IV. KEADAAN UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kawasan Kota Semarang Penelitian ini dilaksanakan di Kota Semarang, Propinsi Jawa Tengah yang secara geografis terletak pada 6 o 50’- 7 o 10’ LS dan 109 o 35’-110 o 50’ BT, dengan batas administrasi dan fisiografi: sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Demak; Sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal. Secara administratif, Kota Semarang dengan luas 373,70 Km 2 (37.370 ha) terbagi atas 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan. Adapun fokus penelitian adalah Kawasan pesisir Kota Semarang dengan garis pantai sepanjang ± 13.6 km dan lebar 4 mil laut, yang mempunyai luas kurang lebih 19.160,08 ha.( data satelit IKONOS perekaman 13 Juni, 2009) terdiri dari luas wilayah daratan pesisir seluas 9.111,28 ha (47,6 %) dan luas wilayah perairan seluas 10.048,8 ha. (52,4%) meliputi 4 kecamatan, yakni: Genuk, Semarang Utara, Semarang Barat dan Tugu. Adapun untuk pengamatan dampak pengelolaan waterfront di pesisir Semarang, cakupan penelitian diperluas ke wilayah Kecamatan sekitarnya (wilayah Kota Semarang). Kawasan penelitian Kota Semarang secara geografis merupakan kawasan strategis yang terletak di jalur ekonomi nasional pantai utara Jawa dan merupakan daerah lintasan utama Jakarta- Surabaya. Kawasan Kota Semarang berada di dataran rendah hingga perbukitan, sebagai bentukan akibat adanya beberapa gunung dan pegunungan. Secara topografi, kawasan bagian utara terletak pada ketinggian antara 0- 25 m merupakan dataran rendah, sedang bagian Selatan antara 0 – 359 m. Kawasan berupa kelerengan dan dataran rendah dengan karakteristik: 1. Pesisir Utara Kawasan ini merupakan kawasan pesisir pantai yang ditargetkan sebagai fokus kajian wilayah studi desain kebijakan pengelolaan kota tepian air berkelanjutan, yang sementara ini merupakan kawasan pantai yang dibudidayakan sebagai kawasan tambak, Pelabuhan Tanjung Mas, serta menjadi daerah hilir/muara beberapa sungai besar.
40
Embed
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH STUDI - repository.ipb.ac.id · Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi/abrasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
93
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH STUDI
4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kawasan Kota Semarang
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Semarang, Propinsi Jawa Tengah
yang secara geografis terletak pada 6o50’- 7o10’ LS dan 109o35’-110o50’ BT,
dengan batas administrasi dan fisiografi: sebelah Utara berbatasan dengan Laut
Jawa; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang; Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Demak; Sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal.
Secara administratif, Kota Semarang dengan luas 373,70 Km2 (37.370 ha) terbagi
atas 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan.
Adapun fokus penelitian adalah Kawasan pesisir Kota Semarang dengan
garis pantai sepanjang ± 13.6 km dan lebar 4 mil laut, yang mempunyai luas
kurang lebih 19.160,08 ha.( data satelit IKONOS perekaman 13 Juni, 2009)
terdiri dari luas wilayah daratan pesisir seluas 9.111,28 ha (47,6 %) dan luas
wilayah perairan seluas 10.048,8 ha. (52,4%) meliputi 4 kecamatan, yakni:
Genuk, Semarang Utara, Semarang Barat dan Tugu. Adapun untuk pengamatan
dampak pengelolaan waterfront di pesisir Semarang, cakupan penelitian
diperluas ke wilayah Kecamatan sekitarnya (wilayah Kota Semarang).
Kawasan penelitian Kota Semarang secara geografis merupakan kawasan
strategis yang terletak di jalur ekonomi nasional pantai utara Jawa dan
merupakan daerah lintasan utama Jakarta- Surabaya. Kawasan Kota Semarang
berada di dataran rendah hingga perbukitan, sebagai bentukan akibat adanya
beberapa gunung dan pegunungan.
Secara topografi, kawasan bagian utara terletak pada ketinggian antara 0-
25 m merupakan dataran rendah, sedang bagian Selatan antara 0 – 359 m.
Kawasan berupa kelerengan dan dataran rendah dengan karakteristik:
1. Pesisir Utara Kawasan ini merupakan kawasan pesisir pantai yang
ditargetkan sebagai fokus kajian wilayah studi desain kebijakan
pengelolaan kota tepian air berkelanjutan, yang sementara ini merupakan
kawasan pantai yang dibudidayakan sebagai kawasan tambak, Pelabuhan
Tanjung Mas, serta menjadi daerah hilir/muara beberapa sungai besar.
94
2. Bagian Selatan, merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi yang
sudah tidak aktif lagi. Daerah ini merupakan daerah yang cukup subur,
banyak mata air, hulu sungai, serta tambang mineral. Bagian Timur dan
Tenggara terdapat daerah rawan banjir .
Luas Wilayah Pesisir : 9.111,28 ha Sumber : Hasil pemetaan menggunakan data Satelit IKONOS-1m Perekaman 13 Juni 2009 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, 2010)
Gambar 4.1. Wilayah Pesisir Kota Semarang, 2009
95
Gambar 4.2. Wilayah Perairan Kota Semarang
4.2. Kondisi Biofisik
4.2.1. Karakteristik Tepian Pantai
Pesisir pantai utara Semarang memiliki karakteristik bergelombang
rendah dan berpasir lumpur sehingga memiliki potensi pakan bagi burung-
burung air dan burung pantai. Secara geomorfologis wilayah pesisir Kota
Semarang merupakan dataran pantai yang membentang sepanjang garis pantai
dengan lebar bervariasi antara 2 – 5 km. Dengan ketinggian kurang dari 10 m
dan kelerengan kurang dari 2%. Secara karakteristik pantainya dapat
dikelompokkan menjadi 4(empat tipe), yaitu :
a. Pantai dengan relief rendah tersusun oleh pasir pantai
b. Pantai berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium berupa paparan
lumpur ditumbuhi hutan bakau (mangrove)
96
c. Pantai berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium berupa paparan
lumpur tanpa mangrove.
d. Kawasan pantai yang telah mengalami pengaruh budaya manusia, yaitu
kawasan wisata, pelabuhan/niaga dan pemukiman.
4.2.2. Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Pesisir dan Lautan
Menurut Rais J (2004), Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan
laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang
surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin.
Berdasar Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Kota
Semarang, Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan,
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Jawa Tengah (2007), fenomena yang memberikan kekhasan karakteristik pada
kawasan pesisir Kota Semarang adalah:
Pasang Surut dan Muka Laut
Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir
periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari.
Gaya penggerak pasang surut di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh penetrasi
gelombang panjang pasut dari Samudra Pasifik yang melalui Selat Makasar,
membawa gelombang pasut bertipe diurnal dan juga dipengaruhi gelombang
pasut dari Samudra Hindia yang mempunyai kecenderungan bertipe pasut
semidiurnal. Pengaruh bentuk pantai dan topografi dasar dapat memodifikasi
pasang surut. Tipe pasang surut suatu perairan ditentukan oleh frekuensi air
pasang-surut dalam satu kali (24 jam). Jika perairan tersebut mengalami satu kali
pasang dan satu kali surut dalam sehari, maka perairan tersebut tergolong bertipe
pasut tunggal. Selanjutnya jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
sehari maka pasang surutnya tergolong ber tipe ganda. Selain dua tipe pasang
surut tersebut terdapat tipe pasang surut campuran.
Menurut Wirasatria (2006), tipe pasang surut di perairan Semarang
adalah campuran condong ke ganda dengan amplitudo bervariasi antara 1 m saat
pasang purnama dan 0,5 m pasang perbani. Perkembangan kedudukan muka laut
di perairan Semarang yang tercatat di Stasiun Pasut Semarang mengikuti pola
97
linier dengan persamaan: Y = 4,8967 X – 9645,9 (R2 = 0,9636) dan laju kenaikan
sebesar 5,43 cm/tahun. Kenaikan muka laut global mengakibatkan kenaikan
muka laut di perairan Semarang sebesar 2,65 mm/tahun, laju penurunan tanah
yang terjadi di Stasiun Pasut Semarang sebesar 5,165 cm/tahun. Harga periode
pasang surut bervariasi dari 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.
Pasang surut mempengaruhi sistem drainase melalui sungai dan saluran
yang langsung berhubungan dengan laut. Secara hidraulis aliran dalam sungai
dan saluran pada saat air pasang akan terjadi air balik, sehingga menghambat
aliran. Jika elevasi air pasang lebih tinggi dari tanggul dan/atau lahan di
sekitarnya maka akan terjadi limpas dan genangan banjir rob di lahan.
Dalam penyusunan Dokumen Master Plan Drainase Kota Semarang,
dipergunakan tinggi muka air laut rata-rata (Mean High Water Level = MHWL)
berdasarkan data yang diperoleh dari Perum Pelabuhan III Tanjung Emas
Semarang. Tabel Data Pasang Surut dapat dilihat di Lampiran 4 halaman 265.
Gelombang
Hasil pengukuran gelombang di perairan Semarang dengan posisi
geografis 110o21’55,0” BT 6o55’27,1” LS, yang dilakukan pada Juli dan Agustus
dapat diperkirakan, bahwa tinggi gelombang tertinggi mencapai 1,82 meter
dengan periode tertinggi 6,48 detik. Tinggi gelombang signifikan (Hs) dan
periode gelombang signifi kan (Ts) adalah 0,31 meter dan 3,88 detik (Sumber:
Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007). Tinggi gelombang signifikan dan
periode gelombang signifikan pada bulan Juli adalah 0,24 meter dan 2,42 detik.
Bulan Agustus tinggi gelombang signifikan (Hs) 0,27 meter dengan periode
gelombang signifikan 2,62 detik.
Tabel 4.1 Tinggi Gelombang signifikan (Hs) dan Periode Gelombang Signifikan
(Ts) Bulan Agustus dan Juli
No Bulan Hs (meter) Ts (detik) 1 Juli 0,24 2,42 2 Agustus 0,27 2,62
Sumber: Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007)
98
Kondisi dan Tingkat Abrasi dan Akresi Wilayah Pesisir Kota Semarang
Karena wilayah pesisir dipengaruhi sifat-sifat laut, maka wilayah pesisir
sering mengalami proses erosi/abrasi dan akresi. Berdasarkan peta topografi
tahun 1999 dan Data Citra Satelit ETM-7 Tahun 2003 terlihat adanya daerah
abrasi sebagaimana tercantum pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Luas Terabrasi Pantai Semarang
No. Lokasi Lebar Garis Pantai Terabrasi (m)
Luas areal (Ha)
1. Sungai Plumbon 1400 62 2. Pesisir Kel. Randugarut 650 32 3. Kaw. Marina dan Tj. Mas 900 19,5 4. Kaw. TPI Tambak Lorok 485 9,5 5. Kaw. Tambak Terminal Terboyo 765 31,5 Jumlah 4200 154,5
Sumber : Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Kota Semarang, Departemen Kelautan dan Perikanan, Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah, 2007.
Daerah pantai yang terlihat mengalami akresi adalah sebelah barat
marina, tepatnya sisi barat sungai Siangker, dengan luas pertambahan daratan
sekitar 3,8 Ha berupa endapan pasir. Mengingat endapan tersebut masih bersifat
lepas, maka masih mungkin mengalami abrasi kembali dan berpindah ke lain
tempat. Sedangkan di Marina saat ini sedang dilakukan reklamasi dengan
melakukan pengukuran menggunakan material dari luar daerah.
Terjadinya erosi dan abrasi pada pesisir pantai Kota Semarang
mengakibatkan pergeseran/perubahan garis pantai secara signifikan yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.1 Hasil pemetaan menggunakan data satelit
IKONOS-1m Perekaman 13 Juni 2009 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota
Semarang, 2010), seperti terlihat pada Gambar 4.2 Panjang Garis Pantai Kota
Semarang 2009, dan Gambar 4.3 Analisa Perubahan Garis Pantai menggunakan
metoda Color Wheel.
99
Gambar 4.3. Pemetaan Garis Pantai Kota Semarang, 2009
100
Gambar 4.4. Panjang Garis Pantai Kota Semarang
Gambar 4.5 Analisa Perubahan Pantai menggunakan Metode Color Wheel
101
Arus di Pantai
Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai
(nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi/abrasi di
pantai. Pola arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang
dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang (Karakteristik
Perairan Laut dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Perikanan di Kota Semarang
Sebagai Hasil Inventarisasi Data), karakteristik non-biofisik kelautan di
sepanjang pantai Kota Semarang memperlihatkan bahwa pasang surut yang
terjadi di Kota Semarang tepian pantai berpola campuran condong ke harian
tunggal. Amplitudo pasang surut di perairan Semarang relatif kecil dan berkisar
antara 5-22 cm. Sedangkan arah dan kecepatan arus perairan dipengaruhi oleh
pola arus di Laut Jawa yang sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh musim. Pada
musim barat yang berlangsung dari bulan Desember-Februari, arus bergerak
lebih cepat dari arah Barat menuju ke Timur dengan kecepatan arus berkisar
antara 38-50 detik. Pada musim Timur yang ( bulan Juni-Agustus), kecepatan
arus lebih lambat berkisar antara 12-25 cm/detik. Kota Semarang mempunyai
beberapa sungai besar yang bermuara ke wilayah garis pantai sehingga faktor
sungai sangat berpengaruh terhadap pola arus yang terbentuk.
Suhu dan Salinitas
Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam
sirkulasi untuk mempelajari asal-usul massa air. Kedua parameter ini serta
tekanan menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas akan menghasilkan
perbedaan tekanan yang memicu aliran massa air dari tempat yang bertekanan
tinggi ke tempat bertekanan rendah.
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari; posisi matahari;
letak geografis; musim; kondisi awan; serta proses interaksi antara air dan udara,
seperti alih panas (heat), penguapan, dan hembusan angin. Suhu sangat
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan. Pada umumnya laju pertumbuhan ikan akan
meningkat dengan kenaikan temperatur sampai batas tertentu. Secara tidak
102
langsung pengaruh suhu mempengaruhi/mengurangi kelarutan oksigen dan gas-
gas lain dalam air.
Derajat Keasaman (pH)
Merupakan kondisi asam dan basa suatu perairan yang dapat digunakan
sebagai indeks kualitas lingkungan. Air yang netral atau sedikit basa umumnya
sangat ideal untuk biota laut, karena membantu konversi zat-zar organik menjadi
substansi yang dapat diasimilasi seperti ammonia dan nitrat.
Dari hasil pengukuran derajad keasaman (pH) dari 6(enam) lokasi pesisir
Semarang diperoleh nilai rata-rata 8.64. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 51 tahun 2004 tentang pedoman baku mutu air laut untuk biota laut
yang diinginkan berkisar antara 7-8.5, sehingga pesisir Semarang dianggap
kurang mendukung untuk usaha budidaya laut.
Siklus Hidrologi
Analisis aliran air atau kajian hidrologi Kota Semarangterdiri dari
hidrologi permukaan dan hidrologi bawah tanah. Hidrologi permukaan Kota
Semarang terbentuk oleh alur sungai dan saluran drainase yang ada.
Permasalahan dalam sungai/saluran di Kota Semarang adalah debit saluran dan
sungai yang tidak sebanding dengan volume air. Banyaknya daerah terbangun
mempengaruhi keadaan tersebut, terutama aliran air sehingga debit air pada
sungai-sungai tersebut juga semakin besar. Adanya sungai yang mengalami
penyempitan dan sedimentasi merupakan faktor penyebab terjadinya banjir
ataupun genangan (rob), khususnya wilayah pesisir Semarang.
Menurut Marfai MA. 2003. Dalam GIS Modelling of River and Tidal
Flood Hazards in a Waterfront City. Case study: Semarang City. Central Java.
Indonesia: Semarang merupakan water front city dimana banjir sungai dan rob
merupakan fenomena yang sering terjadi. Data dan informasi tentang distribusi
spasial, besaran dan kedalaman banjir serta pengaruh banjir terhadap penggunaan
lahan telah ditelaah dalam produk modeling diatas. Berbagai potensi bencana
yang terdapat di Kota Semarang adalah banjir sungai, banjir rob, tanah longsor
dan land subsidence. Banjir sungai disebabkan intensitas hujan yang tinggi
dibarengi dengan sistem drainase yang kurang memadai. Banjir rob terjadi
disebabkan air pasang yang melampaui daerah pantai. Sebagian daerah
103
perbukitan Kota Semarang merupakan daerah yang rawan longsor. Yang
meliputi dua tipe longsor, yaitu kerawanan terhadap proses longsoran dan daerah
patahan aktif. Sementara itu, land subsidence merupakan masalah bahaya alam
yang semakin besar di Kota Semarang. Perkembangan land subsidence sangat
bervariasi dengan rata-rata 11.5 cm/th dan bahkan lebih sampai dengan 0,2 m/th.
Banjir
Banjir terutama terjadi pada musim hujan, akibat debit besar melam paui
kapasitas penampang aliran yang telah mengalami degradasi kapasitas. Hal ini
diakibatkan oleh hasil erosi dari hulu DAS atau Sub DAS-nya. Disamping
sedimentasi, penurunan fungsi & kapasitas sungai dan drainase perkotaan juga
disebabkan adanya bangunan-bangunan ilegal di bantaran atau bahkan badan
sungai atau saluran, yang mengurangi fungsi kapasitas luberan (High Water
Channel) dari palung sungai (Low Water Channel) diatas debit normal,
meningkatnya unit hydrograph debit banjir, dan semakin cepatnya waktu
konsentrasi debit akibat menurunnya fungsi resapan daerah tangkapan air (DAS)
nya pada waktu musim hujan. Sebaliknya juga, menurunnya baseflow debit
andalan menyebabkan kekeringan dimusim kemarau. Hal ini mengakibatkan
defisit Neraca Air yang berefek pada menyusutnya debit andalan. Dengan
termasuk sedimen akan terjadi penurunan kwalitas air.
Rob
Adalah suatu genangan yang disebabkan oleh : 1) Pasang surut
merupakan fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di
langit, terutama matahari dan bulan terhadap masa air laut di bumi. Pasang surut
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap drainase, melalui sungai dan
saluran yang berhubungan dengan laut. Secara hidraulis aliran dalam sungai dan
saluran pada saat air pasang akan terjadi air balik, sehingga menghambat aliran.
Jika elevasi air pasang lebih tinggi dari tanggul dan atau lahan di sekitarnya
maka akan terjadi limpas dan genangan banjir rob di lahan.
2) Penurunan permukaan tanah yang disebabkan pemadatan/konsolidasi di area
pesisir, yang umumnya terdiri atas lapisan allufial yang masih bersifat
compressive ditambah lagi dengan akibat pengambilan air tanah berlebihan yang
104
tidak diimbangi dengan kemampuan pengisian air tanah, serta naiknya muka air
laut sebagai dampak pencairan es di North Pole dan South Pole akibat
pemanasan global.
Banjir, Rob dan penanggulangannya memang tidak dibahas secara khusus
karena diluar fokus pembahasan “water front city” dengan paradigma baru:
banjir dan rob tidak di tanggulangi dan diatasi, tetapi dengan penyesuaian dan
memelihara harmoni dengan air .
4.2.3. Ekosistem Sungai dan Estuaria
Pemanfaatan Daerah Sungai dan Estuaria
Kondisi lapangan menunjukkan banyaknya sampah di Muara Sungai
Banjir Kanal Barat, yang diduga oleh adanya DAS yang melintasi wilayah
pemukiman padat, hal ini merupakan penyumbang limbah terbesar.
Air tanah
Sistem akuifer air tanah yang dijumpai di wilayah pantai Kota Semarang
berupa air tanah bebas dan air tanah tertekan. Akuifer bebas berupa sumur-sumur
dangkal dengan kedalaman air tanah berkisar 0,2 m – 4 m dari muka tanah
setempat dan beberapa dijumpai sebagai airtanah dalam. Kondisi sumur-sumur
dangkal di daerah dataran rendah ini sebagian berair tawar dan sebagian lagi
payau karena dekat pantai maupun rawa.
Air Permukaan
Air permukaan pada umumnya berupa sungai dan badan-badan air yang
menggenang seperti rawa, bendungan, dan tambak. Pada wilayah pantai Kota
Semarang mengalir beberapa sungai yang tergolong besar adalah Kali Banjir
Kanal Timur, Banjir Kanal Barat, Kali Semarang, Kali Beringin dan Kali Babon.
Disamping itu masih banyak lagi sungai-sungai kecil yang mengalir didaerah
pantai, seperti Kali Tapak, Kali Tugurejo, Kali Jumbleng, Kali Buntu, Kali
Silandak, Kali Siangker, Kali Tawangsari, Kali Asin, Kali Banger, Kali
Tenggang, dan Kali Sringin. Sungai-sungai tersebut hingga kini masih berfungsi
ganda, baik sebagai saluran drainase maupun saluran pembuangan limbah.
105
4.2.4. Biota Perairan
Biota Perairan berupa nekton atau ikan. Nekton adalah organisme
makroskopik yang berenang secara aktif dalam air. Nekton yang mempunyai
nilai ekonomis adalah yang digolongkan dalam ikan pelagis seperti Selar,
Tembang, Kembung, Teri. Nekton yang tergolong ikan demersal adalah Petek,
Manyung, Pari, Bawal serta Tigawaja. Nekton tersebut terkait erat dengan
kondisi muara, pantai atau pesisir yang ditumbuhi mangrove, maupun perairan
teluk sebagai penyedia, pelindung, tempat berpijah maupun pembesaran. Nilai
Jenis nekton yang tergolong ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
di perairan Kota Semarang antara lain ikan ekor kuning. Ikan-ikan tersebut
cenderung bersifat residensial, menggunakan terumbu karang sebagai tempat
penyedia makanan, pelindung, tempat berpijah maupun pembesaran. Strategi
konservasi kawasan dan eksploitase yang terjadwal akan memberikan hasil
eksploitasi yang optimal berkelanjutan.
a. Indeks Keanekaragaman
Menurut Laporan Akhir Departemen Kelautan Dan Perikanan Satker
Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007), hasil analisis
indeks keanekaragaman di perairan Kota Semarang menunjukkan nilai berkisar
antara 0,53 – 1,85. Sebagian besar stasiun pengambilan sampel memiliki nilai
indeks keaneka ragaman berada antara < 1 yang menandakan kondisi komunitas
berada pada pencemaran sedang sampai pencemaran cukup tinggi. Pada kondisi
ini, ekosistem sangat rawan terhadap perubahan lingkungan, seperti penambahan
bahan pencemar (polutan) ke perairan. Nilai indeks keanekaragaman rendah
dijumpai di Air Laut Bagan Tancap perbatasan Kaliwungu, yaitu sebesar 0,53.
4.2.5. Ekosistem Alami
Ekosistem alami bernilai tinggi adalah: hutan mangrove, padang lamun
dan terumbu karang.
a. Mangrove
Luas sebaran mangrove di pantai Kota Semarang sebesar 15 Ha,
sedangkan potensi idealnya adalah seluas 325 Ha.(Semarang dalam angka, 2007)
106
Dengan demikian masih terdapat kekurangan lahan mangrove seluas 310 Ha
yang perlu dilakukan penanaman kembali.
Tabel 4.3 Kondisi fisik mangrove di Kota Semarang
Parameter Unit % Panjang pantai 25 km - Luas mangrove 15 ha - Mangrove kondisi baik 4 ha 26,67 Mangrove kondisi kritis 11 ha 72,33 Luas mangrove ideal *) 325 ha -
*) Data hasil perhitungan perkalian antara panjang pantai (25 km)x 130 m
Tabel 4.4 Potensi mangrove di wilayah pantai Semarang Desa/Kelurahan Luasan Mangrove Pantai
(m) Jenis Mangrove Kondisi
Mangrove Kemungkinan Penghijauan
Ketebalan Panjang Terboyowetan 6 750 Rhizophora sp.
Keterangan: * = rusak/sedikit ; ** = cukup ; *** = baik ; **** = baik sekali • Mangrove membentuk 279 kelompok-kelompok kecil • Luas minimum yang berhasil dipetakan adalah 0.015 ha • Rerata luas kelompok 0.3 ha • Luas kelompok maksimum 8.58 ha
Sumber: Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007)
b. Padang Lamun
Sangat disayangkan bahwa sangat sedikit lamun yang tumbuh di pesisir
Semarang sehingga dalam penelitian ini bisa di abaikan.
c. Terumbu Karang
Perlu disayangkan bahwa terumbu karang di pesisir Semarang telah rusak
sama sekali sehingga pada penelitian ini dapat di abaikan. Dalam rangka
peningkatan kualitas ekosistem laut dan produktifitas perikanan di perairan Kota
Semarang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Semarang Propinsi Jawa
107
Tengah memperkenalkan teknik terumbu karang buatan dan transplantasi karang
kepada masyarakat khususnya para nelayan.
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi
4.3.1 Indikator Sosial dan Kependudukan
a. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Total penduduk perkotaan Kawasan Perkotaan Semarang mencapai
1,453,549 jiwa ( Semarang Dalam Angka, 2007). Pada daerah-daerah yang
berbatasan dengan Kota Semarang dan dilewati oleh jalur Pantura,
perkembangan yang disebabkan oleh faktor migrasi cukup signifikan jumlahnya.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Kota Semarang sebagai magnet
perkembangan dan adanya jalan Pantura sangat mempengaruhi keputusan orang
untuk datang dan berdomisili di daerah tersebut. Kota Semarang dan Pantura
sebgai koridor nasional masih menjadi tujuan dari wilayah-wilayah sekitarnya.
b. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Distribusi dan kepadatan penduduk di Kawasan Kota Semarang ditinjau
perkecamatan pada tahun 2007 dapat dilihat pada data di lampiran 13 halaman
312 . Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah 373,70 km2
Kepadatan penduduk terbesar di Kota Semarang terdapat pada
Kecamatan Semarang Selatan yaitu 14.460 jiwa/km2. Kepadatan penduduk
tinggi cenderung terdapat di Kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah pusat
kota atau Central Bisnis Distrik (CBD), yaitu Kecamatan Semarang Timur,
Semarang Tengah, Gayamsari, Candisari dan Semarang Utara dengan kepadatan
mencapai lebih dari 10.000 jiwa/km2. Untuk kecamatan-kecamatan yang terletak
di wilayah pinggiran Kota Semarang cenderung memiliki kepadatan yang lebih
rendah, antara 700 sampai 7.000 jiwa/km2 ( Lampiran 6, halaman 267).
4.3.2. Perekonomian Wilayah
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi di samping dapat berdampak pada peningkatan
pendapatan, juga akan berpengaruh pada pendapatan daerah.
108
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Kota Semarang per tahun dapat
dilihat dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rata-rata pertumbuhan Ekonomi per tahun 2005 – 2009
No Tahun Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Pertahun (%) 1 2005 5,14 2 2006 5,71 3 2007 5,98 4 2008 5,59 5 2009 *
Sumber: Semarang dalam angka 2008
*belum diperoleh data
b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Peningkatan laju pertumbuhan PDRB selama lima tahun mengalami
peningkatan rata-rata 4,40% per tahun. Adapun pertumbuhan sektor
ekonomi Kota Semarang Tahun 2004 – 2008 menurut Lapangan Usaha
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Pertumbuhan Sektor Ekonomi di Kota Semarang menurut
Lapangan Usaha atas dasar harga konstan 2000. No Sektor 2004 2005 2006 2007 2008