Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7 Program Buginesia, Universitas Hasanuddin Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-2132 2 Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari Spons Callyspongia sp. Isolation, Characterization, and Bioactivity of Secondary Metabolites Cloroform Extract of Sponges Callyspongia sp. Suriani 1) , Hanapi Usman 2) , Ahyar Ahmad 2) 1) Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin 2) Jurusan Kimia Universitas Hasanuddin ABSTRACT The isolation, structure determination and activity test against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs of secondary metabolites of sponges Callyspongia sp has been carried out. Separation techniques used consisted of maceration and fractination, while the structure of compounds were elucidated based on physical, spectroscopie UV and IR data. Two compounds that obtained were predicted as (1) Triterpenoid, and (2) Steroid. Compound (1) showed stronged toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs LC 50 58,86μg/mL and IC 50 0,365μg/mL with compound (2) showed high toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchine with LC 50 86,53 μg/mL and IC 50 22,69μg/mL, respectively. Keywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN Dibidang kelautan, Indonesia memegang peranan penting bagi dunia karena memiliki keragaman hayati laut tertinggi di dunia yang merupakan sumber daya organik. Di dalamnya terdapat 60.000 km persegi areal terumbu karang (spons) yang mencakup 15 % terumbu karang dunia (Kompas, 5 April 2004) Menurut Achmad (2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya organik yang melimpah, merupakan kekayaan yang sebagian besar belum diteliti kandungan kimianya. Oleh karenanya Indonesia adalah suatu negara yang sangat prospektif untuk mengembangkan kimia organik bahan alam khususnya bahan alam laut. Spons merupakan biota laut yang multiseluler primitive (metazoan) tanpa jaringan nyata, yang merupakan sumber metabolit sekunder terkaya (Eru,2005 & Romimohtarto, 2001). Jumlah penyebarannya sangat banyak. Ada 15.000 spesies spons laut di seluruh dunia dan sekitar 45 % senyawa bioaktif laut ditemukan pada spons laut (Anonim, 2006). Perjalanan pencarian obat dari spons dibeberapa perairan Indonesia sudah dilakukan, namun masih banyak lokasi di Indonesia yang belum tersentuh (Wahyuono,2003). Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan wilayah Indonesia. Spons ini adalah salah satu biota laut yang mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat (Satari, 1999). Isolat dari spons ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba dan antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996) dan juga beberapa metabolit sekunder yang memiliki bioaktifitas telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons Indonesia antara lain β-sitosterol; Cholest-5-en-3β-ol; Cholestan-3β-ol; Ergosta- 5,22-dien-3β-ol; 9,19-Siklocholest-24-en-3β-ol; dan Ergost- 5-en-3β-ol, senyawa tersebut menunjukkan toksisitas terhadap A.salina (Sapar, 2004). Barangamide, brianthein, aaptamin, lembehyne, dan bitungolides (Rachmaniar, 2003). Senyawa-senyawa lain masih banyak diteliti dan dilaporkan mempunyai aktivitas farmakologis seperti caminoside A dan swinhoeiamide A (Astuti, 2003). Analisis yang dilakukan terhadap spons Xestospongia aschmorica menghasilkan empat senyawa manzamine baru dengan aktivitas antibakteri (Endrada et al., 1996). Manzamin A yang sebelumnya banyak diteliti karena potensinya sebagai senyawa antikanker mampu menghambat parasit malaria. Peptida pendek dan siklo peptide dari Theonella sp. Dan Microscleroderma sp. (Schmidt and Fusetani et al., 1999) yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan pengobatan penyakit pada manusia dan hewan (Schmidt and Faulkner,1998; Fusetani et al., 1999; dalam Sapar, 2004). Bunga karang yang aktif sebagai bakterisida pada komoditas perikanan antara lain Callyspongia sp, Halicondria sp, dan Auletta sp (Rosmiati & Suryati, 2001). Namun sejauh ini belum banyak data penelitian yang mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp sebagai bahan baku obat pada penyakit manusia dan hewan yang bersifat sebagai anti kanker. Oleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7 Program Buginesia, Universitas Hasanuddin
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-2132
2
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari Spons Callyspongia sp.
Isolation, Characterization, and Bioactivity of Secondary Metabolites Cloroform Extract of
Sponges Callyspongia sp.
Suriani1), Hanapi Usman2), Ahyar Ahmad2) 1)Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
2)Jurusan Kimia Universitas Hasanuddin
ABSTRACT The isolation, structure determination and activity test against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs of secondary metabolites of sponges Callyspongia sp has been carried out. Separation techniques used consisted of maceration and fractination, while the structure of compounds were elucidated based on physical, spectroscopie UV and IR data. Two compounds that obtained were predicted as (1) Triterpenoid, and (2) Steroid. Compound (1) showed stronged toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs LC50 58,86µg/mL and IC50 0,365µg/mL with compound (2) showed high toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchine with LC50 86,53 µg/mL and IC50 22,69µg/mL, respectively.
Dibidang kelautan, Indonesia memegang peranan penting bagi dunia karena memiliki keragaman hayati laut tertinggi di dunia yang merupakan sumber daya organik. Di dalamnya terdapat 60.000 km persegi areal terumbu karang (spons) yang mencakup 15 % terumbu karang dunia (Kompas, 5 April 2004)
Menurut Achmad (2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya organik yang melimpah, merupakan kekayaan yang sebagian besar belum diteliti kandungan kimianya. Oleh karenanya Indonesia adalah suatu negara yang sangat prospektif untuk mengembangkan kimia organik bahan alam khususnya bahan alam laut.
Spons merupakan biota laut yang multiseluler primitive (metazoan) tanpa jaringan nyata, yang merupakan sumber metabolit sekunder terkaya (Eru,2005 & Romimohtarto, 2001). Jumlah penyebarannya sangat banyak. Ada 15.000 spesies spons laut di seluruh dunia dan sekitar 45 % senyawa bioaktif laut ditemukan pada spons laut (Anonim, 2006). Perjalanan pencarian obat dari spons dibeberapa perairan Indonesia sudah dilakukan, namun masih banyak lokasi di Indonesia yang belum tersentuh (Wahyuono,2003).
Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan wilayah
Indonesia. Spons ini adalah salah satu biota laut yang mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat (Satari, 1999). Isolat dari spons ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba dan antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996) dan juga beberapa metabolit sekunder yang memiliki bioaktifitas telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons Indonesia antara lain β-sitosterol; Cholest-5-en-3β-ol; Cholestan-3β-ol; Ergosta-5,22-dien-3β-ol; 9,19-Siklocholest-24-en-3β-ol; dan Ergost-5-en-3β-ol, senyawa tersebut menunjukkan toksisitas terhadap A.salina (Sapar, 2004). Barangamide, brianthein, aaptamin, lembehyne, dan bitungolides (Rachmaniar, 2003). Senyawa-senyawa lain masih banyak diteliti dan dilaporkan mempunyai aktivitas farmakologis seperti caminoside A dan swinhoeiamide A (Astuti, 2003). Analisis yang dilakukan terhadap spons Xestospongia aschmorica menghasilkan empat senyawa manzamine baru dengan aktivitas antibakteri (Endrada et al., 1996). Manzamin A yang sebelumnya banyak diteliti karena potensinya sebagai senyawa antikanker mampu menghambat parasit malaria. Peptida pendek dan siklo peptide dari Theonella sp. Dan Microscleroderma sp. (Schmidt and Fusetani et al., 1999) yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan pengobatan penyakit pada manusia dan hewan (Schmidt and Faulkner,1998; Fusetani et al., 1999; dalam Sapar, 2004). Bunga karang yang aktif sebagai bakterisida pada komoditas perikanan antara lain Callyspongia sp, Halicondria sp, dan Auletta sp (Rosmiati & Suryati, 2001).
Namun sejauh ini belum banyak data penelitian yang mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp sebagai bahan baku obat pada penyakit manusia dan hewan yang bersifat sebagai anti kanker. Oleh
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1
3
karena itu perlu dilakukan penelusuran senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp serta uji toksisitas sebagai anti kanker dengan menggunakan uji BST dan antimitotik masing-masing menggunakan benur udang A. Salina dan telur bulubabi.
METODE PENELITIAN
1. Isolasi dan pemurnian senyawa metabolit sekunder dari spons
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada metode yang sering digunakan dalam mengisolasi senyawa kimia bahan alam yang meliputi pemilihan spesies spons, penentuan lokasi pengambilan sampel, persiapan dan pengambilan sampel hewan, maserasi, partisi, fraksinasi dan analisis spektroskopi dari senyawa murni yang diperoleh dan dilanjutkan dengan uji aktivitas dari senyawa yang diperoleh (Soekamto, 2003). 2. Uji Bioaktivitas a. uji toksisitas dengan menggunakan metode
Brine Shrimp lethality test (BST)
Masing-masing sebanyak 1 mg sampel dalam tabung ependorf dilarutkan dalam DMSO sebanyak 100 µL kemudian diencerkan dengan 150 µL aquades. Dari pengenceran tersebut diambil 200 µL diencerkan kembali dengan 600 µL aquades. Selanjutnya pengenceran dilakukan dalam mikroplate dengan konsentrasi yang divariasi dan volume sampel tiap lubang 100 µL secara triplo. Larva udang A. salina yang berumur 48 jam dipipet sebanyak 100 µL dengan jumlah benur 7-15 ekor, dimasukkan dalam mikroplate (96-well plate) yang berisi sampel kemudian diinkubasi selama 24 jam dilakukan juga pada DMSO tanpa sampel sebagai control negative. Selanjutnya dihitung udang yang mati dan yang hidup serta ditentukan LC50 dengan program “ Bliss method” (Meyer, 1982).
b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur Bulubabi
Tabung eppendoff yang berisi sampel ditambahkan air laut sesuai perhitungan untuk mencukupkan volume akhir hingga 1 ml. Kemudian dalam tabung tersebut ditambahkan zigot sebanyak 100 µg/ml setelah 10 menit terjadi fertilisasi. Dilakukan pengulangan 3 kali untuk tiap sampel uji dan kontrol. Selanjutnya disimpan pada suhu 15 – 20 oC dengan diselingi pengocokan. Pengamatan sel yang membelah dilakukan setelah 2 jam inkubasi dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera.
3. Penentuan Struktur Senyawa
Penentuan struktur senyawa dapat dilakukan berdasarkan pengukuran instrument seperti UV dan IR terhadap senyawa bioaktif yang telah dimurnikan.
HASIL PENELITIAN
1. Ekstraksi dan Fraksinasi Hasil maserasi ekstrak kloroform setelah disaring dievaporasi pada tekanan rendah diperoleh maserat kental berupa residu berwarna coklat sebanyak 1044 mL dan secara konversi berat pervolume diperoleh ekstrak sebanyak 48 g. Hasil ekstraksi cair-cair dalam corong pisah berturut-turut dengan pelarut n-heksan, kloroform dan etil asetat pada penguapan mengunakan alat rotary vapor dengan tekanan rendah diperoleh ekstrak n-heksan (3,8g), kloroform (6,8g), dan etil asetat (2,6g) Ekstrak kloroform (6,8g) tersebut selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan KKV dan eluen n-heksan, campuran n-hesan-etil asetat dengan peningkatan kepolaran diperoleh 27 fraksi. Berdasarkan analisis KLT fraksi dengan Rf yang sama digabung hingga diperoleh 4 fraksi utama (A-D), kemudian dievaporasi dan ditentukan beratnya serta dimonitor dengan KLT.
Fraksi X merupakan gabungan fraksi A dan fraksi B, setelah difraksinasi dengan KKT menggunakan eluen n-heksan, campuran n-heksan etil asetat dengan peningkatan kepolaran diperoleh 32 fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi berdasarkan analisis KLT menghasilkan 9 fraksi utama (X1 –X9 ).
Fraksi utama ke-2 (X2) sebanyak 13,2 mg berupa serbuk putih kekuningan, dikristalisasi dan direkristalisasi dengan metanol diperoleh senyawa (1) berupa serbuk putih sebanyak 6,4 mg dengan titik leleh 176 –177 oC. Kemurnian senyawa tersebut dengan melalui analisis KLT yang menunjukkan noda tunggal dengan tiga macam sistem eluen.
Fraksi utama ke-3 (X3) setelah dikristalisasi dengan aseton menghasilkan senyawa (2) yang berupa kristal putih sebanyak 4,2 mg. Kristal tersebut larut dalam pelarut n-heksan. Fraksi utama C difraksinasi lebih lanjut dengan menggunakan KKT dengan eluen etil-asetat–n-heksan 40% diperoleh 5 fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi berdasarkan analisis KLT. menghasilkan 2 fraksi utama (C1 – C2). Setelah fraksi C1 dikristalisai dengan aseton kemudian fraksi C1 dan fraksi X3 dianalisis dengan KLT secara bersama-sama, karena analisis KLT mempunyai nili Rf yang sama sehingga fraksi C1 dan fraksi X3 digabung diperoleh senyawa (2) berbentuk kristal putih sebanyak 5,4 mg dengan titik leleh 187 – 189 oC. Karakter senyawa tidak berpendar dibawah UV, namun dengan menggunakan pereaksi penampak noda seriumsulfat menunjukkan noda mula-mula berwarna biru kemudian memudar dan larut dalam kloroform. Kemurnian senyawa (2) dibuktikan melalui analisis KLT dengan tiga macam sistem eluen yang menunjukkan noda tunggal.
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1
4
2. Uji Bioaktivitas. Uji toksisitas dengan menggunakan metode Brine Shrimp lethality test (BST) Tabel 1. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) ekstrak spons callysponga sp. fraksi n-heksan, kloroform dan etil asetat
No Ekstrak Berat
(g) Aktivitas
(LC50) (µg/mL)
1. 2. 3.
n-Heksan Kloroform Etil asetat
3,8 6,8 2,6
230,25 94,53 435,38
Tabel 2. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) 4 fraksi
utama hasil fraksinasi ekstrak kloroform spons Callyspongia sp .
No Fraksi
utama Berat (mg)
Aktivitas (LC50)
(µg/mL)
1. 2. 3. 4.
Fraksi A Fraksi B Fraksi C Fraksi D
134 87 43 32
58,86 152,09 184,33 741,09
Tabel 3. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) fraksi-
fraksi utama hasil fraksinasi fraksi A+B (fraksi X) dan fraksi C
No Fraksi Berat
(mg) Aktivitas
(LC50) (µg/mL)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
X1 X2 X3-C1 X4 X5 X6 X7 X8 X9
3,3 13,2 14,6 5,2 4,6 3,7 4,3 4,5 3,2
- 11,83 68,32
- 758,46 471,29 778,09 358,70
-
Tabel 4. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) senyawa (isolat tunggal)
No Senyawa Berat (mg)
Aktivitas (LC50)
(µg/mL) 1. 2.
Senyawa 1 Senyawa 2
6,4 mg 9,6 mg
58,86 86,53
b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur Bulubabi Tabel 5. Nilai aktivitas (IC50 dalam µg/mL) ekstrak kloroform dan senyawa (isolat tunggal)
No Senyawa Berat
Aktivitas (IC50 )
(µg/mL) 1.
2. 3.
Ekstrak kloroform Senyawa 1 Senyawa 2
6,8 g
6,4 mg 9,6 mg
5,337
0,365 22,69
3. Pengukuran Spektroskopi
Senyawa (1) diperoleh sebagai serbuk berwarna putih dengan titik leleh 176 – 177 oC. UV (MeOH) λmax: 237 nm dan 366 nm; penambahan pereaksi NaOH menunjukkan λmax : 237 nm dan 366 nm; spektrum IR (Kbr) Vmax cm-1
:>3000 cm-1 (OH), 2918, 2962, 2850 cm-1 (C-H alifatik) 1705 cm-1 (C=O), 1261, cm-1 (O-CH3), 1097 cm-1 (C-O), 1465 cm-1 dan 1407 cm-1 (CH2 dan CH3) serta tekukan keluar bidang C-H pada serapan 865, 801 dan 720 cm-1
Senyawa (2) dperoleh sebagai kristal berwarna putih dengan titik leleh 187 – 189 oC. UV (MeOH) λmax : 229 nm dan 274 nm; penambahan pereaksi geser NaOH menunjukkan λmax : 229 nm dan 274 nm; spektrum IR (Kbr) Vmax cm-1 : 3433 cm-1 (OH), 2924 dan 2851 cm-1 (C-H alifatik) 1107 (C-O), 1710 cm-1 (C=O), 1464 dan 1374 cm-1
(CH2 dan CH3) serta serapan tekukan keluar bidang C-H pada serapan 959, 879 dan 793 cm-1.
PEMBAHASAN
1. Interpretasi senyawa
Senyawa 1 diperoleh berbentuk serbuk berwarna putih dengan titik leleh 176–177 oC. Hasil uji kualitatif dengan pereaksi Liebermann Burchard menunjukkan positif warna merah ungu yang mengindikasikan golongan senyawa triterpenoid.
Dari spektrum UV tampak bahwa senyawa 1 memberikan pita serapan maksimum pada daerah panjang
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1
5
gelombang λmaks 237 nm (9230) dan serapan pada panjang gelombang λmaks 366 nm (727), setelah penambahan pereaksi geser NaOH tidak menyebabkan pergeseran panjang gelombang yang mengindikasikan bahwa tidak ada pergeseran gugus hidroksil.
Dari data spektrum IR tersebut di atas, nampak adanya serapan pada νmaks >3000 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH, serapan pada 2918, 2962, 2850 cm-1
yang sangat kuat dan tajam menunjukkan adanya gugus C-H alifatik diikuti dengan serapan pada νmaks 1463 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH2 dan serapan pada νmaks 1385 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH3 yang khas untuk golongan triterpenoid (Yoshihiro et al, 2001). Serapan pada 1705 cm-1 yang menunjukkan regangan ulur ikatan C=O sebagai keton siklik, serapan pada 1261 cm-1 menunjukkan adanya gugus metoksi dan serapan pada 1097 cm-1 merupakan regangan ulur dari C-O alkohol sekunder serta tekukan keluar bidang gugus C-H pada serapan 865, 801 dan 720 cm-1 (Gambar 2).
Berdasarkan data-data di atas dan hasil studi literatur senyawa-senyawa triterpenoid maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 1 adalah senyawa golongan triterpen.
Senyawa 2 diperoleh berbentuk kristal berwarna putih dengan titik leleh 187– 189 oC. Karakter senyawa ini tidak berpendar dibawah UV, namun dengan menggunakan pereaksi penampak noda seriumsulfat menunjukkan noda mula-mula berwarna biru kemudian memudar dan larut dalam kloroform. Hasil uji kualitatif dengan pereaksi Liebermann Burchard menghasilkan warna hijau biru yang mengindikasikan senyawa golongan steroid hal ini juga didukung dengan adanya analisis spektrum UV dan IR.
Dari spektrum UV senyawa 2 diperoleh serapan maksimum pada λmax 229 nm (6543) dan 274 nm (2592). Penambahan pereaksi geser NaOH tidak mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ditunjukkan pada serapan λmax 229 dan 274 nm yang mengindikasikan tidak ada pergeseran gugus hidroksil.
Selanjutnya informasi mengenai senyawa 2 sebagai senyawa steroid diperoleh dari spektrum infra merah (Gambar 4) nampak adanya bilangan gelombang maksimum pada daerah νmaks 3433 cm-1 yang merupakan serapan untuk gugus OH (hidroksil), indikasi terhadap adanya gugus hidroksil didukung oleh serapan pada daerah νmaks 1107 cm-1 merupakan regangan ulur dari C-O alkohol sekunder yang khas untuk golongan steroid (Guogiang et al, 2005). Pada bilangan gelombang νmaks 2924, 2851 cm-1 terdapat serapan yang sangat kuat dan tajam menunjukkan adanya gugus C-H alifatik diikuti dengan serapan pada νmaks 1464 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH2 dan serapan pada νmaks 1374 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH3. Bilangan gelombang pada νmaks 1710 cm-1
menunjukkan adanya serapan gugus karbonil (C=O) sebagai keton siklik dan bilangan gelombang pada gelombang νmaks 1259 cm-1 yang kuat menunjukkan adanya gugus metoksi serta tekukan keluar bidang C-H pada serapan 959,879 dan 793 cm-1.
Berdasarkan data-data di atas dan hasil studi literatur senyawa-senyawa steroid maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 2 adalah senyawa golongan steroid. 2. Uji Bioaktivitas Senyawa Metabolit Sekunder a. Uji toksisitas dengan menggunakan metode Brine Shrimp lethality test (BST) Metabolit sekunder ekstrak n-heksan, fraksi-fraksi, dan isolat tunggal yang diperoleh dari spons Callyspongia sp. diuji aktivitasnya dengan menggunakan udang A.salina sesuai dengan cara yang diuraikan oleh Meyer. Hasil uji menunjukkan adanya toksisitas yang cukup tinggi bahkan ada yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi. Berdasarkan suatu ketentuan, senyawa murni dikatakan aktif apabila nilai LC50 di bawah atau sama dengan 200 µ g/mL dan 500
µ g/mL untuk ekstrak atau fraksi (Anderson et al, 1991).
Aktivitas ekstrak awal (ekstrak n-heksan, kloroform, dan etil asetat) terhadap benur udang A. salina dengan nilai LC50 masing-masing 230,25µ g/mL, 94,53
µ g/mL, dan 435,38µ g/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa
ekstrak kloroform sangat aktif, dan ekstrak n-heksan tergolong aktif sedangkan ekstrak etil asetat cukup aktif. Kemudian empat fraksi utama hasil fraksinasi ekstrak kloroform, hanya satu fraksi yang dikategorikan tidak aktif yaitu fraksi D. Fraksi A, fraksi B dan fraksi C mempunyai nilai LC50 rata-rata dibawah 200 µ g/mL (Tabel 2) sehingga
tergolong aktif terhadap benur udang A. salina. Hal ini mengindikasikan bahwa fraksi-fraksi dari ekstrak kloroform spons Callyspongia sp kemungkinan mengandung senyawa yang bersifat bioaktif atau kemungkinan terdapat beberapa senyawa yang tidak aktif yang bergabung dan saling memperkuat bioaktivitasnya sehingga menyebabkan fraksi tersebut aktif.
Fraksi yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi, yaitu fraksi A dengan LC50 58,86 µ g/mL menunjukkan
bahwa pada fraksi ini terdapat senyawa yang sangat aktif atau bersifat bioaktif. Hal ini didukung dengan ditemukannya senyawa golongan triterpenoid. Senyawa ini menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap benur udang Artemia salina dengan nilai LC50 42,97 µ g/mL (Ulfa,
2006). Aktivitas yang sangat tinggi pada senyawa triterpenoid dengan gugus asam karboksilat juga dijumpai pada asam (24Z)-3-oksotirukalla-7,24-dien-26-oat dan asam epi-oleanolat (Gambar 5) yang berhasil diisolasi dari daun Celaenododendron mexicanum (Euphorbiaceae). Kedua senyawa ini mempunyai aktivitas anti-protozoa ( Manuel et al., 2001).
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1
6
Gambar 5. Struktur Molekul Senyawa Triterpenoid Asam Karboksilat
Fraksi B dan fraksi C dengan LC50 masing-masing 152,09µ g/mL dan 184,33µ g/mL juga
tergolong fraksi yang aktif. Hasil fraksinasi fraksi X (fraksi A + fraksi B ) dan fraksi C juga memperlihatkan fraksi yang tergolong aktif yaitu fraksi X2 11,83 µ g/mL dan fraksi X3 + C2 68,32µ g/mL kecuali
fraksi X5 758,46µ g/mL, fraksi X6 471,29µ g/mL,
fraksi X7 778,09 µ g/mL dan fraksi X8
358,70µ g/mL. Fraksi X1, Fraksi X4 dan fraksi X9
tidak dilakukan uji bioaktivitas karena tidak larut dalam larutan uji yang digunakan dalam hal ini adalah DMSO
Kemudian fraksi X3 + C1 yang aktivitasnya tergolong sangat tinggi (68,32µ g/mL) setelah
direksistalisasi diperoleh senyawa (2) yang dipastikan sebagai senyawa golongan steroid dengan LC50 86,53 µ g/mL menunjukkan bahwa pada fraksi ini terdapat
senyawa yang bersifat bioaktif. Hal ini didukung dengan ditemukannya senyawa golongan steroid pada fraksi tersebut. Senyawa ini menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap benur udang A. salina dengan nilai LC50 76 µ g/mL (Sapar, 2004).
Golongan senyawa steroid yang hampir selalu dapat ditemukan pada hewan dan tumbuhan. Senyawa ini diduga terbentuk dari asam asetat melalui jalur asam mevalonat kemudian mengalami beberapa reaksi kondensasi, siklisasi dan sebagainya hingga terbentuk senyawa antara/intermediate. Penggunaan senyawa-senyawa aktif farmakologik yang berasal dari alam seperti turunan steroid sangat penting artinya ditinjau dari segi kesehatan karena efek sampingnya relatif kecil dibanding dengan senyawa sintetik. Di samping
itu, bahan baku senyawa-senyawa ini juga dapat diperbaharui. Senyawa golongan steroid seperti β -sitosterol
memiliki efek farmakologis yaitu mampu menghambat kerja enzim yang mengkonversi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) yang merupakan penyebab terjadinya kanker prostat (Renai Sante dalam Sapar, 2004).
Gambar 6. Struktur molekul senyawa steroid ( β -sitosterol)
b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur Bulubabi
Metabolit sekunder ekstrak kloroform dan isolat tunggal yang diperoleh dari spons Callyspongia sp diuji aktivitasnya dengan menggunakan sel telur Bulubabi. Hasil uji menunjukkan adanya toksisitas yang cukup tinggi bahkan ada yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi. Pengelompokan terhadap aktivitas sitotoksik didasarkan pada kriteria sitotoksisitas yang tinggi bila IC50 < 4 µg/mL untuk senyawa murni dan IC50 < 20 µg/mL untuk ekstrak total (Hostettmann,1991).
Uji aktivitas ekstrak kloroform, senyawa (1) dan senyawa (2) terhadap sel telur Bulubabi masing-masing 5,337 µg/mL,0,365 µg/mL dan 22,69 µg/mL. Berdasarkan kriteria pengelompokan maka ekstrak kloroform dan senyawa (1) memiliki toksisitas yang sangat tinggi sedangkan senyawa (2) memiliki toksisitas cukup tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan bahwa ekstrak atau fraksi yang bersifat aktif setelah difraksinasi lebih lanjut akan menghasilkan fraksi atau senyawa murni yang juga bersifat aktif seperti pada fraksi X2
dan X3 +C1 diatas. Tetapi tidak menutup kemungkinan pada ekstrak atau fraksi yang tergolong aktif ditemukan atau terdapat senyawa yang tidak aktif khususnya terhadap benur udang A. salina dan sel telur Bulubabi.
KESIMPULAN
Hasil interpretasi data fisik dan spektrum (UV dan
IR) menghasilkan 2 jenis senyawa yang diperoleh merupakan (1) senyawa triterpendid dan (2) senyawa steroid. Hasil uji bioaktif yang dilakukan terhadap benur udang Artemia salina Leach dan sel telur Bulubabi memperlihatkan bahwa senyawa (1) sangat toksik terhadap Artemia salina dan sel telur Bulubabi masing-masing LC50 58,86 µg/mLdan IC50 0,365 g/mL sedang senyawa (2) cukup toksik terhadap
HO
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1
7
Artemia salina dan sel telur Bulubabi dengan LC50 86,53 µg/mL dan IC50 22,69µg/mL.
SARAN
Callyspongia sp berpotensi untuk
dikembangkan sebagai fitofarmaka mengingat senyawa yang terkandung di dalamnya bersifat bioaktif. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi lebih jauh dan analisis spektrum lebih lanjut agar dapat diketahui secar pasti struktur senyawa yang terkandung di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. 2004. Empat puluh tahun dalam kimia
organic bahan alam tumbuh-tumbuhan tropika Indonesia, Rekoleksi dan Prospek. Bulletin of The Indonesian Society of Natural Products Chemistry, 4(2): 5 -54.
Anderson, J.E., Goetz, C.M, and McLaughlin, J.L. 1990. A blind Comparison of Simple Banch-top Bioassay and Human Tumour Cell Cytotoxicities as Anti tumour Prescreen. Phytochemical Analysis . 6: 107-111
Anonim, 2003. Foundation Scuba Diver Indonesia. http:/www.Terangi.or.id/ Indonesian/terumbu-Indon, diakses 12 April 2005.
Anonim, 2006, Mencari Obat Mujarab Laut. http:/www. Forek.or.id, diakses 25 Mei 2006.
Amir,I & Bidiyanto,A., 1996, Mengenal Spons Laut
(Demospongia) Sec. Umum. Oseana, Vol 21 No 2, Lipi, Jakarta.
Astuti, P., 2003, Spons Invertebrata Laut Berpotensi sebagai Sumber Bahan Baku Obat Alam, vol 8 No.26 Oktober-Desember (Edisi khusus). Bagian Biologi-Farmasi, UGM, Yogyakarta.
Barnes, R., P. Calon and P. Olive, 1989. The Invertebrata. Blacwell Scientific Pub. Oxford. London. Edinburg. Boston Melborne. Five Pub: 49-53.
Barnes., R.S.K., 1999. A new Synthesis. Second Edition. Blacwel Science, UK, 49-52.
Caraan, G.B., Lazaro,J.E., Concepcio, G.P., 1994, Biological Assays for Screening of Marine Samples, Second Marine Natural Product Workshop, Marine Science Institute and Institute of Chemistry, University of the Philipines.
Dini, I. 2005. Penelusuran Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.) dan Bioaktivitasnya terhadap Artemia salina Leach. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Kimia Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Eru Wibowo, A., dkk., 2005, Studi Eksplorasi Senyawa Metabolit Sekunder dari biota Laut, Pusat Pengkajian dan penerapan Teknologi Farmasi dan
Medika. http:/www. Iptek.com, diakses 12 April 2005. Fusetani, N.,J Warabi, K. Nogata, Y., Nakao, Y &
Matsunaga, S. 1997. Koshikamide Al, a new Cytotoxic Linear Peptide Isolated from a Marine Sponge, Theonella sp. Tetrahedron letters 40, 4687-4690.
Garson, M.J., 1994. The Biosynthesis of Sponge Secondary Metabolites: Why it is Important? In : Soest, R. W. M. van, Th. M.G. van Kempen and J. C. Braekman, Sponges in Time and space. Proc. 4 th Int. Porifera Congr. Rotterda: Balkema.
Gatot, D. 1984. Kemoterapi Tumor Ganas dalam “Tumor Ganas pada Anak”. Bagian Patologi Anatomik, FK-UI, Jakarta, 99-105.
Gan, S. 1987. Anti Kanker dalam “ Farmakologi dan Terapi”, Edisi III, Bagian Farmakologi FK-UI, Jakarta. 625-626, 635..
Gisela P.C., Gina, C., dan Lazaro, J.E. 1994. Biological Essay For Screening Of Marine Samples, “In Natural Produst Workshop”, Work Book, Marine Science Institut, University Of The Philiphines, Philiphine, 15-18.
Guogiang Li, Zhiwei, D., Huasi, G., Leen van, O., Peter, P & Wenhan, L. 2005. Steroids from the soft coral Dendrophyta sp. www.elsevier.com/locate/steroids. Diakses 22 Februari 2006.
Hadi, S. and John B. Bremner. 2001. Initial Studies on Alkaloids from Lombok Medicinal Plants: Molecules. Departement of Chemistry; University of Wollongong; Wollongong V. 6. 117-129, Australia.
Harryanto, A.R., Aru, W.S., 1990. Kemoterpi Kanker dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 524-529.
Hooper, J.N,A., 1997. Guide to Sponge Collection and Identification. Version Merch. Queensland Museum South Brisbane, Queensland.
Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A. 1991. Isolasi dan Uji Sitotoksik Senyawa Bahan Alam. ITB, Bandung.
Jasin, M., 1987. Sistematika Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.
Kompas, 2004. Menggali Bahan Baku Obat di Dalam Laut. Terbit 12 Mei 2004. Jakarta.
Lomis, T.A., 1978. Toksikologi Dasar. Edisi III, Penerjemah Imono Argo, IKIP Semarang Press, 4, 16-21.Manuel J. and Luis M., 2001. Plant Natural Product With Leishmaniacidal Activity. J. The Royal Society of Chemistry, 18: 674-688.McLaughlin, J, L., C.J. Chang, and D.L. Smith, 1991. Benctop : Bioassay for The Discovery of Bioactive Natural Products an update; in studies in Natural Products Chemistry. Elsevier, Amsterdam, in Press. 1-10.
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1
8
Convenient General Bioassay for Active Plant Constituent. Departement of Medical Chemistry and Pharmakognocy, School of Pharmacy and pharmacal science, and Cell Culture Libratory, Perdue Cancer Center. West lavayette. USA.
Raflizar, Adimunca, C.,Tuminah, S. 2006. Dekok Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn) Sebagai Obat Radang Hati Akut. Cermin Dunia Kedokteran. 50: 10-14.
Rahmaniar, 2003. Produk Alam Laut sebagai Lead Compound untuk Farmasi dan Pertanian, Dibawakan pada Seminar Sehari Perpektif baru dalam Drug. Discovery, Makassar, 26 Oktober 2003.
Rahman,R, Abd & Ahmad ridhay, 2004. Penapisan senyawa Antimikroba dari Beberapa Jenis Bunga Karang (Porifera).Tesis tidak diternitkan. Makassar, Jurusan Farmasi Univeritas Hasanuddin.
Romimohtarto,K & Sri Juwana, 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut, Djambatan, Jakarta.
Rosmiati & Suryati,E 2001, Isolasi, Identifikasi dan Pengaruh senyawa Bioaktif Spona terhadap Bakteri Patogen udang. http://Pustaka.bogor.net/publ/J biotek diakses 24 Februari 2006.
Rusli, 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Anti Mikroba Beberapa Spons dari Perairan Pulau Samalona. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Kimia Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Sapar, A., A.S. Kumanireng, N, de Voogd, Alfian N, 2004. Isolasi dan Penentuan Struktur Metabolit Sekunder Aktif Sponges Biemna triraphis Asal Pulau Kapodasang (Kepulauan Spermonde), Marina Chemica Acta. J.V. 6 NO.1.
Sarjoko, 1996. Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas, Rancangan Rasional dalam Pengembangan Senyawa Bioaktif, Dibawakan pada Seminar sehari Perspektif baru dalam Drug. Discovery, Ujung Pandang.
Satari. RR, 1999. Penelitian Produk Bahan Alam Laut di Indonesia. Arah dan prospek: Seminar Nasional Kimia Bahan Alam. Jakarta.
Scheuer, P.J., (Ed), 1978. Marine Natural Product : Chemical and Biological Perspectives. Vol. II. Academic Press, Inc. New York. USA.
Scmidt, E.W and Faulkner, D.J. 1998. Mecrosclerodermis C-E, Anrifungal Cyclic, peptide from the lithistid Marine Sponges Theonella sp and Microscleroderma sp, Tetrahedron 54, 3043-3056.
Soekamto, N.H., 2003. Profil Fitokimia Beberapa Spesies Moraceae Indonesia; Disertasi tidak diterbitkan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Troter II, R.T., Logan, M.H., Rocha, J.M., dan Bonetta, J.L., 1983. Ethnography and Bioassay : Combined Methods for a Preliminary Screen of Home Remedies for Potensial Pharmacological Activity. MFI, J. of Pharm, vol 6, no 4.
Ulfa, M. 2006. Isolasi, Karakterisasi dan Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.). Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Kimia Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Wahyuono, S., 2003, Mencari Obat antikanker dari Spons Perairan Indonesia, Cakrawala Suplemen Pikiran Rakyat. http:/www. Pikiran rakyat.com, diakses 13 April 2006.
Wiryowidagdo, S & W. Moka, 1995. Identifikasi dan Eksplorasi Organisme Laut sebagai Sumber Bahan Baku obat di Kepulauan Spermonde Sul-Sel.
Yuliani, S. 2001. Prospek Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka. Jurnal Litbang Pertanian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat - Bogor. 20,(3).
Yoshihiro, M., Masoto, F., Akihito,Y., Yutaka, S., Shigenori, & Hiroshi,S. 2001. Triterpene glycosides from the roots of Sanguisorba officinalis. www. elsevier.com/locate/phytocem. Dieakses 22 Februari 2006.
1
Dear readers, Due to a progress in technology, publications now enters in a new appearance and positioned in a global perspective that is the ability of reaching the readers as much and large as possible. Doubly prepared in the form in ‘on-line’ as well as in printed matter are not really an easy task because we are still in a learning stage especially for on line system. Fortunately we have many good talents and volunteers that work hardly to build a capability of having a good online performance. Communication, as said in French words : “ςa n’est plus comme d’autres fois” meaning that the way we interact is no longer like before. Now we all are using internet language which is for older fellows are sometimes difficult to adapt and adopt. We learn every day as the consequence of sustaining life. On the other hand printed form remain existed simply because many writers or researchers require it as part of proven documents needed for promoting their career in professional level. It is necessary as well to let the readers know that various efforts have been conducted to assign the web site of the journal. First thing to do is to apply the journal at www.unhas.ac.id and it works although it is difficult to manage. A second try is to bring the journal into other website in this case called www.marina.cv-21.com as is currently used. Further step in the future is to create our own website called www.marina-chimica-acta.com which will be used for the next publication. Of course some budget implication can not be avoided but as part of our dedication to the journal, an equilibrium between the cost and the service will be made in balance. Sponges have been mostly the article topics presented at this time. Suriani et al for example explored the secondary metabolites of Callispongis sp. through its isolation, characterization, and bioactivity examination. Ika Indrayani et al, on the other hand, discussed about the capacity of Clathria reinwardhi and Xestospongia in absorbing metals Pb and Fe, the research they have done in Spermonde waters. Another sponge research is coming from Henie Purwandar that studied concentration of trace metals of Cr, Co, and Ni on sponge microsymbiont, Enterobacter agglomerans from haliclona fascigera sp. Two other papers are about biosorption capacity of reef upon nickel ion from Rizki Amaliah et al. , and the last one is article given by Rohani Bahar dealing with alginate extraction from seaweed sargassum sp and its application in slowing fruit maturation, in this case oranges. Finally, it is important once again to note that printed form will be kept existed on request and cost implied. Have a nice reading. Chief Editor Alfian Noor
Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7
Program Buginesia, Universitas Hasanuddin
Vol. 12 No. 1
ISSN 1411-2132
2
Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari
Spons Callyspongia sp.
Isolation, Characterization, and Bioactivity of Secondary Metabolites Cloroform Extract of
Sponges Callyspongia sp.
Suriani1)
, Hanapi Usman2)
, Ahyar Ahmad2)
1)Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
2)Jurusan Kimia Universitas Hasanuddin
ABSTRACT
The isolation, structure determination and activity test against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs
of secondary metabolites of sponges Callyspongia sp has been carried out. Separation techniques used consisted of
maceration and fractination, while the structure of compounds were elucidated based on physical, spectroscopie UV
and IR data. Two compounds that obtained were predicted as (1) Triterpenoid, and (2) Steroid. Compound (1)
showed stronged toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs LC50 58,86µg/mL and IC50 0,365µg/mL
with compound (2) showed high toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchine with LC50 86,53 µg/mL and
Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel spons dilakukan pada
tanggal 23 Maret 2011 di tiga lokasi yaitu Pulau
Barranglompo, Pulau Barangcaddi dan Pulau
Samalona. Kemudian sampel dipreparasi dan
diukur di laboratorium Kimia Analitik FMIPA
UNHAS.
Metode Pengambilan Sampel Sampel spons yang telah diambil dibawa ke
laboratorium untuk diidentifikasi, yaitu spons
(Clathria reinwardhi, Xestospongia sp. Clathria
sp). Sampel air laut dan sedimen juga diambil di
lokasi spons tersebut.
Sampel spons dicuci bersih, kemudian dibagi
menjadi dua bagian, satu untuk perlakuan pada
rangka dan bagian lain untuk perlakuan bukan-
rangka.
Prosedur Analisis Analisis kadar air dan logam
berat (Pb dan Fe) Kira-kira 10,000 gram masing-masing sampel
ditimbang teliti di dalam cawan. Sampel
dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 oC
selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator,
Penelitian Logam Pb Dan Fe Dalam Spons Volume 13 Nomor 1
�
���
kemudian sampel kering ditimbang. Sampel kering
ditimbang sampai bobot tetap. Selisih bobot
menunjukkan kadar air.
Penyiapan sampel Pb dan Fe dalam rangka,
sampel dicuci air panas yang ditambahkan deterjen
kemudian direndam dalam air laut selama kurang
lebih 48 jam. Setelah itu sampel ditekan-tekan
sampai jaringannya rusak dan dicuci dengan air.
Selanjutnya sampel dicuci aseton, dikeringkan dan
dihaluskan sampai menjadi serbuk.
Untuk penentuan logam Pb dan Fe secara
keseluruhan, contoh dicuci air panas yang
ditambahkan deterjen lalu direndam dalam
akuades. Setelah itu contoh dicuci aseton kemudian
dikeringkan dan dihaluskan sampai menjadi serbuk,
sedangkan penetapan kadar logam Pb dan Fe
maupun larutan bakunya serta larutan sampel
dilakukan menurut (Verdenal dkk, 1985) Setiap
sampel ditimbang teliti sebanyak 1 gram lalu
ditambahkan 10 mL asam nitrat p.a, dipanaskan
dan kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Setelah dingin dimasukkan ke dalam labu takar 50
mL lalu diencerkan hingga tanda batas dengan
akuabides dan dikocok sampai homogen. Larutan
disaring dengan kertas saring Whatman 42 dan
filtratnya siap dianalisis dengan SSA.
Analisis: blanko adalah pengukuran pereaksi yang
digunakan tanpa larutan sampel , larutan sampel,
larutan baku kemudian dianalisis menggunakan
spektrofotometer serapan atom untuk mendapatkan
kurva kalibrasi dan konsentrasi Pb dan Fe dalam
larutan contoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Perairan Kepulauan Spermonde Pantai perairan kepulauan Spermonde
umumnya bersuhu nyaman, tingkat keasinan air
yang tidak terlalu tinggi, serta keasaman relatif
netral, disertai kuat arus yang terkendali. Tabel 1 di
bawah ini menunjukkan parameter fisikokimia
perairan di tiga pulau lokasi sampling.
Tabel 1. Kondisi Perairan Tiga Pulau di Kepulauan Spermonde
Kondisi Pulau
Barranglompo
Pulau
Barangcaddi
Pulau Samalona
Suhu (oC) 28,6 28,2 29
Salinitas (‰) 31 30 34
pH 7 7,6 6,8
Kecepatan Arus (m/s) 0,05 0,09 0,13
Dari berbagai data perairan sebelumnya, kondisi di atas mewakili situasi rata-rata dan umumnya menjadi kondisi habitat spons, baik pertumbuhan maupun interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Hooper (1997), suhu pertumbuhan optimal spons berkisar 26-31
oC. Suhu sangat
berpengaruh terhadap kelarutan logam dalam lingkungan perairan, dimana peningkatan suhu dapat meningkatkan kelarutan logam dalam air sehingga hal ini bisa saja mempengaruhi akumulasi logam dalam organisme laut, terutama pada spons.
Salinitas merupakan salah satu faktor kimia yang ikut mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya. Pada umumnya karang seperti spons tumbuh dengan normal pada salinitas 28-35‰.
Selain suhu dan salinitas, pH juga dapat mempengaruhi kelarutan logam dalam air dimana peningkatan pH dapat menurunkan kelarutan logam dalam air. Spons tumbuh pada pH berkisar 6 – 8 (Kuntsen dalam Hamidah, 1980).
Pengaruh kedalaman biasanya berhubungan dengan faktor lingkungan lainnya, seperti cahaya dan pergerakan air.� Dimana kedalaman laut juga mempengaruhi spons untuk mengakumulasikan logam (Tuwanakotta, 2008).
B. Hasil Analisis Kadar Air Analisis kadar air yang diperoleh dalam sedimen dan spons yang diambil dari pulau Samalona, Barangcaddi dan Barranglompo direkam dalam tabel 2.