Isolasi dan Identifikasi flavonoid Kamis, 11 April 2013
BAB IPENDAHULUANSenyawa metabolit sekunder merupakan sumber
bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai sumber inovasi
dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun untuk
menujang berbagai kepentingan industri. Hal ini terkait dengan
keberadaannya di alam yang tidak terbatas jumlahnya. Dari 250.000
jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti dikemukan di atas 54 %
diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan
hutan tropikanya yang mengandung lebih dari 30.000 jenis tumbuhan
tingkat tinggi sangat berpotensial untuk diteliti dan dikembangkan
oleh para peneliti Indonesia.Indonesia sebagai negara tropis
memiliki beraneka ragam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan
sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Sejak zaman dahulu,
masyarakat Indonesia telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat
obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Saat ini, para
peneliti semakin berkembang untuk mengeksplorasi bahan alami yang
mempunyai aktivitas biologis yang positif bagi manusia. Berdasarkan
beberapa penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang
memiliki potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa
flavonoid, fenolat, dan alkaloid. Senyawa yang paling mudah
ditemukan adalah flavonoid karena senyawa ini adalah kelompok
senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini
merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat berwarna
kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan
pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu
kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung
antioksidan. Oleh karena jumlahnya yang melimpah di alam, manusia
lebih banyak memanfaatkan senyawa ini dibandingkan dengan senyawa
lainnya sebagai antioksidan. Penelitian bahan alam biasanya dimulai
dari ekstraksi, isolasi dengan metode kromatografi sehingga
diperoleh senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni yang
diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji
aktivitas biologi baik dari senyawa murni ataupun ekstrak kasar.
Setelah diketahui struktur molekulnya biasanya dilanjutkan dengan
modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas dan
kestabilan yang diinginkaBAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,
ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna
kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran,
kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk
pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat,
anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai
vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh
sejumlah tanaman sebagai warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian
tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid adalah bagian
akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk
menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.Senyawa ini
berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas
nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa
flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies,
genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi
sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid
berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori,
kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung
terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur
transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas
jantan. Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh
seorang Amerika bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy
memberikan ekstrak vitamin C (asam askorbat) kepada seorang dokter
untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan
ternyata dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh
bahwa senyawa flavonoid yang diekstrak dari Capsicum anunuum serta
Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan.
Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat dipandang sebagai fungsi
alat komunikasi (molecular messenger) dalam proses interaksi antar
sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme
sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif
(menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi). Flavonoid
adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar
luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi.
Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau
terkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid
telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam
pewarnaan bunga, buah,dan daun (de Groot & Rauen, 1998). Dalam
tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat)
terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Ada juga senyawa-senyawa
fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur biosintesa ini
yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu
menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan
dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin
memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna
merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi
kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan
penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah
flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak
sejenis ulat tertentu. Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti
flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan
pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning
atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru,
yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau.
Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan
penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai
rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat
tertentu.Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar yang
ditemukan di alam dan berasal dari tumbuhan tingkat tinggi.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar dengan 15 atom karbon, dimana
dua cincin benzen (C6) terikat pada satu rantai propan (C3)
sehingga membentuk suatu susunan (C6-C3-C6) dengan struktur
1,3-diarilpropan. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa
jenis, bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan dari sistem
1,3-diarilpropan [Achmad, 1985]. Agar mudah, cincin diberi tanda A,
B, dan C,atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang
menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka beraksen
untuk cincin B. Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom
karbon dan terdiri dari 2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3
atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid dibagi
menjadi 3 macam, yaitu:1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga
berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut flavan atau
fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen
(turunan tanin).2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa
gugus piron. Flavonoid ini disebut flavon atau fenilbenzopiron.
Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling banyak memiliki
aktivitas farmakologi.3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga
berupa gugus pirilium. Flavonoid ini disebut flavilium atau
antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai pewarna
alami
Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara
jalur sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur
utama biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid
berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat), yaitu
kondensasi tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan
tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur
fenilpropanoid (jalur sikhimat) [Achmad, 1985].
Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada
berbagai tahap dan menghasilkan penambahan atau pengurangan gugus
hidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid,
isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, metilenasi gugus
orto-dihidroksil, dimerisasi (pembentukan biflavonoid), pembentukan
bisulfat, dan yang terpenting adalah glikosilasi gugus
hidroksil(pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid
(pembentukanflavonoid C-glikosida) (Markham, 1988).Markham (1988)
menyatakan bahwa flavonoid pertama yang dihasilkan pada alur
biosintesis flavonoid ialah khalkon, dan semua turunan flavon
diturunkan darinya melalui berbagai alur. Semua golonganflavonoid
saling berkaitan, karena berasal dari alur biosintesis yangsama.
Cincin A terbentuk karena kondensasi ekor-kepala dari tiga unit
asam asetat-malonat atau berasal dari jalur poliketida. Cincin B
serta satuan tiga atom karbon dari rantai propan yang merupakan
kerangka dasar C6 C3 berasal dari jalurasam sikimat (Manitto,
1981).Polifenol dan turunannya telah lama dikenal memiliki
aktivitas antibakteri, antimelanogenesis, antioksidan dan
antimutagen. Sebagai antioksidan polifenol berperan sebagai
penangkap radikal bebas penyebab peroksidasi lipid yang dapat
menimbulkan kerusakan pada bahan makanan, selain itu senyawa
antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan DNA akibat adanya
senyawa radikal bebas. Senyawa flavonoid yang merupakan salah satu
golongan dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara
optimal dan masih digunakan secara terbatas. Hal ini dikarenakan
senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh
oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi
strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan
menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah. Kestabilan dan
kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid
menjadi bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik
dengan bantuan enzim transferase. Senyawa-senyawa flavanoid yang
umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan
sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Bahkan,
berdasarkan penelitian di Jepang, ditemukan molekul isoflavon di
dalam tempe. Oleh karena molekul isoflavon bersifat antioksidan
maka tempe merupakan sumber pangan yang baik untuk menjaga
kesehatan, selain kandungan gizinya tinggi.
B. Struktur Flavonoid:
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang
berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoid yang
terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini
mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A
dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana
dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin
heterosiklik yang baru (cincin C).Senyawa-senyawa flavonoid terdiri
dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai
propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan
antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan dialam sering
sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa
flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau
glikosilasi dari struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoid
dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan,
terutama suku Leguminosae.Pola biosintesis pertama kali disarankan
oleh Birch, yaitu : pada tahap tahap pertama biosintesa flavonoida
suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit
C6-C3-(C2+C2+C2).kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini
telah mengandung gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang
diperlukan. Cincin A dari struktur flavonoida berasal dari jalur
poliketida, yaitu kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat,
sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propana berasal
dari jalur fenilpropanoida (jalur shikimat). Sehingga kerangka
dasar karbon dari flavonoida dihasilkan dari kombinasi antara dua
jenis biosintes utamadari cincin aromatik yaitu jalur shikimat dan
jalur asetat-malonat. Sebagai akibat dari berbagai perubahan yang
disebabkan oleh enzim, ketiga atom karbon dari rantai propana dapat
menghasilkan berbagai gugus fungsi seperti pada ikatan rangkap,
gugus hidroksi, gugus karbonil, dan sebagainya. Sebagai besar
senyawa flavonoida alam ditemukan dalam bentuk glikosida, dimana
unit flavonoid terikat pada sutatu gula. Glikosida adalah kombinasi
antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatanmelalui
ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk
apabila gugus hidroksil dari alkohol beradisi kepada gugus karbonil
dari gula sama seperti adisi alkohol kepada aldehida yang
dikatalisa oleh asam menghasilkan suatu asetal.Pada hidrolisa oleh
asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya
menghasilkan gula dan alkohol yang sebanding dan alkohol yang
dihasilkan ini disebut aglokin. Residu gula dari glikosida
flavonoida alam adalah glukosa, ramnosa, galaktosa dan gentiobiosa
sehingga glikosida tersebut masing-masing disebut glukosida,
ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida. Flavonoida dapat
ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua
atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh
gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut
organik seperti eter, benzen, kloroform dan aseton. Antioksidan
alami terdapat dalam bagian daun, buah, akar, batang dan biji dari
tumbuh-tumbuhan obat. Bagian tersebut umumnya mengandung senyawa
fenol dan polifenol. Beberapa contoh flavonoid:
Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi
enzimatik ketika dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh karena itu
disarankan koleksi yang dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi
menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg
dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang
polar (seperti isoflavones, flavanones, flavones termetilasi, dan
flavonol) terekstraksi dengan chloroform, dichloromethane, diethyl
ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid glycosides dan
aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan alcohols atau campuran
alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan
alkohol-air.C. Klasifikasi Senyawa Flavonoid Flavonoid merupakan
metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas. Sekitar
5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan struktur
kimia dan peran biologi yang sangat beragam Senyawa ini dibentuk
dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan beberapa alternatif
biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau
(kecuali alga), khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid
sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,
kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan biji.
Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh
tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid. Flavonoid merupakan
turunan fenol yang memiliki struktur dasar fenilbenzopiron
(tokoferol), dicirikan oleh kerangka 15 karbon (C6-C3-C6) yang
terdiri dari satu cincin teroksigenasi dan dua cincin aromatis.
Substitusi gugus kimia pada flavonoid umumnya berupa hidroksilasi,
metoksilasi, metilasi dan glikosilasi. Klasifikasi flavonoid sangat
beragam, di antaranya ada yang mengklasifikasikan flavonoid menjadi
flavon, flavonon, isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, dan
kalkon. Lebih dari 6467 senyawa flavonoid telah diidentifikasi dan
jumlahnya terus meningkat. Kebanyakan flavonoid berbentuk monomer,
tetapi terdapat pula bentuk dimer (biflavonoid), trimer, tetramer,
dan polimer. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa
fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu
flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Masing-masing
jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu.
Flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu
posisi 2,4,6. cincin B flavonoid mempunyai satu gugus fungsi
oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau
tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin A selalu
mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga
memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosikllis dalam
senyawa trisiklis. Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai
berikut :Cincin A COCH2CH2 Cincin B Hidrokalkon Cincin A COCH2CHOH
Cincin B Flavanon, kalkonCincin A COCH2CO Cincin B FlavonCincin A
CH2COCO Cincin B AntosianinCincin A COCOCH2 Cincin B - Auron
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung
pada tingkat oksidasi dari rantai propane dari system
1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis
yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai
flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh
berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari
struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoida dan neoflavonoida
hanya ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku
leguminosae. Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai
struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai beberapa cirri
struktur yaitu: cincin A dari struktur flavonoida mempunyai pola
oksigenasi yang berselang-seling yaitu pada posisi 2,4 dan 6.
Cincin B flavonoida mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi
para atau dua pada posisi para dan meta aau tiga pada posisi satu
di para dan dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil
yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk
terbentuk cincin heterosiklik dalam senyawa trisiklis. Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,
dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantaipropana
(C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat
menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoida, yaitu:1.
Flavonoida atau 1,3-diarilpropana Beberapa senyawa flavonoida yang
ditemukan di alam adalah sebagai berikuta)Antosianin Antosianin
merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas
dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk
dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus
hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak mantap dalam
larutan netral atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi
dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam
hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan
larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya
didinginkan. Antosianidin ialah aglikon antosianin yang terbentuk
bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin terdapat
enam jenis secara umum, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin,
petunidin, malvidin dan delfinidin. Antosianidin adalah senyawa
flavonoid secara struktur termasuk kelompok flavon. Glikosida
antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari
bahasa Yunani antho-, bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini
tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman yang ditentukan
oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah
antosianidin, sianidin yang terjadi dalam sekitar 80 persen dari
pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-buahan dan 50 persen dari
bunga. Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan antosianin.
Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan
merupakan suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan
oleh suatu antosianin, sebagian bergantung pada pH bunga. Warna
biru bunga cornflower dan warna merah bunga mawar disebabkan oleh
antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar merah,
sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam cornflower biru, sianin
berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah proton dari
salah satu gugus fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan
indikator asam-basa. Istilah garam flavilium berasal dari nama
untuk flavon, yang merupakan senyawa tidak berwarna. Adisi gugus
hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning. Dalam
pengidentifikasian antosianin atau flavonoid yang kepolarannya
rendah, daun segar atau daun bunga jangan dikeringkan tetapi harus
digerus dengan MeOH. Ekstraksi hampir segera terjadi seperti
terbukti dari warna larutan. Flavonoid yang kepolarannya rendah dan
yang kadang-kadang terdapat pada bagian luar tumbuhan, paling baik
diisolasi hanya dengan merendam bahan tumbuhan segar dalam heksana
atau eter selama beberapa menit.Antosianin secara umum mempunyai
stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan
ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan
kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga
mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna
merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam
suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat
warna ini juga tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam
askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika
antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi
terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam
askorbat yang akan menghasilkan hydrogen peroksida yang
mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan warna. Warna
pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada
bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam
bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida
(glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu
pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi
antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna
merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian
menjadi biru. Pada umumnya, zat-zat warna distabilkan dengan
penambahan larutan buffer yang sesuai. Jika zat warna tersebut
memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer asetat,
demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus
dilakukan penyesuaian larutan buffer. Warna merah bunga mawar dan
biru pada bunga jagung terdiri dari pigmen yang sama yaitu sianin.
Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa garam
asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi
pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna.Pada konsentrasi
yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi
pekat berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya
tanin akan banyak mengubah warna antosianin. Dalam pengolahan
sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan banyak
menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau
kubis merah. Bila air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan
penambahan soda) maka warna menjadi kelabu violet tetapi bila
ditambahkan cuka warna akan mejadi merah terang kembali. Tetapi
jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam,
antosianin membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet.
Karena itu pada pengalengan bahan yang mengandung antosianin,
kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (lacquer).
b)Flavonol Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang
tinggi, dan terdapat dalam berbagai bentuk terhidroksilasi.
Flavonol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3,5,7
tri-hidroksiflavon; sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah
3,5,7,8,3,4,5 heptahidroksiflavon. Bentuk khusus hidroksilasi
(C6(A)-C3-C6(B), dalam mana C6 (A) adalah turunan phloroglusional,
dan cincin B adalah 4-atau 3,4-dihidroksi, diperoleh dalam 2
flavonol yang paling lazim yaitu kaempferol dan quirsetin.
Hidroksiflavonol, seperti halnya hidroksi flavon, biasanya terdapat
dalam tanaman sebagai glikosida. Flavonol kebanyakan terdapat
sebagai 3-glikosida. Meskipun flavon, flavonol, dan flavanon pada
umumnya terdistribusi melalui tanaman tinggi tetapi tidak terdapat
hubungan khemotakson yang jelas. Genus Melicope mengandung
melisimpleksin dan ternatin, dan genus citrus mengandung nobiletin,
tangeretin dan 3,4,5,6,7-pentametoksiflavon.
c)Flavonond) Khalkon Polihidroksi khalkon terdapat dalam
sejumlah tanaman, namun terdistribusinya di alam tidak lazim.
Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami isomerasi menjadi
flavanon dalam satuan keseimbangan. Bila khalkon
2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus hidroksil, dan
stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil
maka menyebabkan keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah
flavanon. Hingga khalkon yang terdapat di alam memiliki gugus
2,4-hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-glikosilasi. Beberapa
khalkon misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang
terdapat dalam tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna
kuning, kebanyakan terdapat dalam tanaman Heliantheaetribe,
Coreopsidinae subtribe, dan family Compositea.
e) Auron (Cincin A COCO CH2 Cincin B) Auron atau system cincin
benzalkumaranon dinomori sebagai berikut : 1)Dihidrokhalkon.
Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu senyawa
yang penting yaitu phlorizin merupakan konstituen umum family
Rosaceae juga terdapat dalam jenis buah-buahan seperti apel dan
pear. Phlorizin telah lama dikenal dalam bidang farmasi, ia
memiliki kesanggupan menghasilkan kondisi seperti diabetes.
Phlorizin merupakan -D-glukosida phloretin. Phloretin mudah terurai
oleh alkali kuat menjadi phloroglusional dan asam
p-hidroksihidrosinamat. Jika glukosida phlorizin dipecah dengan
alkali dengan cara yang sama, maka ternyata sisa glukosa tidak
dapat terlepas dan dihasilkan phloroglusinol -O-glukosida.
f) Flavon Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil
metan atau tergantung pada kondisi reaksi, asam benzoate yang
diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat dan
eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau
dengan aluminium klorida dalam pelarut inert. Namun demikian,
selama demetilasi tata ulang sering teramati; oleh pengaruh asam
kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain.
Sebagai contoh demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam
asetat menghasilkan 5,6 dihidroksiflavon . Dalam keadaan khusus
pembukaan lanjut dapat terjadi. Demetilasi gugus 5-metoksi dalam
polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang cocok, sehingga
5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat. 2. Isoflavonoida atau
1,2-diarilpropana. Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6,
secara alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino
aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung
secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara yaitu asam
sinnamat, asam kumarat, calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan
biosintesa tersebut maka isoflvon digolongkan sebagai senyawa
metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam kelompok flavonoid
(1,2-diarilpropan) dan merupakan kelompok yang terbesar dalam
kelompok tersebut. Meskipun isoflavon merupakan salah satu
metabolit sekunder, tetapi ternyata pada mikroba seperti bakteri,
algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon, karena mikroba
tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya. Jenis
senyawa isoflavon di alam sangat bevariasi. Diantaranya telah
berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui fungsi
fisiologisnya, misalnya isoflavon, rotenoid dan kumestan, serta
telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan.
3.Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana Neoflavonoid meliputi
jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergoin. Penggolongan
Flavonoid Berdasarkan Jenis Ikatana. Flavonoid O-Glikosida Pada
senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau
lebih dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh
glikosida ini nenyebabkan flavonoid kurang reaktif dan lebih mudah
larut dalam air. Gula yang paling umum terlibat adalah glukosa
disamping galaktosa, ramilosa, silosa, arabinosa, fruktosa dan
kadang-kadang glukoronat dan galakturonat. Disakarida juga dapat
terikat pada flavonoid misalnya soforosa, gentibiosa, rutinosa dan
lain-lain.
b.Flavonoid C-Glikosida Gugus gula terikat langsung pada inti
benzen dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Lazim di
temukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti
flavonoid. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan
dengan O-glikosida. Gula paling umum adalah galaktosa, raminosa,
silosa, arabinosa.
c.Flavonoid Sulfat Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion
sulfat atau lebih yang terikat pada OH fenol atau gula, Secara
teknis termasuk bisulfate karena terdapat sebagai garam yaitu
flavon O-SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada
OH fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada guIa. Umumnya
hanya terdapat pada Angiospermae yang mempunyai ekologi dengan
habitat air.
d.BiflavonoidSenyawa ini mula-mula ditemukan oleh Furukawa dari
ekstrak daun G. biloba berupa senyawa berwarna kuning yang dinamai
ginkgetin (I-4, I-7-dimetoksi, II-4, I-5, II-5, II-7-tetrahidroksi
[I-3, II-8] biflavon). Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol)
merupakan dimer flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau
dimer campuran antara flavon dengan flavanon dan atau auron.
Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-dihidroapigeninil-(I-
3,II-3)-apigenin. Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C
antara karbon C-3 pada masing-masing flavon. Beberapa biflavonoid
dengan ikatan interflavanil C- O-C juga ada. Biflavonoid terdapat
pada buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.. Hingga kini
jumlah biflavonoid yang diisolasi dan dikarakterisasi dari alam
terus bertambah, namun yang diketahui bioaktivitasnya masih
terbatas. Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin,
isoginkgetin, amentoflavon, morelloflavon, robustaflavon,
hinokiflavon, dan ochnaflavon. Senyawa- senyawa ini memiliki
struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4-trihidroksi flavanoid,
tetapi berbeda pada sifat dan letak ikatan antar flavanoid Sistem
cincin bisiklis dinamai cincin A dan C, sedangkan cincin unisiklis
dinamai cincin B. Kedua unit monomer biflavonoid ditandai dengan
angka Romawi I dan II. Posisi angka pada masing-masing monomer
dimulai dari cincin yang mengandung atom oksigen, posisi ke-9 dan
ke-10 menunjukkan karbon pada titik penyatuan Senyawa biflavonid
berperan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, anti kanker, anti
alergi, antimikrobia, antifungi, antibakteri, antivirus, pelindung
terhadap iradiasi UV, vasorelaksan, penguat jantung, anti
hipertensi, anti pembekuan darah, dan mempengaruhi metabolisme
enzim. Sebagian besar peran di atas dapat dipenuhi oleh berbagai
senyawa biflavonoid yang diekstraksi dari berbagai spesies
Selaginella. Seperti yang telah dikemukakan di atas biflavonoid
merupakan flavonoid dimer yang biasanya terlibat adalah flavon dan
flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana, 5, 7, 4' dan ikatan antar flavonoid berupa C-C atau
eter. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida dan
penyebarannya terbatas umumnya pada paku-pakuan, Gimnospermae,
Angiospermae. Salah satu struktur flavonoid yang bernilai tinggi
sebagai bahan obat adalah biflavonoid. Di Asia Timur biflavonoid
banyak dihasilkan dari daun Ginkgo biloba L. dengan kandungan utama
ginkgetin Di Afrika sub Sahara biflavonoid banyak dihasilkan dari
biji Garcinia cola Heckel dengan kandungan utama kolaviron. Di
Eropa biflavonoid banyak dihasilkan dari herba Hypericum perforatum
L. dengan kandungan utama amentoflavon. Selaginella Pal. Beauv.
(Selaginellaceae Reichb.) sangat berpotensi sebagai sumber
biflavonoid. Tumbuhan ini dapat menghasilkan berbagai jenis
biflavonoid, tergantung spesiesnya, serta memiliki sebaran yang
bersifat kosmopolitan sehingga dapat dibudidayakan hampir di
seluruh permukaan bumi.
D. Sifat Flavonoid 1. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia
senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan
karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga
bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti
metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil
formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat
pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah
larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah,
ungu, biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa
flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa aromatik yang
termasuk polifenol dan mengandung antioksidan.Aglikon flavonoid
adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa.
Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau
suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar dan seperti kata
pepatah lama suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri,
maka umumnya flavonoid larut cukupan dalam 11 pelarut polar seperti
etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton,
dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan
lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon,
flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung
lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform
(Markham, 1988). Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti
hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflamasi, dan antivirus
(Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid terutama
terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan
alkoksil (Huguet, et al., 1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa
flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe
(Fe diketahui dapat mengkatalisis beberapa proses yang menyebabkan
terbentuknya radikal bebas). Aktivitas antiperoksidatif flavonoid
ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Afanasav,et
al., 1989 ; Morel,et al.,1993). Flavonoid terutama berupa senyawa
yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70 %
dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak inidikocok dengan
eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena
ituwarnanya berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mereka
mudah dideteksipada kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987
: 70).Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah sama, akan tetapi
dari segi biogenetic senyawa senyawa ini dapat dibedakan atas dua
jenis utama, yaitu:1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat
atau jalur shikimat.2. Senyawa fenol yang berasal dari jalur
asetat-malonat. Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari
kombinasi antara kedua jalur biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa
flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida
yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan
buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga,
antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua
warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara
biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan
penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai
rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat
tertentu.
2. Sifat Kelarutan Flavonoid Aglikon flavonoid adalah polifenol
dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat
agak asam sehingga dapat larut dalam basa, tetapi bila dibiarkan
dalam larutan basa dan di samping itu terdapat oksigen, banyakyang
akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak
tersulih,atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, maka
umumnya flavonoidcukup larut dalam pelarut polar seperti etanol,
metanol, butanol, aseton, dimetil-sulfoksida, dimetilformamida,
air, dan lain-lain (Markham, 1988 : 15).Adanya gula yang terikat
pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung menyebabkan
flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran
pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang baik
untukglikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavanon, danflavon serta flavonol yang termetoksilasi
cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform (Markham, 1988 : 15). Kelarutan flavonoid antara lain :1.
Flavonoid polimetil atau polimetoksi larut dalam heksan, petroleum
eter (PE), kloroform, eter, etil asetat, dan etanol. Contoh:
sinersetin (nonpolar).2. Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut
dalam heksan, PE dan kloroform; larut dalam eter, etil asetat dan
etanol; dan sedikit larut dalam air. Contoh: kuersetin
(semipolar).3. Glikosida flavonoid tidak larut dalam heksan, PE,
kloroform, eter; sedikit larut dalam etil asetat dan etanol; serta
sangat larut dalam air. Contoh: rutin.3. Kestabilan Flavonoid
Secara fisis, flavonoid bersifat stabil. Namun, secara kimiawi ada
2 jenis flavonoid yang kurang stabil, yaitu:1. Flavonoid
O-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan eter
(R-O-R). Flavonoid jenis ini mudah terhidrolisis.2. Flavonoid
C-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan C-C.
Flavonoid jenis ini sukar terhidrolisis, tapi mudah berubah menjadi
isomernya. Misalnya viteksin, dimana gulanya mudah berpindah ke
posisi 8. Perlu diketahui, kebanyakan gula terikat pada posisi 5
dan 8, jarang terikat pada cincin B atau C karena kedua cincin
tersebut berasal dari jalur sintesis tersendiri, yaitu jalur
sinamat.
E. Sumber FlavonidFlavonoid tersebar luas pada tumbuhan tapi
jarang terdapat pada bakteri, jamur dan lumut. Dalam dunia
tumbuhan, flavonoid tersebar luas dalam suku Rutaceae,
Papilionaceae (kacang-kacangan), Labiatae (Ortosiphon), Compositae
(contoh: Sonchus arvensis), Anacardiaceae, Apiaceae/Umbeliferae
(seledri, pegagan, wortel), dan Euphorbiaceae (contoh: daun
singkong). Pada tingkat organ, flavonoid tersebar pada seluruh
bagian tanaman seperti biji, bunga, daun, dan batang. Pada tingkat
jaringan, flavonoid banyak terdapat pada jaringan palisade. Pada
tingkat seluler, flavonoid bisa terdapat pada dinding sel,
kloroplas, atau terlarut dalam sitoplasma. Pada paku-pakuan,
flavonoidnya berupa flavonoid polimetoksi sehingga hanya terdapat
pada dinding sel dan tidak terdapat pada sitoplasma karena
sitoplasma mengandung banyak air sehingga bersifat polar dan tidak
dapat melarutkan flavonoid polimetoksi. Flavonoid sebenarnya
terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu,
kulit, tepungsari, nektar, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit
catatan yang melaporkan flavonoid pada hewan, misalnya dalam
kelenjar bau berang-berang, propilis (sekresi lebah), sayap
kupu-kupu, yang mana dianggap bukan hasil biosintesis melainkan
dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut, Senyawa
antosianin sering dihubungkan dengan warna bunga tumbuhan. Sianidin
umumnya terdapat pada suku Gramineae. Senyawa biflavonoid banyak
terdapat pada subdivisi Gymnospernae sedang isoflavonoid pada suku
leguminosae. Pada tumbuhan yang mempunyai morfologi sederhana
seperti lumut, paku, dan paku ekor kuda mengandung senyawa
flavonoid O-GIikosida, flavonol, flavonon, Khalkon, dihidrokhalkon,
C-Gl ikosida . Angiospermae mengandung senyawa flavonoid kompleks
yang lebih banyak. Flavonoid adalah pigmen tumbuhan yang paling
penting untuk warna bunga yang memproduksi pigmentasi kuning atau
merah/biru di kelopak yang dirancang untuk menarik pollinator
hewan. Flavonoid dikeluarkan oleh akar tanaman bantuan host mereka
Rhizobia dalam tahap infeksi mereka hubungan simbiotik dengan
kacang-kacangan seperti kacang polong, kacang, Semanggi, dan
kedelai. Rhizobia yang tinggal di tanah dapat merasakan flavonoid
dan ini memicu sekresi mengangguk faktor, yang pada gilirannya
diakui oleh tanaman dan dapat menyebabkan akar rambut deformasi dan
beberapa tanggapan selular seperti ion fluks dan pembentukan nodul
akar. Mereka juga melindungi tanaman dari serangan dengan mikroba,
jamur dan serangga. Flavonoid (khusus flavnoids seperti catechin)
adalah kelompok yang paling umum polyphenolic senyawa dalam makanan
manusia dan ubiquitously ditemukan pada tanaman. Flavonols,
bioflavonoids asli seperti quercetin, yang juga ditemukan
ubiquitously, tetapi dalam jumlah yang lebih rendah. Kedua set
senyawa memiliki bukti modulasi kesehatan efek pada hewan yang
makan mereka.Flavonoid (flavonols danflav nols) umumnya dikenal
dengan aktivitas antioksidan in vitro. Konsumen dan produsen
makanan menjadi tertarik pada flavonoid untuk sifat obat mungkin,
terutama peran mereka diduga dalam pencegahan kanker dan penyakit
kardiovaskular. Meskipun bukti fisiologis tidak belum didirikan,
efek menguntungkan dari buah-buahan, sayuran, dan teh atau bahkan
merah anggur kadang-kadang telah dituduhkan flavonoid senyawa
daripada mikronutrien dikenal, seperti vitamin dan mineral.
Flavonoid adalah komposisi dalam makanan yang merupakan antioksidan
penangkal radikal bebas. Anda bisa menemukan flavonoid di dalam
buah-buahan atau sayuran tertentu. Fungsinya adalah melindungi
dinding pembuluh darah, mengurangi risiko alergi, menjaga kesehatan
otak, hingga mencegah beberapa penyakit kanker. Berikut ini makanan
yang dapat kita konsumsi untuk mendapatkan khasiat flavonoid.
1. BlueberryBlueberry mengandung antioksidan tinggi yang
melindungi dinding pembuluh darah dan melindungi otak dari
Alzheimer. Di dalam blueberry juga ada senyawa bernama D-mannose
yang membantu Anda mencegah infeksi saluran kencing. Selain itu,
blueberry ampuh mengurangi inflamasi pada perut dan sistem
pencernaan.2. Teh hijauMakanan lain yang mengandung flavonoid
adalah teh hijau. Senyawa utama di dalam teh hijau khususnya adalah
polyphenol yang merupakan antioksidan pencegah inflamasi dan
kanker. Sudah banyak pula penelitian yang membahas kandungan dalam
teh hijau (kafein, theanine, dan catechin) yang membantu
peningkatkan sistem metabolisme tubuh.3. CokelatCokelat kaya akan
antioksidan yang menyehatkan sistem kardiovaskular. Misalnya
menurunkan tekanan darah tinggi, melancarkan sistem peredaran
darah, dan membuat trombosit bekerja dengan lebih baik. Namun hanya
cokelat hitam yang memiliki khasiat flavonoid secara maksimal.4.
BilberrySalah satu herbal alami yang juga kaya akan flavonoid
adalah bilberry (bagian dari vitamin C kompleks). Penelitian pernah
membuktikan bahwa jenis flavonoid tersebut membantu memperkuat
dinding pembuluh darah dan mencegah kelainan mata. Selain bilberry,
cherry dan blackberry juga termasuk sumber flavonoid yang baik.5.
SayuranTerakhir, ada sayuran yang disebutkan sebagai salah satu
makanan yang kaya akan flavonoid. Misalnya brokoli, kale, bawang
bombai, paprika, dan bayam. Namun sayang jamur bukan termasuk
sayuran yang mengandung flavonoid. Meskipun ada banyak khasiat lain
dari jamur itu sendiri. Kita juga bisa menikmati sayuran dan buah
mentah setiap hari untuk asupan flavonoid bagi tubuh. Namun jika
menderita masalah kesehatan tertentu dan alergi terhadap beberapa
makanan, Anda bisa mengonsumsi suplemen flavonoid.
F. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit SekunderPrinsip
dari pemisahan (isolasi) adalah adanya perbedaan sifat fisik dan
kimia dari senyawa yaitu kecendrungan dari molekul untuk melarut
dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap
(keatsirian), kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan
serbuk labus (adsorpsi, penserapan) (Harborne, 1987).Salah satu
cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum, kromatografi cair
vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada
kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat
karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah
penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5 cm,
kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan
dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak
tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot
ekstrak. Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dan
dimasukkan ke dalam corong G-3 kemudian diratakan. Permukaan
lapisan adsorben ditutup dengan kertas saring. Elusi diawali dengan
pelarut non polar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan
polaritas meningkat. Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali
elusi untuk bobot ekstrak sampai lima gram diperlukan 25 ml
pelarut, untuk 10-30 gram ekstrak diperlukan 50 ml pelarut. Dalam
hal ini, diameter corong dipilih sedemikian rupa sehingga lapisan
ekstrak dipermukaan kolom setipis mungkin dan rata. Masing-masing
pelarut dituangkan ke permukaan kolom kemudian dihisapkan pompa
vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah terpisah
sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (Soediro, dkk.,1986).F.
Isolasi dan Identifikasi Flavonoid1. Isolasi FlavonoidIsolasi
flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi, yakni dengan
cara maserasi atau sokletasi menggunakan pelarut yang
dapatmelarutkan flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam
pelarutpolar, kecuali flavonoid bebas seperti isoflavon, flavon,
flavanon,dan flavonol termetoksilasi lebih mudah larut dalam
pelarut semipolar. Oleh karena itu pada proses ekstraksinya, untuk
tujuanskrining maupun isolasi, umumnya menggunakan pelarut methanol
atauetanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini bersifat
melarutkan senyawasenyawa mulai dari yang kurang polar sampai
dengan polar. Ekstrak methanol atau etanol yang kental, selanjutnya
dipisahkankandungan senyawanya dengan tekhnik fraksinasi, yang
biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut (Monache, 1996).
Senyawa flavonoid diisolasi dengan tekhnik maserasi,mempergunakan
poelarut methanol teknis. Ekstraksi methanol kental kemudian
dilarutkan dalam air. Ekstrak methanolair kemudian difraksinasi
dengan n-heksan dan etil asetat. Masingmasing fraksiyang diperoleh
diuapkan, kemudian diuji flavonoid. Untuk mendeteksiadanya
flavonoid dalam tiap fraksi, dilakukan dengan melarutkansejumlah
kecil ekstrak kental setiap fraksi kedalam etanol.Selanjutnya
ditambahkan pereaksi flavonoid seperti : natriumhidroksida, asam
sulfat pekat, bubuk magnesiumasam klorida pekat,atau natrium
amalgamasam klorida pekat. Uji positif flavonoidditandai dengan
berbagai perubahan warna yang khas setiap jenisflavonoid (Geissman,
1962).Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi
cair-cair, kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kertas. Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan
pengembangan yang dapat memisahkan komponen paling baik (Harborne,
1987). Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi
enzimatik ketika dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh karena itu
disarankan koleksi yang dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi
menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg
dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang
polar (seperti isoflavones, flavanones, flavones termetilasi, dan
flavonol) terekstraksi dengan chloroform, dichloromethane, diethyl
ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid glycosides dan
aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan alcohols atau campuran
alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan
alkohol-air. Flavonoid dapat dideteksi dengan berbagai pereaksi,
antara lain:a. Sitroboratb. AlCl3c. NH3
Sebelum melakukan suatu isolasi senyawa, maka yang dilakukan
adalah ekstraksi terlebih dahulu.
a. EkstraksiEkstraksi artinya mengambil atau menarik suatu
senyawa yang terdapat dalam suatu bahan dengan pelarut yang sesuai.
Proses yang terjadi dalam ekstraksi adalah terlarutnya senyawa yang
dapat larut dari sel melalui difusi, tergantung dari letak senyawa
dalam sel dan juga permeabilitas dinding sel dari bahan yang akan
di ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu proses atau metode pemisahan
dua atau lebih komponendengan menambahkan suatu pelarut yang hanya
dapat melarutkan salahsatu komponennya saja. Dalam prosedur
ekstraksi, larutan berair biasanya dikocok dengan pelarutorganik
yang tak dapat larut dalam sebuah corong pemisah. Zat zatyang dapt
larut akan terdistribusi diantara lapisan air dan lapisanorganik
sesuai dengan (perbedaan) kelarutannya. Padaekstraksi senyawa
senyawa organik dari larutan berair, selain airatau eter, biasanya
digunakan pula etil asetat, benzena, kloroform dan sebagainya.
Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah
pelarut yanglebih kecil dari pada bila jumlah pelarutnya banyak
tapi ekstraknyahanya sekali (Markham, 1988). Metode ekstraksi
terdiri atas dua jenis yakni ekstraksi panas dan ekstraksi dingin.
Ekstraksi panas menggunakan cara refluks dan destilasi uap
sedangkan ekstraksi secara dingin menggunakan cara
maserasi,perkolasi dan soxhletasi.1) Ekstraksi Secara Panas(a)
Ekstraksi Secara Refluks.Ekstraksi secara refluks adalah cara
berkesinambungan dimana cairan penyari secara kontinyu menyari zat
aktif dalam sampel.(b)Ekstraksi Secara Destilasi Uap Ekstraksi
secara destilasi uap adalah cara yang digunakan untuk menyaring
saampel yang mangandung minyak yang mudah menguap ataumengandung
komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi padatekanan udara
normal. Destilasi merupakan metode ekstraksi yang memanfaatkan
perbedaan titik didih dari senyawa. Biasa digunakan untuk
mengisolasi minyak atsiri.
2) Ekstraksi Secara Dingin(a) Ekstraksi Secara Maserasi Secara
harfiah berarti merendam. Ekstraksi secara maserasi merupakan cara
penyarian yang palingsederhana yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk sampel dalamcairan penyari. Metode ini merupakan metode yang
paling sederhana. Tidak ada batas pelarut dalam metode ini. Jika
menggunakan metode ini, simplisia dibasahkan terlebih dahulu, jika
tidak di khawatirkan akan ada simplisia yang tidak teraliri
pelarut. Proses maserasi sendiri dilakukan secara berulang dengan
memisahkan cairan perendam dengan cara penyaringan, dekantir atau
di peras, selanjutnya ditambahkan lagi penyari segar kedalam ampas
hingga warna rendaman sama dengan warna pelarut. (b) Ekstraksi
Secara Perkolasi Perkolasi adalah suatu cara penarikan dengan
memakai alat yang yang disebut perkolator, dimana simplisia
terendam dalam cairan penyari sehingga zat-zatnya terlarut dan
larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar sampai
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Ekstraksi secara
perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk sampel yang telah
dibasahi.(c) Ekstraksi Secara SoxhletasiMerupakan metode ekstraksi
yang memanfaatkan pemanasan untuk destilasi pelurut sehingga
terjadi sirkulasi pelarut melalui serbuk simplisia. Metode ini
efisiensi dalam pemanfaatan pelarut tetapi berisiko pembentukan
artefak akibat penggunaaan panas. Ekstraksi secara soxhletasi
merupakan cara penyarian sampel secaraberkesinambungan, cairan
penyari dipanaskan sehingga menguap, uapcairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul cairan oleh pendingin balik
dan turun menyari sampel di dalam klonson dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon.
b. Kromatografi Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan
untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara
kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa tetap (stationary) dan
fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari
dua fasa tersebut. Kromatografi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi kromatografi kolom dankromatografi planar. Kromatografi
kolom terdiri atas kromatografi gas dan kromatografi cair,
sedangkan kromatografi planar terdiri ataskromatografi lapis tipis
dan kromatografi kertas (Anwar, 1994). Cara-cara kromatografi dapat
digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa tetap, yang dapat
berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat
maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat
cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fasa bergerak
dapat berupa zat cair atau gas maka semua ada empat macam sistem
kromatografi yaitu kromatografi serapan yang terdiri dari
kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi
padat, kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta
kromatografi kolom kapiler .Kromatografi digunakan untuk memisahkan
substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk
kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi
memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi
cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak
pada laju yang berbeda (Harborne, 1987).Ketika pelarut mulai
membasahi lempengan, pelarut pertama akan melarutkan
senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis
dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan
kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Kecepatan
senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung
pada kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada besar
atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut (Harborne,
1987).Kemampuan senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika
tergantung pada besar atraksi antara senyawa dengan gel silika.
Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada gel
silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya karena senyawa ini
terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan
pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan
(Harborne, 1987). Penyerapan bersifat tidak permanen, terdapat
pergerakan yang tetap dari molekul antara yang terjerap pada
permukaan gel silika dan yang kembali pada larutan dalam pelarut.
Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan
selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada
gel silika -untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-
dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin
kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas
lempengan (Harborne, 1987). Dalam hal ini, senyawa yang dapat
membentuk ikatan hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang
tergantung hanya pada interaksi van der Waals, dan karenanya
bergerak lebih jauh pada lempengan.Jika komponen-komponen dalam
campuran dapat membentuk ikatan-ikatan hydrogen, terdapat perbedaan
bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut
dalam pelarut pada tingkatan yang sama pula. Ini tidak hanya
merupakan atraksi antara senyawa dengan gel silika. Atraksi antara
senyawa dan pelarut juga merupakan hal yang penting dimana hal ini
akan mempengaruhi mudahnya proses senyawa ditarik pada larutan
keluar dari permukaan silika. Ini memungkinkan senyawa-senyawa
tidak terpisahkan dengan baik ketika membuat kromatogram. Dalam
kasus itu, perubahan pelarut dapat membantu dengan baik, termasuk
memungkinkan perubahan pH pelarut. Ini merupakan tingkatan uji
coba, jika satu pelarut atau campuran pelarut tidak berkerja dengan
baik, maka dapat mencoba dengan pelarut lainnya (Harborne,
1987).Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air.
Mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam
lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi.
Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila
ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksipada
kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987 : 70).1.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)Kromatografi lapis tipis adalah suatu
metode pemisahan yang menggunakan plat atau lempeng kaca yang sudah
dilapiskan adsorben yang bertindak sebagaifasa diam. Fase bergerak
ke atas sepanjang fase diam danterbentuklah kromatogram. Metode ini
sederhana, cepat dalam pemisahandan sensitif (Khopkar, 1990).
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan
yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam),
ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan
yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita (awal), kemudian pelat dimasukkan di dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok
(fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (Stahl, 1985).Pada prinsipnya KLT dilakukan berdasarkan
pada penggunaan fasa diam untuk menghasilkan pemisahan yang lebih
baik. Fasa diam yang biasadigunakan dalam KLT adalah serbuk silika
gel, alumina, tanah diatomedan selulosa (Harborne, 1987). Adapun
carakerja dari KLT yakni larutan cuplikan sekitar 1% diteteskan
denganpipet mikro pada jarak 1-2 cm dari batas plat. Setelah eluen
ataupelarut dari noda cuplikan menguap, plat siap untuk
dikembangkandengan fasa gerak (eluen) yang sesuai hingga jarak
eluen dari batasplat mencapai 10-15 cm. Mengeringkan sisa eluen
dalam plat dengandidiamkan pada suhu kamar. Noda pada plat dapat
diamati langsung dengan menggunakan lampu UV atau dengan
menggunakan pereaksi semprot penampak warna. Setelah noda
dikembangkan dan divisualisasikan,identitas noda dinyatakan dengan
harga Rf (retardation factor)(Anwar, 1994).Tujuan mendapatkan
identitas noda dengan harga Rf untuk mencari pelarut untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh darikromatografi
kolom, menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis
atau metilasi, identifikasi flavonoid secarako-kromatografi dan
isolasi flavonoid murni skala kecil (Markham,1988).KLT dapat
dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai
metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau
preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan
sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi (Roy, et. all, 1991). Beberapa
keuntungan dari kromatografi planar ini menurut Ibnu Gholib Gandjar
dan Abdul Rohman (2007) adalah : Kromatografi lapis tipis banyak
digunakan untuk tujuan analisis. Identifikasi pemisahan komponen
dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorisensi atau dengan
radiasi menggunakan sinar ultraviolet. Dapat dilakukan elusi secara
menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2
dimensi. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen
yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak
bergerak.Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah
lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng
gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel silika (atau alumina)
merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour
dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai (Harborne, 1987).Keuntungan
kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang
sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik
sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam
waktu singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini
kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram.
Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas
adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat
korosif, kelemahannya adalah harga RF yang tidak tetap (Gritten,
et. al., 1991).a) KLT PreparatifKromatografi Lapis Tipis Preparatif
merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya
serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak
dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan
pemisahan.
b) KLT 2 DimensiKLT 2 arah atau 2 dimensi bertujuan untuk
meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute
mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf
juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2
sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara
berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit
yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda .Sampel ditotolkan
pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase gerak
sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah
satu sisi. Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar 90 dan
diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak kedua
sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak
dibagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi .
Deteksi dengan KLT dapat dilakukan dengan cara:1. Sinar tampak2.
Sinar UV3. Pereaksi warna
2. Kromatografi Kolom Kromatografi kolom adalah suatu metode
pemisahan dan pemurnian senyawa dalam skalapreparative.
Kromatografi kolom dapat dilakukan pada tekanan atmosferatau dengan
tekanan lebih besar dengan menggunakan bantuan tekananluar
(Khopkar, 1990). Kromatografikolom prinsipnya mudah memilih ukuran,
kemasan (packing), dan isikolom sesuai jenis serta jumlah cuplikan
yang akan dipisahkan. Kolomyang digunakan dan kromatografi ini
dapat berupa gelas, plastik ataunilom. Ukuran kolom yang lazim
digunakan mempunyai diameter 2 cm danpanjang 45 cm. Untuk memilih
kemasan (Packing) yang akan digunakandalam kolom biasanya
menggunakan selulosa, silika gel, alumina, arang(charcoal) (Anwar,
1994).Adapun cara kerja dari kromatografi kolom yakni langkah
pertama mengemas kolom(packing) dilakukan dengan hati-hati agar
dihasilkan kolom kemas yangserba sama. Selanjutnya kemasan kolom
dijadikan bubur dalam gelaspiala memakai pelarut yang sama, lalu
dituangkan hati-hati ke dalamkolom. Kemasan dibiarkan turun dan
pelarut yang berlebihandikeluarkan melalui keran. Selanjutnya
langkah kedua menempatkanlarutan cuplikan pada (bagian atas) kolom
sehingga terbentuk pitayang siap untuk dielusi lebih lanjut.
Cuplikan harus dilarutkan dalampelarut yang volumenya sedikit.
Pelarut yang dipakai harus samadengan pelarut untuk mengelusi
(Markham, 1988). 3. High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) High
Pressure Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia dan
fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu
teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan
atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan
metode lainnya (Done dkk, 1974; Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton
dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson, 1978).Informasi seperti
kelarutan, gugus fungsi yang ada, besarnya berat molekul (BM) dapat
diperoleh dari pembuat informasi, pemberi sampel, atau data
spektroskopik seperti Nucleic Magnetic Resonance Spectrosphotometer
(NMR), Infrared spectrophotometer, ultra violet spectrumeter, dan
mass Spectrophotometer. Semua data-data ini dapat digunakan sebagai
petunjuk bagi analis memilih tipe HPLC yang tepat untuk digunakan
(Johnson dan Stevenson, 1978) Berdasarkan Hukum Dasar "like
dissolves like" maka sangat mudah untuk memutuskan tipe KCKT yang
akan dipilih. Seleksi tipe KCKT, dengan cepat kita dapat melihat
bahwa Berat Molekul (BM) lebih besar dari 2000, maka kita dapat
menggunakan kromatografi eksklusi. Fasa geraknya adalah air jika
sampelnya larut dalam air; bila dapat larut dalam pelarut organik
maka digunakan pelarut- pelarut organik sebagai rasa gerak. Fasa
diamnya adalah Sephadex atau Bondagel Seri E untuk rasa gerak air
dan Styragel atau MicroPak TSK gel untuk rasa gerak organik. Bila
BM lebih rendah dari 2000, pertama yang harus ditentukan adalah
apakah sampel dapat larut dalam air. Bila sampel dapat larut dalam
air, maka kromatografi partisi rasa terbalik atau kromatografi
penukar ion dapat digunakan. Bila kelarutan dipengaruhi oleh
penambahan asam atau basa atau bila pH larutan bervariasi lebih
dari 2 (dua) satuan pH dari pH 7, maka kromatografi penukar ion
adalah pilihan utama. Bila kelambatan tidak dipengaruhi oleh asam
dan basa dan larutan sampel adalah netral, maka kromatografi
partisi rasa terbalik adalah pilihan terbaik. Tipe Eksklusi
menggunakan ukuran poros yang kecil dan rasa air dapat juga
dicoba.c. Metode Spektroskopi Spektroskopi merupakan suatu metode
untuk penentuan rumus struktur dari suatu senyawa. Menurut Anwar
(1994) bahwa spektroskopi bila dibandingkandengan metode kimia
konvensional (metode basah), spektroskopi memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya : Jumlah zat yang diperlukan untuk analisis
relatif kecil dan zat tersebut sering kali dapat diperoleh kembali
dan waktu pengerjaannya relatif cepat.Dasar metode spektroskopi
adalah molekul pada suatu energi level tertentu,misalnya
E1,disinari dengan sinar tertentu. Sinar ini akan melewati molekul
itudan seterusnya melewati suatu detektor. Selama molekul itu
tidakmenyerap sinar itu maka sinar yang terdeteksi akan sama
intensitasnyadengan sinar yang berasal dari sumber. Pada frekuensi
yangmemungkinkan terjadinya pemindahan energi level molekul
misalnya dariE1 keE2,maka sinar akan diserap oleh frekuensi yang
memungkinkan terjadinyapemindahan energi level molekul misalnya
dari E1ke E2,maka sinar akan diserap oleh molekul dan tidak akan
tampak dalamdetektor (Siregar, 1988).1). Spektrofotometri Ultra
Lembayung (UV) Spektrofotometri UV adalah suatu alat yang
menggambarkan antara panjang gelombang atau frekuensi lawan
intensitas serapan (absorbansi). Spektrosfotometri UV ini
menghasilkan radiasi (cahaya) dengan panjang gelombang 200 400 nm
(Anwar, 1994). Pada umumnya spektrofotometri UV umumnyahanya
menunjukkan jumlah peak (puncak ) yang kecil
jumlahnya.Puncak-puncak dilaporkan sebagai panjang gelombang.
Spektrofotometri ini biasanya juga digunakan untuk mendeteksi
konjugasi. Molekul-molekul yang tidak mempunyai ikatan rangkap atau
hanya mempunyai satu ikatan tidak menyerap sinar 200-800 nm.
Lainhalnya dengan senyawa-senyawa yang mempunyai sistem konyugasi
yang dapat menyerap sinar pada daerah ini, semakin panjang sistem
konyugasinya maka makin besar panjang gelombang absorpsi
(Siregar,1988).Untuk menganalisis struktur dari senyawa-senyawa
dari metabolitsekunder seperti senyawa flavonoid, spektroskopi UV
merupakan carayang terbaik untuk mengkarakterisasi jenis-jenis
senyawa flavonoiddan menentukan pola oksigenasi. Kedudukan gugus
hidroksil fenol bebasyang terdapat pada inti flavonoid dapat
ditentukan juga denganmenambahkan pereaksi geser (Markham, 1988).
Spektrum Flavonoid Umum Spektroskopi serapan lembayung dan serapan
sinar tampak digunakan untukmembantu mengidentifikasi jenis
flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan
gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan
dengan menambahkan pereaksi (pereaksi geser) ke dalam
larutancuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang
terjadi. Cara ini berguna untuk menentukan kedudukan gula atau
metil yang terikat pada salah satu gugushidroksil fenol (Markham,
1988 : 38).Spektrum flavonoid (gambar 2) biasanya ditentukan dalam
larutan denganpelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri
atas dua maksimal pada rentang240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm
(pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatannisbi maksimal tersebut
memberikan informasi yang berharga mengenai sifatflavonoid dan pola
oksigenasinya. Spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola
oksigenasi yang setara (5,7,4) adalah kekuatan nisbi yang rendah
pada pita Idalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon.
Ciri nisbi ini tidak berubah,bahkan bila pola oksigenasi berubah,
sekalipun rentang maksimal serapan padajenis flavonoid (tabel 2)
yang berlainan tumpang tindih sebagai keseragaman polaoksigenasi.
Keseragaman dalam rentang maksimal ini akan bergantung pada
polahidroksilasi dan pada derajat substitusi gugus hidroksil
(Markham, 1988 : 39).
Cara Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Secara Umum1.Isolasi
Dengan metanol Terhadap bahan yang telah dihaluskan, ekstraksi
dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan metanol:air (9:1)
dilanjutkan dengan metanol:air (1:1) lalu dibiarkan 6-12 jam.
Penyaringan dengan corong buchner, lalu kedua ekstrak disatukan dan
diuapkan hingga 1/3 volume mula-muIa, atau sampai semua metanol
menguap dengan ekstraksi menggunakan pelarut heksan atau kloroform
(daIam corong pisah) dapat dibebaskan dari senyawa yang
kepolarannya rendah, seperti lemak, terpen, klorofil, santifil dan
lain-lain
2.Isolasi Dengan Charaux Paris Serbuk tanaman diekstraksi dengan
metanol,lalu diuapkan sampai kental dan ekstrak kental ditambah air
panas dalam volume yang sama, Ekstrak air encer lalu ditambah eter,
lakukan ekstraksi kocok, pisahkan fase eter lalu uapkan sampai
kering yang kemungkinan didapat bentuk bebas. Fase air dari hasil
pemisahan ditambah lagi pelarut etil. asetat diuapkan sampai kering
yang kemungkinan didapat Flavonoid O Glikosida. Fase air ditambah
lagi pelarut n - butanol, setelah dilakukan ekstraksi, lakukan
pemisahan dari kedua fase tersebut. Fase n-butanol diuapkan maka
akan didapatkan ekstrak n - butanol yang kering, mengandung
flavonoid dalam bentuk C-glikosida dan leukoantosianin. Dari ketiga
fase yang didapat itu langsung dilakukan pemisahan dari komponen
yang ada dalam setiap fasenya dengan mempergunakan kromatografi
koLom. Metode ini sangat baik dipakai dalam mengisolasi flavonoid
dalam tanaman karena dapat dilakukan pemisahan flavonoid
berdasarkan sifat kepolarannya.
3. Isolasi dengan beberapa pelarut. Serbuk kering diekstraksi
dengan kloroform dan etanol, kemudian ekstrak yang diperoleh
dipekatkan dibawah tekanan rendah. Ekstrak etanol pekat dilarutkan
dalam air lalu diekstraksi gojog dengan dietil eter dan n-butanol,
sehingga dengan demikian didapat tiga fraksi yaitu fraksi
kloroform, butanol dan dietil eter.4. Identifikasi Dengan Reaksi
warna a. Uji WILSTATERUji ini untuk mengetahui senyawa yang
mempunyai inti benzopiron. Warna-warna yang dihasilkan dengan
reaksi Wilstater adalah sebagai berikut:- Jingga Daerah untuk
golongan flavon.- Merah krimson untuk golongan fLavonol.- Merah tua
untuk golongan flavonon.b. Uji BATE SMITH MATECALVE Reaksi warna
ini digunakan untuk menuniukkan adanya senyawa leukoantosianin,
reaksi positif jika terjadi warna merah yang intensif atau warna
ungu.
5. Identifikasi flavonoid Sebagian besar senyawa flavonoid alam
ditemukan dalam bentuk glikosidanya, dimana unit flavonoid terikat
pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara gula dan suatu
alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada
prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari
alcohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti
adisi alcohol kepada aldehid yang dikatalis oleh asam menghasilkan
suatu asetal. Pada hidrolisis oleh asam, suatu glikosida terurai
kembali atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alcohol
yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan ini disebut aglokin.
Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa tersebut
masinbg-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan
gentiobiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau
triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam
molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air
dan sedikit larut dalam pelarut organic seperti eter, benzene,
kloroform dan aseton. Flavonoid merupakan metabolit sekunder dalam
tumbuhan yang mempunyai variasi struktur yang beraneka ragam, namun
saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama. Jalur
biosintesis flavonoid dimulai dari pertemuan alur asetat malonat
dan alur sikimat membentuk khalkon, dari bentuk khalkon ini
diturunkan menjadi bentuk lanjut menjadi berbagai bentuk lewat alur
antar ubah posisi, dehidrogenasi, denetilasi dan lain-lain.
Kenudian daripada itu menghasilkan bentuk sekunder dihidrokalkon,
flavon, auron, isoflavon (penurunan selanjutnya membentuk
peterokarpon dan rotenoid) dan dehidroflavonol (penurunan
selanjutnya antosianidin, flavonol, epikatekin ) . Dari
bentuk-bentuk sekunder tersebut akan terjadi modifikasi lebih
lanjut pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan /
pengurangan hidroksilasi, metilenasi, ortodihidroksil, metilasi
gugus hidroksil atau inti flavonoid, dimerisasi, pembentukan
bisulfat, dan yang terpenting glikolisasi gugus hidroksil
G. Manfaat dan Kegunaan Flavonoid Flavonoid merupakan sejenis
senyawa fenol terbesar yang ada, senyawa ini terdiri dari lebih
dari 15 atom karbon yang sebagian besar bisa ditemukan dalam
kandungan tumbuhan.Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan
citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman
sebagai warna pada bunga yang dihasilkan.Bagian tanaman yang
bertugas untuk memproduksi flavonoid adalah bagian akar yang
dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga
dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.Pada tumbuhan
tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam
bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam menarik
burungdan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak
berwarna, tetapi flavonoidyang menyerap sinar UV barangkali penting
juga dalam mengarahkan serangga.Beberapa kemungkinan fungsi
flavonoid untuk tumbuhan yang mengandungnyaadalah pengaturan
tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan
antivirus,dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Tidak ada
benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan
kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di
alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin
memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang
terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis
flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan
tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit
sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu. Senyawa
flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan
di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan
biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna
kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran,
kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk
pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat,
anggur merah, dan obat herbal. Senyawa ini berperan penting dalam
menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi makanan.
Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu.
Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia
menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya.
Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri
terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan
mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV,
molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal
pada polinasi dan fertilitas jantan. Senyawa flavonoid untuk obat
mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika bernama Gyorgy (1936).
Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam
askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati penderita
pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan.
Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang
diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat
menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas
senyawa tersebut dapat dipandang sebagai fungsi alat komunikasi
(molecular messenger} dalam proses interaksi antar sel, yang
selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau
mahluk hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif (menghambat)
maupun bersifat positif (menstimulasi).
1. Flavonoid sebagai Antioksidan Berbagai sayuran dan
buah-buahan yang dapat dimakan mengandung sejumlah flavonoid.
Konsentrasi yang lebih tinggi berada pada daun dan kulit kupasannya
dibandingkan dengan jaringan yang lebih dalam. Stavric dan
Matula(1992) melaporkan bahwa di negara-negara Barat, konsumsi
komponen flavonoid bervariasi dari 50 mg sampai 1 g per hari dengan
2 jenis flavonoid terbesar berupa quersetin dan kaempferol. Sebagai
antioksidan, flavonoid dapat menghambat penggumpalan keping-keping
sel darah, merangsang produksi nitrit oksida yang dapat melebarkan
(relaksasi) pembuluh darah, dan juga menghambat pertumbuhan sel-sel
kanker. Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti
hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflamasi, dan antivirus
(Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid terutama
terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan
alkoksil (Huguet, et al., 1990; Sichel,et al.,1991). Senyawa
flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe
(Fe diketahui dapat mengkatalisis beberapa proses yang menyebabkan
terbentuknya radikal bebas). Aktivitas antiperoksidatif flavonoid
ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Afanasav,et
al., 1989 ; Morel,et al.,1993). Manfaat utama flavonoid dalam tubuh
manusia adalah sebagai antioksidan yang bisa menghambat proses
penuaan dan mencegah berkembangnya sel kanker. Salah satu jenis
tanaman yang dipercaya dan terbukti memiliki kandungan flavonoid
yang cukup tinggi adalah tanaman cokelat. (nn). Flavonoid dikatakan
antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas dengan membebaskan
atom hidrogen dari gugus hidroksilnya. Aksi radikal memberikan efek
timbulnya berbagai penyakit yang berbahaya bagi tubuh. Tubuh
manusia tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang lebih
sehingga apabila terkena radikal bebas yang tinggi dan berlebih,
tubuh tidak dapat menanggulanginya. Saat itulah tubuh manusia
membutuhkan antioksidan dari luar (eksogen) yang dapat dilakukan
dengan asupan senyawa yang memiliki kandungan antioksidan yang
tinggi melalui suplemen, makanan, dan minuman yang dikonsumsi.
Namun, globalisasi yang merupakan zaman sintetik membuat manusia
khawatir terhadap antioksidan buatan yang pada umumnya memberikan
efek samping yang tidak ringan. Globalisasi membuat masyarakat
menjadi semakin pandai dan kritis termasuk dalam memilih produk
makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Berkembangnya berbagai
jenis penyakit terutama yang diakibatkan oleh pola konsumsi makanan
yang salah, mendorong masyarakat kembali ke alam. Dengan kata lain,
masyarakat kini mulai beralih pada upaya alami dengan mengonsumsi
makanan atau minuman yang mengandung antioksidan alami yang tidak
menimbulkan efek samping atau mungkin ada efek samping tetapi
dengan efek yang relatif ringan. Jadi, antioksidan alami menjadi
alternatif yang lebih diminati oleh masyarakat daripada antioksidan
sintetik. Sebagai bahan alami, buah-buahan, sayuran, dan teh
merupakan serat alami yang memiliki kandungan senyawa flavonoid
dalam kadar yang tinggi. Seperti yang kita ketahui bahwa buah,
sayuran, dan teh banyak mengandung vitamin dan mineral yang memang
sangat berguna bagi kesehatan tubuh kita, misalnya kerena adanya
kandungan vitamin E dan vitamin C yang memang telah dikenal sebagai
antioksidan sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Sejauh yang
masyarakat umum ketahui, kandungan pada buah, sayuran, dan teh
adalah kandungan vitamin dan mineralnya saja. Padahal di dalamnya
juga terdapat kandungan flavonoid yang juga merupakan antioksidan.
Bahkan flavonoid merupakan antioksidan yang jauh lebih baik dari
pada antioksidan lainnya, seperti pada vitamin E dan vitamin C. Hal
ini membuktikan bahwa flavonoid sebagai antioksidan memiliki
potensi yang lebih tinggi sebagai obat antikanker dari pada vitamin
dan mineral. Kandungan flavonoid ini memberi harapan sebagai
pencegah antikanker. Penyakit yang sangat ditakuti saat ini adalah
kanker. Kalau dahulu orang takut penyakit pes, kolera, cacar, TBC,
tipus, dan jenis-jenis penyakit lain yang sekarang sudah tidak
ditakuti lagi, sekarang orang selalu takut akan bahaya kanker yang
sewaktu-waktu dapat timbul (Braam, 1980). Saat ini, cara pengobatan
kanker yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya adalah
pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Tujuan dari cara
pengobatan tersebut adalah membunuh sel-sel kanker. Akan tetapi,
perlu kita ketahui bahwa tidak sedikit dari cara-cara tersebut yang
justru menimbulkan efek samping. Efek samping yang ditimbulkan
tersebut akan menjadi beban baru bagi para penderita kanker. Oleh
sebab itu, masyarakat mulai beralih pada pengobatan yang tidak
menimbulkan efek samping atau mungkin ada efek samping tetapi
dengan efek yang ringan2. Penyakit KankerKanker merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh
yang tidak normal dan tidak terkendali. Drs. Wildan Yatim dalam
bukunya Biologi (1996:100) menilai kanker sebagai berikut: Kanker
mengandung sel-sel yang membelah terus secara cepat dan tak
terkontrol. Sel-selnya memilki sifat seperti sel muda yang aktif
bermitosis. Seperti sel-sel embrio, sel-sel kanker berinti besar,
nukleus pun besar, dan dalam plasma terdapat banyak butiran dan
membran tipis. Sel kanker bisa merusak sel-sel yang lain dan dapat
pindah ke jaringan dan daerah lain. Sudah jelas bahwa sel-sel
kanker akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan
terus membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan sekitarnya
(invasive) dan terus menyebar. Penyebarannya bisa melalui jaringan
ikat, darah, dan yang lebih berbahaya lagi bahwa sel kanker dapat
menyerang organ-organ penting dan saraf tulang belakang. Dalam
keadaan normal, sel membelah diri apabila ada penggantian sel-sel
yang telah mati dan rusak. Berbeda dengan sel kanker yang akan
membelah terus meskipun tubuh tidak memerlukannya sehingga akan
terjadi penumpukan sel baru. Sel baru ini lah yang disebut tumor
ganas. Penumpukan sel tersebut mendesak dan merusak jaringan
normal, sehingga mengganggu organ yang ditempatinya. Kanker dapat
tumbuh di berbagai jaringan dalam berbagai organ di setiap tubuh
mulai dari kaki sampai kepala. Bila kanker tumbuh pada bagian
permukaan tubuh, maka akan dengan mudah diketahui oleh penderita.
Akan tetapi, bila kanker tumbuh di dalam tubuh, maka penyakit yang
dianggap misterius tersebut akan sulit diketahui sebab
kadang-kadang tidak menunjukkan gejala apa pun, bahkan kanker
tertentu baru akan dapat diketahui setelah kanker tersebut sudah
ada pada stadium akhir atau lanjut, misalnya leukimia (kanker
darah). Kalau pun timbul gejala, biasanya gejala tersebut terasa
pada saat stadium lanjut sehingga terkadang sudah terlambat untuk
diobati. Ini lah alasan utama mengapa kanker menjadi penyakit yang
harus sangat diwaspadai oleh seluruh masyarakat. Selain lingkungan,
makanan yang kita makan juga dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya kanker, terutama kanker pada saluran pencernaan sebab
makanan yang dikonsumsi seseorang dapat mempengaruhi pengaktifan
sel kanker pada saluran pencernaan. Contoh jenis makanan yang dapat
menyebabkan kanker pada saluran pencernaan adalah makanan yang
diasap dan diasamkan. Makanan tersebut dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker lambung. Contoh lainnya adalah minuman yang
mengandung alkohol yang menyebabkan kanker kerongkongan. Bahkan zat
pewarna makanan pun dapat menjadi penyebab timbulnya kanker pada
saluran pencernaan. Terdapat pula penyebab kanker pada saluran
pencernaan, yaitu logam berat seperti mercury yang biasanya sering
terdapat pada makanan laut yang tercemar, seperti kerang, ikan, dan
sebagainya. Selain itu, perlu diperhatikan oleh masyarakat adalah
bahwa berbagai makanan manis mengandung tepung yang diproses secara
berlebihan juga merupakan faktor penyebab aktifnya sel kanker dalam
tubuh. a. Senyawa Flovonoid sebagai Antikanker Senyawa bioaktif
flavonoid yang merupakan ekstrak metanol ini dikatakan sebagai
antikanker karena dapat menghambat tumbuhnya sel-sel kanker itu
sendiri. Sebagai antioksidan, senyawa flavonoid dapat mencegah
reaksi bergabungnya molekul karsinogen dengan DNA sel sehingga
mencegah kerusakan DNA sel. Di sini lah komponen bioaktif flavonoid
dapat mencegah terjadinya proses awal pembentukan sel kanker.
Bahkan flavonoid dapat merangsang proses perbaikan DNA sel yang
telah termutasi sehingga sel menjadi normal kembali. Selain itu,
dapat mencegah pembentukan pembuluh darah buatan sel kanker (proses
angiogenesis) sehingga sel-sel kanker tidak dapat tumbuh menjadi
besar karena saluran untuk pertumbuhannya terhambat. Makanan yang
mengandung flavonoid, seperti stroberi hijau, kubis, apel,
kacang-kacangan, dan bawang juga mengurangi risiko terjagkitnya
penyakit kanker paru-paru. Hal ini menandakan bahwa untuk mencegah
terjadinya kanker sangat lah mudah asalkan kita sendiri ada kemauan
dalam menjaga kesehatan. Pepatah lebih baik mencegah dari pada
mengobati pun menjadi amat tepat bila bicara mengenai kanker. Hal
ini mengingat sulitnya pengobatan dan minimnya kesembuhan apabila
seseorang sudah terjangkit kanker. Namun, manusia harus selektif
dalam mengonsumsi makanan, minuman, sayuran, dan buah-buahan yang
dianggap alami dan tidak memiliki efek samping. Hal ini tampaknya
harus menjadi pertimbangan yang lebih jauh dari manusia mengingat
zaman sekarang yang semakin maju dan mengakibatkan manusia selalu
menginginkan yang instan, mudah, dan murah, misalnya penggunaan
pestisida dalam perawatan buah dan sayuran untuk menghindari
gangguan hama yang dapat membuat hasil buah atau sayuran menjadi
rusak bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Secara otomatis,
pestisida yang disemprotkan pada buah atau sayuran tersebut akan
menempel dan akan termakan oleh manusia yang mengonsumsinya.
Padahal, jika kita lihat dari kandungannya, pestisida merupakan
bahan kimia yang bersifat karsinogen yang dapat mengaktifkan
sel-sel kanker pada tubuh manusia. Kandaswami dan Middleton (2004)
mengatakan bahwa flavonoid dapat menghalangi reaksi oksidasi
kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental yang dapat
mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Penyempitan pembuluh
darah pada tubuh akan menyebabkan aliran darah tidak lancar dan
jika dibiarkan dalam waktu yang terlalu lama, kemungkinan besar
akan mengumpul bahkan menggumpal pada daerah tertentu. Penggumpalan
darah ini dapat mengakibatkan sel-sel tersebut menjadi sel kanker
yang dapat aktif apabila didukung oleh asupan bahan karsinogenik
atau faktor luar lainnya yang dikonsumsi manusia. Flavonoid juga
menghambat invasi tumor sehingga tumor tidak membesar dan tidak
menjadi ganas yang menyebabkan kanker. Tumor yang tertanam dalam
tubuh manusia apabila dibiarkan terlalu lama akan menjadi sel
kanker yang ganas dan akan menggerogoti tubuh. Mengingat bahaya
penyakit kanker bagi tubuh, manusia harus mengambil sikap dan
antisipasi terhadap penyakit yang menyebabkan kematian tersebut,
misalnya dengan mengonsumsi makanan yang mengandung flavonoid yang
tinggi. Karena kandungannya yang banyak terdapat pada buah, sayur,
dan teh, dapat dikatakan bahwa tidak sulit untuk melindungi diri
dari penyakit berbahaya, seperti kanker. Perlindungan tersebut
dikatakan cukup mudah sebab buah, sayur-sayuran, dan teh sangat
mudah didapat.Berbagai potensi senyawa isoflavon untuk keperluan
kesehatan antara lain: a.Anti-inflamasi Mekanisme anti-inflamasi
terjadi melalui efek penghambatan jalur metabolisme asam
arachidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin, atau
aktivitas radical scavenging suatu molekul. Melalui mekanisme
tersebut, sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga
dapat meningkatkan viabilitas sel. Senyawa flavonoid yang dapat
berfungsi sebagai anti-inflamasi adalah toksifolin, biazilin,
haematoksilin, gosipin, prosianidin, nepritin, dan lain-lain. b.
Anti-tumor/Anti-kanker Senyawa isoflavon yang berpotensi sebagai
antitumor/antikanker adalah genistein yang merupakan isoflavon
aglikon (bebas). Genistein merupakan salah satu komponen yang
banyak terdapat pada kedelai dan tempe. Penghambatan sel kanker
oleh genistein, melalui mekanisme sebagai berikut : (1)
penghambatan pembelahan/proliferasi sel (baik sel normal, sel yang
terinduksi oleh faktor pertumbuhan sitokinin, maupun sel kanker
payudara yang terinduksi dengan nonil-fenol atau bi-fenol A) yang
diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel, khususnya
penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin; (2)
penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II; (3) penghambatan
regulasi siklus sel; (4) sifat antioksidan dan anti-angiogenik yang
disebabkan oleh sifat reaktif terhadap senyawa radikal bebas;(5)
sifat mutagenik pada gen endoglin (gen transforman faktor
pertumbuhan betha atau TGF). Mekanisme tersebut dapat berlangsung
apabila konsentrasi genestein lebih besar dari 5M. c.Anti-virus
Mekanisme penghambatan senyawa flavonoida pada virus diduga terjadi
melalui penghambatan sintesa asam nukleat (DNA atau RNA) dan pada
translasi virion atau pembelahan dari poliprotein. Percobaan secara
klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut berpotensi
untuk penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh
rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap
penyakit hepatitis B. Berbagai percobaan lain untuk pengobatan
penyakit liver masih terus berlangsung. d. Anti-allergi Aktivitas
anti-allergi bekerja melalui mekanisme sebagai berikut :(1)
penghambatan pembebasan histamin dari sel-sel mast, yaitu sel yang
mengandung granula, histamin, serotonin, dan heparin; (2)
penghambatan pada enzim oxidative nukleosid-3,5 siklik monofast
fosfodiesterase, fosfatase, alkalin, dan penyerapan Ca; (3)
berinteraksi dengan pembentukan fosfoprotein. Senyawa-senyawa
flavonoid lainnya yang digunakan sebagai anti-allergi antara lain
terbukronil, proksikromil, dan senyawa kromon. e.Penyakit
kardiovaskuler Berbagai pengaruh positif isoflavon terhadap sistem
peredaran darah dan penyakit jantung banyak ditunjukkan oleh para
peneliti pada aspek berlainan. Khususnya isoflavon pada tempe yang
aktif sebagai antioksidan, yaitu 6,7,4- trihidroksi isoflavon
(Faktor-II), terbukti berpotensi sebagai anti kotriksi pembuluh
darah (konsentrasi 5g/ml) dan juga berpotensi menghambat,
pembentukan LDL (low density lipoprotein). Dengan demikian
isoflavon dapat mengurangi terjadinya arterosclerosis pada pembuluh
darah. Pengaruh isoflavon terhadap penurunan tekanan darah dan
resiko CVD (cardio vascular deseases) banyak dihubungkan dengan
sifat hipolipidemik dan hipokholesteremik senyawa isoflavon.
Berbagai bahan alam yang secara tradisional digunakan untuk
penyakit kardio-vaskular, kebanyakan secara ilmiah telah dilaporkan
memil