Top Banner
Judul : PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN COOVERATIVE LEANING TIPE (NHT) NUMBER HEAD TOGETHER DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMN SISWA PADA PELAJARAN BAHASA ARAB A. Latar Belakang Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor- faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan memperlancar proses belajar-mengajar, yang akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik
44

irman.doc

Jan 17, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: irman.doc

Judul :

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN COOVERATIVE LEANING

TIPE (NHT) NUMBER HEAD TOGETHER DALAM MENINGKATKAN

PEMAHAMN SISWA PADA PELAJARAN BAHASA ARAB

A. Latar Belakang

Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah

sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu : siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta

faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan

memperlancar proses belajar-mengajar, yang akan menunjang pencapaian hasil

belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah,

antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar mengajar di sekolah

merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan

adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha

perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan

maksimal dan meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu

memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik

sebagai penggarap ilmu pengetahuan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah

melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas

sumber daya pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang harus

dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-

mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan

pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si

pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep

yang dipahami. SMA N 2 Sukabumi adalah salah satu SMA swasta yang

statusnya disejajarkan dengan SMA negeri dan diakui oleh pemerintah. Sejak

Page 2: irman.doc

tahun pelajaran 2006/2007 SMA Muhammadiyah, seperti halnya SMA lainnya

telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun menurut

hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa terdapat beberapa kendala dalam

pelaksanaan KTSP. Salah satu kendala utama adalah kurangnya antusias siswa

untuk belajar siswa lebih cenderung menerima apa saja yang disampaikan oleh

guru, diam dan enggan dalam mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal

ini dikarenakan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung

menggunakan metode pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab

dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka pembelajaran Bahasa Arab, siswa

mesti dilibatkan secara mental, fisik dan sosial untuk membuktikan sendiri

tentang kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum Bahasa Arab yang telah

dipelajarinya melalui proses ilmiah. Jika hal ini tidak tercakup dalam proses

pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep Bahasa Arab akan kurang dan

akan menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa yang pada akhirnya akan

mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan.

Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan observasi di SMA N 2

Sukabumi pada tanggal 18 Desember 2006 dan diperoleh keterangan bahwa

prestasi belajar Bahasa Arab siswa kelas X IPA di sekolah tersebut masih

tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian siswa

hanya mencapai 4,5. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan

belajar menurut kurikulum, yakni sebesar 6,5 atau 65 % dapat dikatakan bahwa

nilai tersebut berada dibawah standar ketuntasan yang diharapkan.

Oleh karena itu jika siswa diberi soal-soal latihan mereka tidak bisa

menjawab. Yang bisa mereka jawab hanya soal-soal yang sama persis dengan

yang dicontohkan oleh guru. Guru dan peneliti menduga model pembelajaran

yang digunakan selama ini belum efektif. Hal inilah yang menyebabkan

rendahnya prestasi belajar Bahasa Arab siswa khususnya siswa kelas X IPA SMA

N 2 Sukabumi pada pokok bahasan limit fungsi.

Atas dugaan di atas maka peneliti bersama-sama dengan guru sepakat

Page 3: irman.doc

untuk menawarkan suatu tindakan alternatif untuk mengatasi untuk mengatasi

masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih

mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk

mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang

dimaksud adalah model pemebelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang

menekankan berpikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif,

perilaku kooperatif, dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multibudaya.

Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru dari

peran terpusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga

dengan demikian peran guru yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa

akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan

permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti yang terdahulu

yang menggunakan model pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa model

pembelajaran tersebut dengan beberapa tipe telah memberikan masukan yang

berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam meningkatkan prestasi.

Olehnya itu lebih lanjut guru bersama peneliti ingin melihat pembelajaran

kooperatif melalui pendekatan struktural tipe Numbered Heads Together (NHT).

Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab

terhadap tugas yang diberikan karena dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT

siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Setiap siswa dibebankan

untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan nomor anggota mereka. Tetapi pada

umumnya mereka harus mampu mengetahui dan menyelesaikan semua soal yang

ada dalam LKS.

Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe NHT. Siswa aktif bekerja

dalam kelompok. Mereka bertanggungjawab penuh terhadap soal yang diberikan.

Misalnya siswa yang bernomor urut 2 dalam kelompoknya

mempertanggungjawabkan soal nomor 2 dan seterusnya. Walaupun pada saat

persentase mereka bisa ditunjuk untuk mengerjakan nomor lain. Sedangkan pada

Page 4: irman.doc

model pembelajaran kooperatif yang lain terkadang siswa saling berharap kepada

teman kelompok lain yang lebih pintar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe

STAD misalnya, siswa hanya disuruh bekerja dalam kelompok dan

pertanggungjawabannya secara kelompok pula. Siswa kurang aktif dalam

kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dinilai lebih memudahkan siswa

berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model

pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada model

pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa perlu berkomunikasi satu sama lain,

sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan

dengan guru dan terus memperhatikan gurunya.

Dengan dasar inilah yang mendorong peneliti dan guru bersama-sama mencoba

mengadakan penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul

Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe

(Nht) Number Head Together Dalam Meningkatkan Pemahamn Siswa Pada

Pelajaran Bahasa Arab

B. Batasan Masalah

Pembelajaran Bahasa Arab dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT di kelas X IPA SMA N 2 Sukabumi semester Genap Tahun

Ajaran 2014/2015.

Page 5: irman.doc

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan peryanyaan

sebgai berikut:

1. Apakakan model pembelajaran Model Pembelajaran Cooverative Leaning

Tipe (NHT) Number Head Together mampu meningkatkan prestasi dan

pemaham sisiwa dalam pelajaran bahasa arab?

2. Sejauh mana pengaaruh yang di hasilkan dari model pembelajaran Model

Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe (Nht) Number Head Together

dalam meningkatkan pemahaman pelajaran bahasa arab?

3. Bagaimana hasil akhir dari Pembelajran bahasa Arab dengan

menggunakan model Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe (NHT)

Number Head Together?

D. Hipotesis

Ha : Tidak Ada Pengaruh yang signifikan dalam pembelajaran Bahasa

Arab dengan Menggunakan model pembelajaran kooperatif learning Tipe

NHT (number head together) di kelas x IPA SMA N 2 Sukabumi tahun

Pelajaran 2014/2015

Ho : Ada Pengaruh yang signifikan dalam pembelajaran Bahasa Arab

dengan Menggunakan model pembelajaran kooperatif learning Tipe NHT

(number head together) di kelas x IPA SMA N 2 Sukabumi tahun

Pelajaran 2014/2015

Page 6: irman.doc

E. Tujuan Penelitian

Adapaun tujuan yang ingin dicapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ingin mengeathui tingkat keberhasilan model Pembelajaran

Cooverative Leaning Tipe (NHT) Number Head Together dalam

meningkatakn peamahan sisiwa dalam pelajaran bahasa Arab

2. Ingin mengetahui prosesn bembelajran dengan menggunakan

model Pembelajaran Cooverative Leaning Tipe (NHT) Number

Head Together

3. Ingin menemukan model pembelajaran yang cocok dalam

pemebelajaran bahasa Arab.

6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki dan

meningkatkan mutu pembelajaran Bahasa Arab

2. Siswa semakin termotivasi untuk belajar karena partisipasi aktif dalam

proses pembelajaran dan suasana pembelajaran semakin variatif dan tidak

monoton

3. Dapat memberikan masukan yang berarti/bermakna pada sekolah dalam

rangka perbaikan atau peningkatan pembelajaran

4. Peneliti dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti tentang

model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan dapat menambah

pengalaman peneliti

Page 7: irman.doc

F. Metode Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Sukabumi. Peneliti memilih sekolah

tersebut karena tersedia sarana yang mendukung pelaksanaan pembelajaran

Dasar dan Pengukuran Listrik menggunakan metode discovery inquiry, di

mana masing-masing siswa memiliki buku teks sendiri yang diperlukan untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan guru, baik di dalam kelas maupun diluar

kelas.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada awal semester I Tahun Ajaran 2015/2016.

Waktu penelitian menyesuaikan dengan waktu penyampaian pelajaran Dasar

dan Pengukuran Listrik untuk materi Muatan Listrik di sekolah tempat peneli-

tian, yakni antara bulan Juli-Agustus 2015.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen. Metode

eksperimen adalah metode penelitian dengan memberikan perlakuan tertentu

pada sampel penelitian. Menurut Solso & MacLin (2002), penelitian eksperimen

adalah suatu penelitian yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang

dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu,

penelitian eksperimen erat kaitanya dalam menguji suatu hipotesis dalam rangka

mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok

yang dikenakan perlakuan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh model pembelajaran

Page 8: irman.doc

Cooverative Learning Tipe NHT pada mata pelajaran Dasar dan Pengukuran

Listrik. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi

Experimental Design yang bertujuan  untuk mengetahui suatu gejala atau

pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Contoh

khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya perlakuan tertentu. Ciri khusus

dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan atau trial.  Percobaan ini

berupa perlakuan atau  intervensi terhadap suatu variable. Dari perlakuan

tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variable yang lain.

Eksperimen kuasi adalah eksperimen yang memiliki perlakuan

(treatments), pengukuran-pengukuran dampak (outcome measures), dan unit-

unit eksperiment (experimental units) namun tidak menggunakan penempatan

secara acak. Pada penelitian lapangan biasanya menggunakan rancangan

eksperiment semu (kuasi eksperimen). Desain tidak mempunyai pembatasan

yang ketat terhadap randomisasi, dan pada saat yang sama dapat mengontrol

ancaman-ancaman validitas. Di sebut eksperimen semu karena eksperimen ini

belum atau tidak memiliki cir-ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya,

karena variabel-variabel yang seharusnya dikontrol atau di manipulasi.Oleh

sebab itu validitas penelitian menjadi kurang cukup untuk disebut sebagai

eksperimen yang sebenarnya

Penelitian Quasi Experimental adalah untuk memperoleh informasi yang

merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen

yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol

atau memanipulasi semua variabel yang relevan. Bentuk penelitian ini dipilih

karena objek penelitian ini adalah siswa, sehingga tidak mungkin untuk

membuat kondisi objek dari kedua kelompok sama.

Page 9: irman.doc

Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin

meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya

merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau study sensus (Sabar,

2007).

Menurut Sugiyono pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono,2011:80).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 2

Sukabumi di Kabupaten Sukabumi semester I Tahun Ajaran 2015/2016. Jumlah

total kelas X Teknik Listrik di sekolah ini adalah empat kelas, yaitu kelas X IPA

1, X IPA 2, X IPA 3 dan IPS 1 dan IPAS 2

Menurut Sugiyono sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik

yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, missal karena keterbatan

dana, tenaga dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari populasi itu.

Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk

populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul

representative (Sugiyono,2011). Sampel penelitian ini adalah 1 kelas yaitu kelas

X IPA 1 yang jumlah siswanya sebanyak 40 siswa. Dalam penelitian ini sampel

tersebut memiliki keadaan awal yang sama. Teknik pengambilan sampel

tersebut adalah teknik cluster random sampling yakni teknik pengambilan

sampel penelitian secara acak dari populasi yang terdiri atas cluster-cluster

tertentu, dalam hal ini terdiri atas kelas-kelas.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian pada gambar 1 yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut

Page 10: irman.doc

1) Observasi sekolah

Observasi sekolah berguna untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa

kelas yang ada, jumlah siswanya, cara mengajar guru elektro selama ini

2) Membuat perangkat pembelajaran berupa RPP, modul, dengan menggu-

nakan model pembelajaran Cooverative Learning Tipe NHT.

3) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes prestasi belajar sekaligus atu-

ran penskorannya serta angket tanggapan siswa

4) Melakukan validasi instrument dan perbaikan instrument

5) Melakukan uji coba soal tes dan menghitung relibilitasnya

6) Mengadakan Pre test materi

7) Melaksanakan perlakuan dengan menggunakan model Cooverative Learn-

ing Tipe NHT.

8) Mengadakan Post test materi dasar dan pengukuran listrik.

9) Menganalisis data.

10) Membuat kesimpulan.

D. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Ada tiga teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik

dokumentasi, teknik tes, teknik angket yang masing-masing akan

dijelaskan sebagai berikut:

1) Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik penelitian yang menggunakan

dokumen yang sudah ada sebagai sumber data. Dalam hal ini, sumber

Page 11: irman.doc

data tersebut untuk mengetahui jumlah siswa dan keadaan awal Dasar

dan Pengukuran Listrik yang dimiliki siswa.

2) Tes

Test adalah serentetan pertanyaanatau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes disini dilakukan dua kali, sebelum dan sesudah diterapkannya model Cooverative Learning Tipe NHT.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis berbentuk esai. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi bahan kimia dalam keseharian. Tes yang digunakan berbentuk esai berjumlah 8 soal. Pertimbangan menggunakan tes berbentuk esai karena mempunyai manfaat sebagai berikut :

a. Mudah disiapkan dan disusun.

b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-

untungan.

c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta

menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya

dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.

e. Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang

diteskan.

f. Tes esai dapat memperkecil kerja sama antar siswa sewaktu menger-

jakan soal. (Arikunto, 2005).

Adapun langkah-langkah penyusunan tes adalah sebagai berikut :

a. Menelaah kurikulum/silabus yang digunakan

Page 12: irman.doc

b. Membuat kisi-kisi soal Pre test dan Post test

c. Membuat butir soal

d. Membuat kunci jawaban dan pedoman penskoran

e. Mengembangkan tes yang telah disusun untuk penyempurnaan lebih

lanjutdengan mengkonsultasikan test yang telah disusun kepada dosen

pembimbing, dan guru elektronika agar mendapat pertimbangan.

f. Dilakukan validasi soal

g. Melaksanakan uji coba untuk melihat reliabilitas tes

h. Menggunakan instrumen tes yang disusun untuk penelitian

Tes diberikan sebelum pembelajaran (Pre test) dan sesudah pelaksanaan pembelajaran (Post test) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sebelum pembelajaran dimaksudkan untuk melihat kemampuan awal siswa, sedangkan tes akhir dimaksudkan untuk melihat pengaruh pembelajaran terhadap hasil belajar siswa

3) Teknik Angket

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentang pribadinya, atau segala sesuatu diketahui responden.

Angket dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kreativitas

belajar Dasar dan Pengukuran Listrik siswa.

E. Instrumen Penelitian

Page 13: irman.doc

Instrumen penelitian terdiri dari dua yaitu instrumen tes dan angket, yang

masing-masing akan dibahas sebagai berikut:

1. Instrumen Tes

Tes digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil kemampuan

kognitif siswa pada pokok bahasan muatan listrik dari pembelajaran

yang telah dilakukan dengan metode Cooverative Learning Tipe NHT,

baik secara individual maupun berkelompok.

Instrumen tes tersebut sebelumnya diujicobakan untuk

mendapatkan instrumen tes yang berkualitas, yang memenuhi kriteria

Validitas Item, Reliabilitas, Taraf Kesukaran Soal, dan Daya

Pembeda.

a. Validitas Item

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

kevalitan suatu item tes. Item soal disebut valid jika dapat dengan

tepat mengukur apa yang hendak diukur atau dapat memenuhi

fungsinya sebagai alat ukur. Suatu item soal yang valid

mempunyai validitas tinggi, sedangkan item soal yang kurang

valid berarti memiliki validitas rendah. Teknik yang digunakan

untuk mengukur validitas butir soal dalam penelitian ini adalah

teknik korelasi point biserial, dengan persamaan:

Page 14: irman.doc

Keterangan :

= koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betulbagi item yang dicari validitasnya.

Mt = rerata skor soal

St = standart deviasi dari skor total

P = proporsi siswa yang menjawab benar

q = proporsi siswa yang menjawab salah (q=1-p)

(Suharsimi Arikunto, 2005:79)

Dari uji validitas, item soal dikategorikan menjadi dua kriteria. Untuk item soal valid bila γpbi = r tabel dan untuk item soal invalid bila γ pbi < r table. Berdasarkan hasil analisis validitas terhadap 35 item soal uji coba tes kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa diperoleh keputusan bahwa item soal invalid berjumlah 10 item, yakni item soal nomor 5, 12, 15, 20, 22, 23, 26, 28, 29, 31. Adapun item soal yang dipakai dalam tes kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa adalah item soal yang valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 21, 24, 25, 27, 30, 32, 33, 34, 35.

b. Daya Pembeda

Daya pembeda item soal adalah kemampuan suatu item soal untuk mem-

bedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa

yang berkemampuan rendah (kurang pandai). Angka yang menunjukkan

besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk menge-

tahui daya pembeda dari masing-masing item tes, digunakan rumus:

Page 15: irman.doc

Dimana:

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

(ingat p sebagai indeks kesukaran)

= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.

(Suharsimi Arikunto, 2005: 214)

Klasifikasi daya pembeda:

0.00 £ D < 0.20 item soal dikatakan daya pembeda jelek.

0.20 £ D < 0.40 item soal dikatakan daya pembeda cukup.

0.40 £ D < 0.70 item soal dikatakan daya pembeda baik.

0.70 £ D £ 1.00 item soal dikatakan daya pembeda baik sekali.

D < 0, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai D

negatif sebaiknya dibuang saja.(Suharsimi Arikunto, 2005: 218)

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda terhadap 35 item soal uji coba tes kemampuan kognitif Dasar dan Pengukuran Listrik siswa diperoleh keputusan : item soal dengan daya pembeda jelek berjumlah 7, yakni item soal nomor 5, 12, 15, 22, 26, 29, 31; item soal dengan daya pembeda cukup berjumlah 16 item, yakni item soal nomor 2, 4, 8, 13, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 30, 32, 34; dan item dengan daya pembeda baik berjumlah 11 item, yakni item soal nomor 1, 3, 6, 7, 10, 11, 14, 16, 17, 33, 35: item soal dengan daya pembeda baik sekali berjumlah 1 item,yaitu nomor 9. Item soal yang dipakai dalam tes kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa adalah item soal yang berada dalam

Page 16: irman.doc

rentang

klasifikasi cukup, baik dan baik sekali yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 30, 32, 33, 34, 35.

c. Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran item tes adalah pengukuran derajat kesukaran suatu item

tes. Besarnya angka yang menunjukkan taraf kesukaran disebut Indeks Ke-

sukaran (P). Soal yang baik adalah soal yang memiliki taraf kesukaran

memadai, artinya tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Rumus men-

cari P adalah

di mana:

P = taraf kesukaran

B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes.(Suharsimi Arikunto, 2005: 208)

Menurut ketentuan yang sering diikuti, taraf kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:

0.00 P 0.30 : item soal dikatakan sukar .

0.30 P 0.70 : item soal dikatakan sedang.

0.70 P 1.00 : item soal dikatakan mudah.(Suharsimi Arikunto, 2005: 210) .

Berdasarkan hasil analisis taraf kesukaran terhadap 35 item soal uji coba tes kemampuan kognitif Dasar dan Pengukuran Listrik diperoleh keputusan : item soal tergolong sedang berjumlah 30 item, yakni item soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 30, 31, 32, 33, 34, 35; dan item soal tergolong mudah berjumlah 5 soal, yakni item soal nomor 5, 24, 26,27, 28. Item soal yang

Page 17: irman.doc

dipakai dalam tes kemampuan kognitif Dasar dan Pengukuran Listrik yang dimiliki siswa adalah item soal yang berada dalam klasifikasi sedang yaitu item soal nomor nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 30, 31, 32, 33, 34, 35.

d. Reliabilitas Tes

Reliabilitas bisa berarti keajegan. Suatu instrumen dikatakan memenuhi

kriteria reliabilitas jika instrumen tersebut digunakan berulangulang pada

subyek dengan kondisi yang sama akan memberikan hasil yang relatif

tidak mengalami perubahan. Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes,

dalam penelitian ini digunakan KR-20 dengan Teknik belah Dua yang

dirumuskan Koder Richardson sebagai berikut:

Dimana:

R11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

P = proporsi subjek menjawab item dengan benar

Q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

(q= 1 - p)

Pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

N = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

(Suharsimi Arikunto, 2005: 101)

F. Teknik Pengembangan Instru

Page 18: irman.doc

1. Uju Validitas

Validitas adalah suatu ukuranyang mengukur tingkat keva;idan suatu kesahihan suatu instrument. Suatu insytrumen dikatakan valid apabilamampu mengukur apa yang diharapkan dan dapat mengungkap data dari variable yang diteliti secara tepat.

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tes yang digunakan dalam penelitian ini dapat atau tidak mengukur tingkat ketepatan tes yaitu mengukur apa yang seharusnya diukur, maka dilakukan iji validitas soal. Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteruia, digunakan uji statistic, yakni teknik korelasi product moment sebagai berikut:

(Zainal Arifin, 2009:254)

Keterangan :

= koefisien korelasi yang di cari

2. Analisa Data

Digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan yaitu mempela-

jari hubungan antar variable. Untuk menganalisa data yang terkumpul,

penulis menggunakan analisa data sebagai berikut:

a. Teknik Analisa Kualitatif.

Teknik analisis ini digunakan untuk menganalisis penerapan

model pembelajaran Cooverative Learning Tipe NHT mata pelajaran

dasar dan pengukuran listrik.

b. Teknik AnalisisKuantitatif

Page 19: irman.doc

Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini digunakan

untuk menganalisa pengaruh education games terhadap hasil belajar

peserta didik pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik teknik

yang digunakan adalah Teknik Analisa Kuantitatif.

Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini, penulis

menggunakan analisa data statistikyang meliputi:

Teknik analisis mean, adalah suatu teknik analisis yang

dipergunakan untuk mengetahui model Cooverative Learning Tipe

NHT dalam meningkatkan prestasi belajar dan untuk mengetahui

tingkat kemampuan peserta didik pada pendidikan.

Rumus yang digunakan adalah rumus mean sebagai berikut:

Keterangan:

= Mean yang dicari

= Jumlah dari sekor-sekor (nilai-nilai) yang ada.

N = Number of cases (banyaknya skor-skor itu sendiri)

Kemudian datanya dapat ditafsirkan dengan kalimat kualitatif sebagai berikut:

3,5-4,0 = Baik sekali

2,8-3,4 = baik

1,6-2,7 = cukup

1,0-1,5 = kurang

0,0-0,9 = gagal

Page 20: irman.doc

Teknik analisa “t” tes adalah suatu teknik analisa yang bertujuan

untuk mencari dan mengetahui ada tidaknya pengaruh Cooverative

Learning Tipe NHT terhadap peningkatan hasil belajar peserta

didik pada mata pelajaran dasar dan pengukuran listrik di SMAN 2

Sukabumi.

Untuk dua sampel kecil satu sama lain mempunyai pertalian atau hubungan, itu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus,

Merumuskan Hipotesis Nihilnya (H0) dan hipotesis alternatif

(H1)

- Merumuskan hipotesis nihil (H0) “tidak ada (tidak terdapat

perbedaan yang signifikan antara Variabel X dan Y)”

- Merumuskan Hipotesis Nihil (H0) “ ada (terdapat perbedaan

yang signifikan antara Variabel X dan Y)”

G. Kajian Pustaka

1. Proses Belajar - Mengajar

a) Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu

yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan

juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,

penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang

Page 21: irman.doc

(Nasution, 1995: 35). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan

suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi

dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003: 2).

Selanjutnya Winkel (1989: 15) mengemukakan bahwa belajar pada manusia

merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek

dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/ konstan. Selain

itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan

perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya

membaca, mengamati, mendengarkan dan lain sebagainya.

Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi

belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah

yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.

b) Pengertian Mengajar.

Menurut Slameto (1995: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa

pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di

negara-negara modern yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah

bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa

yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya

membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa.

Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada

siswa.

Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2000: 37) sebagai alat yang

direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan

siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin. Pasaribu (1983: 7)

mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-

Page 22: irman.doc

baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan

membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta

lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar

yang optimal.

Proses belajar-mengajar Bahasa Arab

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan

bahwa kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar

merupakan proses perubahan sedangkan belajar merupakan proses pengaturan

agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata pelajaran Bahasa

Arab harus memperhatikan karakteristik Bahasa Arab. Sumarmo (2002: 2)

mengemukakan beberapa karakteristik Bahasa Arab yaitu : materi Bahasa Arab

menekankan penalaran yang bersifat deduktif materi Bahasa Arab bersifat hirarkis

dan terstruktur dan dalam mempelajari Bahasa Arab dibutuhkan ketekunan,

keuletan, serta rasa cinta terhadap Bahasa Arab. Karena materi Bahasa Arab

bersifat hirarkis dan terstruktur maka dalam belajar Bahasa Arab, tidak boleh

terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan. Artinya, perlu mendahulukan

belajar tentang konsep Bahasa Arab yang mempunyai daya bantu terhadap konsep

Bahasa Arab yang lain.

Prestasi Belajar Bahasa Arab

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 895) prestasi diartikan sebagai yang

telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut Arifin (1991:

3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam hubungannya dengan usaha belajar, prestasi

berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar

pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan

perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang

ketrampilan, nilai dan sikap.

Page 23: irman.doc

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan

hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedang prestasi belajar adalah hasil

yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam

kurun waktu tertentu.

Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar Bahasa Arab, dapat diukur

prestasinya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan

suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar Bahasa Arab merupakan hasil belajar

yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari Bahasa Arab dalam kurun waktu

tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes).

3. Pembelajaran Kooperatif

Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep

baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama,

seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki

pasangan.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan

adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai

tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam Ismail, 2002: 12). Para siswa

dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari

materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas

pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan

berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok

kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat

secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya

dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan

prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan

pendidik mengelola kelas dengan efektif.

Page 24: irman.doc

Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 30) mengatakan bahwa tidak semua

kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil

yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus

diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : 1) saling ketergantungan positif,

2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, 5)

evaluasi proses kelompok.

Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang melibatkan

niat dan kiat para anggota kelompok para peserta didik harus mempunyai niat

untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kelompok yang

akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat-

kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu cara untuk

mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta didik dalam model

pembelajaran kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal penting

yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif,

yakni pengelompokan semangat kerja sama dan penataan ruang kelas.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif

Menurut Stahl dalam Ismail (2002: 12) bahwa ciri-ciri pembelajaran

kooperatif adalah :

1. Belajar dengan teman

2. Tatap muka antar teman

3. Mendengarkan diantara anggota

4. Belajar dari teman sendiri dalam kelompok

5. Belajar dalam kelompok kecil

6. Produktif berbicara atau mengemukakan

pendapat

Page 25: irman.doc

7. Siswa membuat keputusan

8. Siswa aktif

Sedangkan menurut Johnson dalam Ismail (2002: 12) belajar dengan

koopertif mempunyai ciri :

1. Saling ketergantungan yang positif

2. Dapat dipertanggungjawabkan secara individu

3. Heterogen

4. Berbagi kepemimpinan

5. Berbagi tanggung jawab

6. Ditekankan pada tugas dan kebersamaan

7. Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial

8. Guru mengamati

9. Efektifitas tergantung kepada kelompok

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar,

mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama.

2. Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang

ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan

belajar.

3. Panghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.

Page 26: irman.doc

Menurut Ibrahim (2000: 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah

sebagai berikut :

1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan

bersama.

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,

seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya

memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara

anggota kelompoknya.

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang

juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.

7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi

yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2. Tujuan pembelajaran kooperatif

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai :

1. Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa

dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model

pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami

konsep-konsep yang sulit.

Page 27: irman.doc

2. Pengakuan adanya keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar

belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama,

kemampuan akademik dan tingkat sosial.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan

social siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif

adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau

menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok.

Page 28: irman.doc

4. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif

Manfaat-manfaat model pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil

belajar yang rendah, antara lain Linda Lundgren dalam Ibrahim

(2000 : 18) adalah :

1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

2. Memperbaiki kehadiran

3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar

4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5. Konflik antar pribadi berkurang

6. Pemahaman yang lebih mendalam

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan

toleransi

8. Hasil belajar lebih tinggi

5. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang

untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk

meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen

dalam Ibrahim (2000 : 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah

bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka

terhadap isi pelajaran tersebut.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Spencer

Kagen dalam Ibrahim (2000 : 28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam

menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek

Page 29: irman.doc

pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti

pertanyaan lansung kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah

sebagai berikut : (a) Penomoran, (b) Pengajuan pertanyaan,

(c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah

sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut

adalah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang

sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang

beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap

siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang

dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial,

jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan

kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan

masing-masing kelompok.

Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan

keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran

kooperatif yaitu :

1. Tetap berada dalam kelas

2. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan

Page 30: irman.doc

pertanyaan kepada guru

3. Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling

mengkritik sesama siswa dalam kelompok

Langkah 3. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai

bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir

bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang

mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau

pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari

spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok

dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban

kepada siswa di kelas.

Langkah 5. Memberi kesimpulan

Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang

berhubungan dengan materi yang disajikan.

Langkah 6. Memberikan penghargaan

Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada

siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil

belajarnya lebih baik.