Page 1
PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN
DALAM BIDANG PEKERJAAN DAN KARIR PADA REMAJA
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
IZZAH RUFAIDAH
NIM : 205070000496
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
i
Page 2
PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP
ORIENTASI MASA DEPAN DALAM BIDANG PEKERJAAN
DAN KARIR PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
IZZAH RUFAIDAH
NIM : 205070000496
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Jahja Umar, Ph.D Ikhwan Lutfi, M.Psi NIP. 130885522 NIP. 197307102005011006
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
ii
Page 3
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN DALAM BIDANG PEKERJAAN DAN KARIR PADA REMAJA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 22 Juni 2010
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Pembantu Dekan/ Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130885522 NIP.195612231983032001
Anggota :
Penguji I Penguji II Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP.196207241989032001 NIP. 197307102005011006 Pembimbing I Pembimbing II Jahja Umar, Ph.D Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP. 130885522 NIP. 197307102005011006
Page 4
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Izzah Rufaidah
NIM : 205070000496
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Iklim Sosial
Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan
Karir Pada Remaja” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak
melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-
kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber
pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-
Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan
dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 22 Juni 2010
Izzah Rufaidah NIM : 205070000496
Email : [email protected]
Page 5
Satu-satunya cara untuk meramalkan masa depan adalah dengan menciptakannya (Alan Kay)
Give thanks for what you are now, and keep fighting for what you want to be tomorrow. (Fernanda
Miramontes-Landeros) Do what you can, with what you have, where you are (Theodore Roosevelt)
Your future depends on many things, but mostly on you (Frank Tyger)
Karya ini adalah sebuah Idealisme
yang kudedikasikan untuk Alm.
Ayahku dan Ibuku tercinta,
Keluargaku serta
Imamku di masa depan
Page 6
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Juni 2010 (C) Izzah Rufaidah (D) Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam
Bidang Pekerjaan Dan Karir Pada Remaja (E) x + 104 halaman (F) Banyak hal tengah mengancam masa depan generasi muda bangsa
Indonesia. Ancaman tersebut diantaranya adalah pengangguran, drop-out (pelajar putus sekolah), penyalahgunaan obat terlarang dan narkotika, penyimpangan sosial seperti budaya kekerasan, dan lainnya. Dari permasalahan tersebut dapat dilihat bahwa kurangnya orientasi masa depan yang dimiliki oleh remaja. Orientasi masa depan dipengaruhi oleh banyak faktor yang salah satunya adalah faktor keluarga. Selain pola asuh yang diberikan oleh orang tua, hal lain yang menjadi perhatian di dalam keluarga adalah iklim sosial keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja, dimana independent variable lain seperti jenis kelamin, usia, tingkat sosioekonomi, teman sebaya, jenis sekolah, status sekolah, keterlibatan dalam organisasi, tempat tinggal dan bencana alam dikontrol atau dikonstankan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di 4 sekolah, yaitu SMA Negeri 13 Jakarta, SMA Yappenda, SMK Negeri 12 Jakarta dan SMK Barunawati yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara. Jumlah sampel sebanyak 243 siswa yang diambil dengan Cluster Sampling. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik menggunakan software SPSS 16 yang meliputi korelasi Pearson’s Product Moment untuk menguji validitas item, Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, Independent Sample t test untuk menguji signifikansi perbedaan dan Multiple Regression untuk pengujian hipotesis penelitian. Jumlah item valid dalam skala iklim sosial keluarga sebanyak 54 item, sedangkan jumlah item valid dalam skala orientasi masa depan sebanyak 61 item. Dalam pengujian hipotesis didapat nilai R square (R2) sebesar 0,283. Hal ini berarti bahwa 28,3 % variabel orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 10 variabel yaitu, Iklim Sosial Keluarga, Gender, Usia, Teman Sebaya, Status Sosioekonomi, Tempat Tinggal, Keterlibatan Dalam Organisasi, Bencana Alam, Jenis Pendidikan dan Status Pendidikan. Berdasarkan proporsi varian dari masing-masing independent variable, hanya variabel iklim sosial keluarga (24,8%) dan teman sebaya (1,2%) yang
Page 7
memiliki pengaruh secara signifikan terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, dimana iklim sosial keluargalah yang memiliki kontribusi paling besar dengan arah hubungan positif. Hal ini berarti, semakin harmonis iklim di dalam keluarga, maka semakin tinggi orientasi masa depannya. Variabel teman sebaya memiliki arah hubungan yang negatif, artinya remaja yang tidak dipengaruhi oleh teman sebaya tetapi lebih dipengaruhi oleh orang yang lebih dewasa atau lebih berpengalaman, memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang lebih tinggi. Kesimpulannya adalah hipotesis (H1) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir diterima, sedangkan hipotesis (H2) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel lain terhadap orientasi masa depan ditolak. Hal ini dikarenakan hanya 1 dari 9 independent variable lain yang memiliki pengaruh secara signifikan. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan bahan masukan yang positif bagi para orang tua agar mengambil peran yang besar dalam upaya mengkondisikan keluarga dalam iklim yang harmonis dan juga diharapkan orang tua bisa memposisikan diri sebagai teman dan rekan diskusi yang baik bagi remaja. Untuk remaja agar lebih menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai pekerjaan dan karir yang diinginkan di masa depan, terutama kepada orang yang lebih berpengalaman.
(G) Bahan Bacaan : 33 (dari thn 1974 - 2008) + 1 personal communication
Page 8
KATA PENGANTAR Assalamu`alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirobbil ‘alamin....rasa syukur yang luar biasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir”. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah sekaligus pembimbing
terbaik penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Bapak Jahja Umar, Ph.D. Berkat bimbingan, arahan, nasihat dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis, membuat penulis termotivasi untuk terus belajar dan berjuang mengikuti jejak beliau.
2. Pembimbing Akademik Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan.
3. Bapak Abdul rachman, M.Si, yang selalu mendampingi dan membimbing penulis sewaktu penulis mengemban tugas sebagai Ketua BEMF Psikologi Non Reguler Peiode 2007-2008.
4. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi selaku pembimbing II, atas segala bimbingan, saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Miftahuddin, M.Si selaku dosen pembimbing seminar proposal skripsi atas segala bimbingan, dan sarannya.
6. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis.
7. Para staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kerelaan dan kesabaran mau berbagi informasi akademik.
8. Kepala Sekolah di SMAN 13, SMKN 12, SMA Yappenda dan SMK Barunawati Jakarta Utara yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Terlebih khusus kepada Wakil Kepala Sekolah SMAN 13 Jakarta, Bapak Ahmad Saifudin, M.Si yang telah membantu penulis dalam proses penelitian.
9. Seluruh siswa SMAN 13, SMKN 12, SMA Yappenda dan SMK Barunawati yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
10. Yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah dan Rasul-Nya, Ayahku (Alm) Bapak H. Abu Chafsin M, Ibuku tercinta Hj. Tuti Nurbaity, Papaku Bapak Asri Siregar, SE. Ak., kakakku Fathurrizal, tetehku Ening Maeniah dan
Page 9
adikku tercinta Nahdhiyah Amaliyah, serta seluruh keluarga besarku yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.
11. Muhammad Amirudin Al-Furqon, S.Psi dan seluruh keluarga besarnya yang selalu memberikan penulis motivasi selama menyusun skripsi ini. Semoga target 2011 tercapai ya ay.
12. Sahabat kecilku Ida, yang telah menjadi sahabat sejati penulis, walaupun kita jarang ketemu. Sahabat geng asoy tercinta egha, nden, pipit, nina, kaka, Nju dan uwi, atas hari-hari yang luar biasa dan kebersamaan kita yang tidak akan penah penulis lupakan.
13. Seluruh teman-teman di Fakultas Psikologi Non Reguler khususnya angkatan 2005 yang selalu kompak dan solid. Teman seperjuangan skripsi (Ka Hana, Ka Tia, Evi, Anita, Muaz), juga kepada Adiyo pembimbing ketiga penulis.
14. Untuk civitas PMII KOMFAPSI Ciputat yang telah banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri dan teman-teman di PSM khususnya Fermezza, terima kasih atas kebersamaan yang indah.
15. Seluruh pengurus BEMF Psikologi Non Reguler periode 2007-2008, tanpa kalian penulis tidak akan dapat mengemban tugas ini dengan baik hingga selesai. Seluruh panitia de’saiko UIN 2008. Semoga acara ini menjadi kenangan terindah untuk kita.
16. Semua teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu….terima kasih.
Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait.
Jakarta, 22 Juni 2010
Penulis
Page 10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ iv
PERSEMBAHAN........................................................................................... v
ABSTRAKSI .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 10
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian ..................... 10
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................. 12
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Orientasi Masa Depan ............................................................. 15
2.1.1 Definisi Orientasi Masa Depan ................................... 15
2.1.2 Pekerjaan dan Karir ..................................................... 17
2.1.3 Remaja dan Orientasi Masa Depan dalam
Bidang Pekerjaan dan Karir ........................................ 17
Page 11
2.1.4 Perkembangan Orientasi Masa Depan ........................ 19
2.1.5 Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan ............... 21
2.1.6 Orientasi Masa Depan Sebagai Sistem ....................... 25
2.1.7 Dimensi-dimensi Orientasi Masa Depan .................... 26
2.1.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Orientasi Masa
Depan .......................................................................... 27
2.2 Iklim Sosial Keluarga .............................................................. 35
2.2.1 Definisi Iklim Sosial Keluarga .................................... 35
2.2.2 Dimensi-dimensi Iklim Sosial Keluarga ..................... 37
2.3 Hubungan Iklim Sosial Keluarga dengan Orientasi
Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir ................... 41
2.4 Kerangka Teori ........................................................................ 43
2.5 Hipotesis .................................................................................. 45
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................. 46
3.1.1 Populasi ....................................................................... 46
3.1.2 Sampel ......................................................................... 48
3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel ....................................... 48
3.2 Variabel Penelitian .................................................................. 49
3.2.1 Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan
dan Karir .................................................................... 49
Page 12
3.2.2 Iklim Sosial Keluarga .................................................. 50
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 50
3.3.1 Instrument Penelitian .................................................. 50
3.3.2 Prosedur Pengumpulan Data ....................................... 55
3.3.3 Desain Penelitian ......................................................... 69
3.4 Metode Analisa Data ............................................................... 70
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Deskriptif ................................................................. 72
4.2 Uji Hipotesis ........................................................................... 82
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 91
5.2 Diskusi .................................................................................... 91
5.3 Saran ........................................................................................ 101
5.3.1 Saran Metodologis ...................................................... 101
5.3.2 Saran Praktis ............................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Page 13
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Bobot Skor Pernyataan ............................................................ 51
Tabel 3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum
Diuji Coba.. .............................................................................. 56
Tabel 3.3 Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum
Diuji Coba ................................................................................ 57
Tabel 3.4 Bobot Skor Pernyataan Kedua ................................................. 59
Tabel 3.5 Tabel Spesifikasi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum
Di Uji Coba ............................................................................. 60
Tabel 3.6 Tabel Spesifikasi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum
Di Uji Coba ............................................................................. 65
Tabel 4.1 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan
Jenis Kelamin........................................................................... 72
Tabel 4.2 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Usia ...... 72
Tabel 4.3 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan
Jenis Sekolah ........................................................................... 73
Tabel 4.4 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan
Status Sekolah ......................................................................... 74
Tabel 4.5 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan
Teman Sebaya ......................................................................... 75
Tabel 4.6 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan
Status Sosioekonomi ............................................................... 76
Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Keterlibatan Dalam Organisasi
.................................................................................................. 86
Tabel 4.8 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan
Tempat Tinggal ....................................................................... 78
Tabel 4.9 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan
Bencana Alam ......................................................................... 78
Tabel 4.10 Tabel Kategorisasi Orientasi Masa Depan .............................. 80
Page 14
Tabel 4.11 Tabel Kategorisasi Iklim Sosial Keluarga ............................... 81
Tabel 4.12 Proporsi Varian Oleh Masing-Masing
Independen Variabel ............................................................... 82
Tabel 4.13 Coefficients ............................................................................. 83
Page 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perkembangan Orientasi Masa Depan dan Proses yang Terdapat Di
Dalamnya ................................................................................... 20
Gambar 2.2. Kerangka Teori .......................................................................... 43
Gambar 2.3. Kerangka Teori Penelitian .......................................................... 44
Page 16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skoring Try Out 1
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 3 Skoring Try Out 2
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5 Angket Penelitian
Lampiran 6 Skoring Penelitian
Lampiran 7 Data Sekunder atau Data Kontrol
Lampiran 8 Uji Signifikansi T-test
Lampiran 9 Uji Hipotesis Multiple Regression
Lampiran 10 Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Page 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia pada umumnya memiliki impian dan harapan. Impian dan harapan
ini dapat terwujud di suatu masa yang tidak dapat diketahui kapan masa itu akan
datang. Oleh karenanya masa depan merupakan sesuatu yang selalu menjadi
penantian setiap orang. Tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang akan terjadi
pada masa depannya. Hasil yang didapat di masa depan tergantung dari proses yang
dilakukannya pada saat ini. Proses tersebut dapat berupa perencanaan, usaha dan
keyakinan dari manusia itu sendiri khususnya pada remaja.
Masa remaja merupakan salah satu masa yang cukup penting dan menentukan
dari perjalanan hidup seseorang. Banyak orang yang mengatakan, bahwa remaja itu
merupakan masa dimana seorang anak manusia sedang mengalami suatu transisi
besar dalam rentang hidupnya. Transisi itu merupakan perubahan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa yang akan mempengaruhinya kelak terhadap
perkembangan psikis dan interaksi sosialnya.
Pada masa remaja mereka menghadapi revolusi fisiologis di dalam diri dan
harus menghadapi tugas-tugas perkembangan dalam menghadapi masa dewasa.
Mereka seringkali diperlakukan tidak konsisten. Peran sebagai orang dewasa
Page 18
kadangkala dibebankan kepada mereka, tetapi mereka masih dilindungi seperti anak
kecil. Oleh karena itu mereka mengalami kekacauan peran dan identitas diri. Seperti
halnya yang diungkapkan oleh Erikson, bahwa remaja berada pada tahap
perkembangan psikososial antara perolehan identitas versus kekacauauan peran
(dalam Calvin S. Hall & Lindzey, 1978).
Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Monks (2002), bahwa posisi remaja
berada diantara anak dan orang dewasa. Remaja dapat dikatakan masih anak-anak,
tetapi disisi lain ia bertingkah seperti orang dewasa. Salah satu contohnya adalah
perilaku berpacaran, dimana seorang remaja memposisikan diri mereka sebagai
pendamping dari pasangannya yang memberikan perhatian khusus dan terkadang
melayani kebutuhan pasangannya seperti layaknya orang dewasa yang sudah
menikah. Namun disisi lain remaja belum sepenuhnya mampu untuk menguasai
fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Oleh karena itu, mereka masih harus belajar
banyak untuk menyelesaikan masa perkembangannya dan menemukan tempatnya
dalam masyarakat.
Jiwa remaja pada dasarnya merupakan jiwa peralihan yang serba tanggung
mereka berada pada tahap psikososial antara moralitas seorang anak-anak dengan
kesadaran sebagai orang dewasa. Dalam masa peralihan ini, segala sesuatu yang
diinternalisasikan oleh keluarga sebagai lingkungan awal akan diuji oleh remaja
selama berlangsungnya masa remaja tersebut. Hasil pengujian pengetahuan maupun
nilai yang diperoleh dari keluarga tersebut, akan menentukan sikap dan keputusan-
keputusan yang mereka buat pada masa dewasa. Proses penentuan dan pengambilan
Page 19
keputusan sebagai awal perjalananan masa depan sebelum masa dewasa terjadi pada
masa remaja ini. Itulah sebabnya masa remaja sangat penting untuk dicermati.
Dengan adanya kekacauan peran dan identitas diri pada remaja, maka Erikson
(1968) menekankan bahwa tugas pokok seorang remaja adalah pembentukan identitas
diri yang mantap. Pembentukan identitas ini melibatkan integrasi total dari ambisi-
ambisi dan aspirasi serta kualitas-kualitas diri yang mereka peroleh sebelumnya. Oleh
karena itu untuk meningkatkan kualitas hidup remaja, masa depan kemudian mulai
masuk dalam perencanaan hidupnya. Mereka sudah mulai mampu membuat
perencanaan-perencanaan bagi masa depannya, untuk mewujudkan impian-impian
ideal mereka.
Salah satu dari sekian banyak perencanaan yang akan dibuat remaja dalam
menyongsong masa depan mereka adalah perencanaan mengenai karier dan pekerjaan
yang akan mereka tekuni nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1999),
bahwa remaja mulai memikirkan masa depan mereka secara bersungguh-sungguh.
Walaupun keputusan yang mereka buat saat ini tidak langsung menentukan jenis
pekerjaan yang akan mereka jalani.
Havighurst (dalam Kimmel, 1995) mengungkapkan bahwa salah satu dari
tugas perkembangan remaja adalah memilih dan mempersiapkan karir ekonomi.
Namun banyak dari remaja yang tidak mempedulikan hal tersebut, dan justru
menghabiskan waktunya untuk kesenangan belaka.
Menurut Sadarjoen (2008), banyak remaja yang menjalani hari-hari dengan
santai, tidak terarah, mengikuti alur seperti halnya air mengalir tanpa arah jelas.
Page 20
Sosok remaja tersebut terkesan bagaikan perahu limbung tanpa arah, yang akhirnya
menjadikan kesenangan sebagai pengarah utama dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Akibat pengaruh dari kesenangan tersebut, remaja cenderung malas belajar,
malas membaca, bahkan malas berpikir, bersikap tidak serius dalam membahas
masalah dan cenderung lari dari masalah.
Selain itu, Hayadin (2005) dalam bukunya Peta Masa Depanku menjelaskan
bahwa banyak hal tengah mengancam masa depan generasi muda bangsa Indonesia.
Dan hal tersebut merupakan ancaman terhadap kemajuan dan survivalitas bangsa dan
negara. Ancaman tersebut diantaranya adalah pengangguran terbuka, pengangguran
terpelajar, drop-out (pelajar putus sekolah), penyalahgunaan obat terlarang dan
narkotika, penyimpangan sosial seperti budaya kekerasan, dan lainnya.
Ancaman yang paling utama dalam hal ini adalah pengangguran. Berdasarkan
data statistik BPS tahun 2002 jumlah pengangguran terbuka (open unemployment) di
Indonesia sebanyak 9.132.104 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,2 %
(3.763.971 jiwa) adalah tamatan SMA , Diploma, Akademi dan Universitas atau
“pengangguran terpelajar”. Diantara jumlah pengangguran terbuka tersebut,
2.651.809 jiwa tergolong hopeless of job (merasa tidak yakin mendapatkan
pekerjaan), 436.164 diantaranya adalah tamatan SMA, Diploma, Akademi dan
Universitas (Hayadin, 2005).
Data faktual di atas menggambarkan tingginya tingkat pengangguran di
Indonesia yang diantaranya berasal dari kaum terpelajar. Oleh karena itu, untuk
menanggulangi masalah tersebut perlu adanya perencanaan dan orientasi masa depan
Page 21
yang jelas dalam hal pekerjaan dan karir khususnya bagi remaja. Karena pada
dasarnya manusia bisa meramalkan masa depannya kelak dari apa yang dilakukannya
saat ini.
Setiap individu termasuk remaja, untuk masa depannya tentu menginginkan
tingkat kehidupan yang lebih baik dari yang dijalani saat ini. Mereka memiliki
keinginan ataupun gambaran ideal akan suatu kehidupan dimasa yang akan datang.
Terkadang apa yang mereka inginkan itu dapat tercapai, terkadang tidak. Dalam
membuat perencanaan bagi kehidupannya kelak, remaja harus mengetahui apa yang
sebenarnya menjadi keinginan atau harapannya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, masa remaja merupakan masa
mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Proses mempersiapkan diri memasuki
dunia kerja bukanlah suatu hal yang terjadi dengan sendirinya. Selain dituntut untuk
berprestasi, ternyata banyak faktor yang turut mempengaruhi kejelasan orientasi masa
depan remaja khususnya dalam bidang pekerjaan dan karier.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendriati Agustriani, dkk. (2001)
tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki dunia
kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi orientasi
masa depan remaja bidang pekerjaan dan karier, yaitu : evaluasi diri, pencarian
informasi, perencanaan, kondisi emosi, kondisi keluarga, optimisme / pesimisme
serta kejelasan / ketidakjelasan pekerjaan dan karier di masa yang akan datang.
Kondisi keluarga merupakan salah satu dari 7 dimensi orientasi masa depan
remaja bidang pekerjaan dan karier . Keluarga merupakan sarana sosialisasi yang
Page 22
utama. Walaupun keluarga merupakan organisasi terkecil dari masyarakat, tetapi di
dalam keluarga ditanamkan nilai-nilai moral dan agama yang menjadi landasan utama
terbentuknya sikap dan kepribadian remaja. Keluarga adalah tempat dimana
melimpahnya kasih sayang dan perhatian. Sikap dan kepribadian remaja sangat
dipengaruhi sikap dan kepribadian dari orang tua.
Keinginan dan harapan remaja untuk masa depannya pasti berbeda satu sama
lain. Hal ini tergantung dari sejauhmana remaja itu melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Yang dimaksud dengan lingkungan di sini tidak hanya berupa
lingkungan fisik, tetapi lebih kepada lingkungan sosial atau disebut pula iklim sosial.
Dengan semakin seringnya remaja melakukan interaksi dengan lingkungan
sekitarnya, atau dengan kata lain orang-orang disekitarnya, maka akan banyak input
atau informasi-informasi yang diserap oleh remaja dan nantinya informasi tersebut
menjadi sebuah pengetahuan yang dalam hal ini dapat digunakan untuk
merencanakan masa depan yang baik bagi remaja.
Apabila lingkungan disekitar remaja harmonis dan kondusif, maka remaja
akan lebih mudah dalam menyerap informasi-informasi yang nantinya memudahkan
remaja untuk merencanakan masa depannya. Sebaliknya apabila lingkungan sekitar
remaja tidak harmonis dan tidak kondusif, maka remaja akan kesulitan untuk
menyerap informasi-informasi dari lingkungan sekitarnya, sehingga menyebabkan
remaja kesulitan untuk merencanakan masa depannya atau bahkan menjadi tidak
memiliki orientasi masa depan.
Page 23
Bagi seorang individu termasuk remaja, lingkungan yang paling utama adalah
keluarga. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, dimana antara
anggotanya terdapat interaksi yang mendalam. Sebagai lingkungan primer, hubungan
antar manusia yang paling intensif dan awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang
anak mengenal lingkungan yang lebih luas, terlebih dahulu mengenal lingkungan
keluarganya. Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari
masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya (Sarwono,
1991).
Hal-hal yang terkait dalam lingkungan keluarga ini tidak semata-mata pola
asuh yang diberlakukan oleh orang tua. Tetapi lebih dari itu, bagaimana interaksi
antar anggota keluarga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam keluarga dan
sebagainya. Semua ini mencerminkan bagaimana iklim dalam keluarga tersebut.
Menurut James & Jones (dalam Kozlowski & Doherty, 1989), iklim sosial adalah
deskripsi yang didasarkan pada persepsi atas karakteristik, peristiwa dan proses dalam
organisasi. Dalam hal ini untuk pengertian iklim keluarga, organisasi dalam definisi
tadi adalah keluarga.
Banyak orang tua yang menjadi acuh dan kurang mempedulikan
perkembangan anaknya ketika sudah memasuki usia remaja. Mereka menganggap
sudah cukup dengan memasukkan anak mereka ke sekolah formal. Padahal
pendidikan di sekolah hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan pendidikan yang
seharusnya didapat oleh remaja, dan tetap saja sarana pendidikan yang utama adalah
Page 24
keluarga (Sadarjoen, 2005). Selain itu, banyak juga orang tua yang menganggap anak
usia remaja sudah dewasa sehingga dianggap mampu untuk mengurus diri sendiri
serta mengambil keputusan untuk dirinya sendiri tanpa adanya bimbingan dan arahan
dari orang tua. Sehingga tidak terjadinya interaksi yang baik antara remaja dengan
orang tua mereka.
Selain hubungan antara remaja dengan orang tuanya, kondisi lain yang
menyebabkan iklim dalam sebuah keluarga menjadi tidak kondusif adalah adanya
persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry), antara remaja dengan adik atau
kakaknya. Hal ini menyebabkan hubungan keduanya menjadi tidak harmonis dan
tidak terjadinya interaksi yang baik antara keduanya. Dan masih banyak lagi faktor-
faktor yang menyebabkan tidak kondusifnya iklim dalam suatu keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap keluarga pasti pernah mengalami
konflik, namun pada kondisi keluarga yang demikian, konflik akan dengan mudah
dapat terselesaikan tanpa membuat ketidaknyamanan di dalam keluarga. Kondisi
keluarga tersebut mengindikasikan adanya iklim yang kondusif di dalam sebuah
keluarga.
Dengan demikian, mampukah sebuah keluarga menghasilkan interaksi yang
baik dan kodusif supaya menghasilkan iklim yang baik bagi perkembangan pola pikir
anggotanya yang dalam hal ini adalah remaja mengenai orientasi masa depannya
dalam bidang pekerjaan dan karier.
Iklim dalam keluarga memiliki peran yang cukup penting dalam menunjang
orientasi masa depan anggotanya. Hal ini diperjelas dengan penelitian yang dilakukan
Page 25
oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000), bahwa iklim dalam keluarga
merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan
pada anak.
Penelitian Trommsdorf (1983, dalam Desmita, 2005) telah menunjukkan
betapa dukungan dan interaksi sosial yang terbina di dalam keluarga akan
memberikan pengaruh yang sangat penting bagi pembentukan orientasi masa depan
remaja, terutama dalam menumbuhkan sikap optimis dalam memandang masa
depannya. Remaja yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari orang tuanya,
akan mengembangkan rasa percaya dan sikap positif terhadap masa depan, percaya
akan keberhasilan yang akan dicapainya, serta lebih termotivasi untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan di masa depan (Desmita, 2005).
Maka dari itu, seorang anak khususnya remaja akan memiliki orientasi masa
depan yang positif apabila didukung oleh iklim sosial keluarga yang kondusif, begitu
juga sebaliknya. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan
diatas, maka penulis merasa perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut agar
nantinya hasil dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi semua orang
khususnya orang tua dalam mendampingi remaja dalam menjalani tugas-tugas
perkembangannya. Maka dari itu, untuk merealisasikan hal tersebut peneliti
melakukan penelitian dengan judul pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi
masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja.
Page 26
1.2. Identifikasi Masalah
1. Sejauhmanakah remaja memahami orientasi masa depannya dalam bidang
pekerjaan dan karir?
2. Apakah terdapat perbedaan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan
dan karir pada remaja berdasarkan jenis kelamin ?
3. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan
remaja dalam bidang pekerjaan dan karir?
4. Apakah ada pengaruh dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa
depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja?
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Banyaknya definisi yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai iklim sosial
keluarga dan orientasi masa depan maka peneliti membatasinya sebagai berikut :
1. Iklim sosial keluarga adalah suatu deskripsi yang dibuat berdasarkan persepsi
anggota keluarga mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses-proses yang
terjadi dalam keluarga. Dalam hal ini iklim sosial keluarga meliputi 3 dimensi,
yaitu dimensi hubungan, dimensi pengembangan pribadi dan dimensi
pemeliharaan & perubahan sistem.
2. Orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir adalah gambaran tentang
masa depan yang terbentuk dari sekumpulan skemata, sikap atau asumsi dari
Page 27
pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk
membentuk harapan mengenai pekerjaan dan karir masa depan, membentuk
tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada pekerjaan dan karir di
masa depan. Dalam hal ini orientasi masa depan tersebut meliputi 3 proses, yaitu
motivasi, perencanaan dan evaluasi.
3. Sample pada penelitian adalah remaja SMA dan SMK usia 15-18 tahun yang akan
memasuki dunia kerja. Selain itu juga remaja yang akan digunakan sebagai subjek
penelitian adalah remaja yang tinggal di dalam keluarga atau yang memiliki
keluarga yang terdiri dari orang tua lengkap (ayah dan ibu) atau orang tua tidak
lengkap (ayah saja atau ibu saja) dan memiliki saudara kandung (kakak dan adik
atau salah satu).
1.3.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang serta pembatasan masalah, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat pengaruh iklim sosial
keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir
pada remaja?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian
Page 28
Berlatar belakang pada masalah dasar tersebut di atas, penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh iklim sosial keluarga terhadap
orientasi masa depan pada remaja dan bagaimana arah hubungan kedua
variabel tersebut.
2. Berapa besarnya pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa
depan pada remaja.
1.4.2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wacana
keilmuan psikologi, khususnya mengenai iklim sosial keluarga dalam kaitannya
dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja.
2. Manfaat praktis, berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan :
a. Remaja lebih memahami dan memfokuskan diri pada orientasi dan
perencanaan karir dan pekerjaan yang tepat di masa depan.
b. Keluarga khususnya orang tua akan lebih mengkondisikan iklim sosial
keluarga yang harmonis dan memberikan perhatian yang lebih pada anak
remaja di dalamnya.
Page 29
1. 5. Sistematika Penulisan
Berikut ini adalah sistematika penulisan dari laporan penelitian yang akan
dilakukan. Pada BAB I berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari, pertama ialah
latar belakang masalah yang berisikan tentang penjelasan mengenai hal-hal apa saja
yang melatarbelakangi masalah yang diangkat pada penelitian ini dan penjelasan
mengenai pentingnya masalah tersebut untuk diteliti. Kedua ialah identifikasi
masalah, pada point ini dijelaskan hal-hal apa saja yang ingin diketahui dari
penelitian ini. Ketiga yaitu pembatasan dan perumusan masalah, pada point ini
dijelaskan mengenai pembatasan teori dari variable-variabel yang diteliti serta
menjelaskan batasan dan kriteria dari subjek penelitian. Berikutnya yang keempat
adalah tujuan dan manfaat penelitian, pada point ini dijelaskan mengenai hal-hal apa
saja yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini serta manfaat apa saja yang bisa
diambil dari hasil dari penelitian ini. Terakhir adalah sistematika penulisan, yang
berisi tentang penjelasan mengenai konten atau isi dari setiap bab pada laporan
penelitian ini.
Selanjutnya, pada BAB II ialah mengenai kajian teori yang berisi tentang
pembahasan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti. Adapun teori-teori yang dimaksud meliputi definisi orientasi masa depan,
definisi pekerjaan dan karier, remaja dan orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir, perkembangan orientasi masa depan, proses pembentukan
orientasi masa depan, orientasi masa depan sebagai system, dimensi-dimensi orientasi
Page 30
masa depan, faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan, definisi iklim
sosial keluarga, dimensi-dimensi iklim sosial keluarga, hubungan iklim sosial
keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, hubungan
ilim sosial keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir,
kerangka teori dan hipotesis.
Pada BAB III yaitu berisi tentang metode penelitian. Adapun konten atau isi
dari bab ini adalah deskripsi mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian,
metode pengumpulan data, serta metode analisis data. Berikutnya ialah BAB IV yaitu
hasil penelitian. Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang meliputi analisis
deskriptif dan uji hipotesis. Terakhir adalah BAB V atau Penutup. Bab ini meliputi
kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi tentang hasil penelitian dengan penelitian
terkait, serta saran berupa saran metodologis dan saran praktis.
Page 31
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Orientasi Masa Depan
2.1.1. Definisi Orientasi Masa Depan
Orientasi masa depan menurut Sadarjoen (2008), adalah upaya antisipasi
terhadap harapan masa depan yang menjanjikan. Sedangkan menurut Ary Ginanjar
(2001), orientasi masa depan adalah bagaimana seseorang merumuskan dan
menyusun visi kedepan dengan membagi orientas jangka pendek, menengah dan
jangka panjang.
Sejalan dengan hal tersebut Trommsdorf (1983) dalam Desmita (2005)
mengemukakan pengertian orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif
motivasional yang kompleks, yakni antisipasi dan evaluasi tentang diri di masa depan
dalam interaksinya dengan lingkungan.
Nurmi (dalam McCabe & Bernett, 2000) mengemukakan bahwa orientasi
masa depan merupakan gambaran mengenai masa depan yang terbentuk dari
sekumpulan skemata, atau sikap dan asumsi dari pengalaman masa lalu, yang
berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk harapan mengenai
masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada
kejadian di masa depan. Orientasi masa depan berkaitan erat dengan harapan, tujuan,
Page 32
standar, rencana dan strategi pencapaian tujuan di masa yang akan datang (Nurmi,
1991).
Sebagai suatu fenomena kognitif motivasional yang kompleks, orientasi masa
depan berkaitan erat dengan skemata kognitif, yaitu suatu organisasi perceptual dari
pengalaman masa lalu beserta kaitannya dengan pengalaman masa kini dan di masa
yang akan datang (Chaplin, 2002 dalam Desmita, 2005). Skemata kognitif
memberikan suatu gambaran bagi individu tentang hal-hal yang dapat diantisipasi di
masa yang akan datang, baik tentang dirinya sendiri maupun tentang lingkungannya,
atau bagaimana individu mampu menghadapi perubahan konteks dari berbagai
aktivitas di masa depan (Desmita, 2005).
Selanjutnya Desmita (2005) menjelaskan bahwa skemata kognitif berisikan
perkembangan sepanjang rentang hidup yang diantisipasi, pengetahuan kontekstual,
ketrampilan, konsep diri dan gaya atribusi. Dari skemata yang dihasilkan, individu
berusaha mengantisipasi peristiwa-peristiwa di masa depan dan memberikan makna
pribadi terhadap semua peristiwa tersebut, serta membentuk harapan-harapan baru
yang hendak diwujudkan dalam kehidupan di masa yang akan datang.
Dapat dikatakan bahwa orientasi masa depan merupakan gambaran yang
dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini
memungkinkan individu untuk menentukan tujuan-tujuannya, dan mengevaluasi
sejauhmana tujuan-tujuan tersebut dapat direalisasikan. Namun, karena penelitian ini
menkhususkan pada domain pekerjaan dan karir, maka definisi orientasi masa depan
adalah gambaran tentang masa depan yang terbentuk dari sekumpulan skemata, sikap
Page 33
atau asumsi dari pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari
lingkungan untuk membentuk harapan mengenai pekerjaan dan karir masa depan,
membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada pekerjaan dan
karir di masa depan.
Dikarenakan domain orientasi masa depan yang akan diteliti pada penelitian
ini adalah domain pekerjaan dan karir, maka akan dijelaskan secara singkat mengenai
definisi dari pekerjaan dan karir.
2.1.2. Pekerjaan dan Karir
Pekerjaan adalah segala bentuk aktivitas manusia yang dilakukan dalam
rangka menopang kehidupannya. Pengertian ini menyiratkan makna bahwa pekerjaan
merupakan dasar dan jaminan bagi kelangsungan eksistensi seseorang di muka bumi.
Secara operasional pekerjaan dapat dipandang sebagai segala hal yang dilakukan
manusia untuk mendapatkan upah, gaji, imbalan, pesangon dan sebagainya (Hayadin,
2005).
Sedangkan karir adalah serangkaian pekerjaan dan posisi yang dijalankan oleh
seseorang dalam kehidupannya. Dalam pengertian tersebut secara implisit terkandung
makna pekerjaan, profesi, posisi dan jabatan. Selain itu, hal tersebut juga
mengisyaratkan adanya rotasi dan mutasi pekerjan, profesi dan jabatan oleh seseorang
selama hidupnya (Hayadin, 2005).
Page 34
2.1.3. Remaja dan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pekerjaan dan Karir
Orientasi masa depan atau gagasan seseorang mengenai perencanaan, motivasi
dan perasaan tentang masa depannya merupakan persoalan yang terjadi pada masa
remaja (McCabe & Bernett, 2000). Greene (1986, dalam McCabe & Bernett, 2000)
mengatakan bahwa masa remaja awal merupakan waktu dimana orientasi masa depan
dapat tumbuh dengan cepat serta dapat membedakan dan mengembangkannya.
Dengan kata lain orientasi masa depan sangat erat kaitannya dengan masa remaja.
Dalam penelitian ini domain orientasi masa depan yang akan diteliti adalah
domain pekerjaan dan karir. Domain ini juga merupakan bagian dari proses
perkembangan remaja. Havighurst (Monks & Knoers, 2002) menyebutkan bahwa
salah satu tugas perkembangan remaja adalah persiapan diri secara ekonomis atau
persiapan memasuki dunia pekerjaan serta pemilihan dan latihan jabatan. Sejalan
dengan hal tersebut Nurmi (1991) menjelaskan bahwa tugas perkembangan yang khas
pada remaja akhir adalah membuat gambaran mengenai rencana karir di masa depan
(membuat pilihan karir).
Super (1957, dalam Monks & Knoers, 2002) mengungkapkan suatu proses
pemilihan pekerjaan dalam arti proses yang menentukan karir yang mengikuti
kelima masa penghidupan, dalam hal ini remaja berada pada masa peninjauan (14-24
tahun). Menurut Monks & Knoers (2002) remaja yang berada pada rentang usia 16-
20 tahun berada dalam periode eksploratif atau seperti yang dikemukakan oleh
Ginzberg (dalam Monks & Knoers, 2002) remaja berada dalam peralihan dari periode
tentatif ke periode realistis.
Page 35
Pemilihan pekerjaan yang sungguh-sungguh bukanlah suatu tindakan yang
sesaat, tetapi merupakan hasil dari suatu proses pemikiran dan pengalaman tertentu,
walaupun hanya bersifat sementara. Apabila ditinjau dari perkembangan kognitif
Piaget (Santrock, 2002), masa remaja sudah mencapai tahap pemikiran operasional
formal sehingga remaja sudah dapat berpikir secara abstrak. Kemampuan ini sangat
diperlukan dalam membuat orientasi masa depan. Inilah sebabnya mengapa masa
remaja memiliki kaitan yang cukup erat dengan orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir.
2.1.4. Perkembangan Orientasi Masa Depan
Orientasi masa depan merupakan salah satu fenomena perkembangan kognitif
yang terjadi pada masa remaja. Sebagai individu yang sedang mengalami proses
peralihan dari masa anak-anak mncapai kedewasaan, remaja memiliki tugas
perkembangan yang mengarah pada persiapannya memenuhi tuntutan dan harapan
peran sebagai orang dewasa (Desmita, 2005). Oleh sebab itu sebagaimana
dikemukakan oleh Hurlock (1981, dalam Desmita, 2005), remaja mulai memikirkan
tentang masa depan mereka secara sungguh-sungguh. Remaja mulai memberikan
perhatian perhatian yang besar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang akan
dijalaninya sebagai manusia di masa mendatang.
Orientasi masa depan merupakan proses yang kompleks dan bersifat terus
menerus. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan (Nurmi, 1991) :
Page 36
Orientasi masa depan berkembang dalam konteks kultural dan institusional.
Ekspektansi normatif dan pengetahuan mengenai masa depan menjadi dasar
untuk membentuk minat dan rencana masa depan, dan hubungan antara
atribusi kausal dan afek.
Minat, rencana dan keyakinan yang berkaitan dengan masa depan dipelajari
melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Orientasi masa depan juga dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu
seperti kognitif dan perkembangan sosial.
Normative Life-events
Action
Opportunities
Standards and deadlines for
evaluation
Anticipated life span
development
Contextual Knowledge
Self-concept
Goals
Plans
Attributions emotional
Motivational
Planning
Evaluation
Gambar 2.1: Perkembangan Orientasi Masa Depan dan Proses yang Terdapat Di Dalamnya
(Nurmi,1991)
Menurut Nurmi (1991), orientasi masa depan berkembang akibat interaksi
dengan lingkungan (lihat gambar 2.1).
Peristiwa atau kejadian dalam hidup yang bersifat normatif, tugas
perkembangan dan jadwal pencpaian tugas perkembangan menjadi dasar
pembentukan tujuan dan minat yang berorientasi masa depan.
Page 37
Perubahan dalam kesempatan bertindak (action opportunity) dan model
penyelesaian tugas perkembangan berdasarkan usia menjadi dasar
pembentukan rencana dan strategi berdasar pada masa depan.
Standar dan tenggang waktu dan solusi evaluasi dari tugas perkembangan
dinilai sukses menjadi dasar pembentukan tahap evaluasi dalam orientasi
masa depan.
Lingkungan atau konteks sosial (keluarga, sekolah dan lainnya) ini berinteraksi
dengan skemata yang ada dalam diri individu (internal) sebagai wujud antisipasi
terhadap perkembangan rentang kehidupan, perkembangan kontekstual dan konsep
diri. Skemata yang terbentuk akan berinteraksi dengan ketiga tahapan orientasi masa
depan yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi yang kemudian membentuk
gambaran mengenai masa depan.
Salah satu fungsi umum skemata adalah mengarahkan individu untuk berubah
dalam konteks aktivitas masa depan (Nurmi, 1989). Skemata dari pengetahuan sosial
(social knowledge) dan pengetahuan diri (self-knowledge) memperantarai pengaruh
konteks sosial pada orientasi masa depan yang dimiliki individu (Nurmi, 1993, 1994
dalam Trempala & Malmberg, 1998). Harapan berdasarkan skemata diperantarai oleh
afek masa lalu mengenai masa depan (Neisser, 1976 dalam Nurmi, 1989).
2.1.5. Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan
Menurut Nurmi (1991) proses pembentukan orientasi masa depan yaitu,
motivation (motivasi), planning (perencanaan) dan evaluation (evaluasi). Untuk
Page 38
membentuk suatu orientasi masa depan, ketiga tahap tersebut akan berinteraksi
dengan skemata kognitif yang sebelumnya telah dijelaskan. Secara skematis,
keterkaitan antara skema kognitif dengan ketiga tahap pembentukan orientasi masa
depan tersebut, dapat di lihat pada gambar 2.1.
a. Motivational (Motivasi)
Tahap motivasional merupakan tahap awal pembentukan orientasi masa depan
remaja. Tahap ini mencakup motif, minat dan tujuan yang berkaitan dengan orientasi
masa depan. Pada mulanya remaja menetapkan tujuan berdasarkan perbandingan
antara motif umum dan penilaian, serta pengetahuan yang telah mereka miliki tentang
perkembangan sepanjang rentang hidup yang dapat mereka antisipasi. Ketika keadaan
masa depan beserta faktor pendukungnya telah menjadi sesuatu yang diharapkan
dapat terwujud, maka pengetahuan yang menunjang terwujudnya harapan tersebut
menjadi dasar penting bagi perkembangan motivasi dalam orientasi masa depan
(Desmita, 2005).
Minat, motif, pencapaian dan tujuan individu merupakan sistem motivasional
yang memiliki hierarki yang kompleks. Hierarki motivasi ini dibedakan berdasarkan
derajat generality dan abstractness dari tujuan yang dibuat (Emmons; Lazarus dan
Folkman; Leontiev; von Wright dalam Nurmi, 1989). Dengan kata lain semakin
tinggi tingkatan tujuan maka semakin umum dan abstrak, begitu juga sebaliknya.
Prinsip utama dari tingkatan kerja ini adalah tingkatan motif, nilai atau pencapaian
yang semakin tinggi membutuhkan tingkatan tujuan yang lebih rendah, yang bekerja
Page 39
melalui beberapa tujuan kecil. Dengan kata lain, untuk mencapai satu tujuan besar
diperlukan tujuan-tujuan kecil (tujuan perantara). Sebelum mencapai tujuan besar
individu terlebih dahulu harus mencapai tujuan perantara dan ini merupakan strategi
merealisasikan tujuan yang lebih besar.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nurmi (1991, dalam Desmita
2005), bahwa perkembangan motivasi dari orientasi masa depan merupakan suatu
proses yang kompleks, yang melibatkan beberapa subtahap, yaitu:
Pertama, munculnya pengetahuan baru yang relevan dengan motif umum atau
penilaian individu yang menimbulkan minat yang lebih spesifik
Kedua, individu mulai mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan
dengan minat baru tersebut
Ketiga, menentukan tujuan spesifik, kemudian memutuskan kesiapannya
untuk membuat komitmen yang berisikan tujuan tersebut.
b. Planning (Perencanaan)
Perencanaan merupakan tahap kedua proses pembentukan orientasi masa depan
individu. yaitu bagaimana remaja membuat prencanaan tentang perwujudan minat
dan tujuan mereka (Desmita, 2005). Tahap perencanaan menekankan bagaimana
individu merencanakan realisasi dari tujuan dan minat mereka dalam konteks masa
depan (Nuttin dalam Nurmi, 1989).
Nurmi (1989) menjelaskan bahwa perencanaan dicirikan sebagai suatu proses
yang terdiri dari tiga subtahap, yaitu :
Page 40
Penentuan subtujuan. Individu akan membentuk suatu representasi dari
tujuan-tujuannya dan konteks masa depan di mana tujuan tersebut dapat
terwujud. Kedua hal ini didasari oleh pengetahuan individu tentang konteks
dari aktifitas di masa depan, dan sekaligus menjadi dasar dari subtahap
berikutnya.
Penyusunan rencana. Individu membuat rencana dan menetapkan strategi
untuk mencapai tujuan dalam konteks yang dipilih. Dalam menyusun suatu
rencana, individu dituntut menemukan cara-cara yang dapat mengarahkannya
pada pencapaian tujuan dan menentukan cara mana yang paling efisien.
Pengetahuan tentang konteks yang diharapkan dari suatu aktivitas di masa
depan menjadi dasar bagi perencanaan ini.
Melaksanakan rencana dan strategi yang telah disusun. Individu dituntut
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Pengawasan
dapat dilakukan dengan membandingkan tujuan yang telah ditetapkan dengan
konteks yang sesungguhnya di masa depan.
Untuk menilai sebuah perencanaan yang dibuat oleh individu, dapat dilihat dari
tiga komponen yang tercakup di dalamnya, yaitu pengetahuan (knowledge),
perencanaan (Plans), dan realisasi (realization) (Nurmi, 1989). Pengetahuan disini
berkaitan dengan proses pembentukan subtujuan dalam proses perencanaan.
Perencanaan ini berkaitan dengan hal-hal yang telah ada dan akan dilakukan individu
dalam usaha untuk merealisasikan tujuan.
Page 41
c. Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses pembentukan orientasi masa depan.
Tahap evaluasi ini adalah derajat dimana minat dan tujuan diharapkan dapat terealisir.
Nurmi (1989) memandang evaluasi sebagai proses yang melibatkan pengamatan dan
melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang ditampilkan, serta memberikan
penguat bagi diri sendiri. Jadi, meskipun tujuan dan perencanaan orientasi masa
depan belum diwujudkan, tetapi pada tahap ini individu telah harus melakukan
evaluasi terhadap kemungkinan-kemungkinan terwujudnya tujuan dan rencana
tersebut (Desmita, 2005).
Dalam mewujudkan tujuan dan rencana dari orientasi masa depan, proses
evaluasi melibatkan causal attributions; yang didasari oleh evaluasi kognitif individu
mengenai kesempatan yang dimiliki dalam mengendalikan masa depannya, dan
affects; berkaitan dengan kondisi-kondisi yang muncul sewaktu-waktu dan tanpa
disadari (Nurmi, 1989). Menurut Weiner (1985, dalam Nurmi, 1989) atribusi
terhadap kegagalan dan kesuksesan dengan penyebab tertentu akan diikuti oleh emosi
tertentu.
Model Weiner ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi hasil dari
kejadian dimasa lalu. Namun pada kenyataannya model ini juga dapat dimanfatkan
untuk mengevaluasi tujuan dan rencana yang dibuat individu akan masa depannya
(Nurmi, 1989).
Page 42
2.1.6. Orientasi Masa Depan Sebagai Sistem
Orientasi masa depan merupakan sebuah kesatuan yang terkait dalam satu
sistem dimana tahapan-tahapan orientasi masa depan saling berkaitan. Bandura
(1986, dalam Nurmi, 1991) menekankan kemampuan untuk berpikir merencanakan
masa depan sebagai bentuk dasar pemikiran manusia. Bandura (dalam Nurmi, 1989)
selanjutnya menjelaskan dengan teorinya bahwa tujuan dan standar pribadi menjadi
dasar bagi individu dalam mengevaluasi kinerja mereka dalam pencapaian tujuan
membangun konsep diri yang positif dan atribusi internal. Selain itu, efektivitas dari
rencana yang dibuat mempengaruhi hasil pencapaian rencana dan pada akhirnya akan
mempengaruhi evaluasi diri. Hubungan lainnya yang dikemukakan oleh Bandura
(dalam Nurmi, 1991) menyatakan bahwa bagaimana individu mengevaluasi penyebab
dari kesuksesan dan kegagalannya akan dapat mempengaruhi tujuan dan aspirasi
yang akan mereka buat selanjutnya.
2.1.7. Dimensi-dimensi Orientasi Masa Depan
Dalam orientasi masa depan terdapat lima dimensi utama yang potensial dan
penting untuk remaja yang sedang mengalami transisi, yaitu :
Salience (ciri khas), atau perhatian, dan hal penting yang diberikan untuk
masa depan perencanaan (Seginer, 1992 dalam McCabe & Barnett, 2000)
Detail (perincian), juga disebut sebagai kekhususan atau kepadatan, atau
jumlah baik peristiwa positif atau negatif tentang masa depan, yang
Page 43
diharapkan seorang individu di masa yang akan datang (Lamm, Schmidt &
Trommsdorf, 1976 dalam McCabe & Barnett, 2000)
Optimism (optimisme), juga disebut sebagai pola emosi, perasaan, valensi,
atau waktu bersikap. Sejauhmana individu mengharapkan hal-hal positif
terjadi di masa yang akan datang (Van Calster, Lens & Nuttin, 1987 dalam
McCabe & Barnett, 2000)
Realism (realisme), atau seleksi dari tujuan masa depan yang berpotensi
dicapai dan pemahaman tentang persiapan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan (Clausen, 1991 dalam McCabe & Barnett, 2000)
Control beliefs (kontrol kepercayaan), juga disebut sebagai control internal
dan eksternal. Keyakinan remaja bahwa dia dibandingkan dengan orang lain,
akan menentukan hasil masa depannya (Lamm et al., 1976 dalam McCabe &
Barnett, 2000).
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendriati Agustriani, dkk.
(2001) tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki
dunia kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi
orientasi masa depan remaja bidang pekerjaan dan karir, yaitu : evaluasi diri,
pencarian informasi, perencanaan, kondisi emosi, kondisi keluarga, optimisme /
pesimisme serta kejelasan/ ketidakjelasan pekerjaan dan karir di masa yang akan
datang (www.ceria.bkkbn.go.id).
Page 44
2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan. Menurut
Nurmi (1989) terdapat dua faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan. Faktor-
faktor tersebut adalah :
a. Faktor Internal Individu
Beberapa faktor ini adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
(internal). Faktor-faktor tersebut adalah :
Konsep diri
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1989) menemukan bahwa konsep
diri memberikan pengaruh terhadap orientasi masa depan. Individu dengan konsep
diri yang positif dan percaya dengan kemampuan mereka cenderung untuk lebih
internal dalam pemikiran mereka mengenai masa depan dibandingkan individu
dengan konsep diri yang rendah.
Konsep diri juga dapat mempengruhi penetapan tujuan. Salah satu bentuk dari
konsep diri yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan adalah diri ideal. Diri
ideal –terdiri atas konsep individu mengenai diri ideal mereka yang berhubungan
dengan lingkungannya dapat berfungsi sebagai motivator untuk dapat mencapai
tujuan jangka panjang (Rauste-von Wright dalam Nurmi, 1989).
Bagian dari konsep diri yang cukup sering diteliti adalah self esteem. Hasil penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa remaja dengan self esteem yang tinggi
Page 45
memiliki belief mengenai masa depannya yang lebih internal dan memiliki
perencanaan yang lebih panjang dibandingkan individu dengan self esteem yang
rendah (Nurmi, 1989).
Sense of Coherence
Sense of coherence adalah derajat dimana individu melihat dunianya sebagai
sesuatu yang bisa dipahami, dapat diatur dan bermakna (Antonovsky; Lanz &
Rosnati, 2002 dalam Amenike, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sense of
coherence terbukti secara signifikan berkorelasi secara linear dan positif dengan
orientasi masa depan.
Strategi Bertahan
Hasil penelitian Seginer (2000) adalah individu dengan strategi bertahan
optimis memiliki orientasi masa depan dibidang sosial dan akdemis yang lebih tinggi
dibandingkan individu dengan strategi bertahan pesimis. Individu yang memiliki
strategi bertahan optimis, memiliki ekspektansi keberhasilan yang tinggi dan
menghindari skenario yang membahas tentang kemungkinan kegagalan. Sementara
individu dengan strategi bertahan pesimis memiliki ekspektansi keberhasilan yang
rendah dan mempersiapkan diri dengan cara memikirkan dan merencanakan kejadian-
kejadian yang mungkin muncul di masa mendatang.
Page 46
Trait Kecemasan
Penelitian yang dilakukan oleh Zelenski dan Larsen (2002, dalam Palupi, 2007)
menunjukkan hubungan antara nilai skor trait neuroticism dengan skor judgement
terhadap kejadian yang akan terjadi di masa depan. Berdasarkan penelitian, individu
yang memiliki trait neuroticism (berkorelasi tinggi dengan trait kecemasan)
cenderung untuk mempersepsikan bahwa akan terjadi kejadian yang buruk di masa
yang akan datang. Penelitian ini diperkuat oleh Palupi (2007), yaitu ada hubungan
yang signifikan antara trait kecemasan dengan orientasi masa depan bidang karir.
Hubungan antara dua variabel ini bersifat linear dan memiliki arah negatif. Artinya,
semakin tinggi skor trait kecemasan individu maka semakin rendah nilai orientasi
masa depan dibidang karir dan demikian sebaliknya.
b. Faktor Kontekstual
Berikut ini adalah faktor-faktor kontekstual yang dapat mempengaruhi orientasi
masa depan :
Gender
Nurmi (1991, dalam McCabe & Barnett, 2000) berdasarkan tinjauan literatur
ditemukan adanya perbedaan gender yang signifikan antara domain-domain pada
orientasi masa depan, tetapi pola perbedaan yang muncul akan berubah seiring
berjalannya waktu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1991) ditemukan
bahwa perempuan lebih berorientasi ke arah masa depan keluarga sedangkan laki-laki
lebih berorientasi ke arah masa depan karir (McCabe & Barnet, 2000). Hal ini
Page 47
sependapat dengan yang diungkapkan oleh Hurlock (1991), bahwa anak laki-laki
biasanya lebih bersungguh-sungguh dalam hal pekerjaan dibandingkan dengan anak
perempuan yang kebanyakan memandang pekerjaan sebagai pengisi waktu sebelum
menikah. Anak laki-laki lebih menginginkan pekerjaan yang bermartabat tinggi dan
bergengsi, sedangkan anak perempuan akan memilih pekerjaan yang memberikan
rasa aman dan yang tidak banyak menuntut waktu (Hurlock, 1991).
Status Sosioekonomi
Kemiskinan dan status sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan
perkembangan orientasi masa depan yang menyebabkannya menjadi terbatas (Friere,
Gorman, & Wessman, 1980 ; Nurmi, 1991 dalam McCabe & Barnet, 2000) dan
pesimistis (Voydenoff & Donnelly, 1990 dalam McCabe & Barnet, 2000). Sejalan
dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam Nurmi,
1991) menunjukkan bahwa individu yang memiliki latar belakang status sosial
ekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai masa depan
karir yang lebih jauh dibandingkan individu dengan latar belakang sosial ekonomi
rendah. Remaja dengan status ekonomi menengah lebih tertarik pada pendidikan,
karir dan aktivitas waktu luang (Poole dan Cooney; Trommsdorff, dkk dalam Nurmi,
1991).
Page 48
Teman Sebaya
Dalam konteks ini, teman sebaya dapat mempengaruhi orientasi masa depan
dengan cara yang bervariasi. Teman sebaya berarti teman sepermainan dengan
jenjang usia yang sama dan berada pada tingkat perkembangan yang sama, dimana
teman sebaya dapat saling bertukar informasi pada pemikiran mengenai tugas
perkembangannya. Kelompok teman sebaya (peer group) juga memberikan individu
kesempatan untuk membandingkan tingkah lakunya dengan temannya yang lain
(Nurmi, 1991). Jadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, teman sebaya
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terbentuknya orientasi masa depan
pada remaja.
Sejalan dengan hal tersebut, salah satu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
Malmberg (2001) mengenai Future Orientation in Educational and Interpersonal
Context menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap orientasi masa depan pada bidang pendidikan.
Konteks Keadaan Lingkungan Tempat Tinggal
Hasil dari beberapa penelitian menyatakan konteks atau keadaan lingkungan
tempat tinggal individu mempengaruhi orientasi masa depan individu. Salah satunya
adalah penelitian yang dilakukan selama 12 tahun oleh Liberska (2002, dalam Palupi,
2007) menyatakan bahwa perubahan keadaan sosial ekonomi di Polandia terbukti
mengubah isi dan hierarki tujuan dan ketakutan remaja dari 3 generasi pada
Page 49
tahun1987, 1991 dan 1999. Penelitian ini didukung oleh Artar (2002, dalam Palupi,
2007) yang menemukan perbedaan antara remaja Turki yang mengalami musibah
gempa bumi dengan remaja yang tidak mengalami musibah.
Selain itu Moeliono dkk. (2002) dalam hasil penelitiannya mengenai gambaran
mengenai orientasi masa depan pada remaja kota dan desa menyatakan bahwa ada
perbedaan orientasi masa depan yang signifikan antara remaja kota dengan remaja
desa.
Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Seginer (2000) pada remaja wanita yang duduk
di bangku sekolah menengah pertama, menengah atas dan kuliah menemukan
terdapat perbedaan orientasi masa depan partisipan berdasarkan kelompok usia pada
semua domain kehidupan prospektif (karir, keluarga dan pendidikan).
Jalur Pendidikan
Trommsdorff, 1979; Hurrelmann, 1987; Klaezinsky & Reese, 1991 (dalam
Malmberg & Trempala, 1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi orientasi masa depan adalah jalur pendidikan. Pendidikan ini dapat
diterima individu melalui pengalaman di sekolah. Penelitian terakhir mengenai hal
tersebut dilakukan oleh Amenike (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara iklim sekolah dengan orientasi masa depan dalam bidang karir pada siswa
boarding school.
Page 50
Budaya
Budaya merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi orientasi
masa depan (Sundberg, 1983; Nurmi, in press dalam Malmberg & Trempala, 1997).
Perbedaan budaya dari masing-masing individu membuat orientasi masa depan
menjadi berbeda satu sama lainnya. Namun dikarenakan budaya terlalu luasnya
cakupan dari budaya dan sulit untuk didefinisikan, maka dalam penelitian ini budaya
yang dimaksud adalah suku bangsa.
Keterlibatan dalam Organisasi
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Palupi (2007) menunjukkan hubungan
antara variabel keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa
depan dalam bidang karir. Hubungan antara keterlibatan organisasi kemahasiswaan
dengan orientasi masa depan bidang karir dapat terjadi karena kesempatan yang
dimiliki oleh individu yang terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk bertemu dengan orang lain dibandingkan
dengan individu yang tidak terlibat dalam organisasi kemahasiswaan (Magolda dalam
Montelongo, 2002 dalam Palupi, 2007).
Konteks Keluarga
Nurmi (1991) menjelaskan bahwa interaksi antara orang tua dan anak
memegang peranan penting dalam orientasi masa depan anak. Interaksi ini
memberikan pengaruh dengan cara: (1) Penetapan standar normatif, orang tua
Page 51
mempengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan hidup anak, (2) orang tua
berperan sebagai contoh bagi anak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam tugas perkembangan anak, (3) dukungan orang tua membantu anak
mengembangkan sikap optimis terhadap masa depan anak. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000) menunjukkan bahwa
iklim dalam keluarga merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam
orientasi masa depan pada anak. Berikut ini adalah beberapa hal di dalam keluarga
yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan pada remaja (Mc Cabe & Barnet,
2000) :
Hubungan Antara Remaja dengan Orang Tua
Hubungan antara remaja dengan orang tua memiliki pengaruh yang besar
terhadap orientasi masa depan remaja, hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang
signifikan terhadap penyesuaian diri remaja (Phares & Compas, 1992 dalam McCabe
& Barnet, 2000). Trommsdorff (1983, dalam McCabe & Barnet, 2000) melihat
adanya keterlibatan orang tua dan menemukan bahwa remaja yang memandang
adanya dukungan dan keterbukaan dari orang tua mereka akan mendapatkan orientasi
masa depan yang lebih positif dari pada remaja yang kurang mendapatkan dukungan
dari orang tua.
Intensitas Penyelesaian Konflik yang Buruk
Page 52
Seringnya penyelesaian konflik yang buruk antara figur dewasa berhubungan
dengan peningkatan gejala internalisasi dan eksternalisasi (Grych, Seid & Fincham,
1992 dalam McCabe & Barnet, 2000), dan mungkin juga menyebabkan pandangan
yang pesimis terhadap masa depan.
Gaya Pengasuhan.
Gaya pengasuhan mungkin juga memberikan pengaruh atas orientasi masa
depan remaja. Baumrind & Black (1976, dalam McCabe & Barnet, 2000)
menjelaskan tentang dua dimensi utama dari gaya pengasuhan, yang pertama adalah
warmth (kehangatan) yaitu sejauhmana orang tua dapat menerima dan merespon
segala sesuatu yang berhubungan dengan anak dan memusatkan segala sesuatunya
pada anak, yang kedua adalah demandingness, yaitu sejauhmana orang tua mengatur
anak-anak mereka dengan keras, penuh batasan dan berusaha mengontrol perilaku
anak-anak mereka. Sedangkan kombinasi antara warmth dan demandingness adalah
gaya pengasuhan authoritative (Maccoby & Martin, 1983 dalam McCabe & Barnet,
2000).
Aspek yang terdapat dalam konteks keluarga cukup banyak. Oleh karena itu,
pada penelitian ini peneliti menggabungkannya kedalam suatu konteks yaitu iklim
sosial keluarga dimana beberapa aspek di dalam keluarga masuk kedalamnya.
Adapun definisi dan teori mengenai iklim sosial keluarga tersebut adalah sebagai
berikut.
Page 53
2.2. Iklim Sosial Keluarga
2.2.1. Definisi Iklim Sosial Keluarga
Lingkungan merupakan tempat dimana seseorang menjalani kehidupannya.
Pengertian lingkungan disini tidak semata-mata lingkungan fisik, tetapi ada juga yang
disebut dengan lingkungan sosial/ iklim sosial. Tiap lingkungan memiliki iklim sosial
yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat dari karakteristik tiap lingkungan yang tidak
sama antara satu dengan yang lainnya. Dalam definisi mengenai iklim yang
diungkapkan oleh Renato Tagiuri dalam Gillmer (1984), yaitu sebagai karakteristik
dari keseluruhan lingkungan.
Menurut kamus psikologi iklim sosial adalah sejumlah ciri-ciri aktivitas
kelompok, misalnya moral dan perasaan kebersamaan (Sitanggang, 1994). Pengertian
lain mengenai iklim sosial yang terdapat dalam kamus istilah psikologi ialah iklim
sosial merupakan pandangan, keyakinan ataupun kepercayaan yang sedemikian rupa
yang dimiliki suatu kelompok atau yang hidup dalam masyarakat sehingga
mencerminkan suasana kehidupan masyarakat tersebut. Secara umum iklim sosial
dapat berbentuk otoriter, demokratis dan leissez-faire (Hasan, 2003).
Iklim sosial menurut Moos & Holahan (2004) adalah: …. the personality of a
setting or environment such as a workplace, a class room or school, a social group
or a neighborhood”.
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa iklim sosial merupakan
kepribadian dari suatu lingkungan. Konsep tentang iklim itu sendiri berawal dari
Page 54
studi-studi yang dilakukan oleh Lewin dan rekan-rekannya dalam membuat suatu
teori lapangan tentang motivasi. Lewin (1951, dalam Kozlowski dan Doherty, 1989)
dalam jurnal mereka, menganggap bahwa : The climate or atmosphere of the
psychological field as characterization of salient environmental stimuli and an
important determinant of motivation and behavior .
Sedangkan menurut James dan Jones iklim adalah : ….as sets of perceptually
based descriptions of relevant organizational features, event adan process
(Kozlowski dan Doherty, 1989).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iklim adalah deskripsi,
berdasarkan persepsi seseorang mengenai karakter dari stimulus yang menonjol dari
lingkungan, yaitu ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses yang berlangsung dalam
suatu lingkungan. Iklim ini menurut Lewin (dalam Kozlowski dan Doherty, 1989)
merupakan mata rantai yang sifatnya fungsional antara individu dan lingkungannya.
Istilah iklim ini kemudian berkembang, Moos sendiri kemudian menggunakan istilah
iklim sosial. Ia sendiri menggunakan istilah ini karena yang terlibat dalam
pembentukan iklim adalah manusia sebagai makhluk sosial.
Lingkungan juga merupakan tempat dimana seseorang tumbuh dan
berkembang. Begitu juga dengan remaja, bagi remaja lingkungan yang terdekat
dengannya selama proses perkembangannya adalah lingkungan keluarga.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti mencoba membuat
suatu definisi mengenai iklim sosial keluarga. Yang dimaksud dengan iklim sosial
Page 55
keluarga adalah suatu deskripsi yang dibuat berdasarkan persepsi anggota keluarga
mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses-proses yang terjadi dalam keluarga.
2.2.2. Dimensi-Dimensi Iklim Sosial Keluarga
Iklim sosial secara keseluruhan terdiri dari beberapa domain yang meliputi
sistem lingkungan yang dijelaskan ke dalam tiga perangkat dimensi, yaitu dimensi
hubungan (relationship dimensions), dimensi pengembangan pribadi (personal
growth dimensions) serta dimensi pemeliharaan dan perubahan sistem (system
maintenance and change dimensions). Ketiga perangkat dimensi ini sering ditemui
pada konteks umum dan kehidupan sehari-hari, seperti keluarga, tempat kerja,
lingkungan belajar, segala sesuatu yang berorientasi dengan tugas, kelompok rekreasi
dan komunitas sosial (Moos, 1994b dalam Moos, 2002).
Berikut ini, Moos (2002) menjelaskan mengenai dimensi-dimensi iklim sosial
yang terdapat dalam keluarga, yaitu :
a. Dimensi-dimensi hubungan (Relationship Dimensions)
Dimensi ini menunjuk pada sifat dan intensitas dari hubungan personal di dalam
lingkungan. Dimensi ini mengukur tingkat keterlibatan individu dalam lingkungan.
Sejauhmana individu saling menmberi dorongan dan pertolongan, serta tingkat
kebebasan dan keterbukaan mengekspresikan diri. Untuk lingkungan keluarga,
dimensi ini mencakup :
Page 56
• Kekompakan (Cohesion), yaitu sejauhmana anggota keluarga secara aktif
berpartisipasi dalam kegiatan keluarga dan secara emosional
memperhatikan keluarga.
• Keterbukaan (Expressiveness), yaitu sejauhmana anggota keluarga memiliki
kebebasan untuk secara terbuka mengemukakan pendapat, masalah maupun
perasaannya.
• Konflik (Conflict), yaitu sejauhmana terdapat pertentangan-pertentangan
pendapat maupun kepentingan antar anggota keluarga.
b. Dimensi-dimensi Pengembangan Pribadi (Personal Growth Dimensions)
Dimensi ini mengukur tujuan dari lingkungan. Maksudnya adalah pada area apa
atau dalam hal apa pengembangan pribadi dan peningkatan kualitas diri mendapat
tekanan yang lebih dalam. Pada lingkungan keluarga, dimensi ini mencakup :
• Kemandirian (Independence), yaitu sejauhmana anggota keluarga didorong
untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengambil keputusan sendiri.
• Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation), yaitu sejauhmana anggota
keluarga mendapat tekanan/ dorongan untuk dapat menunjukkan prestasi
dalam suatu hal.
• Orientasi Rekreasional (Recreational Orientation), yaitu sejauhmana
melakukan kegiatan keluarga, bepergian bersama-sama, melakukan
permainan dianggap penting bagi keluarga.
Page 57
• Orientasi Intelektual-Budaya (Intelectual-Cultural Orientation), yaitu seberapa
jauh diskusi-diskusi antar anggota keluarga tentang masalah-masalah politik,
sosial dan budaya dianggap penting.
• Penekanan pada nilai-nilai Moral dan Keagamaan (Moral and Religious
Emphasis), yaitu seberapa jauh masalah-masalah dan nilai-nilai etika serta
religi dianggap berarti bagi keluarga.
c. Dimensi-dimensi Pemeliharaan dan Perubahan Sistem (System Maintanance
and Change Dimensions)
Dimensi ini mengukur tingkat keteraturan dan kejelasan dari apa yang
diharapkan oleh lingkungan, tingkat pengawasan yang berlaku dan respon terhadap
perubahan dalam lingkungan. Untuk lingkungan keluarga, dimensi ini mencakup :
• Peraturan (Organization), yaitu jumlah dari struktur formal (seperti aturan-
aturan, jadwal-jadwal dan sebagainya) yang berlaku dalam keluarga.
• Pengawasan (Control), yaitu sejauhmana suatu hal boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan oleh anggota keluarga.
Iklim sosial suatu lingkungan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap
individu yang tinggal di dalamnya. Demikian pula halnya dengan keluarga. Keluarga
merupakan lingkungan terpenting bagi pembentukan kepribadian anak dan
mempengaruhi pandangan anak terhadap diri sendiri dan lingkungannya (Ruud &
Hall, 1974).
Page 58
Setiap keluarga memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik dari tiap
keluarga yang berbeda, memiliki pengaruh yang berbeda pula pada anggota keluarga
tersebut. Di samping itu, setiap interaksi antar anggota keluarga akan mempengaruhi
iklim yang ada dalam keluarga tersebut. Individu mempengaruhi iklim melalui
kepribadian mereka, terutama kebutuhan-kebutuhan mereka serta tindakan yang
mereka ambil untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Higgins, 1982). Tidak semua
keluarga mampu menciptakan suatu iklim yang dapat mendukung perkembangan
kepribadian seseorang.
Lindzey & Hall (1981) mengemukakan pendapat Horney bahwa anak yang
tinggal dalam lingkungan keluarga yang tidak hangat, dimana orang tua bersikap
menolak, akan tumbuh menjadi orang yang memiliki kecemasan tinggi dan
menganggap dunia luar itu berbahaya dan menakutkan. Oleh karena itu, menurut
Datuk (1976) yang menjadi sebab dari segala perilaku negatif yang timbul pada
remaja, ialah kelengahan dan kekurangtelitian dari para orang tua dalam
membentengi rumah tangganya masing-masing, sehingga rumah tangganya menjadi
loos control.
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar
dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga, umumnya anak ada
dalam hubungan interaksi yang intim. Segala sesuatu yang dilakukan oleh anak
mempengaruhi keluarganya, begitu juga sebaliknya (Kartono, 2003).
Page 59
2.3. Hubungan Iklim Sosial Keluarga dengan Orientasi Masa Depan
Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir
Setiap individu memiliki keinginan untuk dapat hidup lebih baik daripada
kehidupannya saat ini. Hal ini memang merupakan manifestasi dari sifat manusia
yang tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimilikinya. Keinginan-keinginan
inilah yang nantinya berubah menjadi minat, harapan, cita-cita dan tujuan hidup.
Untuk dapat mencapai hal tersebut, dibutuhkan suatu perencanaan untuk masa
yang akan datang. Bagi remaja, perencanaan masa depan ini tidak hanya suatu cara
untuk bisa mencapai hal-hal yang lebih baik, tetapi juga merupakan suatu hasil dari
adanya harapan-harapan ataupun tugas-tugas yang mereka terima dari lingkungan.
Perencanaan merupakan salah satu tahapan dari proses pembentukan orientasi masa
depan.
Selain adanya faktor internal dari dalam individu, lingkungan juga merupakan
faktor terbesar dalam mempengaruhi proses terbentuknya orientasi masa depan pada
remaja. Dalam membentuk suatu orientasi masa depan yang baik, diperlukan adanya
suatu lingkungan yang mendukung proses tersebut.
Dalam hal ini, selain teman sebaya lingkungan keluarga merupakan faktor
utama dalam membentuk orientasi masa depan remaja. Hal ini dikarenakan keluarga
merupakan lingkungan terdekat dengan remaja sejak mereka lahir. Walaupun tidak
dipungkiri bahwa faktor-faktor lingkungan lain di luar keluarga juga berperan, tetapi
Page 60
keluarga adalah tempat dimana seorang remaja melewati sebagian besar hidupnya.
Iklim adalah esensi dari suatu lingkungan, sehingga iklim dari keluarga memiliki
peran yang besar dalam membentuk orientasi masa depan remaja, yang dalam
konteks ini adalah orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir.
Bila suatu iklim semakin positif dan kuat, individu akan semakin berharap
untuk melakukan perilaku positif. Semakin negatif dan kuat suatu iklim, individu di
dalamnya pun akan semakin melakukan perilaku negatif (Schneider. dkk, 2002).
Berdasarkan pemahaman di atas, dapat dilihat bahwa ada kecendrungan
hubungan antara iklim sosial keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan pada remaja. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lembaga pertama
dalam kehidupan anak dan dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan
interaksi yang intim. Segala sesuatu yang dilakukan oleh anak mempengaruhi
keluarganya, begitu juga sebaliknya.
2.3. Kerangka Teori
Berikut adalah kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan seperti yang elah
dijelaskan sebelumnya :
Page 61
Tempat Tinggal
Usia
Jalur Pendidikan
Suku Bangsa
Terlibat dalam Organisasi
Iklim Sosial Keluarga
Konsep Diri
Sense of Coherence
Strategi Bertahan
Kecemasan
Gender
Status Sosioekonomi
Teman Sebaya
O M D*
*OMD : Orientasi Masa Depan
Gambar 2.2 : Kerangka Teori
Orientasi masa depan merupakan variabel yang menjadi fokus dalam penelitian
ini. Berdasarkan kerangka teori di atas terdapat 13 faktor baik internal maupun
eksternal yang dapat mempengaruhi terbentuknya orientasi masa depan. Dalam hal
ini peneliti memfokuskan kajiannya pada salah satu faktor yaitu iklim sosial keluarga.
Tetapi untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi orientasi masa depan tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja.
Oleh karena itu penelitian ini akan mengikutsertakan faktor-faktor tersebut untuk
diukur dan kemudian dinetralkan.
Tetapi dikarenakan waktu penelitian yang singkat serta media yang terbatas,
maka tidak semua faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan dapat diteliti.
Oleh karena itu peneliti membatasi faktor-faktor tersebut kedalam kerangka teori
yang akan digunakan dalam penelitian. Untuk faktor jalur pendidikan, peneliti
Page 62
mendskripsikannya ke dalam dua bentuk yaitu jenis sekolah dan status sekolah.
Selain itu, untuk faktor lingkungan tempat tinggal peneliti juga membaginya ke
dalam 2 bentuk yaitu berdasarkan tempat tinggal (perumahan dan bukan perumahan)
dan bencana alam. Berikut ini adalah skemanya:
Gambar 2.3 : Kerangka Teori Penelitian
Iklim Sosial Keluarga
Gender
Status Sosioekonomi
Teman Sebaya
Tempat Tinggal
Usia
Jenis Sekolah
Status Sekolah
Keterlibatan dalam Organisasi
Bencana Alam
O M D
(Orientasi Masa Depan)
Berdasarkan kerangka teori penelitian di atas, maka penelitian ini dimaksudkan
untuk:
1. Mengetahui pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dimana
iklim sosial keluarga dalam keadaan bebas atau dengan kata lain variabel-variabel
lain yang mempengaruhinya dikontrol.
2. Membuktikan apakah variabel-variabel lain tersebut benar-benar mempengaruhi
orientasi masa depan.
Page 63
2.5. Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap
orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel lain terhadap
orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir
Page 64
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai metode yang digunakan
dalam penelitian ini. Adapun penjelasan mengenai metode dimulai dengan deskripsi
mengeai populasi dan sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, serta
metode analisis data.
Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari
iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir
pada remaja. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif, dimana temuan
penelitian merupakan hasil kesimpulan statistik beserta analisisnya.
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
3.1.1. Populasi
Dalam penelitian ini populasi yang akan diteliti adalah remaja. Remaja adalah
masa diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa remaja
awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan
masa remaja akhir. Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini dan akan dijadikan
sebagai populasi adalah remaja pertengahan dengan rentang usia 15-18 tahun. Hal ini
Page 65
dikarenakan remaja yang berada pada kategori usia tersebut adalah remaja yang
sedang bersekolah di SMA (sekolah menengah atas), dengan asumsi bahwa remaja
tersebut berada pada masa untuk mempersiapkan diri untuk memasuki masa depan
khususnya dalam bidang pekerjaan dan karir.
Populasi ini dipilih karena penelitian ini melihat adanya hubungan antara
iklim sosial keluarga dengan orientasi masa depan, dimana orientasi tentang
pekerjaan dan karir di masa depan merupakan salah satu tugas perkembangan remaja.
Seperti teori yang dikemukakan oleh Havighurst (1976, dalam Monks & Knoers,
2002) bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah persiapan diri secara
ekonomis atau persiapan memasuki dunia pekerjaan serta pemilihan dan latihan
jabatan. Selain itu, orientasi masa depan atau gagasan seseorang mengenai
perencanaan, motivasi dan perasaan tentang masa depannya merupakan persoalan
yang terjadi pada masa remaja (McCabe & Bernett, 2000). Greene (1986, dalam
McCabe & Bernett, 2000) mengatakan bahwa masa remaja merupakan waktu dimana
orientasi masa depan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat membedakan dan
mengembangkannya. Dengan kata lain orientasi masa depan sangat erat kaitannya
dengan masa remaja.
Selain itu remaja yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah remaja
yang tinggal di wilayah Jakarta Utara. Pemilihan wilayah ini dikarenakan masyarakat
yang tinggal di wilayah tersebut heterogen. Kategori heterogen di sini terlihat dari
kondisi sosioeconomi masyarakatnya yang terdiri dari masyarakat berstatus sosial
Page 66
ekonomi rendah, menengah dan tinggi dan juga kultur atau etos budayanya yang
berbeda-beda.
Kondisi seperti inilah yang secara otomatis membuat karakter yang cenderung
berbeda-beda pada setiap warganya khususnya pada masing-masing keluarga.
Dimana karakter yang berbeda-beda ini nantinya akan membentuk suatu iklim di
dalam keluarga yang nantinya akan mempengaruhi orientasi masa depan pada remaja
yang tinggal di dalamnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000), bahwa iklim dalam keluarga
merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan
pada anak. Oleh karena itu, kecenderungan-kecenderungan inilah yang membuat
peneliti mengambil remaja yang tinggal di wilayah tersebut sebagai populasi.
3.1.2. Sampel
Penelitian dilakukan di Kotamadya Jakarta Utara dengan sampel penelitian
adalah remaja SMA dan SMK berusia 15 – 18 tahun. Selain itu, remaja yang menjadi
sampel pada penelitian ini adalah remaja yang tinggal di dalam sebuah keluarga atau
memiliki keluarga yang terdiri dari orang tua lengkap atau orang tua tidak lengkap
(ayah saja atau ibu saja) dan memiliki saudara kandung (kakak dan adik atau salah
satu). Hal ini dikarenakan penelitian ini terfokus pada salah satu konteks keluarga
yaitu iklim sosial keluarga.
3.1.3. Teknik Pengambilan Sampel
Page 67
Pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan cluster random
sampling, dimana cluster sampling digunakan untuk pemilihan wilayah dan random
sampling digunakan dalam dua tahap, yaitu tahap memilih sekolah dan tahap memilih
kelas.
3.2. Variabel Penelitian
Definisi variabel menurut Jahja Umar, Ph.D (2009) adalah sesuatu yang
bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Dalam penelitian ini variabel yang
menjadi fokus pertanyaan adalah orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan
karir, yang selanjutnya disebut sebagai variabel terikat (dependent variabel / DV).
Sedangkan variabel yang diasumsikan dapat mempengaruhinya dan tidak menjadi
fokus pertanyaan dalam penelitian ini adalah iklim sosial keluarga, yang selanjutnya
disebut sebagai variabel bebas (independent variabel). Berikut ini adalah penjelasan
singkat mengenai variabel-variabel tersebut :
3.2.1. Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir
Definisi konseptual dari variabel orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir adalah sekumpulan skemata, atau sikap dan asumsi dari
pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk
membentuk ekspektansi mengenai masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta
memberikan makna pribadi pada kejadian di masa depan (Nurmi, 1991 dalam
McCabe & Bernett, 2000).
Page 68
Sedangkan definisi operasional dari variabel ini adalah skor yang diperoleh
dari responden melalui instrumen dalam bentuk skala yang mengukur sikap dan
asumsi mengenai pekerjaan dan karir yang terbentuk dari pengalaman masa lalu,
yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk ekspektansi
mengenai masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna
pribadi pada kejadian di masa depan.
3.2.2. Iklim Sosial Keluarga
Definisi konseptual dari variabel iklim sosial keluarga adalah suatu deskripsi
yang dibuat berdasarkan persepsi anggota keluarga mengenai ciri-ciri, kejadian-
kejadian dan proses-proses yang terjadi dalam suatu organisasi atau lingkungan
(Kozlowski dan Doherty, 1989). Dalam hal ini yang dimaksud dengan organisasi
adalah keluarga.
Sedangkan definisi operasional iklim sosial keluarga merupakan skor yang
diperoleh dari responden melalui instrumen dalam bentuk skala yang mengukur
deskripsi berdasarkan persepsi responden mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan
proses-proses yang terjadi di dalam keluarga.
3.3. Metode Pengumpulan Data
3.3.1. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan 3 macam kuisioner yang dapat
membantu menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Kuisioner dipilih karena
Page 69
sifatnya yang efisien, dimana kuisioner dapat diberikan pada banyak responden dalam
waktu singkat. Kuisioner yang pertama adalah kuisioner mengenai data pribadi yang
di dalamnya terdiri dari biodata responden serta beberapa pertanyaan pendukung
penelitian. Kedua adalah kuisioner orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan
karir berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nurmi (1989). Ketiga adalah
kuisioner iklim sosial keluarga berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Moos
(2002).
Kuisioner mengenai data pribadi berbentuk pertanyaan terbuka-tertutup.
Sedangkan kuisioner orientasi masa depan dan iklim sosial keluarga berbentuk skala,
dan skala yang digunakan adalah skala model Likert. Item-item pada skala model
Likert disusun berdasarkan keharusan bahwa semua item di dalamnya mengukur hal
yang sama. Dalam skala ini subyek diharuskan memilih jawaban yang paling
menggambarkan dirinya sendiri, bukan pendapat orang lain. Skala ini mengukur
derajat persetujuan dan ketidaksetujuan (strongly agree-strongly disagree) yang
menggambarkan kadar sikap positif dan negatif subyek terhadap objek sikap.
Tabel 3.1
Bobot Skor Pernyataan Skala 1 Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 6 1
Sesuai (S) 5 2
Agak Sesuai (AS) 4 3
Agak Tidak Sesuai (ATS) 3 4
Tidak Sesuai (TS) 2 5
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 6
Page 70
Selanjutnya skor subjek pada setiap pernyataan dijumlahkan dan nilai totalnya
menjadi skor untuk setiap subjek.
3.3.1.1. Kuisioner Mengenai Data Pribadi
Dalam penelitian diperlukan data mengenai identitas pribadi agar tidak
tertukar antara sampel responden yang satu dengan yang lain. Selain itu, diperlukan
juga data serta pertanyaan-pertanyaan pendukung yang diperlukan untuk
mendapatkan informasi mengenai variabel-variabel lain yang akan dikontrol.
Adapun data-data yang diperlukan adalah nama (inisial), kelas, jenis kelamin,
usia, sekolah (untuk mengetahui jalur pendidikannya), agama, suku bangsa dan
pengeluaran tiap bulan (untuk mengetahui status sosioekonominya). Selain data-data
tersebut juga terdapat pertanyaan-pertanyaan singkat mengenai teman sebaya,
lingkungan tempat tinggal serta keterlibatannya dalam organisasi.
3.3.1.2. Kuisioner Orientasi Masa Depan
Alat ukur orientasi masa depan dibuat berdasarkan teori orientasi masa depan
yang dikemukakan oleh Jari-Erik Nurmi (1989). Penelitian ini akan difokuskan pada
prospective life domain dari orientasi masa depan, yaitu domain pekerjaan dan karier.
Dalam penelitian ini alat ukur orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan
dan karir yang digunakan merupakan adaptasi dari Nurmi (1989). Dikarenakan alat
ukur yang digunakan tersebut adalah berbentuk teks wawancara, maka pada
Page 71
penelitian ini peneliti mengadaptasinya ke dalam bentuk skala model Likert. Berikut
ini adalah gambaran domain dan subdomain orientasi masa depan (Nurmi, 1991) :
a. Motivasi (Motivational) yaitu suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu
untuk mencapai tujuannya.
• Tujuan karir yang ingin dicapai
• Waktu pencapaian tujuan karir
• Dorongan atau motif pencapaian tujuan
b. Perencanaan (Planning) yaitu strategi yang disusun untuk merealisasikan
tujuan. Perencanaan dapat tercapai melalui :
• Pengetahuan mengenai bidang yang dicita-citakan
• Kompleksitas perencanaan tujuan
• Tingkat realisasi atau pelaksanaan rencana
c. Evaluasi (Evaluation) yaitu penilaian individu tentang sejauh mana tujuan yang
ditetapkan dapat direalisasikan. Evaluasi dapat tergambarkan melalui kontrol
yang dimiliki oleh individu (control), evaluasi emosi (Nurmi, 1989) dan
kemungkinan pencapaian tujuan pekerjaan dan karir (optimisme).
• Keyakinan diri untuk dapat mengontrol realisasi dari harapan dan tujuan
• Perkiraan terhadap kemungkinan pencapaian tujuan
• Kondisi emosi yang mengikuti individu ketika mengevaluasi apa yang
dilakukannya untuk masa depan.
Page 72
3.3.1.3. Kuisioner Iklim Sosial Keluarga
Alat ukur iklim sosial keluarga dibuat berdasarkan dimensi-dimensi iklim
sosial keluarga dari teori yang dikemukakan oleh Moos (2002). Berikut ini adalah
domain dan subdomain dari iklim sosial keluarga (Moos, 2002) :
a. Dimensi Hubungan (Relationship Dimension)
• Kekompakan (cohesion) : sejauhmana anggota keluarga secara aktif
berpartisipasi dalam kegiatan keluarga dan secara emosional memperhatikan
keluarga.
• Keterbukaan (Expressiveness) : sejauhmana anggota keluarga memiliki
kebebasan untuk secara terbuka mengemukakan pendapat, masalah maupun
perasaannya.
• Konflik (Conflict) : sejauhmana terdapat pertentangan-pertentangan pendapat
maupun kepentingan antar anggota keluarga.
b. Dimensi Pengembangan Pribadi (Personal Growth Dimension)
• Kemandirian (Independence), yaitu sejauhmana anggota keluarga didorong
untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengambil keputusan sendiri
• Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation), yaitu sejauhmana anggota
keluarga mendapat tekanan/dorongan untuk dapat menunjukkan prestasi
dalam suatu hal
Page 73
• Orientasi Rekreasional (Recreational Orientation), yaitu sejauhmana
melakukan kegiatan keluarga, bepergian bersama-sama, melakukan
permainan dianggap penting bagi keluarga
• Orientasi Intelektual-Budaya (Intelectual-Cultural Orientation), yaitu
seberapa jauh diskusi-diskusi antar anggota keluarga tentang masalah-masalah
politik, sosial dan budaya dianggap penting
• Penekanan pada nilai-nilai Moral dan Keagamaan (Moral and Religious
Emphasis), yaitu seberapa jauh masalah-masalah dan nilai-nilai etika serta
religi dianggap berarti bagi keluarga
c. Dimensi Pemeliharaan dan Perubahan Sistem (System Maintanance and
Change Dimensions)
• Peraturan (Organization), yaitu jumlah dari struktur formal (seperti aturan-
aturan, jadwal-jadwal dan sebagainya) yang berlaku dalam keluarga
• Pengawasan (Control), yaitu sejauh mana suatu hal boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan oleh anggota keluarga
3.3.2. Prosedur Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, karena data
tersebut belum tersedia dan harus dicari terlebih dahulu. Untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data tersebut maka dilakukan penelitian lapangan dengan instrumen
Page 74
penelitian berupa kuisioner. Adapun tahapan pengumpulan datanya adalah sebagai
berikut :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, peneliti mulai mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan
dalam penelitian. Dalam proses mempersiapkan alat ukur ini, peneliti sambil
mengkaji kembali teori-teori yang akan digunakan. Selanjutnya peneliti melakukan
konstruksi alat ukur dengan cara mengadaptasi alat ukur yang telah ada.
Setelah itu, peneliti membuat penyesuaian-penyesuaian yang perlu pada
kalimat-kalimat aitem agar mudah dipahami responden. Berikut ini adalah kisi-kisi
alat ukur iklim sosial keluarga sebelum diuji coba.
Tabel 3.2.
Kisi-kisi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum Diuji Coba
No. Item No Domain Indikator
Favourable Unfavourable
Page 75
1. 2. 3.
Dimensi Hubungan Dimensi Pengembangan Pribadi Dimensi Pemeliharaan
a. Kekompakan b. Keterbukaan
c. Konflik
a. Kemandirian
b. Orientasi
berprestasi c. Orientasi
Rekreasional d. Orientasi
Intelektual-budaya e. Penekanan pada
nilai-nilai moral dan keagamaan
a. Peraturan
b. Pengawasan
1, 13, 25, 38, 52, 61, 90 2, 14, 39, 44, 62, 71, 87 3, 16, 27, 78 4, 17, 34, 45, 53, 73, 85 12, 18, 29, 49, 56, 59, 80 6, 21, 35, 42, 74, 84 7, 24, 37, 43, 69, 76 8, 23, 32, 48, 54, 65, 68, 82 9, 19, 30, 50, 58, 67 11, 22, 31, 47, 57
15, 46, 77, 86 26, 70, 91 33, 41, 55, 60, 72, 88 28, 79 5, 64, 89 36, 81 51, 83 40 10, 75 20, 66
Selanjutnya adalah kisi-kisi alat ukur orientasi masa depan sebelum diuji coba.
Tabel 3.3.
Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum Diuji Coba
Page 76
No. Item No Domain Indikator Favorable Unfavorable 1. 2. 3.
Motivasi Perencanaan Evaluasi
a. Tujuan dari pekerjaan dan karir yang ingin dicapai
b. Waktu pencapaian tujuan
dari pekerjaan dan karir c. Dorongan atau motif
pencapaian tujuan a. Pengetahuan mengenai
pekerjaan dan karir yang dicita-citakan
b. Kompleksitas perencanaan
tujuan c. Tingkat realisasi tujuan atau
pelaksanaan rencana a. Keyakinan diri untuk
mengontrol realisasi dari harapan dan tujuan
b. Perkiraan terhadap
kemungkinan pencapaian tujuan
c. Kondisi emosi yang
mengikuti individu ketika mengevaluasi apa yang dilakukannya untuk masa depan
1, 8, 28, 46, 56, 76 9, 19, 35, 50, 85 11, 20, 41, 45, 53, 68, 78, 83, 89 3, 24, 34, 42, 54, 66, 72, 79 12, 21, 37, 47, 55, 61, 71, 87 17, 25, 38, 48, 74 5, 26, 33, 49, 58 6, 23, 31, 52, 59, 65, 82 14, 32, 39, 43, 29, 63
27, 36, 77 2, 90 10, 51, 84 7, 30, 67, 80 4, 57, 62, 69, 73 13, 44, 88 15, 60, 86 40, 18, 75 16, 22, 64, 70, 81
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa alat ukur ini memiliki
rentang jawaban sangat tidak sesuai hingga sangat sesuai dalam rentang 1-6. Setelah
Page 77
alat ukur selesai dipersiapkan, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan uji coba
alat ukur tersebut atau dilakukannya pilot test.
2. Tahap Uji Coba Alat Ukur
Setelah alat ukur telah siap untuk digunakan, tahapan selanjutnya adalah
melakukan uji coba alat ukur (pilot test). Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui
validitas dan reliabilitas dari item-item pada kuisioner tersebut. Hasil dari uji coba
tersebut, nantinya akan diketahui aitem-aitem mana saja yang valid dan tidak valid,
yang nantinya aitem-aitem yang valid tersebut dianalisa untuk diperbaiki atau tidak
digunakan kembali pada penelitian yang sesungguhnya (field test).
Pada uji coba alat tes ini, peneliti dengan dibantu oleh 1 orang peneliti lain
mulai menyebarkan kuisioner kepada 40 responden yang dianggap representatif dan
sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Adapun jumlah item pada
kuisioner ini adalah 179 item. Kemudian setelah data uji coba didapatkan barulah
diukur validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan software SPSS 16.
Dari hasil uji coba tersebut didapat 87 item valid dan 92 item tidak valid.
Dikarenakan banyaknya item yang tidak valid, maka dilakukan perbaikan terhadap
item-item yang digunakan pada alat ukur ketika uji coba. Adapun perbaikan yang
dilakukan adalah membagi kategori pernyataan ke dalam dua bentuk yaitu sangat
sesuai – tidak sesuai dan sangat setuju – tidak setuju.
Tabel 3.4
Page 78
Bobot Skor Pernyataan Kedua
Skala 1 Skala II Favorable
Sangat Sesuai (SS) Sangat Setuju (SS) 6
Sesuai (S) Setuju (S) 5
Agak Sesuai (AS) Agak Setuju (AS) 4
Agak Tidak Sesuai (ATS) Agak Tidak Setuju (ATS) 3
Tidak Sesuai (TS) Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Selain itu juga dilakukan perbaikan pada item-item yang digunakan dalam
penelitian, yaitu dengan cara memperbaiki kalimat-kalimat yang tidak mudah
dimengerti dan membuang item-item yang memiliki maksud dan tujuan yang sama.
Kemudian merubah item-item yang sebelumnya unfavorable menjadi favorable,
sehingga seluruh item pernyataan bersifat favorable, hal ini dilakukan agar item
pernyataan memiliki banyak variasi dan juga memudahkan peneliti dalam proses
skoring. Setelah alat ukur selesai diperbaiki maka dilakukan uji coba kembali. Berikut
ini adalah tabel spesifikasinya.
Uji coba kedua dilakukan di SMA Taman Harapan, Bekasi dengan jumlah responden
sebanyak 80 orang. Setelah data uji coba diolah, maka didapat jumlah item valid
sebanyak 117 item dari 123 item untuk selanjutnya dilakukan penelitian sebenarnya.
Page 79
3. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 4 sekolah, yaitu SMA Negeri 13 Jakarta, SMA
Yappenda, SMK Negeri 12 Jakarta dan SMK Barunawati. Dari masing-masing
sekolah, peneliti hanya mengambil 2 kelas sebagai sampel, dimana kelas – kelas
tersebut telah ditentukan sebelumnya secara acak. Penelitian akan dilaksanakan pada
tanggal yang ditentukan oleh pihak sekolah.
Penyebaran kuisioner dilakukan dengan dibantu oleh 1 orang peneliti lain.
Pada tahap ini akan disebarkan kembali kuisioner yang telah diperbaharui. Maksud
dari diperbaharui disini adalah, item-item yang digunakan pada kuesioner ini hanya
item-item yang dianggap valid dari hasil uji coba alat tes, sedangkan item-item yang
tidak valid atau validitasnya rendah tidak dipergunakan kembali pada tahapan ini
(field test).
3.3.3. Desain Penelitian
Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain ex post
facto field studies, dimana variabel bebas tidak dapat secara langsung dikontrol
karena merupakan sesuatu yang sudah terjadi. Hal ini dikarenakan kondisi keluarga
responden tidak memungkinkan untuk dimanipulasi karena kehidupan di dalam
keluarga merupakan kejadian di masa lalu.
Namun dikarenakan banyak variabel bebas lain yang akan mempengaruhi
orientasi masa depan, maka diperlukan pula pengukuran terhadap variabel-variabel
tersebut, yang nantinya akan didapat hasil penelitian yang lebih banyak dan beragam.
Page 80
Selain itu, pengukuran ini juga dimaksudkan untuk mengontrol variabel-variabel
bebas tersebut, agar nantinya mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian yang
akurat dan signifikan. Adapun variabel-variabel bebas lain yang akan diukur adalah
jenis kelamin, usia, jenis sekolah, status sekolah, status sosioekonomi, lingkungan
tempat tinggal, teman sebaya dan keterlibatan dalam organisasi.
3.4. Metode Analisis Data
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat
pengaruh dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir, penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa
angka-angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini
berdasarkan hipotesis yang akan diukur peneliti menggunakan teknik analisis
multiple regression atau analisis regresi berganda. Adapun persamaan umum analisis
regresi berganda ini adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2 + …… + bpXp + e
dimana :
Y : Dependent variable (DV) yang dalam hal ini adalah orientasi
masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir
X1, X2, ......, Xp : Independent variable (IV) yang jumlahnya p
Page 81
p : Jumlah independent variable (IV)
a : Intercept / konstan
b1, b2, ......, bp : Koefisien regresi untuk masing-masing IV
e : Residu / sisa (IV yang tidak termasuk dalam persamaan)
Dalam analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi,
yaitu :
1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari dependent variable
(DV) yang bisa diterangkan oleh independent variable (IV).
2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi.
Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari independent
variable (IV) yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang berapa harga Y jika nilai setiap independent variable (IV) diketahui.
Khusus dalam penelitian ini melalui analisis multiple regression dapat
diketahui dampak murni dari iklim sosial keluarga (X1) terhadap orientasi masa depan
dalam bidang pekerjaan dan karir dalam kondisi dimana pengaruh dari semua
independent variable (IV) lainnya dibuat konstan secara statistika.
Page 82
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian baik secara
deskriptif sampel maupun dari uji hipotesis.
4.1. ANALISIS DESKRIPTIF
Pada sesi ini, peneliti akan mendeskripsikan distribusi skor orientasi masa
depan dalam bidang pekerjaan dan karir berdasarkan kriteria sampel.
Untuk yang pertama akan dideskripsikan distribusi skor orientasi masa
depan berdasarkan jenis kelamin. Responden dalam penelitian ini berjumlah 243
orang yang terdiri dari 197 (81%) orang perempuan dan 46 (19%) orang laki-
laki. Untuk nilai rata-rata orientasi masa depan pada laki-laki (286,33) lebih
besar daripada perempuan (277,83) dengan perbedaan nilai sebesar 8,5.
Sedangkan bila dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t dengan
nilai t sebesar 1,696 dan nilai probabilitas (0,091) lebih besar dari alpha (0,05).
Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perempuan
dan laki-laki dalam orientasi masa depan. Berikut adalah ringkasannya :
Page 83
Tabel 4.1
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Jenis Kelamin
OMD Jenis Kelamin N
Presentase
% Mean SD
Perempuan 197 81% 277,83 30,190
Laki-laki 46 19% 286,33 32,246
Jumlah 243 100%
Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan usia dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 2
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Usia
OMD Usia N
Presentase
% Mean SD
18 7 3% 264,29 39,949
17 48 20% 275,96 32,579
16 129 53% 281,93 28,144
15 59 24% 278,58 33,364
Jumlah 243 100%
Responden dalam penelitian ini berasal dari usia yang berbeda, mulai dari usia
15 tahun sampai dengan 18 tahun. Responden yang berusia 15 tahun sebanyak 59
orang (24%), usia 16 tahun sebanyak 129 orang (53%), usia 17 tahun sebanyak 48
(20%) dan usia 18 tahun sebanyak 7 orang (3%).
Dilihat dari skor rata-rata orientasi masa depan remaja pada usia 16 tahun
(281,93) adalah yang paling besar, yang kedua adalah remaja usia 15 tahun (278,58),
Page 84
kemudian remaja usia 17 tahun (275,96) dan yang terkecil adalah remaja usia 18
tahun (264,29). Pada kriteria usia tidak dapat dilakukan perbandingan karena tidak
seimbangnya jumlah sampel untuk masing-masing usia.
Selanjutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan jenis
sekolah. Responden penelitian ini terdiri dari siswa SMA sebanyak 123 orang (51%)
dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49%). Untuk nilai rata-rata orientasi masa
depan pada siswa SMA lebih besar (283,89) daripada siswa SMK (274,88). Bila
dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t didapat nilai t sebesar 2,306
dan nilai probabilitas (0,022) lebih kecil dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa
antara siswa SMA dengan SMK terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
orientasi masa depan, dimana siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara
signifikan lebih tinggi daripada siswa SMK. Berikut adalah ringkasannya :
Tabel 4.3
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Jenis Sekolah
OMD Jenis Sekolah N
Presentase % Mean SD
SMA 123 51% 283,89 28,226
SMK 120 49% 274,88 32,540
Jumlah 243 100%
Untuk distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan status sekolah dapat
dilihat pada table berikut ini :
Page 85
Tabel 4.4
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Status Sekolah
OMD Status Sekolah N
Presentase
% Mean SD
Negeri 137 56% 277,53 29,083
Swasta 106 44% 281,91 32,652
Jumlah 243 100%
Dari tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa, remaja yang menjadi sample penelitian
ini berasal dari jenis pendidikan yang berbeda yaitu, remaja yang bersekolah di
Sekolah Negeri berjumlah 73 orang (30%), sedangkan remaja yang bersekolah di
sekolah swasta berjumlah 64 orang (26%). Berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa
depan didapat bahwa, remaja yang bersekolah di sekolah swasta memiliki nilai rata-
rata orientasi masa depan yang lebih tinggi (281,91) daripada remaja yang bersekolah
di sekolah negeri (281,91). Bila dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan
uji t didapat nilai t sebesar 1,101 dan nilai probabilitas (0,272) lebih besar dari alpha
(0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang bersekolah di sekolah negeri dengan
remaja yang bersekolah di sekolah swasta tidak terdapat perbedaan orientasi masa
depan yang signifikan.
Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan teman
sebaya. Berikut adalah deskripsinya :
Page 86
Tabel 4.5
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Teman Sebaya
OMD Teman Sebaya N
Presentase
% Mean SD
Ada Pengaruh 152 63% 275,81 30,799
Tidak Ada Pengaruh 91 37% 285,51 29,764
Jumlah 243 100%
Adapun hasil yang didapat adalah 152 orang (63%) remaja dipengaruhi oleh
teman sebaya, sedangkan 91 orang (37%) remaja tidak dipengaruhi oleh teman
sebaya. Bila dilihat berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja yang
tidak dipengaruhi teman sebaya memiliki nilai rata-rata lebih besar yaitu 285,51,
sedangkan remaja yang dipengaruhi teman sebaya memiliki nilai rata-rata 275,81.
Kemudian untuk hasil perhitungan uji t didapatkan nilai t sebesar 2,406 dan nilai
probabilitas (0,017) lebih kecil dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja
yang dipengaruhi oleh teman sebaya dengan yang tidak dipengaruhi terdapat
perbedaan orientasi masa depan yang signifikan.
Responden dalam penelitian ini berada pada status sosioekonomi yang
beragam, berikut adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan status
sosioekonomi. Untuk remaja dengan status ekonomi tinggi sebanyak 11 orang (5%),
remaja dengan status ekonomi cukup tinggi sebanyak 28 orang (12%), sedangkan
remaja dengan status ekonomi sedang sebanyak 118 orang (49%), demikian halnya
dengan remaja yang berstatus ekonomi rendah sebanyak 86 orang (35%).
Page 87
Bila dilihat berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja dengan
status ekonomi kategori tinggi memiliki nilai rata-rata paling besar yaitu 285,27,
kemudian disusul oleh remaja dengan status ekonomi kategori sedang yaitu sebasar
281,45. Sedangkan untuk remaja dengan status ekonomi kategori cukup tinggi
memiliki nilai rata-rata 277,61 dan yang paling kecil adalah remaja dengan status
ekonomi kategori rendah yaitu 276,53. Sebagaimana telah ditunjukkan dari tabel
berikut ini :
Tabel 4.6
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Status Sosioekonomi
OMD Status
Sosioekonomi N
Presentase
% Mean SD
Rendah 86 35% 276,53 32,365
Sedang 118 49% 281,45 27,512
Cukup Tinggi 28 11% 277,61 38,231
Tinggi 11 5% 285,27 30,647
Jumlah 243 100%
Berikut ini adalah tabel distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan
keterlibatan dalam organisasi :
Tabel 4.7
Distribusi Sampel Berdasarkan Keterlibatan Dalam Organisasi
OMD Organisasi N
Presentase
% Mean SD
Mengikuti 198 81% 281,37 29,939
Tidak Mengikuti 45 19% 270,96 32,882
Jumlah 243 100%
Page 88
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diuraikan bahwa remaja yang mengikuti
organisasi sebanyak 198 orang (81%), sedangkan remaja yang tidak mengikuti
organisasi sebanyak 45 orang (19%). Bila dilihat dari nilai rata-rata orientasi masa
depan, remaja yang mengikuti organisasi memiliki rata-rata yang lebih besar yaitu
281,37. Sedangkan remaja yang tidak mengikuti organisasi memiliki nilai rata-rata
lebih kecil yaitu 270,96. Berdasarkan hasil perhitungan uji t, didapat nilai t 2,068 dan
nilai probabilitas (0,04) lebih kecil dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara
remaja yang mengikuti organisasi dengan yang tidak mengikuti organisasi terdapat
perbedaan orientasi masa depan yang signifikan.
Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan tempat
tinggal. Untuk remaja yang tinggal di perumahan sebanyak 52 orang (21%),
sedangkan remaja yang tidak tinggal di perumahan sebanyak 191 orang (79%).
Berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja yang tinggal di perumahan
lebih tinggi (280) daripada remaja yang tidak tinggal di perumahan (279,29). Untuk
melihat seberapa besar perbedaannya maka dilakukan perhitungan uji t. Adapun nilai
yang didapat t sebesar 0,148 dan nilai probabilitas (0,882) lebih besar dari alpha
(0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang tinggal di perumahan dengan yang
bukan perumahan tidak terdapat perbedaan orientasi masa depan yang signifikan.
Berikut ini adalah ringkasannya :
Page 89
Tabel 4.8
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Tempat Tinggal
OMD Tempat Tinggal N
Presentase
% Mean SD
Perumahan 52 21% 280,00 31,874
Bukan Perumahan 191 79% 279,29 30,461
Jumlah 243 100%
Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan pernah
atau tidaknya mengalami bencana alam. Berikut adalah deskripsinya :
Tabel 4.9
Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Bencana Alam
OMD Bencana Alam N
Presentase
% Mean SD
Tidak Pernah Mengalami 165 68% 281,84 29,931
Pernah Mengalami 78 32% 274,37 31,878
Jumlah 243 100%
Dari tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa, remaja yang tidak pernah
mengalami bencana alam berjumlah 165 orang (68%), sedangkan remaja yang pernah
mengalami bencana alam berjumlah 78 orang (32%).
Apabila dilihat berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja yang
tidak pernah mengalami bencana alam memiliki nilai rata-rata lebih besar (282,70)
daripada remaja yang pernah mengalami bencana alam (274,37). Berdasarkan hasil
Page 90
uji t didapat nilai t sebesar 1,777 dan nilai probabilitas (0,077) lebih besar dari alpha
(0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang pernah mengalami bencana alam
dengan yang tidak pernah mengalami bencana alam tidak terdapat perbedaan
orientasi masa depan yang signifikan.
Selanjutnya peneliti bermaksud membuat kategorisasi dari variable
orientasi masa depan dan iklim sosial keluarga berdasarkan tingkatannya. Untuk
itu terlebih dahulu peneliti mengetahui skor terendah dan skor tertinggi untuk
masing-masing variabel.
Untuk variabel dependen yaitu orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir, nilai kategorisasi ditentukan dengan menggunakan skala
orientasi masa depan dengan 61 item pernyataan dengan 6 kategori jawaban
(skor 1 sampai dengan 6). Untuk mengetahui tingkatannya penulis
menggunakan kategorisasi rentang untuk setiap responden. Rentang dibagi
menjadi tiga interval dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Adapun skor
minimumnya adalah 61 dan maksimumnya 366, sehingga luas sebarannya
adalah 305. Dikarenakan dalam penelitian ini variabel orientasi masa depan
dibagi ke dalam 3 kategori, maka luas sebaran dibagi 3 dan didapat rentangan
sebesar 101,7. Berikut adalah penjelasannya :
• Rendah : Skor minimum (61) + rentangan (101,7) = 163 (dibulatkan)
• Sedang : Skor terendah (163) + rentangan (101,7) = 265 (dibulatkan)
Page 91
• Tinggi : Skor sedang (265) + 1 = 266
Penggunaan cara ini dimaksudkan agar masing-masing kategori memiliki
proporsi yang sama, sehingga didapatkan hasil yang adil dan tidak memihak.
Adapun tingkat kategorisasi orientasi masa depan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.10
Tabel Kategorisasi Orientasi Masa Depan
Kategori Nilai N %
Tinggi > - 266 174 71,6%
Sedang 164 - 265 69 28,4%
Rendah < - 163 0 0%
Jumlah 243 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat orientasi masa depan
remaja dalam bidang pekerjaan dan karir berada pada kisaran tinggi sebanyak
174 orang (71,6%), untuk kategori sedang sebanyak 69 orang (28,4%),
sedangkan untuk kategori rendah tidak ada (0%). Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa, sampel pada penelitian ini sebagian besar berada
pada rentang orientasi masa depan kategori tinggi.
Untuk mengetahui tingkatan iklim sosial keluarga penulis menggunakan
kategorisasi rentang yang dibagi ke dalam tiga interval dengan kategori sangat
harmonis, harmonis, dan tidak harmonis. Adapun jumlah item pada skala iklim
sosial keluarga adalah sebanyak 54 item pernyataan, dengan 6 kategori jawaban
(skor 1 sampai dengan 6). Adapun skor minimumnya adalah 54 dan
Page 92
maksimumnya 324, sehingga luas sebarannya adalah 270. Dikarenakan dalam
penelitian ini variabel iklim sosial keluarga dibagi ke dalam 3 kategori, maka
luas sebaran dibagi 3 dan didapat rentangan sebesar 90. Berikut adalah
penjelasannya :
• Tidak Harmonis : Skor minimum (54) + rentangan (90) = 144
• Harmonis : Skor tidak harmonis (144) + rentangan (90) = 234
• Sangat Harmonis : Skor harmonis (234) + 1 = 235
Adapun tingkat kategorisasi iklim sosial keluarga dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4. 11
Tabel Kategorisasi Iklim Sosial Keluarga
Kategori Nilai N %
Sangat Harmonis > - 235 115 47,3 %
Harmonis 145 - 234 126 51,9 %
Tidak Harmonis < - 144 2 0,8 %
Jumlah 243 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat iklim sosial
keluarga berada pada kisaran sangat harmonis sebanyak 115 orang (47,3%),
harmonis sebanyak 126 orang (51,9%) dan tidak harmonis sebanyak 2 orang
(0,8%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel pada penelitian ini
sebagian besar berada pada rentang iklim sosial keluarga harmonis sampai
dengan sangat harmonis.
Page 93
4.2. UJI HIPOTESIS
Hasil perhitungan analisis regresi dengan menggunakan SPSS 16
menunjukkan bahwa didapat nilai R square (R2) 0,283. Hal ini berarti 28,3 % variabel
orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir dapat dijelaskan oleh variasi
dari ke 10 variabel yaitu, Iklim Sosial Keluarga, Gender, Usia, Teman Sebaya, Status
Sosioekonomi, Tempat Tinggal, Keterlibatan Dalam Organisasi, Bencana Alam, Jenis
Pendidikan dan Status Pendidikan. Sedangkan sisanya atau 71,7 % dijelaskan oleh
sebab-sebab atau aspek-aspek lain. Dengan kata lain terdapat kemungkinan adanya
aspek-aspek lain yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap orientasi masa depan
remaja dalam bidang pekerjaan dan karir.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh dari independent
variabel terhadap dependen variabel. Untuk mengetahui tingkat signifikansinya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.12
Proporsi Varian Oleh Masing-Masing Independen Variabel
IV R2 R2 change Fhitung F table Signifikansi
X1 0,248 0,248 80,259 3,86 Signifikan
X12 0,257 0,009 2,913 3,86 Tidak Signifikan
X123 0,259 0,002 0,647 3,86 Tidak Signifikan
X1234 0,271 0,012 3,883 3,86 Signifikan
X12345 0,272 0,001 0,324 3,86 Tidak Signifikan
X123456 0,273 0,001 0,324 3,86 Tidak Signifikan
X1234567 0,274 0,001 0,324 3,86 Tidak Signifikan
X12345678 0,276 0,002 0,647 3,86 Tidak Signifikan
Page 94
X123456789 0,277 0,001 0,324 3,86 Tidak Signifikan
X12345678910 0,283 0,006 1,942 3,86 Tidak Signifikan
Total 0,283
Tabel 4.13 Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 200.159 39.425 5.077 .000
Iklim Sosial Keluarga .499 .062 .494 8.020 .000
Jenis Kelamin -5.700 4.929 -.073 -1.156 .249
Usia -1.866 2.293 -.046 -.814 .417
Teman Sebaya -9.210 3.751 -.145 -2.455 .015
Status Sosioekonomi -1.722 2.335 -.045 -.737 .462
Tempat Tinggal .188 4.446 .003 .042 .966
Keterlibatan Dalam Organisasi 1.083 4.761 .014 .228 .820
Bancana Alam 2.430 3.719 .037 .653 .514
Jenis Sekolah 2.933 4.282 .048 .685 .494
1
Status Sekolah 5.266 3.847 .085 1.369 .172
Selanjutnya berdasarkan hasil output SPSS 16 ingin diketahui dari
kesepuluh independen variabel, variabel manakah yang memiliki kontribusi
paling tinggi terhadap dependen variabel orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir. Berikut ini adalah deskripsi untuk masing-masing
independen variabel :
• Iklim sosial keluarga dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R
Square) sebesar 0,248, yang berarti bahwa variabel iklim sosial keluarga
memiiki kontribusi sebesar 24,8 % dalam mempengaruhi orientasi masa
Page 95
depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Selain itu untuk koefisien regresi
diperoleh nilai sebesar 0,499, yang berarti bahwa variabel iklim sosial
keluarga secara positif mempengaruhi orientasi masa depan, dengan kriteria
signifikan. Hal ini berarti semakin harmonis iklim sosial keluarga, maka
semakin tinggi tingkat orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir.
• Jenis kelamin (Gender) dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R
Square) sebesar 0,009, yang berarti bahwa variabel gender memiliki
kontribusi sebesar 0,9 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam
bidang pekerjaan dan karir. Sedangkan koefisien regresinya sebesar -5,7,
maka variabel jenis kelamin secara negatif mempengaruhi orientasi masa
depan, dengan kriteria tidak signifikan. Dalam penelitian ini coding yang
digunakan untuk perempuan adalah 1, sedangkan untuk laki-laki adalah 0.
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa remaja laki-laki memiliki tingkat
orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang lebih tinggi dari
remaja perempuan, namun perbedaannya tidak signifikan.
• Usia dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar
0,002, dengan kata lain variabel usia memiliki kontribusi sebesar 0,2 % dalam
mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir.
Adapun koefisien regresinya sebesar -1,866, yang berarti bahwa variabel usia
Page 96
memiliki pengaruh yang negatif terhadap orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir, dengan kriteria tidak signifikan. Artinya adalah semakin
kecil usia maka semakin tinggi tingkat orientasi masa depannya, namun hal
tersebut tidak signifikan.
• Teman sebaya dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square)
sebesar 0,012, yang berarti bahwa variabel teman sebaya memiliki kontribusi
sebesar 1,2 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang
pekerjaan dan karir. Sedangkan untuk koefisien regresi didapat nilai sebesar -
9,210, maka variabel teman sebaya secara negatif mempengaruhi orientasi
masa depan, dengan kriteria signifikan. Hal ini berarti bahwa remaja yang
tidak terpengaruh oleh teman sebaya memiliki orientasi masa depan yang
lebih tinggi dari remaja yang terpengaruh oleh teman sebaya.
• Status sosioekonomi dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R
Square) sebesar 0,001, dengan kata lain variabel status ekonomi memiliki
kontribusi sebesar 0,1 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam
bidang pekerjaan dan karir. Sedangkan koefisien regresinya sebesar -1,722,
yang berarti bahwa variabel status ekonomi secara negatif mempengaruhi
orientasi masa depan, dengan kriteria tidak signifikan. Dalam hal ini coding
yang digunakan untuk status sosioekonomi rendah adalah 1, tingkat ekonomi
Page 97
sedang adalah 2, status sosioekonomi cukup tinggi adalah 3 dan status
sosioekonomi tinggi adalah 4. Maka hasil perhitungan ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi status sosioekonomi maka semakin tinggi pula tingkat
orientasi masa depannya.
• Tempat tinggal dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square)
sebesar 0,001 atau variabel lingkungan tempat tinggal berkontribusi sebesar
0,1 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan
karir. Adapun koefisien regresinya sebesar 0,188, yang berarti bahwa variabel
lingkungan tempat tinggal secara positif mempengaruhi orientasi masa depan
dengan kriteria tidak signifikan. Berarti bahwa remaja yang tinggal di
perumahan memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dari remaja yang
tidak tinggal di prumahan, namun tidak signifikan. Hal ini dilihat dari coding
yang digunakan yaitu 1 untuk remaja yang tinggal di perumahan dan 0 untuk
remaja yang tidak tinggal diperumahan.
• Keterlibatan dalam organisasi dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2
(R Square) sebesar 0,001, dengan kata lain variabel keterlibatan dalam
organisasi memiliki kontribusi sebesar 0,1 % dalam mempengaruhi orientasi
masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Untuk koefisien regresi didapat
nilai sebesar 1,083, yang berarti bahwa variabel keterlibatan dalam organisasi
Page 98
mempengaruhi orientasi masa depan secara positif, dengan kriteria tidak
signifikan. Maksudnya adalah remaja yang mengikuti organisasi memiliki
tingkat orientasi masa depan lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang
tidak mengikuti organisasi, namun tidak signifikan. Hal ini dilihat dari coding
yang digunakan yaitu 1 untuk remaja yang mengikuti organisasi dan 0 untuk
remaja yang tidak mengikuti organisasi.
• Bencana alam dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square)
sebesar 0,002, yang berarti bahwa variabel bencana alam memberikan
kontribusi sebesar 0,2 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam
bidang pekerjaan dan karir. Untuk koefisien regresi didapat nilai sebesar
2,430, yang berarti bahwa variabel bencana alam mempengaruhi orientasi
masa depan secara positif, dengan kriteria tidak signifikan. Maksudnya adalah
remaja yang tidak pernah mengalami bencana alam memiliki orientasi masa
depan yang lebih tinggi dari remaja yang pernah mengalami bencana alam,
namun tidak signifikan. Hal ini dilihat dari coding yang digunakan yaitu 1
untuk remaja yang tidak pernah mengalami bencana alam dan 0 untuk remaja
yang pernah mengalami bencana alam.
• Jenis sekolah dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square)
sebesar 0,001, yang berarti bahwa variabel jenis pendidikan memiliki
Page 99
kontirbusi pengaruh terhadap orientasi masa depan sebesar 0,1 %. Adapun
koefisien regresinya sebesar 2,933, dengan kata lain variabel jenis sekolah
mempengaruhi orientasi masa depan secara positif, dengan kriteria tidak
signifikan. Adapun coding yang digunakan untuk variabel ini adalah 1 untuk
remaja SMA dan 0 untuk remaja SMK. Maka hasil perhitungan ini berarti
bahwa remaja SMA memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dari
remaja SMK.
• Status sekolah dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square)
sebesar 0,006, yang berarti bahwa variabel jenis pendidikan memiliki
kontirbusi pengaruh terhadap orientasi masa depan sebesar 0,6 %. Adapun
koefisien regresinya sebesar 5,266, dengan kata lain variabel status sekolah
mempengaruhi orientasi masa depan secara positif, dengan kriteria tidak
signifikan. Maksudnya adalah remaja sekolah menengah negeri memiliki
orientasi masa depan yang lebih tinggi daripada remaja sekolah menengah
swasta. Hal ini dilihat dari coding yang digunakan yaitu 1 untuk remaja
sekolah menengah negeri dan 0 untuk remaja sekolah menengah swasta.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa variabel yang memiliki kontribusi
paling besar dan paling signifikan dalam mempengaruhi orientasi masa depan adalah
variabel iklim sosial keluarga dan yang kedua adalah variabel teman sebaya.
Page 100
Dari hasil analisis regresi tersebut diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y’ = 200,159 + 0,499X1* – 1,866X2 - 1,722X3 - 5,700X4 – 9,210X5* + 0,188X6 +
1,083X7 + 2,430X8 + 2,933X9 + 5,266X10
Keterangan :
X1 : Iklim sosial keluarga
X2 : Usia
X3 : Status ekonomi
X4 : Jenis kelamin
X5 : Teman sebaya
X6 : Tempat tinggal
X7 : Keterlibatan dalam organisasi
X8 : Bencana Alam
X9 : Jenis pendidikan
X10 : Status pendidikan
* Signifikan pada level 5%
Page 101
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian hipotesis yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah : “Terdapat pengaruh yang signifikan dari Iklim Sosial Keluarga,
Gender, Usia, Teman Sebaya, Status Sosioekonomi, Tempat Tinggal, Keterlibatan
Dalam Organisasi, Bencana Alam, Jenis Pendidikan dan Status Pendidikan terhadap
orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja”. Berarti bahwa
hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial
keluarga terhadap orientasi masa depan (H1) diterima. Sedangkan hipotesis yang
menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel lain terhadap orientasi
masa depan (H2) ditolak. Hal ini dikarenakan hanya satu dari kesembilan independen
variabel lain yang mendampingi iklim sosial keluarga secara signifikan
mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, yaitu variabel
teman sebaya.
Page 102
5.2. DISKUSI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim sosial keluarga memiliki pengaruh
yang signifikan secara positif terhadap orientasi masa depan remaja dalam bidang
pekerjaan dan karir. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin harmonis
iklim yang terjadi di dalam keluarga, maka akan semakin tinggi tingkat orientasi
masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja. Selain itu, variabel iklim
sosial keluarga adalah variabel yang memiliki kontribusi terbesar dalam
mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurmi (1987,
dalam McCabe & Barnett, 2000) yang menunjukkan bahwa iklim dalam keluarga
merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan
pada anak.
Selain itu Nurmi (1991) juga menjelaskan bahwa interaksi antara orang tua
dan anak memegang peranan penting dalam orientasi masa depan anak. Interaksi ini
memberikan pengaruh dengan cara: (1) Penetapan standar normatif, orang tua
mempengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan hidup anak, (2) orang tua
berperan sebagai contoh bagi anak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul dalam tugas perkembangan anak, (3) dukungan orang tua membantu anak
mengembangkan sikap optimis terhadap masa depan anak.
Penetapan remaja sebagai sampel pada penelitian ini juga mempengaruhi hasil
penelitian yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim
Page 103
sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Hal
ini dikarenakan adanya hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa,
hubungan antara remaja dengan orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap
orientasi masa depan remaja, hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang signifikan
terhadap penyesuaian diri remaja (Phares & Compas, 1992 dalam McCabe & Barnet,
2000). Trommsdorff (1983, dalam McCabe & Barnet, 2000) melihat adanya
keterlibatan orang tua dan menemukan bahwa remaja yang memandang adanya
dukungan dan keterbukaan dari orang tua mereka akan mendapatkan orientasi masa
depan yang lebih positif daripada remaja yang kurang mendapatkan dukungan dari
orang tua.
Pendapat lain diungkapkan oleh Schneider dkk. (2002) yaitu, bila suatu iklim
semakin positif dan kuat, individu akan semakin berharap untuk melakukan perilaku
positif. Semakin negatif dan kuat suatu iklim, individu di dalamnya pun akan semakin
melakukan perilaku negatif. Dengan demikian hasil penelitian ini juga dapat
dikatakan mendukung pernyataan tersebut bahwa, semakin harmonis suatu iklim di
dalam keluarga maka akan semakin tinggi pula tingkat orientasi masa depan remaja
khususnya dalam bidang pekerjaan dan karir.
Selanjutnya, variabel lain yang secara signifikan mempengaruhi orientasi
masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir adalah teman sebaya, dengan
arah hubungan negatif. Berarti dalam hal ini remaja yang tidak dipengaruhi teman
sebaya atau lebih cenderung dipengaruhi oleh orang yang lebih dewasa memiliki
orientasi masa depan yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang dipengaruhi
Page 104
oleh teman sebaya. Dengan kata lain, tidak terdapat kesesuaian antara hasil penelitian
ini dengan teori dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Malmberg (2001)
mengenai Future Orientation in Educational and Interpersonal Context. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap orientasi masa depan pada bidang pendidikan. Selain itu, Nurmi (1991)
dalam teorinya menyatakan bahwa teman sebaya dapat mempengaruhi orientasi masa
depan dengan cara yang bervariasi.
Teman sebaya berarti teman sepermainan dengan jenjang usia yang sama dan
berada pada tingkat perkembangan yang sama, dimana teman sebaya dapat saling
bertukar informasi pada pemikiran mengenai tugas perkembangannya. Kelompok
teman sebaya (peer group) juga memberikan individu kesempatan untuk
membandingkan tingkah lakunya dengan temannya yang lain. Ketidaksesuaian hasil
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dikarenakan bidang orientasi masa
depan yang diteliti pada penelitian sebelumnya adalah bidang pendidikan, sedangkan
pada penelitian ini bidang yang diteliti adalah pekerjaan dan karir. Berarti bidang
orientasi masa depan remaja yang dipengaruhi oleh teman sebaya adalah bidang
pendidikan, sedangkan untuk bidang pekerjaan dan karir lebih dipengaruhi oleh orang
yang lebih dewasa, misalnya orang tua, kakak atau orang lain yang dianggap lebih
pengalaman.
Untuk variabel jenis kelamin atau gender, hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap orientasi
masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Dengan kata lain, perbedaan
Page 105
jenis kelamin tidak secara signifikan mempengaruhi orientasi masa depan remaja
dalam bidang pekerjaan dan karir.
Berdasarkan tinjauan literatur ditemukan adanya perbedaan gender yang
signifikan antara domain-domain pada orientasi masa depan, tetapi pola perbedaan
yang muncul akan berubah seiring berjalannya waktu Nurmi (1991, dalam McCabe &
Barnett, 2000). Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1991) ditemukan bahwa
perempuan lebih berorientasi ke arah masa depan keluarga sedangkan laki-laki lebih
berorientasi ke arah masa depan karir (McCabe & Barnet, 2000). Berarti tidak ada
kesesuaian antara hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Hal ini
kemungkinan dapat dikarenakan oleh jumlah sampel dalam penelitian ini yang tidak
seimbang antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan memiliki proporsi yang
lebih besar.
Menilik dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1991) yang salah
satunya menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung berorientasi ke arah masa
depan karir, maka bila dilihat dari analisis skor orientasi masa depan berdasarkan
jenis kelamin (bab 4 tabel 4.1) yang menunjukkan bahwa, remaja laki-laki memiliki
nilai rata-rata orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang lebih
tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan, dapat dikatakan sesuai, namun dalam
penelitian ini perbedaannya tidak signifikan. Berikutnya adalah variabel usia, hasil
penelitian menunjukkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Sampel
penelitian ini dibatasi oleh usia yaitu 15 – 18 tahun, maka dalam penelitian ini
Page 106
kategori usia dibagi menjadi 4 kelompok yaitu, kelompok usia 15 tahun, 16 tahun, 17
tahun dan 18 tahun. Adapun hasil analisis skor orientasi masa depan berdasarkan usia
(Bab 4 tabel 4.2) menunjukkan bahwa kelompok remaja usia 16 tahun memiliki nilai
rata-rata orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir paling tinggi,
kemudian disusul oleh kelompok remaja dengan usia 15 tahun, selanjutnya kelompok
remaja dengan usia 17 tahun dan terendah adalah kelompok remaja dengan usia 18
tahun. Dengan kata lain, remaja dengan usia yang lebih dewasa belum tentu secara
signifikan memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
remaja dengan usia yang lebih muda.
Penelitian yang dilakukan oleh Seginer (1991, dalam Amenike, 2008) pada
remaja wanita yang duduk di bangku sekolah menengah pertama, menengah atas dan
kuliah, menemukan bahwa terdapat perbedaan orientasi masa depan partisipan
berdasarkan kelompok usia pada semua domain kehidupan prospektif (karir, keluarga
dan pendidikan). Bila dibadingkan dengan hasil penelitian ini, dapat dikatakan tidak
sejalan, karena sampel penelitian ini hanya remaja yang berada pada usia sekolah
menengah tingkat atas dengan rentang usia yang tidak jauh, atau hanya berselang 1
tahun. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Seginer (1991, dalam
Amenike, 2008) sampel berasal dari jenjang atau tingkat pendidikan yang berbeda,
dan memiliki rentang usia yang berbeda secara signifikan. Oleh karena itu didapat
hasil yang berbeda.
Untuk variabel jenis sekolah dan status sekolah juga didapatkan hasil yang
tidak signifikan dalam mempengaruhi orientasi masa depan remaja khususnya dalam
Page 107
bidang pekerjaan dan karir. Hal ini berarti bahwa antara siswa SMA dengan siswa
SMK tidak terdapat perbedaan tingkat orientasi masa depan, dan juga antara sekolah
menengah negeri dengan sekolah menengah swasta tidak terdapat perbedaan yang
tingkat orientasi masa depan yang signifikan. Trommsdorff, 1979; Hurrelmann, 1987;
Klaezinsky & Reese, 1991 (dalam Malmberg & Trempala, 1997) mengatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan adalah jalur pendidikan.
Pendidikan ini dapat diterima individu melalui pengalaman di sekolah. Penelitian
terakhir mengenai hal tersebut dilakukan oleh Amenike (2008) bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan orientasi masa depan dalam
bidang karir pada siswa boarding school.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian tersebut di atas tergambar jelas bahwa
pendidikan sangat penting dalam perkembangan orientasi masa depan remaja. Hal ini
juga terlihat dari analisis sampel berdasarkan ketegorisasi orientasi masa depan pada
Bab 4 tabel. 4.10 yang menunjukkan bahwa, tidak ada responden yang berada pada
tingkat orientasi masa depan kategori rendah. Hal ini dapat dikarenakan bahwa
sampel yang dipilih oleh peneliti adalah remaja yang bersekolah di sekolah menengah
tingkat atas, atau dengan kata lain remaja yang sedang menempuh pendidikan.
Variabel lainnya adalah status sosioekonomi, hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari status sosioekonomi terhadap
orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Artinya tidak terdapat
perbedaan tingkat orientasi masa depan antara remaja dengan status sosioekonomi
tinggi, sedang maupun rendah. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang
Page 108
dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam Nurmi, 1991) yang menunjukkan bahwa individu
yang memiliki latar belakang status sosioekonomi yang tinggi cenderung untuk
memiliki pemikiran mengenai masa depan karir yang lebih tinggi dibandingkan
individu dengan latar belakang sosioekonomi rendah. Kemudian Poole dan Cooney;
Trommsdorff, dkk (Nurmi, 1991) mengungkapkan bahwa remaja dengan status
sosioekonomi menengah lebih tertarik pada pendidikan, karir dan aktivitas waktu
luang. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan bahwa kemiskinan dan status
sosioekonomi yang rendah berkaitan dengan perkembangan orientasi masa depan
yang menyebabkannya menjadi terbatas (Friere, Gorman, & Wessman, 1980 ; Nurmi,
1991 dalam McCabe & Barnet, 2000) dan pesimistis (Voydenoff & Donnelly, 1990
dalam McCabe & Barnet, 2000).
Perbedaan hasil penelitian di atas dapat dikarenakan oleh proporsi sampel
yang tidak seimbang antara remaja yang memiliki status sosioekonomi tinggi, sedang,
cukup tinggi dan rendah. Tetapi bila dilihat dari analisis skor orientasi masa depan
berdasarkan status sosioekonomi, remaja yang status sosioekonominya tinggi
memiliki rata-rata skor orientasi masa depan paling tinggi. Sedangkan remaja yang
status sosioekonominya rendah memiliki rata-rata skor orientasi masa depan paling
rendah, namun perbedaan tersebut tidak signifikan.
Kemudian variabel keterlibatan dalam organisasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
keterlibatan dalam organisasi dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan
dan karir. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang
Page 109
dilakukan oleh Palupi (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
variabel keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa depan
dalam bidang pekerjaan dan karir.
Hal ini dapat dikarenakan oleh sampel yang berbeda, dimana penelitian ini
menggunakan sampel remaja yang sedang bersekolah di sekolah menengah tingkat
atas, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Palupi (2007) sampelnya adalah
mahasiswa. Bagi siswa, mengikuti organisasi, club atau ekstrakulikuler hanya
dikarenakan hobi, sedangkan pada mahasiswa keterlibatannya dalam organisasi tidak
hanya dikarenakan hobi, tetapi juga dikarenakan hal lain seperti pengembangan diri,
aktualisasi diri dan juga menyesuaikan dengan arah dan tujuan hidupnya. Selain itu
mahasiswa memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi, sehingga kemampuan dalam
menyerap dan memperoleh informasi lebih tinggi dari remaja usia SMA.
Untuk variabel tempat tinggal, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel tempat tinggal terhadap orientasi
masa depan. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan orientasi masa depan
antara remaja yang tinggal di kompleks perumahan dengan yang bukan perumahan.
Moeliono dkk. (2002) dalam hasil penelitiannya tentang gambaran mengenai
orientasi masa depan pada remaja kota dan desa menyatakan bahwa ada perbedaan
orientasi masa depan yang signifikan antara remaja kota dengan remaja desa.
Memang tidak ada kesesuaian antara hasil penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Tetapi karena seluruh sampel penelitian ini berada di kota, jadi peneliti
mencoba untuk mengklasifikasikannya berdasarkan tempat tinggalnya apakah di
Page 110
komplek perumahan atau yang bukan perumahan, dengan anggapan bahwa remaja
yang tinggal di perumahan sama dengan remaja yang tinggal di kota, hal ini dilihat
dari struktur rumah yang beraturan dan lingkungan yang lebih tertata serta kondisi
masyarakatnya yang cenderung individualistis. Sedangkan untuk remaja yang tidak
tinggal di perumahan sama dengan remaja yang tinggal di desa, dengan anggapan
bahwa adanya kesamaan berdasarkan struktur rumah yang tidak beraturan serta
kondisi masyarakatnya yang elbih menekankan kebersamaan dan tidak individualis.
Terakhir adalah variabel bencana alam, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bencana alam terhadap
orientasi masa depan remaja. Artinya adalah antara remaja yang pernah mengalami
bencana alam dengan yang tidak pernah mengalami bencana alam tidak terdapat
perbedaan orientasi masa depan yang signifikan. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Artar (2002, dalam Palupi, 2007) yang
menemukan perbedaan antara remaja Turki yang mengalami musibah gempa bumi
dengan remaja yang tidak mengalami musibah dalam orientasi masa depannya.
Perbedaan hasil penelitian ini dapat dikarenakan lokasi penelitian yang
cenderung jauh berbeda. Selain itu seberapa besar bencana yang ditimbulkan juga
menjadi alasan berbedanya hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pada
penelitian ini tidak terdapat kualifikasi yang jelas tentang bencana alam yang
dimaksud, apakah menyebabkan kerusakan yang besar sehingga menimbulkan trauma
bagi masyarakatnya atau hanya bencana alam yang kecil dan tidak menimbulkan
dampak traumatik. Sedangkan pada penelitian sebelumnya, lokasi penelitian yang
Page 111
digunakan adalah lokasi terjadinya bencana gempa bumi besar yang menyebabkan
perubahan yang signifikan dari segi struktur masyarakatnya dan menimbulkan
dampak traumatik yang berkepanjangan.
5.3. SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini jauh dari kesempurnaan, masih
banyak kekurangan dan kelemahannya. Namun hal tersebut merupakan pembelajaran
berharga yang dapat diperoleh. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini,
maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :
5.3.1. Saran Metodologis
1. Dikarenakan variasi dari kedelapan independen variabel hanya menyumbang
pengaruh sebesar 28,3 % dan sisanya disebabkan oleh faktor lain, maka
disarankan untuk penelitian selanjutnya agar mencari dan menghubungkan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi orientasi masa depan, khususnya yang ada pada
teori di Bab 2 yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut
diantaranya faktor internal individu yaitu konsep diri, sense of coherence, strategi
bertahan dan trait kecemasan. Selain itu faktor eksternal atau kontekstual lainnya
yaitu budaya, agama dan sebagainya.
2. Konstruk orientasi masa depan dapat diaplikasikan pada berbagai domain
kehidupan. Penelitian ini hanya meneliti orientasi masa depan dalam domain
pekerjaan dan karir. Oleh karena itu, penting kiranya untuk mengadakan
Page 112
penelitian orientasi masa depan pada domain kehidupan lainnya (misalnya dalam
bidang pendidikan, keluarga, pernikahan dan lainnya).
3. Salah satu kekurangan dari penelitian ini adalah kurang seimbangnya persebaran
responden penelitian. Maka dalam penelitian selanjutnya diharapkan untuk
menyeimbangkan persebaran responden berdasarkan data kontrol penelitian
(misalnya jenis kelamin dan tingkat sosioekonomi).
4. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di wilayah Jakarta Utara.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas cakupan populasi dan
memperbanyak jumlah sampel, agar diperoleh data yang lebih variatif.
5. Selanjutnya, diharapkan mengadakan penelitian orientasi masa depan dalam
bidang pekerjaan dan karir pada responden dengan karakteristik yang berbeda
(misalnya anak jalanan).
5.3.2. Saran Praktis
Mengingat pentingnya orientasi masa depan dalam proses perkembangan remaja,
maka penulis menyarankan :
1. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan bahan masukan yang positif bagi para
orang tua agar mengambil peran yang besar dalam upaya mengkondisikan
keluarga dalam iklim yang harmonis dan kondusif, misalnya dengan menghindari
terjadinya konflik antar anggota keluarga, mengintensifkan komunikasi antar
Page 113
anggota keluarga dan sebagainya, sehingga remaja dapat menyelesaikan tugas
perkembangannya dengan baik khususnya dalam memperoleh orientasi yang baik
tentang masa depannya.
2. Selain itu diharapkan agar orang tua dapat mendampingi dan memberikan
motivasi penuh kepada remaja dalam mencapai masa depan yang dicita-
citakannya. Orang tua juga diharapkan dapat memantau lingkungan sekitar remaja
serta teman-teman sebayanya agar tidak terpengaruh hal-hal negatif dan juga
diharapkan orang tua bisa memposisikan diri sebagai teman dan rekan diskusi
bagi remaja. Hal ini dikarenakan hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja
memiliki pengaruh lebih besar dari orang yang lebih dewasa dan lebih
berpengalaman dalam hal orientasi masa depan khususnya dalam bidang
pekerjaan dan karir.
3. Untuk remaja agar lebih menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya
mengenai pekerjaan dan karir yang diinginkan di masa depan, karena dengan
informasi yang banyak akan memudahkan tercapainya pekerjaan dan karir yang
diinginkan. Selain itu diharapkan remaja dapat lebih selektif dalam memilih
teman bermain yang tepat, hal ini dipandang perlu karena salah satu hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari teman sebaya
terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir.
Page 114
DAFTAR PUSTAKA Agustian, Ary Ginanjar. 2001. ESQ : Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6
Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta : Arga Wijaya Persada.
Agustriani, Hendriati, dkk. 2001. www.ceria.bkkbn.go.id.
Al-Rahman, Dian Fatwa Nafs. 2004. Hubungan Antara Iklim Sosial Keluarga dengan Prestasi Belajar. Skripsi. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Amenike, Diny. 2008. Hubungan Iklim Sekolah dengan Orientasi Masa Depan Bidang Karir. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Azwar, Saifuddin., (2003). Penysunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Datuk, H . Zainal Arifin. 1976. Remaja Sebab dan Penanggulangannya.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Gilmer, B Von Haller. 1984. Applied Psychology : Adjusment in Living and Work.
New Delhi : India Offset Press. Hasan, Fuad. 2003. Kamus Istilah Psikologi. Jakarta : Progres. Higgins, James M. 1982. Human Relations : Concept and Skills. New York : Random
House. Inc. Hurlock, E. 1999. Psikologi perkembangan Anak, jilid ke satu, (terjemahan :
Istiwidayati). Surabaya: Erlangga. Jahja Umar, Ph.D. 2009. Personal Communication. Jakarta : Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Kimmel. 1995. www.geocities.com.
Page 115
Kozlowski, Steve W. J & Mary L. Doherty. 1989. Integration of Climate and Leadership : Examination of a Neglected Issue. Journal of Applied Psychology Vol. 74. No. 4. Hal. 546.
Lindzey, Gardner & Calvin S. Hall. 1978. Theories of Personality. New York : John
Wiley & Sons. Malmberg, Lars Erik & Janusz Trempala. 1997. Anticipated Transition to Adulthood
: The Effect of Educational Track, Gender, and Self Evaluation on Finnish and Polish Adolescents’ Future Orientation. Journal of Youth and Adolescence Vol. 26 No. 5.
McCabe, Kristen M & Douglas Barnett. 2000. The Relation Between Familial
Factors and Future Orieantation of Urban, African American Sixth Graders. Journal of Child and Family Studies Vol. 9, No.4.
McCabe, Kristen M & Douglas Barnett. 2000a. First Comes Work, Then Comes
Marriage : Future Orientation Among African American Young Adolescents. Journal of Interdisiplinary Journal of Applied Vol. 49, No.1.
Monks, F J & Knoers. 2002. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Moeliono, Marisa F, dkk. 2002. Gambaran Orientasi Masa Depan Remaja dalam
Bidang Karier dan Pekerjaan pada Remaja Kota dan Remaja Desa. Laporan Penelitian : Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.
Moos, Rudolf H. 2002. The Mystery of Human Context and Coping : An Unraveling of Clues. American Journal of Community Psychology Vol. 30 No. 1 Hal. 67.
Moos, Rudolf H & Charles J Holahan. 2004. Environmental Assessment.
Encyclopedia of Applied Psychology Vol. 1 Hal. 787. Nurmi, Jari-Eric. 1989. Adolescents’ Orientation to The Future : Development of
Interest and Plans, and Related Attributions and Affect, in the Life-Span Context. Helsinski : Societas Scientiarum Fennica.
Nurmi, Jari-Eric. 1991. How Do Adolescents See Their Future? A Review of the
Development of Future Orientation and Planning. Helsinski : Academic Press, Inc.
Page 116
Palupi, N.P. 2007. Hubungan antara Trait Kecemasan dan Keterlibatan dalan Organisasi Kemahasiswaan dengan Orientasi Masa Depan Bidang Karir. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Rahayu, Setyorini. 1993. Hubungan Antara Iklim Sosial Keluarga dengan Aspirasi
pada Remaja Akhir. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Ruud, Josephine Bartow & Olive A Hall. 1974. Adult Education for Home and
Family Life. New York : John Wiley & Sons, Inc. Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Pernak-pernik Hubungan Orang Tua-Remaja
(Anak Bertingkah Orang Tua Mengekang). Jakarta : Kompas. Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2008. http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/03/16/
01283497/melulu.orientasi.masa. depan.cukupkah
Santrock, John.W. 2002. Life-Span development. Perkembangan Masa Hidup. Edisi
5, Jilid 2 (terjemah : Achmad Chusairi & Juda Damanik). Jakarta : Erlangga. Sarwono, Sarlito. Wirawan. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Scheneider, Benjamin, dkk. 2002. Climate Strenght : a New Direction for Climate
Research. Journal of Applied Psychology Vol. 87 No. 2. Sevilla, Consuelo G. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : UI Press. Sitanggang, AR. Henry. 1994. Kamus Psikologi. Bandung : Armico.