IV. XENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAMI PADA BERBAGAI UMUR LARVA IKAN NILA ABSTRAK Xenotransplantasi sel testikular merupakan suatu metode untuk melestarikan dan mengembangkan plasma sel germinal dari ikan-ikan yang terancam punah dan untuk produksi induk pengganti bagi ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Pada penelitian ini, ikan gurami digunakan sebagai model donor dan ikan nila sebagai model resipien. Pengembangan xenotransplantasi sel testikular ini diawali dengan penentuan umur resipien yang optimum untuk kegiatan transplantasi sel germinal. Testis segar diisolasi dari ikan gurami ukuran 600– 800 g, lalu dicacah dalam larutan disosiasi dan selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 3 jam untuk mendapatkan suspensi sel testikular sebagai sumber donor. Sel donor dilabel dengan PKH 26 fluorescent dye sebelum ditransplantasikan ke dalam rongga peritoneal larva ikan nila umur 1, 3, 5 dan 7 hari pascamenetas (hpm). Parameter yang diamati adalah sintasan larva ikan nila 24 jam pascatransplantasi (pt) dan efisiensi kolonisasi sel donor pada resipien umur 2 dan 3 bulan pt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan larva rata- rata terendah adalah pada perlakuan umur larva 1 hpm (82,74±6,76%) dan tertinggi pada larva 3 dan 5 hpm masing-masing 95,00±5,00% and 95,00±2,50%). Efisiensi kolonisasi rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan umur transplantasi larva 3 hpm (61,1±34,71% ) dan terendah pada larva umur 7 hpm (19,43±17,33%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larva ikan nila umur 3 hpm adalah resipien terbaik untuk xenotransplantasi sel testikular ikan gurami. Kata kunci: xenotransplantasi, sel germinal jantan, ikan gurami, ikan nila, efisiensi kolonisasi
22
Embed
IV. XENOTRANSPLANTASI SEL ... - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54124/BAB IV... · 37 IV. XENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAMI PADA BERBAGAI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
37
IV. XENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN
GURAMI PADA BERBAGAI UMUR LARVA IKAN NILA
ABSTRAK
Xenotransplantasi sel testikular merupakan suatu metode untuk melestarikan
dan mengembangkan plasma sel germinal dari ikan-ikan yang terancam punah
dan untuk produksi induk pengganti bagi ikan-ikan yang bernilai ekonomis
tinggi. Pada penelitian ini, ikan gurami digunakan sebagai model donor dan ikan
nila sebagai model resipien. Pengembangan xenotransplantasi sel testikular ini
diawali dengan penentuan umur resipien yang optimum untuk kegiatan
transplantasi sel germinal. Testis segar diisolasi dari ikan gurami ukuran 600–
800 g, lalu dicacah dalam larutan disosiasi dan selanjutnya diinkubasi pada suhu
ruang selama 3 jam untuk mendapatkan suspensi sel testikular sebagai sumber
donor. Sel donor dilabel dengan PKH 26 fluorescent dye sebelum
ditransplantasikan ke dalam rongga peritoneal larva ikan nila umur 1, 3, 5 dan 7
hari pascamenetas (hpm). Parameter yang diamati adalah sintasan larva ikan nila
24 jam pascatransplantasi (pt) dan efisiensi kolonisasi sel donor pada resipien
umur 2 dan 3 bulan pt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan larva rata-
rata terendah adalah pada perlakuan umur larva 1 hpm (82,74±6,76%) dan
tertinggi pada larva 3 dan 5 hpm masing-masing 95,00±5,00% and 95,00±2,50%).
Efisiensi kolonisasi rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan umur transplantasi
larva 3 hpm (61,1±34,71% ) dan terendah pada larva umur 7 hpm
(19,43±17,33%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa larva ikan nila
umur 3 hpm adalah resipien terbaik untuk xenotransplantasi sel testikular ikan
gurami.
Kata kunci: xenotransplantasi, sel germinal jantan, ikan gurami, ikan nila,
efisiensi kolonisasi
38
IV. XENOTRANSPLANTATION OF GIANT GOURAMI
TESTICULAR GERM CELLS INTO DIFFERENT AGE OF
NILE TILAPIA’S LARVAE
ABSTRACT
The recent study has been conducted to develop testicular germ cell
transplantation as a tool for preservation and propagation of male germ-plasm
from endangered fish species, as well as to produce surrogate broodstock of
commercially valuable fish. Giant gourami testis had been used as a model for
donor and Nile tilapia larvae as recipient. We developed testicular cell
xenotransplantation by optimizing the timing of intraperitoneal cell
transplantation to recipient larvae aged 1, 3, 5 and 7 days post hatching (dph).
Freshly isolated testis of giant gourami weighed 600–800 g were minced in
dissociation medium and then incubated for 3 hours in room temperature to
collect monodisperce cell suspension. Donor cells labeled with PKH 26 were
transplanted into the peritoneal cavity of Nile tilapia larvae using glass
micropipettes. Parameters observed were survival rate of Nile tilapia larvae at 24
hours post transplantation (pt) and colonization efficiency of donor cells at 2 and
3 months pt. The incorporated donor cells were observed under fluorescent
microscope. The result showed that the lowest survival rate at 24 hours pt was 1
dph larvae (82.74±6.76%) and the highest survival rate were 3 and 5 dph larvae
(95.00±5.00% and 95.00±2.50%, respectively). The highest colonization
efficiency was on 3 dph larvae (61.1±34.71%) and the lowest colonization
efficiency was on 7 dph larvae (19.43±17.33%). In conclusion, 3 dph Nile tilapia
larvae was the best recipient for giant gourami testicular germ cells
xenotransplantation.
Key words: xenotransplantation, testicular germ cell, giant gourami, Nile tilapia,
colonization efficiency
PENDAHULUAN
Teknologi xenotransplantasi sel testikular yang mengandung spermatogonia
pertama kali diaplikasikan pada ikan gurami (Osphronemus goramy)
menggunakan resipien larva ikan nila (Oreochromis niloticus). Pada penelitian
xenotransplantasi ini digunakan ikan gurami sebagai model donor dan ikan nila
sebagai model resipien, yang mana kedua jenis ikan ini berbeda pada tingkat
ordo. Saat ini xenotransplantasi antar dua spesies ikan yang berbeda famili telah
berhasil dilakukan. Spermatogonia ikan nibe (famili Scianidae) yang
39
ditransplantasikan ke larva ikan chub mackerel (famili Scombridae) telah berhasil
hingga tahap proliferasi sel spermatogonia ikan nibe pada gonad ikan chub
mackerel (Yazawa et al. 2010). Xenotransplantasi PGC ikan loach ke embrio
ikan zebra fase blastoderm (chimera) bahkan mampu menghasilkan spermatozoa
ikan loach yang fungsional tetapi belum mampu menghasilkan sel telur yang
fungsional (Saito et al. 2008).
Sementara itu xenotransplantasi PGC ikan pearl danio ke ikan zebra, yang
memiliki hubungan filogeni yang lebih dekat (satu genus) menghasilkan ikan
kimera pearl danio-ikan zebra. Hibrid dari kimera dan ikan zebra normal
menghasilkan individu yang normal namun sel gametnya tidak berkembang.
Fenomena ini menunjukkan bahwa terdapat mekanisme dan faktor-faktor yang
membatasi keberhasilan transplantasi antar dua spesies yang berbeda termasuk
peran imunokompetensi dari resipien terhadap sel donor, hubungan filogenetik
antar donor dan resipien, faktor intrinsik sel itu, dan peran sinyal ekstrinsik dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan sel donor pada resipien (Saito et al.
2008). Faktor-faktor tersebut dilaporkan berbeda-beda antar spesies (Dobrinski et
al. 1999, Johnston et al. 2000).
Ketersediaan resipien yang kompeten merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan kegiatan transplantasi sel germinal (Honaramooz & Yang 2011).
Ikan nila telah sering dijadikan ikan model untuk penelitian biologi reproduksi,
namun penggunaannya sebagai resipien dalam kegiatan transplantasi belum
banyak dilaporkan. Selama ini hanya Lacerda et al. (2008) yang telah berhasil
melakukan uji kompetensi ikan nila sebagai resipien untuk kegiatan transplantasi
sel germinal ikan nila dan katak. Resipien yang digunakan adalah ikan nila
dewasa yang saluran reproduksinya telah disterilkan dengan busulfan, suatu
senyawa yang berfungsi untuk merusak sel endogenus Meskipun menghasilkan
sel spermatozoa yang fungsional dan sel donor katak terkolonisasi pada gonad
ikan nila namun metode ini tidak aman digunakan dalam kegiatan pembenihan
karena busulfan bersifat karsinogenik bagi manusia.
Beberapa penelitian transplantasi sel germinal telah menggunakan larva
sebagai resipien dan hasilnya menunjukkan bahwa umur resipien juga
berpengaruh terhadap keberhasilan kolonisasi (Takeuchi et al. 2003, Takeuchi et
40
al. 2009, Yazawa et al. 2010). Kemampuan lingkungan mikro somatik resipien
mengarahkan sel donor ke rongga genital semakin berkurang dengan semakin
berkembangnya gonad resipien atau dengan semakin bertambahnya umur resipien
(Okutsu et al. 2006a). Manning & Nakanishi (1996) menyatakan interval umur
resipien sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi kolonisasi, karena
umur larva berkaitan dengan perkembangan sistem imunodefisiensi. Sistem
imun larva yang baru menetas belum berkembang sehingga antigen atau benda
asing belum dapat terdeteksi.
Pada tahap awal larva, organ limfomieloid (limpa, timus dan darah) sebagai
organ pembentuk respons imun belum berkembang dengan sempurna. Umumnya
respon imun pada tahap larva berasal dari transfer antibodi induk dalam bentuk
maternal immunoglobulin yang terdapat pada kuning telur dan dalam limfosit
beberapa jenis ikan (Mulero et al. 2007). Pada ikan Tilapia mossambica,
jaringan limfoid mulai terbentuk pada umur 5 hari pascamenetas (Ali 1987)
sehingga diduga pada umur tersebut respons imun mulai berkembang.
Ijiri et al. (2008) menyatakan bahwa larva ikan nila umur 5 hingga 6 hari
pascamenetas (hpm) adalah titik kritis bagi gonad untuk berdiferensiasi menjadi
ovari atau testis. Hal ini menunjukkan bahwa gonad larva umur lebih dari 6 hari
yang telah terdiferensiasi dapat menciptakan penghalang (barrier) bagi sel donor
untuk terkolonisasi pada gonad yang telah terdiferensiasi. Menurut Takeuchi et
al. (2009) epitel gonad yang telah terdiferensiasi dapat menghalangi inkorporasi
sel spermatogonia A.
Fenomena respons imun dan diferensiasi kelamin tersebut menunjukkan
bahwa terdapat keterbatasan waktu yang pendek bagi sel donor untuk bermigrasi.
Keterbatasan waktu tersebut dipengaruhi oleh tahap perkembangan larva. Oleh
karena itu umur larva merupakan salah satu faktor yang perlu dikaji. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis kemampuan kolonisasi sel donor ikan gurami
pada berbagai umur larva ikan nila sebagai resipien. Untuk mendapatkan umur
resipien yang optimum digunakan empat umur larva, yaitu 1, 3, 5 dan 7 hpm.
Xenotransplantasi sel spermatogonia ikan gurami ke berbagai umur larva ikan
nila diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kompetensi larva ikan
nila sebagai resipien untuk xenotransplantasi dengan parameter yang diamati
41
adalah sintasan larva pascatransplantasi dan kemampuan kolonisasi sel
spermatogonia ke saluran gonad resipien.
BAHAN DAN METODE
Disosiasi Jaringan Testis
Testis ikan gurami berbobot tubuh sekitar 600–800 g didisosiasi untuk
mendapatkan suspensi sel donor mengacu pada metode disosiasi yang optimum
pada bab III. Setelah dicuci dengan PBS sebanyak 2x, suspensi sel dihitung
jumlah spermatogonianya. Sel spermatogonia yang dihitung adalah yang
berdiameter ≥15 µm yang ditentukan berdasarkan kriteria yang diperoleh pada
penelitian pada bab III, dan jumlahnya dihitung menggunakan hemositometer di
bawah mikroskop CX10 (Olympus).
Pewarnaan Sel Donor
Visualisasi sel donor dilakukan dengan pewarnaan atau pelabelan
menggunakan PKH 26 fluorescent membrane dye (Sigma-Aldrich Inc., St. Louis,
MO) yang terpancar pada panjang gelombang 551–567 nm. Dalam pelabelan
ini digunakan 2 mikrotube 1,5 µL (mikrotube A dan mikrotube B). Mikrotube A
berisi diluent C (larutan iso-osmotik yang telah tersedia pada paket pewarna PKH
26) dan sel testikular, sedangkan mikrotube B berisi diluent C dan PKH 26,
dengan perbandingan volume dari mikrotube A:B = 1:1. Formulasi yang
digunakan adalah 1,5 µL PKH 26/0,1 mL diluent C untuk jumlah sel sekitar
2x106 sel testikular. Untuk melarutkan sekitar 4x10
6 sel, maka volume diluents
C yang digunakan adalah 0,2 mL (mikrotube A) dan PKH yang digunakan
sebesar 3 µL dilarutkan dalam 0,2 mL diluent C (mikrotube B). Suspensi sel
dalam mikrotube A selanjutnya dicampurkan ke dalam larutan PKH 26 di
mikrotube B dan diinkubasi selama 5 menit dalam ruang tanpa cahaya. Aktivitas
pelabelan selanjutnya dihentikan dengan penambahan medium L15 dan
diinkubasi kembali selama 2 menit. Suspensi sel disentrifugasi pada 2000 rpm
selama 10 menit, dicuci dengan medium L15 sebanyak 2 kali dan dibuat
konsentrasi suspensi sel mencapai 20.000 sel per 0,5 µL medium L15.
42
Penyiapan Resipien Ikan Nila
Resipien yang digunakan adalah larva ikan nila putih berumur 1, 3, 5, dan 7
hpm. Morfologi larva pada berbagai umur dapat dilihat pada Lampiran 4. Telur
ikan nila yang telah dibuahi diperoleh dari pemijahan massal induk nila putih di
BBPBAT Sukabumi. Telur ikan nila ditetaskan di atas saringan halus yang
ditempatkan di dalam akuarium pada suhu air 28 oC.
Transplantasi Sel Testikular ke Larva Ikan Nila
Tahap transplantasi sel donor diawali dengan persiapan mikroinjeksi yang
meliputi persiapan jarum dan mikroinjektor serta menyedot sel ke jarum. Jarum
transplantasi disiapkan dengan cara membagi dua glass capillary (GD-1,
Narishige) menggunakan alat electric puller (PC-10, Narishige). Ujung jarum
diasah dengan menggunakan mesin gurindam (EG-400, Narishige) hingga
mencapai bukaan lubang jarum 60 µm. Jarum selanjutnya dipasang pada alat
mikroinjektor. Alat mikroinjektor terdiri atas mikroinjektor yang tersambung ke
mikroskop (Olympus SZX 16). Volume sel yang disuntikkan sebanyak 0,5 µL
dengan jumlah sel testikular sekitar 20.000 sel. Larva dibius dengan fenoksietanol
(0,03-0,05%) sebelum diinjeksi. Cawan agar yang berisi agarosa 2% dikeluarkan
dari refrigerator dan didiamkan selama beberapa menit hingga gel tidak terlalu
dingin. Setelah larva pingsan, larva diletakkan di atas cawan agar. Sel
diinjeksikan secara intraperitoneal (i.p) berdasarkan metode Takeuchi et al.
(2003). Larva ikan nila hasil injeksi dan yang tidak disuntik (kontrol) dipelihara
dalam akuarium (60x60x60) cm3
hingga siap dianalisis. Penelitian transplantasi
ini diulang sebanyak 3 kali pada setiap umur resipien dengan jumlah larva yang
disuntik sebanyak 20 hingga 40 ekor per perlakuan per ulangan.
Analisis Kolonisasi Sel Donor
Analisis kolonisasi sel donor pada gonad ikan nila menggunakan dua
metode, yaitu 1) identifikasi sel germinal ikan gurami yang membawa PKH 26
fluoroscent membrane dye pada gonad ikan nila pascatransplantasi (pt), dan 2)
menggunakan marka molekular spesifik gen hormon pertumbuhan (growth
hormone, disingkat GH) ikan gurami dengan desain primer dan program PCR
merujuk pada Achmad (2009).
43
Analisis kolonisasi melalui pengamatan sel donor pada gonad resipien di
bawah mikroskop fluoresens Nikon Ellips E600 menggunakan 4 ekor resipien
ikan nila umur sekitar 2 bulan pt dari setiap perlakuan umur transplantasi (sekitar
10% dari jumlah resipien yang ditransplantasi). Sebagai kontrol digunakan ikan
nila yang tidak ditransplantasi.
Sedangkan untuk analisis kolonisasi menggunakan marka molekular GH
ikan gurami hanya dilakukan pada kelompok resipien dengan sintasan dan
efisiensi kolonisasi tertinggi. Sebanyak 15 ekor resipien ikan nila 2 bulan pt
diisolasi gonadnya dan diekstraksi DNA menggunakan kit dari Puregene (Gentra,
Minneapolis, USA). Sampel dimasukkan ke dalam 200 μL cell lysis solution
yang berisi 1,5 μL Proteinase K (20 mg/mL). Sampel diinkubasi pada suhu 55 °C
selama semalam. Setelah sel terlisis sempurna, ditambahkan 1,5 μL RNase (4
mg/mL) dan diinkubasi pada 37 oC selama 60 menit. Kemudian ke dalam tabung
sampel ditambahkan 100 μL protein precipitation solution (Gentra, Minneapolis,
USA), disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan
dipindahkan ke dalam mikrotub yang berisikan 300 μL isopropanol. Selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan
dibuang, kemudian ditambahkan 300 μL etanol 70% dingin ke dalam mikrotub
berisi pelet DNA. Sampel disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm
selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet DNA dikeringudarakan dan
ditambahkan 20 μL sterille destillated water (SDW).
Pereaksi PCR dibuat berdasarkan jumlah sampel yang akan diamplifikasi.
Volume total pereaksi PCR adalah 10 µL untuk setiap sampel yang terdiri atas 4
µL SDW, 1 µL masing-masing primer forward dan reverse, 1 µL dNTPs mix, 1
µL LA Taq buffer, 1 µL MgCl2, 0,05 µL LA Taq polimerase (Takara Bio, Shiga,
Japan), 1 µL DNA cetakan. Primer yang digunakan adalah GH ikan gurami dan
β-aktin ikan nila. Suhu annealing dan lama waktu ekstensi untuk primer GH dan
β-aktin masing-masing adalah 58 oC dan 45 detik untuk primer GH serta 61
oC
dan 30 detik untuk primer β-aktin. Sedangkan, suhu predenaturasi, denaturasi. dan
ekstensi akhir sama untuk kedua primer yaitu masing-masing 94 oC selama 3
menit, 94 oC selama 30 detik, dan 72
oC selama 3 menit dengan siklus amplifikasi
sebanyak 35 siklus. Hasil amplifikasi selanjutnya divisualisasikan dengan
44
elektroforesis menggunakan gel agarosa 1% dengan volume DNA sebesar 7 µL
dan loading dye (10x loading buffer, Takara bio, Japan) sebesar 3 µL. Hasil PCR
diseparasi dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1 %.
Tingkat keberhasilan kolonisasi diamati dari efisiensi kolonisasi yaitu
persentase rasio antara jumlah resipien yang pada gonadnya terdapat
spermatogonia gurami+PKH26 dan total jumlah resipien yang diperiksa.
Analisis Data
Data resipien yang membawa sel donor disajikan secara deskriptif,
sedangkan data kuantitatif berupa sintasan larva ikan nila pascatransplantasi dan
efisiensi kolonisasi sel donor pada gonad resipien disajikan dalam bentuk nilai
tengah dan diuji secara statistik menggunakan ANOVA (analysis of variance). Uji
Duncan multiple range test dilakukan bilamana terdapat beda nyata antar
perlakuan. Analisis menggunakan program SPSS 17.0 for windows dan MS
Office Excell 2007.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pewarnaan Sel Spermatogonia Ikan Gurami dengan PKH26
Pada dekade terakhir, teknik pewarnaan atau pelabelan sel untuk mendeteksi
keberadaan sel semakin berkembang dengan semakin bertambahnya penelitian
transplantasi sel pada hewan vertebrata khususnya kelas Pisces. Penggunaan PKH
26 fluorescent membrane dye telah banyak digunakan untuk mewarnai sel
germinal beberapa ikan dari subklas teleostei (Lacerda et al. 2008, Takeuchi et al.
2009, Yazawa et al. 2010).
Testis yang digunakan sebagai sumber donor dalam penelitian ini diisolasi
dari ikan gurami dengan kisaran bobot tubuh 600-800 g per ekor dengan kisaran
indeks gonad somatik adalah 10,8x10-5–16,3x10-5. Jumlah sel yang disuntikkan
sekitar 20.000 sel dengan komposisi rata-rata spermatogonia (ø ≥15 µm ) berkisar
7–15%. Dengan volume 3 µL PKH 26 dalam 0,2 mL diluent C, PKH 26 mampu
mewarnai atau melabel sel testikular ikan gurami sebanyak 91,93±2,90%, dan
khusus sel spermatogonia sebanyak 69,44±24,53% (Gambar 6 dan Lampiran 5).
Dibandingkan dengan kemampuan PKH 26 mewarnai sel testikular ikan nibe
45
yang mencapai 96,4±1,2% dan mewarnai spermatogonia sebesar 92,3 ±1,4%,
maka pewarnaan sel testikular ikan gurami menggunakan PKH 26 dapat dikatakan
efektif karena >90% sel terwarnai oleh PKH 26.
Lensa tanpa fluoresens Lensa fluoresens
Gambar 6 Pewarnaan suspensi sel testikular ikan gurami dengan PKH 26
fluorescent membrane dye. A–D. Suspensi sel setelah pewarnaan.
E–F. Suspensi sel sebelum pewarnaan dengan. Tanda panah hitam
dan putih adalah spermatogonia yang terwarnai PKH 26, panah merah
adalah spermatogonia yang tidak terwarnai PKH 26. Sel dalam
lingkaran adalah spermatogonia A. Skala 50 µm.
Sintasan Larva Ikan Nila Pascatransplantasi
Sintasan larva ikan nila setelah transplantasi secara intraperitoneal (i.p)
dapat dilihat pada Gambar 7 dan Lampiran 6. Sintasan rata-rata terendah pada
24 jam pt dapat terlihat pada perlakuan larva ikan nila umur 1 hpm yaitu
46
82,73±6,74% dan berbeda nyata dengan larva umur 3,5,7 hari hpm dan larva
transplantasi (P<0,05). Sintasan rata-rata larva ikan nila yang berumur 3, 5, dan 7
hpm pada 24 jam pt tidak berbeda nyata dengan kontrol (P>0.05) yaitu
95,00±5,00%, 95,00±2,50% dan 94,17±5,20% (P>0.05). Sedangkan pada
pengamatan 2 bulan pt tidak terlihat perbedaan nyata antar perlakuan umur suntik
larva. Larva yang masih muda memiliki daya tahan tubuh lemah dan rentan
terhadap gangguan fisik dari luar yang dalam hal ini adalah proses injeksi.
Namun, dengan teknik penyuntikan yang tepat maka efek penyuntikan terhadap
kematian larva dapat dikurangi.
Gambar 7 Sintasan resipien ikan nila perlakuan umur 1, 3, 5, 7 hari
pascamenetas dan tanpa transplantasi (kontrol) pada 24 jam dan 2
bulan pascatransplantasi. Keterangan gambar : larva 1 hari pasca