IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak dan Batas Wilayah Kelurahan Lemo merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara , Sulawesi Tenggara. Luas kelurahan Lemo adalah ± 339 Ha/m 2 yang terbagi dalam 3 (tiga) lingkungan, yaitu: a. Lingkungan I (Naoro) b. Lingkungan II (Bone Rombo) c. Lingkungan III (Cina Reine) Kelurahan Lemo merupakan daerah dengan topografi berupa pesisir. Kelurahan Lemo dilihat dari sudut geografi, memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Linsowu b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bone Lipu c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rombo 53
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak dan Batas Wilayah
Kelurahan Lemo merupakan salah satu
kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan
Kulisusu, Kabupaten Buton Utara , Sulawesi
Tenggara. Luas kelurahan Lemo adalah ± 339 Ha/m2
yang terbagi dalam 3 (tiga) lingkungan, yaitu:
a. Lingkungan I (Naoro)
b. Lingkungan II (Bone Rombo)
c. Lingkungan III (Cina Reine)
Kelurahan Lemo merupakan daerah dengan
topografi berupa pesisir. Kelurahan Lemo dilihat
dari sudut geografi, memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Linsowu
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan
Bone Lipu
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rombo
53
54
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda
2. Demografi
Demografi mempelajari struktur dan proses
penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk
meliputi jumlah, persebaran, dan komposisi
penduduk. Struktur penduduk selalu berubah karena
proses demografi : fertilitas, mortalitas,
migrasi, dan mobilitas sosial.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor
kelurahan Lemo hingga akhir tahun 2009 diketahui
bahwa kelurahan memiliki jumlah penduduk sebanyak
1564 jiwa dengan jumlah kepala keluarga mencapai
347 KK dengan rincian Lingkungan I (Naoro)
terdapat 84 KK (24,20%), di Lingkungan II (Bone
Rombo) terdapat 145 KK (41,78%) dan di Lingkungan
III (Cina Reine) terdapat 118 KK (34%). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Lingkungan II
mempunyai jumlah KK paling banyak dibanding
lingkungan lainnya yang ada di Kelurahan Lemo.
3. Sosial Ekonomi
55
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Lemo
umumnya adalah nelayan, sedangkan yang lainnya
terdiri dari wiraswasta, Pegawai Negeri baik PNS
maupun Honorer termasuk Pegawai Swasta, Buruh
Harian dan sisanya tidak memiliki mata
pencaharian yang jelas.
Keadaan ini sangat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat terutama yang ada kaitannya
dengan kebutuhan pokok sehari-hari (Gizi
masyarakat, pakaian, kondisi perumahan, kemampuan
serta kesempatan untuk memperoleh pelayanan
kesehatan dan pendidikan yang memadai).
B. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan pada masyarakat
Kelurahan Lemo di wilayah kerja Puskesmas Kulisusu
Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara selama 2
minggu terhadap ibu yang melahirkan sepanjang tahun
2009 sebanyak 31 orang. Berdasarkan hasil pengolahan
56
data yang telah dilakukan, maka disajikan hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Karakteristik Umum Responden
a. Alamat
Alamat adalah tempat berdomisili responden
berdasarkan wilayah kerja puskesmas atau
berdasarkan badan administrasi politik yang
meliputi tiga dusun/lingkugan pada Kelurahan
Lemo.
Distribusi responden berdasarkan alamat
dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1:
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Alamatdi Kelurahan Lemo Kabupaten Buton UtaraTahun 2010.
No Alamat Jumlah (n) Persen (%)
1 Naoro 9 29
2 Bone Rombo 11 35,5
3 Cina Reine 11 35,5
Total 31 100
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010
57
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 31
responden, terdapat 9 responden (29%)
berdomisili di Lingkungan I (Naoro), yang lainya
berdomisili di Lingkungan II (Bone Rombo) dan
Lingkungan III (Cina Reine) masing-masing
sebanyak 11 responden (35,5%).
b. Umur
Umur adalah lama waktu hidup, yang dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir. Faktor umur
merupakan penentu yang sangat penting bila
dihubungkan dengan pemberian imunisasi, hal ini
merupakan konsekuensi dari adanya faktor umur
dengan (Husmaini, 2002):
a. Potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap
penyakit
b. Tingkat imunisasi/kekebalan tubuh
c. Aktivitas fisiologis macam-macam jaringan
yang mempengaruhi perjalanan penyakit setelah
seseorang mengetahui infeksi
58
Distribusi responden berdasarkan kelompok
umur dalam penelitian ini disajikan pada tabel
2:
Tabel 2. Distribusi Responden BerdasarkanKelompok Umur di Kelurahan LemoKabupaten Buton Utara Tahun 2010.
No Kelompok Umur Jumlah (n) Persen (%)
1 20-24 5 16,1
2 25-29 14 45,2
3 30-34 6 19,4
4 35-39 4 12,9
5 40-44 2 6,5
Total 31 100
Sumber: Data Primer 14 Juni 2010
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa umur
responden yang diteliti bervariasi. Distribusi
kelompok umur 20-24 tahun berjumlah 5 responden
(16,1%), kelompok umur 25-29 tahun berjumlah 14
responden (45,2%), kelompok umur 30-34 tahun
berjumlah 6 responden (19,4%), kelompok umur
35-39 tahun berjumlah 4 responden (12,9%),
59
selanjutnya kelompok umur 40-42 berjumlah 2
responden (6,5%). Distribusi kelompok umur
terbanyak yaitu 25-29 tahun berjumlah 14
responden (45,2%).
c. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi responden dalam berfikir dan
bertindak. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang akan makin mudah menerima sesuatu yang
sifatnya baru dan lebih terampil serta lebih
dinamis terhadap setiap perubahan dalam
menerapkan apa yang diperoleh khususnya yang
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan mereka.
Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pendidikan formal yang
pernah dijalani atau dilalui oleh responden.
Distribusi responden berdasarkan tingkat
pendidikan responden dalam penelitian ini
disajian pada tabel 3:
60
Tabel 3. Distribusi Responden BerdasarkanTingkat Pendidikan di Kelurahan LemoKabupaten Buton Utara Tahun 2010.
No Kelompok Umur Jumlah (n)Persen
(%)
1. SD 13 9,7
2.SLTP 10
41,9
3. SLTA 5
16,1
4. S1/Diploma 3
32,3
Total 31 100
Sumber: Data Primer 14 Juni 2010
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa
dari 31 responden, yang paling banyak yaitu
memiliki tingkat pendidikan SD berjumlah 13
responden (9,7%), selanjutnya terdapat 10
responden (41,9%) yang pendidikan terakhir hanya
pada jenjang SLTP, kemudian tingkat pendidikan
61
SLTA berjumlah 5 responden (6,1%) dan hanya 3
responden (32,3%) yang tingkat pendidikannya
mencapai Sarjana.
d. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan
responden secara rutin untuk menghasilkan uang
baik secara formal maupun secara informal.
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan
dalam penelitian ini disajikan pada tabel 4:
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan diKelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu KabupatenBuron Utara tahun 2010.
No Pekerjaan Jumlah (n) Persen(%)
1 Ibu Rumah Tangga 27 87,1
2 PNS 2 6,5
3 Wiraswasta 2 6,5
Total 31 100
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 31
responden, sebagian besar bekerja sebagai ibu
rumah tangga yaitu sebanyak 27 responden
62
(87,1%), selanjutnya Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2 responden (6,5%) dan wiraswasta juga
berjumlah 2 responden (6,5%).
e. Status Pemberian Imunisasi
Status pemberian imunisasi adalah keadaan
responden dalam penelitian ini yaitu
mendapatkan dan tidak mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari).
Distribusi responden berdasarkan status
pemberian imunisasi dalam penelitian ini
disajikan pada tabel 5:
Tabel 5. Distribusi Responden Bardasarkan PemberianImunisasi Hepatitis B (0-7 hari) diKelurahan Lemo Kecamatan Kulisusu KabupatenButon Utara tahun 2010.
NoPemberian
imunisasiJumlah (n) Persen (%)
1 Tidak dapat 18 58,1
2 Dapat 13 41,9
Total 31 100
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010
63
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa
dari 31 responden terdapat 18 orang (58,1%)
yang tidak mendapat imunisasi hepatitis B (0-7
hari) dan 13 orang (41,9%) yang mendapat
imunisasi hepatitis B (0-7 hari). Hal ini
berarti lebih banyak yang tidak mendapatkan
imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dibandingkan
dengan yang mendapat imunisasi hepatitis B (0-7
hari).
2. Analisis Univariat
a. Penolong persalinan
Penolong persalinan adalah keputusan ibu
bersalin pada dalam memilih tenaga penolong
persalinan pada saat persalinan yang terakhir.
64
Distribusi responden berdasarkan penolong
persalinan dalam penelitian ini disajikan pada
tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan PenolongPersalinan di Kelurahan Lemo, KecamatanKulisusu Kabupaten Buton Utara tahun 2010.
NoPenolong
persalinanJumlah (n)
Persen
(%)
1Bukan tenaga
kesehatan15 48,4
2 Tenaga kesehatan 16 51,6
Total 31 100
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010
Tabel 6 menunjukan bahwa dari 31 responden
terdapat 15 responden (48,4%) yang tidak
ditolong oleh tenaga kesehatan dan terdapat 16
responden (51,6%) yang penolong persalinanya
adalah tenaga kesehatan.
b. Dukungan suami
Dukungan suami adalah keikutsertaan suami
dalam memberikan dorongan kepada ibu, untuk
65
memberikan imunisasi hepatitis B pada bayi baru
lahir. Keikutsertaan suami dalam memberikan
dukungan adalah salah satu kegiatan pokok yang
sangat penting (Anonim, 2001).
Distribusi responden berdasarkan dukungan
suami dalam penelitian ini disajikan pada tabel
7:
Tabel 7. Distribusi Responden Dukungan Suamidi Kelurahan Lemo, Kecamatan KulisusuKabupaten Buton Utara tahun 2010.
No Dukungan suami Jumlah (n)Persen
(%)
1Tidak ada
dukungan18 58,1
2 Ada dukungan 13 41,9
Total 31 100
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa
dari 31 responden terdapat 18 responden (58,1%)
yang tidak didukung oleh suami dalam pemberian
imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dan 13
66
responden (41,9%) yang didukung oleh suami dalam
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
c. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan yang umumnya dikenal
dengan istilah pendidikan kesehatan merupakan
penunjang bagi program-program kesehatan lain
artinya setiap program kesehatan misalnya
pemberantasan penyakit, perbaikan gizi
masyarakat, sanitasi lingkungan, kesehatan ibu
dan anak, program pelayanan kesehatan.
Distribusi responden berdasarkan dukungan
suami dalam penelitian ini disajikan pada tabel
8:
Tabel 8. Distribusi Responden BerdasarkanPenyuluhan Kesehatan di Kelurahan Lemo,Kecamtan Kulisusu Kabupaten Buton UtaraTahun 2010.
NoPenyuluhan
kesehatanJumlah (n)
Persen
(%)
1 Tidak dapat 17 54,8
2 Dapat 14 45,2
67
Total 31 100
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010
Tabel 8 menunujukan bahwa dari 31
responden terdapat 17 responden (54,8%) yang
tidak mendapat penyuluhan kesehatan dan 14
orang (45,2%) yang mendapat penyuluhan
kesehatan.
3. Analisis bivariat
a. Hubungan penolong persalinan dengan pemberianimunisasi hepatitis B (0-7 hari)
Hubungan penolong persalinan dengan
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari dapat
disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Hubungan Penolong Persalinan DenganPemberian Imunisasi Hepatitis B (0-7)Hari di Kelurahan Lemo, Kecamtan KulisusuKabupaten Buton Utara Tahun 2010.
No PenolongPersalin
an
PemberianImunisasi Total
X2hit ρValue RØTidak
Dapat Dapat
n % n % n %
1 BukanTenagaKesehata
n
13 86,
7
2 13,
3
1
5
10
0
7,62
1
0,0
06
0,56
1
68
2 TenagaKesehata
n5
31,
211
68,
8
1
6
10
0
Total18
58,
113
41,
9
3
1
10
0
Sumber: Data Primer, Diolah 14 Juni 2010
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa dari
15 responden yang persalinannya tidak ditolong
oleh tenaga kesehatan, terdapat 13 responden
diantaranya (86,7%) tidak mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) dan 2 responden lainnya
(13,3%) yang mendapatkan imunisasi hepatitis B
(0-7 hari). Responden yang persalinannya
ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 16
responden, 5 responden diantaranya (31,2%)
tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7
hari) dan 11 responden lainnya (68,8%) yang
mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai X2hitung = 7,621 dan ρValue=
0,006. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
69
0,05) dan dk=1, maka diperoleh X2tabel=3,841.
Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan
penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
jika X2hitung (7,621) lebih besar dari pada X2
tabel
(3,841) dan ρValue (0,006) < 0,05 maka H0 ditolak
atau H1 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
penolong persalinan dengan pemberian imunisasi
Hepatitis B (0-7) hari di Kelurahan Lemo,
Kecamtan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun
2010. Berdasarkan nilai uji keeratan hubungan
sebesar 0,561 sehingga disimpulkan derajat
keeratan hubungan kedua variabel adalah
‘kuat’.
Penolong persalinan adalah orang/tenaga
yang menolong ibu dalam proses alami yang akan
berlangsung untuk melahirkan bayi melalui jalur
lahir. Penolong persalinan yang dimaksud adalah
tenaga kesehatan dan bukan tenaga kesehatan
70
yang terdidik, terlatih ataupun terdidik dan
terlatih.
Pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari)
menjadi kewenangan petugas Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA) di mana penjangkauan bayi baru lahir
dengan memantau Ibu hamil yang dimulai saat
antenatal care (ANC). Persalinan yang ditolong
oleh tenaga kesehatan dapat langsung
mendapatkan imunisasi hepatitis pada saat
kelahiran, sedangkan persalinan yang ditolong
oleh dukun penjangkauanya berdasarkan laporan
keluarga/kader/dukun kepada tenaga kesehatan
(Dokter atau bidan di desa) sehingga
memungkinkan keterlambatan dalam pemberian
imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Penelitian ini mengemukakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara penolong
persalinan dengan pemberian imunisasi hepatitis
B (0-7 hari) di Kelurahan Lemo, Kecamatan
Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun 2010. Ini
71
dapat dilihat dari hasil penelitian yang
menyebutkan bahwa mayoritas responden yang
melahirkan dengan bantuan petugas kesehatan
mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari)
begitu juga sebaliknya yaitu responden yang
melahirkan dengan bantuan tenaga non kesehatan
seperti dukun atau bantuan orang tua sendiri
tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7
hari).
Kelurahan Lemo sebagai daerah pesisir di
Kabupaten Buton Utara merupakan daerah yang
susah diakses oleh tenaga kesehatan. Ini
merupakan faktor yang menyebabkan rendahya
pemberian imunisasi bagi masyarakat yang
berdomisili di Kelurahan Lemo karena jarak
antara Puskesmas Kulisusu sebagai pusat
beraktifitasnya petugas kesehatan dalam
menjalankan tugasnya dengan Kelurahan Lemo
sangat jauh yaitu mencapai 7 kilometer (km).
Jarak yang jauh ini ikut mengakibatkan
72
rendahnya pemberian imunisasi bagi masyarakat.
Berbagai alasan yang dikemukakan oleh responden
seperti alasan bahwa petugas kesehatan jarang
datang atau masyarakat yang jarang mengakses
pusat pelayanan kesehatan tersebut. Biasanya
petugas kesehatan yang menolong persalinan lupa
membawa vaksin imunisasi hepatitis B sehingga
tidak memberikan imunisasi hepatitis B sesaat
setelah proses kelahiran anak serta kurangnya
frekuensi pertemuan antara mayarakat denag
petugas kesehatan ini menyebabkan anak tidak
mendapatkan imunisasi hepatitis B. Selain itu,
walaupun yang menolong persalinan ibu adalah
tenaga kesehatan tetapi pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) tetap rendah karena
berdasarakan pengakuan responden bahwa kadang
petugas kesehatan tidak memberikan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) jika keluarga yang
melahirkan tidak meminta.
73
Penelitian ini sesuai dengan penelitian
Gunawan (2009) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara penolong persalinan dengan
status imunisasi hepatits B (0-7 hari) anak.
Gunawan mengemukakan bahwa terdapat hubungan
antara penolong peralinan dengan pemberian
imunisasi hepatitis B 0-7 hari pada anlisis
bivariat diperoleh hasil uji chi square dengan
ρValue= 0,005.
b. Hubungan dukungan suami dengan pemberianimunisasi hepatitis B (0-7 hari)
Hubungan dukungan suami dengan pemberian
imunisasi hepatitis B (0-7 hari dapat disajikan
pada tabel 9.
Tabel 10. Hubungan Dukungan Suami DenganPemberian Imunisasi Hepatitis B (0-7Hari di Kelurahan Lemo, KecamtanKulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun2010.
No Dukungansuami
PemberianImunisasi Total
X2hit ρValue RØTidak
Dapat Dapat
n % n % n %
74
1 Tidakada
dukungan18 100 0 0
1
8
10
0
27,0
29
0,0
001,02 Ada
dukungan0 0 13 100
1
3
10
0
Total 1858,
113
41,
9
3
1
10
0
Sumber: Data Primer, Diolah 14 Juni 2010
Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa
dari 18 responden yang tidak mendapat dukungan
suami dalam pemberian imunisasi Hepatitis B (0-
7 hari), seluruhnya tidak mendapatkan imunisasi
Hepatitis B (0-7 hari). Responden yang mendapat
dukungan suami dalam pemberian imunisasi
Hepatitis B (0-7 hari) sebanyak 13 responden,
seluruhnya mendapatkan imunisasi Hepatitis B
(0-7 hari).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai X2hitung = 27,029 dan ρValue=
0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) dan dk=1, maka diperoleh X2tabel=3,841.
75
Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan
penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
jika X2hitung (27,029) lebih besar dari pada X2
tabel
(3,841) dan ρValue (0,000) < 0,05 maka H0 ditolak
atau H1 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan suami dengan pemberian imunisasi
Hepatitis B (0-7 hari) di Kelurahan Lemo,
Kabupaten Buton Utara Tahun 2010. Berdasarkan
nilai uji keeratan hubungan sebesar 1,0
sehingga disimpulkan derajat keeratan hubungan
kedua variabel adalah ‘sangat kuat’.
Dukungan suami adalah keikutsertaan suami
dalam memberikan dorongan kepada ibu, untuk
memberikan imunisasi hepatitis B pada bayi baru
lahir. Keikutsertaan suami dalam memberikan
dukungan adalah salah satu kegiatan pokok yang
sangat penting (Sugeng, 1991).
Nilai uji keeratan hubungan antara
dukungan suami dengan pemberian imunisasi
76
hepatitis B (0-7 hari) dalam penelitian ini
termasuk dalam kategori sangat kuat.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
bahwa semua responden yang mendapat dukungan
suami dalam pemberian imunisasi, anaknya
mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Demikian juga sebaliknya seluruh responden yang
tidak mendapat dukungan suami dalam pemberian
imunisasi, anaknya juga tidak mendapatkan
imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Penelitian ini mayoritas suami responden
tidak berperan dalam pengambilan keputusan
untuk memberikan imunisasi hepatitis B pada
baru lahir (0-7 hari). Hal ini dipengaruhi
beberapa faktor misalnya kurangya pengetahun
suami akan pentingnya pemberian imunisasi
hepatitis B pada baru lahir (0-7 hari). Suami
tidak mengatahui pentingnya imunisasi hepatitis
B (0-7 hari) dan tidak mengetahui akibat jika
anaknya tidak mendapatkan imunisais hepatitis B
77
(0-7 hari). Kesibukan suami dalam
merealisasikan perannya sebagai kepala kelaurga
dalam mencari dan menambah pengahasilan unyuk
memenuhi keperluan keluarga sehari-hari.
Penyebab lain yang ditemukan peneliti
adalah adanya sebuah anggapan yang beredar dan
dianut oleh kebanyakan kalangan masyarakat
walaupun tidak sengaja dibentuk dan tidak
disepakati secara resmi yaitu kebiasaan
pembagian kerja dalam rumah tangga dimana suami
hanya bertanggung jawab dalam memberikan nafkah
kepada keluarga dan istri bertanggung jawab
dalam mengurus dan membesarkan anak. Fenomena
ini mengilustrasikan bahwa seakan-akan upaya
pengasuhan dan perawatan anak hanya dibebankan
kepada istri sedangkan suami hanya menjalankan
perannya sebagai kepala keluarga sebagai
penanggung nafkah. Ini berdasarkan pengakuan
responden yang tidak mendapat dukungan suami
dalam hal; pemberian imunisasi hepatitis B (0-7
78
hari). Responden mengemukakan bahwa masalah-
masalah yang berhubungan dengan perawatan anak
merupakan tugasnya dan suami tidak mencampuri
permasalahan tersebut.
Sebagai kepala keluarga, dukungan suami
dalam kegiatan imunisasi sangat dibutukan yaitu
dengan memberikan motivasi kepada ibu untuk
turut berpartisipasi dalam kegiatan imunsasi.
Dorongan keluarga dalam hal ini suami sangat
mempengaruhi pemberian imunisasi hepatitis B
pada bayi (0-7 hari), hal ini sesuai dengan
penelitian Sudjidah dalam Fijung (2004) yang
menyatakan bahwa motivasi keluarga mempunyai
hubungan yang sangat kuat terhadap pemberian
imunisasi hepatitis B (0-7 hari), peran serta
imunisasi dalam memberikan motivasi sedapat
mungkin suami mengingatkan istirnya untuk
memberikan imunisasi hepatitis B (0-7hari).
Dukungan suami sangat berperan dalam
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
79
Suami merupakan pengambil keputusan dan penentu
keputusan dalam suatu rumah tangga. Motivasi
berupa dukungan yang diberikan akan memberikan
pengaruh langsung untuk turut berperan serta
dalam pemberian imunisasi hepatitis B (0-7
hari), sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi dukungan dari suami, maka semakin tinggi
pula presentase pemberian imunisasi hepatitis B
(0-7 hari). Hal ini sesuai dengan penelitian
(Sugeng 1991) diperoleh bahwa motivasi keluarga
dalam hal ini dukungan suami merupakan faktor
utama yang mempengaruhi pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) sehingga penelitian ini
sesuai dengan yang diharapkan.
c. Hubungan penyuluhan kesehatan dengan pemberianimunisasi hepatitis B (0-7 hari)
Hubungan penyuluhan kesehatan dengan
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari)
dapat disajikan pada tabel 9.
80
Tabel 11. Hubungan Penyuluhan Kesehatan DenganPemberian Imunisasi Hepatitis B (0-7Hari) di Kelurahan Lemo, KecamtanKulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun2010.
NoPenyuluh
ankesehata
n
PemberianImunisasi Total
X2hit ρValueTidak
Dapat Dapat
n % n % n %
1 Tidakdapat
13 76,5 423,
517 100
3,697 0,0552 Dapat 5 35,7 964,
314 100
Total18 58,1 13
41,
931 100
Sumber: Data Primer, Diolah 14 Juni 2010
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa
dari 17 responden yang tidak memperoleh
penyuluhan kesehatan, terdapat 13 responden
diantaranya (76,5%) tidak mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) dan 4 responden lainnya
(23,5%) yang mendapatkan imunisasi hepatitis B
(0-7 hari). Responden yang memperoleh
81
penyuluhan kesehatan sebanyak 16 responden, 5
responden diantaranya (35,7%) tidak mendapatkan
imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dan 9
responden lainnya (64,3%) yang mendapatkan
imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi
square diperoleh nilai X2hitung = 3,697 dan ρValue=
0,055. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) dan dk=1, maka diperoleh X2tabel=3,841.
Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan
penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
jika X2hitung (3,697) lebih kecil dari pada X2
tabel
(3,841) dan ρValue (0,055) > 0,05 maka H0 diterima
Sampah dan LalatTimbunan sampah yang terkumpul dan tidak
tertangani akan menimbulkanmasalah estetika, bau danmengundang lalat yang membawa berbagai penyakit. Halini menimbulkan pencemaran yang akan merusak lingkungan(Sejati, 2009; Manurung, 2008), sehingga sampah organikmemerlukan penanganan yang segera (Jana et al., 2006).
Kehadiran lalat umumnya tidak diharapkan karena dapatmengurangi kenyamanan, estetika, dan higienis dari tempattersebut. Lalat biasanya datang dan memakan hidangan yang telahdisajikan dengan paksa (merampas makanan) danmeninggalkan pathogen yang dapat menyebabkan penyakit (merampaskesehatan) manusia (Suheriyanto, 2008). Lalat dapat menyebarkanberbagai jenis penyakit (Rudianto, 2005) seperti kolera, diare,disentri, thypus dan TBC (Suraini, 2011; Suheriyanto, 2008). Lalatmerupakan media berbagai kuman penyakit (carier pathogen) mulaibekteri pathogen sampai virus penyebab berbagai penyakit(Suheriyanto, 2008), serta protozoa dan telur cacing (Santi dalamSuraini, 2011). Oleh karena itu, sampah dan benda-benda buanganyang banyak terdapat di lingkungan kita perlu ditanggapi secaraserius dan dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya (Wibowo,2009). Penelitian Suraini (2011) menyatakan bahwa jenis lalat yangbiasanya hidup disampah adalah Musca domestica dan Chrysomyamegacephala, sedangkan Sopian dan Hidayat (2006) menyatakan bahwaspesies lalat mata bertangkai juga dapat hidup ditumpukan sampah,
yaitu spesies Cyrtodiopsis dalmanni Wiederman dan Teleopsis sp. Dariberbagai jenis lalat tersebut, jenis Musca domestica (lalat rumah)dari famili Muscidae adalah jenis yang paling sering ditemukanpada timbunan sampah dan menjadi vektor penularan penyakit(Suraini, 2011; Khalil et al., 2010; Ginandjar et al., 2005).
Ginandjar, P. dan E.S. Majawati. 2005. Identifikasi Cacingdan Protozoa Usus pada Tubuh Lalat. Meditek 13(34): 14-23.
Jana, I W., N.K. Mardani, I W., dan Budiyarsa S. 2006.Analisis Karakteristik Sampah dan Limbah Cair PasarBadung dalam Upaya Pemilihan SistemPengelolaannya. Ecotrophic 1(2): 1-10.
Khalil, M.S.., A.A. Assar, M.M. Abo El-Mahasen, and Mahmoud.2010. Morphological Effects of Some Insect GrowthRegulators on Musca domestica (Diptera, Muscidae). BiologyScience Journal 2(2): 29-36.
Manurung, R. 2008. Persepsi dan Partisipasi Siswa SekolahDasar dalam Pengelolaan Sampah di LingkunganSekolah. Jurnal Pendidikan Penabur (10): 22-34.
Rudianto, H. dan R. Azizah. 2005. Studi tentang PerbedaanJarak Perumahan ke TPA Sampah Open Dumping denganIndikator Tingkat Kepadatan Lalat dan Kejadian Diare(Studi di Desa Kenep Kecamatan Beji KabupatenPasuruan).Jurnal Kesehatan Lingkungan 1(2): 152-159.
Sejati, K. 2009. Pengolahan Sampah Terpadu dengan Sistem Node, SubPoint, dan Center Point. Kanisius, Yogyakarta.
Suheriyanto, D. 2008. Ekologi Serangga. Universitas NegeriMalang, Malang.
Suraini. 2011. Jenis-jenis Lalat (Diptera) dan BakteriEnterobacteriaceae yang Terdapat di Tempat PembuanganAkhir Sampah (TPA) Kota Padang. Tesis. PascasarjanaUniversitas Andalas, Padang.