BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Sel darah merah (SDM) atau eritrosit adalah cakram bikonkaf
tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8m, tebal bagian tepi 2 m
dan ketebalannya berkurang di bagian tengah menjadi hanya 1 mm atau
kurang. Karena lunak dan lentur maka selama melewati mikrosirkulasi
sel sel ini mengalami perubahan konfigurasi. Stroma bagian luar
membran sel mengandung antigen golongan darah A dan B serta faktor
Rh yang menentukan golongan darah seseorang.Komponen utama SDM
adalah hemoglobin protein (Hb), yang mengangkut sebagian besar
oksigen dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida dan
mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselular.
Molekul-molekul Hb terdiri atas 2 pasang rantia polipeptida
(globin) dan 4 kelompok heme, masing-masing mengandung sebuah atom
besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sesuai.
Rata- rata orang dewasa memiliki jumlah SDM kira-kira 5 juta per
milimeter kubik,masing-masing SDM memilki siklus hidup sekitar 120
hari. Keseimbangan tetap dipertahankan antara kehilangan dan
penggantian normal sel darah sehari-hari. Produksi SDM dirangsang
oleh hormon glikoprotein,eritropoietin, yang diketahui terutama
bersal dari ginjal, dengan 10% berasal dari hepatosit hati.
Produksi eritropoietin dirangsang oleh hipoksia jaringan ginjal
yang disebabkan oleh perubahan perubahan tekanan 02 atmosfer,
penurunan kandungan 02 darah arteri, dan penurunan konsentrasi
hemoglobin. Eritropoietin merangsang sel-sel induk untuk memulai
proliferasi dan maturasi sel-sel darah merah. Maturasi bergantung
pada jumlah zat-zat makanan yang adekuat dan penggunaannya yang
sesuai, seperti vitamin B12, asam folat,protein, zat besi dan
tembaga.Dalam keadaan adanya penyakit ginjal atau tidak adanya
ginjal, anemia menjadi sangat berat karena hati tidak dapat memasok
cukup eritropoetin.
Seiring dengan SDM yang semakin tua, sel tersebut menjadi kaku
dan fragil, akhirnya pecah. Hemoglobin terutama difagosit di dalam
limpa,hati, dan sumsum tulang serta direduksi menjadi globin dan
heme. Globin masuk kembali ke dalam kumpulan asam amino. Besi
dibebaskan dari heme, dan bagian yang lebih besar diangkut oleh
protein plasma transferin ke sumsum tulang untuk produksi SDM. Sisa
besi disimpan di hati dan jaringan tubuh lain dalam bentuk feritin
dan hemosiderin untuk digunakan di kemudian hari. Sisa bagian heme
direduksi menjadi karbon monoksida (CO) dan bliverdin. CO diangkut
dalam bentuk karboksihemoglobin, dikeluarkan melalui paru.
Biliverdin direduksi menjadi bilirubin bebas yang kemudian perlahan
lahan dilepas ke dalam plasma, tempat bilirubin bergabung dengan
albumin plasma kemudian ke dalam sel-sel hati untuk diekskresi ke
dalam kanalikuli empedu. Perubahan massa SDM menimbulkan dua
keadaan yang berbeda. Jika jumlah SDM kurang, maka timbul anemia.
Sebaliknya, keadaan yang jumlah SDMnya terlalu banyak disebut
polisitemia. Anemia merupakan masalah medik yang paling sering
dijumpai di klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah
kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Oleh
karena frekuensinya yang demikian sering, anemia terutama anemia
ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para
dokter di praktek klinik.
BAB II
PEMBAHASANII.1 DEFINISI
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memnuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atu hitung
eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah
kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.Harus diingat bahwa terdapat
keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak
sejalan dengan massa ertitrosit, seperti pada dehidrasi ,
perdarahan akut dan kehamilan. Permasalahan yang timbul adalah
berapa kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit paling
rendah yang dianggap anemia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat
bervariasi tergantung pada usia,jenis kelamin, ketinggian tempat
tinggal seta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya
kehamilan.
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah
SDM,kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells
(hematokrit) perl 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu
diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang
mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik dan konfirmasi laboratorium. II.2 KRITERIA ANEMIA
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan
massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit
dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling
bersesuaian. Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar hemoglobin
yang dianggap abnormal. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi
secara fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya
kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Di Negara Barat kadar
hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan 12
gr/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain
memberi angka berbeda yaitu 12 gr/dl (hematokrit 38%) untuk
perempuan dewasa, 11g/dl (hematokrit 36%) untuk perempuan hamil,
dan 13 g/dl untuk laki dewasa. WHO menetapkan cut off point anemia
untuk keperluarn penelitian lapangan yaituKelompokKriteria Anemia
(Hb)
Laki-laki Dewasa< 13 g/dl
Wanita Dewasa tidak hamil< 12 g/dl
Wanita Hamil< 11 g/dl
Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau praktek dokter) di
Indonesia dan negara berkembang lainnya, kriteria WHO sulit
dilaksanakan karena tidak praktis. Apabila kriteria WHO
dipergunakan secara ketat maka sebagian besar pasien yang
mengunjungi poliklinik atau dirawat di Rmuah Sakit akan memerlukan
pemeriksaan work up anemia lebih lanjut. Oleh karena itu bebrapa
peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai
kriteria hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work up
anemia, atau di India dipakai angka 10-11 g/dl.1II.3 ETIOLOGI DAN
KLASIFIKASI ANEMIA
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) Gangguan
pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2) Kehilangan darah
keluar tubuh (perdarahan): 3) Proses penghancuran eritrosit dalam
tubuh sebelum waktunya(hemolisis),gambaran lebih rinci tetntang
etiologi anemia dapat dilihat ada tabel di bawah :Tabel.
Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisikc. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal
ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1) Anemia Hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan ensim eritrosit (enzimopati): anemia akibat
defisiensi G6PD
c. Gangguan Hemoglobin (hemoglobinopati)
Thalassemia
Hemoglobinopati struktural : HbS,HbE,dll
2) Anemia Hemolitik ekstrakorpuskular
a. Anemia Hemolitik autoimun
b. Anemia Hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan
patogenesis yang kompleksKlasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat
berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit
atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi
menjadi tiga golongan :
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV