JAISHREE SRINIVASAN Untuk menjelajahi konsep kesinambungan, yaitu aspek perputaran dari segala sesuatu yang merupakan inti dari pemikiran Hindu, saya menciptakan benda-benda yang tampaknya mengandung 'kenangan' akan pemakai maupun pemakaian yang telah berlangsung turun-temurun. - Jaishree Srinivasan, 1995 1 Tampaknya kebudayaan modern tidak dapat dibayangkan sebagai sesuatu yang murni. Ajaran hidup yang diperoleh Srinivasan di India menunjukkan banyak hal yang bersifat kontras. Kebudayaan India ketika itu masih di bawah kerajaan dan seringkali bahasa yang paling aman sebagai penghubung di antara sekian ragam masalah etnis ialah Bahasa Inggris. 2 Karena itu pendidikan dasarnya sangat bersifat Eropa, dan pendidikan selanjutnya di Amerika Serikat dan Australia kemudian menanamkan kemapanan lain, yakni besarnya pengaruh budaya keramik Jepang di dalam studio-studio keramik modern. Kedua pendidikan ini tidak memberi tempat pada tradisi dan pengetahuan kerakyatan. Itulah sebabnya baru belakangan ini Srinivasan menemukan bentuk ungkapannya sendiri, yakni dengan menyingkirkan sistem pola hias asing dan menyusun sistemnya sendiri dari warisan berbagai budaya yang diperolehnya tanpa meninggalkan ketrampilan teknik hasil pendidikan formalnya. Bejana yang dibuatnya beberapa tahun lalu dihiasi dengan 'teks' kaligrafi yang lebih menyerupai piktogram atau huruf-huruf Arab daripada sesuatu yang bersifat India atau Australia. Kendati tidak pernah bermaksud memberi fungsi harfiah pada karya-karyanya, namun dalam karya- karyanya yang terbaru ini ironi atas pemanfaatan pinjaman aksara ini tak dapat diabaikan. Bagi perupa keramik ini, kaligrafi seperti ini ternyata merupakan langkah menuju penyampaian cerita. Dalam kebudayaan India warisan seorang wanita terdiri dari benda- benda keperiuan rumah tangga yang lepas, tidak termasuk tanah atau rumah. Dari dunia inilah Srinivasan menarik ilham pembuatan bentuk-bentuknya. Tempat makanan seperti rantang, kotak penyimpan, bejana keupa'caraan, yang secara tradisi tidak terbuat dari tanah liat. Di sini dia bermain dengan batas antara fungsi dan nilai. Obyek-obyek yang dihasilkannya, seperti Tiffin Carrier, 1995, adalah leburan dari berbagai elemen. Ciri-ciri pola hiasnya mengingatkan kita pada motif-motif arsitektur atau pola-pola hias yang 16 terdapat pada perkakas yang terbuat dari besi-tempa. Kalau kita dapat mengenal dan menamakannya sebagai sesuatu yang 'India', ini membuktikan ketrampilan sang perupa dalam menterjemahkan. Tidak ada rantang makanan yang begitu mudah pecah, dengan begitu banyak bendulan- bendulan yang rapuh . Rantang makanan seperti itu harus tahan banting dalam penggunaannya di perjalanan sehari- hari. Penyangga yang berupa sosok pada rantang ini mengingatkan anak-anak pada peleburan kehidupan rumah tangga sehari-hari dengan upacara yang merupakan ciri khas dari rumah tangga Hindu. Terrasigillata, tanah liat yang digunakan oleh bangsa Yunani kuno, memiliki permukaan yang semakin kaya seiring dengan meningkatnya usia maupun penggunaannya. Srinivasan menonjolkan unsur ini dengan penggunaan teknik stensil dalam membuat pola hiasnya. Ketika lembar pola stensil diangkat sebelum karya tersebut dibakar, sebagian lapisan tanah liatnya akan terangkat pula sehingga pola yang dihasilkan tampak tidak tepat sempurna dan seolah- olah telah lama dipergunakan. Dari sini kita seolah merasakan kehadiran generasi yang secara metaforik telah menggunakan barang-barang ini, yang kisahnya termuat di dalamnya. 1 Jaishree Srinivasan. dalam Logan and Srinivasan. Jaishree Srinivasan Ceramics. Craft ACT. 1995 Jim Logan, ibid WILMA TABACCO Memisahkan dan memindahkan elemen-elemen pola hias dan ornamen ke dalam lingkup seni lukis dan seni gam bar memberi dasar penting terhadap posisi pola hias sebagai subject matter dalam karya seni: suatu posisi yang tak pernah diberikan oleh sejarah. Makna yang sesungguhnya bukanlah pola-pola hias yang tampak, melainkan kaitannya dengan identitas dan pertimbangan budaya, dan kemungkinan pemanfaatannya sebagai pembawa makna. - Wilma Tabacco, 1995 1 Selama bertahun-tahun karya Wilma Tabacco dikenal melalui kekuatan warnanya, yang seolah dibenamkan ke dalam kanvas. Tampak bagaikan ternoda daripada teriukis, karya- karyanya mengandung unsur-unsur abstraksi pertengahan abad seperti karya-karya Helen Frankenthaler, yaitu pada zaman di mana warna berhasil memisahkan diri dari bentuk. Kendati demikian lukisan-Iukisan Tabacco terlibat lebih jauh daripada sekedar isu abstraksi. Unsur identitas dan budaya sebagai isi yang mendasari karya-karyanya, ditimbulkan oleh penjelajahannya atas warisan budaya Italia melalui seni kerajinan wan it a tradisional yang diwariskan oleh ibunya, dan dengan tekat Tabacco untuk melebur realita ke dalam lukisannya . Minat ini telah mendorongnya untuk memikirkan hubungan pola hias dengan seni murni dan dengan sejarah desain tekstil. Dengan sendirinya Tabacco mulai melebur pola hias tekstil tradisional ke dalam karya-karyanya. Kain yang dihiasi pola dibuat dalam jumlah banyak (pola-ulangan), dalam satuan-satuan yang saling mengunci dan biasa dikenal sebagai fragmen. Tabacco menekankan gaung kontemporer elemen-elemen ini di dalam karyanya. Fragmen ini (yang merupakan aspek modern is), penggandaannya, penyusunan keseluruhan dari bag ian-bag ian, merupakan unsur-unsur penting bagi perupa ini. Tentang serangkaian karyanya baru- baru ini yang berdasarkan pada motif bunga berjudul Fabrication (yang beberapa di antaranya disertakan dalam pameran ini), dia menulis: "Untuk menentukan apakah suatu karya yang dibuat- buat dianggap sebagai sebuah kebohongan atau sebuah penemuan, seorang pengamat harus mempertimbangkan bahwa karya-karya ini sesungguhn ya bukanlah seperti apa yang teriihat pada awalnya." 2 Bahwa penelitian tentang penampilan dalam teori warna biasanya dihubungkan dengan tekstil mung kin sesuatu yang di luar dugaan. Sejak abad keempat pun Aristotle sudah menulis bahwa "dalam bahan-bahan tenunan dan sulaman penampilan warna sangat dipengaruhi oleh posisinya yang berdampingan satu sama lain." 3 Lama sesudah itu, dalam abad kesembilan-belas yang lebih bertekanan ilmiah, ketika teori warna berkembang pesat seiring dengan kemajuan ilmu optik, Michel Eugene Chevreul sekali lagi menekankan hubungan ini. Hasil dari penelitian awalnya ialah menjadi lebih bagusnya dan lebih terangnya zat-zat pewarna pada pabrik permadani hiasan Gobelins. Kesimpulan hasilpenelitian ini ialah bahwa campuran optik "benang- benang yang berdampingan dengan corak warna yang tidak saling bentrokan "4 lah yang menyebabkan kesuraman penampilan secara keseluruhan. Para ahli kimia dan ahli filsafat waktu itu baru mulai menyadari apa "yang telah akrab bagi pelukis ".s Tanpa maksud untuk mengatakan bahwa Tabacco menganut sistem teori warna (kendati teori kontras Chevreul antara warna jingga dan warna biru sering didapati dalam karya-karyanya);hidupnya pancaran warna di dalam karya-karyanya membuktikan keunggulan mata sang perupa atas sistem manapun. Keseimbangan yang peka antara cahaya, warna dan persepsi bukanlah suatu hal yang dapat diaku-aku pemecahannya oleh seorang perupa, atau oleh sebuah jaman atau sebuah medium manapun. Kita dapat menikmatinya bila semua itu ditangani dengan trampil seperti yang telah dilakukan oleh Tabacco. Warna sering diremehkan sebagai " ... bagian feminin dari seni, tidak sepenting gambarnya sendiri yang dianggap 'maskulin' ".6 Tabacco mengangkat nilai warna dan tradisi feminin dari pola hias, yang di dalamnya terkandung sejarah tersendiri mengenai warna. W ilma Tabacco, Fabrication, aGOG, 1995 2 ibid. 3 John Gage, Colour and Culture: practice and meaning from Antiquity to Abstraction, Thames and Hudson, London, 1993, halaman 14 4 Gage, halaman 172 Gage, halaman 173 6 Gage, halaman 174 17