1 BAB I PENDAHULUAN Artritis pirai atau artritis gout telah dikenal sejak masa Hippocrates yang sering disebut sebagai “penyakit para raja” dan “raja dari penyakit”. Gout berasal dari bahasa latin, yaitu guttae yang artinya adalah tetesan karena adanya kepercayaan kuno yang menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh lu ka yang jatuh tetes demi tetes ke dalam sendi. Artritis pirai merupakan sekelompok penyakit heterogen sebagai akibat dari adanya deposit kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat adanya supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati). Gangguan metabolisme yang mendasari gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat darah lebih dari 7,0 mg/dl pada pria dan 6,0 mg/dl pada wanita. Artritis pirai adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Penyakit ini lebih dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hippocrates bahwa penyakit ini jarang terjadi pada pria sebelum masa remaja ( adolescences) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai. Hal ini mungkin disebabkan karena banyak pasien gout yang melakukan pengobatan terhadap diri sendiri ( self medication).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Artritis pirai atau artritis gout telah dikenal sejak masa Hippocrates yang sering
disebut sebagai “penyakit para raja” dan “raja dari penyakit”. Gout berasal dari bahasa latin,
yaitu guttae yang artinya adalah tetesan karena adanya kepercayaan kuno yang menyebutkan
bahwa penyakit ini disebabkan oleh luka yang jatuh tetes demi tetes ke dalam sendi.
Artritis pirai merupakan sekelompok penyakit heterogen sebagai akibat dari adanya
deposit kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat adanya supersaturasi asam urat di
dalam cairan ekstraseluler. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut,
akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarangadalah kegagalan ginjal (gout nefropati). Gangguan metabolisme yang mendasari gout adalah
hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat darah lebih dari 7,0
mg/dl pada pria dan 6,0 mg/dl pada wanita.
Artritis pirai adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia.
Penyakit ini lebih dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Hippocrates bahwa penyakit ini jarang terjadi pada pria sebelum masa remaja (adolescences)
sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Di Indonesia belum banyak publikasi
epidemiologi tentang artritis pirai. Hal ini mungkin disebabkan karena banyak pasien gout
yang melakukan pengobatan terhadap diri sendiri ( self medication).
Artritis pirai (gout) adalah sekelompok penyakit heterogen yang disebabkan oleh
deposit kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat adanya supersaturasi asam urat di
dalam cairan ekstraseluler.1 Gangguan heterogen tersebut dapat terjadi sendiri atau dalam
kombinasi yang terdiri dari, hiperurisemia, serangan artritis inflamatori akut yang khas
monoartikuler, deposisi tofus kristal urat di dalam dan sekitar sendi, deposisi interstitial
kristal urat dalam parenkim ginjal dan urolitiasis.2 Gangguan metabolisme utama yang
mendasari gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam uratdarah lebih dari 7,0 mg/dl pada pria dan 6,0 mg/dl pada wanita.1,2,3
Gout merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal oleh Hippocrates pada
zaman Yunani kuno.1,3 Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit kalangan sosial elite
atau yang biasa disebut dengan disease of king, yang disebabkan karena terlalu banyak
makan, minum anggur dan seks. Hubungan sebab akibat ini tidak sepenuhnya benar.3
2.2. Epidemiologi
Gout merupakan penyakit yang lebih dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang terjadi pada pria sebelum masa remaja
sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause.1,3 Pada keadaan normal, kadar urat
serum pada laki-laki mulai meningkat setelah pubertas sedangkan pada perempuan, kadar
urat serum tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan eksresi
asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria.3
Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria
dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi gout bertambah dengan meningkatnya taraf hidup.1
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis pirai. Hal ini mungkin
disebabkan karena banyak pasien gout yang melakukan pengobatan terhadap diri sendiri ( self
medication).1
2.3. Klasifikasi
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
dari pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan eksresi asam urat.
Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau eksresi asam
urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.3
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa asam urat normal ada di dalam tubuh
kita, yang di dapat baik dari makanan yang mengandung purin maupun dari pembentukan
purin. Jadi asam urat akan ada di dalam darah, namun jika Kadar asam urat di dalam darah
meningkat atau dikenal dengan istilah hiperurisemia maka inilah yang menyebabkan
terjadinya penyakit asam urat.
Peningkatan kadar asam urat dalam darah dapat disebabkan oleh meningkatnya
produksi asam urat atau menurunnya pengeluaran asam urat. Peningkatan asam urat dalam
darah ini akan menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat (MSU) yang akan
tertimbun dalam jaringan tubuh terutama sendi. Ketika kristal urat ini masuk ke dalam sendi
akan mengakibatkan serangan berulang dalam bentuk peradangan sendi (arthritis). MSU
dapat mengaktifkan leukosit sehingga terjadi pengerahan leukosit pada jaringan, kemudian
pengerasan MSU dan pemecahan selanjutnya. Manifestasi klinis dari penyakit ini disebabkan
oleh interaksi yang kompleks dari berbagai tipe sel termasuk sel mast, sel endotel, neutrofil,
makrofag, dan sinovial fibroblas. Kemungkinan yang terjadi adalah keseimbangan darimonosit dan makrofag yang terdiferensiasi memainkan peran kunci dalam mengatur respon
inflamasi dari kristal MSU.1
Gout kronik juga dapat mengakibatkan timbunan yang keras di dalam maupun diluar
sendi dan dapat menyebabkan kerusakan sendi, menurunkan fungsi ginjal dan menyebabkan
terjadinya batu ginjal.1,2,3
Pada penyakit gout-arthritis (radang sendi) terdapat gangguan keseimbangan
metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, jadi jika ada keadaan
serangan gout akut. Hal terpenting yang menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada
OAINS yang dipilih melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan. OAINS
harus diberikan dengan dosis sepenuhnya ( full dose) pada 24‐48 jam pertama atau sampai
rasa nyeri hilang. Dosis yang lebih rendah harus diberikan sampai semua gejala reda. OAINS biasanya memerlukan waktu 24‐48 jam untuk bekerja, walaupun untuk menghilangkan secara
sempurna semua gejala gout biasanya diperlukan 5 hari terapi. Pasien gout sebaiknya selalu
membawa persediaan OAINS untuk mengatasi serangan akut.
Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut artritis gout, dengan dosis awal
75‐100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya
gejala serangan akut. Efek samping indometasin antara lain pusing dan gangguan saluran
cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat diturunkan.
b. Kolkisin
Kolkisin merupakan terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout akut. Namun,
dibanding OAINS kurang populer karena mula kerjanya (onset ) lebih lambat dan efek
samping lebih sering dijumpai.
c. Kortikosteroid
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian steroid intra‐artikular.
Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena.
Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial diagnosis antara arthritis sepsis
dan gout akut karena pemberian steroid intra‐ artikular akan memperburuk infeksi. Pasien
dengan respon suboptimal terhadap NSAID mungkin akan mendapat manfaat dengan
pemberian steroid intra‐artikular.
Steroid sistemik juga dapat digunakan untuk gout akut. Pada beberapa pasien, misalnya
yang mengalami serangan yang berata atau poliartikular atau pasien dengan penyakit ginjal
atau gagal jantung yang tidak dapat menggunakan NSAID dan kolkisin, dapat diberi
prednisolon awal 20‐40 mg/hari. Obat ini memerlukan 12 jam untuk dapat bekerja dan durasi
terapi yang dianjurkan adalah 1‐3 minggu. Alternatif lain, metilprednisolon intravena 50‐150
mg/hari atau triamsinolon intramuskular 40‐100 mg/hari dan diturunkan (tapering ) dalam 5
hari.
d. COX-2 inhibitor
Etoricoxib merupakan satu‐satunya COX‐2 inhibitor yang dilisensikan untuk mengatasi
serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama untuk pasien
yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non‐selektif. COX ‐2 inhibitor
mempunyai resiko efek samping gastrointestinal bagian atas yang lebih rendah disbanding
NSAID non‐selektif.
Terapi gout kronis
Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinyaserangan akut gout, gout tophaceous kronik, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam
urat. Kapan mulai diberikan obat penurun kadar asam urat masih kontroversi.
a. Allopurinol
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain mengontrol
gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal.
Allopurinol menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin
oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 60‐70% obat ini mengalami konversi di hati menjadi
metabolit aktif oksipurinol. Waktu paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol
12‐30 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal
bersama dengan allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama ke dua.
Dosis
Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi 300
mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan dosis 100 mg/hari dan dosis
dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan umumnya 100‐=600 mg/hari dan dosis 300
mg/hari menurunkan urat serum menjadi normal pada 85% pasien. Respon terhadap
allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam serum pada 2 hari setelah terapi
dimulai dan maksimum setelah 7‐10 hari. Kadar urat dalam serum harus dicek setelah 2‐3
minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar urat.
Allopurinol dapat memperpanjang durasi serangan akut atau mengakibatkan serangan lain
sehingga allopurinol hanya diberikan jika serangan akut telah mereda terlebih dahulu. Resiko
induksi serangan akut dapat dikurangi dengan pemberian bersama NSAID atau kolkisin
(1,5 mg/hari) untuk 3 bulan pertama sebagai terapi kronik.
Efek Samping
Efek samping dijumpai pada 3‐5% pasien sebagai reaksi alergi/hipersensitivitas. Sindrom
toksisitas allopurinol termasuk ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis dan
kematian. Sindrom ini lebih banyak dijumpai pada pasien lanjut usia dengan insufisiensi
ginjal dan pada pasien yang juga menggunakan diuretik tiazid. Erupsi kulit adalah efek
samping yang paling sering, lainnya adalah hepatotoksik, nefritis interstisial akut dan demam.
Reaksi alergi ini akan reda jika obat dihentikan. Jika terapi dilanjutkan, dapat terjadi