ISLAMISME DAN IMIGRAN TURKI STUDI KASUS : MILI GORUS HAREKETI DI JERMAN TAHUN 1976-2011 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Oleh: Listinawati (1113022000073) JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M
69
Embed
ISLAMISME DAN IMIGRAN TURKI STUDI KASUS : MILI GORUS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50471/1/SS1903… · Sepak bola sebagai penyelamat orang Turki di Jerman.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ISLAMISME DAN IMIGRAN TURKI
STUDI KASUS : MILI GORUS HAREKETI DI JERMAN TAHUN 1976-2011
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Listinawati
(1113022000073)
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
ISLAMISME DAN IMIGRAN TURKI
STUDI KASUS: MILI GORUS HAREKETI DI JERMAN TAHUN 1976-2011
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk
Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora
(S.Hum.)
Oleh
Listinawati
1113022000073
Pembimbing
Drs. Jajang Jahroni, MA, Ph.D.
NIP. 196706121994031006
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/ 1440 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian,
pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun
saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain
2. Sumber yang saya gunakan dalam ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap
gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan
kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi
tanggung jawab saya.
Jakarta, 10 April 2019
Listinawati
i
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji preferensi politik imigran Turki di Jerman melalui metode
historis dengan pendekatan politik. Pasca perang dunia pertama (1914-1918), pasca perang
dunia kedua, Jerman yang mengalami deficit tenaga kerja, mendatangkan banyak pekerja
tamu (Gastarbeiter) dari Turki untuk bekerja disana.
Pada tahun 1969, Necmettin Erbakan mendirikan organisasi Mili Gorus (Visi
Nasional) yang menganut ideologi politik Islamisme. Gerakan Mili Gorus, berakar pada
prinsip-prinsip Islam, yang memiliki kesamaan dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Karena
itu, sepanjang kehidupan Erbakan, yang terlibat aktif dalam gerakan Mili Gorus, terjalin
hubungan yang sangat erat, antara Mili Gorus dengan Ikhwanul Muslimin di mana kedua
organisasi memiliki persamaan, yaitu penguatan pada nilai-nilai Islam dalam kehidupan
politik dan kemasyarakatan serta memandang negatif elemen sosial politik dari Barat seperti
Demokrasi dan Sekularisme. Organisasi yang juga membuka cabang di Jerman ini, segera
menjadi organisasi terbesar orang-orang keturunan Turki di perantauan.
Menurut penelahaan penulis, faktor utama mengapa Mili Gorus sukses menuai
dukungan dari para imigran Turki di Jerman adalah karena imigran Turki di Jerman
membutuhkan identitas penguat untuk melawan marjinalisasi sosial dan kesulitan berintegrasi
yang mereka hadapi di perantauan.
Kata Kunci: Imigran, Turki, Jerman, Mili Gorus Hareketi, Islamisme.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, karena berkah, rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Islamisme dan Imigran Turki
Studi Kasus: Mili Gorus Hareketi di Jerman (1976-2011). Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada baginda Nabi Muhammad Shallallah ‘Alayhi Wasallam, yang telah menghantarkan
manusia ke jaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dibalik selesainya skripsi ini, terdapat orang-orang yang selalu mendukung penulis baik dari
segi materil maupun moril. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang terkait demi selesainya skripsi ini. Penulis
mempersembahkan ucapan terima kasih tersebut kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Saipul Umam Ph.d,. Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H Nurhasan M.A., selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan Ibu
Solikhatus Sa’diyah, M.Pd., selaku Sekertaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
3. Bapak Jajang Jahroni Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah sepenuh hati
membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih atas masukan,
arahan dan perhatiannya selama penulis menyusun skripsi ini.
4. Kepada seluruh Dekanat dan Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah berbagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama
menjadi mahasiswa aktif di Fakultas Adab dan Humaniora.
5. Ibu dan (Alm) Ayah tercinta, kakak, adik, mertua dan suami tercinta yang telah
memberikan semangat, motivasi, cinta serta do’anya kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam angkatan 2013 konsentrasi Timur
Tengah terkhusus Ayu, Ummy, Yulia, Patimah. Terima kasih telah menghiasi kehidupan
penulis semasa kuliah dan membantu perjuangan penulis hingga akhir. Kepada teman
seperbimbingan, Khairunnisa Maulida yang berjuang dan berdiskusi bersama dalam
menyelesaikan skripsi ini.
ii
7. Terakhir kepada seluruh pihak baik individu maupun kelompok yang tak bisa penulis
sebutkan satu persatu, rasa hormat dan terima kasih selalu tercurah kepada kalian yang
telah memberikan semangat, bantuan dan doa kepada penulis.
Hampir semua negara-negara Eropa Barat menjadi negara penerima imigran.
Beberapa negara, seperti, Perancis, Inggris dan Belanda menjadi negara penerima
imigran sejak tahun 1960-an. Penempatan imigran secara berkelompok dalam
satulokasi dengan karakteristik yang sama merupakan kebijakan yang telah
disepakati oleh negara penerima dan pengirim. Misalnya, imigran dari wilayah
Mediterania seperti orang Turki dan Maroko tinggal bersama atau berdekatan
dalam satu lokasi.6 Lokasi tempat tinggal pekerja tamu ini berada di kawasan
pedesaan dan tidak jauh dari lokasi tempat kerja mereka.
Para migran termasuk imigran Turki dipekerjakan dengan sistem kerja kontrak
di sektor-sektor industri. Mereka tinggal di asrama-asrama khusus yang sudah
disediakan oleh pemerintah dantidak diperkenankan untuk membawa serta istri
atau keluarganya. Namun sistem ini dianggap tidak efektif karena jumlah imigran
atau pengunjung ilegal (tanpa izin) menjadi besar. Masuknya para pekerja ilegal
ke negara Eropa Barat melalui daerah perbatasan menjadi sebuah isu yang cukup
kuat pada awal tahun 1970-an terutama ketika resesi ekonomi dunia tahun 1973.7
Bagaimanapun, imigran membutuhkan tempat untuk membangun sebuah
komunitas yang baru. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk penyesuaian
dan mengintegrasikan diri dengan budaya setempat. Menurut Penninx, integrasi
adalah sebuah proses untuk menjadi anggota yang diakui, diterima dan menjadi
satu bagian dalam sebuah masyarakat.8 Dengan kata lain integrasi menekankan
bahwa pendatang harus mampu beradaptasi dengan budaya setempat dan
membuat keberadaan mereka diterima oleh masyarakat setempat.
Apabila didefinisikan secara lengkap maka integrasi adalah sebuah proses
adaptasi yang dilakukan oleh pendatang yang meliputi dua hal yaitu individu dan
6Kastoryano, Riva. 2003. “Transnational Participation and Citizenship: Immigrants in the
European Union”, National Europe Centre Paper No. 64, h. 5 7Jurnal Migrasi, Kewarganegaraan, dan Partisipasi Imigran: Studi Kasus Imigran Turki di Belanda,
by Gusnelly, 2010, h. 63. 8Penninx, Rinus. 2004. Integration of Migrants: Economic, Social, Cultural and Political
Dimension. European Commision Report.
4
kelompok masyarakat di mana para pendatang harus membuat dirinya berada
pada posisi yang dapat diterima oleh komunitas dimana dia berada. Dalam hal ini
pendatang harus menerima ketentuan yang berlaku dalam komunitas yang
dimasukinya. Proses integrasi harus berjalan perlahan-lahan dan setiap individu
harus memahami dimana dan seperti apa budaya di tempat mereka berada.
Yasemin Karakasoglu seorang peneliti dari Bremen University mengungkapkan
menurutnya, lebih banyak masyarakat Turki yang menganggap Jerman sebagai
tanah airnya ketimbang Turki. Sebanyak dua per tiga orang Turki tidak pernah
berpikir untuk meninggalkan Jerman.9
Dari 10% penduduk Jerman yang terdiri atas imigran, Jerman masih tidak
mendefinisikan dirinya sebagai ‘negara imigrasi’. Organisasi imigran memiliki
pengaruh yang genting terhadap politik Jerman. Sehingga lembaga negara Jerman
semakin bekerjasama dengan melegitimasi kebijakan imigran mereka sendiri.
Kebijakan kewarganegaraan dan migrasi dalam konteks perubahan demografi
masyarakat Jerman pasca perang yakni ‘pencarian normalitas’ dan modernisasi
pemahaman diri negara dalam pergeseran definisi bahasa Jerman, identitas dan
dalam pendekatan yang terkait dengan migran, Islam, budaya Jerman. Isu migrasi
merupakan faktor utama yang membentuk dan mengubah masyarakat Jerman
dalam menyoroti meningkatnya minat mengubah kehidupan sosial. Sementara
pemerintah sebelumnya berulang kali menolak gagasan Jerman sebagai ‘negara
imigrasi’.
Pada tahun 1980-an, jaringan organisasi Turki memiliki kelompok yang paling
luas dari semua kelompok imigran di Jerman.10 Salah satu organisasi yang populer
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, agar terfokus pembahasannya,
yang menarik untuk dikaji atas persoalan yang timbul ketika imigran Turki
berada di Jerman. Penulis membatasi penelitian ini hanya fokus kepada
keberadaan komunitas imigran Turki dalam kehidupan sosial politik di
Jerman yang tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan imigran Turki di
Jerman dan Eropa pada umumnya mengalami dinamika sosial yang cukup
tegang. Ketegangan sosial ini tidak hanya disebabkan oleh perbedaan
identititas keagamaansertakelompok social politik dari imigran Turki sendiri
akan tetapi juga didorong oleh perspektif negarapenerima dengan keberadaan
imigran
.
2. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah, penulis telah merumuskan
beberapa masalah yang akan dianalisis dan dijelaskan dalam skripsi ini.
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah, Mengapa Mili Gorus Hareketi
yang menganut faham Islamisme menjadi gerakan yang populer diantara
komunitas imigran Turki di Jerman ?
Adapun sub masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana awal mula kedatangan Imigran Turki di Jerman?
2. Bagaimana kehidupan imigran Turki di Jerman ?
3. Bagaimana proses berdiri dan sepak terjang Mili Gorus Hareketi di
Jerman ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan sejumlah permasalahan di atas, tujuan studi ini ingin menjelaskan
kenapa Mili Gorus Hareketi memperoleh pengaruh kuat diantara komunitas
imigran Turki di Jerman.
8
Karena pada dasarnya, informasi mengenai masa lampau akan menyajikan
manfaat atau akan memberikan pencerahan yang positif bagi khalayak luas,
maka manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Edukatif, dapat memberikan pelajaran bagi para imigran
muslim di Barat untuk dapat lebih berbaur dan berintegrasi dengan
masyarakat negara penerima.
2. Sebagai cermin bagi negara-negara penerima imigran, bahwa untuk
mengintegrasikan imigran kedalam masyarakat negara yang
bersangkutan, bukanlah perkara mudah, perlu ada pendekatan yang
lebih komprehensif..
D. Tinjauan Pustaka
Sumber-sumber yang penulis jadikan sebagai kajian pustaka dalam skripsi
ini, antara lain adalah:
Riva Kastoryano, paper no. 64 tahun 2003 berjudul “Transnational
Participation and Citizenship: Immigrants in the European Union” yang
membahas tentang mengapa negara-negara Eropa merasa sangat sulit untuk
memasukkan imigran sepenuhnya ke dalam komunitas politik mereka.
Pelajaran dari buku ini yaitu dua kelompok imigran muslim terbesar di Eropa,
Afrika Utara di Perancis dan penduduk Turki di Jerman, bagaimana cara
kelompok-kelompok tersebut berasimilasi dengan peradaban Barat yang jelas
sangat mendesak.16
Jurnal Cognitive and language skills of Turkish children in Germany yang
berisikan tentang beberapa kelompok rasional, generasi Turki asal Jerman
yang berbeda-beda di dalam jurnal ini dijelaskan mulai dari orang tua dari
berbagai macam sumber. Selain itu juga membahas anak-anak sampai
pendidikannya.
16 Kastoryano Riva, “Transnational Participation and Citizenship: Immigrants in the European
Union” , National Europe Centre Paper No. 64
9
Selanjutnya, buku karya Oki Setiana Dewi yang berjudul Islam dalam
perjalanan antara, Australia, Jerman dan Spanyol, Penerbit: Mizan Media
Utama, Bandung, tahun 2018. Berdasarkan pengalaman beliau selama di
Jerman. Bertemu langsung dengan para imigran dari Turki dan relawan yang
membantu para imigran.17
Selanjutnya, artikel Amara Mahfoud “Sport, Islam, and Muslims in
Europe: in between or on the Margin?”, Open Access Religions, no. 4, (2013).
Dalam artikelnya ini, Amara menyatakan bahwa telah terjadi miskonsepsi
tentang peran dan posisi Islam di Eropa sehingga berdampak pada wacana-
wacana seperti olahraga, Islam, dan imigrasi. Menurut Amara, perdebatan
mengenai agama dan khususnya Islam sangat sering diperselisihkan, terutama
yang berkaitan dengan masalah integrasi komunitas Muslim kepada nilai-nilai
sekuler.18
E. Kerangka Teori
Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan teori fungsionalis
sebagai alat untuk menganalisis integrasi sosial imigran Turki di Jerman.
Perspektif fungsionalis ini memiliki suatu gagasan bahwa peristiwa-peristiwa
sosial dapat dijelaskan dengan cara melihat bagaimana peristiwa tersebut
menunjukan fungsinya.19 Teori fungsionalis di dalam sosiologi dan
antropologi juga turut membantu untuk menjelaskan institusi sosial, utamanya
untuk menjelaskan fungsi dari institusi-institusi sosial tersebut. Dengan
demikian, jika migrasi dipahami sebagai sebuah proses sosial, maka isu-isu
sentral yang patut diberikan perhatian khusus adalah perlakuan terhadap
tatanan sosial, kekuasaan, konflik sosial, dan perubahan sosial. Gagasan
tentang studi terhadap kehidupan sosial khususnya fungsi-fungsi sosial
17 Setiana Dewi Oki, Islam Dalam Perjalanan Antara Australia, Jerman dan Spanyol, Penerbit:
Mizan Media Utama, Bandung: 2018. 18 Mahfoud Amara, “Sport, Islam and Muslims in Europe: In Between Or The Margin?”, Open
Access Religions, no. 4, 2003. 19Grant Jarvie, Sport, Culture and Society, an Introduction,(London: Routledge, 2006), h. 24.
10
diadopsi pada awal abad keduapuluh oleh ilmu antropologi sosial. Masyarakat
dipandang sebagai bagian-bagian yang interdependen yang bekerja sama
untuk mencapai suatu kebutuhan sosial. Fungsionalisme di dalam antropologi
cenderung beraksentuasi kepada isu-isu metodologis. Sementara
fungsionalisme dalam sosiologi cenderung kritis terhadap hal-hal
epistemologis yang menginformasikan body of knowledge dalam teori ini.
Dengan demikian, dengan berdasarkan pada teori fungsionalis, peran Mili
Gorus sebagai sebuah komunitas sosial memiliki fungsi integratif. Tujuan dan
kegiatan yang dirancang oleh Mili Gorus sendiri berperan sebagai wadah
rekonsiliasi bagi berbagai individu atau pun kelompok yang memiliki latar
belakang berbeda. Melalui Mili Gorus yang ingin ikut andil dalam politik,
imigran Turki di Jerman dapat terintegrasi dengan masyarakat asli Jerman
serta saling berkooperasi untuk mencapai tujuan bersama.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode historis yang
bersifat deskriptif analitis, yaitu sebuah metode yang bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis suatu peristiwa yang terjadi di masa
lampau.20 Adapun langkah-langkah dalam menggunakan metode historis
tersebut diantaranya adalah Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi (kritik
sumber), Interpretasi (analisis sejarah) dan Historiografi (penulisan sejarah).21
1. Heuristik (Pengumpulan Data)
Kegiatan yang dilakukan penulis pertama kali adalah mengumpulkan
berbagai sumber atau data dengan melakukan penelitian kepustakaan
(Library Research) yang merujuk kepada sumber-sumber yang berkaitan
dengan tema skripsi ini, diantaranya buku-buku, jurnal, artikel. Dalam
20 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj: Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1983), h. 32. 21 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, cet II, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
h. 54.
11
upaya mendapat sumber tersebut penulis melakukan penelitian ke berbagai
perpustakaan seperti, perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Universitas
Indonesia. Selain itu penulis juga melakukan online search dengan
mengunjungi beberapa situs di internet diantaranya: JSTOR, media surat
kabar online baik media lokal maupun internasional.
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Setelah data terkumpul penulis melakukan kritik sumber, dengan cara
mengidentifikasi keabsahannya tentang keaslian sumber melalui kritik
ekstern dan menilai kelayakan sumber melalui kritik intern. Hal ini penulis
lakukan agar mendapatkan sumber yang valid dan relevan.
3. Interpretasi (Analisis Sejarah)
Penulis melakukan interpretasi pada setiap sumber yang telah
ditemukan yang terkait dengan imigran Turki di Jerman.
4. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Penulisan sejarah merupakan tahap akhir yang dilakukan penulis. Penulis
akan mendeskripsikan data yang telah diverifikasi dan diinterpretasi,
selanjutnya penulisan skripsi ini adalah hasil dari penelitian sejarah yang
sudah dilakukan dalam berbagai tahapan diatas dan dituangkan dalam bentuk
tulisan yang sesuai dengan kaidah ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab penulisan, termasuk di dalamnya bab
pendahuluan dan penutup. Penulis menyusun sistematika penyusunan ini ke
dalam 6 bab, terdiri dari:
12
Bab I: terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: terdapat pembahasan mengenai sejarah masuknya imigran Turki di
Jerman.
Bab III: merupakan bahasan tentang hubungan Jerman dan Islam
Bab IV: merupakan bahasan inti mengenai Mili Gorus Hareketi dan Sepak
Terjangnya di Jerman, berisi tentang kegiatan, tokoh maupun pengaruhnya di
Jerman.
Bab V: penutup yang meliputi sub-sub mengenai kesimpulan dan saran.
13
BAB II
AWAL MULA MASUKNYA IMIGRAN TURKI KE JERMAN
A. Sejarah Masuknya Imigran Turki Ke Jerman
Awalnya Jerman ditimpa kekurangan sumber manusia selepas Perang Dunia II
kemudian diadakan perjanjian bilateral pemerintah dengan pemerintah antara
Jerman dan Turki pada 30 Oktober 1961. Perjanjian tersebut menciptakan
program yang disebut Guestworker (dalam bahasa Jerman disebut Gastarbeiter)
yang artinya pekerja tamu. Sebuah kesepakatan antara Kementerian Tenaga Kerja
Schleswig Holstein dan Kementerian Luar Negeri Turki menyebabkan banyaknya
kedatangan orang Turki di Kiel pada bulan April 1957. Program tersebut
disponsori oleh Dewan Pengrajin di Harnburg. Di Bavaria, sebuah institut riset
swasta bagian Hubungan Ekonomi Jerman Turki sebenarnya adalah agen
perekrutan, sementara itu sejumlah biro terjemahan bermunculan untuk tujuan
yang sama.Yang terbaik dari program ini yaitu menyediakan beberapa pelatihan
namun, kebanyakan hanya mencari tenaga kerja yang dibayar murah.Pengalaman
pertama para pekerja tamu sangat mengecewakan, karena mereka mengetahui
bahwa kualifikasi keahlian pekerja Turki tidak diakui, mereka melakukan
pekerjaan dengan tidak terampil atau semi terampil di bawah kualifikasi mereka,
maka hanya sedikit dari mereka yang diberi kesempatan untuk dilatih lebih jauh.22
Migrasi besar-besaran atau puncaknya migrasi sejak awal 1960-an dari Turki
ke Eropa pada umumnya dan ke Jerman pada khususnya telah mempengaruhi
pandangan umum perhubungan migrasi Turki dan telah menjadi kewajaran bahwa
Turki secara khusus adalah negara pengirim imigran. Ada beberapa contoh yang
memperjelas bahwa migrasi Turki ke Jerman bukanlah fenomena baru. Bertahun-
tahun sebelum perjanjian rekrutmen rakyat Ottoman dan warga Turki berimigrasi
untuk waktu yang lama atau singkat ke Jerman. Di samping utusan, pengunjung,
penulis dan pengusaha yang pergi ke Jerman baik secara diplomatik maupun
22 Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh University press, 1995), h. 23
14
swasta, ada juga orang-orang Turki muda seperti Mehmet Talat Pasha yang
melarikan diri dari kekasisaran Ottoman pada tahun 1918. Namun, orang biasa
juga seperti pekerja, mahasiswa dan pengrajin menetap di Jerman untuk waktu
tertentu, terutama untuk pendidikan.23
Turki sebagai negara pengirim migran mempromosikan pekerja migrasi ke
Eropa pada tahun 1960 dengan harapan memberi dampak positif pada ekonomi
Turki sebagai bagian dari perencanaan pembangunan nasionalnya, untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan organisasi perencanaan
negara dibentuk setelah penemuan Turki militeer pada tahun 1960 dan sebagai
tanggapan atas defisit perdagangan yang tinggi di Turki yang dikembangkan
disebut rencana pembangunan lima tahun dari tahun 1960. Rencana ini juga
menargetkan ekspor tenaga kerja dengan harapan agar pekerja migran akan
membawa mata uang asing mengurangi tngkat pengngguran dan kembali dengan
keterampilan baru sehingga berkontribusi terhadap industrialisasi di Turki.24
Terlepas dari itu, tidak ada keraguan bahwa migrasi dari Turki menjadi
dinamika baru dengan perjanjian rekrutmen pada tahun 1961. Jumlah warga
Turki, yang pergi terutama yang disebut “pekerja tamu” ke Jerman meningkat
dengan cepat dari 10.000 orang pada tahun 1962 menjadi 1.607.161 pada tahun
2011.
Pada tahun 1955 Pemerintah Jerman menandatangani perjanjian rekrutmen
pertama dengan Italia, kemudian kesepakatan serupa dengan Spanyol (1960),
Yunani (1960), Turki (1961), Maroko (1963), Portugal (1964), Tunisia (1965),
dan tiga tahun kemudian, Yugoslavia. Dalam program tersebut para pekerja dari
Turki dan dari beberapa negara lain seperti Yugoslavia diharapkan dapat
mendorong proses industrialisasi Jerman yang tengah berkembang. Pemerintah
23 Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 131 24Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 134
15
Jerman meminta pekerja asing untuk datang bekerja karena kekurangan stok
buruh murah, terutama di sektor industri.25
Efek dari kesepakatan tersebut adalah bahwa perusahaan Jerman yang mencari
pekerja Turki harus beroperasi melalui kantor perekrutan resmi yang didirikan
oleh pihak berwenang Jerman dan Turki di Turki.Orang yang ingin mencari
pekerjaan di Jerman harus melalui pemeriksaan medis dan wawancara kerja di
Turki sampai dikeluarkannya surat ijin kerja setelah itu di berangkatkan ke
Jerman. Meskipun ada oposisi dari beberapa bagian masyarakat namun para
pekerja tamu tersebut diakui secara luas. Pekerjaan yang bersifat sementara ini
melalui sistem rotasi dan masa kerja hanya untuk beberapa tahun, setelah itu
pekerja tersebut kembali ke rumah, maka orang tua tersebut membawa istri dan
anak mereka kembali ke tempat asal mereka di Turki.26
Pada tanggal 30 Oktober 1961 perjanjian tentang tenaga kerja asing ditanda
tangani oleh pemerintah Jerman dan pemerintah Turki. Imigran Turki pindah ke
Jerman dimulai sebagai pekerjaan sementara program pelatihan yang ditemukan
oleh World Economic Institute (Weltwirtschaftsinstitut) di Kiel pada tahun 1957,
melalui nama peserta dari Turki dikirim ke Jerman dengan tujuan memfasilitasi
modal investasi Jerman dan cabang di Turki di mana peserta harus bekerja sebagai
mandor. Bahkan awal dari perekrutan tenaga kerja yang tidak resmi bertahan lama
walaupun tanpa perjanjian atau peraturan bilateral yang diselenggarakan oleh
orang pribadi dan institusi.27
Pekerja tamu hanya dikontrak selama dua tahun, setelah mendapatkan uang
kemudian kembali ke rumah ke tanah air mereka yaitu Turki, selepas kontrak
kerja habis. Maka diberlakukan kebijakan rotasi atau digantikan dengan
mengambil pekerja tamu dari negara lainnya yang juga dikontrak selama dua
tahun. Namun kebijakan ini tidak berjalan, lantaran banyak pengusaha enggan
25 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 3 26 Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh university press, 1995), h. 24. 27Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 132
16
memberikan pelatihan lagi untuk para pekerja baru. Mereka lebih memilih tetap
mempekerjakan pekerja lama untuk menghemat biaya.
Pemukim awal seperti imigran Turki terkonsentrasi di kota-kota industri di
Jerman bagian Utara, terutama Hamburg, Bremen dan Kiel.Aturan yang mengatur
imigrasi pada saat itu adalah liberal sampai tahap selanjutnya dan dengan cepat
para imigran dapat membawa keluarga mereka untuk tinggal bersama
mereka.Akibatnya, terlepas dari awal kekecewaan mereka, mereka kemudian
merasa sangat puas karena diberikan tempat tinggal.
Dilihat dari latar belakangnya, kebanyakan imigran Turki di Jerman berasal
dari wilayah-wilayah yang miskin, sehingga mereka di sana hanya bekerja sebagai
buruh rendahan atau bahkan hanya menganggur saja. Situasi itulah yang membuat
mereka pergi ke Jerman untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Sebagian besar dari mereka hanya bekerja maksimal dua tahun di Jerman, dengan
harapan mereka akan tercukupi secara finansial, lalu pulang ke negara asalnya
dan bisa membangun rumah sendiri.28
Setelah melakukan rekrutmen untuk menghidupkan kembali ekonomi Jerman,
pemerintah sebagai pihak berwenang mulai mengatur sebagian besar aspek
pekerja Turki. Kesejahteraan sosial pekerja asing sebelumnya telah ditempatkan
di tangan pegiat sosial di dua gereja utama. Orang-orang Protestan telah dituntut
untuk merawat pekerja-pekerja Yunani, dan orang-orang Katolik diberi tanggung
jawab atas pekerja Italia dan Spanyol.Perhatian pekerja Turki diberikan kepada
Arbeiterwohlfahrt (kesejahteraan pekerja) atau kelompok kesejahteraan sosial,
Partai Sosial Demokratik dan perserikatan buruh. Penghasilan pekerja diubah
menjadi mata uang Turki pada tingkat khusus untuk menghindari pasar gelap.
Dana pemerintah tersedia untuk mendukung pembentukan asosiasi budaya, dan
penyiaran reguler dimulai di Turki. Pemerintah Jerman juga mendorong
pembukaan konsulat Turki di kota-kota utama di mana imigran baru menetap.
28Hamm, Horst: fremdgegangen-freigeschrieben. Eine einfuhrung in die deutschsprachige
gastarbeiterliteratur, 1988, h. 62
17
Mudah dipahami kalau orang yang tidak mampu akan pergi ke tempat di mana
mereka memperoleh pekerjaan, kebahagiaan atau uang. Dahulu di negara Jerman
Timur, hidup atau tinggal di wilayah lain, seperti misalnya bersekolah atau
menjalani latihan kerja di luar negeri, merupakan impian yang tidak mungkin
terpenuhi.
Selama keadaan ini tidak berubah, maka kecenderungan yang ada sekarang ini
juga akan terus berlanjut. Dan selama itu pula negara-negara bagian timur Jerman
akan menjadi tempat pengungsinya Jerman. Keadaannya akan bertambah dramatis
bila dilihat diskusi faktanya mengenai perbedaan tarif upah untuk menanam
modal dan mengenai politik pasar kerja.29Upah yang didapat para pekerja dengan
jumlah yang sedikit dan tidak sesuai dengan kerasnya pekerjaan para imigran.
Dari dalam negeri Turki sendiri, selama tahun 1960-an mengalami perubahan
politik yang bervariasi; rezim Menderes digulingkan oleh tentara, konstitusi yang
baru memberikan warga Turki hak untuk bepergian ke luar negeri. Perubahan
politik 1960 memfasilitasi gerakan migrasi lebih lanjut sebagai bagian dari
kebijakan "perencanaan populasi" dan "pertumbuhan ekonomi".
Pada gelombang pertama, sekitar 7.000 pekerja Turki pergi menuju Jerman.
Kebanyakan dari mereka adalah single dan laki-laki berusia antara 20 sampai 35
yang datang sendiri tanpa keluarga, yang mampu mengikuti perubahan kebutuhan
produksi lokal.30 Pada periode antara 1963-1966 total sekitar 180.000 pekerja
Turki kemudian menyusul ke Jerman Barat, sebagian kecil lainnya ke Belgia,
Belanda dan Austria.
Dari sekitar 82 juta penduduk Jerman, sepertiganya adalah penganut protestan,
sepertiga beragama katolik dan sekitar 3-5 juta lainnya beragama Islam.
29Natalis Pigay, Migrasi Tenaga Kerja Internasiona (Sejarah, Fenomena, Masalah dan
Solusinya),(Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 2005), h. 64-65 30 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 3
18
Kebanyakan penganut Islam ini adalah imigran Turki sisanya dari negara-negara
Arab seperti Afganistan, Pakistan, Iran dll.31
Perekrutan berhenti pada tahun 1973, yang dipicu oleh krisis minyak,
sementara jumlah total orang asing terus tumbuh dari 2,98 juta di tahun 1970,
4.670.000 pada tahun 1982 (dari 4,9% menjadi 7,6% dari populasi), jumlah
pekerja dan imigran sejauh ini menurun. Kemudian para pekerja dan imigran
dihadapkan dengan pilihan meninggalkan Jerman tanpa prospek kembali atau
tinggal dan memilih untuk program penyatuan keluarga. Banyak imigran yang
kemudian untuk pertama kalinya mulai mempertimbangkan jangka panjang
tinggal di Jerman, dan dengan demikian harus menetap di Jerman.32
Pemberhentian perekrutan tenaga kerja ini tidak menyebabkan migrasi
berhenti keluar dari Jerman. Migrasi dari Turki ke Jerman terus berkurang namun
ada reuni keluarga dalam periode ini. Sejumlah besar pengungsi datang ke Jerman
karena kekerasan perjuangan dalam negeri dan politik pasca kudeta militer pada
tahun 1980. Namun, periode ini juga ditandai dengan kembalinya migrasi. Dari
tahun 1985 migrasi dari Turki ke Jerman tiba-tiba meningkat lagi, dari konflik
Kurdi di Anatolia Timur terlihat dalam literatur sebagai alasan utama
meningkatnya migrasi dari Turki ke Jerman tetap lebih tinggi dari Jerman ke
Turki pada tahun 2005.33
B. Perkembangan Imigran Turki di Jerman
Imigran generasi pertama banyak di antaranya yang menjadikan agama
sebagai pengganti kampung halaman dan memainkan peran sosial yang penting,
seperti sesama imigran bisa saling bertemu, bertukar pengalaman mengenai
permasalahan sehari-hari, mengatur acara pernikahan, dan saling tolong-
menolong. Karena biaya menjadi kendala sehingga tidak memiliki tempat tinggal,
31 Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga Makkah (Jakarta: Penerbit Republika, 2005), h. 7 32 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 3 33 Secil pacaci elitok, Binding the Almanci to the “Homeland” (Notes from Turkey), Vol. 18 No. 3,
Autumn 2013, h. 133
19
mereka berkumpul di pekarangan belakang, di lantai pabrik yang tidak dikunci, di
pasar swalayan yang kosong, maupun ruang bawah tanah. Semangat beragama
semakin meningkat dikalangan anak-cucu para pendatang setelah beberapa tahun
akhirnya komunitas membangun masjid yang representatif dan menunjukkan
keyakinan dengan percaya diri dihadapan publik.
Sebagai hasil dari pertumbuhan ekonorni Jerman, mempekerjakan pekerja
asing lebih dari tiga kali lipat antara tahun 1960 dan 1963, dan perbandingan yang
meningkat yaitu orang-orang Turki.Jumlah orang Turki yang memasuki Jerman
pada periode yang sama meningkat sepuluh kali lipat. Imigran Turki menjadi
populasi terbesar di Jerman melebihi kebangsaan lainnya. Turki 2,5 juta diikuti
oleh Polandia 1,29 juta, Federasi Rusia 1,06, sementara negara-negara besar
lainnya termasuk Italia 0,77 juta, Kazakhtan 0,65 juta dan Rumania 0,43 juta.
Keragaman latar belakang etnis dari populasi imigran tercermin dalam perbedaan
yang cukup berkaitan dengan tempat tinggal dan status kewarganegaraan, selain
itu juga dari segi usia, gender, status sosial dan agama.34
Pada gelombang pertama, sekitar 7 ribu pekerja Turki pergi menuju Jerman.
Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki berusia antara 20 sampai 35 yang datang
sendiri tanpa keluarga. Pada periode antara 1963-1966 total sekitar 180.000
pekerja Turki kemudian menyusul ke Jerman Barat, sebagian kecil lainnya ke
Belgia, Belanda dan Austria. Pada tahun 1966-1967 pemerintah Jerman
menghentikan perekrutan pekerja migran menyusul krisis ekonomi. Krisis ini
kemudian mendorong banyak pekerja Turki yang memutuskan kembali ke
negaranya.
Pada tahun 1966-1967, Jerman mengalami krisis ekonomi. Krisis tersebut
mendorong banyak pekerja Turki memilih untuk kembali ke negaranya, namun
tak sedikit pula yang tetap bertahan di Jerman selama krisis ekonomi berlangsung.
34 Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identiyt, 2012, h. 4
20
Namun, setelah tahun 1968, migrasi tenaga kerja dari Turki ke Eropa Barat terus
tumbuh hingga mencapai 525.000 pekerja, 80% di antaranya bermigrasi ke
Jerman. Setelah periode ini, arus migrasi didominasi oleh migrasi dari anggota
keluarga dari guestworker. Pada tahun 1974, reunifikasi keluarga meningkat
menyebabkan satu juta penduduk kebangsaan Turki menetap di Jerman, dengan
hanya 600.000 yang merupakan pekerja. Besarnya arus migrasi dalam proses
reunifikasi tersebut salah satunya juga didorong instabilitas ekonomi dan politik
dalam negeri Turki. Faktor tersebut membuat keluarga dari pekerja migran Turki
memilih menyusul ke Jerman.Dalam proses integrasi antara komunitas Muslim
dengan masyarakat lokal Jerman, muncul masalah baru, yaitu krisis identitas.
Pekerja yang memiliki latar belakang imigran Turki dihadapkan pada sebuah
dilema yang terbentuk dari stigma yang muncul dalam masyarakat Jerman.
Mereka seakan dipaksa harus memilih sebuah identitas, apakah Islam sebagai
agama, negara asal leluhur mereka sebagai identitas budaya, atau Jerman sebagai
warga negara.35
Pada tahun 1972 jumlah imigran Turki menduduki peringkat teratas, pada
tahun 1970 jumlah imigran Turki mencapai 469.000. kedatangan mereka semakin
terlihat di kota-kota seperti Cologne, Berlin, Hamburg.
Pada tahun 1974, reuni keluarga meningkat menyebabkan satu juta penduduk
kebangsaan Turki menetap di Jerman, dengan hanya 600.000 yang merupakan
pekerja. Besarnya arus migrasi dalam proses reunifikasi tersebut salah satunya
juga didorong ketidakstabilan ekonomi dan politik dalam negeri Turki. Faktor
tersebut membuat keluarga dari pekerja migran Turki memilih menyusul ke
Jerman. Bahkan undang-undang kewarganegaraan tahun 2000 menjamin
kewarganegaraan anak-anak pendatang yang bermukim secara legal di negara
Jerman sedikitnya delapan tahun.36
35Mahfoud Amara, “Sport, Islam, and Muslims in Europe: in between or on the Margin?,” Open
Access Religions, no. 4 (Desember 2013): h. 652. 36Maria Hartiningsih,”rumitnya masalah integrasi”, diakses dari
http://internasional.kompas.com/read/2017/12/05
21
Akhir 1980-an dan awal 1990-an ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan
jumlah pencari kerja dari berbagai latar belakang dan agama. Sementara
pembubaran Blok Timur mendorong jumlah yang lebih besar untuk meninggalkan
negara asal mereka untuk mencari stabilitas politik dan kondisi kehidupan yang
lebih baik.37
Jadi mereka memiliki hak untuk mengajukan naturalisasi jika mereka
memenuhi beberapa syarat tertentu. Reformasi tersebut merupakan kabar baik
bagi para imigran karena undang-undang yang lama menganut sistem ius
sanguinis yang berarti mengakui dari kewarganegaraan orang tua kandungnya.
Kebijakan pemerintah Jerman yang sebenarnya menghendaki pekerja Turki
bekerja secara temporal kemudian berkembang menjadi permanen. Sebenarnya
pemerintah Jerman telah berusaha memulangkan warga Turki ke negara asalnya
melalui program Return and Emigration of Assylum Seekers (READ). Namun
absennya mekanisme insentif ditambah dengan mudahnya peraturan untuk
pengajuan izin tempat tinggal, membuat imigran Turki memilih untuk tetap
tinggal di Jerman. Guestworker Turki kemudian berkembang menjadipribumi atau
pendudukJerman.
Seluruh kebijakan dasar Jerman tetap menguntungkan pasar tenaga kerja
dengan batas penerimaan politik. Jerman selalu bersikeras bahwa ini bukan negara
imigrasi, jadi istilah guestworker tetap digunakan secara umum. Pada berbagai
waktu, langkah-langkah telah diambil untuk mendorong kembalinya pekerja
asing, seperti Turki. Langkah-langkah ini telah positif, seperti membatasi akses
terhadap tunjangan kesejahteraan setara dengan warga Jerman. Dengan prinsip
yang sama, hak-hak sipil dasar sering kali ditahan dari orang asing, dan saran
bahwa mereka boleh ikut serta dalam proses politik melalui misalnya,
pemungutan suara lokal telah ditolak keras oleh pihak berwenang. Sementara
37Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identity (paper:2011), h. 4
22
semacam itu terbatas mengubah sifat imigrasi Turki, mereka tidak mengakhirinya.
Jumlah penduduk Turki di Jerman tidak turun sampai awal tahun 1980an.38
Sejumlah orang Turki tidak menyebut diri mereka muslim, agak sekuler atau
bahkan dalam beberapa kasus ada yang Ateis. Sensus nasional yang berlangsung
pada bulan Mei 1987 memasukkan sebuah pertanyaan tentang agama dan tidak
semua muslim. Ada hampir seratus ribu orang Turki yang tidak menyatakan diri
mereka sebagai seorang muslim jadi orang Turki tidak semuanya beragama Islam.
Tokoh yang menarik lainnya untuk dibahas dari sensus tersebut adalah orang
Jerman, hampir 48.000 muslim dengan kewarganegaraan Jerrnan. Sebagian besar
adalah orang-orang yang telah mengubah kewarganegaraan, tetapi lebih dari 5.000
di antaranya adalah orang Jerman yang masuk Islam. Jumlah total muslim yang
terdaftar dalam sensus adalah 1.650.952.Sebaliknya, sensus pada tahun 1987 juga
mengkonfirmasi distribusi daerah muslim yang dapat diperoleh dari data yang
dipublikasikan sebelumnya mengenai lokasi orang asing. Lebih dari sepertiga
terkonsentrasi di negara bagian Rhine Westphalia Utara, terutama di kawasan
industri besar yang membentang dari Cologne melalui Dusseldorf dan Duisburg
sampai Essen. Negara kota Hamburg memiliki lebih dari 50.000 muslim,
sementara kota-kota seperti Stuttgart dan Karlsruhe ada hampir seperempat juta di
Bavaria, jumlah terbesar di sekitar Munich, sementara Hessen memiliki 170.000,
terutama di Frankfurt.39
Sementara itu, sebagai akibat dari reunifikasi keluarga pekerja yang terus
berkelanjutan dan tingkat kelahiran yang tinggi di kalangan imigran Turki, total
penduduk Turki di Eropa meningkat menjadi 3 juta orang di awal 2000-an, dan di
Jerman menjadi tuan rumah terbanyak yaitu sekitar 2 juta orang imigran Turki.
Dari jumlah tersebut, hanya 732.000 yang menjadi pekerja. Dengan jumlah
38Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh university press, 1995), h. 25 39 Jorgen Nielsen, Muslim In Western Europe (Edinburgh university press, 1995), h. 26.
23
sebesar itu, ekspatriat Turki di Eropa menyumbang 5% dari keseluruhan populasi
nasional.40
Penduduk muslim Jerman, baik yang dengan dan tanpa kewarganegaraan
Jerman diperkirakan berkisar antara 3,78 dan 4,34 juta orang, setara dari 4,6
menjadi 5,2 % dari populasi. Sementara imigran Turki kembali mewakili bagian
terbesar dari populasi muslim. Muslim yang tinggal di Jerman juga berasal dari
Eropa Tenggara dan Timur Tengah. Mayoritas muslim memiliki latar belakang
imigran sekitar 45%. Imigrasi dan Islam dengan demikian telah membentuk
perkembangan demografi masyarakat Jerman. Meningkatnya jumlah pendidikan
yang berkaitan dengan imigrasi dan Islam di Jerman bukan hanya cerminan dari
minat akademis yang berkembang dalam mengubah keadaan sosial, tapi juga
kontroversi politik yang terus berlanjut terkait isu identitas nasional dan kebijakan
imigrasi dan integrasi demografi yang berubah dan berdampak pada masyarakat
Jerman Barat.41
Imigran dan organisasi muslim telah berusaha secara aktif mempengaruhi
kebijakan dan memperluas pilihan yang tersedia agar imigran terlibat sebagai
warga dan diakui. Banyak imigran yang memilih aktif dalam organisasi keislaman
seperti Milli Gorus. Karena itu organisasi muslim menjadi tempat kembali agama
dalam kehidupan publik. Organisasi muslim juga memainkan peran penting dalam
memberikan pelayanan agama dan budaya. Dengan lebih dari 2.400 masjid yang
ada di perkotaan jelas terlihat bahwa Islam telah hadir di Jerman.42
40Federal Office for Migration and Refugees (BAMF). 2005. The Impact of Immigration on
Germany’s Society. Migration and Integration Research Department, Nürnberg, Germany
41Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identity (paper, 2011), h. 6 42Gotz Nordbruch, Germany: Migration, Islam and National Identity (paper, 2011), h. 7
24
C. Profesi dan Komunitas Imigran Turki
Profesi imigran Turki yang berada di Jerman yakni bermacam-macam, mulai
dari pekerja kasar, wirausaha, pemain sepak bola dan juga ada yang menjadi
pejabat. Kaum muslimin asal Turki pada umumnya bekerja pada sektor pekerjaan
kasar yang semakin cenderung dijauhi orang-orang Jerman berkulit putih, mereka
yang bekerja pada sektor ini dianggap rendah yang tidak mempunyai
keterampilan. Kaum muslim Jerman asal Turki umumnya tinggal di kota besar
yang terdapat banyak lapangan kerja. Konsentrasi terbesar mereka terdapat di
Berlin ibu kota Jerman, sehingga kota ini kini disebut kalangan sebagai “second
largest turkish city after ankara”. Konsentrasi terbesar kedua orang-orang Islam
asal Turki terdapat di frankfurt.43
Sampai saat ini banyak orang Turki yang dapat hidup mandiri sebagai
wirausahawan di Jerman. Menurut data yang diambil dari situs Departemen
Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Turki, ada 70.000 orang Turki yang mencari
penghidupan dengan berwirausaha. Mereka yang memilih untuk hidup
berwirausaha berhasil membuka lapangan pekerjaan untuk ratusan ribu orang dari
berbagai ras dan latar belakang.44
Kewirausahaan merupakan elemen yang sangat penting untuk mengurangi
pengangguran dan penurunan tingkat kesejahteraan melalui penciptaan lapangan
pekerjaan atau mempekerjakan diri sendiri. Dalam hal kewirausahaan itu sendiri
Jerman memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan US maupun
negara imigrasi lainnya di Eropa. Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini.
Ada hal yang menarik yakni perempuan Jerman Barat mempunyai tradisi sejarah
yang sangat panjang untuk memilih tidak bekerja dan hanya mengurus anak serta
kebutuhan rumah tangga. Sedangkan untuk kebutuhan finansial keluarga akan
43Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga Makkah, (Jakarta: Penerbit Republika, 2005, h. 7 44http://www.cnbcmagazine.com/story/building-a-new-empire/1442/1/ diakses 02/02/ ,2017