BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus paranasal, telinga tengah, leher, dan lainnya 1 Manifestasi gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan demam yang disertai dengan terbatasanya gerakan membuka mulut dan leher serta adanya pembengkakan diruang leher dalam. Kuman penyebab tersering adalah golongan bakteri Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran. 1 Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina Ludovici (Ludwig’s angina). 1 Secara epidemiologi penyebab tersering pada abses leher dalam adalah penjalaran infeksi gigi (43%) dan penyalahgunaan narkoba suntikan (12%) dan faringotonsilitis (6%). 2 Kuman dari hasil pemeriksaan kultur penyebab tersering dari abses leher dalam adalah kultur Streptococcus viridans (39%), kultur Staphylococcus epidermidis (22%) dan kultur Staphylococcus aureus (22%). 2 Abses leher dalam memiliki angka mortalitas sebesar (8%) akibat komplikasi ke arah mediastinitis. 3 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang potensial di antara
fasia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, sinus
paranasal, telinga tengah, leher, dan lainnya1
Manifestasi gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan demam yang disertai
dengan terbatasanya gerakan membuka mulut dan leher serta adanya pembengkakan
diruang leher dalam. Kuman penyebab tersering adalah golongan bakteri Streptococcus,
Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran.1
Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses
parafaring, abses submandibula dan angina Ludovici (Ludwig’s angina).1
Secara epidemiologi penyebab tersering pada abses leher dalam adalah penjalaran
infeksi gigi (43%) dan penyalahgunaan narkoba suntikan (12%) dan faringotonsilitis
(6%).2 Kuman dari hasil pemeriksaan kultur penyebab tersering dari abses leher dalam
adalah kultur Streptococcus viridans (39%), kultur Staphylococcus epidermidis (22%)
dan kultur Staphylococcus aureus (22%).2 Abses leher dalam memiliki angka mortalitas
sebesar (8%) akibat komplikasi ke arah mediastinitis.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Leher
Leher adalah daerah tubuh yang terletak diantara pinggir bawah mandibula
disebelah atas dari incisura supra sternalis serta pinggir atas clavikula disebelah bawah.4
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia
servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda.
Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot
platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas
ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula.5
Fasia superfisial merupakan jaringan konektif yang terletak dibawah dermis.
Fasia ini berisikan platysma dan vena-vena superfisialis. Fasia profunda mengelilingi
daerah leher dalam dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu:5
- Lapisan superfisial
Lapisan ini juga dikenal dengan sebutan lapisan selimut (investing layer).
Lapisan ini mengelilingi leher, membungkus muskulus sternokleidomastoideus, dan
muskulus trapezius Selain otot, lapisan ini juga membungkus kelenjar submandibular dan
parotis. Ruangan yang terbentuk adalah trigonum coli posterior di kedua sisi lateral leher
dan ruang suprasternal Burns.5
- Lapisan tengah
Lapisan ini juga dikenal dengan nama lapisan viseral yang mencakup fasia
pretiroid dan pretrakea. Lapisan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian muskular
yang membungkus muskulus infrahyoid dan bagian viseral yang membungkus faring,
laring, esofagus, kelenjar tiroid, dan trakea.5
- Lapisan dalam.
Lapisan dalam ini berasal dari prosesus spinosus dari tulang vertebra servikal dan
ligamentum nuchae. Pada prosesus transversus dari tulang vertebra servikal, lapisan ini
terbagi menjadi lapisan alar anterior dan lapisan alar prevertebra posterior. Fasia alar
memanjang dari dasar tengkorak ke tulang vertebra torak ke-2, dan bersatu dengan fasia
viseral. Fasia ini terletak diantara lapisan viseral dan lapisan prevertebra. Fasia
prevertebra terletak di sebelah anterior dari corpus vertebra dan memanjang sepanjang
kolumna vertebralis.5
2
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.5
1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:5
a. ruang retrofaring
b. ruang prevertebra
c. ruang bahaya
d. ruang pembuluh darah viseral
2. Ruang suprahioid terdiri dari:
a. ruang submandibula
b. ruang parafaring
c. ruang parotis
d. ruang mastikor
e. ruang peritonsil
f. ruang temporalis.
3. Ruang infrahioid
a. ruang pretrakeal
Ruang Faring
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari
mukosa faring,fasia faring basilaris dan otot – otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat
jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini dimulai dari dasar tengkorak di bagian atas
sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat – serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra. Disebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa
faringomaksilaris.6
Ruang Parafaring
Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak
dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi
dibagian dalam oleh muskulus kostriktor faring superior.Batas luarnya adalah ramus
ascenden mandibula yang melekat dengan muskulus pterigoid interna dan bagian
posterior kelenjar parotis.6
3
2.2. ABSES PERITONSIL (QUINSY)
a. Definisi
Abses peritonsil (PTA) adalah suatu infeksi pada leher dalam akibat
perjalanan infeksi superficial dan progresif dari infeksi selulitis tonsilar.7.8
Gambar 1. Abses Peritonsil 7,8
b. Etiologi
Proses ini terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi
yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.1
Abses peritonsiler disebabkan oleh bakteri yang bersifat aerob dan bakteri
yang bersifat anaerob. Bakteri aerob yang menyebabkan abses peritonsiler adalah
Streptococcus beta hemollitikus Group A, Staphylococcus aureus, dan Haemophilus
influenzae. Sedangkan bakteri anaerob yang menyebabkan abses peritonsilar adalah
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah submandibula. 1
b. Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. Sebagian
besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman
aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan
adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus
Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang
sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif,
seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium. 1
c. Gejala dan Tanda Klinis
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan
jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar
5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau
purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat
ke atas dan terdorong ke belakang.7,8,11
11
Gambar 9. Abses submandibula 8
d. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang
bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik.
b) Radiologis
a. Rontgen jaringan lunak kepala AP
b. Rontgen panoramik
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.
d. Tomografi komputer (CT-scan)
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher
dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan
klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang
terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses
12
yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang
lebih jelas, dan kadang ada air fluid level (gambar 6 dan gambar 7). 4,10
Gambar 10. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran
musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).13
Gambar 11. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses multifokal.13
e. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1. Antibiotik (parenteral)
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
13
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan
gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah
campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah
didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 2-4,11
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 2-4,11
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi
abses (gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os
hioid, tergantung letak dan luas abses.11 Bila abses belum terbentuk, dilakukan
panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk
(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan.
Gambar 12. Insisi abses submandibula8
4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.11
f. Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering
meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.12
Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus
14
pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke
daerah potensial lainnya.4
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah
menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses
juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis
mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi perdarahan hebat, bila
terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.12
g. Prognosis
Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis
secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase
awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang
tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi
mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian
antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan
trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%.
2.6. ANGINA LUDOVICI
a. Definisi
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau
flegmon yang progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang
submandibula, tidak membentuk abses dan tidak ada limfadenopati.1
b. Etiologi
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig
melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri
anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan
peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium
clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan
regimen terapi. 16
Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi
ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang terdapat
pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam
tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis
tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi
dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam
sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas
os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi
dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan.
Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.18
Gambar 15. Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih membutuhkan drainase abses. Tampak depan dan samping menunjukkan pembengkakkan submandibular dan
sublingual.
19
Gambar 16. Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan drainase submandibula bilateral dan occluded tracheostomy tube.
f. Komplikasi
Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang
terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis,
kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta
kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh
m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung
antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi angina Ludwig
dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang
pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta
menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat.16
Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara
mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum
dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba,
komplikasi dari angina Ludwig dapat berupa trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari
sekret yang terinfeksi, dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut
yang telah dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura,
empiema, infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan
thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna.16
g. Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas
untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan
radang. Sekitar 45% – 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang
20
terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan
yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan
trakeostomi.17
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa.4 Kematian
pada era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan diagnosis dini,
perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang
adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa
mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga
kurang dari 5%.18
BAB III
KESIMPULAN
1. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam
sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
2. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher
dalam yang terlibat.
3. Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama periode Oktober
2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang.
Abses submandibula (26%) merupakan kasus kedua terbanyak setelah abses