Edisi Vol.4, No.2 Agustus 2020 ISSN 2580-2518
Edisi Vol.4, No.2 Agustus 2020
ISSN 2580-2518
KATA PENGANTAR
Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan
yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang
didasarkan pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh
Kementerian/Lembaga, instansi internasional, asosiasi, maupun hasil dari diskusi
terbatas perkembangan ekonomi yang dilakukan bersama dengan beberapa
Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.
Publikasi triwulan II tahun 2020 ini memberikan gambaran dan analisis mengenai
perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan II tahun 2020. Dari sisi
perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat
dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi
perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada triwulan II tahun 2020 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, investasi,
industri dalam negeri, perekonomian daerah, serta proyeksi ekonomi.
Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan
banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang
membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan
dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai.
Jakarta, Agustus 2020
Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik
Kedeputian Bidang Ekonomi Bappenas
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sejalan dengan peningkatan kasus Covid-19, pertumbuhan ekonomi mayoritas
negara di dunia mengalami kontraksi yang semakin dalam. Di sisi lain, perekonomian
Tiongkok telah kembali tumbuh meskipun masih lambat. Harga komoditas
internasional secara umum turun seiring dengan penurunan permintaan global.
Harga minyak mentah dunia bahkan sempat diperdagangkan negatif pada bulan
April 2020 akibat penuhnya kapal penyimpanan pasokan. Pembukaan lockdown
kemudian mendorong harga komoditas naik secara bertahap.
Perekonomian Indonesia pada triwulan II tahun 2020 terkontraksi 5,32 persen (YoY).
Dari sisi pengeluaran, kontraksi terjadi pada seluruh komponen. Pengeluaran
pemerintah yang diharapkan menjadi penahan kontraksi justru procyclical. Sementara
dari sisi lapangan usaha, sektor yang masih tumbuh positif adalah pertanian, infokom,
pengadaan air, real estat, jasa kesehatan, pendidikan, dan jasa keuangan. Dari segi
kewilayahan, hampir semua wilayah mengalami kontraksi. Kontraksi paling dalam
terjadi di wilayah Jawa sebesar 6,7 persen (YoY). Sementara Maluku dan Papua masih
tumbuh 2,4 persen (YoY).
Postur APBN kembali direvisi pada bulan Juni 2020 untuk mengakomodir kebutuhan
belanja negara terkait penanganan situasi pandemi dan Program Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN). Perpres 72/2020 tentang perubahan postur dan rincian APBN 2020
menjadi payung hukum untuk outlook peningkatan defisit APBN. Pendapatan negara
turun menjadi Rp1.699,9 triliun sementara belanja negara naik menjadi Rp2.739,2
triliun. Hingga Juni 2020, penerimaan perpajakan mencapai 44,3 persen dari target,
dengan hampir semua jenis pajak utama mengalami kontraksi terutama pada bulan
Mei. Sementara belanja negara hingga Juni 2020 secara keseluruhan meningkat
mencapai 33,8 persen dari APBN Perpres 72/2020. Bantuan sosial tumbuh 41,0 persen
(YoY), terutama didorong oleh kebijakan penyaluran bansos untuk penanganan
dampak Covid-19. Di sisi lain, Transfer Ke Daerah dan Dana Desa mengalami
penurunan sebesar 0,9 persen (YoY).
Sepanjang triwulan II tahun 2020, otoritas moneter menurunkan BI 7 Days Repo Rate
(BI7DRR) menjadi 4,25 persen pada bulan Juni. Nilai tukar Rupiah cenderung menguat
sepanjang triwulan berjalan seiring meredanya kepanikan di pasar keuangan global.
Selain itu, penguatan Rupiah juga didorong oleh berlanjutnya aliran modal asing ke
Indonesia. Inflasi pada triwulan ini cenderung lebih rendah meskipun ada Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Fitri, sejalan dengan rendahnya konsumsi
masyarakat. Kekhawatiran masyarakat akan prospek ekonomi ke depan ditunjukkan
oleh turunnya Indeks Keyakinan Konsumen.
ii
Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan II tahun 2020 mengalami surplus yang
didorong oleh turunnya defisit transaksi berjalan, serta surplus transaksi modal dan
finansial. Cadangan devisa pada triwulan ini meningkat menjadi USD131,7 miliar.
Secara keseluruhan, indikator NPI masih menunjukkan sustainabilitas eksternal yang
baik.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 diproyeksi terkontraksi cukup dalam
dengan puncak penurunan diperkirakan terjadi pada triwulan II. Volume perdagangan
turun seiring melemahnya permintaan global. Pertumbuhan negara maju secara
keseluruhan diproyeksi terkontraksi hingga 8,0 persen. Sementara negara
berkembang terkontraksi 3,0 persen. Harga komoditas pada tahun 2020 secara umum
diproyeksi turun.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan lebih baik pada
triwulan III dan IV tahun 2020 seiring relaksasi PSBB. Dari sisi pengeluaran, pemulihan
ekonomi bergantung pada percepatan belanja pemerintah serta pemulihan ekonomi
global. Dari sisi lapangan usaha, industri pengolahan dan perdagangan menjadi
sektor yang paling berpengaruh pada pemulihan ekonomi. Sektor jasa informasi dan
komunikasi serta jasa kesehatan diperkirakan tetap tumbuh menguat selama
pandemi.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. III
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... IV
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. 6
I. PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA .......................................................................... 8
II. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA ............................................... 18
2.1 Produk Domestik Bruto ........................................................................................................ 18
Investasi ..................................................................................................................................... 26
Industri ....................................................................................................................................... 30
Pariwisata .................................................................................................................................. 35
2.2 Produk Domestik Regional Bruto ..................................................................................... 38
2.3 Fiskal ............................................................................................................................................ 45
2.4 Moneter dan Jasa Keuangan .............................................................................................. 55
Moneter ..................................................................................................................................... 55
Jasa Keuangan ........................................................................................................................ 59
2.5 Neraca Pembayaran ............................................................................................................... 70
Neraca Perdagangan ............................................................................................................ 75
Kerjasama Ekonomi Internasional ................................................................................... 80
III. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI .................................................................. 85
3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global ........................................................................ 85
3.2 Proyeksi Perekonomian Indonesia ................................................................................... 88
POLICY BRIEF ......................................................................................................................... 91
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara .................................................................... 12
Tabel 2 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ............... 20
Tabel 3 Pembentukan Modal Tetap Bruto .................................................................................. 23
Tabel 4 Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................................................... 25
Tabel 5 Realisasi Investasi .................................................................................................................. 26
Tabel 6 Realisasi Investasi Sektor Sekunder ............................................................................... 27
Tabel 7 Realisasi PMA Terbesar Berdasarkan Sektor, Negara Asal, dan Lokasi ............ 28
Tabel 8 Realisasi Investasi Berdasarkan Lokasi .......................................................................... 29
Tabel 9 Sektor dan Lokasi PMDN Terbesar ................................................................................. 29
Tabel 10 Penyerapan Tenaga Kerja ................................................................................................ 30
Tabel 11 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ................................................................................... 44
Tabel 12 Realisasi Komponen Pendapatan Negara dan Hibah .......................................... 45
Tabel 13 Realisasi Komponen Penerimaan Perpajakan.......................................................... 45
Tabel 14 Realisasi Komponen PNBP .............................................................................................. 46
Tabel 15 Realisasi Komponen Belanja Pemerintah Pusat ...................................................... 49
Tabel 16 Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa ....................................................... 51
Tabel 17 Perkembangan Komponen Pembiayaan ................................................................... 53
Tabel 18 Realisasi APBN s.d 30 Juni 2019 dan 2020 ............................................................... 54
Tabel 19 Perkembangan Reverse Repo Surat Berharga Negara ........................................ 55
Tabel 20 Tingkat Inflasi Domestik ................................................................................................... 57
Tabel 21 Tingkat Inflasi Domestik Berdasarkan Komponen (YoY) ..................................... 58
Tabel 22 Inflasi Kelompok Pengeluaran (MtM) ......................................................................... 58
Tabel 23 Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional ................................................. 61
Tabel 24 Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah .................................................... 66
Tabel 25 Penyaluran Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha .................................................. 68
Tabel 26 Aset IKNB Syariah 2019 – 2020 ..................................................................................... 69
Tabel 27 Neraca Pembayaran ........................................................................................................... 73
Tabel 28 Neraca Perdagangan ......................................................................................................... 75
Tabel 29 Nilai Ekspor dan Impor Migas ....................................................................................... 75
Tabel 30 Nilai Ekspor Nonmigas berdasarkan Sektor ............................................................. 76
Tabel 31 Nilai Ekspor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar.................. 76
Tabel 32 Nilai Ekspor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama ............... 78
Tabel 33 Nilai Impor berdasarkan Golongan Penggunaan Barang ................................... 78
Tabel 34 Nilai Impor Nonmigas 10 Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar ................... 78
Tabel 35 Nilai Impor Nonmigas di Beberapa Negara Mitra Dagang Utama ................. 79
Tabel 36 Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia ............................................... 81
Tabel 37 Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA .............................. 83
v
Tabel 38 Kontribusi Nilai Perdagangan Indonesia Berdasarkan FTA terhadap Total
Perdagangan Indonesia dengan Dunia ..................................................................... 84
Tabel 39 Proyeksi Pertumbuhan Beberapa Negara ................................................................. 85
Tabel 40 Proyeksi Harga Komoditas Global ............................................................................... 86
Tabel 41 Konsensus Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ....................................... 88
Tabel 42 PDB Berdasarkan Pengeluaran ...................................................................................... 88
Tabel 43 PDB Berdasarkan Lapangan Usaha .............................................................................. 89
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara ..................................................................... 9
Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak Mentah.......................................................................... 13
Gambar 3 Perkembangan Harga Gas Alam dan Batu Bara ........................................................ 13
Gambar 4 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ................................................................................... 18
Gambar 5 Pertumbuhan PDB Sisi Produksi Triwulan II Tahun 2020 ....................................... 19
Gambar 6 Pertumbuhan PDB Sisi Pengeluaran ............................................................................... 21
Gambar 7 Perkembangan Konsumsi RT dan Investasi terhadap PDB .................................... 22
Gambar 8 Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas ........................................................... 30
Gambar 9 Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas ..................................... 31
Gambar 10 Ekspor Produk Industri ...................................................................................................... 31
Gambar 11 PMDN Sektor Industri ........................................................................................................ 32
Gambar 12 PMA Sektor Industri ............................................................................................................ 32
Gambar 13 Produksi Mobil ...................................................................................................................... 33
Gambar 14 Penjualan Mobil.................................................................................................................... 33
Gambar 15 Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Semen ................................................ 34
Gambar 16 Indonesia Headline PMI Manufacturing ..................................................................... 34
Gambar 17 Kunjungan Wisman dan Nilai Ekspor Jasa Perjalanan .......................................... 35
Gambar 18 Kunjungan Wisatawan Mancanegara berdasarkan Pintu Masuk ..................... 35
Gambar 19 Jumlah Penumpang Transportasi Nasional ............................................................... 36
Gambar 20 Tingkat Penghunian Kamar Hotel ................................................................................. 37
Gambar 21 Lama Tinggal Wisatawan .................................................................................................. 37
Gambar 22 Tingkat Penghunian Kamar Hotel DKI Jakarta dan Bali ........................................ 37
Gambar 23 Pertumbuhan Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum .................. 38
Gambar 24 Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Pada Triwulan II Secara Spasial ....... 38
Gambar 25 Perkembangan Komponen Belanja Negara .............................................................. 47
Gambar 26 Perkembangan Realisasi Defisit APBN ........................................................................ 52
Gambar 27 Perkembangan Utang Pemerintah Pusat ................................................................... 53
Gambar 28 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, 2019-2020 ......................... 55
Gambar 29 Real Effective Exchange Rate ASEAN-5, (2010=100)............................................ 56
Gambar 30 Perkembangan Uang Beredar......................................................................................... 57
Gambar 31 Perkembangan Indeks Harga Konsumen (IKK) dan Inflasi Inti, 2019-2020 . 57
Gambar 32 Perkembangan Indeks Harga Pangan Strategis Nasional, (2018=100) ......... 59
Gambar 33 Kinerja Perbankan Konvensional ................................................................................... 60
Gambar 34 Pertumbuhan DPK Perbankan Konvensional ............................................................ 60
Gambar 35 Pertumbuhan Kredit Perbankan Konvensional ........................................................ 60
Gambar 36 Capaian Penyaluran KUR .................................................................................................. 62
Gambar 37 Perkembangan IHSG dan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham .................................... 63
Gambar 38 Perkembangan Outstanding Obligasi Korporasi .................................................... 63
7
Gambar 39 Perkembangan Aset Industri Asuransi ........................................................................ 64
Gambar 40 Perkembangan Jumlah Aset Bersih dan Jumlah Investasi Dana Pensiun ...... 64
Gambar 41 Perkembangan Industri Teknologi Keuangan (peer-to-peer lending) ............. 65
Gambar 42 Tingkat Wanprestasi Industri Teknologi Keuangan (peer-to-peer lending) .. 65
Gambar 43 Kinerja Perbankan Syariah ................................................................................................ 65
Gambar 44 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Perbankan Syariah......... 66
Gambar 45 Perkembangan Nilai Kapitalisasi Pasar Saham ISSI, JII dan JII70 ...................... 68
Gambar 46 Outstanding Sukuk Korporasi ......................................................................................... 69
Gambar 47 Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia....................................................... 70
Gambar 48 Neraca Jasa Perjalanan dan Transportasi ................................................................... 70
Gambar 49 Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder ................................................................ 71
Gambar 50 Neraca Transaksi Finansial ............................................................................................... 72
Gambar 51 Menyeimbangkan Kesehatan dan Ekonomi ............................................................. 91
Gambar 52 Kerangka Pemetaan Sektor Ekonomi .......................................................................... 91
Gambar 53 Pemetaan Sektor Ekonomi Berdasarkan Risiko Infeksi, Tingkat Esensialitas,
dan Tenaga Kerja .................................................................................................................. 93
Gambar 54 Pemetaan Sektor Ekonomi KBLI 2 Digit Berdasarkan Risiko Infeksi, Tingkat
Esensialitas, dan Tenaga Kerja ......................................................................................... 94
8
I. PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perekonomian global semakin
tertekan.
Covid-19 menyebar semakin cepat
sepanjang triwulan kedua tahun 2020.
Hingga akhir Juni, jumlah kasus global
telah mencapai 10,5 juta kasus
terkonfirmasi. Jumlah tersebut 12 kali
lebih besar dibandingkan jumlah pada
akhir triwulan I tahun 2020. Sepanjang
periode tersebut, pemerintah di
berbagai negara terus memberikan
stimulus baik dari sisi moneter maupun
fiskal.
Pada bulan April 2020, sebagian negara
kembali melakukan lockdown di
beberapa daerahnya. Beberapa negara
di Eropa kemudian menunjukkan
perkembangan yang cukup baik.
Penambahan kasus sudah mulai
melambat dan terkontrol, sehingga
pemerintah setempat memutuskan
untuk membuka beberapa sektor
dengan penerapan protokol kesehatan.
Dalam kondisi ini, volatilitas yang terjadi
di pasar keuangan berangsur terkendali.
Meskipun Amerika Serikat belum
menunjukkan perlambatan
penambahan kasus, pemerintah
memutuskan untuk mengizinkan
pembukaan kembali aktivitas
perekonomian pada bulan Mei. Seiring
pelonggaran lockdown di berbagai
negara, beberapa negara mulai kembali
menjalankan aktivitas ekonomi.
Hubungan Amerika Serikat dan
Tiongkok kembali merenggang yang
disebabkan oleh tuduhan Presiden
Amerika Serikat yang menyebut
Tiongkok menutupi informasi seputar
virus Covid-19. Kondisi tersebut
diperparah dengan pembahasan RUU
Keamanan Nasional Hong Kong oleh
parlemen Tiongkok yang ditentang oleh
Amerika Serikat. Setelah disahkan pada
akhir Mei, Amerika Serikat mulai
melakukan pencabutan status khusus
Hong Kong.
Ketegangan hubungan antara Amerika
Serikat dan Tiongkok semakin
memburuk pada bulan Juni. Kedua
9
negara tersebut mulai melakukan
serangan balasan satu sama lain,
terutama dari sisi perdagangan.
Kesepakatan damai dagang yang baru
mencapai tahap I terancam kembali
terhambat untuk melanjutkan ke tahap
selanjutnya.
Ketidakpastian akibat pandemi,
ekonomi global dan aktivitas
perdagangan yang belum pulih,
mendorong pemerintah Tiongkok tidak
menargetkan pertumbuhan ekonomi
untuk tahun 2020.
Terjadi kontraksi ekonomi yang
semakin dalam di sebagian besar
negara.
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi
Beberapa Negara
Sumber: CEIC
Amerika Serikat menjadi negara dengan
jumlah kasus Covid-19 tertinggi.
Kondisi ini menahan aktivitas ekonomi
di negara tersebut dan mempengaruhi
kondisi global. Mayoritas negara di
dunia mengalami kontraksi ekonomi
pada triwulan II. Meski beberapa negara
tumbuh positif, tetapi lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan normalnya.
Pemerintah Amerika Serikat mulai
melakukan pelonggaran lockdown pada
bulan Mei untuk mendorong
perekonomiannya. Namun, permintaan
masyarakat masih terbatas seiring
dengan semakin tingginya
pengangguran. Konsumsi masyarakat di
Amerika Serikat pada triwulan II tahun
2020 terkontraksi 10,7 persen (YoY).
Berkurangnya konsumsi terutama
terjadi pada sektor jasa yang
terkontraksi hingga 14,7 persen (YoY).
Penurunan tertinggi terjadi pada
pengeluaran jasa kesehatan sebesar
24,2 persen dibandingkan triwulan II
tahun 2019. Selain itu, jasa transportasi,
jasa rekreasi, serta jasa makanan dan
akomodasi juga mengalami penurunan.
Impor jasa juga terkontraksi hingga 31,8
persen (YoY). Secara keseluruhan, impor
Amerika Serikat pada triwulan II tahun
2020 terkontraksi 22,1 persen (YoY)
sementara ekspor terkontraksi hingga
23,7 persen (YoY). Hal yang sama terjadi
pada investasi yang terkontraksi 17,9
persen (YoY), yang didorong oleh
kontraksi investasi nonresiden dan
residen.
Di sisi lain, pengeluaran pemerintah
masih tumbuh positif sebesar 2,1
persen (YoY). Pertumbuhan tersebut
didorong terutama oleh pengeluaran
nondefense yang tumbuh hingga 10,9
persen (YoY). Pada triwulan sebelumnya
pengeluaran pemerintah pada
nondefense tumbuh 6,0 persen,
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(per
sen
)
Amerika Serikat Tiongkok
Singapura Jepang
Korea
10
sementara pada tahun 2019 tumbuh 2,4
persen (YoY).
Kinerja ekspor turun dalam,
perekonomian Korea, Jepang, dan
Singapura terkontraksi.
Permintaan luar negeri dan aktivitas
perdagangan internasional belum
berjalan normal sepanjang triwulan II
tahun 2020. Hal tersebut berdampak
pada pertumbuhan ekonomi Korea
yang terkontraksi 2,9 persen (YoY).
Kontraksi tersebut merupakan yang
terdalam setelah krisis keuangan 1998.
Hampir seluruh komponen dari sisi
pengeluaran terkontraksi pada triwulan
ini, kecuali pengeluaran pemerintah dan
investasi.
Pengeluaran pemerintah Korea tumbuh
pada tingkat normal sebesar 6,0 persen
(YoY). Sementara itu, meskipun investasi
tumbuh lebih lambat dari triwulan
sebelumnya (4,7 persen, YoY), pada
triwulan II, investasi masih tumbuh
sebesar 1,1 persen (YoY).
Seperti halnya dengan negara lain,
pengeluaran konsumsi rumah tangga
Korea terkontraksi sebesar 4,1 persen
(YoY). Kinerja ekspor yang berkontribusi
hampir 40 persen pada PDB Korea juga
terkontraksi 13,6 persen (YoY).
Kontraksi ekspor tersebut antara lain
disebabkan oleh turunnya ekspor mobil,
migas, dan batu bara. Kontraksi
terdalam terjadi pada ekspor dan impor
1 Kebijakan pembatasan aktivitas di Singapura
untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19.
jasa yang masing-masing sebesar 22,2
dan 24,7 persen (YoY).
Triwulan II tahun 2020 ini merupakan
periode ketiga Jepang mengalami
kontraksi berturut-turut. Kontraksi
ekonomi juga semakin dalam menjadi
9,9 persen (YoY). Penyebab utama
terkontraksinya perekonomian Jepang
adalah kontraksi konsumsi rumah
tangga sebesar 11,6 persen (YoY). Selain
itu, turunnya kinerja ekspor Jepang
mencapai 23,3 persen (YoY), jauh lebih
dalam dibandingkan kontraksi impor
sebesar 6,2 persen (YoY). Investasi juga
mengalami penurunan. Kontraksi
ekonomi ditahan oleh pengeluaran
pemerintah yang masih tumbuh 1,0
persen (YoY).
Kondisi serupa dihadapi oleh Singapura.
Perekonomian Singapura terkontraksi
semakin dalam menjadi 13,2 persen
(YoY) pada triwulan II tahun 2020. Hal
tersebut merupakan dampak dari
diberlakukannya kebijakan Circuit
Breaker1 untuk mencegah penyebaran
Covid-19 sejak 7 April – 1 Juni 2020.
Kinerja ekspor jasa turun 20,3 persen
(YoY). Sementara ekspor barang juga
terkontraksi 13,8 persen (YoY).
Sektor konstruksi Singapura
terkontraksi hingga 59,3 persen (YoY)
sejalan dengan berhentinya aktivitas
konstruksi selama periode circuit
breaker. Selain itu, kontraksi juga
dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga
kerja yang terganggu sebagai dampak
11
pembatasan mobilitas di asrama
pekerja migran.
Pembatasan perjalanan global
berdampak pada sektor transportasi
dan pergudangan yang terkontraksi
39,2 persen (YoY). Sektor akomodasi
dan jasa makanan juga terkontraksi
cukup dalam sebesar 41,4 persen (YoY).
Satu-satunya sektor yang masih
tumbuh adalah sektor keuangan dan
asuransi sebesar 3,4 persen (YoY).
Perekonomian Tiongkok kembali
tumbuh.
Kondisi yang berbeda terjadi di
Tiongkok. Perekonomian Tiongkok
telah kembali berjalan dengan cukup
baik. Hal ini ditunjukkan oleh
perekonomian pada triwulan II tahun
2020 yang tumbuh 3,2 persen (YoY). Di
tengah kondisi global dan aktivitas
perdagangan dunia yang belum pulih,
Tiongkok mampu mendorong
pertumbuhan ekonominya. Sebagian
besar lapangan usaha di Tiongkok
sudah kembali tumbuh. Kinerja sektor
akomodasi dan restoran masih
terkontraksi cukup dalam pada triwulan
ini mencapai 18,0 persen (YoY).
Namun demikian, pertumbuhan
Tiongkok selama semester I tahun 2020
terkontraksi sebesar 1,6 persen (YoY).
Sebagian besar lapangan usaha
terkontraksi, kecuali sektor pertanian,
keuangan, dan jasa informasi. Sektor
akomodasi dan restoran menjadi yang
paling terpukul pada semester ini.
Pengeluaran perkapita masyarakat baik
di perkotaan maupun pedesaan turun
dibandingkan semester I tahun 2019,
masing-masing sebesar 8,0 dan 1,6
persen (YoY). Penurunan paling dalam
terjadi pada pengeluaran untuk
kelompok pendidikan, kebudayaan, dan
rekreasi. Hal tersebut seiring dengan
diberlakukannya lockdown bersamaan
dengan hari raya Imlek, yang biasanya
menjadi pendorong pertumbuhan
ekonomi pada triwulan pertama.
Selain Tiongkok, Vietnam juga masih
mampu tumbuh 0,4 persen (YoY),
meskipun lebih lambat dari triwulan
sebelumnya (3,8 persen, YoY). Sektor
industri dan pertanian menjadi
penopang dengan pertumbuhan
masing-masing 1,4 dan 1,7 persen
(YoY). Sementara itu, laju pertumbuhan
tertahan oleh sektor jasa yang
terkontraksi 1,8 persen (YoY).
Berbagai negara turunkan suku
bunga untuk mendorong
perekonomian.
Hampir semua negara melakukan
quantitative easing. Bank sentral
kembali menurunkan suku bunga
maupun melakukan pembelian surat
berharga.
Bank sentral Amerika Serikat, The Fed,
memutuskan untuk menahan suku
bunga sepanjang triwulan II tahun 2020,
mengingat suku bunga telah berada
pada ambang batas bawah. Suku bunga
saat ini akan dipertahankan hingga
perekonomian mulai pulih. Selain
mempertahankan suku bunga, The Fed
juga akan melanjutkan pembelian
obligasi dan menjalankan program
12
pinjaman untuk mendorong
perekonomian.
Negara lainnya, Brazil, sepanjang
triwulan II tahun 2020 menurunkan suku
bunga acuannya dengan total 150 bps.
Pada bulan Mei, suku bunga dipotong
75 bps menjadi 3,00 persen. Kemudian
pada bulan Juni pemotongan
dilanjutkan menjadi 2,25 persen.
Langkah tersebut diambil seiring
perkembangan inflasi yang jauh
dibawah target yang ditetapkan.
Sejalan dengan Brazil, Rusia juga
memotong suku bunga sebesar 150
bps. Pada bulan April, Rusia
menurunkan 50 bps dari 6,00 persen.
Selanjutnya pada bulan Juni
pemotongan suku bunga menjadi
semakin dalam sebesar 100 bps. Pada
akhir periode triwulan II, suku bunga
Rusia menjadi sebesar 4,50 persen.
Tabel 1 Suku Bunga Kebijakan Beberapa
Negara
Apr Mei Jun
BRIC
Brazil 3,75 3,00 2,25
Rusia 5,50 5,50 4,50
India 4,40 4,00 4,00
Tiongkok 3,85 3,85 3,85
ASEAN-5
Indonesia 4,50 4,50 4,25
Thailand 0,75 0,50 0,50
Filipina 2,75 2,75 2,25
Malaysia 2,50 2,00 2,00
Vietnam 5,00 4,50 4,50
Negara Maju
Amerika
Serikat
0,00-
0,25
0,00-
0,25
0,00-
0,25
Jepang -0,1 -0,1 -0,1
Korea
Selatan 0,75 0,50 0,50
Sumber: Bloomberg, PBoC
Seiring dengan dibukanya kembali
aktivitas perekonomian, bank sentral
Tiongkok menurunkan suku bunganya
sebesar 20 bps pada bulan April
menjadi 3,85 persen. Pada saat yang
bersamaan, bank sentral memberikan
injeksi sebesar USD7,93 miliar untuk
memaksimalkan pemulihan ekonomi di
Tiongkok.
Dengan kasus Covid-19 terbesar ketiga,
India berusaha menghidupkan kembali
perekonomiannya. Pada bulan Mei,
India menurunkan suku bunga sebesar
40 bps menjadi 4,00 persen. Tingkat
suku bunga tersebut merupakan yang
terendah sejak tahun 2000.
Beberapa negara di Asia Tenggara juga
melakukan hal serupa. Thailand
memotong suku bunga sebesar 25 bps
pada bulan Mei. Bank sentral Vietnam
juga memutuskan untuk menurunkan
suku bunga sebesar 50 bps menjadi
4,50 persen. Sementara itu, Filipina
memangkas suku bunga hingga 100
bps sepanjang triwulan II tahun 2020.
Pada bulan April suku bunga diturunkan
50 bps menjadi 2,75 persen. Kemudian
kembali diturunkan 50 bps pada bulan
Juni menjadi 2,25 persen.
Harga komoditas internasional
masih tertekan. Minyak mentah
anjlok 53,5 persen (YoY).
Pengurangan aktivitas secara masif di
berbagai negara berdampak pada
turunnya permintaan secara signifikan.
Berbagai harga komoditas seperti
minyak mentah tertekan sejak triwulan
sebelumnya. Kondisi tersebut
13
diperparah dengan merenggangnya
hubungan Amerika Serikat dan
Tiongkok.
Harga rata-rata minyak mentah pada
triwulan II sebesar USD30,3 per barel,
turun 53,5 persen dari triwulan II tahun
2019. Minyak mentah diperdagangkan
pada level terendahnya pada bulan
April seiring dengan penurunan
permintaan. Banyaknya minyak mentah
yang tidak terserap oleh pasar
menyebabkan penumpukan kapal
penyimpanan minyak. Puncaknya
terjadi ketika tidak ada lagi tempat
untuk menampung pasokan minyak
yang terus bertambah. Dalam kondisi
tersebut, harga minyak berjangka
Amerika Serikat, yakni WTI, menjadi
yang paling terpukul hingga
diperdagangkan minus pada bulan
April.
Perkembangan harga minyak mentah
pada bulan Mei sedikit lebih baik.
Kesepakatan pemotongan minyak
mentah antara OPEC, Rusia, dan negara
penghasil minyak lainnya mulai
dijalankan. Produksi minyak mentah
dikurangi 9,7 juta barel per hari hingga
Juni 2020. Persediaan minyak mentah
Amerika Serikat juga mengalami
penurunan.
Relaksasi lockdown pada bulan Juni di
beberapa negara kembali
meningkatkan permintaan. Harga
minyak mentah juga terdorong naik.
Secara keseluruhan, harga minyak Brent
mengalami penurunan paling dalam
pada triwulan II tahun 2020 sebesar 54,0
persen (YoY) menjadi USD31,4 per
barel, Dubai turun 52,6 persen (YoY)
menjadi USD31,7 per barel. Sementara
harga minyak mentah WTI turun 53,5
persen (YoY) menjadi USD27,8 per
barel.
Gambar 2 Perkembangan Harga Minyak
Mentah
Sumber: World Bank
Gambar 3 Perkembangan Harga Gas
Alam dan Batu Bara
Sumber: World Bank
Turunnya aktivitas produksi industri
juga berdampak pada turunnya harga
batu bara. Pada triwulan II tahun 2010,
harga rata-rata batu bara acuan sebesar
USD54,4 per metrik ton. Dibandingkan
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(USD
)
Brent Dubai WTI
1,81,7
54,4
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
120,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(USD
)
(USD
)
Gas Alam, EropaGas Alam, ASBatu Bara, Australia (kanan)
14
periode yang sama tahun sebelumnya,
harga batu bara turun 32,4 persen.
Penurunan paling dalam terjadi pada
bulan Mei yang disebabkan oleh
rencana Tiongkok untuk membatasi
impor dari Australia, termasuk batu
bara. Aksi tersebut sebagai respon atas
seruan Australia untuk melaksanakan
investigasi terhadap asal usul Covid-19.
Selain itu, Tiongkok memaksimalkan
produksi batu bara domestik dan
mengurangi impor batu bara.
Komoditas lainnya, yaitu gas alam juga
mengalami penurunan harga yang
signifikan. Keterbatasan pengiriman
akibat lockdown menjadi penyebab
utama melemahnya harga gas alam.
Harga rata-rata gas alam Amerika
Serikat pada triwulan II tahun 2020
turun 33,1 persen (YoY) menjadi USD1,7
per mmbtu. Sementara itu, harga gas
alam Eropa turun lebih tajam hingga
57,5 persen (YoY) menjadi USD1,8 per
mmbtu.
Harga komoditas pertanian
bervariasi.
Harga rata-rata komoditas pertanian
pada triwulan II tahun 2020 lebih tinggi
dibandingkan triwulan II tahun 2019.
Harga minyak kelapa sawit meningkat
7,6 persen (YoY) menjadi USD611,4 per
metrik ton. Peningkatan tersebut
merupakan base effect dimana harga
pada triwulan II tahun 2019 rendah.
Harga CPO pada triwulan ini masih lebih
rendah dibandingkan harga rata-rata
pada triwulan sebelumnya dampak
turunnya aktivitas industri. Selain CPO,
harga beberapa komoditas seperti
udang, gandum, beras, dan kayu juga
mengalami peningkatan.
Sementara itu, harga karet dan katun
lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun 2019. Turunnya harga
karet dipengaruhi oleh turunnya
permintaan dari industri yang berbahan
dasar karet. Berbagai perusahaan ban
dan karet menyatakan penjualan yang
turun pada triwulan II tahun 2020.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir
harga karet telah menunjukkan
peningkatan. Hal serupa terjadi pada
komoditas katun, dimana harga kembali
meningkat pada bulan Mei dan Juni,
meskipun masih lebih rendah dari tahun
sebelumnya.
Penurunan produksi industri juga
menyebabkan turunnya harga
beberapa jenis logam. Harga timbal
yang menunjukkan peningkatan sejak
tahun lalu kembali turun ke level
USD1.676,2 per metrik ton. Harga
tersebut lebih rendah 11,2 persen (YoY).
Selain itu, harga nikel juga turun tipis
menjadi USD12.237 per metrik ton. Bijih
besi turun dari USD100,9 per dmtu pada
triwulan II tahun 2019 menjadi USD93,9
per dmtu. Sementara penurunan harga
terbesar terjadi pada komoditas timah
yang turun 20,4 persen (YoY).
Di tengah berbagai ketidakpastian yang
terjadi di seluruh dunia, harga logam
mulia meningkat tajam pada triwulan
ini. Baik harga emas maupun perak lebih
tinggi dari tahun sebelumnya. Namun,
harga rata-rata platina sedikit menurun.
Harga emas meningkat 30,5 persen
15
(YoY) menjadi USD1.710,0 per troy ons
pada triwulan II tahun 2020.
Peningkatan tersebut didorong oleh
aksi investor yang mengalihkan aset
berisiko kepada aset yang dianggap
aman, salah satunya emas. Seiring
dengan tertekannya perekonomian di
seluruh dunia, harga emas akan terus
meningkat.
16
Box 1 Tekanan dari Tingginya Kasus Covid-19
Jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia terus menunjukkan peningkatan yang cepat.
Hingga 22 Agustus 2020, jumlah kasus telah mencapai 22,8 juta di seluruh dunia.
Negara yang kasusnya telah melambat segera digantikan oleh negara dengan
peningkatan kasus yang sangat tinggi. Tiongkok yang menjadi episentrum pada awal
penyebaran segera digantikan oleh Amerika Serikat yang kini sudah 62 kali lebih
banyak dari jumlah kasus Tiongkok. Berbagai negara di Eropa seperti Italia, Jerman,
Perancis pernah berada dalam 10 negara dengan kasus tertinggi. Ketika negara
tersebut melambat, negara-negara berkembang justru menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Brazil, hingga saat ini masih belum menunjukkan perlambatan. India
telah berada pada peringkat ketiga kasus tertinggi. Filipina dan Indonesia dengan
lebih dari 100 ribu kasus telah jauh melampaui Tiongkok.
Sumber: JHU CSSE COVID-19 Data
Pembatasan aktivitas yang diterapkan secara otomatis mengurangi permintaan
berbagai sektor seperti transportasi, akomodasi, maupun perdagangan. Turunnya
permintaan kemudian direspon oleh penyedia barang/jasa dengan mengurangi
produksi atau bahkan menutup usahanya sementara untuk menekan biaya yang
dikeluarkan. Pilihan yang umum diambil adalah dengan mengurangi jumlah pekerja,
baik dengan dirumahkan sementara atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pengangguran di berbagai negara diprediksi meningkat tajam selama pandemi ini. Di
Amerika Serikat, tingkat pengangguran melonjak tajam dari 4,4 persen (Maret 2020)
menjadi 14,7 persen (April 2020). Hingga bulan Juli, tingkat pengangguran di AS
masih bertahan pada 10,2 persen. Tunjangan pengangguran juga meningkat tajam
dari USD12,7 miliar menjadi USD197,5 miliar. Sementara di Spanyol, diperkirakan 1,1
pekerja kehilangan pekerjaannya pada triwulan kedua 2020.
5.620.513
182.365 149.40889.594
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
Am
erik
a Se
rika
t
Bra
zil
Ind
ia
Ru
sia
Afr
ika
Sela
tan
Pe
ru
Mek
siko
Ko
lum
bia
Ch
ile
Span
yol
Iran
Arg
enti
na
UK
Ara
b S
aud
i
Pak
ista
n
Ban
glad
es
Pra
nci
s
Ital
ia
Turk
i
Jerm
an
Iraq
Filip
ina
Ind
on
esia
Kan
ada
Qat
ar
Eku
ado
r
Bo
livia
Kaz
akh
tan
Ukr
ain
a
Isra
el
Mes
ir
Rep
. Do
min
ika
Tio
ngk
ok
17
Survey Badan Pusat Statistik (BPS) pada dampak Covid-19 menunjukkan 2,5 persen
responden terkena PHK. Sementara 18,3 persen responden dirumahkan sementara.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat merasakan adanya
penurunan pendapatan selama pandemi. Terutama pekerja yang bekerja di sektor
transportasi dan pergudangan. Masyarakat miskin, rentan miskin, serta pekerja sektor
informal yang berpendapatan rendah merupakan yang paling terdampak dari kondisi
ini.
Situasi ini tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Oleh karena itu, masyarakat
menahan konsumsinya dan memilih untuk menambah simpanan untuk berjaga-jaga
menghadapi situasi di kemudian hari, terutama pada masyarakat dengan pendapatan
rendah. Sementara masyarakat berpendapatan menengah dan tinggi cenderung
mengalami peningkatan pengeluaran dengan perubahan pola belanja. Sebagian
besar digunakan untuk belanja bahan makanan seiring dengan anjuran diam di
rumah. Belanja pun banyak dilakukan secara online. Kondisi ini pada akhirnya semakin
menekan permintaan masyarakat pada sektor-sektor tertentu.
Meskipun usaha kembali dibuka dan produksi kembali berjalan, jika permintaan tetap
rendah justru akan menambah beban perusahaan. Hal ini terjadi di Amerika Serikat
dimana beberapa sektor usaha telah kembali dibuka. Namun, pemilik usaha
menghadapi situasi dimana permintaan masyarakat tetap rendah karena memilih
menahan konsumsinya.
Kunci agar kondisi dapat berjalan normal kembali adalah dengan menghentikan krisis
kesehatan ini. Masyarakat harus diberi rasa aman dan terjamin kesehatannya dalam
melakukan aktivitas. Oleh sebab itu, berbagai perusahaan farmasi di berbagai negara
berlomba-lomba menemukan vaksin secepatnya. Karena dengan adanya vaksin
Covid-19, aktivitas akan dapat berjalan kembali dengan normal. Karena, meskipun
penyebaran Covid-19 telah berhasil diperlambat di beberapa negara dengan
berbagai dampaknya, masih ada potensi munculnya gelombang kedua. Ketika hal ini
terjadi, pemerintah setempat akan kembali membatasi jalannya aktivitas. Akibatnya,
perekonomian akan kembali berjalan lambat. Ketidakpastian masih tetap tinggi.
Namun, jika melihat langkah uji klinis yang panjang, sepertinya vaksin yang tepat dan
aman baru dapat tersedia paling cepat pada awal tahun 2021. Hingga saat itu
pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama untuk bertahan. Pemerintah akan
melanjutkan kebijakan demi mendorong perekonomian dan melindungi masyarakat
dari dampak pandemi. Sementara masyarakat tetap mematuhi anjuran pemerintah
dan tetap cermat dalam melaksanakan protokol kesehatan.
18
II. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
2.1 Produk Domestik Bruto
Perekonomian Indonesia
terkontraksi 5,3 persen (YoY).
Gambar 4 Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang diterapkan di berbagai
daerah di Indonesia pada bulan April
dan Mei, menekan aktivitas
perekonomian di segala sektor.
Sebagian sektor usaha terpaksa
merumahkan karyawannya.
Sementara masyarakat menahan
konsumsi hingga kondisi lebih stabil.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada triwulan II tahun 2020
terkontraksi hingga 5,3 persen (YoY).
Kontraksi ini merupakan yang
terdalam setelah krisis tahun 1998.
Dari 17 sektor, tujuh sektor masih
tumbuh positif meskipun sebagian
besar melambat. Sektor informasi dan
komunikasi tumbuh positif dan lebih
cepat dibandingkan triwulan II tahun
2019.
Produk Domestik Bruto (PDB), 65
persen dipengaruhi oleh sektor
industri, pertanian, perdagangan,
konstruksi, dan pertambangan. Dari
kelima sektor tersebut, hanya sektor
pertanian yang masih tumbuh.
5,3 5,1
-5,3-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019 2020
(per
sen
)
19
Gambar 5 Pertumbuhan PDB Sisi
Produksi Triwulan II Tahun 2020
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sektor pertanian tumbuh
melambat.
Sektor pertanian tumbuh 2,2 persen
(YoY), didorong oleh meningkatnya
produksi tanaman pangan karena
adanya pergeseran puncak panen raya
ke triwulan II tahun 2020. Produksi
tanaman pangan naik 9,2 persen dari
periode yang sama tahun sebelumnya.
Tanaman perkebunan juga tumbuh
meskipun melambat (0,2 persen, YoY)
didorong oleh peningkatan produksi
kopi dan tebu di beberapa sentra
produksi. Kelapa sawit juga meningkat
seiring dengan meningkatnya
permintaan dari luar negeri untuk
CPO. Peternakan terkontraksi 0,5
persen (YoY) disebabkan turunnya
permintaan produk peternakan dari
restoran dan hotel.
Subsektor kehutanan dan
penebangan kayu tumbuh 2,2 persen
(YoY), lebih lambat dibandingkan
triwulan II tahun 2019. Perikanan juga
terkontraksi 0,6 persen (YoY) yang
disebabkan turunnya produksi ikan
budidaya sebesar 15,0 persen (YoY).
Industri pengolahan terkontraksi 6,2
persen (YoY). Penurunan ini terutama
disebabkan oleh kontraksi industri alat
angkutan (34,3 persen, YoY) karena
penurunan produksi kendaraan yang
cukup tajam. Industri tekstil dan
pakaian jadi juga terkontraksi hingga
14,2 persen (YoY) karena turunnya
permintaan domestik maupun luar
negeri. Industri tembakau juga
terkontraksi 10,5 persen (YoY)
disebabkan oleh turunnya produksi
rokok. Industri kimia, farmasi, dan obat
tradisional tumbuh 8,6 persen, lebih
tinggi dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya (5,6
persen). Industri logam dasar juga
masih tumbuh 2,8 persen (YoY).
Selama masa PSBB, beberapa gerai
penjualan ditutup sementara yang
berdampak pada omzet perdagangan
ritel yang turun. Selain itu, penjualan
semen dan produk domestik lainnya
juga turun yang mengindikasikan
berkurangnya pembangunan fisik di
berbagai sektor.
-12,6
3,7
1,2
-3,2
-12,1
2,3
1,0
10,9
-22,0
-30,8
-7,6
-5,4
4,6
-5,5
-5,7
-6,2
-2,7
2,2
Jasa Lainnya
Jasa Kesehatan & Keg. Sosial
Jasa Pendidikan
Adm. Pemerintahan
Jasa Perusahaan
Real Estat
Jasa Keuangan & Asuransi
Informasi & Komunikasi
Akomodasi & Mamin
Transportasi & Pergudangan
Perdagangan
Konstruksi
Pengadaan Air
Pengadaan Listrik & Gas
Industri Pengolahan
Industri
Pertambangan
Pertanian
(persen)
20
Pertumbuhan PDB perdagangan
besar dan eceran, reparasi mobil,
dan sepeda motor turun 7,5 persen
(YoY).
Tabel 2 Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Uraian Growth (%) Share
thd Total
PDB (%) QtQ YoY
PDB Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda
Motor
-6,7 -7,53 12,8
Perdagangan Mobil,
Sepeda Motor, dan
Reparasinya
-30,6 -29,8 1,9
Perdagangan Besar
dan Eceran, bukan
Mobil dan Motor
-1,1 -20,5 10,9
Produk Domestik Bruto -4,2 -5,3 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan II tahun 2020, kebijakan
pembatasan pergerakan masyarakat
memberi dampak perlambatan
ekonomi termasuk sektor
perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda yang
memiliki peran sebesar 12,8 persen
dalam perekonomian. Sektor
perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor
mengalami penurunan sebesar 6,7
persen (QtQ) dan 7,5 persen (YoY).
Penurunan pada sektor ini disebabkan
penurunan yang dalam pada
subsektor perdagangan mobil, sepeda
motor, dan reparasinya dengan
penurunan sebesar 30,6 persen (QtQ)
dan 29,8 persen (YoY). Dengan
demikian, pada semester I tahun 2020,
sektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor
mengalami penurunan.
Pemberlakuan PSBB mengakibatkan
penundaan sejumlah proyek
infrastruktur. Hal tersebut
mempengaruhi sektor konstruksi yang
terkontraksi 5,4 persen (YoY).
Pembatasan mobilitas tekan sektor
transportasi dan sektor akomodasi.
Sumber kontraksi tertinggi berasal
dari sektor transportasi dan
pergudangan yang diikuti oleh
penyediaan akomodasi dan makanan
minuman. Pengetatan mobilitas
berdampak besar pada pariwisata
yang erat dengan kedua sektor
tersebut. Sektor transportasi dan
pergudangan terkontraksi hingga 30,8
persen (YoY). Sementara sektor
akomodasi dan makan minum
terkontraksi 22,0 persen (YoY).
Himbauan agar tetap di rumah serta
kebijakan pemerintah dalam larangan
mudik lebaran juga menyebabkan
kontraksi pada sektor transportasi
menjadi yang terdalam. Penurunan
kinerja terjadi pada semua moda
transportasi. Moda angkutan yang
paling terdampak adalah angkutan
udara yang turun hingga 80,0 persen
(YoY). Angkutan kereta api turun 63,7
persen (YoY). Sementara pada aliran
barang, penundaan aktivitas kargo
pada masa pandemi menyebabkan
turunnya kinerja pos dan kurir sebesar
38,7 persen (YoY).
21
Ditutupnya tempat rekreasi dan
hiburan, bandar udara, pembatasan
perjalanan menyebabkan sepinya
pengunjung hotel dan restoran.
Jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara maupun domestik turun
hingga level terendah selama triwulan
kedua ini. Kondisi tersebut memukul
sektor akomodasi hingga terkontraksi
sebesar 44,2 persen (YoY). Sementara
penyediaan makan minum turun 16,8
persen (YoY). Selama pandemi ini,
masyarakat memiliki kecenderungan
untuk memasak dan makan di rumah
sehingga permintaan ke restoran pun
menurun. Hal tersebut dilakukan
sebagai upaya untuk mengurangi
probabilitas terpapar Covid-19.
Jasa keuangan, jasa kesehatan,
dan pendidikan tetap tumbuh.
Jasa keuangan dan asuransi tumbuh
melambat sebesar 1,0 persen (YoY)
dibandingkan triwulan II tahun 2019
yang tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY).
Asuransi dan dana pensiun tumbuh
tinggi sebesar 7,1 persen (YoY) yang
juga sebagai pendorong
pertumbuhan sektor jasa keuangan.
Sementara itu, jasa perantara
keuangan terkontraksi 1,0 persen
(YoY) setelah tumbuh hingga 13,7
persen (YoY) pada triwulan
sebelumnya. Sementara itu, jasa
kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh
3,7 persen (YoY). Kinerja ini terkait
dengan kondisi pandemi yang
mendorong permintaan kesehatan.
Sektor informasi dan komunikasi
tumbuh tertinggi.
Pertumbuhan sektor informasi dan
komunikasi (10,9 persen, YoY)
didorong oleh peningkatan belanja
iklan televisi dan digital. Selain itu,
pelaksanaan work from home maupun
pembelajaran daring dari rumah
meningkatkan jumlah pelanggan
penyedia jasa internet maupun TV
interaktif berbayar.
Pengadaan air dan real estat juga
tetap tumbuh masing-masing sebesar
4,5 dan 2,3 persen (YoY). Pertumbuhan
pada sektor pengadaan air didorong
oleh naiknya penggunaan air rumah
tangga terkait dengan meningkatnya
aktivitas di rumah.
Seluruh komponen pembentuk PDB
sisi pengeluaran terkontraksi.
Gambar 6 Pertumbuhan PDB Sisi
Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik
Seluruh komponen pengeluaran
mengalami kontraksi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya.
-17,0
-11,7
-8,6
-6,9
-6,9
-5,5
-20,0 -15,0 -10,0 -5,0 0,0
Impor
Ekspor
PMTB
Konsumsi Pemerintah
LNPRT
Konsumsi RT
(persen)
22
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
yang dilakukan banyak perusahaan
berdampak pada turunnya
pendapatan masyarakat dalam jumlah
besar. Kondisi tersebut menurunkan
pengeluaran masyarakat secara
signifikan. Di sisi lain, konsumsi
pemerintah juga turun.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan
bergerak sejalan dengan pengeluaran
rumah tangga karena sumber
pertumbuhan ditopang oleh konsumsi
masyarakat.
Gambar 7 Perkembangan Konsumsi RT
dan Investasi terhadap PDB
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pengeluaran konsumsi rumah tangga
pada triwulan II tahun 2020 turun 5,5
persen dibandingkan triwulan II tahun
2019. Hampir seluruh subkomponen
terkontraksi kecuali perumahan dan
perlengkapan rumah tangga serta
kesehatan dan pendidikan. Kontraksi
paling dalam terjadi pada
subkomponen restoran dan hotel
diikuti oleh transportasi dan
komunikasi.
Masyarakat menahan konsumsinya
pada triwulan II yang tercermin dari
turunnya penjualan eceran. Penjualan
mobil penumpang dan sepeda motor
juga turun tajam. Di sisi lain,
meningkatnya aktivitas di rumah
mendorong volume penjualan listrik
PLN ke rumah tangga.
Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) mengalami penurunan baik
dibandingkan triwulan
sebelumnya, maupun periode yang
sama tahun sebelumnya.
Pada triwulan II tahun 2020, PMTB
yang berkontribusi 30,6 persen dalam
perekonomian, mengalami penurunan
sebesar 9,7 persen (QtQ) dan 8,6
persen (YoY). Investasi bangunan serta
mesin dan perlengkapan merupakan
komponen utama penyusun PMTB
dengan distribusi masing-masing
sebesar 23,8 persen dan 2,9 persen.
Namun komponen tersebut
mengalami penurunan pada triwulan II
tahun 2020.
Hampir seluruh komponen penyusun
PMTB mengalami penurunan kecuali
investasi produk kekayaan intelektual
yang tumbuh sebesar 0,2 persen
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Komponen PMTB berupa kendaraan,
peralatan lainnya, serta mesin dan
perlengkapan memiliki penurunan
terbesar yaitu masing-masing sebesar
36,0 persen (QtQ), 29,3 persen (QtQ)
dan 12,5 persen (QtQ).
-10,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2018 2019 2020
(per
sen
)
PDB Konsumsi RT PMTB
23
Dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya, seluruh komponen
penyusun PMTB mengalami
penurunan dengan penurunan
terbesar pada kendaraan, peralatan
lainnya, serta CBR (Cultivated
Biological Resources) dengan
penurunan masing-masing sebesar
34,1 persen (YoY), 26,1 persen (YoY),
dan 14,9 persen (YoY). Sementara itu,
investasi bangunan terhambat oleh
pengerjaan pembangunan di sebagian
besar provinsi yang ditunda dan
menyebabkan kontraksi 5,3 persen
(YoY). Dengan perkembangan
tersebut, secara kumulatif, PMTB
mengalami kontraksi sebesar 8,6
persen (YoY), pada triwulan II tahun
2020.
Tabel 3 Pembentukan Modal Tetap
Bruto
Uraian
Nilai*
Q2
2020
Growth (%) Share
thd
Total
PDB (%) QtQ YoY
Pembentukan
Modal Tetap
Bruto
791,2 -9,7 -8,6 30,6
Bangunan 614,3 -7,4 -5,3 23,8
Mesin dan
Perlengkapan 76,8 -12,5 -12,9 2,9
Kendaraan 31,1 -36,0 -34,1 1,1
Peralatan
lainnya 10,2 -29,3 -26,1 0,4
Cultivated
Biological
Resources
39,9 -8,2 -14,9 1,6
Produk
Kekayaan
Intelektual
18,9 0,2 -11,5 0,8
Produk
Domestik Bruto 2.589,6 -4,2 -5,3 100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
*dalam triliun Rp (ADHK)
Pengeluaran konsumsi pemerintah
yang diharapkan dapat menahan
penurunan PDB juga terkontraksi 6,9
persen (YoY) yang disebabkan oleh
turunnya realisasi belanja barang dan
jasa serta belanja pegawai. Hal
tersebut terjadi karena adanya
penundaan dan pembatalan kegiatan
Kementerian dan Lembaga sejak awal
triwulan II tahun 2020. Turunnya
realisasi belanja pegawai disebabkan
oleh perubahan pemberian Tunjangan
Hari Raya (THR) dimana jumlah
penerima dikurangi dan komponen
tunjangan kinerja tidak dimasukkan.
Sementara itu, bantuan sosial
pemerintah meningkat di tengah
pandemi ini.
Pengeluaran LNPRT turun 6,9 persen
pada triwulan ini. Kontraksi LNPRT
dipengaruhi oleh pergeseran pilkada
tahun 2020 dan base effect dari adanya
pilpres pada tahun 2019.
Ekspor barang dan jasa terkontraksi
11,7 persen (YoY). Sebagai dampak
dari PSBB yang menutup tempat
rekreasi dan bandara, ekspor jasa
terkontraksi hingga 52,7 persen (YoY).
Ekspor barang nonmigas turun 7,5
persen (YoY) seiring dengan turunnya
volume ekspor komoditas utama.
Sementara ekspor barang migas
masih tumbuh 3,8 persen (YoY).
Sejalan dengan ekspor, kinerja impor
juga turun sebesar 17,0 persen (YoY).
Impor jasa terkontraksi paling dalam
hingga 41,4 persen (YoY) yang
disebabkan oleh turunnya aktivitas
ekspor impor barang yang
24
mempengaruhi jasa angkutan. Kinerja
impor barang turun 13,0 persen (YoY)
yang didominasi oleh turunnya impor
barang migas (26,2 persen, YoY).
Sementara itu, impor barang
nonmigas terkontraksi 10,3 persen
(YoY) terutama pada mesin-
mesin/pesawat mekanik,
mesin/peralatan listrik, plastik dan
barang dari plastik, serta besi dan baja.
Baik ekspor maupun impor Indonesia
pada bulan April dan Mei tahun 2020
turun dibandingkan tahun
sebelumnya. Namun, pada bulan Juni
nilai ekspor sudah lebih tinggi.
Sementara kinerja impor masih di
bawah Juni 2019. Secara keseluruhan
net export pada triwulan II tahun 2020
masih tumbuh. Pertumbuhan tersebut
didorong oleh turunnya kinerja impor
yang lebih dalam dari ekspor.
25
Tabel 4 Pertumbuhan Ekonomi
Tahun 2015 – Triwulan II/2020 (persen, YoY)
2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1 2020:2
Produk Domestik Bruto 4,9 5,0 5,1 5,2 5,07 5,05 5,02 4,97 2,97 -5,32
Konsumsi Rumah Tangga 5,0 5,0 4,9 5,1 5,0 5,2 5,0 5,0 2,8 -5,5
Konsumsi LNPRT -0,6 6,6 6,9 9,1 17,0 15,3 7,4 3,5 -5,1 -7,8
Konsumsi Pemerintah 5,3 -0,1 2,1 4,8 5,2 8,2 1,0 0,5 3,7 -6,9
PMTB 5,0 4,5 6,2 6,6 5,0 4,6 4,2 4,1 1,7 -8,6
Ekspor Barang dan Jasa -2,1 -1,6 8,9 6,6 -1,6 -1,7 0,1 -0,4 0,2 -11,7
Impor Barang dan Jasa -6,2 -2,4 8,1 11,9 -7,5 -6,8 -8,3 -8,1 -2,2 -17,0
Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 3,8 3,4 3,9 3,9 1,8 5,3 3,1 4,3 0,0 2,2
Pertambangan dan Penggalian -3,4 0,9 0,7 2,2 2,3 -0,7 2,3 0,9 0,5 -2,7
Industri Pengolahan 4,3 4,3 4,3 4,3 3,9 3,5 4,1 3,7 2,1 -6,2
Industri Pengolahan Nonmigas 5,1 4,4 4,9 4,8 4,8 4,0 4,7 3,9 2,0 -5,7
Listrik dan Gas 0,9 5,4 1,5 5,5 4,1 2,2 3,8 6,0 3,9 -5,5
Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, Daur Ulang 7,1 3,6 4,6 5,6 9,0 8,3 4,9 5,4 4,6 4,6
Konstruksi 6,4 5,2 6,8 6,1 5,9 5,7 5,7 5,8 2,9 -5,4
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi 2,5 4,0 4,5 5,0 5,2 4,6 4,4 4,2 1,6 -7,6
Transportasi dan Pergudangan 6,7 7,4 8,5 7,1 5,5 5,9 6,7 7,6 1,3 -30,8
Akomodasi dan Makan Minum 4,3 5,2 5,4 5,7 5,9 5,5 5,4 6,4 2,0 -22,0
Informasi dan Komunikasi 9,7 8,9 9,6 7,0 9,1 9,6 9,2 9,7 9,8 10,9
Jasa Keuangan dan Asuransi 8,6 8,9 5,5 4,2 7,2 4,5 6,2 8,5 10,6 1,0
Real Estate 4,1 4,7 3,6 3,5 5,4 5,7 6,0 5,9 3,8 2,3
Jasa Perusahaan 7,7 7,4 8,4 8,6 10,4 9,9 10,2 10,5 5,4 -12,1
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
4,6 3,2 2,0 7,0
6,4 8,9 1,9 2,1 3,2 -3,2
Jasa Pendidikan 7,3 3,8 3,7 5,4 5,6 6,3 7,8 5,5 5,9 1,2
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,7 5,2 6,8 7,2 8,6 9,1 9,2 7,8 10,4 3,7
Jasa lainnya 8,1 8,0 8,7 9,0 10,0 10,7 10,7 10,8 7,1 -12,6
PDB Harga Berlaku (Rp Triliun) 11.526 12.402 13.590 14.838 3.784 3.964 4.067 4.019 3.923 3.688
PDB Harga Konstan (Rp Triliun) 8.983 9.434 9.913 10.425 2.625 2.735 2.819 2.770 2.703 2.590
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
26
Investasi
Realisasi Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) mengalami
penurunan pada triwulan II tahun
2020.
Pada triwulan II tahun 2020, total
realisasi investasi PMA dan PMDN
mencapai Rp191,9 triliun, atau
menurun sebesar 10,7 persen (QtQ)
dan 4,3 persen (YoY). Penurunan
tersebut disebabkan adanya
penurunan baik pada realisasi PMA
yang mencapai Rp97,6 triliun atau
menurun sebesar 4,4 persen (QtQ) dan
6,9 persen (YoY) maupun PMDN yang
mencapai Rp94,3 triliun atau menurun
sebesar 16,4 persen (QtQ) dan 1,4
persen (YoY).
Tabel 5 Realisasi Investasi
Uraian
Nilai
Q2 2020
(triliun Rp)
Growth (%) Share
thd
Realisasi
Investasi
(%)
QtQ YoY
Realisasi
Investasi 191,9 -10,7 -4,3 100,0
Penanaman
Modal Dalam
Negeri
(PMDN)
94,3 -16,4 -1,4 49,1
Penanaman
Modal Asing
(PMA)*
97,6 -4,4 -6,9 50,9
Berdasarkan Sektor
Primer 21,4 -32,0 -41,9 11,1
Sekunder 65,6 -0,4 8,6 34,2
Tersier 105,0 -10,7 1,6 54,7
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
*kurs: Rp14.400/USD
Berdasarkan sektornya, realisasi total
investasi tertinggi terjadi pada sektor
tersier yaitu sebesar Rp105,2 triliun,
diikuti pada sektor sekunder yaitu
sebesar Rp65,5 triliun, dan sektor
primer yaitu sebesar Rp21,4 triliun.
Sektor primer mengalami penurunan
terbesar yaitu sebesar 32,0 persen
(QtQ) dan 41,9 persen (YoY), didorong
penurunan baik PMA maupun PMDN
di sektor tersebut.
Pada sektor sekunder, total
realisasi investasi terbesar ada
pada Industri Logam Dasar, Barang
Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya, diikuti oleh Industri
Makanan, serta Industri Kimia dan
Farmasi.
Industri Logam Dasar, Barang Logam,
Bukan Mesin dan Peralatannya;
Industri Makanan; dan Industri Kimia
dan Farmasi memiliki kontribusi
terbesar yaitu masing-masing sebesar
31,5; 27,5; dan 14,8 persen terhadap
total investasi pada sektor sekunder.
Pada triwulan II tahun 2020, ketiga
sektor dominan tersebut memiliki
realisasi investasi tertinggi yaitu
Rp20,7 triliun untuk Industri Logam
Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin
dan Peralatannya; Rp18,0 triliun untuk
industri Makanan; dan Rp9,7 triliun
untuk industri Kimia dan Farmasi.
Namun demikian, ketiga industri
dominan tersebut memiliki
perkembangan yang beragam.
Dibandingkan dengan triwulan I tahun
2020, pada triwulan II tahun 2020,
27
Industri Lainnya; Industri Kendaraan
Bermotor dan Peralatan Transportasi
Lainnya; Industri Tekstil; dan Industri
Makanan mengalami pertumbuhan,
sedangkan, industri-industri lainnya
mengalami penurunan. Pada triwulan
II tahun 2020, penurunan terbesar
secara triwulanan terjadi pada Industri
Mineral Non Metal; Industri Kayu; dan
Industri Karet dan Plastik.
Tabel 6 Realisasi Investasi Sektor
Sekunder
Uraian
Nilai
Q2 2020
(triliun
Rp)
Growth (%) Share thd
Sektor
Sekunder
(%) QtQ YoY
Industri Makanan 18,0 53,0 4,9 27,5
Industri Tekstil 1,8 70,2 -7,8 2,7
Industri Barang
Kulit dan Industri
Alas Kaki
0,7 -12,5 203,4 1,1
Industri Kayu 0,3 -57,0 -71,3 0,4
Industri Kertas dan
Printing 2,8 -10,0 63,5 4,2
Industri Kimia dan
Farmasi 9,7 -4,8 2,3 14,8
Industri Karet dan
Plastik 1,8 -41,4 -13,1 2,8
Industri Mineral
Non Metal 1,8 -58,2 -26,3 2,8
Industri Kendaraan
Bermotor dan
Peralatan
Transportasi
Lainnya
3,9 77,7 -30,2 5,9
Industri Logam
Dasar, Barang
Logam, Bukan
Mesin dan
Peralatannya
20,7 -18,8 38,4 31,5
Industri Mesin,
Elektronik,
Instrumen
Kedokteran, Presisi,
Optik dan Jam
1,6 -22,0 -44,6 2,5
Industri Lainnya 2,5 127,3 178,5 3,8
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
Secara tahunan, Industri Barang Kulit
dan Industri Alas Kaki dan Industri
Lainnya tumbuh tinggi masing-masing
sebesar 203,4 persen (YoY) dan 178,5
persen (YoY). Industri Kertas dan
Printing; Industri Logam Dasar, Barang
Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya; Industri Makanan; serta
Industri Kimia dan Farmasi tumbuh
pada triwulan II tahun 2020. Namun
demikian, Industri Kayu; Industri
Mesin, Elektronik, Instrumen
Kedokteran, Presisi, Optik dan Jam;
Industri Kendaraan Bermotor dan
Peralatan Transportasi Lainnya;
Industri Mineral Non Metal; Industri
Karet dan Plastik; dan Industri Tekstil
mengalami penurunan dibandingkan
periode yang sama tahun 2019.
Realisasi PMA terbesar adalah
Listrik, Gas dan Air.
Sektor listrik, gas, dan air; serta Barang
Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya
merupakan sektor utama penopang
investasi PMA dengan share masing-
masing sebesar 21,6 persen dan 19,6
persen dari total investasi PMA. Pada
triwulan II tahun 2020, sektor listrik,
gas, dan air tumbuh sebesar 61,7
persen (QtQ) dan 4,0 persen (YoY).
Sedangkan, sektor industri logam
dasar, barang logam, barang logam,
bukan mesin dan peralatannya
menurun 16,4 persen (QtQ) dan
meningkat sebesar 48,5 persen (YoY).
Selain kedua sektor utama tersebut,
pada triwulan II tahun 2020, meskipun
hanya memiliki share sebesar 7,4
persen dari keseluruhan PMA,
investasi PMA pada sektor industri
makanan memiliki pertumbuhan
28
tertinggi sebesar 62,3 persen (QtQ),
dan 49,7 persen (YoY).
Berdasarkan negara asal investasi,
Singapura menjadi negara asal
PMA terbesar.
Berdasarkan sektornya, investor dari
Singapura, Hong Kong dan Tiongkok
lebih banyak melakukan investasi
pada sektor Industri Logam Dasar,
Barang Logam, Bukan Mesin dan
Peralatannya. Sedangkan Jepang dan
Korea Selatan lebih banyak melakukan
investasi pada sektor Listrik, Gas dan
Air. Pada triwulan II tahun 2020,
investasi dari Hongkong dan Korea
Selatan mengalami peningkatan yang
ditunjukkan dengan pertumbuhan
tertinggi baik secara triwulanan
maupun tahunan.
Lima negara asal PMA dengan realisasi
terbesar pada triwulan II tahun 2020
adalah: Singapura sebesar Rp28,1
triliun; Hongkong sebesar Rp16,7
triliun; Tiongkok sebesar Rp16,4 triliun;
Jepang sebesar Rp8,8 triliun dan Korea
Selatan sebesar Rp8 triliun.
Berdasarkan tujuan lokasi investasi,
lima provinsi dengan realisasi PMA
terbesar pada triwulan II tahun 2020
adalah Jawa Barat sebesar Rp19,5
triliun; DKI Jakarta sebesar Rp12,2
triliun; Jawa Timur sebesar Rp7,7
triliun; Sulawesi Tengah sebesar Rp6,4
triliun; dan Banten sebesar Rp5,9
triliun.
Tabel 7 Realisasi PMA Terbesar
Berdasarkan Sektor, Negara Asal, dan
Lokasi
Uraian
Nilai
Q2 2020
(triliun Rp)
Growth (%) Share
thd Total
PMA (%) QtQ YoY
SEKTOR
Listrik, Gas dan
Air 21,1 61,7 4,0 21,6
Industri Logam
Dasar, Barang
Logam, Bukan
Mesin dan
Peralatannya
19,1 -16,4 48,5 19,6
Transportasi,
Gudang dan
Komunikasi
9,3 -22,8 -34,5 9,6
Real Estate,
Industri Estate
dan Kegiatan
Bisnis
7,6 -16,2 -18,7 7,8
Industri
Makanan 7,3 62,3 49,7 7,4
NEGARA ASAL
Singapura 28,1 -28,4 14,1 28,8
Hong Kong 16,7 83,4 59,4 17,2
Tiongkok 16,4 -11,3 0,9 16,8
Jepang 8,8 0,7 -50,3 9,0
Korea Selatan 8,0 323,8 101,0 8,2
LOKASI
Jawa Barat 19,5 41,9 -13,4 20,0
DKI Jakarta 12,2 -11,1 -9,9 12,5
Jawa Timur 7,7 54,3 96,7 7,9
Sulawesi Tengah 6,4 24,4 16,7 6,6
Banten 5,9 22,5 -22,8 6,1
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
Realisasi investasi terbesar berada
di Pulau Jawa.
Pada triwulan II tahun 2020, realisasi
investasi masih terpusat di pulau Jawa
dengan nilai sebesar Rp100,6 triliun
dan distribusi sebesar 52,4 persen dari
total realisasi investasi. Namun
demikian, terdapat potensi
penyebaran investasi yang lebih
merata ke luar Jawa terutama Sulawesi
29
dengan peningkatan realisasi investasi
57,1 persen (QtQ) dan 20,3 persen
(YoY).
Tabel 8 Realisasi Investasi Berdasarkan
Lokasi
Uraian
Nilai
Q2 2020
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd
Realisasi
Investasi
(%) QtQ YoY
Jawa 100,6 -8,6 -7,6 52,4
Luar Jawa 91,3 -12,8 -0,4 47,6
Sumatera 41,1 -28,2 13,4 21,4
Kalimantan 19,4 35,2 -7,1 10,1
Bali dan Nusra 4,8 -11,3 -25,5 2,5
Sulawesi 21,2 57,1 20,3 11,1
Maluku 3,5 -70,7 -22,0 1,8
Papua 1,2 -43,7 -79,2 0,6
Kawasan Barat
Indonesia 141,7 -15,3 -2,3 73,8
Kawasan Timur
Indonesia 50,2 5,8 -9,4 26,2
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
Realisasi PMDN terbesar adalah
Transportasi, Gudang dan
Telekomunikasi.
Berdasarkan sektor/bidang usaha,
lima sektor dengan kontribusi terbesar
pada realisasi PMDN triwulan II tahun
2020 adalah: (1) Transportasi, Gudang
dan Telekomunikasi; (2) Konstruksi; (3)
Industri Makanan; (4) Listrik, Gas dan
Air; dan (5) Tanaman Pangan,
Perkebunan dan Peternakan. Investasi
PMDN pada sektor Listrik, Gas dan Air
investasi memiliki pertumbuhan
tertinggi yaitu sebesar 70,0 persen
(QtQ) dan 176,5 persen (YoY).
Sedangkan, Transportasi, Gudang dan
Komunikasi serta Perkebunan dan
Peternakan menurun masing-masing
sebesar 52,9 persen (QtQ) dan 12,4
persen (YoY), serta 15,7 persen (QtQ)
dan 30,8 persen (YoY).
Berdasarkan lokasi, lima provinsi
dengan realisasi PMDN terbesar pada
triwulan II tahun 2020 adalah DKI
Jakarta sebesar Rp17,9 triliun; Jawa
Timur sebesar Rp11,9 triliun; Jawa
Barat sebesar Rp8,5 triliun; Banten
sebesar Rp7,7 triliun; dan Riau sebesar
Rp7,2 triliun. Namun demikian, DKI
Jakarta dan Banten memiliki
pertumbuhan investasi PMDN
terbesar pada triwulan II tahun 2020
baik dibandingkan triwulan
sebelumnya maupun triwulan II tahun
2019.
Tabel 9 Sektor dan Lokasi PMDN
Terbesar
Uraian
Nilai
Q2 2020
(triliun Rp)
Growth (%) Share thd
Total
PMDN(%) QtQ YoY
SEKTOR
Transportasi,
Gudang dan
Komunikasi
17,7 -52,9 -12,4 18,8
Konstruksi 11,8 -16,3 -1,3 12,5
Industri
Makanan 10,8 47,3 -12,7 11,4
Listrik, Gas
dan Air 9,4 70,0 176,5 10,0
Tanaman
Pangan,
Perkebunan
dan
Peternakan
8,7 -15,7 -30,8 9,2
LOKASI
DKI Jakarta 17,9 157,0 10,0 18,9
Jawa Timur 11,9 -55,3 -23,3 12,6
Jawa Barat 8,5 -49,0 -4,1 9,0
Banten 7,7 245,1 75,2 8,2
Riau 7,2 -7,7 -21,4 7,6
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
30
Penyerapan Tenaga Kerja PMDN
mencapai 145,3 ribu orang
sedangkan Penyerapan Tenaga
Kerja PMA mencapai 117,8 ribu
orang.
Investasi PMA dan PMDN mendorong
perluasan lapangan kerja. Pada
triwulan II tahun 2020, total
penyerapan tenaga kerja sebesar
263,1 ribu orang dengan penciptaan
lapangan kerja dari PMDN (55,2
persen dari total tenaga kerja yang
tercipta), lebih tinggi dari PMA (44,8
persen dari total tenaga kerja yang
tercipta).
Tabel 10 Penyerapan Tenaga Kerja
Uraian
Nilai
Q2
2020
(orang)
Growth (%) Share thd
Total
Penyerapan
TK (%) QtQ YoY
Penyerapan
Tenaga Kerja
PMDN
145.311 -3,9 2,9 55,2
Penyerapan
Tenaga Kerja
PMA
117.798 -22,5 3,2 44,8
Total
Penyerapan
Tenaga Kerja
263.109 -13,2 3,1 100,0
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman
Modal
Industri
PDB industri pengolahan turun
sebesar 6,2 persen (YoY). Hal ini
disebabkan oleh pelemahan
permintaan daya beli masyarakat yang
masih berlanjut, pelambatan aktivitas
perdagangan global, dan pelemahan
utilisasi pabrik di masa Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB).
Gambar 8 Pertumbuhan Industri
Pengolahan Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai tambah sektor industri
pengolahan pada triwulan II tahun
2020 mencapai Rp732,56 triliun, atau
berkontribusi sebesar 19,87 persen
dari PDB. Sekitar 89,74 persen dari
PDB industri pengolahan tersebut
disumbangkan oleh industri
pengolahan nonmigas. Kontribusi
industri pengolahan nonmigas pada
triwulan II tahun 2020 mencapai 17,83
persen dari PDB nasional.
Pemerintah telah menyediakan
berbagai bantuan untuk menjaga
kinerja industri pengolahan ditengah
masa Covid-19, antara lain melalui
kebijakan: (i) penurunan harga gas
menjadi USD6/mmbtu bagi subsektor
tertentu; (ii) penerapan Izin
Operasional dan Mobilitas Kegiatan
Industri (IOMKI) untuk menjaga
utilisasi pabrik, terutama pada
subsektor esensial yang memiliki
peran penting dalam penanganan
pandemi Covid-19 seperti industri
makanan dan minuman, serta kimia
5,0 4,9 5,0 5,1 5,2 5,0
-1,3
5,65,1
4,44,94,8
4,3
-1,9
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020SEM -
1
(per
sen
)
Pertumbuhan PDB Nasional
Industri Pengolahan Non Migas
31
dan farmasi; (iii) stimulus fiskal, seperti
relaksasi PPh 21, 22, dan 25, dan (iv)
stimulus nonfiskal, seperti
peningkatan kemudahan ekspor
impor. Industri pengolahan dalam
skala mikro, kecil dan menengah juga
mendapatkan stimulus kredit melalui
Kredit Usaha Rakyat (KUR),
restrukturisasi kredit serta kredit mikro
tanpa bunga.
Gambar 9 Pertumbuhan Subsektor
Industri Pengolahan Nonmigas
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai ekspor produk industri
pengolahan pada triwulan II tahun
2020 hanya mencapai USD27,76 miliar,
atau menurun 10,57 persen (YoY).
Penurunan kinerja ekspor produk
industri pengolahan disebabkan oleh
pelemahan aktivitas perdagangan
global sejak beberapa triwulan
terakhir dan diperparah dengan
adanya pandemi Covid-19.
Pemerintah telah melakukan berbagai
upaya untuk mendorong aktivitas
ekspor dan impor, yaitu melalui
penerapan kebijakan relaksasi
persyaratan ekspor dan impor yang
diharapkan dapat meningkatkan
jaminan pasokan bahan baku industri.
Realisasi dari kemudahan prosedur ini
juga masih perlu dipercepat karena
sampai saat ini belum mampu
menahan laju penurunan ekspor dan
impor di sektor industri pengolahan
nasional.
Gambar 10 Ekspor Produk Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada triwulan II tahun 2020, realisasi
PMDN sektor manufaktur mencapai
USD23,0 miliar atau tumbuh positif
sebesar 3,6 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut melambat
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2020 yang sebesar 22,9 persen.
Kontribusi PMDN sektor manufaktur
terhadap total PMDN sebesar 24,4
-14,8
-11,3
-7,9
-7,2
-6,4
-6,4
-5,0
-5,0
-4,5
-3,5
1,0
2,0
2,8
3,4
7,1
-2,1
-1,9
Alat Angkutan
Mesin dan Perlengkapan
Tekstil dan Pakaian Jadi
Barang Galian Bukan Logam
Barang Logam dll
Karet dll
Furnitur
Pengolahan Lainnya
Kulit dll
Pengolahan Tembakau
Kayu dll
Makanan dan Minuman
Kertas dll
Logam Dasar
Kimia dll
Industri Pengolahan
Industri Nonmigas
(persen)
27,8
-10,6-20
-10
0
10
20
30
0
5
10
15
20
25
30
35
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
Ekspor Produk Industri (miliar USD)
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri(persen)
32
persen. PMDN sektor manufaktur
terbesar pada subsektor industri
makanan sebesar USD10,8 miliar, yang
diikuti dengan industri kimia dan
farmasi sebesar USD4,7 Miliar, serta
industri logam dasar sebesar USD1,6
miliar.
Gambar 11 PMDN Sektor Industri
Sumber: BKPM
Pertumbuhan PMDN yang paling
tinggi (YoY) terjadi pada industri
barang dari kulit dan alas kaki sebesar
1.340,2 persen, industri mesin dan
elektronik sebesar 132,6 persen, dan
industri galian nonlogam sebesar 92,0
persen.
Nilai realisasi PMA sektor industri
pengolahan pada triwulan II tahun
2020 mencapai USD2,9 miliar, atau
meningkat sebesar 16,1 persen (YoY).
Kontribusi PMA sektor industri
terhadap total PMA sebesar 43,6
persen. Nilai PMA sektor industri
pengolahan terbesar adalah industri
logam dasar dan barang dari logam
yaitu USD1,3 miliar. Kontribusi PMA
terbesar pada triwulan II tahun 2020
terdapat di industri makanan
(USD504,3 juta), industri kimia dan
farmasi (USD346,5 juta), dan industri
kendaraan bermotor (USD199,3 juta).
Gambar 12 PMA Sektor Industri
Sumber: BKPM
Realisasi investasi PMDN dan PMA
melambat secara bersamaan
dibandingkan dengan triwulan I tahun
2020. Pemerintah telah berupaya
untuk menjaga arus investasi di masa
Covid-19, antara lain melalui fasilitasi
investasi, dan optimalisasi Online
Single Submission (OSS), dorongan
penyiapan kawasan industri yang
dilakukan oleh BUMN untuk
menampung relokasi investasi asing,
serta melanjutkan penyelesaian
permasalahan operasional pada
proyek-proyek investasi asing besar
yang tertunda.
Kinerja industri pengolahan selama
masa pandemi Covid-19 dipengaruhi
oleh daya beli masyarakat. Selama
pandemi, operasionalisasi pabrik
23,0
3,6
-30
-20
-10
0
10
20
30
0
5
10
15
20
25
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
PMDN Pertumbuhan PMDN
3,0
16,1
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(per
sen
)
(mili
ar U
SD)
PMA Pertumbuhan PMA
33
otomotif berkurang, bahkan tidak
berproduksi dan hanya mengandalkan
penjualan stok yang ada. Langkah ini
merupakan respon dari kelesuan pasar
domestik dalam konsumsi barang-
barang kebutuhan tersier (durable
goods), termasuk otomotif.
Gambar 13 Produksi Mobil
Sumber: CEIC
Kondisi ini mengakibatkan produksi
mobil pada triwulan II tahun 2020
sebesar 41.520 unit, atau menurun
cukup signifikan sebesar 85,0 persen
(YoY). Penurunan ini terjadi pada
seluruh segmen mobil. Penurunan
terbesar terjadi pada jenis mobil Multi
Purpose Vehicles (MPV) berkapasitas
1500-2000 cc sebesar 94,8 persen, truk
kapasitas kurang dari 5 ton turun 90,4
persen, MPV berkapasitas kurang dari
1500 cc turun 86,4 persen, dan truk
kapasitas 5-24 ton turun 85,6 persen.
Penjualan mobil penumpang juga
terkontraksi signifikan pada triwulan II
tahun 2020. Kondisi ini berbeda
dengan tren pada tahun-tahun
sebelumnya dimana penjualan mobil
yang meningkat menjelang hari raya.
Penurunan ini disebabkan oleh
penurunan pendapatan masyarakat
(disposable income) akibat pelemahan
ekonomi nasional secara keseluruhan
akibat pandemi Covid-19.
Gambar 14 Penjualan Mobil
Sumber: CEIC
Pada triwulan II tahun 2020, penjualan
mobil hanya mencapai 24.042 unit
atau menurun sebesar 89,4 persen.
Penurunan penjualan mobil terbesar
terjadi pada segmen mobil MPV
berkapasitas kurang dari 1500 cc turn
92,7 persen, segmen mobil MPV
berkapasitas 1500-2500 cc turun 86,21
persen, dan segmen truk berkapasitas
lebih dari 24 ton turun 85,32 persen.
Pemulihan ekonomi diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan
masyarakat, serta memulihkan daya
beli dan kemampuan masyarakat
untuk belanja barang-barang
kebutuhan tersier, termasuk mobil dan
motor.
41,5
-85,0-90
-80
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(per
sen
)
(rib
u u
nit
)
Produksi Mobil
Pertumbuhan Produksi Mobil
24,0
-89,4
-100
-90
-80
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
0
50
100
150
200
250
300
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(per
sen
)
(rib
u u
nit
)
Penjualan Mobil
Pertumbuhan Penjualan Mobil
34
Gambar 15 Produksi, Penjualan
Domestik, dan Ekspor Semen
Sumber: CEIC
Penurunan aktivitas industri juga
dikonfirmasi dari sektor konstruksi,
khususnya konsumsi semen. Pada
triwulan II tahun 2020, sektor
konstruksi mengalami penurunan
sebesar 5,4 persen (YoY). Penjualan
semen pada triwulan II tahun 2020
hanya sebesar 10,5 juta ton, atau
tumbuh negatif sebesar 23,9 persen
(YoY). Penurunan ini berkaitan dengan
penundaan beberapa proyek
konstruksi pemerintah dan swasta.
Produksi semen sendiri pada triwulan
II tahun 2020 hanya sebesar 12,1 juta
ton atau mengalami kontraksi sebesar
20,4 persen. Di sisi lain, ekspor semen
pada triwulan II tahun 2020 meningkat
sebesar 14,4 persen, atau mencapai
1,6 juta ton. Negara tujuan ekspor
semen terbesar adalah Tiongkok
dengan proporsi 40 persen.
Gambar 16 Indonesia Headline PMI Manufacturing
Sumber: CEIC
Terlepas dari tren kinerja sektor
industri pengolahan selama ini,
prospek pemulihan industri
pengolahan tetap positif. Nilai
Purchasing Manager Index (PMI)
Indonesia yang jatuh pada level 27,5
pada bulan April 2020, secara
bertahap telah meningkat menjadi
39,1 pada bulan Juni 2020 dan 46,9
pada bulan Juli 2020. Perkembangan
nilai PMI ini menunjukkan perbaikan
ekspektasi pelaku usaha terhadap
2
10
17,115,1
21,322,6
16,3
12,1
,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020 Penjualan Semen (juta ton)
Ekspor (juta ton)
Produksi Semen (juta ton)
27,5
39,1
46,9
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
45,0
50,0
55,0
Jan
-15
Mar
-15
May
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-15
Jan
-16
Mar
-16
May
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-16
Jan
-17
Mar
-17
May
-17
Jul-
17
Sep
-17
No
v-17
Jan
-18
Mar
-18
May
-18
Jul-
18
Sep
-18
No
v-18
Jan
-19
Mar
-19
May
-19
Jul-
19
Sep
-19
No
v-19
Jan
-20
Mar
-20
Mei
-20
Jul-
20
35
peluang meningkatkan aktivitas
industri pengolahan, seiring dengan
pelonggaran PSBB di beberapa
provinsi yang menjadi basis sektor
industri pengolahan nasional. Namun,
aspek PMI yang tetap perlu
diperhatikan adalah prospek ekspor
dan penyerapan tenaga kerja yang
diperkirakan belum pulih dalam waktu
singkat.
Pariwisata
Gambar 17 Kunjungan Wisman dan
Nilai Ekspor Jasa Perjalanan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Indonesia masih mengalami
peningkatan kasus pandemi Covid-19
sehingga negara-negara sumber
wisman utama masih menerapkan
kebijakan membatasi warganya untuk
berkunjung ke Indonesia. Kebijakan ini
berdampak secara signifikan pada
penurunan aktivitas penerbangan dan
kunjungan wisman ke Indonesia.
Pada triwulan II tahun 2020, jumlah
wisatawan mancanegara (Wisman)
yang berkunjung ke Indonesia hanya
sebesar 484.000 orang atau tumbuh
negatif sebesar 87,7 persen (YoY).
Jumlah kunjungan wisman pada
triwulan II tahun 2020 juga turun
sebesar 81,6 persen (QtQ).
Berdasarkan pintu masuk, jumlah
wisman yang masuk melalui pintu
udara pada triwulan II tahun 2020
hanya sebesar 2.704 orang, atau turun
99,9 persen (QtQ). Wisman yang
berkunjung ke Indonesia didominasi
oleh wisman dari negara yang
berbatasan langsung dengan
Indonesia, yaitu Malaysia dan Timor
Leste dengan proporsi sebesar 91,0
persen dari total wisman.
Gambar 18 Kunjungan Wisatawan
Mancanegara berdasarkan Pintu Masuk
Sumber: Badan Pusat Statistik
Penurunan jumlah kunjungan wisman
juga menyebabkan penurunan nilai
ekspor jasa (devisa) pariwisata pada
triwulan II tahun 2020. Nilai devisa
pariwisata mencapai USD0,08 miliar,
atau turun sebesar 97,6 persen dari
periode sebelumnya (YoY). Rata-rata
pengeluaran wisman per kunjungan
hanya mencapai USD182, jauh lebih
48488,4
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(rib
u o
ran
g)
Wisman (ribu orang) Jasa Perjalanan (juta USD)
2.704
144.465
336.801
1.599.598
602.383
405.032
Pintu Udara
Pintu Laut
Pintu Darat
Q1 2020 Q2 2020
36
rendah dari triwulan sebelumnya yaitu
rata-rata USD1.107 per orang per
kunjungan.
Tren penurunan yang signifikan dalam
kunjungan wisatawan nusantara
(wisnus) juga terjadi seiring dengan
pemberlakuan jaga jarak (social
distancing), kebijakan untuk kerja dari
rumah (work from home), serta adanya
kebijakan pemerintah untuk melarang
masyarakat melakukan mudik di hari
raya Idul Fitri. Kondisi ini
menyebabkan mobilitas masyarakat
untuk berwisata, bahkan di dalam kota
menjadi sangat terbatas.
Kondisi ini dapat diamati dari
perkembangan penumpang di
berbagai moda angkutan. Pada
triwulan II tahun 2020, jumlah
penumpang kereta api hanya sebesar
20 juta orang atau menurun sebesar
80,5 persen (YoY). Jumlah penumpang
pesawat domestik, dan penumpang
kapal laut juga turun signifikan,
masing masing sebesar 90,5 persen
dan 76,3 persen (YoY). Total aktivitas
bepergian domestik sebesar 23 Juta
orang penumpang, atau jauh lebih
rendah yang mencapai 130 juta orang
penumpang (YoY).
Gambar 19 Jumlah Penumpang
Transportasi Nasional
(a) Kereta Api
(b) Pesawat Domestik
(c) Angkutan Laut
Sumber: Badan Pusat Statistik
106,0
89,8
20,7
0
20
40
60
80
100
120
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(ju
ta o
ran
g)
17,916,7
1,7
0
5
10
15
20
25
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(ju
ta o
ran
g)
6,3 6,1
1,5
0
1
2
3
4
5
6
7
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(ju
ta o
ran
g)
37
Penurunan kunjungan wisman serta
wisnus berdampak pada tingkat
penghunian kamar (TPK) hotel di
Indonesia. Pada triwulan II tahun 2020,
TPK Indonesia adalah sebesar 15,6
persen, atau turun dibandingkan
triwulan I tahun 2020 yang sebesar
43,5 persen. Sementara itu, lama
tinggal wisatawan di hotel berbintang
tidak mengalami perubahan yang
berarti.
Gambar 20 Tingkat Penghunian Kamar
Hotel
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 21 Lama Tinggal Wisatawan
Sumber: Badan Pusat Statistik
DKI Jakarta dan Bali, sebagai dua
provinsi dengan penyediaan
akomodasi terbesar di Indonesia,
mengalami penurunan TPK yang
cukup signifikan. TPK hotel di DKI
Jakarta turun dari 47,5 persen pada
triwulan I tahun 2020 menjadi 23,5
persen di triwulan II tahun 2020. Pada
periode yang sama, TPK hotel di Bali
juga turun dari 43,6 persen menjadi
2,5 persen.
Penurunan permintaan akomodasi ini
mengakibatkan penutupan banyak
hotel di Indonesia baik sementara
maupun permanen. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya PHK tenaga
kerja pariwisata di industri perhotelan.
Gambar 22 Tingkat Penghunian Kamar
Hotel DKI Jakarta dan Bali
Sumber: Badan Pusat Statistik
Penurunan aktivitas pariwisata juga
ditunjukkan oleh penurunan nilai
tambah subsektor penyediaan
akomodasi dan subsektor penyediaan
makan minum. Pada triwulan II tahun
2020, nilai tambah di sektor
akomodasi dan penyediaan makan
49,9
43,5
15,6
0
10
20
30
40
50
60
70
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(per
sen
)
1,84
1,821,83
1,7
1,75
1,8
1,85
1,9
1,95
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(har
i)
23,5
2,5
47,5
43,6
0 20 40 60
DKI Jakarta
Bali
(persen)
Q1 2020 Q2 2020
38
minum mencapai masing-masing
sebesar Rp13,4 triliun dan Rp70,7
triliun. Nilai tambah tersebut
mengalami penurunan sebesar 44,7
persen untuk subsektor penyediaan
akomodasi, dan sebesar 16,3 persen
untuk subsektor penyediaan makan
minum (YoY).
Gambar 23 Pertumbuhan Sektor
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
Sumber: Badan Pusat Statistik
2.2 Produk Domestik
Regional Bruto
Pertumbuhan ekonomi di sebagian
besar wilayah Indonesia pada triwulan
II tahun 2020 mengalami kontraksi,
kecuali Maluku dan Papua.
Pertumbuhan ekonomi wilayah
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi serta
Maluku dan Papua berada di atas
pertumbuhan nasional, sementara
wilayah Jawa serta Bali dan Nusa
Tenggara berada di bawah
pertumbuhan nasional. Secara umum,
sektor transportasi dan pergudangan
di seluruh wilayah mengalami
kontraksi seiring dengan kebijakan
PSBB.
Gambar 24 Pertumbuhan dan
Kontribusi Ekonomi Pada Triwulan II
Secara Spasial
Sumber: Badan Pusat Statistik
Ekonomi wilayah Maluku dan
Papua tetap tumbuh.
Secara agregat, wilayah Maluku dan
Papua tumbuh lebih lambat
dibandingkan triwulan I tahun 2020.
Pada triwulan II tahun 2020, Papua dan
Papua Barat tumbuh positif. Provinsi
Papua pada triwulan II tahun 2020
tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY), lebih
tinggi daripada triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 1,5 persen (YoY).
Tingginya pertumbuhan ini
disumbang oleh sektor pertambangan
dan penggalian yang tumbuh sebesar
29,9 persen (YoY). Hal ini sejalan
dengan peningkatan produksi
tembaga dan emas di Papua.
Sementara itu, Papua Barat pada
triwulan II tahun 2020 tumbuh sebesar
0,5 persen (YoY), lebih lambat
-44,72
-16,34
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Q 1 Q 2
2 0 1 9 2 0 2 0Pertumbuhan Subsektor Peny. Akomodasi(%, YoY)
Pertumbuhan Subsektor Peny. MakanMinum (%, YoY)
-3,0
-6,7
-6,3
-4,4
-2,8
2,4
-50 0 50 100
Sumatera
Jawa
Bali Nusra
Kalimantan
Sulawesi
Maluku Papua
Kontribusi Pertumbuhan
39
daripada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ini didorong oleh sektor
industri pengolahan yang tumbuh 5,0
persen (YoY) pada triwulan II tahun
2020, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh
sebesar 1,1 persen (YoY).
Pertumbuhan sektor industri
pengolahan yang tinggi didorong oleh
peningkatan produksi komoditas
logam.
Maluku dan Maluku Utara mengalami
kontraksi pertumbuhan. Pada triwulan
II tahun 2020, provinsi Maluku
terkontraksi sebesar 0,9 persen (YoY).
Kontraksi di Maluku disumbang oleh
sektor transportasi yang terkontraksi
cukup dalam, yaitu sebesar 18,0
persen (YoY). Sementara itu, sektor
pertanian masih tumbuh sebesar 2,2
persen (YoY). Sejalan dengan provinsi
Maluku, pertumbuhan provinsi
Maluku Utara pada triwulan II tahun
2020 mengalami kontraksi sebesar 0,2
persen (YoY). Kontraksi tertinggi
terjadi pada sektor penyediaan
akomodasi dan makan-minum serta
transportasi dan pergudangan yaitu
sebesar 29,4 persen (YoY) dan 28,2
persen (YoY). Di sisi lain, sektor industri
pengolahan tumbuh sebesar 60,5
persen (YoY).
Kontraksi tertinggi di Sulawesi
terjadi di Sulawesi Utara dan
Sulawesi Selatan.
Secara agregat, pada triwulan II tahun
2020 wilayah Sulawesi terkontraksi
sebesar 2,8 persen (YoY). Kontraksi
terdalam terjadi di Sulawesi Utara dan
Sulawesi Selatan yaitu terkontraksi
sebesar 3,9 persen (YoY) untuk kedua
provinsi tersebut. Kontraksi di
Sulawesi Utara berasal dari tingginya
kontraksi di sektor transportasi dan
pergudangan sebesar 31,5 persen
(YoY). Selain itu, sektor akomodasi dan
makan minum terkontraksi hingga
50,3 persen (YoY). Hal tersebut
disebabkan oleh tidak adanya
kunjungan wisatawan mancanegara
pada bulan April dan Mei. Sementara
pada bulan Juni, kunjungan wisatawan
mancanegara hanya sebesar 267
orang yang berasal dari Tiongkok (98,9
persen) dan Malaysia (1,1 persen). Di
sisi lain, sektor pertanian dan industri
pengolahan tumbuh positif masing-
masing sebesar 1,5 persen (YoY) dan
5,2 persen (YoY).
Kontraksi di Sulawesi Selatan terjadi
karena kontraksi di sektor transportasi
dan pergudangan, perdagangan, serta
industri pengolahan yang masing-
masing terkontraksi sebesar 51,1; 8,3;
dan 8,2 persen (YoY). Sektor
akomodasi juga terkontraksi cukup
dalam hingga 30,9 persen (YoY).
Sementara sektor informasi dan
komunikasi tumbuh paling tinggi
sebesar 10,5 persen (YoY). Sektor
pertanian dengan kontribusi tertinggi
terhadap PDRB Sulawesi Selatan,
tumbuh 2,5 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut didorong oleh
panen raya.
Walaupun semua provinsi di Sulawesi
terkontraksi, Sulawesi Tengah dan
40
Gorontalo merupakan provinsi yang
kontraksinya relatif lebih rendah yaitu
masing-masing sebesar 0,1 dan 0,3
persen (YoY). Rendahnya kontraksi di
Sulawesi Tengah didorong oleh
tingginya pertumbuhan sektor industri
pengolahan serta pertambangan dan
penggalian yang masing-masing
tumbuh sebesar 21,1 dan 9,5 persen
(YoY). Sedangkan, rendahnya
kontraksi di Gorontalo didorong oleh
masih tumbuhnya sektor jasa
keuangan, jasa pendidikan, dan
infokom yang masing-masing tumbuh
sebesar 13,2; 9,9; dan 8,5 persen (YoY).
Semua Provinsi di Kalimantan
mengalami kontraksi.
Wilayah Kalimantan secara agregat
terkontraksi sebesar 4,4 persen (YoY)
pada triwulan II tahun 2020. Provinsi
Kalimantan Timur menjadi provinsi
yang mengalami kontraksi paling
dalam yaitu sebesar 5,5 persen (YoY).
Kontraksi ini disebabkan oleh
kontraksi sektor pertambangan dan
penggalian serta industri pengolahan
yang merupakan sektor utama di
Kalimantan Timur. Pertambangan
terkontraksi sebesar 6,9 persen (YoY)
seiring dengan penurunan permintaan
batu bara negara tujuan ekspor utama
yaitu Tiongkok dan India. Lebih lanjut,
industri pengolahan terkontraksi
sebesar 7,7 persen (YoY).
Sementara itu, Kalimantan Selatan
terjadi kontraksi yang paling rendah
dibanding dengan provinsi lain di
Kalimantan. Kontraksi di Kalimantan
Selatan pada triwulan II tahun 2020
sebesar 2,6 persen (YoY). Hampir
semua sektor mengalami kontraksi
dengan tingkat kontraksi yang tidak
terlalu dalam. Kontraksi tertinggi
terjadi di sektor transportasi dan
pergudangan yang tercatat sebesar
9,2 persen (YoY). Sementara, tiga
sektor utama di Kalimantan Selatan
yaitu pertanian, pertambangan, dan
industri pengolahan terkontraksi
masing-masing sebesar 0,6; 6,0; dan
1,9 persen (YoY).
Tingginya kontraksi Bali Nusra
berasal dari Bali.
Secara agregat, wilayah Bali dan Nusa
Tenggara terkontraksi sebesar 6,3
persen (YoY) pada triwulan II tahun
2020. Kontraksi terbesar terjadi di
Provinsi Bali yaitu sebesar 11,0 persen
(YoY). Pandemi Covid-19 berdampak
besar pada penurunan aktivitas
pariwisata yang merupakan
kontributor utama ekonomi Bali. Hal
ini sejalan dengan penurunan jumlah
wisatawan mancanegara yang datang
ke Bali pada bulan April hingga Juni
yang turun hingga 99,9 persen (YoY).
Lebih lanjut, kategori lapangan usaha
yang memiliki keterkaitan erat dengan
pariwisata mengalami penurunan,
seperti akomodasi dan makanan
minuman sebesar 39,5 persen (YoY)
serta transportasi sebesar 33,1 persen
(YoY).
Meskipun terjadi kontraksi, provinsi
Nusa Tenggara Barat menjadi provinsi
yang pertumbuhannya lebih baik
41
dibandingkan provinsi lainnya di
wilayah Bali dan Nusa Tenggara
dengan kontraksi pertumbuhan
sebesar 1,4 persen (YoY) pada triwulan
II tahun 2020. Sektor yang mengalami
kontraksi tinggi, yaitu penyediaan
akomodasi dan makan minum serta
transportasi dan pergudangan yang
mengalami kontraksi sebesar 58,7
persen (YoY) dan 58,1 persen (YoY).
Sebaliknya, sektor pertanian dan
pertambangan yang merupakan
sektor utama, tumbuh tinggi, yaitu
masing-masing sebesar 7,9 dan 47,8
persen (YoY). Penyebab tingginya
pertumbuhan di sektor pertambangan
salah satunya disebabkan oleh faktor
base effect dimana pertumbuhan pada
triwulan II tahun 2019 mengalami
kontraksi yang cukup dalam sebesar
10,8 persen (YoY).
Provinsi Nusa Tenggara Timur
terkontraksi 2,0 persen (YoY).
Pelaksanaan PSBB menyebabkan
melambatnya mobilitas. Pemerintah
menutup pintu perbatasan Timor
Leste sejak 20 April 2020. Penyedia
transportasi laut, PT Pelni, juga
menghentikan pelayaran kapal. Di sisi
lain, Trans Nusa juga memperpanjang
pembatalan semua penerbangan
hingga beroperasi kembali pada 22
Juni 2020. Jumlah penumpang
angkutan udara yang tiba di NTT pada
triwulan II tahun 2020 turun hingga
84,1 persen (YoY). Kondisi tersebut
menyebabkan kinerja sektor
transportasi dan pergudangan NTT
turun 23,2 persen (YoY). Sepinya
pengunjung menyebabkan turunnya
penghasilan hotel dan restoran yang
terpaksa menutup usahanya
sementara waktu. Dampaknya terjadi
pada sektor akomodasi dan makan
minum yang terkontraksi sebesar 42,4
persen (YoY). Sementara kontraksi
terdalam terjadi pada sektor jasa
perusahaan yang turun hingga 52,5
persen (YoY). Sektor informasi dan
komunikasi tumbuh paling tinggi
sebesar 15,4 persen (YoY).
Kontraksi tertinggi wilayah Jawa
terjadi di Provinsi DKI Jakarta.
Secara agregat, pertumbuhan
ekonomi wilayah Jawa terkontraksi
sebesar 6,7 persen (YoY), menurun
tajam dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,4 persen (YoY). Pada
triwulan II tahun 2020, semua provinsi
di Pulau Jawa mengalami kontraksi.
Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi
yang mengalami kontraksi paling
dalam, yakni terkontraksi hingga 8,2
persen (YoY), diikuti oleh Provinsi
Banten yang terkontraksi hingga 7,4
persen (YoY).
Provinsi DKI Jakarta terkontraksi
hingga 8,2 persen (YoY), menurun
tajam dari triwulan sebelumnya yang
mampu tumbuh hingga 5,1 persen
(YoY). Salah satu penyebab
terkontraksinya perekonomian DKI
Jakarta adalah pandemi Covid-19
yang dampaknya sudah terasa sejak
awal Februari 2020. Terkontraksinya
pertumbuhan di DKI Jakarta
disebabkan oleh kontraksi yang cukup
dalam pada sektor industri
42
pengolahan (20,5 persen, YoY),
penyediaan akomodasi dan makan
minum (34,8 persen, YoY), transportasi
dan pergudangan (23,5 persen, YoY).
Selain itu, pertumbuhan sektor
perdagangan juga mengalami
kontraksi yang cukup signifikan, yaitu
sebesar 13,7 persen (YoY) seiring
dengan menurunnya penjualan
kendaraan bermotor hingga 59,5
persen (YoY) dan menurunnya indeks
penjualan ritel riil hingga 52,7 persen
(YoY).
Jawa Tengah dan Jawa Timur
mengalami kontraksi sebesar 5,9
persen (YoY) pada triwulan II tahun
2020 dimana kontraksi ekonomi pada
kedua provinsi tersebut paling rendah
dibandingkan dengan kontraksi di
provinsi lain di Pulau Jawa. Lapangan
usaha yang tumbuh tinggi di Jawa
Tengah adalah sektor informasi dan
komunikasi yang tumbuh sebesar 18,8
persen (YoY) serta jasa kesehatan dan
kegiatan sosial yang tumbuh sebesar
7,1 persen (YoY). Di sisi lain, lapangan
usaha yang mengalami kontraksi
cukup dalam adalah sektor
transportasi dan pergudangan yang
terkontraksi sebesar 63,0 persen (YoY).
Industri pengolahan mengalami
kontraksi sebesar 4,4 persen (YoY)
sejalan dengan penurunan produksi
industri migas dan sebagian besar non
migas kecuali industri makanan dan
minum dan industri kimia.
Sektor yang tetap tumbuh positif di
Provinsi Jawa Timur pada triwulan II
tahun 2020 adalah sektor informasi
dan komunikasi yang tumbuh sebesar
10,4 persen (YoY), jasa kesehatan
tumbuh sebesar 8,9 persen (YoY).
Lebih lanjut, sektor pertanian tumbuh
sebesar 7,5 persen (YoY) yang
didorong oleh peningkatan produksi
tanaman pangan khususnya padi
karena peralihan bulan panen dari
Maret ke April. Lapangan usaha yang
terkontraksi cukup dalam diantaranya
adalah jasa lainnya yang terkontraksi
hingga 34,5 persen (YoY), transportasi
dan pergudangan yang terkontraksi
hingga 27,7 persen (YoY), dan
penyediaan akomodasi dan makan
minum yang terkontraksi hingga 18,6
persen (YoY). Berbagai sektor tersebut
terpuruk akibat pandemi Covid-19 dan
terjadi penurunan produksi di
berbagai sektor sebagai dampak dari
kebijakan PSBB.
Pertumbuhan wilayah Sumatera
terkontraksi secara menyeluruh.
Perekonomian wilayah Sumatera pada
triwulan II tahun 2020 terkontraksi
sebesar 3,0 persen (YoY), menurun
signifikan dibanding triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh
sebesar 3,2 persen (YoY). Kontraksi di
wilayah Sumatera terjadi menyeluruh
di semua provinsi dengan kontraksi
yang paling dalam terjadi di Provinsi
Kepulauan Riau sebesar 6,7 persen
(YoY).
Provinsi Sumatera Utara yang
merupakan provinsi dengan kontribusi
terbesar di wilayah Sumatera
terkontraksi hingga 2,4 persen (YoY).
43
Hampir seluruh lapangan usaha
mengalami kontraksi dengan sektor
transportasi dan pergudangan turun
cukup dalam, yaitu sebesar 20,3
persen (YoY). Lebih lanjut, penyediaan
akomodasi dan makan minum serta
jasa perusahaan juga mengalami
kontraksi yang cukup dalam, yaitu
masing-masing sebesar 14,8 dan 7,7
persen (YoY). Beberapa sektor yang
masih tumbuh positif, diantaranya
adalah sektor informasi dan
komunikasi yang tumbuh sebesar 5,4
persen (YoY), administrasi
pemerintahan tumbuh sebesar 3,1
persen (YoY), dan pertanian yang
tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY).
Lebih lanjut, Provinsi Riau yang
memiliki kontribusi terbesar kedua di
Sumatera terkontraksi sebesar 3,2
persen (YoY), menurun signifikan
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang dapat tumbuh
hingga 2,2 persen (YoY). Sektor
penyediaan akomodasi dan makan
minum terkontraksi cukup dalam
hingga 42,4 persen (YoY) seiring
dengan dampak dari kebijakan PSBB
dan pembatalan atau penundaan
kegiatan MICE (Meeting, Incentive,
Convention, Exhibition), diikuti oleh
kontraksi pada sektor transportasi dan
pergudangan sebesar 38,0 persen
(YoY). Penurunan penjualan mobil dan
motor seiring dengan melemahnya
daya beli masyarakat menyebabkan
terkontraksinya sektor perdagangan
hingga 22,1 persen. Sementara itu,
beberapa sektor yang masih tumbuh
positif, diantaranya adalah jasa
kesehatan yang tumbuh sebesar 15,1
persen (YoY), informasi dan
komunikasi tumbuh sebesar 11,4
persen (YoY), dan pengadaan listrik
tumbuh sebesar 11,3 persen (YoY).
Sementara itu, provinsi yang
mengalami kontraksi paling dalam di
Sumatera adalah provinsi Kepulauan
Riau yang terkontraksi hingga 6,7
persen (YoY). Kontraksi di provinsi ini
disebabkan oleh menurunnya kinerja
di hampir seluruh sektor, kecuali
industri pengolahan, informasi dan
komunikasi, dan administrasi
pemerintahan. Kontraksi terdalam
terjadi pada sektor jasa perusahaan,
yaitu sebesar 96,1 persen (YoY).
44
Tabel 11 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Tahun 2015 – Triwulan II tahun 2020 (persen, YoY)
2015 2016 2017 2018 2019 2020:1 2020:2
Sumatera 3,5 4,3 4,3 4,5 4,6 3,3 -3,0
Aceh -0,7 3,3 4,2 4,6 4,1 3,2 -1,8
Sumut 5,1 5,2 5,1 5,2 5,2 4,7 -2,4
Sumbar 5,5 5,3 5,3 5,1 5,1 3,9 -4,9
Riau 0,2 2,2 2,7 2,3 2,8 2,2 -3,2
Jambi 4,2 4,4 4,6 4,7 4,4 1,9 -1,7
Sumsel 4,4 5,0 5,5 6,0 5,7 5,0 -1,4
Bengkulu 5,1 5,3 5,0 5,0 5,0 3,8 -0,5
Lampung 5,1 5,1 5,2 5,3 5,3 1,7 -3,6
Kep. Babel 4,1 4,1 4,5 4,5 3,3 1,4 -5,0
Kep. Riau 6,0 5,0 2,0 4,6 4,9 2,1 -6,7
Jawa 5,5 5,6 5,6 5,7 5,5 3,4 -6,7
DKI Jakarta 5,9 5,9 6,2 6,2 5,9 5,1 -8,2
Jabar 5,0 5,7 5,3 5,6 5,1 2,7 -6,0
Jateng 5,5 5,2 5,3 5,3 5,4 2,6 -5,9
DI Yogyakarta 5,0 5,0 5,3 6,2 6,6 -0,2 -6,7
Jatim 5,4 5,6 5,5 5,5 5,5 3,0 -5,9
Banten 5,4 5,3 5,7 5,8 5,5 3,2 -7,4
Bali Nusra 10,4 5,9 3,7 2,7 5,1 0,9 -6,3
Bali 6,0 6,3 5,6 6,4 5,6 -1,1 -11,0
NTB 21,8 5,8 0,1 -4,6 4,0 3,0 -1,4
NTT 4,9 5,1 5,1 5,1 5,2 3,0 -2,0
Kalimantan 1,4 2,0 4,3 3,9 5,0 2,3 -4,4
Kalbar 4,9 5,2 5,2 5,1 5,0 2,7 -3,4
Kalteng 7,0 6,3 6,7 5,6 6,2 3,0 -3,2
Kalsel 3,8 4,4 5,3 5,1 4,1 4,2 -2,6
Kaltim -1,2 -0,4 3,1 2,7 4,8 1,3 -5,5
Kaltara 3,4 3,6 6,8 6,0 6,9 5,0 -3,4
Sulawesi 8,2 7,4 7,0 6,7 6,7 3,8 -2,8
Sulut 6,1 6,2 6,3 6,0 5,7 4,3 -3,9
Sulteng 15,5 9,9 7,1 6,3 7,2 4,9 -0,1
Sulsel 7,2 7,4 7,2 7,1 6,9 3,1 -3,9
Sultra 6,9 6,5 6,8 6,4 6,5 4,4 -2,4
Gorontalo 6,2 6,5 6,7 6,5 6,4 4,1 -0,3
Sulbar 7,3 6,0 6,6 6,2 5,7 4,9 -0,8
Maluku Papua 6,3 7,4 4,9 7,0 -7,4 2,9 2,4
Maluku 5,5 5,7 5,8 5,9 5,6 4,0 -0,9
Maluku Utara 6,1 5,8 7,7 7,9 6,1 3,1 -0,2
Papua Barat 4,2 4,5 4,0 6,2 2,7 5,1 0,5
Papua 7,3 9,14 4,64 7,33 -15,7 1,5 4,5
NASIONAL 4,88 5,03 5,07 5,17 5,02 2,97 -5,32
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
45
2.3 Fiskal
Pendapatan negara mengalami
penurunan, sementara belanja
negara meningkat sehingga
terdapat potensi pelebaran defisit.
Di tengah masa pandemi Covid-19
dan seiring dengan aktivitas ekonomi
yang melambat, kondisi pendapatan
negara pada triwulan II tahun 2020
mengalami kontraksi yang lebih dalam
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Hingga akhir triwulan II
tahun 2020, pertumbuhan
pendapatan dalam negeri turun 10,0
persen dibandingkan periode yang
sama pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, Penerimaan hibah naik
signifikan hingga 231,4 persen
dibandingkan periode yang sama
pada tahun sebelumnya. Secara
keseluruhan realisasi Pendapatan
Negara dan Hibah menunjukkan
penurunan, yakni hanya mencapai
Rp811,2 triliun, atau lebih rendah
sebesar 9,8 persen (YoY).
Tabel 12 Realisasi Komponen
Pendapatan Negara dan Hibah
Pendapatan
Negara dan
Hibah
Realisasi
(triliun Rp) Growth
(2019-
2020) Juni
2019
Juni
2020
Pendapatan
Dalam
Negeri
899,0 809,4 -10,0
Penerimaan
Perpajakan 689,9 624,9 -9,4
PNBP 209,1 184,5 -11,8
Hibah 0,5 1,7 231,4
Total 899,6 811,2 -9,8
Sumber: Kementerian Keuangan
Tahun 2020 diperkirakan akan menjadi
tahun yang berat, terutama dari
perspektif perpajakan. Di tengah
ancaman pandemi Covid-19 yang
menyebabkan ketidakpastian
ekonomi secara global, pada triwulan
II tahun 2020 kinerja penerimaan
perpajakan Indonesia mengalami
kontraksi sebesar 9,4 persen
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya. Penerimaan
perpajakan periode Januari-Juni 2020
mencapai sebesar Rp624,9 triliun atau
44,3 persen dari target APBN-Perpres
72/2020.
Tabel 13 Realisasi Komponen
Penerimaan Perpajakan
Penerimaan
Perpajakan
Realisasi
(triliun Rp) Growth
(2019-
2020) Juni
2019
Juni
2020
Pajak
Penghasilan 376,3 330,3 -12,5
PPh
Nonmigas 346,2 312,2 -10,1
PPh Migas 30,2 18,1 -40,1
PPn dan PPnBM 212,3 189,5 -10,7
PBB 14,7 11,9 -18,9
Bea Masuk 17,3 16,5 -4,6
Cukai 66,7 75,4 13,0
Bea keluar 1,6 1,3 -18,2
Total 689,9 624,9
Sumber: Kementerian Keuangan
Sampai dengan akhir triwulan II tahun
2020 hampir semua jenis pajak utama
mengalami kontraksi. Tekanan
tersebut terutama dirasakan pada
Penerimaan Pajak bulan Mei. Kinerja
Penerimaan Pajak mulai menunjukkan
perbaikan pada bulan Juni seiring
mulai dilonggarkannya PSBB dan
dimulainya fase Adaptasi Kebiasaan
46
Baru, serta mulai membaiknya
ekonomi negara-negara mitra dagang
utama Indonesia secara umum.
Namun demikian, secara keseluruhan
kinerja perpajakan masih melambat.
Hingga akhir Juni 2020, Pajak
penghasilan (PPh) mencapai Rp330,3
triliun atau lebih rendah 12,5 persen
dibanding periode yang sama tahun
2019. Lebih rendahnya penerimaan
PPh ini ditengarai karena menurunnya
serapan tenaga kerja terutama pada
sektor-sektor yang terdampak
langsung oleh pandemi Covid-19,
serta akibat pemanfaatan insentif
fiskal PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP). Dari sisi
komponennya, PPh Migas turun
paling dalam yaitu sebesar 40,1 persen
dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. PPh Nonmigas
juga mengalami penurunan sebesar
10,1 persen (YoY). Kondisi yang sama
juga terjadi pada penerimaan PPN &
PPnBM yang tumbuh negatif sebesar
10,7 persen.
Selanjutnya, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) dan pajak lainnya juga
mengalami penurunan sebesar 18,9
persen dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Realisasi
positif tampak pada kinerja
penerimaan cukai pada akhir Juni 2020
yang mencapai Rp75,4 triliun atau
tumbuh 13,0 persen. Sementara itu
Bea masuk dan Bea keluar mengalami
penurunan masing-masing sebesar
4,6 persen dan 18,2 persen
dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya.
Tabel 14 Realisasi Komponen PNBP
Komponen PNBP
TA 2020
(triliun Rp) Growth
YoY
(%)
APBN
Perpres
72/2020
Realisasi
s.d. 30
Juni
PNBP 294,1 184,5 -11,8
Penerimaan SDA 79,1 54,5 -22,9
Pendapatan KND 65,0 46,2 -32,7
PNBP Lainnya 100,1 53,2 9,9
Pendapatan BLU 50,0 30,6 43,8
Sumber: Kementerian Keuangan
Realisasi PNBP sampai dengan
semester I 2020 mencapai Rp184,5
triliun atau 62,7 persen dari target
dalam Perpres 72 Tahun 2020, namun
capaian tersebut lebih rendah 11,8
persen (YoY) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang
mencapai Rp209,1 triliun. Penurunan
ini utamanya dipengaruhi oleh
menurunnya penerimaan PNBP SDA
dan PNBP KND masing-masing
sebesar 22,9 persen dan 32,7 persen.
Faktor penyebab turunnya
penerimaan SDA antara lain turunnya
rata-rata Indonesia Crude Price (ICP)
dan rata-rata Harga Batu Bara Acuan
(HBA) karena melambatnya
perekonomian global akibat pandemi
Covid-19. Rata-rata ICP periode
Desember 2019 – Mei 2020 sebesar
USD44,9 per barel jauh dibawah rata-
rata ICP periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai USD62,1
per barel. Sementara itu, rendahnya
realisasi PNBP KND disebabkan
adanya penundaan pelaksanaan RUPS
47
Belanja Pemerintah
Pusat
Transfer Ke Daerah
dan Dana Desa
sebagian besar BUMN sehingga
sebagian deviden belum dapat
disetorkan dan karena adanya
penurunan setoran sisa surplus Bank
Indonesia.
Dari sisi Belanja negara, hingga
triwulan II tahun 2020, belanja negara
menunjukkan peningkatan. Sampai
akhir Juni 2020, realisasi Belanja
Negara mencapai Rp1.068,94 triliun.
Realisasi tersebut terdiri dari Belanja
Pemerintah Pusat (BPP) yang
mencapai Rp668,5 triliun dan Transfer
ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang
mencapai Rp400,4 triliun. Dari sisi BPP,
terjadi pertumbuhan sebesar 6,0
persen dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun 2019.
Peningkatan penyerapan BPP
dipengaruhi oleh pertumbuhan
belanja Kementerian/ Lembaga (K/L)
yang tumbuh 2,3 persen (YoY) dan
belanja non-K/L yang tumbuh 10,3
persen (YoY).
Gambar 25 Perkembangan Komponen
Belanja Negara
Sumber: Kementerian Keuangan
Belanja K/L tumbuh positif, dimana
realisasinya hingga Juni 2020
mencapai Rp350,40 triliun.
Peningkatan Belanja K/L utamanya
disumbangkan oleh kenaikan realisasi
belanja sosial dan belanja modal.
Belanja modal mengalami
pertumbuhan pada periode sampai
dengan Juni 2020, yakni tumbuh 8,70
persen (yoy). Peningkatan kinerja
belanja modal didorong oleh
percepatan realisasi belanja modal
yang utamanya terjadi di belanja
modal peralatan dan mesin yang
dilaksanakan oleh Kemenhan dan
Polri. Meskipun demikian, realisasi
belanja modal jalan, irigasi, dan
jaringan mengalami perlambatan
realisasi dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya sebagai
dampak kebijakan refocusing/
realokasi/penundaan kegiatan serta
adanya pembatasan sosial.
Bantuan sosial hingga Juni 2020
tumbuh sebesar 41,0 persen (YoY)
dengan realisasi mencapai Rp99,4
triliun. Peningkatan realisasi bantuan
sosial terutama dipengaruhi oleh
kebijakan penyaluran bantuan sosial
kepada masyarakat yang dilaksanakan
oleh Kementerian Sosial dalam rangka
penanganan dampak pandemi Covid-
19, melalui penyaluran: (a) bantuan
program Kartu Sembako yang telah
diperluas cakupannya dan dinaikkan
nilai manfaatnya dibandingkan tahun
sebelumnya; dan (b) bantuan paket
sembako Jabodetabek dan bantuan
sosial tunai non-Jabodetabek yang
disalurkan untuk Jaring Pengaman
Sosial pandemi Covid-19. Selain itu,
terdapat kenaikan pencairan PBI JKN
2020 karena adanya kebijakan
38,59
%APBN
Juni 2019
Juni 2020
33,80
%APBN Perpres 72
48,86
%APBN
52,40 %APBN
Perpres 72
48
penyesuaian iuran PBI JKN yang
semula Rp23.000 menjadi Rp42.000,
serta kebijakan pencairan dimuka
bantuan iuran PBI JKN untuk
meningkatkan likuiditas BPJS
Kesehatan dalam rangka percepatan
pembayaran klaim fasilitas kesehatan.
Realisasi belanja pegawai sampai
dengan akhir Juni 2020 mencapai
Rp192,1 triliun atau sebesar 47,6
persen dari dari target APBN-Perpres
72/2020. Untuk belanja pegawai K/L
sampai dengan 30 Juni 2020 mencapai
Rp114,1 turun sebesar 3,3 persen
(YoY). Penurunan ini disebabkan
perubahan kebijakan pemberian THR
tahun 2020, untuk Pejabat Negara,
Pejabat Eselon 1 dan 2, dan pejabat
lainnya tidak menerima THR
sebagaimana tercantum dalam PP
Nomor 24 Tahun 2020.
Sementara itu, realisasi Belanja Barang
K/L sampai dengan 30 Juni 2020
mencapai Rp99,2 triliun, turun sebesar
16,8 persen (YoY). Penurunan tersebut
utamanya dipengaruhi oleh
pemberlakuan kebijakan pembatasan
sosial dan mekanisme kerja melalui
WFH sehingga sangat mempengaruhi
realisasi belanja operasional/non
operasional dan belanja perjalanan
dinas. Pada masa seperti sekarang ini,
kegiatan K/L banyak tertunda
pelaksanaannya karena kondisi yang
tidak memungkinkan, serta harus
mengikuti protokol kesehatan yang
ditetapkan Pemerintah dan/atau
dibatalkan karena alokasi
anggarannya sudah dilakukan
refocusing dan realokasi untuk
mendukung kegiatan penanganan
Covid-19, antara lain pembayaran
insentif dan santunan bagi tenaga
kesehatan, serta pengadaan alat/
sarpras kesehatan dalam rangka
penanganan Covid-19.
Realisasi Belanja Non-K/L hingga 30
Juni 2020 mencapai Rp318,1 triliun,
tumbuh 10,3 persen (YoY), yang
digunakan untuk pembayaran bunga
utang, subsidi, dan belanja lain-lain.
Realisasi Pembayaran Bunga Utang
sampai dengan 30 Juni 2020 sebesar
Rp157,6 triliun, naik 16,9 persen (YoY),
sejalan dengan tambahan penerbitan
utang yang dilakukan untuk menutup
peningkatan defisit APBN 2020 dan
pengeluaran pembiayaan.
Sementara itu, realisasi subsidi sampai
dengan 30 Juni 2020 turun sebesar 1,4
persen (YoY), dengan realisasi
mencapai Rp70,8 triliun. Realisasi
subsidi tersebut digunakan untuk: (a)
subsidi energi sebesar 48,3 triliun,
mencakup subsidi BBM dan LPG serta
subsidi listrik termasuk diskon listrik;
dan (b) subsidi non energi sebesar
Rp22,5 triliun, antara lain untuk subsidi
pupuk, subsidi PSO, subsidi bunga
kredit program, dan subsidi pajak.
Selain dipengaruhi oleh ICP, CP
Aramco, dan kurs, realisasi subsidi juga
dipengaruhi oleh proses administrasi
dan verifikasi dalam proses penagihan
pembayaran subsidi. Dari kinerja
penyaluran sampai dengan Mei 2020,
penyaluran BBM mencapai 5,8 juta KL,
LPG 3 kg mencapai 2.905,9 juta kg, dan
49
listrik bersubsidi mencapai 24,65 TWh.
Kemudian, sampai dengan Juni 2020,
penyaluran pupuk bersubsidi
mencapai 4,8 juta ton, dan penyaluran
KUR sebesar Rp67,7 triliun.
Tabel 15 Realisasi Komponen Belanja
Pemerintah Pusat
Belanja
Pemerintah
Pusat
APBN
Perpres
72/2020*
Realisasi 2020
Juni
2020*
Growth
YoY
(%)
Belanja K/L 836,4 350,4 2,4
Belanja
Pegawai 256,6 114,1 -3,3
Belanja Barang 271,7 99,2 -16,8
Belanja Modal 137,4 37,7 8,7
Bantuan Sosial 170,7 99,4 41,0
Belanja Non K/L 1138,9 318,1 10,3
a.l. Pembayaran
Bunga Utang 338,8 157,6 16,9
Subsidi 192,0 70,8 -1,4
Total (neto) 1975,2 668,5 6,0
Sumber: Kementerian Keuangan
*dalam triliun Rp
Meskipun secara keseluruhan belanja
negara mengalami peningkatan,
namun untuk komponen Transfer Ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD)
mengalami penurunan sebesar 0,9
persen dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2019. Hingga akhir
Juni 2020, TKDD mencapai Rp400,4
triliun atau 52,4 persen dari pagu
APBN-Perpres 72/2020 yang meliputi
Transfer ke Daerah (TKD) sebesar
Rp360,2 triliun (52,0 persen) dan Dana
Desa Rp40,2 triliun (56,5 persen).
Secara lebih rinci, realisasi TKD
tersebut terdiri dari Dana
Perimbangan, Dana Insentif Daerah,
serta Dana Otonomi Khusus dan Dana
Keistimewaan DIY.
Sampai akhir Juni 2020, Dana
Perimbangan telah mencapai Rp344,8
triliun. Sementara itu, Dana Alokasi
Umum (DAU) telah terealisasi sebesar
Rp226,5 triliun atau 58,9 persen dari
pagu alokasi, yang terdiri atas DAU
Formula sebesar 224,9 triliun dan DAU
Tambahan sebesar Rp1,6 triliun.
Angka tersebut mengalami penurunan
sebesar 7,0 persen (YoY). Hal tersebut
disebabkan oleh penyaluran DAU TA
2020 telah berbasis kinerja dimana
penyaluran DAU dilakukan oleh
Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan
dengan memperhatikan laporan
Belanja Pegawai dan khusus DAU
bulan April ditambah laporan Belanja
Infrastruktur Daerah, laporan
Pemenuhan Indikator Layanan
Pendidikan, dan laporan Pemenuhan
Indikator Layanan Kesehatan dari
Pemerintah Daerah sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
nomor 139/ PMK.07/2019 tentang
Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Otonomi
Khusus.
Realisasi DAU Formula per 30 Juni
2020 di atas turut dipengaruhi oleh: (i)
penundaan penyaluran DAU bulan Juli
terhadap 8 daerah dari 12 daerah yang
masih mendapat sanksi sampai
dengan akhir bulan Juni karena tidak
menyampaikan Laporan Penyesuaian
APBD dengan benar dan lengkap
sesuai PMK Nomor 35/PMIK.07/2020
50
dan (ii) penyaluran kembali DAU bulan
Mei kepada 86 daerah dan penyaluran
kembali DAU bulan Juni kepada 80
daerah yang telah menyampaikan
Laporan Penyesuaian APBD dengan
benar dan lengkap.
Sementara itu, realisasi DAU
Tambahan yang terdiri atas DAU
Tambahan Bantuan Pendanaan
Kelurahan Tahap I sebesar Rp1.449,65
miliar telah disalurkan kepada 399
daerah dan DAU Tambahan Bantuan
Penyetaraan Siltap Kepala Desa dan
Perangkat Desa Tahap I sebesar
Rp183,2 miliar telah disalurkan kepada
23 daerah penerima alokasi
Sampai dengan akhir Juni 2020, Dana
Bagi Hasil (DBH) telah terealisasi
sebesar Rp41,6 triliun atau 48,1 persen
dari pagu alokasi. Realisasi DBH
tersebut terdiri dari penyaluran DBH
TA 2020 sebesar Rp30,4 triliun dan
penyaluran kurang bayar (KB) DBH
sebesar Rp11,1 triliun. Realisasi
tersebut mengalami penurunan
sebesar 1,9 persen (YoY). Hal ini selain
diakibatkan adanya kebijakan
penyesuaian alokasi DBH regular TA
2020 dalam Peraturan Presiden nomor
78 Tahun 2019 tentang Rincian APBN
TA 2020, juga karena terdapat
perubahan alokasi DBH dari semula
Rp117,6 triliun dalam Peraturan
Presiden No. 78 Tahun 2019 tentang
Rincian APBN TA 2020 menjadi
sebesar Rp86,4 triliun, sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Presiden
No. 72 Tahun 2020.
Selanjutnya terkait Dana Transfer
Khusus, sampai dengan akhir Juni
2020, realisasi DTK mencapai Rp76,7
triliun. Realisasi tersebut terdiri dari
Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan
DAK Non Fisik. Dana Alokasi Khusus
(DAK) Fisik sampai dengan 30 Juni
2020 telah terealisasi sebesar Rp5,3
triliun atau 9,9 persen dari pagu
alokasi. Realisasi tersebut
menunjukkan adanya kenaikan
sebesar 6,8 persen (YoY) yang
disebabkan beberapa hal. Pertama,
adanya percepatan penyelesaian
Rencana Kegiatan (RK). Kedua, adanya
percepatan penyaluran DAK Fisik
Bidang Kesehatan yang terkait
kegiatan pencegahan dan/atau
penanganan Covid-19, dimana untuk
menu kegiatan tersebut disalurkan
secara sekaligus setelah revisi RK
untuk kegiatan pencegahan dan/atau
penanganan Covid-19 yang telah
disetujui oleh Kementerian Kesehatan.
Ketiga, percepatan penyaluran
sekaligus atas rekomendasi
Kementerian/ Lembaga, yang semula
baru bisa dilakukan pada bulan
Agustus dimajukan menjadi bulan
April.
Sementara itu, untuk mendukung
program Pemulihan Ekonomi Nasional
(PEN) akibat dampak Covid-19, telah
dialokasikan Cadangan DAK Fisik
sebesar Rp8,7 triliun dalam Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2020
tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2020
tentang Perubahan Postur dan Rincian
51
APBN Tahun Anggaran 2020.
Cadangan DAK Fisik ditujukan untuk
mendanai kegiatan yang memiliki
daya dukung tinggi terhadap
pemulihan perekonomian Daerah;
mendukung ketahanan pangan;
dan/atau mendukung pengembangan
kawasan strategis pariwisata nasional.
Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan
secara padat karya, menggunakan
material dan tenaga kerja lokal; dan
dapat diselesaikan pada sisa Tahun
Anggaran 2020.
Tabel 16 Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Keterangan
Maret 2019 Maret 2020
Nominal
(triliun Rupiah) % APBN
Nominal
(triliun Rupiah)
% APBN
Perpres
72/2020
Transfer Ke Daerah 362,1 47,9 360,2 52,0
Dana Perimbangan 352,3 48,6 344,8 52,8
Dana Bagi Hasil 42,4 39,9 41,6 48,1
Dana Alokasi
Umum
243,5 58,3 226,5 58,9
Dana Transfer
Khusus
66,4 33,2 76,7 41,9
Dana Otonomi
Khusus dan
Penyeimbang
4,7 21,0 6,9 33,2
Dana Insentif
Daerah
5,2 51,8 8,5 45,9
Dana Desa 41,8 59,8 40,2 56,5
Total 403,9 48,9 400,4 52,4
Sumber: Kementerian Keuangan
Penyaluran DAK Nonfisik per 30 Juni
2020 telah mencapai sebesar Rp71,4
triliun atau 55,45 persen dari pagu
alokasi. Angka ini menunjukkan
kenaikan sebesar 16,2 persen (YoY)
yang utamanya disebabkan oleh
penyaluran Dana BOS untuk dua tahap
sebesar 70,0 persen, serta penyaluran
dana Tunjangan Profesi Guru (TPG)
Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD)
pada akhir bulan Juni yang pada tahun
sebelumnya dilakukan pada awal
bulan Juli.
Penyaluran Dana Desa sampai dengan
akhir Juni 2020 telah terealisasi
sebesar Rp40,2 triliun atau 56,5 persen
dari pagu alokasi. Realisasi tersebut
menunjukkan pencapaian yang lebih
tinggi dibandingkan dengan
penyaluran Dana Desa yang telah
masuk ke Rekening Kas Desa (RKD)
pada periode yang sama tahun 2019
yang hanya mencapai 27,45 persen
dari pagu alokasi. Capaian tersebut
merupakan hasil dari perubahan
kebijakan dalam penyaluran Dana
Desa dengan adanya penyederhanaan
proses penyaluran Dana Desa dari
Rekening Kas Umum Negara (RKUN)
ke Rekening Kas Umum Daerah
52
(RKUD) dan transfer dari RKUD ke RKD
pada waktu yang bersamaan sehingga
Dana Desa dapat lebih cepat sampai
ke desa.
Berdasarkan capaian Pendapatan dan
Belanja Negara, hingga akhir Juni
2020, defisit anggaran mencapai
Rp257,8 triliun atau sekitar 1,6 persen
terhadap PDB. Besaran defisit ini lebih
tinggi dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun 2019 yang
mencapai 0,85 persen dari PDB.
Sementara itu posisi keseimbangan
primer pada Juni 2020 berada pada
posisi negatif Rp100,2 triliun dari yang
sebelumnya hanya negatif 0,4 triliun
pada Juni 2019. Sementara itu, dari sisi
pembiayaan anggaran, realisasi
hingga Juni 2020 sebesar Rp416,2
triliun.
Gambar 26 Perkembangan Realisasi
Defisit APBN
Sumber: Kementerian Keuangan
Dengan kondisi defisit anggaran
tersebut, posisi utang Pemerintah per
akhir Maret 2020 sebesar Rp5.264,1
triliun, dengan rasio utang pemerintah
terhadap PDB sebesar 32,7 persen.
Secara nominal, posisi utang
Pemerintah Pusat mengalami
peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu, hal ini
disebabkan oleh peningkatan
kebutuhan pembiayaan untuk
menangani masalah kesehatan dan
pemulihan ekonomi nasional akibat
Covid-19.
Dalam mengelola keuangan negara,
Pemerintah menerapkan strategi
kebijakan countercyclical yaitu APBN
digunakan sebagai buffer untuk
mengakselerasi pembangunan
negara. Sumber pembiayaan APBN
dipenuhi melalui salah satunya
penerbitan Surat Utang Negara yang
kebutuhan penerbitannya sesuai
target yang ditetapkan dalam APBN.
Namun, sebagai salah satu tanggung
jawab pengelolaan keuangan negara,
dalam upaya memperoleh sumber
pembiayaan khususnya dalam
penerbitan surat utang Pemerintah
juga menerapkan strategi
oportunistik, yaitu diutamakan saat
suku bunga sedang bergerak turun
agar biaya yang dikeluarkan semakin
efisien.
Pemerintah terus berupaya untuk
mendorong pembiayaan yang
inovatif, fleksibel dan sustainable
untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi. Dalam rangka
pengembangan instrumen dan basis
investor, Pemerintah berencana
menerbitkan surat utang yang khusus
ditujukan untuk masyarakat Indonesia
di luar negeri atau Diaspora Indonesia
-135,1
-257,8
-0,85
-1,57
-1,8
-1,3
-0,8
-0,3
0,2
0,7
-400
-350
-300
-250
-200
-150
-100
-50
0
Juni 2019 Juni 2020
Rp Triliun %PDB
53
yang terdiri dari Eks WNI, anak Eks
WNI, dan WNA yang orang tuanya
WNI atau lebih dikenal dengan
Diaspora Bonds. Diaspora Bonds
memberikan peluang bagi investor
Diaspora Indonesia untuk turut serta
berpartisipasi dalam pembangunan
negara dan menjadi salah satu
alternatif investasi yang dapat
digunakan dan bermanfaat bagi
diaspora atau anggota keluarga yang
ada di Indonesia. Selain itu,
Pemerintah dan BI telah bersepakat
untuk melakukan pembagian beban
(burden sharing) agar penanganan
Covid-19 dan pemulihan ekonomi
nasional dapat terealisasi dengan
cepat, tepat, dan akurat.
Tabel 17 Perkembangan Komponen
Pembiayaan
Jenis
Pembiayaan
Juni-2019 Juni-2020
Nominal
(triliun
Rp)
%
APBN
Nominal
(triliun
Rp)
%
APBN
Utang
(neto)
180,5 50,2 421,6 -
Investasi -6,5 8,6 - -
Pinjaman 1,4 -58,8 -8,9 -
Penjaminan - 0,0 - -
Lainnya 0,01 0,1 - -
Sumber: Kementerian Keuangan
Gambar 27 Perkembangan Utang
Pemerintah Pusat
Sumber: Kementerian Keuangan
3.515,5
4.010,3
4.418,3
4.756,1
5.264,1
28,3029,51 29,98 29,87
32,67
15,00
20,00
25,00
30,00
2000
3000
4000
5000
6000
2016 2017 2018 2019 Juni2020
(per
sen
PD
B)
(tri
liun
Rp
)
Utang Pemerintah Pusat
Rasio utang (%PDB)
54
Tabel 18 Realisasi APBN s.d 30 Juni 2019 dan 2020
(triliun rupiah)
2019 2020
Uraian APBN Realisasi s.d.
30 Juni %APBN
APBN
(Perpres
72/2020)
Realisasi
s.d.30 Juni
% APBN
Perpres
72/2020
A. Pendapatan Negara 2165,1 899,6 41,55 1699,9 811,2 47,7
I. Pendapatan Dalam Negeri 2164,7 899,0 41,53 1698,6 809,4 47,7
1. Penerimaan Perpajakan 1786,4 689,9 38,62 1404,5 624,9 44,5
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 378,3 209,1 55,28 294,1 184,5 62,7
II. Hibah 0,4 0,5 120,59 1,3 1,7 133,8
B. Belanja Negara 2461,1 1034,7 42,04 2739,2 1068,9 39,0
I. Belanja Pemerintah Pusat 1634,3 630,8 38,59 1975,2 668,5 33,8
1. Belanja K/L 855,4 342,4 40,02 836,4 350,4 41,9
2. Belanja Non K/L 778,9 288,4 37,03 1138,9 318,1 27,9
II. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 826,8 403,9 48,86 763,9 400,4 52,4
1. Transfer ke Daerah 756,8 362,1 47,85 692,7 360,2 52,0
2. Dana Desa 70 41,8 59,76 71,2 40,2 56,5
C. Keseimbangan Primer -20,1 -0,4 -700,4 -100,2
D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) -296,0 -135,1 45,65 -1039,2 -257,8 24,8
% Surplus/(Defisit) Anggaran thd PDB -1,84 -0,85 -6,34 -1,57
E. Pembiayaan Anggaran 296,0 176,3 59,57 1039,2 416,2 40,0
al. Pembiayaan Utang 359,2 180,5 50,20 1220,4 421,55 34,54
Sumber: Kementerian Keuangan, 2020
55
2.4 Moneter dan Jasa
Keuangan
Moneter
Suku bunga acuan kembali
diturunkan sebesar 25 basis poin.
Pada triwulan II tahun 2020 otoritas
moneter menurunkan tingkat suku
bunga kebijakan BI7DRR. Suku bunga
acuan BI7DRR diturunkan 25 basis
poin pada Juni menjadi sebesar 4,25
persen. Hal ini sejalan dengan
berlanjutnya kebijakan penurunan
suku bunga acuan oleh beberapa
negara, yang ditempuh untuk
mendorong pemulihan ekonomi.
Tabel 19 Perkembangan Reverse Repo
Surat Berharga Negara
Tenor Persen (%)
Apr Mei Jun
7 hari 4,50 4,50 4,25
2 minggu 4,51 4,50 4,26
1 bulan 4,52 4,51 4,27
Sumber: Bank Indonesia
Di tengah perlambatan ekonomi
global dan peningkatan
ketidakpastian pasar keuangan akibat
Covid-19, transmisi suku bunga
kebijakan terhadap pasar uang
berjalan cukup baik. Hal ini
ditunjukkan oleh terjaganya suku
bunga pasar uang antar bank (PUAB)
O/N yang menurun dan stabil pada
kisaran empat persen pada akhir
triwulan II tahun 2020. Penurunan
suku bunga PUAB diikuti dengan
penurunan suku bunga deposito dan
kredit modal kerja.
Rupiah mengalami penguatan dan
mencapai Rp 14.625 per USD.
Sepanjang triwulan II tahun 2020 nilai
tukar Rupiah mengalami apresiasi
terhadap dolar AS, sejalan dengan
meredanya kepanikan di pasar
keuangan global. Rupiah mulai
mengalami penguatan sejak April dan
berlanjut hingga akhir Juni 2020.
Rupiah ditutup pada level Rp 14.265
per 30 Juni 2020.
Dari sisi eksternal, penguatan Rupiah
didorong oleh berlanjutnya aliran
modal asing yang masuk ke
Indonesia. Peningkatan aliran modal
asing sejalan dengan peningkatan
stimulus fiskal dan pelonggaran
kebijakan moneter di beberapa negara
maju, pembukaan aktivitas ekonomi di
beberapa negara, dan terjaganya
optimisme investor terhadap prospek
perekonomian Indonesia. Dari sisi
internal, penguatan Rupiah didukung
oleh fundamental perekonomian
domestik yang cukup baik, yang
tercermin dari: (i) terjaganya daya tarik
imbal hasil aset keuangan domestik,
(ii) inflasi yang rendah dan terkendali;
serta (iii) defisit neraca transaksi
berjalan yang membaik.
Nilai tukar riil Rupiah (REER)
masih relatif rendah di antara
negara-negara sekawasan ASEAN,
mencapai 91,7 persen.
Sepanjang triwulan II tahun 2020
indeks nilai tukar riil Rupiah (Real
Effective Exchange Rate/REER)
cenderung mengalami peningkatan.
56
Secara berturut-turut pada April-Juni
2020, indeks nilai tukar Rupiah sebesar
88,0; 86,2; dan 91,7 persen. Secara
fundamental REER Indonesia masih
berada dibawah nilai wajar
(undervalued).
Gambar 28 Perkembangan Nilai Tukar
Rupiah terhadap USD, 2019-2020
Sumber: Bloomberg, diolah
catatan: Update per Juni 2020
Indeks tersebut relatif masih lebih
rendah dibandingkan negara-negara
sekawasan di ASEAN (Filipina,
Thailand, Singapura), namun berada
di atas Malaysia. Rendahnya REER
Indonesia memberikan dampak positif
terhadap daya saing perdagangan
diantara negara-negara di kawasan
ASEAN. Pada akhir triwulan II tahun
2020, nilai REER tertinggi dimiliki oleh
Filipina sebesar 114,4 persen, disusul
Thailand sebesar 108,0 persen,
Singapura sebesar 105,3 persen, dan
Malaysia sebesar 83,8 persen.
Gambar 29 Real Effective Exchange
Rate ASEAN-5, (2010=100)
Sumber: Bloomberg, diolah
catatan: Update per Juni 2020
Likuiditas perekonomian masih
terjaga.
Secara umum likuiditas perekonomian
(M2) relatif stabil meski mengalami
fluktuasi pada triwulan II tahun 2020.
Sepanjang periode April-Juni 2020,
M2 tumbuh sebesar 8,6; 10,4; dan 8,2
persen. Peningkatan M2 (MtM) pada
Mei 2020 didorong oleh
meningkatnya aktiva bersih luar
negeri. Namun, pada Juni 2020 M2
kembali mengalami perlambatan
(MtM) sejalan dengan penurunan
aktiva luar negeri bersih dan
penyaluran kredit.
Pertumbuhan M1 sepanjang triwulan
II secara berturut-turut sebesar 8,4;
9,7; dan 8,2 persen. Pada Mei 2020
terjadi peningkatan giro Rupiah. Pada
akhir triwulan II uang beredar dalam
arti sempit (M1) kembali mengalami
perlambatan seiring dengan
menurunnya giro Rupiah.
6/30/2020Rp14.265,00
13.000
14.000
15.000
16.000
17.000
Jun-19 Sep-19 Des-19 Mar-20 Jun-20
80
85
90
95
100
105
110
115
120
INDONESIA THAILAND
MALAYSIA FILIPINA
SINGAPURA
57
Pada awal triwulan II tahun 2020,
pertumbuhan uang kuasi mengalami
perlambatan dibandingkan bulan
sebelumnya dan mencapai 8,5 persen.
Namun, kembali mengalami
penurunan pada Juni 2020 menjadi
8,1 persen. Fluktuasi uang kuasi pada
periode ini sejalan dengan pergerakan
simpanan berjangka, tabungan, dan
giro valas.
Gambar 30 Perkembangan Uang
Beredar
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Inflasi mengalami penurunan dan
berada dibawah kisaran dua
persen.
Berdasarkan data historis, inflasi pada
triwulan II umumnya tinggi karena
dipengaruhi peningkatan permintaan
menjelang HBKN Idul Fitri. Namun
adanya pandemi Covid-19 yang telah
menekan sisi permintaan dan juga
penawaran, inflasi tahunan (YoY) pada
triwulan II tahun 2020 lebih rendah.
Secara berturut-turut inflasi pada
April-Juni 2020 sebesar 2,67 persen;
2,19 persen; dan 1,96 persen. Secara
bulanan (MtM) pergerakan inflasi
April-Juni 2020 masing-masing
sebesar 0,08 persen; 0,07 persen; dan
0,18 persen. Rendahnya inflasi pada
triwulan II tahun 2020 utamanya
dipengaruhi penurunan pada
komponen inflasi inti dan komponen
harga bergejolak.
Tabel 20 Tingkat Inflasi Domestik
Q2 2019 Q2 2020
Apr Mei Jun Apr Mei Jun
YoY 2,8 3,3 3,3 2,7 2,2 2,0
MtM 0,4 0,7 0,6 0,1 0,1 0,2
YtD 0,8 1,5 2,1 0,8 0,9 1,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Gambar 31 Perkembangan Indeks
Harga Konsumen (IKK) dan Inflasi Inti,
2019-2020
Sumber: BI dan BPS, diolah
Komponen inflasi inti tahunan (YoY)
pada April-Juni 2020 secara berturut-
turut mencapai 2,85 persen; 2,65
persen; dan 2,26 persen. Penurunan
inflasi inti memperkuat
sinyal perlambatan daya beli
masyarakat. Indikasi pelemahan daya
beli masyarakat juga ditunjukkan oleh
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
yang masih berada pada level pesimis
(<100). Meski demikian IKK
7,10%
7,90%
12,10%
8,60%
10,40%
8,20%
4,0%
6,0%
8,0%
10,0%
12,0%
14,0%
16,0%
Pertumbuhan M1, %YoYPertumbuhan Uang Kuasi, %YoYPertumbuhan M2, %YoY
75,0
85,0
95,0
105,0
115,0
125,0
135,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
Jan
Mar
Mei Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
Mei
2019 2020
(in
dek
s)
(per
sen
)
Inti Harga Bergejolak IKK
58
mengalami sedikit peningkatan pada
akhir triwulan II tahun 2020. Selama
April-Juni 2020 IKK pada masing-
masing bulan secara berturut-turut
sebesar 84,80; 77,80; dan 83,80.
Tabel 21 Tingkat Inflasi Domestik
Berdasarkan Komponen (YoY)
Komponen Persentase (%)
Apr Mei Jun
Inti 2,85 2,65 2,26
Harga
Bergejolak 5,04 2,52 2,32
Harga diatur
pemerintah -0,09 0,28 0,52
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sepanjang triwulan II tahun 2020,
inflasi tahunan (YoY) komponen
volatile foods menurun dan stabil pada
kisaran dua persen. Pada April-Juni
2020 secara berturut-turut inflasi
volatile foods mencapai 5,04; 2,52; dan
2,32 persen. Penurunan tersebut
utamanya disebabkan oleh panen raya
dan upaya Pemerintah dalam menjaga
ketersediaan pasokan serta kelancaran
distribusi komoditas strategis, agar
dapat mencukupi kebutuhan pada
HBKN Idul Fitri. Beberapa komoditas
pangan yang mengalami penurunan
harga pada triwulan II tahun 2020 di
antaranya cabai merah, bawang putih,
dan telur ayam ras.
Selanjutnya, komponen inflasi harga
diatur Pemerintah (administered price)
secara tahunan (YoY) pada April-Juni
2020, berturut-turut sebesar -0,09;
0,28; dan 0,52 persen. Deflasi pada
komponen harga diatur Pemerintah
pada awal triwulan II tahun 2020
dipengaruhi oleh kebijakan PSBB yang
membatasi mobilitas masyarakat dan
berdampak pada penurunan aktivitas
sektor transportasi. Komponen ini
kembali mengalami peningkatan pada
Juni 2020 sejalan dengan pelonggaran
PSBB yang berpengaruh terhadap
peningkatan harga tarif angkutan
udara dan layanan transportasi daring.
Tabel 22 Inflasi Kelompok Pengeluaran
(MtM)
Kelompok
Pengeluaran
Persentase (%)
Apr Mei Jun
UMUM (headline) 0,08 0,07 0,18
Bahan Makanan 0,09 -0,32 0,47
Makanan, Minuman,
dan Tembakau 0,04 0,09 0,02
Pakaian dan Alas
Kaki 0,09 0,04 -0,04
Perumahan, Air,
Listrik, dan Bahan
bakar Lainnya
0,09 0,10 -0,03
Perlengkapan,
Peralatan, dam
Pemeliharaan Rutin
Rumah Tangga
0,23 0,27 0,13
Kesehatan -0,42 0,87 0,41
Transportasi -0,34 0,08 -0,06
Informasi,
Komunikasi, dan
Jasa Keuangan
0,03 0,06 0,13
Rekreasi, Olahraga,
dan Budaya 0,00 0,00 0,00
Pendidikan 0,18 0,08 0,28
Penyediaan
Makanan &
Minuman/Restoran
1,20 0,12 -0,08
Perawatan Pribadi
dan Jasa Lainnya 0,08 0,07 0,18
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sebagian besar inflasi kelompok
pengeluaran mengalami penurunan
pada triwulan II tahun 2020., kecuali
kelompok transportasi dan kelompok
rekreasi, olahraga, dan budaya. Pada
April-Juni 2020, inflasi kelompok
59
pengeluaran transportasi secara
berturut-turut mencapai -0,42; 0,87,
dan 0,41 persen. Inflasi kelompok
pengeluaran rekreasi, olahraga dan
budaya pada April-Juni 2020 secara
berturut-turut mencapai 0,03; 0,06;
dan 0,13 persen.
Peningkatan pada kedua inflasi
kelompok pengeluaran ini
diperkirakan dipengaruhi oleh
penyesuaian harga transportasi dan
upaya pemerintah menggerakan
sektor pariwisata untuk pemulihan
ekonomi nasional.
Perkembangan indeks harga pangan
menunjukkan bahwa sebagian besar
komoditas mengalami penurunan.
Tiga komoditas dengan indeks harga
tertinggi adalah Bawang Merah
sebesar 203,60, Bawang Putih sebesar
119,62, dan Gula Pasir sebesar 115,22.
Gambar 32 Perkembangan Indeks
Harga Pangan Strategis Nasional,
(2018=100)
Sumber: Pusat Informasi Harga Pangan
Strategis Nasional, diolah
Jasa Keuangan
Pelemahan perekonomian akibat
pandemi Covid-19 menimbulkan
efek domino yang mendorong
terjadinya perlambatan pada
sektor jasa keuangan.
Kinerja perbankan konvensional
mengalami perlambatan sebagai
dampak pandemi Covid-19, meskipun
secara umum cukup terjaga. Rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio/CAR) perbankan mengalami
penurunan, dari 22,4 persen pada
bulan Mei tahun 2019, menjadi 20,5
persen pada bulan Mei tahun 2020.
Namun demikian, angka tersebut
masih jauh di atas batas kecukupan
modal yang ditetapkan yaitu delapan
persen.
Selain itu, likuiditas perbankan juga
cenderung melonggar, tercermin dari
penurunan Loan to Deposit Ratio
(LDR). Rasio LDR menurun dari 96,2
persen pada bulan Mei tahun 2019
menjadi 90,9 persen pada bulan Mei
tahun 2020. Selain itu, penurunan
kinerja perbankan juga tercermin dari
meningkatnya rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL). Pada
bulan Mei tahun 2020, rasio NPL
sebesar 3,0 persen, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang sebesar 2,6
persen. Tertekannya perekonomian
masih menjadi faktor utama
terhambatnya kemampuan debitur
untuk membayar kredit, khususnya
pada sektor penyedia akomodasi,
115,22
203,60
119,62
60
80
100
120
140
160
180
200
220
240
Jan-20 Feb-20 Mar-20 Apr-20 May-20 Jun-20
Minyak Goreng Daging SapiDaging Ayam Telur AyamBeras Medium Gula PasirCabai Rawit Cabai MerahBawang Merah Bawang Putih
60
perikanan, serta industri
pertambangan dan penggalian, yang
merupakan sektor dengan tingkat NPL
tertinggi.
Gambar 33 Kinerja Perbankan
Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q2 adalah bulan Mei
Sementara itu, total Dana Pihak Ketiga
(DPK) perbankan pada bulan Mei
tahun 2020 tumbuh sebesar 8,9 persen
(YoY), lebih tinggi dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 6,3 persen (YoY), namun
melambat jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 9,5
persen (YoY). Pertumbuhan total DPK
utamanya didorong oleh peningkatan
pertumbuhan giro yang tinggi yaitu
11,9 persen (YoY). Pertumbuhan
tertinggi juga terdapat pada
komponen tabungan, yaitu sebesar 8,0
persen (YoY), meskipun sedikit
melambat jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 9,7
persen (YoY). Sementara itu,
komponen DPK lainnya yaitu deposito
juga mengalami pertumbuhan, yaitu
sebesar 5,4 persen (YoY) pada bulan
Mei tahun 2020, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh
sebesar 4,1 persen (YoY).
Gambar 34 Pertumbuhan DPK
Perbankan Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q2 adalah bulan Mei
Sejalan dengan perlambatan
perekonomian, penyaluran kredit
perbankan pada bulan Mei 2020 juga
melambat. Pada periode yang sama
tahun sebelumnya, pertumbuhan total
kredit bahkan mencapai dua digit,
kemudian mengalami penurunan
pada tahun 2020, pasca kemunculan
kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Total kredit perbankan hanya tumbuh
sebesar 3,1 persen (YoY) pada triwulan
II tahun 2020, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 8,0 persen (YoY).
Perlambatan kredit terjadi pada
II I II
2019 2020
LDR 96,2 92,6 90,9
NPL 2,6 2,8 3,0
CAR 22,4 20,0 20,5
0
7
14
21
28
89,0
90,3
91,5
92,8
94,0
(per
sen
)
(per
sen
)
0%
5%
10%
15%
20%
5.100
5.400
5.700
6.000
6.300
II I II
2019 2020
(per
sen
)
(Ru
pia
h)
Total DPK (Rp) Pert. Total DPK
Pert. Deposito Pert. Tabungan
Pert. Giro
61
seluruh jenis kredit, dengan
pertumbuhan kredit terendah terjadi
pada jenis Kredit Modal Kerja (KMK)
dan Kredit Investasi (KI). Kredit Modal
Kerja, Kredit Konsumsi, dan Kredit
Investasi masing-masing tumbuh
sebesar 1,5 persen (YoY); 2,3 persen
(YoY); dan 6,8 persen (YoY) pada bulan
Mei tahun 2020, lebih rendah jika
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh masing-
masing sebesar 6,3 persen (YoY); 5,4
persen (YoY); dan 13,7 persen (YoY).
Gambar 35 Pertumbuhan Kredit
Perbankan Konvensional
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q2 adalah bulan Mei
Tabel 23 Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional
Sektor
Miliar Rp
2019 2020
Q2 Q1 Q2*
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 363.350 383.091 377.036
Perikanan 13.040 14.500 13.950
Pertambangan dan Penggalian 136.205 150.032 147.415
Industri Pengolahan 885.407 961.569 933.269
Listrik, gas dan air 206.802 215.082 213.069
Konstruksi 342.552 353.292 360.526
Perdagangan Besar dan Eceran 987.292 999.463 960.548
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan
minum 104.180 113.223 112.757
Transportasi, pergudangan dan komunikasi 224.302 253.160 249.865
Perantara Keuangan 252.788 263.848 253.227
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 251.480 272.235 266.507
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 25.965 32.052 29.664
Jasa Pendidikan 13.169 13.814 13.842
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 24.896 29.084 28.931
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan
dan Perorangan lainnya 78.363 84.006 82.073
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 3.204 3.183 3.127
Badan Internasional dan Badan Ekstra
Internasional Lainnya 173 352 315
Kegiatan yang belum jelas batasannya 2.121 1.891 1.968
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
*data bulan Mei
0%
4%
8%
12%
16%
20%
5.000
5.200
5.400
5.600
5.800
II I II
2019 2020
(per
sen
)
(Ru
pia
h)
Total Kredit (Rp Triliun) Pert. Tot. Kredit
Pert. KI Pert. KMK
Pert. KK
62
Ditinjau dari lapangan usaha penerima
kredit, pada bulan Mei tahun 2020
terjadi perlambatan pertumbuhan
kredit pada hampir seluruh sektor
ekonomi. Perlambatan pertumbuhan
kredit tertinggi terjadi pada sektor
listrik, gas dan air; sektor konstruksi;
serta sektor pertambangan dan
penggalian dengan pertumbuhan
kredit masing-masing sebesar 3,0
persen; 5,2 persen; dan 8,2 persen
(YoY). Namun di sisi lain, masih
terdapat sektor yang mengalami
peningkatan pertumbuhan, antara lain
sektor penyediaan akomodasi dan
penyediaan makan minum yang
tumbuh sebesar 8,2 persen (YoY); serta
sektor transportasi, pergudangan dan
komunikasi yang tumbuh sebesar 11,4
persen (YoY).
Sejak bulan Agustus tahun 2015,
pemerintah mencanangkan program
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam
rangka mendorong akses kredit bagi
Usaha Mikro Kecil Menengah dan
Koperasi (UMKM). Pada tahun 2020,
pemerintah menargetkan penyaluran
KUR sebesar Rp190 triliun, meningkat
sebesar Rp50 triliun dari target tahun
2019. Berdasarkan realisasinya,
penyaluran KUR dari Agustus 2015
sampai dengan triwulan II tahun 2020
sebesar Rp550,2 triliun dengan
outstanding Rp161,7 triliun kepada
20,9 juta debitur. Sedangkan
penyaluran KUR sampai dengan
triwulan II tahun 2020, sudah
mencapai Rp76,2 triliun atau sebesar
40,1 persen dari target tahun 2020
yang disalurkan kepada 2,2 juta
debitur KUR. Penyaluran KUR masih
didominasi untuk skema KUR Mikro
(pinjaman ≤Rp25 juta) sebesar 64,4
persen, diikuti dengan skema KUR
Kecil (pinjaman Rp25 juta – Rp200
juta) sebesar 35,1 persen dan KUR
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebesar
0,4 persen.
Gambar 36 Capaian Penyaluran KUR
Sumber: Kemenko Perekonomian
Berdasarkan sektor ekonomi, terjadi
pergeseran penyaluran KUR dari
sektor nonproduksi ke sektor
produksi. Porsi penyaluran KUR
kepada sektor produksi, mencapai
58,3 persen pada triwulan II tahun
2020. Meskipun penyaluran kredit
kepada sektor produksi masih di
bawah target yang dihimbau
pemerintah yaitu 60 persen, namun
peningkatan penyaluran KUR ke sektor
produksi menunjukkan adanya
peningkatan pemerataan akses
pembiayaan untuk usaha mikro yang
produktif. Namun demikian,
berdasarkan wilayah, penyaluran KUR
58,3
41,7
0
20
40
60
Sektor Produksi Sektor NonProduksi
(per
sen
)
63
masih terkonsentrasi di wilayah Jawa
dan Sumatera, dengan porsi masing-
masing sebesar 54,7 persen dan 20,3
persen.
Setelah mengalami penurunan tajam
pada triwulan I tahun 2020, pasar
modal domestik mulai kembali
menguat pada triwulan II tahun 2020.
Perbaikan tersebut ditopang oleh
berbagai kebijakan yang akomodatif
baik fiskal maupun moneter, berbagai
program pemulihan ekonomi, serta
ekspektasi positif pelaku pasar dalam
menyambut pembukaan kembali
ekonomi secara bertahap (new
normal).
Gambar 37 Perkembangan IHSG dan
Nilai Kapitalisasi Pasar Saham
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Pasar saham kembali menguat pada
triwulan II tahun 2020, setelah
mengalami penurunan yang cukup
tajam pada triwulan sebelumnya.
Namun demikian, kondisi saat ini
masih tergolong lemah jika
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun 2019. Sinyal positif pada
pasar saham tercermin dari
menguatnya Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) dan nilai kapitalisasi
pasar saham. Setelah menurun tajam
sebesar 29,8 persen pada triwulan
sebelumnya, IHSG mulai membaik
pada triwulan II tahun 2020 yang
terkontraksi sebesar 22,9 persen (YoY).
Sejalan dengan pergerakan IHSG, nilai
kapitalisasi pasar saham juga
menunjukkan adanya perbaikan pada
triwulan II tahun 2020, meski masih
tertekan jika dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2019. Nilai
kapitalisasi pasar saham pada triwulan
II tahun 2020 sebesar Rp5.677,5 triliun
atau terkontraksi sebesar 21,6 persen
(YoY), lebih baik dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar 28,7 persen (YoY). Memasuki
triwulan III tahun 2020, pasar saham
masih menghadapi berbagai
ketidakpastian, seperti meningkatnya
kasus positif Covid-19 secara global
yang berisiko pada penundaan
pembukaan kembali perekonomian,
serta pemilu Amerika Serikat pada
bulan November 2020 mendatang.
Pasar obligasi korporasi juga
menunjukkan pertumbuhan pada
triwulan II tahun 2020, meski sedikit
melemah jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Total nilai
obligasi korporasi mencapai Rp429,7
triliun, atau meningkat sebesar 3,0
persen (YoY). Peningkatan tersebut
utamanya disebabkan oleh biaya
penerbitan obligasi yang lebih murah,
yang tercermin dari penurunan kupon
penerbitan obligasi korporasi seiring
5.200
5.600
6.000
6.400
6.800
7.200
4.500
4.800
5.100
5.400
5.700
6.000
6.300
II I II
2019 2020
(tri
liun
Rp
)
(nila
i in
dek
s)
Nilai Kapitalisasi Pasar (Rp Triliun)
IHSG
64
dengan diturunkannya suku bunga
acuan.
Gambar 38 Perkembangan Outstanding
Obligasi Korporasi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Gambar 39 Perkembangan Aset
Industri Asuransi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Kinerja industri asuransi pada triwulan
II tahun 2020 mulai membaik. Total
aset industri asuransi pada triwulan II
tahun 2020 tumbuh sebesar 0,2 persen
(YoY), lebih tinggi dari sebelumnya
yang menurun sebesar 0,1 persen
(YoY). Peningkatan kinerja industri
asuransi tersebut didorong oleh
pertumbuhan premi yang meningkat
pada triwulan II tahun 2020 serta
kebijakan stimulus sektor keuangan
lanjutan berupa penyesuaian
pelaksanaan teknis pemasaran Produk
Asuransi Yang Dikaitkan Dengan
Investasi (PAYDI).
Gambar 40 Perkembangan Jumlah Aset
Bersih dan Jumlah Investasi Dana
Pensiun
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Selain industri asuransi, industri dana
pensiun juga membaik pada triwulan II
tahun 2020. Hal tersebut tercermin
dari jumlah investasi dan aset neto
dana pensiun yang mengalami
pertumbuhan. Jumlah investasi dana
pensiun pada triwulan II tahun 2020
sebesar Rp278,8 triliun atau tumbuh
sebesar 2,2 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 1,0 persen (YoY).
Sementara itu, jumlah aset neto dana
pensiun 2020 sebesar Rp286,8 triliun
atau tumbuh sebesar 2,4 persen (YoY),
lebih tinggi dibandingkan dengan
417,3442,9 429,7
0
100
200
300
400
II I II
2019 2020
(tri
liun
Rp
)
-20246810121416
1.110
1.140
1.170
1.200
1.230
1.260
1.290
1.320
1.350
II I II
2019 2020
(per
sen
)
(tri
liun
Rp
)
Total Aset Asuransi
Pertumbuhan Aset Asuransi (YoY)
0
40
80
120
160
200
240
280
320
II I II
2019 2020
(tri
liun
Rp
)
Jumlah Investasi Jumlah Aset Neto
65
triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 1,0 persen (YoY). Peningkatan
kinerja Dana Pensiun tersebut salah
satunya didukung oleh kebijakan
stimulus life cycle fund program iuran
pasti yang telah diselenggarakan oleh
Dana Pensiun.
Pelemahan ekonomi akibat dampak
pandemi Covid-19 juga turut
mendorong penurunan kinerja fintech
di Indonesia. Hal tersebut tercermin
dari meningkatnya tingkat
wanprestasi industri fintech atau
menurunnya tingkat keberhasilan
pinjaman, serta penyaluran pinjaman
yang tumbuh melambat.
Gambar 41 Perkembangan Industri
Teknologi Keuangan (peer-to-peer
lending)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Pada triwulan II tahun 2020, akumulasi
jumlah pinjaman tumbuh sebesar
153,2 persen (YoY), atau melambat
dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 294,3 persen
(YoY). Sejalan dengan peningkatan
akumulasi jumlah pinjaman, akumulasi
rekening peminjam tumbuh sebesar
164,5 persen (YoY), lebih rendah jika
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 368,2 persen
(YoY).
Gambar 42 Tingkat Wanprestasi
Industri Teknologi Keuangan (peer-to-
peer lending)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Perlambatan perekonomian akibat
penyebaran Covid-19 mendorong
meningkatnya pembiayaan yang
bermasalah. Tingkat wanprestasi
industri fintech terus meningkat, yaitu
sebesar 6,1 persen pada triwulan II
tahun 2020, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 4,2 persen.
Terhambatnya kemampuan
membayar para debitur merupakan
salah satu faktor utama yang
meningkatkan tingkat pembiayaan
bermasalah industri fintech.
Selain perbankan konvensional,
perlambatan ekonomi akibat
penyebaran Covid-19 juga berdampak
pada kinerja perbankan Syariah.
-
5
10
15
20
25
30
0
20
40
60
80
100
120
II I II
2019 2020
(ju
ta a
kun
)
(tri
liun
Rp
)
Akumulasi Penyaluran Pinjaman (Rp Triliun)
Akumulasi Rekening Borrower (Juta Akun)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
II I II
2019 2020
66
Namun demikian, kinerja perbankan
Syariah masih tetap terjaga, salah
satunya didukung oleh peningkatan
rasio kecukupan modal.
Gambar 43 Kinerja Perbankan Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
*data bulan Mei
Pada bulan Mei tahun 2020, rasio
kecukupan modal Bank Umum Syariah
(BUS) mengalami peningkatan
menjadi 20,6 persen, lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 20,4 persen.
Selanjutnya, kinerja positif perbankan
Syariah juga tercermin dari
meningkatnya kualitas pembiayaan
yang disalurkan, atau menurunnya
rasio pembiayaan bermasalah (Non
Performing Financing/NPF). NPF pada
BUS mengalami penurunan sebesar 8
basis poin, yaitu dari 3,43 persen pada
triwulan I tahun 2020 menjadi 3,35
persen pada bulan Mei tahun 2020.
Sementara pada Unit Usaha
Syariah (UUS), NPF sebesar 3,2 persen
pada bulan Mei tahun 2020, lebih
tinggi dibandingkan dengan triwulan I
tahun 2020 dan periode yang sama
tahun sebelumnya masing-masing
sebesar 3,1 persen dan 2,8 persen.
Sementara itu, likuiditas perbankan
Syariah pada bulan Mei tahun 2020
mengalami sedikit pengetatan, baik
pada Bank Umum Syariah maupun
Unit Usaha Syariah. Rasio pembiayaan
terhadap penghimpunan dana
(Financing to Deposit Ratio/FDR) baik
pada BUS dan UUS masing-masing
sebesar 80,5 persen dan 107,2 persen,
lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 79,0
persen dan 106,5 persen.
Gambar 44 Pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga dan Pembiayaan Perbankan
Syariah
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
*data bulan Mei
Total Dana Pihak Ketiga (DPK)
perbankan Syariah pada bulan Mei
2020 mulai membaik, setelah sempat
mengalami perlambatan pada
triwulan I tahun 2020. Total DPK yang
dihimpun oleh perbankan Syariah
(BUS dan UUS) pada bulan Mei 2020
tumbuh sebesar 9,2 persen, lebih
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
19,0
19,2
19,4
19,6
19,8
20,0
20,2
20,4
20,6
20,8
2019 II 2020 I 2020 II*
(per
sen
)
(per
sen
)
CAR NPF FDR
0
5
10
15
0
100
200
300
400
500
2019 II 2020 I 2020 II*(p
erse
n)
(tri
liun
Rp
)
DPKPembiayaanPertumbuhan DPK (YoY)Pertumbuhan Pembiayaan (YoY)
67
tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,3
persen. Sementara pembiayaan
syariah tumbuh melambat pada tahun
2020. Total pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan Syariah
(BUS dan UUS) pada bulan Mei tahun
2020 tumbuh sebesar 10,2 persen,
lebih rendah jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar
10,6 persen.
Selanjutnya jika ditinjau lebih lanjut
berdasarkan jenis penggunaannya,
pembiayaan perbankan Syariah
didominasi oleh pembiayaan
konsumsi, yaitu sebesar Rp163,4
triliun. Selain mendominasi,
pembiayaan konsumsi juga
mengalami pertumbuhan tertinggi
yaitu sebesar 10,8 persen (YoY).
Sementara pembiayaan modal kerja
dan investasi masing-masing sebesar
Rp112,8 triliun dan Rp87,2 triliun,
tumbuh masing-masing 7,8 persen
dan 8,0 persen (YoY).
Tabel 24 Perkembangan Pembiayaan
Perbankan Syariah
Pembiayaan
Berdasarkan
Jenis Akad
Triliun Rupiah
2019 2020
Q2 Q1 Q2*
Pembiayaan
Investasi 105.453 111.164 112.792
Pembiayaan
Modal Kerja 81.165 87.216 87.242
Pembiayaan
Konsumsi 146.462 163.272 163.411
Total
Pembiayaan 333.080 361.652 363.445
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
*data bulan Mei
Apabila ditinjau secara sektoral, sektor
perdagangan besar dan eceran, dan
sektor konstruksi masih mendominasi
penyaluran pembiayaan, dengan
penyaluran masing-masing sebesar
Rp38,8 triliun dan Rp32,7 triliun, atau
berkontribusi masing-masing sebesar
19,4 persen dan 16,3 persen terhadap
total pembiayaan. Kedua sektor
tersebut juga mengalami peningkatan
pertumbuhan jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang
sebesar Rp37,3 triliun dan Rp32,5
triliun. Sedangkan sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan dan
jaminan sosial wajib merupakan sektor
dengan penyaluran pembiayaan
terendah, yaitu hanya sebesar Rp16,0
miliar pada triwulan II tahun 2020.
Terdapat enam sektor ekonomi yang
mengalami penurunan penyaluran
pembiayaan. Enam sektor tersebut
adalah: 1) sektor pertambangan dan
penggalian, 2) sektor penyediaan
akomodasi dan penyediaan makan
minum, 3) sektor perantara keuangan,
4) sektor administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial wajib,
5) sektor jasa kemasyarakatan, sosial
budaya, hiburan dan perorangan
lainnya, serta 6) sektor jasa
perorangan yang melayani rumah
tangga yang masing-masing
mengalami penurunan sebesar 14,0
persen; 2,0 persen; 3,0 persen; 28,0
persen; 19,0 persen; dan 12,0 persen
(YoY).
68
Tabel 25 Penyaluran Kredit Berdasarkan Lapangan Usaha
Penerima Pembiayaan Lapangan Usaha
2019 2020
Q2 Q1 Q2*
miliar Rp
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan 12.749 13.796 14.138
Perikanan 1.135 1.409 1.475
Pertambangan dan Penggalian 5.838 5.470 5.130
Industri Pengolahan 25.621 27.623 27.200
Listrik, gas dan air 14.694 14.145 15.659
Konstruksi 28.533 32.521 32.757
Perdagangan Besar dan Eceran 34.043 37.385 38.815
Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan
minum 4.688 4.724 4.745
Transportasi, pergudangan dan komunikasi 8.985 10.401 10.450
Perantara Keuangan 18.321 18.865 17.871
Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 12.852 12.380 13.019
Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 23 17 16
Jasa Pendidikan 6026 6.223 6.263
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.451 6.581 6.369
Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan dan
Perorangan lainnya 6.342 5.754 4.893
Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga 507 708 705
Badan Internasional dan Badan Ekstra
Internasional Lainnya 0 0 0
Kegiatan yang belum jelas batasannya 324 377 532
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
*data bulan Mei
Gambar 45 Nilai Kapitalisasi Pasar
Saham ISSI, JII dan JII70
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Setelah mengalami tekanan yang
cukup kuat pada triwulan I tahun 2020,
pasar modal Syariah kembali
mengalami penguatan pada triwulan II
tahun 2020. Penguatan tersebut
didorong oleh membaiknya respon
pasar atas upaya pemerintah dalam
menangani pandemi Covid-19. Index
Saham Syariah bluechip yaitu Jakarta
Islamic Index (JII), Indeks Saham
Syariah Indonesia (ISSI), dan Jakarta
Islamic Index 70 (JII 70) pada triwulan
II tahun 2020 masing-masing tumbuh
sebesar 12,1 persen, 8,1 persen, dan
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2019 II 2020 I 2020 II
(tri
liun
Rp
)
Niliai Index JII Niliai Index ISSI
Niliai Index JII70
69
12,7 persen dari triwulan I tahun 2020.
Namun demikian, pertumbuhan
tersebut masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya, yaitu
masing-masing sebesar 21,8 persen,
22,1 persen, dan 21,2 persen (YoY).
Selain pasar saham, pasar sukuk
korporasi dan SBSN juga menghadapi
tekanan besar di tengah pandemi
Covid-19. Sukuk korporasi mengalami
penurunan pada triwulan II tahun
2020, menjadi sebesar Rp29,4 triliun,
lebih rendah jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar
Rp30,0 triliun. Berbeda dengan sukuk
korporasi, Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) justru tumbuh
sebesar 37,9 persen, lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya sebesar 11,9 persen.
Gambar 46 Outstanding Sukuk
Korporasi
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan dan DJPR
Kemenkeu
Pada triwulan II tahun 2020, Industri
Keuangan NonBank Syariah (IKNBS)
secara umum menunjukkan tren
positif di tengah perlambatan
ekonomi. Kondisi tersebut tercermin
dari pertumbuhan total aset IKNBS,
yaitu sebesar 8,8 persen (YoY) lebih
tinggi jika dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya sebesar 7,2
persen (YoY).
Tabel 26 Aset IKNB Syariah 2019 – 2020
Uraian
2019 2020
Q2 Q1 Q2
miliar Rp
Asuransi Syariah 43.442 41.124 41.544
Lembaga
Pembiayaan
Syariah
27.064 26.723 25.806
Dana Pensiun
Syariah 3.886 5.394 5.650
Lembaga Jasa
Keuangan
Khusus Syariah
26.306 34.491 35.554
Lembaga
Keuangan Mikro
Syariah
278 467.90 467.90
Total Aset 100.977 108.249 109.063
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Catatan: data Q2 adalah bulan Mei
Dana Pensiun Syariah mengalami
pertumbuhan total aset yang tertinggi,
yaitu sebesar 44,0 persen (YoY).
Perkembangan positif dana pensiun
tersebut disebabkan oleh tidak
terjadinya penarikan manfaat oleh
nasabah secara masif, meskipun telah
terjadi PHK massal dalam kondisi
Covid 19. Selanjutnya, Lembaga Jasa
Keuangan Khusus Syariah dan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah
juga tumbuh tinggi, yaitu masing-
masing sebesar 31,2 persen dan 35,2
persen (YoY). Sementara itu, industri
asuransi Syariah dan lembaga
0
100
200
300
400
500
600
700
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
2019 II 2020 I 2020 II
(tri
liun
Rp
)
(tri
liun
Rp
)
Nilai Outstanding Sukuk Korporasi (TriliunRupiah)Nilai Kepemilikan SBSN rupiah
70
pembiayaan Syariah terkontraksi
masing masing sebesar 1,7 persen dan
3,0 persen (YoY).
2.5 Neraca Pembayaran
Neraca Pembayaran Indonesia
mengalami surplus.
Neraca pembayaran Indonesia pada
triwulan II tahun 2020 surplus sebesar
USD9,2 miliar, setelah mengalami
defisit pada triwulan sebelumnya.
Surplus yang cukup tinggi didorong
oleh berkurangnya defisit transaksi
berjalan serta meningkatnya surplus
transaksi modal dan finansial.
Gambar 47 Perkembangan Neraca
Pembayaran Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Defisit transaksi berjalan kembali
turun menjadi USD2,9 miliar atau
setara dengan 1,2 persen dari PDB.
Penyusutan defisit transaksi berjalan
didorong oleh surplus neraca barang
dan turunnya defisit neraca
pendapatan primer.
Surplus neraca barang pada triwulan II
tahun 2020 sebesar USD4,0 miliar,
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai USD4,4
miliar. Penurunan surplus tersebut
disebabkan oleh turunnya surplus
neraca barang nonmigas, karena
berkurangnya defisit neraca migas.
Pelemahan permintaan global akibat
Covid-19 berdampak pada penurunan
harga komoditas yang menyebabkan
penurunan nilai ekspor nonmigas,
yang terkontraksi 11,8 (YoY),
sedangkan triwulan I tahun 2020
tumbuh 3,3 persen (YoY).
Sementara itu, impor nonmigas
mengalami kontraksi lebih dalam pada
triwulan II tahun 2020, yaitu sebesar
16,8 persen (YoY), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya
yang terkontraksi mencapai 7,4 persen
(YoY). Menurut kelompok barang,
impor bahan baku, barang modal, dan
barang konsumsi mengalami kontraksi
masing-masing sebesar 10,6; 3,8; dan
1,2 persen (YoY).
Surplus neraca jasa perjalanan
menurun signifikan.
Neraca jasa pada triwulan II tahun
2020 mengalami defisit sebesar
USD2,2 miliar, sedikit lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama
tahun 2019 yang mencapai USD1,9
miliar. Peningkatan defisit ini terutama
dipengaruhi oleh defisit neraca jasa
perjalanan yang menurun signifikan
akibat kebijakan pelarangan
-10
-5
0
5
10
15
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Transaksi Berjalan
Transaksi Modal dan Finansial
Neraca Keseluruhan
71
penerbangan internasional untuk
mengurangi penyebaran Covid-19.
Gambar 48 Neraca Jasa Perjalanan dan
Transportasi
Sumber: Bank Indonesia
Neraca jasa perjalanan mengalami
defisit sebesar USD3,0 juta, yang pada
kondisi normal selalu mengalami
surplus. Defisit neraca jasa perjalanan
tersebut dipengaruhi oleh penurunan
ekspor perjalanan yang lebih dalam
dibandingkan impor perjalanan
seiring dengan rendahnya wisatawan
mancanegara yang hanya mencapai
484 ribu kunjungan selama triwulan II
tahun 2020.
Sementara itu, kinerja neraca jasa
transportasi mengalami defisit yang
lebih rendah pada triwulan II tahun
2020, terutama disebabkan oleh
penurunan pembayaran jasa freight
menjadi sebesar USD1,5 miliar. Selain
itu, defisit jasa transportasi
penumpang juga mengalami
penurunan menjadi USD10,0 juta,
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar USD0,1 miliar,
sejalan dengan turunnya kunjungan
wisatawan nasional ke luar negeri.
Neraca pendapatan primer
membaik, neraca pendapatan
sekunder menurun.
Defisit neraca pendapatan primer
pada triwulan II tahun 2020 sebesar
USD6,2 miliar, lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai USD7,9 miliar.
Perbaikan defisit neraca pendapatan
primer didorong oleh penurunan
pembayaran hasil investasi langsung,
serta peningkatan penerimaan
investasi langsung dan portofolio.
Lebih lanjut, penurunan pembayaran
sejalan dengan menurunnya kinerja
korporasi migas dan nonmigas akibat
kontraksi pertumbuhan ekonomi
domestik.
Gambar 49 Neraca Pendapatan Primer
dan Sekunder
Sumber: Bank Indonesia
-4,0-3,0-2,0-1,00,01,02,03,04,05,06,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Ekspor Transportasi Impor Transportasi
Ekspor Perjalanan Impor Perjalanan
-12,0
-7,0
-2,0
3,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Penerimaan Pendapatan Primer
Pembayaran Pendapatan Primer
Penerimaan Pendapatan Sekunder
Pembayaran Pendapatan Sekunder
72
Selanjutnya, neraca pendapatan
sekunder pada triwulan II tahun 2020
mengalami surplus sebesar USD1,4
miliar, turun dari surplus triwulan
sebelumnya sebesar USD1,7 miliar.
Penurunan ini utamanya didorong
oleh realisasi penerimaan transfer
personal dalam bentuk remitansi yang
menurun. Hal ini sejalan dengan
turunnya jumlah Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di luar negeri akibat
Covid-19 serta penghentian
pengiriman PMI ke luar negeri
sementara sesuai Kepmenaker No. 151
Tahun 2020.
Likuiditas global meningkat,
investasi meningkat.
Gambar 50 Neraca Transaksi Finansial
Sumber: Bank Indonesia
Transaksi modal dan finansial pada
triwulan II tahun 2020 mencapai
surplus yang cukup tinggi sebesar
USD10,5 miliar, sedangkan triwulan
sebelumnya defisit USD3,0 miliar.
Surplus pada transaksi modal dan
finansial utamanya ditopang oleh
aliran masuk neto investasi portofolio
dan investasi langsung.
Arus modal asing mulai masuk
kembali ke Indonesia terutama dalam
bentuk investasi portofolio, setelah
sebelumnya sempat terjadi kepanikan
di pasar keuangan global akibat
Covid-19. Investasi portofolio pada
triwulan II tahun 2020 sebesar USD9,8
miliar, setelah pada triwulan
sebelumnya mengalami defisit USD6,1
miliar. Peningkatan arus masuk
melalui investasi portofolio didorong
oleh penerbitan global bonds oleh
pemerintah dan korporasi serta
pembelian Surat Utang Negara (SUN).
Investasi langsung juga berkontribusi
terhadap surplus transaksi modal dan
finansial, meskipun terjadi
perlambatan pada triwulan II tahun
2020 sebesar USD3,4 miliar. Di tengah
ketidakpastian pasar keuangan global
dan lesunya aktivitas ekonomi dunia,
kinerja investasi langsung yang masih
surplus merupakan gambaran bahwa
ekonomi Indonesia masih terjaga serta
masih menarik bagi investor.
Posisi cadangan devisa mengalami
kenaikan pada triwulan II tahun 2020
menjadi sebesar USD131,7 miliar atau
setara dengan pembiayaan 8,1 bulan
impor dan utang luar negeri
pemerintah, serta berada di atas
standar kecukupan internasional
sebesar tiga bulan. Dengan demikian,
berbagai indikator NPI secara umum
masih menunjukkan sustainablitas
eksternal yang terjaga.
-10
-5
0
5
10
15
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
2019 2020
(mili
ar U
SD)
Investasi Langsung
Investasi Portofolio
Investasi Lainnya
73
Tabel 27 Neraca Pembayaran
Tahun 2015 – Triwulan II tahun 2020
(miliar USD)
2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1 2020:2
TRANSAKSI BERJALAN -17,5 -17,0 -16,2 -30,6 -6,6 -8,2 -7,5 -8,1 -3,7 -2,9
BARANG 14,0 15,3 18,8 -0,2 1,3 0,6 1,4 0,3 4,4 4,0
Ekspor 149,1 144,5 168,9 180,7 41,2 40,2 43,7 43,4 41,7 34,7
Impor -135,1 -129,2 -150,1 -181,0 -39,9 -39,6 -42,3 -43,1 -37,4 -30,7
Barang Dagangan Umum 13,3 14,7 17,9 -0,2 0,8 0,2 0,7 0,0 3,1 2,5
Ekspor 147,7 143,1 167,0 178,7 40,4 39,4 42,5 42,7 40,0 33,0
Impor -134,4 -128,4 -149,1 -178,9 -39,6 -39,2 -41,8 -42,7 -37,0 -30,5
a. Nonmigas 19,0 19,5 25,3 11,2 2,9 3,1 2,7 3,2 5,8 3,3
Ekspor 130,5 130,2 151,4 161,1 37,4 36,4 39,5 39,7 37,7 31,2
Impor -111,5 -110,7 -126,2 -149,9 -34,5 -33,3 -36,7 -36,5 -31,9 -27,9
b. Migas -5,7 -4,8 -7,3 -11,4 -2,1 -2,9 -2,1 -3,2 -2,7 -0,8
Ekspor 17,2 12,9 15,6 17,6 3,0 2,9 3,0 3,0 2,3 1,8
Impor -22,9 -17,7 -22,9 -29,0 -5,2 -5,8 -5,1 -6,2 -5,1 -2,6
Barang Lainnya 0,7 0,6 0,9 0,0 0,5 0,3 0,7 0,3 1,3 1,5
Ekspor 1,4 1,4 1,9 2,0 0,8 0,8 1,2 0,7 1,7 1,6
Impor -0,7 -0,8 -1,0 -2,0 -0,3 -0,5 -0,5 -0,4 -0,4 -0,1
JASA-JASA -8,7 -7,1 -7,4 -6,5 -1,6 -1,9 -2,3 -2,0 -1,9 -2,2
Ekspor 22,2 23,3 25,3 31,2 7,5 7,4 8,4 8,4 6,0 2,6
Impor -30,9 -30,4 -32,7 -37,7 -9,0 -9,2 -10,7 -10,4 -7,9 -4,7
PENDAPATAN PRIMER -28,4 -29,6 -32,1 -30,8 -8,1 -8,9 -8,4 -8,3 -7,9 -6,2
PENDAPATAN SEKUNDER 5,5 4,5 4,5 6,9 1,8 2,0 1,8 2,0 1,7 1,4
TRANSAKSI MODAL 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
TRANSAKSI FINANSIAL 16,8 29,3 28,7 25,1 9,9 6,8 7,4 12,6 -3,0 10,5
Aset -21,5 15,9 -18,4 -19,2 -6,9 -4,0 -4,0 -0,5 -4,7 -0,8
Kewajiban 38,3 13,4 47,1 44,3 16,8 10,8 11,5 13,1 1,7 11,3
INVESTASI LANGSUNG 10,7 16,1 18,5 12,5 6,0 6,0 5,4 3,2 4,1 3,4
Aset -9,1 11,6 -2,0 -6,4 -0,8 -1,6 -0,6 -1,4 -0,7 -0,7
Kewajiban 19,8 4,5 20,5 18,9 6,8 7,6 6,0 4,6 4,7 4,1
74
Lanjutan Tabel 27 Neraca Pembayaran
Tahun 2015 – Triwulan II tahun 2020
(miliar USD) 2015 2016 2017 2018 2019:1 2019:2 2019:3 2019:4 2020:1 2020:2
INVESTASI PORTFOLIO 16,2 19,0 21,1 9,3 5,5 4,6 4,6 7,3 -6,1 9,8
Aset -1,3 2,2 -3,4 -5,2 0,1 0,0 0,0 0,3 -0,1 -0,2
Kewajiban 17,5 16,8 24,4 14,5 5,4 4,6 4,7 6,9 -6,0 9,9
DERIVATIF FINANSIAL 0,0 0,0 -0,1 0,0 0,1 0,0 0,1 0,0 -0,3 0,1
INVESTASI LAINNYA -10,1 -5,8 -10,7 3,3 -1,7 -3,8 -2,6 2,1 -0,7 -2,7
TOTAL -0,7 12,4 12,5 -5,4 3,3 -1,4 0,0 4,5 -6,8 7,6
NERACA KESELURUHAN -1,1 12,1 11,6 -7,1 2,4 -2,0 0,0 4,3 -8,5 9,2
Posisi Cadangan Devisa 105,9 116,4 130,2 120,7 124,5 123,8 124,3 129,2 121,0 131,7
Dalam Bulan Impor 7,4 8 8 6,4 6,7 6,7 6,9 7,3 7,0 8,1
Transaksi Berjalan/PDB (%) -2,03 -2 -2 -3,7 -2,5 -3,0 -2,6 -2,8 -1,4 -1,2
Sumber: Bank Indonesia, diolah
75
Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan Indonesia
mengalami surplus.
Pada triwulan II tahun 2020, neraca
perdagangan Indonesia mengalami
surplus sebesar USD2,9 miliar dengan
ekspor total sebesar USD34,6 miliar
dan impor total sebesar USD31,7
miliar. Namun demikian, ekspor total
dan impor total mengalami penurunan
baik secara triwulanan maupun
tahunan. Neraca perdagangan ekspor
turun sebesar 17,1 persen (QtQ) dan
12,5 persen (YoY). Sedangkan, neraca
perdagangan impor turun sebesar
19,0 persen (QtQ) dan 23,5 persen
(YoY). Penurunan ekspor total maupun
impor total tersebut disebabkan
adanya penurunan baik pada jenis
migas maupun non migas.
Tabel 28 Neraca Perdagangan
Uraian
2019 2020
Q2 Q1 Q2
juta USD
Neraca Total -1.917,9 2.591,9 2.892,658
Ekspor Total 39.583,3 41.760,8 34.626,8
Impor Total 41.501,2 39.169,0 31.734,2
Neraca Nonmigas 1.756,1 5.658,7 3.383,7
Ekspor Nonmigas 37.126,8 39.486,4 32.932,9
Impor Nonmigas 35.370,7 33.827,7 29.549,2
Neraca Migas -4.728,4 -3.066,9 -495,219
Ekspor Migas 1.402,2 2.274,4 1.693,8
Impor Migas 6.130,6 5.341,3 2.188,9
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan migas
Memasuki tahun 2020, perdagangan
migas mengalami tekanan yang
disebabkan oleh tertekannya
perekonomian dunia karena pandemi
COVID-19, serta penyesuaian produksi
minyak mentah. Permintaan minyak
mentah yang turun tajam, sedangkan
produksi minyak mentah melimpah,
menyebabkan penurunan harga
minyak mentah dunia sejak awal tahun
2020, dan mencapai harga
terendahnya pada bulan April 2020.
Pada triwulan II tahun 2020, defisit
neraca perdagangan migas
mengalami penurunan menjadi
USD0,5 miliar dimana ekspor migas
Indonesia mengalami kontraksi
sebesar 25,5 persen (QtQ), sedangkan
dibandingkan tahun sebelumnya,
ekspor migas dapat tetap terjaga dan
tumbuh sebesar 20,8 persen (YoY).
Dengan tertekannya perekonomian
domestik akibat pandemi Covid-19,
impor migas Indonesia juga
mengalami penurunan sebesar 59,0
persen (QtQ) dan 64,3 persen (YoY).
Tabel 29 Nilai Ekspor dan Impor Migas
Uraian
Nilai
Q2 2020
(juta USD)
Growth (%) Share
thd
Total*
(%) QtQ YoY
Ekspor Migas 1.693,8 -25,5 20,8 4,9
Minyak
Mentah 78,8
-59,5 -50,5 0,2
Hasil Minyak 346,6 -13,6 -0,9 1,0
Gas 1.268,4 -24,4 -28,1 3,6
Impor Migas 2.188,9 -59,0 -64,3 6,9
Minyak
Mentah 329,4
-80,0 -78,3 1,0
Hasil Minyak 1.312,4 -54,3 -65,4 4,1
Gas 547,1 -33,4 -32,8 1,7
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
* share thd total ekpor/impor
Neraca perdagangan Nonmigas
Pada triwulan II tahun 2020, ekspor
dan impor nonmigas mengalami
76
penurunan dibandingkan triwulan I
tahun 2020 maupun triwulan II tahun
2019. Namun demikian, penurunan
pada impor nonmigas jauh lebih
dalam dibandingkan penurunan
ekspor nonmigas, sehingga neraca
perdagangan nonmigas pada triwulan
II tahun 2020 masih mengalami
surplus sebesar USD3,4 miliar. Pada
triwulan II tahun 2020, ekspor
nonmigas sebesar USD32,9 miliar, dan
impor nonmigas sebesar USD29,5
miliar.
Neraca perdagangan ekspor
Nonmigas
Nilai ekspor nonmigas didorong oleh
nilai ekspor pada industri pengolahan,
pertambangan dan lainnya, serta
pertanian dengan nilai ekspor masing-
masing sebesar USD27,8 miliar,
USD4,4 miliar, dan USD0,8 miliar.
Berdasarkan golongan barang HS 2
digit, nilai ekspor nonmigas terutama
didukung oleh nilai ekspor pada
golongan lemak dan minyak
hewan/nabati.
Berdasarkan sektor, ekspor nonmigas
turun sebesar 16,6 persen (QtQ) dan
11,3 persen (YoY), terutama
disebabkan adanya penurunan yang
dalam pada ekspor pertambangan
dan lainnya, serta ekspor industri
pengolahan. Ekspor pertambangan
dan lainnya mengalami kontraksi
sebesar 21,5 persen (QtQ) dan 28,7
persen (YoY),. sSedangkan, industri
pengolahan terkontraksi sebesar 15,9
persen (QtQ) dan 8,1 persen (YoY).
Namun demikian, ekspor sektor
pertanian mengalami peningkatan
sebesar 2,9 persen (YoY) meskipun
menurun sebesar 12,1 persen (QtQ).
Tabel 30 Nilai Ekspor Nonmigas
berdasarkan Sektor
Uraian
Nilai
Q2 2020
(juta USD)
Growth (%) Share
thd
Total*
(%) QtQ YoY
Ekspor
Nonmigas 32.932,9 -16,6 -13,3 83,2
Pertanian 799,6 -12,1 2,9 2,0
Industri
Pengolahan 27.764,4 -15,9 -80,1 70,1
Pertambangan
dan lainnya 4.378,7 -21,5 -28,7 11,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*share thd total ekpor
Berdasarkan 10 golongan barang
dengan HS 2 digit, hampir seluruh
golongan barang baik pada sektor
industri pengolahan, sektor
pertambangan, dan sektor pertanian
mengalami penurunan. Hanya
golongan barang besi dan baja yang
mengalami peningkatan pada triwulan
II tahun 2020 dibandingkan triwulan I
tahun 2020. Tumbuhnya ekspor
nonmigas golongan barang besi dan
baja didorong oleh kenaikan harga
logam dunia terutama bijih besi yang
mengalami peningkatan sekitar 12,8
persen sepanjang tahun 2020 dengan
tetap stabilnya permintaan dari
Tiongkok dan terhambatnya
pengiriman dari Brazil sebagai salah
satu produsen utama.
Pada triwulan II tahun 2020, ekspor
nonmigas berdasarkan golongan
barang HS 2 digit mengalami
77
peningkatan pada golongan barang
perhiasan/permata; besi dan baja; alas
kaki; dan lemak dan minyak
hewan/nabati yang tumbuh masing-
masing sebesar 38,4; 31,6; 10,6; dan
10,4 persen (YoY). Peningkatan
ekspor nonmigas tersebut terutama
didorong oleh peningkatan harga
komoditi dunia untuk logam mulia,
bijih besi, dan produk pertanian.
Sedangkan, peningkatan ekspor
nonmigas pada golongan barang alas
kaki terutama didukung adanya
pengalihan permintaan alas kaki dari
Tiongkok akibat pandemi ke
Indonesia.
Tabel 31 Nilai Ekspor Nonmigas 10
Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar
Kode HS: Uraian Nilai
Q2 2020
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Ekspor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
15 Lemak &
minyak
hewan/nabati
4.150,6 -13,4 10,4 12,6
27 Bahan bakar
mineral
3.921,4 -28,1 -31,4 11,9
72 Besi dan Baja 2.281,9 0,8 31,6 6,9
87 Kendaraan dan
Bagiannya
2.055,2 -10,7 -55,5 6,2
71 Perhiasan /
Permata
1.791,2 -20,9 38,4 5,4
62 Pakaian jadi
bukan rajutan
1.159,0 -12,9 -30,6 3,5
40 Karet dan
Barang dari Karet
1.053,5 -29,7 -32,4 3,2
84 Mesin-mesin
/Pesawat Mekanik
1.036,2 -24,8 -20,9 3,2
85 Mesin/peralatan
listrik
809,6 -59,9 -14,8 2,5
64 Alas kaki 709,4 -38,0 10,6 2,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
2 Dihitung melalui proksi data impor Tiongkok dan
Amerika Serikat, sumber: Trademap (2020).
Negara tujuan ekspor nonmigas
terbesar adalah Tiongkok, Amerika
Serikat, dan Jepang.
Pada triwulan II tahun 2020, Tiongkok,
ASEAN, Amerika Serikat, Uni Eropa,
dan Jepang, merupakan negara tujuan
utama ekspor nonmigas Indonesia
dengan nilai masing-masing sebesar
USD6,9; USD6,4; USD3,8; dan USD2,9
miliar. Namun demikian, nilai ekspor
nonmigas kepada negara-negara
tersebut mengalami penurunan baik
secara triwulanan maupun tahunan,
kecuali ekspor nonmigas ke Tiongkok.
Hal tersebut disebabkan
perekonomian negara-negara
tersebut mengalami kontraksi di masa
pandemi Covid-19, sedangkan,
perekonomian Tiongkok telah kembali
pulih dengan tumbuh sebesar 3,2
persen (YoY) pada triwulan II tahun
2020.
Ekspor nonmigas Indonesia ke
Tiongkok tumbuh sebesar 14,9 persen
(QtQ) dan 11,3 persen (YoY).
Pertumbuhan tersebut utamanya
didorong oleh kenaikan ekspor besi
dan baja sebesar 193,7 persen (YoY),
tembaga sebesar 130,5 persen (YoY),
dan ekspor bahan bakar mineral
sebesar 4,4 persen (YoY)2.
Sementara untuk ekspor nonmigas ke
Amerika Serikat turun sebesar 22,1
persen (QtQ) dan 9,7 persen (YoY).
Namun demikian, terdapat beberapa
golongan barang nonmigas yang
78
mengalami peningkatan ekspor ke
Amerika Serikat, antara lain ekspor
mesin/peralatan listrik sebesar 49,0
persen (YoY) dan ekspor furnitur
sebesar 23,6 persen (YoY)2.
Tabel 32 Nilai Ekspor Nonmigas di
Beberapa Negara Mitra Dagang Utama
Uraian
Nilai
Q2 2020
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Ekspor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
Tiongkok 6.857,1 14,9 11,3 20,8
Jepang 2.861,3 -16,5 -13,0 8,7
Amerika
Serikat 3.760,6 -22,1 -9,7 11,4
India 1.778,1 -39,9 -33,2 5,4
Australia 623,7 23,3 17,4 1,9
Korea Selatan 1.341,6 -7,2 -5,9 4,1
Taiwan 879,4 2,5 -6,5 2,7
ASEAN 6.423,9 -29,0 -26,9 19,5
Singapura 1.878,8 -31,2 -16,8 5,7
Malaysia 1.291,6 -25,7 -35,7 3,9
Thailand 887,8 -35,0 -33,0 2,7
Uni Eropa 2.952,2 -15,6 -17,8 8,9
Jerman 522,9 -18,6 -7,0 1,6
Belanda 739,9 -2,1 -1,9 2,2
Italia 397,2 -18,6 -15,7 1,2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Neraca Perdagangan Impor
Nonmigas
Total impor Indonesia turun 23,5
persen (YoY).
Berdasarkan penggunaan barang,
penurunan impor pada triwulan II
tahun 2020 terjadi pada semua jenis
barang. Impor bahan baku/penolong
turun sebesar 22,3 persen (QtQ) dan
25,6 persen (YoY); impor barang
modal turun sebesar 12,5 persen (QtQ)
dan 20,0 persen (YoY); serta impor
barang konsumsi yang turun sebesar
1,7 persen (QtQ) dan 12,0 persen
(YoY). Penurunan yang tinggi pada
impor bahan baku/penolong serta
barang modal menunjukkan
tertekannya perekonomian domestik
pada masa pandemi.
Tabel 33 Nilai Impor berdasarkan
Golongan Penggunaan Barang
Uraian
Nilai
Q2 2020
(juta USD)
Growth (%) Share
thd
Total(%) QtQ YoY
Impor Total 31.734,2 -19 -23.5 100,0
Barang
Konsumsi 3.557,7 -1,7 -12.0 11,2
Bahan Baku /
Penolong 23.064,6 -22,3 -25.6 72,7
Barang Modal 5.131,0 -12,5 -20,0 16,2
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Impor nonmigas terbesar adalah
golongan Mesin/Pesawat Mekanik
(HS 84) serta Mesin/Peralatan
Listrik (HS 85).
Kedua golongan barang tersebut
memiliki peran 30,5 persen terhadap
total impor nonmigas. Dari sisi
pertumbuhan, baik triwulanan
maupun tahunan, hampir seluruh
golongan barang HS 2 digit pada 10
barang impor nonmigas utama
mengalami penurunan terutama pada
mesin/pesawat mekanik; besi dan
baja; serta kendaraan dan bagiannya;
kecuali impor perangkat optik yang
mengalami peningkatan. Hal tersebut
sejalan dengan perkembangan
ekonomi pada sektor industri
pengolahan mesin/perlengkapan dan
industri pengolahan alat angkut yang
menurun.
79
Tabel 34 Nilai Impor Nonmigas 10
Golongan Barang HS 2 Digit Terbesar
Kode HS: Uraian
Nilai
Q2 2020
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Impor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
84 : Mesin-
mesin/Pesawat
Mekanik
4.809,9 -20,2 -20,7 16,3
85 :
Mesin/peralatan
listrik
4.209,1 -6,9 -10,1 14,2
72 : Besi dan Baja 1.430,1 -32,4 -32,6 4,8
39 : Plastik dan
Barang dari
Plastik
1.658,7 -17,8 -20,3 5,6
87 : Kendaraan
dan Bagiannya 1.007,4 -35,9 -42,1 3,4
29 : Bahan kimia
organik 1.190,4 -15,5 -17,5 4,0
73 : Benda-benda
dari Besi dan Baja 661,0 -17,3 -61,9 2,2
10 : Serealia 749,5 -15,9 -11,2 2,5
90 : Perangkat
Optik 1265,5 14,3 2,7 4,3
23 : Ampas/Sisa
Industri Makanan 598,4 -12,2 -7,8 2,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Impor nonmigas terbesar berasal
dari Tiongkok dan Jepang.
Meskipun impor nonmigas asal
Tiongkok mengalami kontraksi
sebesar 9,5 persen (YoY), namun
Tiongkok masih menjadi negara asal
impor nonmigas utama Indonesia
dengan kontribusi sebesar 31,2
persen. Kontraksi impor Tiongkok
utamanya berasal dari penurunan
impor golongan barang mesin-
mesin/pesawat mekanik serta
golongan besi dan baja, yang masing-
3 Dihitung melalui proksi data ekspor Tiongkok dan
Jepang, sumber: Trademap (2020).
masing turun sebesar 9,7 persen dan
27,4 persen (YoY)3
Impor nonmigas asal Jepang juga
mengalami penurunan pada triwulan II
tahun 2020, terutama berasal dari
golongan barang mesin-
mesin/pesawat mekanik serta besi dan
baja, yang masing-masing turun
sebesar 47,9 dan 44,1 persen (YoY)3.
Hanya dengan Belanda terjadi
kenaikan impor nonmigas pada
triwulan II tahun 2020, yaitu sebesar
3,3 persen (YoY).
Tabel 35 Nilai Impor Nonmigas di
Beberapa Negara Mitra Dagang Utama
Uraian
Nilai
Q2 2020
(juta USD)
Growth (%) Share thd
Impor
Nonmigas
(%) QtQ YoY
Tiongkok 9.232,31 3,6 -9,5 31,2
Jepang 2.496,25 -30,6 -32,1 8,4
Amerika
Serikat 1.996,21 8,9 -0,9 6,7
India 763,84 -21,1 -21,8 2,6
Australia 934,19 -12,7 -25,4 3,2
Korea Selatan 1.330,81 -24,5 -24,2 4,5
Taiwan 74,51 -26,6 -11,6 2,5
ASEAN 5.106,80 -28,8 -26,9 21,7
Singapura 1.972,75 -11,8 -12,3 6,7
Malaysia 897,13 -37,2 -33,6 3,0
Thailand 1.479,96 -34,4 -32,7 5,0
Uni Eropa 2.390,90 -8,4 -16,0 9,9
Jerman 750,24 -5,9 -7,2 2,5
Belanda 215,89 -2,2 3,3 0,7
Italia 288,99 -29,8 -21,9 1,0
Sumber: Badan Pusat Statistik
80
Kerjasama Ekonomi
Internasional
Trade Policy Review Indonesia ke-7
di World Trade Organization.
Trade Policy Review (TPR) adalah
kegiatan yang dilaksanakan oleh
World Trade Organization (WTO)
terhadap negara-negara anggota
WTO untuk review dan mengkaji
kesesuaian kebijakan terkait
perdagangan dan investasi yang
diterapkan di negara-negara tersebut,
dengan prinsip-prinsip keterbukaan
dan perdagangan internasional yang
diusung oleh WTO. Kegiatan ii
dilaksanakan setiao tujuh tahun.
Tahun ini Indonesia akan menjalani
TPR yang ketujuh. Kementerian
PPN/Bappenas berkontribusi menjadi
anggota dalam Tim Persiapan dan
Pelaksanaan TPR Indonesia ke-7 yang
dipimpin oleh Kementerian
Perdagangan melalui Direktorat
Perundingan Multilateral.
Hingga saat ini, Tim Persiapan dan
Pelaksanaan TPR Indonesia ke-7 telah
mengumpulkan masukan dari
berbagai K/L untuk menyusun
Government Report. Draft Government
Report telah disusun dan sedang
dalam tahap finalisasi oleh
Kementerian Perdagangan, serta akan
diserahkan pada 23 September 2020.
Secretariat Report yang disusun oleh
Trade Policy Review Division (TPRD)
WTO masih dalam tahap
pengumpulan bahan-bahan dan
masukan yang dibutuhkan dari
berbagai K/L terkait.
Sidang TPR WTO Indonesia
dijadwalkan akan dilaksanakan pada 9
dan 11 Desember 2020. Sebelum itu,
Government Report Indonesia akan
diedarkan oleh WTO kepada negara-
negara anggota dan Indonesia akan
mendapatkan daftar pertanyaan dari
negara anggota.
81
Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia
Tabel 36 Perkembangan Perjanjian Internasional Indonesia
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
1 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect 1993
2 ASEAN-Australia and New Zealand Free Trade
Agreement
Signed and In Effect 2010
3 ASEAN-Canada FTA Proposed/Under
consultation and study
2017
4 ASEAN-EU Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2015
5 ASEAN-Eurasian Economic Union Free Trade
Agreement
Proposed/Under
consultation and study
2016
6 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
7 ASEAN-India Comprehensive Economic
Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2010
8 ASEAN-Japan Comprehensive Economic
Partnership
Signed and In Effect 2008
9 ASEAN-Pakistan Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2009
10 ASEAN-People's Republic of China Comprehensive
Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2005
11 ASEAN-[Republic of] Korea Comprehensive
Economic Cooperation Agreement
Signed and In Effect 2007
12 Indonesia-Australia Comprehensive Economic
Partnership Agreement
Signed and in Effect 2012
13 Comprehensive Economic Partnership for East Asia
(CEPEA/ASEAN+6)
Proposed/Under
consultation and study
2005
14 East Asia Free Trade Area (ASEAN+3) Proposed/Under
consultation and study
2004
15 Eurasian Economic Union-Indonesia Proposed/Under
consultation and study
2016
16 Free Trade Area of the Asia Pacific Proposed/Under
consultation and study
2014
17 India-Indonesia Comprehensive Economic
Cooperation Arrangement
Negotiations launched 2011
18 Indonesia-Chile Free Trade Agreement Signed but not yet In Effect 2017
19 Indonesia-Colombia Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2019
20 Indonesia-European Free Trade Association Free
Trade Agreement
Signed but not yet In Effect 2018
21 Indonesia-European Union Comprehensive
Economic Partnership Agreement
Negotiations launched 2016
22 Indonesia-Gulf Cooperation Council Free Trade
Agreement
Proposed/Under
consultation and study
2018
23 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect 2008
24 Indonesia-Kenya Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2018
25 Indonesia-Morocco Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2019
82
No Perjanjian / Kerjasama Status Tahun
26 Indonesia-Mozambique Free Trade Agreement Negotiations launched 2018
27 Indonesia-Nigeria Preferential Trade Agreement Propesed/Under
Consultation and study
2017
28 Indonesia-Pakistan Free Trade Agreement Signed and In Effect 2013
29 Indonesia-Peru FTA Proposed/Under
consultation and study
2014
30 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched 2012
31 Indonesia-South Africa Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2018
32 Indonesia-Sri Lanka Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2018
33 Indonesia-Taipei,China FTA Proposed/Under
consultation and study
2011
34 Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement Negotiations launched 2018
35 Indonesia-Turkey FTA Negotiations launched 2017
36 Indonesia-Ukraine Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
2016
37 Indonesia-United States Free Trade Agreement Proposed/Under
consultation and study
1997
38 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight
Developing Countries
Signed and In Effect 2011
39 Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations launched 2013
40 Trade Preferential System of the Organization of the
Islamic Conference
Signed but not yet In Effect 2014
Sumber: Asia Regional Integration Center (ADB)
Secara umum, kinerja perdagangan
Indonesia dengan negara mitra FTA
pada triwulan II tahun 2020 menurun.
Ekspor maupun impor ke hampir
seluruh negara mitra menurun sebagai
dampak Covid-19. Ekspor yang
meningkat meskipun di tengah
kondisi pandemi hanya terjadi pada
ekspor ke Tiongkok yang meningkat
sebesar USD1,45 milliar.
Kontribusi ekspor Indonesia ke
kawasan Asia Timur yang terdiri dari
Jepang, Korea Selatan, Tiongkok
termasuk Hongkong mencapai 32,8
persen dari total ekspor Indonesia ke
dunia. Pada saat yang sama, Indonesia
juga mengimpor 41,2 persen produk
dari negara-negara tersebut. Negara-
negara di kawasan Asia Tenggara
berkontribusi terhadap 22,6 persen
dari total ekspor Indonesia, dan 21,5
persen dari impor Indonesia.
Sementara itu, negara-negara mitra
FTA di kawasan Asia Selatan yang
terdiri dari India, Bangladesh, dan
Pakistan menjadi tujuan ekspor dari
8,5 persen produk Indonesia, dan
sumber 2,7 persen dari total impor
Indonesia.
83
Tabel 37 Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra FTA
Kawasan / Negara Q2 2019 Q2 2020
Ekspor Impor Ekspor Impor
Indonesia terhadap Dunia 80.847,7 82.718,1 76.387,6 70.903,2
KAWASAN ASIA TIMUR
Jepang 8.053,2 7.702,0 6.736,6 6.124,2
Korea Selatan 3.808,1 4.237,0 3.291,1 3.367,2
R. R. Tiongkok 12.327,1 20.827,1 13.773,8 18.357,2
Hongkong, Tiongkok 1.307,1 1.611,7 1.273,4 1.357,6
Kontribusi terhadap total 31,54% 41,56% 32,83% 41,19%
KAWASAN ASIA TENGGARA
Thailand 3.204,3 4.656,2 2.485,8 3.756,3
Singapura 6.168,3 8.303,3 5.651,7 6.414,4
Filipina 3.278,2 401,3 2.584,6 283,0
Malaysia 4.120,6 3.614,9 3.545,2 3.046,6
Myanmar 397,0 79,3 503,6 108,9
Kamboja 269,9 21,4 286,2 26,1
Brunei Darussalam 38,8 14,8 55,0 64,4
Laos 3,1 14,6 2,7 22,4
Vietnam 2.372,5 1.827,4 2.151,6 1.544,3
Kontribusi terhadap total 24,56% 22,89% 22,60% 21,53%
KAWASAN ASIA SELATAN
India 5.802,4 2.256,7 4.748,4 1.759,0
Pakistan 930,8 222,7 959,7 113,8
Bangladesh 953,5 43,6 822,5 38,5
Kontribusi terhadap total 9,51% 3,05% 8,55% 2,70%
KAWASAN AMERIKA SELATAN
Chili 69,9 72,7 59,2 57,5
Kontribusi terhadap total 0,09% 0,09% 0,08% 0,08%
KAWASAN EROPA
Turki 579,7 167,1 501,3 150,8
Kontribusi terhadap total 0,72% 0,20% 0,66% 0,21%
KAWASAN AFRIKA
Mesir 508,5 81,6 499,9 72,0
Nigeria 203,9 1.004,6 169,4 685,5
Kontribusi terhadap total 0,88% 1,31% 0,88% 1,07%
KAWASAN OCEANIA
Australia 1.077,5 2.612,3 1.136,3 2.384,3
Selandia Baru 224,1 386,4 220,2 396,2
Kontribusi terhadap total 1,61% 3,63% 1,78% 3,92%
KAWASAN TIMUR TENGAH
Iran 224,1 386,4 220,2 396,2
Kontribusi terhadap total 0,28% 0,47% 0,29% 0,56%
Sumber: Kementerian Perdagangan
84
Perkembangan perdagangan
berdasarkan FTA menunjukkan bahwa
FTA yang melibatkan negara ASEAN
berkontribusi lebih dari 20 persen total
ekspor dan impor Indonesia. FTA
dengan kontribusi terbesar adalah
ASEAN-People’s Republic of China
Comprehensive Economic Cooperation
Agreement.
Tabel 38 Kontribusi Nilai Perdagangan Indonesia
Berdasarkan FTA terhadap Total Perdagangan Indonesia dengan Dunia
FTA
Q2 2019 Q2 2020
Ekspor Impor Ekspor Impor
(persen)
ASEAN FTA 24,56 22,89 22,60 19,99
ASEAN-Australia and New Zealand
FTA 26,17 26,51 24,38 23,63
ASEAN-Hong Kong, China FTA 26,17 24,84 24,27 21,76
ASEAN-India CECA 31,73 25,62 28,82 22,29
ASEAN-Japan CEP 34,52 32,20 31,42 28,00
ASEAN-People’s Republic of China
CECA 39,80 48,07 40,63 44,02
ASEAN-Republic of Korea CECA 29,27 28,01 26,91 24,39
Indonesia-Australia CEPA 1,33 3,16 1,49 3,36
Indonesia-Chile FTA 0,09 0,09 0,08 0,08
Indonesia-Japan EPA 9,96 9,31 8,82 8,02
Indonesia-Pakistan FTA 1,15 0,27 1,26 0,15
Preferential Tariff Arrangement-
Group of Eight Developing Countries 9,08 6,23 8,61 5,39
Sumber: Kementerian Perdagangan
85
III. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI
3.1 Proyeksi Pertumbuhan
Ekonomi Global
Turunnya konsumsi di berbagai
negara menekan pertumbuhan
ekonomi global.
International Monetary Foundation
(IMF) memproyeksi perekonomian
global terkontraksi 4,9 persen (YoY)
pada tahun 2020. Sementara itu,
volume perdagangan sepanjang tahun
2020 diproyeksi turun 11,9 persen
(YoY) seiring dengan lemahnya
permintaan barang dan jasa.
Pertumbuhan konsumsi yang tertekan
di berbagai negara menunjukkan
besarnya dampak lockdown pada
aktivitas ekonomi setempat.
Puncak tekanan ekonomi diprediksi
terjadi pada triwulan II tahun 2020.
Pada triwulan selanjutnya,
perekonomian global akan lebih baik
dibandingkan triwulan II meskipun
masih terkontraksi. PDB global
diproyeksikan membaik secara
perlahan hingga tahun 2021 kembali
tumbuh mencapai 5,4 persen.
Tabel 39 Proyeksi Pertumbuhan
Beberapa Negara
Kawasan 2020 2021
Negara Maju
Amerika Serikat -8,0 4,8
Kawasan Eropa -10,2 6,0
Jerman -7,8 5,4
Inggris -10,2 6,3
Jepang -5,8 2,4
Negara Berkembang
Tiongkok 1,0 8,2
India -4,5 6,0
ASEAN-5 -2,0 6,2
Amerika Latin dan Karibia
Brazil -9,1 3,6
Sub Sahara Afrika -3,2 3,4
Afrika Selatan -8,0 3,5
Global -4,9 5,4
Sumber: IMF, World Economic Outlook,
Juni 2020
Pertumbuhan pada negara maju
diproyeksikan terkontraksi dalam
hingga 8,0 persen pada tahun 2020.
Sementara itu, negara berkembang
diproyeksi lebih baik dengan kontraksi
sebesar 3,0 persen. Pertumbuhan
setiap negara dipengaruhi beberapa
86
hal seperti struktur ekonomi,
perkembangan kasus dan efektivitas
strategi menghadapi pandemi, serta
kecepatan pemulihan ekonomi.
IMF memproyeksi kontraksi ekonomi
Amerika Serikat tahun 2020 mencapai
8,0 persen. Sementara itu, The Fed
memproyeksi perekonomian Amerika
Serikat terkontraksi 6,5 persen pada
tahun 2020 dan kembali tumbuh 5
persen pada tahun 2021. Peningkatan
kasus yang tinggi di beberapa negara
bagian berpotensi menahan
pembukaan lockdown. Kondisi
tersebut dapat menekan pasar tenaga
kerja yang kemudian mempengaruhi
pengeluaran masyarakat. Sementara
itu, pengangguran di Amerika Serikat
diproyeksikan meningkat menjadi 9,5
persen pada tahun 2020. Inflasi
diprediksi bergerak semakin lambat.
Sebagian besar negara di Eropa
diprediksi mengalami kontraksi yang
dalam pada tahun 2020. Perancis
diproyeksi terkontraksi 12,5 persen.
Sementara Italia dan Spanyol
diproyeksi terkontraksi hingga 12,8
persen untuk masing-masing negara.
Perekonomian Tiongkok pada tahun
2020 secara keseluruhan diproyeksi
masih tumbuh 1,0 persen. Proses
pemulihan ekonomi Tiongkok telah
berjalan secara bertahap pada triwulan
II tahun 2020 dan akan berlanjut
hingga akhir tahun. Pertumbuhan
investasi diprediksi menjadi penopang
pemulihan ekonomi Tiongkok pada
semester kedua. Di sisi lain, konsumsi
swasta dan ekspor akan tetap tumbuh
lebih lambat.
Berdasarkan proyeksi IMF pada bulan
April, perekonomian Singapura
diperkirakan terkontraksi 3,5 persen.
Sementara itu, Kementerian
Perdagangan dan Industri Singapura
memproyeksi pertumbuhan ekonomi
Singapura selama tahun 2020 sebesar
-7,0 hingga -5,0 persen. Perkiraan
kontraksi tersebut sedikit lebih dalam
dibandingkan proyeksi terakhir yang
dirilis pemerintah setempat. Revisi
tersebut didasarkan pada turunnya
permintaan eksternal yang lebih
dalam dari prediksi awal. Selain itu,
pemerintah Singapura melihat potensi
terhambatnya pemulihan ekonomi
pada semester kedua yang
disebabkan oleh adanya kemungkinan
perpanjangan pembatasan aktivitas
untuk mencegah penyebaran baru.
Harga komoditas energi secara
umum turun pada tahun 2020.
Tabel 40 Proyeksi Harga Komoditas
Global
Komoditas Unit 2020 2021
Energi
Batubara USD/mt 65,0 68,0
Minyak
Mentah USD/bbl 35,0 42,0
Gas Alam,
Eropa USD/mmbtu 3,1 4,1
Non Energi
Minyak
Kelapa
Sawit
USD/mt 650 668
Karet USD/kg 1,55 1,61
Tembaga USD/mt 5.200 5.500
Emas USD/toz 1.600 1.590
Sumber: World Bank, April 2020
87
Proyeksi harga komoditas
internasional masih sama dengan
WEO yang dirilis pada bulan April lalu.
Aktivitas global belum kembali normal
hingga akhir tahun 2020. Hal tersebut
berdampak pada permintaan dunia
yang tetap rendah.
Harga batu bara acuan pada tahun
2020 diprediksi sebesar USD65,0 per
metrik ton. Sementara pada 2021
kembali meningkat menjadi USD68
per metrik ton. Sementara itu, harga
gas alam diproyeksi sebesar USD3,1
per mmbtu pada tahun 2020. Harga
minyak mentah rata-rata diprediksi
turun hingga 43,0 persen pada 2020
menjadi USD35,0. Pemangkasan
produksi yang dilakukan oleh OPEC+
diperkirakan tidak berdampak besar
pada peningkatan harga minyak.
Harga rata-rata minyak mentah
diperkirakan membaik pada tahun
2021 menjadi USD42 per barel,
meskipun belum kembali ke level
normal.
Perkembangan harga komoditas
pertanian bergerak lebih stabil.
Meskipun harga komoditas pertanian
juga diproyeksi turun, namun
penyusutannya tidak sedalam
komoditas lainnya. Harga kopi Arabika
dan Robusta diprediksi turun masing-
masing menjadi sebesar USD2,8 dan
USD1,5 per kg. Harga keduanya
diprediksi akan meningkat kembali
pada tahun 2021. Sementara itu, harga
minyak kelapa sawit diproyeksikan
meningkat pada tahun 2020 menjadi
USD650 per metrik ton.
Harga karet pada tahun 2020
diprediksi sebesar USD1,55 per kg,
turun tipis dibandingkan dengan
harga pada tahun 2019. Turunnya
harga karet terkait dengan turunnya
permintaan global dan diimbangi
dengan turunnya produksi karet.
Ekspor karet oleh negara-negara
produsen utama juga telah menurun
hampir 5 persen (YoY). Pada akhirnya,
harga karet menjadi lebih stabil.
Permintaan cokelat diprediksi
mengalami penurunan lebih dari 4
persen. Hal tersebut berdampak pada
turunnya harga cokelat pada tahun
2020 menjadi USD2,3 per kg. Hal
serupa terjadi pada harga teh yang
diproyeksi turun hingga 10 persen.
Komoditas logam secara umum
diproyeksi turun tajam.
Harga bijih besi diprediksi sebesar
USD85 per dmt disebabkan oleh
lemahnya permintaan serta suplai
yang kembali meningkat dari negara
pengekspor. Sementara itu, harga
nikel diproyeksi turun 17,3 persen
menjadi USD11.500 per metrik ton.
Hal ini disebabkan oleh dampak yang
lebih besar dari anjloknya permintaan
global meski suplai nikel dari Filipina
dan Indonesia turun.
Sementara itu, harga emas diprediksi
meningkat tajam hingga 14,9 persen
pada tahun 2020. Vaksin yang belum
ditemukan serta kondisi
88
perekonomian di berbagai negara
yang masih belum stabil mendorong
peningkatan permintaan investor akan
komoditas emas sebagai aset safe
haven. Harga rata-rata emas
sepanjang tahun 2020 diprediksi
mencapai USD1.600 per troy ons.
3.2 Proyeksi Perekonomian
Indonesia
Perekonomian Indonesia pada
tahun 2020 diperkirakan
mengalami perlambatan sebagai
dampak pandemi Covid-19.
Setelah mengalami kontraksi tajam
pada triwulan II 2020, perekonomian
Indonesia diperkirakan akan membaik
pada triwulan III dan IV tahun 2020.
Membaiknya perekonomian didorong
utamanya oleh relaksasi PSBB yang
dilakukan sejak bulan Juni. Namun
seberapa cepat pemulihan ekonomi
akan tergantung pada banyak faktor,
yang kemudian akan menentukan
apakah Indonesia akan masuk dalam
resesi atau tidak.
Tabel 41 Konsensus Proyeksi
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Lembaga 2020
IMF1) -0,3
World Bank2) 0,0
OECD3) -3,9 (double hit scenario)
-2,8 (single hit scenario)
Bloomberg4) -1,0
Bappenas5) -1,0 – 0,1
Sumber: 1)World Economic Outlook (WEO)
Juni 2020 2)Global Economic Prospect
(GEP) Juni 2020 Desember 2019 3)OECD
Economic Outlook Juni 2020 4)Indonesia
Economic Forecast Agustus 2020 6)Outlook
Agustus 2020
Dari sisi pengeluaran, pemulihan
ekonomi pada triwulan III dan IV 2020
akan tergantung pada penanganan
pandemi Covid-19, akselerasi belanja
pemerintah dan program PEN, serta
berlanjutnya pemulihan ekonomi
global.
Tabel 42 PDB Berdasarkan Pengeluaran
Komponen
Pengeluaran S1 Q3 Q4 Full Year
Konsumsi RT (1,4) (2,9) – (0,3) (0,2) – 2,9 (1,5) – 0,0
Konsumsi LNPRT (6,4) (4,2) – (1,7) 0,9 – 4,0 (4,1) – (2,7)
Konsumsi Pemerintah (2,4) 4,5 – 7,4 6,8 – 10,2 2,3 – 4,2
PMTB/Investasi (3,5) (6,4) – (3,8) (3,8) – (1,2) (4,3) – (3,0)
Ekspor (5,7) (6,4) – (4,9) (3,5) – (2,6) (5,3) – (4,7)
Impor (9,6) (11,0) – (7,6) (7,2) – (5,0) (9,3) – (7,9)
PDB (1,5) (2,2) – 0,0 0,3 – 3,1 (1,1) – 0,2
Sumber: Outlook Bappenas, Agustus 2020
Pertama, penanganan pandemi Covid-
19. Terkendalinya penyebaran wabah
Covid-19 dan penerapan protokol
kesehatan yang ketat dalam era new
normal akan mendorong
meningkatnya tingkat keyakinan
konsumen untuk kembali melakukan
aktivitas konsumsi.
89
Kedua, akselerasi belanja pemerintah
dan program Pemulihan Ekonomi
Nasional:
• Akselerasi belanja pemerintah yang
masih lambat hingga semester I
2020 akan meningkatkan
kontribusi baik konsumsi maupun
investasi pemerintah terhadap
pertumbuhan pada semester II
2020.
• Akselerasi dan perluasan bantuan
PEN kepada masyarakat, baik
dalam bentuk bantuan sosial atau
lainnya, akan mendorong
peningkatan konsumsi masyarakat.
• Akselerasi program PEN untuk
dunia usaha, UMKM dan korporasi,
akan menahan laju penurunan
investasi swasta.
Ketiga, berlanjutnya pemulihan
ekonomi global. Saat ini risiko terbesar
bersumber dari tanda-tanda
terjadinya gelombang kedua Covid-19
di berbagai negara, di antaranya
Amerika Serikat, Australia, Spanyol,
Jerman, dan Jepang. Penerapan
kembali lockdown di negara-negara
tersebut akan menghambat proses
pemulihan di tingkat global.
Dari sisi PDB lapangan usaha,
pemulihan ekonomi pada triwulan III
dan IV 2020 akan tergantung pada
pemulihan sektor dengan kontribusi
besar terhadap PDB, di antaranya
industri pengolahan dan
perdagangan. Selepas relaksasi PSBB,
tanda-tanda pemulihan sektor industri
terlihat dari meningkatnya Indeks PMI
manufaktur Indonesia. Sementara
sektor perdagangan mulai membaik
seiring dengan meningkatnya aktivitas
masyarakat.
Tabel 43 PDB Berdasarkan Lapangan Usaha
Komponen Pengeluaran S1 Q3 Q4 Full Year
Pertanian 1,2 0,8 – 1,2 1,3 – 1,8 1,1 – 1,3
Pertambangan (1,1) (1,5) – (0,3) (0,5) – 0,7 (1,0) – (0,5)
Industri Pengolahan (2,1) (3,4) – (2,0) (0,5) – 2,5 (2,4) – (0,5)
Pengadaan Listrik (0,8) 0,2 – 0,8 1,2 – 2,9 (0,1) – 0,7
Pengadaan Air 4,6 4,3 – 5,1 4,5 – 5,4 4,6 – 4,8
Konstruksi (1,3) (1,4) – 0,1 (0,4) – 1,5 (0,9 – (0,3)
Perdagangan (3,0) (4,8) – (2,1) 0,4 – 1,5 (3,3) – (1,0)
Transportasi (15,1) (19,0) – (12,5) (14,7) – (6,4) (15,4) – (12,7)
Penyediaan Akomodasi (10,1) (16,7) – (13,7) (6,1) – (3,2) (12,7) – (7,3)
Informasi dan Komunikasi 10,3 11,2 – 10,8 12,3 – 11,9 10,7 -11,2
Jasa Keuangan dan Asuransi 5,9 2,5 – 3,2 3,3 – 3,7 4,3 – 4,7
Real Estat 3,0 2,5 – 3,2 3,0 – 3,7 3,0 – 3,2
Jasa Perusahaan (3,5) (1,1) – 2,3 1,0 – 4,4 (1,4) – (0,3)
Administrasi Pemerintah (0,1) 0,4 – 3,3 1,4 – 4,4 1,0 – 1,5
Jasa Pendidikan 3,5 2,1 – 3,0 3,1 – 4,1 3,0 – 3,6
Jasa Kesehatan 7,0 4,0 – 5,3 5,1 – 6,4 5,8 – 6,4
Jasa Lainnya (2,9) (4,3) – (1,7) 1,1 – 3,8 (3,0)- (0,2)
PDB (1,3) (2,2) – 0,0 0,3 – 3,1 (1,1) – 0,2
Sumber: Outlook Bappenas, Agustus 2020
90
Terdapat beberapa sektor yang
diperkirakan akan tumbuh menguat di
tengah pandemi, yakni jasa informasi
dan komunikasi serta jasa kesehatan.
Permintaan akan produk sektor
informasi dan komunikasi meningkat
cukup signifikan, khususnya pada
paket data untuk memenuhi
kebutuhan selama work from home.
Sementara itu, jasa kesehatan
merupakan kebutuhan esensial
terutama dalam hal pemenuhan obat-
obatan, farmasi, dan alat kesehatan.
Di sisi lain, sektor transportasi dan
pergudangan serta penyediaan
akomodasi dan makanan minum
merupakan dua sektor yang
merasakan dampak negatif terbesar
COVID-19 pada tahun 2020.
Pemulihan kedua sektor tersebut juga
diperkirakan akan membutuhkan
waktu yang lebih panjang jika
dibandingkan dengan sektor-sektor
lainnya.
91
POLICY BRIEF
MENGAMANKAN KESEHATAN DAN MENGGERAKKAN EKONOMI:
PEMETAAN SEKTOR EKONOMI DI TENGAH COVID-19
(M. Firman Hidayat, Wening Ayu S, Sekar Sanding K)
LATAR BELAKANG
Gambar 51 Menyeimbangkan Kesehatan dan Ekonomi
Kebijakan physical distancing dan penerapan PSBB yang diterapkan hingga awal Juni
menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II mencapai 5,32
persen (YoY). Relaksasi kebijakan PSBB yang dilakukan secara bertahap sejak Juni
diharapkan mampu untuk menggerakkan ekonomi. Akan tetapi, kasus COVID-19 di
Indonesia terus mengalami peningkatan selama periode relaksasi kebijakan PSBB.
Dihadapkan pada situasi tersebut, perlu ada alternatif kebijakan yang tetap
memprioritaskan sisi kesehatan, tetapi di saat yang bersamaan mampu
menggerakkan ekonomi.
Gambar 52 Kerangka Pemetaan Sektor Ekonomi
92
Studi ini melakukan pemetaan sektor ekonomi sebagai dasar pertimbangan untuk
menjaga keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi. Pemetaan sektor dilakukan
terhadap tiga aspek: (1) risiko infeksi terhadap penyakit; (2) tingkat esensialitas; (3)
relevansi ekonomi berdasarkan jumlah tenaga kerja, mengikuti pendekatan Rio-
Chanona et al (2020). Pemetaan sektor yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
panduan untuk pembukaan dan penyusunan protokol sektor ekonomi.
STUDI LITERATUR
Berbagai studi telah dilakukan untuk melihat dampak Covid-19 terhadap ekonomi.
Barrot et al. (2020) dalam studinya melihat bagaimana perubahan supply pada level
industri akibat pemberlakuan social distancing dengan memperhatikan tingkat
esensialitas sektor dan kemampuan untuk dapat bekerja dari rumah. Dengan
menggunakan model Input-Output, studi ini menunjukkan bahwa pemberlakuan
social distancing selama 6 minggu di Prancis akan menurunkan PDB sebesar 5,6
persen. Studi yang dilakukan oleh Rio-Chanona et al (2020) melakukan pemetaan
sektor dengan memperhitungkan supply shock dan demand shock akibat kebijakan
social distancing. Studi ini menunjukkan bahwa Covid-19 berdampak pada penurunan
PDB Amerika Serikat (AS) sebesar 22 persen.
Kebijakan social distancing atau lockdown yang berkepanjangan akan memberikan
dampak yang lebih besar terhadap perekonomian sehingga perlu secepatnya
dilakukan pembukaan kembali kegiatan ekonomi. Pembukaan kembali ekonomi
harus tetap sesuai dengan protokol kesehatan sebagaimana yang dianjurkan oleh
WHO. Penggunaan masker ketika melakukan kegiatan di luar rumah menjadi mutlak
untuk dilakukan. Meneliti 9 negara, studi dari Chen dan Qiu (2020) menunjukkan
langkah Non Pharmaceutical Intervention (NPI) yang dapat dilakukan untuk
mengurangi penyebaran wabah Covid-19 di luar kebijakan lockdown adalah
kombinasi penutupan sekolah, karantina terpusat, dan memakai masker. Hasil studi L
Tian et al (2020) juga menunjukkan bahwa apabila lebih dari 80 persen masyarakat
menggunakan masker dengan kualitas yang baik (minimal masker bedah), maka
penyebaran Covid-19 dapat ditekan secara signifikan.
Studi yang dilakukan Baqaee et al (2020) mengombinasikan model epidemiologi dan
ekonomi untuk menjawab berbagai pertanyaan terkait pembukaan ekonomi di AS.
Temuan studi ini di antaranya: (1) pembukaan ekonomi secara bertahap akan
memberikan dampak ekonomi dan kesehatan yang sedang tapi bermanfaat secara
keseluruhan; (2) pembukaan ekonomi secara langsung akan berisiko pada munculnya
gelombang kedua penyebaran virus; dan (3) langkah memperkuat kapasitas testing,
tracing, dan isolasi mampu memberikan dukungan bagi upaya pembukaan ekonomi.
93
Sebuah survei yang dilakukan oleh Mlive (202), perusahaan media di Michigan,
mencoba memetakan risiko penyebaran Covid-19 pada sektor yang lebih spesifik,
yakni terkait dengan pariwisata dan hiburan. Hasil survei menunjukkan risiko
penyebaran virus semakin bervariasi ketika analisis dilakukan pada sektor yang lebih
rinci. Sebagai contoh, risiko penyebaran untuk restoran bergantung pada layanan
yang diberikan. Restoran dengan layanan take away atau outdoor memiliki risiko
penyebaran yang lebih rendah dibandingkan dengan restoran indoor atau
prasmanan.
METODOLOGI
Rio-Chanona et al (2020) menggunakan penggolongan sektor yang telah dilakukan
oleh pemerintah Italia dalam menentukan sektor esensial dan tidak esensial. Sektor
yang dibutuhkan selama masa pandemi seperti sektor jasa kesehatan dan pertanian
dikategorikan sebagai sektor esensial. Penggolongan tersebut tersedia dalam
klasifikasi NAICS 4-digit. Untuk menyesuaikan klasifikasi tersebut dalam konteks
Indonesia, studi ini melakukan konversi klasifikasi NAICS menjadi Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha (KBLI). Selanjutnya, penyesuaian terhadap beberapa sektor
dilakukan untuk lebih menggambarkan keadaan di Indonesia.
Adapun perhitungan risiko infeksi dilakukan dengan mengadopsi indeks risiko
terpapar penyakit oleh O*NET yang didasarkan pada kuesioner konteks pekerjaan di
AS. Indeks risiko infeksi ini menggunakan klasifikasi standar pekerjaan AS, sehingga
perlu dikonversikan ke dalam Klasifikasi Jabatan Indonesia (KJI) 1982 dan Klasifikasi
Baku Jabatan Indonesia (KBJI) 2009 3-digit. Untuk melihat risiko berdasarkan sektor,
studi ini melakukan tabulasi silang antara jumlah tenaga kerja pada setiap KJI 1982
terhadap Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) 2009 dan menghitung rerata
tertimbang masing-masing lapangan usaha.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar di bawah menunjukkan hasil pemetaan 17 sektor ekonomi yang dibagi ke
dalam 4 kuadran:
• Kuadran I merupakan sektor-sektor dengan tingkat esensialitas dan risiko
infeksi di atas rata-rata: jasa kesehatan, jasa pendidikan, pertanian,
transportasi pergudangan, konstruksi, dan pengadaan listrik. Meski memiliki
risiko infeksi yang tinggi, sektor-sektor yang masuk kuadran I harus tetap
beroperasi, tetapi dengan protokol kesehatan yang ketat.
• Kuadran II merupakan sektor-sektor dengan tingkat esensialitas di atas rata-
rata, tetapi risiko infeksi di bawah rata-rata: perdagangan dan reparasi,
informasi dan komunikasi, keuangan, jasa perusahaan, administrasi
pemerintahan, dan pengadaan air. Sektor-sektor yang ada di kuadran II tetap
94
dapat beroperasi dengan protokol kesehatan standar mengingat risiko
infeksi yang relatif rendah.
• Kuadran III merupakan sektor-sektor dengan tingkat esensialitas dan risiko
infeksi di bawah rata-rata: industri pengolahan dan real estat. Meski tingkat
esensialitasnya di bawah rata-rata, tetapi sektor-sektor di kuadran III tetap
dapat beroperasi dengan protokol kesehatan standar mengingat risiko
infeksi yang relatif rendah.
• Kuadran IV merupakan sektor-sektor dengan tingkat esensialitas di bawah
rata-rata dan risiko infeksi di atas rata-rata: pertambangan, penyedia
akomodasi makan minum, dan jasa lainnya. Sektor-sektor yang masuk dalam
kuadran IV menjadi prioritas terakhir untuk dibuka. Jikapun dibuka, sektor ini
harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat, salah satunya
pengurangan kapasitas.
Gambar 53 Pemetaan Sektor Ekonomi
Berdasarkan Risiko Infeksi, Tingkat Esensialitas, dan Tenaga Kerja
Pemetaan terhadap 17 sektor ekonomi memberikan gambaran awal yang dapat
dijadikan panduan bagi Pemerintah dalam menyeimbangkan antara kesehatan dan
ekonomi di tengah wabah Covid-19. Sektor-sektor pada kuadran II dan III dapat mulai
beroperasi di masa relaksasi PSBB sehingga penurunan aktivitas ekonomi tidak terlalu
dalam. Pemetaan yang dilakukan juga memberikan panduan terhadap Pemerintah
mengenai sektor-sektor mana yang harus menerapkan protokol kesehatan yang lebih
ketat dibandingkan sektor lainnya.
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
-10 0 10 20 30 40 50 60 70
TETAP BEROPERASI DENGAN PROTOKOL
KESEHATAN YANG KETAT
PALING AKHIR DIBUKA.DIBUKA DENGAN KAPASITAS < 100% DENGAN PROTOKOL
KESEHATAN YANG KETAT
DAPAT BEROPERASI DENGAN TETAP MENERAPKAN PROTOKOL
KESEHATAN STANDAR
DAPAT BEROPERASI DENGAN TETAP MENERAPKAN PROTOKOL
KESEHATAN STANDAR
KUADRAN II:- Essensial > rata-rata- Risiko Transmisi < rata-rata
KUADRAN IV:- Essensial < rata-rata- Risiko Transmisi > rata-rata
KUADRAN III:- Essensial < rata-rata- Risiko Transmisi < rata-rata
KUADRAN I:- Essensial > rata-rata- Risiko Transmisi > rata-rata
Besar lingkaran menggambarkanjumlah tenaga kerja
46,42%
% Persentase jumlah tenagakerja
Keterangan:
12,20%
15,0%
26,38%
Tingkat esensialitas
Risiko infeksi
Jasa kesehatan
Pertanian
Jasapendidikan
Transportasipergudangan
Pertambangan
PenyediaAkomodasiMamin
PengadaanAir
Pengadaan Listrik dan Gas
Jasa lainnya
Real Estat
Industripengolahan
Perdagangandan reparasi
Infokom
Jasaperusahaan
Konstruksi
Jasa keuangan
Adm. pemerintah
95
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemetaan yang lebih rinci diperlukan.
Gambar 55 menunjukkan hasil pemetaan Kementerian PPN/Bappenas dengan
menggunakan KBLI 2 digit. Dalam pemetaan sebelumnya, industri pengolahan secara
keseluruhan dikategorikan dalam kuadran III, tetapi jika dilihat lebih rinci, terdapat
sektor industri, salah satunya industri makan minuman, yang masuk dalam kuadran
II. Contoh lain, di dalam sektor perdagangan dan reparasi, perdagangan eceran
masuk dalam kuadran II, sementara reparasi mobil dan motor masuk dalam kuadran
IV.
Gambar 54 Pemetaan Sektor Ekonomi KBLI 2 Digit
Berdasarkan Risiko Infeksi, Tingkat Esensialitas, dan Tenaga Kerja
Pemetaan yang dilakukan dalam studi ini memiliki setidaknya dua kelemahan.
Pertama, nilai esensialitas dan risiko transmisi sektor ekonomi yang digunakan pada
studi ini masih berdasarkan hasil survei yang dilakukan di negara maju. Diperlukan
survei khusus untuk Indonesia yang menilai sektor ekonomi berdasarkan tingkat
esensialitas dan risiko transmisinya terhadap penyebaran virus Covid-19. Kedua, studi
ini hanya mampu melakukan pemetaan terhadap sektor ekonomi hingga KBLI 2 digit.
Pemetaan sektor yang lebih rinci diperlukan untuk memberikan gambaran lebih
akurat, sebagaimana terlihat dalam hasil studi oleh Mlive (2020) pada sektor restoran.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Terlepas dari kelemahan yang ada, pemetaan terhadap sektor ekonomi yang
dilakukan studi ini dapat dijadikan panduan awal bagi Pemerintah dalam menyusun
kebijakan yang dapat menyeimbangkan antara kesehatan dan ekonomi di tengah
wabah Covid-19. Sebagai ilustrasi, seandainya sebagian besar pekerja di suatu daerah
bekerja di sektor pertanian yang masuk dalam kuadran I, maka Pemerintah Daerah
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
-10.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00
Tingkat esensialitas
Risiko infeksi
TETAP BEROPERASI DENGAN PROTOKOL
KESEHATAN YANG KETAT
PALING AKHIR DIBUKA.DIBUKA DENGAN KAPASITAS < 100% DENGAN PROTOKOL
KESEHATAN YANG KETAT
DAPAT BEROPERASI DENGAN TETAP MENERAPKAN PROTOKOL
KESEHATAN STANDAR
DAPAT BEROPERASI DENGAN TETAP MENERAPKAN PROTOKOL
KESEHATAN STANDAR
KUADRAN II:- Essensial > rata-rata- Risiko Transmisi < rata-rata
KUADRAN IV:- Essensial < rata-rata- Risiko Transmisi > rata-rata
KUADRAN III:- Essensial < rata-rata- Risiko Transmisi < rata-rata
KUADRAN I:- Essensial > rata-rata- Risiko Transmisi > rata-rata
Besar lingkaran menggambarkanjumlah tenaga kerja
Keterangan:
Industri makanan
Industri minuman
Perdaganganeceran
Perdagangan danReparasi mobil danmotor
96
dapat menyusun program pemberian masker gratis bagi petani atau nelayan.
Pemberian tes yang rutin pada sektor-sektor dengan risiko tinggi, tetapi esensial juga
perlu dilakukan untuk memastikan sektor ini dapat berjalan dengan normal.
Pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam membuka kembali sektor-sektor yang
masuk dalam kuadran IV. Selain menerapkan protokol kesehatan yang ketat, pada
tahap awal pembukaannya, sektor-sektor tersebut dapat beroperasi, tetapi tidak
dengan kapasitas 100 persen. Sektor-sektor pada kuadran II dan III merupakan
sektor-sektor yang tetap dapat beroperasi jika seandainya kebijakan PSBB kembali
diterapkan.
REFERENSI
Barrot, J-N, B Grassi and J Sauvagnat (2020), “Sectoral effects of social distancing”,
Covid Economics, 3: 85-102.
Chen, X, and Z Qiu (2020), “Scenario Analysis Of Non-Pharmaceutical Interventions
On Global Covid-19 Transmissions”, Covid Economics, 7: 46-67.
del Rio-Chanona, R M, P Mealy, A Pichler, F Lafond and J D Farmer (2020), “Supply
and demand shocks in the COVID-19 pandemic: An industry and occupation
perspective”, Covid Economics, 6: 65-104.
David Baqaee, et al (2002), “Reopening Scenarios”, NBER Working Paper No. 27244.
Mlive (2020), https://www.mlive.com/public-interest/2020/06/from-hair-salons-to-
gyms-experts-rank-36-activities-by-coronavirus-risk-level.html
Tian, L et al (2020), “Calibrated Intervention and Containment of the COVID-19
Pandemic”.
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penanggungjawab
Ir. Bambang Prijambodo, MA
Pemimpin Redaksi
Eka Chandra Buana, SE, MA
Dewan Redaksi
Dr. Ir. Boediastoeti Ontowirjo, MBA
Dr. Onny Noyorono, MIA, MA
Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, SP, MS, Ph.D
P.N. Laksmi Kusumawati, SE, MSE, MSc, Ph.D
Drs. I Dewa Gde Sugihamretha, MPM
Dr. Haryanto, SE, MA
Ir. Sidqy Lego Pangesthi Suyitno, MA
Ir. Imarita Trihanda, MS
Redaktur Pelaksana
Cut Sawalina, SE, MSi
Mochammad Firman Hidayat, SE, MA
Toni Priyanto J, S.Kom, ME
Rosy Wediawaty, SE, MSE, MSc
Tari Lestari, S.Si, SE, MS
Muhammad Fahlevy, SE, MA
Octal Pramudito, SE, MA
Dra. Dwi Martini, ME
Yunus Gastanto, SE, PG.Dip
Istasius Angger Anindito, SE, MA
Yogi Harsudiono, SE, MPA
Ibnu Yahya, SE, M.Ec. Pol
Sukhad, S.IP
Drs. Muhammad Arif, Msi
Fajar Hadi Pratama, ST
Rufita Sri Hasanah, SE, MEF
SUSUNAN TIM REDAKSI
Penulis
Filza Amalia, SE
Rakhmi Fadillah, SE
Mario Rosario Wisnu Aji, SE
Achmad Rifa’I, S.Pd, M.Sc
Haqiqi Masnatin, SE
Rahma Hanii Maulida, SE
Rinda Komalasari, SE
Firdaussy Yustiningsih, STP, ME
Sharmila Erizaputri, SE
Hillary Tanida Stephany Sitompul, S.HI
Richard Lorenz Hasiholan Silitonga, SE
Aris Saputra, SE
Aldi Turindra Rachman, SE
Deni Apriyanto, SE
Hilda Roseline, SE
Mutiara Maulidya, SE
Widyastuti Hardaningtyas, SE
Widath Chaerunissa Ayuningtyas, SE
Zakka Farisy, SE
Imroatul Amaliyah, SE
Muhammad Fikri Masteriarsa, S.Stat
Distributor/Sirkulasi
Imam Musadad
Tulus Sujadi
Administrasi
Dina Fitriani, SPd
Riris Karisma Kholid, SE
Editor
Rahma Hanii Maulida, SE
Grafis dan Layout
Zaid Fadhlurrahman, S.Kom
Untuk memberikan hasil laporan terbaik,
kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca.
Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
KEDEPUTIAN BIDANG EKONOMI
KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
Gedung Wisma Bakrie 2 Lt. 5, Jl. HR Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, 12920
Telp. (021) 31934267