Judul : PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN COOVERATIVE LEANING TIPE (NHT) NUMBER HEAD TOGETHER DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMN SISWA PADA PELAJARAN BAHASA ARAB A. Latar Belakang Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor- faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan memperlancar proses belajar-mengajar, yang akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Judul :
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN COOVERATIVE LEANING
TIPE (NHT) NUMBER HEAD TOGETHER DALAM MENINGKATKAN
PEMAHAMN SISWA PADA PELAJARAN BAHASA ARAB
A. Latar Belakang
Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu : siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta
faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan
memperlancar proses belajar-mengajar, yang akan menunjang pencapaian hasil
belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah,
antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar mengajar di sekolah
merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan
adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha
perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan
maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu
memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik
sebagai penggarap ilmu pengetahuan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah
melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas
sumber daya pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus
dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-
mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan
pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si
pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep
yang dipahami. SMA N 2 Sukabumi adalah salah satu SMA swasta yang
statusnya disejajarkan dengan SMA negeri dan diakui oleh pemerintah. Sejak
tahun pelajaran 2006/2007 SMA Muhammadiyah, seperti halnya SMA lainnya
telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun menurut
hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa terdapat beberapa kendala dalam
pelaksanaan KTSP. Salah satu kendala utama adalah kurangnya antusias siswa
untuk belajar siswa lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh
guru, diam dan enggan dalam mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal
ini dikarenakan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung
menggunakan metode pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab
dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka pembelajaran Bahasa Arab, siswa
mesti dilibatkan secara mental, fisik dan sosial untuk membuktikan sendiri
tentang kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum Bahasa Arab yang telah
dipelajarinya melalui proses ilmiah. Jika hal ini tidak tercakup dalam proses
pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep Bahasa Arab akan kurang dan
akan menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa yang pada akhirnya akan
mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan.
Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan observasi di SMA N 2
Sukabumi pada tanggal 18 Desember 2006 dan diperoleh keterangan bahwa
prestasi belajar Bahasa Arab siswa kelas X IPA di sekolah tersebut masih
tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian siswa
hanya mencapai 4,5. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan
belajar menurut kurikulum, yakni sebesar 6,5 atau 65 % dapat dikatakan bahwa
nilai tersebut berada dibawah standar ketuntasan yang diharapkan.
Oleh karena itu jika siswa diberi soal-soal latihan mereka tidak bisa
menjawab. Yang bisa mereka jawab hanya soal-soal yang sama persis dengan
yang dicontohkan oleh guru. Guru dan peneliti menduga model pembelajaran
yang digunakan selama ini belum efektif. Hal inilah yang menyebabkan
rendahnya prestasi belajar Bahasa Arab siswa khususnya siswa kelas X IPA SMA
N 2 Sukabumi pada pokok bahasan limit fungsi.
Atas dugaan di atas maka peneliti bersama-sama dengan guru sepakat
untuk menawarkan suatu tindakan alternatif untuk mengatasi untuk mengatasi
masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih
mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk
mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang
dimaksud adalah model pemebelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang
menekankan berpikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif,
perilaku kooperatif, dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multibudaya.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru dari
peran terpusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga
dengan demikian peran guru yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa
akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan
permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti yang terdahulu
yang menggunakan model pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa model
pembelajaran tersebut dengan beberapa tipe telah memberikan masukan yang
berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam meningkatkan prestasi.
Olehnya itu lebih lanjut guru bersama peneliti ingin melihat pembelajaran
kooperatif melalui pendekatan struktural tipe Numbered Heads Together (NHT).
Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab
terhadap tugas yang diberikan karena dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT
siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Setiap siswa dibebankan
untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan nomor anggota mereka. Tetapi pada
umumnya mereka harus mampu mengetahui dan menyelesaikan semua soal yang
ada dalam LKS.
Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe NHT. Siswa aktif bekerja
dalam kelompok. Mereka bertanggungjawab penuh terhadap soal yang diberikan.
Misalnya siswa yang bernomor urut 2 dalam kelompoknya
mempertanggungjawabkan soal nomor 2 dan seterusnya. Walaupun pada saat
persentase mereka bisa ditunjuk untuk mengerjakan nomor lain. Sedangkan pada
model pembelajaran kooperatif yang lain terkadang siswa saling berharap kepada
teman kelompok lain yang lebih pintar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe
STAD misalnya, siswa hanya disuruh bekerja dalam kelompok dan
pertanggungjawabannya secara kelompok pula. Siswa kurang aktif dalam
kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dinilai lebih memudahkan siswa
berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model
pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada model
pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa perlu berkomunikasi satu sama lain,
sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan
dengan guru dan terus memperhatikan gurunya.
Dengan dasar inilah yang mendorong peneliti dan guru bersama-sama mencoba
mengadakan penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul
Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe
(Nht) Number Head Together Dalam Meningkatkan Pemahamn Siswa Pada
Pelajaran Bahasa Arab
B. Batasan Masalah
Pembelajaran Bahasa Arab dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT di kelas X IPA SMA N 2 Sukabumi semester Genap Tahun
Ajaran 2014/2015.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan peryanyaan
sebgai berikut:
1. Apakakan model pembelajaran Model Pembelajaran Cooverative Leaning
Tipe (NHT) Number Head Together mampu meningkatkan prestasi dan
pemaham sisiwa dalam pelajaran bahasa arab?
2. Sejauh mana pengaaruh yang di hasilkan dari model pembelajaran Model
Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe (Nht) Number Head Together
dalam meningkatkan pemahaman pelajaran bahasa arab?
3. Bagaimana hasil akhir dari Pembelajran bahasa Arab dengan
menggunakan model Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe (NHT)
Number Head Together?
D. Hipotesis
Ha : Tidak Ada Pengaruh yang signifikan dalam pembelajaran Bahasa
Arab dengan Menggunakan model pembelajaran kooperatif learning Tipe
NHT (number head together) di kelas x IPA SMA N 2 Sukabumi tahun
Pelajaran 2014/2015
Ho : Ada Pengaruh yang signifikan dalam pembelajaran Bahasa Arab
dengan Menggunakan model pembelajaran kooperatif learning Tipe NHT
(number head together) di kelas x IPA SMA N 2 Sukabumi tahun
Pelajaran 2014/2015
E. Tujuan Penelitian
Adapaun tujuan yang ingin dicapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ingin mengeathui tingkat keberhasilan model Pembelajaran
Cooverative Leaning Tipe (NHT) Number Head Together dalam
meningkatakn peamahan sisiwa dalam pelajaran bahasa Arab
2. Ingin mengetahui prosesn bembelajran dengan menggunakan
model Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe (NHT) Number
Head Together
3. Ingin menemukan model pembelajaran yang cocok dalam
pemebelajaran bahasa Arab.
6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki dan
meningkatkan mutu pembelajaran Bahasa Arab
2. Siswa semakin termotivasi untuk belajar karena partisipasi aktif dalam
proses pembelajaran dan suasana pembelajaran semakin variatif dan tidak
monoton
3. Dapat memberikan masukan yang berarti/bermakna pada sekolah dalam
rangka perbaikan atau peningkatan pembelajaran
4. Peneliti dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti tentang
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan dapat menambah
pengalaman peneliti
F. Metode Penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Sukabumi. Peneliti memilih sekolah
tersebut karena tersedia sarana yang mendukung pelaksanaan pembelajaran
Dasar dan Pengukuran Listrik menggunakan metode discovery inquiry, di
mana masing-masing siswa memiliki buku teks sendiri yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan guru, baik di dalam kelas maupun diluar
kelas.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada awal semester I Tahun Ajaran 2015/2016.
Waktu penelitian menyesuaikan dengan waktu penyampaian pelajaran Dasar
dan Pengukuran Listrik untuk materi Muatan Listrik di sekolah tempat peneli-
tian, yakni antara bulan Juli-Agustus 2015.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen. Metode
eksperimen adalah metode penelitian dengan memberikan perlakuan tertentu
pada sampel penelitian. Menurut Solso & MacLin (2002), penelitian eksperimen
adalah suatu penelitian yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang
dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu,
penelitian eksperimen erat kaitanya dalam menguji suatu hipotesis dalam rangka
mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok
yang dikenakan perlakuan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh model pembelajaran
Cooverative Learning Tipe NHT pada mata pelajaran Dasar dan Pengukuran
Listrik. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi
Experimental Design yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau
pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Contoh
khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya perlakuan tertentu. Ciri khusus
dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan atau trial. Percobaan ini
berupa perlakuan atau intervensi terhadap suatu variable. Dari perlakuan
tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variable yang lain.
Eksperimen kuasi adalah eksperimen yang memiliki perlakuan
(treatments), pengukuran-pengukuran dampak (outcome measures), dan unit-
unit eksperiment (experimental units) namun tidak menggunakan penempatan
secara acak. Pada penelitian lapangan biasanya menggunakan rancangan
eksperiment semu (kuasi eksperimen). Desain tidak mempunyai pembatasan
yang ketat terhadap randomisasi, dan pada saat yang sama dapat mengontrol
ancaman-ancaman validitas. Di sebut eksperimen semu karena eksperimen ini
belum atau tidak memiliki cir-ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya,
karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau di manipulasi.Oleh
sebab itu validitas penelitian menjadi kurang cukup untuk disebut sebagai
eksperimen yang sebenarnya
Penelitian Quasi Experimental adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen
yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol
atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Bentuk penelitian ini dipilih
karena objek penelitian ini adalah siswa, sehingga tidak mungkin untuk
membuat kondisi objek dari kedua kelompok sama.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau study sensus (Sabar,
2007).
Menurut Sugiyono pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono,2011:80).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 2
Sukabumi di Kabupaten Sukabumi semester I Tahun Ajaran 2015/2016. Jumlah
total kelas X Teknik Listrik di sekolah ini adalah empat kelas, yaitu kelas X IPA
1, X IPA 2, X IPA 3 dan IPS 1 dan IPAS 2
Menurut Sugiyono sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, missal karena keterbatan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari populasi itu.
Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representative (Sugiyono,2011). Sampel penelitian ini adalah 1 kelas yaitu kelas
X IPA 1 yang jumlah siswanya sebanyak 40 siswa. Dalam penelitian ini sampel
tersebut memiliki keadaan awal yang sama. Teknik pengambilan sampel
tersebut adalah teknik cluster random sampling yakni teknik pengambilan
sampel penelitian secara acak dari populasi yang terdiri atas cluster-cluster
tertentu, dalam hal ini terdiri atas kelas-kelas.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian pada gambar 1 yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut
1) Observasi sekolah
Observasi sekolah berguna untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa
kelas yang ada, jumlah siswanya, cara mengajar guru elektro selama ini
2) Membuat perangkat pembelajaran berupa RPP, modul, dengan menggu-
nakan model pembelajaran Cooverative Learning Tipe NHT.
3) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes prestasi belajar sekaligus atu-
ran penskorannya serta angket tanggapan siswa
4) Melakukan validasi instrument dan perbaikan instrument
5) Melakukan uji coba soal tes dan menghitung relibilitasnya
6) Mengadakan Pre test materi
7) Melaksanakan perlakuan dengan menggunakan model Cooverative Learn-
ing Tipe NHT.
8) Mengadakan Post test materi dasar dan pengukuran listrik.
9) Menganalisis data.
10) Membuat kesimpulan.
D. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Ada tiga teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik
dokumentasi, teknik tes, teknik angket yang masing-masing akan
dijelaskan sebagai berikut:
1) Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik penelitian yang menggunakan
dokumen yang sudah ada sebagai sumber data. Dalam hal ini, sumber
data tersebut untuk mengetahui jumlah siswa dan keadaan awal Dasar
dan Pengukuran Listrik yang dimiliki siswa.
2) Tes
Test adalah serentetan pertanyaanatau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes disini dilakukan dua kali, sebelum dan sesudah diterapkannya model Cooverative Learning Tipe NHT.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis berbentuk esai. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi bahan kimia dalam keseharian. Tes yang digunakan berbentuk esai berjumlah 8 soal. Pertimbangan menggunakan tes berbentuk esai karena mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. Mudah disiapkan dan disusun.
b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-
untungan.
c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta
menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya
dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
e. Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang
diteskan.
f. Tes esai dapat memperkecil kerja sama antar siswa sewaktu menger-
jakan soal. (Arikunto, 2005).
Adapun langkah-langkah penyusunan tes adalah sebagai berikut :
a. Menelaah kurikulum/silabus yang digunakan
b. Membuat kisi-kisi soal Pre test dan Post test
c. Membuat butir soal
d. Membuat kunci jawaban dan pedoman penskoran
e. Mengembangkan tes yang telah disusun untuk penyempurnaan lebih
lanjutdengan mengkonsultasikan test yang telah disusun kepada dosen
pembimbing, dan guru elektronika agar mendapat pertimbangan.
f. Dilakukan validasi soal
g. Melaksanakan uji coba untuk melihat reliabilitas tes
h. Menggunakan instrumen tes yang disusun untuk penelitian
Tes diberikan sebelum pembelajaran (Pre test) dan sesudah pelaksanaan pembelajaran (Post test) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sebelum pembelajaran dimaksudkan untuk melihat kemampuan awal siswa, sedangkan tes akhir dimaksudkan untuk melihat pengaruh pembelajaran terhadap hasil belajar siswa
3) Teknik Angket
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya, atau segala sesuatu diketahui responden.
Angket dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kreativitas
belajar Dasar dan Pengukuran Listrik siswa.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terdiri dari dua yaitu instrumen tes dan angket, yang
masing-masing akan dibahas sebagai berikut:
1. Instrumen Tes
Tes digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan muatan listrik dari pembelajaran
yang telah dilakukan dengan metode Cooverative Learning Tipe NHT,
baik secara individual maupun berkelompok.
Instrumen tes tersebut sebelumnya diujicobakan untuk
mendapatkan instrumen tes yang berkualitas, yang memenuhi kriteria
Validitas Item, Reliabilitas, Taraf Kesukaran Soal, dan Daya
Pembeda.
a. Validitas Item
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalitan suatu item tes. Item soal disebut valid jika dapat dengan
tepat mengukur apa yang hendak diukur atau dapat memenuhi
fungsinya sebagai alat ukur. Suatu item soal yang valid
mempunyai validitas tinggi, sedangkan item soal yang kurang
valid berarti memiliki validitas rendah. Teknik yang digunakan
untuk mengukur validitas butir soal dalam penelitian ini adalah
teknik korelasi point biserial, dengan persamaan:
Keterangan :
= koefisien korelasi biserial
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betulbagi item yang dicari validitasnya.
Mt = rerata skor soal
St = standart deviasi dari skor total
P = proporsi siswa yang menjawab benar
q = proporsi siswa yang menjawab salah (q=1-p)
(Suharsimi Arikunto, 2005:79)
Dari uji validitas, item soal dikategorikan menjadi dua kriteria. Untuk item soal valid bila γpbi = r tabel dan untuk item soal invalid bila γ pbi < r table. Berdasarkan hasil analisis validitas terhadap 35 item soal uji coba tes kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa diperoleh keputusan bahwa item soal invalid berjumlah 10 item, yakni item soal nomor 5, 12, 15, 20, 22, 23, 26, 28, 29, 31. Adapun item soal yang dipakai dalam tes kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa adalah item soal yang valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 21, 24, 25, 27, 30, 32, 33, 34, 35.
b. Daya Pembeda
Daya pembeda item soal adalah kemampuan suatu item soal untuk mem-
bedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa
yang berkemampuan rendah (kurang pandai). Angka yang menunjukkan
besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk menge-
tahui daya pembeda dari masing-masing item tes, digunakan rumus:
Dimana:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
(ingat p sebagai indeks kesukaran)
= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
(Suharsimi Arikunto, 2005: 214)
Klasifikasi daya pembeda:
0.00 £ D < 0.20 item soal dikatakan daya pembeda jelek.
0.20 £ D < 0.40 item soal dikatakan daya pembeda cukup.
0.40 £ D < 0.70 item soal dikatakan daya pembeda baik.
0.70 £ D £ 1.00 item soal dikatakan daya pembeda baik sekali.
D < 0, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai D
Berdasarkan hasil analisis daya pembeda terhadap 35 item soal uji coba tes kemampuan kognitif Dasar dan Pengukuran Listrik siswa diperoleh keputusan : item soal dengan daya pembeda jelek berjumlah 7, yakni item soal nomor 5, 12, 15, 22, 26, 29, 31; item soal dengan daya pembeda cukup berjumlah 16 item, yakni item soal nomor 2, 4, 8, 13, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 30, 32, 34; dan item dengan daya pembeda baik berjumlah 11 item, yakni item soal nomor 1, 3, 6, 7, 10, 11, 14, 16, 17, 33, 35: item soal dengan daya pembeda baik sekali berjumlah 1 item,yaitu nomor 9. Item soal yang dipakai dalam tes kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa adalah item soal yang berada dalam
rentang
klasifikasi cukup, baik dan baik sekali yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 30, 32, 33, 34, 35.
c. Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran item tes adalah pengukuran derajat kesukaran suatu item
tes. Besarnya angka yang menunjukkan taraf kesukaran disebut Indeks Ke-
sukaran (P). Soal yang baik adalah soal yang memiliki taraf kesukaran
memadai, artinya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Rumus men-
cari P adalah
di mana:
P = taraf kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes.(Suharsimi Arikunto, 2005: 208)
Menurut ketentuan yang sering diikuti, taraf kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
0.00 P 0.30 : item soal dikatakan sukar .
0.30 P 0.70 : item soal dikatakan sedang.
0.70 P 1.00 : item soal dikatakan mudah.(Suharsimi Arikunto, 2005: 210) .
Berdasarkan hasil analisis taraf kesukaran terhadap 35 item soal uji coba tes kemampuan kognitif Dasar dan Pengukuran Listrik diperoleh keputusan : item soal tergolong sedang berjumlah 30 item, yakni item soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 30, 31, 32, 33, 34, 35; dan item soal tergolong mudah berjumlah 5 soal, yakni item soal nomor 5, 24, 26,27, 28. Item soal yang
dipakai dalam tes kemampuan kognitif Dasar dan Pengukuran Listrik yang dimiliki siswa adalah item soal yang berada dalam klasifikasi sedang yaitu item soal nomor nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 30, 31, 32, 33, 34, 35.
d. Reliabilitas Tes
Reliabilitas bisa berarti keajegan. Suatu instrumen dikatakan memenuhi
kriteria reliabilitas jika instrumen tersebut digunakan berulangulang pada
subyek dengan kondisi yang sama akan memberikan hasil yang relatif
tidak mengalami perubahan. Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes,
dalam penelitian ini digunakan KR-20 dengan Teknik belah Dua yang
dirumuskan Koder Richardson sebagai berikut:
Dimana:
R11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
P = proporsi subjek menjawab item dengan benar
Q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
(q= 1 - p)
Pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
N = banyaknya item
S = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)
(Suharsimi Arikunto, 2005: 101)
F. Teknik Pengembangan Instru
1. Uju Validitas
Validitas adalah suatu ukuranyang mengukur tingkat keva;idan suatu kesahihan suatu instrument. Suatu insytrumen dikatakan valid apabilamampu mengukur apa yang diharapkan dan dapat mengungkap data dari variable yang diteliti secara tepat.
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tes yang digunakan dalam penelitian ini dapat atau tidak mengukur tingkat ketepatan tes yaitu mengukur apa yang seharusnya diukur, maka dilakukan iji validitas soal. Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteruia, digunakan uji statistic, yakni teknik korelasi product moment sebagai berikut:
(Zainal Arifin, 2009:254)
Keterangan :
= koefisien korelasi yang di cari
2. Analisa Data
Digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan yaitu mempela-
jari hubungan antar variable. Untuk menganalisa data yang terkumpul,
penulis menggunakan analisa data sebagai berikut:
a. Teknik Analisa Kualitatif.
Teknik analisis ini digunakan untuk menganalisis penerapan
model pembelajaran Cooverative Learning Tipe NHT mata pelajaran
dasar dan pengukuran listrik.
b. Teknik AnalisisKuantitatif
Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini digunakan
untuk menganalisa pengaruh education games terhadap hasil belajar
peserta didik pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik teknik
yang digunakan adalah Teknik Analisa Kuantitatif.
Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini, penulis
menggunakan analisa data statistikyang meliputi:
Teknik analisis mean, adalah suatu teknik analisis yang
dipergunakan untuk mengetahui model Cooverative Learning Tipe
NHT dalam meningkatkan prestasi belajar dan untuk mengetahui
tingkat kemampuan peserta didik pada pendidikan.
Rumus yang digunakan adalah rumus mean sebagai berikut:
Keterangan:
= Mean yang dicari
= Jumlah dari sekor-sekor (nilai-nilai) yang ada.
N = Number of cases (banyaknya skor-skor itu sendiri)
Kemudian datanya dapat ditafsirkan dengan kalimat kualitatif sebagai berikut:
3,5-4,0 = Baik sekali
2,8-3,4 = baik
1,6-2,7 = cukup
1,0-1,5 = kurang
0,0-0,9 = gagal
Teknik analisa “t” tes adalah suatu teknik analisa yang bertujuan
untuk mencari dan mengetahui ada tidaknya pengaruh Cooverative
Learning Tipe NHT terhadap peningkatan hasil belajar peserta
didik pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik di SMAN 2
Sukabumi.
Untuk dua sampel kecil satu sama lain mempunyai pertalian atau hubungan, itu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus,
Merumuskan Hipotesis Nihilnya (H0) dan hipotesis alternatif
(H1)
- Merumuskan hipotesis nihil (H0) “tidak ada (tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara Variabel X dan Y)”
- Merumuskan Hipotesis Nihil (H0) “ ada (terdapat perbedaan
yang signifikan antara Variabel X dan Y)”
G. Kajian Pustaka
1. Proses Belajar - Mengajar
a) Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu
yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan
juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,
penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang
(Nasution, 1995: 35). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan
suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003: 2).
Selanjutnya Winkel (1989: 15) mengemukakan bahwa belajar pada manusia
merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek
dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/ konstan. Selain
itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan
perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya
membaca, mengamati, mendengarkan dan lain sebagainya.
Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi
belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah
yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.
b) Pengertian Mengajar.
Menurut Slameto (1995: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa
pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di
negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah
bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa
yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya
membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.
Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada
siswa.
Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2000: 37) sebagai alat yang
direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan
siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin. Pasaribu (1983: 7)
mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-
baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan
membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta
lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar
yang optimal.
Proses belajar-mengajar Bahasa Arab
Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan
bahwa kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar
merupakan proses perubahan sedangkan belajar merupakan proses pengaturan
agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata pelajaran Bahasa
Arab harus memperhatikan karakteristik Bahasa Arab. Sumarmo (2002: 2)
mengemukakan beberapa karakteristik Bahasa Arab yaitu : materi Bahasa Arab
menekankan penalaran yang bersifat deduktif materi Bahasa Arab bersifat hirarkis
dan terstruktur dan dalam mempelajari Bahasa Arab dibutuhkan ketekunan,
keuletan, serta rasa cinta terhadap Bahasa Arab. Karena materi Bahasa Arab
bersifat hirarkis dan terstruktur maka dalam belajar Bahasa Arab, tidak boleh
terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya, perlu mendahulukan
belajar tentang konsep Bahasa Arab yang mempunyai daya bantu terhadap konsep
Bahasa Arab yang lain.
Prestasi Belajar Bahasa Arab
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 895) prestasi diartikan sebagai yang
telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut Arifin (1991:
3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi
berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar
pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan
perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang
ketrampilan, nilai dan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan
hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedang prestasi belajar adalah hasil
yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam
kurun waktu tertentu.
Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar Bahasa Arab, dapat diukur
prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan
suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar Bahasa Arab merupakan hasil belajar
yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari Bahasa Arab dalam kurun waktu
tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes).
3. Pembelajaran Kooperatif
Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep
baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama,
seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki
pasangan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai
tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam Ismail, 2002: 12). Para siswa
dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari
materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas
pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan
berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok
kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan
prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan
pendidik mengelola kelas dengan efektif.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 30) mengatakan bahwa tidak semua
kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : 1) saling ketergantungan positif,