BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Sebagai Komponen Stomatognathi 2.2 Temporo Mandibula Joint 2.2.1 Komponen TMJ 2.2.2 Fisiologi Pergerakan TMJ 2.3 Oklusi Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan neuromuscular system (Hamzah, Zahseni, 2009). 2.3.1 Oklusi Ideal Dikenal dua macam istilah oklusi yaitu : 1. Oklusi ideal adalah Merupakan konsep teoretis dari struktur oklusal dan hubungan fungsional yang mencakup prinsip dan karakteristik ideal yang harus dimiliki suatu keadaan oklusi. Menurut Kamus Kedokteran Gigi, oklusi ideal adalah keadaan beroklusinya semua gigi, kecuali insisivus central bawah dan molar tiga atas, beroklusi dengan dua gigi di lengkung antagonisnya dan didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami keausan. Syarat lain untuk mendapatkan oklusi ideal antara lain: a. Bentuk korona gigi berkembang dengan normal dengan perbandingan yang tepat antara dimensi mesio-distal atau buko-lingual b. Tulang, otot, jaringan disekitar gigi anatomis mempunyai perbandingan yang normal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gigi Sebagai Komponen Stomatognathi
2.2 Temporo Mandibula Joint
2.2.1 Komponen TMJ
2.2.2 Fisiologi Pergerakan TMJ
2.3 Oklusi
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula,
yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi
pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system
dan neuromuscular system (Hamzah, Zahseni, 2009).
2.3.1 Oklusi Ideal
Dikenal dua macam istilah oklusi yaitu :
1. Oklusi ideal adalah Merupakan konsep teoretis dari struktur oklusal dan hubungan fungsional
yang mencakup prinsip dan karakteristik ideal yang harus dimiliki suatu keadaan oklusi.
Menurut Kamus Kedokteran Gigi, oklusi ideal adalah keadaan beroklusinya semua gigi,
kecuali insisivus central bawah dan molar tiga atas, beroklusi dengan dua gigi di lengkung
antagonisnya dan didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami keausan. Syarat lain
untuk mendapatkan oklusi ideal antara lain:
a. Bentuk korona gigi berkembang dengan normal dengan perbandingan yang tepat antara
dimensi mesio-distal atau buko-lingual
b. Tulang, otot, jaringan disekitar gigi anatomis mempunyai perbandingan yang normal
c. Semua bagian yang membentuk gigi geligi geometris dan anatomis, satu dan secara
bersama-sama memenuhi hubungan yang teratur.
d. Gigi geligi terhadap mandibula dan cranium mempunyai hubungan geometris dan
anatomis yang teratur (Hamzah, Zahseni, 2009).
2. Oklusi normal adalah suatu kondisi oklusi yang berfungsi secara harmonis dengan proses
metabolic untuk mempertahankan struktur penyangga gigi dan rahang berada dalam keadaan
sehat. Oklusi dikatakan normal jika:
a. Susunan gigi di dalam lengkung gigi teratur dengan baik
b. Gigi dengan kontak proksimal
c. Hubungan seimbang antara gigi dan tulang rahang terhadap cranium dan muscular di
sekitarnya
d. Ketika gigi berada dalam kontak oklusal, terdapat maksimal interdigitasi dan minimal
overbite dan overjet
e. Cusp mesio-bukal molar 1 maksila berada di groove mesio-bukal molar 1 mandibula dan
cusp disto-bukal molar 1 maksila berada di embrasure antara molar 1 dan 2 mandibla dan
seluruh jaringan periodontal secara harmonis dengan kepala dan wajah (Hamzah,
Zahseni, 2009).
Beberapa ahli menyatakan bahwa oklusi dibentuk oleh suatu sistem struktur yang
terintegrasi antara sistem otot-otot mastikasi dan sistem neuromuskuler sendi temporomadibular
dan gigi-geligi. Dari aspek sejarah perkembangannya, dikenal tiga konsep dasar oklusi yang
sejauh ini diajarkan dalam pendidikan kedokteran gigi : (Gunadi, Haryanto A, 1994).
1. Pertama, konsep oklusi seimbang (balanced occlusion) yang menyatakan suatu oklusi baik
atau normal, bila hubungan antara kontak geligi bawah dan geligi atas memberikan tekanan
yang seimbang pada kedua rahang, baik dalam kedudukan sentrik maupun eksentrik.
2. Kedua, konsep oklusi morfologik (morphologic occlusion) yang penganutnya menilai baik-
buruknya oklusi melalui hubungan antar geligi bawah dengan lawannya dirahang atas pada
saat geligi tersebut berkontak.
3. Ketiga, konsep oklusi dinamik/individual/fungsional (dinamic/individual/functional
occlusion). Oklusi yang baik atau normal harus dilihat dari segi keserasian antara komponen-
komponen yang berperan dalam proses terjadinya kontak antar geligi tadi. Komponen-
komponen ini antara lain ialah gigi geligi dan jaringan penyangganya, otot-otot mastikasi dan
sistem neuromuskularnya, serta sendi temporo mandibula. Bila semua struktur tersebut
berada dalam keadaan sehat dan mampu menjalankan fungsinya dengan baik, maka oklusi
tersebut dikatakan normal.
C. Berdasarkan Bentuk Oklusi
Oklusi gigi geligi bukanlah merupakan keadaan yang statis selama mandibula bergerak,
sehingga ada bermacam-macam bentuk oklusi, misalnya: sentrik, eksentrik, habitual, supra-infra,
mesial distal, lingual (Gunadi dkk., 1994).
D. Berdasarkan Bentuk Madibula
1. Intercupal Contact Position (ICP), adalah kontak maksimal antara gigi geligi dengan
antagonisnya
2. Retruded Contact Position (RCP), adalah kontak maksimal antara gigi geligi pada saat
mandibula bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB masih mampu bergerak secara
terbatas ke lateral.
3. Protrusif Contact Position (PCP) adalah kontak gigi geligi anterior pada saat RB digerakkan
ke anterior
4. Working Side Contact Position (WSCP) adalah kontak gigi geligi pada saat RB digerakkan ke
lateral.
Selain klasifikasi diatas, secara umum pola oklusi akibat gerakan RB dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Bilateral balanced occlusion, bila gigi geligi posterior pada kerja dan sisi keseimbangan,
keduanya dalam keadaan kontak
2. Unilateral balanced occlusion, bila gigi geligi posterior pada sisi kerja kontak dan sisi
keseimbangan tidak kontak
3. Mutually protected occlusion, dijupai kontak ringan pada gigi geligi anterior, sedang pada
gigi posterior
4. Tidak dapat ditetapkan, bila tidak dikelompokkan dalamklasifikasi diatas. (Hamzah dkk.,
2009).
2.1.3 Oklusi yang Normal
Konsep bahwa ada yang ideal untuk setiap komponen oklusi gigi-geligi, dari suatu
pengetahuan di mana variasi, atau maloklusi bisa diukur, barangkali dimulai dari hasil penelitian
Angel (1899). Angel yang mengadakan penelitian mengenai oklusi statis pada posisi interkuspal,
mendifinisikan hubungan ideal dari gigi geligi molar pertama atas dan bawah tetap pada bidang
sagital. Dari definisi ini, dapatlah didefinisikan variasi dari oklusi pada bidang yang sama, dan
klasifikasi oklusi dari angel, atau versi modifikasinya, sudah dipergunakan secara luas sejak
klasifikasi tersebut diperkenalkan (Foster, 1997).
Andrew (1972) menyebutkan enam kunci oklusi normal, yang berasal dari hasil
penelitian yang dilakukannya terhadap 120 subyek yang oklusi idelnya mempunyai enam cirri.
Keenam cirri tersebut adalah :
1. Hubungan yang tetap dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang sagital.
2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal.
3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital.
4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual.
5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung gigi, tanpa
celah maupun berjejal-jejal.
6. Bidang oklusi yang datar atau sedikit melengkung (Foster, 1997).
Andrew memperkirakan bahwa jika satu atau beberapa ciri ini tidak tepat, hubungan oklusal
dari gigi geligi tidaklah ideal (Foster, 1997). Sekali lagi, “Kunci” Andrew berhubungan terutama
dengan oklusi static, tetapi cirri-ciri yang didefinisikan tidak mencangkup klasifikasi dari Angel
(Foster, 1997).
Beberapa criteria mengenai oklusi fungsional yang idela sudah diperkenalkan oleh Roth
(1976). Berikut ini adalh salinan dari konsep Roth, yang ditunjukan terutama untuk mendapatkan
efisiensi pengunyahan maksimal yang konsisten dengan beban traumatuk minimal yang
mengenai gigi-gigi dan jaringan pendukung serta otot dan apparatus pengunyahan skeletal
(Foster, 1997).
1. Pada posisi interkuspal maksimal (oklusi sentrik), kondil mandibula harus berada pada
posisi paling superior dan paling retrusi dalam fosa kondilar. Ini berdampak bahwa posisi
interkuspal adalah sama dengan posisi kontak retrusi.
2. Pada saat menutup ke oklusi sentrik, stress yang mengenai gigi-gigi posterior harus
diarahkan sepanjang sumbu panjang gigi.
3. Gigi-gigi posterior harus berkontak setara dan merata, tanpa kontak pada gigi-gigi
anterior, pada oklusi sentrik.
4. Harus ada overjet dan overbite minimal, tetapi cukup besar untuk membuat gigi-gigi
posterior saling tidak berkontak pada gerak lateral dari mandibula, ke luar dari oklusi
sentrik.
5. Harus ada halangan minimal dari gigi-gigi terhadap gerak mandibula seperti dibatasi oleh
sendi temporomandibula (Foster, 1997).
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Oklusal
1.Kontak Prematur dan Blocking
Ketidakseimbangan oklusi terjadi bila gigi yang berkontak terlebih dahulu pada regio
tertentu jumlahnya kurang dari 50% dari jumlah gigi di regio tersebut atau satu atau dua gigi
berkontak terlebih dahulu. Bila hambatan terjadi pada waktu oklusi sentris disebut kontak
prematur, sedangakan jika terjadi pada gerak artikulasi disebut blocking
2. Gigi Hilang yang Tidak Diganti
Hilangnya gigi-gigi fungsional akan menghasilkan perubahan hubungan dan
keseimbangan tekanan diantara gigi-gigi. Ketika gigi bagian proksimal tidak didukung oleh gigi
tetangganya karena telah diekstrasi, tekanan oklusal menekan jaringan periodonsium dan
mengakibatkan gigi semakin miring.
3. Perbandingan Mahkota-Akar yang Tidak Seimbang
Gigi dengan mahkota yang besar dan permukaan oklusal yang lebar tetapi akarnya
pendek dan runcing menyebabkan trauma oklusi, karena tekanan oklusal yang jatuh pada
permukaan gigi akan melebihi kapasitas adaptasi jaringan periodonsiumnya.
4. Restorasi yang Terlalu Tinggi
Jika restorasi terlalu tinggi, gigi akan bertemu dengan lawannnya terlebih dahulu pada penutupan
sentrik. Salah satu contoh adalah pada pemakaian restorasi mahkota jaket porselen yang terlau tinggi sehingga
pada posisi protrusif hanya makhota dengan gigi lawan yang berkontak.
5. Kebiasaan Buruk
Kebiasaan menggigit kuku, pulpen, jepit rambut dan lain-lain akan menyebabkan kerusakan jaringan
periodonsium. Kebiasaan lainnya seperti bruksism dapat menyebabkan terkikisnya gigi sehingga
mengakibatkan kontak gigi geligi menjadi terganggu.
6. Ukuran dan Bentuk Gigi
Gigi adalah tempat utama dalam etiologi dari kesalahan bentuk dentofacial dalam berbagai macam
cara. Variasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisis gigi semua dapat menyebabkan maloklusi. Hal yang
sering dilupakan adalah kemungkinan bahwa malposisisi dapat menyebabkan malfungsi.
7. Herediter
Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Kesalahan asal genetic dapat menyebabkan
penampilan gigi sebelum lahir mereka tidak dapat dilihat sampai 6 tahun setelah kelahiran. Faktor genetic gigi
adalah kesamaan bentuk gigi dalam keluaraga sangat sering terjadi, dimana gigi anak akan mengikuti bentuk
gigi orang tuanya.
8. Trauma
Baik trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan atau kesalahan bentuk
dentofacial.
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Oklusal
Menurut Dockrell (1952) dan Moyers (1988) menyatakan faktor yang mempengaruhi
perubahan lengkung gigi antara lain genetik dan lingkungan seperti kebiasaan oral, malnutrisi,
dan fisik. Menurut Van der Linden (1986), faktor yang mempengaruhi perubahan dan
karakteristik lengkung gigi antara lain fungsi rongga mulut, kebiasaan oral dan otot-otot rongga
mulut.Faktor lain seperti prematur loss gigi desidui, ras dan jenis kelamin juga mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan lengkung gigi.
A. Genetik
Genetik merupakan faktor yang penting dalam menentukan ukuran dan bentuk rahang
gigi. Arya (1973), dan Hue (1991) menunjukkan bahwa faktor genetik berperan pada dimensi
lebar, panjang, dan keliling lengkung gigi. Penelitian Cassidy menerangkan bahwa hubungan
bagian bukal yaitu hubungan molar pertama antara maksila dan mandibula dalam arah sagital
pada remaja saudara kandung lebih serupa daripada remaja yang tidak ada hubungan biologis.
B. Lingkungan
Faktor lingkungannya termasuk kebiasaan oral, malnutrisi dan fisik.
a. Kebiasaan Oral
Kebiasaan oral yang mempengaruhi lengkung gigi antara lain menghisap ibu jari atau
jari-jari tangan, menghisap dot, bernafas melalui mulut, dan penjuluran lidah. Peran kebiasaan
oral terhadap perubahan dan karaktristik lengkung gigi tergantung dari frekuensi, intensitas dan
lama durasi Hasil penelitian Aznar (2006) dan peneliti lain, menunjukkan kebiasaan hisap jari
untuk jangka waktu yang panjang akan menyebabkan penambahan jarak antara molar
mandibula. Aznar juga menunjukkan bahwa kebiasaan menghisap mainan akan menyebabkan
pengurangan lengkung gigi maksila terutama di bagian kaninus dan kebiasaan bernafas melalui
mulut menyebabkan pengurangan ukuran pada rahang atas dan bawah.Aktivitas kebiasaan buruk
ini berkaitan dengan otot-otot rongga mulut. Aktivitas ini sangat sering ditemukan pada anak-
anak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi, meskipun hal ini menjadi tidak
normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak.
b.Malnutrisi
Nutrisi yang baik adalah penting pada waktu remaja untuk memperoleh pertumbuhan oral yang
baik. Pengambilan nutrisi atau energi yang kurang dapat mempengaruhi pertumbuhan sehingga
membatasi potensi pertumbuhan seseorang.Malnutrisi dapat mempengaruhi ukuran bagian
badan, sehingga terjadi perbandingan bagian yang berbeda-beda dan kualitasjaringan yang
berbeda-beda seperti kualitas gigi dan tulang. Adanya malnutrisi dapat berakibat langsung pada
organ-organ tubuh.
c.Fisik
Perubahan dalam kebiasaan diet seperti tekstur makanan yang lebih halus menyebabkan
penggunaan
otot pengunyahan dan gigi berkurang. Akibat pengurangan pengunyahan akan menyebabkan
perubahan pada perkembangan fasial sehingga maksila menjadi lebih sempit. Hasil penelitian
Moore dkk (1968) mengenai dimensi rahang dan gigi sejak zaman Neolitik sampai zaman
modern menunjukkan bahwa diet modern kurang membutuhkan pengunyahan sehingga kurang
memberi stimulus terhadap pertumbuhan rahang dibandingkan dengan diet yang lebih
primitif.Penelitian Defraia mendapati anak-anak pada zaman sekarang mempunyai lengkung gigi
atas yang lebih kecil dari subjek yang diteliti 40 tahun yang lalu oleh Lindsten dkk.
2.3.3 Klasifikasi Oklusi
1. Klasifikasi Menurut Edward Angle
Klasifikasi ini berdasarkan pada klasifikasi Edward Angle (1899) walaupun berbeda
dalam beberapa aspek yang penting. Ini adalah klasifikasi dari hubungan antero-posterior
lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal, gigi
berjejal dan malposisi local dari gigi-gigi (Foster, 1997).
Klas 1
Hubungan ideal yang bisa ditolerir. Ini adalah hubungan antero-posterior yang
sedemikian rupa, dengan gigi-gigi berada pada posisi yang tepat di lengkung rahang, ujung gigi
kaninus atas berada pada bidang vertical yang sama seperti ujung distal gigi kaninus bawah.
Gigi-gigi premolar atas berinterdigitasi dengan cara yang sama dengan gigi-gigi premolar
bawah, dan tonjol antero-bukal dari molar pertama atas tetap beroklusi dengan alur (groove)
bukal dari molar pertama bawah tetap (Gambar 2.8). Jika gigi insisivus berada pada inklinasi
yang tepat, overjet insisal adalah sebesar 3 mm (Foster, 1997).
Gambar 2.8. Oklusi Klas I Angle
Klas 2
Pada hubungan klas 2, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada lengkung
gigi atas dibandingkan pada hubungan klas 1. Karena itulah, keadaan ini kadang disebut sebagai
“hubungan postnormal” . Ada 2 tipe hubungan Klas 2 yang umum dijumpai, dan k arena itu,
Klas 2 ini umumnya dikelompokkan menjadi dua devisi (Foster, 1997).
Klas 2 divisi 1
Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas 2, dengan gigi-gigi insisuv sentral atas
proklinasi, dan overjet insisal lebih besar (Gambar 2.9). Gigi insisivus lateral atas juga proklinasi
(Foster, 1997).
Klas 2 divisi 2
Lengkung gigi mempunyai hubungan klas 2, dengan gigi-gigi insisivus sentral atas yang
proklinasi dan overbite insisal yang besar (Gambar 2.9). Gigi-gigi insisivus lateral atas bisa
proklinasi atau retroklinasi (Foster, 1997).
Tidaklah selalu dapat mengelompokkan hubungan oklusal Klas 2 ke dalam salah satu
dari divisi ini, pada kasus semacam ini, oklusi bisa disebut sebegai “Klas 2 tidak pasti”
Gambar 2.9. Oklusi Klas II Angle
Klas 3
Pada hubungan Klas 3, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung
gigi atas dibandingkan pada hubungan Klas 1. Oleh karena itu, hubungan ini kadang-kadang
disebut juga sebagai “hubungan prenormal”. Ada dua tipe utama dari hubungan Klas 3. Yang
pertama, biasanya disebut Klas 3 sejati, dimana rahang bawah berpindah dari posisi istirahat ke
oklusi Klas 3 pada saat penutupan normal. Pada tipe yang kedua, gigi-gigi insisivus terletak
sedemikian rupa sehingga gerak menutup mandibula menyebabkan insisivus bawah berkontak
dengan insisivus atas sebelum mencapai oklusi sentrik. Oleh karena itu, mandibula akan
bergerak ke depan pada penutupan translokasi, menuju ke posisi interkuspal. Tipe hubungan
semacam ini biasanya disebut Klas 3 postural atau Klas 3 dengan pergeseran (Gambar 2.10)
Gambar 2.10. Oklusi Klas III Angle
Pada masing-masing tipe hubungan oklusal, malposisi gigi setempat bisa mempengaruhi
hubungan dasar dari kedua lengkung gigi. Jadi, rincian interkuspal dari gigi-gigi tidak sama
dengan klasifikasi keseluruhan dari hubungan lengkung gigi. Jika banyak gigi yang malposisi,
akan sulit bahkan tidak mungkin untuk menentukan klasifikasi oklusi. Di samping itu, asimetris
bisa menyebabkan hubungan pada satu sisi rahang berbeda dari sisi yang lain. Pada situasi
semacam ini, oklusi perlu dideskripsikan dengan kata-kata, bukan hanya dengan klasifikasi
verbal saja (Foster, 1997).
Kelihatannya proporsi pembagian oklusi menjadi berbagai kategori seperti disebutkan di
atas adalah berbeda pada berbagai populasi. Pada salah satu penelitian mengenai oklusi gigi yang
dilakukan terhadap populasi murid sekolah di shrpshire, yang berusia dari 11-12 tahun, Foster
dan Day (1974) menemukan proporsi berikut ini.
Klas 1 44%
Klas 2 divisi 1 27%
Klas 2 divisi 2 18%
Klas 2 (tak pasti) 7%
Klas 3 (sejati) 3%
Klas 3 (portural) 0,3%
Dari penelitian ini terlihat bahwa walaupun hubungan oklusal oklusal Klas 1 adalah ideal
hubungan ini tidak selalu normal, seperti terlihat pada kurang dari separuh populasi (Foster,
1997).
2. Klasifikasi Modifikiasi Dewey
Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Dewey membagi
klas I angle menjadi lima tipe, dan klas III Angle kedalam tiga tipe.
a. Modifikasi Dewey klas I
Tipe 1 : maloklusi klas I dengan gigi anterior yang crowded
Tipe 2 : maloklusi klas I dengan gigi insisiv maksila yang protrusif
Tipe 3 : maloklusi klas I dengan gigi anterior crossbite
Tipe 4 : maloklusi klas I dengan gigi posterior crossbite
Tipe 5: maloklusi klas I dengan gigi molar permanen telah bergerak ke arah
mesial (Iyyer, 2006)
b. Modofikasi Dewey klas III
Tipe 1 : maloklusi klas III, dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat
secara terpisah terlihat normal. Namun, ketika beroklusi pasien menunjukkan
insisiv yang edge to edge, yang kemudian menyebabkan mandibula bergerak
kedepan (Iyyer, 2006)
Tipe 2 :maloklusi klas III, dengan insisiv mandibula crowded dan memiliki
lingual relation terhadap insisiv maksila (Iyyer, 2006)
Tipe 3 : maloklusi klas III, dengan insisiv maksila crowded dan crossbite
dengan gigi anterior mandibula (Iyyer, 2006)
3. Klasifikasi Modifikasi Lischer
Lischer memberikan istilah neutrocclusion, distoclusion, dan mesioclusion pada klas I,
klas II dan klas III Angle. Sebagai tambahan Lischer juga memberikan beberapa istilah lain yaitu
:
Neutrocclusion : sama dengan maloklusi klas I Angle
Distocclusion : sama dengan maloklusi klas II Angle
Mesiocclusion : sama dengan maloklusi klas III Angle
Buccocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke bukal
Linguocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke lingual
Supraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi diatas batas normal
Infraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi dibawah batas
normal
Mesioversion : lebih kemesial daripada posisi normal
Distoversion : lebih ke distal daripada posisi normal
Transversion : transposisi dari dua gigi
Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari sebuah gigi
Torsiversion : rotasi gigi pada sumbu panjang (Iyyer, 2006)
4. Klasifikasi Bennet
Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya.
Klas I : posisi abnormal dari satu gigi atau lebih dikarenakan faktor lokal
Klas II : formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang dikarenakan defek
perkembangan pada tulang
Klas III : hubungan banormal antara lengkung rahang atas dan bawah, dan antar
kedua rahang dengan kontur facial dan berhubungan dengan formasi abnormal
dari kedua rahang (Iyyer, 2006)
Klasifikasi Maloklusi
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi Angle
(Dewanto, 1993). Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas
asumsi bahwa gigi molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle
mengelompokkan maloklusi menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III
(Rahardjo, 2008):
1. Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal groove molar pertama
permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.1) Terdapat relasi
lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen
(netrooklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan
protrusi (Rahardjo, 2008).
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C
ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik
(anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat
prematur ekstraksi (Widodo, 2007).
Gambar 2.1 Maloklusi Klas I
2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove
gigi molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar
2.2) (Foster, 1993).
Gambar 2.2 Maloklusi Klas II
Divisi 1 : insisivus sentral atas proklinasi sehingga didapatkan jarak gigit besar
(overjet), insisivus lateral atas juga proklinasi, tumpang gigit besar
(overbite), dan curve of spee positif (Rahardjo, 2008).
Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, tumpang
gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau sedikit bertambah
(Rahardjo, 2008).
Pada penelitian di New York Amerika Serikat diperoleh 23,8% mempunyai
maloklusi Klas II. Peneliti lain mengatakan bahwa 55% dari populasi Amerika Serikat
mempunyai maloklusi Klas II Divisi I (Proffit, 1993).
3. Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. 12 Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove
gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang
anterior). Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.3) (Proffit, 1993).
Gambar 2.3 Maloklusi Klas III
Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.
Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila tetapi ada
linguoversi dari gigi anterior mandibula.
Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi