Top Banner
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum Kompetensi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dan Pengadilan Agama dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah 1. Dasar Hukum Kompetensi Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dalam Menangani Sengketa Ekonomi Syariah Basyarnas merupakan lembaga penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang bertujuan untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang berhubungan dengan muamalat misalnya hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain antara lembaga-lembaga keuangan syariah dan masyarakat yang berhubungan dengan lembaga tersebut. Penyelesaian sengketa ini senantiasa merujuk kepada aturan syariat Islam. Basyarnas berdiri secara otonom dan independen sebagai salah satu instrumen hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun pihak lain yang memerlukannya. Bahkan dari kalangan non muslim dapat memanfaatkan Basyarnas selama yang bersangkutan mempercayai kredibilitasnya dalam menyelesaikan sengketa. Dasar hukum kompetensi Basyarnas dalam menangani sengketa ekonomi syariah adalah sebagai berikut:
31

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

Mar 13, 2019

Download

Documents

trandan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Kompetensi Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas) dan Pengadilan Agama dalam Penyelesaian Sengketa

Ekonomi Syariah

1. Dasar Hukum Kompetensi Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas) dalam Menangani Sengketa Ekonomi Syariah

Basyarnas merupakan lembaga penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang

bertujuan untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang berhubungan dengan

muamalat misalnya hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain

antara lembaga-lembaga keuangan syariah dan masyarakat yang berhubungan

dengan lembaga tersebut. Penyelesaian sengketa ini senantiasa merujuk kepada

aturan syariat Islam. Basyarnas berdiri secara otonom dan independen sebagai

salah satu instrumen hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik

yang datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun pihak

lain yang memerlukannya. Bahkan dari kalangan non muslim dapat

memanfaatkan Basyarnas selama yang bersangkutan mempercayai kredibilitasnya

dalam menyelesaikan sengketa.

Dasar hukum kompetensi Basyarnas dalam menangani sengketa ekonomi syariah

adalah sebagai berikut:

Page 2: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

41

a. Undang-Undang No 14 Tahun 1970 Jo Undang-Undang No 35 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasan Kehakiman

UU No 14 Tahun 1970 membuka kesempatan bagi lembaga arbitrase sebagai

lembaga alternatif untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di tengah

masyarakat. Di dalam penjelasan Pasal 3 Ayat (1) UU No 14 Tahun 1970

menyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian

atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, tetapi putusan arbitrase hanya

mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk

dieksekusi (executoir) dari pengadilan. Selanjutnya dalam Pasal 58 UU No 48

Tahun 2009 menyatakan bahwa upaya penyelesaian sengketa perdata dapat

dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian

sengketa. Hal ini semakin mempertegas eksistensi lembaga arbitrase dalam

menangani sengketa. Selain itu perangkat hukum yang mendasari lembaga

arbitrase telah secara tegas mengatur bahwa sengketa perdata dapat diselesaikan

diluar pengadilan yaitu melalui arbitrase dengan catatan bahwa masing-masing

pihak sepakat untuk membawa penyelesaian sengketanya melalui lembaga

arbitrase yaitu Basyarnas.

b. Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

Pembaharuan hukum di bidang arbitrase adalah ketika lahir UU No 30 Tahun

1999. Pasal 3 UU No 30 Tahun 1999 menyatakan Pengadilan Negeri tidak

berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam

perjanjian arbitrase. Hal ini berarti bahwa ketika para pihak yang bersengketa

Page 3: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

42

telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan ke

dalam perjanjian yang dibuat sebelum terjadinya sengketa (pactum de

compromitendo) maka pengadilan tidak berwenang menangani sengketa tersebut.

Bahkan menurut Pasal 11 UU No 30 Tahun 1999, adanya suatu perjanjian

arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian

sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan

Negeri dan Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di

dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase,

kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam UU No 30 Tahun 1999. UU

No 30 Tahun 1999 tidak menyebutkan syarat tentang kontrak arbitrase yang

berbentuk pactum de compromitendo kecuali yang dinyatakan dalam Pasal 7 UU

No 30 Tahun 1999 yaitu para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi

atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase.

Perjanjian arbitrase juga dapat dibuat sesudah terjadinya sengketa (akta

kompromis), dalam hal ini UU No 30 Tahun 1999 memberikan syarat-syarat yang

lebih keras karena jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut

batal. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 9 UU No 30 Tahun 1999 yaitu sebagai

berikut:

(1) Harus dibuat dalam bentuk tertulis;

(2) Perjanjian tertulis tersebut harus ditandatangani oleh para pihak;

(3) Jika para pihak tidak menandatangani, harus dibuat dalam bentuk akta notaris;

(4) Muatan wajib dari akta kompromis tersebut adalah masalah yang

dipersengketakan, nama lengkap dan tempat tinggal pihak yang bersengketa,

nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbiter, tempat arbiter

Page 4: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

43

atau majelis arbiter yang akan mengambil putusan, nama lengkap sekretaris,

jangka waktu penyelesaian sengketa, pernyataan kesediaan dari arbiter dan

pernyataan kesediaan para pihak untk menangung biaya arbitrase.

c. Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Berkembangnya bisnis perbankan syariah membawa impikasi lahirnya UU No 21

Tahun 2008 yang menjadi dasar bagi pelaku bisnis perbankan syariah dalam

melakukan transaksinya. UU No 21 tahun 2008 memberikan kompetensi kepada

Basyarnas dalam menangani sengketa yang timbul. Hal ini dinyatakan dalam

Pasal 55 Ayat (2) UU No 21 tahun 2008 yang menyebutkan bahwa dalam hal para

pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. Dalam

Penjelasan Pasal 55 Ayat (2) UU No 21 Tahun 2008 menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah

upaya sebagai berikut:

(1) Musyawarah;

(2) Mediasi perbankan;

(3) Melalui Basyarnas atau lembaga arbritrase lain;

(4) Melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Ketentuan Pasal 55 Ayat (2) beserta penjelasannya tersebut menunjukkan adanya

kompetensi Basyarnas dalam menangani sengketa jika pihak-pihak sepakat secara

tertulis yang dituangkan dalam akad bahwa sengketa yang timbul diselesaikan

melalui Basyarnas atau lembaga arbitrase. Dan lebih tepat rasanya jika sengketa

bisnis syariah diselesaikan dengan cara yang syariah pula.

Page 5: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

44

d. Peraturan Prosedur Basyarnas

Peraturan Prosedur Basyarnas merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur

tentang cara penyelesaian sengketa bisnis melalui Basyarnas (Amnawaty, 2009:

17). Peraturan Prosedur Basyarnas Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa yurisdiksi

(kewenangan) Basyarnas meliputi:

(1) Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah (perdata) yang

timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain yang

menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh

pihak yang bersengketa, dan para pihak sepakat secara tertulis untuk

menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyarnas sesuai dengan prosedur

Basyarnas;

(2) Memberikan pendapat yang mengikat tanpa adanya suatu sengketa mengenai

persoalan berkenaan dengan perjanjian atas permintaan para pihak.

Pemberian pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase juga diatur dalam Pasal

52 UU No 30 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa para pihak dalam suatu

perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase

atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Jadi tanpa adanya suatu

sengketa pun lembaga arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh

para pihak dalam suatu perjanjian, untuk memberikan suatu pendapat yang

mengikat (binding opinion) mengenai suatu persoalan berkenaan dengan

perjanjian tersebut. Misalnya mengenai penafsiran ketentuan yang kurang jelas

dalam suatu perjanjian, penambahan atau perubahan pada ketentuan yang

berhubungan dengan timbulnya keadaan baru dan lain-lain. Dengan diberikannya

Page 6: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

45

pendapat oleh lembaga arbitrase tersebut para pihak terikat padanya dan salah satu

pihak yang bertindak bertentangan dengan pendapat itu akan dianggap melanggar

perjanjian (Munir Fuady, 2003: 97).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Basyarnas berkompetensi

menangani sengketa ekonomi syariah berdasarkan UU No 14 Tahun 1970 Jo UU

No 35 Tahun 1999 Jo UU No 4 Tahun 2004 Jo UU No 48 Tahun 2009, UU No 30

Tahun 1999, UU No 21 Tahun 2008 dan Peraturan Prosedur Basyarnas sebagai

aturan tekhnis dalam menangani sengketa. Peraturan perundang-undangan

tersebut semakin mempertegas kompetensi lembaga arbitrase dalam tatanan

hukum Indonesia. Dan hal ini memperlihatkan perkembangan kegiatan ekonomi

syariah sinergis dengan perkembangan hukum di Indonesia. Dan Basyarnas

sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengket menjadi pilihan hukum bagi para

pihak yang bersengketa selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

Tentunya pilihan yang diambil mempunyai konsekuensi yang berbeda dalam

proses penyeesaiannya.

Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan

lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain (Penjelasan umum alinia ke-4

UU No 30 Tahun 1999 :

a. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak ;

b. Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif ;

Page 7: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

46

c. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai

pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah

yang disengketakan, jujur dan adil;

d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya

serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase;

e. Putusan arbiter merupakan putusan yang final dan mengikat para pihak dan

dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat

dilaksanakan.

Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas tidak semuanya benar, sebab di

sengketa-sengketa atau negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat

dari pada proses arbitrase. Satu-satunya kelebihan arbitrase terhadap pengadilan

adalah sifat kerahasiannya karena keputusannya tidak dipublikasikan.

2. Dasar Hukum Kompetensi Pengadilan Agama dalam Menangani

Sengketa Ekonomi Syariah

Peradilan Agama adalah peradilan Islam di Indonesia, sebab dari jenis perkara

yang menjadi kewenangannya, seluruhnya adalah jenis perkara yang didasarkan

kepada agama Islam. Selain itu Peradilan Agama juga dikhususkan bagi mereka

yang beragama Islam dan atau mereka yang menyatakan diri tunduk kepada

hukum Islam. Sebagai salah satu pranata dalam memenuhi hajat hidup anggota

masyarakat untuk menegakkan hukum dan keadilan, Pengadilan Agama

mengemban tugas khusus pada bidang-bidang keperdataan Islam. Dimana ia

berfungsi untuk menerima, memeriksa dan memutus ketetapan hukum antara

pihak-pihak yang bersengketa dengan putusan yang dapat menghilangkan

Page 8: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

47

permusuhan berdasarkan bukti dan keterangan, dengan tetap mempertimbangkan

dasar-dasar hukum yang ada (Yusna Zaida, 2007: 9).

Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lembaga peradilan yang ada di

Indonesia. Semenjak diundangkannya UU No 3 Tahun 2006, mempunyai

wewenang baru sebagai bagian dari yurisdiksi absolutnya, yaitu kewenangan

untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa

dibidang ekonomi syariah.

Dasar hukum kompetensi Pengadilan Agama dalam menangani sengketa ekonomi

syariah adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang No 14 Tahun 1970 Jo Undang-Undang No 35 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 25 Ayat (1) UU No 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa Badan peradilan

yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam

lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan

tata usaha negara. Pasal 25 Ayat (3) UU No 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa

Peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa,

mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang

beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini

semakin mempertegas kompetensi Pengadilan Agama dalam menangani sengketa

ekonomi syariah. Selain itu hal ini juga mensejajarkan Pengadilan Agama dengan

lingkup pengadilan lain sehingga sudah sepatutnya Pengadilan Agama diberikan

Page 9: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

48

kepercayaan untuk menangani suatu sengketa yang timbul dari berbagai bisnis

syariah.

b. Undang-Undang No 7 Tahun 1989 Jo Undang-Undang No 3 Tahun 2006

Jo Undang-Undang No 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama

Lahirnya UU No 3 Tahun 2006 membawa perubahan yang fundamental dalam

tugas dan kewenangan Pengadilan Agama yaitu terkait ekonomi syariah. Pasal 49

UU No 3 Tahun 2006 menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama

antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat,

hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.

Kompetensi absolut peradilan agama mengenai sengketa ekonomi syariah

sebagaimana tercantum dalam UU No 3 Tahun 2006 menunjukkan bahwa jika

perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah

terdapat sengketa, maka penyelesaian sengketa secara litigasi adalah menjadi

kompetensi peradilan agama. Dengan demikian, Peradilan Agama diberi

wewenang penuh untuk menyelesaikan sengketa-sengketa ekonomi syariah.

Untuk itu dituntut kesiapan lembaga tersebut dalam banyak hal, termasuk di

dalamnya kesiapan hukum substantif yang tidak terlepas dari hukum Islam

sebagai pijakan. Di samping menyiapkan sumber daya manusia dalam hal ini para

hakim dan aparatur lainnya (Yusna Zaida, 2007:4).

Meskipun UU No 3 Tahun 2006 telah diubah dengan UU No 50 Tahun 2009,

namun pada Pasal 49 huruf i terkait kewenangan mengadili sengketa ekonomi

syariah tidak berubah.

Page 10: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

49

c. Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Diterbitkannya UU No 21 Tahun 2008, memberi kewenangan absolut peradilan

agama dalam memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang

berkaitan dengan ekonomi syariah, khususnya sengketa Perbankan Syariah makin

kuat, karena dalam Pasal 55 Ayat (1) UU No 21 Tahun 2008 dinyatakan bahwa

penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam

lingkup Pengadilan Agama. Sehingga apabila terjadi sengketa dalam Perbankan

Syariah, maka yang berwenang mengadili adalah pengadilan dalam lingkup

Peradilan Agama.

Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No 21 tahun 2008 menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah

upaya sebagai berikut:

(1) Musyawarah;

(2) Mediasi perbankan;

(3) Melalui Basyarnas atau lembaga arbritase lain;

(4) Melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Hal ini berarti UU No 21 Tahun 2008 juga memberikan kompetensi kepada

pengadilan dalam lingkungan peradilan umum untuk menyelesaikan sengketa

Perbankan Syariah. Sehingga menunjukkan adanya reduksi kompetensi absolut

Peradilan Agama di bidang Perbankan Syariah. Adanya kompetensi peradilan

dalam lingkungan Peradilan Agama dan Peradilan Umum dalam sengketa

Perbankan Syariah selain menunjukkan adanya reduksi juga mengarah pada

dualisme kompetensi mengadili oleh dua lembaga litigasi, sekalipun kompetensi

Page 11: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

50

yang diberikan kepada peradilan umum adalah terkait isi suatu akad, khususnya

mengenai choice of forum atau choice of yurisdiction. Untuk itu Dadan Muttaqien,

dosen Universitas Islam Indonesia meminta Mahkamah Konstitusi agar

menyelesaikan persoalan yang membingungkan para praktisi Perbankan Syariah

itu. Dadan mengajukan permohonan judicial review UU No 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah. Ketentuan yang diuji adalah penjelasan Pasal 55 Ayat

(2) huruf d UU No 21 Tahun 2008 (Achmad Cholil, Penyelesaian Sengketa

Perbankan Syariah, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21872/ dualisme

-penyelesaian-sengketa-perbankan-syariah diakses tanggal 25 Maret 2010 Pukul

19:00 WIB)

Dua bulan setelah pengajuan judicial review oleh Dadan Muttaqien terkait

penjelasan Pasal 55 Ayat (2) huruf d UU No 21 Tahun 2008. Ia mengajukan

penarikan kembali permohonan judicial review, dan Mahkamah Konstitusi

mengabulkan permohonan tersebut dengan Surat Ketetapan Nomor 9/PUU-

VIII/2010 yang isinya adalah mengabulkan penarikan kembali permohonan

pemohon, menyatakan bahwa perkara pengajuan judicial review terhadap UU No

21 Tahun 2008 ditarik kembali dan tidak dapat diajukan kembali.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukan bahwa Pengadilan Agama

berwenang menangani sengketa ekonomi syariah berdasarkan UU No 14 Tahun

1970 Jo UU No 35 Tahun 1999 Jo UU No 4 Tahun 2004 Jo UU No 48 Tahun

2009, UU No 7 Tahun 1989 Jo UU No 3 Tahun 2006 Jo UU No 50 Tahun 2009

dan UU No 21 Tahun 2008 hal ini menjadi wacana baru di Pengadilan Agama

karena sebelumnya hanya menangani sengketa terkait perkawinan, waris dan

Page 12: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

51

shadaqoh. Sehingga perangkat hukum di Pengadilan Agama perlu belajar lagi

mengenai hukum ekonomi syariah sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan

eksistensinya menangani sengketa tesebut.

B. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada

Basyarnas dan Pengadilan Agama

1. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada

Basyarnas

Syarat dan prosedur berperkara di Basyarnas telah diatur dengan sistematis sejak

masih didirikan BAMUI. Secara garis besar aturan tersebut dituangkan dalam

peraturan prosedur Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang

diberlakukan sejak 21 Oktober 1993. Beberapa tambahan yang terjadi setelah itu

yaitu melalui peraturan prosedur Basyarnas hanya bersifat tekhnis untuk

menyempurnakan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya, sepanjang aturan

tersebut tidak bertentangan dengan UU No 30 tahun 1999. Setiap lembaga apa

pun dalam menjalankan operasionalnya selalu disertai dengan kewenangan dan

peraturan prosedur demikian juga Basyarnas sebagai lembaga arbitrase

mempunyai kewenangan dan peraturan prosedur yang telah ditetapkan oleh

lembaga itu sendiri sebagai hukum acaranya (Munir Fuady, 2003: 62).

Syarat penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Basyarnas adalah sebagai

berikut:

a. Perjanjian arbitrase secara tertulis

Pasal 1 Ayat (3) UU No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa perjanjian arbitrase

adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu

Page 13: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

52

perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu

perjanjian tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Hal ini juga

ada dalam Pasal 1 Peraturan Prosedur Basyarnas yang menyatakan bahwa para

pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada

Basyarnas sesuai dengan peraturan prosedur. Dan Pasal 2 Peraturan Prosedur

Basyarnas yang menyatakan kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian

sengketa kepada Basyarnas dengan mencantumkan klausula arbitrase dalam

perjanjian para pihak atau dalam perjanjian tersendiri yang dibuat dan disetujui

oleh para pihak setelah sengketa timbul. Dengan demikian pihak yang bersengketa

sepakat akan menyelesaikan persengketaan mereka dengan islah (perdamaian)

tanpa ada suatu persengketaan berkenaan dengan perjanjian atas pemintaan para

pihak tersebut, dan harus dibuat secara tertulis.

b. Sengketa Bidang Perdagangan dan Hak yang Dikuasai Sepenuhnya oleh Pihak

yang Bersengketa

Pasal 5 Ayat (1) UU No 30 Tahun 1999 menerangkan bahwa sengketa yang dapat

diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan (dalam

penjelasan Pasal 66 huruf b UU No 30 Tahun 1999 yang dimaksud dalam ruang

lingkup perdagangan antara lain meliputi perniagaan, perbankan, keuangan,

penanaman modal, industri, hak kekayaan intelektual) dan mengenai hak yang

menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh

pihak yang bersengketa.

Pasal 1 huruf a Peraturan prosedur Basyarnas juga menyatakan bahwa yurisdiksi

Basyarnas meliputi penyelesaian sengketa dibidang perdagangan, keuangan, jasa

dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai

Page 14: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

53

sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Basyarnas tidak menerima sengketa

mengenai hibah, wasiat, nafkah, perkawinan, status seseorang. Jenis-jenis

sengketa tersebut dilarang karena menyangkut kepentingan umum dan bersifat

privat. Badan peradilan yang menyelesaikanya pun sudah khusus yaitu yang

beragama Islam diselesaiakan pada Peradilan Agama (Amnawaty, 2009: 17).

Prosedur administratif penyelesaian sengketa pada Basyarnas tercantum dalam

Pasal 3 sampai dengan Pasal 26 Peraturan Prosedur Basyarnas, yaitu sebagai

berikut:

a. Pengajuan Permohonan

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Prosedur Basyarnas, Proses arbitrase dimulai

dengan didaftarkannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase di

Sekretariat Basyarnas. Dalam Pasal 4 Peraturan Prosedur Basyarnas, surat

permohonannya tersebut harus memuat sekurang-kurangnya nama lengkap,

pekerjaan dan tempat tinggal atau tempat kedudukan kedua belah pihak,

penunjukan klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku, perjanjian atau

masalah yang menjadi sengketa, tuntutan dan dasar tuntutan, uraian singkat

tentang salinan naskah perjanjian yang memuat klausula arbitrasenya dan suatu

surat kuasa khusus jika diajukan oleh kuasa hukum hal ini tercantum;

b. Pemeriksaan Berkas oleh Basyarnas

Pasal 5 Peraturan Prosedur Basyarnas, surat permohonan itu akan diperiksa oleh

Basyarnas, untuk menentukan apakah Basyarnas berwenang memeriksa dan

memutuskan sengketa arbitrase yang dimohonkan tadi. Dalam hal perjanjian atau

klausula arbitrase dianggap tidak cukup kuat dijadikan dasar kewenangan

Page 15: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

54

Basyarnas untuk memeriksa sengketa yang diajukan, maka Basyarnas akan

menyatakan permohonan itu tidak dapat diterima yang dituangkan dalam sebuah

penetapan yang dikeluarkan oleh Basyarnas sebelum pemeriksaan dimulai atau

dapat pula dilakukan oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis yang ditunjuk dalam

hal pemeriksaan telah dimulai dan disampaikan kepada para pihak selambat-

lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran permohonan.

Dalam Pasal 6 Peraturan Prosedur Basyarnas, segala pemberitahuan dianggap

telah diterima apabila telah disampaikan ke alamat tempat tinggal atau tempat

kedudukan;

c. Penetapan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis

Pasal 8 Peraturan Prosedur Basyarnas, jika perjanjian atau klausula arbitrase

dianggap telah mencukupi, maka Ketua Basyarnas segera menetapkan dan

menunjuk arbiter tunggal atau majelis yang akan memeriksa dan memutus

sengketa. Arbiter yang ditunjuk tersebut dapat dipilih dari arbiter atau menunjuk

seorang ahli dalam bidang khusus yang diperlukan untuk menjadi arbiter, karena

pemeriksaanya memerlukan suatu keahlian khusus. Dengan demikian susunan

arbiter dapat pula dalam bentuk tunggal atau majelis. Arbiter yang ditunjuk

memerintahkan untuk menyampaikan salinan surat permohonan kepada termohon

disertai perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan

jawabannya secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu)

hari terhitung sejak diterimanya salinan surat permohonan dan surat panggilan.

Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon, atas perintah arbiter tunggal

atau ketua arbiter majelis, salinan dari jawaban tersebut diserahkan kepada

pemohon dan bersamaan dengan itu memerintahkan kepada para pihak untuk

Page 16: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

55

menghadap di muka sidang arbitrase pada tanggal yang ditetapkan, selambat-

lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal

dikeluarkannya perintah itu, dengan pemberitahuan bahwa mereka boleh

mewakilkan kepada kuasa hukumnya masing-masing dengan surat kuasa khusus;

d. Pemeriksaan dalam Persidangan Arbitrase

Pasal 12 Peraturan Prosedur Basyarnas menyatakan bahwa seluruh pemeriksaan

dilakukan dalam sidang tertutup. Selama proses dan pada setiap tahap

pemeriksaan berlangsung arbiter tunggal atau majelis harus memberi perlakuan

dan kesempatan yang sama sepenuhnya terhadap para pihak (equality before the

law) untuk membela dan mempertahankan kepentingan yang disengketakannya.

Arbiter tunggal atau majelis, baik atas pendapat sendiri atau para pihak dapat

melakukan pemeriksaan dengan mendengar keterangan saksi, termasuk saksi ahli

dan pemeriksaan secara lisan di antara para pihak, setiap bukti atau dokumen yang

disampaikan salah satu pihak kepada arbiter tunggal atau majelis salinannya harus

disampaikan kepada pihak lawan. Namun, pemeriksaan dibolehkan secara lisan

(oral hearing). Tahap pemeriksaan dimulai dari jawab, menjawab (replik-duplik),

pembuktian dan putusan dilakukan berdasarkan kebijakan arbiter tunggal atau

majelis (Rahmat Rosyadi dan Ngatino, 2002: 64). Dan Pasal 13 Peraturan

Prosedur Basyarnas menyatakan pemeriksaan persidangan arbitrase dilakukan di

tempat kedudukan Basyarnas, kecuali ada persetujuan dari kedua belah pihak,

pemeriksaan dapat dilakukan di tempat lain. Arbiter tunggal atau majelis dapat

melakukan sidang ditempat untuk memeriksa saksi, barang, atau benda dokumen

yang mempunyai hubungan dengan para pihak yang bersengketa. Putusan harus

diambil dan dijatuhkan di tempat kedudukan Basyarnas;

Page 17: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

56

e. Perdamaian dan Pembuktian

Pasal 14 sampai dengan Pasal 22 Peraturan Prosedur Basyarnas, dalam

jawabannya, atau paling lambat pada sidang pertama pemeriksaan, termohon

dapat mengajukan suatu tuntutan balasan (reconventie). Terhadap bantahan yang

diajukan termohon, pemohon dapat mengajukan jawaban (replik) yang dibarengi

dengan tambahan tuntutan dan hal itu mempunyai hubungan yang sangat erat

langsung dengan pokok yang disengketakan serta termasuk dalam yurisdiksi

Basyarnas, baik tuntutan konvensi, rekonvensi maupun addional claim akan

diperiksa dan diputus oleh arbiter atau majelis terlebih dulu akan mengusahakan

tercapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut berhasil, maka Arbiter Tunggal

akan membuat akta perdamaian dan mewajibkan kedua belah pihak untuk

memenuhi dan mentaati perdamaian tersebut masing-masing. Sebaliknya, apabila

perdamaian tidak berhasil, maka arbiter tunggal atau majelis akan meneruskan

pemeriksaan sengketa yang dimohon. Dalam hal yang diteruskan para pihak

dipersilakan untuk memberikan argumentasi dan pendirian masing-masing serta

mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu untuk mengatakannya. Seluruh

pemeriksaan dilakukan secara tertutup sesuai dengan saran arbitrase yang tertutup

(Rahmat Rosyadi dan Ngatino, 2002: 64);

f. Penutupan Pemeriksaan

Pasal 23 Peraturan Prosedur Basyarnas, Arbiter tunggal atau majelis akan

menutup pemeriksaan sengketa arbitrase dan menetapkan suatu hari sidang untuk

mengucapkan putusan yang diambil, bila menganggap pemeriksaan telah cukup,

dengan tidak menutup kemungkinan dapat membuka sekali lagi pemeriksaan (to

Page 18: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

57

open) sebelum putusan dijatuhkan bila dianggap perlu (Rahmat Rosyadi dan

Ngatino, 2002: 64-65);

g. Pengambilan Keputusan

Pasal 24 Peraturan Prosedur Basyarnas, Putusan diambil dan diputuskan dalam

suatu sidang yang dihadiri kedua belah pihak dan dilakukan berdasarkan

musyawarah mufakat. Bila para pihak telah dipanggil secara patut, tetapi jika

tidak ada yang hadir, maka putusan tetap diucapkan. Seluruh proses pemeriksaan

sampai diucapkannya putusan oleh arbiter tunggal atau majelis akan diselesaikan

selambat-lambatnya sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan, terhitung sejak

dipanggilnya pertama kali para pihak untuk menghadiri sidang pertama

pemeriksaan. Pasal 25 Peraturan Prosedur Basyarnas, Arbiter tunggal atau majelis

harus memutus berdasar kepatutan dan keahlian sesuai dengan ketentuaan hukum

yang berlaku bagi perjanjiaan yang menimbulkan sengketa dan disepakati para

pihak. Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat

Bismillaahirrahmaanirrahiim diikuti dengan Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa;

h. Pendaftaran Putusan Arbitrase ke Pengadilan Agama

Pasal 26 Peraturan Prosedur Basyarnas, putusan arbitrase tersebut bersifat final

dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa, dan para pihak wajib menaati

serta memenuhi secara suka rela seperti yang disebut di atas. Apabila putusan

tidak dipenuhi secara suka rela, maka putusan, dijalankan menurut perintah ketua

Pengadilan Agama, hal ini disesuaikan dengan SEMA No 8 Tahun 2008 tentang

eksekusi putusan Basyarnas.

Page 19: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

58

Menurut Rahmat Rosyadi dan Ngatino (2002: 65-66), walaupun putusan arbiter

itu bersifat final, namun Peraturan Prosedur Basyarnas memberikan kemungkinan

kepada salah satu pihak untuk mengajukan secara tertulis permintaan pembatalan

putusan arbitrase (Pasal 28 Peraturan Prosedur Basyarnas) tersebut yang

disampaikan kepada sekretaris Basyarnas dan tembusan kepada pihak lawan

sebagai pemberitahuan. Pengajuan pembatalan putusan paling lambat dalam

waktu 60 (enam puluh) hari dari tanggal putusan diterima, kecuali mengenai

alasan penyelewengan dan hal itu berlaku paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun

sejak putusan dijatuhkan. Permintaan pembatalan putusan hanya dapat dilakukan

berdasarkan salah satu alasan sesuai dengan Pasal 70 UU No 30 Tahun 1999,

yaitu sebagai berikut:

a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;

b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang

disembunyikan oleh pihak lawan;

c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak

dalam pemeriksaan sengketa.

Penjelasan Pasal 70 UU No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa permohonan

pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah

didaftarkan di Pengadilan. Alasan-alasan permohonan pembatalan yang disebut

dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan

menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka

Page 20: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

59

putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim

untuk mengabulkan atau menolak permohonan.

Berdasarkan uraian di atas bahwa Peraturan Prosedur Basyarnas merupakan

aturan secara sistematis dalam berperkara di Basyarnas sepanjang aturan tersebut

tidak bertentangan dengan UU No 30 tahun 1999. Setiap lembaga apa pun dalam

menjalankan operasionalnya selalu disertai dengan kewenangan dan peraturan

prosedur demikian juga Basyarnas sebagai lembaga arbitrase mempunyai

kewenangan dan peraturan prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga itu

sendiri sebagai hukum acaranya.

2. Syarat dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah pada

Pengadilan Agama

Apabila perkara ekonomi syariah diajukan ke Pengadilan Agama, maka

Pengadilan Agama wajib memeriksa, memutus dan menyelesaikannya secara

profesional, yakni dengan proses yang sederhana, cepat, dan biaya ringan hal ini

sesuai dengan Pasal 57 Ayat 3 UU No 7 Tahun 1989 Jo UU No 3 Tahun 2006 Jo

UU No 50 Tahun 2009 dan juga merujuk pada Pasal 4 UU No 48 Tahun 2009,

untuk itu Pengadilan Agama wajib membantu kedua pihak yang bersengketa dan

berusaha menjelaskan serta mengatasi segala hambatan yang dihadapi para pihak

tersebut. Dalam Penjelasan Pasal 4 UU No 48 Tahun 2009 diterangkan bahwa

yang dimaksud dengan sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara

dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Yang dimaksud dengan biaya ringan

adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun demikian,

asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian

Page 21: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

60

perkara di pengadilan tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam

mencari kebenaran dan keadilan.

Syarat penyelesaian sengketa ekonomi syariah pada pengadilan agama adalah

sebagaiberikut:

a. Beragama Islam atau Tunduk Terhadap Hukum Islam

Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat

pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 UU No 3 Tahun 2006. Dalam hal ini terkait dengan asas

personalitas ke Islaman, yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada

kekuasaan peradilan agama, hanya mereka yang mengaku dirinya beragama Islam

atau secara suka rela tunduk terhadap hukum Islam hal ini tertera dalam

penjelasan umum angka 2 alinia ketiga dan Pasal 49 Ayat (1) UU No 7 Tahun

1989 Jo UU No 3 Tahun 2006 Jo UU No 50 Tahun 2009 (Amnawaty, 2009: 51).

Tidak hanya saja penyelesain sengketa melalui basyarnas ini dinikmati oleh orang

yang beragama Islam, non muslim pun bisa dengan prisnsip asas kebebasan

berkontrak, artinya orang non muslim tadi dengan sukarela menundukan dirinya

kepada hukum atau syariat islam, jadi disini berlaku teori penundukan diri

terhadap hukum.

b. Perkara Perdata

Pasal 49 UU No 3 Tahun 2006 membatasi pada perkara-perkara yang menjadi

kewenangan peradilan agama. Perkara perdata yang disengketakan mengenai

Page 22: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

61

perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi

syariah.

Hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama untuk mengadili sengketa

ekonomi syariah adalah hukum acara yang berlaku dan dipergunakan pada

lingkungan Peradilan Umum. Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UU

No 7 Tahun 1989 Jo UU No 3 Tahun 2006 Jo UU No 50 Tahun 2009. Sementara

ini Hukum Acara yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum adalah Herziene

Inlandsch Reglement (HIR) untuk Jawa dan Madura, Rechtreglement Voor De

Buittengewesten (RBg) untuk luar Jawa Madura. Kedua aturan Hukum Acara ini

diberlakukan di lingkungan Peradilan Agama, kecuali hal-hal yang telah diatur

secara khusus dalam UU No 7 Tahun 1989 Jo UU No 3 Tahun 2006 Jo UU No

50 Tahun 2009. Di samping HIR dan RBG diberlakukan juga Bugerlijke Wetbook

Voor Indonesia (BW) atau yang disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHpdt), khususnya buku ke IV tentang Pembuktian yang termuat

dalam Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1993.

Prosedur penyelesaian perkara sengketa ekonomi syariah yang ada pada

pengadilan dengan tata urutan sebagai berikut:

a. Mengajukan Gugatan

Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama sesuai

Pasal 118 HIR dan Pasal 142 RBg;

Page 23: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

62

b. Membayar biaya perkara

Membayar biaya perkara sesuai Pasal 121 Ayat (4) HIR, Pasal 145 Ayat (4) RBg.

Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) Pasal 237

HIR dan Pasal 273 RBg;

c. Sidang Pemeriksaan

Hakim memeriksa apakah syarat administrasi telah tercukupi atau belum.

Administrasi perkara ini meliputi berkas perkara yang didalamnya telah

dilengkapi dengan kuitansi panjar biaya perkara, nomor perkara, penetapan

majelis hakim, dan penunjukan panitera sidang. Apabila syarat tersebut belum

lengkap maka berkas dikembalikan ke paniteraan untuk dilengkapi, apabila sudah

lengkap maka hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan kepada juru sita

agar para pihak dipanggil untuk hadir dalam sidang yang waktunya telah

ditetapkan oleh hakim dalam surat Penetapan Hari Sidang (PHS). Penggugat dan

Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan

Pengadilan Agama sesuai Pasal 121, Pasal 124, Pasal 125 HIR dan Pasal 145

RBg;

d. Perdamaian

Apabila syarat formil telah terpenuhi berarti hakim dapat melanjutkan untuk

memeriksaa pokok perkara. Dalam persidangan ini, tugas pertama dan utama

hakim adalah berusaha mendamaikan kedua belaah pihak sesuai dengan Peraturan

Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 dan PERMA Nomor 1 Tahun

2002. Apabila tercapai perdamaian, maka hakim membuat akta perdamaian.

Page 24: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

63

Apabila tidak dapat dicapai perdamaian maka pemeriksaan dilanjutkan ke tahap

berikutnya;

e. Pembuktian

Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara di lanjutkan dengan

membacakan surat gugatan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan

kesimpulan dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian). Tergugat dapat

mengajukan rekonpensi atau gugat balik (Pasal 132 HIR dan Pasal 158 RBg).

Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Tergugat dapat mengajukan

gugatan rekonvensi atau gugatan balik (Pasal 132a HIR dan Pasal 158 RBg);

f. Putusan Pengadilan

Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kedua belah pihak dapat

meminta salinan putusan (Pasal 185 HIR dan Pasal 196 RBg).

Dengan demikian pada dasarnya dalam menangani sengketa ekonomi syariah

hukum acara dalam lingkungan Peradilan Agama adalah sama dengan hukum

acara dalam perkara perdata di Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Hal ini berdasarkan Pasal 54 UU No 7 Tahun 1989 Jo UU No 3 Tahun 2006 Jo

UU No 50 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa hukum acara yang berlaku pada

Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata

yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang

telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini.

Page 25: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

64

C. Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dan

Pengadilan Agama

1. Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)

Pengadilan yang berwenang melaksanakan eksekusi putusan arbitrase syariah

adalah Pengadilan Agama. Mahkamah Agung memberi kewenangan tersebut

kepada Pengadilan Agama. Penunjukan Pengadilan Agama ini berdasarkan UU

No 3 Tahun 2006, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah. Penunjukan

Pengadilan Agama tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 8

Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. Selain

memastikan wewenang eksekusi putusan Basyarnas di tangan Pengadilan Agama,

SEMA No 8 Tahun 2008 ini juga menegaskan bahwa putusan Badan Arbitrase

Syariah bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para

pihak. Karena itu, para pihak harus melaksanakan putusan Basyarnas secara

sukarela. Dalam hal putusan tidak dilaksanakan secara sukarela, Ketua Pengadilan

Agama mengeluarkan perintah eksekusi atas permohonan salah satu pihak yang

bersengketa. Hal ini sesuai dengan Pasal 60 UU No 30 Tahun 1999 yang

menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan

hukum tetap dan mengikat para pihak

Putusan Basyarnas tidak bisa dilaksanakan begitu saja. SEMA No 8 Tahun 2008

mengajukan beberapa syarat yaitu dalam waktu paling lama 30 hari terhitung

sejak tanggal putusan Basyarnas diucapkan, lembar asli atau salinan otentik

putusan diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya ke panitera

Page 26: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

65

Pengadilan Agama. Kedua, penyerahan dan pendaftaran dilakukan dengan

mencatat dan menandatangani pada bagian pinggir atau akhir putusan. Ketiga,

arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan

sebagai arbiter kepada Panitera Pengadilan Agama. Prosedur tersebut harus

dilaksanakan. Jika tidak, bisa berakibat putusan arbitrase tidak dapat

dilaksanakan. Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta

pendaftaran dibebankan kepada para pihak.

SEMA No 8 Tahun 2008 juga menyatakan bahwa setelah menerima permohonan

eksekusi dari salah satu pihak, Ketua Pengadilan Agama wajib memeriksa terlebih

dahulu tiga hal. Setelah memeriksa ketiga hal inilah baru Ketua Pengadilan

Agama menerbitkan perintah pelaksanaan eksekusi putusan, ketiga hal tersebut

adalah:

a. Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui Basyarnas dimuat dalam

suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak;

b. Memastikan apakah sengketa tersebut adalah sengketa di bidang ekonomi

syariah dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-

undangan dikuasai sepenuhnya pihak yang bersengketa;

c. Memeriksa apakah putusan Basyarnas tidak bertentangan dengan prinsip-

prinsip syariah. Dengan demikian, Ketua Pengadilan Agama tidak memeriksa

alasan atau pertimbangan dari putusan Basyarnas.

Pada tahun 2008 Mahkamah Agung menjawab keresahan masyarakat terkait

masalah eksekusi putusan Basyarnas dengan SEMA Nomor 8 Tahun 2008, yang

isinya terkait dengan kewenangan eksekutorial putusan Basyarnas ada pada

Page 27: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

66

Pengadilan Agama. Namun pada tahun 2009, pembuat konstitusi membuat UU

No 48 Tahun 2009. Dalam Pasal 59 Ayat (1) UU No 48 Tahun 2009 menyatakan

bahwa arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis

oleh paran pihak yang bersengketa. Dalam Ayat (3) menyatakan dalam hal para

pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan

berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak

yang bersengketa. Penjelasan Pasal 59 Ayat (1) menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan arbitrase dalam ketentuan ini termasuk juga arbitrase syariah.

Hal ini menegaskan bahwa eksekusi putusan arbitrase syariah berdasarkan

perintah ketua Pengadilan Negeri. Hal ini kembali memberi pelajaran hukum bagi

kita untuk tidak menerima secara mentah produk hukum, namun perlu koreksinya

kembali.

Dadan Muttaqien, dalam hal ini juga mengajukan permohonan judicial review

Penjelasan Pasal 59 Ayat (1) dan Pasal 59 Ayat (3) UU No 48 Tahun 2009 kepada

Mahkamah Konstitusi agar masyarakat tidak dibuat kebingungan dengan produk

hukum negara kita (Achmad Cholil, Dualisme Penyelesaian Sengketa Perbankan

Syariah, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol1872/dualismepenyelesaian

-sengketa-perbankan-syariah diakses tanggal 25 Maret 2010 pukul 19:00 wib).

Dua bulan setelah pengajuan judicial review oleh Dadan Muttaqien terkait

penjelasan Pasal 59 Ayat (3) UU No 48 Tahun 2009. Ia mengajukan penarikan

kembali permohonan judicial review, dan Mahkamah Konstitusi mengabulkan

permohonan tersebut dengan Surat Ketetapan Nomor 9/PUU-VIII/2010 yang

Page 28: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

67

isinya adalah mengabulkan penarikan kembali permohonan pemohon,

menyatakan bahwa perkara pengajuan judicial review terhadap UU No 48 Tahun

2009 ditarik kembali dan tidak dapat diajukan kembali.

Berdasarkan uraian di atas maka eksekusi putusan Basyarnas dilakukan

berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Agama berdasarkan SEMA No 8 Tahun

2008 tentang Eksekusi Putusan Basyarnas. Sehingga undang-undang yang dibuat

setelah SEMA No 8 Tahun 2008 harus menyesuaikan dan tidak bertentangan.

Prinsip arbitrase yang sekaligus merupakan kelebihan arbitrase antara lain lebih

efisien dibandingkan badan-badan peradilan umum, efisien dalam hubungannya

dengan waktu dan biaya murah, final and binding, lebih privat, terjaga rahasianya,

sehingga kredibilitas masyarakat tetap terjaga, dalam dunia bisnis kepercayaan ini

merupakan salah satu aset yang cukup diperhitungkan. Hal ini tentunya juga perlu

adanya konsistensi dalam pelaksanaan dan dukungan dari berbagai pihak;

termasuk pemerintah. Siapapun harus menghormati dan mau melaksanakan

dengan sukarela apa yang telah diputuskan oleh lembaga arbitrase yang ditunjuk

oleh para pihak itu sendiri, karena adanya kesepakatan atau perjanjian. Dalam

agama apapun janji adalah utang yang harus dibayar atau harus ditepati. Ini juga

merupakan suatu prinsip hukum yang bersifat universal (pacta sunt servanda).

2. Eksekusi Putusan Pengadilan Agama

Pelaksanaan putusan pengadilan yang memerlukan pelaksanaan adalah putusan

yang bersifat menghukum (condemnatoir). Pelaksanaan tersebut memerlukan

bantuan dari pihak yang bersengketa, artinya pihak yang bersangkutan harus

Page 29: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

68

dengan suka rela melaksanakan putusan pengadilan. Jadi bersedia memenuhi

kewajiban untuk berprestasi yang dibebankan oleh pengadilan melalui

putusannya. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua

Pengadilan yang dilaksanakan oleh panitera dan jurusita Pengadilan yang

bersangkutan (Amnawaty, 2009: 92).

Apabila pihak yang kalah tidak mau atau lalai melaksanakan putusan pengadilan.

Pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan

Agama yang memutus perkara, baik secara lisan maupu secara tertulis agar

putusan pengadilan dilaksanakan. Untuk itu ketua pengadilan memanggil pihak

yang kalah serta mengingatkan agar melaksanakan putusan pengadilan selambat-

lambatnya dalam tenggang waktu 8 (delapan) hari (Pasal 196 HIR dan Pasal 207

RBg). Apabila dalam tenggang waktu 8 hari pihak yang kalah tidak melaksanakan

putusan, maka Ketua Pengadilan Agama membuat suatu penetapan mengabulkan

permohonan eksekusi.

Setelah adanya penetapan eksekusi selanjutnya panitera akan menentukan kapan

eksekusi dilksanakan. Panitera akan membuat surat pemberitahuan tentang

kepastian dari diadakanya eksekusi dan ditujukan kepada pemohon eksekusi,

termohon eksekusi, kepala desa, kecamatan dan kepolisian. Dan setiap perintah

yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan atau panitera harus dalam

bentuk tertulis dan memperhatikan tenggang waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga)

hari sebelum dijalankan suatu tindakan eksekusi harus disampaikan dan diketahui

pihak tereksekusi (Amnawaty, 2009: 93).

Page 30: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

69

Pasal 54 Ayat (2) UU No 48 Tahun 2009, pelaksanaan putusan pengadilan dalam

perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh Ketua

Pengadilan. Dalam Pasal 54 Ayat (3) UU No 48 Tahun 2009 disebutkan Putusan

pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.

Dan dalam Pasal 55 Ayat (1) UU No 48 Tahun 2009, Ketua pengadilan wajib

mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap. Dalam Pasal 55 Ayat (2) UU No 48 Tahun 2009, Pengawasan

pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa eksekusi putusan Pengadilan Agama

dilakukan oleh panitera dan jurusita atas perintah Ketua Pengadilan Agama. Hal

ini sejalan dengan eksekusi putusan dalam lingkugan Peradilan Umum. Seperti

yang halnya dalam Pasal 54 UU No 48 Tahun 2009 yang menyatakan pelaksanaan

putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita

dipimpin oleh ketua pengadilan.

Mengenai putusan Basyarnas bersifat final dan mengikat, sementara putusan

Pengadilan Agama tidak, karena masih ada upaya hukum seperti Banding, Kasasi

dan Peninjauan Kembali, dari segi efesiensi penyelesaian sengketa melalui

arbitrase paling lama 180 hari sudah harus putus. Untuk hal apabila pihak yang

kalah tidak melaksanakan dengan sukarela, putusan Basyarnas dapat dimohonkan

ke Pengadilan sesuai dengan SEMA Nomor 8 tahun 2008 menetapkan putusan

Arbitrase Syariah pelaksanaan eksekusinya melalui Peradilan Agama.

Page 31: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum ...digilib.unila.ac.id/19726/11/IV.PEMBAHASAN.pdf · telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dan dituangkan

70

Penyelesaian sengketa di Basyarnas adalah merupakan penyelesaian sengketa

secara non litigasi. Sementara penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama adalah

secara litigasi. Keduanya sebenarnya tidak jauh berbeda dalam proses beracaranya

maupun putusannya sebab keduanyapun menggunakan irah-irah putusan

”Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Dan dalam pelaksanaan eksekusi

Pengadilan Agama tidak memerlukan lembaga lain untuk melakukan eksekusi

sedangkan pada Basyarnas eksekusinya harus dimohonkan pada lembaga lain

yaitu Pengadilan Agama.