientasi padapencapaian tujuan. Perubahan sistem penilaian kinerjadilakukan PTS tersebut pada bulan September 2003.Hal tersebut menjadi isu menarik terkait denganpersepsi dan perilaku karyawan pasca perubahansistem tersebut. Dengan demikian, populasi dalampenelitian ini adalah seluruh karyawan pada PTStersebut.

Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian di PTS tersebut ini melibatkan 7 fakultas, 1pusat pelatihan bahasa asing, 2 program pasca sarjana,13 Biro dan lembaga setingkat Biro, dan 1 BadanKendali Mutu. Jumlah karyawan PTS tersebutsebanyak 279 staf dan karyawan administrasi. Penelitianini menggunakan seluruh karyawan termasuk kepalabagian dan karyawan administrasi di lingkungan PTStersebut (populasi) sebagai subyek dalam penelitian.Selanjutnya, karyawan-karyawan dikelompok ke dalamdua kelompok sampel berdasarkan skor modal sosialyang tinggi dan modal sosial yang rendah.Pengelompokkan dilakukan menggunakan nilai rata-rata(mean split) dengan pertimbangan agar data yangdikelompokkan seimbang antarkelompok yang satudengan lainnya.

Definisi Operasional dan Pengukuran

Keadilan distributif menggambarkan persepsi karyawanmengenai keadilan manajemen berkaitan dengan isipenilaian kinerja. Pengukuran menggunakan 4 itempertanyaan Leventhal (1976) yang digunakan kembalidalam penelitian Colquitt (2001), dengan skala Likertantara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.Keadilan prosedural menggambarkan persepsikaryawan mengenai keadilan berdasarkan proseduryang digunakan manajemen untuk melakukan penilaiankinerja. Pengukuran menggunakan 7 item pertanyaanyang dikembangkan Colquitt (2001), dengan skalaLikert antara (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat

setuju.Modal Sosial dalam studi ini digunakan untuk membagisampel menjadi kelompok sampel modal sosial tinggidan kelompok modal sosial rendah untuk memperkuatvalidasi item-item ke dalam beberapa sampel studi.Pengukuran diturunkan dari tiga dimensi yangdikembangkan berdasarkan konstruk yang diajukanNahapiet dan Ghoshal (1998). Selanjutnya penelitimerujuk pada Chua (2002) yang mengembangkanpengukuran modal sosial ke dalam unit analisisindividu. Peneliti menggunakan 11 item pertanyaan,dengan 5 item skala Likert antara (1) sangat tidak setujusampai (5) sangat setuju.

Proses Penyusunan Item dan Validasi

Tahap pertama melakukan kajian literatur mengenaikonstruk-konstruk keadilan distributif dan keadilanprosedural. Peneliti melakukan adaptasi item modifikasiyang dilakukan Colquitt (2001) ke dalam kontekspenilaian kinerja di dalam organisasi. Tabel berikut inimenunjukkan modifikasi item yang dilakukan Colquitt(2001) atas beberapa konsepsi keadilan distributif dankeadilan prosedural.

Page 60: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

120

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Selanjutnya, item-item tersebut dapat dibuatdalam konteks spesifik dengan mengubah bagian-bagian item (paranthetical) (Colquitt, 2001). Ukuran-ukuran tersebut perlu disesuaikan untuk tetapbermakna pada beragam konteks (Greenberg, 1993).Makna outcomes dalam pertanyaan di atas secaraspesifik adalah outcomes yang diperoleh seseorangdari pekerjaannya (Colquitt, 2001), sebagai contoh upah,promosi, penilaian kinerja, dan lain-lain. Dalam kontekspenelitian ini, outcome yang dimaksud adalah penilaiankinerja.

Merujuk pada penelitian Colquitt (2001), makaitem-item keadilan distributif tersebutditransformasikan ke dalam konteks penilaian kinerjadengan menggunakan skala likert sebagai berikut:1. Penilaian kinerja terhadap diri saya di dalam

organisasi menggambarkan usaha yang telah sayalakukan dalam pekerjaan saya.

2. Penilaian kinerja terhadap diri saya di dalamorganisasi sesuai dengan pekerjaan yang telah sayalakukan.

3. Penilaian kinerja terhadap diri saya di dalamorganisasi menggambarkan apa yang telah sayakontribusikan kepada organisasi.

4. Penilaian kinerja terhadap diri saya di dalamorganisasi telah sesuai dengan kinerja yang sayaberikan.

Merujuk pada penelitian Colquitt (2001), makaitem-item keadilan prosedural tersebutditransformasikan ke dalam konteks penilaian kinerjadengan menggunakan skala likert sebagai berikut:1. Saya dapat mengekspresikan pandangan dan

perasaan pada prosedur-prosedur penilaian kinerja.2. Saya memiliki pengaruh terhadap prosedur-

prosedur penilaian kinerja.

Tabel 2Item-item Ukuran Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural

Page 61: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

121

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN .............................. (Heru Kurnianto Tjahjono)

3. Prosedur-prosedur penilaian kinerja telahdiaplikasikan secara konsisten.

4. Prosedur-prosedur dalam penilaian kinerja tidak lagimengandung bias (bias kepentingan pihak-pihaktertentu).

5. Prosedur-prosedur dalam penilaian kinerja telahdidasarkan pada informasi yang akurat.

6. Saya dapat mempertanyakan penilaian kinerja yangmuncul dari prosedur-prosedur tersebut.

7. Posedur-prosedur penilaian kinerja sesuai denganetik dan standar moral.

HASIL DAN DISKUSI

Analisis faktor konfirmatori/CFA dilakukan pada modeldua faktor keadilan, baik keadilan distributif dankeadilan prosedural dengan pertimbangan bahwasecara teoritik masing-masing item telah dikajimengukur konstruknya masing-masing. Dasar analisismenekankan pada validitas isi (content validity)masing-masing konstruk. Berkaitan dengan validitasisi, peneliti mengadaptasi item-item yang diambil dariliteratur jurnal internasional. Selanjutnya item-itemtersebut diadaptasi ke dalam fenomena penilaian ki-nerja. Dengan demikian, kajian ini tidak hanyamendasarkan pada hasil empirik semata (empirical cri-teria alone).

Kajian model dua faktor di dalam paper ini terdiriatas dua studi yang diambil dari satu penelitian berbasissampel besar yang terdiri atas 279 responden. Kemudianpeneliti membagi menjadi dua sub sampel dengan teknikmean split. Dasar pembagian adalah modal sosial tinggidan rendah yang ada pada diri responden.

Page 62: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

122

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistiktunggal untuk mengukur derajat kesesuaian model (Hairet al., 1998). Untuk itu perlu menggunakan beberapakesesuaian model untuk menilai apakah model tersebutsesuai dengan data. Hasil validasi dengan analisisfaktor konfirmatori pada kedua sub sampel karyawanPTS tersebut menunjukkan bahwa model dua faktorkeadilan distributif dan keadilan prosedural secaraumum memiliki goodness of fit yang baik dilihat padatabel di bawah ini.

RMSEA merupakan indeks yang dapatdigunakan untuk mengkompensasi chi square statistik.RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0.08merupakan indeks untuk dapat diterimanya model.RMSEA empiris diperoleh 0.04 dan 0.045 masih di bawah0.08 sehingga dapat dikatakan ada kesesuaian modeldengan data.

Hasil validasi masing-masing item menunjukkanbahwa keempat item pada konstruk keadilan distributif(sampel modal sosial tinggi) memiliki faktor loading di

Tabel 3Goodness of Fit Model Dua Faktor

Kriteria chi square bersifat sangat sensitifdengan besaran sampel, sehingga harus dilengkapialat uji lainnya (Hair et al., 1998). Semakin kecil nilai chisquare semakin baik. Demikian pula probabilitassignifikansinya, jika tidak signifikan pada p > 0.05 ataup > 0.01 berarti tidak ada perbedaan antara modeldengan data. Hasil validasi CFA model dua faktorkeadilan baik pada sampel modal sosial tinggi danrendah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antaramodel dan data.

Sedangkan GFI dan AGFI digunakan untukmenghitung proporsi tertimbang dari varians di dalammatriks kovarians populasi yang terestimasikan (Tanaka& Huba, 1989 dalam Ferdinand, 2000). GFI dalam modelregresi dianalogkan dengan R². Tingkat penerimaanyang direkomendasikan adalah bila GFI dan AGFImempunyai nilai yang sama atau lebih besar dari 0.90(Hair et al., 1998). Hasil validasi CFA kedua sampelmenunjukkan bahwa GFI > 0.90 dan AGFI hampirmencapai 0.90, sehingga dapat dikatakan memilikikesesuaian model yang relatif baik.

atas 0.5, yaitu X11 = 0.52, X12 = 0.61, X13 = 0.74 dan X4= 0.66. Hal tersebut menunjukkan bahwa masing-masing item tersebut menjelaskan konstruk denganlebih baik (Hair et al., 1998). Sedangkan keempat itempada konstruk keadilan distributif (sampel modal sosialrendah) memiliki faktor loading secara umum di atas0.5, kecuali X11 = 0.46, namun masih dalam batastoleransi, yaitu di atas 0.3 (Hair, 1998).

Demikian pula ketujuh item pada konstrukkeadilan prosedural (sampel modal sosial tinggi)memiliki faktor loading di atas 0,5, yaitu X21 =0.62, X22= 0.73, X23 = 0.53, X24 = 0.71, X25 = 0.74, X26 = 0.63dan X27 = 0.53. Sedangkan ketujuh item pada sampelmodal sosial rendah menunjukkan hasil di atas 0.5,kecuali X21 = 0.46, namun juga masih di dalam batastoleransi 0.3 (Hair, 1998).

Dengan melihat kesesuaian model dan faktorloading pada masing-masing konstruk, maka item-itemkeadilan distributif dan keadilan prosedural dalamfenomena penilaian kinerja mempunyai hasil validasiyang baik dalam sampel universitas, baik padakarakteristik sampel yang berbeda, yaitu mereka yang

Page 63: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

123

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN .............................. (Heru Kurnianto Tjahjono)

memiliki modal sosial tinggi dan rendah.

SIMPULAN DAN KETERBATASAN STUDI

Dalam SEM, bagian dari pemodelan yang ditujukanuntuk mengukur item-item yang membentuk faktor ataukonstruk disebut model pengukuran. Dalam studi inidilakukan modifikasi item ke dalam fenomena penilaiankinerja. Secara isi (content) basis pengetahuan yangmendasari konstruk sudah kuat. Oleh karena itu,digunakan pendekatan analisis faktor konfirmatori(CFA).

Secara umum hasil pengujian dengan CFAmenunjukkan bahwa item-item keadilan distributif dankeadilan prosedural dalam fenomena penilaian kinerjatervalidasi dengan baik pada sampel universitas. Prosesvalidasi dalam studi ini tidak berbasis pada hasil empirissemata, namun juga melalui diskusi mengenai isimasing-masing konstruk yang diterjemahkan ke dalamitem-item pengukuran (content validity). Untuk itu,studi ini melibatkan ahli perilaku organisasional danpraktisi, yaitu Kepala Biro SDM dalam membahas isidari masing-masing konstruk.

Salah satu keterbatasan dalam studi ini adalahberkaitan dengan pengembangan item-item konstrukyang hanya berbasis studi literatur yang ada sehinggacenderung membatasi pendekatan induktif. Padahalpendekatan induktif dapat mengelakkan kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan teori-teori danpenelitian yang tidak lengkap dan juga dapatmeningkatkan keluasan dan validitas instrumen. Olehkarena itu, pendekatan induktif dapat direkomendasikanuntuk studi mendatang tidak hanya berkaitan denganvalidasi item, namun juga mengeksplorasi item-itemsecara induktif.

Keterbatasan lainnya berkaitan dengan hasilstatistik adalah korelasi yang relatif tinggi antarvariabelindependen yaitu sebesar 0.83 untuk sampel modalsosial tinggi dan 0.78 untuk modal sosial rendah. Halitu menunjukkan keeratan yang tinggi antarvariabeltersebut atau dapat pula menunjukkan konsep yangtumpang tindih di antara keduanya. Di samping itu,penelitian ini menggunakan responden yang terbatas,yaitu karyawan-karyawan salah satu PTS diYogyakarta. Penelitian mendatang diharapkan dapatdiperluas dengan melibatkan responden yang lebihheterogen dan organisasi bisnis yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Adler, P.S. and Kwon, S.W. (2002). Social capital: pros-pects for a new concept. Academy of Manage-ment Review, 27 (1): 17-40.

Ambrose, M.L. and Schminke, M. (2003). Organizationstructure as a moderator of the relationship be-tween procedural justice, interactional justice,perceived organizational support and supervi-sory trust. Journal of Applied Psychology, 88(2):295-305.

Arbuckle, J.L. and Wothke, W. (1999). AMOS 4.0 User’sGuide. USA: Smallwaters Corporation.

Arnold, J.A., Arad, S., Rhoades, J.A., Drasgow, F. (2000).The empowering leadership questionnaire: theconstruction and validation of a new scle formeasuring leader behaviors. Journal of Organi-zational Behavior, 21: 249-269.

Barling, J. and Philips, M. (1993). Interactional justice,formal and distributive justice in the workplace:an exploratory study. The Journal of Psychol-ogy, 649(8): 1-4.

Cairns, E., Van Til, J. and Williamson, A. (2003). Socialcapital, collectivism-individualism and com-munity bacground in Nothern Ireland. A Re-port to The office of the First Minister and theDeputy First Minister and the Head of the Vol-untary and Community of Unit of the Depart-ment for Social Development.

Carrel, M.R. and Dittrich, J.E. (1978). Equity theory: therecent literature, methodological consider-ations, and new directions. Academy of Man-agement Review, 202-208.

Chen Kuo, Chia. (2004). Research on impacts of teamleadership on team effectiveness. The Journalof American Academy of Business, Cambridge,266-278.

Chua, Alton. (2002). The influence of social interactionon knowledge creation. Journal of IntelectualCapital, 3(4): 1-16.

Page 64: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

124

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Colquitt, J.A., Conlon, D.E., Wesson, M.J., Porter, C.and Ng, K.Y. (2001). Justice at the millennium: ameta-analytic review of 25 years of organiza-tional justice research. Journal of Applied Psy-chology, 86(3); 425-445.

Colquitt, J.A. (2001). On the dimensionality of organi-zational justice: a construct validation of mea-sure. Journal of Applied Psychology, 86(3): 386-400.

Cropanzano, R., Prehar, C.A. and Chen. P.Y. (2002).Using social exchange theory to distinguishprocedural from interactional justice. Group andOrganization Management, 27(3) Sept: 324-35.

Ferdinand, A. (2000). Structural Equation ModelingDalam Penelitian Manajemen. BP: Universi-tas Diponegoro

Folger, R. and Konovsky, M.A. (1989). Effects of pro-cedural and distributive justice on reactions topay raise decisions. Academy of ManagementJournal, 32(1): 115-130.

Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. dan Black, W.C.(1998). Multivariate Data Analysis. New Jer-sey: Prentice-Hall, Inc.

Konovsky, M.A and Cropanzano, R. (1991). Perceivedfairness of employee drug testing as a predic-tor of employee attitudes and job performance.Journal of Applied Psychology, 76(5): 689-707.

Konovsky, M.A. and Pugh, S.D. (1994). Citizenshipbehavior and social exchange. Academy of Man-agement Journal, 37(3): 656-696.

Lee, C. and Farh, J. (1999). The effects of gender inorganizational justice perception. Journal of Or-ganizational Behavior, 20: 133-143.

Lind, E.A. and Earley, P.C. (1992). Procedural justiceand culture. International Journal of Psychol-ogy, 27(2): 227-242.

Lind, E.A. and Tyler, T.R. (1988). The Social Psychol-ogy of Procedural Justice. New York: Planum.

Masterson, S.S., Lewis, K.,Goldman, B.M. and Taylor,M.S. (2000). Integrating justice and social ex-change: the differing effects of fair proceduresand treatment on work relationships. Academyof Management Journal, 43(4); 738-748.

McFarlin, D.B. and Sweeney, P.D. (1992). Distributiveand procedural justice as predictors of satis-faction with personal and organizational out-comes. Academy of Management Journal, 35(3):626-637.

Moorman. R.H., (1991). Relationship between organi-zational justice and organizational citizenshipbehaviors: do fairness perceptions influenceemployee citizenship? Journal of Applied Psy-chology, 76(6): 845-855.

Nahaphiet, J. and Ghoshal, S. (1998). Social capital, in-tellectual capital and the organizational advan-tage. Academy of Management Review, 23(2):242-266.

Pfeffer, J. (1982). Organizations And OrganizationTheory. USA: Pitman Publ. Inc.

Primeaux, P., Karri, R. and Caldwell, C. (2003). Culturalinsight to justice: A theoritical perpectivethrough a subjective lens. Journal of BusinessEthics. 46:187-199.

Schminke, M., Ambrose, M.L. and Noel, T.W. (1997).The effect of ethical frameworks on perceptionsof organizational justice. Academy of Manage-ment Journal, 40(5):1190-1207.

Skarlicky, D.P. and Folger, R. (1997). Retaliation in thework place. Journal of Applied Psychology,82(3): 434-443.

Sweeney, P.D. and McFarlin, D.B. (1993). Workers’evaluation of the “Ends” and the “Means”: anexamination of four models of distributive andprocedural justice. Organizational Behaviorand Human Decision Processes, (55):23-40.

Page 65: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

125

VALIDASI ITEM-ITEM KEADILAN DISTRIBUTIF DAN .............................. (Heru Kurnianto Tjahjono)

Tang, T.L. and Baldwin, L.J. (1996). Distributive andprocedural justice as related to satisfaction andcommitment. Sam Advanced Management jour-nal, 25-31.

Thibaut, J. and Walker, L. (1978). A theory of proce-dure. California Law Review, 66: 541-566.

Viswesvaran, C. and Ones, D.S. (2002). Examining theconstruct of organizational justice: A Meta-Analytic evaluation of relations with work atti-tudes and behaviors. Journal of Business Eth-ics, 38: 193-203.

Page 66: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

126

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Page 67: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

127

REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARI SHARE-HOLDERS .................. (St. Mahendra Soni Indriyo)

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARISHARE-HOLDERS KE STAKEHOLDERS UNTUK MENJAWAB

TANTANGAN GLOBALISASI DI MASA DEPAN

St. Mahendra Soni Indriyo 1

1 St. Mahendra Soni Indriyo, SH., M.Hum., adalah Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta sedangmenempuh Program Doktor Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Vol. 18, No.2, Agustus 2007Hal. 127-134

ABSTRACTThis article explores the importance of reorientationprocess of the corporation’s interest from sharehold-ers to stakeholders. The corporation’s attention andcommitment for stakeholders will give the positive con-tribution to the aim of corporation. Corporation’s reori-entation of Perseroan Terbatas (PT) was a strategicway for developing of business in Indonesia.

Keywords: reorientation process, corporation’s inter-est, shareholders, stakeholders.

PENDAHULUAN

Dunia korporasi (perusahaan) tidak dapat dipisahkandari kehidupan masyarakat. Eksistensi perusahaandibutuhkan untuk melakukan kegiatan ekonomi melaluiproses produksi dan distribusi baik barang maupunjasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalamperkembangannya, perusahaan-perusahaan tidakhanya semata-mata melakukan proses produksi baikbarang dan jasa untuk sekedar memenuhi kebutuhanmasyarakat. Dewasa ini, dunia perusahaan dengankreatifitasnya membuat produk-produk baru yangsebelumnya tidak dibutuhkan masyarakat, kemudian

ditawarkan (dijual) kepada masyarakat. Perusahaan-perusahaan dewasa ini menciptakan hukum baru, carabaru dalam makan dan minum, harapan dan impian baru,pola hidup baru dan cara berbisnis baru. (Djokopranoto,dalam Warta Aptik Edisi April-Juni 2005: 6). Penggunaanstrategi pemasaran melalui berbagai macam media iklandigunakan untuk menawarkan produk barang dan jasabaru ini kepada masyarakat.

Tingkat persaingan dalam dunia usaha dewasaini dan untuk masa mendatang semakin tajam.Perusahaan tidak lagi hanya bersaing dengan pemainlokal, regional, ataupun nasional, melainkan sudahberhadapan dengan pelaku-pelaku usaha yang bersifatglobal. Kehadiran Coca-cola, McDonald, Disney, Sony,Shell, IBM, Matsushita Inc, Johnson and Johnson,Borg-Warner melalui produk barang dan jasanya adadi lingkungan kita. Dunia sudah menjadi pasar yangbesar. Para pelaku usaha telah masuk pada eraglobalisasi. Globalisasi sudah merakit ekonomi dunia.Globalization refers to global economic integrationof many formerly national economies into one globaleconomy, mainly by free trade and free capital mobil-ity, but also by easy or uncontrolled migration. It isthe effective erasure of national boundaries for eco-nomic purposes. (Herman E Daly dikutip Djokopranoto,dalam Warta Aptik Edisi April-Juni 2005). Globaliza-tion is The increasing integration of economies

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 68: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

128

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

around the world, particularly through trade and fi-nancial flows. It also refers to the movement of people(labor) and knowledge (technology) across interna-tional borders. It refers to an extention beyond na-tional borders of the same market forces that haveoperated for centuries at all levels of human economicactivity. (IMF, Globalization: Threat or Opportunity).

Berbagai negara pada era globalisasi telahmenciptakan tekanan-tekanan untuk melakukanperubahan. Hal ini tidak hanya disikapi oleh para pelakuusaha, melainkan juga oleh pemerintah negaranyamasing-masing. Sebagaimana pendapat Dani Rodrik:In Japan, large corporations have started to dismantlethe postwar practice of lifetime employment, one ofJapan’s most distinctive social institutions. In Ger-many, the federal government has been fighting unionopposition to cuts on pension benefits aimed at im-proving competitiveness and balancing the budget.In South Korea, trade unions have gone on nation-wide strikes to protest new legislation making it easierfor firms to lay off workers. Developing countries inLatin Amerika have been competing with each otherin opening up to trade, deregulating their economies,and privatizing public enterprises. Ask business ex-ecutives or government officials why these changesare necessary, and you will hear the same mantra re-peatedly: “We need to remain (or become) competi-tive in global economy” (Dani Rodrik, 1997: 2; Friedenand Loke, 1987; Ohmae, 1995). Berakhirnya perangdingin antara blok barat dengan blok timur jugamempunyai kontribusi signifikan terhadap globalisasi.Sebagaimana dikatakan Francis Fukuyama: “With theending of the frigid Fifty Year’s War between Soviet-style communism and the West’s liberal democracy,some observers-Francis Fukuyama, in particular-an-nounced that we had reached the “end of history….They have left behind centuries, even millennia, ofobscurity in forest and desert and rural isolation torequest from world community-and from the globaleconomy that links it together - a decent life for them-selves and a better life for their children” (Fukuyamadalam Ohmae, 1955: 1).

Bagaimana dunia usaha melalui perusahaan-perusahaan sebagai aktornya, menyikapi tantanganglobalisasi sekarang dan di masa depan, khususnyabagi perusahaan-perusahaan di Indonesia agar tetap

eksis dan berkembang dalam percaturan global?Apakah orientasi perusahaan-perusahaan terutamahanya kepada kepentingan pemilik modalnya yang telahmelakukan investasi untuk mendapatkan keuntungansebanyak mungkin? Selanjutnya keuntungan yangdiperoleh diakumulasi secara terus menerus melaluiupaya-upaya pengembangan lebih lanjut dariperusahaannya. Perusahaan yang berbentuk PerseroanTerbatas yang berstatus sebagai Badan Hukum yangterpisah dari Pemegang Sahamnya (shareholders),dapat dipermasalahkan apakah kepentingan sharehold-ers lebih diutamakan daripada kepentingan stakehold-ers. Pemikiran tentang diperlukannya reorientasikepentingan Korporasi menjadi penting di tengahketerpurukan para pelaku usaha di Indonesia dantantangan dampak eksternal globalisasi.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: Mengapadalam menyongsong pembaharuan bentuk PerseroanTerbatas terdapat beberapa pertimbangan tertentusehingga diperlukan suatu reorientasi kepentingansuatu Perseroan Terbatas dari Shareholders ke Stake-holders?

PEMBAHASAN

Dunia perusahaan mempunyai salah satu kharakteristikyang khas yaitu adanya kontinuitas usaha untuk selalumengakumulasi modal. Bagi pelaku usaha sejati tidakdikenal berhenti untuk mencari keuntungan. Hal itudilakukan dengan upaya-upaya pengembanganperusahaan, pendirian perusahaan-perusahaan barudengan melakukan diversifikasi usaha, melakukanmerger, akuisisi, serta joint venture, ekspansi usaha diluar negeri, dan upaya-upaya lain. Dinamika untukselalu mengakumulasi modal juga didukung oleh faktahistoris berkembangnya paham kapitalisme hingga saatini. Kapitalisme membolehkan orang memiliki modal dandibolehkannya pemilik modal untuk berproduksi danberdistribusi dengan motivasi untuk memperoleh danmenumpuk labanya. Kemudian laba yang ditumpukitu untuk mendirikan perusahaan baru lagi danseterusnya, sehingga terhimpun banyak perusahaan(Kwik Kian Gie, 1993: 48-49).

Page 69: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

129

REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARI SHARE-HOLDERS .................. (St. Mahendra Soni Indriyo)

Namun upaya pengembangan perusahaansebagaimana diuraikan di atas, apakah bisa maksimaljika eksistensi korporasi hanya terfokus padakepentingan shareholder dan atau stakeholder.Demikian pula pada usaha Perseroan Terbatas (Ichsan,1986: 345; Sri Redjeki, 2000: 1) yang sejak mula didirikansebagai akumulasi modal melalui kepemilikan sahamdari investornya (shareholders), mereka berharapmendapatkan keuntungan maksimal dari modal yangditanamnya. Pemegang saham suatu PT jelas-jelasdiwadahi dalam salah satu organnya yaitu Rapat UmumPemegang Saham (RUPS), suatu wadah untukmemperjuangkan kepentingan shareholders-nya.Namun eksistensi suatu perusahan untuk mewujudkantujuannya tidak dapat dipisahkan dari para stakehold-ers-nya. Perusahaan harus melakukan fungsi manajerialdalam memproduksi barang dan jasa denganmengakomodasi aspirasi dan kepentingan para stake-holders-nya. Pada era globalisasi kini dan untuk masamendatang, persaingan di antara pelaku usaha semakintajam. Ketika para stakeholders dari suatu perusahaanditinggalkan, akan berakibat tidak menguntungkan bagiperusahaan yang bersangkutan.

Eksistensi Stakeholders Dalam Korporasi

Stakeholders mempunyai kepentingan, terkait, danterlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan korporasi.Oleh karena itu, kegiatan bisnis harus dijalankansedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihakyang terkait yang berkepentingan dengan suatukegiatan bisnis dijamin, diperhatikan, dan dihargai.Keputusan dan tindakan bisnis yang sedang dan akandijalankan oleh perusahaan akan berfokus padakepentingan stakeholders-nya. Pendekatan stakehold-ers ini tidak berarti mendikotomi antara kepentinganstakeholders di satu sisi dengan kepentingan share-holders pada sisi lain. Pendekatan stakeholders jikadilakukan justru sekaligus memberikan perlindungankepada kepentingan dan tujuan korporasi. Hal iniimplisit juga memberikan perlindungan kepadakepentingan para pemegang sahamnya (shareholders-nya). Jika perusahaan memberikan keuntungan danmanfaat kepada kepentingan para stakeholders-nya,ini sekaligus memberikan keuntungan kepadaperusahaan dan juga keuntungan pemegang sahamnya(shareholders). Keuntungan yang hendak dicapai ini

dalam konteks “untung dalam jangka panjang”. Suatuperusahaan bisa saja dalam jangka pendekmendapatkan keuntungan yang besar secara “instant”dengan cara penuh intrik, penuh tipu daya, penuh jualbeli kekuasaan ekonomi dan politik demi kepentingansegelintir orang dengan mengorbankan kepentingan,bahkan hak masyarakat luas. Jika hal itu dilakukan, makakemampuan perusahaan untuk mendapatkankeuntungan dalam jangka panjang akan diragukan.Sonny Keraf mengatakan: “Bisnis seperti ini hanyaakan menjadi sebuah profesi yang kotor” (2005: 31).

Pada umumnya ada dua kelompok stakeholder,yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder.Kelompok primer terdiri dari pemilik modal atau saham,kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur,pesaing, dan rekanan. Kelompok sekunder terdiri daripemerintah setempat, pemerintah asing, kelompoksosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakatpada umumnya, dan masyarakat setempat. Hal palingpenting diperhatikan dalam suatu kegiatan bisnis tentusaja adalah kelompok primer karena hidup matinya,berhasil tidaknya bisnis suatu perusahaan sangatditentukan oleh relasi yang saling menguntungkanyang dijalin dengan kelompok primer tersebut. Demikelangsungan dan keberhasilan bisnis suatuperusahaan, perusahan tersebut tidak boleh merugikansatu pun kelompok stakeholders primer. Perusahaanharus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengankelompok tersebut seperti jujur, bertanggung jawabdalam penawaran barang dan jasa, bersikap adilterhadap mereka, dan saling menguntungkan satu samalain. ( 2005: 90).

Selanjutnya ditulis oleh Sonny Keraf ( 2005:90): “Dalam situasi tertentu, kelompok sekunder inibisa sangat penting bahkan bisa jauh lebih pentingdari kelompok primer sehingga sangat perludiperhitungkan dan dijaga kepentingan mereka.Kelompok sosial semacam LSM baik di bidanglingkungan hidup, kehutanan, maupun hak masyarakatlokal bisa sangat merepotkan bisnis suatu perusahaan.Sebagai contoh perlawanan yang dilakukan LSM-LSMlingkungan hidup dan sebagian masyarakat lokalterhadap PT Palur Raya di Palur, PT Tirta Investama(Produsen Air Mineral merk Aqua) di Klaten, dan kasusyang terjadi di daerah Porsea (Tapanuli Utara) yaituPT Toba Pulp Lestari (dulu PT Inti Indorayon Utama)yang didemo 52 Kepala desa pada Juni 2003 karena

Page 70: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

130

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

dianggap kegiatannya masih merusak lingkungan yangmerugikan masyarakat sekitar (Tim Corporate Gover-nance BPKP, September 2003).

Masyarakat di lingkungan perusahaan dapatmempengaruhi hidup matinya suatu perusahaan. Ketikasuatu perusahaan beroperasi tanpa mempedulikanmisalnya kesejahteraan, nilai budaya, sarana danprasarana lokal, dan lapangan kerja setempat, makaakan menimbulkan suasana sosial yang sangat tidakkondusif dan tidak stabil bagi kelangsungan bisnisperusahaan tersebut. Relasi antara suatu perusahaandan kedua kelompok stakeholders tersebut dapatdigambarkan pada gambar berikut:

pemegang saham (shareholders), meskipun ia adalahbagian pembentuk pasar, dikategorikan sebagaimekanisme pengendali internal (World Bank, 1999).

Internal External

Perusahaan

Media Massa

Rekan Bisnis

Pemilik

Penyalur

Pekerja

Konsu-

men

Pemasok

Kreditor

Peme-gang

Saham

Pemerintah Asing

Pemerintah Setempat

Kelompok Pendukung

Aktivitas Sosial

Masyarakat Setempat

Gambar 1Relasi Antara Perusahaan dengan StakeholdersSumber: Tim CG BPKP, 2003; Frederick et all.,

1992.

World Bank telah memasukkan stakeholderssebagai pihak yang eksternal yang dapatmempengaruhi pihak internal (shareholders, board ofcommissioners, board of directors, and management).Hal itu dapat dilihat pada gambar 2. Pada gambar 2tersebut dapat dilihat bahwa pasar sebagai suatumekanisme tersendiri yang dapat melakukan fungsipengendali corporate governance adalah termasukdalam mekanisme pengendali eksternal. Sementara

Gambar 2A Corporate Governance Framework: The Internal

and External ArchitectureSumber: World Bank, 1999.

Jadi pengelolaan perusahaan tidak hanyamelibatkan antara perusahaan dengan pemberi modal,tetapi juga perusahaan dengan calon pemberi modal,masyarakat, pemerintah, serta pihak-pihak yangberkepentingan lainya.

Pendekatan Stakeholders Theory

Pendekatan Stakeholders Theory dimunculkan olehStanford Research Stakeholders Institute sekitar tahun1963 di California ( Slinger, 1999: 7:2: 136-151), dankemudian dikembangkan Freeman (1984) yangmendefinisikan Stakeholders sebagai: “kelompok lainatau individual yang dapat mempengaruhi ataudipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi”. Free-man berpendapat perusahaan seharusnya memikirkanpeta stakeholders, mengindentifikasikan stakeholderutama dan sekunder, keselarasan diantara stakehold-ers dengan perusahaan, dan pengaruh-pengaruhnyabaik di bidang ekonomi, teknologi, sosial, politik, danmanajerial.

Standards (for example, accounting and auditing)

Shareholders

Board of Commisione

Board of Directors

Management

Core Function

Reputational agents: 1. Accountant 2. Lawyers 3. Credit Ratings 4. Investments

bankers 5. Financial media 6. Investments

advisors

Financial factors: 1. Debt 2. Equity

Markets 1. Competitive

factor and product

2. Foreign direct investment

3 C

Page 71: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

131

REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARI SHARE-HOLDERS .................. (St. Mahendra Soni Indriyo)

Kemudian Mitchel mengindentifikasikanatribut-atribut yang membuat stakeholders pentingbagi organisasi. Mereka adalah perorangan, kelompok,lingkungan, organisasi, institusi, dan masyarakat.Menurut Mitchel, ada tiga atribut yang membuat stake-holders menjadi penting bagi organisasi yaitukekuasaan, legitimasi, dan urgensi (Mitchell et all, 1997:22: 853-886). Selanjutnya, pandangan ini diperluasClarksons yang mengelompokkan stakeholdersmenjadi stakeholder utama meliputi shareholders, in-vestor, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah, dankomunitas. Pada stakeholders utama perusahaantergantung kepada mereka untuk bertahan hidup. Jaditerhadap stakeholders utama ini, perusahaanmempunyai saling ketergantungan yang relatif tinggi.Kedua, stakeholders sekunder dimana perusahaantidak tergantung untuk bertahan hidup padanya,contohnya para teroris. Meskipun demikian perilakupara teroris akan berdampak pada aspek keamanan danaspek ini dibutuhkan perusahaan. Luoma danGoodstein mengklasifikasi stakeholders menjadi dua,yaitu stakeholder utama dan stakeholder publik.Stakeholder utama misalnya konsumer, pemasok, danpemberi dana. Sedangkan stakeholder publik misalnyakantor pemerintah, akademik, dan perwakilan komunitas(1999, 42: 553-563). Pendekatan stakeholders inimerupakan kritik terhadap doktrin stockholders yangkuat di perusahaan Amerika, sebagaimana dikatakanoleh Windsor (1998).

Namun demikian, pendekatan stakeholderstidak berarti mengabaikan kepentingan shareholders.Dalam jangka panjang, pendekatan stakeholdersimplisit juga memperjuangkan kepentingan share-holder. Konsep stakeholderisme menurut Smith, dilihatsebagai suatu cara perekonsiliasian berbagai macamkonflik kepentingan. Premis dasarnya adalah bisnisseharusnya dilihat dan beroperasi sebagai bagian in-tegral masyarakat daripada sebagai ekonomik entitasyang saling meniadakan (Smith, 1998). Bahkan suatukorporasi perlu memberikan Value Added Reportingyang dihasilkan perusahaan. Hal ini berfungsi sebagaibentuk pertanggungjawaban sosial kepada lingkungansosialnya (Belkaoni, 1999).

IMPLEMENTASI

Reorientasi kepentingan korporasi dari shareholderske stakeholders menjadi suatu kebutuhan kontemporer.Perusahaan-perusahaan besar dunia yang beroperasisecara global telah membuktikan bahwa perhatianterhadap stakeholders merupakan prasarat tercapainyatujuan korporasi. Orientasi Korporasi kepada stake-holders secara eksplisit dilakukan antara lain oleh IBM,Matsushita Inc., Johnson and Johnson, Barg-Warner,Citicorp Incorporated, dan Analog Devices Incorpo-rated. Tujuan yang dimaksud di sini adalah tujuanyang bersifat jangka panjang, tidak hanya pencapaiankeuntungan yang bersifat “instant”. Berikut inibeberapa korporasi berskala global yang tegasmerumuskan eksistensi orientasinya kepada stakehold-ers.

Citicorp Incorporated

Korporasi-korporasi dunia yang telah menyadari artipentingnya stakeholders, biasanya mencantumkankomitmennya kepada stakeholders secara tertulisdalam “ The Statement of Corporate Philosophy”,sebagaimana juga dilakukan oleh Citicorp Incorporated(Hax and Nicolas, 1984: 301).1. An Annotated Statement of Corporate Philosophy

for Citicorp: Relationship With Stakeholders.Citicorp maintains that its relationship with itscustomers is its primary focus, for without cus-tomers the corporation recognizes that it would notbe able to meet the needs of its employees, stock-holders, or its communities at large.

2. Its relationship with its employees can be describedas though but fair, where one’s inteligence,wit, andenergy, without regard to race, sex, or creed canbecome the driving force in predicting how far onecan move within the corporation.

3. Citicorp’s commitments to its many publics can berecognized in its Public Issues Committee’s under-lying principle that its business franchise isgrounded in the support of its corporate constitu-encies, and in the belief that its social responsibil-ity is to provide to its customers the highest qual-ity of services.

4. The mandate of the Public Issues Committee is toensure that the public interest is maintained both

Page 72: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

132

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

in the performance of Citicorp’s business roles andin the achievement of a more competitive businessenvironment.

Pada bagian pertama dari Statement of Corpo-rate Philosophy tentang “Hubungan dengan Stake-holders”, Citicorp menyatakan bahwa pelangganadalah stakeholders utama korporasi. Tanpapelanggan, korporasi akan sulit memenuhi kebutuhankaryawan, pemegang saham dan masyarakat secaraluas.

Hubungan korporasi dengan karyawandigambarkan tegas namun adil, dimana daya pikir, ide,dan tenaga karyawan akan menjadi pendorong dalammemprediksi sejauh mana seorang karyawan dapatberkarir di dalam korporasi tanpa membedakan ras, jeniskelamin, atau kepercayaannya.

Komitmen Citicorp kepada masyarakatdiakomodasikan dalam Komite Khusus yang dibentukoleh korporasi yaitu Komite Isu Publik (Public IssuesCommittee), yang memegang prinsip bahwa kegiatanbisnis korporasi tidak lepas dari dukungan parakonstituen korporasi (stakeholders), dan keyakinanbahwa kewajiban sosial korporasi (corporate socialresponsibility) adalah untuk memberikan pelayanankepada para pelanggan dengan sebaik-baiknya. Komiteisu publik mempunyai mandat untuk memastikan bahwakorporasi, baik dalam mencapai kinerjanya maupundalam beroperasi pada lingkungan usaha yang lebihkompetitif, tetap menjaga kepentingan masyarakat luas(public).

PT. Astra International Tbk.

Proses dan struktur dalam mengelola bisnis sertaoperasional PT Astra International Tbk. akan mengarahpada pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaandengan tujuan akhir meningkatkan shareholder valuedalam jangka panjang serta stakeholder lainnya.Perusahaan juga dikelola untuk meningkatkan kinerjamelalui mekanisme supervisi atau pemantauan kinerjamanajemen dan juga untuk memperkuat danmempertegas pertanggungjawaban Dewan Komisarisdan Direksi Perusahaan kepada para pemegang sahamserta stakeholder lainnya. Penerapan prinsip-prinsipGood Corporate Governance pada perusahaanbermuara pada kinerja dan stakeholder value.

Selanjutnya orientasi kepentingan kepada stakehold-ers juga eksplisit terdapat pada Catur Dharma (Corpo-rate Philosophy) dan Prinsip Dasar Astra (Astra BasicPrinciples). Catur Dharma (Corporate Philosophy) PTAstra International Tbk. adalah:

1. Menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dannegara;

2. Memberi pelayanan yang terbaik bagi pelanggan;3. Saling menghargai dan membina kerjasama;4. Berusaha mencapai yang terbaik.

Prinsip Dasar Astra (Astra Basic Principles) PT AstraInternational Tbk. adalah:1. Menjadi warga usaha yang baik akan

melanggengkan bisnis Astra;2. Sikap kerja profesional dan beretika akan

meningkatkan nilai stakeholder;3. Proses kerja yang terbaik dan unggul akan

menghasilkan produk dan jasa berkualitas tinggiuntuk memberikan nilai terbaik bagi pelanggan;

4. Kesempatan yang sama tanpa membedakansenioritas, gender, suku, ras, agama, danantargolongan akan menumbuhkan transparansi,kreatifitas, inovasi, dan peningkatan pribadi;

5. Peraih prestasi terbaik layak mendapatkanpenghargaan tertinggi;

6. Karyawan dengan motivasi dan kompetensi tinggiyang bekerja sebagai tim akan menghasilkan kinerjayang luar biasa;

7. Aliran kompetensi dan Karyawan tanpa batas dalamlingkungan Grup Astra akan mempercepattercapainya Astra Excellence.

Selanjutnya dalam Visi Astra Tahun 2003 - 2008 untukseluruh jajaran perusahaan baik manajemen maupunkaryawan dirumuskan sebagai berikut:1. Menjadi salah satu perusahaan terbaik di bidang

manajemen di kawasan Asia Pasifik denganpenekanan pada pembangunan kompetensi melaluipengembangan sumber daya manusia, strukturkeuangan yang solid, kepuasan pelanggan, danefisiensi;

2. Menjadi perusahaan yang mempunyai tanggungjawab sosial serta ramah lingkungan.

Page 73: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

133

REORIENTASI KEPENTINGAN KORPORASI DARI SHARE-HOLDERS .................. (St. Mahendra Soni Indriyo)

PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapatdisimpulkan bahwa diperlukan suatu reorientasikepentingan korporasi dari shareholders ke stakehold-ers. Perhatian dan komitmen korporasi terhadap stake-holders-nya akan memberikan kontribusi positif padapencapaian tujuan korporasi, ini berarti sekaliguspencapaian tujuan shareholders-nya. Jadi reorientasikepentingan korporasi dari shareholders ke stakehold-ers tidak diartikan mengalahkan kepentingan share-holders korporasi.

Reorientasi korporasi dalam perusahaan yangberbentuk Perseroan Terbatas (PT) menjadi hal yangstrategis bagi pengembangan dunia usaha di Indone-sia. Kharakteristik PT yang bisa menampung akumulasimodal dalam jumlah besar dan bentuk PT yang faktualmenjadi salah satu pilihan favorit bagi para pelakuusaha, maka proses reorientasi PT dari shareholderske stakeholders haruslah didukung oleh seluruh Cor-porate Manajemen (Manajemen, Komisaris, danRUPS). Manajemen (Direksi) berperan dalam day today operation korporasi, Komisaris melakukan fungsipengawasan terhadap Direksi, dan RUPS mempunyaiperan yang strategis terutama dalam mengakomodasiproses reorientasi pada level perumusan AnggaranDasar atau perevisian Anggaran Dasar PT.

Perusahaan-perusahaan besar dunia yangtumbuh dan berkembang, serta yang mempunyai nilaidan image yang tinggi ternyata adalah perusahaan-perusahaan yang mempunyai komitmen yang tegas danlugas kepada kepentingan stakeholders-nya. Olehkarena itu, dalam rangka meningkatkan keunggulankomparatif untuk melakukan kompetisi dalampersaingan global, maka reorientasi kepentingankorporasi dari shareholders ke stakeholders mutlakdilakukan pelaku usaha atau terhadap perusahaanpada umumnya di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ichsan, (1986), Dunia Usaha Indonesia,Pradnya Paramita, Jakarta

Akhmad Syakhroza, (2005), Corporate Governance:Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model, dan

Sistem Governance serta Aplikasinya padaPerusahaan BUMN, Pidato Pengukuhan GuruBesar Tetap FE UI, Penerbit FE UI, Jakarta

Belkaonil, Ahmed Riahi, (1999), Value Added Report-ing, Steof the art Greenwood Press Inc.

Clarson, MB, (1995), A Stakeholder Framework ForAnalyzing and Evaluating Corporate SocialPerformance, The Academy of ManagementReview

Dani Rodrik, (1997), Has Globalization Gone Too Far?,Institute For International Economies, Wash-ington DC.

Djokopranoto, (2005), “Tantangan Perguruan TinggiDalam Menghadapi Globalisasi, Khususnyaterhadap Misi dan Eksistensi”, Warta Aptik,Tahun XVI, No. 56 Edisi April-Juni 2005

Freeman, R, Edward, (1984), Strategic Management: AStakeholder Approach, Pitman, Boston

Hax Arnoldo C and Nicolas S. Majhaf, (1984), Strate-gic Management: An Integrated Perspective,Prentice Hall Inc.

Jeffry A. Frieden and David A Lake, (1987), Interna-tional Political Economies: Perspectives onGlobal Power and Wealth, St. Martin’s PressInc, New York

Kajian Bisnis, Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu EkonomiWidya Wiwaha, Volume 13, No. 3, September2004

Kenichi Ohmae, (1991), Dunia Tanpa Batas, AlihBahasa FX. Budiyanto, Binarupa Aksara, Jakarta

________, (1995), The End of The Nation State, TheFree Press, New York

Kwik Kian Gie, (1993), Konglomerat Indonesia danSepak Terjangnya, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta

Page 74: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

134

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Luoma, P and Goodstein, (1999), “Stakeholders andCorporate Board: Institutional Influence onBoard Composition and Structure”, Academyof Management Journal

Mitchell, RK, Agie,BR and Wood DJ, (1977), “Towarda Theory of Stakeholder Identification and Sa-lience. Defining the Principle of Who or WhatReally Counts”, Academy of Management Re-view.

Slinger, G, (1999), Spanning the Gap The TheoreticalPrinciples that Connect Stakeholders Policiesto Business Performance, Corporate Gover-nance.

Smith, Peter, (1998), “Disclosure and Accountability”,Paper presented at the Organization for Eco-nomic Cooperation and Development (OECD),Annual Symposium in Paris

Sonny Keraf, (2005), Etika Bisnis Tuntutan DanRelevansinya, Penerbit Kanisius, Jogjakarta

Sri Redjeki Hartono, (2000), Beberapa Aspek TentangPermodalan pada Perseroan Terbatas, MandarMaju, Bandung.

Tim Corporate Governance BPKP Jakarta, (2003),Pengelolaan Hubungan Dengan Stakehold-ers dalam Penerapan Good Corporate Gover-nance.

William C. Frederick, James E. Post, Keith Davis, Busi-ness and Society, Corporate Strategy, PublicPolicy, Ethics, Mc Graw Hill, New York

Windsor, D, (1998), “The Definition of Stakeholder Sta-tus”, Paper presented at the International As-sociation For Business and Society (IABS),Annual Conference in Kona-Kailua, Hawai.

World Bank, (1999), Corporate Governance: A Frame-work For Implementation.

Page 75: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

135

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI ....................... (Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya )

ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATANTERHADAP JUDGMENT AUDITOR

Hansiadi Yuli Hartanto1)

Indra Wijaya Kusuma2)

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI STRESUNTUK MENCAPAI KEEFEKTIFAN ORGANISASI

Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya 1

1 Conny Tjandra Rahardja, SE., MM., dan N.H. Setiadi Wijaya, SE., M.Si., adalah Dosen Tetap Jurusan Manajemen STIEYKPN Yogyakarta.

Vol. 18, No.2, Agustus 2007Hal. 135-148

ABSTRACTStress is one of the most creatively ambiguous termi-nology, with as so many interpretation as there arepeople who use the word. In non-academical area, thereis an opinion that stress must be avoided, because ofnegative concequences of stress. In fact, many re-searchers and theorists argue that stress affects bothnegative and positive impacts for individual and orga-nization. This means, managers must manage stressthat occurs in the organization. Moreover, each mem-ber of organization should know how to manage his/her self stress. Stress lives as long as organization’slife. It can not be avoided, but can be managed.

Keywords: stress, effectiveness, organizations.

PENDAHULUAN

Stres merupakan hal yang sangat biasa dialami olehindividu dalam berbagai peran yang dijalaninya sehari-hari, termasuk perannya sebagai karyawan. Masihbanyak orang awam beranggapan bahwa stresmerupakan hal buruk yang harus dihindari. Namun,kenyataannya stres mempunyai sisi baik untukmeningkatkan kinerja organisasi. Stres atau tekanan

dalam kondisi tertentu malah memunculkan energipositif. Oleh karena itu, organisasi harus mampumengelolanya. Bagaimana stres yang tadinya (potensi)berdampak negatif, mampu dialihkan menjadiberdampak positif. Stres tidak dapat dihilangkan,bahkan memang tidak perlu dihilangkan, namundihidupi.

Artikel ini akan membahas hubungan antarastres dan kinerja, penyebab stres initernal dan eksternaldan bagaimana mengelola stres dengan baik.Ditekankan dalam artikel ini, bahwa tanggung jawabmengelola stres bukan hanya pada pundak organisasi,namun juga individu. Setiap karyawan hendaknya tahu,apakah dimensi stres dan bagaimana memanfaatkannyauntuk keefektifan pekerjaan yang dilakukan. Literaturriset mengakui bahwa cukup sulit mendefinisikan stresdari satu sudut pandang saja, oleh karena itu tulisanini menggunakan banyak acuan.

STRES DAN DIMENSINYA

Stres adalah kondisi fisik dan psikologis yangdisebabkan karena adaptasi seseorang padalingkungannya (Higgins, 1982). Oleh Nelson dan Quick(1997) mengatakan bahwa stres adalah “persiapan yangtidak disadari” oleh seseorang untuk menghindar ataumenghadapi tuntutan-tuntutan lingkungannya. Selye

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 76: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

136

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

(1974) mengatakan; “Stress is nonspecific response ofbody to any demand made upon it.” Pengertian yanglebih luas oleh Gold dan Roth (1993), yaitu; “A condi-tion of disequilibrium within the intellectual, emo-tional, and physical state of the individual; it is gen-erated by one’s perceptions of a situation, which re-sult in physical and emotional reactions. It can beeither positive or negative, depending upon one’sinterpretations.” Jadi stres ada karena individuberinteraksi dengan lingkungannya dan juga karenapersepsi individu terhadap proses interaksi tersebut.Sepanjang masih berinteraksi dengan lingkungan, wajarjika seseorang mengalami stres.

Hans Selye pada tahun 1946 mengemukakan;“No one can live without experiencing some de-grees of stress all the time…. Crossing a busy inter-section, exposure to draft, or even sheer joy areenough to activate the body’s stress mechanism …….The secret of health and happiness lies in successfuladjustment to the ever changing conditions on thisglobe; the penalties for failure in this great processof adoption are disease and happiness.” Hal pentingyang dikemukakan adalah stres merupakan sesuatuyang abstrak. Stres sulit dilihat dari penyebabnya,namun dilihat dari akibat dari stres pada diri seseorang(Higgins, 1982).

Sebagaimana layaknya makhluk hidup, manusiajuga mempunyai sistem pertahanan diri terhadap aksiyang diberikan oleh lingkungannya. Semakin besar aksiyang diberikan oleh lingkungannya, semakin besartingkat stresnya. Namun setiap orang mempunyaitoleransi terhadap aksi yang berbeda-beda (toleranceto stressor). Bagi seseorang sebuah aksi darilingkungannya bisa menjadi sumber tekanan besar,namun bagi orang lain besarnya tekanan terlalu kecildibandingkan dengan pertahanan dirinya. Namun bagisetiap orang stres merupakan bagian kehidupan yangnormal, peran seseorang sebagai anggota masyarakat,keluarga atau sebagai karyawan. Manusia bahkan tidakdapat menghindari stres. Selain menandakan kehidupan,kita juga perlu belajar bagaimana menghidupi stres.

Reaksi terhadap stres ada dua macam yaitu; (1)distresss adalah reaksi negatif yang bersifat destruktifdan (2) eustresss adalah reaksi yang bersifatkonstruktif/positif. Distresss menyebabkan berbagaikerugian bagi individu maupun organisasi, misalnyamenurunnya produktivitas dan profit, meningkatkan

kemangkiran dan perputaran tenaga kerja (employeeturnover), tindakan menyimpang karena terganggunyakondisi psikologis (emosional), sampai menurunkankesehatan fisik seseorang, sebaliknya eustressmenyebabkan munculnya energi dan gairah,menimbulkan ide baru, dan vitalitas organisasi yangmeningkat (Nelson & Quick, 1997). Dengan demikian,untuk menjawab pertanyaan; “Apakah stres baik?”,jawabnya adalah “netral”, bisa baik atau buruk,tergantung dari dampak stresnya.

HUBUNGAN STRES DAN KINERJA KARYAWAN

Penelitian yang dilakukan oleh Bruce M. Meglino padatahun 1977 menyimpulkan bahwa benar ada hubungansignifikan antara stres dan produktivitas. Hubungantingkat stres dan kinerja karyawan secara grafisdigambarkan sebagai kurva berbentuk huruf U terbalik(inverted-U) (Higgins, 1982). Pada tingkat stres yangrendah akan menghasilkan kinerja karyawan yangrendah. Karyawan dalam kondisi tanpa tantangan ataumunculnya kebosanan karena understimulation(Nelson & Quick, 1997). Seiring dengan kenaikan stressampai ke suatu titik optimal akan menghasilkan kinerjakaryawan terbaik. Kondisi ini disebut dengan tingkatstres yang optimal (Gambar 1).

Akan tetapi, apabila stres terus dinaikkanmelampaui titik optimal, maka akan terjadi penurunankinerja karyawan. Tingkat stres yang berlebihanmenyebabkan karyawan dalam kondisi tertekan bahkandepresi, karena tidak mampu lagi menanggung tugasyang terlalu berat. Suatu tingkat stres yang dapatmeningkatkan kinerja karyawan disebut eustressss,sedangkan yang dapat menurunkan prestasi kerjadisebut distress. Diperlukan pemahaman akan titik stresyang optimal dan kemampuan untuk menggunakanteknik-teknik mengatasi stres untuk mempertahankankondisi eustress (tingkat stres yang menguntungkan).Stres pada tingkat optimal justru dapat menciptakangagasan inovatif dan output yang konstruktif danantusiasme.

Pada Gambar 1 terdapat 2 kurva U terbalik,kondisi A adalah jika pekerjaan relatif sulit atau belumdikenali dengan baik, sedangkan kondisi Bmenunjukkan pekerjaan yang relatif mudah dan telahdikenali/dipelajari dengan baik. Kedua kondisi inimenunjukkan kondisi stres optimal yang berbeda.

Page 77: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

137

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI ....................... (Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya )

Pekerjaan yang relatif mudah/telah dipelajari denganbaik mempunyai toleransi terhadap stres yang jauh lebihbesar (sumbu horizontal – titik X1 dan X2) dan padatingkat kinerja optimal yang lebih tinggi (sumbu verti-cal – titik Y1 dan Y2).

yang berbeda menyebabkan respon yang berbedaterhadap penyebab stres eksternal yang sama. Tekananpsikologi yang berbeda inilah yang menyebabkan stresdapat berdampak positif, atau dapat pula berdampaknegatif pada setiap individu pada tingkat yang berbeda-beda pula.

Faktor internal yang menyebabkan stres dalamdiri seseorang lebih ditentukan oleh kepribadian (per-sonality), kemampuan (ability), serta nilai budaya (val-ues) orang tersebut. Kepribadian definisi kepribadianmenurut “English Dictionary” adalah seluruh karakterdan sifat alami yang dimiliki oleh seseorang.Berdasarkan sumber en.wikipedia.org/wiki/Personality,disebutkan; “In psychology, personality describes thecharacter of emotion, thought, and behavior patternsunique to a person. There are several theoretical per-spectives on personality in psychology, which involvedifferent ideas about the relationship between per-sonality and other psychological constructs, as wellas different theories about the way personality devel-ops.”

Berdasarkan definisi di atas didapatkan bahwakepribadian tidak dapat diartikan sebagai keceriaanseseorang, sikap yang positif menghadapi kehidupan,wajah yang selalu tersenyum, atau seseorang yangsangat ramah dan bersahabat. Kita bisa menyimpulkankepribadian adalah sistem psikologi yang dimilikiseseorang untuk bereaksi dan berinteraksi denganpihak lain dan lingkungannya. Kepribadian seseorangdipengaruhi oleh keturunan, lingkungan, situasi, dankarakter dasar seseorang.

Job easy or well learned

B

A

Job difficult or poorly learned

STRESS

Y2

Y1

----

----

----

----

----

----

----

----

----

--

X1 X2

KINERJA

Gambar 1Hubungan Tingkat Stres dengan Kinerja Karyawan

Sumber: Higgins (1982).

PENYEBAB STRES: FAKTOR-FAKTOR INTERNAL

Gambar 2 berikut ini menunjukkan penyebab streseksternal dan kondisi psikologi seseorang yang dapatmemicu stres internal. Kondisi psikologi setiap manusia

Gambar 2Penyebab dan Dampak Stres

Sumber: Higgins (1982).

Penyebab stres eksternal: Organisasional non organisasional

Tinggi Tekanan psikologi & fisik Rendah

Penyebab stres internal: Kondisi psikologi seseorang.

Cara mengurangi stres berfokus pada penyebabnya

Dampak: Positif Negatif

Page 78: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

138

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Kemampuan menunjukkan kapasitas seseorang untukmelakukan berbagai tugas di suatu pekerjaan yang telahditentukan. Kemampuan seseorang dibentuk oleh duahal: kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.Kemampuan intelektual diperlukan seseorang untukmelakukan aktivitas mental, yang dicerminkan dari hasiltes IQ. Kemampuan intelektual meliputi kemampuankuantitatif dan verbal. Jenis pekerjaan yang dilakukanseseorang mempengaruhi tinggi dan rendahkemampuan intelektual yang perlu dimiliki seseorang,sedangkan kemampuan fisik lebih diperlukan untukpekerjaan yang memerlukan stamina dan tenaga yangkuat. Seseorang yang tidak memiliki kemampuan sepertiyang diharapkan oleh dirinya sendiri atau pihak lainakan mengalami stres.Nilai budaya adalah meliputi keyakinan yang dipahamioleh individu (atau bersama) yang dipengaruhi olehlingkungan sosialnya dan mempengaruhi sikap danperilakunya. Setiap individu memiliki nilai budaya yangdiinternalisasi sejak dia lahir, di lingkungan keluargasampai di lingkungan masyarakat sekitar. Setelah didewasa, jika dia tidak dapat beradaptasi dengan nilaibudaya baru di setiap lingkungan baru yang dimasuki,maka perbedaan nilai budaya akan menjadi penyebabstres.

PENYEBAB STRES: FAKTOR-FAKTOREKSTERNAL

Faktor eksternal yang dapat menyebabkan stres padaseseorang berasal dari lingkungan pekerjaan(organisasional) dan lingkungan di luar pekerjaan (nonorganisasional), antara lain keluarga, masyarakat, danjalur lalu lintas macet. Bagi pekerja yang sebagian besarwaktu digunakan untuk bekerja, lingkungan kerjamerupakan penyebab stres terbesar. Setiap orang yangberinteraksi dengan pekerjaan, biasanya berinteraksijuga di tempat lain, antara lain di rumah, kampung, danperkumpulan sosial. Apabila sumber stres dari berbagaiarea interasinya, mudah sekali orang terganggu secarapsikologis dan fisik.

Faktor-faktor di pekerjaan yang dapatmenimbulkan stres dapat dikelompokkan menjadi lima,yaitu faktor-faktor intrinsik pekerjaan, peran dalamorganisasi, pengembangan karir, hubungan kerja, sertastruktur dan iklim dalam organisasi (Munandar, 2001).Faktor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stresdigambarkan pada Gambar 3 berikut ini, sedangkanfaktor-faktor di luar organisasi meliputi tuntutan di luarpekerjaan.

Gambar 3Model Stres dalam Pekerjaan

(Dimodifikasi dari model Cooper, C.L. pada Munandar (2001).

Struktur dan Karakteristik OrganisasiIntrinsik Pekerjaan Peran Dalam Organisasi Perkembangan Karir Hubungan Kerja

Kondisi fisik pekerjaan

Tuntutan tugas

Konflik Peran

Ketaksaan peran

Kepastian pekerjaan

Promosi dini atau terlambat

Hubungan antar karyawan

Gaya Kepemimpinan

Budaya, kebiasaan, suasanakerja di dalam organisasi

Lingkungan di luar Pekerjaan : Keluarga Masyarakat

Individu : Kepribadian Kemampuan Nilai budaya

Gejala Fisikal Tekanan darah Diare Obstipasi

Gejala psikologikal Kecemasan Ketidaktegasan

Gejala perilaku Merokok Mabuk Merusak

Gejala Fisikal Angka absensi tinggi Produktivitas dan profit

menurun

LINGKUNGAN PEKERJAAN

KESEHATAN MENTAL DAN FISIK

Page 79: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

139

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI ....................... (Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya )

1. Faktor Intrinsik Pekerjaan

a. Kondisi Fisik Pekerjaan. Kondisi fisikpekerjaan mencakup setiap hal dari fasilitasparkir di luar gedung perusahaan, lokasi danrancangan tata letak ruang/mesin, jumlahcahaya yang menimpa meja kerja atau ruangkerja, dan suara gaduh mesin. Kondisi fisikpekerjaan yang dapat menyebabkan stresadalah bising, vibrasi (getaran) dan hygiene.

Bising. Bising dapat menimbulkangangguan sementara atau tetap pada alatpendengaran, juga dapat menjadi sumber stresyang berakibat pada ketidakseimbanganpsikologis dan penurunan kesigapan kerja.Kondisi demikian memudahkan terjadikecelakaan kerja, misalnya tidak mendengarsuara-suara peringatan sehingga timbulkecelakaan. Penelitian Ivancevich pada tahun1980 menunjukkan bahwa kebisingan yangberlebih (di atas 80 desibel) yang berulang dandalam waktu yang lama dapat menimbulkanstres (Munandar, 2001). Sedangkan dampakpsikososial dari bising adalah mengurangitoleransi pekerja terhadap penyebab stres yanglain, sikap negatif terhadap orang lain, rasabermusuhan, dan agresi terbuka sertapenurunan perilaku untuk membantu rekan lain.Kondisi bising yang berlebih berdampakterhadap penurunan motivasi kerja,produktivitas, dan peningkatan kecelakaankerja.

Getaran. Getaran yang merambat dari alat/mesin ke tubuh dapat memberi pengaruh yangtidak baik pada produktivitas. Getaran dari mesinpada pekerjaan drilling dalam jangka panjangdapat membahayakan. Hasil penelitianSutherland dan Cooper (1986) menunjukkan 37%pekerja mengalami stres akibat getaran yangberulang dan dalam waktu yang lama(Munandar, 2001).

Hygiene. Kebutuhan akan kebersihan dankesehatan lingkungan kerja, ventilasi udara danusaha yang normal, akomodasi yang memenuhisyarat kesehatan, toilet yang bersih dan cukupadalah kondisi yang perlu bagi pekerja sebagaifaktor yang mempengaruhi stres. Tempat kerja

yang kotor, berdebu, licin, gelap, silau, panas,pengap, dan makanan yang kurang baik dinilaioleh pekerja sebagai faktor tinggi penyebabstres.

b. Tuntutan Tugas. Tuntutan tugas meliputiberbagai bentuk kegiatan yang berpola khaspada masing-masing jenis pekerjaan, meliputikerja shift malam, kerja shift rig lepas pantai,beban kerja, jam kerja yang lebih panjang, cycletime, dan pekerjaan yang repetitif.

Kerja Shift Malam. Kerja shift malammempengaruhi emosional dan biological karenaperubahan ritme circadian dari tidur atau polabangun, pola suhu tubuh, dan ritme pengeluaranadrenalin.

Kerja Shift Rig Lepas Pantai. Pekerjaan jenisini tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lamadan tidak bisa diharapkan akan membentuk polakebiasaan seperti pada pekerja pabrik. Olehkarena itu, Sutherland dan Cooper (1986) dalamMunandar (2001) menyarankan agar pekerjamemperoleh istirahat total dalam waktu yangsama 7 atau 14 hari cuti rumah.

Beban Kerja. Beban kerja berlebih denganwaktu yang terbatas merupakan penyebab strespotensial saat ini (Nelson & Debra, 1997;Robbins, 2003). Beban kerja yang terlalu sedikitternyata juga merupakan sumber stres (lihatGambar 1, kondisi distresss, karena tingkat stresterlalu rendah) (Munandar, 2001). Beban kerjaini dapat dibedakan secara kuantitatif dankualitatif. Beban kerja kuantitatif berkenaandengan tugas-tugas yang terlalu banyak atausedikit yang diberikan kepada pekerja untukdiselesaikan dalam waktu tertentu. Beban kerjakualitatif berdasar pada kemampuan(kompetensi) seseorang untuk melakukantugas-tugas tertentu yang diberikan.

Jam Kerja yang Lebih Panjang. Jam kerjayang lebih panjang dan kerja lembur dialami olehkaryawan ketika perusahaan harusmeningkatkan produksi, sedangkan di pihak lainkapasitas produksi yang diutilisasi olehperusahaan sudah optimal. Berdasarkanpenelitian Smith (2001) di Bristol mengatakanjam kerja yang panjang dan kerja lembur akanmenyebabkan tingkat stres yang tinggi pada

Page 80: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

140

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

karyawan, karena meningkatnya tuntutan kerjadan berkurangnya waktu untuk pribadikaryawan. Conti et. al. (2006) juga memperolehhasil yang sama ketika dia melakukan riset padakaryawan yang bekerja pada perusahaan yangmemiliki proses produksi lini.

Cycle Time dan Pekerjaan yang Repetitif.Cycle time adalah waktu yang dibutuhkan untukmenyelesaikan serangkaian pekerjaan. Jikakaryawan dapat mengurangi cycle time dengancara karyawan bekerja dengan lebih cepat ataumemang suatu pekerjaan memiliki cycle timeyang pendek, maka hal ini akan meningkatkanstres pada karyawan. Melamed et. al. (1995)menemukan cycle time yang pendek akanmenyebabkan pengulangan pekerjaan yangsemakin sering, dan mengakibatkanpeningkatan distresss secara psikologis dikalangan 1.278 karyawan yang dijadikanresponden.

2. Faktor Peran Dalam Organisasia. Konflik Peran. Konflik peran yang timbul pada

seseorang pekerja dalam melakukan tugasnyaterjadi bila terdapat kondisi sebagai berikut:i. Pertentangan antara tugas-tugas yang

harus dilakukan dengan tanggung jawabyang dimiliki.

ii. Tugas-tugas yang dilakukan bukanmerupakan bagian pekerjaannya.

iii. Tuntutan-tuntutan yang bertentangandengan atasan, rekan, bawahan, atau oranglain yang dinilai penting bagi dirinya.

iv. Pertentangan dengan nilai-nilai dankeyakinan pribadi.

Van Sell (1981) dan Kahn (1964) menemukanbahwa pekerja yang menderita konflik perantinggi cenderung memiliki kepuasan kerja yangrendah dan ketergantungan pekerjaan yangtinggi. Miles dan Perreault (1976) dalamMunandar (2001) membedakan empat jeniskonflik peran, yaitu (1) konflik peran pribadibila pekerja ingin melakukan tugas berbeda dariyang disarankan dalam uraian pekerjaan, (2)konflik intrasender terjadi jika pekerjamenerima penugasan tanpa memiliki tim kerja

dan waktu yang cukup untuk dapatmenyelesaikan tugas dengan baik, (3) konflikintersender yaitu konflik yang terjadi apabilapekerja diminta berperilaku tertentu, namun adasekelompok orang yang puas dan ada pula yangtidak puas dengan perilaku tersebut, dan (4)konflik beban berlebih apabila pekerjamendapat penugasan yang terlalu banyak dantidak dapat mengerjakan secara efektif.

b. Ketaksaan Peran. Ketaksaan peran dimaksudsebagai ketidakjelasan posisi seseorang didalam organisasi, sehingga kendali terhadappekerjaan kecil (Nelson & debra, 1997). Hal iniketidakjelasan tujuan (sasaran) kerja, tanggungjawab, dan prosedur yang ada. Ketaksaan peranjuga terjadi, karena tidak ada kejelasan harapanatasan terhadap kinerja bawahan dan tidak adakejelasan mengenai evaluasi kinerja bawahan.Hal tersebut terjadi bila atasan tidak memberikaninformasi yang cukup kepada bawahan untukdapat melaksanakan tugasnya denganketerbatasan waktu, sumber daya, danteknologi.

3. Faktor Pengembangan Karira. Ketidakpuasan Pekerjaan. Perubahan

lingkungan dan teknologi sering menimbulkanmasalah baru bagi organisasi karena perubahanterjadi pada jumlah dan macam pekerjaan.Pengaruh penerapan sistem dan teknologi baruberdampak pada ketakutan karyawankehilangan pekerjaan dan merasa tidak berdayakarena kontribusi mereka terhadap perusahaantelah digantikan sistem yang serbaterkomputerisasi. Reorganisasi diperlukanuntuk mengatasi masalah tidak diperlukan lagisuatu jenis pekerjaan, dan sisi lain muncul jenispekerjaan baru.

b. Promosi Dini dan Promosi Terlambat. Polapertumbuhan organisasi berpengaruh ataspeluang karir dan promosi, bahkan rasionalisasi.Promosi dini merupakan sumber stres jikaperistiwa itu dirasakan sebagai perubahandrastis, karena karyawan kurang dipersiapkanutnuk promosi. Promosi dini menimbulkanmasalah bagi pekerja karena ketidaksiapan men-tal, pengetahuan, dan ketrampilan yang akan

Page 81: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

141

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI ....................... (Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya )

berdampak pada penghayatan harga diri yangrendah. Stres ini muncul dalam bentuk “grogi”,ragu-ragu atau sebaliknya sikap mentang-mentang/arogan.

Promosi terlambat juga dapat menjadipenyebab stres. Pada organisasi yang tidakberkembang atau mengalami kemunduran, atauketidakpekaan atasan terhadap kesiapanbawahan untuk dipromosi menyebabkanbawahan mengalami stres. Perilaku stres iniberupa semangat kerja yang rendah, keteganganhubungan antar pribadi, dan keresahan.

4. Hubungan Kerjaa. Hubungan Kerja Antarkaryawan. Hubungan

dengan orang lain merupakan salah satupenyebab stres. Tuntutan terhadap terciptanyakohesivitas tim kerja juga memberikan tekananyang besar kepada anggota tim kerja untukberperilaku sesuai dengan norma-norma timkerja (padahal norma pribadi berbeda).

b. Gaya Kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dalamberbagai buku literature pada umumnya dibagimenjadi tiga, yaitu otokratik, partisipatif danlaissez-faire. Gaya kepemimpinan otokratiklebih memfokuskan pada tugas danmengabaikan hubungan antarmanusia. Semuapengambilan keputusan dilakukan oleh atasantanpa melibatkan bawahan. Gaya kepemimpinanseperti ini mematikan inisiatif dan kreativitasbawahan.

Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gayakepemimpinan yang melibatkan bawahan, baikdalam pengembilan keputusan dan eksekusinya.Bawahan diajak untuk berperan dan terlibat,sedangkan pemimpin tidak meninggalkan, tetapmenerima pertanyaan, pendapat, danpenyelesaian masalah pekerjaan.

Gaya kepemimpinan laissez-faire adalahkebalikan dari otokratik. Bawahan diberikankebebasan penuh untuk melakukan apapunyang dikehendaki. Tidak adanya fungsipengendalian menyebabkan perusahaan tidakterarah dan tidak dapat mencapai tujuan yangtelah ditetapkan, serta konflik pihak-pihak yangberkepentingan sangat tinggi. Gayakepemimpinan seperti ini dapat menimbulkan

dualisme kepemimpinan atau lebih sangatmembingungkan bawahan.

Dengan asumsi di atas maka gayakepemimpinan yang diasumsikan menyebabkanstres adalah otokratik dan laissez-faire. Padagaya otokratik, bawahan yang memiliki orientasipencapaian yang tinggi akan lebih mudah stresmenghadapi gaya kepemimpinan yang demikian,sedangkan pada gaya laissez-faire stresmuncul, karena bawahan tidak memiliki kejelasanperan yang dilakukan. Gaya kepemimpinan yangdiasumsikan menyebabkan stres adalah gayakepemimpinan otokratik dan laissez-faire.

5. Struktur dan Karakteristik OrganisasiWeiss (1970) menunjukkan struktur organisasi daninovasi yang dilakukan dalam organisasi secarasignifikan merupakan stressor potensial bagimanajer sistem informasi. Sedangkan penelitianyang dilakukan Li menyimpulkan bahwa karakteristikorganisasional yang dapat meningkatkan kepuasankerja secara signifikan dan mengurangi streskaryawan adalah kejelasan dan penyebaran misi keseluruh anggota organisasi, quality of work lifeyang baik, kemampuan perusahaan beradaptasidengan perubahan dan melakukan inovasi, danfleksibilitas proses organisasi.

Era globalisasi saat ini membuka peluang untukterjadinya keragaman budaya dalam organisasi,seorang pekerja dengan latar budaya yang berbedamemasuki suatu organisasi dengan budayaorganisasi tertentu serta berinteraksi denganindividu lain yang memiliki budaya berbeda. Berry(1990) meneliti perpindahan guru ke institusi yangmemiliki budaya yang berbeda dapat menimbulkanketidaknyamanan, kebingungan, kecemasan,perasaan marginal yang dapat menyebabkan stresHal yang sama juga akan berlaku bagi individu yangbekerja di suatu organisasi yang berbeda.

Tuntutan dari Luar Organisasi

Kategori penyebab stres potensial ini juga mencakupsegala unsur kehidupan seseorang di luar organisasiseperti masalah keluarga, kesulitan keuangan,keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan,konflik antar tuntutan keluarga dan tuntutan

Page 82: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

142

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

perusahaan. Semua permasalahan tersebut dapatmerupakan tekanan pada individu dalam melakukantugas pekerjaannya. Namun demikian, peristiwakehidupan pribadi dapat meringankan akibat daripenyebab stres organisasi. Jadi dukungan sosialberfungsi sebagai penahan stres. Sebaliknya kepuasankerja dapat membantu individu untuk menghadapikehidupan pribadi yang penuh stres dengan berfungsisebagai penahan stres.

Peristiwa kehidupan pribadi yang terjadisebagai akibat perubahan dalam dirinya sendiri,keluarga, dan lingkungan dapat menimbulkan stres.Thomas H. Holmes dan Richard Rahe (1967) dalamHiggins (1982) meneliti keterkaitan peristiwa-peristiwakehidupan pribadi dengan stres dan sakit. Penelitiandilakukan atas peristiwa-peristiwa kehidupan yangdianggap berperan diberi bobot/dikuantifikasi untukmemperoleh gambaran pengaruh terhadap pemacupenyakit. Peristiwa-peristiwa kehidupan yangmenyebabkan perubahan yang drastis dalam jangkawaktu yang singkat, akan menambahkan stresseseorang, misalnya Ibu Amir tinggal di Yogyakarta,akan menikahkan puterinya dan setelah ini si puteridan suami akan tinggal di Papua. Pada bulan ini juga,Ibu Amir memasuki usia pensiun. Dua peristiwakehidupan yang mengubah kehidupan yang sudahselama ini dapat menyebabkan stres, apalagi jikaterdapat lebih dari dua peristiwa kehidupan yang terjadisecara bersamaan.

MENGHIDUPI STRES

Menghidupi stres mengandung pokok pengertianbahwa memandang stres adalah normal dalamkehidupan individu dan organisasi dan bagaimana stresdapat dicegah atau dihadapi tanpa berdampak negatif.Mencegah dampak buruk berarti berusaha mencegahtimbulnya stres yang berlebihan, meningkatkanambang stres, dan menampung akibat fisiologikal daristres yang bertujuan untuk mencegah perkembanganstres jangka pendek menjadi stres jangka panjang(kronis).

Dalam kehidupan seseorang selalu ada situasiyang tidak terduga sebagai penyebab stres. Stresdiperlukan, karena itu harus dimaklumi bahwa stresadalah merupakan bagian dari kehidupan kita. Kita tidakselalu berhasil untuk mencegah stres, sehingga perlu

diusahakan agar stres dapat dipertahankan pada suatutingkat yang positif kontruktif, dengan mencegah danmembuang dampak negatif destruktif dan kronis.

Selama ini dikenal ada dua reaksi menghadapistres yaitu “kabur” atau “tempuh”. “Kabur” dimaksudsebagai reaksi “melarikan diri” baik secara fisik ataupsikis dari situasi yang penuh stres. “Kabur” secarafisik ialah meninggalkan ruang kerja yang menimbulkanstres, minta mutasi pekerjaan, mengundurkan dirisementara dari tugas pekerjaan/jabatan, atau bahkanperusahaan dan mencari pekerjaan di tempat lain.“Kabur” secara psikologis ialah membawa pikiran daridunia nyata ke dunia khayal, mencoba melupakan stresdengan minum alkohol, menggunakan obat penenang/napsa, sikap emosional, marah-marah tanpa sebabberarti, tidak selera makan atau bahkan makanberlebihan.

Reaksi “kabur” dari situasi stres tidakmenyelesaikan masalah, situasi yang ada tetap sama,bahkan makin memburuk. Perubahan yang ada bersifatnegatif, kondisi mental dan fisik yang tertekan. Solusiterbaik menghadapi stres adalah “tempuh” danmengelola stres dengan tepat. Stres adalah suatukeadaan yang dialami seseorang karena terjadinyainteraksi antara faktor-faktor di lingkungan dan faktor-faktor dari pribadi individu. Oleh karena itu, mengelolastres harus diusahakan untuk:1. Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak

merupakan faktor penyebab stres.2. Mengubah faktor-foktor dalam pribadi individu agar

dapat diperoleh:a. meningkatkan ambang stres, yakni tidak cepat

merasa suatu situasi yang dihadapi sebagaisituasi yang penuh stres; dan

b. meningkatkan toleransi terhadap stres, yaknidapat bertahan lebih lama dalam situasi yangpenuh stres dengan kondisi badan yang tetapsehat.Langkah-langkah awal untuk mengatasi stres

dapat dengan berbagai cara, antara lain meninggalkanruang kerja untuk berbincang-bincang santai denganrekan kerja, mendengarkan musik, olahraga, menontonTV, istirahat, tidur, dan melihat gambar-gambar yangbersifat menghibur. Sub-sub judul setelah ini akandibahas metoda mengelola stres dari secaraorganisasional dan individual, karena pada prinsipnyatanggung jawab pengelolaan stres ada pada kedua

Page 83: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

143

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI ....................... (Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya )

pihak ini.

MENGELOLA STRES: PENDEKATANORGANISASIONAL

Berikut ini ada beberapa pendekatan organisasionaluntuk mengelola stres, yaitu penerapan MBO, sistemseleksi dan penempatan, pendesainan kembalipekerjaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan,komunikasi dalam organisasi, wellness program,perekayasaan organisasi, program pelatihan,pembentukan tim kerja, dan penyuluhan jabatan.

1. Penerapan Management by Objective (MBO) danTime Management

Strategi yang dapat dilakukan untuk para manajermenengah ke atas dengan pekerjaan-pekerjaan yangdirasakan memiliki beban berlebihan yakni Work byObjectives dan Time Management. Work by Objec-tives merupakan salah satu teknik yang termasuk dalamManegement by Objectives. Work by Objectives terdiridari empat langkah-langkah yaitu: (1) menetapkansasaran yang realistik bagi satuan kerja, yang dapatdicapai dalam waktu yang ditetapkan, (2) merancangperangkat perencanaan, tindakan atau metode untukdapat mencapai sasaran, (3) menciptakan strategi untukdapat mengukur keberhasilan atas pencapaian sasaranpada suatu periode tertentu, dan (4) melakukanpengukuran keberhasilan atas pencapaian sasaran padaakhir waktu yang ditentukan.

Penetapan tujuan pekerjaan yang akan dicapaidengan melibatkan karyawan menimbulkan kejelasandan memotivasi karyawan dalam pencapaian prestasi,sehingga mengurangi tingkat frustasi karyawan,ambiguitas pekerjaan, dan stres. Gambar 1 menunjukkanadanya hubungan yang erat antara kejelasan pekerjaandengan pencapaian kinerja yang tinggi. MenurutHiggins (1982), salah satu hal yang penting untukmengatasi stres adalah mengelola waktu kita.Mengelola waktu dengan baik dapat mencegah bebanstres pelaku-pelaku bisnis modern. Apa yang haruskita lakukan hari ini? Berapa lama waktu yang kita buangsia-sia? Mengelola waktu dengan baik memungkinkankita untuk mencapai suatu kehidupan yang seimbangantara pekerjaan, keluarga, diri sendiri, meningkatkanproduktivitas, dan memberi kesempatan kepada kitauntuk mencapai tujuan pribadi dan pekerjaan pada

waktu yang tersedia.Waktu adalah sumber daya yang unik. Pada

dasarnya, kita ingin melakukan banyak hal dalam waktuyang singkat, namun ketersediaan sumberdaya danwaktu terbatas. Kesuksesan seseorang sangatdipengaruhi oleh kemampuan seseorang untukmengelola waktunya. Sebaliknya kegagalan seseorangmengelola waktu merupakan salah satu sumber stres,antara lain keputusan yang dibuat secara tergesa-gesadan pekerjaan dilakukan di bawah tekanan waktu yangketat. Setiap pemikiran, setiap tindakan membutuhkanwaktu, segala aktivitas menggunakan waktu yangtersedia, dan menimbulkan peluang terjadinya waktuterbuang, serta menunda pekerjaan penting.

Manajemen waktu merupakan proses yangsederhana. Pertama apa yang akan kita lakukan denganwaktu kita, kedua, kita perlu menganalisa penggunaanwaktu kita untuk memeperoleh hasil yang produktif,ketiga, kita dapat menggunakan waktu yang tidakproduktif untuk istirahat kita secara pribadi. Salah satualat bantu utnuk menganalisis kegiatan kitamenggunakan tabel “Analisis Waktu Harian.” Kitadapat mengkopi tabel ini rangkap tujuh untuk mengelolawaktu kita selama seminggu. Setelah kita menyiapkantabel waktu, kita perlu membuat prioritas aktivitas.

Aktivitas yang mendesak dikelompokkan tipe 1(satu). Aktivitas yang penting akan tetapi tidakmendesak dikelompokkan tipe 2 (dua). Untuk aktivitasyang yang tidak penting, tidak mendesak, dan tidakdapat didelegasikan kepada pihak lain, dikelompokkantipe 3 (tiga), antara lain: menjawab telepon, menghadiripertemuan yang tidak penting, membuang waktu untukkekuatiran, politik, berdebat, sering minum di pantry,dan perilaku tidak produktif lainnya. Setelahmengindentifisikan aktivitas tipe 3 (tiga), yang perlukita lakukan adalah mengubah perilaku denganmenghilangkan kebiasaan pada aktivitas tipe 3 (tiga)tersebut. Bahkan, jika diperlukan kita mengurangiaktivitas tipe 2 (dua).

Page 84: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

144

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Hal ini tampaknya mudah akan tetapi tidak mudah untukdipraktikan, karena perlu mengubah kebiasaanseseorang, Akan tetapi tidak mudah untuk dipraktikkan,karena perlu mengubah kebiasaan seeorang. Dalammengelola waktu kita, kita harus belajar berkata “tidak”,kita harus belajar “tegas”, dan jika memungkinkanmendelegasikan tanggung jawab pada orang lain.

2. Sistem Seleksi dan PenempatanKetika departemen SDM melakukan proses seleksi danpenempatan karyawan baru, mereka perlu memilihkaryawan yang memiliki internal locus of control, yaitukeyakinan seseorang bahwa keberhasilan tergantungpada faktor-faktor internal daripada faktor-faktoreksternal (Nelson & Quick, 1997). Karyawan yangdemikian memiliki kemampuan yang lebih baik untukmenghadapi dan mengelola stres dalam bekerja danlingkungan yang baru.

3. Pendisainan Kembali PekerjaanBagi karyawan yang menyukai tantangan dan memilikikebutuhan untuk berkembang, perusahaan perlumendisain ulang pekerjaan yang memberikan tanggungjawab yang lebih besar, pekerjaan yang berarti, lebihbanyak otonomi, dan memberikan umpan balik secaraperiodik. Faktor-faktor tersebut memberikan kepadakaryawan tersebut wewenang yang lebih besarterhadap pekerjaan dan mengurangi ketergantungankepada pihak lain, sehingga dapat mengurangi stres.

Sebaliknya bagi karyawan yang memiliki kebutuhanyang rendah untuk berkembang lebih menyukaipekerjaan yang terstruktur dan rutin, tidak terlalubervariasi, dan memiliki tingkat ketidakpastian yangrendah.

4. Partisipasi dalam Pengambilan KeputusanSalah satu sumber stres ketika karyawan merasakanketidakpastian dalam tujuan, harapan, dan bagaimanakinerja karyawan akan dievaluasi. Dengan melibatkankaryawan untuk memberikan usulan dan pendapatterhadap pengambilan keputusan perusahaan secaraumum, serta pengambilan keputusan dalam departemenmereka pada khususnya, manajemen telahmeningkatkan “sense of belonging” karyawansehingga mampu mengurangi stres.

5. Komunikasi dalam OrganisasiPihak manajemen perlu membangun komunikasi for-mal dengan karyawan secara periodik untukmengurangi rasa ketidakpastian terhadap ambiguitasperan, konflik peran, serta isu-isu penting lainnya.Komunikasi formal dapat membentuk persepsi yangbenar pada karyawan mengenai perusahaan,manajemen, pekerjaan, dan hubungan antarkaryawan.Kurangnya komunikasi formal dapat menimbulkankomunikasi informal yang tidak benar, seperti; gosip,yang dapat meningkatkan ketidakpuasan kerja, stres,dan menurunnya kinerja.

Waktu Aktivitas Persentase Pencapaian Aktivitas terhadap Tujuan yang Telah Ditetapkan (%)

Tipe Aktivitas (1/2/3)

8:00 8:30 9:00 9:30 dan

seterusnya

Tabel 1Analisis Waktu Harian

Tanggal:Sasaran hari ini:1.2.3.

Page 85: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

145

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI ....................... (Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya )

6. Wellness ProgramsPerusahaan perlu menyelenggarakan program yangberfokus pada kesehatan fisik dan kondisi mentalkaryawan, antara lain workshop yang membantukaryawan untuk berhenti merokok, mengendalikanpenggunaan alkhohol, mengurangi berat badan,kebiasaan makan yang baik, dan mengembangkan pro-gram olahraga yang teratur. Perusahaan berfungsisebagai fasilitator agar program ini dapat dilakukan olehkaryawan secara teratur dan penuh disiplin. (Robbins,1993)

7. Perekayasaan OrganisasiTeknik ini dilakukan dengan melakukan perubahan padalingkungan kerja agar tidak cepat dirasakan sebagailingkungan yang penuh stres, yakni dilakukanperubahan pada faktor-faktor stres seperti faktorintrinsik pekerjaan, faktor peran organisasi, faktorpengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, danfaktor struktur dan karakteristik organisasi.

Kondisi kerja fisik seperti bising, getaran, danpaparan pada risiko dan bahaya dapat diatur kembalimelalui analisis kondisi kerja. Hasil kajian atas analisisbeban kerja dan metode perekayasaan dapat disusunsuatu pola pekerjaan baru dengan beban yang lebihseimbang. Secara kuantitatif, pengurangan beban kerjadilakukan dengan mengurangi banyaknya kegiatanmisalnya dengan penambahan karyawan, sedangkansecara kulitatif dapat dikurangi derajat kemajemukanketrampilan yang diperlukan dan dapat dikurangitanggung jawabnya juga. Sebaliknya untuk pekerjaandengan beban terlalu sedikit dilakukan perluasanpekerjaan (job enlargement) dan pemerkayaanpekerjaan (job enrichment).

Penyebab stres yang bersumber pada gayakepemimpinan perlu ditinjau kembali. Pemimpin perlumelakukan instropeksi dan dengan segala kerendahanhati bersedia mengubah gaya kepemimpinan yangmenimbulkan stres kepada bawahannya menjadi yangsebaliknya.

8. Program PelatihanProgram pelatihan dimaksud untuk meningkatkanketrampilan kerja sehingga menimbulkan rasa percayadiri akan kemampuan untuk melakukan pekerjaandengan baik. Program pelatihan orientasi bagi pekerjabaru dibutuhkan untuk mencegah timbulnya stres,

karena terdapat perbedaan nilai-nilai organisasi dannilai-nilai pribadi. Hal ini juga dimaksudkan sebagaiproses sosialisasi pekerja dalam perusahaan yang baru.

9. Pembentukan Tim KerjaTim kerja dapat mencegah atau mengatasi stres yangtimbul karena konflik peran, ketaksaan peran, hubunganinterpersonal yang kurang baik, tekanan kelompok,pribadi yang kasar, pimpinan yang menekan, sertastruktur dan iklim organisasi. Cikal bakal suatuorganisasi berasal dari suatu tim kerja, dan manusia itumemiliki hakekat dasar sebagai mahluk sosial.Hubungan yang baik antaranggota dari suatu tim kerjamerupakan faktor utama dalam kesehatan individu danorganisasi (Munandar, 2001).

10. Penyuluhan JabatanPenyuluhan Jabatan dapat diberikan dalam kombinasidengan strategi lainnya dimaksudkan agar dapatdiketahui kelemahan dan kekuatan pekerja dankesesuaiannya untuk berbagai macam pekerjaansehingga dapat direncanakan pengembangan karirdalam perusahaan (Munandar, 2001).

MENGELOLA STRES: PENDEKATAN INDIVIDUAL

Berikut ini ada beberapa pendekatan organisasionaluntuk mengelola stres, yaitu perekayasaan pribadi,penenangan pikiran, aktivitas fisik, dan konseling.

1. Perekayasaan KepribadianTeknik ini digunakan dalam upaya untukmengatisipasi perubahan-perubahan dalamkepribadian individu agar dapat mencegahtimbulnya stres sekaligus meningkatkan ambangstres. Perekayasaan yang diharapkan olehperusahaan dapat berupa peningkatanpengetahuan, kecakapan, ketrampilan, danpemahaman kepribadian atas nilai-nilai yangmempengaruhi persepsi dan sikap pekerja terhadapprofesinya.

2. Penenangan PikiranTujuan teknik-teknik penenangan pikiran ialahuntuk mengurangi kegiatan pikiran. Dalam keadaansadar seseorang selalu mengalami proses berpikirdalam bentuk merencanakan, mengingat, berkhayal,

Page 86: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

146

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

menalar secara sinambung. Jika seseorangmengalami stres, proses berpikir tersebut dapatberubah kegiatan pikiran diharap akan muncul sikaptenang. Teknik-teknik penenangan pikiran meliputi(Munandar 2001):a. Meditasi. Meditasi adalah suatu proses

penenangan pikiran dengan cara memusatkanperhatian pada suatu keadaan pikiran untukmemperoleh kekuatan mental. Berbagai teknikseperti yoga, dzikir, relaksasi progresif adalahcara untuk menuju kepencapaian keadaan men-tal tersebut. Inti meditasi adalah kemampuanmengendalikan pikiran pada suatu gagasantertentu. Dengan berlatih akan diperolehkemampuan pengendalian pikiran darikecenderungan melamun atau berganti gagasan.Konsentrasi dilakukan dalam posisi tubuhtertentu, tidak bergerak selama jangka waktutertentu, memusatkan pikiran pada suatu hal,satu kata, satu ungkapan yang dilafalkanberulang-ulang selama waktu tertentu (ritmis).

b. Relaksasi Autogenik. Penenangan pikiranyang ditimbulkan dari dalam diri sendiri berdasarpada rasa tertentu yang dihayati dengan kuatpada suatu peristiwa tertentu yang terekam kuatdalam ingatan, sehingga timbulnya kenangantentang peristiwa akan menimbulkan pulapenghayatan gambaran perasaan yang sama.Dalam kehidupan seseorang ada peristiwa yangmenegangkan, kesakitan yang luar biasa, atausebaliknya kehangatan, kenyamanan, santai,sejuk, dan segar sebagai bentuk pengalamanpribadi masing-masing. Bila pikiran dipusatkanpada peristiwa yang menegangkan maka akandirasakan ketegangan pada badan kita,sebaliknya kalau pikiran dipusatkan padaperistiwa-peristiwa yang menimbulkanpenghayatan kehangatan dan kenyamananmaka badan akan merasakan santai.

Pelatihan relaksasi autogenik berusahamengaitkan penghayatan yang menenangkandengan peristiwa yang menimbulkanketegangan, sehingga badan terkondisi untukmemberikan penghayatan yang tetap nyamanmeskipun menghadapi pekerjaan yangmenegangkan. Keberhasilan pelatihan metodeini ditentukan kemampuan diri melakukan

sugesti (meyakinkan diri sendiri) dankeberagaman pengalaman yang memberipenghayatan yang terekam kuat dalam ingatan.

c. Relaksasi Neuromuscular. Pelatihan ini berupasuatu prgram latihan sistematis yang melatihotot dan komponen sistem syaraf yangmengendalikan aktivitas otot. Dasar pemikiranadalah otot merupakan bagian yang besar daritubuh manusia dan ketegangan pikiran dankelelahan fisik yang dialami seseorang selaludirefleksikan di otot, maka dengan melakukanpelatihan yang mengurangi ketegangan ototberarti pengurangan ketegangan yang nyatadari seluruh tubuh.

Latihan yang dilakukan secara sadar mampumerelaksasikan otot sesuai kemauan kita setiapsaat. Untuk dapat mencapai kemampuan itusebagai dasar latihan “milikilah kesadaranperasaan pikiran tentang bagaimanamembedakan rasa relaks dan rasa tegang”.Latihan relaksasi neuromusclar dilakukandengan konsentrasi untuk menegangkan ototatau merelaksasikan otot berdasar kemauan kita,latihan dilakukan selama jangka waktu tertentu.

3. Aktivitas FisikTujuan penggunaan teknik mengelola stres melaluiaktivitas fisik ialah untuk membuang sampai habishasil-hasil stres yang diproduksi oleh ketakutan,ancaman, yang mengubah sitem hormon dan syarafke dalam sikap mempertahankan stres. Manfaat laindari aktivitas fisik ini ialah dapat memberikan rasasehat, tenang, segar, dan ringan yang timbulsesudah latihan-latihan fisik. Aktivitas fisik baikdilakukan sebelum menghadapi kondisi stres dansesudah menghadapi stres dengan bergerakmemanaskan badan agar membakar gula dan lemakdalam darah. Menghabiskan produk (sisa-sisa) stresdan membersihkan badan dari kekuatan destruktifyang dapat menyerang orang yang duduk diam.Aktivitas latihan keseluruhan badan sepertiberenang, lari, menari, bersepeda, atau olahraga lainyang memanaskan badan, menaikkan detak jantung,pernafasan, otot-otot dan pusat kendali di otakdalam waktu yang cukup. Sekitar 90 menit setelahaktivitas fisik yang baik akan timbul rasa relaksasiyang mendalam, rasa dingin dan tenang. Aktivitas

Page 87: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

147

MANAJEMEN STRES: BAGAIMANA MENGHIDUPI ....................... (Conny Tjandra Rahardja dan N.H. Setiadi Wijaya )

fisik yang dilakukan rutin dapat membantuseseorang untuk lebih tahan terhadap stres.

4. KonselingPenderita stres dapat meminta tenaga ahli untukmembantu menyelesaikan masalah masalah yangdapat menimbulkan stres, melalui penangananselama beberapa periode tertentu. Pengakuan danketerbukaan membantu penderita stres mengalami“hubungan” sehingga dia tidak merasa sendiri(Nelson & Quick, 1997). Karyawan bisa secaramandiri dapat memperoleh bantuan profesional atauorganisasi yang menyediakan melalui EmployeeAssistance Programs (EAPs).

PENUTUP

Stres merupakan hal yang biasa dialami dalam kehidupansetiap orang, selama kehidupannya. Seorang yangbekerja, tentu saja akan mendapatkan sumber stres darilingkungan kerjanya. Stres mempunyai dampak baikdan buruk, tergantung dari sikap cara pandang terhadapstres dan bagaimana mengelolanya. Seseorang dengancara pandang bahwa stres adalah sesuatu yang harus“dinikmati” dan membawa kebaikan akan berbedadengan sikap awal seseorang yang selalu menghidaristres. Tanggung jawab atau beban baru bagi sebagianorang merupakan tantangan yang layak dihadapi,walaupun harus menghadapi “sedikit” stres.

Tugas mengelola stres dalam organisasi adalahtanggung jawab individu dan organisasi. Menurut teoriyang telah dibahas, tingkat stres yang terlalu rendahatau tinggi tidak baik, walau ukuran ini relatif untukmasing-masing orang. Pendekatan terbaik adalah“menjaga” agar tingkat stres pada kondisi optimal. Jadi,jika stres terlalu rendah organisasi harusnya memberitantangan baru, sehingga vitalitas karyawanbertambah, sedangkan jika terjadi simtom stres terlalutinggi, maka sebaliknya organisasi menahannya agartidak menimbulkan akibat stres yang berdampak negatif.Individu harus bersikap positif dalam memandang stres.Individu juga harus mampu mengelola stres pribadinya.Setiap individu mempunyai cara tersendiri untukmengelolanya. Apabila terlalu rendah, individu secaramandiri mencari hal-hal baru yang menantang.Sedangkan apabila dia merasa stres yang dihadapiterlalu besar, maka iapun harus tahu cara terbaik untuk

mengatasinya. Relaksasi, olah raga, melakukan hobimerupakan contoh sederhana dari banyak hal yang bisadilakukan. Stres bukan hal yang harus selalu dihindari,namun hiduplah bersama dengan stres. Hidupilah stres,karena stres sendiri menandakan masih adanyakehidupan.

Akhirnya, ide penelitian yang dihubungkandengan stres sangat terbuka lebar, melihat dimensi stresyang luas dan pemanfaatan hasil penelitian untukkepentingan organisasi. Variabel yang berhubungandengan stres juga sangat luas. Hal ini tergantung darikebutuhan organisasi dalam memanfaatkan penelitianatau dimensi penelitian yang dikonstruksikan olehpeneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Berry, J. W., “Psychology of Acculturation: Under-standing Individuals Moving between CulturesIn R. W. Brsilin (Ed.).” Aplied Cross-CulturalPsychology, 1990, 232-253.

Conti, R., Jannis Angelis, Cary Cooper, Brian Faragher,and Colin Gill, “The Effect of Lean Productionon Worker Job Stress.” International Journalof Operations & Production Management,2006, 1013-1038.

Cooper, C.L. & J. Marshall, Understanding ExecutiveStress, London: MacMillan, 1978.

Donovan, S.B. and B.H. Kleiner, “Effective Stress Man-agement.” Managerial Auditing Journal, 1994,31-34.

Everly, G.S. and D.A Girdano, The Stress Mess Solu-tion. Maryland: Prentice Hall, Inc., 1980.

Fincham, R. and P.S. Rhodes, The Individual, Work,and Organization. London: Weidenfeld andNicolsel, 1988.

Gold, Y. & R.A. Roth, Teacher Managing Stress andPreventing Burnout: The Professional HealthSolution, Washington, D.C.: Falmer Press, 1993.

Page 88: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

148

JAM, Vol. 18, No.2 Agustus 2007

Higgins, James M., Human Relations Concepts andSkill, 1 st ed. Random House Inc., 1982.

Ivancevich, J.M. and M.T. Matteson, Stress at Work,Lilinois: Scott Foresman, 1980.

Li, Eldon Y., and Abraham B. Shani, “Stress Dynamicsof Information Systems Managers: AContigency Model, project research supportedin part by a grant from the RGH Foundation.” ?.

Mackenzie, Alec, The Time Trap, First Edition, Ameri-can Management Association, 1990.

Melamed, S., Ben-Avi I., Luz J., and Green M., “Objec-tive and Subjective Work Monotony: Effecton Job Satisfaction Psychological Distresss andAbsenteeism in Blue-Collar Workers.” Journalof Applied Psychology, 1995, 29-42.

Minter, Stephen G. “Relieving Workplace Stress.” Oc-cupational Hazards, April 1999, 38-42.

Munandar, Ashar Sunyoto, Psikologi Industri danOrganisasi, ed 1. Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia, 2001.

Nelson, Debra L. and James Campbell Quick, Organi-zational Behavior, Sixth Edition, EnglewoodCliffs, NJ., Prentice Hall, Inc., 1997.

Robbins, Stephen P., Organizational Behavior, SixthEdition, Englewood Cliffs, New Jersey: PrenticeHall, Inc., 1993.

Robbins, Stephen P., Organizational Behavior, TenthEdition, New Jersey: Prentice Hall, Inc., 2003.

Selye, H. Stress without distresss, Philadelphia andNew York: J. B. Lipincott, 1974.

Shepherd, John S., “Manage the Five C’s of Stress.”Personnel Journal, July 1990, 64-69.

Smith, A., “Perceptions of Stress at Work.” HumanResource Management Journal, 2001, 74-86.

Sutherland, Valeria J. and C.L. Cooper, “Chief ExecuttiveLifestle Stress.” Leadership & OrganizationDevelopment Journal, 1995, 18-28.

Sutherland, Valeria J. and C.L. Cooper, Man and Acci-dents Offshore: the Cost of Stress among Work-ers on Oil and Gas Rigs, London: Lloyd’s List/Dietsmann, 1986.

Van Sell, M., A.P. Brief and R.S. Schuler, “Role Conflictand Role Ambiguity: Integration of the Litera-ture and Directions for Future Research.” Hu-man Relations Journal, 1981, 43-71.

Weiss, M., “Effects of Work Stress and Social Supporton Information Systems Managers.” MIS Quar-terly, Vol. 7, No. 1, March 1983, 29-43.

Page 89: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

Vol. 16, No. 1, April 2005

Lo, Eko Widodo, pp. 1-10, Penjelasan Teori Prospek Terhadap Manajemen Laba

Tjahyono, Heru Kurnianto, pp. 11-24, Peran Kepemimpinan Sebagai Variabel Pemoderasian Hubungan BudayaOrganisasional dengan Keefektifan Organisasional (Studi pada Perguruan Tinggi Swasta di Propinsi DIY)

Astuti, Sri dan M. Hanad Hainafi, pp. 250-34, Pengaruh Laporan Auditor Dengan Modifikasi Going ConcernTerhadap Abnormal Accrual

Siregar, Baldric dan Twenty Selvia Sari Sianturi, pp. 35-49, ; Reaksi Pasar Modal Terhadap Hasil PemilihanUmum dan Pergantian Pemerintahan Tahun 2004

Prajogo, Wisnu, pp. 51-65, Pengaruh Pemediasian Trust Dalam Hubungan Kepemimpinan Transformasionaldan Organizational Citizenship Behavior

Widiastuti, Sri Wahyuni dan Sri Suryaningrum, pp. 67-77, Pengaruh Motivasi Terhadap Minat MahasiswaAkuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA)

Vol. 16, No. 2, Agustus 2005

Heriningsih, Sucahyo, Sri Suryaningrum, Windyastuti, pp. 79-91, Pengaruh Kecerdasan Emosional padaPemahaman Pengetahuan Akuntansi di Tingkat Pengantar dengan Penalaran dan Pendekatan Sistem

Susanto, Djoko dan Baldric Siregar, pp. 93-105, Peran Saling Melengkapi Laba dan Arus Kas Operasi dalamMenjelaskan Variasi Return Saham

Rahdi, Fahmy, pp. 107-119, Industry Policy and Technology Transfer: Review and Analysis of The Indone-sian Automotive Industry During New Orde Era

Yudiarti, Fr. Ninik dan Eko Widodo Lo, pp. 121-127, Pengaruh Framing; Pertanggungjawaban, dan JenisKelamin dalam Keputusan Investasi Tambahan: Keputusan Individual dan Grup

INDEKS PENULIS DAN ARTIKELJAM STIE YKPN YOGYAKARTA

Vol. 18, No. 2, Agustus 2007

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 90: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

Vol. 16, No. 2, Agustus 2005

Asakdiyah, Salamatun, pp. 129-139, Analisis Hubungan Antara Kualitas Pelayanan dan KepuasanPelanggan dalam Pembentukan Intensi Pembelian Konsumen Matahari Group di Daerah IstimewaYogyakarta

Saputro, Julianto Agung, pp. 141-152, Konsep dan Pengukuran Investment Opportunity Set Serta Pengaruhnyapada Proses Kontrak

Vol. 16, No. 3, Desember 2005

Ciptono, Wakhid Slamet, pp. 153-171, The Critical Success Factors Of Tqm Underlying The Deming Man-agement Method: Evidence From The Indonesia’s Oil and Gas Industry

Lo, Eko Widodo, pp. 173-181, Manajemen Laba: Suatu Sistesa Teori

Sanjaya, I Putu Sugiartha, pp. 183-193, Analisis Pengaruh Akrual Diskresioner Terhadap Return SahamBagi Perusahaan-Perusahaan yang Diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four dan Non-BigFour

Sudarini, Sinta dan Silisia Mita Alloy, pp. 195-207, Penggunaan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi LabaPada Masa yang Akan Datang (Studi Kasus di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa EfekJakarta)

Winarso, Beni Suhendra, pp. 209-218, Analisis Empiris Perbedaan Kinerja Keuangan Antara Perusahaanyang Melakukan Stock Split dengan Perusahaan yang Tidak Melakukan Stock Split Pengujian TheSignaling Hypothesis

Siregar, Baldric, pp. 219-230, Hubungan antara Dividen, Leverage Keuangan, dan Investasi

Vol. 17, No. 1, April 2006

Nurim, Yavida, pp. 1-10, Pengaruh Karakteristik Pembuat Judgment dalam Prediksi Failure Perusahaan

Kusuma, Deden Iwan, pp. 11-24, Studi Empiris Pemilihan Metode Akuntansi pada Perusahaan yangMelaksanakan Akuisisi di Indonesia

Yunani, Akhmad, pp. 25-40, Perancangan Model Sales Force Automation (SFA) dalam Rangka MenunjangCustomer Relationship Management (CRM): Studi Kasus pada PT Pos Indonesia (Persero)

Vol. 18, No. 2, Agustus 2007

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 91: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

Vol. 17, No. 1, April 2006

Suripto, Bambang, pp. 41-56, Praktik Pelaporan Keuangan dalam Web Site Perusahaan Indonesia

Khasanah, Mufidhatul, pp. 57-78, Kajian Usaha Ternak Kambing dalam Rangka MeningkatkanKesejahteraaan Masyarakat Kabupaten Sleman

Dongoran, Johnson, pp. 79-92, Pengaruh Sikap Kerja Terhadap Kinerja pada Hotel Bintang di JawaTengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta

Vol. 17, No. 2, Agustus 2006

Sri Darma. Gede, pp. 93-117, Employee Perception of The Impact of Information Technology Investment inOrganizations: A Survey of The Hotel Industry

Hapsoro, Dody, pp. 119-135, Pengaruh Transparansi Terhadap Konsekuensi Ekonomik: Studi Empiris diPasar Modal Indonesia

Indahwati, Weliana dan Erni Ekawati, pp. 137-152, Relevansi dan Reliabilitas Nilai Informasi AkuntansiGoodwill di Indonesia

Rahmawati, pp. 153-169, Hubungan Nonlinier antara Earnings dan Nilai Buku dengan Kinerja Saham

Siswanti, Yuni, pp. 171-180, Alliance Experience, Alliance Capability, Function Alliance Dedicated danAlliance Learning dalam Aliansi Strategik untuk Meraih Kesuksesan Jangka Panjang di Era KompetisiGlobal

Widjaya, NH Setiadi, pp. 181-196, Pengaruh Komponen Komitmen Organi-sasional pada Hubungan PersepsiKaitan Kinerja-Gaji dan Organizational Citizenship Behavior

Vol. 17, No. 3, Desember 2006

Arsyad, Lincolin, pp. 197-218, A Process of Creating Business Plan for Microfinance Institution: Case Studyof LPD Mas, Gianyar, Bali

Hapsoro, Dody, pp. 219-234, Pengaruh Struktur Pengelolaan Korporasi Terhadap Transparansi: StudiEmpiris di Pasar Modal Indonesia

Sri Darma, Gede, pp. 235-255, The Impact of Information Technology Investment on The Hospitality Industry

Vol. 18, No. 2, Agustus 2007

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 92: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

Vol. 17, No. 3, Desember 2006

Sulistiyani, Tina, pp. 257-267, Analisis Perilaku Brand Switching Produk Air Minum Mineral di DaerahIstimewa Yogyakarta

Siregar, Baldric, pp. 269-282, Determinan Risiko Ekspropriasi

Bawono, Icuk Rangga, dkk., pp. 283-294, Persepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Reguler Tentang PendidikanProfesi Akuntansi (PPA) (Studi Kasus Pada Perguruan Tinggi Negeri di Purwokerto, Jawa Tengah)

Vol. 18, No. 1, April 2007

Kartikasari, Lisa, pp. 1-9, Pengaruh Variabel Fundamental terhadap Risiko Sistematik pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di BEJ

Norpratiwi, Agustina M.V., pp. 9-22, Analisis Korelasi Investment Opportunity Set terhadap Return Sahampada Saat Pelaporan Keuangan Perusahaan

Rahmawati, pp. 23-34, Model Pendeteksian Manajemen Laba pada Industri Perbankan Publik di Indone-sia dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Perbankan

Dewi, Sherly Friska dan Eko Widodo Lo, pp. 35-42, Hubungan Sinyal-Sinyal Fundamental dengan HargaSaham

Khasanah, Mufidhatul, pp. 43-50, Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD): KasusAPBD Kabupaten Sleman dan Kulonprogo Tahun 2004 dan 2005

Suranto, Anto, pp. 51-64, Hubungan Antara Sikap dan Perilaku Pejabat Public Relations dengan Efeknyadalam Kinerja (Studi Hubungan antara Sikap Terhadap Penerapan Budaya Korporat dan PerilakuPenerapan Budaya Korporat dengan Efeknya dalam Kinerja Pejabat Public Relations Perbankan SwastaNasional Anggota Perbanas

Vol. 18, No. 2, Agustus 2007

Tahun 1990

ISSN: 0853-1259

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

Page 93: JAM Vol 18 No 2 Agustus 2007.pdf

KEBIJAKAN EDITORIALJurnal Akuntansi & Manajemen

Format Penulisan

1. Naskah adalah hasil karya penulis yang belum pernah dipublikasikan di media lain.2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar.3. Naskah diketik di atas kertas ukuran kwarto (8.5 x 11 inch.) dengan jarak 2 spasi pada satu permukaan dan diberi nomor untuk

setiap halaman.4. Naskah ditulis dengan menggunakan batas margin minimal 1 inch untuk margin atas, bawah, dan kedua sisi.5. Halaman pertama harus memuat judul, nama penulis (lengkap dengan gelar kesarjanaan yang disandang), dan beberapa

keterangan mengenai naskah dan penulis yang perlu disampaikan (dianjurkan dalam bentuk footnote).6. Naskah sebaiknya diawali dengan penulisan abstraksi berbahasa Indonesia untuk naskah berbahasa Inggris, dan abstraksi

berbahasa Inggris untuk naskah berbahasa Indonesia. Abstraksi berisi keyword mengenai topik bahasan, metode, dan penemuan.

7. Penulisan yang mengacu pada suatu referensi tertentu diharuskan mencantumkan bodynote dalam tanda kurung dengan urutan penulis (nama belakang), tahun, dan nomor halaman. Contoh penulisan:a Satu referensi:

(Kotler 1997, 125)b. Dua referensi atau lebih:

(Kotler & Armstrong 1994, 120; Stanton 1993, 321)c. Lebih dari satu referensi untuk penulis yang sama pada tahun terbitan yang sama:

(Jones 1995a, 225) atau (Jones 1995b, 336; Freeman 1992a, 235)d. Nama pengarang telah disebutkan dalam naskah:

(Kotler (1997, 125) menyatakan bahwa .......e. Referensi institusi:

(AICPA Cohen Commission Report, 1995) atau (BPS Statistik Indonesia, 1995)8. Daftar pustaka disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomor urut. Contoh penulisan daftar pustaka:

Kotler, Philip and Gary Armstrong, Principles of Marketing, Seventh Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1996

Indriantoro, Nur. “Sistem Informasi Strategik; Dampak Teknologi Informasi terhadap Organisasi dan Keunggulan Kompetitif.”KOMPAK No. 9, Februari 1996; 12-27.

Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig.”Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.”Sloan Management Review (Summer 1994): 57-67.

Paliwoda, Stan. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince., 1994.

Tahun 1990

J U R N A LAKUNTANSI & MANAJEMEN

ISSN: 0853-1259

Prosedur Penerbitan

1. Naskah dikirim dalam bentuk print-out untuk direview oleh Editors JAM.2. Editing terhadap naskah hanya akan dilakukan apabila penulis mengikuti kebijakan editorial di atas.3. Naskah yang sudah diterima/disetujui akan dimintakan file naskah dalam bentuk disket kepada penulis untuk dimasukkan dalam

penerbitan JAM.4. Koresponden mengenai proses editing dilakukan dengan Managing Editor5. Pendapat yang dinyatakan dalam jurnal ini sepenuhnya pendapat pribadi, tidak mencerminkan pendapat redaksi atau

penerbit.Surat menyurat mengenai permohonan ijin untuk menerbitkan kembali atau menterjemahkan artikel dan sebagainya dapat dialamatkan ke Editorial Secretary.