BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara beberapa sediaan farmasi yang ada, tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang paling umum diresepkan dan juga sebagai obat bebas yang paling banyak jenis dan jumlahnya yang dijual di apotik dan toko obat dari bentuk sediaan yang lainnya (Siregar, 2010), oleh karena itu banyak dilakukan penelitian supaya dapat dihasilkan tablet yang berkualitas. Bentuk sediaan obat tablet menguntungkan karena takarannya tepat, harganya murah, stabilitas yang terjaga dalam sediaannya serta mudah digunakan. Bentuk tablet ada bermacam-macam yaitu bentuk silinder, kubus, batang, cakram dan oval (Voigt, 1994). Maka cara pemberian yang paling utama untuk memperoleh efek sistemik adalah pemberian melalui mulut. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di antara beberapa sediaan farmasi yang ada, tablet merupakan bentuk sediaan
farmasi yang paling umum diresepkan dan juga sebagai obat bebas yang paling
banyak jenis dan jumlahnya yang dijual di apotik dan toko obat dari bentuk sediaan
yang lainnya (Siregar, 2010), oleh karena itu banyak dilakukan penelitian supaya
dapat dihasilkan tablet yang berkualitas. Bentuk sediaan obat tablet menguntungkan
karena takarannya tepat, harganya murah, stabilitas yang terjaga dalam sediaannya
serta mudah digunakan. Bentuk tablet ada bermacam-macam yaitu bentuk silinder,
kubus, batang, cakram dan oval (Voigt, 1994). Maka cara pemberian yang paling
utama untuk memperoleh efek sistemik adalah pemberian melalui mulut. Dari obat
yang diberikan melalui mulut maka sediaan padat berbentuk tablet lebih disenangi
(Ansel,1989).
Tujuan utama merancang bentuk sediaan tablet adalah untuk mengadakan
perencanaan formulasi yang dikehendaki untuk mencapai suatu respon terapi. Seperti
yang diuraikan di atas, zat aktif obat merupakan bagian dari suatu formula dari suatu
gabungan dengan satu atau lebih zat non aktif (eksipien atau ingredient) yang
mengadakan fungsi farmasetik yang beragam yang dikehendaki dan khusus (Siregar,
2010).
1
Tablet dibuat terutama dengan cara kompresi menggunakan mesin yang mampu
menekan bahan-bahan dalam bentuk serbuk atau granulasi dengan berbagai bentuk
dan ukuran. Dalam pembuatan tablet kompresi, metode granulasi basah merupakan
metode yang paling banyak dipakai. Dalam pembuatanya hampir tidak ada bahan
yang dapat langsung dikempa, sehingga diperlukan bahan-bahan tambahan untuk
memperoleh hasil yang baik. Bahan-bahan pengisi, pengikat, penghancur, pelicin,
pewarna, dan lain-lain (Voigt, 1994).
Komponen tablet nonaktif atau eksipien merupakan zat inert secara fisik, kimia,
dan farmakologi yang ditambahkan kedalam formulasi sediaan tablet untuk
membantunya memenuhi persyaratan proses teknologi persyaratan spesifikasi teknis,
fisik, penampilan, persyaratan mutu resmi (farmakope), dan juga persyaratan tidak
resmi yang ditetapkan oleh pabriknya sendiri.
Seleksi dan pengujian eksipien dalam formula tablet memberikan tantangan
untuk formulator di masa depan. Kemampuan mengatasi masalah yang terjadi
merupakan suatu sifat yang berharga, sedangkan kemampuan mencegah masalah
melalui desain eksperimental memadai merupakan suatu kebajikan, menuju
pengembangan produk yang lebih handal dan tepat guna dan jika dirangkaikan
dengan metode optimisasi, formulator mungkin dapat menunujukkan seberapa dekat
suatu formula tertentu ke kondisi optimal (Siregar, 2010).
2
Zat pewarna dimasukkan ke dalam tablet pada umumnya untuk memberi
identitas pada prodak yang kelihatannya sama dalam suatu jalur produk industri
farmasi. Zat pewarna terbagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Pewarna yang larut air, memberi warna yang jernih.
2. Pigmen yang tidak larut air, yang harus didispersikan kedalam produk (Siregar,
2010).
3. Pewarna dalam bentuk pigmen khusus. Pigmen ini dapat langsung di tambahkan
dalam formulasi tablet. Untuk meminimalkan timbulnya bercak lebih baik
pigmen dicampur lebih dahulu dengan pengencer.
Penggunaan warna dalam suatu produk berfungsi sebagai identitas dan dapat
digunakan untuk menarik konsumen agar membeli produk tersebut, sehingga
penggunaan warna sangatlah penting. Pewarna sintetik banyak digunakan produsen
untuk menghasilkan suatu produk ( Yulianti, 2009 ).
Pewarna alami ada beberapa golongan, yaitu golongan flavonoid (antosianin,
antosianidin, antoxanthin), golongan alkaloid (betalain, betasianin, betaxantin),
golongan karotenoid (karotin, xanthofil, retinoid), klorofil dan lain-lain (Burdock,
1997). Betalain adalah pigmen berwarna merah, merah anggur yang ditemukan dalam
akan terbentuk endapan cokelat dan dengan pereaksi mayer endapan
putih menunjukan adanya alkaloid.
4) Pemeriksaan tanin
Ekstrak kental ditambahkan 3 tetesan larutan FeCl3 lalu diamati
perubahan warna. Jika terbentuk warna biru kehijauan maka positif
tannin.
29
5) Pemeriksaan saponin
Ditimbang 0,5 gram simplisia ditambahkan 10 ml air didalam tabung
reaksi dikocok vertikal selama 10 menit, diamkan selama 10 menit bila
busa stabil, positif saponin.
6) Pemeriksaan flavonnoid
Ekstrak kental ditambahkan HCl pekat dan ditambahkan logam Mg
jika terbentuk busa warna merah atau jingga, berarti positif tannin,
kemudian ditambah amil alkohol lalu dikocok, jika warna merah naik
keatas positif flavonoid.
7) Pemeriksaan kumarin
Ekstrak kental ditambahkan air panas dan dinginkan. Setelah dingin
bagi menjadi dua tabung, tabung I diberi ammonia 10 % dan tabung ke
II sebagai pembanding. Lihat dibawah lampu UV, jika terdapat
flourosensi kuning kehijauan atau kebiruan berarti positif mengandung
kumarin.
30
5. Formulasi
Untuk membuat granul digunakan formula :
R/ Amprotab 250 Gram
Laktosa 250 Gram
Bahan pewarna X%
Musilago Amili 10% QS
Untuk membuat tablet ditambahkan pada granul bahan penghancur, bahan
pelicin dan bahan pewarna dengan formula sebagai berikut :
R/ Untuk membuat tablet pada granul bahan penghancur dan bahan
pelicin dengan formula sebagai berikut :
R/ Granul 75 Gram
Bahan penghancur 4%
Bahan pelicin 1%
Penambahan Bahan pewarna dari buah Bit ini di lakukan secara eksternal
yaitu dengan kadar 0,1% ; 0,5% dan 1%.Untuk bahan pelicin digunakan
kombinasi Magnesium Stearat dan talkum dengan perbandingan 1 : 9 sebanyak
1% yang di tambahkan pada setiap formula. Untuk bahan penghancur yang
digunakan corn starch dengan kadar 5%.
31
6. Granulasi
Ekstrak campuran umbi Bit dicampur dengan bahan tambahan lainnya serta
dengan bahan pengikat yang telah dibuat musilag, sampai terbentuk massa yang
dapat menggumpal ketika dikepal dan bila di patahkan tidak hancur berantakan
(Banana Breaking). massa ini kemudian di ayak dan dikeringkan dalam lemari
pengering dengan suhu 40-60 selama (Anief, 2006). Pengeringan bertujuan
untuk mengurangi kandungan air dalam serbuk. Granul yang sudah kering
diayak dengan ayakan nomor 12 (Anief, 2006) yang bertujuan untuk
menghindari variasai ukuran granul sehingga dihasilkan granul yang memiliki
fluiditas baik dan menjamin keseragaman bobot tablet.
7. Evaluasi granul
a. Uji visual
Melihat secara langsung granul yang dihasikan.
b. Waktu alir
Seratus gram granul dimasukkan tankainya ke dalam corong yang ujung
tankainya ditutup. Penutup corong dibuka dan granul dibiarkan mengalir
sampai habis, kemudian menghitung waktu alir granul dengan stopwatch
(Siregar, 2010).
c. Sudut diam
Seratus gram granul dimasukan secara perlahan melalui lubang bagian
atas sementara bagian bawah ditutup. Setelah semua serbuk dimasukan,
32
penutup dibuka dan serbuk dibiarkan keluar, kemudian diukur tinggi
kerucut yang terbentuk dan diameternya. Sudut diam dihitung dengan rumus
(1) (Siregar, 2010).
d. Pengetapan
Granul dimasukan kedalam gelas ukur 250 ml secara perlahan-
lahan,kemudian dicatat sebagai Vo. Gelas ukur dipasang pada alat uji.
Kemudian dihentakan sepuluh kali secara berulang hingga tidak terjadi
perubahan volume. Volume akhir setelah pengetapan dicatat Vt. Indeks tap
kemudian dihitung dengan rumus (2) (Siregar,2010).
e. Distribusi ukuran granul
Seratus gram granul dimasukan ke dalam ayakan bertingkat yang telah
disusun berdasarkan ayakan dengan nomor terkecil pada ayakan teratatas
lalu ditutup dan mesin dinyalakan pada frekuensi 30Hz selama 25 menit.
Bobot granul yang tertinggal pada masing-masingayakan ditimbang lalu
dihitung ukuran granul rata-rata dengan rumus (3) dan persentase
distribusinya (Lachman et al, 2008).
8. Pembuatan tablet
Granul yang telah dievaluasi, kemudian ditambahkan bahan pelicin lalu
dicetak dengan mesin pencetak tablet single punch, bobot tablet 300 mg
(Siregar, 2010).
33
9. Evaluasi tablet
a. Uji visual
Melihat secara langsung tablet yang dihasikan.
b. Uji Keseragaman Bobot
Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang
satu per satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang
ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada
kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet
(Anonim, 1979).
Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet
Bobot Rata-RataPenyimpangan Bobot Rata-Rata Dalam %
A B25 mg atau kurang 15% 30%26 mg - 150 mg 10% 20%151 mg - 300 mg 7.50% 15%Lebih dari 300 mg 5% 10%
c. Kekerasan tablet
Satu tablet diletakan tegak lurus pada alat Hardness Tester yang telah di
kalibrasi, kemudian penekanan alat diputar pelan-pelan hingga tablet pecah.
Skala alat yang menunjukan kekerasan tablet dinyatakan dengan satuan kg
dan pengukuran diulangi sebanyak enam kali (Siregar, 2010).
34
d. Kerapuhan
Sepuluh tablet yang telah dibebasdebukan ditimbang ditimbang dalam
neraca analitik yang dinyatakan sebagai Wo. Kemudian dimasukkan ke
dalam Friability Tester selama 4 menit dengan kecepatan 25 putaran per
menit. Setelah 4, tablet dikeluarkan lalu dibebas debukan lagi dan di
timbang kemudian dinyatakan dalam W, pengkuran dilakukan secara triplo,
kemudian dihitung presentase kerapuhan dengan rumus (4).
e. Waktu hancur
Pengukuran waktu hancur tablet dilakukan dengan alat disintegration
Tester. Enam tablet dimasukkan kedalam keranjang tes yang dicelupkan
kedalam air bersuhu 37˚C kemudian dinaik-turunkan hingga seluruh tablet
hancur dan dicatat waktunya ( Lachman et al, 2008).
f. Analisa data
Data hasil penelitian di analisa dengan perbandingan teoritis, yaitu data
parameter yang diperoleh dibandingkan dengan yang terdapat pada
farmakope Indonesia dan buku standar lain yang diketahui, serta pengujian
statistik ANOVA one way.
35
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2007. Teknologi bahan Alam. Bandung: institute Teknologi Bandung.
Agoes, G. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Anif, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yokyakarta: Gajamada Muda University Press.
Anil JE Icas, 2003, General Chemistry Experiments, America, Hal 85.
Anonim , 2007, Buku Pintar Tanaman Obat, Redaksi Agromedia, Jakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depatemen Kesehatan Replublik Indonesia, Jakarta, Hal xxx, 9, 772, 840.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Depatemen Kesehatan Replublik Indonesia, Jakarta, Hal 7, 1033.
Anonim, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal 10 - 11
Anonim, 2004. Buku Panduan Teknologi Ekstrak. Direktorat Jendral Obat dan Makanan, Departemen kesehatan RI, hal 13-22.
Anonim, 2008, Bit (Beta vulgaris L.), Situs Dunia Tumbuhan, http://www.plantamor.com/index. Februari 2010
Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Arsyah, 255-271, 607-608. Jakarta: UI Press
Banker, G.S. and N.R. Anderson. 2008. Tablet dalam Teori dan praktek Farmasi Industri Edisi III, diterjemahkan oleh Siti suyatmi. Jakarta: UI Press.
Burdock, G. A, 1997, Encyclopedia of Food and Color Additives, CRC Press, Inc, New York.
Cairns, Donal, 2004, Kimia Farmasi. Diterjemahkan oleh Rini Maya Puspita S.Farm, Apt .Edisi dua, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Davies, Kevin, 2004, Plant Pigmen and Their Manipulation Annual Plant Reviews Vol 14,USA.
Departemen Kesehatan RI,1980,”Materia Medika Indonesia,”Jilid IV, Indonesia. Jakarta.
GAF, Henry dan JD, Houghton, 1996 , Natural Food Colorants, edisi ke 2, London .
H.C, Ansel, 1989, Pengatar Bentuk Sediaan Farmasi, Diterjemahkan oleh F. brahim, Edisi ke empat, UI Press. Jakarta.Hal 247 – 269
Harbone, J.B. 1987. Metode fitokimia Penuntun Modern Menganalisis Tumbuhan Edisi III, Bandung: ITB Press.
Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia , Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Terbitan kedua, terjamahan Padmawinata, K. dan Soediro I., Penerbit ITB, Bandung, hal 4 – 6.
Lacman, L., H.A. Lieberman dan J.L. Kanig. 2008. Teory dan Praktek farmasi Industri. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Lis Arsyah, Ed. III . Jakarta: UI Press.
Lamit, R. T., 1979, Skripsi Akhir dengan Judul Identifikasi Zat Warna Dalam Makanan, UI, Jakarta.
Magaret, Veronica , 2008, Skripsi Akhir dengan Judul Analisa Kadar Zat Pewarna Kuning pada Tahu yang Dijual Dipasar–pasar DiMedan, Universitas Sumatera Utara.
McLellan, M. R. dan Cash, J. N, 1979, Application of Anthocyanins as Colorants for Maraschino-Type Cherries, Hal 483-487.
Mulyani, Sri, 2006, Anatomi Tumbuhan, Jakarta.
Shi, Z., Lin, M., dan Francis, F. J., 1992, Stability of Anthocyanins from Tradescania pallid, Journal of Food. hal 758 - 760.
Siregar. C.J.P. 2010. Teknologi farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stacketal, 2003, Phytochesmistry 62 , Walshinton state universitas, USA
37
Sujiono Lie, 2011, Skripsi akhir dengan judul Uji Kestabilan Warna Dari Ekstrak Etanol Absolut Umbi Bit ( Beta vulgaris L ), UNTAG.
Syaputri, M.V., 2007, Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan Bahan Terkatit Vol I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal 62.
Tjitrosoepomo, G., 2000, .Morfologi Tumbuhan, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
Voigh, R, 1995, Pelajaran Teknolohgi Farmasi, Universitas Gajah Mada . Yogyakarta, Hal 554 – 570.
Watson, David G , Analisa Farmasi.1997, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.