34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa Barat. Tanah yang digunakan untuk model tanggul tersebut yaitu tanah pada kedalaman 20-40 cm dan ukuran partikel tanah yang digunakan adalah tanah yang lolos saringan 4760 μm. Hasil penelitian sifat fisik tanah Gleisol tersebut seperti tertera pada Tabel 6, sedangkan hasil perhitungan sifat fisik tanah Gleisol ini selengkapnya tertera pada Lampiran 3. Tabel 6. Sifat-sifat fisik tanah Gleisol Karakteristik Satuan Nilai Berat isi kering g/cm 3 1.18 Fraksi Liat % 45.00 Debu % 30.83 Pasir % 24.17 Berat jenis tanah 2.69 Permeabilitas cm/jam 1.94 Porositas (n) (%) 62.44 Angka pori (e) 1.66 Potensial air tanah (pF) 2.59 Berdasarkan Tabel 6, tanah Gleisol tersebut dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi segitiga tekstur sistem USDA. Klasifikasi menurut segitiga tekstur sistem USDA didasarkan pada fraksi liat, debu dan pasir. Hasil penelitian menunjukkan tanah Gleisol tergolong dalam kelas liat seperti terlihat pada Gambar 16. Hal ini disebabkan karena tanah Gleisol tersebut komposisi liatnya lebih besar dibandingkan dengan debu dan pasir .
14
Embed
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah · Klasifikasi tanah Gleisol berdasarkan sistem USDA Sifat-sifat fisik tanah tersebut dapat mempengaruhi pola penyebaran aliran ... plastis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Fisik Tanah
Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan dalam pembuatan model
tanggul adalah tanah jenis Gleisol yang berasal dari Kebon Duren, Depok, Jawa
Barat. Tanah yang digunakan untuk model tanggul tersebut yaitu tanah pada
kedalaman 20-40 cm dan ukuran partikel tanah yang digunakan adalah tanah yang
lolos saringan 4760 µm. Hasil penelitian sifat fisik tanah Gleisol tersebut seperti
tertera pada Tabel 6, sedangkan hasil perhitungan sifat fisik tanah Gleisol ini
selengkapnya tertera pada Lampiran 3.
Tabel 6. Sifat-sifat fisik tanah Gleisol
Karakteristik Satuan Nilai
Berat isi kering g/cm3 1.18
Fraksi
Liat % 45.00
Debu % 30.83
Pasir % 24.17
Berat jenis tanah 2.69
Permeabilitas cm/jam 1.94
Porositas (n) (%) 62.44
Angka pori (e) 1.66
Potensial air tanah (pF) 2.59
Berdasarkan Tabel 6, tanah Gleisol tersebut dapat diklasifikasikan menurut
klasifikasi segitiga tekstur sistem USDA. Klasifikasi menurut segitiga tekstur
sistem USDA didasarkan pada fraksi liat, debu dan pasir. Hasil penelitian
menunjukkan tanah Gleisol tergolong dalam kelas liat seperti terlihat pada
Gambar 16. Hal ini disebabkan karena tanah Gleisol tersebut komposisi liatnya
lebih besar dibandingkan dengan debu dan pasir .
35
Gambar 16. Klasifikasi tanah Gleisol berdasarkan sistem USDA
Sifat-sifat fisik tanah tersebut dapat mempengaruhi pola penyebaran aliran
dan besarnya air yang mengalir dalam tanah. Besarnya nilai koefisien
permeabilitas sangat dipengaruhi oleh angka pori (e) dan porositas (n) (Pratita,
2007). Semakin besar angka pori dan porositas suatu tanah maka tanah tersebut
semakin mudah untuk meloloskan air. Nilai-nilai sifat fisik tanah Gleisol ini bila
dibandingkan dengan tanah Latosol hasil penelitian Herlina (2003) seperti tertera
pada Tabel 7, secara umum memiliki karakteristik yang hampir sama satu dengan
yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tanah Gleisol dan Latosol berada pada
satu golongan kelas yang sama.
Tabel 7. Sifat fisik tanah Latosol
Karakteristik Satuan Nilai
Berat isi kering g/cm3 1.30
Fraksi
Liat % 62.13
Debu % 12.94
Pasir % 24.93
Berat jenis tanah 2.64
Permeabilitas cm/jam 0.015
Porositas (n) (%) 61.00
Angka pori (e) 1.55
Sumber : Herlina (2003)
Contoh tanah
36
B. Sifat Mekanik Tanah
a. Hasil Uji Konsistensi Tanah
Uji konsistensi tanah Gleisol menggunakan ukuran partikel tanah yang lolos
saringan 4760 µm. Uji konsistensi tanah ini dinyatakan dengan batas cair dan
plastis (batas Atterberg). Hasil uji konsistensi tanah Gleisol tertera pada Tabel 8,
sedangkan hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.e.
Tabel 8. Hasil uji konsistensi tanah Gleisol
Konsistensi tanah Nilai
Batas cair (%) 74.44
Batas plastis (%) 42.66
Indeks plastisitas (%) 31.78
Berdasarkan Tabel 8, tanah Gleisol tersebut dapat diklasifikasikan menurut
sistem klasifikasi Unified. Sistem klasifikasi Unified didasarkan dari hasil analisis
konsistensi tanah yaitu menggunakan batas cair dan batas plastis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tanah Gleisol tersebut memiliki nilai batas cair (LL) adalah
sebesar 74.44 % dan batas plastis (PL) sebesar 42.66 %. Sedangkan nilai indeks
plastisitas (PI) yang merupakan selisih dari batas cair dan batas plastis adalah
sebesar 31.78 %. Nilai-nilai batas cair dan indeks plastisitas tersebut diplotkan ke
dalam grafik klasifikasi tanah pada Gambar 17. Hasil dari plot tersebut didapatkan
bahwa tanah Gleisol berada pada daerah MH yaitu lanau anorganik plastisitas
tinggi (Craig, 1987).
Pada penelitian sebelumnya untuk jenis tanah Latosol (Herlina, 2003)
diperoleh batas cair sebesar 61.42%, batas plastis sebesar 41.36%, dan indeks
plastisitas sebesar 20.06%. Hal ini dapat terlihat bahwa tanah Gleisol mempunyai
karakteristik yang hampir sama dengan tanah Latosol, dimana berdasarkan
klasifikasi tanah berdasarkan Sistem klasifikasi Unified, baik tanah Gleisol
maupun tanah Latosol termasuk ke dalam golongan kelas liat.
37
Gambar 17. Klasifikasi tanah Gleisol berdasarkan sistem Unified
b. Hasil Uji Pemadatan
Uji pemadatan tanah dilakukan dengan uji pemadatan standar (uji proctor).
Dari hasil uji pemadatan tersebut diperoleh kadar air optimum, berat isi kering,
berat isi basah dan berat isi jenuh. Pada penelitian ini uji pemadatan dilakukan dua
kali ulangan dan hasil pengujian tertera pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Hasil uji pemadatan standar tanah Gleisol (ulangan 1)
Kadar air
(w, %)
Berat isi basah
( t,g/cm3)
Berat isi kering
( d,g/cm3)
Berat isi jenuh
( dsat,g/cm3)
21.85 1.35 1.11 1.69
24.16 1.38 1.11 1.63
27.48 1.40 1.10 1.55
31.50 1.46 1.11 1.46
*35.98 1.63 1.20 1.37
40.05 1.62 1.16 1.29
42.03 1.61 1.13 1.26
44.34 1.65 1.14 1.23
46.33 1.57 1.07 1.20
48.55 1.58 1.06 1.17
51.43 1.57 1.04 1.13
Keterangan : * = kadar air optimum
Contoh tanah
38
Tabel 10. Hasil uji pemadatan standar tanah Gleisol (ulangan 2)
Kadar air
(w, %)
Berat isi basah
( t,g/cm3)
Berat isi kering
( d,g/cm3)
Berat isi jenuh
( dsat,g/cm3)
15.16 1.24 1.07 1.91
18.47 1.27 1.07 1.80
22.20 1.33 1.09 1.68
25.45 1.38 1.10 1.59
27.48 1.41 1.11 1.55
28.93 1.47 1.14 1.51
31.15 1.51 1.15 1.46
31.76 1.55 1.18 1.45
*35.87 1.64 1.21 1.37
37.70 1.64 1.19 1.34
39.59 1.65 1.18 1.30
42.37 1.65 1.16 1.26 Keterangan : * = kadar air optimum
Dari Tabel 9 dan 10, didapatkan rata-rata kadar air optimum adalah sebesar
35.92 % dan rata-rata berat isi kering maksimum ( dmax) sebesar 1.20 g/cm3. nilai
kadar air optimum dan berat isi kering maksimum tersebut merupakan nilai uji
pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan, baik uji
pemadatan di laboratorium maupun pemadatan di lapangan. Pada penelitian
sebelumnya Herlina (2003) untuk jenis tanah latosol diperoleh kadar air optimum
sebesar 33.50 %, berat isi kering sebesar 1.30 g/cm3, berat isi basah sebesar 1.74
g/cm3, dan berat isi jenuh sebesar 1.40 %, sedangkan dari penelitian Pratita (2007)
diperoleh kadar air optimum sebesar 33.02 %, berat isi kering sebesar 1.26 g/cm3,
berat isi basah sebesar 1.68 g/cm3, dan berat isi jenuh sebesar 1.41 %. Hal ini
dapat terjadi karena disebabkan oleh jenis tanah yang digunakan berbeda dan juga
dapat diakibatkan pada proses pemadatan yang tidak konsisten sehingga energi
pemadatan yang diberikan dapat berkurang atau berlebih.
Wesley (1973) menyatakan bahwa tanah yang dipakai untuk pembuatan
tanggul, bendungan tanah, atau dasar jalan harus dipadatkan untuk menaikkan
kekuatannya, memperkecil kompresibilitas, dan daya rembes air serta
memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut. Tujuan pemadatan tanah di
lapangan yaitu memadatkan tanah pada keadaan kadar air optimumnya, sehingga
tercapai keadaan yang paling padat. Dengan demikian tanah tersebut akan
mempunyai kekuatan yang relatif besar, kompresibilitas kecil, dan memperkecil
pengaruh air terhadap tanah.
39
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Ber
at
isi
(g/c
m3)
Kadar air (%)
Berat isi kering 2
Berat isi jenuh 2
Berat isi kering 1
Berat isi jenuh 1
Menurut Pratita (2007), tanah jika memiliki kadar air rendah maka tanah
tersebut akan mengeras atau kaku dan sukar dipadatkan. Jika kadar air
ditambahkan, maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah tersebut
akan mudah dipadatkan dan ruang kosong antara butir menjadi lebih kecil. Pada
kadar air yang lebih tinggi lagi, tingkat kepadatan tanah akan turun lagi (seperti
terlihat pada Gambar 18) karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang
tidak dapat dikeluarkan dengan cara pemadatan. Hasil perhitungan uji pemadatan
standar selengkapnya pada Lampiran 4.
Gambar 18. Kurva hasil uji pemadatan standar tanah Gleisol
c. Hasil Uji Tumbuk Manual
Dari hasil uji pemadatan standar diperoleh kadar air optimum. Nilai tersebut
digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji pemadatan pada kotak (uji tumbuk
manual) yang selanjutnya menjadi nilai perbandingan untuk melakukan
pemadatan tanah pada model tanggul. Pemadatan dilakukan pada sebuah kotak
berukuran (40 x 30 x 10) cm, dengan jumlah lapisan sebanyak 3 lapisan.
Uji tumbuk manual dilakukan untuk menentukan berat isi kering.
Selanjutnya dari berat isi kering tersebut didapatkan nilai kepadatan relatif
(relative compaction ”RC”) berdasarkan persamaan 18. Menurut Bowles (1989)
40
nilai RC biasanya berkisar antar 90% - 105%. Hasil uji tumbuk manual tertera
pada Tabel 11 dan hasil perhitungan selengkapnya pada Lampiran 5.
Tabel 11. Hasil uji tumbuk manual
Pada penelitian ini, RC yang digunakan adalah sebesar 90.60% dengan
jumlah tumbukan per lapisan sebanyak 160 tumbukan dan tinggi jatuhan sebesar
30 cm, tidak menggunakan RC 90.11% atau 90.97%. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan pada saat melakukan pemadatan pada model tanggul dengan jumlah
tumbukan yang terlalu besar dapat mengakibatkan kotak model tanggul
mengalami kebocoran, rusak atau jebol.
Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan jenis tanah
Latosol, diperoleh hasil uji tumbuk manual yang berbeda. Dari penelitian Sari
(2005) diperoleh RC sebesar 91. 44% dengan jumlah tumbukan sebanyak 75
tumbukan dan tinggi jatuhan 20 cm, sedangkan dari Setyowati (2006) diperoleh
RC sebesar 95. 38% dengan jumlah tumbukan sebanyak 100 tumbukan dan tinggi
jatuhan 20 cm, dan dari Pratita (2007) diperoleh RC sebesar 84. 13% dengan
jumlah tumbukan sebanyak 150 tumbukan dan tinggi jatuhan 20 cm. Hal ini dapat
disebabkan adanya perbedaan kadar air optimum karena adanya perbedaan jenis
tanah yang digunakan. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh energi yang
diberikan pada saat penumbukan tidak konsisten sehingga energi banyak yang
terbuang. Jumlah energi pemadatan pada uji tumbuk manual dihitung dengan
menggunakan persamaan 19 dan diperoleh CE (energi pemadatan) adalah sebesar
241 326 kJ/m3.
Jumlah
tumbukan/lapisan
Tinggi
jatuhan
(cm)
t
(g/cm3)
d
(g/cm3)
RC
(%)
60 20 1.27 0.93 76.97
80 20 1.30 0.95 79.12
120 20 1.32 0.97 80.51
220 20 1.41 1.03 85.58
250 20 1.47 1.08 89.47
300 20 1.48 1.09 90.11
350 20 1.50 1.10 90.97
160 30 1.48 1.09 90.60
41
Hasil yang didapatkan dari uji tumbuk manual ini selanjutnya dijadikan
acuan perbandingan untuk melakukan pemadatan tanah pada model tanggul.
Model tanggul yang dibuat terdiri dari 8 lapisan dengan masing-masing lapisan
mempunyai ketinggian 2.5 cm dan dilakukan pemadatan dengan jumlah tertentu
sesuai besarnya luasan tiap lapisan sesuai dengan persamaan 20. Semakin luas
lapisan maka jumlah tumbukannya semakin banyak pula, seperti tertera pada
Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan pada model tanggul
Lapisan Panjang (cm) Lebar
(cm)
Luas
permukaan
(cm2)
Jumlah
tumbukan
1 140 50 7000 933
2 119 50 5950 793
3 110 50 5500 733
4 93 50 4650 620
5 76 50 3800 507
6 63 50 3150 420
7 50 50 2500 333
8 33 50 1650 220
C. Hasil Uji Permeabilitas Tanggul
Berdasarkan klasifikasi permeabilitas menurut Sitorus (1980) dalam
Sumarno (2003), tanah Gleisol yang digunakan untuk pembuatan tanggul
termasuk ke dalam kelas permeabilitas rendah yaitu antara 0.125 – 0.5 cm/jam.
Nilai permeabilitas suatu tanah yang mengandung tekstur lempung lebih rendah
daripada tanah yang memiliki tekstur kasar. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah
persentasi dari pori-pori tanah, serta keseragaman penyebaran di dalam
penampang tanah. Nilai permeabilitas akan semakin besar jika jumlah persentase
pori-pori tanah dan kemampuan untuk meloloskan air semakin banyak serta
kemampuan tanah untuk menyimpan air semakin kecil. Dalam keadaan jenuh,
nilai permeabilitas tanah maksimum karena seluruh pori dalam tanah telah terisi
oleh air.
Pada penelitian ini didapatkan rata-rata nilai permeabilitas lapangan adalah
sebesar 1.94 cm/jam, sedangkan hasil uji permeabilitas pada tanggul setelah