Page 1
ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999
Volume 19, Nomor 1, Juni 2017
Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Perhubungan
Jurn
al P
en
elitia
n T
ransp
orta
si La
ut V
olu
me 1
9, N
om
or 1
, Jun
i 2017
Ha
l : 1-57
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN LAUT Jl. Merdeka Timur No.5 Telp.34832943, Fax. 34832967
Email : [email protected]
JAKARTA 10110
Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga
DEDY ARIANTO
Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat
BAMBANG SISWOYO
Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan Analysis Hierarchy Proccess
FITRI INDRIASTIWI
Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur
WAHYU PRASETYA ANGGRAHINI
Penerapan Regulation for Prevention Collisions at Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung
DEWI INDIRA BIASANE
Page 2
Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN No.1411-0504 STT No.2532-1999
DAFTAR ISI / TABLE OF CONTENS
DEDY ARIANTO Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga .................................................................... 1-13
BAMBANG SISWOYO Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat ............................. 14-24
FITRI INDRIASTIWI Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan Analysis Hierarchy Proccess ........................................................................................... 25-39
WAHYU PRASETYA ANGGRAHINI
Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur ................................................ 40-48
DEWI INDIRA BIASANE
Penerapan Regulation for Prevention Collisions at Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung ..................................................................... 49-57
Page 3
Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504
KATA PENGANTAR
Pembaca yang Budiman,
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Terbitan Volume 19 Nomor 1 , Juni 2017 menampilkan lima tulisan, yang pertama“Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga” oleh Dedy Arianto Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhanpengembangan Pelabuhan Sibolga dari berbagai aspek yang meliputi aspek kinerja pelayanan, potensi demand danpotensi hinterland. Metode pendekatan yang dilakukan yaitu melalui analisis deskriptif komparatif dan analisispertumbuhan. Hasil analisis menyatakan bahwa kinerja pelayanan kapal, kinerja pelayanan barang dan utilisasi fasilitasbaik untuk cargo, penumpang dan petikemas masih belum optimal. Selanjutnya makalah dari Bambang Siswoyo denganjudul “Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat“ maksud penelitian untuk melakukanevaluasi kebutuhan fasilitas pelabuhan Jailolo dan bertujuan memberikan masukan kepada instansi pada pembangunandan pengembangan tahap selanjutnya di Kabupaten Halmahera Barat.
Makalah yang ketiga dengan judul “Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan AnalisisCluster dan Analysis Hierarchy Process”oleh Fitri Indriastiwi, penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasipelabuhan yang memiliki fasilitas dan peralatan yang paling baik. Analisis menggunakan analisis cluster dan AHP. Daripembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabel yaitu panjang alur, Kedalaman alur, luas kolam pelabuhan,Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang. Pelabuhan yang dianalisis adalah 24pelabuhan yang akan direncanakan untuk melayani pergerakan tol laut.
Selanjutnya “Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur” oleh Wahyu Prasetya Anggrahini , Pendekatanyang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwapermasalahan yang menyebabkan Pelabuhan Labuhan Haji belum beroperasi adalah kedalaman kolam pelabuhan belummemadai, belum tersedianya peralatan navigasi di sepanjang alur masuk pelabuhan, serta belum adanya izinpengoperasian. Makalah terakhir oleh Dewi Indira Biasane dengan judul “Penerapan Regulation For PreventionCollisions At Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung” Penelitian ini dimaksudkanuntuk menganalisis tingkat efektifitas dan efisiensi kinerja pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan Kendari, yangditinjau dari aspek kelembagaan dan kewenangan masing-masing instansi. Efektifitas dan efisiensi dalam lembagapenting adanya agar tujuan dari didirikannya lembaga tersebut dapat terpenuhi. Salah satu indikasi adanya tidak efektifdan efisiensi dari kedua lembaga tersebut bahwa sama-sama mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar.
Dewan Redaksi mengucapkan selamat membaca dan semoga dapat mengambil manfaat dari kelima makalah tersebut.Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan edisi ini, termasuk para“ Mitra Bestari “ Dewanredaksi Jurnal Penelitian Transportasi Laut mengucapkan terima kasih atas peran sertanya. Semoga kerja sama ini terusterjalin lebih erat lagi.
Jakarta, Juni 2017
Salam, Dewan Redaksi
Page 4
Lembar abstrak ini boleh diperbanyak/di-copy tanpa seizin dan biaya
Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504
Evaluasi Pengembangan Pelabuhan SibolgaDedy AriantoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 1-13.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhan pengembangan Pelabuhan Sibolga dari berbagai aspekyang meliputi aspek kinerja pelayanan, potensi demand dan potensi hinterland. Metode pendekatan yang dilakukanyaitu melalui analisis deskriptif komparatif dan analisis pertumbuhan. Hasil analisis menyatakan bahwa kinerjapelayanan kapal, kinerja pelayanan barang dan utilisasi fasilitas baik untuk cargo, penumpang dan petikemas masihbelum optimal. Dalam mengantisipasi perkembangan trafik dan sesuai kondisi teknis lahan pengembangan yangtersedia, maka arah pengembangan pelabuhan Sibolga sebaiknya adalah dengan memanfaatkan lahan pelabuhanyang tersedia dan yang belum optimal pemanfaatannya, dan kemudian mengadakan perluasan area melaluirekonfigurasi pelabuhan dan mengadakan reklamasi perairan. Rencana pengembangan jangka panjang yang disiapkan,dengan zoning dan tata letak melalui pemisahan secara fisik dan operasional antara terminal barang general cargo,terminal petikemas konvensional dan terminal penumpang.Kata Kunci :Kinerja Pelayanan, Potensi demand, hinterland, serta forecasting
Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera BaratBambang SiswoyoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 14-24.
Dalam rangka mendukung program Pemerintah meningkatkan pelayanan transportasi laut di Kabupaten HalmaheraBarat dengan mengembangkan Pelabuhan Jailolo, menjadi kebutuhan dalam jangka pendek dan menengah, selanjutnyauntuk jangka panjang di Kabupaten Halmahera Barat telah disiapkan Pelabuhan Matui untuk mengantisipasi muatanbarang. Untuk pengembangan jangka pendek Pelabuhan Jailolo masih bisa dipakai untuk angkutan barang danpenumpang, untuk jangka menengah harus dilihat besaran bongkar muat barang dan penumpang terlebih dahulu.Untuk pengembangan jangka panjang disiapkan Pelabuhan Laut Matui yang berjarak sekitar 10 km. Langkah penelitianuntuk pengembangan Pelabuhan Jailolo dengan pengambilan data tahun terakhir pada Pelabuhan Jailolo, kemudiandata tersebut dikompilasi dan dianalisa. Kebutuhan pengembangan fasilitas pelabuhan Jailolo dilakukan berdasarkanhasil dari ramalan jumlah penduduk, kenaikan PDRB, arus naik-turun penumpang, arus bongkar-muat barang, dankunjungan kapal dengan menggunakan metode regresi linier dan metode regresi non linier. Hasil perhitungan sebagaiberikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah panjang 40 m, sehingga panjang menjadi 122 m, untuk tahunberikutnya tidak ada tambahan, karena untuk pelabuhan pengumpan regional maksimal panjang dermaga 120 m,sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 414 tahun 2013. Terminal penumpang saat ini seluas (10x20)m2, dilakukan revitalisasi dengan membangun baru, untuk gudang penyimpanan seluas 113 m2 sudah ada danlapangan penumpukan seluas 1.040 m2 untuk saat ini tidak penambahan.Kata Kunci : Transportasi Laut, Pelabuhan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.
Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan Analysis Hierarchy ProcessFitri IndriastiwiJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 25-39
Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pelabuhan yang memiliki fasilitas dan peralatan yang paling baik.Analisis menggunakan analisis cluster dan AHP. Dari pembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabelyaitu panjang alur, Kedalaman alur, luas kolam pelabuhan, Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalamandermaga, luas gudang. Pelabuhan yang dianalisis adalah 24 pelabuhan yang akan direncanakan untuk melayanipergerakan tol laut. Menurut data dari Ditjen Perhubungan laut maka ke-24 pelabuhan tersebut adalah: Malahayati,Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak,Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-bau, Ternate, Ambon,Sorong, Jayapura, Merauke.
Page 5
Dari hasil analisis cluster rata-rata terbagi menjadi 3 kelompok, hanya variabel kedalaman dermaga yang terbagimenjadi 4 kelompok. Hasil dari AHP menunjukkan Pelabuhan yang memiliki bobot yang paling tinggi adalah PelabuhanTanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Batam. Pelabuhan tersebut menempati posisi lima teratasyang memiliki bobot paling besar. Kelima pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhanyang memiliki kedalaman alur laut, luas kolam,kedalaman kolam maks, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga, LuasGudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Container yard yang paling baik dari 24 pelabuhan yang dianalisis.Kata Kunci: analisis cluster, AHP, pelabuhan
Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok TimurWahyu Prasetya AnggrahiniJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48
Pelabuhan Labuhan Haji mulai dibangun tahun 2007 dan selesai tahun 2009 dengan dana APBD. Namun, sejak selesaidibangun, Pelabuhan Labuhan Haji ini belum beroperasi hingga saat ini. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajianrevitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatandeskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa permasalahan yang menyebabkan Pelabuhan Labuhan Hajibelum beroperasi adalah kedalaman kolam pelabuhan belum memadai, belum tersedianya peralatan navigasi disepanjang alur masuk pelabuhan, serta belum adanya izin pengoperasian. Rencana pengerukan sebagai salah satuupaya revitalisasi dapat mengoptimalkan pengoperasian kolam pelabuhan, karena ruang gerak untuk kapal masihterbatas dengan adanya breakwater utara dan selatan serta karang di dalam kolam pelabuhan.Kata Kunci : revitalisasi, pengerukan, Labuhan Haji.
Penerapan Regulation For Prevention Collisions At Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan BitungDewi Indira BiasaneJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 49-57
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tingkat efektifitas dan efisiensi kinerja pelabuhan laut dan pelabuhanperikanan Kendari, yang ditinjau dari aspek kelembagaan dan kewenangan masing-masing instansi. Efektifitas danefisiensi dalam lembaga penting adanya agar tujuan dari didirikannya lembaga tersebut dapat terpenuhi. Salah satuindikasi adanya tidak efektif dan efisiensi dari kedua lembaga tersebut bahwa sama-sama mengeluarkan Surat PersetujuanBerlayar. Metode analisis menggunakan analisis SWOT dan analisis perbandingan normatif. Hasil analisis menunjukkanbahwa peningkatan kinerja pengelolaan pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan di Kendari semakin meningkat,namun demikian di salah satu sisi terjadi peningkatan tuntutan akan pertambahan sarana dan prasarana sebagi akibatmeningkatnya permintaan pelayanan baik kualitas maupun kuantitas oleh pengguna pelabuhan laut dan pelabuhanperikanan. Penataan kelembagaan pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan di Kota Kendari perlu dilakukan dengancara inventarisasi dan harmonisasi pasal demi pasal dari peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelaksanaanpengelolaan pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan, antara lain: Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentangPelayaran, dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentangPerikanan.
Kata Kunci: pelabuhan, perikanan, analisis SWOT, normatifEvaluation Of The Development Port of Sibolga
Page 6
The abstract sheet may reproduced/copied without permission or charge
Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504
Dedy AriantoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 1-13.
This report is aimed to evaluate the development of Sibolga port from various aspects including the aspects ofservice performance, demand and hinterland potential. Approaching method of this study is using comparativedescriptive analysis and growth analysis. The results of the analysis stated that the performance of the service aship, the performance of the service goods and the utilization facilities good for cargo, passengers and containeris not optimal yet. In anticipation of the development of traffic and according to the conditions technical land thedevelopment of which available , so the development port of Sibolga should be using available land port and thosewho had not optimal its use , and ran the expansion of area through reconfiguration port and hold reclamationwaters. Development plan long-term prepared, with zoning and layouts through separation physically andoperational between terminal goods general cargo, container terminal conventional and passenger terminal.Key word: Level of Service, hinterland and demand potential and forecasting
The Needs of Jailolo Sea Port Development West HalmaheraBambang SiswoyoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 14-24
In order to support the Government’s program to improve services in the sea transport West Halmahera to develop thePort Jailolo, a necessity in the short and medium term, further to the long-term in West Halmahera Port Matuiprepared in anticipation of the cargo. For short-term development of the Port Jailolo can still be used for thetransport of goods and passengers, for the medium term must be massive unloading of goods and passengers inadvance. For the long-term development of sea port Matui prepared within approximately 10 km. Step study for thedevelopment of the Port Jailolo with data collection last year at the Port Jailolo, then the data is compiled andanalyzed. Needs development of port facilities Jailolo conducted on the basis of forecasts of population, the increasein the GDP, the current up and down passengers, the current loading and unloading goods, and ship visits by usinglinear regression and nonlinear regression methods. The result of the calculation as follows: Pier until 2020 plus thelength of 40 m, so that the length to 122 m, for the next year no extra, due to the maximum regional feeder port quaylength of 120 m, in accordance with Decree No. K 414 in 2013. The passenger terminal is currently measuring(10x20) m2, revitalized with a new building, for storage facilities covering an area of 113 m2 existing and yard areaof 1,040 m2 is currently and does not need addition.Keywords: Maritime Transportation, Jailolo Port, West Halmahera, North Maluku.
Facility Identification of 24 Sea Ports in Indonesia Using Cluster Analysis and Analysis Hierarchy ProcessFitri IndriastiwiJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48
This research is aimed to identify sea ports in Indonesia which have good facility and equipment. The analysis is using clusteranalysis and AHP. As the cluster division or grouping for several variable which are the length of path, the deep of path, the largeof port pond, maximum deep of the pond, the length of bay, the deep of bay, and the large of storage building. This research willanalyze 24 sea ports that will be planed to serve the sea toll movement. Based on Sea Transportation Directorate General data thesea ports are Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Emas,Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-bau, Ternate,Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke.As the result of cluster analysis can be divided into three groups, but the deep of bay is dividedinto four groups. The result of AHP shows that the sea port which has the best value is Tanjung Priok Port, Belawan, TanjungPerak, Makassar, and Batam. Those sea ports sitting in the five best positions which have best value. This five sea ports are the portthat have best condition of the deep of sea path, the large of pond, deep of maximum pond, the length of bay, the deep of bay, the largeof storage building, the large of staking yard, and the large of container yard between the 24 analyzed sea port.Keywords: cluster analysis, AHP, sea port.
Page 7
Revitalization of The Labuhan Haji Port In East LombokWahyu Prasetya AnggrahiniJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48
Labuhan Haji port was built in 2007 and completed in 2009 by the local government funds. However, since theconstruction of the port is completed, the Port Labuhan Haji has not been operated until now. Therefore it isnecessary to study the revitalization of the Port of Labuhan Haji in East Lombok. The approach used in this studyis a qualitative descriptive approach. The results show that the Port Labuhan Haji has not been able to operatebecause of the depth of the pool is still lacking, no navigation equipment on the flow along the harbor entrance,and there is no operating license from the governor. Dredging plan as one of the revitalization efforts has not beenable to optimize the operation of the port basin, because the space for the ship is still limited. The existence of thenorth and south breakwater and rock in the basin make the ships difficult to move.Keyword: revitalization, dredging, Labuhan Haji.
Regulation for Prevention Collisions at Sea (Colreg 72) Enforcement for Indonesian Flag Ship in Port of BitungDewi Indira BiasaneJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 49-57
This study is to analyze the effectiveness and efficiency of seaports and fisheries harbors of Kendari, reviewed fromthe institution and authority of each institution. Effectiveness and efficiency are essential for the achievement ofaim of the organization’s purpose. One of ineffective indication and inefficiency of the two institutions that areissued the approval of clearance. This study is using SWOT analysis and legal normative. The results of analysisshowing that performance of seaport and fisheries harbors increase, however, on one side there was an increase inthe number of facilities and infrastructures due to the rising demand of the good quality and quantity by users.Structuring of organization could be done by inventarization and harmonization the article related to the sea portand fisheries harbor management, such as Shipping Act and Fisheries Act.Key words: port, fisheries, SWOT analysis, legal normative
Page 8
Lembar Penulis
Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504
BBambang Siswoyo “Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat” Jurnal Penelitian TransportasiLaut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 1-13.
DDedy Arianto “Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga “Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni2017, Hal 14-24Dewi Indira Biasane “Penerapan Regulation For Prevention Collisions At Sea (Colreg 72) Pada Kapal BerbenderaIndonesia di Pelabuhan Bitung” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 25-39
FFitri Indriastiwi “Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan AnalysisHierarchy Process” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48
WWahyu Prasetya Anggrahini “Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur”Jurnal Penelitian TransportasiLaut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 49-57
Page 9
PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM
JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI LAUT
1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Belum pernah dipublikasikan atau tidak akan diterbitkan dalam
media lain dengan isi yang identik.
2. Judul : diketik dengan huruf kapital tebal (bold) pada halam pertama maksimal 13 kata. Judul mencerminkan inti tulisan.
3. Nama penulis : Nama lengkap ditulis di bawah judul, diikuti dengan alamat lengkap lembaga penulis termasuk alamat pos
elektronik (email).
4. Abstrak : dalam bahasa Indonesia dengan biasa dan bahasa Inggris, diketik dengan huruf miring (italic) berjarak 1 spasi,
menyajikan maksimal 250 kata yang merangkum tujuan, metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan. Abstrak harus
berdiri sendiri tanpa catatan kaki.
5. Kata kunci : 2-5 kata.
6. Kerangka tulisan : tulisan hasil riset tersusun menurut sebagai berikut persentase bagian-bagiannya:
a. Pendahuluan maksimal 10%
b. Metode maksimal 30%
c. Hasil dan Pembahasan minimal 55%
d. Kesimpulan maksimal 5%
e. Ucapan terima kasih
f. Daftar pustaka
7. Cara Penulisan Sumber Kutipan:
a. Sumber Kutipan ditulis di awal kalimat atau awal teks:
Satu sumber kutipan dengan satu penulis : Mukidi (2015) menyatakan bahwa......;Jika disertai dengan halaman:
Mukidi (2015:289) menyatakan bahwa.....; Menurut Mukidi (2015:289)..............
Satu sumber kutipam dengan dua penulis:.........(Mukidi dan Achmad, 2015:24)
Satu sumber kutipan lebih dari dua penulis:........(Mukidi et al., 2015:32).
b. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama: Mukidi (2014, 2015); jika tahun publikasi sama Mukidi (2015a, 2015b).
c. Sumber kutipan nerupa banyak pustaka dengan penulis yang berbeda-beda: (Mukidi,2013;achmad dan arianto, 2000;
Dananjoyo et al., 2000).
d. Sumber kutipan tidak menyebut nama penulis, tetapi menyebut suatu lembaga atau badan tertenu: Badan Litbang
Kementerian Perhubungan (2006).
e. Sumber kutipan tidak menyebut nama penulis, tetapi menyebut suatu peraturan atau undang-undang: Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008.....; Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009..............
f. Kutipan berasal dari sumber kedua: Mukidi (2000) dalam Arianto (2009:3).........; Mukidi (lihat Arianto, 2008:12)........:
Mukidi (2002) seperti dikutip Arianto (2009:16)....[catatan: daftar pustaka hanya mencantumkan referensi yang merupakan
sumber kedua].
8. Aturan Penulisan Daftar Pustaka
a. Sumber kutipan yang dinyatakan dalam karya ilmiah harus ada dalam Daftar Pustaka, dan sebaliknya.
b. Literatur yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka hanya literatur yang menjadi rujukan dan dikutip dalam karya ilmiah.
c. Daftar pustaka ditulis/diketik satu spasi, berurutan secara alfabetis dengan nomor.
d. Jika literatur ditulis oleh satu orang, nama penulis ditulis nama belakangnya lebih dulu, kemudian diikuti singkatan
(inisial) nama depan dan nama tengah, dilanjutkan penulisan tahun, judul dan identitas lain dari literatur/pustaka yang
dirujuk.
e. Penulisan daftar pustaka tidak boleh menggunakan et al. sebagai pengganti nama penulis kedua dan seterusnya (berbeda
dengan penulisan sumber kutipan seperti dijelaskan pada aturan 2.1 huruf e)
f. Kata penghubung seorang/beberapa penulis dengan penulis terakhir menggunakan kata “dan” (tidak menggunakan simbol
“&”; serta tidak menggunakan kata penghubung“and” walaupun literaturnya berbahasa Inggris, kecuali seluruh naskah
ditulis menggunakan bahasa Inggris).
9. Penulisan daftar pustaka ditulis menggunakan APA Style dan disusun berdasarkan abjad,
10. Format tulisan : 15-20 halaman yang diketik dengan menggunakan MS Word (tidak termasuk daftar pustaka dan lampiran),
pada kertas ukuran A4, dengan font Times New Roman 12, spasi 1. Batas atas 3 cm dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan
tepi kanan 2,5 cm.
11. Kelengkapan tulisan, tabel, grafik, dan kelengkapan lain disipkan dalam media yang dapat diedit. Foto : hitam-putih aslinya,
kecuali bila warna menentukan arti.
12. Tabel dan gambar, untuk taben dan gambar (grafik) sebagai lampiran dicantumkan pada halaman sesudah teks. Sedangkan
tabel atau gambar baik di dalam naskah maupun bukan harus diberi nomor urut.
a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan judul gambar diletakkan di
bawah gambar.
b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.
c. Garis tabel yang dimunculkan hanya garis horizontal, sedangkan garis-garis vertikal pemisah kolom tidak
dimunculkan.
Volume 19, Nomor 1, Juni 2017
Jurnal Penelitian Transportasi Laut merupakan majalah ilmiah yang mempublikasikan hasil penelitian atau kajian ilmiah
dalam bidang transportasi laut yang diterbitkan berkala dua kali setahun pada bulan Juni, dan Desember oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan. Semua
naskah yang diterbitkan Jurnal Penelitian Tansportasi Laut akan ditayangkan dalam website Badan Litbang Perhubungan http://www.balitbanghub.dephub.go.id/ojs
Pembina : Ir. Umiyatun Hayati Triastuti, Msc Pemimpin Umum : Drs. Nelson Barus, MM
Pemimpin Redaksi : Drs. Sunarto, MM
Redaktur Pelaksana : Rosita Sinaga, SH, MM
Redaktur Pelaksana : Ir. Bambang Siswoyo, MSTr
Dewan Redaksi
Ketua : Drs. Dedy Arianto, MSTr (Kepelabuhanan, Kemenhub)
Anggota : Dr. Ir. Imbang Danandjojo, MT (Transportasi Laut, Kemenhub)
Drs. Syafril, KA, MM (Angkutan Laut, Kemenhub)
Dra. Tri Kusumaning Utami, MMTr (Lingkungan Maritim, Kemenhub)
Fitri Indriastiwi, ST, MT(Kepelabuhanan, Kemenhub)
Wahyu Prasetya Anggrahini, SSi, MT (Angkutan Laut, Kemenhub)
Penyunting Editor : Teguh Himawan, SE, MSc (Angkutan Laut, Kemenhub)
Dienda Rieski Pramita, ST, MT (Kepelabuhanan, Kemenhub)
Dewi Indira Biasane, SH, Msi (Hukum Laut, Kemenhub)
Mitra Bestari : Dr. Eka Oktariyanto N., ST, MT (Kepelabuhanan ITB)
Drs. Osman Arofat, MBA, MM (Manajemen dan Transportasi STMT Trisakti)
Ir. Arif Fadilah, Ph.D. MEng (Kepelabuhan, Dosen Pasca Sarjana IPB)
Tinton Dwi Atmaja, MT (Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Bandung)
Agustinus Pusaka, ST, MSi (Teknik Perkapalan, Universitas Persada)
Desain Grafis : Achmad Sopan, Sujarwanto, MA
Sekreteriat : Teguh Himawan, SE, MSc, Erna Mei Lestari, SE, Drs Nasril, Khafendi, SH,
Kris Ferdiyanto, SE, Herwan Yulizarsyah, Wiwit Trisnawati, S.H,
Penerjemah : Rio Haryadi
Alamat Sekretariat :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut, Badan Litbang Perhubungan, Jl.Medan Merdeka Timur No. 5
Jakarta, Telp. (021) 34832943, fax (021) 34832967.
e-mail :[email protected] .
Jurnal Penelitian Transportasi Laut dicetak oleh CV. KEKAL KARYA MANDIRI
Jl. Utama VI N0. 8 RT 007/004 Cengkareng – Jakarta Barat 11730 Telp. (021) 54398690
PENGIRIMAN
Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang baru
disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan ditolak tanpa
proses jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirmkan kepada :
Redaksi Jurnal Penelitian Transportasi Laut
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut
Jl. Merdeka Timur No. 5 Jakarta Pusat
Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corres-ponsing author)
yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faxs,
serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas
pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga harus diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota penulis dengan
pernyataan secara tertulis.
ISSN No.1441- 0504
STT No. 2532-1999
Page 10
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected] ,
doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.320 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga
Dedy Arianto
Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan
Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110
Diterima 18 April 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhan pengembangan Pelabuhan Sibolga dari berbagai aspek yang
meliputi aspek kinerja pelayanan, potensi demand dan potensi hinterland. Metode pendekatan yang dilakukan yaitu melalui
analisis deskriptif komparatif dan analisis pertumbuhan. Hasil analisis menyatakan bahwa kinerja pelayanan kapal, kinerja
pelayanan barang dan utilisasi fasilitas baik untuk cargo, penumpang dan petikemas masih belum optimal. Dalam mengantisipasi
perkembangan trafik dan sesuai kondisi teknis lahan pengembangan yang tersedia, maka arah pengembangan pelabuhan Sibolga
sebaiknya adalah dengan memanfaatkan lahan pelabuhan yang tersedia dan yang belum optimal pemanfaatannya, dan kemudian
mengadakan perluasan area melalui rekonfigurasi pelabuhan dan mengadakan reklamasi perairan. Rencana pengembangan
jangka panjang yang disiapkan, dengan zoning dan tata letak melalui pemisahan secara fisik dan operasional antara terminal
barang general cargo, terminal petikemas konvensional dan terminal penumpang.
Kata kunci: kinerja pelayanan; potensi demand dan hinterland; forecasting
Abstract Evaluation of The Development Port of Sibolga: This report aims to evaluate the development of Sibolga port from
various aspects of covering the aspects of service performance, demand, and hinterland potential. A method of the approach that
was undertaken for example through descriptive analysis comparative and analysis growth. The results of the analysis stated that
the performance of the service a ship, the performance of the service goods and the utilization facilities good for cargo,
passengers and container is not yet optimal. In anticipation of the development of traffic and according to the conditions
technical land the development of which available, so the development port sibolga should is by using land port available and
those who had not optimal its use, and ran through the expansion of area reconfigures port and hold reclamation waters.
Development plan long-term prepared, with zoning and layouts through separation physically and operational between terminal
goods general cargo, container terminal conventional and passenger terminal.
Keywords: level of service; hinterland and demand potential; forecasting
1. Pendahuluan
Pelabuhan Sibolga terletak di Teluk Tapian Nauli pada pantai Barat Propinsi Sumatera Utara dan secara
administratif berada di Kotamadya Sibolga dengan letak geografis pada posisi 01°44'23" LU dan 98°46'04" BT.
Kota Sibolga terletak di Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara, berjarak 344 km dari Pusat pemerintahan Provinsi
Sumatera Utara yaitu Kota Medan. Untuk menuju Kota Sibolga dapat ditempuh melalui jalan darat dari Kota Medan
yang membutuhkan waktu +10 jam perjalanan. Batas administratif pemerintahan sebagai berikut:
Sebelah Utara Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah
Sebelah Timur Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah
Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah
Sebelah Barat Berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli/Kabupaten Tapanuli Tengah.
Page 11
2 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13
Luas wilayah administrasi Kota Sibolga adalah sebesar 3.536 hektare, yang terdiri dari wilayah daratan dan
pulau-pulau kecil, dan wilayah lautan. Masing-masing wilayah daratan seluas lebih kurang 1.126 hektar atau 31,87%
dari seluruh wilayah administrasi Kota, wilayah daratan pulau-pulau kecil seluas lebih kurang 238 hektar atau 6,7%,
wilayah laut seluas lebih kurang 2.171 hektare atau 61,39%.
Saat ini masyarakat produsen dan pedagang kolektor tidak mendapat keuntungan yang memadai, karena ongkos
angkut ke kota-kota tersebut relatif mahal. Jarak Medan dengan daerah kantong produksi berkisar antara 200–600
km, sedangkan jarak Sibolga dengan kantong produksi hanya berkisar antara 0–200 km. Kenyataannya pemilik
perkebunan rakyat atau pedagang pengumpul dari Tapanuli Selatan sebagian lebih menyukai barang dagangannya
diangkut ke Padang atau Pekan Baru.
Keadaan yang demikian juga telah mengakibatkan merosotnya produksi perkebunan dan peternakan masyarakat
di wilayah sekitar Sibolga, yang sekaligus juga turut mendorong masyarakat mempertinggi arus migrasi ke Wilayah
pantai Timur Sumatera Utara. Di lain pihak perusahaan angkutan laut yang menyelenggarakan pelayaransamudra
enggan singgah secara teratur di pelabuhan Sibolga dengan alasan kargo tidak tersedia secukupnya.
Masalah yang dihadapi pelabuhan Sibolga dalam menjalankan aktivitasnya bersumber dari faktor intern dan
faktor ekstern di antaranya adalah:
Sebagian fasilitas yang ada pada saat ini belum sepenuhnya mendukung aktifitas pelabuhan.
Belum semua peralatan pokok dan penunjang telah dimiliki oleh pelabuhan.
Sebagian daerah lingkungan kerja yang ada saat ini masih terancam akan digunakan oleh pihak lain untuk
kepentingan yang bukan bersifat kepelabuhanan.
Selain hambatan-hambatan intern pelabuhan, terdapat juga hambatan-hambatan lain yang dianggap sebagai
hambatan ekstern, di antaranya adalah:
Kondisi jalan raya yang menghubungkan pelabuhan dengan daerah hinterland-nya belum sepenuhnya
mendukung.
Tidak semua instansi pemerintah yang berkaitan dengan masalah perizinan atau penyelesaian dokumen terdapat
di Sibolga.
Belum adanya koordinasi yang terpadu dalam pemanfaatan pelabuhan dengan instansi terkait.
Dari uraian di atas dapat diperkirakan bahwa hambatan tersebut juga merupakan penyebab para pengguna jasa
pelabuhan enggan memanfaatkan pelabuhan Sibolga dan memilih pelabuhan Belawan yang memiliki fasilitas yang
lebih baik dan lengkap walaupun jaraknya cukup jauh dari hinterland pelabuhan ini.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mencoba untuk mengetahui lebih dalam tentang penyebab
keterbatasan penyediaan fasilitas dan peralatan bongkar muat dengan merumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana pertumbuhan arus barang dan penumpang di pelabuhan Sibolga?
Bagaimana kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas sertaperalatan di pelabuhan Sibolga untuk kurun
waktu tahun 2030 ke depan?
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian adalah mengevaluasi
pengembangan kapasitas dan fasilitas serta peralatan pelabuhan sampai kurun waktu tahun 2030.
2. Metode
Pengembangan pelabuhan diatur dalamPeraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan,
diuraikan secara rinci dalam pasal-pasalnya, hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan pelabuhan pasal 89 s.d 93
serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut yang
disempurnakan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, yang dirinci
dalam pasal 74 s.d. 78, yang pada intinya bahwa Pengembangan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara
pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izinyang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada: Menteri untuk
pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan Bupati/Walikota
untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Permohonan izin pengembangan pelabuhan
yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan harus disertai dokumen yang terdiri atas: rencana induk pelabuhan,
dokumen kelayakan, dokumen desian teknis dan dokumen lingkungan.
Dalam perhitungan pengembangan pelabuhan terlebih dahulu mengupayakan optimalisasi kinerja operasional
pelabuhan yang meliputi kinerja waktu pelayanan terhadap kapal (ET, BT, NOT, TRT) dan kinerja waktu pelayanan
terhadap barang (produktivitas TGH, BC, BCH) dan tahap selanjutnya menganalisis kebutuhan perencanaan
pengembangan pelabuhan, yang rumusannya sebagian tertuang dalam Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional.
Page 12
Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 3
Sebagai bahan perbandingan dalam Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga di antaranya yaitu :
1. Beberapa pandangan yang mendukung gagasan dalam penelitian ini, yaitu sebagaimana yang diungkapkan oleh
General Manager PT Pelindo I (Persero) Cabang Sibolga, bahwa sudah saatnya dermaga Pelabuhan Sibolga
tersebut diperpanjang, sehingga dapat memperlancar kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Sibolga yang
nantinya dapat memberikan efek dominan terhadap pertumbuhan perekonomian di daerah Kota Sibolga dan
sekitarnya. (Metrosiantar.com 15 Nov 2012).
2. “Pengembangan Pelabuhan Sibolga yang merupakan aspirasi pemerintah daerah ini, akan bisa dikembangkan
dari 24.000 TEU’s menjadi 60.000 TEU’s. Disisi lain, Pelabuhan Sibolga memerlukan pengembangan untuk
memperkuat jalur transportasi laut di wilayah pantai barat Sumatera Utara, khususunya Sibolga – Nias, yang
akan terbagi dalam 4 kluster yaitu cargo, penumpang, petikemas dan curah cair”. (Tempo.Co, Sibolga, Sabtu 20
Agustus 2016).
3. “Pengembangan Pelabuhan Sambas Sibolga menelan dana Rp. 289 miliar. Saat ini fokus pemerintah yaitu pada
pengembangan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, listrik dan airport untuk mengejar ketertinggalan
dengan negara tetangga. Biaya transportasi 2,5 kali lipat dibanding Malaysia, biaya logistik 2 sampai 2,5 kali
lipat dibanding Singapura dan Malaysia”. (PojokSumut.com, Sibolga, Sabtu 20 Agustus 2016).
4. “Pengembangan Pelabuhan Sibolga akan dilakukan beberapa tahap yang akan dimulai dari tahun ini hingga
2017, dimana untuk tahap awal akan dibangun terminal penumpang seluas 500 m2, perluasan lapangan
penumpukan petikemas dan perkuatan dermaga, trestle & breasting dolpin.Untuk tahap kedua, akan dilakukan
perpanjangan dermaga ferry sepanjang 40 m, pembangunan Breasting Dolpin sebanyak tujuh unit, pengadaan
alat bongkar muat (fix crane), penataan perkantoran dan lingkungan, pembangunan dermaga multi purpose,
trestle dan terminal petikemas kapasitas 60.000 Teus dan tahap ketiga yaitu pembangunan jetty curah cair dan
tank storage kapasitas total 12.000 m3, pengerukan seluas 20.000 m
2 dan pengadaan reachstaker”.
(BUMNInsight.co.id, Sibolga, Sabtu 20 Agustus 2016).
Hasil penelusuran terhadap jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya yaitu:
1. “Dwelling time bagi peti kemas yang masuk di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok
pada bulan Juli 2013 adalah 9.68 hari meningkat 42 persen dari dwelling time yang diukur bulan April 2013
(6,81 hari) dan cukup mengkhawatirkan, mengingat Tanjung Priok menangani lebih dari dua-per-tiga seluruh
perdagangan internasional Indonesia, sedangkan jumlah lalu lintas peti kemas diramalkan bertumbuh 160
persen pada tahun 2015. Permasalahan yang dihadapi kelihatannya sangat komprehensif.Perkembangan
dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, posisi tahun Juli 2013 sebesar 9,68 hari adalah terburuk
dibandingkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan simulasi
perhitungan YOR dan Dwelling Time. Berdasarkan perhitungan JICT sebenarnya mampu menampung
petikemas impor dengan kapasitas terpasang sebesar 2.279.308, dengan YOR ideal 65% dan dwelling time 4,46
hari. Upaya secara terus menerus untuk mengeluarkan petikemas yang longstay. Strategi yang mendesak untuk
segera dilakukan adalah menekan jumlah petikemas yang longstay di pelabuhan dan mempertahankan YOR
ideal pada posisi 65% sehingga dwelling time 4 hari bisa diimplementasikan, penerapan tarif progresif yang
tinggi, dan penghapusan masa 1 yaitu hari pertama sampai dengan hari ketiga free charge (Strategi Menekan
Tingginya Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok, Dedy Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai,
Danau dan Penyeberangan, 2013).
2. “Pelabuhan Cabang Biak yang berada di lingkungan PT. (Perseo) Pelabuhan Indonesia IV dalam 3 tahun
terakhir terus mengalami peningkatan dalam arus barang dan petikemas maupun kunjungan kapalnya, sehingga
memerlukan kajian untuk pengembangan fasilitasnya. Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan fasilitas
digunakan pendekatan demand forecast untuk periode 20 tahun ke depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pada tahun 2030 sampai dengan tahun 2035, Pelabuhan Biak memerlukan tambahan 1unit tambatan dermaga
baru sepanjang 130 meter, karena berdasarkan prediksi volume bongkar muat petikemas tidak bisa dihandle
dengan fasilitas dan peralatan yang ada dan harus bekerja dengan menggunakan 3 shift. Tambahan dengan 1
unit tambatan sepanjang 130 meter ini yang dapat melayani kapal-kapal dengan LOA antara 100 sampai
dengan 120 meter dan berbobot rata-rata 10.000 DWT” (Kebutuhan Pengembangan Dermaga Petikemasm
Pelabuhan Biak, Dedy Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan, 2014).
3. “Arus Penumpang di pelabuhan Ambon, secara rata-rata dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan yang
cukup tajam, oleh karena itu perlu diantisipasi melalui perbaikan kualitas pelayanan kepada para penumpang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pelayanan di pelabuhan Ambon melalui pendekatan
analisis CSI. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 4 hal pokok dalam pelayanan yang harus diperbaiki yaitu :
aspek kenyamanan dilokasi pemberhentian, halte atau terminal angkutan umum, disekitar pelabuhan dan
kenyamanan ruang terminal penumpang; aspek keselamatan di lokasi pemberhentian, halte, atau terminal
angkutan umum, disekitar pelabuhan dan keselamatan berjalan kaki dari lokasi pemberhentian, halte, atau
terminal angkutan umum, di sekitar pelabuhan, menuju lokasi terminal penumpang di pelabuhan, atau
sebaliknya; aspek keamanan berjalan kaki dari lokasi pemberhentian, halte, atau terminal angkutan umum, di
Page 13
4 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13
sekitar pelabuhan, menuju lokasi terminal penumpang di pelabuhan, atau sebaliknya;serta aspek kemudahan
menemukan lokasi fasilitas terminal penumpang dan kemudahan menemukan petunjuk arah menuju lokasi
pintu masuk ke kapal atau dari kapal ke terminal penumpang” (Peningkatan Kualitas Pelayanan Terminal
Penumpang Di Pelabuhan Ambon, Dedy Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan
Penyeberangan, 2014).
4. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian standar pelayanan di pelabuhan
Balikpapan. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis regresi dan analisis trend. Hasil
penelitian menyatakan bahwa hasil analisis terhadap standar pelayanan (level of service) kapal, khususnya
terkait dengan : sistem dan prosedur pelayanan kapal masuk; sistem dan prosedur perubahan dan pembatalan
kedatangan kapal; sistem dan prosedur kapal pindah tambatan (shifting); sistem dan prosedur perpanjangan dan
pengurangan waktu tambat; serta sistem dan prosedur pelayanan kapal keluar, secara berturut-turut rata-rata
lama waktu pelayanan adalah sebesar : 69.61 menit; 15.45 menit; 83.87 menit; 51.41 menit; dan 86.24 menit,
yang semuanya dalam kategori pelayanannya mengandung makna pelayanan yang biasa saja, tidak cepat dan
juga tidak lambat, upaya peningkatan pelayanan dapat dilakukan dengan konsekuensi perlunya penyederhanaan
sistem dan prosedur pelayanan kapal (Evaluasi Pencapaian Standar Pelayanan di Pelabuhan Balikpapan, Dedy
Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan, 2014).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Sibolga.Data sekunder yang dibutuhkan
yaitu: RTRW Propinsi dan Kabupaten/Kota; Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan
Sibolga; Data Fasilitas dan Peralatan; Data Kinerja Waktu Pelayanan Kapal; Data Kinerja Pelayanan Produktivitas
dan Utilisasi; dan Data Potensi Ekonomi Hinterland. Data primer ditujukan untuk menghimpun masukan-masukan
terkait dengan kualitas pelayanan di Pelabuhan Sibolga.
Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan forecasting untuk meramalkan kebutuhan pengembangan
kapasitas dan fasilitas pelabuhan Sibolga. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang lebih ditujukan untuk
menganalisis fenomena-fenomena dalam kegiatan pengembangan tersebut dan kemudian mendeskripsikan hasil
analisis secara sistematis sesuai kaidah-kaidah penulisan.
Proses analisisdan evaluasi, dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan deskriptif. Data yang telah
dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan model peramalan dan
evaluasi kinerja pelayanan kapal dan barang.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Kondisi Pelabuhan Sibolga Saat Ini
3.1.1. Perairan Pelabuhan
Perairan Pelabuhan Sibolga dankondisi hidrooceanografi perairan Pelabuhan Sibolga adalah sebagaimana
Tabel 1. Kondisi perairan Pelabuhan Sibolga yang luas dan relatif dalam serta terlindung secara alami, tidak
menjadi permasalahan navigasi untuk masa mendatang.
Tabel 1.
Perairan Pelabuhan dan Kondisi Hidrooceanografi
No Uraian Sat. Jumlah Keterangan
Perairan pelabuhan
1 DLKr perairan Ha 3.573,5
2 DLKp perairan Ha 2.046,5
Kondisi hidrooceanografi
3 Pasang surut
Pasang tertinggi (HWL) MLWS + 1,40
Duduk tengah (MSL) MLWS + 0,70
Muka air terendah (LWS) MLWS + 0,00
4 Kedalaman dasar laut lumpur dan pasir MLWS - 12,00 Pantai sekitar pelabuhan terbentuk dari batuan dan
karang dengan kelandaian yang relatif curam.
5 Arus
Kecepatan arus rata-rata cm/detik 4,40
Kecepatan arus maksimum cm/detik 11,30 – 11,80
6 Gelombang
Tinggi gelombang di perairan dalam meter 0,2 – 0,3
Tinggi gelombang di perairan luar meter 0,5 – 0,7
7 Kecepatan Angin rata-rata knot 5 – 6 Juli – Desember arah barat laut/tenggara dan Desember – Juli arah Barat/Timur
Sumber: data diolah, 2017
Page 14
Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 5
3.1.2. FasilitasPelabuhan
Fasilitas Pelabuhan Sibolga meliputi alur pelayaran, kolam pelabuhan, tambatan / dermaga, gudang, lapangan
penumpukan, gedung terminal penumpang dan fasilitas penunjang seperti gedung kantor, jalan, lapangan parkir.
Selain fasilitas, terdapat pula peralatan pelabuhan adalah terutama untuk kegiatan bongkar muat, dan utilitas
pelabuhan yang meliputi jaringan air bersih, jaringan listrik dan sarana telekomunikasi, saluran pembuangan,
instalasi limbah dan sampah. Secara rinci fasilitas Pelabuhan Sibolga ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Gambar 1
sampai dengan Gambar 5.
Selain dermaga umum tersebut, terdapat pula DUKS milik Pertamina untuk kegiatan distribusi BBM dan
DUKS milik PT Mujur Timber untuk kegiatan pengapalan kayu. Adapun DUKS milik 4 (empat) perusahaan kayu
yang lain saat ini tidak beroperasi lagi. Gambaran kondisi saat ini fasilitas pelabahuan Sibolga sebagaimana terlihat
pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 5.
Tabel 2.
Data Fasilitas Pelabuhan Sibolga
No Uraian Sat. Jumlah
Pelabuhan Umum
1 Dermaga Cargo
Panjang meter 103.50
Lebar meter 15.50
Luas m2 1,604.25
2 Trestle
Panjang meter 129.00
Lebar meter 10.00
Luas m2 1,290.00
3 Gudang tertutup
Panjang meter 45.00
Lebar meter 20.00
Luas m2 900.00
4 Lapangan penumpukan
Trans container m2 3,500.00
Umum m2 2,000.00
Sumber: data diolah, 2017
Gambar 1. Kondisi dermaga di Pelabuhan Sibolga
Page 15
6 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13
Gambar 2. Terminal Penumpang (300 M2)
Gambar 3. Lapangan Penumpukan Trans Continent (Luas = 3.500 m2 )
Gambar 4. Lapangan Penumpukan Umum (Luas = 2.000 m2 )
Gambar 5. Gudang Pelabuhan (Luas = 20 m X 45 m)
Page 16
Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 7
3.2. Data Aktual dan Proyeksi
3.2.1. Data Trafik Arus Penumpang, Barang dan Kunjungan Kapal
Arus penumpang yang di Tahun 2015 sebanyak 465.647 orang,diperkirakan akan meningkat di masa datang
dalam proyeksi dengan pendekatan terpilih model exponential, dimana pada Tahun 2030 diperkirakan akan
mencapai 587.931 orang. Arus barang padaTahun 2015 sebanyak 2.903.109 ton, diproyeksikan pada Tahun 2030
akan mencapai 6.232.545 ton.
Kunjungan kapal juga meningkat baik dalam call maupun GT, sejalan dengan pertumbuhan arus barang dan
penumpang. Ukuran GT kapal barang yang berkunjung di Pelabuhan Sibolga periode Januari – Maret 2016
didominasi oleh kapal cargo berukuran kecil GT 488 sampai dengan GT 3.256. Sedangkan kapal penumpang, terdiri
dari kapal penumpang PT PELNI, kapal Ro-Ro PT ASDP, dan kapal ferry swasta. Diproyeksikan pada Tahun 2030
mencapai GT 9.677.663, sedangkan untuk kunjungan kapal dalam satuan unit pada Tahun 2030 diperkirakan
mencapai 5.069 unit kapal.Hasil selengkapnya sebagaimana terdapat dalam tabel 3 berikut. Arus petikemas pada
tahun 2016 sebanyak 6.503 box, diproyeksikan pada tahun 2030 akan mencapai55.360 box. Hasil selengkapnya
sebagaimana terdapat dalam Tabel 4.
Sementara itu, saat ini kapal yang berkunjung di Pelabuhan Sibolga periode Januari – Maret 2016, yang sandar
di Tambatan kapal di dermaga dengan memanfaatkan dermaga sisi luar (103 m) dan sisi dalam (2 x 46 m) pada
umumnya di dominasi kapal jenis general cargo, dan jenis kemasan general cargo dan bag cargo serta jenis komoditi
semen, beras, dan container. Hasil selengkapnya sebagaimana terdapat dalam Tabel 5.
Tabel 3.
Hasil Proyeksi Pertumbuhan Kunjungan Kapal, Arus Barang dan Arus Penumpang, di Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara sebagai Daerah Hinterland Pelabuhan Sibolga
Tahun KAPAL (Call) KAPAL (GT) BRG (Ton) PNP (Orang)
DA
TA
AK
TU
AL
2001 2.046 1.687.966 630.760 242.431
2002 2.051 1.563.209 685.097 254.382
2003 2.253 1.199.826 641.997 238.767
2004 2.132 1.265.959 723.711 239.690
2005 2.272 1.459.766 859.223 259.672
2006 2.220 1.122.345 1.087.924 238.366
2007 2.929 1.530.563 1.420.622 246.618
2008 1.866 1.179.596 1.106.317 245.866
2009 1.810 1.347.545 1.168.528 244.499
2010 1.646 1.521.465 1.780.184 215.840
2011 1.431 1.525.714 2.025.572 242.866
2012 2.482 3.077.344 2.928.246 380.351
2013 2.393 2.508.581 3.011.513 428.853
2014 447 585.472 3.345.436 392.022
2015 10.852 13.105.222 2.903.109 465.647
DA
TA
PR
OY
EK
SI
2016 3.566 4.114.532 3.306.301 397.739
2017 3.673 4.511.898 3.515.318 411.324
2018 3.780 4.909.265 3.724.335 424.909
2019 3.888 5.306.631 3.933.353 438.494
2020 3.995 5.703.998 4.142.370 452.080
2021 4.103 6.101.364 4.351.388 465.665
2022 4.210 6.498.731 4.560.405 479.250
2023 4.317 6.896.097 4.769.423 492.835
2024 4.425 7.293.464 4.978.440 506.420
2025 4.532 7.690.830 5.187.458 520.005
2026 4.639 8.088.197 5.396.475 533.590
2027 4.747 8.485.563 5.605.493 547.176
2028 4.854 8.882.930 5.814.510 560.761
2029 4.961 9.280.296 6.023.528 574.346
2030 5.069 9.677.663 6.232.545 587.931
Sumber: hasil perhitungan, 2017
Page 17
8 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13
3.2.2. Perkembangan Wilayah Belakang (Daerah Hinterland)
Pelabuhan Sibolga memiliki peran strategis sebagai pintu gerbang sekaligus transit untuk pergerakan orang dan
barang di Sumatera Utara Pantai Barat. Wilayah belakang (hinterland) pelabuhan Sibolga mencakup Kota Sibolga,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Utara, Nias, Mandailing Natal, Toba
Samosir dan Dairi, sebagaimana Tabel 6.
Hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk hinterland pelabuhan Sibolga, ditunjukkan oleh persamaan
terpilih Model Power.Untuk Tahun 2030 diperkirakan mencapai 2.657.798 jiwa. Hasil perhitunganproyeksi Besaran
PDRB per Kapita atas Dasar Harga Konstan hinterland pelabuhan Sibolga, ditunjukkan oleh persamaan terpilih
Model Linier Untuk Tahun 2030 sebesar Rp. 92.210.227,00.
Tabel 4.
Hasil Proyeksi Pertumbuhan Arus Petikemas di Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara sebagai Daerah Hinterland Pelabuhan Sibolga
Tahun Data PK (box) Proyeksi PK
2014 4,789
2015 5,927
2016 6,503
2017
7,578
2018
8,830
2019
10,290
2020
11,991
2021
13,973
2022
16,282
2023
18,974
2024
22,110
2025
25,765
2026
30,023
2027
34,986
2028
40,769
2029
47,507
2030
55,360
Sumber: hasil perhitungan, 2017
Tabel 5.
Perbandingan Ukuran Kapal, Jenis Kemasan, Jenis Komoditi dan Total Bongkar Muat Bulan januari 2016 s.d Maret 2016
Jenis Kapal Ukuran Kapal (GT) Panjang Kapal (Meter) Jenis Kemasan Jenis Komoditi Total Bongkar Muat
General Cargo 1,430 72 General Cargo Semen 2,300
General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen 650
General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 149
General Cargo 488 45 Bag Cargo Semen 1,100
General Cargo 1,430 72 General Cargo Semen 2,300
General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 173
General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen/beras 650
General Cargo 1,291 66 Bag Cargo Semen/beras 2,850
General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 191
General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen 600
General Cargo 1,430 72 General Cargo Semen 2,300
General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen 600
General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 190
General Cargo 1,291 66 Bag Cargo Semen/beras 1,850
General Cargo 633 48 Bag Cargo Semen 950
General Cargo 1,291 66 Bag Cargo Semen/beras 1,850
General Cargo 3,256 98 General Cargo Kontainer 190
General Cargo 900 60 pipa Aspal 1,047
General Cargo 3,256 98 General Cargo Kontainer 197
General Cargo 597 51 Bag Cargo Semen 600
General Cargo 686 87 Bag Cargo Semen 1,100
General Cargo 597 51 Bag Cargo Semen 600
General Cargo 3,256 98 General Cargo Kontainer 193
Sumber: data diolah, 2017
Page 18
Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 9
Sektor perekonomian yang berperan besar saat ini di Pantai Barat Sumatera Utara adalah perikanan, perkebunan
dan kehutanan.Sedangkan yang potensial berkembang di masa mendatang adalah perikanan, perkebunan dan
industri serta pariwisata. Hasil perhitungan proyeksi jumlah produksi perikananyang menjadi hinterland pelabuhan
Sibolga Tahun 2030 diperkirakan mencapai 394.778 ton.
Hasil perhitungan proyeksi jumlah produksi perkebunan yang menjadi hinterland pelabuhan Sibolga Tahun
2030 diperkirakan mencapai 408.626 ton. Hasil perhitungan proyeksi jumlah produksi padi yang menjadi hinterland
pelabuhan SibolgaTahun 2030 diperkirakan mencapai 967.384 ton.Hasil selengkapnya sebagaimana terdapat dalam
Tabel 7.
Tabel 6.
Luas Wilayah Administrasi di wilayah Pantai Barat Sumatera
No. Kabupaten/Kota Luas /Area (km2) Persentase (%)
1. Kota Sibolga 10,77 0,02
2. Kab. Tapteng 2.158,00 3,01
3. Kab. Tapsel 4.352,86 6,07
4. Kab. Taput 3.764,65 5,25
5. Kab. Nias 3.495,39 4,88
6. Kab. Mandailing Natal 6.620,70 9,24
7. Kab. Toba Samosir 2.352,35 3,28
8. Kab. Dairi 1.927,80 2,69
Sumatera Utara 71.680,68 100
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka
Tabel 7.
Hasil Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Penduduk, Jumlah PDRB, Produksi Perikanan, Produksi Perkebunan dan Produksi Padi di Wilayah
Pantai Barat Sumatera Utara sebagai Daerah Hinterland Pelabuhan Sibolga
Tahun Penduduk (Orang) PDRB (Rp dalam ribuan) Perikanan (Ton) Perkebunan Padi
DA
TA
AK
TU
AL
2001 3.159.780 14.975 103.760 384.826 1.150.615
2002 3.253.258 15.528 107.755 385.576 1.154.067
2003 2.543.418 16.311 102.333 386.423 1.147.778
2004 2.470.194 39.400 100.174 1.011.088 1.075.240
2005 2.502.576 40.585 112.365 1.078.651 1.052.502
2006 2.567.954 41.294 112.953 1.252.647 911.109
2007 2.598.408 43.138 138.152 1.189.672 913.387
2008 2.251.673 46.487 145.815 393.207 1.018.351
2009 2.279.621 48.354 156.610 190.324 842.989
2010 1.918.289 50.650 122.792 394.756 809.563
2011 2.105.409 52.660 178.812 392.861 922.557
2012 2.131.502 54.742 190.229 393.676 924.864
2013 2.157.906 56.823 201.641 394.492 927.176
2014 2.184.623 58.905 213.047 395.309 929.495
2015 2.211.658 60.987 224.447 396.129 931.819
DA
TA
PR
OY
EK
SI
2016 2.239.013 63.068 235.842 396.950 934.148
2017 2.266.693 65.150 247.231 397.773 936.484
2018 2.294.701 67.231 258.615 398.597 938.825
2019 2.323.041 69.313 269.992 399.423 941.173
2020 2.351.717 71.394 281.365 400.251 943.526
2021 2.380.732 73.476 292.731 401.081 945.885
2022 2.410.091 75.558 304.092 401.912 948.250
2023 2.439.797 77.639 315.447 402.745 950.621
2024 2.469.854 79.721 326.797 403.580 952.998
2025 2.500.266 81.802 338.141 404.417 955.380
2026 2.531.038 83.884 349.480 405.255 957.769
2027 2.562.173 85.966 360.812 406.095 960.164
2028 2.593.675 88.047 372.140 406.937 962.564
2029 2.625.548 90.129 383.461 407.780 964.971
2030 2.657.798 92.210 394.778 408.626 967.384
Sumber : hasil perhitungan, 2017
Page 19
10 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13
3.3. Analisis Kinerja Operasional Pelabuhan
Sebelum mengevaluasi rencana pengembangan pelabuhan, terlebih dahulu dianalisis sejauhmana kinerja
pelayanan kapal dan kinerja pelayanan barang dapat optimal. Kinerja pelayanan kapal selama periode 2011 sampai
dengan 2015 pada umumnya pelayanan pemanduan, pelayanan waktu labuh dan waktu tunggu kapal seperti waktu
Waiting Time, Approach Time dan Postphone Time menunjukkan kinerja pelayanan yang baik, hal ini disebabkan
bahwa Pelabuhan Sibolga bukan merupakan pelabuhan wajib pandu. Namun untuk waktu selama kapal berada di
tambatan Berthing Time(BT) masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 64 jam sampai dengan 185 jam yang
dipengaruhi oleh waktu Non Operating Time (NOT) yang juga tinggi, berkisar antara 58 jam sampai dengan 112
jam. Proporsi Effective Time (ET) dibandingkan BT dibawah standar (70%) yaitu antara 8% sampai dengan 40%,
yang berartibahwa kebanyakan kapal hanya nongkrong di dermaga sandar tanpa melakukan aktivitas bongkar muat.
Produktivitas bongkar muat relatif cukup bagus, dimana pada Tahun 2015, produktivitas GC sebesar 29,13
TGH dan Bag Cargo (BC) sebesar 26,95 TGH, serta produktivitas petikemas konvensional sebesar 12,02 BCH.
Sedangkan utilisasi BOR pada periode 2013 – 2015 berkisar antara 120,71% hingga menurun di tahun 2015 menjadi
95,67% yang berkecenderungan dianggap belum baik, dikarenakan masih diatas standar. Dari data operasional yang
diperoleh di Pelabuhan Sibolga Tahun 2016periode Januari – Maret, terungkap bahwa Turn Round Time (TRT) yang
merupakan jangka waktu lamanya kapal berada di pelabuhan pada periode Januari – Maret 2016 adalah rata-rata
121,12 jam dan waktu Berthing Time (jangka waktu kapal di tambatan) rata-rata 120,12 jam yang dipengaruhi oleh
waktu Non Operating Time (NOT) yang juga tinggi, rata-rata 68,95 jam. Proporsi Effective Time (ET) dibandingkan
BT dibawah standar (70%) yaitu antara 35% sampai dengan 40%, yang berarti bahwa kebanyakan kapal hanya
nongkrong di dermaga sandar tanpa melakukan aktivitas bongkar muat.
Produktivitas bongkar muat relatif cukup bagus, dimana pada Tahun 2016periode Januari – Maret, produktivitas
GC sebesar 29,13 TGH, namun untuk produktivitas petikemas konvensional masih berada dibawah standar yaitu
rata-rata sebesar 4,81 BCH. Sedangkan utilisasi BOR pada periode Tahun 2016periode Januari – Maret, rata-rata
sebesar 53,14% yang berkecenderungan dianggap baik. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas
pelayanan diantaranya yaitu:
Jam kerja TKBM untuk kapal yang bermuatan general cargo, pukul 08.00 WIB s/d 17.00 WIB (8 jam
kerja/hari), sehingga kapal yang masuk pada saat subuh/malam hari tidak langsung dibongkar/dimuat;
Jam kerja kapal yang bermuatan petikemas pukul 08.00 WIB s/d 21.00 WIB (11 jam kerja/hari);
Kapal tidak bisa keluar pada malam hari karena kondisi alam sehingga menunggu sampai pagi;
Curah hujan yang tinggi di Sibolga sehingga kapal tidak bisa melakukan kegiatan bongkar/ muat;
Tambatan kapal di dermaga dengan memanfaatkan dermaga sisi luar (103 m) dan sisi dalam (2 x 46 m);
Kapal cargo yang melakukan kegiatan bongkar semen dan beras langsung melakukan pengiriman ke pembeli,
tidak ditumpuk di gudang.
Tabel 8.
Rekapitulasi Hasil Kinerja Pelayanan Periode Januari – Maret 2016
Uraian Satuan Januari 2016 Februari 2016 Maret 2016
Call Unit 8.00 8.00 8.00
Rata-rata LOA Meter 63.50 65.75 76.13
Jumlah BM Ton 7,650.00 9,150.00 5,197.00
Jumlah BM petikemas Box 322.00 381.00 580.00
ET/BT % 34.87 39.83 37.53
BOR % 52.02 64.66 42.73
BTP Ton/M 39.23 46.92 26.65
BTP Petikemas Box/M 3.13 3.70 5.63
PT Jam 0.00 0.00 0.00
AT Jam 1.00 1.00 1.00
WT Jam 0.00 0.00 0.00
BWT Jam 48.50 68.88 36.13
ET Jam 43.38 59.63 32.38
IT Jam 5.13 9.25 3.75
NOT Jam 75.89 80.83 50.15
BT Jam 124.39 149.71 86.27
TRT Jam 125.39 150.71 87.27
TGH T/G/H 24.17 24.83 38.40
TSH T/S/H 8.33 9.33 11.40
BCH B/C/H 5.25 4.50 4.67
BSH B/S/H 4.50 5.00 5.33
Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Sibolga
Page 20
Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 11
3.4. Evaluasi terhadap Perencanaan dan Pengembangan Pelabuhan
3.4.1. Rencana Operasional Terminal Barang
Dengan penyediaan terminal barang yang dilengkapi dengan dermaga, gudang dan lapangan penumpukan,
peralatan bongkar muat, maka di masa mendatang pelayanan terminal akan meliputi pelayanan dermaga, pelayanan
penumpukan, dan pelayanan bongkar muat. Peningkatan operasional pelayanan barang yang direncanakan untuk
terminal barang adalah dengan menyediakan gudang dan lapangan penumpukan yang memadai sehingga memberikan
pilihan bagi pemilik barang untuk memanfaatkan fasilitas penumpukan tersebut sehingga tidak selalu harus truck-
lossing.Karena pola operasional truck-loosing tanpa didukung kesiapan armada pengangkutan dalam jumlah yang
memadai, justru berbiaya tinggi terhadap biaya angkutan secara keseluruhan. Hal tersebut akan memungkinkan Pelabuhan
Sibolga mendekati pelabuhan lain di Indonesia yang sekelas dalam hal produktivitas bongkar-muat. Pada pelabuhan
dengan fasilitas serupa, maka produktivitas bongkar-muat pada kapal pelayaran lokal nasional, adalah sebesar 20 ton per
gang per jam untuk general cargo, dan 25 ton per gang per jam untuk bag cargo.Angka produktivitas tersebut dapat dicapai
oleh kapal barang. Tidak demikian halnya dengan kegiatan bongkar muat barang pada kapal ferry, yang diperkirakan akan
tetap rendah dengan pola operasional yang sama di masa mendatang.
Untuk lebih mengoptimalkan fasilitas, maka jam kerja bongkar-muat perlu diperpanjang. Kalau pada saat ini
hanya berlangsung dari jam 08.00 WIB pagi hingga jam 18.00 WIB sore dengan 1 jam istirahat siang, maka jam
kerja bongkar muat rata-rata 9 jam per hari. Untuk meningkatkan jam kerja, maka diterapkan 2 shift per hari, dimana
shift pertama bekerja dari jam 08.00 WIB s/d jam 16.00 WIB dan dilanjutkan dengan shift kedua dari jam 16.00
WlB s/d jam 24.00 WlB. Dikurangi istirahat 1 jam masing-masing shift, diperoleh rata-rata 14 jam per hari.
3.4.2. Rencana OperasionalTerminal Penumpang
Secara umum pola pelayanan di terminal penumpang akan tetap berlangsung sebagaimana sekarang, tetapi
dengan penataan operasional yang memisahkan pelayanan penumpang dari kegiatan pelayanan barang dan
meningkatkan kelengkapan gedung terminal, maka kenyamanan, kelancaran dan ketertiban dalam pelayanan
penumpang dapat ditingkatkan. Apabila dengan fasilitas dan pelayanan yang sekarang ini, terminal penumpang di
Pelabuhan Sibolga ditetapkan sebagai kelas C, maka dengan peningkatan fasilitas dan pelayanan di masa mendatang,
kelas ditingkatkan menjadi Kelas B. Rata-rata pelayanan tambat 4 jam untuk kapal Pelni dinilai cukup baik.
Sedangkan untuk kapal Roro milik PT ASDP ( KMP Poncan dan KMP Cucut ) bertambat sejak kedatangan pagi /
siang hari sampai waktu keberangkatan jam 20.00 WIB. Adapun kapal ferry swasta rata-rata berangkat jam 21.00
WIB. Pola pelayanan penumpang terbagi dalam dua kelompok, yaitu yang turun dari kapal atau yang naik ke kapal
Untuk penumpang kapal Pelni, penumpang dapat dibedakan menurut kelas tiket.Jalur sirkulasi keberangkatan
dipisahkan dari sirkulasi kedatangan khususnya pada bangunan terminal sedangkan pada ruas luar bangunan (koridor
luar bangunan dan dermaga) tidak dipisah.
3.5. Analisis Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan
3.5.1. Rencana Kebutuhan Fasilitas Terminal Penumpang
Kebutuhan fasilitas pelabuhan untuk Terminal Penumpang dan Terminal Barang dihitung berdasarkan
perkembangan arus penumpang, arus barang dan kunjungan kapalpada tahun 2020 (jangka pendek), tahun 2025
(jangka menengah ) dan tahun 2030 (jangka panjang ).
a) Tambatan
Kebutuhan tambatan untuk kapal PELNI sampai dengan tahun 2030 mendatang cukup 1 (satu) tambatan.
Mengingat kapal ini hanya memerlukan waktu Berthing Time rata-rata 3.2 jam setiap kunjungan. Dengan
perkembangan arus penumpang, maka diperkirakan PT PELNI akan meningkatkan frekuensi kunjungan
kapalnya, dari 3 kali per bulan pada saat ini menjadi 6 kali setiap bulan. Peningkatan frekuensi tersebut
diperhitungkan tidak memerlukan tambahan tambatan. Bahkan, tambatan yang dialokasikan untuk melayani
kapal PELNI pada saat- saat kosong akan tetap dipergunakan untuk kapal lainnya termasuk kapal cargo yang
berukuran besar. Namun demikian, apabila dermaga yang ada nantinya pada jangka panjang telah sibuk melayani
kapal cargo berukuran besar, maka perlu penambahan tambatan baru 1 unit untuk kapal PELNI.
Jumlah kapal ferry penumpangswasta yang melayani Sibolga – Gunung Sitoli sebanyak 4 unit dan yang melayani
Sibolga – Sinabang sebanyak 1 unit. Seperti halnya kapal Ro-Ro PT. ASDP, kapal ferry penumpang ini juga datang
pagi atau siang kemudian baru berangkat malam harinya agar sampai ke tujuan pada pagi hari berikutnya yang pada
umumnya dilayani oleh dermaga sisi dalam seluas 2 x 46 meter. Dengan kebutuhan tambatan tersebut maka untuk
Kapal PELNI tetap menggunakan dermaga Aek Habil bagian depan sebagaimana sekarang. Dengan tambatan baru
tersebut, maka akan memberi tambahan tambatan di dermaga Aek Habil untuk kapal cargo kecil.
b) Bangunan Gedung Terminal
Luas bangunan terminal penumpang ditentukan oleh jumlah penumpang yang menunggu keberangkatan.
Menurut standar yang ditetapkan Ernst Neufert kebutuhan ruang terminal penumpang tiap penumpang adalah 1,0
– 2,0 m2.Untuk ruang terminal penumpang domestik ditetapkan sebesar 1,0 m
2. Penumpang kapal PELNI yang
naik rata-rata 300 – 400 orang, kapal Ro-Ro PT. ASDP rata-rata 350 – 400 orang, demikian pula penumpang
kapal ferry swasta rata-rata 150 – 200 orang.
Page 21
12 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13
Kondisi yang diperhitungkan adalah bahwa pola keberangkatan kapal PELNI yang hanya beberapa kali setiap
bulan dan pada pagi/siang/sore hari, sedangkan kapal Ro-Ro PT. ASDP datang pagi dan berangkat setiap
(sekitar) jam 20.00 WIB. Adapun kapal penumpang ferry swasta datang pagi dan berangkat setiap jam 21.00
WIB, maka para penumpang tersebut tidak secara bersamaan memerlukan ruang tunggu. Pada saat penumpang
kapal Ro-Ro PT. ASDP menunggu keberangkatan kapalnya, maka ada sebagian penumpang kapal ferry yang
telah mulai datang, diasumsikan bahwa pola penataan pengaturan manajemen kedatangan dan keberangkatan
kapal dilakukan secara kontinyu dan berkelanjutan, sehingga kebutuhan ruang terminal belum begitu mendesak.
3.5.2. Rencana Kebutuhan Fasilitas Terminal Barang
a) Tambatan
Kebutuhan tambatan untuk terminal barang dihitung berdasarkan perkembangan arus barang dan kapal
pengangkutnya yang melalui dermaga umum pada tahun 2020 (jangka pendek), 2025 (jangka menengah), dan
2030 (jangka panjang). Sebagian besar kapal yang berkunjung adalah kapal yang menghubungkan Sibolga
dengan pulau sekitarnya yang berukuran rata-rata 150 GT (LOA 68 meter) dan yang terbesar sampai dengan
3.256 GT (LOA 98 meter). Selain itu berkunjung pula kapal yang melayari short sea routes yang berukuran
terbesar 2.000 DWT yang ber LOA 80 meter dan memerlukan panjang tambatan 90 meter.
Untuk kapal yang berukuran besar yang mengangkut petikemas, tetapi freukensi kunjungan kapalnya relatif
jarang yaitu sebanyak 28 call pada Tahun 2016 dan diproyeksikan meningkat menjadi 300 call kapal petikemas
pada Tahun 2030 untuk jangka panjang. Sebagian besar kapal cargo besar adalah perdagangan dalam negeri
adalah kapal pengangkut semen dan beras yang hanya berkunjung 4 – 7 kali sebulan. Untuk kapal ini
dialokasikan pada dermaga yang digunakan oleh kapal PELNI, sekalipun tetap menempatkan kapal penumpang
dalam urutan prioritas yang lebih tinggi. Sesuai perhitungan, terlihat bahwa penggunaan dermaga eksisting
bagian depan oleh kapal cargo besar sudah cukup sibuk pada jangka panjang, sehingga saat itu tidak
memungkinkan penggunaan bersama lagi dengan kapal PELNI. Pada saat itu, dermaga exisiting bagian depan
dialokasikan khusus untuk kapal cargo besar.
Adapun tambatan untuk kapal cargo kecil yang frekuensi kunjungan kapalnya cukup tinggi dan secara rutin
melayari Sibolga dengan pulau sekitarnya dilayani di sisi utara dermaga Aek Habil (dapat bertambat 4 kapal
sekaligus) atau di dermaga bagian depan (dapat bertambat 4 kapal sekaligus), atau di dekat dermaga ferry (dapat
bertambat 3 kapal sekaligus), dikurangi 2 unit tambatan untuk kapal ferry swasta, maka tersedia 9 unit tambatan
untuk kapal cargo kecil saat ini.
Saat ini rata-rata kunjungan kapal adalah 2000-an unit kapal per tahun dengan rata-rata bertambat selama 81
jam atau 3.25 hari. Sesuai perhitungan, maka belum diperlukan penambahan tambatan. Dengan
memperhitungkan tambahan tambatan dengan telah disediakannya tambatan baru untuk kapal ferry PT. ASDP
dan kapal ferry swasta menjelang tahun 2030, maka praktis tambatan yang ada pada dermaga existing telah
mencukupi. Namun untuk antisipasi terhadap perkembangan volume petikemas yang semakin meningkat maka
diperlukan satu unit tambatan untuk back up area sampai tahun 2030.
b) Gudang
Saat ini tersedia gudang seluas 900 m2
sehingga mampu melayani 30,600 ton per tahun. Dengan kondisi
masih truck lossing maka belum perlu penambahan gudang sampai tahun 2030.
c) Lapangan Penumpukan
Saat ini praktis tersedia lapangan penumpukan seluas 5.500 m2
yang memadai.Sebagian barang ditumpuk di
atas permukaan tanah atau sepanjang pinggiran jalan di dalam pelabuhan. Dengan kondisi masih truck lossing
maka belum perlu penambahan lapangan penumpukan sampai tahun 2030.
4. Kesimpulan
Pelabuhan Sibolga memiliki peran strategis sebagai pintu gerbang sekaligus transit untuk pergerakan orang dan
barang di wilayah pantai barat Sumatera Utara. Wilayah belakang (hinterland) pelabuhan Sibolga mencakup : Kota
Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten
Kepulauan Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Dairi.
Dalam mengantisipasi perkembangan trafik dan sesuai kondisi teknis lahan pengembangan yang tersedia, maka
arah pengembangan pelabuhan Sibolga adalah dengan memanfaatkan lahan pelabuhan yang tersedia dan yang belum
optimal pemanfaatannya, dan kemudian mengadakan perluasan area melalui rekonfigurasi pelabuhan.
Rencana pengembangan jangka panjang yang disiapkan, dengan zoning dan tata letak sebagai berikut:
Pemisahan secara fisik dan operasional antara terminal barang general cargo, terminal petikemas konvensional dan
terminal penumpang. Terminal barang pada lokasi sebelah selatan termasuk dermaga Aek Habil sampai dengan
dermaga Sambas. Dermaga Aek Habil bagian depan untuk kapal cargo besar dan kapal Pelni (sampai dibangun
dermaga sendiri). Adapun bagian lain dari dermaga Aek Habil termasuk dermaga ferry yang ada, dialokasikan untuk
kapal cargo kecil Sedangkan Terminal Penumpang pada lokasi sebelah utara dermaga Aek Habil.
Page 22
Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 13
Ucapan Terima Kasih
Disampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Puslitbang Transportasi Laut, Sungai,
Danau dan Penyeberangan, serta KSOP Pelabuhan Sibolga atas partisipasi dan bantuannya dalam menyelesaikan
penelitian ini.
Daftar Pustaka
Arianto, Dedy, 2013, Strategi Menekan Tingginya Dwelling Time Di Pelabuhan Tanjung Priok, Jurnal Transportasi Laut Volume 15, Nomor 3
September 2013, Jakarta.
Arianto, Dedy, 2014, Evaluasi Pencapaian Standar Pelayanan Di Pelabuhan Balikpapan, Jurnal Transportasi Laut Volume 16, Nomor 4 Desember 2014, Jakarta.
Arianto, Dedy, 2014, Kebutuhan Pengembangan Dermaga Petikemas (Studi Kasus Pelabuhan Biak), Jurnal Transportasi Laut Volume 16, Nomor 3 September 2014, Jakarta.
Arianto, Dedy, 2014, Peningkatan Kualitas Pelayanan Terminal Penumpang Di Pelabuhan Ambon, Warta Penelitian Perhubungan Volume 26,
Nomor 10 Oktober 2014, Jakarta.
http://ksp.go.id/perluasan-pelabuhan-sibolga-selesai-akhir-2017/ diunduh tanggal 09/02/2017 pukul 10.51.
http://sumut.pojoksatu.id/2016/08/21/jokowi-targetkan-pengembangan-pelabuhan-sibolga-wajib-selesai-akhir-2017/ diunduh tanggal 09/02/2017
pukul 10.42.
http://www.bumninsight.co.id/industri/infrastruktur/pengembangan-pelabuhan-sibolga-dimulai diunduh tanggal 09/02/2017 pukul 10.44.
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/08/20/252277/pelabuhan-sibolga-pacu-ekonomi-pantai-barat/#.WJvnqRoxWM8 diunduh
tanggal 09/02/2017 pukul 10.55.
http://www.metrosiantar.com/news/tapanuli/2012/11/15/23262/perpanjangan-dermaga-pelabuhan-sibolga-mendesak/10.52
http://www.metrosiantar.com/news/tapanuli/2012/11/16/23554/bongkar-muat-petikemas-di-pelabuhan-sibolga-kembali-aktif/ tgl 10/02/2017
pukul 10.45.
http://www.metrosiantar.com/news/tapanuli/2014/01/27/120130/pelabuhan-sibolga-layak-diperpanjang/ 10.49.
https://m.tempo.co/read/news/2016/08/20/090797473/jokowi-targetkan-pengembangan-pelabuhan-sibolga-rampung-2017 diunduh tanggal
09/02/2017 pukul 10.36.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut yang disempurnakan melalui Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri,
Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Page 23
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]
doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.347 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Evaluasi Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut Jailolo,
Halmahera Barat
Bambang Siswoyo Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan
Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110
Diterima 15 Mei 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017
Abstrak Dalam rangka mendukung pelayanan transportasi laut di Kabupaten Halmahera Barat diperlukan pengembangan fasilitas
pelabuhan laut Jailolo. Pengembangan fasilitas ditingkatkan berdasarkan tahapan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang. Pelabuhan Laut Jailolo kedepan disiapkan menjadi pelabuhan penumpang, selanjutnya Pelabuhan Matui
digunakan mengantisipasi muatan barang. Pengembangan jangka pendek Pelabuhan Jailolo masih mampu untuk angkutan barang
dan penumpang, pada jangka menengah harus dilihat besaran bongkar muat barang dan penumpang terlebih dahulu.
Pengembangan jangka panjang disiapkan Pelabuhan Laut Matui yang berjarak sekitar 7 km. Maksud penelitian untuk
pengembangan Pelabuhan Jailolo kedepan. Pengambilan data dilakukan di Pelabuhan Jailolo, kemudian data tersebut dikompilasi
dan dianalisa. Kebutuhan pengembangan fasilitas pelabuhan Jailolo dilakukan berdasarkan hasil dari prediksi jumlah penduduk,
kenaikan PDRB, arus naik-turun penumpang, arus bongkar-muat barang, dan kunjungan kapal dengan menggunakan metode
regresi linier.Hasil perhitungan bahwadermaga sampai dengan tahun 2020 perlu ditambah panjang 40 m, sehingga panjang
menjadi 122 m, untuk tahun berikutnya tidak ada tambahan, karena ini pelabuhan pengumpan regional dengan maksimal panjang
dermaga 120 m, sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 414 tahun 2013. Terminal penumpang saat ini seluas
(10x20) m2, dilakukan revitalisasi dengan membangun baru, untuk gudang penyimpanan seluas 113 m2 sudah ada dan lapangan
penumpukan seluas 1.040 m2 untuk saat ini tidakada penambahan.
Kata Kunci: Transportasi Laut; Pelabuhan Jailolo; Kabupaten Halmahera Barat; Maluku Utara
Abstract Evaluation of Jailolo Sea Port Facility Development, West Halmahera: In order to support the sea transportation service
in West Halmahera Regency is needed the development of Jailolo sea port facility. Facility development is enhanced based on
short, medium and long term stages. Jailolo seaport fore is prepared to become a passenger port, then Matui Port is used to
anticipate the load of goods. Short-term development Jailolo port is still able to transport goods and passengers, in the medium
term should be seen the amount of loading and unloading goods and passengers first. Long-term development is prepared by
Matui Seaport which is about 7 km. The purpose of research for the development of the Port of Jailolo in the future. Data
collection is done at Port of Jailolo, then the data is compiled and analyzed. The need for development of Jailolo harbor facility
is based on the result of population prediction, GDP increase, passenger flows, loading and unloading of goods, and ship visits
using linear regression method. The calculation results that the docks until 2020 need to be added 40 m long, so the length
becomes 122 m, for the next year there is no addition, because this regional feeder harbors with a maximum of 120 m long quay,
in accordance with the Minister of Transportation Decree no. KP 414 year 2013. The current passenger terminal (10x20) m2, is
being revitalized with a new build, for a 113 m2 existing storage area and a 1,040 m2 stockpile field for the moment there is no
addition.
Keywords: Maritime Transport; Ports Jailolo; West Halmahera; North Maluku
Page 24
Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 15
1. Pendahuluan
Secara geografis Provinsi Maluku Utara terletak di antara 3° LU sampai 3° LS dan 124°–129° BT serta
terbentang dari utara keselatan sepanjang 770 km dan dari barat ketimur sepanjang 660 km. Luas wilayah Provinsi
Maluku Utara secara keseluruhan sebesar 145.801,1 km2
meliputi luas wilayah daratan 45.069,66 km2 (23,72%) dan
wilayah perairan seluas 100.731,44 km2 (76,28 %) dengan panjang garis pantai sepanjang 3.104 km.
Kabupaten Halmahera Barat secara geografis terletak diantara 1°48’LU - 0°48’LU dan 127°16’BT -
127°16’BT. Luas Kabupaten Halmahera Barat tercatat seluas 14.823,16 km2 dengan luas daratan 2.361,56 km
2 dan
luas lautan 12.461,60 km2. Karena letaknya di sekitar garis khatulistiwa, Kabupaten Halmahera Barat beriklim tropis
dengan suhu rata-rata 28,05°C dan kelembaban 73-82%, serta curah hujan 1500 mm/tahun. Kabupaten Halmahera
Barat mempunyai ketinggian 0-700 mdpl (meter diatas permukaan laut), dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah utara : Kec. Loloda Utara (Kab. Halmahera Utara) dan Samudera Pasifik.
2. Sebelah selatan : Kota Tidore Kepulauan dan Ka. Halmahera Timur.
3. Sebelah timur : Kabupaten Halmahera Utara.
4. Sebelah barat : Kota Ternate dan Laut Maluku.
Pelabuhan Jailolo merupakan salah satu infrastruktur yang melayani jasa transportasi laut yang sangat berarti
bagi perkembangan dan peningkatan sumber daya alam dan taraf hidup penduduk di daerah Halmahera Barat.
Bertitik tolak dari kondisi dermaga pelabuhan Jailolo yang tidak cukup dalam menampung barang dan penumpang
yang semakin meningkat sehingga kapal yang lain harus menunggu untuk bertambat, membuat keadaan dermaga
kurang nyaman, dengan demikian pelabuhan Jailolo sudah harus dilakukan penataan.Peranan transportasi laut bukan
hanya untuk melancarkan arus barang, manusia, akan tetapi juga membantu menciptakan peningkatan kesejahteraan
dan perekonomian suatu wilayah. Fungsi transportasi adalah untuk menggerakkan atau memindahkan orang dan/atau
barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sistem tertentu untuk tujuan tertentu (Bambang
Siswoyo dan Abdi Kurniawan, 2014).
Kapal laut sebagai salah satu alat angkutan yang berguna untuk memindahkan penumpang, barang, maupun
hewan antar pulau, dimana perlu ditunjang dengan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung untuk melakukan
bongkar muat. Transportasi laut merupakan salah satu alat transportasi yang sangat penting dalam menunjang
perekonomian dan pembangunan nasional suatu bangsa.Kabupaten Halmahera Barat dengan adanya dukungan
transportasi lautdapat mengembangan kelancaran mobilitas penduduk dan barang dari beberapa kecamatan yang ada
disekitarnya, yang masih terbatas angkutan jalannya, untukmemudahan pelayanan. Sarana dan prasarana transportasi
dikatakan memadai apabila dari sisi pengoperasiannya dapat melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga
terjadi kelancaran arus barang maupun penumpang (Tebiary Lepius, dkk., 2010).
Dengan adanya pelabuhan Jailolo sebagai pelabuhan umum sangat membantu konektivitas dan mobilisasi
penumpang maupun barang. Maksud penelitian untuk melakukan evaluasi kebutuhan fasilitas pelabuhan Jailolo.
Selanjutnya tujuan memberikan masukan kepada instansi terkait.
2. Metode
Metode proyeksi yang digunakan untuk memperkirakan trafik di pelabuhan pada penelitian ini peramalan
dengan metode sederhana yang biasa dilakukan dengan metode regresi. Dasar dari metode ini adalah data historis
dari aspek yang ditinjau, sedangkan analisis dilakukan dengan memperhatikan kecenderungan perkembangan data
yang ada dengan menganggap data tersebut yang menentukan variasi lalu lintas akan terus menunjukkan hubungan-
hubungan yang serupa pada masa depan.
2.1. Konsep Transportasi
Transportasi merupakan faktor penunjang dan perangsang pembangunan (the promoting sector) serta pemberi
jasa (the servicing sector) bagi perkembangan ekonomi. Kenyataan menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tingkatan dari kegiatan ekonomi dengan kebutuhan menyeluruh angkutan, dengan kata lain kalau aktivitas ekonomi
meningkat maka kebutuhan angkutan meningkat pula. Untuk itu, guna menunjang perkembangan ekonomi yang
mantap, perlu dicapai keseimbangan antara penyediaan (supply) dan permintaan (demand) jasa angkutan(Nasution:
2004).Perilaku perjalanan pengguna transportasi laut dengan melihat preferensi pemilihan moda akibat perubahan
biaya perjalanan, waktu perjalanan, frekuensi perjalanan, jadwal keberangkatan, kenyamanan kapal, dan
keamanan/keselamatan kapal (Achmad Afandi Tanjung, 2010). Peningkatan akivitas transportasi tanpa didukung
dengan penyediaan sarana, prasarana dan sistem pengoperasian transportasi yang handal telah menimbulkan
berbagai permasalahan (Subiakto, 2009).
Dalam pengembangan angkutan antarpulau, dilakukan peningkatan sistem transportasi laut yang telah ada dan
penambahan jalur pelayaran/penyeberangan baru pada daerah yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan.
Peningkatan dapat berupa penambahan atau peningkatan sarana angkut (kapal) yang sesuai untuk melayani rute.
Penambahan kapal belum tentu penambahan dermaga, karena bisa menggunakan pelabuhan laut yang telah ada
(Hanok Mandaku, 2010).
Page 25
16 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24
2.2. Kebutuhan dan Ketersediaan Infrastruktur
Dalam upaya peningkatan jasa pelayanan prasarana transportasi harus ditempuh melalui kebijakan rehabilitasi,
perbaikan dan penambahan prasarana yang dimiliki, berdasarkan pertimbangan perekonomian. Tujuan utama adalah
agar diarahkan pada langkah-langkah penyediaan jasa prasarana transportasi yang mendukung kegiatan produksi dan
peningkatan ekspor serta memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terutama bagi golongan ekonomi
lemah. Sasaran langsung adalah perbaikan jaringan prasarana transportasi, peningkatan jasa pelayanan transportasi
baik diperkotaan maupun di pedesaan. Prioritas selanjutnya ditujukan pada peningkatan kapasitas prasarana
transportasi serta perluasan jaringan dan jangkauan pelayanan yang sangat dibutuhkanoleh masyarakat terutama
didaerah-daerah terisolasi, terpencil dan perbatasan. Sarana dan prasarana transportasi dikatakan memadai apabila
dari sisi pengoperasiannya dapat melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga terjadi kelancaran arus barang
maupun penumpang (Cahyo Eko Putranto, 2011).
3. Hasil dan Pembahasan
Pelabuhan Jailolo merupakan pelabuhan Kelas IV yang sudah beroperasi cukup lama dalam memenuhi
kebutuhan pelayaran masyarakat sekitar. Pelabuhan Jailolo terletak di Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera
Barat, Provinsi Maluku Utara, terletak di Teluk Jailolo yang cukup tenang. Posisi pelabuhan saat ini berada di
kawasan perkotaan, sehingga menyulitkan untuk pengembangan disisi daratnya. Fasilitas pelabuhan yang ada saat
ini merupakan lahan hasil reklamasi perairan, dimana tidak ada bangunan pelabuhan yang berdiri diatas tanah asli.
Kondisi perairan disekitar pelabuhan pun sangat terbatas, karena adanya terumbu karang yang mengitarinya
sehingga kolam pelabuhan menjadi sangat terbatas untuk manuver kapal.Keterbatasan lahandaratan dan perairan
menyebabkan pengembangan Pelabuhan Jailolo mengarah ke Pelabuhan Matui yang berada 10 km seberang
Pelabuhan Jailolo. Rencananya Terminal Pelabuhan Matui menjadi satu pengelolaan (Wilayah Kerja) dari Pelabuhan
Jailolo. Dermaga yang ada terletak pada posisi koordinat 1°3’27. 35” LU - 127°28’10,99” BT hingga 1°3’24.75” LU
- 127°28’11,52” BT. Kepemilikan lahan dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dengan
pengelolanya adalah KUPP sesuai dengan PM No. 62 tahun 2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan Jailolo saat ini merupakan pelabuhan Pengumpan Regional sesuai dengan
Keputusan Menteri Perhubungan KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
Pelabuhan Jailolo dengan status Kantor Pelabuhan Kelas IV mempunyai panjang dermaga yang memanjang
sekitar 82 meter dengan konstruksi beton. Pelabuhan ini sebagai tempat bongkar muat memiliki areal pergudangan
seluas 113 m2 dan lokasi penumpukan sekitar 1.040 m
2 namun belum memiliki forklift. Kegiatan bongkar dan muat
di pelabuhan ini relatif seimbang yakni bongkar rata-rata 1.761 ton per bulan dan muat rata-rata sebesar 1.005 ton
per bulan. Ditinjau dari segi pengusahaan Pelabuhan Jailolo termasuk kedalam pelabuhan yang tidak diusahakan,
dimana pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan kapal/perahu tanpa fasilitas bongkar-muat, bea cukai, dan
sebagainya. Jenis kapal yang berlabuh di pelabuhan ini terdiri dari kapal penumpang maupun kapal barang dengan
ukuran kecil, dengan dimana bobot kapal sebagian besar dibawah 500 GRT. Untuk pelayaran rakyat armada semut
(speedboat)mendominasi pelayanan angkutan penumpang berupa kapal dengan ukuran kurang dari 7 GT. Lebih dari
50% jumlah ship callberupa armada semut dan jumlah penumpang yang naik turun dari armada ini hampir
mendekati 50 persen. Jumlah kapal, penumpang dan barang yang bongkar muat di Pelabuhan Jailolo seperti pada
tabel 1.
Hinterland Pelabuhan Jailolo hampir seluruh wilayah Kabupaten Halmahera Barat. Pelabuhan disekitar
Pelabuhan Jailolo antara lain : Pelabuhan Bataka, Pelabuhan Babana Igo, Pelabuhan Ibu, Pelabuhan Kedi/Loloda,
Pelabuhan Matui, Pelabuhan Sidangoli, dan Pelabuhan Susupu. Di antara pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan
pengumpul lokal wilayah kerja Pelabuhan Jailolo.
Data SBNP di Pelabuhan Jailolo tidak banyak, SBNP yang terdapat di pelabuhan Jailolo berupa tanda lateral.
Tanda Lateral dipakai untuk membatasi alur yang sudah tertentu. Tanda Lateral menunjukkan sisi kiri dan kanan
kapal sepanjang alur. Kondisi Fasilitas eksisting pelabuhan Jailolo dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1.
Data Kunjungan Kapal, Penumpang, dan Barang di Pelabuhan Jailolo
No Tahun Jmlh KPL
(unit) GT
Debarkasi
(pnp)
Embarkasi
(pnp)
Bongkar
(ton/m3)
Muat
(ton/m3)
1 2009 1.004 113.785 56.224 55.180 21.028 12.004
2 2010 960 135.819 58.785 59.289 17.710 9.108
3 2011 971 120.712 63.116 61.299 18.667 11.460
4 2012 931 203.717 59.301 63.383 19.738 15.442
5 2013 970 143.887 56.208 55.180 21.128 12.054
6 2014 935 160.805 69.748 71.079 20.330 7.553
Sumber: Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Jailolo, 2015
Page 26
Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 17
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa terjadi kenaikan dan penurunan jumlah penduduk dari tahun ke tahun,
hal ini diduga adanya warga yang masuk maupun keluar dari wilayah tersebut. Proyeksi Pertumbuhan penduduk
dihitung berdasarkan pertumbuhan selama kurun waktu 2010 s/d 2014 yaitu sebesar 2%, maka proyeksi jumlah
penduduk Kabupaten Halmahera Barat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2.
Fasilitas Pelabuhan Jailolo dan Matui
Kondisi Pelabuhan Jailolo Matui
1 Dermaga Panjang 82 m 75 m
Lebar 8 m 8 m
Kedalaman 12 LWS 12 HWS
2 Alur Pelabuhan Panjang 4.3 km 4 km
Lebar 200 m 200 m
Kedalaman 40-30 m 60-80 m
3 Kolam Pelabuhan Luas 855 m2 855 m2
Kedalaman Min 10 m 20 m
Kedalaman Mak 12 m 25 m
4 Luas Areal Pelabuhan 2 Ha 6 Ha
5 Terminal Penumpang 1 Unit 1 Unit
(10 x 20) m (10 x 20) m
6 Gudang 1 Unit (10 x 20) m 1 Unit (10 x 20) m
7 Fasilitas Lain Pos Jaga 1 Unit 1 Unit
Penerangan PLN
8 Tambatan Armada Semut Panjang 10 m 10 m
Lebar 3 m 3 m
Kedalaman 4 m 7 m
Sumber : Pelabuhan Jailolo dan Matui, Tahun 2015
Tabel 3.
Jumlah Penduduk di Kab Halmaera Barat tahun 2009 – 2014
No Tahun Pria Wanita Total
1 2009 55.943 53.480 109.423
2 2010 51.477 48.947 100.424
3 2011 52.717 50.128 102.845
4 2012 52.862 50.266 103.128
5 2013 54.261 52.230 106.791
6 2014 55.568 53.201 108.769
Sumber BPS Halbar, 2015.
Gambar 1. Kondisi Pelabuhan Jailolo
Page 27
18 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24
3.1. Analisis dan Proyeksi Penduduk
Berdasarkan analisis dan proyeksi penduduk wilayah Kabupaten Halmahera Barat, dimana sebagai wilayah
yang relatif dekat dengan pusat kegiatan wilayah Maluku Utara yang terletak di Ternate, Kabupaten Halmahera
Barat relatif ramai (Tabel 4). Jumlah proyeksi Penduduk sampai dengan tahun 2035 (Gambar 3).
3.2. Analisis dan Proyeksi Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Barat
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat menggunakan indikasi PDRB daerah yang bersangkutan. Tabel 5
menunjukkan kondisi eksisting PDRB Kab Halmaera Barat dan Proyeksinya selama 20 tahun ke depan.
Untuk membuat Proyeksi dengan pendekatan metode regresi dimana Y = PDRB berlaku dan X = PDRB
Konstan, dimana Proyeksi PDRB Konstan menggunakan pertumbuhan rata-rata yaitu sebesar 4%, diperoleh
persamaan : Y = 123.667,57 + 0,40. PDRB Konstan, maka proyeksi PDRB Harga berlaku seperti Table 6. Gambar 4
menunjukkan grafik proyeksi PDRB Kabupaten Halmahera Barat.
Tabel 4
Proyeksi Penduduk
No Tahun Jumlah Proyeksi Penduduk
1 2015 108.948
2 2016 111.149
3 2017 113.394
4 2018 115.685
5 2019 118.022
6 2020 120.406
7 2021 122.838
8 2022 125.319
9 2023 127.851
10 2024 130.433
11 2025 133.068
12 2026 135.756
13 2027 138.498
14 2028 141.296
15 2029 144.150
16 2030 147.062
17 2031 150.032
18 2032 153.063
19 2033 156.155
20 2034 159.309
21 2035 162.527
22 2035 162.527
Sumber : Hasil Analisa 2015
Gambar 3. Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk di Kab Halbar tahun 2015-2035
Page 28
Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 19
Tabel 5
Data PDRB Kabupaten Halmahera Barat
No Tahun PDRB Harga Berlaku (juta Rp) PDRB Harga Konstan (juta Rp)
1 2010 942,543.59 942,543.59
2 2011 1,059,957.02 999,334.94
3 2012 1,185,471.03 1,058,316.71
4 2013 1,311,255.11 1,119,119.98
5 2014 1,463,987.78 1,179,568.58
Sumber BPS Kab Halmaera Barat 2014
Tabel 6
Proyeksi PDRB Kab. Halmahera Barat tahun 2015-2035
No Tahun PDRB Harga Berlaku (juta Rp) PDRB Harga Konstan (juta Rp)
1 2015 1,595,746.68 1,226,751.32
2 2016 1,739,363.88 1,275,821.38
3 2017 1,895,906.63 1,326,854.23
4 2018 2,066,538.23 1,379,928.40
5 2019 2,252,526.67 1,435,125.54
6 2020 2,455,254.07 1,492,530.56
7 2021 2,676,226.93 1,552,231.78
8 2022 2,917,087.36 1,614,321.05
9 2023 3,179,625.22 1,678,893.89
10 2024 3,465,791.49 1,746,049.65
11 2025 3,777,712.72 1,815,891.64
12 2026 4,117,706.87 1,888,527.30
13 2027 4,488,300.49 1,964,068.39
14 2028 4,892,247.53 2,042,631.13
15 2029 5,332,549.81 2,124,336.37
16 2030 5,812,479.29 2,209,309.83
17 2031 6,335,602.43 2,297,682.22
18 2032 6,905,806.65 2,389,589.51
19 2033 7,527,329.25 2,485,173.09
20 2034 8,204,788.88 2,584,580.01
21 2035 8,943,219.88 2,687,963.22
Sumber : Hasil Analisa 2015
Gambar 4. Grafik Proyeksi PDRB Kab Halmahera Barat tahun 2015-2035
Page 29
20 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24
Volume pergerakan barang secara keseluruhan di Kabupaten Halmaera Barat dapat dilihat seperti pada tabel
berikut.Untuk membuat proyeksi arus barang yang akan melalui pelabuhan Jailolo, menggunakan metode regresi
dari data yang ada dimana dimana Y = muatan yang di bongkar dan X = PDRB harga berlaku diperoleh persamaan :
Y = 8.925,37 + 0,03 PDRB harga berlaku, dengan rata- rata muatan sesuai data yang dimuat sebesar 36 % dari
jumlah muatan atau 57 % dari muatan yang di bongkar, maka proyeksi arus barang di Pelabuhan Jailolo ditunjukkan
pada Tabel 7 dan Gambar 5 menunjukkan grafik proyeksi arus barang tersebut.
Asal barang yang masuk di Pelabuhan Jailolo adalah pelabuhan hinterland sekitarnya terutama dari
Ternate.Proyeksi jumlah arus penumpang angkutan laut menggunakan rata-rata pertumbuhan selama tahun 2015 ~
2035 yaitu sebesar 5%, maka proyeksi penumpang angkutan laut ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 6. Asal
penumpang yang masuk di Pelabuhan Jailolo adalah pelabuhan hinterland sekitarnya terutama dari Ternate.
Tabel 7
Data Proyeksi Bongkar Muat
Tahun Bongkar (Ton/m3) Muat (Ton/m3) Jumlah (Ton/m3)
2015 22.389 12.762 35.151
2016 23.103 13.169 36.272
2017 23.838 13.588 37.426
2018 24.596 14.019 38.615
2019 25.376 14.464 39.840
2020 26.179 14.922 41.101
2021 27.006 15.394 42.400
2022 27.859 15.879 43.738
2023 28.736 16.380 45.116
2024 29.641 16.895 46.536
2025 30.572 17.426 47.998
2026 31.531 17.973 49.504
2027 32.519 18.536 51.055
2028 33.537 19.116 52.653
2029 34.585 19.714 54.299
2030 35.665 20.329 55.994
2031 36.777 20.963 57.740
2032 37.922 21.616 59.538
2033 39.102 22.288 61.390
2034 40.317 22.981 63.298
2035 41.569 23.694 65.263
Sumber : Hasil Analisa 2015
Gambar 5. Grafik Data Proyeksi Bongkar Muat tahun 2015-2035
Page 30
Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 21
3.3. Analisis Pergerakan Kapal
Untuk meninghitung proyeksi kunjungan kapal, menggunakan pendekatan dari data tahun 2009 sampai dengan
2014 dimana rata-rata per GT kapal melakukan pemuatan sebesar 0,15 Ton/M3,
dengan besar per kapal rata-rata 153
GT, maka dari proyeksi Bongkar didapat proyeksi kunjungan kapal dan unit kapal ditunjukkan pada Table 9,
Sedangkan grafik Data Proyeksi Kunjungan Kapal di Kabupaten Halmahera Barat dapat dilihat pada Gambar 7.
Memperhatikan fungsi dan perannya serta persyaratan teknis, tentunya memerlukan lahan darat untuk
menempatkan fasilitas sisi darat cukup luas. Persyaratan teknis lainnya yaitu kedalaman pelabuhan -7 m LWS atau
setidaknya kolam dan alur pelayaran mampu melayani kapal sampai dengan ukuran 3000 DWT.
Tabel 8
Data Proyeksi Arus Penumpang (orang)
No Tahun Penumpang
1 2015 147.868
2 2016 155.262
3 2017 163.025
4 2018 171.176
5 2019 179.735
6 2020 188.722
7 2021 198.158
8 2022 208.066
9 2023 218.469
10 2024 229.392
11 2025 240.862
12 2026 252.905
13 2027 265.550
14 2028 278.828
15 2029 292.769
16 2030 307.408
17 2031 322.778
18 2032 338.917
19 2033 355.863
20 2034 373.656
21 2035 392.339
22 2035 411.956
Sumber : Hasil Analisa 2015
Gambar 6. Grafik Proyeksi Arus Penumpang tahun 2015-2035
Page 31
22 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24
Memperhatikan kondisi tersebut sangat sulit mengembangkan Pelabuhan Jailolo sesuai kebutuhan yaitu menjadi
Pelabuhan Pengumpan Regional. Berdasarkan survey dan analisis kondisi lapangan, terdapat beberapa kendala :
1. Daratan pelabuhan Jailolo merupakan hasil reklamasi karena keterbatasan lahan yang landai mengingat
topografi di sekitar pelabuhan merupakan bukit dan gunung.
2. Memiliki luas perairan terutama untuk kolam tambat dan kolam putar yang terbatas.
3. Berpotensi mengganggu kelestarian tanaman mangrove disekitarnya.
Tabel 9
Data Proyeksi Kunjungan Kapal
No Tahun Bongkar (ton/M3) GT Kapal Unit Kapal
1 2015 22.389 144.783 946
2 2016 23.103 149.399 976
3 2017 23.838 154.153 1.007
4 2018 24.596 159.050 1.039
5 2019 25.376 164.094 1.072
6 2020 26.179 169.289 1.106
7 2021 27.006 174.639 1.141
8 2022 27.859 180.151 1.177
9 2023 28.736 185.827 1.214
10 2024 29.641 191.674 1.252
11 2025 30.572 197.697 1.292
12 2026 31.531 203.900 1.332
13 2027 32.519 210.289 1.374
14 2028 33.537 216.870 1.417
15 2029 34.585 223.648 1.461
16 2030 35.665 230.630 1.507
17 2031 36.777 237.821 1.554
18 2032 37.922 245.227 1.602
19 2033 39.102 252.856 1.652
20 2034 40.317 260.714 1.704
21 2035 41.569 268.808 1.756
Sumber: Hasil Analisa 2015
Gambar 7. Grafik Proyeksi Kunjungan Kapal tahun 2015-2035
Page 32
Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 23
Memperhatikan kondisi tersebut, usulan pengembangan Pelabuhan Jailolo adalah:
1. Melakukan revitalisasi sarana dan prasarana yang ada;
2. Bentuk revitalisasi berupa meningkatkan seluruh fasilitas khususnya fasilitas sisi darat dan laut;
3. Melaksanakan perluasan lahan darat berupa reklamasi;
4. Mempertimbangkan status pengusahaan pelabuhan.
Rencana pengembangan Pelabuhan Jailolo adalah sebagai berikut:
1. Difungsikan sebagai feeder bagi Pelabuhan Ternate;
2. Diarahkan untuk melayani penumpang dan barang yang bersifat lokal.
3. Melaksanakan pembangunan fasilitas pelabuhan berupa:
(a) Fasilitas Pokok, meliputi: pembangunan dermaga multipurpose; trestle; pembangunan gudang;
pembangunan lapangan penumpukan; pembangunan lahan parkir; pembangunan terminal penumpang;
pembangunan bunker; Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP); reklamasi lahan darat; pembangunan
revetmenttalud.
(b) Fasilitas Penunjang, meliputi : pembangunan pos jaga; pembangunan jalan lingkungan; pembangunan
rumah genset; pembangunan gapura.
Secara tahapan pengembangan Pelabuhan Jailolo ke depan dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 10:
Sebagai pelabuhan pengumpan regional yang membawahi 7 wilayah kerja di Halmahera Barat, pengembangan
fisik pelabuhan Jailolo sangat strategis. Namun demikian dengan kendala keterbatasan lahan pengembangan areal
daratan dan perairan. Fasilitas pelabuhan yang ada saat ini merupakan lahan hasil reklamasi perairan, dimana tidak
ada bangunan pelabuhan yang berdiri diatas tanah asli. Kondisi perairan disekitar pelabuhan pun sangat terbatas,
karena adanya dermaga speedboad sehingga kolam pelabuhan menjadi terbatas untuk manuver kapal yang berukuran
besar. Keterbatasan lahan daratan dan perairan menyebabkan pengembangan Pelabuhan Jailolo mengarahkan
pengembangan ke Pelabuhan Matui yang berada 7 km seberang Pelabuhan Jailolo. Rencananya Terminal Matui
menjadi satu pengelolaan (wilayah kerja) dari Pelabuhan Jailolo.Usaha yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
pelabuhan Jailolo di sisi darat antara lain :
1. Membangun dan meningkatkan jalan akses ke pelabuhan;
2. Memperluas ruang tunggu;
3. Memindahkan dan memperluas kantor pelabuhan;
4. Melengkapi terminal penumpang dengan fasilitas penunjang seperti toilet yang bersih, fasilitas travel dan
ticketting, kantin, bussiness centre, mini market, toko cinderamata dan lain-lain.
5. Membangun taman di pelabuhan.
Pengembangan Pelabuhan Jailolo ke depan dikhususkan sebagai pelabuhan penumpang. Adapun angkutan
barang dialihkan ke pelabuhan Matui. Dengan demikian fasilitas yang harus dipenuhi baik di darat maupun di
perairan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Fasilitas Pokok Pelabuhan, meliputi: pembangunan dermaga multipurpose; trestle; pembangunan/peningkatan
terminal penumpang; pembangunan bunker; Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP). Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) yang telah ada di pelabuhan Jailolo adalah berupa tanda lateral. Tanda Lateral menunjukkan
sisi kiri dan kanan kapal sepanjang alur.
2. Fasilitas Penunjang Pelabuhan, meliputi: pembangunan pos jaga; pembangunan jalan lingkungan;
pembangunan rumah genset; pembangunan gapura.
3. Penambahan dermaga dengan dimensi panjang 30 m x lebar 8 m dimaksudkan untuk menambah tambatan
kapal dalam mengantisipasi kenaikan jumlah penumpang.
4. Trestle (8 x 100) m menjadi satu dengan dermaga dengan kontruksi beton yang permanen serta ditambah dengan fender.
Tabel 10
Tahapan pengembangan Pelabuhan Jailolo
No. Tahapan Rencana Pengembangan
1 Jangka Pendek
(Tahun 2016-Tahun 2020)
a. Optimalisasi arus penumpang dan barang melalui pembangunan
jalan lingkar dermaga b. Pengembangan lembaga dan SDM Pelabuhan Jailolo
2 Jangka Menengah
(Tahun 2016-Tahun 2025)
a. Optimalisasi Pelabuhan melalui pemindahan dan perluasan
kantor pelabuhan dan ruang peralatan
b. Optimalisasi gudang dan lapangan penumpukan c. Pengembangan dermaga kapal penumpang dan speedboat
3 Jangka Panjang
(Tahun 2016-Tahun 2035)
a. Perluasan dan pengembangan ruang tunggu penumpang
b. Pengembangan fasilitas bisnis, tour and travel dan rest area
c. Penyediaan fasilitas parkir yang memadai
Sumber: Hasil Analisa 2015
Page 33
24 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24
5. Area Labuh Kapal Wisata (Yacht) disesuaikan dengan ukuran kapal yang pernah berkunjung dan ada di
Indonesia. Kapal Yach terpanjang yang pernah berkunjung pada Sail di Indonesia sepanjang 52,3 meter.
6. Terminal penumpang dan fasilitas umum saat ini menyatu dengan kantor pelabuhan dengan luas 10x20 m.
Mengingat keterbatasan lahan maka pengembangannya dilakukan secara vertikal, dibuat 2 lantai. Lantai 1
untuk terminal penumpang dan lantai 2 untuk kantor. Adapun fasilitas umum pada terminal penumpang berupa
:loket tiket (ticketing); kantin; toilet; fasilitas telekomunikasi; rest area; musholla.
7. Pagar beton dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan di pelabuhan. Rencana pagar beton dibangun dengan
panjang 475 meter dengan ketinggian 1,5 meter di pelabuhan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat.
8. Pemasangan paving blok, rencana seluas ( ) m untuk meningkatkan pelayanan di lapangan
penumpukan.
9. Pemasangan lampu jalan solar cell, kebutuhan ada 10 titik di area pelabuhan Jailolo.
10. Peningkatan jalan/pengaspalan jalan masuk direncakan untuk diaspal sepanjang 450 m dengan lebar 6,8 m.
4. Kesimpulan
Pengembangan kedepan Pelabuhan Laut Jailolo denganadanya keterbatasan lahan perlu dilakukan reklamasi
dan perpanjangan dermaga, untuk 5-10 tahun mendatang. Kedepan perlu mengembangkan Pelabuhan Laut Matui
untuk angkutan barang,namun dengan terlebih dahulu menyelesaikan prasarana jalan dan jembatan. Pelabuhan
Jailolo kedepan sebagai pelabuhan penumpang, sedangkan angkutan barang melalui Pelabuhan Laut Matui.
Perlu pembangunan prasaranajalan dan jembatan, serta pelayanan angkutanuntuk mendukung akses ke dan
menuju Pelabuhan Laut Matui. Pelabuhan Laut Jailolo perlu menyediakan ruang tunggu yang nyaman, ruang kantor
yang terpisah dengan ruang tunggu, pengembangan fasilitas darat, pembangunan toilet di ruang tunggu, kantin,
mushola, gapura masuk ke areal pelabuhan, dan lain-lain. Pengelolaan parkir kendaraan roda empatdan roda dua,
perlu dikelola lebih baik oleh Pemerintah Daerah ataupun Pengelola Pelabuhan Jailolo.
Disarankan pada pelabuhan laut Jailolo bila dijadikan sebagai pelabuhan khusus untuk penumpang dengan
membangun water front, perlu dikaji lebih lanjut karena akan membutuhkan anggaran yang cukup besar.Keberadaan
pelabuhan laut Jailolo cukup strategis apabila dijadikan pelabuhan khusus kapal wisata, dimana letaknya
bersebelahan dengan lapangan yang setiap tahun diadakan festival Sail Jailolo. Untuk lokasi parkir kendaraan roda
empat dan roda dua, perlu dikelola lebih baik, baik oleh Pemerintah Daerah ataupun Pengelola Pelabuhan Jailolo.
Untuk meningkatkan mobilitas pengguna jasa angkutan laut yang akan melanjutkan perjalanan ke wilayah
kecamatan maupun kabupaten sekitarnya perlu didukung oleh akses jaringan jalan dan angkutan jalan yang
memadai.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kapuslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan,
Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Jailolo, dan Kepala Dinas Perhubungan dan Informatika, Kabupaten
Halmahera Baratyang telah memberikan waktu, data-data sekunder,dan data primer yang diperlukan dalam
penelitian ini.
Daftar Pustaka
Achmad Afandi Tanjung, Model Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Kapal Feri (PT.ASDP) & Kapal Cepat (Swasta) Rute Sibolga – Gunung
Sitoli (Dengan Metode Stated Preference), 2010, Medan
Anonim, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2014, BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2014, Jailolo
Bambang Siswoyo, Abdi kurniawan, Preferensi Rencana Angkutan Laut Kapal Cepat Padang-Kepulauan Mentawai, Warta Penelitian
Perhubungan, Volume 26, Nomor 11, November 2014, Jakarta
Cahyo Eko Putranto, Studi Kemitraan Pemerintah dan Swasta Dalam Pengelolaan Alur Pelayaran Barat Surabaya, Fakultas Tehnik, Program Pasca Sarjana UI, Juli 2011, Depok
Hanok Mandaku, Analisis Kebutuhan Transportasi Penyeberangan Pada Lintasan Waipirit-Hunimua,ARIKA, Vol. 04, No. 2, Agustus 2010,
ISSN: 1978-1105
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2002, Tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
Nasution. M. N., (2004), Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta
Subiakto, Preferensi Pengguna Dan Penyedia Jasa Terhadap Sistem Jaringan Transportasi Jalan (JTJ) Yang Mendukung Pelabuhan Di
Kabupaten Belitung (Studi Kasus: Pelabuhan Tanjungpandan Dan Pelabuhan Tanjung Ru), 2009, Semarang;
Sudjana. 2005. Metoda Statistika,Tarsito, Bandung
Tebiary Lepius, Setijo Prajudo, dan Edwin Matatulla, Analisa Kinerja Fasilitas Pelabuhan Amahai Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhan
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Pulau Seram, Program Pascasarjana Teknologi Kelautan, FTK-ITS, Surabaya *Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Perkapalan, FTK-ITS, Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9-10 Desember 2010
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Jakarta.
Page 34
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]
doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.322 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis
Cluster dan Analysis Hierarchy Process
Fitri Indriastiwi
Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan
Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110
Diterima 18 April 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017
Abstrak Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pelabuhan yang memiliki fasilitas yang paling baik. Analisis menggunakan
analisis cluster dan AHP. Dari pembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabel yaitu panjang alur, Kedalaman alur,
luas kolam pelabuhan, Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang. Pelabuhan yang
dianalisis adalah 24 pelabuhan yang akan direncanakan untuk melayani pergerakan tol laut. Menurut data dari Ditjen
Perhubungan laut maka ke-24 pelabuhan tersebut adalah: Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk
Bayur, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang,
Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-bau, Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke. Hasil analisis cluster dengan menggunakan
variabel yang ada, rata-rata 24 pelabuhan terbagi menjadi 3 kelompok, hanya variabel kedalaman dermaga yang membagi
pelabuhan menjadi 4 kelompok. Hasil dari AHP menunjukkan Pelabuhan yang memiliki bobot yang paling tinggi adalah
Pelabuhan Tanjung Priok yaitu sebesar 0,7560, Belawan sebesar 0,6837, Tanjung Perak sebesar 0,6428, Makassar sebesar
0,5737, dan Batam sebesar 0,4614. Pelabuhan tersebut menempati posisi lima teratas yang memiliki bobot paling besar. Kelima
pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhan yang memiliki kedalaman alur laut, luas kolam, kedalaman
kolam maksimal, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang, luas lapangan penumpukan, serta luas kontainer yard yang
paling baik dari 24 pelabuhan yang dianalisis.
Kata Kunci: analisis cluster; AHP; fasilitas; 24 pelabuhan; Indonesia
Abstract Facility Identification of 24 Sea Ports in Indonesia using Cluster Analysis and Analysis Hierarchy Process: This
research is aimed to identify sea ports in Indonesia which have good facility and equipment. The analysis is using cluster
analysis and AHP. As the cluster division or grouping for several variables which are the length of path, the deep of path, the
large of port pond, maximum deep of pond, the length of bay, the deep of bay, and the large of storage building. This research
will analyze 24 sea ports that will be planed to serve the sea toll movement. Based on Sea Transportation Directorate General
data the sea ports are Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok,
Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-
bau, Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke. As the result of cluster analysis can be divided into three groups, but the deep
of bay is divided into four groups. The result of AHP shows that the sea port which has the best value is Tanjung Priok Port,
Belawan, Tanjung Perak, Makassar, and Batam. Those sea ports are sitting in the five best positions which have the best value.
This five sea ports are the port that have the best condition of the deep of sea path, the large of pond, deep of maximum pond, the
length of bay, the deep of bay, the large of storage building, the large of staking yard, and the large of container yard between
the 24 analyzed sea port.
Keywords: cluster analysis; AHP; facility; sea port; Indonesia
Page 35
26 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
1. Pendahuluan
Berdasarkan hasil Kajian Evaluasi dan Optimalisasi Trayek Angkutan Laut Peti Kemas Dalam Negeri (Ditjen
Hubla, 2013), dibandingkan dengan beberapa negara kepulauan di dunia, seperti Jepang dan Filipina, jumlah
pelabuhan di Indonesia relatif masih sedikit. Rasio pelabuhan Indonesia terhadap luas wilayah adalah 2,93 km2 per
pelabuhan, sedangkan Jepang 0,34 km2 per pelabuhan dan Filipina 0,46 km
2 per pelabuhan. Berdasarkan jumlah
penduduk, rasio pelabuhan di Indonesia hanya 0,3 juta orang per pelabuhan, di Jepang 0,11 juta orang per pelabuhan,
dan Filipina 0,11 juta orang per pelabuhan.
Kondisi infrastruktur pelabuhan di Indonesia dinilai masih belum dapat memberikan pelayanan yang optimal,
karena kapasitas pelabuhan saat ini masih belum sesuai dengan kebutuhan.Pengusaha pelayaran sering mengeluhkan
masalah pelayanan kapal dan barang, karena kualitas pelayanan pelabuhan masih rendah, sebagai akibat keterbatasan
fasilitas dan peralatan serta belum mampu menangani kapal besar generasi terbaru. Bappenas (2015) kedalaman
draft untuk pelabuhan komersial di Indonesia masih berkisar antara 6-10 meter dengan ukuran kapal peti kemas yang
dapat dilayani maksimal antara 700-1600 Teus. Dalam laporan UNCTAD 2014, jumlah akumulasi berat kapal
berbendera Indonesia ,menempati urutan ke 20 sementara dari jumlah unit kapal menempati posisi ketujuh. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kapal yang beroperasi untuk pergerakan domestik di Indonesia umumnya kapal ukuran
kecil.
Menurut Ircha (2006) ukuran kapal kontainer semakin meningkat dikarenakan perusahaan pelayaran mencari
economics of scale pada market yang saat ini sangat kompetitif. Kapal dapat mengangkut 5000 s.d. 7000 TEUs,
merupakan hal yang umum pada rute perdagangan Asia. Kapal yang besar tentunya memerlukan kedalaman alur dan
dermaga yang lebih dalam, alur dan kolam pelabuhan yang lebih besar, terminal yang lebih besar dengan gudang
serta peralatan yang dapat menangani volume kontainer yang lebih besar, tenaga kerja bongkar muat yang bekerja
lebih efisien.
Jika dibandingkan dengan kapasitas pelabuhan di tiga negara anggota ASEAN, Indonesia jauh ketinggalan.
Pelabuhan Singapura memiliki kapasitas yang telah mencapai 29,9 juta TEU’s dengan kedalaman kolam pelabuhan
–16 MLWS, sehingga mampu menangani kapal–kapal generasi ULCV. Kapasitas Pelabuhan Laem Chabang
Thailand mencapai 10,5 juta TEU’s dengan kedalaman kolam pelabuhan mencapai –16 MLWS, sehingga mampu
menangani kapal generasi terbaru ULCV, dan kapasitas Pelabuhan Port Klang mencapai 8,4 juta TEU’s, dengan
kedalaman kolam pelabuhan –15 MLWS, sehingga mampu menangani kapal generasi New Panamax. Keadaan
inilah yang menyebabkan pelabuhan Indonesia selalu menjadi feederport Pelabuhan Singapura.
Jika mengacu pada konsep pelabuhan hub dan feedermenurut Bappenas (2015), maka distribusi logistik di
wilayah depan (pelabuhan hub internasional) akan dihubungkan ke wilayah dalam melalui pelabuhan-pelabuhan hub
nasional (pelabuhan pengumpul) kemudian diteruskan ke pelabuhan feeder (pengumpan) dan diteruskan ke sub-
feeder. Jika mengacu pada rencana tol laut Bappenas (2015), menetapkan 24 pelabuhan strategis unuk
merealisasikan konsep tol laut yang terdiri dari 5 Pelabuhan hub serta 19 pelabuhan feeder. ke-24 pelabuhan tersebut
adalah: Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok,
Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan,
Makassar, Bau-bau, Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke.
Untuk itu diperlukan analisis identifikasipelabuhan-pelabuhan yang telah memiliki fasilitas paling baik untuk
direncanakan menjadi pelabuhan hub nasional dan dilalui jalur utama (trunk) pelayaran. Pelabuhan yang saat ini
sudah direncanakan sebagai pelabuhan hub nasional namun ternyata dari hasil analisis tidak memiliki fasilitas yang
baik, maka pelabuhan tersebut perlu ditingkatkan fasilitasnya agar layah menjadi pelabuhan hub.
2. Metode
Menurut subagyo (2001) untuk menentukan pelabuhan hubung internasional Indonesia dengan preferensi
variabel-variabel karakteristik terminal kontainer 15 (lima belas) International Hub Port utama di dunia. Metode
analisis yang dipakai adalah Analisis Komponen Utama.
Dari data 30 variabel yang dipakai dihasilkan 6 (enam) komponen utama dengan total variansi 94,969%. Dari
enam komponen utama tersebut menghasilkan 7 (tujuh) kriteria alur pikir pengambilan keputusan, matrix batasan
preferensi dan kurva preferensi score evaluasi dalam penentuan pelabuhan hubung internasional yaitu: Kriteria-1
adalah kapasitas dermaga kontainer, Kriteria-2 adalah kapasitas lapangan penumpukan kontainer, Kriteria-3 adalah
karakteristik armada kapal kontainer yang dilayani, Kriteria-4 adalah kapasitas fasilitas penunjang pelabuhan,
Kriteria-5 adalah jaringan kerjasama operasional, Kriteria-6 adalah kinerja operasional terminal kontainer dan
Kriteria-7 adalah kondisi sosio-ekonomi negara setempat.
Pada penelitian ini akan menggunakan analisys Hierarchy Proccess dan Cluster analysis. Cluster analysis
digunakan untuk pemetaan pelabuhan berdasarkanvariabel yang digunakan yaitu panjang alur, Kedalaman alur, luas
kolam pelabuhan, Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang.
Menurut Ediyanto (2013) Pengelompokan objek (objek clustering) adalah salah satu proses dari objek mining
yang bertujuan untuk mempartisi objek yang ada kedalam satu atau lebih cluster objek berdasarkan karakteristiknya.
Page 36
Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 27
Definisi data mining adalah satu set teknik yang digunakan secara otomatis untuk mengeksplorasi secara menyeluruh
dan membawa ke permukaan relasi-relasi yang kompleks pada set data yang sangat besar.Objek dengan karakteristik
yang sama dikelompokkan dalam satu cluster dan objek dengan karakteristik berbeda dikelompokkan kedalam
cluster yang lain. Algoritma K-Means Cluster Analysis termasuk dalam kelompok metode cluster analysis non
hirarki, dimana jumlah kelompok yang akan dibentuk sudah terlebih dahulu diketahui atau ditetapkan jumlahnya.
Algoritma K-Means Cluster Analysis menggunakan metode perhitungan jarak (distance) untuk mengukur tingkat
kedekatan antara objek dengan titik tengah (centroid). Algoritma K-Means tidak terpengaruh terhadap urutan obyek
yang digunakan.Jumlah keanggotaan cluster yang dihasilkan berjumlah sama ketika menggunakan obyek yang lain
sebagai titik awal pusat cluster tersebut. Namun, hal ini hanya berpengaruh pada jumlah iterasi yang dilakukan.
Untuk analisys Hierarchy Proccess digunakan untuk menganalisis bobot masing-masing variabel sehingga
diketahui pelabuhan mana saja yang memiliki bobot yang tertinggi jika ditinjau dari beberapa variabel yang
digunakan untuk analisi diantaranya adalah kedalaman alur laut, luas kolam, kedalaman kolam maks, Panjang
Dermaga, Kedalaman Dermaga, Luas Gudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Kontainer yard.
Data yang digunakan untuk analisis merupakan data sekunder meliputi Data Fasilitas pelabuhan yang memuat
data kedalaman alur laut, luas kolam, kedalaman kolam maks, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga, Luas
Gudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Kontainer yard.
3. Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengumpulan data maka didapatkan data fasilitas dari 24 pelabuhan. Data tersebut dapat dilihat pada
tabel 1 dan 2. Analisis cluster digunakan untuk memetakan posisi ke 24 pelabuhan kedalam kelompok-kelompok
menurut variabel-variabel dari fasilitas pelabuhan, sehingga diketahui pelabuhan-pelabuhan mana yang memiliki
karakteristik yan hampir sama. Variabel yang digunakan untuk analisis cluster adalah panjang alur, kedalaman alur,
luas kolam, kedalaman kolam, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang, luas lapangan penumpukan, serta
luas container yard. Uraian analisis untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut.
Tabel 1
Rekapitulasi data fasilitas pelabuhan berdasar alur masuk pelabuhan
No Pelabuhan
Alur Masuk Pelabuhan
Panjang Lebar Kedalaman
Min
Kedalaman
Max
km m m LWS m LWS
1 Malahayati 0.8 400 20
2 Belawan 13.5 100 8 10
3 Batam (batu ampar) 25600 350 9 19
4 Jambi 128 250 5 12
5 Boom Baru 108 100 5 7
6 Teluk Bayur 9 11.5
7 Panjang 1318 105.5 14 27
8 Tanjung Priok 16853 7.5 14
9 Tanjung Emas 3000 150 10
10 Tanjung Perak 25 100 9.7 12
11 Pontianak 28.8 80 4.5
12 Banjarmasin 1540 20 5
13 Balikpapan 19.2 150 13 27
14 Samarinda 60 60 6 18
15 Kupang 20.8 1000 12 100
16 Bitung 9 600 16
17 Pantoloan 19.2 150 11
18 Makassar 40 150 10
19 Bau-bau 10.08 28
20 Ternate 6.4 1000 27
21 Ambon 24 1000 10
22 Sorong 5.6 926 13
23 Jayapura 2.592 500 27
24 Merauke 10.4 420 1.5
Page 37
28 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
Ta
bel
2.
Rek
apit
ula
si d
ata
fasi
lita
s p
elab
uhan
ber
das
ar k
ola
m, d
erm
aga,
lu
as g
ud
ang,
lap
angan
pen
um
puk
an,
sert
a co
nta
iner
yar
d
No
Pela
bu
ha
n
Ko
lam
Pela
bu
ha
n
Derm
ag
a
gu
da
ng
La
pa
nga
n
Pen
um
pu
ka
n
Ko
nta
iner
Ya
rd
Lu
as
K
edala
m
Min
Ked
ala
ma
n
Ma
x
Pa
nja
ng
Ked
ala
ma
n
Min
Ked
ala
ma
n
Ma
x
Lu
as
Lu
as
Lu
as
m2
m L
WS
m
LW
S
m
m L
WS
m
LW
S
m2
m2
m2
1
Mal
ahay
ati
156
3
20
409
.5
7
80
0
2,0
00
2
Bel
awan
4
,428
,50
0.0
0
6
10
68
8.7
1
3.0
0
7
60
,490
.11
3
24,4
49
.91
45
,402
.00
3
Bat
am (
bat
u a
mp
ar)
1,0
00
.00
12
12
1250
8
12
2335
00
4
Jam
bi
240
,00
0.0
0
5
12
200
.4
5
12
2040
3380
5
1230
0
5
Boom
Bar
u
600
,00
0.0
0
6
12
370
9,7
85
8,1
73
47
,100
6
Tel
uk
Bay
ur
308
,90
0.0
0
11.5
9
7
Pan
jan
g
168
,58
0.0
0
14
27
8602
7
11
8
Tan
jun
g P
riok
424
,00
0.0
0
7
7
6,3
72
5
12
1019
72
.27
36
1,6
27
1
567
00
9
Tan
jun
g E
mas
9
25
,00
0.0
0
4
10
1250
4
9
8000
4750
0
7770
0
10
Tan
jun
g P
erak
1
6,3
40
,300
.00
7
9.5
7
850
8
9.5
9
091
1
9396
0
11
Pon
tian
ak
348
,00
0.0
0
4.5
9
125
4
.2
1750
3334
2
12
Ban
jarm
asin
3
0,0
00
.00
9
12
1605
5
9
1045
0
4445
00
5330
0
13
Bal
ikpap
an
2,6
20
,00
0.0
0
13
30
489
2
1
2450
1000
14
Sam
arin
da
150
,00
0.0
0
5.5
2
0
876
5
7
1,2
00
35,9
17
8700
0
15
Ku
pan
g
8
17
670
8
17
16
Bit
un
g
43,2
00
.00
6
12
1563
7
1296
0
3000
0
3000
0
17
Pan
tolo
an
2,0
00
,00
0.0
0
9
13
250
2
0
2000
8500
18
Mak
assa
r 1
5,2
00
,000
.00
9.7
1
6
2210
9
2380
0
5888
3
1257
94
19
Bau
-bau
4
0,0
00
.00
7
10
280
7
10
2
400
20
Ter
nat
e 9
2,5
00
.00
14
2
48
9
2332
1520
3650
21
Am
bon
6
3,5
00
.00
10
12
799
1
0
4632
.5
8400
22
Soro
ng
1
10
,00
0.0
0
11
20
280
6
1950
6400
23
Jayap
ura
5
0,0
00
.00
30
30
303
7
4175
8000
24
Mer
auk
e 5
0,0
00
.00
3
7
158
4
5
3090
2450
Page 38
Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 29
Untuk panjang alur, dari 24 pelabuhan hanya 23 pelabuhan yang valid, dan satu pelabuhan yang missing karena
tidak memiliki data. Sedangkan dari gambar dendogram dapat diketahui pembagian kelompok untuk ke 22
pelabuhan (Gambar 1). Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dibagi menjadi tiga cluster atau tiga
kelompok maka susunannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Batam masuk dalam satu
kelompok karena merupakan pelabuhan yang memiliki panjang alur yang lebih panjang jika dibanding ke 22
pelabuhan yang lain yaitu lebih dari 16 km.
Gambar 1. Dendogram untuk variabel panjang alur
Tabel 3.
Pengelompokan beradasarkan variabel panjang alur
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1 Tanjung Priok Banjarmasin Boom Baru
2 Batam (Batu ampar) Panjang Jambi
3 Makassar
4 Samarinda
5 Jayapura
6 Malahayati
7 Sorong
8 Ternate
9 Belawan
10 Bitung
11 Merauke
12 Bau-bau
13 Pontianak
14 Ambon
15 Tanjung Perak
16 Kupang
17 Pantoloan
18 Balikapapan
Sumber: Hasil analisis
Page 39
30 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
Pelabuhan Banjarmasin dan Panjang berada dalam satu kelompok dengan panjang alur berkisar 1,3 km sampai
dengan lebih dari 1,5 km. Sedangkan Pelabuhan sisanya berada dalam satu kelompok dengan panjang alur berkisar
0,8 km sampai dengan 1,2 km.
Untuk kedalaman alur, dari hasil analisis cluster untuk 24 pelabuhan semuanya dinyatakan valid. Gambar
dendogram untuk ke 24 pelabuhan dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24
pelabuhan dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 2: Dendogram untuk variabel kedalaman alur
Tabel 4.
Pengelompokan beradasarkan variabel kedalaman alur
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1 Kupang Bau-Bau Bitung
2 Balikpapan Sorong
3 Panjang Tanjung Priok
4 Jayapura Pantoloan
5 Ternate Teluk Bayur
6 Tanjung Perak
7 Jambi
8 Tanjung Emas
9 Belawan
10 Ambon
11 Makassar
12 Malahayati
13 Samarinda
14 Batam
15 Merauke
16 Boom Baru
17 Banjarmasin
18 Pontianak
19 Merauke
Sumber: Hasil analisis
Page 40
Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 31
Pelabuhan Kupang berada dalam cluster tersendiri dikarenakan menurut data memiliki kedalaman alur
mencapai 30 MLWS. Pelabuhan Bau-Bau, Balikpapan, Panjang, Jayapura, Ternate berada dalam satu kelompok
dengan kedalaman berkisar 28 MLWS s.d. 27 MLWS.
Pelabuhan Bitung, Sorong, Tanjung Priok, Pantoloan, Teluk Bayur, Tanjung Perak, Jambi, Tanjung Emas,
Belawan, Ambon, Makassar, Malahayati, Samarinda, Batam, Merauke, Boom Baru, Banjarmasin, Merauke memiliki
kedalaman berkisar 1.5 MLWS sampai dengan 20 MLWS.
Untuk variabel luas kolam dari 24 pelabuhan hanya 23 pelabuhan yang valid, dan 1 pelabuhan yang missing
karena tidak memiliki data. Gambar dendogram untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut
dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya
dapat dilihat pada tabel 5.
Gambar 3. Dendogram untuk variabel luas kolam
Tabel 5.
Pengelompokan berdasarkan variabel luas kolam
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1 Makassar Belawan Tanjung Priok
2 Tanjung Perak Pantoloan Jambi
3 Balikapapan Pontianak
4 Boom Baru Teluk Bayur
5 Tanjung Emas Samarinda
6 Panjang
7 Sorong
8 Ternate
9 Batam
10 Malahayati
11 Ambon
12 Banjarmasin
13 Bau-bau
14 Bitung
15 Merauke
16 Jayapura
Sumber: Hasil analisis
Page 41
32 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
Pelabuhan Makassar dan Tanjung Perak berada dalam satu kelompok dikarenakan memiliki luas kolam
mencapai 15000 ha sampai dengan sekitar 16.340 ha. Pelabuhan Belawan, Pantoloan, Balikapapan, Boom Baru, dan
Pelabuhan Tanjung Emas berada dalam satu kelompok dengan luas kolam 600 ha sampai sekitar 4.428 ha.
Sedangkan sisanya masuk ke dalam kelompok yang sama dengan luas kolam berkisar 156 ha sampai dengan 424 ha.
Untuk variabel kedalaman kolam dari 24 pelabuhan hanya 23 pelabuhan yang valid, dan 1 pelabuhan yang
missing karena tidak memiliki data. Gambar dendogram untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 4. Dari gambar
tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka
susunannya dapat dilihat pada tabel 6.
Untuk Kedalaman kolam, Pelabuhan panjang, Jayapura, Balikapapan berada dalam satu kelompok dengan
kedalaman kolam maksimum berkisar antara 27 MLWS sampai dengan 30 MLWS. Pelabuhan Makassar, Kupang,
dan Malahayati, Pelabuhan Sorong, Samarinda berada dalam satu kelompok dengan kedalaman berkisar 16 s.d. 20
MLWS. Pelabuhan Pantoloan, Jambi, Banjarmasin, Boom Baru Batam, Ambon, Bitung, Pontianak, Teluk Bayur,
Gambar4. Dendogram untuk variabel kedalamn kolam
.
Tabel 6.
Pengelompokan beradasarkan variabel kedalaman kolam
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1 Panjang Makassar Pantoloan
2 Jayapura Kupang Jambi
3 Balikapapan Malahayati Banjarmasin
4 Sorong Boom Baru
5 Samarinda Batam
6 Ambon
7 Bitung
8 Tanjung Perak
9 Pontianak
10 Teluk Bayur
11 Belawan
12 Bau-bau
13 Tanjung Emas
14 Merauke
15 Tanjung Priok
Sumber: Hasil analisis
Page 42
Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 33
Tanjung Perak, Pelabuhan Belawan, Bau-bau, Tanjung Emas, Merauke, dan Tanjung Priok memiliki kedalaman
memiliki kedalaman sekitar 7 s.d 13 MLWS.
Untuk variabel panjang dermaga dari 24 pelabuhan, data dari 24 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar
dendogram untuk ke 24 pelabuhan dilihat pada Gambar 5. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24
pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada Tabel 7.
Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok berada dalam satu kelompok yang sama dengan panjang dermaga
berkisar 6000 sampai dengan 7850 m. Pelabuhan Panjang, Makassar, Bitung, Banjarmasin, Ambon, Samarinda, dan
Tanjung Emas memiliki panjang dermaga berkisar antara 800 m sampai dengan sekitar 1200 m. Pelabuhan
Kupang,Belawan, Teluk Bayur, Balikapapan, Boom Baru, Malahayati, Jambi, Merauke, Pontianak, Ternate,
Pantoloan, Jayapura, Sorong, Bau-bau memiliki panjang dermaga berkisar antara 125 m sampai dengan 280 m.
Gambar 5. Dendogram untuk variabel panjang dermaga
Tabel 7.
Pengelompokan beradasarkan variabel panjang dermaga
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1 Tanjung Perak Panjang Kupang
2 Tanjung Priok Makassar Belawan
3 Bitung Teluk Bayur
4 Banjarmasin Balikapapan
5 Ambon Boom Baru
6 Samarinda Malahayati
7 Tanjung Emas Jambi
8 Merauke
9 Pontianak
10 Ternate
11 Pantoloan
12 Jayapura
13 Sorong
14 Bau-bau
Sumber: Hasil analisis
Page 43
34 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
Untuk variabel kedalaman dermaga dari 24 pelabuhan, data dari 22 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar
dendogram untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 6. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24
pelabuhan dapat dibagi menjadi empat cluster atau empat kelompok maka susunannya dapat dilihat pada tabel 8.
Pelabuhan Pantoloan, Kupang, Balikpapan berada dalam satu kelompok yang sama dengan kedalaman
maksimum di dermaga berkisar 17 s.d 20 MLWS. Pelabuhan Panjang, Batam, Tanjung Priok berada dalam satu
kelompok dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 11 s.d 12 MLWS. Pelabuhan Tanjung Perak, Ambon,
Bau-bau, Banjarmasin, Tanjung Emas, Ternate, Makassar dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 9 s.d
10 Belawan, Samarinda, Malahayati, Jayapura, Bitung, Merauke, Pontianak, Sorong berada dalam satu kelompok
dengan kedalaman 4,2 s.d 7 MLWS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedalaman dermaga dari ke-24 pelabuhan
tersebut kedalaman maksimum adalah 20 MLWS.
Untuk variabel luas gudang dari 24 pelabuhan, data dari 22 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar dendogram
untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 7. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dapat
dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada tabel 9.
Pelabuhan Batam berada pada satu kelompok dengan luas gudang sebesar 233.500 m2. Pelabuhan Belawan,
Tanjung Perak, Tanjung Priok, Bitung, dan Makassar berada pada kelompok yang sama dengan luas gudang berkisar
antara 12.900 m2 s.d 101.972 m
2. Pelabuhan Tanjung Emas, Banjarmasin, Boom Baru, Jayapura, Ambon, Merauke,
Pontianak, Sorong, Pantoloan, Jambi, Ternate, Balikapapan, Samarinda, Malahayati, Kupang, dan Panjang berada
dalam satu kelompok dengan luas gudang berkisar antara 800 m2 s.d 10.450 m
2.
Gambar6. dendogram untuk variabel kedalaman di dermaga
Tabel 8.
Pengelompokan beradasarkan variabel kedalaman di dermaga
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
1 Pantoloan Panjang Tanjung Perak Belawan
2 Kupang Batam Ambon Samarinda
3 Balikpapan Tanjung Priok Bau-bau Malahayati
4 Banjarmasin Jayapura
5 Tanjung Emas Bitung
6 Ternate Merauke
7 Makassar Pontianak
8 Sorong
Sumber: Hasil analisis
Page 44
Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 35
Untuk variabel luas lapangan penumpukan dari 24 pelabuhan, data dari 21 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar
dendogram untuk ke 21 pelabuhan dilihat pada Gambar 8. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24
pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada tabel 10.
Pelabuhan Banjarmasin berada dalam satu kelompok tersendiri dengan luas lapangan peumpukan 444.500 m2.
Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Tanjung Emas berada pada satu kelompok
dengan luas lapangan penumpukan berkisar antara 47.500 m2 s.d 324.450 m
2. Sedangkan sisanya yaitu Pelabuhan
Bitung, Samarinda, Pontianak, Jambi, Sorong, Jayapura, Boom Baru, Ambon, Pantoloan, Ternate, Malahayati,
Balikapapan, dan Merauke memiliki luas lapangan penumpukan berkisar antara 1000 m2 s.d. 35.917 m
2.
Gambar7. Dendogram untuk variabel luas gudang
Tabel 9.
Pengelompokan beradasarkan variabel panjang dermaga
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1 Batam Belawan Tanjung Emas
2 Tanjung Perak Banjarmasin
3 Tanjung Priok Boom Baru
4 Bitung Jayapura
5 Makassar Ambon
6 Merauke
7 Pontianak
8 Sorong
9 Pantoloan
10 Jambi
11 Ternate
12 Balikapapan
13 Samarinda
14 Malahayati
15 Kupang
16 Panjang
Sumber: Hasil analisis
Page 45
36 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
3.1. Analysis Hierarchy Proccess
Analisis ini digunakan untuk pembobotan 24 pelabuhan ditinjau dari fasilitas pelabuhan. Pelabuhan yang
memiliki bobot paling tinggi, maka memiliki fasilitas yang paling lengkap diantara ke-24 pelabuhan. Pelabuhan yang
memiliki bobot yang lebih kecil maka, diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan terutatama terkait dengan fasilitas
pelabuhan. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah kedalaman maksimal alur, kedalaman kolam
maksimal, kedalaman dermaga, luas lapangan penumpukan, luas kolam, panjang dermaga, luas gudang, luas
container yard. Adapun bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat pada Gambar 9.
Bobot kedalaman maksimal alur laut adalah 13%,bobot untuk kedalaman kolam maksimal adalah 12%, bobot
untuk kedalaman dermaga adalah 13%, luas lapangan penumpukan adalah 11,5%, sedangkan bobot untuk luas
kolam adalah 11%, bobot untuk panjang dermaga adalah 15%, bobot untuk luas gudang adalah 12%, dan bobot
untuk luas kontainer yard adalah 12,5%. Hasil perhitungan untuk analisis pembobotan AHP dapat dilihat pada Tabel
11.
Gambar8. Dendogram untuk variabel luas lapangan penumpukan
Tabel 10.
Pengelompokan beradasarkan variabel panjang dermaga
No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1 Banjarmasin Tanjung Priok Bitung
2 Belawan Samarinda
3 Tanjung Perak Pontianak
4 Makassar Jambi
5 Tanjung Emas Sorong
6 Jayapura
7 Boom Baru
8 Ambon
9 Pantoloan
10 Ternate
11 Malahayati
12 Balikapapan
13 Merauke
Sumber: Hasil analisis
Page 46
Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 37
Dari hasil analisis pembobotan didapatkan, bahwa Pelabuhan yang memiliki bobot lima tertinggi adalah
Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Batam. Pelabuhan-pelabuhan tersebut menempati
posisi lima teratas yang memiliki bobot paling besar. Kelima pelabuhan tersebut merupakan Pelabuhan yang akan
dilewati tol laut atau marine highway. Kelima pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhan
yang memiliki kedalaman alur laut, luas kolam, kedalamankolam maks, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga,
Luas Gudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Kontainer yard yang paling baik jika dibandingkan
pelabuhan lainnya. Secara lengkap hasil pembobotan dapat dilihat pada tabel 12.
Gambar 9. Bobot untuk masing-masing variabel
Tabel 11.
Perhitungan pembobotan dua puluh empat pelabuhan di Indonesia
No Pelabuhan
Bobot Komponen
SKOR
kedalaman
alur laut
luas
kolam
kedalaman
kolam
maks
Panjang
Dermaga
Kedalaman
Dermaga
Luas
Gudang
Luas
Lapangan
Penumpukan
Luas
CY
0.130 0.110 0.120 0.150 0.130 0.120 0.115 0.125
1 Malahayati 1.0000 0.0000 1.0000 0.0522 0.4375 0.0078 0.0055 0.0000 0.3163
2 Belawan 0.6250 1.0000 0.6250 1.0000 0.4375 0.5932 0.8972 0.2897 0.6837
3 Batam (batu ampar)
1.0000 0.0002 0.7500 0.1592 0.7500 1.0000 0.0000 0.0000 0.4614
4 Jambi 0.7500 0.0542 0.7500 0.0255 0.7500 0.0200 0.0935 0.0785 0.3178
5 Boom Baru 0.4375 0.1355 0.7500 0.0471 0.0000 0.0960 0.0226 0.3006 0.2205
6 Teluk Bayur 0.7188 0.0698 0.5625 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.1686
7 Panjang 1.0000 0.0381 1.0000 0.0157 0.6875 0.0000 0.0000 0.0000 0.3459
8 Tanjung
Priok 0.8750 0.0957 0.4375 0.8117 0.7500 1.0000 1.0000 1.0000 0.7560
9 Tanjung
Emas 0.6250 0.2089 0.6250 0.1592 0.5625 0.0785 0.1314 0.4959 0.3627
10 Tanjung Perak
0.7500 1.0000 0.5938 1.0000 0.5938 0.8915 0.2598 0.0000 0.6428
11 Pontianak 0.2813 0.0786 0.5625 0.0159 0.2625 0.0172 0.0922 0.0000 0.1619
12 Banjarmasin 0.3125 0.0068 0.7500 0.2045 0.5625 0.1025 1.0000 0.3401 0.4050
13 Balikpapan 1.0000 0.5916 1.0000 0.0623 1.0000 0.0240 0.0028 0.0000 0.4576
14 Samarinda 1.0000 0.0339 1.0000 0.1116 0.4375 0.0118 0.0993 0.5552 0.4096
15 Kupang 1.0000 0.0000 1.0000 0.0854 1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.3928
16 Bitung 1.0000 0.0098 0.7500 0.1991 0.4375 0.1271 0.0830 0.1914 0.3565
17 Pantoloan 0.6875 0.4516 0.8125 0.0318 1.0000 0.0196 0.0235 0.0000 0.3764
18 Makassar 0.6250 1.0000 1.0000 0.2815 0.5625 0.2334 0.1628 0.8028 0.5737
19 Bau-bau 1.0000 0.0090 0.6250 0.0357 1.0000 0.0000 0.0066 0.0000 0.3421
20 Ternate 1.0000 0.0209 0.0000 0.0316 0.5625 0.0229 0.0042 0.0233 0.2163
21 Ambon 0.6250 0.0143 0.7500 0.1018 0.6250 0.0454 0.0232 0.0000 0.2775
22 Sorong 0.8125 0.0248 1.0000 0.0357 0.3750 0.0191 0.0177 0.0000 0.2868
23 Jayapura 1.0000 0.0113 1.0000 0.0386 0.4375 0.0409 0.0221 0.0000 0.3214
24 Merauke 0.0938 0.0113 0.4375 0.0201 0.3125 0.0303 0.0068 0.0000 0.1140
Page 47
38 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39
4. Kesimpulan
Pembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabel panjang alur, kedalaman alur, luas kolam pelabuhan,
kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang, rata-rata terbagi menjadi 3
kelompok, hanya variabel kedalaman dermaga yang terbagi menjadi 4 kelompok. Pada Masing-masing variabel
untuk kelompok yang memiliki nilai tertinggi mempunyai pelabuhan yang berbeda-beda.
Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Batam dikelompokkan dalam satu kelompok karena memiliki panjang
alur lebih dari 16 km. Pelabuhan Banjarmasin dan Panjang berada dalam satu kelompok dengan panjang alur
berkisar 13 km sampai dengan lebih dari 15 km. Sedangkan Pelabuhan sisanya berada dalam satu kelompok dengan
panjang alur berkisar 0.8 km sampai dengan 12,8 km.
Pelabuhan Kupang berada dalam cluster tersendiri dikarenakan menurut data memiliki kedalaman alur
mencapai 100 MLWS. Pelabuhan Bau-Bau, Balikpapan, Panjang, Jayapura, Ternate berada dalam satu kelompok
dengan kedalaman berkisar 28 MLWS s.d. 27 MLWS. Pelabuhan Bitung, Sorong, Tanjung Priok, Pantoloan, Teluk
Bayur, Tanjung Perak, Jambi, Tanjung Emas, Belawan, Ambon, Makassar, Malahayati, Samarinda, Batam,
Merauke, Boom Baru, Banjarmasin, Merauke memiliki kedalaman berkisar 1.5 MLWS sampai dengan 20 MLWS.
Pelabuhan Makassar dan Tanjung Perak berada dalam satu kelompok dikarenakan memiliki luas kolam
mencapai 15000 ha sampai dengan sekitar 16.340 ha. Pelabuhan Belawan, Pantoloan, Balikapapan, Boom Baru, dan
Pelabuhan Tanjung Emas berada dalam satu kelompok dengan luas kolam 600 ha sampai sekitar 4.428 ha.
Sedangkan sisanya masuk ke dalam kelompok yang sama dengan luas kolam berkisar 156 ha sampai dengan 424 ha.
Pelabuhan panjang, Jayapura, Balikapapan berada dalam satu kelompok dengan kedalaman kolam maksimum
berkisar antara 27 MLWS sampai dengan 30 MLWS. Pelabuhan Makassar, Kupang, dan Malahayati, Pelabuhan
Sorong, Samarinda berada dalam satu kelompok dengan kedalaman berkisar 16 s.d. 20 MLWS.Pelabuhan Pantoloan,
Jambi, Banjarmasin, Boom Baru Batam, Ambon, Bitung, Pontianak, Teluk Bayur, Tanjung Perak, Pelabuhan
Belawan, Bau-bau, Tanjung Emas, Merauke, dan Tanjung Priok memiliki kedalaman memiliki kedalaman sekitar 7
s.d 13 MLWS.
Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok berada dalam satu kelompok yang sama dengan panjang dermaga
berkisar 6.000 sampai dengan 7.850 m. Pelabuhan Panjang, Makassar, Bitung, Banjarmasin, Ambon, Samarinda, dan
Tanjung Emas memiliki panjang dermaga berkisar antara 800 m sampai dengan sekitar 1.200m. Pelabuhan Kupang,
Belawan, Teluk Bayur, Balikapapan, Boom Baru, Malahayati, Jambi, Merauke, Pontianak, Ternate, Pantoloan,
Jayapura, Sorong, Bau-bau memiliki panjang dermaga berkisar antara 125 m sampai dengan 280 m.
Tabel 12.
Hasil pembobotan secara berurutan dari yang memiliki bobot terkecil sampai terbesar
No Pelabuhan Nilai Bobot
1 Merauke 0.1140
2 Pontianak 0.1619
3 Teluk Bayur 0.1686
4 Ternate 0.2163
5 Boom Baru 0.2205
6 Ambon 0.2775
7 Sorong 0.2868
8 Malahayati 0.3163
9 Jambi 0.3178
10 Jayapura 0.3214
11 Bau-bau 0.3421
12 Panjang 0.3459
13 Bitung 0.3565
14 Tanjung Emas 0.3627
15 Pantoloan 0.3764
16 Kupang 0.3928
17 Banjarmasin 0.4050
18 Samarinda 0.4096
19 Balikpapan 0.4576
20 Batam (batu ampar) 0.4614
21 Makassar 0.5737
22 Tanjung Perak 0.6428
23 Belawan 0.6837
24 Tanjung Priok 0.7560
Sumber: Hasil analisis
Page 48
Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 39
Pelabuhan Pantoloan, Kupang, Balikpapan berada dalam satu kelompok yang sama dengan kedalaman
maksimum di dermaga berkisar 17 s.d 20 MLWS. Pelabuhan Panjang, Batam, Tanjung Priok berada dalam satu
kelompok dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 11 s.d. 12 MLWS. Pelabuhan Tanjung Perak, Ambon,
Bau-bau, Banjarmasin, Tanjung Emas, Ternate, Makassar dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 9 s.d
10 Belawan, Samarinda, Malahayati, Jayapura, Bitung, Merauke, Pontianak, Sorong berada dalam satu kelompok
dengan kedalaman 4.2 s.d 7 MLWS.
Pelabuhan Batam berada pada satu kelompok dengan luas gudang sebesar 233.500 m2. Pelabuhan Belawan,
Tanjung Perak, Tanjung Priok, Bitung, dan Makassar berada pada kelompok yang sama dengan luas gudang berkisar
antara 12.900 m2 s.d 101.972 m
2. Pelabuhan Tanjung Emas, Banjarmasin, Boom Baru, Jayapura, Ambon, Merauke,
Pontianak, Sorong, Pantoloan, Jambi, Ternate, Balikapapan, Samarinda, Malahayati, Kupang, dan Panjang berada
dalam satu kelompok, luas gudang berkisar antara 800 m2 s.d 10.450 m
2.
Pelabuhan Banjarmasin berada dalam satu kelompok tersendiri dengan luas lapangan peumpukan 444.500 m2.
Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Tanjung Emas berada pada satu kelompok
dengan luas lapangan penumpukan berkisar antara 47.500 m2 s.d 324.450 m
2. Sedangkan sisanya yaitu Pelabuhan
Bitung, Samarinda, Pontianak, Jambi, Sorong, Jayapura, Boom Baru, Ambon, Pantoloan, Ternate, Malahayati,
Balikapapan, dan Merauke memiliki luas lapangan penumpukan berkisar antara 1000 m2 s.d. 35.917 m
2.
Hasil analisis AHP menempatkan Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Batam
adalahpelabuhan yang memiliki bobot yang paling tinggi. Pelabuhan-pelabuhan tersebut menempati posisi lima
teratas yang memiliki bobot paling besar. Kelima pelabuhan tersebut merupakan Pelabuhan yang layak jika dilewati
jaringan trunk. Kelima pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhan yang memiliki
kedalaman alur laut, luas kolam,kedalaman kolam maksimal, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga, Luas Gudang,
Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas container yard yang paling baik jika dibandingkan pelabuhan lainnya.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih yang sebesar-besarnya pada Kapuslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan,
serta seluruh peneliti atas partisipasi dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Ditjen Perhubungan Laut.Kementerian perhubungan.2013.Studi Rencana Induk Pelabuhan Benoa, Jakarta;
Informasi 25 Pelabuhan Strategis Indonesia, www.dephub.go.id, tanggal download 4 Januari 2013, Jakarta;
Indriastiwi, Fitri, dkk. 2010.Kajian Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Tanjung Wangi dalam Mengantisipasi Pertumbuhan
Industri dan Perdagangan daerah hinterland, Puslitbang Perhubungan Laut, Jakarta;
Keputusan Menteri Perhubungan No KP 414 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional, 17 April 2013. Kementerian Perhubungan.
Jakarta;
Puslitbang Perhubungan Laut. 2010. Studi Penetapan Pelabuhan Yang Dapat Melayani Kapal-Kapal Cruise (Kapal Wisata). Jakarta;
Puslitbang Perhubungan LautKementerian Perhubungan. 2010. Penelitian Optimalisasi Dan Pengembangan 25 Pelabuhan Strategis. Jakarta;
Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan. 22 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151. Jakarta;
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III. 2002. Penelitian Sistem Bongkar Muat Barang di Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya, Surabaya;
Solossa, A.Y. 2013.Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Laut Sorong di Kota Sorong, Jurnal Sipil Statik 1(10). Jakarta;
Sjafrrudin, Ade, dkk. 2010. Perancangan Dermaga Khusus Kapal Penumpang Di Pelabuhan Benoa – Pulau Bali, Simposium III FSTPT, ISBN
no. 979 -96241-0-X.
Subgayo.2001. Analisa Preferensi International Hub Port Terhadap Kebijakan Penentuan Pelabuhan Hubung Internasional Indonesia,
tesis.Program S2 Transportasi. ITB. Bandung;
Sugiana Ugan, dkk,1999. Analisis Kebutuhan Dermaga Khusus Kapal Penumpang Dan Fasilitasnya Dalam Mengantisipasi Kenaikan Permintaan Di Pelabuhan Tanjung Priok, Tesis. Architecture, Planning and Policy Development, ITB. Bandung;
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 7 Mei 2008.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 64. Jakarta.
Page 49
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]
doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.345 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur
Wahyu Prasetya Anggrahini
Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan
Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110
Diterima 15 Mei 2017; Disetujui 17 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017
Abstrak Pelabuhan Labuhan Haji mulai dibangun tahun 2007 dan selesai tahun 2009 dengan dana APBD. Namun, sejak selesai
dibangun, Pelabuhan Labuhan Haji ini belum beroperasi hingga saat ini. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian revitalisasi
Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif.
Hasil kajian menunjukkan bahwa permasalahan yang menyebabkan Pelabuhan Labuhan Haji belum beroperasi secara optimal
adalah kedalaman kolam pelabuhan belum memadai, belum tersedianya peralatan navigasi di sepanjang alur masuk pelabuhan,
serta belum adanya izin pengoperasian. Rencana pengerukan sebagai salah satu upaya revitalisasi dapat mengoptimalkan
pengoperasian kolam pelabuhan, karena ruang gerak untuk kapal masih terbatas dengan adanya breakwater utara dan selatan
serta karang di dalam kolam pelabuhan.
Kata Kunci: revitalisasi; pengerukan Labuhan Haji
Abstract Revitalization of the Labuhan Haji Port in East Lombok: Labuhan Haji port was built in 2007 and completed in 2009 by
the local government funds. However, since the construction of the port is completed, the Port Labuhan Haji has not been
operated until now. Therefore it is necessary to study the revitalization of the Port of Labuhan Haji in East Lombok. The
approach used in this study is a qualitative descriptive approach. The results show that the Port Labuhan Haji has not been able
to operate optimally because of the depth of the pool is still lacking, no navigation equipment on the flow along the harbor
entrance, and there is no operating license from the governor. Dredging plan as one of the revitalization efforts has not been
able to optimize the operation of the port basin, because the space for the ship is still limited. The existence of the north and
south breakwater and rock in the basin make the ships difficult to move.
Keywords: revitalization; dredging; Labuhan Haji
1. Pendahuluan
Lombok Timur sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara BaratKabupaten Lombok Timur
adalah salah satu Kabupaten diantara sembilan Kabupaten/Kota di Propinsi Nusa Tenggara Barat, berada di sebelah
timur Pulau Lombok, dengan letak geografis antara 1160 -1170 Bujur Timur dan 80-90 Lintang Selatan. Luas
wilayahnya tercatat 2.679,88 km2, terdiri atas daratan seluas 1.605,55 km
2 atau (59,91%) dan lautan seluas 1.074,33
km2 (40,09 %). Secara administratif Kabupaten Lombok Timur terdiri dari 20 Kecamatan, 13 kelurahan, 106 Desa,
772 lingkungan/dusun. Pelabuhan yang ada di Kabupaten Lombok Timur diantaranya Pelabuhan Labuhan Lombok,
Kayangan, dan Labuhan Haji. Di samping itu terdapat dermaga yang tidak beroperasi yakni Tanjung Luar,
sedangkan dermaga lainnya yakni dermaga Telong Elong belum selesai pembangunannya.
Pelabuhan Labuhan Lombok merupakan pelabuhan laut yang letaknya berdekatan dengan pelabuhan
penyeberangan Kayangan. Kedua pelabuhan tersebut cukup ramai aktivitasnya. Padatnya aktivitas kapal
penyeberangan yang melayani lintas Kayangan Poto Tano menyebabkan terjadinya antrian di dermaga Kayangan
maupun Poto Tano. Oleh sebab itu, dibangunlah Pelabuhan Labuhan Haji ini yang salah satu tujuannya dalah untuk
Page 50
Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 41
mengantisipasi padatnya aktivitas di Pelabuhan Lembar yang terletak di Lombok Barat dan pelabuhan Kayangan di
Lombok Timur.
Saat ini barang-barang kebutuhan masyarakat Lombok Timur bergantung pada kegiatan bongkar muat di
Pelabuhan Lembar. Begitu pula dengan kebutuhan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat yang bergantung pada
Lombok Timur. Pemanfaatan Pelabuhan Labuhan Haji ini diharapkan dapat menekan harga barang-barang di
Lombok Timur dan Sumbawa Barat. Pelabuhan Labuhan Hajiyang terletak di pesisir timur wilayah Kabupaten
Lombok Timur dibangun dengan dana APBD Kabupaten Lombok Timur sejak tahun 2007 dan selesai tahun 2009.
Namun, Pelabuhan Labuhan Haji ini belum dapat beroperasi secara maksimal hingga saat ini. Oleh sebab itu perlu
dilakukan peninjauan terhadap permasalahan yang ada di Pelabuhan Labuhan Haji dan upaya revitalisasi Pelabuhan
Labuhan Haji di Lombok Timur. Kajian ini bertujuan untuk meninjau rencana revitalisasi yang akan dilakukan
terhadap Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.
2. Metode
Obyek yang akan dianalisis adalahPelabuhan Labuhan Haji. Data yang dibutuhkan dalam kajian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pihak terkait seperti
Dishubkominfo Kabupaten Lombok Timur, Bappeda Lombok Timur, UPP Labuhan Haji dan UPP Labuhan
Lombok. Data primer diperlukan untuk mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Pelabuhan
Labuhan Haji supaya dapat termanfaatkan. Data sekunder meliputi dokumen perencanaan Pelabuhan Labuhan Haji
dan data fasilitas eksisting Pelabuhan Labuhan Haji. Kajian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Metode penelitian kualitatif adalah metode untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka
ataupun ukuran lain yang bersifat eksak (UGM, 1984). Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai
penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat
diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984).
Setidaknya, terdapat lima jenis metode penelitian kualitatif yang banyak dipergunakan, yaituobservasi terlibat,
analisis percakapan, analisiswacana, analisis isi dan pengambilan data ethnografis. Penelitian kualitatif berusaha
untuk mengangkat secara ideografis berbagai fenomena dan realitas sosial. Pembangunan dan pengembangan teori
sosial khususnya sosiologi dapat dibentuk dari empiri melalui berbagai fenomena atau kasus yang diteliti (Somantri,
2005).
Beberapa kajian sebelumnya terkait dengan revitalisasi diantaranya adalah revitalisasi pelayaran rakyat.
Kemunduran aktivitas pelra terjadi karena armada kapal pelra kalah bersaing dengan armada kapal pelnas.
Kekalahan ini terjadi karena para pengguna jasa pengiriman barang lebih memilih menggunakan kapal pelnas dari
pada kapal pelra. Revitalisasi dalam kajian ini adalah untuk membuat pelra kembali bangkit dari keterpurukan yang
sedang dialaminya. Dalam hal merevitalisasi pelra, maka kebijakan yang direkomendasikan adalah diberlakukannya
peraturan yang mewajibkan kapal pelra untuk diklasifikasikan, adanya peraturan yang mewajibkan pelatihan bagi
ABK armada kapal pelra, dan adanya kebijakan untuk mengasuransikan muatan bagi pengguna jasa pelra
(Romadhoni dan Tri Achmadi, 2016).
Penelitian lain adalah bagaimana merevitalisasi pelabuhan lama di tepi Sungai Siak. Pelabuhan Lama di tepi
Sungai Siak Pekanbaru menjadi tidak termanfaatkan setelah terjadi relokasi fungsi pelabuhan. Namun begitu,
Pelabuhan Lama memiliki nilai historis sebagai kawasan cikal bakal Kota Pekanbaru. Oleh karena itu, pemanfaatan
karakter tempat menjadi acuan untuk menghidupkan kembali lahan bekas Pelabuhan Lama. Pentahapan upaya
revitalisasi Pelabuhan Lamaadalah dengan menunjukkan pemanfaatan karakter tempat untuk merumuskan fungsi
sebagai upaya revitalisasi kawasan tepi air (Pandiangan, 2015).
Revitalisasi Kawasan adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, dan
mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki, sehingga diharapkan dapat memberikan
peningkatan kualitas lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat. Revitalisasi
kawasan bertujuan untuk meningkatkan vitalitas kawasan lama melalui program usulan dan pelaksanaan yang
mampu menciptakan kualitas ruang publik dan pertumbuhan ekonomi masyarakat pada kawasan (Budiarsa, 2011).
Revitalisasi berarti membuat agar lebih hidup dan lebih giat kembali (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008). Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Pengertian
revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali
(Romadhono dan Tri Achmadi, 2016). Dalam kajian ini, revitalisasi yang dimaksud adalah usaha untuk membuat
Pelabuhan Labuhan Haji dapat segera dioperasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya pengguna jasa
pelabuhan.
3. Hasil dan Pembahasan
Kabupaten Lombok Timur berada pada lintas jalan negara antar provinsi dan merupakan jalur ekonomi yang
sangat penting yang mneghubungkan antar kota di wilayah provinsi NTB dengan kota-kota di Provinsi Bali dan
NTT. Labuhan Haji merupakan lokasi pelabuhan yang masuk dalam sub satuan wilayah pengembangan tengah
Page 51
42 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48
dengan pusat pengembangan di Kota Selong. Secara administrasi, Kecamatan Labuhan Haji termasuk dalam
kawasan perkotaan Selong yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Lombok Timur.
Daya dukung hinterland yang paling dominan bagi Pelabuhan Labuhan Haji adalah wilayah administrasi kota
Selong sebagian pusat pengembangan dan ibu kota Kabupaten Lombok Timur, di samping wilayah lain di luar
Kabupaten Lombok Timur untuk mendatangkan atau mengirimkan barang-barang baik berupa hasil bumi, hasil
industri maupun bahan-bahan mentah. Secara keseluruhan, pemanfaatan lahan hinterland Pelabuhan Labuhan Haji
didominasi oleh hutan dan persawahan, kawasan perumahan, bisnis, perkebunan dan perikanan. Pada beberapa
wilayah juga terdapat kegiatan industri kecil, industri sedang maupun industri besar. Sektor pertambangan juga
menjadi potensi andalan dengan bahan galian yang memiliki nilai ekspor, sektor peternakan dengan potensi sapi
lokal dalam mendukung program bumi sejuta sapi Pemerintah Provinsi NTB dan potensi andalan lain seperti
tembakau. Kebutuhan batu bara sebagai bahan bakar open tembakau yang sangat besar perlu didatangkan dari luar
daerah, seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan yang tentunya sangat memerlukan sarana transportasi laut dengan
prasarana pelabuhan yang memiliki daya dukung tinggi.
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur akan mengembangkan Kawasan Industri Terpadu yang merupakan
kawasan terpadu yang didalamnya akan dikembangkan sistem jaringan transportasi dan Kawasan Pelabuhan
Labuhan Haji masuk dalam terminal point sistem jaringan transportasi dan berfungsi sebagai main in outlet dari/ke
kawasan industri di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat pada khususnya dan wilayah Indonesia pada umumnya.
Potensi perikanan yang ada di Kabupaten Lombok Timur ditandai dengan adanya desa-desa nelayan yang
berkembang sepanjang atau berdekatan dengan daerah pantai. Kabupaten Lombok Timur yang sebagian wilayahnya
adalah daerah pantai, maka terdapat beberapa desa pesisir.
Kabupaten Lombok Timur berada pada lintas jalan negara antar provinsi dan merupakan jalur ekonomi yang
sangat penting yang menghubungkan antar kota di wilayah provinsi NTB maupun kota-kota di NTB dengan kota-
kota di Provinsi Bali dan NTT.
Sesuai dengan KP 414 tahun 2013 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional, Pelabuhan Labuhan Haji masuk
dalam hirarkhi Pelabuhan Pengumpan Regional.Pengembangan Pelabuhan Haji sebagai Pelabuhan Pengumpan
Regional juga sudah tertuang dalam RTRW Provinsi NTB dan RTRW Kabupaten Lombok Timur. Jika dilihat
hirarkhinya sebagai pelabuhan pengumpan regional, maka kewenangan pengelolaannya berada di bawah Pemerintah
Provinsi. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sudah menyerahkan urusan pelabuhan kepada Pemerintah Provinsi
NTB, tetapi hingga saat ini Pemerintah Provinsi masih menyerahkan urusan pengelolaan Pelabuhan Labuhan Haji
kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Timur karena semua biaya pembangunan berasal dari APBD Kabupaten
Lombok Timur.
Sesuai dengan persyaratan administrasi,Pelabuhan Labuhan Haji Lombok Timur sudah ada dalam Rencana
Induk Pelabuhan Nasional sebagai pelabuhan pengumpan regional. Pemenuhan persyaratan Pelabuhan Labuhan Haji
sebagai pelabuhan pengumpan regional dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antar provinsi
Pelabuhan Labuhan Haji sudah masuk dalam RTRW Provinsi dengan hirarkhi pelabuhan pengumpan regional.
2. Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan pembangunan
kabupaten/kota.
Pelabuhan Labuhan Haji sudah masuk dalam RTRW Kabupaten dengan hirarkhi pelabuhan pengumpan
regional.
3. Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi
Kawasan Labuhan Haji berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi, yakni Mataram dan
Praya. Jarak tempuh dari Labuhan Haji ke Mataram atau ke Praya ±1,5 jam. Kecamatan Labuhan Haji yang
merupakan lokasi pelabuhan masuk dalam sub satuan wilayah pengembangan tengah dengan pusat
pengembangan di Kota Selong. Hal tesebut menunjukkan bahwa secara administrasi, Kecamatan Labuhan Haji
termasuk dalam kawasan perkotaan Selong yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Lombok Timur.
4. Berperan sebagai pengumpan terhadap pelabuhan pengumpul dan pelabuhan utama
Kriteria lain sebagai pelabuhan pengumpan regional adalah berperan sebagai pelabuhan pengumpan terhadap
pelabuhan pengumpul atau pelabuhan utama. Pelabuhan pengumpul di wilayah Nusa Tenggara Barat berada di
Lembar, Labuhan Lombok, Bima dan Badas.
Pelabuhan Lembar merupakan pintu masuk keluar penumpang dan barang melalui laut dari dan ke arah barat
(Jawa, Kalimantan, Sulawesi). Pelabuhan Labuhan Lombok merupakan pintu masuk keluar penumpang dan
barang melalui laut dari dan ke arah timur (Sulawesi, NTT, Maluku, Irian Barat, Papua). Pelabuhan Badas
merupakan pintu masuk keluar barang melalui laut dari dan ke arah timur (Sulawesi, NTT, Irian Barat, Papua).
Pelabuhan Bima merupakan pintu masuk keluar penumpang dan barang melalui laut dari dan ke arah timur
(Sulawesi, Maluku, NTT, Irian Barat, Papua).
5. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari dan ke pelabuhan pengumpul dan/atau
pelabuhan pengumpan lainnya. Pelabuhan Labuhan Haji ini direncanakan untuk kegiatan bongkar muat barang
di Lombok selain Pelabuhan Carik yang berada di Lombok Utara. Kegiatan penumpang sudah dilaksanakan di
pelabuhan Labuhan Lombok dan Kahyangan.
Page 52
Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 43
6. Berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam provinsi
Akses jalan dari Pelabuhan Labuhan Lombok ke Labuhan Haji juga sudah bagus. Rencananya akan ada rute
pelayaran yang melayani antar kabupaten dalam satu provinsi, yakni dari Lombok Timur ke Sumbawa Barat.
7. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang
Fasilitas break water sepanjang 950 meter sudah tersedia di Pelabuhan Labuhan Haji yang berfungsi untuk
melindungi perairan kolam pelabuhan dari gelombang, dengan panjang.
8. Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan dalam satu provinsi.
Pelabuhan Labuhan Haji direncanakan untuk melayani angkutan laut barang dari dan ke Lombok Timur.
9. Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau
Pelabuhan Labuhan Haji terletak di Selat Alas sebagai jalur pelayaran antar pulau yang menghubungkan Pulau
Lombok dengan Pulau Sumbawa.
10. Memiliki kedalaman kolam pelabuhan maksimal -7 mLWS
Kedalaman Pelabuhan Haji saat ini hanya 3-4 mLWS, dan sudah dapat disandari kapal tongkang dengan ukuran
rata-rata GT 3000. Namun, kedalaman saat ini masih belum memadai untuk sandar kapal berukuran 5000GT ke
atas.
11. Memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 meter
Pelabuhan Labuhan Haji sudah memiliki fasilitas dermaga niaga sepanjang 100 meter. Di samping itu, juga
tersedia 2 dermaga untuk pelabuhan rakyat dan 1 (satu) dermaga untuk penyeberangan.
12. Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya 20-50 mil.
Dalam hal lokasi pelabuhan, di Lombok Timur terdapat pelabuhan laut lainnya, yakni Pelabuhan Labuhan
Lombok, dermaga Telong Elong dan dermaga Tanjung Luar. Sesuai dengan KP 414 Tahun 2013, Pelabuhan
Labuhan Lombok merupakan pelabuhan pengumpul, Telong Elong merupakan pelabuhan regional dan Tanjung
Luar merupakan pelabuhan lokal. Jika dilihat dari jarak dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya, maka
jarak Pelabuhan Labuhan Haji dengan Telong Elong 7.8 mil, sedangkan persyaratan minimal adalah berjarak
20 mil. Begitu pula jarak dengan pelabuhan pengumpul yakni Labuhan Lombok yang relatif dekat, karena
hanya 13,5 mil saja.
Melihat persyaratan diatas, maka Pelabuhan Labuhan Haji dinilai sudah cukup memenuhi persyaratan sebagai
pelabuhan pengumpan regional. Hanya persyaratan kedekatan dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya yang
belum terpenuhi. Jarak Pelabuhan Labuhan Haji dengan dermaga Telong Elong sebagai pelabuhan pengumpan
regional hanya berjarak 7 mil saja. Namun, sampai saat ini dermaga Telong Elong juga belum beroperasi.
Sebelumnya, dermaga Telong Elong pernah digunakan untuk New Mount sama seperti Pelabuhan Labuhan Haji
tetapi saat ini tidak digunakan lagi.
Pelabuhan yang masih beroperasi dan sibuk sampai saat ini adalah pelabuhan penyeberangan di Kahyangan
untuk melayani penyeberangan dari Lombok ke Poto Tano di Sumbawa Barat. Melihat kondisi beberapa dermaga
yang ada di Lombok Timur, maka Pelabuhan Labuhan Haji diharapkan dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat
Lombok Timur sebagai pelabuhan pengumpan regional. Oleh sebab itu Pelabuhan Labuhan Haji ini nantinya
direncanakan akan dimanfaatkan untuk melayani kapal dari dan ke Sumbawa Barat dan juga bongkar muat dari
provinsi lain.
Persyaratan dokumen teknis yang sudah dipenuhi Pelabuhan Labuhan Haji adalah dokumen Feasibility Study
dan AMDAL, sedangkan dokumen Rencana Induk Pelabuhan (RIP) sudah dibuat tetapi belum disahkan hingga saat
ini. Berdasarkan hasil studi RIP yang sudah dilakukan tahun 2009, masih terdapat beberapa hal yang belum ada
dalam RIP seperti hasil survei teknis, tahapan pengembangan pelabuhan jangka pendek, menengah dan
panjang(Dishubkominfo Kabupaten Lombok Timur, 2009). Layout pelabuhan Labuhan Haji yang saat ini dibangun
sudah sesuai dengan apa yang disarankan dalam FS yang dibuat tahun 2005. Melihat perairan yang ada di Labuhan
Haji, adanya gelombang yang tinggi pada musim angin barat dan tenggara, pelabuhan memang membutuhkan
breakwater untuk penahan gelombang(LPPM ITS, 2005). Namun, pemilihan alternatif layout pelabuhan yang dipilih
masih dinilai belum bisa membuat pelabuhan beroperasi dengan maksimal, karena pembangunanbreakwater sisi
utara dan selatan dengan karang di sekitar kolam membuat kolam menjadi lebih sempit untuk olah gerak kapal.
Pasal 79 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 tahun 2015 menyatakan bahwa pengoperasian
pelabuhan dilakukan setelah pembangunan pelabuhan selesai dilaksanakan. Selanjutnya pasal 80 menyatakan bahwa
pengoperasian fasilitas pelabuhan dilakukan setelah pemeriksaan fisik yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
dan uji coba pengoperasian yang diawasi oleh Syahbandar bersama penyelenggara pelabuhan.Pemeriksaan fisik
dilakukan oleh tim terpadu yang melibatkan unsur Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
Syahbandar, Penyelenggara Pelabuhan, Distrik Navigasi dan pengelola terminal yang bersangkutan. Namun, sampai
saat ini belum ada pemeriksaan secara fisik oleh tim terpadu.
Jika dilihat dari sisi keselamatan pelayaran, Pelabuhan Labuhan Haji masih belum memenuhi persyaratan
keselamatan dan keamanan pelayaran, karena kolam masih dangkal dan belum aman untuk keluar masuk kapal. Di
samping itu, Pelabuhan Labuhan Haji belum memiliki peralatan navigasi untuk keselamatan pelayaran. Belum ada
SDM yang ikut bimbingan teknis lalu lintas angkutan laut, sehingga SDM di Pelabuhan Labuhan Haji dinilai belum
memadai.
Page 53
44 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48
Sampai saat ini, ijin pengoperasian Pelabuhan Haji belum ada. Namun, beberapa kapal sudah pernah sandar di
dermaga Pelabuhan Labuhan Haji. Kunjungan kapal yang telah melakukan bongkar muat di Pelabuhan Labuhan Haji
dapat dilihat pada Tabel 1.
Saat ini, Pelabuhan Labuhan Haji memiliki fasilitas pelabuhan sebagai berikut:
Reklamasi Darat : 9 Ha
Perkantoran : 200 m2
Terminal Penumpang : 100 m2
Break Water : 380 x 540 m
Dermaga Nusantara : 2 x 10 x 50 m
Dermaga Pelayaran Rakyat : 6 x 25 m
Dermaga Penyeberangan : 6 x 25 m
Dermaga Pelayaran Rakyat : 8 x 25 m
Lapangan Penumpukan : 4 x 60 x 144 m
Alur Pelayaran : 464,99 m2
Perairan tempat labuh : 13,6 Ha
Tabel 1.
Kunjungan Kapal di Pelabuhan Labuhan Haji 2010-2016
No Tanggal Nama Kapal Jenis Kapal Tonase Kotor
(GT)
Barang Yang Diangkut/ Kapasitas
1 14 Juni 2010 Jaya Utama I KLM 119 Kayu kelapa / 120 m3
2 14 Agustus 2010 KM. Sabang Marindo II Kapal Cepat 140 Penumpang (Newmount)
3 15 Agustus 2010 Sinar Borneo Tongkang Batu bara / 500 ton (Kalimantan)
4 18 Oktober 2010 CB. 108/ BG.CB.2201 Tug Boat 1256 Batubara / 3500 ton (Kalimantan)
5 15 Februari 2011 Ayu 78 LC 1229 Mesin jenset 719,89 MT (Suarabaya)
6 7 Juni 2013 TB SM
TK. Abadi Sakti V
TB
Tongkang
154
1716
Cangkang Kelapa Sawit 1.777.920 Mt (Jambi)
7 28 Juni 2013 TB SM III
Tk. Abadi Sakti V
TB
Tongkang
154
1716
Cangkang Kelapa Sawit 1.969.250 Mt (Jambi)
8 22 Agustus 2013 TB Navarep Tk. Antivia
TB Tongkang
225 3065
Cangkang Kelapa Sawit 5.012.060 Mt (Riau)
9 23 April 2014 TB Olivia
BG. Naomi
TB
Tongkang
192
3145
Cangkang Kelapa Sawit 5.559.592 Mt
10 25 April 2014 TB Mega Lestari
Bg Bangga
TB
Tongkang
141
1201
Cangkang Kelapa Sawit 4500 Mt (Bengkulu)
11 17 Mei 2014 KLM Karya Buana 03 Vinisi 45 Cangkang Kemiri 118 ton (Flores)
12 26 Juni 2014 TB BMP 1242 TK Bungah Pertiwi
TB Tongkang
147 1702
Cangkang Kelapa Sawit 4.047,47 Mt (Kaltim)
13 25 Juli 2014 KLM Bintang Samudra Vinisi 172 Cangkang Kemiri 246 T (Flores)
14 15 Agustus 2014 TB Top 25
TK Manna Lines 9001
TB
Tongkang
165
2944
Cangkang Kelapa Sawit 4.545.114 Mt (Grogot
Kaltim)
15 3 April 2015 KLM Darma Jaya Vinisi 30 Kayu kelapa 75m3 (Sulsel)
16 Mei 2015 TB Samudra Pratama I
Bg. SPA-27002
TB
Tongkang
183
2085
Cangkang Kelapa Sawit 5.009.700 Mt
(Mamuju/Sulawesi)
17 7 Juni 2015 TB Samudra Pratama I Bg. SPA-27002
TB Tongkang
183 2085
Cangkang Kelapa Sawit 5.0030.630 Mt (Mamuju/Sulawesi)
18 20 Juni 2015 TB Buana Express 8
Tk. Golden Way 3308
TB
Tongkang
272
4270
Cangkang Kelapa Sawit 3.867.189 Mt (Grogot
Kaltim)
19 14 Agustus 2015 Tb. SDS 42
Bg. SMS 20 03
TB
Tongkang
121
1329
Cangkang Kelapa Sawit 1.851.040 Mt (Kaltim)
20 14 Agustus 2015 TB Barokah
TK Camar
Tk. Bokor
TB
Tongkang
Tongkang
119
302
766
Pengisian Air & BBM (Kupang)
21 29 September 2015 Tb Samudra Pratama Tk. SPA 27002
TB Tongkang
183 2091
Cangkang Kelapa Sawit 5.176.440 Mt (Kaltim)
22 12 November 2015 TB Samudra Pratama I
Bg. SPA-27002
TB
Tongkang
183
2085
Cangkang Kelapa Sawit 4.404.920 Mt (Kaltim)
23 19 Januari 2016 Mina Maritim 087 Kapal Motor
Nelayan (KMN)
29 Mamuju/Sulawesi
24 24 Februari 2016 Tb. Arlyyn Tk. SPA 27007
TB Tongkang
152 2414
Cangkang Kelapa Sawit 5.037.820 Mt (Sulawesi Tenggara)
Sumber : UPP Labuhan Haji LombokTimur, 2016
Page 54
Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 45
Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) Lahan darat 10 Ha dan Lahan Laut 13,6 Ha. Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan (DLKP) meliputi Semua perairan di Selat Alas. Alur Pelayaran Menuju Kolam Labuh
dengan lebar alur 120 m. Lay out Pelabuhan Labuhan Haji dapat dilihat pada Gambar 1.
Pelabuhan Labuhan Haji dibangun sejak 2007 oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dan selesai tahun
2009, tetapi sampai saat ini belum bisa dioperasikan secara optimal karena terkendala oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Kedalaman kolam pelabuhan belum memadai, hanya ± 4 mLWS, sehingga kapal berukuran besar belum bisa
sandar. Sesuai dengan hirarkhinya, persyaratan kedalaman kolam pelabuhan adalah ±7 mLWS. Kedalaman
pelabuhan surut terendah : 2,5 m, pasang tertinggi : 4,5 m sehingga pada waktu surut terendah kapal-kapal
tidak bisa langsung merapat sandar di dermaga.
2. Peralatan navigasi belum tersedia di sepanjang alur masuk pelabuhan padahal terdapat banyak gugusan karang,
sehingga perlu dipasang SBNP di sepanjang alur masuk pelabuhan untuk keselamatan pelayaran.Saat ini, baru
ada lampu suar yang belum sesuai dengan standar IALA di pintu alur masuk kolam pelabuhan.
3. Kapal kesulitan masuk ke kolam pelabuhan akibat pengaruh angin (ombak). Kapal kesulitan masuk ke kolam
pelabuhan pada musim tertentu (angin barat dan tenggara). Di samping itu, kolam pelabuhan yang tersedia saat
ini hanya bisa digunakan untuk manuver satu kapal saja.
4. Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji terkendala dengan masalah kewenangan dan regulasi. Hal ini
mengingat hirarkhi Pelabuhan Labuhan Haji sebagai pelabuhan pengumpan regional, tetapi Pemerintah
Provinsi masih menyerahkan kewenangan pengelolaan pelabuhan kepada Pemkab Lombok Timur.
5. SDM untuk Kepelabuhanan ada tetapi masih terbatas sedangkan untuk SDM teknis belum ada.
Dalam rangka revitalisasi, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur berencana mengembangkan Pelabuhan
Labuhan Haji dengan membangun berbagai fasilitas sebagai berikut:
1. Pengerukan kolam pelabuhan 13,6 Ha seluas 20.961 m2
2. Pembangunan gudang ukuran 30 x 50 m
3. Pembangunan trestle seluas 210 m2.
4. Penambahan panjang dermaga sepanjang 25 m (seluas 500 m3).
5. Pembangunan dermaga apung tipe modular.
Pengerukan kolam pelabuhan sebagai salah satu upaya revitalisasi dilaksanakan mengingat kedalaman kolam
pelabuhan yang kurang memadai untuk kapal-kapal yang akan sandar di dermaga. Namun, sebelum melakukan
pekerjaan pengerukan sebaiknya harus memenuhi persyaratan teknis. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM. 52 Tahun 2015 Tentang Pengerukan dan Reklamasi pasal 4 menyebutkan bahwa persyaratan teknis
pekerjaan pengerukan meliputi keselamatan dan keamanan pelayaran, kelestarian lingkungan, dan tata ruang
perairan. Persyaratan kelestarian lingkungan berupa studi kelayakan lingkungan yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Dengan demikian sebelum dilakukan pekerjaan
Gambar 1. Layout Pelabuhan Labuhan Haji
Page 55
46 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48
pengerukan, sebaiknya dilakukan studi AMDAL untuk pekerjaan pengerukan dan juga SID pengerukan. SID
pengerukan paling sedikit memuat:
1. layout (peta bathimetri);
2. profil memanjang dan melintang;
3. lebar alur, luas kolam dan kedalaman sesuai ukuran kapal yang akan melewati alur pelayaran;
4. alignment alur pelayaran;
5. kemiringan alur pelayaran;
6. hasil survei jenis material keruk;
7. lokasi dan titik koordinat geografis area yang akan dikeruk;
8. volume keruk.
Oleh sebab itu, pekerjaan pengerukan sebagai salah satu upaya revitalisasi perlu dikaji lebih komprehensif
sebelum mengajukan izin ke Gubernur sebagai pejabat yang berwewenang memberikan ijin untuk pelabuhan
pengumpan regional.Rata-rata pengendapan atau sedimentasi yang terjadi di Pelabuhan Labuhan Haji sebesar 0,0432
m/tahun. Prediksi per 10 tahunan terjadi pengendapan 0,432 m dengan posisi open channel. Dengan demikian,
secara periodik per 10 tahunan perlu dilakukan maintenance untuk mempertahankan kedalaman kolam labuh.
Mengingat mahalnya biaya pengerukan dan perlunya kehati-hatian dalam pekerjaan pengerukan serta dampak yang
ditimbulkan, maka hasil kajian ini menyarankan untuk mengkaji pengerukan yang akan dilakukan agar upaya
revitalisasi ini benar-benar bermanfaat.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kedalaman kolam pelabuhan yang belum memadai untuk sandar
kapal-kapal berukuran besar. Selain lebar dan kedalaman alur pelayaran, kedalaman kolam pelabuhan menjadi
persyaratan kelayakan suatu pelabuhan (Wulansari, 2016). Saat ini, kedalaman kolam pelabuhan baru 3 mLWS s/d 4
mLWS, sedangkan berdasarkan hasil FS, maka kedalaman kolam bisa direncanakan 5,5 – 6 mLWS.
Menurut Tenri dan Ani Murlina (2007), kedalaman air di alurmasuk harus cukup besar untuk memungkinkan
pelayanan pada muka air terendahdengan kapal bermuatan penuh untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal.
Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan kedalaman alur ideal menurut Triadmodjo (2009), yaitu:
H = d + G + R + P + S + K
dengan H adalah Kedalaman alur pelayaran (meter), d adalah Draft kapal (meter), G adalah Gerak vertikal kapal
karena gelombang (toleransi max 0,5 m), R adalah Ruang kebebasan bersih, minimum 0,5 m untuk dasar laut
berpasir dan 1,0 m untuk dasar karang), P adalah Ketelitian pengukuran (meter), S adalah Pengendalian sedimen
antara dua pengerukan (meter), dan K adalah Toleransi pengerukan (meter)
Dalam hal rencana pengerukan kolam pelabuhan, jka kapal yang sandar adalah kapal antar pulau yang memiliki
bobot 3000-5000 DWT dengan panjang kapal 92-109 meter, lebar kapal 14,2 – 16,4 m dan full draft5,7 – 6,8 m,
makakebutuhan kolam jika untuk kapal berbobot s/d 5.000 DWT:
Lebar Alur: 7 x Lebar kapal = 7 x 16,4 m =114,8 m ~ 115 m
Lebar Kolam: 2 x panjang kapal = 2 x 109 m = 208 m
Kedalaman alur pelayaran: (6,8 + 0,5 + 1) m = 8,3 m LWS
Rata-rata kedalaman kolam Labuhan haji saat ini : 3m LWS
Kebutuhan pengerukan rata-rata dengan ketebalan 5,3 m untuk mencapai kedalaman yang dibutuhkan pada
posisi: - 8,3 m LWS
Rencana pengerukan yang akan dilakukan berdasarkan hasil studi dari Universitas Mataram menunjukkan
bahwa batu karang yang ada di dalam kolam Pelabuhan Labuhan Haji bukan merupakan karang hidup, tapi berupa
karang kompak, sehingga pengerukan kolam dapat diperluas hingga 10,6 Ha, dengan jarak keruk dari breakwater 10
meter dan jarak keruk dari tiang pancang dermaga 10 meter. Namun, jarak 10 meter dari tiang pancang dermaga
akan mengakibatkan kapal sulit untuk sandar di dermaga karena keterbatasan luas kolam pelabuhan.Jarak 10 meter
dari tiang pancang dermaga menyebabkan kapal tidak bisa sandar di dermaga dan kegiatan bongkar muat barang
sulit dilakukan.
Berkaitan dengan ruang gerak kapal, maka selanjutnya akan dibahas mengenai kebutuhan ukuran kolam putar
Pelabuhan Labuhan Haji. Kolam pelabuhan adalah lokasi perairan tempat kapal berlabuh, mengisi perbekalan, atau
melakukan aktivitas bongkar muat. Kondisi kolam pelabuhan yang tenang dan luas, menjamin efisiensi operasi
pelabuhan. Ukuran kolam putar tergantung pada ukuran kapal dan kemudahan gerak berputar kapal. Ukuran kolam
putar pelabuhan menurut Design and Construction of Port and Marine Structure, Alonzo Def. Quinn, 1972:
1. Ukuran ruang optimum untuk dapat berputar dengan mudah memerlukan diameter empat kali panjang kapal
(Loa) yang menggunakannya.
2. Ukuran menengah ruang putar mempunyai diameter dua kali dari Loa terbesar yang menggunakannya,manuver
kapal saat berputar lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
3. Ukuran diameter turning basin kecil adalah < 2 x Loa, untuk turning basin tipe ini, manuver kapal akan dibantu
dengan jangkar dan tugboat/kapal pandu.
Page 56
Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 47
4. Ukuran diameter turning basin minimum adalah 1,2 x Loa, manuver kapal harus dibantu dengan tugboat,
jangkar dan dolphin. Kapal ini harus memiliki titik-titik yang pasti sebagai pola pergerakannya saat
berputarKenyamanan dan ketenangan kolam pelabuhan dapat dipenuhi apabila memenuhi syarat:
Jika diperhatikan kolam pelabuhan yang akan dikeruk awalnya seluas 7,6 Ha dengan lebar ± 200 meter dan
panjang ±380 meter serta melihat posisi dermaga niaga yang ada saat ini, maka radius putar kolam dapat digunakan
untuk kapal berukuran panjang 100 meter. Perkiraan rencana kapal yang akan sandar berdasar hasil studi yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa panjang kapal rata-rata yang akan sandar adalah 92-109 meter. Kapal dengan
panjang 109 meter minimal membutuhkan ruang gerak dengan lebar 208 meter. Berdasarkan rencana pengerukan
yang ada yang diperluas hingga 10,6 Ha, maka lebar kolam yang tersedia masih memenuhi kebutuhan ruang gerak
kapal.
Jika tidak dilakukan pengerukan dan memanfaatkan fasilitas saat ini serta untuk mendapatkan ruang putar yang
leluasa, maka hanya kapal-kapal dengan ukuran 1000 DWT dengan panjang kapal 67 meter dan draft kapal 3,9 m
yang bisa sandar di Pelabuhan Labuhan Haji. Pada saat pasang tertinggi, pelabuhan masih dapat disandari untuk
kapal berukuran 1500 DWT untuk mendapatkan ruang gerak yang optimum. Sedangkan untuk ruang gerak
menengah dengan sedikit kesulitan dalam berputar, Pelabuhan Labuhan Haji dapat disandari kapal berukuran 3000
DWT. Menurut OCDI (2009), kapal berukuran 300 DWT memiliki panjang kapal pada umumnya 94 meter dan full
load draft 5,6 meter.
Masih adanya karang di sekitar breakwater dan kolam pelabuhan menyebabkan kapal harus berhati-hati untuk
olah gerak kapal di kolam pelabuhan, sehingga perlu dipasang rambu-rambu navigasi pada alur masuk kolam
pelabuhan untuk keselamatan kapal. Jika kapal yang masuk ke kolam pelabuhan berukuran besar, maka kapal yang
yang bisa sandar di dermaga hanya satu kapal saja. Akan tetapi, jika kapal berukuran kecil masuk atau draft kapal 2
m saja, maka keempat dermaga yang tersedia dapat dimanfaatkan secara bersama-sama.
Hasil FS dari LPPM ITS (2005) juga menyebutkan bahwa kedalaman kolam pelabuhan memang direncanakan
untuk kedalaman -5 s/d -6 mLWS, tidak bisa dikeruk sampai kedalaman -8 mLWS. Desain dermaga yang dibuat
memang direncanakan untuk kedalaman hingga -6 mLWS, tetapi bila dikeruk hingga -8 mLWS dikhawatirkan akan
membahayakan tiang pancang dermaga. Jika Pemerintah Daerah tetap ingin melakukan pengerukan kolam
pelabuhan, maka perlu kehati-hatian dalam melakukan pengerukan karena tanahnya merupakan tanah keras pada
kedalaman 6 m dan terdapat karang kompak. Dengan demikian sebelum melakukan pekerjaan pengerukan perlu
dilakukan AMDAL pengerukan dan SID pengerukan. Pekerjaan pengerukan perlu dikaji lebih lanjut dan dikaji
kembali seberapa efektif hasil pekerjaan pengerukan yang akan dilakukan.
Studi Rencana Induk Pelabuhan sudah pernah dikerjakan pada tahun 2009 yang didalamnya baru mencakup
data hinterland, kondisi eksisting pelabuhan, prediksi arus kapal dan arus barang serta analisis teknik pelabuhan.
Analisis teknik tersebut hanya menggambarkan kebutuhan dermaga dan lapangan penumpukan hingga tahun 2025
dan zonasi kawasan pelabuhan maupun layoutnya saja. Belum dinyatakan secara jelas program jangka pendek,
menengah dan panjang terkait pengembangan Pelabuhan Labuhan Haji. Hasil studi RIP ini juga belum pernah
disahkan menjadi peraturan daerah.
Melihat apa yang ada dalam buku RIP yang sudah disusun, masih banyak hal yang masih perlu diperbaiki
terutama untuk survey teknis dan tahapan perencanaan pelabuhan ke depan. Disamping itu, dalam penyusunan
review RIP Pelabuhan Labuhan Haji perlu juga dikaji aspek non teknis agar Pelabuhan Labuhan Haji dapat
dimanfaatkan. Dengan demikian, perlu dilakukan kembali studi perencanaan teknis seperti penyusunan Rencana
Induk Pelabuhan dan tinjau ulang terhadap DED.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rencana pengembangan Pelabuhan Labuhan Haji
perlu dikaji lagi melalui penyusunan Rencana Induk Pelabuhan Labuhan Haji dengan memperhatikan petunjuk
teknis dari Ditjen Perhubungan Laut. Penyusunan rencana induk pelabuhan harus melihat sisi teknis maupun non
teknis dan dikaji secara komprehensif untuk memprediksi supply dan demand Pelabuhan Labuhan Haji secara tepat,
sehingga rencana pengembangan ke depan sesuai dengan kebutuhan. Upaya revitalisasi melalui kegiatan pengerukan
juga perlu dikaji kembali untuk melihat efektivitasnya. Penambahan rencana panjang dermaga sebaiknya belum
dapat dilakukan sebelum ada dokumen RIP yang baru untuk merencanakan kebutuhan fasilitas pelabuhan ke depan.
Namun demikian, Pelabuhan Labuhan Haji dengan nilai investasi di atas 87 M tetap bisa dioptimalkan
pemanfaatannya untuk kapal-kapal yang sesuai dengan kondisi eksisting yakni kapal berukuran 1500 DWT yang
cukup membutuhkan dermaga sepanjang ± 82 meter.
4. Kesimpulan
Fasilitas yang tersedia di Pelabuhan Labuhan Haji saat ini dinilai sudah memenuhi persyaratan sebagai
pelabuhanpengumpan regional, sehingga belum perlu dilakukan pengembangan fasilitas. Rencana revitalisasi
pelabuhan dengan kegiatan pengerukan belum dapat mengoptimalkan pengoperasian kolam pelabuhan. Kapal
berukuran besar tidak memungkinkan untuk sandar di dermaga meskipun telah dilakukan pengerukan karena ruang
olah gerak kapal yang sempit mengingat layout pelabuhan dengan adanya breakwater utara dan selatan serta karang
yang ada di dalam kolam pelabuhan. Rencana pengerukan sebagai upaya revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji dinilai
Page 57
48 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48
belum dapat mengoptimalkan pengoperasian kolam pelabuhan, karena ruang gerak untuk kapal masih terbatas.
Adanya karang di sekitar kolam pelabuhan dan dua breakwater di sisi utara dan selatan menyebabkan kapal
berukuran besar tidak memungkinkan untuk sandar di dermaga. Rencana pengerukan dengan jarak 10 meter dari
tiang pancang dermaga masih menyebabkan kapal tidak dapat sandar di dermaga. Sebelum melakukan pekerjaan
pengerukan, sebaiknya dilakukan kajian teknis yang lebih komprehensif terlebih dahulu seperti SID pengerukan dan
UKL/UPL. Rencana revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji perlu dikoordinasikan kembali dengan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut agar keselamatan pelayaran tetap terjamin. Namun demikian, Pelabuhan Labuhan Haji masih bisa
dimanfaatkan apabila kapal yang berkunjung ke Pelabuhan Labuhan Haji adalah kapal-kapal berukuran rata-rata
1000-1500 DWT.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Lombok Timuryang telah memberikan
data dan informasiyang diperlukan dalam kajian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada peneliti
Puslitbang Transportasi Laut dan SDPyang membantu dalam kajian ini.
Daftar Pustaka
Budiarsa, IK. Pengaruh revitalisasi kawasan terhadap kualitas ruang publik dan peningkatan ekonomi masyarakat di wilayah Pelabuhan
Padangbai Kabupaten Karangasem. Thesis. 2011. www.pps.unud.ac.id, diunduh 13 April 2016.
Dishubkominfo Kabupaten Lombok Timur. Rencana Induk Pelabuhan Labuhan Haji. 2009.
Lembaga Pendidikan Doktor, Universitas Gajah Mada, Metodologi Penelitian - Analisis Kuantitatif, , Yogyakarta - Indonesia, 1984.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Penyusunan Feasibility Study Dermaga Labuhan Haji Lombok Timur. 2005.
Overseas Coastal Area Development of Japan (OCDI), Technical Standard and Commantaries for Port and Harbour in Japan, Japan. 2009.
Pandiangan, ML. Revitalisasi Pelabuhan Lama di Tepi Sungai Siak Pekanbaru. 2015. www.temuilmiah.iplbi.co.id, diunduh tanggal 13 April 2016.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta, 2008.
Romadhoni KR dan Tri Achmadi. Model Evaluasi Kebijakan Publik untuk Revitalisasi Pelayaran Rakyat (Studi Kasus: Pelabuhan Rakyat Gresik). www.digilib.its.ac.id, diunduh 13 April 2016.
Somantri, GR. Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9, No. 2, Desember 2005: 57-65. Taylor dan Bogdan. Penghantar
Penelitian Ilmiah. Tarsito, Bandung,1984.
Tenri, AA dan Ani Murlina. Perencanaan Dermaga Kapal Barang Di Pelabuhan Tegal. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. 2007. www.
eprints.undip.ac.id, diunduh 13 April 2016.
Quinn, Alonso Def. Design and Construction of Port and Marine Structures. Mc Graww Hill, New York, 1972.
Wulansari, NZ. Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL.
2016. www.dishidros.go.id, diunduh 2 Februari 2017.
Page 58
Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57
Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087
Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut
* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]
doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.331 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.
Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan
Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Penerapan Regulation for Prevention Collisions at Sea (COLREG 1972)
pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung
Dewi Indira Biasane
Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan
Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110
Diterima 18 April 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017
Abstrak Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan terhadap penerapan COLREG 1972 dalam upaya meminimalisir
kejadian tubrukan kapal di laut yang disebabkan oleh faktor manusia, antara lain faktor kurang pemahaman aturan oleh pemilik
kapal, nahkoda dan awak kapal, faktor tidak diterapkannya COLREG 1972 dengan baik, faktor kurangnya ketersediaan peralatan
navigasi diatas kapal, faktor kurangnya kompetensi dan keahlian nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari
Syahbandar. Dengan ditetapkannya Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional, lalu lintas kapal di wilayah kerja
pelabuhan pun akan semakin meningkat. Menurut Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), perairan sebelah utara
Pulau Sulawesi dan perairan Laut Maluku cenderung menjadi perairan dengan tingkat kecelakaan kapal yang rendah
dibandingkan dengan perairan di Pulau Jawa. Perlu diketahui apakah penerapan persyaratan kelaiklautan kapal telah dipahami
dengan baik oleh Nahkoda, Syahbandar, perwira kapal, anak buah kapal (ABK) sehingga kecelakaan kapal dapat diminimalisir
Pendekatan analisis yang digunakan untuk menjawab atau membahas variabel penelitian menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif dan analisis gap. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketentuan COLREG 1972 yang dianggap masih rendah dan
memerlukan peningkatan, yaitu pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal; kesesuaian kompetensi nahkoda dan awak
kapal; pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi; ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal; dan kondisi
alat navigasi diatas kapal.
Kata Kunci: keselamatan pelayaran; COLREG 1972; analisis gap
Abstract Regulation for Prevention Collisions at Sea (COLREG 1972) Enforcement for Indonesian Flag Ship in Port of Bitung:
This study is conducted to give input on the implementation of COLREG 1972 in order to minimize ship collisions which caused
by human factor, such as lack of rules understanding by shipowner, helmsman, and crew, not applying COLREG 1972 well, lack
of navigation tools availability, lack of competency and expertise of helmsman and crew also lack of supervision from harbour
master. By implementing Port of Bitung as an international hub port, ship traffic becomes increase. According to National
Committee of Transportation Accident, the northern waters of Sulawesi Island and Laut Maluku water become the highest
accident compared to Java Island water. It is eager to know whether the condition of feasible ship implementation has been
understand well by the helmsman and crew so ship collision could be minimized. This study using gap analysis method and
qualitative descriptive. The results of an analysis showing that COLREG 1972 rules which consider low are helmsman
understanding, crew, and shipowner; suitability of helmsman and crew’s competency; helmsman and crew’s computer
knowledge; availability of navigation tools facility on ship and condition of navigation tools on the ship.
Keywords: safety navigation; COLREG 1972; gap analysis
1. Pendahuluan
Dalam rangka menjamin keselamatan di laut, International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan
Convention on The International Regulations for Preventing Collisions at Sea 1972 yang secara umum disebut
Page 59
50 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57
sebagai Collision Regulation 1972 atau disingkat dengan COLREG 1972, yang dalam Bahasa Indonesia dikenal
sebagai Peraturan Internasional Mencegah Tubrukan di Laut (PIMTL) tahun 1972. COLREG 1972 adalah Resolusi
IMO Nomor A. 464 (XII) tentang peraturan yang berlaku secara internasional dan harus dipatuhi serta dilaksanakan
secara utuh oleh semua kapal, pemilik kapal, Nakhoda, dan awak kapal agar tidak terjadi kecelakaan di laut.
COLREG 1972 ditandatangani oleh semua anggota IMO pada bulan Oktober 1972 di London. Indonesia, sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, kemudian menjadi salah satu dari 47 negara yang ikut serta dalam
penandatanganan tersebut.
Dengan predikat negara kepulauan terbesar di dunia serta merupakan negara yang berada diantara Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik, memungkinkan Indonesia menjadi lintas yang dilewati kapal-kapal yang berlayar di
dunia. Pelabuhan utama di Indonesia pun dipersiapan sebagai pelabuhan yang dapat melayani pergerakan arus
barang dan penumpang dari luar negeri, termasuk salah satunya Pelabuhan Bitung. Pelabuhan ini merupakan salah
satu pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai hub internasional, yang disinggahi baik kapal-kapal niaga berbendera
asing yang bertonase besar dan kapal-kapal pelayaran rakyat. Dengan ditetapkannya Pelabuhan Bitung sebagai
pelabuhan hub internasional, lalu lintas kapal di wilayah kerja pelabuhan pun akan semakin meningkat.
Menurut Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), perairan sebelah utara Pulau Sulawesi dan
perairan Laut Maluku cenderung menjadi perairan dengan tingkat kecelakaan kapal yang rendah dibandingkan
dengan perairan di Pulau Jawa. Hal ini dapat diperkirakan terjadi karena perairan Laut Jawa merupakan jalur lalu
lintas pelayaran yang paling padat, sementara bulan januari kondisi perairan dalam keadaan relatif buruk. Hal lain
yang dapat diperkirakan apakah penerapan persyaratan kelaiklautan kapal telah dipahami dengan baik oleh Nahkoda,
Syahbandar, perwira kapal, anak buah kapal (ABK) sehingga kecelakaan kapal dapat diminimalisir.
2. Metode
Proses pemahaman dalam penyelesaian “Kajian Penerapan Regulation for Preventing Collissions at Sea
(COLREG 72) pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung” akan dilaksanakan dengan penjelasan pola
pikir dan alur pikir pemecahan masalah, dengan penjelasan sebagai berikut.
2.1. Input
Tingkat pemahaman dan penerapan suatu aturan keselamatan yang dilaksanakan oleh operator, regulator,
nahkoda dan awak kapal sangat menentukan tingkat keselamatan kapal. Namun, menurut beberapa sumber dan
bahan bacaan, kecenderungan penyebab kecelakaan kapal disebabkan oleh faktor manusia, baik itu faktor kurang
paham, faktor tidak diterapkan, faktor kurangnya ketersediaan peralatan navigasi diatas kapal, faktor kurangnya
kompetensi dan keahlian nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari regulator.
2.2. Proses (Transformasi)
Untuk menjawab kondisi penerapan COLREG 1972 terhadap kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Bitung,
apakah telah dipahami dan diterapkan dengan baik, adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
a. Subyek
Mencari masukan guna menjawab permasalahan atau kendala yang dirasakan oleh pemilik barang dan
pengguna jasa transportasi terhadap ancaman tubrukan kapal di laut. Selain itu, dalam usaha menemukenali
permasalahan yang dihadapi dalam rangka penerapan COLREG 1972, maka Pemerintah sebagai penanggung
jawab aspek keselamatan dan keamanan pelayaran juga turut memegang peranan dalam keberhasilan penerapan
aturan keselamatan dan meminimalisir ancaman tubrukan di laut.
b. Obyek
Variabel penelitian terkait dengan faktor yang diduga dapat mempengaruhi penerapan COLREG 1972, seperti
faktor kurang pemahaman aturan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal, faktor tidak diterapkannya
COLREG 1972 dengan baik, faktor kurangnya ketersediaan peralatan navigasi diatas kapal, faktor kurangnya
kompetensi dan keahlian nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari Syahbandar.
c. Metode
Pendekatan analisis yang digunakan untuk menjawab atau membahas variabel penelitian menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif dan analisis gap.
2.3. Instrumental Input dan Environmental Input
Pada kajian ini, peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang menjadi dasar hukum penerapan
keselamatan pelayaran merupakan instrumental input. Sedangkan environmental input yang memperngaruhi kajian
ini adalah perkembangan IPTEK yang dapat mempengaruhi aturan keselamatan diatas kapal.
2.4. Output dan Outcome
Output dari kajian ini adalah tersusunnya rekomendasi mengenai tingkat penerapan COLREG 1972. Outcome
dari kajian ini adalah terciptanya pelayaran dengan ancaman tubrukan kapal di laut yang dapat diminimalisir.
Page 60
Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 51
2.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan terhadap penerapan COLREG 1972 dalam upaya
meminimalisir kejadian tubrukan kapal di laut yang disebabkan oleh faktor manusia, antara lain faktor kurang
pemahaman aturan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal, faktor tidak diterapkannya COLREG 1972 dengan
baik, faktor kurangnya ketersediaan peralatan navigasi diatas kapal, faktor kurangnya kompetensi dan keahlian
nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari Syahbandar. Faktor-faktor tersebut akan menjadi
variabel yang digunakan dalam analisi gap pada kajian ini. Analisis yang akan dilakukan adalah mengetahui
penerapan ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam COLREG 1972, dengan menganalisis mengenai tingkat
kesenjangan antara keadaan saat ini dengan keadaan yang diharapkan, baik oleh pemilik kapal dan nahkoda maupun
Syahbandar selaku regulator dan penanggung jawab bidang keselamatan dan keamanan pelayaran. Oleh sebab itu
alat analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis gap yang diuraikan lebih lanjut sebagai berikut. Analisis
Gap bertujuan untuk melihat perbedaan antara kondisi yang dirasakan oleh konsumen dengan apa yang menjadi
harapan dari konsumen. Langkah-langkah utama dalam melakukan analisis gap antara lain:
1. Identifikasi komponen yang akan dianalisis;
2. Penyebaran kuesioner atau wawancara terfokus pada komponen yang yang diamati;
3. Untuk memudahkan pengukuran secara kuantitatif, setiap komponen diberikan nilai berupa skor;
4. Analisis data menggunakan statistik deskriptif yaitu:
(a) Perhitungan rata-rata skor untuk setiap pasangan komponen yang dikalkulasi kesenjangannya.
Sebagai contoh, apabila sedang menghitung kesenjangan antara tingkat pelayanan yang diharapkan
dengan kinerja pelayanan aktual yang diberikan, maka dilakukan perhitungan rata-rata tingkat pelayanan
yang diharapkan (expected service) dan perhitungan rata-rata untuk kinerja pelayanan aktual yang
diberikan atau pelayanan yang dirasakan (perceived service).
Perhitungan rata-rata skor dilakukan dengan formula:
∑
(1)
Keterangan: adalah nilai rata-rata, X adalah komponen/variabel yang diukur, dan n adalah jumlah
observasi. Perhitungan tersebut dilakukan pada masing-masing dimensi yang telah ditentukan.
(b) Perhitungan kesenjangan untuk masing-masing dimensi
Kesenjangan untuk setiap dimensi (Gi) dihitung melalui formula:
Gi = Rata-rata expected servicei – Rata-rata perceived servicei
(c) Perhitungan Rata-rata Kesenjangan
Untuk mengetahui kesenjangan pelayanan secara umum, maka dilakukan perhitungan rata-rata
kesenjangan sebagai berikut:
i. Apabila masing-masing dimensi memiliki tingkat kepentingan yang sama (bobot yang sama), maka
rata-rata kesenjangan dihitung sesuai dengan Persamaan (1) diatas;
ii. Apabila masing-masing dimensi memiliki tingkat kepentingan yang bebeda (bobot yang berbeda),
maka rata-rata kesenjangan dihitung berdasarkan formula rata-rata tertimbang (weighted average)
sebagai berikut.
∑ (2)
dimana adalah bobot dimensi i, dan adalah rata-rata skor kesenjangan untuk dimensi i.
(d) Analisis Kesenjangan
i. Apabila > 0, maka kualitas yang diharapkan lebih tinggi daripada kualitas pelayanan yang
dirasakan. Dengan demikian, perlu peningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan.
ii. Apabila < 0, maka kualitas yang diharapkan lebih rendah daripada kualitas dirasakan. Dengan
demikian, dapat dianggap telah memberikan pelayanan yang baik.
iii. Apabila = 0, maka kualitas yang diharapkan sama dengan kualitas pelayanan yang dirasakan.
Dengan demikian, dapat dianggap telah diberikan pelayanan yang baik namun tetap perlu
ditingkatkan.
(e) Hasil dari perhitungan dapat dikategorikan menurut nilai-nilai berikut ini, yaitu apabila:
i. nilai gap < 60% termasuk pada kategori kurang;
ii. nilai gap antara 60 - < 80% termasuk kategori cukup;
iii. nilai gap > 80 - <100% termasuk kategori baik dan
iv. nilai gap > 100% termasuk kategori sangat baik.
(f) Kriteria status gap digolongkan sebagai berikut, yaitu jika:
i. kisaran gap -1< < -0,4 atau 0 < (1+ ) x 100% < 60 maka kategori gap termasuk pada kategori
kurang;
ii. kisaran gap -0,4 < < -0,2 atau 60 < (1+ ) x 100% < 80 maka kategori gap termasuk pada kategori
cukup;
Page 61
52 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57
iii. kisaran gap -0,2 < < 0 atau 80 < (1+ ) x 100% < 100 maka kategori gap termasuk pada kategori
baik;
iv. kisaran gap ≥ 0 atau (1+ ) x 100% ≥ 100 maka kategori gap termasuk pada kategori sangat baik.
3. Hasil dan Pembahasan
Analisis gap dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan kepentingan terhadap penerapan COLREG
1972 dan keadaan pencegahan tubrukan di laut oleh Syahbandar, nahkoda dan awak kapal dibandingkan dengan
tingkat kinerja yang dirasakannya. Nilai rata-rata penilaian tingkat kepentingan atau harapan dengan nilai rata-rata
tingkat kinerja dijadikan dasar perhitungan. Apabila nilai rata-rata harapan lebih rendah daripada nilai rata-rata
tingkat kepuasan yang dirasakan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi kinerja operasional pemeriksaan kapal
sudah dianggap memuaskan.
Sebaliknya, apabila nilai rata-rata tingkat kinerja lebih rendah dapat disimpulkan bahwa kepentingan
pelaksaannya belum terpenuhi. Analisis gap akan dilakukan dalam 2 (dua) bagian, yaitu untuk mengetahui penilaian
tingkat penerapan COLREG 1972 yang dipahami dan dilaksanakan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal,
serta untuk mengetahui penilaian tingkat penerapan COLREG 1972 yang dipahami dan dilaksanakan oleh
Syahbandar. Penilaian pelayanan kapal dan barang dinyatakan dalam Skala Likert, dimana:
a. Sangat kurang = 1
b. Kurang = 2
c. Cukup = 3
d. Baik = 4
e. Sangat Baik = 5
Variabel-variabel diatas kemudian dihitung menggunakan analisis gap, dimana akan diketahui nilai gap dari
penerapan tersebut. Hasil perhitungan analisis gap dapat dilihat pada tabel 1.Setelah dilakukan analisis gap, maka
diketahui nilai gap untuk masing-masing pelayanan. Kategori yang diberikan untuk masing-masing pelayanan adalah
sebagai berikut:
a. Nilai gap < 60% termasuk pada kategori kurang;
b. Nilai gap antara 60 - < 80% termasuk kategori cukup;
c. Nilai gap > 80 - <100% termasuk kategori baik dan
d. Nilai gap > 100% termasuk kategori sangat baik.
Dengan kategori diatas, secara umum dapat didapatkan hasil bahwa pelayanan kapal dan barang menurut
responden dinilai baik, dengan nilai gap untuk keseluruhan variabel berada di nilai 83,3%. Untuk kriteria status gap,
seluruh variabel dalam analisis masuk kedalam kriteria cukup dengan kisaran gap -0,2 < < 0 atau 80 < (1+ ) x
100% < 100. Analisis juga akan dilakukan terhadap kondisi penerapan ketentuan dalam COLREG 1972 yang
dilakukan oleh pemilik kapal dan nahkoda serta awak kapal saat ini dengan harapan dari pemerintah. Hasil
perhitungan analisis gap dapat dilihat pada Tabel 2.
Setelah dilakukan analisis gap, maka diketahui nilai gap untuk masing-masing pelayanan. Kategori yang
diberikan untuk masing-masing pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Nilai gap < 60% termasuk pada kategori kurang;
b. Nilai gap antara 60 - < 80% termasuk kategori cukup;
c. Nilai gap > 80 - <100% termasuk kategori baik dan
d. Nilai gap > 100% termasuk kategori sangat baik.
Tabel 1.
Hasil Perhitungan Analisis Gap terhadap Opini Respinden terhadap Penerapan COLREG 1972 oleh Syahbandar Pelabuhan Bitung
No. Pernyataan Rata-rata
Saat Ini
Rata-rata
Harapan
Gap %
1. Pemahaman Syahbandar mengenai ketentuan COLREG 1972 3,75 4,5 -0,17 83,3
2. Kompetensi Syahbandar mengenai ketentuan COLREG 1972 3,75 4,5 -0,17 83,3
3. Ketelitian Syahbandar dalam memeriksa persyaratan yang diperintahkan dalam
COLREG 1972 saat akan mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);
3,75 4,5 -0,17 83,3
4. Ketegasan Syahbandar dalam memeriksa persyaratan yang diperintahkan dalam COLREG 1972 saat akan mengeluarkan SPB apabila ditemui kapal tidak
mematuhi aturan COLREG 1972;
3,75 4,5 -0,17 83,3
5. Pengetahuan Syahbandar tentang komputerisasi yang berkaitan dengan peralatan bantu navigasi yang diatur dalam COLREG 1972;
3,75 4,5 -0,17 83,3
6. Kemampuan Syahbandar dan petugas pandu menghadapi kondisi darurat; 3,75 4,5 -0,17 83,3
7. Jumlah petugas pandu; 3,75 4,5 -0,17 83,3
8. Kompetensi dan kualitas petugas pandu. 3,75 4,5 -0,17 83,3
Page 62
Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 53
Dengan kategori diatas, secara umum dapat didapatkan hasil bahwa pelayanan kapal dan barang menurut
responden dinilai cukup dan baik, dengan nilai gap untuk keseluruhan variabel berada di nilai antara 60% untuk nilai
terendah dan 80% untuk nilai tertinggi. Untuk kriteria status gap, seluruh variabel dalam analisis masuk kedalam
kriteria cukup dengan kisaran gap -0,4 < < -0,2 atau 60 < (1+ ) x 100% < 80.
Analisis mengenai penerapan ketentuan-ketentuan COLREG 1972 diatas kapal dilakukan terhadap kapal
berbendera Indonesia yang singgah di Pelabuhan Bitung. Aspek-aspek yang akan dianalisis meliputi prosedur
pengelolaan kapal, aturan sistem kemudi dan pelayaran, lampu dan bentuk lampu, sinyal bunyi dan lampu, serta
penempatan dan perincian teknis isyarat bunyi dan lampu. Berikut disampaikan tabel perbandingan antara ketentuan
yang diwajibkan dalam COLREG 1972 dengan penerapan oleh pemilik kapal dan nahkoda.
3.1. Prosedur Pengelolaan Kapal
Dalam Tabel 3 disampaikan prosedur yang dilakukan oleh nahkoda atau perwira jaga untuk menjaga agar kapal
terhindar dari ancaman tubrukan di laut, serta bagaimana ketentuan-ketentuan yang diatur dalam COLREG 1972.
Tabel 2.
Hasil Perhitungan Analisis Gap Opini Responden terhadap Penerapan COLREG 1972 oleh Pemilik Kapal, Nahkoda dan Awak Kapal
No. Pernyataan Rata-rata Saat
Ini
Rata-rata
Harapan
Gap %
1. Pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal tentang ketentuan COLREG 1972
3,00 5 -0,40 60
2. Kompetensi nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan
COLREG 1972
3,00 5 -0,40 60
3. Pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi yang
berkaitan dengan peralatan bantu navigasi yang diatur dalam COLREG 1972
3,00 5 -0,40 60
4. Ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal 3 5 -0,40 60
5. Kondisi alat navigasi diatas kapal 3 5 -0,40 60
6. Profesionalisme dan kualitas nahkoda dan awak kapal sesuai dengan
ketentuan STCW
4,00 5 -0,20 80
7. Rata-rata jumlah awak kapal yang bertugas diatas kapal 3 5 -0,40 60
8. Pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal 4 5 -0,20 80
9. Prosedur pengawasan keliling diatas kapal 4 5 -0,2 80
10. Kemampuan nahkoda dan awak kapal menghadapi kondisi darurat 4 5 -0,2 80
Sumber: Data diolah
Tabel 3.
Prosedur pengelolaan kapal terhadap kapal yang menjadi objek survei
No. Posisi Kapal Prosedur Ketentuan dalam COLREG 1972
1. Jika dua kapal sedang berlayar
saling mendekat dari arah berlawanan
a. Membunyikan suling pendek
atau menggunakan lampu jalan kapal;
b. Mengarahkan kapal menghindar
dari kecelakaan dengan saling memberikan tanda isyarat;
c. Memberikan komunikasi radio
CN16 Pasing Port Send 1 STDU BOR said kanan atau kiri.
a. Apabila masing-masing kapal nebdapat angin pada sisi yang
berbeda, maka kapal yang mendapat angin pada sisi kiri harus menjaga jarak;
b. Apabila kedua kapal mendapat angin pada sisi yang sama, maka
kapal yang bergerak searah dengan angin harus menjada jarak dengan kapal yang bergerak berlawanan dengan angin;
c. Apabila kapal yang mendapat angin pada sisi kiri melihat kapal
lain bergerak searah dengan angin dan tidak dapat memastikan apakah kapal lain tersebut mendapat angin pada sisi kiri atau
kanan, maka kapal tersebut harus menjaga jarak.
2. Jika satu kapal mendahului
kapal lain
a. Menggunakan isyarat bunyi;
b. Memberikan kesempatan bagi kapal untuk mendahului;
c. Memberikan isyarat dua tiupan
panjang dan satu tiupan pendek.
Tidak dijelaskan secara detail, namun kapal yang mendahului harus
menjaga jarak dengan kapal yang didahului
3. Jika dua kapal berada pada arah yang hampir berhadapan
sehingga menghadapi resiko
bertubrukan
a. Menggunakan lampu sorot panjang dan tiga suling panjang;
b. Diantara kapal harus
menyimpang dari garis haluan.
a. Masing-masing kapal harus berubah arahnya ke sebelah kanan sehingga keduanya akan bersimpangan pada sisi kiri masing-
masing;
b. Apabila kapal mengalami keraguan apakah situasi bertubrukan akan terjadi maka kapal tersebut harus yakin bahwa itu akan
terjadi dan melakukan upaya perubahan arah.
4. Jika dua kapal bersimpangan a. Menggunakan isyarat bahaya
dan meniup dua suling pendek selama satu detik;
b. Memperhatikan haluan dengan
kecepatan kapal yang menyimpang.
Kapal yang sisi kanannya menghadap kapal lainnya harus menjaga
jarak atau jika keadaan memungkinkan maka menghindari persimpangan dengan kapal tersebut.
Sumber: Hasil survei
Page 63
54 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57
3.2. Isyarat Bunyi, Lampu serta Penempatannya
Dalam Tabel 4 dan Tabel 5 disampaikan perlengkapan-perlengkapan pencegahan terjadinya potensi tubrukan
yang berada diatas kapal serta perbandingannya dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam COLREG 1972.
Selain itu juga disampaikan mengenai upaya-upaya yang dilakukan nahkoda atau perwira jaga untuk menjaga kapal
tidak terlibat tubrukan dengan kapal lain apabila kapal saling bertemu satu sama lain.
Setelah dilakukan analisis gap terhadap untuk mengetahui penilaian tingkat penerapan COLREG 1972 yang
dipahami dan dilaksanakan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal, serta untuk mengetahui penilaian tingkat
penerapan COLREG 1972 yang dipahami dan dilaksanakan oleh Syahbandar selaku regulator, maka penerapan
COLREG 1972 oleh Syahbandar di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Bitung telah dianggap baik,
namun perlu dilakukan peningkatan. Hal ini ditunjukan dari masih adanya gap akan pelayanan yang dirasakan oleh
dengan harapan yang diinginkan. Angka gap untuk keseluruhan aspek yang dinilai berkisar di -0,17 dengan
presentase sebesar 83,3%. Meski telah menunjukkan hasil yang baik, namun Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Bitung perlu meningkatkan performa kinerja dan kompetensinya untuk dapat melakukan pelayanan
kepada pengguna jasa dengan tidak ada kesenjangan yang dirasakan.
Mengenai analisis gap yang dilakukan terhadap pengguna jasa, dalam hal ini nahkoda dan awak kapal, yang
dilakukan oleh Syahbandar selaku regulator menunjukkan bahwa secara umum penerapan terhadap COLREG 1972
yang dilaksanakan oleh nahkoda dan awak kapal dikategorikan sebagai cukup dan baik. Terdapat beberapa aspek
yang dianggap telah baik, dengan nilai gap rata-rata -0,20 adalah:
1. Profesionalisme dan kualitas nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan STCW;
2. Pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal;
3. Prosedur pengawasan keliling diatas kapal; dan
4. Kemampuan nahkoda dan awak kapal menghadapi kondisi darurat.
Tabel 4.
Isyarat bunyi serta penempatannya
Peralatan Keterangan Diatas Kapal Ketentuan dalam COLREG 1972
Isyarat lampu: Dari 9 kapal yang menjadi objek survei, seluruhnya
memiliki perlengkapan lampu
Setiap kapal wajib memiliki lampu antara lain lampu tiang tengah ke
arah depan, lampu tiang pendukung yang terletak di belakang, lampu
lambung dan lampu buritan.
a. Jangkauan lampu Dari 9 kapal yang menjadi objek survei tidak
seluruhnya mencantumkan ukuran panjang kapal,
namun untuk sampel kapal terdapat dua kapal yang mencantumkan ukuran yaitu kapal dengan panjang
123 meter dan 36 meter. Untuk kapal yang disurvei
dengan panjang 123 meter, jangkauan lampunya adalah 1 (satu) mil, sedangkan untuk kapal yang
disurvei dengan panjang 36 meter, jangkauan
lampunya juga 1 (satu) mil
a. Panjang kapal ≥ 50 m:
1) lampu tengah 6 mil
2) lampu lambung, buritan, tandu dan keliling 3 mil b. Panjang kapal 12 – 50 m:
1) lampu tengah 5 mil, kecuali kapal yang panjangnya kurang
dari 20 m, 3 mil 2) lampu lambung, buritan, tandu dan keliling 2 mil
c. Panjang kapal < 12 m:
1) lampu tengah 2 mil 2) lampu lambung 1mil
3) lampu buritan dan tandu 2 mil
b. Jumlah Setiap kapal bervariasi dari 5 (lima) buah hingga 20
buah
Setidaknya terdapat 4 (empat) lampu yang harus dinyalakan oleh
kapal yang sedang berlayar, yaitu lampu tiang tengah ke arah depan, lampu tiang pendukung yang terletak di belakang, lampu lambung
dan lampu buritan. Untuk kapal < 20 meter, lampu-lampu tersebut
dapat digabungkan menjadi satu sinar yang ditempatkan di atau
dekat puncak tiang.
c. Penempatan Lampu-lampu pada kapal yang menjadi objek survei
pada umumnya ditempatkan di sebelah kiri kapal, kanan kapal, jalan, tiang, belakang atas, belakang
bawah, haluan, buritan, dek, mesin dan anjungan.
Lampu-lampu pada kapal ditempatkan di atas dek tengah kapal,
haluan (di kanan dan kiri) dan buritan.
d. Warna a. Warna hijau ditempatkan di sebelah kiri kapal;
b. Warna merah ditempatkan di sebelah kanan kapal; c. Warna merah untuk lampu jalan;
d. Warna biru untuk lampu tiang;
e. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk anjungan berwarna merah dan hijau;
f. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk buritan
berwarna merah dan putih; g. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk haluan
berwarna merah dan hijau;
h. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk dek berwarna putih dan hijau.
a. Lampu yang dipasang di atas dek tengah kapal berwarna putih;
b. Lampu yang dipasang di haluan (di kanan dan kiri) berwarna hijau;
c. Lampu yang dipasang di buritan berwarna putih.
Page 64
Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 55
Sedangkan aspek yang penerapannya dianggap rendah dan perlu ditingkatkan dengan nilai gap -0,40 adalah:
1. Pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal tentang ketentuan COLREG 1972;
2. Kompetensi nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan COLREG 1972;
3. Pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi yang berkaitan dengan peralatan bantu navigasi
yang diatur dalam COLREG 1972;
4. Ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal;
5. Kondisi alat navigasi diatas kapal; dan
6. Rata-rata jumlah awak kapal yang bertugas diatas kapal.
Dapat dilihat dari analisis diatas bahwa aspek yang telah dinilai baik adalah aspek yang terkait dengan SDM dan
prosedur pengawasan keliling diatas kapal. Sedangkan aspek yang dianggap masih rendah dan perlu ditingkatkan
adalah aspek yang terkait dengan implementasi COLREG 1972, baik mengenai pemahaman, kompetensi,
pengetahuan serta peralatan diatas kapal. Terkait dengan aspek yang dianggap telah baik tersebut masih perlu
peningkatan karena masih terdapat unsur kesenjangan, namun perlu digarisbawahi bahwa nahkoda dan awak kapal
yang melakukan singgah di Pelabuhan Bitung telah dianggap profesional dan sesuai dengan yang dipersyaratkan
dalam STCW. Kesenjangan yang masih terjadi dapat diatasi dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan lanjutan
dan lebih profesional terhadap nahkoda dan awak kapal, termasuk yang perlu mendapat perhatian adalah pelatihan
dalam menghadapi kondisi darurat, seperti bahaya dan ancaman tubrukan kapal. Aspek yang telah dianggap cukup
baik juga adalah aspek pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal dan prosedur pengawasan keliling diatas
kapal.
Berdasarkan hasil ini dapat disampaikan bahwa pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal telah dianggap
baik, namun masih diperlukan peningkatan. Dalam rangka itu, peningkatan yang dimaksud dapat dilakukan dengan
Tabel 5.
Isyarat lampu serta penempatannya
Peralatan Keterangan Diatas Kapal Ketentuan dalam COLREG 1972
Isyarat bunyi:
a. Suling Dari 8 (delapan) kapal yang menjadi objek survei, sebanyak 4 (empat) kapal yang memiliki suling, 3
(tiga) kapal yang tidak memiliki suling dan 1 (satu)
kapal tidak menjawab.
Setiap kapal dengan panjang 12 meter atau lebih harus dilengkapi dengan suling (kurang dari 12 meter tidak diwajibkan namun bila
tidak memasangnya, harus dilengkapi dengan alat lain yang
menghasilkan bunyi yang sama, kapal dengan panjang ≥ 20 meter harus dilengkapi dengan suling dan genta dan kapal dengan panjang
≥ 100 meter harus dilengkapi dengan gong atau dapat diganti dengan
perlengkapan lain yang mempunyai ciri bunyi yang sama.
b. Jumlah Setiap kapal yang menjadi objek survei rata-rata memiliki 1 (satu) suling diatas kapal.
Setiap kapal diwajibkan untuk melengkapi dengan sebuah suling/genta/gong.
c. Frekuensi dasar Dari seluruh kapal yang menjadi objek survei,
sebanyak 2 (dua) kapal yang memberikan keterangan
frekuensi, yaitu 17 – 27 Hz (baik untuk kapal ukuran 123 meter dan 36 meter).
a. 70 – 200 Hz bagi kapal dengan panjang 2000 meter atau lebih;
b. 130 – 350 Hz bagi kapal dengan panjang 75 – 200 meter;
c. 250 – 700 Hz bagi kapal yang panjangnya kurang dari 75 meter.
d. Penempatan Secara umum, semua kapal yang menjadi objek survei
menempatkan suling di haluan tiang/anjungan atau
depan komando.
Arah lurus ke depan.
e. Isyarat bunyi jika kapal saling melihat
satu sama lain dalam
keadaan normal
f. Isyarat bunyi kapal saling bertemu:
1) Keadaan normal Satu suling pendek dan tiupan panjang. a. Satu tiupan pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke kanan”;
b. Dua tiupan pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke kiri”;
c. Tiga tiupan pendek berarti “mesin saya sedang bergerak mundur”.
2) Dalam alur
pelayaran yang
sempit
Dua tiupan suling panjang dan satu tiupan suling
pendek.
a. Dua tiupan panjang diikuti satu tiupan pendek berarti “saya
hendak menyusul dari sisi kanan”
b. Dua tiupan panjang diikuti satu tiupan pendek berarti “saya
hendak menyusul dari sisi kiri”
c. Persetujuan kapal yang akan disusul adalah satu tiupan panjang,
satu tiupan pendek, satu tiupan pendek secara berurutan.
3) Dalam penglihatan
terbatas
Dua sampai tiga tiupan suling panjang dan satu tiupan suling pendek.
Satu tiupan panjang.
4) Bahaya atau
membutuhkan pertolongan
Isyarat bahaya yang digunakan adalah parasut, smoke,
rerdhand, sirine dan tiga tiupan suling pendek dan satu tiupan suling panjang.
Beberapa isyarat seperti tembakan senjata, telegrap radio (SOS),
telepon radio (MAYDAY), NC, bendera segi empat yang dibawah atau diatasnya sebuah bola atau sesuatu yang berupa bola, nyala api,
asap warna jingga, dan lain-lain.
Page 65
56 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57
cara pemilik kapal menganalisis kembali kebutuhan perwira yang dibutuhkan diatas kapal, serta menganalisis
kembali prosedu-prosedur diatas kapal, agar lebih efektif dan efisien, sehingga memudahkan nahkoda dan awak
kapal dalam menjalankan tugasnya. Terkait dengan aspek yang dianggap masih rendah dan perlu ditingkatkan adalah
aspek yang terkait dengan implementasi COLREG 1972, dalam hal ini perlu perhatian besar baik dari pemilik kapal,
selaku yang bertanggung jawab atas tersedianya perlengkapan standar pencegahan tubrukan di laut dan pemerintah
dalam hal ini yang membidangi pendidikan dan pelatihan untuk dapat melaksanakan diklat yang terkait dengan
COLREG 1972. Selain itu juga dapat dilaksanakan sosialisasi COLREG 1972 kepada pemilik kapal, nahkoda dan
awak kapal, terlebih pada mereka yang berada di daerah, sehingga seluruh pelaku keselamatan pelayaran mengetahui
ketentuan ini.
Aspek dengan nilai gap yang cukup tinggi dan perlu perbaikan adalah rata-rata jumlah awak kapal yang
bertugas diatas kapal. Hal ini perlu diperhatikan oleh pemilik kapal untuk menyediakan jumlah awak kapal yang
sesuai dengan kebutuhan, serta pengawasan yang lebih intensif oleh Syahbandar terhadap rata-rata jumlah awak
kapal yang bertugas diatas kapal.
Dari tabel 3 telah dijelaskan mengenai prosedur pengelolaan kapal yang dilakukan oleh nahkoda atau perwira
jaga dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam COLREG 1972. Terkait dengan pencegahan tubrukan kapal
di laut dalam kondisi dua kapal berada pada arah yang hampir berhadapan sehingga menghadapi resiko bertubrukan,
maka yang harus dilakukan adalah masing-masing kapal harus berubah arahnya ke sebelah kanan sehingga keduanya
akan bersimpangan pada sisi kiri masing-masing dan apabila kapal mengalami keraguan apakah situasi bertubrukan
akan terjadi maka kapal tersebut harus yakin bahwa itu akan terjadi dan melakukan upaya perubahan arah,
memperdengarkan sekurang-kurangnya 5 (lima) tiupan pendek dan tiupan panjang dan ditambah dengan isyarat
cahaya paling sedikit 5 (lima) perling pendek dan cepat. Pada jawaban yang diberikan oleh nahkoda menjadi objek
survei adalah menggunakan lampu sorot panjang dan tiga suling panjang dan diantara kapal harus menyimpang dari
garis haluan. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa pemahaman nahkoda dan awak kapal terhadap prosedur
pencegahan resiko tubrukan yang diatur dalam COLREG 1972 perlu ditingkatkan. Dapat dilihat bahwa nahkoda dan
awak kapal belum dapat mengimplementasikan langkah yang harus dilakukan dalam mencegah tubrukan. Oleh
karena itu, sosialisasi dan diklat penting untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi nahkoda dan awak kapal
mengenai hal tersebut.
Dari Tabel 4 dan 5 dapat diketahui bahwa beberapa kapal telah mematuhi perlengkapan pencegahan tubrukan di
laut yang disyaratkan dalam COLREG 1972, seperti penempatan, pemasangan dan jumlah lampu, penyediaan suling
atau isyarat bunyi lainnya. Namun, perlu ditingkatkan lagi terkait dengan jangkauan lampu beserta warna yang tepat.
Terkait dengan penyediaan suling, dari 8 (delapan) kapal yang menjadi objek survei, sebanyak 4 (empat) kapal
memiliki suling, 3 (tiga) kapal tidak memiliki suling dan 1 (satu) kapal tidak menjawab. Namun, tidak terdapat
informasi lebih lanjut mengenai pengganti suling pada kapal yang tidak dilengkapi dengan suling karena sesuai
dengan ketentuan COLREG 1972 bahwa kapal dengan ukuran kurang dari 12 meter tidak diwajibkan namun bila
tidak memasangnya, harus dilengkapi dengan alat lain yang menghasilkan bunyi yang sama Terkait dengan
jangkauan lampu, terdapat kapal yang jangkauan lampunya masih tergolong sangat pendek dibandingkan dengan
ukuran kapalnya yang panjang. Selain itu, warna lampu juga belum diterapkan secara tepat sesuai dengan ketentuan
yang disyaratkan dalam COLREG 1972. Seperti lampu yang dipasang di atas dek tengah kapal harus berwarna putih,
namun beberapa kapal masih menempatkan lampu warna hijau di dek. Lampu yang dipasang di haluan (kanan dan
kiri) harus berwarna hijau, namun beberapa kapal masih menempakan lampu warna merah. Lampu yang dipasang di
buritan harus berwarna putih, namun beberapa kapal masih menempatkan lampu warna merah. Hal yang harus
dilakukan adalah pemilik kapal perlu memperbaiki perlengkapan isyarat bunyi dan lampu untuk mencegah
terjadinya tubrukan yang disebabkan oleh perbedaan pemahaman antara satu kapal dengan kapal lain.
4. Kesimpulan
Aspek yang telah dinilai baik adalah aspek yang terkait dengan SDM dan prosedur pengawasan keliling diatas
kapal. Sedangkan aspek yang dianggap masih rendah dan perlu ditingkatkan adalah aspek yang terkait dengan
implementasi COLREG 1972, baik mengenai pemahaman, kompetensi, pengetahuan serta peralatan diatas kapal.
Penerapan ketentuan dalam COLREG 1972 telah dianggap baik, namun masih diperlukan peningkatan, aspek yang
telah diterapkan dengan baik, antara lain:
1. Profesionalisme dan kualitas nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan STCW;
2. Pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal;
3. Prosedur pengawasan keliling diatas kapal; dan
4. Kemampuan nahkoda dan awak kapal menghadapi kondisi darurat.
Sedangkan yang dianggap masih rendah dan memerlukan peningkatan, yaitu:
1. Pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal tentang ketentuan COLREG 1972;
2. Kompetensi nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan COLREG 1972;
3. Pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi yang berkaitan dengan peralatan bantu navigasi
yang diatur dalam COLREG 1972;
Page 66
Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 57
4. Ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal;
5. Kondisi alat navigasi diatas kapal; dan
6. Rata-rata jumlah awak kapal yang bertugas diatas kapal.
Nahkoda dan awak kapal belum dapat mengimplementasikan langkah yang harus dilakukan dalam mencegah
tubrukan, seperti yang disyaratkan dalam COLREG 1972. Namun, sesuai dengan hasil pengamatan, beberapa kapal
telah mematuhi perlengkapan pencegahan tubrukan di laut yang disyaratkan dalam COLREG 1972, seperti
penempatan, pemasangan dan jumlah lampu, penyediaan suling atau isyarat bunyi lainnya. Namun, perlu
ditingkatkan lagi terkait dengan jangkauan lampu beserta warna yang tepat.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh peneliti Puslitbang Transportasi Laut dan SDP yang
membantu dalam kajian ini.
Daftar Pustaka
Hobbystar H, Parlin. Analisis Penerapan Collision Regulation 1972 Terhadap Keselamatan Pelayaran Kapal Milik PT Serunting Sriwijaya
Palembang Tahun 2007. http://expressclass.blogspot.com/2009/02/analisis-penerapan-collision-regulation.html
Jinca, M. Yamin. Transportasi Laut Analisis Sistem dan Studi Kasus. 2011. Surabaya: Brilian Internasional.
Malisan, Johny. Analisis Kecenderungan Kecelakaan Kapal di Indonesia. Dalam Warta Penelitian Perhubungan. 2009. Jakarta: Badan Litbang
Perhubungan.
Riduwan. Metode dan Tehnik Menyusun Proposal Penelitian. 2009. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. 2009. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.