Top Banner
JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 92 ISSN 2580-2801 JUS TEKNO Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL PLASTIK SEBAGAI MEDIA PENGUJIAN Eko Kiswoyo Program Studi Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi Duta Bangsa ABSTRAK Uji flammability adalah pengujian suatu material/bahan untuk mengetahui tingkat kemudahan terbakar (flammable). Pengujian ini merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan kelayakan suatu material/bahan agar aman untuk digunakan. Uji flammability ini dilakukan dengan melakukan test / percobaan material plastik dengan dibakar dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan standart yang digunakan. Sehingga dapat diketahui tingkat kemudahan terbakar (flammable) dari material plastik tersebut. Pada pengujian flammability sangat erat berkaitan dengan perpindahan panas. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui besaran laju perpindahan panas konduksi yang terjadi pada dinding alat uji flammability tanpa isolasi dan dengan isolasi (rockwool) dan energi kalor yang di hasilkan dalam ruang uji. Dari data yang diperoleh, pada alat uji flammability dengan tebal dinding (besi) 3mm dan tebal isolasi rockwool 30 mm dengan suhu di dalam dinding 70C, diluar dinding 63C dan suhu lingkungan 30C didapatkan perhitungan laju perpindahan panas konduksi pada dinding besi ruang uji tanpa isolasi masing - masing permukaan sebagai berikut: Permukaan 1 sebesar 73,71 Watt, Permukaan 2 sebesar 11.838,17 Watt, Permukaan 3 sebesar 21.892,5 Watt, Permukaan 4 sebesar 11.838,17 Watt, Permukaan 5 sebesar 12.649 Watt. Dan perhitungan perpindahan panas konduksi pada dinding ruang uji dengan isolasi ( rockwool ) masing - masing permukaan sebagai berikut: Permukaan 2 sebesar 3,70 Watt, Permukaan 3 sebesar 6,84 Watt, Permukaan 4 sebesar 3,70 Watt, Permukaan 5 sebesar 3,95 Watt, Permukaan 6 sebesar 3,95 Watt dan perhitungan energi kalor yang dihasilkan di dalam ruang uji sebesar 1149,73 Joule. Kata kunci : flammability, perpindahan panas konduksi, energi kalor. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Uji flammability adalah pengujian suatu material/bahan untuk mudah terbakar / menyala. Pengujian ini merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan kelayakan suatu material/bahan agar aman untuk digunakan. Pada pengujian flammability sangat erat berkaitan dengan perpindahan panas maka dari itu penulis menjadikan topik perpindahan panas ini sebagai topik yang akan dibahas dalam penyusunan penelitian ini. Perpindahan panas dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam proses industri. Pada kebanyakan proses diperlukan pemasukan atau pengeluaran panas untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk pemrosesan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Secara umum perpindahan panas merupakan berpindahnya energi panas dari satu daerah ke daerah lainnya
18

ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

Jul 28, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 92

ISSN 2580-2801

JUS TEKNO Jurnal Sains & Teknologi

PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA

PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL PLASTIK SEBAGAI

MEDIA PENGUJIAN

Eko Kiswoyo

Program Studi Teknik Mesin

Sekolah Tinggi Teknologi Duta Bangsa

ABSTRAK

Uji flammability adalah pengujian suatu material/bahan untuk mengetahui tingkat kemudahan terbakar

(flammable). Pengujian ini merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan kelayakan suatu

material/bahan agar aman untuk digunakan. Uji flammability ini dilakukan dengan melakukan test /

percobaan material plastik dengan dibakar dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan standart

yang digunakan. Sehingga dapat diketahui tingkat kemudahan terbakar (flammable) dari material plastik

tersebut. Pada pengujian flammability sangat erat berkaitan dengan perpindahan panas. Tujuan dari

analisa ini adalah untuk mengetahui besaran laju perpindahan panas konduksi yang terjadi pada dinding

alat uji flammability tanpa isolasi dan dengan isolasi (rockwool) dan energi kalor yang di hasilkan dalam

ruang uji. Dari data yang diperoleh, pada alat uji flammability dengan tebal dinding (besi) 3mm dan tebal

isolasi rockwool 30 mm dengan suhu di dalam dinding 70ᵒC, diluar dinding 63ᵒC dan suhu lingkungan 30ᵒC

didapatkan perhitungan laju perpindahan panas konduksi pada dinding besi ruang uji tanpa isolasi

masing - masing permukaan sebagai berikut: Permukaan 1 sebesar 73,71 Watt, Permukaan 2 sebesar

11.838,17 Watt, Permukaan 3 sebesar 21.892,5 Watt, Permukaan 4 sebesar 11.838,17 Watt, Permukaan 5

sebesar 12.649 Watt. Dan perhitungan perpindahan panas konduksi pada dinding ruang uji dengan isolasi

( rockwool ) masing - masing permukaan sebagai berikut: Permukaan 2 sebesar 3,70 Watt, Permukaan 3

sebesar 6,84 Watt, Permukaan 4 sebesar 3,70 Watt, Permukaan 5 sebesar 3,95 Watt, Permukaan 6 sebesar

3,95 Watt dan perhitungan energi kalor yang dihasilkan di dalam ruang uji sebesar 1149,73 Joule.

Kata kunci : flammability, perpindahan panas konduksi, energi kalor.

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Uji flammability adalah pengujian suatu

material/bahan untuk mudah terbakar /

menyala. Pengujian ini merupakan hal yang

sangat penting untuk menentukan

kelayakan suatu material/bahan agar aman

untuk digunakan. Pada pengujian

flammability sangat erat berkaitan dengan

perpindahan panas maka dari itu penulis

menjadikan topik perpindahan panas ini

sebagai topik yang akan dibahas dalam

penyusunan penelitian ini.

Perpindahan panas dari suatu zat ke zat

lain seringkali terjadi dalam proses industri.

Pada kebanyakan proses diperlukan

pemasukan atau pengeluaran panas untuk

mencapai dan mempertahankan keadaan

yang dibutuhkan sewaktu proses

berlangsung. Kondisi pertama yaitu

mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk

pemrosesan, terjadi umpamanya bila

pengerjaan harus berlangsung pada suhu

tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan

jalan pemasukan atau pengeluaran kalor.

Kondisi kedua yaitu mempertahankan

keadaan yang dibutuhkan untuk operasi

proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm

dan endoterm. Secara umum perpindahan

panas merupakan berpindahnya energi

panas dari satu daerah ke daerah lainnya

Page 2: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 93

sebagai akibat dari perbedaan suhu diantara

kedua daerah tersebut.

Secara umum ada tiga cara perpindahan

panas yang berbeda yaitu: konduksi,

radiasi dan konveksi. Jika kita berbicara

secara tepat, maka hanya konduksi dan

radiasi dapat digolongkan sebagai proses

perpindahan panas, karena hanya kedua

mekanisme ini yang tergantung pada beda

suhu. Sedangkan konveksi tidak secara

tepat memenuhi definisi perpindahan

panas, karena untuk perpindahannya

bergantung pada transport massa mekanik.

Tetapi karena konveksi juga menghasilkan

perpindahan energi dari daerah yang

bersuhu lebih tinggi ke daerah yang lebih

rendah, maka istilah konveksi telah

diterima secara umum.

Joseph Fourier adalah salah seorang

yang mempelajari proses perpindahan

panas secara konduksi. Pada tahun 1822,

Joseph Fourier telah merumuskan

hukumnya yang berkenaan dengan

konduksi. Tinjauan terhadap peristiwa

konduktif dapat diambil dengan berbagai

macam cara. Pada prinsipnya berakar dari

hukum Fourier, mulai dari subjek yang

sederhana yaitu hanya sebatang logam

(composite bar). Banyak faktor yang

mempengaruhi peristiwa konduksi.

Diantaranya pengaruh luas penampang

yang berbeda, pengaruh geomeri, pengaruh

permukaan kontak, pengaruh adanya

insulasi dan lain-lainnya. Faktor-faktor

tersebut nantinya akan sangat berpengaruh

pula pada saat kita melakukan perhitungan

dalam panas konduksi ini.

Pada percobaan ini kita akan membahas

perpindahan panas secara konduksi pada

alat uji flammability untuk material plastik

yang dijadikan sebagai objek yang

dianalisa. Mengingat peranan plastik yang

sangat signifikan dalam kehidupan manusia

tentunya sangat berbahaya sekali apabila

tidak dilakukan pengujian terhadap bahan

plastik tersebut. Baik pengujian terhadap

kekuatan , keuletan , keelastisan dan

flammability (ketahanan bakar).

Dalam kesempatan ini penulis akan

mengangkat topik tentang analisa

perpindahan panas pada alat uji

flammability untuk material yang

digunakan pada interior yang dipakai dalam

dunia otomotif yang mayoritas berbahan

dasar plastik.

Melihat betapa pentingnya pengujian

tersebut maka penulis akan membuat judul

“ANALISA PERPINDAHAN PANAS

KONDUKSI PADA ALAT UJI

FLAMMABILITY UNTUK MATERIAL

PLASTIK”.

Oleh karena itu penulis mencoba

menganalisa alat uji flammability material

plastik ini kedalam penelitian yang

merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi dan mendapatkan

gelar Sarjana Teknik Mesin jurusan Teknik

Mesin di Sekolah Tinggi Teknologi Duta

Bangsa.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang yang

mendorong penulisan penelitian, maka ada

beberapa rumusan masalah yang muncul

sebagai pertanyaan pedoman agar sesuai

dengan apa yang penulis inginkan. Diantara

rumusan masalah tersebut adalah :

1. Berapa besar laju perpindahan panas

konduksi alat uji flammability tersebut.

2. Pengaruh bahan isolasi terhadap laju

perpindahan panas pada alat tersebut.

1.3 Pembatasan Masalah

Hal – hal yang akan dilakukan pada

penulisan laporan ini dibatasi pada

masalah yang akan dibahas, yaitu:

1. Dalam perhitungan diasumsikan :

a. Kondisi stedy state.

b. Permukaan plat rata

c. Efek radiasi diabaikan.

d. Sumber panas yang digunakan

berbahan bakar LPG.

Page 3: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 94

e. Temperatur dan kelembaban

udara di luar alat uji di anggap

konstan.

2. Penulis tidak membahas

karakteristik aliran udara yang

melalui material uji.

3. Penulis hanya membahas

perpindahan panas konduksi pada

dinding ruang uji secara umum.

4. Penulis tidak membahas rancangan

kontruksi alat, kontrol dan

konsumsi LPG.

1.4 Tujuan Analisa

Secara umum tujuan dari

diambilnya topik mengenai

“ANALISA PERPINDAHAN

PANAS KONDUKSI PADA ALAT

UJI FLAMMABILITY UNTUK

MATERIAL PLASTIK” yang akan

disusun pada penelitian ini adalah:

1. Mengetahui besaran laju

perpindahan panas yang terjadi

pada dinding alat uji flammability

tanpa isolasi dan dengan isolasi.

2. Untuk mengetahui energi kalor

yang dihasilkan pada ruang uji

flammability.

1.5 Manfaat Penelitian

Secara teknis :.

Memahami perhitungan dan

perpindahan panas konduksi pada alat

uji flammability.

Secara ekonomis :

Diharapkan dengan adanya bahan

isolasi dapat mengurangi kerugian

panas yang hilang (heat lose) sehingga

dapat mengurangi konsumsi bahan

bakar.

2. Landasan teori

2.1 Kalor

Kalor adalah salah satu bentuk energi,

jika suatu zat melepas atau menerima kalor,

maka ada dua kemungkinan yang terjadi.

Yang pertama adalah terjadinya perubahan

temperatur dari zat tersebut. Kalor yang

seperti ini disebut kalor sensibel (sensible

heat). Dan yang kedua terjadi perubahan

fasa zat, kalor seperti ini disebut kalor laten

(laten heat).

2.1.1 Kalor sensibel (Sensible Heat)

Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya, apabila suatu zat menerima

kalor sensibel maka akan mengalami

peningkatan temperatur, namun jika zat

tersebut melepas kalor sensibel maka

mengalami penurunan temperatur.

Persamaan kalor sensibel sebagai

berikut :

..... ............(2.1)

Dimana :

Q = Besaran energi kalor (joule)

m = massa (kg)

cp = Kalor jenis (Joule / kg°C)

ΔT = Perubahan suhu (°C)

2.1.1 Kalor Laten (Latent Heat)

Jika suatu zat melepas atau menerima

kalor, pada awalnya akan terjadi perubahan

temperatur, namun demikian hal tersebut

suatu saat akan mencapai keadaan jenuhnya

dan menyebabkan perubahan fase. Kalor

yang demikian itu disebut kalor laten. Pada

suatu zat terdapat dua macam kalor laten,

yaitu kalor laten peleburan atau pembekuan

dan kalor laten penguapan atau

pengembunan. Kalor laten suatu zat

biasanya lebih besar dari kalor sensibelnya,

hal ini karena diperlukan energi yang besar

untuk merubah fase suatu zat.

Page 4: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 95

Gambar 2.1 Energi Refrigeration

and air-conditioning

Secara umum kalor laten yang

digunakan untuk merubah fase suatu zat

dirumuskan dengan :

Q = m . h1..........................................(2.2)

Dimana :

Q = Energi yang diterima atau dilepas suatu

zat (Joule)

h1= Kalor laten (Kj/kg)

Hubungan antara energi kalor dengan

laju perpindahan kalor yang terjadi adalah

sebagai berikut :

..............................(2.3)

Dimana :

Q = Energi yang diterima atau dilepas

suatu zat (Joule)

q = Laju perpindahan kalor (Watt)

= Waktu yang dibutuhkan untuk

memindahkan energi kalor (s)

2.2 Perpindahan Kalor ( J.P.Holman,

1994:1 )

Perpindahan kalor (heat transfer) ialah

ilmu untuk meramalkan perpindahan energi

yang terjadi karena adanya perbedaan suhu

di antara benda atau material. Dari

termodinamika telah kita ketahui bahwa

energi yang pindah itu dinamakan kalor

atau panas (heat). Ilmu perpindahan kalor

tidak hanya mencoba menjelaskan

bagaimana energi kalor itu berpindah dari

suatu benda ke benda lain, tetapi juga dapat

meramalkan laju perpindahan yang terjadi

pada kondisi-kondisi tertentu. Kenyataan di

sini yang menjadi sasaran analisis ialah

masalah laju perpindahan, inilah yang

membedakan ilmu perpindahan kalor dari

ilmu termodinamika.Termodinamika

membahas sistem dalam keseimbangan,

ilmu ini dapat digunakan untuk meramal

energi yang diperlukan untuk mengubah

sistem dari suatu keadaan seimbang ke

keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat

meramalkan kecepatan perpindahan itu.

Hal ini disebabkan karena pada waktu

proses perpindahan itu berlangsung, sistem

tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu

perpindahan kalor melengkapi hukum

pertama dan kedua termodinamika, yaitu

dengan memberikan beberapa kaidah

percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk

menentukan perpindahan energi.

Sebagaimana juga dalam ilmu

termodinamika, kaidah-kaidah percobaan

yang digunakan dalam masalah

perpindahan kalor cukup sederhana, dan

dapat dengan mudah dikembangkan

sehingga mencakup berbagai ragam situasi

praktis. (Holman,1983)

2.2.1 Perpindahan panas secara

konduksi ( J.P.Holman, 1994:1 )

Perpindahan kalor secara konduksi

adalah proses perpindahan kalor dimana

kalor mengalir dari daerah yang

bertemperatur tinggi ke daerah yang

bertemperatur rendah dalam suatu medium

(padat, cair atau gas) atau antara medium-

medium yang berlainan yang

bersinggungan secara langsung sehingga

terjadi pertukaran energi dan momentum.

Gambar 2.2 Distribusi suhu untuk

konduksi keadaan stedi

Page 5: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 96

Laju perpindahan panas yang terjadi

pada perpindahan panas konduksi adalah

berbanding dengan gradien suhu normal

sesuai dengan persamaan berikut.

Persamaan Dasar Konduksi :

.....................................(2.4)

Keterangan :

= Laju Perpindahan Panas ( W ).

= Konduktifitas Termal (W/m.°C).

= Luas Penampang (m²).

= Perbedaan Temperatur ( °C ).

= Perbedaan Jarak (m).

ΔT = Perubahan Suhu (°C ).

dT/dx = gradient temperatur kearah

perpindahan kalor.

Konstanta positif ”k” disebut

konduktifitas atau kehantaran termal benda

itu, sedangkan tanda minus disisipkan agar

memenuhi hukum kedua termodinamika,

yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang

lebih rendah dalam skala temperatur. (J.P.

Holman, hal: 2)

Hubungan dasar aliran panas melalui

konduksi adalah perbandingan antara laju

aliran panas yang melintas permukaan

isothermal dan gradient yang terdapat pada

permukaan tersebut berlaku pada setiap

titik dalam suatu benda pada setiap titik

dalam suatu benda pada setiap waktu yang

dikenal dengan hukum fourier.

Gambar 2.3 Sketsa yang melukiskan

perjanjian

tentang tanda untuk aliran panas konduksi

Persamaan (4) merupakan persamaan

dasar tentang konduktivitas termal.

Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah

dilaksanakan pengukuran dalam percobaan

untuk menentukan konduktivitas termal

berbagai bahan. Untuk gas-gas pada suhu

agak rendah, pengolahan analitis teori

kinetik gas dapat dipergunakan untuk

meramalkan secara teliti nilai-nilai yang

diamati dalam percobaan.

Mekanisme konduksi termal pada gas

cukup sederhana. Energi kinetik molekul

ditunjukkan oleh suhunya, jadi pada bagian

bersuhu tinggi molekul-molekul

mempunyai kecepatan yang lebih tinggi

daripada yang berada pada bagian bersuhu

rendah. Molekul-molekul itu selalu berada

dalam gerakan rambang atau acak, saling

bertumbukkan satu sama lain, di mana

terjadi pertukaran energi dan momentum.

Jika suatu molekul bergerak dari daerah

bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah,

maka molekul itu mengangkut energi

kinetik ke bagian sistem yang suhunya

lebih rendah, dan di sini menyerahkan

energinya pada waktu bertumbukkan

dengan molekul yang energinya lebih

rendah. Nilai konduktivitas termal itu

menunjukkan berapa cepat kalor mengalir

dalam bahan tertentu.

Energi termal dihantarkan dalam zat

padat menurut salah satu dari dua modus,

melalui getaran kisi (lattice vibration) atau

dengan angkutan melalui elektron bebas.

Dalam konduktor listrik yang baik, dimana

terdapat elektron bebas yang bergerak di

dalam struktur kisi bahan-bahan, maka

elektron, di samping dapat mengangkut

muatan listrik, dapat pula membawa energi

termal dari daerah bersuhu tinggi ke daerah

bersuhu rendah, sebagaimana halnya dalam

gas. Energi dapat pula berpindah sebagai

energi getaran dalam struktur kisi bahan.

Namun, pada umumnya perpindahan energi

melalui getaran ini tidaklah sebanyak

dengan cara angkutan elektron. Karena itu

penghantar listrik yang baik selalu

merupakan penghantar kalor yang baik

pula, seperti halnya tembaga, aluminium

Page 6: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 97

dan perak. Sebaliknya isolator listrik yang

baik merupakan isolator kalor. (Holman,

1994)

Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan

menunjukkan laju perpindahan panas yang

mengalir dalam suatu bahan. Konduktivitas

thermal kebanyakan bahan merupakan

fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau

suhu naik, akan tetapi variasinya kecil dan

sering kali diabaikan. Jika nilai

konduktivitas thermal suatu bahan makin

besar, maka makin besar juga panas yang

mengalir melalui benda tersebut. Karena

itu, bahan yang harga k-nya besar adalah

penghantar panas yang baik, sedangkan bila

k-nya kecil bahan itu kurang menghantar

atau merupakan isolator.

Tabel 2.1 Nilai konduktivitas bahan

(J.P.Holman, 1994)

Perpindahan panas pada suatu dinding

datar seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.1, dapat diturunkan dengan

menerapkan Persamaan 2.1.

Gambar 2.4. Konduksi pada bidang datar

Jika Persamaan 2.4 diintegrasikan :

ʃ dx = - k A dx

Maka akan diperoleh :

QΔx = – k A ΔT

Q = –2 – T1 )......................(2.5)

Dimana :

T1 = Suhu Dinding Sebelah Kiri (0C)

T2 = Suhu Dinding Sebelah Kanan (0C)

Δx = Tebal Dinding (m)

Apabila pada suatu sistem terdapat lebih

dari satu macam bahan, misalnya dinding

berlapis-lapis (gambar 2.5), maka aliran

kalor dapat digambarkan sebagai berikut : Q = –2 – T1 ) = –3 – T2 ) = –4 – T3 )(2.6)

Gambar 2.5. Konduksi pada dinding

berlapis(Lebih dari satu bahan)

Perak 410 Kuarsa 41,6

Tembaga 385 Magnesit 4,15

Aluminium 202 Marmar 2,08 – 2,94

Nikel 93 Batu pasir 1,83

Besi 73 Kaca, jendela 0,78

Baja karbon 43 Kayu 0,08

Timbal 35 Serbuk gergaji 0,059

Baja krom-

nikel16,3 Wol kaca 0,038

Emas 314 Karet 0,2

Polystyrene 0,157

Polyethylene 0,33

Polypropylene 0,16

Polyvinyl

Chlorida0,09

Kertas 0,166

Zat cair Gas

Air raksa 8,21 Hidrogen 0,175

Air 0,556 Helium 0,141

Amonia 0,54 Udara 0,024

Minyak lumas

SAE 500,147 Uap air (jenuh) 0,0206

Freon 12 0,073 Karbondioksida 0,0146

k (W/m.C) k (W/m.C)Bahan LogamBahan Non

Logam

Page 7: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 98

Persamaan 2.5 mirip dengan Hukum

Ohm dalam aliran listrik. Dengan demikian

perpindahan panas dapat dianalogikan

dengan aliran arus listrik seperti pada

gambar 2.6

Gambar 2.6 Analogi perpindahan panas

dalam aliran listrik

Menurut analogi di atas perpindahan panas

sama dengan :

=

Jadi persamaan 2.6 dipecahkan serentak,

maka aliran panas adalah :

= ...............................(2.7)

Sehingga persamaan Fourier dapat

dituliskan sebagai berikut.

aliran panas =

Seperti terlihat, hubungan di atas sangat

serupa dengan hukum ohm dalam

rangkaian listrik. Dalam persamaan (2.4),

tahanan termal (thermal resistance) ialah ,

dan dalam persamaan (2.6) tahanannya

ialah jumlah ketiga suku dalam pembagi

(denominator). Hal ini memang sesuai

dengan yang diharapkan dari persamaan

(2.6), karena ketiga dinding berjejer itu

bertindak sebagai tahanan dalam susunan

seri. Rangkaian listrik yang sebanding ialah

seperti terlihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Perpindahan kalor satu

dimensi seri dan pararel melalui dinding

komposit dan analogi listriknya.

2.2.2 Perpindahan panas secara

konveksi ( J.P.Holman, 1994:1 )

Konveksi adalah perpindahan panas

karena adanya gerakan/ aliran/

pencampuran dari bagian panas ke bagian

yang dingin. Contohnya adalah kehilangan

panas dari radiator mobil, pendinginan dari

secangkir kopi dll. Menurut cara

menggerakkan alirannya, perpindahan

panas konveksi diklasifikasikan menjadi

dua, yakni konveksi bebas (free convection)

dan konveksi paksa (forced convection).

Bila gerakan fluida disebabkan karena

adanya perbedaan kerapatan karena

perbedaan suhu, maka perpindahan

panasnya disebut sebagai konveksi bebas

(free / natural convection). Bila gerakan

fluida disebabkan oleh gaya pemaksa /

eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa

atau kipas yang menggerakkan fluida

sehingga fluida mengalir di atas

permukaan, maka perpindahan panasnya

disebut sebagai konveksi paksa (forced

convection).

Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi

(J.P.Holman, hal:. 252).

Proses pemanasan atau pendinginan

fluida yang mengalir didalam saluran

Page 8: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 99

tertutup seperti pada gambar 2.2 merupakan

contoh proses perpindahan panas. Laju

perpindahan panas pada beda suhu tertentu

dapat dihitung dengan persamaan.

q=-hA(T_W-T_∞) ..............................(2.8)

Keterangan :

q = Laju Perpindahan Panas ( kj/det atau

W ).

h = Koefisien perpindahan Panas

Konveksi ( W / m2.oC ).

A = Luas Bidang Permukaan

Perpindahaan Panas ( m2 ).

Tw = Temperature Dinding ( °C ).

T_∞ = Temperature Sekeliling ( °C ).

Tanda minus ( - ) digunakan untuk

memenuhi hukum II

thermodinamika,sedangkan panas yang

dipindahkan selalu mempunyai tanda

positif ( + ).

Persamaan (2.8) mendefinisikan tahanan

panas terhadap konveksi. Koefisien pindah

panas permukaan h, bukanlah suatu sifat

zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju

pindah panas didaerah dekat pada

permukaan itu.

Gambar 2.9 Perpindahan panas konveksi

Perpindahan konveksi paksa dalam

kenyataanya sering dijumpai, karena dapat

meningkatkan efisiensi pemanasan maupun

pendinginan satu fluida dengan fluida yang

lain.

Banyak parameter yang mempengaruhi

perpindahan kalor konveksi di dalam

sebuah geometri khusus. Parameter-

parameter ini termasuk luas permukaan

(A), konduktivitas termal fluida (k),

biasanya kecepatan fluida (V), kerapatan ( ,

viskositas ( , panas jenis (Cp), dan kadang-

kadang faktor lain yang berhubungan

dengan cara-cara pemanasan (temperatur

dinding seragam atau temperatur dinding

berubah-ubah). Fluks kalor dari permukaan

padat akan bergantung juga pada

temperatur permukaan (Ts) dan temperatur

fluida (Tf), tetapi biasanya dianggap bahwa

(ΔT = Ts – Tf) yang penting. Akan tetapi,

jika sifat-sifat fluida berubah dengan nyata

pada daerah pengkonveksi (convection

region), maka temperatur-temperatur

absolute Ts dan Tf dapat juga merupakan

faktor-faktor penting didalam korelasi.

Jelaslah bahwa dengan sedemikian banyak

variable-variabel penting,maka korelasi

spesifik akan sulit dipakai, dan sebagai

konsekuensinya maka korelasi-korelasi

biasanya disajikan dalam

pengelompokkan-pengelompokkan tak

berdimensi (dimensionless groupings) yang

mengizinkan representasi-representasi

yang jauh lebih sederhana. Juga faktor-

faktor dengan pengaruh yang kurang

penting, seperti variasi sifat fluida dan

distribusi temperatur dinding, seringkali

diabaikan untuk menyederhanakan

korelasi-korelasi tersebut. (Stoecker dan

Jones, 1982)

2.2.2.1 Konveksi alamiah (Natural

Convection)

Konveksi alamiah (natural convection)

atau konveksi bebas (free convection),

terjadi karena fluida yang karena proses

pemanasan berubah densitasnya

(kerapatannya) dan bergerak naik. Radiator

panas yang digunakan untuk memanaskan

ruang merupakan suatu contoh piranti

praktis yang memindahkan kalor dengan

konveksi bebas. Gerakan fluida dalam

konveksi bebas, baik fluida itu gas maupun

zat cair terjadi karena gaya apung

(bouyancy force) yang dialaminya apabila

densitas fluida di dekat permukaan

perpindahan kalor berkurang sebagai akibat

proses pemanasan.

Page 9: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 100

Gaya apung itu tidak akan terjadi

apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu

gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat),

walaupun gravitasi bukanlah satu-satunya

medan gaya luar yang dapat menghasilkan

arus konveksi bebas. Fluida yang terkurung

dalam mesin rotasi mengalami medan gaya

sentrifugal, dan karena itu mengalami arus

konveksi bebas bila salah satu atau

beberapa permukaannya yang dalam

kontak dengan fluida itu dipanaskan.

(Holman, 1994)

Gambar 2.10 Aliran konveksi bebas di atas

plat rata vertikal

2.2.2.2 Konveksi paksa (Force

Convection)

Konveksi paksa adalah perpindahan

panas yang mana dialirannya tersebut

berasal dari luar, seperti dari blower atau

kran dan pompa. Konveksi paksa dalam

pipa merupakan persolaan perpindahan

konveksi untuk aliran dalam atau yang

disebut dengan internal flow. Adapun aliran

yang terjadi dalam pipa adalah fluida yang

dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga

lapisan batas tidak dapat berkembang

secara bebas seperti halnya pada aliran luar.

Sebagai gambaran adalah fenomena

perpindahan panas aliran di dalam pipa

yang dinyatakan sebagai:

Gambar 2.11 Perpindahan kalor

dinyatakandengan perpindahan suhu

limbak

2.2.3 Perpindahan kalor secara radiasi (

J.P.Holman, 1994:1 )

Perpindahan kalor radiasi adalah

perpindahan energi oleh penjalaran

(rambatan) foton yang tak terorganisir.

Setiap benda yang terus memancarkan

foton-foton secara serampangan di dalam

arah dan waktu, dan tenaga netto yang

dipindahkan oleh foton-foton ini

diperhitungkan sebagai kalor. Bila foton-

foton ini berada di dalam jangkauan

panjang gelombang 0,38 sampai 0,76 µm,

maka foton-foton tersebut mempengaruhi

mata kita sebagai sinar cahaya yang tampak

(dapat dilihat). Bertentangan dengan itu,

maka setiap tenaga foton yang terorganisir,

seperti transmissi radio, dapat

diidentifikasikan secara mikroskopik dan

tak dipandang sebagai kalor. ( J.P.Holman,

1994 )

Pembahasan termodinamika

menunjukkan bahwa radiator (penyinar)

ideal, atau benda hitam (blackbody),

memancarkan energi dengan laju yang

sebanding dengan pangkat empat suhu

absolut benda itu dan berbanding langsung

dengan luas permukaan.

qpancaran = σ A T4............................(2.9)

Di mana σ adalah konstanta Stefan-

Boltzmann dengan nilai 5,669 x 10-8

W/m2.K4. Persamaan (9) disebut hukum

Stefan-Boltzmann tentang radiasi termal,

dan berlaku hanya untuk radiasi benda

hitam. ( J.P.Holman, 1994 )

Page 10: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 101

2.3 Insulasi

Insulasi adalah bahan atau material

yang berfungsi untuk menjaga temperatur

pada sebuah ruangan agar relative tetap dan

tidak berubah. metode atau proses yang

digunakan untuk mengurangi laju

perpindahan panas/kalor dengan cara

konduksi, konveksi, dan radiasi atau ketika

terjadi perubahan wujud. Panas atau kalor

adalah transfer energi panas antara benda

dengan suhu yang berbeda. Sarana untuk

membendung aliran panas dapat direkayasa

melalui metode atau proses, serta benda-

benda statis dan bahan yang cocok. Aliran

panas adalah konsekuensi tak terelakkan

dari kontak benda dengan suhu yang

berbeda. Isolasi termal menyediakan sarana

untuk mempertahankan gradien suhu,

dengan menyediakan daerah isolasi di

mana aliran panas berkurang atau radiasi

termal tercermin dan bukan diserap. Sebuah

isolator termal membantu dalam menjaga

objek pada suhu konstan, tidak peduli panas

atau dingin. Ini biasanya bekerja dengan

dua proses, baik konduksi atau konveksi,

yang keduanya adalah metode perpindahan

panas.

Konduksi panas yang menghantarkan

panas pada materi melalui atom yang

bergerak. Jenis ini mengacu pada panas

yang dapat melakukan perjalanan melalui

sepotong logam padat. Konveksi, di sisi

lain, adalah panas internal yang dibawa

oleh materi yang bergerak. ini terjadi ketika

angin membawa panas dari tubuh

seseorang.

Mengenai insulasi termal, hanya

dibicarakan perpindahan panas secara

konduksi, konveksi, dan radiasi. Aliran

panas dapat dikendalikan dengan proses ini,

tergantung pada sifat material yang

dipergunakan. Bahan yang digunakan

untuk mengurangi laju perpindahan panas

itu disebut isolator atau insulator. Panas

dapat lolos meskipun ada upaya untuk

menutupinya, tetapi isolator mengurangi

panas yang lolos tersebut.

Isolasi termal dapat menjaga wilayah

tertutup seperti bangunan atau tubuh agar

terasa hangat lebih lama dari yang

sewajarnya, tetapi itu tidak mencegah hasil

akhirnya, yaitu masuknya dingin dan

keluarnya panas. Isolator juga dapat bekerja

sebaliknya, yaitu menjaga bagian dalam

suatu wadah terasa dingin lebih lama dari

biasanya. Insulator digunakan untuk

memperkecil perpindahan energi panas.

Kemampuan insulasi suatu bahan

diukur dengan konduktivitas termal (k).

Konduktivitas termal yang rendah setara

dengan kemampuan insulasi (resistansi

termal atau nilai R) yang tinggi. Dalam

teknik termal, sifat-sifat lain suatu bahan

insulator atau isolator adalah densitas (ρ)

dan kapasitas panas spesifik (c).

Bahan dengan konduktivitas termal (k)

rendah menurunkan laju aliran panas. Jika

nilai k lebih kecil, value, maka nilai

resistansi termal yang berkaitan (R) akan

lebih besar. Konduktivitas termal diukur

dengan satuan watt-per-meter per celcius

(W/m.°C) dilambangkan dengan k.

Semakin tebal bahan insulator, semakin

tinggi pula resistansi termal atau nilai R

bahan itu.

Untuk suatu tabung, resistansi termal

konvektif berbanding terbalik dengan luas

permukaan dan karenanya juga berbanding

terbalik dengan jari-jari (radius) tabung,

sedangkan resistansi termal kulit tabung

(lapisan insulasi) tergantung dari rasio jari-

jari luar dan dalam, bukan pada jari-jari itu

sendiri. Misalnya jari-jari luar tabung

dilipat gandakan dengan menambah lapisan

insulator, berarti ditambahkan sejumlah

tertentu resistansi konduktif (sama dengan

ln(2)/(2πkL)) tetapi pada saat yang sama

resistansi konvektif dikurangi setengahnya.

Karena resistansi konvektif cenderung

mendekati nilai tak terhingga jika jari-jari

mendekati nol, maka pada jari-jari yang

kecil, penurunan resistansi konventif akan

lebih besar daripada penambahan resistansi

konduktif, sehingga menghasilkan total

resistansi yang lebih rendah.

Page 11: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 102

Dengan demikian tersirat bahwa ada

nilai jari-jari kritikal (r kritis / radius kritis)

dimana transfer kalor mencapai

maksimum. Di atas jari-jari kritikal ini,

penambahan insulasi menurunkan transfer

kalor.

Persamaan ini menunjukkan bahwa jari-

jari kritikal tergantung hanya pada

koefisien transfer panas dan konduktivitas

termal dari insulasi. Jika jari-jari tabung

yang tidak terinsulasi lebih besar dari jari-

jari kritikal insulator, penambahan insulator

dalam jumlah apapun akan menurutnkan

transfer panas.

Aliran panas dapat dikurangi dengan

menangani satu atau lebih dari tiga

mekanisme transfer panas (perpindahan

kalor) dan tergantung pada sifat fisik bahan

yang digunakan untuk melakukan hal ini.

Insulasi panas/ termal pada ruangan

merupakan faktor penting untuk mencapai

kenyamanan termal untuk penghuninya.

Insulasi mengurangi hilangnya panas yang

tidak diinginkan atau bisa juga

menambahkannya (panas). Insulasi dapat

mengurangi kebutuhan energi dari sistem

pemanas dan pendingin.

Bahan/material insulasi tidak padat

seperti bahan bangunan lainnya yang

merupakan konduktor. Material ini

memiliki jutaan kantong udara kecil di

dalam serat atau gelembung dalam insulasi

busa plastik. Serat dan gelembung kecil ini

membantu untuk memperlambat proses

transmisi panas.

Keuntungan

Insulasi membantu untuk:

1. Mengurangi penggunaan sistem

pemanas dan pendingin

2. Menghemat biaya

3. Meningkatkan kenyamanan penghuni

4. Mengurangi kebisingan.

5. Memperlambat dan mencegah

kebocoran udara dan transmisi uap air.

6. Membantu meningkatkan ketahanan

bangunan terhadap api (fireproof).

Ada dua jenis utama insulasi:

1. Insulasi Curah/ Bulk

Biasanya berupa gulungan atau papan

bertindak sebagai penghalang untuk aliran

panas, menjaga panas yang tidak

diinginkan dalam atau di luar rumah. Hal

ini dapat dibuat dari bahan-bahan seperti

poliester, wol atau kertas daur ulang.

2. insulasi reflektif

Membantu menjaga kesejukan rumah

di musim panas dengan membelokkan

radiasi panas. Ini biasanya diaplikasikan

bersama aluminium foil yang dilaminasi ke

kertas atau plastik dan tersedia dalam

bentuk lembaran dan bantalan disebut juga

healhtywool.

Contoh bahan peredam panas (isolasi yang

baik) adalah :

1. Glasswool

Glasswool adalah bahan peredam suara

yang berbahan dasar serat kaca. Ciri-ciri

Glasswool seperti selimut tebal berwarna

kuning. Glasswool dijual eceran dalam

bentuk lembaran dan dalam kuantitas besar

dalam bentuk roll. Glasswool memiliki

ketebalan 25mm – 50mm dengan densitas

permukaan mulai dari 25g/m2 sampai

dengan 75g/m2.

Ada dua jenis glasswool yang dijual di

Indonesia, yaitu glasswool tanpa brand dan

glasswool branded. Di pasaran Indonesia,

yang banyak di jual adalah glasswool tanpa

brand yang tidak memiliki sertifikasi

keamanan api maupun keamanan bagi

lingkungan. Glasswool lokal biasanya

dipakai di proyek dengan anggaran tidak

terlalu tinggi karena harganya yang cukup

ekonomis.

Pada saat pengaplikasiannya, glasswool

sering kali rontok dan menempel di kulit

sehingga menyebabkan kulit gatal atau

perih seperti tertusuk jarum. Apabila serbuk

kaca tersebut tersedot masuk ke paru-paru,

akan melukai serabut paru-paru yang halus.

Serabut tersebut tidak bisa dikeluarkan

dengan cara apa pun juga.

Glasswool berfungsi meredam suara

dan dapat menginsulasi panas. Glasswool

juga bersifat menyerap uap air. Dalam

keadaan lembab, kemampuan meredam

suara glasswool menjadi berubah.

Page 12: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 103

Glasswool yang lembab akan berjamur dan

beratnya menjadi 5 – 7x berat aslinya.

Kelembaban glasswool juga berdampak

pada umur yang mana glasswool akan

mudah menjadi lapuk dan hancur seperti

pasir.

Gambar 2.12 Bahan isolasi glasswool

2. Rockwool

Rockwool adalah bahan peredam suara

yang terbuat dari bahan dasar bebatuan.

Ciri-ciri rockwool seperti selimut tebal

berwarna abu-abu atau kuning. Rockwool

dijual eceran dalam bentuk lembaran dalam

kuantitas besar dalam bentuk roll atau

lembaran berkemasan plastik. Rockwool

memiliki ketebalan mulai dari 25mm –

100mm dengan densitas permukaan mulai

dari 30g/m2 sampai dengan 100g/m2.

Rockwool adalah produk serat mineral

ringan yang dirancang untuk meredam

suara dan isolasi terhadap panas. Terdapat

dua jenis rockwool di pasaran Indonesia,

yaitu rockwool tanpa brand dan rockwool

impor branded. Perbedaan harga antara

rockwool branded dan tidak branded cukup

jauh. Rockwool tidak branded memiliki

kualitas yang kurang baik untuk dipakai

pada proyek yang mensyaratkan keamanan

dan kesehatan. Bahan peredam suara ini

biasanya dipakai di proyek dengan

anggaran tidak terlalu tinggi karena

harganya yang tidak terlalu mahal.

Gambar 2.13 Bahan isolasi rockwool

3. METODOLOGI ANALISA

Berdasarkan masalah-masalah yang

telah dirumuskan sebelumnya maka

penelitian ini mengambil judul

“ANALISA PERPINDAHAN PANAS

KONDUKSI PADA ALAT UJI

FLAMMABILITY UNTUK

MATERIAL PLASTIK”dengan tujuan

mengetahui perpindahan panas yang

terjadi di dalam ruang uji tanpa lapisan

isolasi ( rockwool ) dan dengan isolasi (

rockwool ) dan jumlah energi kalor

pada alat uji tersebut.

3.1 Metodologi Analisa

Dalam metodologi analisa

perhitungan perpindahan panas

konduksi pada alat uji flammability

untuk material plastik ini ada beberapa

tahapan yang harus dilakukan agar

dapat berjalan dengan lancar dan sesuai

dengan standar yang telah ditentukan.

Maka dari itu penulis melakukan

dengan beberapa metode yaitu metode

observasi, metode literatur dan metode

wawancara.

3.1.1 Metode observasi

Metode observasi yaitu metode

dengan cara pengumpulan data di mana

penulis mengadakan pengamatan dan

pengujian secara langsung sehingga

akan memperjelas penulisan karena

dihadapkan langsung pada media yang

diamati.

3.1.2 Metode literatur

Metode literatur yaitu metode

pengumpulan data di mana penulis

membaca dan mempelajari bahan-

bahan yang berhubungan dengan objek

yang dianalisa.

3.1.3 Metode wawancara

Metode wawancara adalah teknik

pengumpulan data yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan

Page 13: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 104

keterangan-keterangan lisan melalui

bercakap-cakap dan berhadapan

muka dengan orang yang dapat

memberikan keterangan yang

dibutuhkan. Wawancara dapat dipakai

untuk melengkapi data yang diperoleh

melalui tes.

3.2 Diagram Alir (flow chart)

Agar lebih terarah dan terstuktur

dalam penyusunan penelitian ini

memerlukan diagram alir atau flow

chart maka penulis membuat urutan

proses sebagai berikut:

3.1 Gambar flow chart

Keterangan flow chart pada proses

analisa rancang bangun alat pengujian

flammability material plastik.

1. Mulai

Pada tahapan ini diadakan persiapan

untuk memulai analisa perhitungan

berdasarkan data aktual yang didapat

dari cara kerja alat. Tahapan ini di

pelajari latar belakang dan tujuan akhir

dari analisa perhitungan pada alat uji

ini.

2. Pengumpulan data

Penulis mencari data-data yang

diperlukan dengan melakukan

pengamatan langsung ataupun dengan

bertanya kepada pihak terkait untuk

menunjang analisa perpindahan panas

pada alat uji flammability untuk

material plastik.

3. Gambar Sketsa Alat uji

Pada tahapan ini penulis membuat

gambar sketsa alat uji berdasarkan

standar yang digunakan yang bertujuan

untuk mempermudah penulis

melakukan tahapan analisa selanjutnya.

4. Studi literatur

Studi literatur digunakan untuk

memahami dasar-dasar teori yang

berhubungan dengan analisa

perpindahan panas konduksi pada alat

uji. Sehingga diharapkan mampu

memberikan gambaran dalam analisa.

5. Analisa dan Perhitungan

Penulis melakukan analisa dan

perhitungan perpindahan panas

konduksi pada alat uji yang menjadi

tujuan utama di dalam penyusunan

penelitian ini

6. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisa dan

perhitungan kemudian akan didapatkan

suatu kesimpulan yang bisa diambil

dengan berdasarkan atas data data yang

telah ada.

7. Selesai

Pada tahapan ini penulis telah

mendapatkan hasil analisa dan

perhitungan.

4. ANALISA DAN PERHITUNGAN

Untuk analisa dan perhitungan

perpindahan kalor alat pengujian

flammability material plastik ini

meliputi perhitungan volume ruang uji,

massa udara dalam ruang uji,

temperatur di dalam ruang uji, bahan

dan tebal dinding ruang uji, temperatur

di luar dinding ruang uji, bahan dan

tebal isolasi yang digunakan. Semua

data yang diperoleh digunakan untuk

mencari perhitungan perpindahan panas

konduksi dalam dinding ruang uji dan

Page 14: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 105

perhitungan perpindahan panas pada

dinding isolasi.

4.1 Perhitungan Perpindahan

Panas Konduksi pada

Dinding Ruang Uji Tanpa

Isolasi

Perpindahan kalor secara konduksi

adalah proses perpindahan kalor dimana

kalor mengalir dari daerah yang

bertemperatur tinggi ke daerah yang

bertemperatur rendah dalam suatu

medium (padat, cair atau gas) atau

antara medium-medium yang berlainan

yang bersinggungan secara langsung

sehingga terjadi pertukaran energi dan

momentum.

Laju perpindahan panas yang terjadi

pada perpindahan panas konduksi

adalah berbanding dengan gradien suhu

normal sesuai dengan persamaan

berikut.

Persamaan Dasar Konduksi :

Keterangan :

= Laju Perpindahan

Panas ( W ).

= Konduktifitas Termal (

W/m.°C ).

= Luas Penampang (m²).

= Perbedaan Temperatur

( °C, °F ).

= Perbedaan Jarak ( m /

det ).

ΔT = Perubahan Suhu ( °C,

°F ).

dT/dx= gradient temperatur

kearah perpindahan

kalor.

Gambar 4.1 Perpindahan

kalor menyeluruh melalui dinding

datar.

Keterangan gambar :

Permukaan 1 ( kaca tempered )

Permukaan 2 ( besi )

Permukaan 3 ( besi )

Permukaan 4 ( besi )

Permukaan 5 ( besi )

Permukaan 6 ( besi )

Gambar 4.2 Sisi - sisi

dinding ruang uji flammability

Data aktual

Besi Ketebalan = 3 mm = 0,003 m

Panjang = 380 mm = 0,380 m

Lebar = 205 mm = 0,205 m

Tinggi = 355 mm = 0,355 m

Kaca tempered Ketebalan = 10 mm = 0,01 m

Panjang = 380 mm = 0,380 m

Lebar = 355 mm = 0,355 m

Rockwoll

Ketebalan = 30 mm = 0,03 m

Panjang = 380 mm = 0,380 m

Lebar = 205 mm = 0,205 m

Tinggi = 355 mm = 0,355 m

Page 15: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 106

besi adalah 69,5 W/m.°C (

Temperatur 70ᵒC )

kaca adalah 0,78 W/m.°C (

Temperatur 70ᵒC )

rockwool adalah 0,038 W/m.°C (

Temperatur 30ᵒC )

Temperatur dinding dalam ruang

uji ( T1 ) 70ᵒC

Temperatur dinding luar ruang uji (

T2 ) 63ᵒC

Temperatur dinding lapisan

rockwoll ( T3 ) 30ᵒC

Keterangan :

T1 = 70ᵒC

T2 = 63ᵒC

T3 = 30ᵒC

Gambar 4.3 Lapisan dinding

ruang uji

Perhitungan perpindahan panas

konduksi pada dinding ruang uji tanpa

isolasi

Keterangan gambar :

Permukaan 1 ( kaca tempered )

Permukaan 2 ( besi )

Permukaan 3 ( besi )

Permukaan 4 ( besi )

Permukaan 5 ( besi )

Permukaan 6 ( besi )

Gambar 4.4 Sisi - sisi

dinding ruang uji flammability

Dengan mengunakan rumus :

= Laju Perpindahan Panas ( W ).

= Konduktifitas Termal (

W/m.°C).

= Luas Penampang ( m² ).

= Perbedaan Temperatur ( °C ).

= Perbedaan Jarak ( m ).

Maka di dapat perhitungan seperti

tabel

Tabel 4.1 Perhitungan Perpindahan

Panas Konduksi pada Dinding

Ruang Uji Tanpa Isolasi

Jadi dari perhitungan tabel

diatas didapatkan hasil laju perpindahan

panas di setiap permukaan sebagai

berikut :

Permukaan 1 sebesar 73,71 Watt

Permukaan 2 sebesar 11.838,17 Watt

Permukaan 3 sebesar 21.892,5 Watt

Permukaan 4 sebesar 11.838,17 Watt

Permukaan 5 sebesar 12.649 Watt

Permukaan 6 sebesar 12.649 Watt

Page 16: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 107

4.2 Perhitungan Perpindahan Panas

Konduksi pada Dinding Ruang

Uji Dengan Isolasi ( Rockwool )

Pada sub bab 4.2 ini menghitung

perpindahan panas konduksi pada

dinding ruang uji dengan isolasi (

Rockwool ). Jadi seluruh permukaan

ruang uji dilapisi bahan isolasi (

Rockwool ) dengan tebal 30 mm kecuali

permukaan 1 ( dinding kaca ) yang

bertujuan untuk mengamati saat

pengujiaan berlangsung.

Gambar 4.5 Lapisan dinding

ruang uji

Asumsi :

a. Steady state.

b. Tidak ada perbedaan

temperatur antara dua

permukaaan yang bertemu.

Dimana :

x besi = 3 mm = 0,003 m

x rockwool = 30 mm = 0,03 m

besi = 69,5 W/m.°C

rockwool = 0,038 W/m.°C

Temperatur ruang uji ( T1 ) = 70°C

Temperatur lingkungan ( T3 ) =

30°C

Perhitungan ini dapat diselesaikan

dengan rumus

=

Dimana :

= Selisih temperatur (

°C )

= Tebal lapisan

dinding besi ( m )

= Konduktifitas

termal besi (

W/m.°C )

= Tebal lapisan

dinding isolasi ( m )

= Konduktifitas

termal dinding

isolasi ( W/m.°C )

= Luas penampang

m² )

Tabel 4.2 Perhitungan Perpindahan

Panas Konduksi pada Dinding

Ruang Uji Dengan Isolasi (

Rockwool )

Jadi dari perhitungan tabel

diatas didapatkan hasil laju perpindahan

panas di setiap permukaan sebagai

berikut :

Permukaan 2 sebesar 3,70 Watt

Permukaan 3 sebesar 6,84 Watt

Permukaan 4 sebesar 3,70 Watt

Permukaan 5 sebesar 3,95 Watt

Permukaan 6 sebesar 3,95 Watt

4.3 Perhitungan Energi Kalor yang

Page 17: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 108

Dihasilkan pada Ruang Uji

Panjang = 380 mm = 0,380 m

Lebar = 205 mm = 0,205 m

Tinggi = 355 mm = 0,355 m

Mencari ruang uji

ruang uji =

=0,380 m . 0,205 m . 0,355 m

= 0,028 m3

Mencari massa udara ( udara )

Untuk mencari massa udara

( udara ) harus mengetahui massa

jenis udara ( ρudara ) pada temperatur

70ᵒC yaitu 1,017956 kg/m3 (dengan

metode interpolasi)

udara = ρudara . ruang uji

=1,017956 kg/m3 . 0,028 m3

= 0,0285 kg

Mencari kalor jenis udara p pada

temperatur 70ᵒC yaitu 1008,538

Joule/kg .°C (dengan metode

interpolasi).

Perhitungan energi kalor ( Q ) di

dalam ruang uji

p .

Dimana :

= Besaran energi kalor (joule)

= Massa zat(kg)

p= Kalor jenis (Joule / kg°C)

= Perubahan suhu (°C)

p .

= 0,0285 kg . 1008,538

Joule/kg .°C . 40°C

= 1149,73 Joule

Jadi energi yang dihasilkan

dalam ruang uji 1149,73 Joule.

5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dalam analisa perhitungan

perpindahan panas konduksi pada alat

uji flammability untuk material plastik.

Di dapatkan beberapa kesimpulan yaitu:

1. Pada perpindahan panas konduksi

ada beberapa faktor yang

mempengaruhi dalam

perhitungannya antara lain luas

penampang yang berbeda,

pengaruh geomeri, pengaruh

permukaan kontak, pengaruh

adanya insulasi.

2. Pada alat uji flammability dengan

tebal dinding (besi) 3mm, panjang

380 mm, lebar 205 mm, tinggi 355

mm dan tebal isolasi ( rockwool ) 30

mm dengan suhu di dalam dinding

70ᵒC, diluar dinding 63ᵒC dan suhu

lingkungan 30ᵒC didapatkan :

Perhitungan laju perpindahan panas

konduksi pada dinding besi ruang

uji tanpa isolasi masing - masing

permukaan sebagai berikut:

Permukaan 1 sebesar 73,71 Watt

Permukaan 2 sebesar 11.838,17

Watt

Permukaan 3 sebesar 21.892,5

Watt

Permukaan 4 sebesar 11.838,17

Watt

Permukaan 5 sebesar 12.649 Watt

Dan perhitungan perpindahan panas

konduksi pada dinding ruang uji

dengan isolasi ( rockwool ) masing

- masing permukaan sebagai

berikut:

Permukaan 2 sebesar 3,70 Watt,

Permukaan 3 sebesar 6,84 Watt,

Permukaan 4 sebesar 3,70 Watt,

Permukaan 5 sebesar 3,95 Watt,

Permukaan 6 sebesar 3,95 Watt

Maka bisa ditarik kesimpulan

bahwa dengan adanya lapisan

isolasi ( rockwool ) maka laju

perpindahan panasnya bisa ditahan

sehingga tidak banyak panas yang

hilang (heat loss).

3. Perhitungan energi kalor yang

dihasilkan di dalam ruang uji

sebesar 1149,73 Joule.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan

untuk langkah pengembangan atau

Page 18: ISSN 2580-2801 JUS TEKNOjurnal.sttdb.ac.id/save.php?file=v2n1 92-109.pdf · Jurnal Sains & Teknologi PERHITUNGAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI PADA PENGUJIAN FLAMMABILITY DAN MATRIAL

JUS TEKNO VOL. 02 NO. 01 (2018) 109

analisa selanjutnya adalah karena

laju perpindahan panas dengan

adanya lapisan isolasi ( rockwool )

sudah diketahui nilainya dan energi

kalor yang dihasilkan di dalam

ruang uji juga diketahui maka

penggunaan bahan bakar (elpiji)

dapat dicari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Holman, J. P. 1994. Perpindahan

kalor. Jakarta:Erlangga.

2. Kreith, Frank. 1985. Prinsip -

Prinsip Perpindahan Kalor.

Jakarta:Erlangga.

3. Frank P. And David P. Dewitt,

2002 “fundamental of Heat and

Mass Transfer”, McGraw-Hill,

New york.

4. Toyota Engineering Standard 2002,

Flammability Test Method For

Interior Non-Metallic Materials,

TSM0500G, Engineering

Administration Div. Toyota Motor

Corporation