-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang PT. Krakatau Steel merupakan perusahaan
industri baja
terbesar di Indonesia. Dengan kapasitas produksi baja sebesar
120 juta ton per tahun, menjadikan PT. Krakatau Steel termasuk ke
dalam salah satu BUMNS (Badan Usaha Milik Negara Strategis) di
Indonesia. Dengan lima buah Unit Produksi yang dimiliki oleh PT.
KRAKATAU STEEL antara lain Pabrik Besi Spons, Pabrik Baja Slab,
Pabrik Baja Billet, Pabrik Batang Kawat, Pabrik Baja Lembaran
Panas, dan Pabrik Baja Lembaran Dingin, menyebabkan PT. KRAKATAU
STEEL membutuhkan daya yang besar untuk mengoperasikan unit-unit di
pabriknya. Sumber daya listrik yang digunakan selama ini oleh PT.
KRAKATAU STEEL sebagai pembangkit untuk unit-unit di pabriknya
berasal dari dua sumber, yaitu PT. PLN (Persero) dan PT. Krakatau
Daya Listrik. Bersama dengan PT. PLN (Persero), PT. Krakatau Daya
Listrik menyuplai daya listrik untuk PT. KRAKATAU STEEL sebesar 400
MW. Namun besar itu hanya 20% dari daya yang dibutuhkan oleh PT.
KRAKATAU STEEL untuk menjalankan unit-unit produksi yang ada di
pabrik. Sedangkan 80% daya listrik yang digunakan masih berasal
dari PT. PLN (Persero).
Seiring berkembangnya isu Hemat Energi di dunia dewasa ini,
PT.PLN (Persero) mulai membatasi asupan daya listrik untuk
penggunaan industri. Kebijakan ini juga berlaku untuk suplai daya
listrik ke PT. KRAKATAU STEEL. Kerusakan pada salah satu trafo yang
terjadi di PT. Krakatau Daya Listrik menambah kompleks permasalahan
krisis daya pada PT. KRAKATAU STEEL. Terbatasnya asupan daya
listrik menyebabkan produksi unit-unit dari PT. KRAKATAU STEEL ini
menjadi kurang optimal karena harus beroperasi secara bergantian.
Hal itu juga berakibat pada berkurangnya kapasitas produksi PT.
KRAKATAU STEEL per tahunnya yang secara
-
Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi
Industri - ITS
2 BAB I: Pendahuluan
tidak langsung mempengaruhi laba dari pendapatan PT. KRAKATAU
STEEL per tahunnya.
Sebagai penyikapan untuk menanggapi masalah krisis daya listrik
tersebut PT. KRAKATAU STEEL mengambil beberapa solusi, salah
satunya adalah menambahkan alat Oxy-Fuel Burner pada 2 unit furnace
yang mereka miliki. Alat tersebut dipasang pada unit Electric Arc
Furnace 9 (EAF 9) dan Electric Arc Furnace 10 (EAF 10). Kedua unit
tersebut sama-sama berlokasi di Divisi Pabrik Slab Baja 2 (Slab
Steel Plant 2 (SSP 2)) di kawasan pabrik PT. KRAKATAU STEEL. Tujuan
dari penambahan alat ini adalah untuk mempercepat proses peleburan
pada furnace dengan mempercepat proses pemanasan melalui injeksi
Oksigen untuk menaikkan temperatur. Alat ini mempunyai dua lance
dimana salah satunya berfungsi untuk menginjeksi gas Oksigen dan
yang lainnya untuk menginjeksi Karbon. Injeksi karbon itu sendiri
adalah untuk mengendalikan kadar Oksigen dalam furnace selama
proses peleburan.
Setelah pemasangan alat Oxy-Fuel Burner pada EAF 9 dan EAF 10,
ternyata timbul permasalahan baru. Konsumsi bata tahan api
(refraktori) pada furnace menjadi meningkat jumlahnya. Refraktori
yang biasanya tahan untuk 250 300 heat (proses peleburan) per
revetment (penggantian), namun setelah penambahan alat tersebut
hanya mampu bertahan untuk 150 160 heat saja per revetment. Di sisi
lain, refaktori itu sendiri merupakan salah satu unit yang menelan
anggaran perusahaan terbesar ke-2 setelah daya listrik. Oleh sebab
itu, solusi untuk mengatasi masalah ini sangat penting untuk
optimalisasi biaya produksi dari PT. KRAKATAU STEEL.
Pada praktiknya di lapangan, untuk mengatasi masalah tersebut
PT. KRAKATAU STEEL telah mengambil beberapa alternatif solusi,
salah satunya adalah dengan proses ramming pada refraktori yang
dilakukan pada bagian sisi bawah (bottom) pada furnace. Ramming
adalah proses perbaikan refraktori pada
-
Tugas Akhir Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas
Teknologi Industri - ITS
BAB I: Pendahuluan 3
bagian sisi bawah furnace dengan menambal dan menumbuk bagian
refraktori yang hilang/bolong akibat selama proses peleburan dengan
material yang identik dengan karakteristik bata refraktorinya agar
material tersebut menghasilkan efek sintering dengan refraktori.
Pada proses ramming ini PT. KRAKATAU STEEL mempunyai dua jenis
material ramming yang berbeda, yaitu jenis A dan jenis B yang
mempunyai hasil sintering yang berbeda pula.
1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat pada penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh waktu tahan sintering terhadap hasil
sintering material ramming pada refraktori magnesia (MgO).
2. Bagaimana pengaruh ukuran partikel material ramming terhadap
hasil sintering material ramming pada refraktori magnesia
(MgO).
1.3 Batasan Masalah Untuk menganalisis permasalahan dalam
penelitian ini
terdapat beberapa batasan masalah antara lain: 1. Kadar MgO
dalam bata refraktori dan material ramming
dianggap konstan/sama. 2. Temperatur sintering yang digunakan
pada penelitian
konstan, yaitu 1100 C. 3. Perbandingian komposisi antara
material refraktori dan
material ramming yang digunakan pada spesimen adalah 80 : 20
dari volume spesimen.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hasil
sintering material ramming pada refraktorinya dengan menggunakan
variasi waktu sintering dan ukuran butir material ramming dengan
mengidentifikasi butiran material ramming yang ter-sintering dengan
refraktorinya melalui pengamatan mikroskop
-
Tugas Akhir
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi
Industri - ITS
4 BAB I: Pendahuluan
optik, menentukan unsur yang terdapat pada spesimen setelah
proses sintering melalui pengamatan SEM/EDAX, dan menentukan angka
kekerasan dari refraktori setelah di-sintering dengan material
ramming nya dengan pengujian kekerasan.
1.5 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah menentukan
dan
merumuskan solusi yang efektif dalam proses ramming pada
refraktori bagian bottom dari Electric Arc Furnace 10 Divisi Pabrik
Slab Baja 2 PT. KRAKATAU STEEL untuk memperpanjang umur pakai
refraktorinya.