A. Pendahuluan Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun. Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit- penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Pendahuluan
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti
membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit
yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak,
ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan
infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu.
dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-
penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan
sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic
Obstructive Pulmonary Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap
anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan
diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA
mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada
bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih
sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam
keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini
didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten
Indramayu adalah 9,8 %).
Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah
penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah
sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa
separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan. Program
pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang
disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap
tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
B. Tinjauan Umum Tentang Ispa
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Akan tetapi
secara klinis ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah
dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik,.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan
yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit
yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis,
tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak
dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada
balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut
harus mendapat antibiotik. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi
pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut
menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygienes. Risiko terutama terjadi pada
anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu
besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik.
1. Tanda-tanda dan gejala ISPA
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan
dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.
a. Tanda-tanda klinis:
1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
4. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
5. dan cardiac arrest.
6. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
7. bingung, papil bendung, kejang dan coma.
8. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
b. Tanda-tanda laboratoris
1. hypoxemia,
2. hypercapnia dan
3. acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
2. Penyebab Terjadinya Ispa
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus,
sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA
bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang
berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus,
Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain
adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus
dan lain-lain (Anonim, 2002).
a. Bagaimana ispa dapat menular?
ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau bernafas,
bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada orang lain (orang lain
menghirup kuman tersebut).
Ada faktor tertentu yang dapat memudahkan penularan:
1. Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah
yang mempunyai kurang ventilasi (peredaran udara) dan ada banyak asap (baik
asap rokok maupun asap api).
2. Orang yang bersin/batuk tanpa menutup mulut dan hidung akan mudah menularkan
kuman pada orang lain.
3. Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang ada banyak
orang (mis. banyak orang yang tinggal di satu rumah kecil).
b. Faktor Risiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai
publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas)
maupun kematian (Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003). Berbagai faktor risiko yang
meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah 2 bulan, tingkat sosial
ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat
jangkauan pelayanan kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit
kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah
(Anonim, 2003).
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai
berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3
tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut
(Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan
adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang
lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen
lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi
infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian
lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan
yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya
tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan
untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga
sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan
terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.
Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat
orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat
penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara
terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan
membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi
dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah
dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk
semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan
bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya
ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang
terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
3. Patofisiologi ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran
nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang
peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran
nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
4. Klasifikasi ISPA
Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini
cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui
bahwa satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu
macam penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut
(Mandal, dkk, 1984).
Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :
1. Lokasi Anatomis
a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan
alveolus paru-paru.
2. Derajat keparahan penyakit
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya.
Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah ditetapkan dalam
lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :
a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
Ø Batuk
Ø Pilek dengan atau tanpa demam
b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Ø Pernafasan cepat. Umur <>
Ø Wheezing (nafas menciut-ciut).
Ø Sakit/keluar cairan dari telinga.
Ø Bercak kemerahan (campak).
Khusus untuk bayi <2>
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Ø Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
Ø Kesadaran menurun.
Ø Bibir / kulit pucat kebiruan.
Ø Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
Ø Adanya selaput membran difteri.
Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang
didapat yaitu :
a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
Pneumonia berat, tanda utama :
Ø Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
serta gizi buruk.
Ø Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi kaku
dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.
Ø Nafas cuping hidung
Ø Suara rintihan
Ø Sianosis (pucat)
Pneumonia (tidak berat), tanda :
Ø Tak ada tarikan dinding dada ke dalam Disertai nafas cepat: Lebih dari 50 kali / menit
untuk usia 2 bulan – 1 tahun. Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
Bukan Pneumonia, tanda :
Ø Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Ø Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.
Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun – 5 tahun.
b. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Pneumonia berat, tanda :
Ø Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
wheezing, demam atau dingin.
Ø Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau
Ø Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
Bukan Pneumonia, tanda :
Ø Tidak ada nafas cepat.
Ø Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Dalam International Classification of Disease dalam bagian Diseases of the Respiratory
System revisi yang kesepuluh, ISPA dibagi berdasar atas letak anatomi saluran pernafasan
serta penyebabnya. Pembagian ini meliputi hal di bawah ini :
a. Infeksi saluran nafas atas akut
Ø Nasofaringitis akut (commond cold)
Ø Sinusiatis akut
Ø Faringitis akut: faringitis streptokokus dan faringitis karena sebab lain
Ø Tonsilitis akut: tonsilitis streptokokus dan tonsilitis karena sebab lain
Ø Laringitis dan trakeitis akut
Ø Epiglotitis dan laringitis obstruktif akut (croup)
b. Influenza dan pneumonia
Ø Influenza dengan virus yang teridentifikasi
Ø Influenza dengan virus tak teridentifikasi.
Ø Pnemonia viral (Pnemonia karena adenovirus, Pnemonia oleh virus sinsitium saluran
pernafasan, Pnemonia oleh virus parainfluenza, Pnemonia oleh virus lain).
Ø Pneumonia oleh streptokokus pnemonia.
Ø Pneumonia oleh karena Hemofilus influenza.
Ø Pneumonia bakterial lainnya.
Ø Pneumonia oleh sebab organisme lain.
c. Infeksi saluran nafas bawah akut lainnya.
Ø Bronkitis akut.
Ø Bronkiolitis akut
Ø Infeksi saluran nafas bawah akut lain.
C. Penatalaksanaan Kasus Ispa
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena
pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada
pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi
pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit tersebut dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada yang bersangkutan orang tua misalkan penderita
ISPA pada anak-anak atau balita.
2. Klasifikasi ISPA dalam pencegahan
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2
bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2
bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 buan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 - 12
bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali
per menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
3. Pengobatan
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat
d. penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan
oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan
khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
4. Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan untuk mengatasi penderita ISPA di rumah yaitu:
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi misalkan
yang menyusui tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita
yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk
penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa
kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
5. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c. Immunisasi
6. Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat
pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas
kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat
pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlusegera
dirujuk ke rumah sakit.
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan
tenaga yang tersedia.
b. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-
kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
c. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan
tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke
rumah sakit bila dianggap perlu.
d. Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah
sakit.
e. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta
tindakan penunjang di rumah,
f. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang
mengobati penderita penyakit ISPA,
g. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan
penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
h. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta
menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian
target.
Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu:
a. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.
b. Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu
seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
c. Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
d. Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
e. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan
dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.
Kader kesehatan:
a. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia
tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
b. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan
pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang
perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit
c. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan
pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.
d. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
e. Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang
terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah
tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat)
dengan antibiotik kontrimoksasol.
f. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA
tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita,
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu
peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk
menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan.
2. Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan
sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Anak.
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR 1980.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980.
____________Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada
Anak. Surabaya. 1987.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
____________Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991
SPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk
pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti
seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana
pengertiannya sebagai berikut :
1. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan
Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit
ISPA dalam 2 golongan yaitu :
ISPA non- Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek
*Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas,
peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia,
udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung,
sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia
mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju
faring.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak
dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi
lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan
rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan
menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak
dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran pernafasan.
Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada penyakit common cold
disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit
ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran nafas bagian atas.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernafasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya.
Infeksi saluran pernafasan akut — Presentation Transcript 1. InfeksiSaluranPernafasanAkut (ISPA)Linda Kirana S 20708303Ariana
Paramita 20710024Dwintha Lestari 20710025Ita Nur Anisa 20710026 2. DefinisiISPA adalahinfeksi yang berlansungsampai 14 hari.ISPA
meliputisaluranpernafasanbagianatasdansaluranpernafasanbagianbawah.Yang dimaksudsaluranpernafasanadalah organ mulaidarihidungsampaigelembungparu, beserta organ-organ disekitarnyaseperti: sinus, ruangtelingatengah, danselaputparu.
3. INFEKSI SALURAN PERNAFASANInfeksi Pernafasan AtasOtitis MediaFaringitisSinusitisInfeksi Pernafasan BawahPneumoniaBronkitisBronkitis kronisbronkhiolotis
4. Infeksi Saluran Pernafasan Atas 5. InfeksiSaluranPernafasanAtasSetengah dari penyakit ini menimbulkan
gejala.Menyebabkan morbiditas signifikan dan peningkatan biaya kesehatan.Umumnya menyebabkan penyakit yang fatal.Penggunaan antibiotik yang berlebihan menjadi masalah utama.
6. Infections of the Upper Respiratory TractSite Disease AgentsNasal cavity Coryza (common cold) Many different viruses Chronic atrophic rhinitis Bacteria (Klebsiellaozaenae) RhinoscleromaKlebsiellarhinoscleromatis Invasive fungal infections Mucor, Aspergillus Nasal diphtheria Corynebacteriumdiphtheriae MucocutaneousleishmaniasisLeishmaniabraziliensis Syphilis (tertiary) Treponemapallidum Lepromatous leprosy Mycobacterium leprae RhinosporidiosisRhinosporidiumseeberi Paranasal sinuses Acute sinusitis Pyogenic bacteria Chronic sinusitis Pyogenic bacteriaAspergilloma("fungus ball") Aspergillus species Pharynx, tonsil Acute pharyngotonsillitis Many different viruses Streptococcus pyogenes Diphtheria Corynebacteriumdiphtheriae Pharyngeal gonorrhea Neisseriagonorrhoeae Peritonsillar abscess (quinsy) Pyogenic bacteria Infectious mononucleosis Epstein–Barr virusRetropharyngeal space Abscess Pyogenic bacteria Tuberculosis Mycobacterium tuberculosis Larynx Acute laryngitis Many different viruses Acute epiglottitis and laryngitis Haemophilusinfluenzae
7. OTITIS MEDIAOtitis adalah radang telinga, yang dapat ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran, tinnitus dan vertigo.PrevalensiUmumnyaterjadipadabayidananakanak. Di Amerikaserikat 75 % darisemuaanakanakmengalamisedikitnya 1 episode otitis media sebelumberumur 3 tahun20% Otitisterjadipadaorangdewasa yang memilikiriwayatinfeksi
9. PatofisiologiTerganggunyafaktorpertahanantubuh yang menjagakesterilantelingatengahSumbatan tuba eustakiussehinggapencegahaninvasikumantergangguLendirdalamtelingatengahmenyerapudara, jikaudaratidakberpindahmenyebabkancairankeluar . Cairanini media
yang infeksiTubabaikuntukpertumbuhanmikroorganisme eustakiuspadaanakberbedadenganorangdewasamenyebabkandrainastelingatengahkurangbaik
10. PatofisiologiTuba eustakhiuspadaanakberbedadengandewasamenyebabkandrainasetelingatengahkurangbaik.Fungsi tuba eustakhius yang tidak normal menyebabkanreflukscairantransudatditelingatengahdanperkembanganbakteri.Bakteripenyebab:Streptococcus pnemoniae (35%)Haemophilusinflunzae (25%)Moxarellacatarrhalis(10%)
11. Pembagian Radang Telinga TengahPeradangantelingadibagiantengah yang dibagimenjadi :Otitis media akut ( cepatdanberdurasipendek)Otitis media kronik (lama)Otitis media sekretori/denganefusi
12. TerapiTujuanterapiMengendalikannyeri, menghilangkaninfeksidanmencegahkomplikasiMenghindaripenggunaanantibiotik yang tidakperluMeminimalkanreaksi yang tidakdiinginkan
13. TerapiNon FarmakologiFarmakologiUntukmengurangidemamdannyeridapatdiberikanacetaminofenatau bagiibuprofenTympanostomy (peletakantabungdibelakanggendangtelinga) OMA berulangadenoidectomy
14. Sebagian besar infeksi telinga menyelesaikan tanpa pengobatan antibiotik. Bagi sebagian besar anak-anak dengan OMA, dokter menyarankan menunggu 48-72 jam sebelum meresepkan antibiotik. Namun, anak-anak kurang dari 6 bulan harus menerima perawatan antibiotik segera. Orangtua dapat memberikan anak-anak yang lebih dari 6 bulan, ibuprofen atau asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit. Antibiotik tidak berguna bagi sebagian besar kasus OME. Dokter biasanya memantau anak-anak dengan OME selama 3 bulan untuk melihat apakah kondisi mereka membaik. Beberapa anak dengan gangguan pendengaran dan masalah-masalah perkembangan mungkin akhirnya memerlukan pembedahan. Memasukkan tabung ke gendang telinga (tympanostomy) adalah operasi yang biasa untuk masalah ini.
15. OTITIS MEDIA AKUTAdalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.Gejala:Sakit telinga yang berat dan menetap.Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºCGendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
16. Penyebabnya adalah bakteri atau virus. Seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenzae, S. anthemolyticus, P. vulgaris, dan P. aeruginosa. Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas. Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya penyumbatan pada sinus dan tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
17. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk menentukan organisme penyebabnya dilakukan
pembiakan terhadap nanah atau cairan lainnya dari telinga.Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral. Pilihan pertama adalah amoxicillin, untuk penderita dewasa bisa diberikan penisilin dosis tinggi. Obat flu yang mengandung phenilephrine bisa membantu membuka tuba eustakius dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin. Dilakukan miringotomi (tindakan insisi pada pars tensa membrane timpani agar terjadi drainasi secret dari telinga tenah ke telinga luar ). Ini dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah, diare atau gendang telinga menonjol.
18. Stadium penyumbatan tuba eustachius, tanda yang khaspada stadium iniadalahpenarikanmembran timpani padatelingakearahdalamakibattekanannegatif yang ditimbulkanolehsumbatanStadium Hiperemis, tampakpembuluhdarah yang melebardimembrantimbaniatauseluruhmembran timpani. Stadium Supurasi, bengkak yang hebatpadaselaputpermukaantelingatengahdanhancurnyasel-seldidalamtelingatengahmenyebabkancairan yang kentaltertimbunditelingatengahStadium Perforasi, pecahnya membrane timpani, dankeluarcairanputihStadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani akanmenyembuhjikarobekantidakterlalulebar, tetapijikarobekanlebar, stadium perforasidapatmenetapdanberubahmenjadiOtitis Media SupuratifKronik.
20. Algoritma Otitis Media Akut 21. OTITIS MEDIA KRONISOtitis media Kronis adalah infeksi menahun pada
telinga tengah. Otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut.Lama kejadiannyakuranglebih satu bulan. Ini berbeda dengan infeksi telinga akut (otitis media akut) yang biasanya berlangsung hanya beberapa minggu. Setelah infeksi akut, cairan (effusion) dapat tertinggal dibelakang gendang telinga (tympanic membrane)butuhwaktusampai tiga bulan sebelum menghilang. Otitis media kronis mungkin berkembang setelah periode waktu yang berkepanjangan dengan cairan (effusion) atau tekanan negatif dibelakang gendang telinga (tympanic membrane). Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui lubang pada gendang telinga. Otitis media kronis seringkali mulai tanpa nyeri dan demam. Tekanan telinga atau telinga yang meletus dapat menjadi gigih untuk berbulan-bulan. Adakalanya kehilangan pendengaran yang tidak kentara dapat disebabkan oleh otitis media kronis.
22. PatofisiologiOtitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh :Otitis media AkutPenyumbatan tuba eustakiusCedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba.Luka bakar karena panas atau zat kimia.
23. Manifestasi KlinisGejala bervariasi tergantung letak perforasi gendang telinganyaPerforasi SentralTelinga mengeluarkan nanah berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri.Bila terus kambuh akan timbul polip (tonjolan) dari telinga tengahInfeksi yang menetap dapat menyebankan kerusakan tulang-tulang pendengaran yang selanjutnya menyebabkan tuli konduktif.Perforasi MarginalTerjadi tuli konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
24. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan
pembiakan terhadap cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga.
25. TerapiMembersihkan telinga, kemudian ke dalam telinga tengah dimasukkan cairan asam asetat dan hydrocortisone. Serangan yang lebih hebat diatasi dengan antibiotik per-oral. Biasanya dilakukan timpanoplasti untuk memperbaiki gendang telinga dan jika rantai tulang pendengaran mengalami kerusakan, bisa diperbaiki secara bersamaan.Pencegahan : Pengobatan otitis media akut bisa mengurangi resiko terjadinya otitis media kronik otitis media sekretoris.
26. OTITIS MEDIA SEKRETORISOtitis media sekretoris adalah suatu keadaan dimana cairan terkumpul di dalam telinga tengah Penyebabnya adalah otitis media akut yang belum sembuh total atau penyumbatan tuba eustakius.Salah satu ciri dari otitis media sekretoris adalah tidak adanya gejala yang nyata. Anak-anak yang lebih tua atau dewasa mungkin mengeluhkan pendengarannya yang berkurang atau telinganya terasa penuh
27. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk mengukur tekanan di telinga luar dan telinga tengah dilakukan pemeriksaan timpanometri. Adanya cairan di dalam telinga tengah bisa diketahui dengan melakukan pemeriskaan otoskop akustik atau reflektometri
28. TerapiPengobatanPemberian antibiotik dan MiringotomiPencegahan Vaksin pneumokokus bisa mencegah infeksi penyebab terjadinya otitis media akut yang bisa mengarah ke otitis media sekretoris.
29. Evaluasi TerapiGejalaotitis media akanhilangdalamwaktu 24 – 72 jam biladiterapidengantepatBilaotalgiaataudemamselamaterapitetapataukambuhmakaharus dicurugai infeksi bakteri yang menghasilkan betalaktamase, terapi dengan antibiotik yang aktif terhadap betalaktamase.Bilakambuhlagisetelah 1 bulan yang disebabkaninfeksikarenabakteri yang sama, terapidenganamoksisilindosistinggiatauantibiotikstabilbetalaktamase.Padaharike 10 terapidiperiksaulanguntukkemungkinanterjadinyaefusi.Bilaefusitetapadasampai 3 bulanpertimbangkan:Teruskanterapidenganamoksisilin 20 mg/kg bb/hari atau kotrimoksazol 4/20 mg/kg bbMiringotomydanpenyusupan tuba timpanostomiTerapi setiap episode otitis media akut dengan antibakteri yang tepat.
30. FARINGITISFaringitismerupakaninflamasi faring danjaringanlimfoidsekitarnyaakibatinfeksibakteriatau virusEtiologi:Penyebab: virus, bakteri group A beta hemolytic streptococci (Streptococcus pyogenes, Group A streptococcus/GAS)Padakasusinfeksi Group A streptococcus dapatterjadidemamrematik (0,3-3%)
32. ManifestasiKlinisSakittenggorokan (sore throat), disfagia (kesulitanmenelan), demam. Sulitmembedakangejalaklinisinfeksikarena virus ataubakteri.Infeksikarena Group A streptococcus GAS ditandaidengan: pembengkakankelenjarlimfa, tidakbatuk, demam >38 C⁰
36. Acute BacterialSinusitisViral infection--> obstruction of ducts and compromise of mucocilary blanket--> acute infection from virulent organisms (most often S. pneumoniae and H. influenzae)--> opportunistic pathogensComplicates 0.5% of common URIMore common in adults than in children
43. ParanasalSinuses 44. Acute Sinusitis: ComplicationsMaxillary: usually uncomplicatedEthmoid:
cavernous sinus thrombosis (40% mortality)Frontal: osteomyelitis of frontal bone; cavernous sinus thrombosis; epidural, subdural, or intracerebral abscess; orbital extension
46. Acute Sinusitis: Complications (2)Sphenoid: Rare, but usually misdiagnosed, with grave consequences; extension to internal carotid artery, cavernous sinuses, pituitary, optic nerves; common misdiagnoses include ophthalmic migraine, aseptic meningitis, trigeminal neuralgia, cavernous sinus thrombosis
50. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah 51. BRONKITISMerupakan inflamasi pada trakheobronkial tidak termasuk
alveol, yang umumnya berhubungan dengan infeksi pernafasan umum.Diklasifikasikan menjadi : bronkitis akut dan bronkitis kronik.Bronkitis akut terutama terjadi selama musim dingin. Dengan faktor pencetus : cuaca dingin, lembab dan banyaknya zat pengiritasi seperti polusi udara, asap rokok.
52. PatofisiologiPenyebab utama adalah virus, terutama virus common cold, rhinovirus, coronavirus, virus patogen pada saluran pernafasan bawah : virus influenza, adenovirus, respiratory syncytial virus.Patogen penyebab lain adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Bordetella pertussis.Infeksi bronkus dan trakea menyebabkan membran mukosa udem dan merah serta peningkatan sekresi bronkus. Kerusakan epitel saluran pernafasan dapat dapat
bervariasi dari ringan-berat dan dapat berpengaruh pada fungsi mukosiliari bronkus. Selain itu peningkatan sekresibronkial yang kental dan lengket akan menggangu aktivitas mukosiliari. Infeksi saluran pernafasan akut mungkin berkaitan dengan peningkatan hiperreaktivitas saluran pernafasan dan mungkin menjadi patogenesis penyakit paru kronis obstrukif.
54. Manifestasi KlinikBronkitis dapat sembuh sendiri dan jarang menyebabkan kematian. Bronkitis akut biasanya diawali dengan infeksi saluran pernafasan atas. Pasien mengalami gejala yang tidak spesifik, seperti tidak enak badan, sakit kepala, ingusan, sakit leher.Batuk adalah penanda bronkitis akut yang terjadi awal dan akan menetap walaupun keluhan nasal dan nasofaring menghilang. Seringkali, awalnya, batuk nonproduktif tetapi berkembang menghasilkan sputum yang mukopurulen.
55. DiagnosaPemeriksaan dada menunjukkan adanya ronki dan bunyi tidak normal bilateral (rale moist bilateral). Foto sinar x menunjukkan hasil normal. Kultur bakteri sputum umumnya digunakan secara terbatas karena ketidakmampuan untuk meniadakan flora normal nasofaring dengan teknik sampling.Uji deteksi virus dapat digunakan bila diagnosa spesifik dibutuhkan. Kultur atau diagnosa serologi M. Pneumoniae dan kultur atau deteksi Ab langsung secara fluorescensi untuk B. Pertusis seharusnya dilakukan pada kasus berat dan lama bila perkiraan epidemiologi menunjukkan keterlibatan patogen tersebut.
56. TerapiTujuan terapi Membuat pasien nyaman dan pada kasus berat untuk mengobati dehidrasi dan gangguan respirasi.Terapi Farmakologi :Terapi simptomatik dan suportif. Antipireutik tunggal cukup. Kemudian istirahat dan analgesik-antipireutik lemah dapat mengatasi keluhan lemah dan demam. Aspirin atau paracetamol (650mg untuk dewasa dan atau 10-15mg/kg BB/dosis pada anak dengan dosis harian maksimum dewasa 4gram dan anak 60mg/kg)Atau gunakan ibuprofen 200-800mg pada dewasa, anak 10mg/kg. Dosis maksimum dewasa 3,2 gr dan 40mg/kg/dosis pada anak. Berikan setiap 4-6 jam.Pasien dianjurkan untuk minum cairan untuk mencegah dehidrasi dan kemungkinan penurunan sekresi respiratif dan kekentalan mukus.pada anak pemberian aspirin harus dihindari karena adanya hubungan antara penggunaan aspirin dengan munculnya sindroma Reye. Paracetamol lebih dianjurkan.
57. Terapi embun atau penggunaan uap dapat mengencerkan sekret. Batuk ringan yang menetap yang mengganggu dapat diterapi dengan deksometrofan. Terapi batuk yang lebih berat mungkin membutuhkan kodein atau obat yang sejenis.Penggunaan rutin antibiotik tidak dianjurkan, tetapi pada pasien dengan demam menetap dan gejala pernafasan lebih dari 4-6 hari, kemungkinan adanya infeksi bakteri harus dicurigai.Bila mungkin terapi antibiotik ditujukan terhadap patogen yang diantisipasi (misalnya Streptococcus penumoniae dan Haemophilus influenzae) dan atau bakteri yang dominan tumbuh pada kultur kerongkongan.M. Pneumoniae bila dicurigai atau positif aglutinin dingin (titer ≥ 1:32) atau dipastikan oleh kultur/serologi. Terapi dengan eritromisin atau analognya (klaritromisin atau azitromisin). Fluorokuinolon juga menunjukkan aktivitas terhadap patogen tersebut (misalnya gatifloksasin atau levofloksasin dosis tinggi) dan dapat digunakan pada orang dewasa.Selama epidemi yang melibatkan virus
influenza A, Amantidin atau Rimantidin mungkin efektif untuk meminimkan gejala-gejala terkait bila diberikan di diawal penyakit.
58. BRONKITIS KRONIS Merupakan penyakit yang tidak spesifik pada orang dewasa. Biasanya pasien akan melaporkan batuk dengan sputum hampir sepanjang hari selama paling tidak 3 bulan berturutan setiap tahun selama 2 tahun berturutan.
59. Patofisiologi Bonkitis kronis terjadi akibat dari berbagai faktor pendukung termasuk merokok, terpapar debu, asap, polusi lingkungan, dan infeksi bakteri atau virus. Pada bronkitis kronis, dinding bronkus menebal dan jumlah mukus yang disekresi sel globet di permukaan epitel bronkus besar dan kecil meningkat nyata. Hipertropi kelenjar mukus dan dilatasi saluran kelenjar mukus juga ditemui. Akibatnya pasien dengan bronkitis kronis mempunyai lebih banyak mukus secara nyata di saluran nafas perifer dan selanjutnya akan mengganggu pertahanan paru normal dan menyebabkan penyumbatan mukus di saluran pernafasan yang lebih kecil. Selanjutnya kondisi patologis ini dapat menyebabkan parut pada bronkus kecil dan meningkatkan obstruksi saluran nafas dan perlemahan dinding bronkus.
61. Manifestasi KlinikPenanda bronkitis kronis adalah batuk, mulai dari batuk ringan perokok hingga batuk berat produktif dengan sputum purulen. Pengeluaran dahak jumlah banyak biasanya terjadi pada awal pagi, walau banyak pasien mengeluarkan dahak sepanjang hari. Sputum yang dikeluarkan biasanya kental lengket dan berwarna putih-kuning.Dengan pengecualian penemuan pulmonal, pemeriksaan fisik pasien dengan ringan-sedang bronkitis kronis umumnya tidak nyata.Penigkatan jumlah granulosit polimorfonukleus di sputum sering memperkuat iritasi bronkus, dimana jumlah eosinofil menunjukkan komponen alergi.
62. Manifestasi Klinik Bakteri terbanyak yang diidentifikasi dari sputum kultur, dinyatakan dalam % total kultur, yang diidentifikasi dari pasien-pasien yang menderita bronkitis kronis kambuhan akut adalah : 1. Haemophilus influenza 24%-26% sering betalaktamase + 2. Haemophilus parainfluenza 20% 3. Streptococcus pneumoniae 15% 4. Moraxella carrhalis 15% sering betalaktamase + 5. Klebsiella pneumoniae 4% 6. Serratia marcescens 2% 7. Nesisseria meningitidis 25% sering betalaktamase + 8. Pseudomonas aeruginosa 2%
63. TerapiTujuan terapi Mengurangi keparahan gejala dan menghilangkan kekambuhan akut dan mencapai perpanjangan interval yang bebas infeksi.Pendekatan umum Prinsip umum : Harus dinilai riwayat pekerjaan/lingkungan untuk menetapkan paparan yang mengganggu, gas mengiritasi seperti asap rokok. Awali dengan harus menurunkan paparan terhadap iritan bronkus.Pelembaban udara inspirasi dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga produksi sputum menjadi lebih efektif. Penggunaan aerosol mukolitik (asetilsistein, deoksiribonuklease) nilainya masih belum jelas. Drainase postural mungkin membantu pengeluaran sputum.
64. Terapi Farmakologi :Pada ekserbasi akut pemberian bronkodilator oral atau aerosol seperti albuterol aerosolUntuk pasien yang secara konsisten tetap menunjukkan keterbatasan dalam masuknya udara pernafasan, perubahan terapi bronkodilator harus dipertimbangkanPemilihan antibiotik harus dipertimbangkan
resistensi patogen terhadap penisilin yaitu H. Influenzae 30-40%, M. Pneumoniae penghasil betalaktamase 95%,dan S. Pneumoniae 30%. Ampisilin sering dipertimbangkan sebagai pilihan untuk bronkitis kronis ekserbasi akut, tetapi regimen dosis dan resisten terhadap betalaktamase membatasi keamanan dan cost effectiveness.Bila mikoplasma terlibat dalam infeksi, sebagai pilihan adalah AzitromisinFlourokinolon antibiotik alternatif yang efektif untuk dewasa terutama bila potegen adalah gram negatif atau untuk pasien yang parah. Beberapa S. Pneumonii resisten terhadap flourokinolon yang generasi awal, sehingga dibutuhkan generasi baru yaitu gatifloksasin.Pada pasien yang mempunyai riwayat kekambuhan, profilaksis antibiotik perlu. Bila tidak ada perbaikan secara klinik, selama periode yang sesuai misalnya 2-3bulan/tahun untuk 2-3 tahun,terapi profilaksis dihentikan.Antibiotik yang umum digunakan dengan durasi 10-14 hari.
66. BRONKHIOLOTISMerupakan infeksi virus akut pada saluran pernafasan bawah bayi yang menunjukkan pola musiman yang tetap, puncaknya selama musin dingin dan menetap sampai awal musim semi. Penyakit ini umumnya mempengaruhi bayi berumur 2-10 bulan.Penyebab utama, 45-60% adalah virus respiratory syncytial, penyebab kedua virus parainfluenza. Bakteri patogen sekunder hanyalah pada sedikit kasus.
67. Manifestasi KlinikGambaran klinik : Tanda dan gejala : Diawali dengan gelisah, demam rendah, batuk, ingusan. Gejala berkembang : muntah, diare, pernafasan berbunyi, peningkatan laju pernafasan. Pernafasan lambat dan sulit dengan dada tertarik, hidung memerah.Pemeriksaan FisikTakikardia, laju pernafasan 40-80/menit pada bayi di RS. Pernafasan berbunyi, konjungtivitas ringan pada sepertiga pasien, otitis media pada 5-10% pasien.
69. Pemeriksaan LaboratoriumSel darah putih perifer normal atau sedikit meningkat. Gas darah arteri : hipoksemia dan hipercarbia/hiperkapnia (jarang). Sering terjadi dehidrasi karena intake cairan kurang pada penderita yang batuk, demam, mual muntah.Diagnosa terutama berdasarkan pada penemuan klinik dan riwayat. Isolasi patogen akan menegakkan diagnosa dugaan.
70. TerapiBronkiolotis adalah penyakit yang sembuh sendiri dan umumnya tidak memerlukan terapi, selain menghilangkan kecemasan dan antipiretik, kecuali bila bayi hipoksia atau dehidrasi.Pada kasus berat, terapi pilihan adalah terapi oksigen dan cairan IV.Terapi beta adrenergik aerosol nampaknya bermanfaat sedikit untuk sebagian besar pasien tetapi mungkin berguna pada anak dengan predisposisi yang mengarah ke bronkospasme.Karena bakteri bukan penyebab utama maka AB secara rutin sebaiknya tidak diberikan. Tetapi sering dokter memberikan di awal karena penemuan klinik dan radiologi sering menunjukkan kemungkinan pneumonia bakteri.Ribavirin dapat dipertimbangkan pada pasien yang menderita penyakit paru atau jantung dengan infeksi akut. Penggunaan obat ini membutuhkan peralatan khusus, generator aerosol partikel kecil dan pelaksana terlatih.
71. PNEUMONIAPneumonia adalah salah satu dari penyakit yang menyerang saluran respirasi bawah, terjadi penumpukan cairan pada alveolar, dan peradangan pada paru-paru.Penyakit infeksi ini dapat menyerang semua umur, tetapi lebih
sering terjadi pada anak-anak.Pneumonia dapat disertai dengan infeksi pada bronkhus dan dikenal dengan istilah bronkhopneumonia.
72. PrevalensiPneumonia merupakan 'predator ' balita nomor satu di negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia diseluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2 juta. Dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Persentase ini terbesar bahkan bila dibandingkan dengan diare (17 persen) dan malaria (8 persen).Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita cenderung meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia meningkat, berkisar 18,5 -38,8 persen. "Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi persoalan negera berkembang yang kondisi lingkungannya buruk dan malnutrisi.
73. EtiologiBakteri yang paling banyak menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae dan 75% kejadiannya mancapai fasa akut. Patogen lain seperti M.pneumoniae, Legionella, C.pneumoniae, H.influenzae, dan virus lain termasuk influenza juga merupakan penyebab terjadinya pneumonia.Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif basil dapat menyebabkan community-acquired pneumonia. Pneumonia atypical merupakan istilah untuk pneumonia yang disebabkan patogen atipikal dan tidak menimbulkan gejala.
74. Basil aerobik gram negatif dan Staphylococcus aureus merupakan agen penyebab penderita pneumonia dirawat di rumah sakit. Bakteri anaerob merupakan penyebab paling banyak pneumonia yang disertai aspirasi dari gastrik atau orofaring. Pneumonia pada balita dan anak-anak biasanya disebabkan infeksi mikroorganisme, sedangkan pada orang dewasa umumnya tidak disebabkan bakteri. Kasus pneumonia paling banyak terjadi pada pediatrik dan disebabkan oleh virus, terutama RSV, parainfluenza, dan adenovirus. M.pneumoniae merupakan agen penginfeksi bagi anak yang usianya lebih tua.
75. PatofisiologiMikroorganisme dapat masuk ke saluran respirasi bawah melalui 3 rute, yaitu : A. terhirup melalui materi aeorosol B. masuk melalui peredaran darah (daerah infeksi bukan dari paru-paru) C. aspirasi dari isi orofaring. Jika mekanisme pertahanan paru-paru optimum, maka organisme teraspirasi ini dapat dihilangkan. Akan tetapi, jika mekanismenya rusak, aspirasi merupakan agen potensial dari orofaring penyebab pneumonia. Penyakit neuromuskular dan sensori yang mengalami perubahan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan aspirasi. Infeksi pada paru-paru, seperti infeksi virus, membuat aktivitas antibakteri paru-paru menurun akibat penurunan fungsi makrofag alveolar dan klirens mukosiliaris. Transport mukosiliari juga menurun akibat narkotik dan etanol, obstruksi bronkus akibat mukus, tumor, dan kompresi ekstrinsik. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dalam mengeluarkan bakteri teraspirasi.
77. GejalaGejala pneumoniaGejala pneumonia oleh bakteri gram +/-Demam yang meningkat tajamBatuk produktifSputum berwarna atau berdarahNyeri dadaTakikardiatakipneaInfeksi L. Pneumonia dengan tanda malaise, letargi, lemh,anoreksia pada awalnya.Batuk kering tidak produktif -> produktif dengan
sputum purulent. Demam > 40 C yang berkaitan dengan bradikardi. Nyeri dada ⁰dan progresif dispnea, bunyi nafas halus.Gejala ekstrapulmonal : diare, mual, mialgia, atralgia, halusinasi, grand mal seizures.
78. DiagnosisDiagnosis pneumoniaDiagnosis pneumonia oleh bakteri gram positif/negatifRadiografi khasLaboratorium : leukositosis terutama sel poly morpho nuclear,O2 arteri rendahAdanya infiltrat baru di paru, demam, status pernafasan memberat, sekret kental dan ada neutrofilRadiografi : khas infiltrat segmental atau lobar yang padatLaboratorium : leukositosis terutama sel poly morpho nuclear,O2 arteri rendah
79. TerapiTujuan terapiEvaluasi terapiEradikasi patogen dan penyembuhan klinisMenurunkan morbiditasMenilai waktu hilangnya batuk, Produksi sputum, dan Hilangnya gejalaKemajuan dalam 2 hari pertama dan lengkap hilang 5 – 7 hari.
80. Terapi Non FarmakologiTerapi non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain : penerapan fisioterapi dada dan perbaikan nutrisi. Perbaikan nutrisi bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki fungsi sistem imun agar tubuh mampu mengeradikasi infektor penyebab patologi tersebut.
81. Terapi FarmakologiTetapkan : fungsi pernafasan, tanda – tanda sakit sistemik, dehidrasi, sepsis -> kolapsTerapi suportif : oksigen, cairan pengganti bronkodilator, fisioterapi dada, nutrisi, pengendalian demam.Antibiotik empirik dan spektrum luas. Bila kultur diketahui, sempitkan spektrum.Pencegahan dengan vaksin terhadap S. Pneumonia dan H. influenzae
Pencegahan terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat. Berikut beberapa langkah pencegahan untuk menghindari penularan penyakit ISPA, antara lain :
Banyak minum air putih terutama yang hangat dan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seperti buah-buahan segar terutama yang banyak mengandung vitamin C. Bila diperlukan konsumsikan pula vitamin dan zat antioksidan untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh.
cukup istirahat, hindari stres, dan melakukan olahraga secara teratur cuci tangan sesering mungkin dengan menggunakan sabun untuk mencegah
kuman. Hindari merokok dan asap rokok Jika tubuh sedang tidak fit, untuk sementara waktu hindari interaksi dengan
penderita ISPA, atau gunakan masker.
Herbal atau tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk mengatasi infeksi saluran pernafasan diantaranya mempunyai efek sebagai penurun panas (antipiretik), anti-infeksi, antiradang, antibiotik, antitussif (meredakan batuk), peluruh dahak, menghangatkan dan meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh (imunostimulator).
Beberapa jenis herbal tersebut antara lain :1.Sambiloto (Andrographis paniculata)
Infeksi saluran pernafasan akut — Presentation Transcript 1. InfeksiSaluranPernafasanAkut (ISPA)Linda Kirana S 20708303Ariana
Paramita 20710024Dwintha Lestari 20710025Ita Nur Anisa 20710026
2. DefinisiISPA adalahinfeksi yang berlansungsampai 14 hari.ISPA meliputisaluranpernafasanbagianatasdansaluranpernafasanbagianbawah.Yang dimaksudsaluranpernafasanadalah organ mulaidarihidungsampaigelembungparu, beserta organ-organ disekitarnyaseperti: sinus, ruangtelingatengah, danselaputparu.
3. INFEKSI SALURAN PERNAFASANInfeksi Pernafasan AtasOtitis MediaFaringitisSinusitisInfeksi Pernafasan BawahPneumoniaBronkitisBronkitis kronisbronkhiolotis
4. Infeksi Saluran Pernafasan Atas 5. InfeksiSaluranPernafasanAtasSetengah dari penyakit ini menimbulkan
gejala.Menyebabkan morbiditas signifikan dan peningkatan biaya kesehatan.Umumnya menyebabkan penyakit yang fatal.Penggunaan antibiotik yang berlebihan menjadi masalah utama.
6. Infections of the Upper Respiratory TractSite Disease AgentsNasal cavity Coryza (common cold) Many different viruses Chronic atrophic rhinitis Bacteria (Klebsiellaozaenae) RhinoscleromaKlebsiellarhinoscleromatis Invasive fungal infections Mucor, Aspergillus Nasal diphtheria Corynebacteriumdiphtheriae MucocutaneousleishmaniasisLeishmaniabraziliensis Syphilis (tertiary) Treponemapallidum Lepromatous leprosy Mycobacterium leprae RhinosporidiosisRhinosporidiumseeberi Paranasal sinuses Acute sinusitis Pyogenic bacteria Chronic sinusitis Pyogenic bacteriaAspergilloma("fungus ball") Aspergillus species Pharynx, tonsil Acute pharyngotonsillitis Many different viruses Streptococcus pyogenes Diphtheria Corynebacteriumdiphtheriae Pharyngeal gonorrhea Neisseriagonorrhoeae Peritonsillar abscess (quinsy) Pyogenic bacteria Infectious mononucleosis Epstein–Barr virusRetropharyngeal space Abscess Pyogenic bacteria Tuberculosis Mycobacterium tuberculosis Larynx Acute laryngitis Many different viruses Acute epiglottitis and laryngitis Haemophilusinfluenzae
7. OTITIS MEDIAOtitis adalah radang telinga, yang dapat ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran, tinnitus dan vertigo.PrevalensiUmumnyaterjadipadabayidananakanak. Di Amerikaserikat 75 % darisemuaanakanakmengalamisedikitnya 1 episode otitis media sebelumberumur 3 tahun20% Otitisterjadipadaorangdewasa yang memilikiriwayatinfeksi
9. PatofisiologiTerganggunyafaktorpertahanantubuh yang menjagakesterilantelingatengahSumbatan tuba eustakiussehinggapencegahaninvasikumantergangguLendirdalamtelingatengahmenyerapudara, jikaudaratidakberpindahmenyebabkancairankeluar . Cairanini media yang infeksiTubabaikuntukpertumbuhanmikroorganisme eustakiuspadaanakberbedadenganorangdewasamenyebabkandrainastelingatengahkurangbaik
10. PatofisiologiTuba eustakhiuspadaanakberbedadengandewasamenyebabkandrainasetelingatengahkurangbaik.Fungsi tuba eustakhius yang tidak normal menyebabkanreflukscairantransudatditelingatengahdanperkembanganbakteri.Bakteripenyebab:Streptococcus pnemoniae (35%)Haemophilusinflunzae (25%)Moxarellacatarrhalis(10%)
11. Pembagian Radang Telinga TengahPeradangantelingadibagiantengah yang dibagimenjadi :Otitis media akut ( cepatdanberdurasipendek)Otitis media kronik (lama)Otitis media sekretori/denganefusi
12. TerapiTujuanterapiMengendalikannyeri, menghilangkaninfeksidanmencegahkomplikasiMenghindaripenggunaanantibiotik yang tidakperluMeminimalkanreaksi yang tidakdiinginkan
13. TerapiNon FarmakologiFarmakologiUntukmengurangidemamdannyeridapatdiberikanacetaminofenatau bagiibuprofenTympanostomy (peletakantabungdibelakanggendangtelinga) OMA berulangadenoidectomy
14. Sebagian besar infeksi telinga menyelesaikan tanpa pengobatan antibiotik. Bagi sebagian besar anak-anak dengan OMA, dokter menyarankan menunggu 48-72 jam sebelum meresepkan antibiotik. Namun, anak-anak kurang dari 6 bulan harus menerima perawatan antibiotik segera. Orangtua dapat memberikan anak-anak yang lebih dari 6 bulan, ibuprofen atau asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit. Antibiotik tidak berguna bagi sebagian besar kasus OME. Dokter biasanya memantau anak-anak dengan OME selama 3 bulan untuk melihat apakah kondisi mereka membaik. Beberapa anak dengan gangguan pendengaran dan masalah-masalah perkembangan mungkin akhirnya memerlukan pembedahan. Memasukkan tabung ke gendang telinga (tympanostomy) adalah operasi yang biasa untuk masalah ini.
15. OTITIS MEDIA AKUTAdalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.Gejala:Sakit telinga yang berat dan menetap.Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara .Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºCGendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
16. Penyebabnya adalah bakteri atau virus. Seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenzae, S. anthemolyticus, P. vulgaris, dan P. aeruginosa. Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas. Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya penyumbatan pada sinus dan tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
17. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk menentukan organisme penyebabnya dilakukan pembiakan terhadap nanah atau cairan lainnya dari telinga.Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral. Pilihan pertama adalah amoxicillin, untuk penderita dewasa bisa diberikan penisilin dosis tinggi. Obat flu yang mengandung phenilephrine
bisa membantu membuka tuba eustakius dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin. Dilakukan miringotomi (tindakan insisi pada pars tensa membrane timpani agar terjadi drainasi secret dari telinga tenah ke telinga luar ). Ini dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah, diare atau gendang telinga menonjol.
18. Stadium penyumbatan tuba eustachius, tanda yang khaspada stadium iniadalahpenarikanmembran timpani padatelingakearahdalamakibattekanannegatif yang ditimbulkanolehsumbatanStadium Hiperemis, tampakpembuluhdarah yang melebardimembrantimbaniatauseluruhmembran timpani. Stadium Supurasi, bengkak yang hebatpadaselaputpermukaantelingatengahdanhancurnyasel-seldidalamtelingatengahmenyebabkancairan yang kentaltertimbunditelingatengahStadium Perforasi, pecahnya membrane timpani, dankeluarcairanputihStadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani akanmenyembuhjikarobekantidakterlalulebar, tetapijikarobekanlebar, stadium perforasidapatmenetapdanberubahmenjadiOtitis Media SupuratifKronik.
20. Algoritma Otitis Media Akut 21. OTITIS MEDIA KRONISOtitis media Kronis adalah infeksi menahun pada
telinga tengah. Otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut.Lama kejadiannyakuranglebih satu bulan. Ini berbeda dengan infeksi telinga akut (otitis media akut) yang biasanya berlangsung hanya beberapa minggu. Setelah infeksi akut, cairan (effusion) dapat tertinggal dibelakang gendang telinga (tympanic membrane)butuhwaktusampai tiga bulan sebelum menghilang. Otitis media kronis mungkin berkembang setelah periode waktu yang berkepanjangan dengan cairan (effusion) atau tekanan negatif dibelakang gendang telinga (tympanic membrane). Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui lubang pada gendang telinga. Otitis media kronis seringkali mulai tanpa nyeri dan demam. Tekanan telinga atau telinga yang meletus dapat menjadi gigih untuk berbulan-bulan. Adakalanya kehilangan pendengaran yang tidak kentara dapat disebabkan oleh otitis media kronis.
22. PatofisiologiOtitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh :Otitis media AkutPenyumbatan tuba eustakiusCedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba.Luka bakar karena panas atau zat kimia.
23. Manifestasi KlinisGejala bervariasi tergantung letak perforasi gendang telinganyaPerforasi SentralTelinga mengeluarkan nanah berbau busuk tanpa disertai rasa nyeri.Bila terus kambuh akan timbul polip (tonjolan) dari telinga tengahInfeksi yang menetap dapat menyebankan kerusakan tulang-tulang pendengaran yang selanjutnya menyebabkan tuli konduktif.Perforasi MarginalTerjadi tuli konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.
24. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga.
25. TerapiMembersihkan telinga, kemudian ke dalam telinga tengah dimasukkan cairan asam asetat dan hydrocortisone. Serangan yang lebih hebat diatasi dengan antibiotik per-oral. Biasanya dilakukan timpanoplasti untuk memperbaiki gendang telinga dan jika rantai tulang pendengaran mengalami kerusakan, bisa diperbaiki secara bersamaan.Pencegahan : Pengobatan otitis media akut bisa mengurangi resiko terjadinya otitis media kronik otitis media sekretoris.
26. OTITIS MEDIA SEKRETORISOtitis media sekretoris adalah suatu keadaan dimana cairan terkumpul di dalam telinga tengah Penyebabnya adalah otitis media akut yang belum sembuh total atau penyumbatan tuba eustakius.Salah satu ciri dari otitis media sekretoris adalah tidak adanya gejala yang nyata. Anak-anak yang lebih tua atau dewasa mungkin mengeluhkan pendengarannya yang berkurang atau telinganya terasa penuh
27. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk mengukur tekanan di telinga luar dan telinga tengah dilakukan pemeriksaan timpanometri. Adanya cairan di dalam telinga tengah bisa diketahui dengan melakukan pemeriskaan otoskop akustik atau reflektometri
28. TerapiPengobatanPemberian antibiotik dan MiringotomiPencegahan Vaksin pneumokokus bisa mencegah infeksi penyebab terjadinya otitis media akut yang bisa mengarah ke otitis media sekretoris.
29. Evaluasi TerapiGejalaotitis media akanhilangdalamwaktu 24 – 72 jam biladiterapidengantepatBilaotalgiaataudemamselamaterapitetapataukambuhmakaharus dicurugai infeksi bakteri yang menghasilkan betalaktamase, terapi dengan antibiotik yang aktif terhadap betalaktamase.Bilakambuhlagisetelah 1 bulan yang disebabkaninfeksikarenabakteri yang sama, terapidenganamoksisilindosistinggiatauantibiotikstabilbetalaktamase.Padaharike 10 terapidiperiksaulanguntukkemungkinanterjadinyaefusi.Bilaefusitetapadasampai 3 bulanpertimbangkan:Teruskanterapidenganamoksisilin 20 mg/kg bb/hari atau kotrimoksazol 4/20 mg/kg bbMiringotomydanpenyusupan tuba timpanostomiTerapi setiap episode otitis media akut dengan antibakteri yang tepat.
30. FARINGITISFaringitismerupakaninflamasi faring danjaringanlimfoidsekitarnyaakibatinfeksibakteriatau virusEtiologi:Penyebab: virus, bakteri group A beta hemolytic streptococci (Streptococcus pyogenes, Group A streptococcus/GAS)Padakasusinfeksi Group A streptococcus dapatterjadidemamrematik (0,3-3%)
32. ManifestasiKlinisSakittenggorokan (sore throat), disfagia (kesulitanmenelan), demam. Sulitmembedakangejalaklinisinfeksikarena virus ataubakteri.Infeksikarena Group A streptococcus GAS ditandaidengan: pembengkakankelenjarlimfa, tidakbatuk, demam >38⁰C
33. TerapiFaringitis virus diobatisecarasimtomatisTerapi GAS faringitis: penisilin;Untukanak <12 tahunpenisilinV, 2x250/hari, 10 hariataubenzathinpenisilinim 25000-50000 unit/kg, dosistunggalUntukdewasapenisillin V 500 mg 2x250/hari, 10 hariUntuk yang alergipenisilinberikaneritromisinestolat 20-30 mg/kbbb/hr
36. Acute BacterialSinusitisViral infection--> obstruction of ducts and compromise of mucocilary blanket--> acute infection from virulent organisms (most often S. pneumoniae and H. influenzae)--> opportunistic pathogensComplicates 0.5% of common URIMore common in adults than in children
43. ParanasalSinuses 44. Acute Sinusitis: ComplicationsMaxillary: usually uncomplicatedEthmoid:
cavernous sinus thrombosis (40% mortality)Frontal: osteomyelitis of frontal bone; cavernous sinus thrombosis; epidural, subdural, or intracerebral abscess; orbital extension
46. Acute Sinusitis: Complications (2)Sphenoid: Rare, but usually misdiagnosed, with grave consequences; extension to internal carotid artery, cavernous sinuses, pituitary, optic nerves; common misdiagnoses include ophthalmic migraine, aseptic meningitis, trigeminal neuralgia, cavernous sinus thrombosis
50. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah 51. BRONKITISMerupakan inflamasi pada trakheobronkial tidak termasuk
alveol, yang umumnya berhubungan dengan infeksi pernafasan umum.Diklasifikasikan menjadi : bronkitis akut dan bronkitis kronik.Bronkitis akut terutama terjadi selama musim dingin. Dengan faktor pencetus : cuaca dingin, lembab dan banyaknya zat pengiritasi seperti polusi udara, asap rokok.
52. PatofisiologiPenyebab utama adalah virus, terutama virus common cold, rhinovirus, coronavirus, virus patogen pada saluran pernafasan bawah : virus influenza, adenovirus, respiratory syncytial virus.Patogen penyebab lain adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Bordetella pertussis.Infeksi bronkus dan trakea menyebabkan membran mukosa udem dan merah serta peningkatan sekresi bronkus. Kerusakan epitel saluran pernafasan dapat dapat bervariasi dari ringan-berat dan dapat berpengaruh pada fungsi mukosiliari bronkus. Selain itu peningkatan sekresibronkial yang kental dan lengket akan
menggangu aktivitas mukosiliari. Infeksi saluran pernafasan akut mungkin berkaitan dengan peningkatan hiperreaktivitas saluran pernafasan dan mungkin menjadi patogenesis penyakit paru kronis obstrukif.
54. Manifestasi KlinikBronkitis dapat sembuh sendiri dan jarang menyebabkan kematian. Bronkitis akut biasanya diawali dengan infeksi saluran pernafasan atas. Pasien mengalami gejala yang tidak spesifik, seperti tidak enak badan, sakit kepala, ingusan, sakit leher.Batuk adalah penanda bronkitis akut yang terjadi awal dan akan menetap walaupun keluhan nasal dan nasofaring menghilang. Seringkali, awalnya, batuk nonproduktif tetapi berkembang menghasilkan sputum yang mukopurulen.
55. DiagnosaPemeriksaan dada menunjukkan adanya ronki dan bunyi tidak normal bilateral (rale moist bilateral). Foto sinar x menunjukkan hasil normal. Kultur bakteri sputum umumnya digunakan secara terbatas karena ketidakmampuan untuk meniadakan flora normal nasofaring dengan teknik sampling.Uji deteksi virus dapat digunakan bila diagnosa spesifik dibutuhkan. Kultur atau diagnosa serologi M. Pneumoniae dan kultur atau deteksi Ab langsung secara fluorescensi untuk B. Pertusis seharusnya dilakukan pada kasus berat dan lama bila perkiraan epidemiologi menunjukkan keterlibatan patogen tersebut.
56. TerapiTujuan terapi Membuat pasien nyaman dan pada kasus berat untuk mengobati dehidrasi dan gangguan respirasi.Terapi Farmakologi :Terapi simptomatik dan suportif. Antipireutik tunggal cukup. Kemudian istirahat dan analgesik-antipireutik lemah dapat mengatasi keluhan lemah dan demam. Aspirin atau paracetamol (650mg untuk dewasa dan atau 10-15mg/kg BB/dosis pada anak dengan dosis harian maksimum dewasa 4gram dan anak 60mg/kg)Atau gunakan ibuprofen 200-800mg pada dewasa, anak 10mg/kg. Dosis maksimum dewasa 3,2 gr dan 40mg/kg/dosis pada anak. Berikan setiap 4-6 jam.Pasien dianjurkan untuk minum cairan untuk mencegah dehidrasi dan kemungkinan penurunan sekresi respiratif dan kekentalan mukus.pada anak pemberian aspirin harus dihindari karena adanya hubungan antara penggunaan aspirin dengan munculnya sindroma Reye. Paracetamol lebih dianjurkan.
57. Terapi embun atau penggunaan uap dapat mengencerkan sekret. Batuk ringan yang menetap yang mengganggu dapat diterapi dengan deksometrofan. Terapi batuk yang lebih berat mungkin membutuhkan kodein atau obat yang sejenis.Penggunaan rutin antibiotik tidak dianjurkan, tetapi pada pasien dengan demam menetap dan gejala pernafasan lebih dari 4-6 hari, kemungkinan adanya infeksi bakteri harus dicurigai.Bila mungkin terapi antibiotik ditujukan terhadap patogen yang diantisipasi (misalnya Streptococcus penumoniae dan Haemophilus influenzae) dan atau bakteri yang dominan tumbuh pada kultur kerongkongan.M. Pneumoniae bila dicurigai atau positif aglutinin dingin (titer ≥ 1:32) atau dipastikan oleh kultur/serologi. Terapi dengan eritromisin atau analognya (klaritromisin atau azitromisin). Fluorokuinolon juga menunjukkan aktivitas terhadap patogen tersebut (misalnya gatifloksasin atau levofloksasin dosis tinggi) dan dapat digunakan pada orang dewasa.Selama epidemi yang melibatkan virus influenza A, Amantidin atau Rimantidin mungkin efektif untuk meminimkan gejala-gejala terkait bila diberikan di diawal penyakit.
58. BRONKITIS KRONIS Merupakan penyakit yang tidak spesifik pada orang dewasa. Biasanya pasien akan melaporkan batuk dengan sputum hampir sepanjang hari selama paling tidak 3 bulan berturutan setiap tahun selama 2 tahun berturutan.
59. Patofisiologi Bonkitis kronis terjadi akibat dari berbagai faktor pendukung termasuk merokok, terpapar debu, asap, polusi lingkungan, dan infeksi bakteri atau virus. Pada bronkitis kronis, dinding bronkus menebal dan jumlah mukus yang disekresi sel globet di permukaan epitel bronkus besar dan kecil meningkat nyata. Hipertropi kelenjar mukus dan dilatasi saluran kelenjar mukus juga ditemui. Akibatnya pasien dengan bronkitis kronis mempunyai lebih banyak mukus secara nyata di saluran nafas perifer dan selanjutnya akan mengganggu pertahanan paru normal dan menyebabkan penyumbatan mukus di saluran pernafasan yang lebih kecil. Selanjutnya kondisi patologis ini dapat menyebabkan parut pada bronkus kecil dan meningkatkan obstruksi saluran nafas dan perlemahan dinding bronkus.
61. Manifestasi KlinikPenanda bronkitis kronis adalah batuk, mulai dari batuk ringan perokok hingga batuk berat produktif dengan sputum purulen. Pengeluaran dahak jumlah banyak biasanya terjadi pada awal pagi, walau banyak pasien mengeluarkan dahak sepanjang hari. Sputum yang dikeluarkan biasanya kental lengket dan berwarna putih-kuning.Dengan pengecualian penemuan pulmonal, pemeriksaan fisik pasien dengan ringan-sedang bronkitis kronis umumnya tidak nyata.Penigkatan jumlah granulosit polimorfonukleus di sputum sering memperkuat iritasi bronkus, dimana jumlah eosinofil menunjukkan komponen alergi.
62. Manifestasi Klinik Bakteri terbanyak yang diidentifikasi dari sputum kultur, dinyatakan dalam % total kultur, yang diidentifikasi dari pasien-pasien yang menderita bronkitis kronis kambuhan akut adalah : 1. Haemophilus influenza 24%-26% sering betalaktamase + 2. Haemophilus parainfluenza 20% 3. Streptococcus pneumoniae 15% 4. Moraxella carrhalis 15% sering betalaktamase + 5. Klebsiella pneumoniae 4% 6. Serratia marcescens 2% 7. Nesisseria meningitidis 25% sering betalaktamase + 8. Pseudomonas aeruginosa 2%
63. TerapiTujuan terapi Mengurangi keparahan gejala dan menghilangkan kekambuhan akut dan mencapai perpanjangan interval yang bebas infeksi.Pendekatan umum Prinsip umum : Harus dinilai riwayat pekerjaan/lingkungan untuk menetapkan paparan yang mengganggu, gas mengiritasi seperti asap rokok. Awali dengan harus menurunkan paparan terhadap iritan bronkus.Pelembaban udara inspirasi dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga produksi sputum menjadi lebih efektif. Penggunaan aerosol mukolitik (asetilsistein, deoksiribonuklease) nilainya masih belum jelas. Drainase postural mungkin membantu pengeluaran sputum.
64. Terapi Farmakologi :Pada ekserbasi akut pemberian bronkodilator oral atau aerosol seperti albuterol aerosolUntuk pasien yang secara konsisten tetap menunjukkan keterbatasan dalam masuknya udara pernafasan, perubahan terapi bronkodilator harus dipertimbangkanPemilihan antibiotik harus dipertimbangkan resistensi patogen terhadap penisilin yaitu H. Influenzae 30-40%, M. Pneumoniae penghasil betalaktamase 95%,dan S. Pneumoniae 30%. Ampisilin sering
dipertimbangkan sebagai pilihan untuk bronkitis kronis ekserbasi akut, tetapi regimen dosis dan resisten terhadap betalaktamase membatasi keamanan dan cost effectiveness.Bila mikoplasma terlibat dalam infeksi, sebagai pilihan adalah AzitromisinFlourokinolon antibiotik alternatif yang efektif untuk dewasa terutama bila potegen adalah gram negatif atau untuk pasien yang parah. Beberapa S. Pneumonii resisten terhadap flourokinolon yang generasi awal, sehingga dibutuhkan generasi baru yaitu gatifloksasin.Pada pasien yang mempunyai riwayat kekambuhan, profilaksis antibiotik perlu. Bila tidak ada perbaikan secara klinik, selama periode yang sesuai misalnya 2-3bulan/tahun untuk 2-3 tahun,terapi profilaksis dihentikan.Antibiotik yang umum digunakan dengan durasi 10-14 hari.
66. BRONKHIOLOTISMerupakan infeksi virus akut pada saluran pernafasan bawah bayi yang menunjukkan pola musiman yang tetap, puncaknya selama musin dingin dan menetap sampai awal musim semi. Penyakit ini umumnya mempengaruhi bayi berumur 2-10 bulan.Penyebab utama, 45-60% adalah virus respiratory syncytial, penyebab kedua virus parainfluenza. Bakteri patogen sekunder hanyalah pada sedikit kasus.
67. Manifestasi KlinikGambaran klinik : Tanda dan gejala : Diawali dengan gelisah, demam rendah, batuk, ingusan. Gejala berkembang : muntah, diare, pernafasan berbunyi, peningkatan laju pernafasan. Pernafasan lambat dan sulit dengan dada tertarik, hidung memerah.Pemeriksaan FisikTakikardia, laju pernafasan 40-80/menit pada bayi di RS. Pernafasan berbunyi, konjungtivitas ringan pada sepertiga pasien, otitis media pada 5-10% pasien.
69. Pemeriksaan LaboratoriumSel darah putih perifer normal atau sedikit meningkat. Gas darah arteri : hipoksemia dan hipercarbia/hiperkapnia (jarang). Sering terjadi dehidrasi karena intake cairan kurang pada penderita yang batuk, demam, mual muntah.Diagnosa terutama berdasarkan pada penemuan klinik dan riwayat. Isolasi patogen akan menegakkan diagnosa dugaan.
70. TerapiBronkiolotis adalah penyakit yang sembuh sendiri dan umumnya tidak memerlukan terapi, selain menghilangkan kecemasan dan antipiretik, kecuali bila bayi hipoksia atau dehidrasi.Pada kasus berat, terapi pilihan adalah terapi oksigen dan cairan IV.Terapi beta adrenergik aerosol nampaknya bermanfaat sedikit untuk sebagian besar pasien tetapi mungkin berguna pada anak dengan predisposisi yang mengarah ke bronkospasme.Karena bakteri bukan penyebab utama maka AB secara rutin sebaiknya tidak diberikan. Tetapi sering dokter memberikan di awal karena penemuan klinik dan radiologi sering menunjukkan kemungkinan pneumonia bakteri.Ribavirin dapat dipertimbangkan pada pasien yang menderita penyakit paru atau jantung dengan infeksi akut. Penggunaan obat ini membutuhkan peralatan khusus, generator aerosol partikel kecil dan pelaksana terlatih.
71. PNEUMONIAPneumonia adalah salah satu dari penyakit yang menyerang saluran respirasi bawah, terjadi penumpukan cairan pada alveolar, dan peradangan pada paru-paru.Penyakit infeksi ini dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak.Pneumonia dapat disertai dengan infeksi pada bronkhus dan dikenal dengan istilah bronkhopneumonia.
72. PrevalensiPneumonia merupakan 'predator ' balita nomor satu di negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia diseluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2 juta. Dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Persentase ini terbesar bahkan bila dibandingkan dengan diare (17 persen) dan malaria (8 persen).Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita cenderung meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia meningkat, berkisar 18,5 -38,8 persen. "Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi persoalan negera berkembang yang kondisi lingkungannya buruk dan malnutrisi.
73. EtiologiBakteri yang paling banyak menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae dan 75% kejadiannya mancapai fasa akut. Patogen lain seperti M.pneumoniae, Legionella, C.pneumoniae, H.influenzae, dan virus lain termasuk influenza juga merupakan penyebab terjadinya pneumonia.Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif basil dapat menyebabkan community-acquired pneumonia. Pneumonia atypical merupakan istilah untuk pneumonia yang disebabkan patogen atipikal dan tidak menimbulkan gejala.
74. Basil aerobik gram negatif dan Staphylococcus aureus merupakan agen penyebab penderita pneumonia dirawat di rumah sakit. Bakteri anaerob merupakan penyebab paling banyak pneumonia yang disertai aspirasi dari gastrik atau orofaring. Pneumonia pada balita dan anak-anak biasanya disebabkan infeksi mikroorganisme, sedangkan pada orang dewasa umumnya tidak disebabkan bakteri. Kasus pneumonia paling banyak terjadi pada pediatrik dan disebabkan oleh virus, terutama RSV, parainfluenza, dan adenovirus. M.pneumoniae merupakan agen penginfeksi bagi anak yang usianya lebih tua.
75. PatofisiologiMikroorganisme dapat masuk ke saluran respirasi bawah melalui 3 rute, yaitu : A. terhirup melalui materi aeorosol B. masuk melalui peredaran darah (daerah infeksi bukan dari paru-paru) C. aspirasi dari isi orofaring. Jika mekanisme pertahanan paru-paru optimum, maka organisme teraspirasi ini dapat dihilangkan. Akan tetapi, jika mekanismenya rusak, aspirasi merupakan agen potensial dari orofaring penyebab pneumonia. Penyakit neuromuskular dan sensori yang mengalami perubahan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan aspirasi. Infeksi pada paru-paru, seperti infeksi virus, membuat aktivitas antibakteri paru-paru menurun akibat penurunan fungsi makrofag alveolar dan klirens mukosiliaris. Transport mukosiliari juga menurun akibat narkotik dan etanol, obstruksi bronkus akibat mukus, tumor, dan kompresi ekstrinsik. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dalam mengeluarkan bakteri teraspirasi.
77. GejalaGejala pneumoniaGejala pneumonia oleh bakteri gram +/-Demam yang meningkat tajamBatuk produktifSputum berwarna atau berdarahNyeri dadaTakikardiatakipneaInfeksi L. Pneumonia dengan tanda malaise, letargi, lemh,anoreksia pada awalnya.Batuk kering tidak produktif -> produktif dengan sputum purulent. Demam > 40⁰C yang berkaitan dengan bradikardi. Nyeri dada
dan progresif dispnea, bunyi nafas halus.Gejala ekstrapulmonal : diare, mual, mialgia, atralgia, halusinasi, grand mal seizures.
78. DiagnosisDiagnosis pneumoniaDiagnosis pneumonia oleh bakteri gram positif/negatifRadiografi khasLaboratorium : leukositosis terutama sel poly morpho nuclear,O2 arteri rendahAdanya infiltrat baru di paru, demam, status pernafasan memberat, sekret kental dan ada neutrofilRadiografi : khas infiltrat segmental atau lobar yang padatLaboratorium : leukositosis terutama sel poly morpho nuclear,O2 arteri rendah
79. TerapiTujuan terapiEvaluasi terapiEradikasi patogen dan penyembuhan klinisMenurunkan morbiditasMenilai waktu hilangnya batuk, Produksi sputum, dan Hilangnya gejalaKemajuan dalam 2 hari pertama dan lengkap hilang 5 – 7 hari.
80. Terapi Non FarmakologiTerapi non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain : penerapan fisioterapi dada dan perbaikan nutrisi. Perbaikan nutrisi bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki fungsi sistem imun agar tubuh mampu mengeradikasi infektor penyebab patologi tersebut.
81. Terapi FarmakologiTetapkan : fungsi pernafasan, tanda – tanda sakit sistemik, dehidrasi, sepsis -> kolapsTerapi suportif : oksigen, cairan pengganti bronkodilator, fisioterapi dada, nutrisi, pengendalian demam.Antibiotik empirik dan spektrum luas. Bila kultur diketahui, sempitkan spektrum.Pencegahan dengan vaksin terhadap S. Pneumonia dan H. influenzae