Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis atau dikenal dengan TB di Indonesia merupakan salah satu penyakit menular paling berbahaya dengan tingkat kematian tertinggi (Depkes RI, 2006). Berdasarkan data dari WHO tahun 1993 didapatkan fakta bahwa sepertiga penduduk bumi telah diserang oleh penyakit TB. Sekitar 8 juta orang dengan kematian 3 juta orang pertahun. Diperkirakan dalam tahun 2002-2020 akan ada 1 miliar manusia terinfeksi, sekitar 5-10 persen berkembang menjadi penyakit dan 40 persen yang terkena penyakit berakhir dengan kematian. Kasus TB di dunia sekitar 40% berada di kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga dibawah Cina dan India. Diperkirakan diantara 100.000 penduduk terdapat 100- 300 orang yang terinfeksi TB. TB di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat TB lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua (Pustekkom, 2005). Menyadari begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan TB Paru di Indonesia, maka Depkes RI menetapkan suatu program penemuan kasus TB Paru BTA (+) dengan target dalam pencapaian penemuan kasus 1
49

Isi

Dec 01, 2015

Download

Documents

achatinna


PSC
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis atau dikenal dengan TB di Indonesia merupakan

salah satu penyakit menular paling berbahaya dengan tingkat kematian

tertinggi (Depkes RI, 2006). Berdasarkan data dari WHO tahun 1993

didapatkan fakta bahwa sepertiga penduduk bumi telah diserang oleh

penyakit TB. Sekitar 8 juta orang dengan kematian 3 juta orang pertahun.

Diperkirakan dalam tahun 2002-2020 akan ada 1 miliar manusia terinfeksi,

sekitar 5-10 persen berkembang menjadi penyakit dan 40 persen yang terkena

penyakit berakhir dengan kematian. Kasus TB di dunia sekitar 40% berada di

kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga dibawah Cina dan

India. Diperkirakan diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang

terinfeksi TB. TB di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian

akibat TB lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan

kedua (Pustekkom, 2005).

Menyadari begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan TB

Paru di Indonesia, maka Depkes RI menetapkan suatu program penemuan

kasus TB Paru BTA (+) dengan target dalam pencapaian penemuan kasus

BTA (+) yaitu sebesar 70 % dari perkiraan jumlah penderita paru BTA (+)

(Depkes RI, 2005).

Selama bulan Januari sehingga Juli pada tahun 2012, target jumlah

suspek TB yang diperiksa di Puskesmas Sibela, Mojosongo, Jebres, Surakarta

adalah 480 orang dari seluruh jumlah penduduk. Namun, hasil penjaringan

menunjukkan hanya 33,54% yaitu sebanyak 161 orang yang diperiksa.

Sedangkan untuk jumlah suspek BTA yang telah dinyatakan positif

didapatkan 10 orang, menunjukkan hasil penjaringan yang telah berhasil

hanya 20,83% dari target yang diharapkan yaitu 48 orang. Angka konversi

dan angka kesembuhan TB telah mencapai 100% dimana mengalami

1

Page 2: Isi

konsistensi dibandingkan dengan tahun 2010 yang juga memiliki nilai

konversi 100%.

Salah satu kendala yang menjadi penghambat rendahnya penemuan

kasus adalah sumber daya manusia. Pencapaian target tidak hanya dilakukan

dengan meningkatkan kegiatan di puskesmas saja, akan tetapi diperlukan

strategi inovatif lainnya terutama pada sumber daya manusia.

Salah satu unsur pokok yang dibutuhkan dalam keberhasilan

pengontrolan program TB adalah staf yang cukup untuk mengatur orang-

orang dalam penemuan suspek dan penetapan TB serta petugas P2 TB

puskesmas mempunyai peran penting dalam proses pelaksanaan program P2

TB (Syafei dan Kusnanto, 2006).

Faktor-faktor yang berperan dalam upaya pencapaian cakupan

CDR dalam program TB adalah faktor dari dalam diri individu dan faktor di

luar diri individu. Faktor dalam diri individu meliputi umur, motivasi,

persepsi, pendidikan, kemampuan petugas yang mencakup pengetahuan dan

keterampilan, serta lama kerja. Sedangkan faktor di luar individu meliputi

komitmen kepala puskesmas, beban kerja petugas, insentif bagi petugas,

sumber daya atau sarana penunjang, dan kondisi geografis. Kemampuan yang

meliputi pengetahuan dan keterampilan dari petugas yang terkait langsung

dalam pelaksanaan program TB di puskesmas adalah hal yang menentukan

keberhasilan program. Dari beberapa faktor di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa keberhasilan peran petugas TB didukung oleh tingkat pengetahuan,

sikap, dan motivasi.

Berdasarkan penelitian Mahendra dan Hendrati (2006) tentang

faktor yang berhubungan dengan angka penemuan kasus TB paru oleh

praktisi kesehatan swasta di Provinsi Bali menyimpulkan bahwa faktor sikap,

pengetahuan, motivasi petugas kesehatan praktisi swasta seperti dokter

praktek, dan petugas pengawas minum obat menunjukkan adanya korelasi

positif terhadap angka penemuan kasus TB. Artinya semakin baik

pengetahuan, sikap, dan motivasi praktisi kesehatan swasta, maka semakin

besar angka penemuan kasus TB BTA (+) di puskesmas.

2

Page 3: Isi

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis ingin menganalisis

hubungan pengetahuan, sikap, motivasi petugas (Unit Pengamatan,

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit/P2P) TB dengan angka penemuan

kasus TB di wilayah kerja Puskesmas Sibela, Mojosongo.

B. Perumusan Masalah

Mengapa terjadi kesenjangan antara penemuan kasus TB Paru

BTA (+) dengan target yang telah ditetapkan oleh Depkes RI?

C. Tujuan Pemecahan Masalah

1. Tujuan Umum

Meningkatkan upaya penemuan TB Paru BTA (+) sesuai target

yang telah ditetapkan.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui peran petugas dalam upaya meningkatkan penemuan

TB Paru BTA positif di Puskesmas.

D. Manfaat

1. Ilmu pengetahuan:

a. Menambah pengetahuan mengenai program-program pencegahan

dan pemberantasan TB Paru.

b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan

program pencegahan dan pemberantasan TB Paru.

2. Penyusunan kebijakan

Memberikan informasi kepada penyusun kebijakan mengenai faktor-faktor

yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program pencegahan dan

pemberantasan TB, serta memberikan alternatif pemecahan masalah dalam

upaya meningkatkan keberhasilan program pencegahan dan

pemberantasan TB Paru.

3

Page 4: Isi

3. Pelaksanaan kebijakan

Memberikan alternatif pemecahan masalah kepada pelaksana kebijakan

untuk menghadapi kendala di lapangan dalam rangka mengatasi

kesenjangan pencapaian penemuan kasus TB paru dengan target yang

telah ditetapkan Depkes RI.

4

Page 5: Isi

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Problem Solving Cycle

Problem solving cycle (siklus solusi masalah) adalah proses mental

yang melibatkan penemuan masalah, analisis dan pemecahan masalah.

Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi kendala

dan mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan masalah (Reed,

2000).

Problem Solving merupakan gabungan dari alat, keterampilan dan

proses. Disebut alat karena dapat membantu dalam memecahkan masalah

mendesak atau untuk mencapai tujuan, disebut skills karena sekali

mempelajarinya maka dapat menggunakannya berulang kali, disebut

proses karena melibatkan sejumlah langkah. Problem solving cycle

merupakan proses yang terdiri dari langkah-langkah berkesinambungan

yang terdiri dari analisis situasi, perumusan masalah secara spesifik,

penentuan prioritas masalah, penentuan tujuan, memilih alternatif terbaik,

menguraikan alternatif terbaik, menguraikan alternatif terbaik menjadi

rencana operasional dan melaksanakan rencana kegiatan serta

mengevaluasi hasil kegiatan.

Langkah-langkah dalam problem solving cycle ini yaitu:

a. Analisis situasi

Tujuan analisis situasi

1) Memahami masalah kesehatan secara jelas dan spesifik

2) Mempermudah penentuan prioritas

3) Mempermudah penentuan alternative pemecahan masalah

Analisis situasi meliputi analisis masalah kesehatan dan faktor-faktor

yang mempengaruhi masalah kesehatan tersebut. Teori HL Blum telah

mengembangkan suatu kerangka konsep tentang hubungan antar

faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan. Konsep HL Blum

5

Page 6: Isi

Analisis situasi terdiri dari analisis derajat kesehatan, analisis aspek

kependudukan,analisis pelayanan/upaya kesehatan, analisis perilaku

kesehatan, dan analisis lingkungan

b. Identifikasi masalah

Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dengan kenyataan.

Cara perumusan masalah yang baik adalah kalau rumusan tersebut

jelas menyatakan adanya kesenjangan. Kesenjangan tersebut

dikemukakan secara kualitatif dan dapat pula secara kuantitatif.

Penentuan masalah dapat dengan cara membandingkan dengan yang

lain, memonitor tanda-tanda kelemahan, membandingkan capaian saat

ini dengan tujuan atau dengan capaian sebelumnya, Checklist,

brainstorming dan dengan membuat daftar keluhan. Penyebab

masalah dapat dikenali dengan menggambarkan diagram sebab akibat

atau diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan (diagram Ishikawa)

adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah

secara rinci. Diagram ini memberikan gambaran umum suatu masalah

dan penyebabnya. Diagram tersebut memfasilitasi tim untuk

mengidentifikasi sebab masalah sebagai langkah awal untuk

menentukan focus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data

dan/atau mengembangkan alternatif solusi

c. Prioritas masalah

Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang

dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode

tertentu untuk menentukan urutan masalah dari yang paling penting

sampai yang kurang penting. Penentuan prioritas masalah dapat

menggunakan metode delbeg, metode hanlon, metode delphi, metode

USG , metode pembobotandan metode dengan rumus. Langkah

penentuan prioritas masalah terdiri dari :

1) Menetapkan kriteria

2) Memberikan bobot masalah

3) Menentukan skoring setiap masalah

6

Page 7: Isi

d. Alternatif solusi

Alternatif solusi dapat diketahui dengan metode brainstorming.

Brainstorming merupakan teknik mengembangkan ide dalam waktu

yang singkat yang digunakan untuk mengenali adanya masalah, baik

yang telah terjadi maupun yang potensial terjadi, menyusun daftar

masalah, menyusun alternatif pemecahan masalah, menetapkan

kriteria untuk monitoring, mengembangkan kreativitas, dan

menggambarkan aspek-aspek yang perlu dianalisis dari suatu pokok

bahasan

e. Pelaksanaan solusi terpilih

Solusi yang paling tepat dapat dipilih dengan menggunakan 2 cara

yaitu teknik scoring dan non scoring. Pada teknik scoring dilakukan

dengan memberikan nilai terhadap beberapa alternatif solusi yang

menggunakan ukuran (parameter). Pada teknik non scoring alternative

solusi didapatkan melalui diskusi kelompok sehingga teknik ini

disebut juga nominal group technique (NGT)

Parameter Scoring:

1) Realistis

2) Dapat dikelola (manageable)

3) Teknologi yang tersedia dalam melaksanakan solusi (technical

feasiblity).

4) Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan untuk

melaksanakan solusi (resources availability).

Scoring

Masing-masing ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan justifikasi

kita, bila alternatif solusi tersebut realistis diberi nilai 5 paling tinggi

dan bila sangat kecil diberi nilai 1. Kemudian nilai-nilai tersebut

dijumlahkan. Alternatif solusi yang memperoleh nilai tertinggi

(terbesar) adalah yang diprioritaskan, masalah yang memperoleh nilai

terbesar kedua memperoleh prioritas kedua dan selanjutnya.

7

Page 8: Isi

Non scoring

Memilih prioritas masalah dengan mempergunakan berbagai

parameter, dilakukan bila tersedia data yang lengkap. Bila tidak

tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim

digunakan adalah tekhnik non scoring.

Teknik Non Scoring

1) Delphi Technique, yaitu alternatif solusi didiskusikan oleh

sekelompok orang yang mempunyai keahlian yang sama. Melalui

diskusi tersebut akan menghasilkan solusi paling mungkin bagi

pemecahan masalah yang disepakati bersama.

2) Delbeq Technique, yaitu menetapkan solusi paling mungkin

melalui diskusi kelompok namun pesertadiskusi terdiri dari para

peserta yang tidak sama keahliannya maka sebelumnya dijelaskan

dulu sehingga mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap

alternatif solusi terhadap masalah yang akan dibahas. Hasil

diskusi ini adalah solusi paling mungkin bagi pemecahan masalah

yang disepakati bersama.

Langkah-langkah implementasi solusi

1) Menyusun POA (Plan of Action)

2) Efektifitas

3) Efisiensi

4) Produktifitas

f. Evaluasi solusi yang dilaksanakan

1) Hasil yang dicapai sesuai dengan rencana (masalah terpecahkan)

2) Terdapat kesenjangan antara berbagai ketetapan dalam rencana

dengan hasilyang dicapai (tidak seluruh masalah teratasi)

3) Hasil yang dicapai lebih dari yang direncanakan (masalah lain

ikut terpecahkan)

8

Page 9: Isi

Untuk mengetahui berbagai faktor yang mendukung serta

menghambat dari permasalahan cakupan penemuan TB paru BTA (+),

dilakukan kajian secara seksama dengan analisis SWOT dengan unsur-

unsur sebagai berikut (Azwar A, 1996) :

a. Kekuatan

Yang dimaksud dengan kekuatan (Strength) adalah berbagai kelebihan

yang bersifat khas yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang apabila

dimanfaatkan akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar

berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi tetapi juga

dalam mencapai tujuan yang dimiliki oleh organisasi.

b. Kelemahan

Yang dimaksud dengan kelemahan (Weakness) adalah berbagai

kelemahan yang bersifat khas, yang dimiliki oleh suatu organisasi,

yang apabila diatasi akan berperan besar tidak hanya dalam

memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

organisasi tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki oleh

organisasi.

c. Kesempatan

Yang dimaksud dengan kesempatan (Opportunity) adalah peluang

yang bersifat positif yang dihadapi oleh suatu organisasi yang apabila

dapat dimanfaatkan akan besar peranannya dalam mencapai tujuan

organisasi.

d. Hambatan

Yang dimaksud dengan hambatan (Threat) adalah kendala yang

bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi yang apabila

berhasil diatasi akan besar peranannya dalam mencapai tujuan

organisasi.

9

Page 10: Isi

2. TB Paru

Insiden penyakit TB paru dan mortalitas yang disebabkannya

menurun drastis setelah ditemukan kemoterapi. Tetapi pada tahun-tahun

terakhir ini penurunan itu tidak terjadi lagi, bahkan insiden penyakit ini

cenderung meningkat (Price SA, 2005).

a. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis).

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, akan tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya (PDPI, 2006).

b. Penyebab penyakit TB

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis,

(Amin, 2007). Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob, berbentuk

batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang

Tahan Asam (BTA). Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang

gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant

tertidur lama selama beberapa tahun. Bakteri ini pertama kali

ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga

untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch.

Bahkan, penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch

Pulmonum (KP) (PDPI, 2006).

Gambar 1. Bakteri Mycobacterium tuberculosis

10

Page 11: Isi

c. Gejala Klinis

Pada stadium dini penyakit tuberkulosis biasanya tidak tampak

adanya tanda atau gejala yang khas. Keluhan yang dirasakan pasien

tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien

ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan

kesehatan. Keluhan yang terbanyak dirasakan oleh penderita adalah

demam, batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, dan

malaise. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan

penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis

pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (PDPI, 2006).

Gambar 2. Gejala Penyakit TB

d. Diagnosis TB

Tuberkulosis dapat didiagnosis hanya dengan pemeriksaan

penunjang yaitu :

e. Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang

praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis

umumnya di daerah apeks paru, tetapi dapat juga mengenai lobus

11

Page 12: Isi

bawah atau di daerah hilus yang menyerupai tumor paru (Amin,

2007).

f. Pemeriksaan Laboratorium

A. Darah

Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik.

Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan

jumlah lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis

pergeseran kekiri, jumlah limfosit masih dibawah normal dan

laju endap darah mulai meningkat (PDPI, 2006).

B. Sputum (dahak)

Pemeriksaan sputum penting karena dengan

ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat

dipastikan dan juga dapat memberikan evaluasi terhadap

pengobatan yang sudah diberikan. Menurut American Thoracic

Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberkulosis paru

adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium

tuberculosis dalam sputum atau jaringan paru secara biakan

(PDPI, 2006).

C. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan tes tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik

agak kurang artinya pada orang dewasa, karena pemeriksaan

ini untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis

terutama pada anak-anak (balita). Uji ini akan mempunyai

makna bila didapatkan konversi dari tes yang dilakukan satu

bulan sebelumnya atau apabila kepositifan uji yang didapat

besar sekali (PDPI, 2006).

12

Page 13: Isi

Gambar 3. Alur Diagnosis TB (Riduan, 2009)

g. Terapi

Pengobatan TB paru terutama berupa pemberian obat

antimikroba dalam jangka waktu lama. Penderita TB paru dengan

gejala klinis harus mendapat minimum dua obat untuk mencegah

timbulnya strain yang resisten terhadap obat (Price, SA, 2005). Obat-

obatan yang digunakan sebagai terapi TB paru adalah :

1) Isoniazid (INH)

Dosis harian 5 mg/kg BB dan dosis untuk pengobatan

intermiten 3 kali seminggu adalah10 mg/kg BB.

13

Page 14: Isi

2) Rifampicin

Dosis harian sama dengan dosis untuk pengobatan intermiten 3 kali

seminggu yaitu 10 mg/kg BB.

3) Pirazinamid

Dosis harian 25 mg/kg BB dan dosis untuk pengobatan intermiten

3 kali seminggu adalah 35 mg/kg BB.

4) Streptomisin

Dosis harian sama dengan dosis untuk pengobatan intermiten 3 kali

seminggu yaitu 15 mg/kg BB. Untuk penderita dengan usia sampai

dengan 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan penderita

dengan usia 60 tahun ke atas dosisnya 0,50 gr/hari.

5) Ethambutol

Dosis harian 15 mg/kg BB dan dosis untuk pengobatan intermiten 3

kali seminggu adalah 30 mg/kg BB.

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan

rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang

efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik (PDPI,

2006).

3. Kegiatan P2 TB Paru di Puskesmas Sibela

Unit P2 TB Paru Puskesmas Sibela merupakan unit yang bertugas

untuk menangani pencegahan dan pemberantasan TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Sibela. Kegiatan yang dilaksanakan oleh P2 TB Paru

dibedakan menjadi :

a. Kegiatan yang berhubungan dengan upaya pencegahan

TB, seperti:

1) Penyuluhan kesehatan

2) Imunisasi BCG

3) Penelitian berkala dalam bentuk penemuan kasus

TB (case finding), baik aktif maupun pasif. Petugas sub unit P2 TB

14

Page 15: Isi

Paru telah melakukan beberapa upaya penemuan BTA positif di

wilayah kerja Puskesmas Sibela secara aktif maupun pasif. Upaya

ini didukung oleh kerja sama lintas program dan lintas sektoral

b. Kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan penyakit TB,

seperti:

1) Pengobatan penderita

2) Menemukan dan mengobati kontak penderita

3) Menemukan dan memberantas sumber infeksi

c. Kegiatan yang berhubungan dengan administrasi , yaitu

melakukan pencatatan kasus

Kegiatan di atas dirumuskan dalam bentuk program sebagai berikut

Tabel 1. Program P2TB Paru Puskesmas Sibela

No. Kegiatan Sasaran Indikator1. Penjaringan suspek Pasien BP, KIA CDR > 80%2. Kunjungan rumah Kontak dengan pasien TB 100% dikunjungi3. Kunjungan rumah

pasien mangkirPasien TB mangkir Kasus DO = 0

4. Pemberian PMT Pasien TB dengan gizi kurang

Kesembuhan 99%

5. Penyuluhan DOTS Keluarga pasien Kesembuhan 99%6. Pengawasan menelan

obatPasien TB Kesembuhan 99%

7. Penyuluhan TB Kader, masyarakat Adanya kasus rujukan dari kader atau masyarakat

8. Pertemuan DPS DPS di wilayah puskesmas Sibela

Adanya rujukan kasus, CDR > 80%

(Data Sekunder Puskesmas Sibela, 2012)

4. Peran Petugas Puskesmas Dalam Penemuan Kasus TB

Pemerintah mengadakan pengembangan sumber daya manusia

(SDM), yaitu suatu proses yang sistematis dalam memenuhi kebutuhan

ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi

kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya/on

the job training), dan kesinambungan (sustainability).

15

Page 16: Isi

Tujuan pengembangan SDM dalam program TB adalah tersedianya

tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap

(dengan kata lain “kompeten”) yang diperlukan dalam pelaksanaan

program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan

pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan

program TB nasional. Pengembangan SDM tidak hanya berkaitan dengan

pelatihan tetapi meliputi keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan

lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang

pengembangan SDM yaitu tersedianya tenaga yang kompeten dan

profesional dalam penanggulangan TB. Untuk terselenggaranya kegiatan

penanggulangan TB di setiap sarana pelayanan kesehatan dan di tingkat

administrasi dibutuhkan SDM minimal (jumlah dan jenis tenaga) :

a. Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri:

kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1

perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium.

b. Puskesmas satelit: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri

dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB.

c. Puskesmas Pembantu: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri dari 1 perawat/petugas TB.

16

Page 17: Isi

B. Kerangka Berpikir Konseptual

Skema 1. Kerangka Berpikir Konseptual

17

Page 18: Isi

Berdasarkan permasalahan yang ada yaitu kesenjangan pencapaian

target penemuan TB Paru BTA (+) dengan target Depkes RI, akan dilakukan

analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) sehingga

didapatkan suatu alternatif pemecahan masalah berdasarkan prioritas.

18

Page 19: Isi

BAB III

METODE PEMECAHAN MASALAH

A. JENIS METODE PEMECAHAN MASALAH

Kegiatan ini merupakan kegiatan pencarian prioritas masalah dan

prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan problem solving cycle.

B. LOKASI DAN WAKTU KEGIATAN

Kegiatan dilaksanakan di Puskesmas Sibela yang terletak di Kelurahan

Mojosongo, Kecamatan Jebres. Waktu pelaksanaannya yaitu tanggal 2-4

Agustus 2012.

C. SUBYEK MASALAH

Subyek masalah adalah Program Puskesmas Sibela dalam

penanggulangan TB Paru.

D. SUMBER DATA

Data sekunder Puskesmas Sibela.

E. ANALISIS DATA

Dilakukan dengan menggunakan Tabel Matrikulasi Masalah dan

Diagram Tulang Ikan.

F. PENYAJIAN DATA

Disajikan Menggunakan Tabel.

G. RANCANGAN PENYELESAIAN MASALAH

Berdasarkan teori Blum, bahwa derajat kesehatan seseorang

dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan

genetik. Maka untuk mencari alternatif pemecahan masalah ini kita perlu

19

Page 20: Isi

melihat sumber-sumber permasalahan dari faktor-faktor penunjang kesehatan

tersebut dalam diagram tulang ikan sebagai berikut :

Genetik

Gambar 4. Diagram Tulang Ikan

Keterangan:

1. Perilaku masyarakat

a. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB

b. Kesadaran masyarakat tentang pencegahan penyakit TB

c. Pengetahuan masyarakat mengenai cara penularan penyakit TB.

2. Lingkungan

a. Keadaan lingkungan yang memungkinkan menjadi sumber infeksi

b. Keadaan sosial ekonomi

3. Kinerja pelayanan kesehatan

a. Screening kasus TB kasus baru.

b. Surveilance penderita TB

c. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit TB

d. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai pencegahan dan cara

penularan penyakit TB

4. Genetik

20

PerilakuMasyarakat

a

Kinerja Pelayanan Kesehatan

c

a

c

b a

c

b

Lingkungan

Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai penyakit TB

di wilayah kerja Puskesmas Sibela

b

Page 21: Isi

1. Penelitian / Penetapan Masalah

2. Penyelesaian Masalah

(

Skema 2. Diagram PSC untuk Menyelesaikan Masalah (Azwar, 1996)

21

Memilih cara penyelesaian dari sejumlah alternatif cara

yang mungkin

Memilih cara penyelesaian dari sejumlah alternatif cara

yang mungkin

Menentukan tujuan dan menyusun penyelesaian

masalah

Menentukan tujuan dan menyusun penyelesaian

masalah

Uji cobaUji coba

Melaksanakan kegiatan penyelesaian masalah

Melaksanakan kegiatan penyelesaian masalah

Penyusunan rencana penyelesaian masalah

Penyusunan rencana penyelesaian masalah

Pengumpulan dataPengumpulan data

Masalah yang ditentukanMasalah yang ditentukan

Analisa dataAnalisa data

Memilih masalah yang diprioritaskan

Memilih masalah yang diprioritaskanEvaluasi hasil intervensi

Evaluasi hasil intervensi

Page 22: Isi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Permasalahan Yang Mendasari

Dari data Plan of Action Puskesmas Sibela tahun 2012 dapat

diketahui beberapa kegiatan P2TB yang belum mencapai target yang telah

ditetapkan. Ada tiga kegiatan P2TB Puskesmas Sibela yang hasilnya belum

memenuhi target dan merupakan masalah bagi Puskesmas, yaitu:

1. Jumlah suspek TB paru yang diperiksa per 100.000 penduduk (Suspect

Screening Rate) masih kurang dari target

2. Jumlah penemuan kasus baru suspek BTA positif (Case Detection Rate) di

bawah target yang diharapkan

3. Proporsi BTA positif diantara suspek TB Paru yang diperiksa di bawah target

yang diharapkan

Tabel 2. Matrikulasi masalah P2TB

No. Daftar Masalah I T R JumlahP S RI DU SB PB PC IxTxR

1. Jumlah suspek TB paru yang diperiksa per 100.000 penduduk (Suspect Screening Rate)

3 3 3 2 3 4 5 4 3 19440

2. Jumlah penemuan kasus baru suspek BTA positif (Case Detection Rate, CDR)

4 4 4 1 4 5 4 5 4 102400

3. Proporsi BTA positif di antara suspek TB paru yang diperiksa

3 4 2 1 4 3 4 4 2 9216

(Data Sekunder Planning of Action 2012 Puskesmas Sibela)

Kriteria penilaian :

1: tidak penting; 2: agak penting; 3: cukup penting; 4: penting; 5: sangat

penting

Keterangan :

I : Importancy (pentingnya masalah)

P : Prevalence (besarnya masalah)

22

Page 23: Isi

S : Severity (dampak dari masalah)

RI : Rate of Increase (kenaikan besarnya masalah)

DU : Degree of Unmeet Need (derajat keinginan masyarakat yang tidak

terpenuhi)

SB : Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)

PB : Problem Benefit (keuntungan karena selesainya masalah)

PC : Public Concern (perhatian masyarakat terhadap masalah)

T : Technical feasibility (kelayakan teknologi untuk mengatasi masalah)

R : Resources avaibility (ketersediaan sumber daya untuk mengatasi

masalah)

B. Memilih Prioritas Masalah

Prioritas masalah yang telah diperoleh melalui matrikulasi masalah

perlu disusun alternatif pemecahannya dengan terlebih dahulu menggali

penyebab dari masalah tersebut. Penyebab jumlah penemuan kasus baru

suspek BTA positif (Case Detection Rate, CDR) masih di bawah target yang

diharapkan, antara lain disebabkan oleh:

1. Pengetahuan masyarakat akan penyakit TB rendah sehingga kesadaran

penderita untuk berobat rendah.

2. Adanya stigma yang jelek tentang penyakit TB sehingga penderita malu

untuk berobat.

3. Pengetahuan tentang pengobatan TB yang lama serta efek samping yang

tidak menyenangkan menyebabkan pasien malas untuk memeriksakan diri.

4. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader kesehatan (Posyandu,

Desa Siaga) mengenai TB sehingga rujukan ke Puskesmas kurang.

5. POKJANAL TB yang belum berfungsi secara maksimal.

6. Kurangnya koordinasi dan kepatuhan para dokter, spesialis dan RS swasta

dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis,

pengobatan maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB.

23

Page 24: Isi

C. Alternatif Jalan Keluar Masalah

Berdasarkan penyebab-penyebab yang ada, didapatkan beberapa

alternatif penyelesaian masalah sebagai berikut:

Tabel 3. Alternatif Pemecahan Masalah

Masalah Alternatif Pemecahan Masalah1. Pengetahuan masyarakat akan

penyakit TB rendah sehingga kesadaran penderita untuk berobat rendah

2. Adanya stigma yang jelek tentang penyakit TB sehingga penderita malu untuk berobat

1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kepada masyarakat

2. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-tempat umum

3. Pengetahuan tentang pengobatan TB yang lama serta efek samping yang tidak menyenangkan menyebabkan pasien malas untuk memeriksakan diri.

3. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman para penderita TB yang sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB

4. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB dengan teratur sampai tuntas

5. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh

4. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader kesehatan (Posyandu, Desa Siaga) mengenai TB sehingga rujukan ke Puskesmas kurang.

6. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi tentang TB

7. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru

8. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke Puskesmas

5. POKJANAL TB yang belum berfungsi secara maksimal

9. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan oleh Dinas Kesehatan

6. Kurangnya koordinasi dan kepatuhan para dokter, spesialis dan RS swasta dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis, pengobatan maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB

10. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter, spesialis dan RS swasta

24

Page 25: Isi

D. Menetapkan Jalan Keluar Masalah

Dalam menetapkan jalan keluar masalah kita bisa menggunakan

metode Reinke yang merupakan metode dengan mempergunakan skor. Nilai

skor berkisar 1-5 yang terdiri dari beberapa kriteria:

M = Magnitude of the problem yaitu besarnya masalah yang dapat dilihat dari

% atau jumlah/kelompok yang terkena masalah, keterlibatan

masyarakat serta kepentingan instansi terkait.

I = Importancy atau kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas

dan mortalitas serta kecenderungan dari waktu ke waktu.

V = Vulnerability yaitu sensitif atau tidaknya pemecahan masalah dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitas dapat diketahui dari

perkiraan hasil (output) yang diperoleh dibandingkan dengan

pengorbanan (input) yang dipergunakan.

C = Cost yaitu biaya atau dana yang dipergunakan untuk melaksanakan

pemecahan masalah. Semakin besar biaya semakin kecil skornya.

P = Prioritas atau pemecahan masalah.

Sama seperti metode yang lain dengan menggunakan skor, maka untuk

mempermudah pengerjaan diperlukan adanya tabel. Hasil skor masing-

masing masalah kemudian dihitung dengan rumus:

P = (M x V x I) : C

(Azwar, A., 1980; Leavel dan Clark, 1965)

Berikut matrikulasi alternatif pemecahan masalah dari kegiatan P2TB yang

dilakukan oleh Puskesmas Sibela:

Tabel 4. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah

No. Daftar Pemecahan Masalah

EfektivitasEfisiensi

(C)

Jumlah

MxIxVC

M I V

1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kapada masyarakat

4 4 3 2 24

2. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-tempat umum

4 3 3 4 9

3. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman 4 3 2 3 8

25

Page 26: Isi

para penderita TB yang sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB

4. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB dengan teratur sampai tuntas

3 4 3 2 18

5. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh

3 4 3 3 12

6. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi tentang TB

4 4 3 2 24

7. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru

4 3 2 2 12

8. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke Puskesmas

3 4 3 3 12

9. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan oleh Dinas Kesehatan

3 3 3 3 9

10. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter, spesialis dan RS swasta

4 3 3 4 9

Kriteria efektivitas :

M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan)

I = Importancy (pentingnya jalan keluar)

V = Vulnerability (sensivitas jalan keluar)

Kriteria penilaian efektifitas :

1 = tidak efektif

2 = agak efektif

3 = cukup efektif

4 = efektif

5 = paling efektif

Kriteria efisiensi :

C = Efficiency – Cost (semakin besar biaya yang diperlukan semakin tidak

efisien)

26

Page 27: Isi

Kriteria penilaian efesiensi :

1. = paling efisien

2. = efisien

3. = cukup efisien

4. = agak efisien

5. = tidak efisien

Berdasarkan kriteria matriks di atas, maka urutan prioritas pemecahan

masalah adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan

tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kepada masyarakat

2. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi

tentang TB

3. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB

dengan teratur sampai tuntas

4. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh

5. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang

tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah

keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru

6. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke

Puskesmas

7. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-

tempat umum

8. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan

oleh Dinas Kesehatan

9. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter,

spesialis dan RS swasta

10. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman para penderita TB yang

sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB

27

Page 28: Isi

E. Analisis SWOT

Untuk mengetahui berbagai faktor pendukung dan penghambat

subprogram P2TB yaitu rendahnya jumlah penemuan kasus baru suspek BTA

positif (Case Finding Detection, CDR) dilakukan kajian seksama dengan

analisis SWOT sebagai berikut:

Tabel 5. SWOT

Kekuatan (S) Ada tenaga profesional Kepercayaan terhadap Puskesmas Adanya fasilitas penunjang puskesmas

(ranap dan laboraturium) Adanya OAT gratis Tersedianya dana (JKMM/APBD II,

BOK) Terjangkaunya pelayanan kesehatan

(pustu/pusling)

Kelemahan (W) Petugas rangkap jabatan dan ikut

shift jaga ranap Belum terjalinnya kerjasama dan

koordinasi yang baik antara Puskesmas dengan praktek kesehatan swasta lainnya

Surveilans TB belum optimal

Peluang (O) Adanya kerjasama

dengan RS/DPS Banyaknya kader

kesehatan di wilayah Puskesmas

Strategi SO Meningkatkan kerjasama dengan

RS/DPS Terus memberikan pembekalan dan

pelatihan bagi para kader Penggunaan dana secara optimal

Strategi WO Optimalkan tenaga yang ada sesuai

dengan tugas pokok Meningkatkan kualitas kerjasama

dengan Toma, Toga dan kader dengan promosi lewat penyuluhan TB sehingga bisa meningkatkan rujukan suspek TB

Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program P2TB

Ancaman (T) Adanya stigma

masyarakat tentang penyakit TBC

Tingkat ekonomi dan sosial masyarakat yang rendah di mana masih ada rumah yang tidak sehat (Rumah Sehat baru 68%) (Sumber: POA 2012)

Kurangnya kesadaran untuk memeriksakan diri bila sakit

Strategi ST Melakukan survey sejauh mana

pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB

Meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan

Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar dapat memberi penyuluhan pada saat ada kegiatan-kegiatan masyarakat (misal rapat karang taruna, rapat PKK, rapat ketua RT, dsb)

Meningkatkan penyuluhan di kantong-kantong TB

Strategi WT Lebih melibatkan peran serta tokoh

masyarakat dan organisasi masyarakat setempat dalam mendukung program TB Puskesmas

Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan

Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Sibela

Adanya penyuluhan rutin

28

SW

OT

Page 29: Isi

Untuk meningkatkan program pada tahun mendatang, Puskesmas

Sibela dapat melakukan:

1. Puskesmas meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan

pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Sibela

2. Puskesmas mengoptimalkan tenaga yang ada sesuai dengan tugas pokok

3. Penggunaan dana yang ada di Puskesmas secara optimal

4. Meningkatkan kualitas kerjasama dengan Toma, Toga dan kader dengan

promosi lewat penyuluhan TB sehingga bisa meningkatkan rujukan suspek

TB

5. Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar kader (dengan

promosi dan penyuluhan TB) dapat meningkatkan rujukan suspek TB

6. Meningkatkan kerjasama dengan RS/DPS

7. Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat ataupun organisasi

masyarakat setempat dalam mendukung program TB Puskesmas

8. Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan

9. Melakukan survey sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang penyakit

TB serta meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan.

29

Page 30: Isi

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan matrikulasi masalah, prioritas masalah pertama dalam

pelaksanaan program P2TB adalah jumlah penemuan kasus baru suspek BTA

positif (Case Detection Rate, CDR) di bawah target yang diharapkan.

Sedangkan prioritas pertama pemecahan masalah adalah Meningkatkan

pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat

supaya dapat menjelaskan kapada masyarakat serta mengadakan pertemuan

dengan kader secara rutin untuk berdiskusi tentang TB.

B. Saran

1. Meningkatkan pengetahuan tentang TB kepada kader, tokoh agama dan

tokoh masyarakat supaya dapat menjelaskan kapada masyarakat

2. Mengadakan pertemuan dengan kader secara rutin untuk berdiskusi

tentang TB

3. Memberi edukasi ke PMO tentang pentingnya pemantauan pengobatan TB

dengan teratur sampai tuntas

4. Memberi penghargaan kepada PMO jika pasien telah berhasil sembuh

5. Membekali para kader dengan pengetahuan dan pelatihan tentang

tuberkulosis, di mana setiap kader bertanggungjawab atas sejumlah

keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru

6. Memberikan reward kepada kader yang merujuk pasien TB BTA (+) ke

Puskesmas

7. Membuat poster dan spanduk tentang TB yang diletakkan di tempat-

tempat umum

8. Memaksimalkan peran POKJANAL TB dengan melakukan pemantauan

oleh Dinas Kesehatan

9. Meningkatkan komunikasi antar pihak Puskesmas dengan para dokter,

spesialis dan RS swasta

30

Page 31: Isi

10. Mengadakan sharing rutin mengenai pengalaman para penderita TB yang

sudah sembuh kepada masyarakat dan kader, dipandu oleh petugas P2TB

11. Puskesmas meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan

pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Sibela

12. Puskesmas mengoptimalkan tenaga yang ada sesuai dengan tugas pokok

13. Penggunaan dana yang ada di Puskesmas secara optimal

14. Meningkatkan kualitas kerjasama dengan Toma, Toga dan kader dengan

promosi lewat penyuluhan TB sehingga bisa meningkatkan rujukan suspek

TB

15. Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar kader (dengan

promosi dan penyuluhan TB) dapat meningkatkan rujukan suspek TB

16. Meningkatkan kerjasama dengan RS/DPS

17. Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat ataupun organisasi

masyarakat setempat dalam mendukung program TB Puskesmas

18. Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan

19. Melakukan survey sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang penyakit

TB serta meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan.

31

Page 32: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Y. 2002. Tuberkulosis, Diagnosa, Terapi dan Masalahnya.

Yayasan penerbit IDI. Jakarta. hal: 2-15.

Amin. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

III. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal: 988-993.

Azwar, A. 1980. Puskesmas dan Usaha Kesehatan Pokok. Jakarta : Akadoma.

Hal:90-91.

Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara. Jakarta.

Hal. 181-250.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Jakarta. Hal: 1-23.

Dinkes Propinsi Jawa Tengah. 2005. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor

71 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Kabupaten /Kota di Propinsi Jawa Tengah. Semarang: Dinkes Propinsi

Jawa Tengah. Hal 90-91.

Leavel dan Clark. 1965. Prevention Medicine for The Doctor in His Community.

London: Mc Graw Hill.

PDPI. 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di

Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Hal 1-2

Price, Sylvia A. 2005. Tuberkulosis Paru-paru. Dalam : Patofisiologi Konsep

Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi III. Jakarta. Hal: 753-763.

32

Page 33: Isi

Pustekkom, 2005. TBC (TUBERCOLUSIS). http://soerya.surabaya.go.id/AuP/e-

DU.KONTEN/edukasi.net/Peng.Pop/Kesehatan/TBC/all.htm. (5 Agustus

2012)

Riduan. 2009. Diagnosa TBC dan Terapi   FDC . http://puskesmasbamban.

w ordpress .com/2009/01/18/diagnosa-tbc-dan-terapi-fdc/ (5 Agustus

2012)

Surjanto, Eddy; Subagio, Yusuf S. 1997. Diagnostik Tuberkulosis Paru. Dalam :

Kumpulan Naskah Ilmiah Tuberkulosis. Palembang. Hal: 1-14.

WHO. 1988. Tuberculosis Control as an Integral Part of Primary Health. Geneva :

WHO. 16-17.

33