Top Banner

of 75

Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

Jun 03, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    1/75

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    2/75

    KEMELUT

    DI PULAU ARU

    Karya Djair Warni

    Serial Jaka SembungCover Oleh: Djair

    Alih Versi Oleh: Danny SitumenangJakarta, 1991; cet. Ke-1

    Penerbit Sarana Karya, JakartaSK 91-85S, 128 hlm; 11 x 18 cm

    Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak

    sebagian atau seluruh isi buku initanpa izin tertulis dari Penerbit

    Ini adalah kisah fiktif. Persamaan nama tokoh, tempatatau pun peristiwa hanyalah kebetulan belaka

    https://www.facebook.com/pages/Dunia-

    Abu-Keisel/511652568860978

    https://www.facebook.com/pages/Dunia-Abu-Keisel/511652568860978https://www.facebook.com/pages/Dunia-Abu-Keisel/511652568860978https://www.facebook.com/pages/Dunia-Abu-Keisel/511652568860978https://www.facebook.com/pages/Dunia-Abu-Keisel/511652568860978https://www.facebook.com/pages/Dunia-Abu-Keisel/511652568860978
  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    3/75

    1

    Istana kepala suku Pampani di Kepulauan Aru,malam itu tampak sepi. Jauh lebih sepi dari biasanya.Bukan karena para penjaga tidur semua, bahkan ma-lam itu jumlahnya ditambah hampir dua kali lipat. Ti-dak hanya di dalam, tetapi juga di luar istana penja-gaan sangat rapat, sehingga rasanya hanya setan atausiluman saja yang bisa masuk tanpa diketahui.

    Akan tetapi karena kerajaan yang dipimpin oleh

    Pampani saat ini sedang terancam oleh musuh, di an-tara para penjaga tidak ada yang berani buka suara.Semua menunggu dengan perasaan tegang sambilmemasang telinga baik-baik. Demikian juga halnyapenjaga di menara, tak pernah lalai menunaikan tu-gasnya. Beberapa pengawas kepala berjalan hilir mu-dik untuk memeriksa semua anak buahnya kalau-kalau ada yang tertidur.

    Pihak musuh tidak mustahil datang menyerbusecara tiba-tiba. Apalagi karena pihak musuh diketa-hui sangat kuat dan memiliki ilmu hitam yang sangatjahat. Menurut desas desus, musuh mereka selain bisamenguasai pikiran seseorang dengan ilmu sihirnya, ju-ga dapat menghilang bagaikan angin. Jadi pagar tinggiyang mengelilingi istana belumlah cukup sebagai per-

    tahanan.Demikian hebatnya ilmu sihir tokoh sesat Wo-mere dari Pulau Kolepom yang menjadi tangan kananWan-Da-I, sehingga pendekar gagah perkasa sepertiWori dapat pula dikuasai. Dua orang bangsa berkulitputih yang hendak melakukan penelitian di KepulauanAru, juga sudah menjadi tawanan Wan-Da-I. Selainitu, Wan-Da-I sudah mulai pula menjalin hubungan

    kerja sama dengan pihak Belanda. Selangkah lagi, Ke-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    4/75

    rajaan Pampani tentu akan hancur. Demikianlah ren-cana dan keyakinan musuh!

    Malam semakin larut. Putri Nomina dan putranya

    yang masih bayi sedang tidur pulas di dalam kamaryang bersebelahan dengan kamar suami istri Umangdan Mirah. Suami istri yang dikenal sebagai pendekarsakti dari Pulau Jawa itu sudah tidur lelap pula, tam-paknya siang tadi mereka kelelahan. Suara dengkur siLengan Tung-gal Umang terdengar lebih keras sehing-ga terdengar sampai ke luar kamar. Lain dengan is-trinya yang tidur dengan desah nafas halus.

    Menjelang tengah malam, Mirah tampak mengge-liat-geliat. Tidak lama kemudian wanita muda itu ter-bangun sambil mengusap-usap kedua matanya. Tanpamenimbulkan suara mencurigakan, ia duduk danmemperhatikan suaminya. Umang masih tidur lelap. Iamenghela nafas lega lalu berjalan berjingkat-jingkatmemperhatikan keadaan di sekeliling kamar. Tampak-nya aman-aman saja, maka ia pun segera ke luar danmenutup pintu kamar kembali.

    Di bawah sinar penerangan lampu teplok yangtergantung di dinding, tampak sepasang mata wanitaitu memancarkan sinar aneh, tajam dan dingin dankadang-kadang tampak melotot namun tanpa sinarsehingga tak ubahnya mata seseorang yang mati pera-saan. Jarang sekali mata yang sebetulnya indah itu

    berkedip. Seandainya ada penjaga yang melihatnya,pastilah akan bergidik ngeri.

    Tidak ada yang tahu kenapa sinar mata Mirahyang biasanya cerah ceria itu tampak menjadi lain pa-da malam itu. Tak ada pula yang tahu apa maksudnyake luar dari istana dengan cara mengendap-endap. Si-nar matanya menatap liar, dan sadarlah ia bahwa pen-jagaan sangat ketat. Akan sukarlah bagi orang-orang

    biasa untuk keluar tanpa diketahui penjaga. Tetapi

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    5/75

    bagi Mirah yang memiliki ilmu silat yang tinggi, hal itutidaklah masalah serius. Ia menahan nafas sambil me-nunggu para laskar agak lengah. Lalu tanpa menim-

    bulkan suara mencurigakan, tubuhnya mencelat ba-gaikan terbang meloncati pagar. Luar biasa cepat danringannya gerakan wanita itu, sehingga dalam sekejapsaja sudah berada di luar istana tanpa diketahui sia-papun juga.

    Tubuh Mirah kemudian berkelebatan meloncatitebing-tebing bukit cadas menuju ke arah pantai.Rembulan malam itu sedang bersinar remang-remang,

    sehingga tubuh Mirah tampak hanya bayang-bayangsaja. Seandainya dilihat penduduk tentu akan mengi-ranya setan yang sedang gen-tayangan mencari mang-sa.

    Hanya dalam waktu yang singkat, Mirah akhirnyasampai di atas tebing di pinggir pantai Laut Arafuru.Dinding tebing itu sangat terjal bahkan agak condongke depan, sehingga kalau misalnya ada yang tergelin-cir, tubuhnya pasti langsung tercebur ke laut. Ting-ginya hampir sepuluh meter.

    Cukup lama juga Mirah berdiri tegak bagaikanpatung di atas tebing itu. Sepasang matanya yangmencorong aneh menatap ke bawah, memperhatikansesosok tubuh yang sedang bersemadi di dalam airlaut. Di bawah siraman sinar rembulan, tampak sa-

    mar-samar ombak laut datang bergulung-gulung me-nerjang tubuh laki-laki itu. Tetapi tak sedikit pun tu-buh itu bergoyang, pertanda bahwa ia bukanlah orangsembarangan.

    Si Gila Dari Muara Bondet sendirilah yang ber-semadi di dalam air laut, di dekat tebing itu. Sepertihari-hari sebelumnya, lelaki itu sekarang pun tampakbenar-benar terlena dalam semadinya sehingga seperti

    tidak memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Ada

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    6/75

    dua tujuan utama Karta melakukan semadi seperti itu.Pertama untuk menghimpun tenaga sekaligus me-nyembuhkan luka-luka yang dideritanya, karena da-

    lam suatu pertarungan melawan Wori belum lama ini,ia menerima pukulan yang cukup telak. Tujuan keduaadalah untuk mengawasi keadaan di sekitar laut, ka-rena besar sekali kemungkinan pihak musuh akanberkeliaran di laut.

    "Karta!"Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita menye-

    but nama si Gila Dari Muara Bondet. Suara yang cu-

    kup halus, tetapi karena disertai pengerahan tenagadalam, suara itu dapat menembus gemuruh air laut,menembus anak telinga Karta. Ia tersentak dari sema-dinya dan segera mengenal suara itu. Mirah, pikirnya.Ketika ia berpaling ke atas tebing, tampaklah olehnyawanita itu sedang berdiri tegak seraya menatap kearahnya.

    Ada apa gerangan sehingga malam-malam beginiMirah menemuinya ke laut? Mungkin telah terjadi se-suatu yang luar biasa, karena kalau tidak demikian,tidak mungkin istri sahabatnya itu menemuinya. MakaKarta pun meloncat dari laut, bagaikan terbang sajalayaknya tubuh pendekar itu mencelat ke atas tebingdan sempat bersalto di udara dengan gerakan yangsangat cepat dan mengagumkan. Dengan sangat rin-

    gannya, kedua kaki Karta mendarat di hadapan Mirah."Mirah, apa yang sedang terjadi sehingga kau

    menemuiku ke sini? Apakah telah terjadi sesuatu yangtidak diinginkan?"

    Mirah tidak segera menjawab. Sepasang matanyasemakin tajam menatap wajah Karta.

    "Kenapa kau diam saja, Mirah? Bagaimana kea-daan di istana? Apa yang terjadi terhadap anak dan is-

    triku maupun teman-teman kita yang lain?"

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    7/75

    "Ah, Karta!" Mirah berdesah dengan suara lirih,sehingga membuat Karta semakin khawatir karenamengira Mirah merasa ragu-ragu menjelaskan keadaan

    yang sebenarnya."Mirah, cepatlah katakan apa yang sedang terja-di!"

    "Tidak sesuatu pun terjadi!"Karta mengerutkan kening. Kalau tidak sesuatu

    pun terjadi, kenapa Mirah menemuinya? Jangan-jangan Mirah belum mau menceritakan keadaan yangsebenarnya. Akan tetapi melihat wajah Mirah yang

    tampak biasa-biasa saja, Karta pun dapat mendugabahwa ucapan wanita itu benar adanya.

    "Lalu kenapa kau datang ke sini?" tanya Kartaheran.

    "Aku sendiri bingung. Tapi.....dalam keadaan ba-sah seperti ini, kau tampak lebih gagah dan tampan..."

    "Oh, Mirah!" Karta mengeluh karena mengira Mi-rah hanya sekedar bercanda. Kalau dalam keadaan bi-asa saja, mungkin ia tidak akan perduli Mirah bercan-da. Tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini hati sia-pa yang tidak kesal kalau ditemui hanya untuk menga-takan gagah dan tampan?

    "Karta!" Mirah kembali berdesis lirih dan tanpadiduga-duga ia mendekap Karta. Kedua tangannya me-lingkar di dada Karta erat-erat. Wajahnya ditempelkan

    sehingga nafasnya yang memburu terasa oleh Karta.Bukan main terkejutnya Karta melihat sikap Mi-

    rah itu. Pelukan dan ciuman itu bukanlah perbuatanyang biasa-biasa saja. Apalagi ketika tangan Mirahmengusap-usap dadanya, terasa jemari tangan itu ge-metaran. Dan dada yang lembut serta hangat itu oh,telah menempel pula. Seandainya Karta bukanlah seo-rang pendekar sakti, bisa jadi karena sangat terkejut

    akan mendorong tubuh Mirah sampai terlempar. Teta-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    8/75

    pi dengan ketabahan luar biasa, ia mencekal lenganwanita itu dan dengan halus mendorongnya.

    "Mirah, ada apakah sebenarnya? Kenapa sikap-

    mu jadi begini?""Aku... aku.... oh, Karta!" Mirah tidak mampumeneruskan kata-katanya. Tiba-tiba ia kembali meme-luk tubuh Karta dan berusaha mendekapnya lebih eratlagi. Tetapi setelah menepiskan tangan Mirah, Kartamenggeser kakinya ke kiri, sehingga tubuh wanita ituhampir terjatuh.

    Berdebar jantung si Gila Dari Muara Bondet keti-

    ka memperhatikan sinar mata Mirah. Terasa sangataneh dan sulit dimengerti maknanya. Namun nalu-rinya membisikkan bahwa wanita cantik di hadapan-nya itu sedang dirasuk sesuatu yang sangat kuat.Mungkin gejolak nafsu birahi yang tak terkendalikanatau ada yang lainnya. Hal itu pula yang membuatKarta semakin kebingungan, sebab selama ini Mirahtak pernah bersikap seperti itu padanya. Bahkan ke-duanya sudah seperti saudara saja. Lalu kenapa sikapMirah sekarang jadi seperti itu?

    "Akh...!" Tiba-tiba Karta berseru tertahan ketikamenyadari bahwa Mirah sudah memeluknya kembali.Sikap wanita itu bahkan terasa lebih bernafsu lagi dantampak beringas. Karta mendorong Mirah dengan ha-lus, tetapi tanpa disangka-sangka Mirah pun mendo-

    rongnya kuat sekali. Akibatnya tubuhnya terdorongsampai ke pinggir tebing itu. Si Gila boleh merupakanseorang pendekar sakti yang selalu disegani lawanmaupun kawan, bahkan boleh dikatakan mendengarnamanya saja lawan sudah gentar. Akan tetapi meng-hadapi keadaan seperti itu, ia menjadi gugup juga.Bersikap kasar terhadap Mirah rasanya tidak mungkindan tidak sampai hati dia, tetapi ia pun tak ingin dipe-

    luk terus-terusan seperti itu. Maka ia pun mendorong

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    9/75

    Mirah dengan harapan istri sahabatnya itu segera me-nyadari sikapnya yang tidak baik.

    Akan tetapi Mirah tampaknya benar-benar sudah

    kesetanan. Ketika Karta mendorongnya, ia pun mem-balas mendorong bahkan lebih kuat lagi sehingga lela-ki itu terpaksa mundur.

    "Mirah jangan...!" Tiba-tiba Karta berteriak kagetkarena tubuhnya terjatuh dari pinggir tebing. Karenatadi Mirah memeluknya erat-erat, tubuh wanita itupun ikut terjatuh. Keduanya melayang ke laut dalamkeadaan masih berpelukan.

    "Byuuuur!"Tubuh mereka tercebur ke laut. Untung air di

    tempat itu cukup dalam sehingga keduanya tidakmengalami luka-luka. Setelah berada di air, Mirahtampak semakin ganas. Ia bukan hanya memeluk Kar-ta tetapi kedua kakinya pun mengepit pinggang lelakiitu. Tentu saja Karta semakin kesal. Sikap Mirah itusudah keterlaluan dan tidak dapat dibiarkan lagi. Di-dorongnya lagi sekuat tenaga sehingga tubuh Mirahterlempar. Lalu secepat kilat, Karta meloncat dari da-lam air dan tubuhnya melayang bagaikan terbang keatas tebing. Tetapi Mirah pun berbuat hal yang sama,sehingga keduanya kembali berhadapan di atas tebingdalam keadaan basah kuyup.

    "Mirah! Apa yang kau lakukan ini? Kau.... kau

    kesurupan setan rupanya. Ingat, Mirah! Kau adalah is-tri Umang. Sadarlah!"

    Mirah tidak menyahut. Tetapi bibirnya yang me-rah tipis itu mengulum senyum yang sangat menan-tang. Lalu tanpa diduga-duga, ia membuka pakaianyang melekat di tubuhnya. Karta terkejut dan buru-buru memalingkan wajahnya. Cukup lama keduanyamembisu dan Karta masih membelakangi Mirah.

    "Karta!"

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    10/75

    Karta membalikkan badan. Sepasang matanya ti-ba-tiba terbelalak lebar, mulutnya menganga. TernyataMirah sudah dalam keadaan telanjang bulat. Tanpa

    sadar, Karta melangkah mundur."Karta, apa aku tidak secantik Nomina? Apa akutak secantik Ranti istrimu yang kau tinggal di PulauJawa? Tataplah tubuhku, Karta. Kau adalah laki-lakiperkasa dan sekarang aku akan menyerahkan segala-galanya untukmu!" kata Mirah dengan suara terengah-engah.

    "Ya. Tuhan!" Karta berkata seperti orang sedang

    mengigau, "Kenapa kau bersikap seperti orang jalanan,Mirah? Ingat suamimu. Ia sangat mencintaimu. Sadar,Mirah!"

    Karta memperhatikan wajah Mirah yang tiba-tibatampak murung. Wajah itu sebetulnya sangat cantikdengan raut wajah yang bulat telur. Kulit putih halusdengan sepasang mata bening dan senantiasa berbi-nar-binar. Dan bibir itu, pasti akan menarik setiap le-laki yang memandangnya. Tetapi sungguh mati, pera-saan dalam hati Karta selama ini hanya terbatas rasakagum dan sayang saja. Tak lebih dari itu. Sekarangmelihat Mirah berdiri dalam keadaan bugil di hada-pannya, ia menjadi termangu-mangu seperti orangyang sedang kehilangan akal sehat.

    "Karta, janganlah bersikap kasar padaku! Hatiku

    hancur luluh. Kau tak pernah mengerti isi hatiku, Kar-ta. Bertahun-tahun lamanya aku merindukan kehadi-ran bayi dari suamiku, namun sia-sia belaka. Oleh ka-rena itu, aku menghendaki laki-laki seperti dirimu.Aku ingin punya anak seperti Ranti, seperti Nomina.Aku sangat merindukannya. Apakah artinya hidup inikalau tanpa anak?" Beberapa tetes air mata mengucurmembasahi pipi Mirah yang pucat.

    Seketika lenyaplah kekesalan di hati Karta, ber-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    11/75

    ganti rasa iba yang sangat dalam. Memang betul, sua-mi istri Mirah dan Umang sudah lama menikah namunentah karena apa sampai sekarang belum dikaruniai

    anak. Mirah memang seorang pendekar berilmu tinggi,sepak terjangnya memerangi kejahatan boleh dibang-gakan dan dijadikan teladan bagi pendekar lainnya.Tetapi bagaimanapun juga, pada dasarnya ia adalahwanita biasa juga. Jadi wajarlah kiranya kalau kenya-taan bahwa mereka belum punya anak, merupakanpenderitaan batin yang sangat menyakitkan baginya.

    Ketika ia memeluk Karta kembali, lelaki itu diam

    saja bahkan dengan lembut membelai rambut Mirah."Maafkan kekasaran ku tadi, Mirah! Sesungguhnyaaku tidak pernah bermaksud menyakitimu. Tetapi per-lu kau tahu, sikapmu ini membuatku jadi serba salah.Aku sangat menghormatimu maupun suamimuUmang."

    "Aku tidak tersinggung lagi, Karta!""Terima kasih, Mirah. Tetapi aku harap dengan

    hormat agar kau menjaga persahabatan di antara kita.Anak adalah karunia Tuhan. Tak perlu terlalu disesalikalau hasrat hatimu belum tercapai."

    "Kau jangan berkhotbah di hadapanku, Karta.Jangan membawa-bawa nama Tuhan sekarang." Laludengan air mata yang kembali bercucuran, Mirah ber-simpuh dan memeluk kedua kaki Karta, "Tolonglah

    aku Karta. Taburkan benih keturunan itu di atas la-dang persemaianku. Lakukanlah, Karta. Aku mohonpadamu..."

    "Mirah! Kau insyaflah! Sadarlah! Aku menyayan-gimu, Mirah. Kau pasti tahu itu. Oleh karena itu, ha-rap kau mengerti keadaanku. Itu tidak mungkin kula-kukan. Marilah, biar kuantar kau pulang. Umang ten-tu mencari-carimu sekarang."

    "Tidak!"

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    12/75

    Tiba-tiba sebuah bayangan berkelebat cepat se-kali dan hampir bersamaan dengan itu, sebuah kilatancahaya putih menyambar ke arah leher Karta.

    "Aaaaah!" Karta menjerit kaget sekali. Secepat ki-lat ia membantingkan badan ke samping, lalu bergul-ing-guling di atas tebing. Ketika ia hendak meloncatbangun, ujung golok telah menempel di dekat leher-nya.

    "Umang!" kata Karta tanpa sadar.Memang benar, Umang sendirilah yang menye-

    rangnya secara mendadak tadi. Serangan itu dilaku-

    kan sangat cepat dan kalau saja Karta tidak memilikikesaktian tinggi, tentulah ia akan tewas di ujung golokUmang, atau paling tidak pasti akan menderita lukaparah.

    Akan tetapi Umang juga bukanlah orang semba-rangan. Pendekar yang lengan kanannya telah bun-tung sebatas siku itu memiliki kesaktian yang tidakboleh dipandang remeh, terutama permainan goloknya

    yang sangat kuat dan cepat. Ketika serangannya dapatdielakkan Karta, pendekar dari Lereng Ciremai itu te-rus mengejar dan menodongkan goloknya ke arah siGila Dari Muara Bondet.

    "Bangsat!" bentak Umang geram. Dari sinar ma-tanya terpancar kemarahan yang meluap-luap dantampaknya ia telah melupakan persahabatan di antara

    mereka selama ini."Tunggu, Umang! Aku akan menjelaskan duduk

    persoalan yang sebenarnya," kata Karta terbata-bata."Tak perlu banyak bicara di hadapanku, Karta!

    Tak kusangka seorang pendekar gagah perkasa sepertikau berani berbuat seperti ini terhadap sahabatmu.Kau ternyata tak lebih dari racun perusak yang sangatbejat. Kau sampai hati membawa istriku dan merayu-

    rayunya di sini. Benar-benar tak bisa kuampuni kesa-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    13/75

    lahanmu ini. Kau harus menebusnya dengan nyawamusendiri!"

    Karta adalah pendekar gagah perkasa, selain

    memiliki kepandaian yang sangat tinggi, ia juga bukanseorang pengecut. Ia tidak pernah takut mati. Akan te-tapi mati di tangan kawan sendiri apalagi hanya kare-na kesalahpahaman, tentu saja ia tidak mau. Maka iamasih mencoba menjelaskan persoalan yang sebenar-nya.

    "Tunggu dulu, Umang. Jangan terburu nafsu.Dengarkan dulu penjelasanku. Se-telah itu kau boleh

    melakukan apa saja terhadap diriku.""Kau harus mampus, manusia bejat. Haiiiit!"

    Umang mengayunkan goloknya, cepat dan sangatmendadak sehingga tampaknya tidak ada kemungki-nan lagi bagi Karta untuk menyelamatkan diri.

    "Trang!"Umang terhuyung beberapa langkah. Ujung

    tongkat yang menangkis goloknya sangat kuat sehing-ga golok di tangannya nyaris lepas. Ia menatap laki-laki yang menangkis senjatanya sehingga Karta sela-mat dari maut. Ternyata adalah si Kaki Tunggal Bau-reksa sahabatnya sendiri.

    Sama seperti Umang, pendekar berkaki tunggalitu pun tadi terbangun dari tidurnya, ketika menden-gar Umang memanggil-manggil istrinya. Cepat itu

    mengintip dari balik pintu dan melihat sahabatnya itumeloncat ke luar istana. Rupanya beberapa saat sete-lah Mirah pergi, Umang juga terbangun dan setelah be-rusaha mencari-cari, yakinlah ia bahwa istrinya itupergi ke pantai menemui Karta.

    Tepat seperti dugaannya, Mirah memang ada dipantai. Hampir ia tak percaya akan penglihatannyasendiri menyaksikan Mirah memeluk kaki Karta dalam

    keadaan telanjang bulat. Dada Umang terasa bagaikan

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    14/75

    terbakar oleh gejolak amarah yang tak terkendalikanlagi. Ia menghunus goloknya dan langsung melancar-kan serangan mautnya ke arah leher si Gila Dari Mua-

    ra Bondet dan tidak perduli lagi walaupun menyadariserangan goloknya itu bisa membuat sahabatnya te-was.

    Baureksa yang sempat melihat bayangan tubuhUmang berkelebat ke arah pantai segera mengejar. Un-tung saja ia memiliki ilmu meringankan tubuh yangsangat tinggi, sehingga masih sempat menyelamatkanKarta dari maut.

    "Kau Baureksa!" kata Umang terkejut. Matanyaberkilat-kilat sangat marah melihat sahabatnya itumenangkis sabetan goloknya.

    "Umang, apakah kau tidak menyadari perbua-tanmu itu? Sabetan golokmu bisa membuntungi lehersahabat kita Karta."

    "Apakah matamu juga tidak melihat bagaimanabajingan ini hendak mempermainkan istriku? Kau se-lalu membela Si Gila ini!"

    Si Kaki Tunggal melirik ke arah Mirah sebentar.Wanita itu dengan terburu-buru mengenakan pa-kaiannya kembali. Baureksa menghela nafas panjang-panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.

    "Syukurlah kau masih mengingat nama asli ku....Baureksa. Berarti kau ingat siapa diriku, pribadiku

    dan pendirianku. Engkau pun tentunya belum lupabahwa kita pernah berjuang bahu membahu menum-pas Lalawa-Hideung di daerah Cilimus bersama JakaSembung. Kau ingatlah semua itu. Jangan berbuat se-kasar itu kepada Karta!"

    "Jadi kau bermaksud menyalahkan aku karenaaku tidak sanggup bikin anak? Dan kau memuji-mujikejantanan si Gila Dari Muara Bondet keparat ini?"

    Sambil berkata begitu, Umang menudingkan goloknya

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    15/75

    ke muka Baureksa.Mendengar ucapan itu, si Kaki Tunggal menghela

    nafas berat. Wajah pendekar setengah baya itu tampak

    menjadi muram, bagaikan langit diselimuti kabut. Iakecewa karena sahabatnya Umang seharusnya tak per-lu mengucapkan kata-kata seperti itu. Namun selainmerasa kecewa dan kasihan, si Kaki Tunggal juga me-rasa was-was. Sebab tak biasanya sahabatnya itu ber-sikap demikian. Dan sinar mata itu, rasanya meman-carkan sesuatu yang aneh, yang belum pernah dilihatsi Kaki Tunggal selama ini.

    "Umang dan Mirah," Akhirnya si Kaki Tunggalberkata setelah perasaannya sedikit agak tenang. "Ka-lau kalian masih menganggap aku sebagai orang yangpaling tua di antara kita, maka dengarlah kata-kataku.Aku mengerti perasaan kalian karena sampai sekarangbelum mempunyai anak. Tetapi itu adalah urusan Tu-han. Kita hanya sebagai pelaksana. Percayalah, suatusaat kalian pun tentu akan mempunyai anak."

    Tiba-tiba Mirah yang sudah mengenakan pa-kaiannya meloncat ke hadapan Baureksa. Goloknyadiacungkan dan sinar matanya merah bagaikan me-mancarkan api, "Diam kau, buntung. Kau tak berhakmencampuri urusan rumah tangga ku. Diam kataku!Jangan kau kira aku takut padamu!"

    "Mirah, kau sampai hati berkata begitu..." Tiba-

    tiba Baureksa menghentikan ucapannya, karena seca-ra tak terduga-duga, Mirah sudah menerjangnya den-gan dahsyat. Goloknya diayunkan cepat sekali menim-bulkan suara berdesing dan kilatan senjata yang lang-sung menukik ke arah ulu hati si Kaki Tunggal.

    Tentu saja si Kaki Tunggal sangat terkejut. TapiMirah yang dari segi umur boleh dikatakan adalahanaknya, berani memakinya si buntung. Sekarang ma-

    lah menyerangnya kembali dengan ganas. Pendekar

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    16/75

    berkaki tunggal itu tentu sudah mengetahui kehebatanilmu golok Mirah. Dibandingkan dengan Umang sendi-ri, agaknya wanita itu tidak kalah berbahayanya.

    Maka si Kaki Tunggal pun segera memutar tong-katnya menangkis serangan Mirah. Akan tetapi agak-nya Mirah sudah menduga gerakan si Kaki Tunggal,karena secara mendadak ia sudah menarik goloknyadan menyambar lagi dari bawah ke atas. Berbarengandengan itu, tangan kirinya menampar ke arah daguBaureksa. Hebat luar biasa serangan Mirah, sehinggadiam-diam Baureksa kembali dibuat terkejut. Apalagi

    karena ia tidak ingin melukai Mirah. Seandainya Mirahmerupakan lawan yang boleh dibunuh, si Kaki Tunggaltentu saja dapat membalas serangan itu dengan me-nusukkan tongkatnya yang jauh lebih panjang ke arahdada istri Umang.

    Oleh karena itu, si Kaki Tunggal segera meloncatmundur sambil memiringkan badan ke kiri. Serangangolok maupun tamparan Mirah sudah menyambar kearah dadanya.

    "Buk!" Tendangan itu mendarat dengan telak.Sambil menjerit kesakitan, Baureksa terpelantinghampir lima meter. Sebelum sempat meloncat bangun,ujung golok Mirah sudah ditempelkan ke lehernya.

    "Mirah, insyaflah!" kata si Kaki Tunggal agak ter-sendat.

    "Tutup mulutmu!""Kau sungguh keterlaluan, Mirah! Jangan kau ki-

    ra aku pernah takut mati. Kalau kau mau membunuhaku, bunuhlah sekarang juga. Tapi kelak kau akanmenyesali perbuatanmu ini!"

    Pada kesempatan itu, Karta bergerak cepat sekalimengayunkan kakinya menghantam kaki Umang, se-hingga lelaki itu terjengkang ke belakang. Setelah itu,

    Karta segera meloncat bangun dan menghampiri Mi-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    17/75

    rah."Mirah, jangan kurang ajar!""Berhenti!" bentak Mirah sambil menekankan

    ujung goloknya ke leher Baureksa, "Kau lihat golok ini!Jika kau masih berani melangkah maju, kutebas ba-tang leher si buntung ini!"

    Wajah Karta menjadi pucat. Sebagai pendekaryang sudah sangat berpengalaman, ia segera dapatmenyadari bahwa nyawa si Kaki Tunggal benar-benarterancam maut. Sekali bergerak saja, pendekar sepertiMirah tentu akan menebas lehernya hingga buntung,

    jika ia mau. Dan jika itu misalnya terjadi, berarti siKaki Tunggal tewas secara tak langsung karena di-rinya. Karta sungguh tak menginginkannya. Maka ia-pun menghentikan langkah sambil menunggu kesem-patan untuk menyelamatkan sahabatnya itu.

    "Jangan coba-coba bertindak tolol, Karta! Aku ti-dak main-main sekarang! Nyawa si buntung ini ada diujung golokku. Kalau kau ingin dia selamat, kau harusbersedia meluluskan permintaanku tadi! Kalau ti-dak...."

    "Karta, jangan kau perdulikan aku! Jangan turutikemauannya! Ia sedang dipengaruhi iblis!" teriak siKaki Tunggal.

    "Diam kau buntung!" bentak Mirah menambahtekanan goloknya sehingga kulit leher Baureksa berda-

    rah."Karta, awas di belakangmu!" Baureksa berteriak

    tanpa memperdulikan lehernya yang sakit. Rupanyasaat itu Umang sudah menerjang Karta dengan dah-syat. Goloknya diayunkan menyambar ke arah leher SiGila Dari Muara Bondet.

    Ketika senjata maut itu sudah hampir menyen-tuh kulitnya, Karta menunduk, lalu tangan kanannya

    menyambar dada Umang dengan kecepatan yang su-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    18/75

    kar diikuti mata."Buk!" Kuat sekali hantaman Karta, sehingga tu-

    buh Umang terlempar dan terjatuh dari atas tebing.

    Karena ia terjatuh ke sebelah kiri, maka Karta menjaditerkejut sebab disadarinya bahwa di bawah sana, teb-ing cadas telah siap meremukkan kepala Umang.

    "Hah? Umang!" teriak si Kaki Tunggal-yang jugatak kalah terkejutnya.

    Akan tetapi tiba-tiba tubuh Umang berputar se-cara mengagumkan dan kedua telapak kakinya me-nempel dan langsung seperti lengket di dinding tebing,

    tak ubahnya seekor kelelawar. Luar biasa! Baik Kartamaupun si Kaki Tunggal sangat terkejut menyaksikankehebatan Umang.

    "Astaga! Itu adalah ilmu Lalawa Hideung!" teriaksi Kaki Tunggal seolah-olah tak percaya akan pengliha-tannya sendiri. Tidaklah mengherankan si Kaki Tung-gal sangat terkejut menyaksikan Umang mem-pergunakan ilmu Lalawa Hideung sewaktu menyela-matkan diri. Karena seperti yang dikatakannya tadi, iadan Umang sendiri bersama Jaka Sembung beberapatahun lalu pernah menumpas tokoh sesat Lalawa Hi-deung itu di daerah Cilimus. Tetapi sekarang malahUmang sendiri yang menggunakan ilmu yang luar bi-asa itu.

    Agaknya Mirah sendiri pun tak menduga bahwa

    suaminya menguasai ilmu itu. Matanya bahkan sam-pai terbelalak lebar-lebar menyaksikan suaminya sen-diri dengan posisi menyiku di dinding tebing.

    Akan tetapi Karta lebih cepat dapat menguasaiperasaannya dan secepat kilat menendang tongkat siKaki Tunggal, meluncur cepat sekali menghantam tan-gan kanan Mirah.

    "Akh!" Mirah berseru kaget dan tanpa dapat dice-

    gah lagi, goloknya terlepas dari tangannya. Kesempa-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    19/75

    tan itu digunakan si Kaki Tunggal meloncat bangundan menangkap tongkatnya. Hampir pada waktu yangbersamaan, kakinya menggaet kaki Mirah sehingga

    kehilangan keseimbangan dan terjatuh bergedebuk."Kurang ajar!" bentak Mirah geram.Sudahlah, Mirah. Sadarlah! Nyebut!" ujar si Kaki

    Tunggal dengan suara lembut.Pada saat itu, Umang sudah meloncat kembali ke

    atas tebing dan langsung memasang kuda-kuda di ha-dapan Karta. Sikapnya tampak lebih beringas lagi, siapmengadu nyawa dengan sahabatnya itu.

    "Umang, sahabatku! Ingatlah pada Tuhan. Sadar-lah. Kau telah keliru. Nyebutlah nama Tuhan. Istigfar-lah!" kata Karta. Akan tetapi Umang bukannya sadar,malah menerjang Karta dengan dahsyat. Ia meloncatbagaikan terbang ke arah Karta, lalu kakinya mengirimtendangan maut ke arah dada lawan.

    "Mampus kau!" bentaknya. Karta berkelit kesamping, lalu tangannya menangkap pergelangan kakiUmang. Sebelum Umang sempat berbuat apa-apa,

    Karta sudah memutar tangan, melemparkan tu-buh Umang ke laut.

    "Byur!" Tubuh Umang tercebur ke laut. Karta se-betulnya tidak bermaksud mencelakakan Umang. Te-tapi pada kesempatan itu ia berpikir, bahwa kalauUmang berendam di laut, pikirannya tentu akan lebih

    jernih. Setelah tubuh Umang tercebur, ia sendiri punsegera ikut terjun ke laut, karena ia tahu Umang pen-dekar dari Gunung Ciremai tidak pandai berenang.

    Benar saja perkiraan Karta, karena begitu tengge-lam ke laut, Umang segera gelagapan. Sebentar-sebentar tubuhnya muncul ke permukaan, namunkemudian tenggelam lagi. Karta cuma tersenyum dansengaja membiarkan sahabatnya itu berjuang mati-

    matian menyelamatkan diri dari ganasnya gelombang

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    20/75

    laut.Sementara itu, di atas tebing Mirah sudah bang-

    kit berdiri dan menantang si Kaki Tunggal bertarung

    mengadu nyawa,"Baureksa," katanya dan tidak menyebut si bun-tung lagi, "Kalau kau betul-betul pendekar jempolan,berikan golokku itu padaku. Kita bertarung secara sa-tria. Aku sanggup membuntungi kakimu yang satu la-gi!"

    "Tampaknya kau sangat bernafsu melawan akuyang sudah tua. Lucu anak kecil seperti kau menan-

    tangku berkelahi. Tapi baiklah, hitung-hitung untukmelemaskan otot, atau latihan. Nih, terimalah golokmu!" Si Kaki Tunggal melemparkan golok Mirah den-gan tongkatnya, yang segera disambar wanita itu den-gan cepat.

    "Ciaaaat!" Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Mi-rah segera berteriak nyaring lalu menerjang si KakiTunggal dengan dahsyat. Goloknya disabetkan ke arahpinggang Baureksa dan ketika lawannya itu meloncatmundur, ia mendesak maju dengan serangan yang le-bih ganas lagi.

    Akan tetapi keadaannya sekarang sudah berbedadengan tadi. Kalau barusan Mirah dapat menjatuhkanBaureksa, hanyalah karena ia menyerang secara san-gat mendadak dan laki-laki berkaki tunggal itu tidak

    bermaksud melukainya. Sekarang karena sejak tadisudah siap sedia, dengan mudah Baureksa dapatmengelak dan menggunakan kelincahan tubuhnya me-loncat ke sana ke mari, sehingga semua serangan Mi-rah menjadi sia-sia.

    Tentu saja Mirah sangat penasaran, walaupunsejak dari dulu ia sebetulnya sudah mengetahui ke-pandaian si Kaki Tunggal bermain ilmu silat. Sambil

    berteriak melengking nyaring ia kembali menerjang la-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    21/75

    wan dengan memutar goloknya cepat sekali sehinggatampak senjata tersebut berubah jadi banyak sekali.Lalu tiba-tiba ujung goloknya meluncur ke arah dada

    Baureksa didahului cengkeraman tangan kiri ke arahselangkangan. Cepat dan keji bukan main seranganseperti itu, karena salah satu saja yang mengenai sa-saran, Si Kaki Tunggal pasti tewas.

    "Sungguh ganas!" kata Si Kaki Tunggal sambilberkelit ke samping menghindari cengkeraman tangankiri Mirah dan pada saat yang bersamaan ia memutartongkatnya menangkis tusukan golok lawan.

    "Trang!"Kedua senjata itu beradu menimbulkan suara

    berdentang keras. Karena Mirah kalah tenaga, tubuh-nya sempat terdorong mundur beberapa langkah. Na-mun dengan cepat ia menerjang Baureksa kembali.Tubuhnya mencelat bagaikan terbang dan sewaktumeluncur ke arah si Kaki Tunggal, goloknya diayunkanmenyambar leher lawan.

    Melihat serangan yang sangat ganas itu, si KakiTunggal tetap tenang bahkan sempat tersenyum men-gejek. Lalu secepat kilat ia menundukkan kepala, ke-mudian mencengkeram perut Mirah. Sebetulnya se-rangan Baureksa itu bukanlah serangan yang terlaluhebat, tetapi karena Mirah sudah dikuasai amarahyang meluap-luap, ia menjadi kurang waspada. Tanpa

    sempat menghindar, perutnya sudah dicengkeram danpada saat ia hendak menyabetkan goloknya, si KakiTunggal sudah melemparkan tubuhnya ke laut dariatas tebing.

    "Karta! Ini satu lagi, suruh dia ikut mandi!" teriaksi Kaki Tunggal.

    Suara jeritan Mirah mendadak terhenti ketika tu-buhnya tercebur ke laut. Karena ia sama seperti

    Umang tidak bisa berenang, ia menjadi gelagapan.

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    22/75

    Melihat itu, Karta menjadi kasihan dan segeramemburu untuk memberikan pertolongan. Tanpa dis-adarinya, bahaya mau telah mengancam dari dasar

    laut. Sebuah benda kehitam-hitaman mirip bubu pe-nangkap ikan meluncur cepat sekali ke arah tubuhUmang. Tanpa sempat menghindar, tubuh lelaki ber-lengan tunggal itu terceblos masuk perangkap miste-rius itu dan dalam sekejap hilang di dalam laut.

    Pada kesempatan itu, Karta sudah memangkutubuh Mirah hendak membawanya ke tepi pantai.Akan tetapi ia menjadi tersentak kaget manakala me-

    nyadari bahwa Umang sudah menghilang."Hah? Ke mana suamimu, Mirah? Tenggelam?

    Ah, tidak mungkin!" Karta segera menurunkan tubuhMirah dari pangkuannya, memburu ke arah Umang ge-lagapan tadi. Bagaimanapun juga, Umang tak mungkintenggelam begitu saja. Biarpun tak pandai berenang,paling tidak pasti bisa bertahan untuk beberapa saat.Pasti telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

    Hanya beberapa saat setelah Karta memburu kearah Umang tadi, Mirah pun mengalami hal yang sa-ma. Tubuhnya tersedot dan masuk perangkap maut didalam laut. Benda berbentuk bubu penangkap ikan itubergerak cepat sekali, sehingga dalam sekejap tubuhUmang dan Mirah sudah lenyap.

    Tentu saja Karta sangat terkejut. Ternyata bukan

    hanya Umang yang hilang, tetapi kini telah menyusulMirah. Ini bukan kecelakaan biasa, pasti perangkapmusuh

    "Kurang ajar!" bentak Karta, lalu segera menye-lam. Dengan kepandaian berenang, ia bergerak ke sa-na ke mari memeriksa sekitar perairan pantai. Namunusahanya sia-sia. Ia telah kehilangan jejak.

    Sementara itu, di atas tebing cadas, si Kaki

    Tunggal menunggu dengan penuh tanda tanya. Tadi ia

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    23/75

    sempat melihat Umang gelagapan dan Karta memang-ku Mirah. Tetapi hanya sekejap saja, kedua suami istriitu sudah lenyap. Si Kaki Tunggal pun menjadi khawa-

    tir dan menduga bahwa sesuatu yang tak diinginkantelah terjadi. Tapi karena ia pun tak begitu pandai be-renang, ia hanya menunggu di atas dengan perasaantegang.

    Tiba-tiba Karta tersembul ke atas permukaan air,lalu mencelat bagaikan terbang ke atas tebing, kemu-dian mendarat ringan di hadapan si Kaki Tunggal.

    "Celaka, Baureksa! Mereka menghilang, pasti di-

    culik musuh!" kata Karta dengan nafas terengah-engah.

    "Ini tentu perbuatan musuh. Huh! Selama ini kitaselalu kecolongan. Benar-benar mereka sangat lihaidan licik. Mereka bisa menyerang dari dasar laut!"

    "Mungkinkah si tukang sihir jahanam itu?""Saya rasa memang mereka. Umang dan Mirah

    diculik untuk dijadikan budak melawan kita, sepertihalnya Wori. Jadi kita selalu dipaksa bertempur den-gan kawan-kawan sendiri. Benar-benar licik!"

    "Aku jadi menyesali kejadian tadi!""Tak perlu terlalu disesali. Tapi kita harus beru-

    saha untuk menemukan mereka kembali. Ah, Karta!Mengertikah kau tentang peristiwa tadi?"

    "Maksudmu Mirah dan Umang telah di-pengaruhi

    ilmu sihir?""Benar! Kita masih bisa terhindar dari pengaruh

    sihir itu, karena batin kita bersih, tidak dipengaruhipikiran-pikiran buruk. Mereka sudah cukup lama me-nikah, namun sampai sekarang belum mempunyai ke-turunan. Mirah tak sabar lagi menunggu bahkan iriterhadap Nomina. Dan Umang pun cemburu pula pa-damu. Pikiran seperti itulah yang bisa merusak keber-

    sihan batin sehingga dengan mudah dapat dipengaruhi

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    24/75

    sihir lawan."

    ***

    2

    Sementara itu, di ruangan bawah tanah, Wan-Da-I dan Womere tampak tersenyum-senyum puassambil tak henti-hentinya mengatakan bahwa dalamwaktu dekat, Kepala Suku Pampani pasti akan hancur.

    Dan mereka pun akan menjadi penguasa di PulauTrangan dan sekitarnya, seperti yang sudah lama dici-ta-citakan Wan-Da-I.

    Seperti diceritakan pada awal kisah ini, tokoh se-sat Wan-Da-I yang merupakan anak haram dari IblisPulau Aru sengaja mengundang tukang sihir dari pu-lau Kelepom yakni Womere untuk menghancurkan ke-kuasaan Pampani. Dengan ilmunya yang sangat jahat

    itu, Womere dapat mempengaruhi pikiran Wori si Pen-dekar Bumerang, sehingga memusuhi pihak Pampaniyang sejak dari dulu adalah sahabatnya sendiri. Selainitu, mereka juga telah menawan Profesor Van Leinendan Simon yang kebetulan datang dari negeri Belandauntuk melakukan penelitian ilmu pengetahuan di Ke-pulauan Aru.

    Sekarang, pihak Wan-Da-I berhasil pula me-nangkap suami istri Umang dan Mirah. Tepat sepertiyang diucapkan si Kaki Tunggal kepada Karta, pikiransuami istri itu sudah dipengaruhi ilmu sihir Womere.Itulah sebabnya Mirah seperti tidak tahu malu lagimengajak bahkan memaksa Karta untuk melakukanhubungan seks. Dan ketika keduanya timbul tengge-lam di laut, mereka pun masuk perangkap berbentuk

    bubu penangkap ikan dan langsung dibawa kabur

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    25/75

    anak buah Wan-Da-I, sehingga Karta kehilangan jejak."Bawa mereka masuk!" kata Wan-Da-I ketika dua

    anak buahnya datang sambil membawa alat perangkap

    misterius yang berisikan tubuh Umang dan Mirah.Kedua laki-laki bertubuh raksasa itu masuk keruangan Wan-Da-I, kemudian mengeluarkan tubuhUmang dan Mirah yang ternyata sudah dalam keadaantak sadarkan diri. Setelah itu, kedua lelaki raksasaberkulit hitam anak buah Wan-Da-I itu melangkahmundur setelah terlebih dulu mengangguk hormat kearah majikannya.

    "Womere, suruhlah mereka istirahat!" kata Wan-Da-I.

    "Baik, tuanku!"Si tukang sihir Womere melangkah menghampiri

    Umang dan Mirah. Kedua tangannya dengan jari-jariterbuka direntangkan ke arah dua tawanan itu danmulutnya komat kamit beberapa saat. Setelah itu, iaberkata dengan suara yang sangat berpengaruh: "Ban-gunlah, hai pendekar-pendekar yang tangkas! Ban-gun!"

    Perlahan-lahan Umang dan Mirah membuka ma-ta, seperti orang baru tersadar dari mimpi buruk. Ke-duanya merasa tubuhnya sangat lemas, tetapi terasaada kekuatan gaib memaksa mereka untuk bangkitberdiri.

    "Bangun! Bangun..... dan berjalan..." kata Wo-mere lagi.

    Seperti robot, Umang dan Mirah melangkah se-suai perintah Womere. Sinar mata mereka sayu, bah-kan seakan-akan tidak bersinar sedikitpun juga, di-tambah gerak tubuh yang sangat kaku, maka merekatak ubahnya seperti mayat berjalan.

    "Jalan ke depan!" perintah Womere yang masih

    tetap merentangkan tangan mengikuti suami istri itu

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    26/75

    dari belakang dalam jarak sekitar dua meter. Umangdan Mirah terus melangkah menuju sebuah ruanganlain melalui lorong sempit dan gelap.

    Dalam ruangan itu telah tersedia dua buah petikayu yang bentuknya seperti peti mati. Begitu sepa-sang pendekar itu masuk ke ruangan itu, dua pengaw-al bertubuh raksasa tadi segera membuka tutup peti.Tanpa diperintah lagi, Umang terlebih dahulu melang-kah dan masuk ke dalam peti. Beberapa saat kemu-dian, Mirah pun masuk ke dalam peti yang satu lagi.

    "Bagus! Beristirahatlah kalian dengan baik. Kalau

    saatnya sudah tiba, kalian akan diberikan tugas!" ujarWomere sambil memberikan isyarat agar kedua pen-gawal segera menutup peti mati itu kembali.

    Di sudut ruangan itu, ada pula dua lelaki berku-lit putih yang agaknya juga merupakan tawanan Wan-Da-I. Keduanya duduk dengan kedua tangan terbe-lenggu kepada dinding batu ruangan itu. Mereka ada-lah Profesor Van Leinen dan sahabat mudanya Simon.Kedua orang asing itu terkejut menyaksikan sepasanginsan berlainan jenis digiring masuk, lalu masuk kedalam peti. Jelas tampak oleh kedua kulit putih itu be-tapa Umang dan Mirah bagaikan robot saja disuruhberjalan dan masuk peti oleh Womere.

    "Profesor, coba lihat di sana! Dua orang tawananbaru," kata Simon setengah berbisik.

    "Aku sudah melihatnya sejak tadi. Tampaknyamereka adalah sahabat-sahabat kepala suku Pampani.Wajah mereka seperti tergambar dalam bentuk bonekagabus yang kemarin kita lihat di kamar Womere. Kasi-han mereka."

    "Tapi mengapa mereka tidak diperlakukan sepertikita? Mereka tidak dibelenggu!"

    Profesor Van Leinen menghela nafas panjang. Se-

    kalipun belum ada yang menjelaskan, namun karena

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    27/75

    sudah sangat berpengalaman maka ia segera dapatmengerti kenapa dua tawanan baru itu tidak dibeleng-gu seperti mereka.

    "Mereka adalah tawanan istimewa, lain dengankita. Untuk membelenggu mereka tidak memakai ran-tai besi, melainkan menggunakan ilmu magis. Karenatawanan pribumi itu adalah orang yang menggunakankekuatan batin. Sedangkan kita adalah orang-orangyang berkekuatan pikiran. Oleh karena itu, untukorang seperti kita bagiannya adalah rantai besi."

    "Aku punya ide, Prof."

    "Maksudmu apa?""Betapa sempurnanya kalau kita pun bisa mem-

    pelajari ilmu-ilmu magis dari belahan bumi bagian Ti-mur ini. Kita akan menjadi bangsa yang tak terkalah-kan."

    "Mungkin ada benarnya. Tetapi prosesnya tidak-lah semudah yang kau pikirkan. Semuanya serba su-sah dan membutuhkan kesabaran serta kebulatan te-kad. Tapi kita lihat saja nanti. Nasib kita saja belumkita ketahui bagaimana akhirnya. Selamat dari cengke-raman orang-orang ini saja sudah syukur. Merekasangat jahat dan licik, jauh berbeda dengan Pampaniserta kawan-kawannya."

    Pada kesempatan itu, ketika hari sudah mulaipagi, si Kaki Tunggal dan Karta sudah sampai di hala-

    man istana. Wajah mereka pucat mencerminkan ke-cemasan, karena Umang dan Mirah telah hilang entahke mana. Walaupun belum menemukan petunjuk ten-tang hilangnya kedua sahabat mereka itu, namun siKaki Tunggal dan Karta sudah dapat menduga bahwayang menangkap suami istri itu pastilah pihak Wan-Da-I. Dan itu pula yang membuat mereka sangat ce-mas, karena keduanya menyadari bahwa sekali jatuh

    ke tangan tokoh sesat itu, maka akan sulitlah mele-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    28/75

    paskan diri."Untuk sementara sebaiknya kau turut berjaga-

    jaga di lingkungan istana, Karta. Siapa tahu pihak mu-

    suh bersiap-siap menyerang kita.""Tidak, Baureksa. Lebih baik aku tetap tinggal dilaut. Lebih banyak manfaatnya."

    "Aku mempunyai pertimbangan lain, Karta. Ingat,di saat Mirah dan Umang masih ada, kita tetap bisakebobolan dan keteter oleh ancaman musuh."

    "Tapi lihat posisi kota kita, terpagar kuat. Begitumusuh menyelundup, langsung diketahui para penjaga

    di atas menara. Semua orang bisa segera bersiap-siap.Jadi yang tidak bisa diduga-duga adalah seranganyang langsung dilancarkan dari laut. Tugaskulah un-tuk memata-matainya."

    "Hm, betul juga pendapatmu. Hampir tak terpikirolehku. Hm, tiba-tiba aku teringat pada pintu tembu-san yang pernah, kau temukan itu. Coba kau tunjuk-kan padaku di mana letaknya."

    "Baiklah!" Karta segera meloncati pagar yangmengelilingi istana, disusul oleh si Kaki Tunggal. Da-lam sekejap saja, keduanya sudah berada di belakan-gan istana. Tanpa menimbulkan suara mencurigakan,kedua pendekar itu merangkaki kolong bangunan be-sar itu.

    Setelah cukup lama merangkak, Karta memberi

    isyarat untuk berhenti. "Aku, pun baru ingat sekarangpada terowongan ini. Mudah-mudahan kita bisa me-nemukan Umang dan Mirah," bisiknya.

    Terowongan yang dimaksudkan Karta itu meru-pakan sebuah lubang yang tidak terlalu besar. Agak-nya pintu masuk itu sangat dirahasiakan, sehingga se-lama ini tak seorang pun di antara para laskar yangmengetahuinya. Dulu hanya karena kebetulan saja si

    Gila Dari Muara Bondet menemukannya.

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    29/75

    Dengan sangat hati-hati, Karta membuka tutuppintu tembusan yang terbuat dari batu bundar. Si KakiTunggal terlebih dulu masuk diikuti oleh Karta. Mere-

    ka kemudian menuruni tangga batu di bawah tanah,sambil meraba-raba karena tempat itu sangat gelap."Belok kiri. Seingatku ada lorong menuju ke sa-

    na. Hati-hati dengan tongkatmu," bisik si Gila DariMuara Bondet.

    "Jangan khawatir. Ujung tongkatku ini mempu-nyai mata yang langsung berhubungan dengan seluruhurat-urat syaraf dalam tubuhku."

    Kedua pendekar itu terus menuruni tangga batu,hingga kemudian si Kaki Tunggal menghentikan lang-kahnya dengan tiba-tiba. Karta yang berjalan di bela-kangnya menjadi heran, "Kenapa berhenti. Ada apa?"

    "Kita sudah ketinggalan. Lorong itu telah ditutupbatu."

    "Kurang ajar! Benar-benar cerdik mereka. Sampaikita tidak sempat berbuat apa-apa untuk memasukisarang mereka. Yah, tampaknya tak ada jalan lain la-gi!"

    Keduanya memutuskan untuk ke luar kembali.Namun betapa terkejutnya mereka ketika hendakkembali, pintu batu bundar itu sudah terkunci dariluar.

    "Celaka! Pintu itu sudah ditutup dari luar. Kita

    terjebak!" kata si Kaki Tunggal."Apa yang harus kita lakukan?" Karta bertanya

    sambil berfikir keras. Tetapi tiba-tiba terdengar suaraberdesis dari sela-sela tutup lubang itu dan ketika me-nengadah tampaklah asap berwarna ungu bergumpal-gumpal ke arah mereka.

    "Asap beracun!" teriak Karta panik. Ia mencobamenahan pernafasan agar tidak menghirup asap itu. Si

    Kaki Tunggal pun melakukan hal yang sama, namun

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    30/75

    daya tahannya tidak terlalu lama. Ia menghirup asapberacun itu, hingga terdengar batuk-batuknya meme-nuhi ruangan sempit itu. Tak lama kemudian, ia pun

    roboh lemas. Karta memiliki daya tahan yang lebih la-ma, karena sejak kecil ia sudah terbiasa menyelam,baik di sungai maupun di laut.

    Sambil mengerahkan tenaga dalamnya, lelaki itumencoba mendorong pintu batu bundar, namun tidakberhasil, sehingga yakinlah ia bahwa pintu itu sengajaditahan orang dari atas. Hal itu membuat Karta ber-tambah geram, karena kalau tidak segera dapat ke luar

    dari kepungan asap beracun itu, maka ia bersama siKaki Tunggal pastilah akan celaka. Bahkan tidak mus-tahil akan tewas secara mengerikan.

    Dalam keadaan yang sangat genting itu, Kartasegera memasang kuda-kuda sambil memusatkan per-hatiannya. Kedua tangannya disilangkan di depan da-da, lalu sambil melengking nyaring, ia memukul pintubatu bundar itu.

    "Ciaaaat....! Praaaak!" Hebat bukan main pukulanKarta yang dilancarkan dengan pengerahan tenaga da-lam itu. Seketika pintu batu itu hancur berantakan.

    "Baureksa, kita harus segera ke luar!" teriak Kar-ta sambil mengangkat tubuh si Kaki Tunggal yang su-dah sangat lemas. Sekali meloncat, ia pun berhasil keluar dari lubang itu. Akan tetapi sepotong kayu besar

    menyambar dan langsung menghantam punggung Kar-ta, sehingga terpelanting bersama si Kaki Tunggal. Se-belum keduanya berhasil bangkit, tiang kayu penyang-ga bangunan yang cukup besar itu telah menimpapunggung mereka.

    "Ha ha ha! Memang kalian berdualah yang palingsulit ditundukkan. Tetapi sekarang, tiba saatnya ajamenjemput nyawa kalian. Dan Pampani bukanlah apa-

    apa bagiku!" Orang itu menginjak balok kayu sehingga

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    31/75

    leher Karta terjepit. Pendekar gagah perkasa itu men-coba melepaskan diri, tetapi karena tadi sudah kehabi-san tenaga ia tak bisa berbuat banyak, apalagi karena

    tenaga injakan orang itu sangatlah kuatnya.Sambil berusaha menahankan rasa sakit di le-hernya, Karta melirik dan memperhatikan wajah orangitu. Wajahnya tiba-tiba berubah jadi pucat, tetapi se-bentar kemudian berubah merah padam kembali.Tampaknya ia sangat terkejut, bahkan seolah-olah takpercaya akan penglihatannya sendiri.

    "Kau... kau Maleang Pangaru....?" Karta mendesis

    menyebut nama Iblis Pulau Aru. Wajar kalau pendekarsi Gila Dari Muara Bondet terkejut bagaikan disambarpetir, karena dahulu Maleang Pangaru yang dijulukiIblis Pulau Aru itu sudah tewas bersama pendetaNaomi, nenek tua yang juga tak kalah jahatnya. Ba-gaimana sekarang tiba-tiba Iblis Pulau Aru muncul da-lam keadaan segar bugar bahkan menyerangnya? Kar-ta tak habis pikir, dan karena ia tahu tokoh sesat itusangat tinggi ilmunya serta sangat jahat pula, nya-wanya sudah pasti dalam keadaan terancam.

    Melihat Karta terkejut, laki-laki tua itu tertawaterbahak-bahak hingga perutnya berguncang-guncang,"Ha ha ha! Seperti yang kau lihat sendiri. Aku telah da-tang menagih nyawamu!"

    Suara gaduh di bagian belakang istana itu ru-

    panya membuat para penjaga gempar. Tanpa diko-mando lagi, para laskar itu menyerbu ke arah suaraitu dengan senjata terhunus. Mereka ternyata dipimpinoleh Pampani sendiri.

    "Berpencar! Sebagian masuk ke kolong bangunandan sebagian lagi masuk lewat pintu. Cepat!" teriakPampani dengan suara menggelegar mengatasi suarahiruk pikuk serbuan laskar. Dengan sigap, mereka

    pun menyerbu menuruti perintah pimpinannya.

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    32/75

    "Itu dia orangnya!" teriak seorang laskar ketikamelihat seorang lelaki sedang menjepit leher Kartadengan balok kayu.

    "Sergap!""Bunuh!"Laskar yang jumlahnya puluhan orang itu berte-

    riak-teriak sehingga dalam sekejap Maleang Pangarusudah terkepung rapat. Akan tetapi laki-laki itu me-mang bukan orang sembarangan. Begitu puluhantombak mengincar tubuhnya dari segala arah, ia sege-ra berputar dan kedua tangannya bergerak cepat seka-

    li."Krak! Krak!" Senjata-senjata tombak itu berpa-

    tahan dan sebelum laskar sempat menguasai rasa ka-getnya, kedua tangan Maleang Pangaru sudah men-cengkram ke sana ke mari. Cengkraman itu kuat dankeras bagaikan baja, sehingga setiap laskar yang ter-kena langsung roboh dengan tubuh tercabik-cabik.Ada yang kulit perutnya tembus, hingga ususnya ter-burai, ada yang lengannya copot, ada yang lehernyahampir putus dan sebagainya.

    Walaupun demikian, laskar lainnya tetap tidakgentar. Mereka terus menerjang. Roboh satu maju duaatau tidak orang, sehingga makin banyaklah laskaryang roboh bermandikan darahnya sendiri. Bagaima-napun juga, kekuatan laki-laki tersebut tentu ada ba-

    tasnya. Setelah cukup lama bertarung, ia akhirnya ter-desak bahkan kemudian berdiri dalam keadaan takberkutik di dekat tiang istana.

    "Bunuh!" Terdengar teriakan nyaring dan tom-bak-tombak itu pun merekam tubuh Maleang Pangaru.Tubuh orang tua itu mengejang meliuk dan meregang,kemudian terkapar dengan puluhan tombak tertancapdi tubuhnya. Terdengar jeritan panjang keluar dari

    mulut lelaki tua itu dan setelah menggelepar-gelepar

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    33/75

    beberapa saat, tubuh itu pun terkulai lemas dalamkeadaan tidak bernyawa. "Mampus kau!"

    "Horeee! Kita berhasil membunuhnya. Tuanku

    Pampani pasti sangat gembira melihatnya. Kawan-kawan, salah seorang di antara kalian cepat memberi-tahukannya kepada Tuanku Pampani!" teriak pemim-pin laskar itu dengan wajah cerah ceria.

    "Aku saja!" teriak seorang pengawal istana, lalubagaikan anak panah dilepas dari busurnya berlarisambil berjingkrak-jingkrak hendak memberitahukankeberhasilan mereka kepada Pampani. Akan tetapi ke-

    tika sampai di halaman belakang istana, pengawal itumendadak menghentikan langkahnya. Matanya terbe-lalak lebar dan mulutnya menganga bagaikan anak ke-cil melihat setan di siang bolong.

    Maleang Pangaru yang tadi dilihatnya telah tewasdi ujung puluhan tombak, kini justru bertarung den-gan Pampani. Pengawal itu hampir tak percaya padapenglihatannya sendiri. Ia mengusap-usap matanya,bahkan kemudian mencubit lengannya sendiri danmanakala terasa sakit, sadarlah ia bahwa dirinya tidaksedang bermimpi. Saking kaget dan bingungnya, pen-gawal itu hanya berdiri bengong bagaikan patung, ti-dak tahu harus berbuat apa.

    Beberapa saat kemudian, pengawal itu tersadar,lalu berbalik lagi ke tempatnya semula ingin menyak-

    sikan keadaan musuh mereka yang tadi terkapar ber-lumuran darah dan sudah diyakini tewas. Di depanpintu, ia bertubrukan dengan kawannya sendiri yangsaat itu juga kebetulan berlari hendak ke luar.

    "Duk!" Kepala mereka sama-sama beradu keras.Akibatnya kedua laskar itu sama-sama terjengkangdengan jidat benjol. Terdengar suara makian, tetapitanpa memperdulikan rasa sakit di kepalanya, pen-

    gawal itu terus berlari ke dalam. Ia menyeruduk keru-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    34/75

    munan kawan-kawannya bagaikan babi hutan dikejar-kejar pemburu. Beberapa laskar terpelanting oleh do-rongan yang sangat kuat.

    Agaknya pengawal itu terlebih dulu menyadariapa sebenarnya yang telah terjadi. Maka ia pun berte-riak-teriak bagaikan orang kesurupan setan. "Lihat....!Lihat! Kalian rupanya buta semua. Rabun dan kotok!Lihat, siapa dia!"

    Para laskar itu sama-sama melihat ke arah mu-suh yang tadi mereka rejam hingga tewas.

    "Hah?" Serentak para laskar itu mengeluarkan

    suara kaget dan sama-sama meloncat mundur. Lelakiyang terkapar dengan puluhan tombak tertancap ditubuhnya itu ternyata bukan Maleang Pangaru sepertiyang mereka lihat tadi. Lelaki itu tidak tua, melainkanmasih muda dan tubuhnya pun tegap, tidak kurus se-perti halnya Maleang Pangaru.

    Seorang laskar meloncat dan mengangkat wajahyang terkulai itu. Dan ia kembali berseru kaget bagai-kan orang disengat kalajengking: "Hah? Ini... ini kawankita sendiri!" Yang lainnya memperhatikan denganseksama. Dan benar, korban yang mereka rejam hing-ga tewas adalah teman mereka sendiri. Sadarlah paralaskar itu bahwa mereka sudah bertindak salah,menghabisi nyawa teman sendiri. Padahal tadi, dengansangat jelasnya mereka menyaksikannya sebagai Ma-

    laeng Pangaru. Bagaimana mereka semua yang jum-lahnya puluhan orang itu sedemikian mudahnya terti-pu oleh musuh? Untuk beberapa saat, para laskar ituterdiam, saling berpandangan dengan wajah menun-jukkan rasa bersalah dan penyesalan yang sangat da-lam.

    Beberapa di antara para laskar itu, yang agaknyatadi ikut merejam tubuh kawan mereka dengan tom-

    bak segera meninggalkan tempat itu dengan air mata

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    35/75

    bercucuran. Tak terlukiskan bagaimana hancurnya pe-rasaan mereka karena terlanjur membunuh kawansendiri.

    Sementara itu, Pampani tampak mulai terdesakoleh musuh yang berwujud Iblis Pulau Aru itu. Semuailmu simpanan Pampani sudah ia keluarkan, namunjangankan mendesak, ia makin keteter dan pada suatukesempatan, tendangan kaki lawan mendarat telak didagunya.

    "Braaak!" Tubuh Pampani terpelanting danmenghantam tiang bangunan. Tanpa ampun lagi ban-

    gunan di sekitar itu roboh menimpa tubuh sang Kepa-la Suku. Dengan sisa tenaga yang ada, Pampani me-lemparkan puing-puing bangunan yang menimpa tu-buhnya. Ia terengah-engah dan sekujur tubuhnya di-banjiri keringat. Wajahnya agak pucat, karena ia sa-dar nyawanya benar-benar sangat terancam. Tetapisebagai pendekar gagah perkasa yang juga sebagai ke-pala suku, ia tidak mau menyerah begitu saja. Baginyamati dalam pertarungan, apa lagi melawan musuh be-sarnya adalah lebih terhormat daripada menyerah.Maka ia pun segera meloncat bangun dan tampak agaksempoyongan.

    Melihat itu, lawan tertawa kemudian menyeringaibuas. Beberapa saat kemudian, tubuhnya berkelebatmenerjang Pampani. Tangan kirinya melancarkan pu-

    kulan maut ke arah dada Pampani. Cepat sekali ge-rakkannya, sehingga kepala suku itu hanya sempatberkelit ke samping dengan cara menggeser kaki. Teta-pi agaknya serangan itu hanya pancingan saja, karenabegitu Pampani menggeser kaki, tiba-tiba kaki kananlawan sudah menghantam dadanya.

    "Buk!"Tubuh Pampani kembali terlempar dan sebelum

    ia sempat bangkit, tendangan lawan lagi-lagi menghan-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    36/75

    tam dagunya. Menyusul lagi hantaman kaki kiri, hing-ga akhirnya Pampani tergeletak tak berdaya lagi. Kepa-lanya sangat pusing, sehingga tanah tempatnya terge-

    letak terasa berputar-putar, pandangan matanya punberkunang-kunang, sehingga kadang-kandang tubuhlawan tampak berubah jadi banyak sekali.

    Kembali lawan yang berwujud Maleang Pangaruitu menyeringai buas. Matanya berkilat-kilat dan me-rah bagaikan memancarkan api sewaktu menatapPampani. Agaknya ia sudah memutuskan akan meng-habisi nyawa kepala suku itu. Tetapi sebelum melak-

    sanakan niat hatinya, ia masih sempat berkata."Riwayatmu akan kuakhiri sampai di sini saja.

    Sebenarnya tanpa bantuan pendekar-pendekar dariPulau Jawa itu, kau tidak ada artinya sama sekali ba-giku. Walaupun mereka tidak sesakti si Setan Cebol,tetapi mereka cerdik-cerdik serta ulet. Tidak sepertikau yang dungu bagaikan kerbau. Walaupun demi-kian, kawan-kawanmu itu satu persatu sudah kupere-teli hingga suatu saat nanti semuanya akan bertekuklutut di hadapanku. Sekarang giliranmu untuk mam-pus!"

    Orang tua itu mengangkat kaki kanannya, ber-siap-siap menginjak dada Pampani hingga remuk.Akan tetapi tiba-tiba sebuah balok kayu menghantamtengkuknya

    "Buk! Augh!"Tubuh lelaki itu terdorong ke depan, memegangi

    belakang kepalanya yang dihantam pakai balok kayuitu, ternyata sudah retak dan mengeluarkan darah. Iamenggeram hebat sambil memutar tubuh melihat sia-pa yang menyerangnya dari belakang. Ternyata adalahKarta sendiri.

    Tadi pendekar dari Muara Bondet itu tertimbun

    di dalam reruntuhan bangunan dan karena sudah

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    37/75

    sempat kehabisan tenaga, ia tidak bisa segera bangkit.Barulah setelah menghimpun tenaga dalamnya, ia me-rasa kuat kembali. Tepat ketika ia ke luar dari rerun-

    tuhan, ia melihat Pampani sedang terancam maut dania pun segera bertindak menyelamatkan nyawa kakakiparnya itu.

    "Yeaaaaa!" Karta melengking panjang dan nyar-ing. Tubuhnya mencelat bagaikan terbang menerjangMaleang Pangaru. Goloknya diputar cepat sekali hing-ga menimbulkan suara berdesing-desing dan menim-bulkan gulungan sinar mata golok kehitam-hitaman

    mengurung tubuh lawan. Itulah ilmu golok Karta yangpaling dahsyat, sehingga lawan bisa kebingungan se-bab senjata di tangannya tampak berubah jadi banyaksekali dan setiap saat selalu mengincar tubuh musuh-nya, dari segala sudut.

    Tetapi lawan yang dihadapinya saat ini juga bu-kan orang sembarangan. Mendapat serangan yangsangat cepat seperti itu, ia segera meloncat menghin-dar, kemudian melancarkan serangan balasan dengantangan kosong tetapi tidak kalah berbahayanya. Padasaat itu, dari dalam lubang muncul pula sesosok tu-buh, yang tak lain adalah si Kaki Tunggal sendiri. Sete-lah mengerahkan tenaga dalamnya tadi, ia pun dapatmengusir pengaruh asap beracun yang memenuhi pa-ru-parunya. Pendekar berilmu tinggi ini pun tidak ka-

    lah terkejutnya melihat di tempat itu telah mengamuklelaki tua yang sangat mirip dengan Iblis Pulau Aru.Wajah dan penampilan maupun cara bertarung orangitu tidak ada bedanya dengan Maleang Pangaru, se-hingga kalau misalnya si Kaki Tunggal belum tahubahwa tokoh sesat itu sudah tewas dahulu, tentu diatidak akan ragu-ragu lagi bahwa lelaki itu adalah mu-suh besar Pampani.

    "Apakah benar-benar Iblis itu atau hanya ilmu

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    38/75

    sihir belaka?" tanya hati si Kaki Tunggal. Ia ingin me-nyaksikan kehebatan ilmu silat orang aneh itu. Makaia pun melemparkan topi pandannya sambil menge-

    rahkan tenaga dalam, sehingga topi itu meluncur cepatsekali. Agaknya lelaki itu tidak sempat memperhati-kannya, sehingga topi si Kaki Tunggal dengan telakmenghantam tulang iga Maleang Pangaru.

    "Aaaah!"Tubuh Maleang Pangaru meliuk-liuk dengan wa-

    jah yang tiba-tiba berubah jadi pucat, pertanda bahwaia menderita luka dalam yang cukup parah akibat han-

    taman topi si Kaki Tunggal."Oh, kau sudah datang Baureksa!" seru Karta gi-

    rang. Ketika melihat sahabatnya menerjang MaleangPangaru, ia pun melancarkan serangan mautnya.

    "Yeaaaa!"Tongkat si Kaki Tunggal menyambar ke arah leh-

    er Maleang Pangaru sementara golok Karta membabatke arah pinggangnya. Hebat sekali serangan keduapendekar itu. Tetapi dalam keadaan yang sangat kritisitu, Maleang Pangaru masih sempat mengelak dengancara berkelit ke samping sambil menundukkan kepalasehingga kedua senjata lawan hanya menerpa angin.Namun saat itu, tangan kiri si Kaki Tunggal sudahmenghantam pinggangnya.

    "Buk!"

    Tubuh Maleang Pangaru terpelanting beberapameter. Melihat itu, Karta menjadi girang, lalu segerameloncat sambil mengayunkan goloknya siap memba-bat leher lawan hingga putus. Akan tetapi tiba-tibaterdengar jeritan:

    "Tahan! Aku adalah Pampani!""Mampus kau!" bentak Karta karena mengira

    musuhnya hendak memperdayai mereka kembali. Go-

    loknya meluncur cepat sekali menusuk dada lawan.

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    39/75

    "Tunggu! Aku adalah Pampani, bukan MaleangPangaru!" Lelaki itu kembali berteriak. Akan tetapiKarta tetap tidak mau perduli. Goloknya terus melun-

    cur dan tampaknya lawannya pun tidak akan mampumengelak lagi."Trak!" Hanya beberapa centimeter sebelum

    menghunjam di tubuh lawan, golok Karta tertahanoleh tangkisan tongkat Kaki Tunggal sahabatnya.

    "Tunggu dulu, Karta!" kata si Kaki Tunggal seten-gah membentak "Lihat baik baik, siapa yang hendakkau bunuh itu!"

    Karta memperhatikan wajah lelaki yang hendakdibunuhnya! Dan dia pun berseru kaget dengan wajahpucat, "Astaga! Pampani!"

    "Kita hampir membunuh kawan sendiri," kata siKaki Tunggal seraya menggeleng-gelengkan kepala.

    Karta segera menyarungkan goloknya! lalu mem-bantu Pampani berdiri. Dadanya masih berdebar-debar, tak berani membayangkan apa yang bakal ter-jadi seandainya si Kaki Tunggal tidak menangkis go-loknya tadi. Padahal sewaktu ia menerjang, jelas sekaliterlihat oleh matanya bahwa lelaki itu adalah MaleangPangaru. Sadarlah pendekar itu bahwa dirinya sudahtermakan oleh ilmu sihir lawan. "Maafkan aku, Pam-pani!"

    Para laskar yang menyaksikan kejadian itu juga

    tidak kalah terkejutnya. Tadi mereka sudah bersiap-siap melakukan pengeroyokan terhadap musuh besarmereka. Namun ternyata musuh yang tampak sebagaiMaleang Pangaru itu adalah kepala suku mereka sen-diri.

    Tiba-tiba terdengar suara ketawa terbahak-bahak, keras sekali dan sambung menyambung sepertisuara ketawa setan dari alam gaib. Pampani dan saha-

    bat-sahabatnya maupun para laskar sama-sama ber-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    40/75

    paling ke arah asal suara itu. Alangkah terkejutnyamereka menyaksikan dua sosok tubuh laki-laki sedangberdiri sambil tertawa-tawa di atas atap istana. Itulah

    si Tukang sihir Womere bersama Wan-Da-I yang di ma-ta Pampani serta kawan-kawan maupun laskarnyaadalah tak ada bedanya dengan Maleang Pangaru sen-diri. Demikianlah hebat dan jahatnya ilmu sihir Wo-mere sehingga semua musuh mereka dengan sangatmudahnya dapat diperdayai.

    "Ha ha ha! Kalian lihat, betapa mudahnya akumerebut kekuasaan kembali. Tetapi aku tak mau bu-

    ru-buru. Akan kubikin kalian lebih panik lagi sampaihatiku puas." teriak Wan-Da-I.

    "Jahanam kau! Kau benar-benar iblis terkutukdan keji. Suatu saat aku akan mematahkan batang le-hermu, bangsat!" teriak Pampani geram.

    "Ha ha ha...! Bagus! Bagus anak tolol Aku akanmenunggu! Lebih cepat lebih baik. Sekarang waktukuhanya sedikit hingga tak sempat lagi bermain-maindenganmu. Tapi percayalah, aku akan segera datang.Sampai jumpa lagi, Pampani yang tolol!"

    "Turun kau!"Akan tetapi kedua musuh besar mereka itu tidak

    menyahut lagi karena sudah berkelebat dan dalam se-kejap saja sudah hilang dari pandangan. Dengan gera-kan yang sangat ringan, mereka meloncati atap-atap

    serta pagar yang merupakan benteng istana.Seorang penjaga menara yang sempat melihat la-

    rinya kedua musuh itu mengarahkan tombaknya den-gan cermat. Senjata tajam itu kemudian dilemparkan,menimbulkan suara berdesing menuju sasaran. Demi-kian cepatnya tombak itu meluncur dan dengan sangatjitu menyambar ke arah pinggang Wan-Da-I.

    Akan tetapi dengan gerakan yang lebih cepat lagi,

    lelaki itu berputar dan sambil menggeram menendang

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    41/75

    tombak itu. Kuat sekali tenaga tendangan itu, sehinggatombak penjaga menara berbalik dan meluncur cepatsekali ke arah pemiliknya. Penjaga menara hanya sem-

    pat menyaksikan kilatan cahaya menyambar ke arah-nya, lalu tiba-tiba ia merasa dadanya nyeri. Ternyatatombak yang tadi dilemparkannya ke arah musuh su-dah menancap di dadanya sendiri.

    "Aaaaaah!" Terdengar jerit panjang yang sangatmemilukan ketika tubuh itu terhempas ke bawah, da-lam keadaan tak bernyawa lagi.

    "Buk!" Tubuh itu terjerembab sekitar sepuluh

    meter dari para laskar, sehingga membuat mereka ter-sentak kaget. Lalu? sama-sama memburu teman me-reka yang bernasib malang itu.

    "Hah? Ilmu iblis!""Keparat!"Bermacam-macam kata makian yang keluar dari

    mulut para laskar itu setelah mengetahui bahwa te-man mereka sudah tewas. Pampani, si Kaki Tunggaldan Karta yang tiba kemudian di tempat itu hanyamenghela nafas panjang. Tampaknya pihak lawan se-demikian mudahnya membunuh orang-orang mereka,seolah-olah mereka hanyalah anak-anak ayam di ha-dapan seekor elang ganas.

    Pada kesempatan itu, Womere dan Wan-Da-I su-dah jauh dari istana Pampani. Mereka tidak berlari

    kencang lagi, bahkan kemudian berjalan agak santai.Wajah kedua tokoh sesat itu tampak memancar-

    kan rasa puas, tentu saja karena barusan sudah ber-hasil memperdayai musuh-musuh mereka. Cuma agakdisayangkan, ilmu sihir Womere yang sangat hebat itutampaknya tidak mempan terhadap para pendekar Pu-lau Jawa yakni si Kaki Tunggal dan Karta sendiri. TadiKarta sudah hampir membunuh Pampani yang diki-

    ranya adalah Maleang Pangaru, tetapi kemudian ia

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    42/75

    pun tersadar seperti halnya si Kaki Tunggal, sehinggaPampani pun lolos dari maut.

    "Hebat juga pendekar-pendekar Pulau Jawa itu.

    Mereka tak mempan ilmu sihirmu Womere!"Si tukang sihir dari pulau Kolepom sebenarnyaterkejut juga. Dan diam-diam harus merasa kagum,karena bukan hanya sekali ini, bahkan sudah bebera-pa kali ilmu sihirnya gagal mempengaruhi si KakiTunggal dan Karta. Akan tetapi di hadapan Wan-Da-I,si tukang sihir itu tentu saja tidak mau mengutarakankelemahannya, bahkan kemudian memberikan dalih

    untuk menutupi rasa tak enak di hatinya."Memang benar, Tuanku! Tetapi itu adalah kare-

    na belum seluruhnya ku keluarkan. Tapi bagaimana-pun juga, kita sudah beruntung karena mereka tam-paknya sudah benar-benar yakin bahwa Maleang Pan-garu masih hidup."

    Wan-Da-I manggut-manggut sambil tersenyumgembira karena apa yang diucapkan Womere itu benaradanya. Lalu kemudian ia menghentikan langkahnya

    "Tunggu sebentar, Womere! Aku tak betah den-gan bulu-bulu palsu ini!" Lalu Wan-Da-I pun mencopotkumisnya serta janggut palsu yang menutupi wajah-nya. Setelah itu ia mengucek-ucek rambutnya, dan ter-lihatlah tampangnya yang asli.

    "Tuanku Wan-Da-I! Mereka pasti yakin bahwa

    kekuatan kita sangat besar. Apalagi karena mereka te-lah melihat Maleang Pangaru dan pendeta Naomi seo-lah-olah sudah hidup kembali. Oh, iya. Ada kabargembira, Tuanku! Wori sudah kembali dan membawabarang-barang yang kita kehendaki."

    "Bagus! Kalau begitu kita manfaatkan sekarangkeahlian kedua orang kulit putih itu."

    Setelah tiba di sarang mereka kembali Wan-Da-I

    segera memerintahkan agar Profesor Van Leinen dan

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    43/75

    Simon dibawa menghadap. Dua pengawal bertubuhraksasa dan berkulit hitam legam yang selama ini takpernah lalai mengawasi kedua tawanan itu, segera me-

    laksanakan perintah majikannya. Profesor tua itu danSimon dibawa menghadap dengan kedua tangan yangmasih tetap terbelenggu.

    "Lepaskan belenggu itu!" perintah Wan-Da-I. Dansetelah pengawal melepaskannya, tokoh sesat itu ber-kata kepada kedua orang kulit putih tawanannya, "Se-karang tugas untuk kalian berdua sudah menunggu.Sesudah itu, kalian boleh bebas pergi dari sini membu-

    ru manusia monyet itu." Lalu ia pun memberikan isya-rat berupa anggukan kepala kepada Womere.

    "Tuan-tuan," kata Womere sambil menatap wajahProfesor Van Leinen dan Simon bergantian, "Mari ikutaku! Hai, pengawal, bawa mereka masuk!"

    Kedua orang kulit putih itu kemudian dibawa kedalam kamar rahasia Womere. Di dalam ruangan ituternyata sudah banyak peti-peti berbentuk tong, yangtampaknya baru dimasukkan ke sana.

    "Nah, Tuan-tuan, dalam peti-peti tong ini tersim-pan bubuk-bubuk mesiu, hasil dari ilmu pengetahuanBarat bangsa kalian sendiri. Kini Tuan-tuan harus se-gera mengerjakannya untuk kepentingan kami. Iniadalah kerjasama yang baik di antara kita. Sebagai ra-sa terimakasih kami nanti, kalian akan kami berikan

    banyak sekali mutiara atau benda lainnya yang kalianperlukan."

    "Apa maksudmu?" tanya Profesor Van Leinensambil mengerutkan kening. Sehingga ia tampak lebihtua dari usia yang sebenarnya.

    "Tuan-tuan harus membuat alat peledak untukbeberapa ukuran! Selain itu, kalian pun harus menga-jarkan cara pembuatannya kepada kami!"

    Profesor Van Leinen tidak segera menyahut, teta-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    44/75

    pi dari raut wajahnya dapat diduga bahwa ia sangat ti-dak setuju dengan maksud Womere. Agaknya, tukangsihir itu pun sudah terlebih dulu memikirkannya. Ma-

    ka ia tampak tersenyum setengah menyeringai. Sikap-nya jelas sangat mengancam ketika berkata: "Ingat!Janganlah coba-coba menipu kami. Kami dapat segeramengetahui gelagat kalian. Nah, selamat bekerja!"

    "Kalau kami tidak mau bagaimana?""Tidak mau?" Womere tertawa ngakak, "Aku ya-

    kin kalian bukanlah orang tolol yang mau menolakmaksud baik kami. Tak ada alasan bagi kalian untuk

    menolaknya. Kerjakanlah dengan segera. Makin cepatmakin baik."

    Profesor Van Leinen tampak menghela nafas da-lam-dalam. Ia terlihat dari wajahnya yang pucat dansikapnya yang gelisah.

    "Mari, Profesor! Sebaiknya kita menuruti permin-taan mereka! Makin cepat makin baik, agar kita segerabebas dari tempat neraka ini," kata Simon setengahberbisik ke telinga ahli biologi dan ilmu alam itu.

    "Simon, kita diharuskan membuat alat membu-nuh yang paling keji untuk digunakan membantaiorang-orang yang belum tentu merupakan musuh kita.Aku..."

    "Jangan tolol, Profesor!" sela Simon cepat, "Kitaharus melakukannya. Tak perduli, karena semua pen-

    duduk pribumi di sini adalah rintangan bagi usaha ki-ta."

    "Tidak, Simon! Kau jangan menyamakan semua-nya. Kepala suku bernama Pampani itu orangnya lain,ia sangat bijaksana. Ia tidak berbuat kerja paksa se-perti ini jika seandainya kita jatuh ke tangannya. Itutandanya bahwa..."

    "Tutup mulutmu, Tuan!" bentak Wan-Da-I yang

    sudah berada di ruangan itu "Tak ada pilihan lain bagi

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    45/75

    kalian kalau ingin keluar dari sarangku dalam kea-daan selamat."

    "Sebaiknya tuan-tuan segera melakukan perintah

    kami. Kami masih banyak urusan, sehingga tak perlumendengar ocehanmu. Pengawal-pengawal raksasa ituakan mengawasi kalian!" kata Womere pula.

    Tiba-tiba sang Profesor mendengus, "Mengapa takkalian paksa aku dengan cara permainan boneka-boneka ajaib itu. Terus terang aku tak mau melaku-kannya."

    "Hati-hati bicara, Prof! Mereka bisa marah!" bisik

    Simon gemetar."Pertanyaanmu lucu juga, Tuan. Dengan boneka-

    boneka itu, akal dan pikirankulah yang memasuki dirikalian. Sedangkan kami butuh akal pikiran kalian un-tuk membuat alat-alat peledak. Sudah mengertikahengkau, Tuan?"

    Profesor Van Leinen tidak menyahut lagi. Ia beru-lang kali menarik nafas berat sehingga desah nafasnyaterdengar jelas memenuhi ruangan itu. Tetapi kemu-dian, salah seorang di antara kedua pengawal bertu-buh raksasa itu menarik tangannya dengan kasar den-gan mata mencorong tajam dan buas.

    ***

    3Malam telah larut. Alam di sekitar Kepulauan Aru

    sunyi senyap bagaikan alam yang mati, tanpa gerakdan perubahan. Rembulan di langit bersinar redup,seperti enggan menampakkan diri di atas kepulauanyang sedang dilanda prahara itu. Angin pun berhem-

    bus pelan-pelan saja, tak ubahnya sepasang kaki yang

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    46/75

    sedang melangkah gontai dan tertatih-tatih.Dari kejauhan terdengar suara desah ombak laut

    menghempas di pantai. Sesekali terdengar pula suara

    burung-burung malam, seperti sedang menyanyikansenandung pilu. Terasa betapa malam itu menimbul-kan suasana menyeramkan, seolah-olah dari balik de-daunan tangan-tangan lain siap merenggut nyawa sia-papun yang terlihat. Atau barangkali dari keheninganmalam itu sudah terdengar untaian cerita tragis yangbakal terjadi, tetapi tak seorang pun dapat menden-garnya.

    Ibukota Pulau Trangan di mana terletak istanaPampani juga tampak sangat sepi, seakan-akan sedanglelap tertidur. Tetapi sesungguhnya tidak semua peng-huninya tertidur. Laskar yang mendapat giliran rondamalam itu tampak masih berjaga-jaga di tempat yangtelah ditentukan.

    Sekitar lima ratus meter dari pagar benteng, ter-lihat sesosok tubuh lelaki duduk bersandar pada batucadas. Lelaki itu mengenakan topi pandan lebar dan ditangannya menggenggam sebatang tongkat yang cukuppanjang. Siapa lagi kalau bukan Baureksa yang diju-luki si Kaki Tunggal.

    Sekitar lima ratus meter dari tempat itu tampakpula seorang laki-laki bertubuh raksasa, berjalan men-gendap-endap di sela-sela batu-batu cadas. Melihat

    keadaannya yang tidak memakai baju selain sejeniscawat penutup aurat serta gelang-gelang besar di ke-dua tangan dan kakinya, ia adalah penduduk pribumiPulau Aru. Dialah pengawal andalan serta kepercayaanPampani, yakni Bungoru.

    Seperti biasanya, si Gila Dari Muara Bondet su-dah duduk bersemadi di laut. Di sebelah Barat istana,ada lagi sosok-sosok tubuh mengintai dari balik se-

    mak-semak rimbun. Secara keseluruhan, mereka da-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    47/75

    lam suasana berjaga-jaga.Hal itu sesuai dengan hasil perundingan Kepala

    Suku Pampani bersama Karta dan si Kaki Tunggal ser-

    ta para penasehat istana. Karena mereka yakin malamitu akan datang serangan musuh, maka mereka punmengadakan penjagaan di segala sudut, baik di dalammaupun di luar istana.

    Akan tetapi sampai tengah malam belum terlihattanda-tanda pihak musuh melakukan serangan. Sua-sana di sekitar masing-masing masih sepi. Namunmenjelang pagi, tiba-tiba dari balik tebing muncul se-

    sosok tubuh laki-laki. Di bawah siraman sinar rembu-lan, terlihat tangan kanan lelaki itu buntung sebatassiku. Tangan kirinya menghunus sebilah golok, sepertisedang mengintai musuh yang hendak dibunuh. Laki-laki yang tak lain Umang itu terus berjalan mengen-dap-endap di balik tebing batu cadas.

    Dari balik semak-semak, muncul pula Mirahsambil menghunus golok. Ia tampak bergerak gesit me-loncati bebatuan dan karena gerakannya sangat cepat,maka yang tampak hanya berkelebatnya bayangan tu-buhnya.

    Di sudut lain, di atas tebing muncul pula lelakibertubuh raksasa, yang tak lain adalah Pendekar Bu-merang Wori. Lelaki itu berdiri tegak bagaikan patungbatu cadas, dengan tangan kiri menggenggam bume-

    rang senjata mautnya.Si Kaki Tunggal yang saat itu hampir tertidur, ti-

    ba-tiba mendengus. Telinganya yang sangat tajammendengar suara langkah kaki di belakangnya. Sece-pat kilat ia berbalik dan meloncat berdiri sambil ber-siap-siap menghadapi segala kemungkinan.

    "Siapa kau?" bentaknya ketika menyaksikan seo-rang laki-laki berdiri tak jauh di hadapannya. Sejenak

    ia mengamati wajah lelaki itu dan ia pun berseru ka-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    48/75

    get: "Oh, kau Umang!""Aku datang untuk mencabut nyawamu!" bentak

    Umang lalu berteriak nyaring. Hampir bersamaan den-

    gan itu, ia meloncat menerjang si Kaki Tunggal. Golok-nya diayunkan cepat sekali membabat ke arah leherlawan.

    Untunglah sejak tadi si Kaki Tunggal sudah ber-siap-siap, sehingga ia segera dapat menghindari den-gan cara meloncat ke belakang sekitar lima meter."Umang, ingat! Aku adalah Baureksa sahabatmu!" te-riaknya.

    Akan tetapi Umang tidak mengucapkan sepatahkata pun, bahkan secara mendadak kembali mener-jang Baureksa dengan dahsyat. Goloknya kali ini me-nyambar ke arah kaki lawannya, sehingga Baureksaterpaksa harus meloncat tinggi untuk menghindari se-rangan itu. Dari atas si Kaki Tunggal melancarkan se-rangan. Namun kenyataan bahwa lawannya kali iniadalah sahabatnya sendiri yang menyerangnya hanyakarena dipengaruhi ilmu sihir lawan, membuat si KakiTunggal hanya melakukan serangan yang tanggung-tanggung saja. Ketika tongkatnya menyambar kepalaUmang, lelaki berlengan tunggal itu mengangkat go-loknya untuk menangkis.

    "Trang!"Kedua senjata itu beradu cukup keras dan kare-

    na si Kaki Tunggal hanya mengerahkan sebagian sajadari tenaga dalamnya, maka tubuhnya pun terdorongmundur. Kesempatan itu digunakan Umang melancar-kan serangan lanjutan yang tampak semakin ganas.

    Sambil menangkis serangan Umang, si KakiTunggal tak henti-hentinya berteriak memperingatkansahabatnya. Tetapi Umang tetap tak mau perduli, bah-kan tampak beringas setiap kali si Kaki Tunggal me-

    nyebut namanya. Padahal kalau misalnya si Kaki

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    49/75

    Tunggal mau, tidak sampai tiga puluh jurus saja, iatentu dapat merobohkan bahkan membunuh Umang.Tetapi bagaimana mungkin baginya membunuh kawan

    sendiri? Keadaan itulah yang membuat pertarunganberjalan seru dan berlangsung lama.Di sudut lain Pulau Trangan, Bungoru tampak

    masih duduk mengantuk tanpa menyadari bahwa Worisudah berjalan mengendap-endap menghampirinya.Sepasang mata pendekar bumerang itu mendelik me-rah dan giginya gemeretak. Lalu tanpa menimbulkansuara teriakan, lelaki bertubuh raksasa itu menerkam

    Bungoru, dari belakang. Kedua tangannya langsungmencekik leher Bungoru, yang berperawakan raksasaseperti dirinya.

    Tentu saja Bungoru sangat terkejut! Lehernya te-rasa sakit sekali dan nafasnya pun hampir putus.Sambil mengerahkan segenap tenaganya, ia mencobameronta, tetapi cekikan lawan sangat kuat bagaikanjepitan baja.

    Bungoru semakin kesakitan, tetapi ia tentu sajatidak mau menyerah begitu saja. Tanpa memperduli-kan rasa sakit di lehernya, ia tiba-tiba menunduk danmengangkat tubuh lawan, kemudian membantingkan-nya sekuat tenaga.

    "Buk!"Tubuh Wori terhempas keras sekali, sehingga

    bukit cadas di sekitar tempat itu terasa bergetar hebat.Pendekar Bumerang mengaduh karena punggungnyaterasa sakit sekali. Ia berusaha bangkit, namun tiba-tiba Bungoru sudah menerkamnya. Kedua tangannyamencengkeram dan memiting leher Wori sekuat tena-ga.

    Mata Wori mendelik menahan rasa sakit luar bi-asa di lehernya. Tetapi ia pun bukanlah lelaki yang

    mudah menyerah. Sekalipun sangat kesakitan dan na-

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    50/75

    fasnya hampir putus pula, ia balas mencekik leherBungoru sambil mendorong sekuat tenaga. Maka ter-jadilah dorong mendorong, cekik mencekik dan banting

    membanting antara kedua lelaki bertubuh raksasayang sebetulnya bersahabat itu. Cuma Wori sudah di-pengaruhi ilmu sihir Womere, sehingga seolah-olah takkenal lagi terhadap Bungoru. Sedangkan Bungorusendiri tentu saja tidak mau mati konyol di tangan Wo-ri. Bila perlu, biar pun sahabat atau siapapun akan iabunuh jika bermaksud mencelakakan dirinya.

    Suatu saat, Wori berhasil membantingkan tubuh

    Bungoru dengan sangat kuatnya.Dan sebelum lawannya itu berhasil bangkit, Wori

    segera memungut sebongkah batu cadas sekitar empatkali lebih besar dari kepalanya sendiri, kemudianmembantingkannya ke dada Bungoru!

    Tentu saja Bungoru sangat terkejut, menyadarinyawanya sedang terancam. Maka sambil berteriaknyaring, ia menyilangkan tangan kirinya menangkishantaman batu cadas itu.

    "Desss!"Batu itu menghantam lengan kiri Bungoru dan

    menjadi hancur berkeping-keping. Wori yang agaknyatidak menyangka kehebatan lawan sempat terpaku.Dan kesempatan yang sangat singkat itu sudah cukupbagi Bungoru melancarkan tendangan mautnya meng-

    hantam dada Wori.Pendekar Bumerang terpelanting, menyusul pu-

    kulan tangan kanan lawan mendarat telak di dadanya,sehingga membuatnya menjerit kesakitan. Ketika Bun-goru kembali menghantam ke arah tulang iganya, iaberkelit ke samping, lalu memukul perut lawan. Kem-bali kedua lelaki itu bergumul dahsyat, sehingga batu-batu cadas di tempat itu berguncang dan batu-batu

    kecil beterbangan.

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    51/75

    Di pantai, di atas tebing, Mirah sudah bersiap-siap melancarkan serangan mautnya. Ia mengambilsebongkah batu cadas sebesar kepalanya, lalu dengan

    mengerahkan segenap tenaga dalamnya, ia menyam-bitkan batu itu tepat mengarah ke kepala si Gila DariMuara Bondet yang sedang duduk bersemadi dalam airlaut. Batu itu meluncur cepat sekali hingga hampir takterlihat oleh mata, siap menghancurkan kepala Karta.

    "Desss!"Batu itu hancur berkeping-keping, tetapi bukan

    menghantam kepala Karta, melainkan lengan kirinya ia

    angkat tadi melindungi diri dari serangan yang sangatmendadak itu. Walaupun sedang bersemadi, pendekaritu tetap waspada. Ketika merasakan angin dahsyatmenyambar ke arah kepalanya, sadarlah pendekar itubahwa dirinya sedang terancam. Maka sambil menge-rahkan tenaga dalamnya, ia mengangkat tangan ki-rinya untuk menangkis.

    "Astaga! Siapa yang menyerangku...!" teriak Kartaterkejut. Ia membalikkan badan menatap ke atas teb-ing. Kembali ia terperanjat setelah mengetahui bahwayang menyerangnya barusan adalah Mirah sendiri.

    "Mirah! Jangan kau turutkan bathinmu yang ko-tor itu. Ingatlah kau telah dipengaruhi ilmu sihir!"

    "Tutup mulutmu, bangsat! Keluarlah dari situ,hadapi aku kalau kau memang bukan pengecut. Mari

    bertarung sampai salah seorang di antara kita tewas!""Itulah yang membuat hatiku jadi sedih, Mirah.

    Aku dipaksa menghadapi kau sebagai musuh. Kita ha-rus saling membunuh, aku atau kau yang akan mati.Padahal kita adalah kawan sendiri, kawan seperjuan-gan dan sama-sama sedang menderita dalam kepriha-tinan. Kita satu cita-cita, Mirah! Apakah kau tidakmengerti perasaanku?"

    "Jangan banyak bicara kau, bedebah! Melawan

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    52/75

    atau tidak, aku akan tetap membunuhmu. Akan ku-buntungi kepalamu!"

    Tiba-tiba Karta menjadi beringas, bukan ka-

    rena marah mendengar ucapan Mirah itu, melainkankarena telinganya menangkap sesuatu yang mencuri-gakan di dalam air laut. Ternyata dua sosok tubuhraksasa tiba-tiba tersembul dari dalam air, hanya seki-tar empat meter di sebelah kiri dan kanan Karta. Ke-dua lelaki bertubuh tinggi besar itu menyeringai buassambil menatap Karta dengan sinar mata mencorongtajam.

    Karta terkejut dan segera memasang kuda-kuda,karena ia sudah yakin bahwa kedua laki-laki itu ada-lah anak buah musuh yang sengaja disuruh untukmembunuhnya. Tanpa mengucapkan apa-apa, kedualelaki itu menerkam Karta dari arah berlawanan. Gera-kan mereka tampak sangat cepat dan ringan, padahaltubuh mereka yang hampir sebesar kerbau dewasa itutentulah sangat berat. Sadarlah si Gila Dari MuaraBondet bahwa kedua lawan yang dihadapinya seka-rang bukanlah orang sembarangan.

    Ketika tangan kedua lawan sudah hampir me-nyentuh tubuhnya, tiba-tiba Karta meloncat tinggisambil berteriak melengking nyaring. Hampir bersa-maan dengan itu, kedua kakinya direntangkan menen-dang dada lawan-lawannya.

    "Duk!"Tendangan geledek Karta menghantam dada ke-

    dua lawan, membuat mereka terhuyung-huyung mun-dur. Pada saat itu Karta bersalto dan menginjak kepalasalah seorang lawannya sebagai tumpuan untuk me-loncat ke atas tebing. Akan tetapi baru saja menda-ratkan kakinya, sabetan golok Mirah sudah menyam-bar ke arah pinggangnya. Cepat dan kuat sekali seran-

    gan Mirah, sehingga tak ada lagi kesempatan untuk

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    53/75

    menghindar bagi Karta, selain meloncat tinggi sambilbersalto. Namun ketika kakinya menginjak tebing ca-das, golok Mirah sudah menyambar lagi.

    "Buntung kakimu!" bentak Mirah."Aih!" Karta berseru kaget. Untuk meloncat tinggilagi, rasanya tidak mungkin lagi. Karena hampir bisadipastikan sewaktu tubuhnya melayang, Mirah akanmelancarkan serangan susulan yang tak mungkin lagidapat dihindarinya. Maka jalan satu-satunya adalahmeloncat mundur. Selamatlah Karta dari ancamanmaut, namun tanpa bisa dicegah lagi, tubuhnya kem-

    bali terhempas ke laut.Sebetulnya tadi Karta meloncat dari laut ke atas

    tebing bukan karena gentar menghadapi dua lelakibertubuh raksasa itu. Bagi dia yang sudah sangatpandai menyelam dan berenang, bertarung di daratatau dalam air sama saja. Akan tetapi maksudnya tadiadalah untuk menyadarkan Mirah, siapa tahu kali iniia berhasil sehingga istri sahabatnya itu menjadi ingatakan dirinya. Namun tanpa diduga-duga Mirah malahmenyambutnya dengan serangan maut dan masih un-tung baginya dapat menyelamatkan diri walaupun ha-rus tercebur ke laut.

    "Byuuuur!" Tubuh Karta terhempas dan dua pa-sang tangan kokoh segera menyerbunya dari arah ber-lawanan. Salah seorang di antara lawan menjambak

    rambutnya, sementara yang satu lagi mencekik leher-nya.

    Menghadapi serangan itu, Karta tidaklah gentartetapi juga tidak mau anggap remeh. Ketika ia merasajepitan tangan lawan semakin kuat, tiba-tiba keduatangannya menyambar cepat sekali ke arah selangkan-gan kedua lawan. Terdengar suara gemeretak ketikajemari tangan Karta dengan telak menghantam kema-

    luan kedua lawan. Dua lelaki bertubuh raksasa itu

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    54/75

    pun melepaskan tangannya dan sama-sama menjeritpanjang.

    Kesempatan itu digunakan Karta untuk melo-

    loskan diri dengan cara menyelam menjauh. Tubuhnyabagaikan ikan saja melesat dan berkelebat di dalamair. Akan tetapi kedua lawannya yang sudah sangatmarah akibat serangan Karta tadi tidak mau mele-paskan buruannya begitu saja. Keduanya pun ternyatadapat berenang cepat sekali, sehingga dalam waktusingkat sudah berhasil menyusul Karta.

    "Celaka, mereka bisa mengejarku!" kata hati Kar-

    ta cemas. Ia mencoba mempercepat laju tubuhnya,namun tiba-tiba tangan lawan sudah berhasil men-cengkeram lehernya. Karta mencoba berkelit, namunkedua lawan sudah terlebih dulu mencekik lehernya.Tenaga kedua lelaki bertubuh raksasa itu memangluar biasa kuatnya. Rontaan Karta seperti tidak ada ar-tinya, padahal ia sudah mengerahkan segenap tenagadalamnya.

    Sadarlah Karta bahwa dirinya betul-betul teran-cam bahaya maut dan jika tidak segera dapat mele-paskan diri, kemungkinan besar ia akan tewas. Ataupaling tidak batang lehernya akan patah dan remukoleh jepitan lawan. Dalam keadaan yang sangat gent-ing itu, si Gila berhasil meraih gagang goloknya. Laluia menyabet ke kiri dan ke kanan, tepat merobek kulit

    perut lawan hingga ususnya terburai. Darah se-gar se-gera menyembur, sehingga air laut di sekitar tempatitu menjadi merah. Hanya sejenak kedua laki-laki itumenggelepar-gelepar, kemudian terkulai lemas dantenggelam ke dasar laut tanpa nyawa lagi.

    Karta segera menyarungkan goloknya, lalu me-luncur cepat ke permukaan laut. Akan tetapi baru sajakepalanya tersembul, tiba-tiba sabetan goloknya sudah

    menyambar.

  • 8/12/2019 Jaka Sembung - 16. Kemelut Di Pulau Aru

    55/75

    "Hait!" Karta bersalto berseru kaget sambil me-lempar tubuh ke belakang hingga kembali ia selamatdari maut. Ternyata wanita yang menyerangnya tadi

    adalah Mirah sendiri."Jahanam!" bentak Mir