BAB I PENDAHULUAN Penglihatan merupakan salah satu dari panca indera kita selain pendengaran, penciuman, sentuhan, dan pengecapan. Penglihatan sangat penting dalam kehidupan manusia, tanpa penglihatan manusia akan mengalami kesulitan dan tidak dapat menikmati kehidupannya dengan sempurna. Sepanjang tempoh kehidupan manusia, ternyata kebanyakan manusia menderita penyakit dan/ atau kelainan pada organ penglihatannya setidaknya sekali sepanjang hidupnya. Penyakit-penyakit dan kelainan-kelainan yang melibatkan sistem penglihatan sangat banyak sehingga dapat dikelompokkan secara umum kepada beberapa kelompok. Penyakit-penyakit dan kelainan-kelainan mata dapat dibagi kepada beberapa kelompok seperti mata merah dengan visus normal, mata merah dengan visus menurun, mata tenang dengan visus menurun perlahan, mata tenang dengan visus menurun mendadak, trauma pada mata, penyakit kelopak mata, kelainan refraksi, dan tumor pada mata (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001). 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Penglihatan merupakan salah satu dari panca indera kita selain pendengaran,
penciuman, sentuhan, dan pengecapan. Penglihatan sangat penting dalam kehidupan
manusia, tanpa penglihatan manusia akan mengalami kesulitan dan tidak dapat
menikmati kehidupannya dengan sempurna. Sepanjang tempoh kehidupan manusia,
ternyata kebanyakan manusia menderita penyakit dan/ atau kelainan pada organ
penglihatannya setidaknya sekali sepanjang hidupnya. Penyakit-penyakit dan kelainan-
kelainan yang melibatkan sistem penglihatan sangat banyak sehingga dapat
dikelompokkan secara umum kepada beberapa kelompok.
Penyakit-penyakit dan kelainan-kelainan mata dapat dibagi kepada beberapa
kelompok seperti mata merah dengan visus normal, mata merah dengan visus menurun,
mata tenang dengan visus menurun perlahan, mata tenang dengan visus menurun
mendadak, trauma pada mata, penyakit kelopak mata, kelainan refraksi, dan tumor pada
mata (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mata Normal
Pada mata normal sklera tampak berwarna putih karena sklera dapat terlihat
melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tempus sinar.
Hiperemia konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Bila
terjadi pelebarna pembuluh konjungtiva dan sklera maka akan terlihat warna merah
pada mata yang sebelumnya berwarna putih.
Seperti yang telah diketahui, pada konjungtiva terdapt pembuluh darah arteri
konjungtiva posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi; arteri siliar anterior
atau episklera yang memberikan cabang :1. Arteri episklera yang asuk ke dalam bola
mata dan bergabung dengan arteri posterior longus membentuk arteri sirkular mayor
atau pleksus siliar yang akan memperdarahi iris dan korpus siliaris; 2. Arteri
perikornea yang memperdarahi kornea; 3. Arteri episklera yang memperdarahi bola
mata dalam.
Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang
terjadi pada peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis atau
iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar;
sedangkan pembuluh darah arteri perikornea yang terletak lebih dalam akan melebar
pada iritis dan glaukoma akut kongestif.
Selain pelebaran pembuluh darah, mata merah juga disebabkan oleh pecah
pembuluh darah yang menimbulkan timbunan darah di bawah jaringan konjungtiva.
2
B. Mata Merah dengan Visus Normal
1. Mata Merah dengan Visus Normal & Tanpa Kotor (Belek)
a. Pterigium
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degenerative dan invasif, biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluar ke daerah kornea. Fibrovaskular yang
terbentuk berupa segitiga dengan puncak dibagian sentral di daerah kornea dan
mudah terjadi infeksi dan bila terjadi iritasi maka bagian pterigium akan berwarna
merah.
Pterigium dapat asimtomatik dan simtomatik berupa mata iritatif, merah dan
mingkin menimbulka astigmatisma, serta dapat disertai dengan keratitis pungtata dan
dellen (penipisan kornea karena kering) dan garis besi (iron line dari stocker) yang
terletak diujung pterigium.
3
[Gambar 1. Pterigium & Stocker Line]
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan
pterygium dibagi menjadi:
Derajat I : hanya terbatas pada limbus
Derajat II : Sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea
Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata
dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
Derajat IV : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan
Penatalaksanaan untuk pterigium adalah secara konservatif atau bahkan tidak
memerlukan medikamentosa karena sering bersifat rekuren terutama pada pasien
dengan usia muda. Namun apabila pterigium meradang dapat diberikann steroid atau
suatu tetes mata dekongestan. Pembedahan dilakukan jika telah terjadi gangguan
penglihatan akibat terjadinya astigmatisma irregular atu pterigium yang telah
menutupi media penglihatan. Sebagai tatalaksana rehabilitatif penderita pterigium
dapat melindungi matanya dari sinar matahari debu dan udara kering dengan kaca
mata pelilndung. Bila terdapat delen, berikan air mata buatan dalam bentuk salep.
Penggunaan vasokonstriktor maka perlu kontrol 2 minggu.
b. Pseudopterigium
Merupakan perlengketan konjungtiva dengan kornea yang cacat dan serin
terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea. Letak pseudopterigium adalah pada
daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya. Pada
4
pseudopterigium, letaknya tidak harus pada celah kelopak atau fisura palpebra dan
tanda dari pseudoperigium yang khas adalah dapat diselipak sonde dibawahnya.
[Gambar 2. Pseudoterigium &Sonde test (+)]
c. Pingekuela & Pingekuela Iritans
Pingekuela merupakan benjolan yang terjadi di konjungtiva bulbi yang
ditemukan umumnya pada penderita usia tua, terutama yang sering mendapat
rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas. Letak bercak nya pada kelopak
bagian nasal. Hal ini terjadi akibat degenerasi hialin jaringan submukosa
konjungtiva.
[Gambar 3. Pingekuela]
Pembuluh darah tidak masuk kedalam pingekuela, namun bila tejadi
peradangan dan atau iritasi, maka sekitar bercak degeneratif ini akan terlihat
pelebaran pembuluh darah.
5
[Gambar 4. Pingekuelitis]
Tatalaksana khusus tidak dilakukan pada pingekuela. Namun bila terjadi
perdangan atau pingekuelitis dapat diredakan dengan obat anti radang.
d. Hematoma Subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada pembuluh darah yang rapuh
akibat trauma, yang terkadang menyebabkan perforasi jaringan bola mata. Pada
fraktur basis kranial akan terlihat hamtoma berbentuk kaca mata yang berwarna biru.
[Gambar 5. Hematoma Subkonjungtiva]
Ukuran hematoma ini dapat luas maupun sebagian. Warna merah pada
konjungtiva penderita menimbulkan perasaan khawatir dan was-was sehingga pasien
akan segera minta pertolongan kepada dokter. Namun warna merah ini akan
menghilang dan berubah menjadi hitam setelah beberapa waktu, seperti pada
hematoma pada umumnya yaitu 1 sampai dengan 3 minggu.
6
e. Episkleritis-Skleritis
1) Episkleritis
Episkleritis didefinisikan sebagai peradangan lokal sklera yang relatif sering
dijumpai. Episklera dapat tumbuh ditempat yang sama atau di dekatnya di jaringan
palpebra.Episkleritis merupakan reaksiradang jaringan ikat vaskular yang terletak
antara konjungtiva dan permukaan sklera.Perjalanan penyakit mulai dengan episode
akut dan terdapat riwayat berulang dan dapatberminggu-minggu atau beberapa
bulan.
Hingga sekarang masih belum dapat mengetahui penyebab pasti dari
episkleritis. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang selalu
berhubungan dengan terjadinya episkleritis. Kondisi-kondisi tersebut adalah
penyakit yang mempengaruhi tulang, tulang rawan, tendon atau jaringan ikat lain
dari tubuh, seperti:
Rheumatoid arthritis
Ankylosing spondylitis
Lupus (systemic lupus erythematosus)
Inflammatory bowel diseases seperti crohn’s disease and ulcerative colitis
Gout
Bacterial atau viral infection seperti lyme disease, syphilis atau herpes zoster
Beberapa penyakit lain yang kurang umum, penyebab episkleritis termasuk jenis
kanker tertentu, penyakit kulit, gangguan defisiensi imun dan, yang pasling jarang
berhubungan adalah gigitan serangga.
Mekanisme terjadinya episkleritis diduga disebabkan oleh prose autoimun.
Proses peradangan dapat disebabkan oleh kompleks imun yang mengakibatkan
kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun respon granulomatosa kronik
(hipersensitivitas tipe IV).
Gejala episkleritis meliputi:
Sakit mata dengan rasa nyeri ringan
7
Mata kering
Mata merah pada bagian putih mata
Kepekaan terhadap cahaya
Tidak mempengaruhi visus
Tanda objektif pada episkleritis:
Kelopak mata bengkak
Konjungtiva bulbi kemosis disertai dengan pelebaran pembuluh darah episklera dan
konjungtiva.
Bila sudah sembuh, warna sklera berubah menjadi kebiru-biruan
Pemeriksaan mata memperlihatkan hiperemia lokal sehingga bola mata tampak
berwarna merah atau keunguan yang menunjukkan pembuluh darah episklera yang
melebar
Pembuluh darah episklera dapat mengecil bila diberikan fenilefrin 2,5%.
[Gambar 6. Episkleritis]
8
Episkleritis adalah penyakit self-limiting menyebabkan kerusakan yang
sedikit permanenatau sembuh total pada mata. Oleh karena itu, sebagian besar pasien
dengan episkleritistidak akan memerlukan pengobatan apapun.
1. Terapi pada mata
Air mata buatan berguna untukpasien dengan gejala ringan sampai sedang.
Selain itu dapat juga diberikan vasokonstriktor. Pasien dengan gejala lebih parah
atauberkepanjangan mungkin memerlukan air mata buatan (misalnya hypromellose)
dan ataukortikosteroid topikal.
Episkleritis nodular lebih lama sembuh dan mungkin memerlukan obat tetes
kortikosteroidlokal atau agen anti-inflamasi.Topikal oftalmik prednisolon 0,5%,
deksametason 0,1%, atau 0,1% betametason hariandapat digunakan.
2. Terapi sistemik
Jika episkleritis nodular yang tidak responsif terhadap terapi topikal, sistemik
agen antiinflamasimungkin berguna.Flurbiprofen (100 mg) biasanya efektif sampai
peradangan ditekan.Jika tidak ada respon terhadap flurbiprofen, indometasin harus
digunakan, 100 mg setiaphari dan menurun menjadi 75 mg bila ada respon.Banyak
pasien yang tidak merespon satu agen nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID)tetapi
dapat berespon terhadap NSAID lain.
2) Skleritis
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan
adanya vaskulitis.
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit
imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto
imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa
disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular
9
(reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagiandari sistem imun aktif
dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibatdeposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula
post kapiler dan respon imun sel perantara.
Skleritis diklasifikasikan menjadi:
- Skleritis Anterior
-Difus : Bentuk ini dihubungkan dengan artritis rematoid, herpes zoster
oftalmikus dan gout.
-Nodular : Bentuk ini dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus.
[Gambar 7 Nodular Sklerosis]
-Necrotizing : Bentuk ini lebih berat dan dihubungkan sebagai komplikasi
sistemik atau komplikasi okular pada sebagian pasien. 40% menunjukkan
penurunan visus. 29% pasien dengan skleritis nekrotik meninggal dalam 5 tahun.
10
[Gambar 8. Nekrotikans Skleritis]
- Skleritis Posterior
Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan
kemampuan melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan
fundus, adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin
koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis
posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior dangkal, proptosis,
pergerakan ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah.
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah
obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat-obat imunosupresif lain juga dapat
digunakan.
2. Mata Merah dengan Visus Normal & Kotor (Belek)
Umumnya berupa konjungtivitis (pink eye), yaitu suatu peradangan pada
konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan
oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, dan iritasi bahan-
bahan kimia.
11
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis adalah
peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan
eksudasi. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak
dengan benda asing, misalnya kontak lensa.
Kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam konjunctiva akan
memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon radang atau inflamasi.
Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor (panas), dolor (nyeri),
rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya benda asing ke dalam
konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan
air mata.
Terjadinya suatu peradangan pada konjungtiva juga akan menyebabkan
vasokonstriksi segera pada area setempat, peningkatan aliran darah ke lokasi
(vasodilatasi) dalam hal ini adalah a. ciliaris anterior dan a.palpebralis sehingga
mata terlihat menjadi lebih merah, terjadi penurunan velocity aliran darah ke lokasi
radang (lekosit melambat dan menempel di endotel vaskuler), terjadi peningkatan
adhesi endotel pembuluh darah (lekosit dapat terikat pada endotel pembuluh darah),
terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk ke jaringan), fagosit masuk
jaringan (melalui peningkatan marginasi dan ekstravasasi), pembuluh darah
membawa darah membanjiri jaringan kapiler jaringan memerah (RUBOR) dan
memanas (KALOR), peningkatan permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel
dari kapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema),
peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan velocity darah dan peningkatan adhesi,
dan migrasi lekosit (terutama fagosit) dari kapiler ke jaringan.
Gejala yang timbul pada pasien:
a. Subjektif
12
Seperti ada benda asing, berpasir, pedih, panas,, gatal, kadang kabur, lengket
waktu pagi.
b. Objektif
Injeksi Konjungtiva: Pelebaran pembuluh a. konjungtiva posterior, yang memberi
gambaran berkelok-kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju
kornea dan ikut bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.
Folikel: Kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira
1mm. tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu
kemerehan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel yang naik kearah
puncak folikel.
Papil raksasa (Coble-stone): Cobble-stone berbentuk polygonal tersusun
berdekatan dengan permukaan datar. Pada coble-stone pembuluh darah berasal dari
bawah sentral.
Flikten: Tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik di bawah epitel konjungtiva
atau kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami
nekrosis.
Membran: Massa putih padat yang menutupi sebagian kecil, sebagian besar, atau
seluruh konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa puth ini dapat
berupa endapan secret, sehingga mudah diangkat, dan disebut pseudomembran.
Selain massa putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa koagulasi dan nekrosis
konjungtiva, sehingga sukar diangkat, disebut membran.
Gejala lainnya: mata berair, mata terasa nyeri, mata terasa gatal, pandangan
kabur,peka terhadap cahaya, terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun
pada pagi hari.
Diagnosa Banding
Manifestasi VirusBakteri Fungus dan
parasitAlergi
Purulen Non purulen
Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit
Air mata Banyak Sedang Sedang Sedikit Sedang
13
Gatal Sedikit Sedikit Hebat
Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum
Nodul pre-aurikular Sering Jarang Sering Sering
Pewarnaan Monosit Bakteri Bakteri Biasanya Eosinofil
Swab Limfosit PMN PMN Negatif
Sakit tenggorokan
dan panas yang
menyertai
Kadang Kadang
a. Konjungtivitis Bakterial
Merupakan inflamasi konjungtiva diakibatkan Staphylococcus aureus
(berhubungan dengan blefaritis), S.Epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan
Haemophilus influenza (khususnya pada anak-anak).
[Gambar 9. Konjungtivitis Bakterial]
Gejala nya berupa mata merah, pedih, nyeri, mengganjal, eksudat, lakrimasi.
Tanda :
Papila konjungtiva
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
14
Konjungtiva injeksi
Tanpa adenopati preaurikuler
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1
minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi
hari dan mempercepat penyembuhan
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati
dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis).
Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke
dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah
septicemia dan meningitis.Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat
sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
b. Konjungtivitis Viral Akut
1) Demam Faringokonjungtiva
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.
Tanda lain yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3
dan kadang-kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada
15
orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor.
2) Keratokonjungtivitis Epidemi
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada
satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa
ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari
oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan
hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin
diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon.
[Gambar 10. Konjungtivitis Virus]
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. Pada orang dewasa terbatas pada
bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi
virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau
pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical,
16
mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari
konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi
sumber penyebaran.
3) Konjungtivitis Herpetik
a) Konjungtivitis Herpes Simpleks
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik).
[Gambar 11. Konjungtivitis Herpetik]
Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di
palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat
sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.
b) Konjungtivitis Varisela Zoster
17
Hiperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas
sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra,
entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele.
4) Konjungtivitis Hemoragik Epidemik Akut
Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi
virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). Mata terasa sakit,
fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, merah, edema
palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya,
dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien
mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial.
Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25%
kasus.
c. Konjungtivitis Menahun
1) Konjungtivitis Vernal
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan
dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit
makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak
superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi.
Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap
18
konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam
konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil
bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot’s yang terdapat di
daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi,
namun masih ada sel PMN dan limfosit.
2) Konjungtivitis Iatrogenik
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate,
yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahan
pengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang
diteteskan ke dalam saccus konjungtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap
agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa
neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri
atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau
sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-
minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.
d. Trakoma
19
Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun
dapat mengenai semua umur. Cara penularan trakoma adalah melalui kontak
langsung dengan sekret penderita atau handuk, saputangan, dan kebutuhan alat
sehari-hari. Masa inkubasi 5- 14 hari
Secara histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan
pewarnaan giemsa terutama terlihat reaksi sel-sel PMN tetapi sel plasma, sel
leber dan sel folikel (limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber menyokong
diagnosis trakoma tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnosis yang penting bagi
trakoma. Terdapat badan inklusi Halber Statler Prowazeck di dalam sel epitel
konjungtiva yang bersifat basofil berupa granul, biasanya berbentuk cungkup
seakan-akan menggenggam nukleus. Kadang-kadang ditemukan lebih dari satu
badan inklusi dalam satu sel.
Keluhan pasien adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair. Menurut
klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium:
1. Stadium insipien
2. Stadium established (dibedakan atas dua bentuk)
3. Stadium parut
4. Stadium sembuh.
Stadium 1 (hiperplasi limfoid) : Terdapat hipertrofi papil dengan folikel
yang kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan
penebalan dan kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit
dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan
tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial
ringan.
Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar)
pada konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus
trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah
20
mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior. Pannus adalah
pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat.
Stadium 3 : Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat
sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada
limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva
tarsus superior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat
menyebabkan enteropion dan trikiasis.
Pengobatan trakoma dengan Tetrasiklin 1-1,5 gr/hari, peroral dalam 4
takaran yang sama selama 3-4 mingu, Doksisiklin 100 mg, 2 x/hari p.o selama 3
minggu, Eritromisin 1 gr/hari p.o dibagi dalam 4 takaran selama 3-4 minggu, dan
salep mata atau tetes mata termasuk sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan
rifampisin 4x/hari selama 6 minggu. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan
makanan yang bergizi dan higiene yang baik mencegah penyebaran. Penyulit
trakoma adalah enteropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea, dan
xerosis/keratitis sika.
e. Konjungtivitis Berdasarkan Gambaran Klinis
1) Konjungtivitis Mukopurulen
Penyebabnya adalah stafilokokus, konjungtiva hiperemis, sekret berlendir kedua
mata melekat terutama pada pagi hari, sering ada gambaran Halo atau pelangi yang
harus dibedakan dengan glaukoma. Berat terutama pada hari ke tiga. Komplikasi
keratitis dan ulkus kornea marginal.
2) Konjungtivitis Membranosa
Membranosa adalah konjungtivitis dengan pembentukan membran yang
menempel erat pada jaringan dibawah konjungtiva. Pengangkatan pada membran ini
21
akan menyebabkan perdarahan. Penyebabnya adalah difteri, pneumokokus,
stafilokokus, dan infeksi yang disebabkan oleh adenovirus selain dari pada yang
disebabkan penyakit steven johnson. Biasanya ditemukan pada anak yang tidak
mendapakan imunisasi. Bila ringan akan didapatkan kelopak yang bengkak dan sekret
mukopurulen sedangkan jika berat akan ditemukan nekrosis konjungtiva, dapat pula
terjadi tukak kornea akibat infeksi sekunder, simblefaron juga bisa terjadi, sangat
jarang terjadi paralisis pasca difteri seperti gangguan akomodasi, diobati sebagai
difteri, berupa penisilin, serum antidifteri.
3) Konjungtivitis Folikular ( termasuk Trakhoma )
Konjungtivitis folikular dapat terjadi akut ataupun kronik dimana gejala
utamanya adalah terbentuknya folikel pada konjungtiva tarsal superior atau inferior.
Konjungtivitis folikel merupakan.reaksi terhadap infeksi virus atau alergen
toksik seperti iododioksiuridin, fisostigmin dan klamida, yang terlihat sebagai folikel
kecil. Folikel terlihat sebagai benjolan kecil mengkilat dengan pembuluh darah kecil
diatasnya, sering terjadi pada anak-anak tidak pernah pada bayi baru lahir, kecuali
sudah berusia beberapa bulan.
Pada pemeriksaan histopatologi terdapat penimbunan limfosit, terdapat benjolan
kecil berwarna kemerahan pada lipatan retrotarsal. Gejala ,mata merah, berair, iritasi
dengan rasa sakit, fotofobia ringan sampai berat. Pengobatan: higiene,air mata
buatan, antibiotik lokal.
f. Penyakit Konjungtiva etiologi tidak jelas
1) SLE ( sistemic lupus eritematosus)
Lupus eritematosis adalah suatu penyakit autoimun yang mengenai seluruh
sistem dalam tubuh ditandai dengan kenaikan antibodi yang bersirkulasi, dimana
kelainan patologik pada jaringan sebagian besar merupakan akibat penimbunan,
kompleks imun pada pembuluh darah kecil. pada pemeriksaan sediaan hapusan darah
tepi dapat ditemui sel LE yaitu makrofag yang memakan inti sel leukosit yang rusak.
Terutama ditemukan pada wanita usia muda sampai usia pramenopause.
22
Pada lupus eritematosis ditemukan kelainan pada mata berupa kelainan palpebra
inferior dapat merupakan bagian dari erupsi kulit. yang tak jarang mengenai pipi dan
hidung. Awalnya konjungtiva menunjukan sekret yang sedikit mukoid, disusul
dengan hiperemi intensif dan edema membran mukosa. Reaksi ini dapat lokal
ataupun difus. Reaksi konjungtiva yang berat dapat menyebabkan pengkerutan
konjungtiva. Kornea dapat menunjukan erosi kornea pungtata. Kelainan ini dapat
menyatu menjadi tukak kornea yang dalam ataupun merupakan keratitis diskoid.
Kekeruhan kornea dapat terjadi akibat tukak marginal dan infiltrat lokal dan
vaskularisasi, pada sklera dapat ditemukan skleritis anterior yang difus atau nodular
yang makin lama makin sering kambuh dan setiap kambuh keadaannya semakin
berat. Dengan berkembangnya penyakit skleritis berubah menjadi skleritis nekrotik
yang berlanjut dari tempat lesi semula ke segala jurusan sampai dihentikan dengan
pengobatan. Terdapat kelainan retina pada 25% penderita. gambaran fundus dapat
dibagi menjadi 2 bentuk LE murni.
Pada retina ditemukan cotton wool patches yang merupakan gejala utama pada
masa toksis, perdarahan superficial, eksudat putih abu-abu, dan edema papil. Bila
ditemukan badan steroid saat penderita subfebril, anemia dan leukopenia maka
dicurigai adanya LE diseminata. Akibat hipertensi yang berlangsung lama LE
menyebabkan nepropati sehingga menyebabkan hipertensi sehingga dapat ditemukan
gambaran fundus hipertensi, pengobatan yang diberikan salisilat, fenilbutazol,
kortikosteroid, dan obat-obat imunosupresif.
2) Keratokonjungtivitis limbus superior
Merupakan peradangan konjungtiva bulbi dan tarsus superior yang tidak
diketahui penyebabnya. Biasanya bilateral terdapat pada limbus sekitar jam 12. Dapat
juga unilateral lebih sering terdapat pada wanita. Dapat mengenai usia 4 - 81 tahun.
Kelainan ini bersifat menahun. Disertai remisi dan eksaserbasi dan diduga ada
hubungannya dengan hipertiroid.
23
Prognosisnya baik. Dan padakasus yang telah sembuh biasanya tidak dijumpai
gejala sisa. Pada keadaan ringan ditemukan keadaan yang tidak enak pada mata, pada
keadaan berat dapat terjadi blefarospasme dan rasa seperti ada benda asing. Pada
keadaan yang ringan ditemukan peradangan papiler dan hipertropi papil pada bagian
tengah konjungtiva tarsus superior. Konjungtiva tarsus inferior tidak ada kelainan.
Injeksi konjungtiva dan episklera ditemukan pada konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva bulbi yang terkena terdapat bendungan, penebalan dan hipertropi, daerah
limbus. Pada keadaan yang berat seolah-olah terdapat pembentukan lengkung limbus
yang baru. Dapat ditemukan filamen-filamen pada kornea pada pewarnaan. Dapat
terjadi remisi spontan dan dapat menghilang dalam waktu satu hari. Pengobatan yang
jelas belum ada pengobatan diberikan simptomatik.
3) Konjungtivitis Dry Eyes ( Mata Kering )
Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan
konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya fungsi airmata kelain ini terjadi pada
penyakit yang mengakibatkan:
1. Defisiensi komponen lemak mata. Misalnya :
Blefaritis menahun, distikiasis dan akibat pembedahan kelopak mata.