BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padang merupakan salah satu daerah sentral produksi bengkuang yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu, diantaranya kecamatan Koto Tangah, Nanggalo, Kuranji, dan Pauh. Pada tahun 2005 areal tanam mencapai 130 hektar dengan rata-rata produksi 192 kuintal per hektar (total produksi 2.765 ton). Selain kota Padang, ada beberapa daerah di Jawa seperti Kebumen juga merupakan sentral produksi bengkuang. Di Kebumen, menurut data BPS Kebumen (2005-2007) ada empat kecamatan sentra produksi bengkuang yang total produksinya berkisar 5.020-7.030 ton per tahun yakni, Prembun, Mirit, Bonorowon dan Padereso (Winarto, 2009). Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) merupakan tanaman tahunan yang dapat mencapai panjang 4-5 meter, sedangkan akarnya dapat mencapai 2 meter. Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Padang merupakan salah satu daerah sentral produksi bengkuang yang
tersebar di beberapa kecamatan yaitu, diantaranya kecamatan Koto Tangah,
Nanggalo, Kuranji, dan Pauh. Pada tahun 2005 areal tanam mencapai 130 hektar
dengan rata-rata produksi 192 kuintal per hektar (total produksi 2.765 ton). Selain
kota Padang, ada beberapa daerah di Jawa seperti Kebumen juga merupakan
sentral produksi bengkuang. Di Kebumen, menurut data BPS Kebumen (2005-
2007) ada empat kecamatan sentra produksi bengkuang yang total produksinya
berkisar 5.020-7.030 ton per tahun yakni, Prembun, Mirit, Bonorowon dan
Padereso (Winarto, 2009).
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) merupakan tanaman tahunan yang dapat
mencapai panjang 4-5 meter, sedangkan akarnya dapat mencapai 2 meter.
Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat
seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna
kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak
manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini
juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90%.
Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang
tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau
orang yang berdiet rendah kalori (Heyne K, 1987). Umbi bengkuang sebaiknya
disimpan pada tempat kering bersuhu 120C hingga 160C. Suhu lebih rendah
1
2
mengakibatkan kerusakan. Penyimpanan yang baik dapat membuat umbi bertahan
hingga 2 bulan (Heyne K, 1987).
Bengkuang adalah tanaman polong yang termasuk hortikutura yang
mempunyai potensi yang sangat baik untuk dikembangkan karena manfaat dari
tanaman bengkuang ini sangat banyak diantaranya adalah :
1) Umbi bengkuang mengandung inulin yang tidak dapat dicerna sehingga
dapat digunakan sebagai penganti gula.
2) Dapat diolah sebagai bahan makanan.
3) Sebagai bahan dasar obat untuk penyakit kanker, diabetes mellitus, nyeri
perut.
4) Sebagai bahan dasar kosmetik (Astawan, 2010).
Tanaman bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dikenal baik oleh masyarakat
kita. Umbi tanaman bengkuang biasa dimanfaatkan sebagai buah atau bagian dari
beberapa jenis masakan. Umbi tersebut bisa dimakan segar, dibuat rujak, ataupun
asinan. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna
putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta
forfor dan kalsium. Umbi ini memiliki efek pendingin karena mengandung kadar
air 86-90%. Bengkuang merupakan tanaman yang memiliki banyak fungsi.
Umbi bengkuang juga mengandung agen pemutih (whitening agent) yang
dapat memutihkan dan menghilangkan tanda hitam dan pigmentasi di kulit.
Bengkuang juga mengandung vitamin C dan senyawa fenol yang dapat berfungsi
sebagai sumber antioksidan bagi tubuh (Keny, 2010).
3
Kandungan bengkuang (Pachyrrhizus erosus) salah satunya yaitu zat
besi dan vitamin C, dimana kandungan ini berfungsi untuk mempercepat proses
penyembuhan luka (Muscari, M, E, 2005).
Inflamasi adalah suatu respon protektif yang di tujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchell, 2012). Inflamasi melaksanakan
tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan, atau menetralkan
agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Peradangan / inflamasi adalah
respon lokal (reaksi) dari jaringan hidup yang bervaskularisasi akibat rangsangan
endogen dan eksogen (Sugianto, 2013).
Respon inflamasi berlangsung bersamaan dengan proses perbaikan.
Inflamasi bertujuan merusak, melarutkan, atau mengatasi penyebab cedera, dan
proses ini pada gilirannya dapat berubah menjadi suatu rangkaian proses yang
sedapat mungkin memperbaiki jaringan yang rusak dan menyembuhkannya.
Perbaikan dimulai pada fase awal inflamasi dan biasanya selesai pada saat efek
cedera berhasil dinetralisasi.
Selama proses perbaikan, pada jaringan yang mengalami cedera, terjadi
regenarisasi sel parenkim dan pengisian daerah yang rusak oleh jaringan
fibroblastik. Pada dasarnya, inflamasi merupakan respons perlindungan untuk
membersihkan atau membuang penyebab cedera (seperti toksin atau mikroba)
maupun kerusakan yang ditimbulkannya (seperti toksin atau mikroba) maupun
kerusakan yang ditimbulkannya seperti sel dan jaringan nekrotik (Sjamsuhidajat,
2014).
4
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat
proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ
tertentu (Lazarus, et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah terdapat efektikitas
ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus erosus) terhadap fase inflamasi dalam
proses penyembuhan luka mukosa oral pada tikus putih (Galur Wistar)?”.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus
erosus) terhadap fase inflamasi dalam proses penyembuhan luka mukosa
oral pada tikus putih (Galur Wistar).
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui efektifitas kandungan dari umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus).
2. Untuk mengetahui proses penyembuhan luka mukosa terhadap
fase inflamasi pada tikus (Galur Wistar).
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh esktrak umbi bengkuang
(Pachyrhizus erosus) terhadap fase inflamasi dalam proses
penyembuhan luka mukosa oral tikus putih (Galur Wistar).
5
1.4. Manfaat
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat bagi
masyarakat tentang efektifitas ekstrak umbi bengkuang (Pachyrhizus
erosus) terhadap fase inflamasi dalam proses penyembuhan luka mukosa
oral pada tikus putih (Galur Wistar) sehingga dapat dipakai sebagai
bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
2. Memberikan salah satu cara pengobatan alternatif yang efektif dalam
proses penyembuhan luka mukosa oral tikus (Galur Wistar).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bengkuang (Pachyrhizus erosus)
2.1.1. Definisi Bengkuang (Pachyrhizus erosus)
Bengkuang (Pachyrhizus erosus) termasuk tanaman dalam famili
leguminosae, tanaman ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah bagian
utara. Penyebaran ke Filipina dilakukan oleh bangsa Spanyol kemudian
menyebar diberbagai negara di asia tenggara termasuk Indonesia
(Purseglove, 1987). Saat ini tanaman bengkuang banyak di usahakan di
negara-negara beriklim tropis. Tanaman bengkuang biasanya tumbuh
didataran rendah dan terletak di beberapa daerah di Indonesia. Bengkuang di
budidayakan didaerah perkebunan dataran rendah, misalnya terletak pada
daerah sekitar Jawa Barat dan Jawa Tengah (Hayne, 1987 dalam Demer,
2008).
2.1.2. Klasifikasi
Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) termasuk ke dalam :
a. Kingdom : Plantae
b. Divisi : Magnoliophyta
c. Kelas : Magnoliopsida
d. Ordo : Fabales
e. Famili : Fabaceae
f. Genus : Pachyrhizus
g. pesies : Pachyrhizus
6
7
Nama umum bengkuang adalah yam bean (Inggris), jicama
(Mexico), sengkuang (Malaysia), singkamas (Filipina), dan sangkalu (India).
Menurut Sorensen (1988), genus pachyrhizus terdiri atas lima spesies, yaitu
Pachyrhizus erosus (L.) Urban, P. ahipa (wedd.) parody, P. tuberosus (lam.)
spreng, P. ferrugineus (piper), dan P. panamensis. Ketiga spesies yang
pertama sudah dibudidayakan, sedang dua spesies lainnya masih merupakan
spesies liar.
Gambar 1. Umbi Tanaman Bengkuang (Pachyrhizus erosus).
Sumber : id.wikipedia.org/wiki/bengkuang
Bengkuang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak
diminati oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Bengkuang juga telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk-produk kecantikan seperti
lulur bengkuang, handbody bengkuang, dan sebagainya. Namun demikian
bengkuang masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga bengkuang
bukanlah buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berharga mahal
(Williams, dkk., 1993).
8
Varietas yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah bengkuang gajah
dan bengkuang badur. Perbedaan di antara kedua jenis bengkuang ini adalah
waktu panennya. Varietas bengkuang gajah dapat dipanen ketika usia tanam
memasuki empat sampai lima bulan. Varietas bengkuang badur memiliki waktu
panen lebih lama. Jenis ini baru dapat dipanen ketika tanamannya berusia tujuh
sampai sebelas bulan. Walaupun umbinya dapat dimakan, bagian bengkuang yang
lain seperti biji sangat beracun, sama seperti tuba.
Racun ini sering dipakai untuk membunuh serangga atau menangkap ikan,
terutama yang diambil dari biji-bijinya. Biji bengkuang yang telah masak kaya
akan lipid yaitu ± 30% namun tidak dapat dimakan karena memiliki isoflavonoid
yang tinggi yaitu rotenone, isoflavanon dan furano-3-fenil kumarin yang sangat
beracun bagi manusia (Kay, 1973).
Kandungan vitamin C pada buah bengkuang yang tinggi yaitu sebesar 20
mg/100 gram yang sangat berperan sebagai antioksidan yang bermanfaat untuk
menangkal serangan radikal bebas penyebab kanker dan penyakit seperti penyakit
jantung, diabetes, dan stroke. Sementara kandungan vitamin B1-nya bermanfaat
untuk mengoptimalkan fungsi otak, mencegah terjadinya kerusakan saraf, maupun
memperlancar sirkulasi darah (Dike, 2011).
Di dalam bengkuang terdapat juga fitoestrogen. Bagi kaum perempuan,
kehadiran fitoestrogen sangat diperlukan untuk mempertahankan kualitas hidup di
usia tua. Ketika memasuki masa monopouse dimana hormone estrogen tidak lagi
diproduksi tubuh, perempuan mengalami kemunduran fisik, diantaranya kulit
cepat mengeriput serta organ tulang mulai rapuh dan mudah patah (Astawan dan
Kasih, 2008).
9
Bengkuang termasuk umbi-umbian yang memiliki kandungan air tinggi.
Bentuknya bulat dengan ujung yang meruncing. Buah ini sering digunakan untuk
bahan rujak. Bengkuang kaya vitamin C, kalsium, fosfor, dan serat makanan
(Sekarindah dan Rozaline, 2006).
Umbi bengkuang mengandung gizi yang cukup baik, yang secara umum
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Dalam 100 Gram Bengkuang
Komposisi Gizi Jumlah
Energi (kcal) 55,00
Protein (g) 1,40
Lemak (g) 0,20
Karbohidrat (g) 12,80
Kalsium (mg) 15,00
Fosfor (mg) 18,00
Kalium (mg) 0,60
Vitamin A (IU) 0,00
Vitamin B1 (mg) 0,04
Vitamin C (mg) 20,00
Air (%) 85,10
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992).
Kebanyakan masyarakat mengenal manfaat bengkuang hanya sebatas
sebagai kosmetik pemutih wajah atau kulit saja. Hal ini memang tidak juga salah
karena sesuai dengan sifat bengkuang yang memiliki banyak kandungan air yang
bervitamin dan mengandung antioksidan, sehingga sering digunakan oleh
masyarakat untuk kosmetik dalam pembuatan krim pemutih atau penghalus wajah
(Dike, 2011).
10
Kandungan kimia tanaman bengkuang tanaman bengkuang mengandung :
saponin, flavonoid dan minyak atsiri. Senyawa lain yang terkandung di dalam biji
bengkuang yang mampu mempengaruhi selera makan pada larva antara lain
pachirryzida, rotenoid, isoflavonoid dan phenylcoumarine (Waji, 2009).
Saponin Senyawa ini terdapat pada daun dan biji bengkuang mempunyai
sifat menyerupai sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang
dapat menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah
sering menyebabkan turunnya sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer
saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuh-tumbuhan yang mengandung
saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa
saponin juga bekerja sebagai anti mikroba (Waji, 2009).
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim digunakan pada tumbuhan
tingkatan tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-
glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon
dengan C- dan O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon,
flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk
aglikonya (Rohyami, 2008).
2.2. Inflamasi
2.2.1. Definisi Inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon protektif yang di tujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan
nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchell, 2012). Inflamasi
11
melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan,
atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin).
Peradangan/inflamasi adalah respon lokal (reaksi) dari jaringan hidup yang
bervaskularisasi akibat rangsangan endogen dan eksogen (Sugianto, 2013).
2.2.2. Mekanisme Inflamasi
Respon inflamasi berlangsung bersamaan dengan proses perbaikan.
Inflamasi bertujuan merusak, melarutkan, atau mengatasi penyebab cedera,
dan proses ini pada gilirannya dapat berubah menjadi suatu rangkaian proses
yang sedapat mungkin memperbaiki jaringan yang rusak dan
menyembuhkannya. Perbaikan dimulai pada fase awal inflamasi dan
biasanya selesai pada saat efek cedera berhasil dinetralisasi.
Selama proses perbaikan, pada jaringan yang mengalami cedera,
terjadi regenarisasi sel parenkim dan pengisian daerah yang rusak oleh
jaringan fibroblastik. Pada dasarnya, inflamasi merupakan respons
perlindungan untuk membersihkan atau membuang penyebab cedera (seperti
toksin atau mikroba) maupun kerusakan yang ditimbulkannya (seperti toksin
atau mikroba) maupun kerusakan yang ditimbulkannya (seperti sel dan
jaringan nekrotik). Tanpa inflamasi, infeksi dapat berlangsung tanpa kendali,
luka tidak akan sembuh, dan organ yang mengalami cedera akan tetap sakit.
Meskipun demikian, inflamsi dan proses perbaikan tetap berpotensi
membahayakan, misalnya menimbulakan reaksi hipersensitif yang dapat
mengancam jiwa, seperti gigitan serangga, akibat obat-obatan atau toksin.
Respon inflamasi pada jaringan ikat bervaskularisasi akan melibatkan
komponen plasma, sel darah yang bersikulasi (seperti neutrofil, monosit,
12
eosinofil, limfosit, basofil, dan trombosit), pembuluh darah dan komponen
seluler (seperti sel mast, fibroblast, makrofag, limfosit) dan ekstra selular
(seperti kolagen, elastin, fibrronektin, laminin, dan lain-lain) jaringan ikat.
Berbagai komponen itu berbentuk jaringan komonikasi seluler yang kuat
yang berakhir dengan meningkatnya respons inflamasi (Sjamsuhidajat,
2014).
2.2.3. Fase Inflamasi
Respon vaskular dan selular pada inflamasi akut dan kronis
diperantarai oleh mediator kimiawi yang berasal dari plasma atau sel yang di
induksi oleh rangsang inflamasi. Mediator tersebut dapat bekerja sendiri
atau secara bersama, atau dalam rangkaian reaksi, selanjutnya meningkatkan
respon inflamasi. Inflamasi akan dihentikan jika rangsang penyebab cedera
dihentikan dan mediator inflamasinya dihambat atau dihilangkan
(Sjamsuhidajat, 2014).
2.2.4. Jenis-jenis Inflamasi/Radang
Inflamasi dapat berlangsung akut maupun kronis. Inflamasi akut
berlangsung relative singkat, berakhir dalam beberapa menit, jam, atau hari
dengan gambaran utama adanya eksudasi cairan dan protein plasma (udem)
dan migrasi leukosit, terutama neutrofil. Inflamasi kronis berlangsung lebih
lama disertai gambaran histologis berupa adanya limfosit, makrofag,
penambahan pembuluh darah, fibrosis, dan jaringan nekrosis (Robbin,
2004).
13
2.2.5. Gejala-gejala Terjadinya Respons Inflamasi
Kemerahan (Rubor) Kemerahan atau rubor biasanya merupakan hal
pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi
peradangan mulai timbul maka arteri yang mensuplai darah ke daerah
tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam
mikrosirkulasi lokal.
Pembuluh-pembuluh darah yang sebelumnya kosong atau sebagian
saja meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini
dinamakan hiperemia atau kongesti menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada permulaan reaksi peradangan
diatur oleh tubuh melalui pengeluaran zat mediator seperti histamin
(Mitchell, 2012).
Tabel 2. Perbedaan Inflamasi Akut dan Kronis
Akut Kronik
Etiologi Patogen, jaringan
injury
Radang akut yang persisten, akibat
pathogen yang tidak dapat dihancurkan,
benda asing yang persisten, atau reaksi
autoimun.
Sel-sel
utama yang
terlibat
Neutrifil, sel
mononuklear
(monosit, limfosit)
Sel mononuklear (monosit, makrofag,
limfosit dan sel plasma) fibroblast.
Mediator Vaso active
amines, eicosanoid
IFN-y dan sitokin lainnya, growth faktor,
reactif oxygen species, hidrotic enzymes.
Serangan Segera Tertunda
Waktu Beberapa hari Sampai beberapa bulan
Hasil Abses, radang,
kronis
Tissue destruction fibrous
Sumber : (http://id.m.wikipedia.org.wiki/daftar tabel inflamasi)