Top Banner
218

Irlan fery buku perpajakan

Aug 15, 2015

Download

Economy & Finance

irlan_fery81
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Irlan fery buku perpajakan
Page 2: Irlan fery buku perpajakan

Makin maraknya beberapa kasus pajak di media akhir-akhir, baik berupa penghindaran pajak (taxavoidance) maupun penggelapan pajak (tax evasion) membuat banyak masyarakat yang semakiningin mengetahui tentang perpajakan lebih dekat, khususnya kalangan pemula ( mahasiswa)

Sejak dilakukannya reformasi Tahun 1983, perpajakan menjadi primadona bagi pemasukan negaramenggantikan peranan minyak dan gas bumi yang cadangannya semakin menipis. Pentingnya perananperpajakan dalam kontribusinya membangun negeri ini membawa konsekuensi pada sumber dayamanusia, dalam hal ini wajib pajak, yang harus siap dalam mengimplementasikan peraturan danperundang-undangan perpajakan agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami kesalahan yangujungnya akan merugikan wajib pajak itu sendiri.

Tidak kalah peranannya dalam menyukseskan penerimaan negara dari sektor perpajakan ini adalahperguruan tinggi yakni dengan memberi mata kuliah perpajakan kepada mahasiswanya agar merekasiap dengan dinamika perkembangan perpajakan terutama perpajakan indonesia yang selalu dinamisdan berubah dari waktu ke waktu mengikuti perekonomian, politik dan lain-lain.

Buku ini sengaja di desain berdasarkan hasil pengalaman dan penelitian penulis dalam memberikanMata Kuliah Perpajakan agar mahasiswa dapat dengan mudah memahami tentang dunia perpajakansecara sistematis, yang mungkin selama ini mata kuliah perpajakan menjadi momok bagi mahasiswayang belum mengenal lebih dekat.

Pada kesempatan ini juga, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtuaku, istriku drg. Dina Krisnawati dan my twinnie yang masih dalam alam rahim, beserta keluargabesarku yang senantiasa mendoakan dan menemani penulis dalam penyelesaian buku ini, serta BapakDr. Mohamad Adam, SE,ME selaku Ketua STIE Rahmaniyah yang telah banyak memberi ijin kepadapenulis, Bapak Drs.H Sofyan Abdurrachman yang telah banyak berjasa dan memberikan bantuan baikmoril maupun materill sekaligus menjadi inspirasi bagi penulis, serta Bapak Jaka Sriyana, Ph.Dselaku tim reviewer banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga buku inidapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa buku ini jauh dari kata sempurna, dan penulis selalu berusaha memperbaikidan menerima apabila ada saran dan masukan dari pembaca demi pencerdasan anak bangsa yangsedang menimbah ilmu di bangku kuliah..

Akhirnya, semoga Buku Pengantar Perpajakan ; Dengan Teori dan Kasus ini dapat bermanfaat bagikita semua...aamiin...!

Sekayu, Agustus 2014

Irlan Fery Idris

Page 3: Irlan fery buku perpajakan
Page 4: Irlan fery buku perpajakan
Page 5: Irlan fery buku perpajakan

DAFTAR ISI

Halaman JudulPrakataDaftar IsiBAB I ; PENGANTAR PERPAJAKAN

1. Sejarah Tentang Perpajakan 12. Defenisi Perpajakan 63. Fungsi Pajak 74. Syarat Pemungutan Pajak 75. Struktur Pepajakan di Indonesia 86. Tinjauan dan Pendekatan Pajak berbagai Aspek 107. Tata Cara Pemungutan Pajak 118. Prinsip-prinsip Perpajakan yang baik 119. Perbedaan Pajak dan jenis pungutan lainnya 13

BAB II ; PENGELOMPOKAN JENIS PAJAK, SISTEM PEMUNGUTAN, DAN TARIF PAJAK1. Pengelompokan Pajak Berdasarkan Golongan, Sifat dan Lembaga Pemungutnya. 162. Sistem Pemungutan Pajak 183. Berbagai jenis tarif Pajak 18

BAB III ; PERPAJAKAN DARI SUDUT PANDANG HUKUM1. Dasar-dasar teori tentang pemungutan Pajak. 212. Kedudukan Hukum Pajak 223. Hukum pajak Materil dan Hukum Pajak Formil 234. Yuridiksi Pemungutan Pajak 245. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak 25

BAB IV ; SURAT KETETAPAN PAJAK

1. Pengertian Macam-macam Ketetapan Pajak 272. Sanksi administrasi dalam ketetapan pajak 283. Fungsi dan cara penerbitan ketetapan pajak. 29

BAB V ; KEBERATAN DAN BANDING

1. Tata Cara Penyelesaian Keberatan pajak 322. Tata cara Penyelesaian Banding 333. Daluwarsa Penagihan pajak 33

BAB VI ; PEMERIKSAAN DAN PENYELIDIKAN PAJAK1. Pengertian, Sasaran, Tujuan, Duluarsa, Wewenang dan

Prosedur Pemeriksaan Pajak. 342. Pengertian, Wewenang dan Kewajiban Penyidikan perpajakan. 36

Page 6: Irlan fery buku perpajakan

BAB VII ; PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

1. Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 372. Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak, 373. Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang,

pencegahan dan penyanderaan dan ketentuan pidana. 38

BAB VIII ; KEWAJIBAN, HAK DAN SANKSI WAJIB PAJAK

1. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak 432. Kewajiban Pembukuan/Pencatatan 443. Sanksi Perpajakan 45

BAB IX ; PAJAK PENGHASILAN UMUM (PPh UMUM)1. Subjek Pajak 502. Subjek Pajak Dalam Negeri 513. Subjek pajak Luar Negeri 534. Badan Usaha Tetap 54

BAB X ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ( PPh 21 )1. Dasar Hukum PPh Pasal 21 562. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 563. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 574. Penerima Penghasilan yang tidak diportong PPh Pasal 21 575. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 596. Yang tidak termasuk Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 597. Ketentuan lainya 608. Perhitungan PPh pasal 21, Tarif dan penerapannya 61

BAB XI ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 221. Pengertian PPh Pasal 22 752. Pemungut Pajak PPh Pasal 22 753. Objek Pemungutan PPh Pasal 22 764. Cara Menghitung pph Pasal 22 78

BAB XII ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 231. Pengertian PPh Pasal 23 832. Pemotongan Pajak PPh Pasal 23 833. Yang dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23 844. Objek Pemotongan PPh Pasal 23 845. Pengeculian Objek Pemotongan PPh Pasal 23 856. Cara Menghitung pph Pasal 22 857. Dasar Pemotongan 858. Tarif Pemotongan 869. Cara Menghitung PPh Pasal 23 86

Page 7: Irlan fery buku perpajakan

BAB XIII ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 241. Dasar Hukum 922. Pengertian PPh Pasal 24 923. Pengertian Umum PPh Pasal 24 924. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri 945. Penggabungan Penghasilan 946. Penentuan Sumber Penghasilan 957. Jumlah Kredit Pajak Yang diperbolehkan. 968. Penghasilan Luar Negeri dari beberapa negara 979. Kompensasi Kerugian diluar dan didalam negeri 98

BAB XIV ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 251. Dasar Hukum PPh Pasal 25 1002. Pengertian PPh Pasal 25 1003. PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan 1014. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal tertentu 1025. Angsuran PPh Pasal 25 dalam WP tertentu 1036. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal WP tidak mempunyai

NPWP berpergian ke Luar Negeri. 103

BAB XV ; PAJAK PENGHASILAN PASAL 261. Pengertian PPh Pasal 26 1102. Pemotong PPh Pasal 26 1103. Pihak yang dipotong PPh Pasal 26 1124. Penghasilan yang dipotong PPH Pasal 26 1135. Tarif dan dasar Pengenaan 1136. Tata cara Penyetoran dan Pelaporan 1147. PPh Pasal 26 ayat (4) (Atas Penghasilan Kena Pajak BUT) 114

BAB XVI ; PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUATAN ATAS BARANG MEWAH(PPN DAN PPnBM)

1. Pengertian PPN 1172. Karakteristik PPN 1203. Objek, Bukan Objek dan Tarif PPN 1244. Pengusaha kena Pajak dan kewajiban perpajaannya 1275. Kewajiban membangun sendiri dan perhitungn PPN nya 1316. Penjualan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjual belikan & perhitngan 1317. Pemungut PPN 1328. Fasilitas di bidang PPN 1379. Penjuan atas barang mewah (PPNBM) 137

Page 8: Irlan fery buku perpajakan

BAB XVII ; PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)1. Latar Belakang PBB 1402. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan 1413. Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB 1424. Manfaat PBB 1435. Subjek Pajak PBB 1436. Objek Pajak PBB 1437. Objek Pajak yang dikecualikan oleh PBB 1458. Cara menghitung dan menetapkan PBB 1469. Contoh soal 147

BAB XVIII ; BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)1. Pengertian BPHTB 1492. Subjek Pajak BPHTB 1493. Objek Pajak BPHTB 1494. Bukan Objek Pajak BPHTB 1515. Dasar Pengenaan Pajak BPHTB 1516. Tarif Pajak BPHTB 1527. NPOP BPHTB 1528. Cara menghitung BPHTB 1539. Contoh soal 16110. Kertas kerja 165

Susunan naskah Sejarah, Undang-undang Mengenai Pajak Bumi dan Bangunan 178

Peraturan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri TentangTahapan Persiapan Pengalihan PBB sebagai pajak daerah 202

Glosarium

Daftar Pustaka..

Page 9: Irlan fery buku perpajakan

1

PENGANTAR PERPAJAKAN ;

1. Sejarah Perpajakan

Sejarah Perpajakan pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-

cuma) kepada penguasa atau raja yang sifatnya dapat dipaksakan. Pada awalnya jenis

pajak ini digunakan untuk kepentingan penguasa semata tanpa adanya imbalan balik

(kontraprestasi). Namun, dalam perkembangannya upeti tersebut telah mengarah kepada

kepentingan rakyat itu sendiri, seperti untuk menjaga keamanan,memelihara jalan,

membangun saluran air, dan sebagainya.

Dengan adanya perkembangan dalam suatu masyarakat, maka sifat upeti (pemberian)

yang semulanya dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selanjutnya dibuat

suatu aturan-aturan yang lebih baik lagi (sifat memaksa tetap ada, namun unsur keadilan

lebih diperhatikan). Guna memenuhi unsur inilah maka rakyat diikutsertakan dalam

membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga

hasilnya untuk kepentingan rakyat itu sendiri.

Di Indonesia sendiri sejak zaman kolonial Belanda telah banyak diberlakukan

Undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, antara lain; Ordonansi

Rumah Tangga (Stbl 1908 Nomor 13), Aturan bea meterai (Stbl 1921 Nomor 498),

Ordonansi Pajak Pendapatan (Stbl 1944 Nomor 17), Undang-undang Pajak Pembangunan

I (UU Nomor 14 Th. 1947).

Dengan adanya perkembangan perekonomian dimasyarakat, maka beberapa undang-

undang mengalami penyesuaian, antara lain:

1Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami danmenjelaskan di depan kelas ;

Sejarah Tentang Perpajakan Definisi Perpajakan Fungsi Pajak Sarat Pemungutan Pajak Struktur Pepajakan di Indonesia Tinjauan dan Pendekatan Pajak berbagai Aspek Tata Cara Pemungutan Pajak Prinsip-prinsip Perpajakan yang baik Perbedaan Pajak dan jenis pungutan lainnya

Page 10: Irlan fery buku perpajakan

2

1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 dirubah dengan UU Nomor 2 Th. 1968;

2. UU Nomor 21 Tahun 1959 tentang pajak Dividen yang dirubah dengan UU Nomor 10

Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;

3. UU Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;

4. UU Nomor 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;

5. UU Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs atau

Tata Cara MPS-MPO.

Karena terlalu banyaknya Undang-undang yang dikeluarkan sehingga mengakibatkan

kesulitan dalam pelaksanaan dan realisasinya tidak memenuhi keadilan, maka pada tahun

1983 Pemerintah bersama DPR sepakat melakukan reformasi Undang-undang yang ada

dengan mengundangkan 5 paket Undang-undang perpajakan, bahkan sistem pajak yang

semulanya diatur oleh pemerintah (official assessment system ) dirubah menjadi wajib

pajak sendiri yang menghitung, melapor dan menyetor sendiri pajaknya (self assesstment

system).

Kelima UU yang dimaksud adalah :

1. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

2. UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);

3. UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM);

4. UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

5. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).

Keempat dari kelima UU tersebut mengalami perubahan dengan mengubah beberapa

pasal yaitu sebagai berikut:

1. UU Nomor 6 Tahun 1983 diubah dengan UUNomor 9 Tahun 1994;

2. UU Nomor 7 Tahun 1983 diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1994;

3. UU Nomor 8 Tahun 1983 diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994;

4. UU Nomor 12 Tahun 1985 diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994.

Selanjutnya pada tahun 1997 pemerintah kembali mengadakan perubahan atas UU

perpajakan yang ada dan membuat beberapa UU yang berkaitan dengan masalah

perpajakan dalam rangka mendukung UU yang sudah ada, yaitu:

1. UU Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak;

2. UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

3. UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;

4. UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;

Page 11: Irlan fery buku perpajakan

3

5. UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.

Dalam rangka memberikan rasa keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib

pajak, pada tahun 2000 pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap Undang-

undang perpajakan yang dibuat pada tahun 1983, yang selengkapnya seperti dibawah ini:

1. UU Nomor 16 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 6 Tahun 1983

sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 9 Th. 1994;

2. UU Nomor 17 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 7 Tahun 1983

sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 10 Th. 1994;

3. UU Nomor 18 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 8 Tahun 1983

sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;

4. UU Nomor 19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997;

5. UU Nomor 20 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU No. 20 Tahun 1997.

Pada beberapa tahun terakhir, pemerintah kembali mengadakan perubahan terhadap

undang-undang perpajakan karena melihat faktor perekonomian yang semakin meningkat.

Beberapa Undang-undang yang dirubah antara lain ;

1. UU Nomor 16 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

2. UU Nomor 17 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 36 Tahun 2008 tentang

Pajak penghasilan.

3. UU Nomor 18 Tahun 2000 dirubah menjadi UU nomor 42 tahun 2009 tentang PPN

dan PPN BM.

4. UU Nomor 19 Tahun 2000tentang Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengalami

perubahan karena kontruksi UU Pajak bumi dan bangunan formatnya sama dengan

Undang-undang Bea Perolehan atas tanah dan bangunan.

Page 12: Irlan fery buku perpajakan

4

RAKYAT RAJA/PENGUASA

UPETI (pemberian secara cuma-cuma),Berupa padi, ternak & hasil tanaman.

Untuk Kepentingan Raja/Penguasa

- Dipaksakan- Harus Dilaksanakan- Ada Tekanan

Tidak Ada Imbalan/Prestasi/T

Kepentingan SepihakGambar 1.1

Pemungutan pajak sebelum adanya undang-undang pajakSelanjutnya mengalami perkembangan …………….

RAKYAT RAJA/PENGUASA

UPETI (pemberian secara cuma-cuma),Berupa padi, ternak & hasil tanaman.

Mengarah kpd Kepentingan Rakyat

- Dipaksakan- Harus Dilaksanakan- Ada Tekanan- Ada Unsur Keadilan

Ada Imbalan/Prestasi :

- Menjaga Keamanan- Memelihara Jalan- Membangun Irigasi- Sarana Sosial Lainny

Gambar 1.2- Pemungutan pajak setelah perubahan undang-undang pajak

Page 13: Irlan fery buku perpajakan

5

Akhirnya ………………………..

Gambar 1.3Pemungutan pajak setelah adanya tuntutan

Undang-undang nomor 28 tahun 2007

Dibuat

Aturan-Aturan

Undang-Undang(Mengatur tata cara pemungutan, jenis

pajak yang dipungut, siapa yangmembayar dan berapa besarnya

P A J A K

Page 14: Irlan fery buku perpajakan

6

2. Definisi Perpajakan

1. Prof. Dr. P.J.A. Adriani

Menurut Prof .Dr. P.J.A Adriani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak (1991:2)

adalah ;

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang olehyang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapatprestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untukmembiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untukmenyelenggarakan pemerintahan

2. Mr. Dr. N. J. Feldman

Menurut Mr. Dr. N.J. Fiedlman, Pengertian Pajak adalah ;

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa,menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum, tanpa adanya kontra-prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaranUmum.

3. Prof. Dr. M.J.H. Smeets

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-normaumum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapatditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayaipengeluaran Pemerintah.

4. Dr. Soeparman Soemahamidjaja

Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasaberdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barangdan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum

5. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH

Menurut Prof .Dr. Rochmat Soemitro dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan

Pajak Pendapatan (1990:5) adalah ;

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yangdapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yanglangsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaranumum.

Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki empat unsur, yaitu:

1. Iuran dari rakyat kepada Negara

2. Berdasarkan undang-undang

3. Tanpa jasa timbal balik (kontraprestasi)

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara

Page 15: Irlan fery buku perpajakan

7

3. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak secara umum, yaitu:

1. Fungsi Anggaran

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran, baik bersifat fisik maupun non fisik.

2. Fungsi Mengatur

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan

Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh:

a. pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi

konsumsi terhadap minuman keras.

b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif.

c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk

Indonesia di pasaran dunia.

4. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka

pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil ( syarat keadilan)

Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan

merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing Sedang adil dalam

pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan

keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis

Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2.

3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun

perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian.

4. Pemungutan pajak harus efesien (syarat finansial)

Biaya pajak harus ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan

Page 16: Irlan fery buku perpajakan

8

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Contoh:

Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.

Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya 1 tarif, yaitu 10%.

Pajak perseroaan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan

disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan

maupun perseorangan (orang pribadi).

5. Struktur Perpajakan Di Indonesia

Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin

dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan yang bersumber dari dana

pembayaran oleh masyarakat. Untuk itu struktur pajak di Indonesia terdiri dari ;

1). Pajak Pusat/Negara:

1. Dirjen Pajak :

a. PPh

Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah undang-undang No.7 Tahun

1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.36 tahun 2008.

Undang-undang Pajak penghasilan mulai tahun 1983 dan merupakan pengganti

undang-undang pajak perseroan 1925, undang-undang Pajak pendapatan 1944.

b. PPN & PPn BM

Dasar hukum pengenaan PPN dan PPn BM adalah Undang-undang No. 8 Tahun

1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang No.42 Tahun

2009. UU PPN dan PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan

merupakan pengganti UU Pajak penjualan tahun 1951.

c. Bea Materai

Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang no.13 Tahun 1985.

UU bea Materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan

dan undang-undang bea materai yang lama ( aturan bea materai 1921).

2. Dirjen Bea dan Cukai :

Page 17: Irlan fery buku perpajakan

9

a. Bea Masuk

b. Cukai

2). Pajak Daerah :

Dasar Hukum pemungutan Pajak Daerah & Retrebusi Daerah adalah Undang-undang

No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retrebusi daerah. Pajak daerah terdiri dari :

1. Pajak Propinsi / daerah Tingkat I :

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan

e. Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota Daerah Tingkat II :

a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Gol. C

g. Pajak Parkir

h. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

i. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)

j. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Page 18: Irlan fery buku perpajakan

10

6. Tinjauan & Pendekatan Pajak Dari Berbagai Aspek

a. Aspek Ekonomi

b. Aspek Hukum

c. Aspek Keuangan

d. Aspek Sosiologi

a. Aspek Ekonomi

Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan

masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Pajak sebagai sumber motor penggerak

kehidupan ekonomi masyarakat.

b. Aspek Hukum

Pajak merupakan masalah keuangan negara, adapun dasar yang digunakan untuk

mengatur masalah keuangan negara tersebut yaitu pasal 23 (2) UUD 1945, dan untuk

teknis pelaksanaan perpajakan yang mengatur masalah perpajakan terdapat UU

Perpajakan.

c. Aspek Keuangan

Pajak dipandang sebagai aspek penting dalam penerimaan negara yang menjadikan pajak

sebagai primadona penerimaan negara.

d. Aspek Sosiologi

Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan juga

digunakan untuk membiayai pembangunan, bearti pembangunan ini dibiayai oleh

masyarakat.

Page 19: Irlan fery buku perpajakan

11

7. Tata Cara Pemungutan Pajak

1. Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasar 3 stelsel:

a. Stelsel Nyata (Real stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga

pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak. Kelebihannya

adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahannya adalah

pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan diketahui).

b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-

undang (penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya).

Kebaikanstelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus

menunggu pada akhir tahun, sedangkan kelemahannyaadalah pajak yang

dibayarkan tidak sesuai dengan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel real dan stelsel fictieve. Pada

awal tahun, besarnya pajak yang dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian

pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.

Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut

anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih kecil,

kelebihannya dapat diminta kembali atau dapat dihitung untuk tahun pajak yang

selanjutnya.

8. Prinsip-Prinsip Perpajakan Yang Baik

1. Prinsip Manfaat

Artinya secara umum, barang-barang dan jasa-jasa yang disediakan oleh pemerintah

merupakan barang untuk kepentingan umum/untuk dimanfaatkan oleh masyarakat

luas.

2. Prinsip Kemampuan Membayar

Artinya negara memperoleh penghasilan dari wajib pajak melalui sumbangan sesuai

dengan kemampuannya.

Page 20: Irlan fery buku perpajakan

12

3. Efisiensi

Artinya pengenaan pajak harus mempertimbangkan aspek efisiensinya karena dengan

adanya pengenaan pajak maka akan menaikan harga barang atau jasa tersebut.

4. Pertumbuhan Ekonomi

Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat mengacu pada pertumbuhan

ekonomi, dapat memberi dorongan bagi pembukaan lapangan kerja yang mendorong

pertumbuhan secara bersaing diberbagai sektor ekonomi.

5. Kecukupan Penerimaan

Artinya penerapan jenis pajak harus layak dan memadai sebagai sumber dana untuk

membiayai pengeluaran pemerintah, jangan sampai cost of collection lebih besar dari

perolehan pajaknya.

6. Stabilitas

Artinya dalam pengenaan pajak perlu adanya stabilitas penerimaan pajak karena jika

penerimaan pajak bersifat fluktuatif, maka program pemerintah yang telah

direncanakan dalam APBN dapat terganggu.

7. Kesederhanaan

Artinya suatu sistem perpajakan haruslah sederhana dan mudah dipahami masyarakat,

terutama wajib pajak.

8. Rendahnya Biaya Administrasi dan Biaya Kepatuhan

Artinya sistem perpajakan yang baik harus memiliki biaya administrasi dan kepatuhan

yang rendah.

9. Netralitas

Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat menghilangkan terjadinya distorsi

dalam prilaku konsumsi dan produksi oleh masyarakat, yang dapat membantu

menarik investor lain untuk melakukan investasi.

Page 21: Irlan fery buku perpajakan

13

9. Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lainnya

1. Pengertian Retribusi

Retribusi adalah jenis pungutan yang diberikan atas pembayaran berupa jasa atau

pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap

orang atau badan dengan kepentingan tertentu, Misalnya : Retribusi atas penyediaan

tempat penginapan, retribusi tempat pencucian mobil, pembayaran aliran listrik,

pembayaran abodemen air minum, retribusi tempat penitipan anak, IMB.

Sifat pelaksanaan pada retribusi lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis.

Jenis-Jenis Retribusi ;

Jenis-jenis Retribusi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

tentang Jenis-Jenis Retribusi daerah adalah :

1. Retribusi Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk

tujuan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Retribusi umum, terdiri dari :

a. Pelayanan kesahatan

b. Pelayanan persampahan/kebersihan

c. Penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil

d. Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat

e. Parkir ditepi jalan umum

f. Pelayanan Pasar

g. Air bersih

h. Pengujian kendaraan bermotor

i. Pemeriksaan alat pemadam kebakaran

j. Penggantian biaya cetak peta

k. Pengujian kapal perikanan

l. Penyedotan WC/Kakus

m. Pengendalian menara komunikasi.

Page 22: Irlan fery buku perpajakan

14

2. Retribusi Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan

menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat juga disediakan oleh

sector swasta. Retrebusi jasa usaha menurut PP no 38 tahun 2007 terdiri dari ;

a. Pemakaian kekayaan daerah

b. Pasar grosir dan atau pertokoan

c. Terminal

d. Tempat khusus parkir

e. Tempat penitipan anak

f. Tempat penginapan/villa

g. Penyedotan kakus

h. Rumah potong hewan

i. Tempat pendaratan kapal

j. Tempat rekreasi dan oleh raga

k. Penyeberangan diatas air

l. Pengolahan limbah cair

m. Penjualan produksi usaha daerah

3. Retribusi Perizinan tertentu,adalah pelayanan perijinan tertentu oleh pemerintah

daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan

pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, barang,

prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan

menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retrebusi perijinan menurut PP nomor 38 tahun

2007 terdiri dari ;

a. Izin peruntukan penggunaan tanah

b. Izin mendirikan bangunan

c. Izin tempat penjualan minuman beralkohol

d. Izin gangguan

e. Izin trayek

f. Izin pengambilan hasil hutan

g. Izin usaha perikanan

Page 23: Irlan fery buku perpajakan

15

2. Pengertian Sumbangan

Sumbangan adalah jenis pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan

sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar hukum.

Misalnya : Sumbangan pembangunan tempat ibadah, sumbangan untuk bencana alam,

sumbangan swadaya masyarakat untuk perbaikan jalan dilingkungan tempat tinggal.

Perbedaan Pajak Dgn Jenis Pungutan Lain

CIRI-CIRI YANG

MELEKAT

PAJAK RETRIBUSI SUMBANGAN

1. Pemungutannya

berdasarkan UUYA

YA TIDAK

2. Ada kontra prestasi

langsung TIDAK YA YA

3. Dilakukan oleh negara YA YA TIDAK

4. Digunakan untuk

pengeluaran rutin &

pembangunan bagi

kepentingan masyarakat

umum.

YA YA TIDAK

Page 24: Irlan fery buku perpajakan

16

PENGELOMPOKAN, JENIS PAJAK,

SISTEM PEMUNGUTAN DAN TARIF PAJAK

1. Pengelompokkan Pajak

A. Menurut Golongannya

Berdasarkan golongannya, pajak di kelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu ;

a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan

tidak dapat dilimpahkan ke orang lain.

Contoh:Pajak Penghasilan (PPh)

b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dilimpahkan

atau dibebankan ke orang lain.

Contoh:Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada industry rokok, pajak yang

seharusnya di tanggung oleh perusahaan bisa dilimpahkan pada konsumen

pengguna rokok tersebut.

B. Menurut Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, pajak di kelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu ;

a) Pajak Subjektif yaitu pajak yang ditinjau dari subjeknya, maksudnya

memperhatikan kondisi/keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh:Pajak Penghasilan (PPh)

b) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang ditinjau dari mobjeknya, tanpa

memperhatikan kondisi / keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah( PPN-

BM ).

2

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengelompokan Pajak Berdasarkan Golongan, Sifat dan Lembaga Pemungutnya. Sistem Pemungutan Pajak Berbagai jenis tarif Pajak

Page 25: Irlan fery buku perpajakan

17

C. Menurut Lembaga Pemungutnya

a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga Negara.

Contoh: PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai.

b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas:

Pajak Propinsi, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I contoh:

Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan pajak

kendaraan di atas air.

Pajak Kabupaten/kota, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat II

suatu kabupaten atau kotamadya.

contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan (PPJ), pajak parkir, pajak bahan galian golongan C, dan bermacam

pajak yang disesuaikan dengan potensi di suatu daerah tersebut. Dan pada peraturan

terbaru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, diatur masa Transisi Bahwa

BPHTB mulai di pungut oleh daerah tanggal 1 Januari 2011 dan PBB ( Pajak Bumi

dan Bangunan yang awalnya menjadi bagian dari pajak Pusat, dialihkan menjadi

Pajak Daerah dengan nama PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

perkotaan)yang pemberlakuannya mulaitanggal 1 Januari 2011, dan paling lambat

tanggal 1 Januari 2014.

Page 26: Irlan fery buku perpajakan

18

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System

adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus)

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

1.) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2.) Wajib pajak bersifat pasif

3.) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak

untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

1.) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

Pajak sendiri.

2.) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak

yang terutang.

3.) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak.

4. Tarif Pajak

Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, Yaitu tarif pajak

dan dasar pengenaan pajak.

Tarif pajak dibedakan menjadi 4 macam :

1. Tarif Sebanding/proporsional

Tarif berupa persentase tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga

besarnya pajak yang terutang sebanding dengan besarnya nilai yang dikenai pajak.

Page 27: Irlan fery buku perpajakan

19

Contoh:

Di Indonesia tarif proporsional diterapkan pada PPN (tarif 10%), PPh Pasal 26 (tarif

20%), PPh Pasal 23 (tarif 15% dan 2% untuk jasa lain), PPh WP badan dalam negeri

dan BUT (tarif Pasal 17 ayat (1)b atau 28%); dan lain-lain.

2. Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak

sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Contoh:

No. Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak

1 Rp 1.000.000; Rp 6.000;

2 Rp 2.000.000; Rp 6.000;

3 Rp 5.750.000; Rp 6.000;

4 Rp 50.000.000; Rp 6.000;

Di Indonesia besarnya tarif Bea Meterai cek dan bilyet giro untuk berapapun

jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp 6.000;

3. Tarif progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak

semakin besar

Contoh: UU PPh

a. Tarif pajak orang pribadi dalam negeri UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 yang ditetapkan

atas PKP Wajib Pajak pribadi

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000; 5%

Rp 50.000.000; s/dRp 250.000.000; 15%

Rp 250.000.000;s/dRp 500.000.000; 25%

>Rp 500.000.000; 30%

b. Tarif pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Page 28: Irlan fery buku perpajakan

20

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak

< Rp 50.000.000; 10%

Rp 50.000.000;s/dRp 100.000.000; 15%

>Rp 100.000.000; 30%

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi:

Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar

Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap

Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil

Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 UU PPh tersebut merupakan tarif progresif

progresif.

4. Tarif degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak

semakin besar.

Contoh:

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak

Rp 50.000.000; 30%

Rp 100.000.000; 20%

Rp 200.000.000; 10%

Gambar 2.1

Daftar Lapisan Kena pajak Orang Pribadi dan Badan

Page 29: Irlan fery buku perpajakan

21

PERPAJAKAN

DARI SUDUT PANDANG HUKUM

1. Dasar-Dasar Teori Tentang Pajak

Mengapa kita sebagai rakyat harus membayar pajak,? Atas dasar apa negara

mempunyai hak untuk memungut pajak ? untuk menjawab pertnyaan-pertanyaan tersebut,

terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi hak kepada negara

untuk memungut pajak. Teori-teori tersebutmenurut Prof.Mardiasmo (2009) antara lain

adalah :

1. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh

karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi

asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya

perlindungan) masing-masing orang, semakin besar kepentingan seseorang terhadap

negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar

sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat

digunakan 2 pendekatan yaitu:

- Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki

oleh seseorang.

- Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus

dipenuhi.

3Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Dasar-dasar teori tentang pemungutan Pajak. Kedudukan Hukum Pajak Hukum pajak Materil dan Hukum Pajak Formil Yuridiksi Pemungutan Pajak Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak

Page 30: Irlan fery buku perpajakan

22

Contoh :

Tuan Tino Tuan Bedo

Penghasilan / bulanan Rp 6 juta Rp 6 juta

Status menikah bujangan

Dengan 3 anak

Secara objektif PPh untuk TuanTino sama besarnya dengan Tuan Bedo, karena

mempunyai penghasilan yang sama besarnya.

Secara subjektif PPh untuk Tuan Tino lebih kecil dari pada Tuan Bedo, karena

kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan Tino lebih besar.

4. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dapat negaranya.

Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa

pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak

berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.

Selanjutnya negara akam menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk

pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh

masyarakat lebih diutamakan

2. Kedudukan Hukum Pajak

Menurut Prof Dr. Rochmat Soemitro, SH, Hukum Pajak mempunyai kedudukandi antara hukum-hukum sebaga berikut :

1. Hukum Perdata, Mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.

2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya, hukum ini

dapat dirinci lagi sebagai berikut :

Hukum Tata Negara

Hukum Tata Usaha ( Hukum Administratif )

Hukum Pajak

Hukum Pidana

Page 31: Irlan fery buku perpajakan

23

Dengan demikian kedudukan hokum pajak merupakan bagian dari hokum public,

dalam mempelajari bidang hukum,berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogate

Lex Generalis yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan

umum atau jika sesuatu ketentuan yang diatur dalam peraturan umum.dalam hal ini

peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hokum

public atau hokum lain yang sudah ada sebelumnya.

Hukum pajak menganut paham imperatif yakni pelaksanaannya tidak dapat

ditunda. misalnya dalam hal pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari

direktur jenderal pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka wajib pajak yang

mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah

ditetapkan.berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas yakni

pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.

3. Hukum Pajak Materil dan Hukum Pajak Formil

Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah ( Fiscus) selaku pemungut

pajak dengan rakyat sebagai wajib Pajak, ada 2 macam Hukum Pajak yakni :

1. Hukum pajak material, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan,

perbuatan, peristiwa, hokum yang dikenai pajak ( objek pajak ), siapa yang dikenakan

pajak ( subjek ), berapa besar pajak yang dikenakan ( tarif ), segala sesuatu tentang

timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hokum antara pemerintah dan wajib

pajak.

Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan.

2. Hukum pajak formil, memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hokum materiil

menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum pajak materiil ). Hukum ini memuat

antara lain :

Tata cara penyelenggaraan ( prosedur ) penetapan suatu utang pajak.

Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajb pajak

mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan / pencatatan

dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.

Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Page 32: Irlan fery buku perpajakan

24

4. Yuridiksi Pemungutan Pajak

Dasar hukum pengenaan pajak di Indonesia adalah Pasal 23 ayat (2) Undang-

undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi, “Segala pajak untuk kegunaan kas negara

berdasarkan undang-undang.” Setelah amandemen UUD 1945, ketentuan tentang

pajak ada di Pasal 23A, yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat

memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang." Ketentuan ini

sesuai dengan suatu dalil yang berkembang di Inggris yaitu No Taxation without

representation. Semua jenis pungutan yang membebani rakyat harus didasarkan pada

undang-undang. Khusus untuk Pajak Penghasilan, yang berlaku saat ini, Indonesia

memiliki Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000

(selanjutnya disebut UU PPh 1984).

Berdasarkan Pasal 2 UU PPh 1984, Indonesia membangun yurisdiksi

pemajakan berdasarkan dua kaitan fiskal (fiscal allegiance) yaitu: subjektif dan

objektif. Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh 1984 yang mengatur subjek pajak dalam

negeri, berbunyi, “Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang

pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun

pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.”

Menurut ketentuan ini, orang pribadi dapat disebut Wajib Pajak dalam negeri jika

memenuhi salah satu syarat berikut: tempat tinggal atau domisili, keberadaan, atau

niat bertempat tinggal di Indonesia. Ketiga syarat ini merupakan cara pengujian,

dimanakah seseorang berdomisili.

Sedangkan untuk subjek pajak badan, ketentuan tentang domisili diatur dalam

Pasal 2 ayat (3) huruf b UU PPh 1984. Suatu badan dapat disebut Wajib Pajak dalam

negeri jika memenuhi syarat sebagai berikut: badan tersebut didirikan di Indonesia,

atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Kepastian domisili ini sangat penting karena berkaitan dengan hak pemajakan

berdasarkan asas domisili. Asas domisili yaitu asas mengenai pengenaan pajak yang

menentukan bahwa negara tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan

lebih berhak mengenakan pajak atas hasil-hasil yang diperoleh Wajib Pajak dalam

negeri yang berasal dari sumber di mana saja sumber itu ada, baik sumber itu berada

di dalam negeri maupun di luar negeri.

Selain asas domilisi, terdapat satu asas lagi yang berlaku dalam UU PPh 1984 dan

Page 33: Irlan fery buku perpajakan

25

diterima secara global, yaitu asal sumber. Yurisdiksi sumber Indonesia mendasarkan

kepada dua unsur, yaitu: menjalankan suatu aktivitas ekonomi secara signifikan, dan

menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari negara tersebut.

Menurut asas sumber, negara tempat sumber itu terletak, lebih berhak mengenakan

pajak atas hasil yang keluar dari sumber itu, tak pandang dimana orang yang memiliki

sumber itu berada (di luar negeri yang mengenakan pajak). Siapapun, orang pribadi

atau badan, yang menerima atau memperoleh penghasilan, baik penghasilan dari usaha

(active income) atau penghasilan dari modal (passive income), dari Indonesia dapat

dikenakan Pajak Penghasilan. Dasar hukum asas ini adalah Pasal 2 ayat (4) UU PPh

1984.

5. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :

1. Ajaran Formal

Utang Pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus,

ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

2. Ajaran Materiil

Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang, seseorang dikenai

pajak karena suatu keadaan dan perbuatan, ajaran ini diterapkan pada self

assessment sytem.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :

1. Pembayaran

2. Kompensasi

3. Daluwarsa

4. Pembebasan dan Penghapusan

6. Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :

1. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan ( pasif ) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang ( mungkin ) sulit dipahami masyarakat.

c. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

Page 34: Irlan fery buku perpajakan

26

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung

ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain :

- Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

undang-undang.

- Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar

undang-undang ( menggelapkan pajak ).

Page 35: Irlan fery buku perpajakan

27

SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat ketetapan pajak adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu

periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.

Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang

lengkap biasanya meliputi :

Surat Tagihan Pajak

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Bayar,

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau surat

Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari proses pemeriksaan

(pajak) yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak maupun penyidik pajak

atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi pajak.

Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang mempunyai

kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

MACAM – MACAM KETETAPANPAJAK, antara lain :

A. Surat Tagihan Pajak (STP)

4Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengertian Macam-macam Ketetapan Pajak Sanksi administrasi dalam ketetapan pajak Fungsi dan cara penerbitan ketetapan pajak.

Page 36: Irlan fery buku perpajakan

28

1. Pengertian

STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa

bunga dan atau denda.

2. Penerbitan STP, dikeluarkan apabila :

a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.

c. Pengusaha yang tidak dilakukan sebagai pengusaha kenna pajak tetapi telah

membuat faktur pajak atau pengusaha yang dilakukan sebagai pengusaha kena

pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

3. Fungsi STP, antara lain :

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT wajib pajak.

b. Sarana mengenalkan sanksi administrasi berupa bunga atau denda

c. Alat untuk menagih pajak.

4. Sanksi Administrasi STP, antara lain:

a. Jumlah kekurangan pajak yang terutang (poiin 2a dan 2b) dalam STP ditambah

sanksi administasi berupa bunga sebesar 2%sebulan (max 24 bulan), dihitung

sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai

dengan diterbitkannya surat tagihan pajak.

b. Terhadap pengusaha kena pajak (poin 2c dan 2d), dikenakan sanksi

adminnistrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan.

5. Kekuatan Hukum STP, yaitu kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan

pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan suurat paksa.

B. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

1. Pengertian

Page 37: Irlan fery buku perpajakan

29

SKPKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang

terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,

besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

2. Penerbitan SKPKB, berdasarkan :

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak

yang terutang tidak atau kurang dibayar.

b. SPT tidak disampaikan dalam waktunya, dan setelah ditegur secara tertulis tidak

juga disampaikan dalam waktu menurut surat teguran.

c. Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPN dan PPn BM ternyata tidak harus

dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnnya dikenakan tarrif 0 %.

d. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi,

sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

3. Sanksi Administrasi, antara lain:

a. Apabila SKPKBdikeluarkan alasan pada poin 2a, maka jumlah kekurangan pajak

terutang ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebuah

(maksimum 24 bulan), dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya

masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya

SKPKB.

b. Apabila SKPKB dikeruarkan karena alasan pada poin 2b, 2c, dan 2d, maka

dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :

50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.

100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, atau tidak kurang dipungut,

tidak tau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang

disetorkan.

100% dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar.

4. Fungsi SKPKB, antara lain :

1. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya.

2. Sarana untuk mengenalkan sanksi

3. Alat untuk menagih pajak

5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKB

Page 38: Irlan fery buku perpajakan

30

Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya

masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, direktur Jenderal pajak dapat

menerbitkan SKPKB.

C. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

1. Pengertian

SKPKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang

telah diterapkan.

2. Penerbitan SKPKBT, yaitu :

a. Berdasarkan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan

penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.

b. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan

SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali.

3. Fungsi SKPKBT, antara lain :

a. Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPT-nya

b. Sarana untuk mengenakan sanksi

c. Alat untuk menagih pajak

4. Sanksi pajak, yaitu :

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT, ditambah dengan sanksi

administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

5. Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT, yaitu :

Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak,

bagian tahun pajak atau tahun pajak, direktur jenderal pajak dapat penerbitan

SKPKBT.

D. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

1. Pengertian

SKPLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran

pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau tidak seharusnya

terutang.

2. Penerbitan SKPLB, yaitu :

Page 39: Irlan fery buku perpajakan

31

Apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah

pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak

terutang.

3. Fungsi SKPLB,yaitu sebagai alat atau sarana mengembalikan kelebihan pembayaran

pajak.

4. Tata cara menerbitkan SKPLB, perhitungan dan pengembalian kelebihan

pembayaran pajak, antara lain :

1. Wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis pada direktur jenderal pajak.

2. KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPLB dalam waktu

selambat- lambatnya 12 bulan sejak permohonan diterima.

3. Apabila SKPLB tidak diterbitkan dalam jangka waktu 12 bulan, maka wajib

pajak memberitahukan kepada direktur jenderal pajak bahwa permohonan

dikabulkan.

E. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

1. Pengetian

SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama

besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit

pajak.

2. Penerbitan SKPN apabila :

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, jumlah kredit

pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau

pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.

Page 40: Irlan fery buku perpajakan

32

KEBERATAN DAN BANDING

A. Tata Cara Penyelesaian Keberatan, antara lain:

a. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas

suatu :

Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)

Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT)

Surat ketetapan pajjak lebih bayar (SKPLB)

Surat Ketetapan pajak nihil (SKPN)

Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan

perundang- undang perpajakan.

b. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan mengemukakan

jumlah pajak yang terutang menurut wajib pajak dengan disertai alasan – alasan yang

jelas.

c. Keberatan harus diajukan dallam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal

pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan jangka

waktu itu tidak dapat dipenuhi

Karena keadaan diluar kekuasaannya.

d. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat keberatan

sehingga tidak dipertimbangkan.

e. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat jendral

pajak atau tanda penerimaan surat keberatan melalui pos tercatat menjadi bukti

penerimaan surat keberatan.

f. Direktorat jenderal pajak dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan

diterima.

g. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan telah lewat dan direktur jenderal pajak tidak

memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.

5Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Tata Cara Penyelesaian Keberatan pajak Tata cara Penyelesaian Banding Daluwarsa Penagihan pajak

Page 41: Irlan fery buku perpajakan

33

h. Pengajuan keberatan tidak menundah kewajiban membayar pajak pelaksana penagih

pajak.

i. Apabila pengajuan keberatan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak

dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan dihitung sejak

tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan

diterbitkan keputusan keberatan.

B. Tata Cara Penyelesaian Banding, antara lain :

a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan pajak

terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh direktur jenderal

pajak.

b. Banding diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal keberatan dikeluarkan, dengan

cara :

1. Tertulis dalam bahasa indonesia

2. Mengemukakan alasan – alasan yang jelas dan bukti yang diperlukan

3. Melampirkan salinan surat keputusan keberatan

c. Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.

d. Permohonan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak yang

bersangkutan.

C. DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 10 tahun apabila :

1. Diterbitkan surat teguran dan surat paksa

2. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak

langsung .

3. Terdapat surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang

bayar tambahan yang diterbitkan terhadap wajib pajak karena melakukan tindak

pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Page 42: Irlan fery buku perpajakan

34

PEMERIKSAAN DAN

PENYELIDIKAN PAJAK

A. PEMERIKSAAN PAJAK

1. Pengertian

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan

mengelolah data dan atau keterangan lainya untuk menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang- undangan nomor 28 Tahun 2007.

2. Sasaran Pemeriksaan untuk mencari adanya :

a. Interprestasi undang – undang yang tidak benar

b. Kesalahan hitung

c. Penggelapan secara khusus dr penghasilan

d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan wajib

pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

3. Tujuan Pemeriksaan, antara lain :

a. Menguji kepatuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan

kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak, yang dapat

dilakukan dalam hal :

1. Surat pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayan pajak, termasuk

yang telah diberiakan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.

2. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan menunjukan rugi.

3. Surat pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu

yang telah diterapkan.

4. Surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh

direktur jenderal pajak.

5. Apabila indekasi kewajiiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada

poin 3 tidak dipenuhi.

6

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengertian, Sasaran, Tujuan, Duluarsa, Wewenang dan Prosedur PemeriksaanPajak.

Pengertian, Wewenang dan Kewajiban Penyidikan perpajakan.

Page 43: Irlan fery buku perpajakan

35

b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang –

undang perpajakan,, yang tidak dillakukan dalam hal :

1. Pemberian NPWP secara jabatan

2. Penghapusan nomor pokok wajib pajak.

3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.

4. Wewenang Memeriksa untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakna ketentuan peraturan

perundang – undangan perpajakan.

5. Prosedur Pemeriksaan, antara lain ;

a. Petugas pemeriksa hharus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan dan

harus memperhatikan kepada wajib pajak yang diperiksa.

b. Wajib pajak yang diperiksa harus :

c. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatatn, atau dokumen serta

keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk

merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan.

d. Direktur jenderal pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau

ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas.

Page 44: Irlan fery buku perpajakan

36

B. PENYIDIKAN

1. Pengertian

Penyidikan di bidang perpajakn adalah serangkaian tindakan penyidik untuk

mencari sserta mengumpulkan bukti yang diperlukan, sehingga dapat mmembuat

terang tentang tindak pidana perpajakan yang terjadi, guna menemukan tersangka

serta mengetahui besarnya pajak terutang yang diduga digelapkan.

2. Penyidik dalam tindak pidana perpajakan adalah pegawai di lingkungan direktorat

jenderal pajak yang diangkat oleh menteri kehakiman sebagai penyidik untuk

melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

3. Wewenang Penyidik, antara lain :

a. Menerima, mencari, mmengumoulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau

laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

b. Meneliti, mencari dan mengumpu;lkan keterangan mengenai orang pribadi

atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan

tindak pidana di bidang perpajakan.

c. Memintak keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

4. Kewajiban penyidik adalah saat akan mulai menyidik harus memberitahu

penuntut umum dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntu umum

sesuai KUHAP.

Page 45: Irlan fery buku perpajakan

37

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

1. DASAR HUKUM

Undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan surat paksa

sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang nomor 19 tahun 2000.

2. PENGERTIAN PENGERTIAN

1. Penanggung pajak, adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas

pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban

wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang undanganperpajakan.

2. Penagihan pajak, adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang

pajak dan biaya penagihan dengan menegur atau memperingatkan, melasanakan

penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan

pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang

yang telah di sita.

3. Biaya penagihan Pajak, adalah biaya pelaksanaan surat paksa, surat perintah

melaksanakan penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai, dan

jasa lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

3. PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK

Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita

Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan seketika dan sekaligus Surat Paksa, Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat

Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyandraan, dan surat lain

yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung pajak tidak

melunasi sebagian atau seluruh Utang Pajak menurut Undang-undang dan Peraturan

daerah.

7Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak, Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang, pencegahan dan

penyanderaan dan ketentuan pidana.

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pengertian dan istilah-istilah, pejabat dn jurusita pajak, Penagihan dengan seketika dan sekaligus, penyitaan, lelang, pencegahan dan

penyanderaan dan ketentuan pidana.

Page 46: Irlan fery buku perpajakan

38

Menteri Keuangan berwenang menunjuk Pejabat untuk Penagihan Pajak Pusat

Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan Pajak Daerah Jurusita

Pajak adalah pelaksana tindakan penagihah pajak yang meliputi penagihan seketika dan

sekaligus pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan dan Penyandraan.

Tugas Jurusita Pajak :

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seetika dan Sekaligus

2. Memberitahukan Surat Paksa

3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan

4. Melaksanakan Penyandraan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan

Dalam melasanakan penyitaan Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa

tempat tinggal penanggung Pajak, semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan

tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

4. PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS

Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan Penagihan Pajak yang

dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh

tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis pajak, mas, dan

tahun pajak.

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus di terbitkan apabila :

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untu selama-lamanya atau berniat

untuk itu;

2. Penanggung Pajak akan memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai

dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaannya

yang dilakukan di Indonesia;

3. Terdapat Tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya

atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau

memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau melakukan perubahan bentuk

lainnya;

4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau

Page 47: Irlan fery buku perpajakan

39

5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ke tiga atau terdapat

tanda-tanda kepailitan.

Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat;

a) Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan penanggung Pajak

b) Besarnya Utang Pajak

c) Perintah untuk membayar; dan

d) Saat Pelunasan Pajak.

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus di terbitkan sebelum Penerbitan

Surat Paksa.

5. SURAT PAKSA

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan

pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama

dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi;

a) Nama Wajib Paja, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;

b) Dasar Penagihan;

c) Besarnya Utang Pajak; dan

1. Perintah untuk membayar.

Surat Paksa diterbitkan apabila;

1. Penanggung Pajak tida melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan surat

teguran,atau surat peringatan, atau surat sejenis lainnya;

2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus;

atau

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam

keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Page 48: Irlan fery buku perpajakan

40

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh jurusita Pajak kepada ;

1. Penanggung Pajak.

2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama,ataupun bekerja di tempat usaha

Penanggung Pajak,apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat di

jumpai.

3. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

penunggalannyaapabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum

dibagi.

4. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisannya telah

dibagi.

Surat Paksa Terhadap Badan Diterbitkan oleh Jurusita Pajak Kepada;

1. Pengurus, Kepala perwakilan, kepala cabang, Penanggun Jawab,Pemilik Modal.

2. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak

tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud huruf 1.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada

Kurator, Hakim pengawas, atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal Wajib

Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuiditas, Surat Paksa diberitahukan kepada orang

atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuiditas.

6. PENYITAAN

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung

Pajak, guna dijadikan jaminan untu melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-

undangan.

Barang yang disita dapat berupa;

1. Barang bergerak termsuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan,

saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnys.

2. Barang tidak bergerak termasuk tanah bangunan,dan kapal dengan isi kotor tertentu.

Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan adalah;

Page 49: Irlan fery buku perpajakan

41

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapan lain yang digunakan oleh Penanggung

Pajak.

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan dapur

yang berada di rumah.

3. Perlengkapan Penanggung Pajak Yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara.

4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak.

5. Peralatan Penyandang cacat yang digunakan penanggung Pajak dan keluarga yang

menjadi tanggungannya.

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh

Pengadilan Negeri atau Instansi lain yang berwenang.

7. LELANG

Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga

secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak di lunasi setelah dilaksanakan

penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang

yang di sita melalui kantor lelang.

Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak

yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayarutang pajak. Dalam hal penjualan

secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang dan secara tidak

lelang biaya penagihan pajak ditambah 1% dari hasil penjualan. Besarnya biaya

penagihan pajak adalah Rp50.000,- untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp

100.000,- untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Catatan:

Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatann yang diajukan oleh Wajib

Pajak belum memperoleh keputusan keberatan.

Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak.

Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan

biaya penagihan Pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan Pengadilan

Pajak, atau Objek Lelang musnah.

Page 50: Irlan fery buku perpajakan

42

8. PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN

Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak

tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan hanya dapat dilakukan

terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang Pajak sekurang-kurangnya

sebesarnya Rp 100.000.000,-

Pencegahan dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan

oleh Menteri Keuangan atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan.

Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama-

lamanya 6 (enam) bulan.

Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak

dengan menempatkannya di tempat tertentu. Jumlah Utang Pajak,Keputusan

Penyanderaan, dan Jangka Waktu Penyanderaan sama dengan Pencegahan terhadap

Penanggung Pajak.

9. KETENTUAN PIDANA

Penanggung Pajak dilarang:

1. Memindahkan hak, memindah tangankan, menyewa, meminjamkan,

menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita.

2. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk

pelunasan utang tertentu.

3. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fiducia atau diagunkan untuk

pelunasan utang tertentu.

4. Merusak, mencabut,atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara

Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan ini dipidana dengan pidana penjara paling

lama 4 tahun dan didenda paling banyak Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah).

Setiap orang yang engan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan

menurut undang-undang atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau

menggagalkan tindakan dalam melakukan etentuan undang-undang yang dilakukan Jurusita

Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empet) bulan 2 (dua) minggu dan

denda paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Page 51: Irlan fery buku perpajakan

43

KEWAJIBAN, HAK, DAN

SANKSI WAJIB PAJAK

A. KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK

1. Kewajiban Wajib Pajak

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP

b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP

c. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukan ke kantor

pelayanan pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

e. Menyelenggarakan pembukuan / pencatatan.

f. Jika diperiksa wajib :

Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen lain

yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,

perpajakan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.

Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen

serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk

merahasiakan , maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh

permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

2. Hak – hak wajib pajak, antara lain :

a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding

b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT

c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukan

d. Mengajukan permohonan penundaan pemasukan SPT

e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

8

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Kewajiban dan Hak Wajib Pajak Kewajiban Pembukuan/Pencatatan Sanksi Perpajakan

Page 52: Irlan fery buku perpajakan

44

f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat

ketetapan pajak

g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak

h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta

pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

i. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.

j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak

k. Mengajukan keberatan dan banding.

3. Kewajiban pembukuan / pencatatan, antara lain :

1. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur

untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,

kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta harga perolehan dan

penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan penyusunan laporan kurang

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur

untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,

kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta harga perolehan dan

penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan penyusunan laporan

keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak

terakhir.

2. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas dan wajib pajak badan di indonesia, wajib menyelenggarakan

pembukuan.

3. Pembukuan dan pencatatan harus :

Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha

yang sebenarnya.

Diselenggarakan di indonesia

Menggunakan huruf latin angka arab.

Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang

diijinkan oleh menteri keuangan.

4. Sanksi tidak memenuhi kewajiban pembukuan :

a. Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang diterapkan

dengan SKP ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%,

dan khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan sebesar 50%.

Page 53: Irlan fery buku perpajakan

45

b. Dengan sengaja :

1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu

atau dipalsukan seolah – olah benar.

2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.

3. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku,catatan, atau

dokumen lainya.

Dipidana dengan penjara selama – lamanya 6 tahun dan denda setinggi –

tingginya 4 kali jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar.

B. Sanksi Perpajakan, dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Sanksi Administrasi adalah kerugian kepada negara, khususnya yang berupa

buanga dan kenaikan.

a. Bunga 2% per bulan

No Masalah Cara membayar/menagih

1. Pembetulan sendiri SPT (SPT setahun

atau SPT masa) tetapi belum diperiksa

SSP

2. Dari penelitian rutin :

PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar.

PPh pasal 21,22,23,dan 26 serta PPN

yang terlambat dibayar.

SKPKB,STP,SKPKBT tidak/kurang

dibayar atau terlambat dibayar.

SPT salah tulis/salah hitung

SSP/STP

SSP/STP

SSP/STP

SSP/STP

SSP/STP

3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang

bayar (maksimum 24 bulan)

SSP/SPKB

4. Pajak diangsur/ditunda :

SKPKB,SKKPP,STP

SSP/SPKB

5. SPT tahunan PPh ditunda, pajak

kurang dibayar.

SSP/STP

Page 54: Irlan fery buku perpajakan

46

Denda Administrasi

No Masalah Cara membayar/ menagih

1. Tidak/terlambat memasukan /

menyampaikan.

STP ditambah Rp. 50.000.00 atau

Rp 100.000.00

2. Pembetulan sendiri,SPT tahunan atau

SPT masa tetapi belum disidik

SSP ditambah 200%

3. Khusus PPN:

a. Tidak melaporkan usaha

b. Tidak membbuat / mengisi faktur

c. Melanggar larangan membuat

faktur (PKP yang tidak

dikukuhkan)

SSP/SPKPB (ditambah 2% denda

dari dasar pengenaan)

4. Khusus PBB

a. SPT,SKPKB tidak/ kurang

dibayar atau terrlambat dibayar

b. Dilakukan pemeriksaan, pajak

kurang dibayar

STP+denda 2% (maksimum 24

bulan).

SKPKB+denda administrasi dari

selisih pajak yang terutang.

b. Kenaikan 50% dan 100%

No Masalah Cara menagih

1. Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan

secara jabatan :

a. Tidak termasuk SPT :

1. SPT tahunan (PPh 29)

2. SPT tahunan (PPh 21,23,26 dan

PPN).

b. Tidak menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 28

KUP

c. Tidak memperlihatkan buku/dokumen,

tidak memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaan, sebagaimana yang

SKPKB ditambah kenaikan

50%

SKPKB ditambah kenaikan

100%

SKPKB

50% PPh pasal 29

100% PPh pasal 21,23,26 dan

PPN

Page 55: Irlan fery buku perpajakan

47

dimaksud pasal 29.

2. Dikeluarkan SKPKBT karena : ditemukan

data baru, data semula yang belum

terungkap setelah dikeluarkan SKPKB

SKPKBT 100%

3. Khusus PPN :

Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan,

dimana PKP tidak seharusnya

mengkompensasi selisih lebih, menghitung

tarif 0% diberi restitusi pajak.

SKPKB 100%

2. Sanksi pidana adalah siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir

atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipenuhi.

Sanksi Pidana, antara lain :

1. Ketentuan sanksi pidana,ada 3 macam yaitu denda pidana,kurungan dan

penjara.

Denda pidana biasaya berupa denda administrasi yang hanya diancam/

dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan

perpajakan.

Pidana kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat

pelanggaran. Karena pidana kurungan diancam kepada si pelanggar

norma itu ketentuan sama dengan ketentuan mengenai denda pidana

sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

Pidana penjara diancam terhadap kejahatan, ancaman pidana penjara

tidak dapat ditunjukan kepada pihak ke3, adanya pejabat dan kepada

wajib pajak.

2. Sanksi pidana dibidang perpajakan diatur / ditetapkan dalam UU No. 6 tahun

1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 tahun 1985

sebagaimana telah diubah dengan UU no. 12 tahun 1994 tentang pajak bumi

dan bangunan.

Page 56: Irlan fery buku perpajakan

48

Yang

dikenakan

Sanksi

pidana

Norma Sanksi pidana

I. Wajib

pajak

1. Kealpaan tidak

menyampaikan SPT atau

menyampaikan SPT tetapi

tidak benar/lengkap atau

melampirkan keterangan

yang tidak benar

2. Sengaja tidak

menyampaikan SPT, tidak

meminjamkan pembukuan,

catatan atau dokumen lain,

dan hal – hal lain

sebagaimana dimaksud

dalam pasal 39 KUP.

3. Sengaja tidak

menyampaikan SPOP atau

menyampaikan SPOP tetapi

isinya tidak benar

sebagaimana dimaksudkan

dalam pasal 24 UU PBB.

4. Dengan sengaja

menyampaikan SPOP,

memperhatikan/

meminjamkan

surat/dokumen palsu dan

hal-hal lain sebagai mana

diatur dalam pasal 25 (1)

UU PBB.

Pidana kurungan selama – lamanya 1

dan atau denda setinggi-tingginya 2

kali jumlah pajak yang tidak atau

kurang dibayar.

a. Pidana penjara selama-lamanya 6

tahun dan denda setinggi –

tingginya 4 kali jumlah pajak yang

kurang atau tidak dibayar.

b. Ancaman pidana sebagaimana

dimaksud pada huruf a dilipat

duakan apabila seseorang

melakukan lagi tindak pidana

dibidang perpajakan sebelum

lewat 1 tahun, terhitung sejak

selesainya menjalani pidana

penjara yang dijatuhkan.

Pidana kurungan selama-lamanya

6 bulan dan atau setinggi-

tingginya 2 kali jumlah pajak

terutang.

a. Pidana penjara selama-lamanya 2

tahun dan atau denda setinggi-

tingginya 5 kali jumlah pajak

yang terutang.

b. Sanksi (a) dilipat 2 kan jika

Page 57: Irlan fery buku perpajakan

49

sebelum lewat 1 tahun teritung

sejak selesainya menjalani

sebagian/seluruh pidana yang

dijatuhkan melakukan tindak

piidana lagi.

II. Pejabat Kealpaan tidak memenuhi

kewajiban merahasiakan hal

sebagaimana dimaksud dalam

pasal 34 KUP (tindak

pelanggaran).

Pidana kurungan selama – lamanya 1

tahun dan atau denda setinggi-

tingginya Rp 4.000.000.

pihak

ketiga

Sengaja tidak memperlihatkan

atau meminjamkan surat atau

dokumen lainya dan atau tidak

menyampaikan keterangan

yang diperlukan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 25 (1)

huruf d dan e UU PBB.

Pidana kurungan selama-lamanya 1

tahun atau denda setinggi-tinggihnya

Rp 2.000.000.

Page 58: Irlan fery buku perpajakan

50

PAJAK PENGHASILAN UMUM

( PPh Umum )

1. SUBJEK PAJAK

Yang menjadi Subjek Pajak adalah :

a. Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia

ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan

Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan

warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan

pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

b. Badan;

Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan

nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang

sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.

Dalam Undang-undang bentuk usaha tetap ditentukan sebagai Subjek Pajak tersendiri,

terpisah dari badan. Oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya dipersamakan

dengan Subjek Pajak badan, untuk pengenaan Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap

mempunyai eksistensinya sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.

9

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami danmenjelaskan di depan kelas Tentang ;

Subjek Pajak Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek pajak Luar Negeri Badan Usaha Tetap

Page 59: Irlan fery buku perpajakan

51

Badan Usaha Milik Negara dan Daerah merupakan Subjek Pajak tanpa

memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,

misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh

penghasilan merupakan Subjek Pajak.

Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak termasuk

sebagai Subjek Pajak, yaitu :

1) Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2) Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD;

3) Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah;

dan

4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Sebagai Subjek

Pajak, perusahaan reksadana baik yang berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya

termasuk dalam pengertian badan.

Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau

ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

c. Bentuk Usaha Tetap.

2. Subjek Pajak Dalam Negeri

Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.

Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah :

a.) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di

Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai

niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri adalah orang

pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang

Page 60: Irlan fery buku perpajakan

52

pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk

bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di

Indonesia ditimbang menurut keadaan.

Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di

Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.

b.) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c.) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam

negeri dianggap sebagai Subjek Pajak dalam negeri mengikuti status pewaris. Adapun untuk

pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban

ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, maka kewajiban perpajakannya

beralih kepada ahli waris.

Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek

Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu

bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena

pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud

melekat pada objeknya.

Subjek Pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau

memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dengan

perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban

subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan NPWP, Wajib Pajak orang pribadi

yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh

NPWP.

Page 61: Irlan fery buku perpajakan

53

3. Subjek Pajak Luar Negeri

Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah :

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak

lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di

Indonesia;

b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak

lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak luar negeri sekaligus menjadi Wajib Pajak, sehubungan dengan

penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui

bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri

terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :

Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau

diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri

dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di

Indonesia.

Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif

umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan

bruto dengan tarif pajak sepadan.

Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak,

sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan

Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang

bersifat final.

Page 62: Irlan fery buku perpajakan

54

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui

bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan

pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana diatur dalam

Undang-undang Pajak Penghasilan dan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan.

4. Bentuk Usaha Tetap

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan

oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak

lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :

tempat kedudukan manajemen;

cabang perusahaan;

kantor perwakilan;

gedung kantor;

pabrik;

bengkel;

pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang

digunakan untuk eksplorasi pertambangan;

perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang

dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di

Indonesia.

Page 63: Irlan fery buku perpajakan

55

5. Penjelasan tambahan mengenai BUT:

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of

business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-

mesin dan peralatan.

Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha

atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan

yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen

yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi

atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha

tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang

mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam

kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya

sendiri.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia

dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi

tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau menanggung risiko

di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia. Menanggung

risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan risiko tersebut

terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung

bertempat tinggal, berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Page 64: Irlan fery buku perpajakan

56

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

(PPh Pasal 21)

1. Dasar Hukum PPh Pasal 21

Sandaran hukum PPh Pasal 21 adalah Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

(selanjutnya disebut UU PPh).

2. Orang yang memotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.

2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah.

3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT

Taspen, PT Asabri.

4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli,

orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan, dan

magang.

5. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

6. Penyelenggara kegiatan.

10

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Dasar Hukum PPh Pasal 21 Pemotong Pajak PPh Pasal 21 Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Penerima Penghasilan yang tidak diportong PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Yang tidak termasuk Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Ketentuan lainya Perhitungan PPh pasal 21, Tarif dan penerapannya

Page 65: Irlan fery buku perpajakan

57

3. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

1. Pegawai tetap.

2. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek,

peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan

kegiatan sejenis.

3. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang

menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

4. Penerima honorarium.

5. Penerima upah.

6. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan

Aktuaris).

7. Peserta Kegiatan.

4. Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan

orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat

tinggal bersama mereka, dengan syarat:

o bukan warga negara Indonesia dan

o di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan

atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik;

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri

Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau

kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

5. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara

teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium

anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang

lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan

anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot,

tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa,

Page 66: Irlan fery buku perpajakan

58

premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan

nama apa pun;

2. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan

pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti,

tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan

sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;

3. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau

diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau

mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan yang

merupakan calon pegawai;

4. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang

pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan

kerja;

5. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa

pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam

negeri, terdiri atas:

1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai,

dan Aktuaris)

2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model,

peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman

lainnya;

3. olahragawan;

4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial;

7. agen iklan;

8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu

kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;

9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;

10. peserta perlombaan;

11. petugas penjaja barang dagangan;

Page 67: Irlan fery buku perpajakan

59

12. petugas dinas luar asuransi;

13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan

sebagai calon pegawai;

6. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis

lainnya.

7. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan

honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat

Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang

sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk

janda/duda atau anak-anaknya.

6. Yang Tidak Termasuk Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

1. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

2. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apa pun yang

diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib

Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang

bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan

khusus (deemed profit);

3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan

oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara

Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil

zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

5. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat 1 UU PPh). Ketentuannya

diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008.

7. Ketentuan Lainnya

1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta

maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan

sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima

uang pesangon, penerima dana pensiun.

Page 68: Irlan fery buku perpajakan

60

2. Pemotong PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan

(form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun

bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim.

3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka

Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2) diberikan oleh pemberi kerja

selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja

atau pensiun.

4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak

PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun

takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.

8. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Tarif dan Penerapannya

1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon

pegawai, serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif

Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP

dihitung berdasarkan sebagai berikut:

1. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari

penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000

sebulan); dikurangi iuran pensiun/iuran jaminan hari tua, dikurangi

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

2. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5%

dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000

sebulan); dikurangi PTKP.

3. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi

PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.

4. Distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis: penghasilan bruto tiap

bulan dikurangi PTKP per bulan.

2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan

pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung

tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau

kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus;

Page 69: Irlan fery buku perpajakan

61

peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif

berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.

3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter,

konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-

undang PPh x 50% dari perkiraan penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.

4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai

tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah

borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi

dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 atau tidak

dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah

dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000.

Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000, maka besarnya

PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP

sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.

5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua

yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:

1. 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000 (dikecualikan dari

pemotongan pajak).

2. 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000.

3. 10% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000.

4. 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000.

5. 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000.

6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan lain

yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong

PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang

dibayarkan kepada PNS Gol. II/d ke bawah, anggota TNI/Polri berpangkat Peltu atau

Aiptu ke bawah.

Page 70: Irlan fery buku perpajakan

62

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Merujuk pada peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, maka aturan besarnya PTKPterbaru berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013, sebagai Berikut ;

KeteranganSetahun

(rupiah)

Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi 24.300.000

Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 2.025.000

Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan

penghasilan suami.24.300.000

Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis

keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya, maksimal tiga

orang untuk setiap keluarga

2.025..000

Tarif Pajak

Tarif PPh Pasal 21 menurut Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 adalah:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (rupiah) Tarif Pajak

Sampai dengan 50.000.000 5%

Di atas 50.000.000 s.d. 250.000.000 15%

Di atas 250.000.000 s.d. 500.000.000 25%

Di atas 500.000.000 30%

Page 71: Irlan fery buku perpajakan

63

BEBERAPA CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN

PASAL 21 (PPH PASAL 21)

A. PEGAWAI TETAP

Gaji Bulanan Karyawan

Contoh:

Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la

memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 3.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar

Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

Penghitungan PPh Ps. 21

Penghitungan PPh Ps. 21 terutang

- Gaji Sebulan ………………………………… ............................……… 3.000.000

- Pengh. bruto ……………… …………………………............................ Rp. 3.000.000

Pengurangan

- Biaya Jabatan: 5%x 3.000.000…………………………………150.000

- Iuran pensiun :…………………………………………….…… .25.000

Total Pengurangan…………………… ……....………...............Rp. 175.000

Pengh netto sebulan ………………………………………....………..……..Rp. 2.825.000

Pengh. Netto setahun 12 x 2.825.000 =……………………….……......…….. 33.900.000

PTKP setahun:

WP sendiri …………………..24.300.000

Tambahan WP kawin …….... 2.025.000

Total PTKP ……………………………... 26.325.000

PKP = Rp. 33.900.000 – Rp. 26.325.000

PKP setahun = Rp. 7.575.000

PPh Ps. 21 = 5 % x Rp.7.575.000

= Rp. 378.500,-

PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 378.500/ 12 Bulan

= Rp. 31.562, / Bulan.

Page 72: Irlan fery buku perpajakan

64

Jon kenedi status menikah belum mempunyai anak (K/0) pada tahun 2012

bekerja pada perusahaan PT. Matahari sebagai pegawai tetap dengan memperoleh gaji

sebulan Rp. 5.000.000,- Selain gaji pokok, Tn. Jon kenedi dalam setiap bulan

menerima beberapa tunjangan antara lain tunjangan jabatan Rp. 500.000,- tunjangan

transport Rp. 500.000,00, tunjangan makan siang Rp. 500.000,- dan tunjangan

kemahalan sebasar Rp. 750.000,. PT. Matahari mengikuti program Jamsostek, Premi

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian yang dibayar oleh PT.

Matahari masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. Perusahaan menanggung iuran

Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Tn. Jonkenesi

membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan.

PT. Matahari juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya pada lembaga dana

pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan komposisi pembayaran iuran

pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 400.000,00 sebulan dan dibayar

sendiri oleh Tn. Jonkenedi sebesar Rp. 200.000,00.

Perhitungan PPh Pasal 21 setiap bulan yang harus dipotong dari gaji Tn. Jonkenedi

adalah sebagai berikut (dalam rupiah) :

Gaji sebulan 5.000.000

Tunjangan Jabatan 500.000

Tunjangan Transport 500.000

Tunjangan Makan Siang 500.000

Tunjangan Kemahalan 750.000

Total gaji sebulan 7.250.000

Penambahan Penghasilan

Premi Asuransi JKK dibayar Perusahaan 25.000

Premi Asuransi JK dibayar Perusahaan 15.000

Total Penambahan Penghasilan 40.000

Penghasilan Kotor Per Bulan 7.290.000

Pengurangan Penghasilan :

Biaya Jabatan : 5% X 7.290.000 364.500

Iuran Jaminan Hari Tua 100.000

Iuran Pensiun 200.000

Total Pengurangan Penghasilan 665.500

Page 73: Irlan fery buku perpajakan

65

Penghasilan neto sebulan 6.624.500

Penghasilan neto setahun 12 X 6.624.500 79.494.000

PTKP (K/0)

- Untuk WP sendiri 24.300.000

- Status Kawin 2.025.000

26.325.000

Penghasilan Kena Pajak 53.144.000

PPh Pasal 21 Terutang :

- 5% X 50.000.000 = 2.500.000

- 15% X 3.144.000 = 471.600

PPh Pasal 21 Terutang setahun 2.971.600

PPh Pasal 21 Terutang sebulan = 2.971.600 / 12 247.633

Page 74: Irlan fery buku perpajakan

66

Gaji Bulanan Karyawati

Fatmawati adalah seorang karyawati dengan status nikah belum mempunyai anak

(K/0) pada tahun 2012 bekerja pada perusahaan manufaktur PT. Ketapang sebagai

pegawai tetap dengan gaji sebulan Rp. 4.000.000,00. Berdasarkan surat keterangan

dari Pemda tempat Fatmawati berdomisili yang diserahkan kepada PT. Ketapang,

diketahui bahwa suami Fatmawati tidak mempunyai pengsilan apapun. Setiap bulan

Fatmawati membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 100.000,00.

Perhitungan PPh Pasal 21 setiap bulan yang harus dipotong dari gaji Fatmawati

adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan 4.000.000

Pengurangan Penghasilan :

Biaya Jabatan : 5% X 4.000.000 200.000

Iuran Pensiun 100.000

Total Pengurangan Penghasilan 300.000

Penghasilan neto sebulan 3.700.000

Penghasilan neto setahun 12 X 3.700.000 44.400.000

PTKP (K/0)

- Untuk WP sendiri 24.300.000

- Status Kawin 2.025.000

26.325.000

Penghasilan Kena Pajak 18.075.000

PPh Pasal 21 Terutang :

- 5% X 18..075.000 = 903.750

PPh Pasal 21 Terutang setahun 903.750

PPh Pasal 21 Terutang sebulan = 903.750/ 12 75.312

Catatan : Apabila suami Fatmawati bekerja, besarnya PTKP Fatmawati adalah PTKP

untuk diri sendiri sebesar Rp. 24.300.000,00.

Page 75: Irlan fery buku perpajakan

67

Gaji dibayar Mingguan atau harian

Acik status menikah dengan mempunyai satu anak (K/1) bekerja sebagai

pegawai di PT. Perintis dengan menerima gaji yang dibayar setiap minggu sebesar

Rp. 1000.000,00.

Perhitungan PPh Pasal 21 setiap bulan yang harus dipotong dari gaji Acik adalah

sebagai berikut (dalam rupiah) :

Gaji Sebulan : 4 X 1.000.000 4.000.000

Pengurangan Penghasilan :

Biaya Jabatan : 5% X 4.000.000 200.000

Penghasilan neto sebulan 3.800.000

Penghasilan neto setahun 12 X 3.800.000 45.600.000

PTKP (K/1) :

- Untuk WP sendiri 24.300.000

- Status Kawin 2.025.000

- Tambahan untuk 1 anak 2.025.000

28.350.000

Penghasilan Kena Pajak 17.250.000

PPh Pasal 21 Terutang :

5% X 17.250.000 862.500

PPh Pasal 21 Sebulan = 862.500 / 12

71.875

PPh Pasal 21 Seminggu = 71.875 /4

17.968

Page 76: Irlan fery buku perpajakan

68

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Rapel

Jonkenedi (lihat contoh no 1) status menikah belum mempunyai anak (K/0)

pada tahun 2012 bekerja pada perusahaan PT. Matahari sebagai pegawai tetap

dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 5.000.000,00. Selain gaji pokok, Tn.

Jonkenedi dalam setiap bulan menerima beberapa tunjangan antala lain tunjangan

jabatan Rp. 500.000,00, tunjangan transport Rp. 500.000,00, tunjangan makan

siang Rp. 500.000,00, dan tunjangan kemahalan sebasar Rp. 750.000,00. PT.

Matahari mengikuti program Jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan

Premi Jaminan Kematian yang dibayar oleh PT. Matahari masing-masing 0,50%

dan 0,30% dari gaji. Perusahaan menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan

sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Tn. Jonkenesi membayar iuran Jaminan Hari

Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan.

PT. Matahari juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya pada

lembaga dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan komposisi

pembayaran iuran pensiun yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp.

400.000,00 sebulan dan dibayar sendiri oleh Tn. Jonkenedi sebesar Rp.

200.000,00.

Pada bulan Juni 2012 Jonkenedi menerima kenaikan gaji menjadi Rp.

7.000.000,00 sebulan dan berlaku sejak 1 Januari 2012 sehingga pada bulan Juni

2012 menerima Rapel sejumlah Rp. 10.000.000,00 (kekurangan gaji Tn.

Jonkenedi untuk masa Januari s/d Mei 2012

Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung

kembali PPh Pasal 21 masa Januari s/d Mei 2012 atas dasar penghasilan setelah

ada kenaikan gaji. Dengan demikian perhitungan PPh Pasal 21 atas uang rapel

yang diterima oleh Jonkenedi adalah sebagai berikut (dalam rupiah) :

Gaji sebulan 7.000.000

Tunjangan Jabatan 500.000

Tunjangan Transport 500.000

Tunjangan Makan Siang 500.000

Tunjangan Kemahalan 750.000

Total gaji sebulan 9.250.000

Penambahan Penghasilan

Page 77: Irlan fery buku perpajakan

69

Premi Asuransi JKK dibayar Perusahaan 35.000

Premi Asuransi JK dibayar Perusahaan 21.000

Total Penambahan Penghasilan 56.000

Penghasilan Kotor Per Bulan 9.306.000

Pengurangan Penghasilan :

Biaya Jabatan : 5% X 9.306.000 465.300

Iuran Jaminan Hari Tua 140.000

Iuran Pensiun 200.000

Total Pengurangan Penghasilan 805.300

Penghasilan neto sebulan 8.500.700

Penghasilan neto setahun 12 X 8.500.700 102.008.400

PTKP (K/0)

- Untuk WP sendiri 24.300.000

- Status Kawin 2.025.000

26.325.000

Penghasilan Kena Pajak 75.683.400

PPh Pasal 21 Terutang :

- 5% X 50.000.000 = 2.500.000

- 15% X 25.683.400 = 3.852.510

PPh Pasal 21 Terutang setahun 6.352.510

PPh Pasal 21 Terutang sebulan = 2.971.600 / 12 529.375

PPh Pasal 21 Januari s/d Mei 2012 seharusnya adalah

5 X 529.375 2.646.875

PPh Pasal 21 Januari s/d Mei 2010 yang sudah dipotong (lihat contoh no 1)

5 X 247.633 1.238.165

Jadi PPh Pasal 21 untuk uang rapel adalah

2.646.875 – 1.238.165 1.408.710

Page 78: Irlan fery buku perpajakan

70

Perhitungan pemotongan PPh {Pasal 21 terhadap penghasilan berupa jasa

produksi, tantiem grafikasi, tunjangan hari raya atau tahun baru, bonus,

premi, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan

umumnya diberikan sekali dalam setahun.

Edward Alisabana status kawin mempunyai anak satu (K/1) bekerja pada PT.

Abadi dengan memperoleh gaji Rp. 3.000.000,00 sebulan. Dalam tahun yang

bersangkutan edward menerioma bonus sebesar Rp. 4.000.000. Setiap bulan

edward membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri keuangan sebesar Rp. 50.000,00. Maka perhitungan

Perhitungan PPh Pasal 21 atas bonus adalah sebagai berikut (dalam rupiah) :

PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (Penghasilan setahun)

Gaji setahun ( 12 X 3.000.000 ) 36.000.000

Bonus 4.000.000

Penghasilan kotor setahun 40.000.000

Pengurangan penghasilan :

o Biaya jabatan : 5% X 40.000.000 2.000.000

o Iuran Pensiun : 12 X 50.000 600.000

Total pengurangan penghasilan 2.600.000

Penghasilan neto setahun 37.400.000

PTKP (K/1) :

o Untuk WP sendiri 24.300.000

o Status Kawin 2.025.000

o Tambahan untuk 1 anak 2.025.000

28.350.000

Penghasilan Kena Pajak 9.050.000

PPh Pasal 21 Terutang : 5% X 9.050.000 452.500

PPh Pasal 21 atas Gaji setahun

Gaji setahun ( 12 X 3.000.000 ) 36.000.000

Pengurangan penghasilan :

o Biaya jabatan : 5% X 36.000.000 1.800.000

o Iuran Pensiun : 12 X 50.000 600.000

Total pengurangan penghasilan 2.400.000

Page 79: Irlan fery buku perpajakan

71

Penghasilan neto setahun 33.600.000

PTKP (K/1) :

o Untuk WP sendiri 24.300.000

o Status Kawin 2.025.000

o Tambahan untuk 1 anak 2.025.000

28.350.000

Penghasilan Kena Pajak 5.250.000

PPh Pasal 21 Terutang : 5% X 5.250.000 262.500

Maka PPh Pasal 21 atas bonus :

452.500 – 262.500 190.000

Contoh ;2 Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem, Tunjangan Hari Raya atau

tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau

sekali setahun

Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT .Tiur mas Lampung Indah. la memperoleh

gaji bulan Desember sebesar Rp. 3.200.000,00 menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan

membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi

belum mempunyai anak (status K/0)

PPh Pasal 21 atas gaji dan THR

Penghasilan Bruto setahun = 12x 3.200.000 = Rp. 38.400.000

THR …………………………..……...………..Rp. 600.000

Jumlah Penghasilan Bruto……………………………………Rp. 39.000.000

Pengurangan:

Biaya Jabatan: 5%x 38.400.000 = ………...1.920.000

Iuran pensiun 12x25.000 = …………………. 300.000

Total Pengurangan = ………………………………….Rp. 2.220.000

Penghasilan netto setahun Rp. 36.780.000

PTKP (K/0) setahun = Rp. 26.325. 000

PKP setahun = Rp. 10. 455.000

Page 80: Irlan fery buku perpajakan

72

PPh Ps. 21 terutang:

5% x Rp. 10. 455.000 = Rp. 522.750,-

PPh Pasal 21 atas gaji

Penghasilan Bruto setahun = 12 x 3.200.000 = Rp. 38.400.000

Pengurangan:

Biaya Jabatan: 5%x Rp. 38.400.000 = Rp. 1.920.000

Iuran pensiun 12x25.000 = Rp. 300.000

Total Pengurangan = ………………………………… = Rp. 2.220.000

Penghasilan netto setahun …………………................……………..Rp. 36.180.000

PTKP (K/0) setahun Rp. 26.325. 000

PKP setahun = Rp. 9. 855.000

PPh Ps. 21 terutang: 5% x Rp. 9. 855.000 Rp. 492.750,-

PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji:

= Rp. 522.750,- - Rp. 492.750,-

= Rp. 30.000,00

Penerima Honorarium atau Pembayaran lain

Contoh : Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima

honorarium Rp. 1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) :

5% x Rp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00

Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar

asuransi

Contoh:

Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2009

menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00

Page 81: Irlan fery buku perpajakan

73

Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan

Contoh:

Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat

hadiah Rp. 30.000.000,00 PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah :

5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000,-

Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas

Contoh :

Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari

PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik.

Penghitungan PPh Pasal 21 :

15% x 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

Penghasilan atas Upah Harian

Contoh :

Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la

bekerja sehari sebesar Rp. 120.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :

Upah sehari = Rp. 120.000,00

Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 150.000,00

PKP Sehari = Rp. 0,00

PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00

Page 82: Irlan fery buku perpajakan

74

Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang

pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri

Keuangan

Contoh :

Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana Pensiun “ X” Rp. 70.000,000.

Penghasilan Bruto Rp.70.000.000, Dikecualikan dari Pemotongan Rp.25.000.000

Penghasilan dikenakan pajak Rp.45.000.000,

PPh Pasal 21 terutang:

5% x Rp. 45.000.000,00 = Rp. 2.250.000,-

Jumlah PPh Pasal 21 terutang = Rp. 2.250.000,-

Page 83: Irlan fery buku perpajakan

75

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

1. PENGERTIAN

Pajak penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) merupakan salah satu bentuk pemotongan dan

pemungutan PPh yang dilakukan oleh pihak lain selaku pemberi penghasilan terhadap

wajib pajak yang melakukan penyerahan barang.

Merupakan pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:

Bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga

pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya sehubungan dengan pembayaran

atas penyerahan barang.

Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan

kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

2. PEMUNGUT PAJAK

Pemungut PPh Pasal 22 adalah ;

a. Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atas impor barang

b. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun

Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang

c. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan

pembayaran atas pembelian barang yang dnaanya dari belanja negara dan atau belanja

daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4

d. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan

Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia 9Telkom), PT Perusahaan Listrik

Negara (PLN), PT Garuda Indonesia. PT Indosat, dan bank-bank BUMN yang

11

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengertian PPh Pasal 22 Pemungut Pajak PPh Pasal 22 Objek Pemungutan PPh Pasal 22 Cara Menghitung pph Pasal 22

Page 84: Irlan fery buku perpajakan

76

melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-

APBN

e. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas,

industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan

Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri

f. Pertamina serta badan usaha selain pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar

minyak jenis Premix, super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya.

g. Industri eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan

perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas pembelian bahan-

bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

3. OBJEK PEMUNGUTAN PAJAK

Yang merupakan objek pemungutan PPh pasal 22 adalah:

a. Impor barang,

b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran,

Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah.

c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan

badan Usaha Milik Daerah yang dnanya dari belanja negara dan atau belanja daerah.

d. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang

bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan

industri otomotif.

e. Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh pertamina dan badan usaha selain

pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis Premixd an gas.

f. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir

yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari

pedagang pengumpul.

Dikecualikan dari Pemungutan PPh pasal 22 adalah:

1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan. Pengecualian ini harus

dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan pasal 22 yang

diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak.

Page 85: Irlan fery buku perpajakan

77

2. Impor Barang yang dibebaskan dari bea masuk:

a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di

Indonesia berdasarkan asas timbal balik.

b. Barang untuk keperluan badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada

Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak

memegang paspor Indonesia

c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau

kebudayaan.

d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu

yang terbuka untuk umum.

e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

f. Barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat lainnya

g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah

h. Barang pindahan

3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan

untuk diekspor kembali

4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan

tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah

5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum PDAM dan

benda-benda pos.

6. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan

dari emas untuk tujuan ekspor.

7. Pembayaran/pencairan dana jaring pengaman sosial (JPS) oleh kantor perbendaharaan

dan Kas Negara.

8. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor

kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang asama atau barang-barang yang telah

diekspr untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi

syarat yang ditentukan oleh direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh BULOG.

Page 86: Irlan fery buku perpajakan

78

4. CARA MENGHITUNG PPh PASAL 22

Cara menghitung PPh Pasal 22 atas kegiatan Impor Barang

Besarnya PPh pasal 22 atas impor:

1. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5%

dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor

2. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar

7,5% dari nilai impor

PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor

3. Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang

Contoh 1:

PT DELL, memiliki nomor API, melakukan Impor komputer dari Amerika Serikat dengan

perincian sebagai berikut:

Harga komputer (cost) US$ 20,000.00

Asuransi (Insurance) US$ 1,000.00

Biaya Angkut (freight) US$ 4,000.00

Harga pabean US$ 25,000.00

Pungutan:

- Bea masuk 20% US$ 5,000.00

- Bea masuk Tambahan 10% US$ 2,500.00

NILAI IMPOR US$ 32,500.00

Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor: Pemberitahuan Impor Barang ) Nilai

Kurs US$ 1.00 = Rp 10.000,00, maka:

Dasar pengenalan PPh pasa 22 : US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00 =

Rp 325.000.000,00

PPh Pasal 22 yang harus dipungut: Rp 325.000.000,00 x 2,5% =

Rp 8.125.000,00

Page 87: Irlan fery buku perpajakan

79

Contoh 2:

Seperti nomor 1 di atas, akan tetapi PT DELL tidak memiliki nomor API, maka perhitungan

PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:

Dasar pengenalan PPh pasa 22 : US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00 =

Rp 325.000.000,00

PPh Pasal 22 yang harus dipungut: Rp 325.000.000,00 x 7,5% =

Rp 24.375.000,00

Contoh 3 ;

PT. Al Mukarrom melakukan import barang berupa sajadah karpet dari Saudi Arabia

sebanyak 1.000 Unit dengan harga USD 100/Unit. Kurs Menteri Keuangan (Kurs KMK)

pada waktu itu yang berlaku adalah Rp. 10.000,/ 1 USD. Bea Masuk yang harus dibayar

oleh PT Al Mukarrom sebesar 1 % dari harga jual, sedangkan bea lain-lain sebesar 0,5%

dari harga jual.

Berapakah PPh pasal 22 yang harus dipungut oleh Dirjen Bea Cukai apabila ;

a. PT AL Mukarrom memiliki Angka Pengenal Importir?

b. PT AL Mukarrom Tidak memiliki Angka Pengenal Importir?

Jawab ;

Harga Jual ; 1.000 x USD 1,- x Rp.10.000,- = Rp. 1.000.000.000,-

Bea Masuk ; 1 % x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 10.000.000,-

Bea Lainnya : 0,5% x Rp. 1.000.000.000,- = RP. 5.000.000,-

Nilai Impor = Rp. 1.015.000.000,-

PPh Pasal 22 yang harus dipungut Dirjen bea dan Cukai jika PT Al Mukarrom

memiliki API ; 2,5 % x 1.015.000.000,- = Rp. 25.375.000,-

PPh Pasal 22 yang harus dipungut Dirjen bea dan Cukai jika PT Al Mukarrom

memiliki API ; 7,5 % x 1.015.000.000,- = Rp. 76.125.000,-

Page 88: Irlan fery buku perpajakan

80

Cara menghitung PPh pasal 22 atas pembelian Barang yang dibiayai dengan

APBN/APBD

Atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah dikenakan

pemungutan PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga pembelian

Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:

1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang

meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00

2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan

benda-benda pos.

3. Pembayaran/pencairan dana Jaringan Sosial olehkantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

Contoh 3 :

PT Bangun Maju melakukan penjualan Lemari Arsip kepada Departemen Dalam Negeri

senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Departemen Dalam Negeri.

Dalam kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya harga

jual sudah termasuk pajak pertambahan nilai sebesar 10%

Dasar pengenalan PPh pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta) =

Rp 200.000.000,00

PPh pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari Transaksi

Pembayaran: 1,5% x Rp 200.000.000,00 = Rp 3.000.000,00

Cara menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di

Dalam Negeri

Besarnya PPh pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih

di dalam negeri adalah sebesar 0,45% dari dasar Pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan

Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN

Page 89: Irlan fery buku perpajakan

81

Penjualan kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas Industri

otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:

1. Instansi pemerintah

2. Korps diplomatik

3. Bukan subjek pajak

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di

Dalam Negeri

Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok di

dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat Final

PPh Pasal 22 (Final) = 0,15% x Harga Bandrol

Cara menghitung PPh Psal 22 ats penjualan harga produksi industri kertas di Dalam

Negeri

Besarnya PPh 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di

dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenalan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN

Cara menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan hasil Produksi Industri Semen di Dalam

Negeri

Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh Industri semen pada saat penjualan semen

di dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai

PPh Pasal 22 = 0,25% x DPP PPN

Yang dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah penjualan semen dalam negeri oleh

PT Indocemen, PT Semen Cibinong, dan PT Semen Nusantara kepada distributor

utama/tunggalnya.

Cara menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di DalamNegeriBesarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri baja pada saat penjualan hasil

produksinya di dalam negeri adalah 0,3% dari Dasar Pengenalan Pajak (DPP) Pajak

Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN

Page 90: Irlan fery buku perpajakan

82

Cara menghitung PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan Industriatau ekspor oleh industri yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,pertanian, dan perikanan dan pedagang pengumpul.Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri atau eksportir yang bergerak dalam

sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang telah terdaftar sebagai wajib

pajak adalah sebesar 0,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN

PPh Pasal 22 = 0,5% X Harga Pembelian

Cara menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh pertamina dan badan Usaha sdelain

Pertamina

Besarnya PPh pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang

bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atass penjualan

hasil produksinya adalah sebagai berikut:

1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3%

dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2. Atas penebusan premioum, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0.,25%

dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan

3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

Page 91: Irlan fery buku perpajakan

83

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

1. PENGERTIAN

Ketentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang

diterima atau dip[eroleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal

dari modal. Penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong

pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan

pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,

atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2. PEMOTONGAN PPh PASAL 23

Pemotong PPh pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang

terdiri atas:

1. Badan pemerintah

2. Subjek pajak badan dalam negeri

3. Penyelenggaran kegiatan

4. Bentuk usaha tetap

5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

6. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari

Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23

12Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengertian PPh Pasal 23 Pemotongan Pajak PPh Pasal 23 Yang dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23 Objek Pemotongan PPh Pasal 23 Pengeculian Objek Pemotongan PPh Pasal 23 Cara Menghitung pph Pasal 22 Dasar Pemotongan Tarif Pemotongan Cara Menghitung PPh Pasal 23

Page 92: Irlan fery buku perpajakan

84

3. YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 23

Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri atau

bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari

modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak

sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

4. OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 23

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah:

1. Dividen

2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian utang.

3. Royalti

4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 21

5. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi

6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud

dalam pasal 21

7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

5. PENGECUALIAN OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 23

Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh paal 23 adalah:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank

2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak

opsi.

3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai

Wajib Pajak dalam negeri. Koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal

pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia

4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 tahun

pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.

5. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian

laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan

di Indonesia.

Page 93: Irlan fery buku perpajakan

85

6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan di bursa efek di Indonesia.

7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

6. DASAR PEMOTONGAN

Ada dua dasar pemotongan, yaitu:

1. Dari jumlah bruto, untuk penghasilan berupa:

a. Dividen

b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian utang.

c. Royalti

d. Hadiah penghargaan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud

dalam pasal 21.

2. Dari perkiraan penghasilan netto, untuk penghasilan berupa:

a. Sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud

dalam pasal 21.

7. TARIF PEMOTONGAN

1. 15% dari jumlah bruto atas penghasilan berupa:

a. Dividen

b. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dnegan jaminan

pengembalian utang.

c. Royalti

d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud

dalam pasal 21.

2. 15% dari jumlah bruto (bersifat final) atas penghasilan berupa:

Bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggotanya (bila jumlah

bunga melebihi Rp. 240.000).

3. 15% dari perkiraan penghasilan netto atas penghasilan berupa:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta tidak termasuk

sewa tanah dan atau bangunan.

Page 94: Irlan fery buku perpajakan

86

b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan hukum,

jasa konsultan pajak, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana

dimaksud dalam pasal 21 (yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak).

8. CARA MENGHITUNG PPh PASAL 23

Atas penghasilan berupa dividen akan dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari

jumlah bruto.

PPh pasal 23 = 15% x Bruto

Contoh:1

PT. Solusindo membayarkan dividen kepada Tn. Bambang pada bula Juni 2006 sebesar Rp.

20.000.000,00.

Pph pasal 23 dipotong PT. Solusindo adalah:

15% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 3.000.000,00

Cara Menghitung PPh pasal 23 atas Bunga, Termasuk Premium, Diskonto, dan

Imbalan Sehubungan dengan Jaminan Pengembalian Utang.

1. Atas penghasilan berupa bunga dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari

jumlah bruto.

PPh pasal 23 = 15% x Bruto

2. Atas penghasilan berupa bunga simpanan anggota koperasi yang jumlahnya melebihi Rp.

240.000,00 dikenakan pemotongan PPh pasal 23 yang bersifat final sebesar 15% dari

jumlah bruto.

PPh pasal 23 (Final) = 15% x Bruto

Contoh 2:

Amin Ningno anggota Koperasi Persaudaraan, bulan Juli menerima bunga atas simpanannya

sebesar Rp. 800.000,00 dari Koperasi Persaudaraan. PPh pasal 23 yang dipotong Koperasi

Persaudaraan: 15% x Rp. 800.000,00 = Rp. 120.000,00 (Final)

Page 95: Irlan fery buku perpajakan

87

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Royalti

Atas penghasilan berupa royalti akan dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari

jumlah bruto.

PPh pasal 23 = 15% x Bruto

Contoh 3:

CV. Selera Makan membayar royalti atas pemakaian merk Ayam Goreng “Bu Lastri” sebesar

Rp. 30.000.000,00. PPh pasal 23 yang dipotong CV. Selera Makan adalah:

15% x Rp. 30.000.000,00 = Rp. 4.500.000,00

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Hadiah dan Penghargaan

PPh pasal 23 = 15% x Bruto

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan

Penggunaan Harta

Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (kecuali

sewa dan penghasilan lain sheubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan)

dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus angkutan darat

adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto. Besarnya perkiraan penghasilan

netto adalah 20% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

PPh Pasal 23 = 15% x 20% x Bruto

Contoh 4:

PT. Sejahtera Raya menyewa sebuah mobil Honda Jazzdari Tuan Andi dengan nilai sewa

sebesar Rp. 10.000.000,00.

PPh pasal 23 yang dipotong PT. Sejahtera adalah:

15% x 20% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 300.000,00

b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan

penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan bangunan yang telah

Page 96: Irlan fery buku perpajakan

88

dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah No.

29 Tahun 1995 dan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

khusus angkutan darat adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto. Besarnya

perkiraan penghasilan netto adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

PPh Pasal 23 = 15% x 40% x Bruto

Contoh 5:

CV. Adil Makmur menyewa sebuah dispenser pada UD. Starindo selama enam bulan dengan

nilai sewa Rp. 1.000.000,00. PPh pasal 23 yang dipotong Cv. Adil Makmur adalah:

15% x 40% x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 60.000,00

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa

Manajemen, Jasa Konsultan Hukum, Jasa Konsultan Pajak, dan Jasa lain.

Atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,

jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain dikenakan pemotongan PPh pasal

23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto.

Yang dimaksud jasa lain adalah:

1. Jasa profesi

2. Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi

3. Jasa akuntansi dan pembukuan

4. Jasa penilai

5. Jasa aktuaris

6. Jasa teknik dan jasa manajemen

7. Jasa perancang/desain:

a. Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan

b. Jasa perancang mesin dan jasa perancang peralatan

c. Jasa perancang alat-alat transportasi/kendaraan

d. Jasa perancang iklan/logo

e. Jasa perancang alat kemasan

8. Jasa instalasi/pemasangan:

a. Jasa instalasi/pemasangan listrik/telepon/gas/air/TV Kabel, kecuali dilakukan

wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dna

mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

b. Jasa instalasi/pemasangan mesin dan jasa instalasi/pemasangan peralatan.

Page 97: Irlan fery buku perpajakan

89

9. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan:

Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin, listrik / telepon / air /gas / AC / TV

kabel.

Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan peralatan.

Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan alat-alat transportasi/kendaraan.

Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan, kecuali yang dilakukan

oleh wajib pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan

mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

10. Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas (migas),

kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.

11. Jasa penunjang di bidang penambangan migas

12. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas

13. Jasa penebangan hutan termasuk land clearing

14. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara

15. Jasa pengolahan termasuk pembuangan limbah

16. Jasa maklon

17. Jasa rekuritmen/penyediaan tenaga kerja.

18. Jasa perantara

19. Jasa dibidang perdagangan surat sura berharga, kecuali yang dilakukan oleh BEJ,

KSEI, KPEI.

20. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan kecuali yang dilakukan oleh KSEI dan tidak

termasuk sewa gudang yang dikenakan PPh final berdasarkan PP Nomor 29 Tahun

1996.

21. Jasa telekomunikasi bukan untuk umum

22. Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan atau mixing film.

23. Jasa pemanfaatan informasi dibidang teknologi, termasuk jasa internet.

24. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan/pemeliharaan dna

perbaikan.

25. Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan

bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel,

sepanjang jasa tersebut dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di

bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

26. Jasa perencanaan konstruksi

27. Jasa pengawasan konstruksi

Page 98: Irlan fery buku perpajakan

90

28. Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan

29. Jasa katering

30. Jasa selain jasa-jasa tersebut diatas yang pembayarannya dibebankan pada APBD atau

APBN.

Yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk usaha tetap, selain yang telah

dipotong PPh pasal 21.

PPh Pasal 23 = 15% x Perkiraan Penghasilan Netto x Bruto

Besarnya perkiraan penghasilan netto adalah sebagai berikut:

1. Sebesar 50% atas imbalan sehubungan dengan:

a. Jasa profesi

b. Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi

c. Jasa akuntansi dan pembukuan

d. Jasa penilai

e. Jasa aktuaris

2. Sebesar 40% atas imbalan sehubungan dengan:

a. Jasa teknik dan jasa manajemen

b. Jasa perancang/desain

c. Jasa instalasi/pemasangan

d. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan

3. Sebesar 13 1/3% atas imbalan sehubungan dengan:

Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan

bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AV/TV kabel,

sepanjang jasa tersebut dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di

bidang konstruksi dna mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.

4. Sebesar 26 2/3 % atas imbalan sehubungan dengan:

a. Jasa perencanaan konstruksi

b. Jasa pengawasan konstruksi

5. Sebesar 10% atas imbalan sehubungan dengan:

a. Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan

b. Jasa katering

c. Jasa selain yang tersebut diatas yang pembayarannya dibebankan pada APBN atau

APBD.

Page 99: Irlan fery buku perpajakan

91

Contoh 6:

a. PT. Pilar Utama yangbaru berdiri meminta jasa dari Cv. Konsultindo untuk membuat

sistem akuntansi perusahaan dengan imbalan sebesar Rp. 10.000.000,00, PPh pasal 23

yang dipotong oleg PT. Pilar Utama adalah sebesar: 15% x 50% x Rp. 10.000.000,00

= Rp. 750.000,00

b. Fa. Duta Bangsa meminta jasa dari PT. makmur Promosindo yang merupakan agen

periklanan untuk merancang ucapan ikut berduka cita atas musibah gempa bumi di

Yogyakarta dan memuatnya disbeuah surat kabar setempat dengan imbalan Rp.

5.000.000,00

PPh pasal 23 yang dipotong Fa. Duta Bangsa adalah sebesar: 15% x 40% x Rp.

5.000.000,00 = Rp. 300.000,00

c. Yayasan Anak Sholeh membangun sbeuah gedung tiga lantai dengan masing-masing

rekanan dan nilai kontrak sebagai berikut:

PT. Rancang Bangun sebagai perencana konstruksi dengan nilai kontrak Rp.

1.200.00.000,00

PT. Winata Karya sebagai pelaksana konstruksi dengan nilai kontrak Rp.

10.000.000.000,00

PT. Pengawas Jaya sebagai pengawas konstruksi dengan nilai kontrak Rp.

1.100.000.000,00

PPh pasal 23 yang dipotong oleh Yayasan anak sholeh adalah sebagai berikut:

Dipotong terhadap PT. Rancang Bangun 15% x 26 2/3% x Rp. 1.200.000.000,00

= Rp. 48.000.000,00

Dipotong terhadap PT. Winata Karya 15% x 13 1/3% x Rp. 10.000.000.000,00 =

Rp. 200.000.000,00

Dipotong terhadap PT. Pengawas Jaya 15% X 26 2/3% X Rp. 1.100.000.000,00 =

Rp. 44.000.000,00

d. CV. Terang Abadi mengikat kontrak dengan PT. Almaidah yang merupakan

perusahaan Katering makanan untuk menyediakan makanan siang bagi karyawan

perusahaan tersebut selama satu tahun dengan nilai kontrak sebesar Rp.

100.000.000,00

PPh Pasal 23 yang dipotong adalah sebesar: 15% x 10% x Rp. 100.000.000,00 = Rp.

1.500.000,00

Page 100: Irlan fery buku perpajakan

92

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

1. Dasar Hukum

UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008

2. Pengertian PPh Pasal 24

PPh Pasal 24 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang merupakan

pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang

diterima atau diperoleh WP dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang

berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama.

3. Pengertian Umum

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 adalah pajak yang terutang atau dibayarkan di luar

negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang dapat

dikreditkan terhadap penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak

Dalam Negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak

yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tetapi tidak boleh

melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasrakan UU No.10 Tahun 1994. Untuk

itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN).

13

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Dasar Hukum Pengertian PPh Pasal 24 Pengertian Umum PPh Pasal 24 Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri Penggabungan Penghasilan Penentuan Sumber Penghasilan Jumlah Kredit Pajak Yang diperbolehkan. Penghasilan Luar Negeri dari beberapa negara Kompensasi Kerugian diluar dan didalam negeri

Page 101: Irlan fery buku perpajakan

93

Batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN) diambil yang terendah dari ketiga

unsur berikut :

Jumlah pajak yang dibayar / terutang diluar negeri.

Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang yang biasa digunakan penghasilan kena pajak.

Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal pengasilan kena

pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.

Catatan :

Jika Pajak penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikrediitkan itu ternyata

dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut UU ini harus ditambah dengan

jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut dilakukan.

Jika Penghasilan Luar Negeribarasal dari beberapa negra maka jumlah maksimum

KPLN dihitung untuk masing-masing negara.

Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung

penghasilan kena pajak. Penghasilan dari luar negeri untuk tahun-tahun berikutnya dapat

dikonpensasikan dengan kerugian tersebut.

Dalam hal pajak yang dibayarlkan diluar negeri lebih besar dari kredit pajak yang

diperkenakan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat diminta kembali

dikonpensasikan sebagai Pengurang penghasilan.

Cara mencari pajak penghasilan pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :

1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP = PNDN ( Penghasilan Netto Dalam

Negeri) + PNLN ( Penghasilan Netto Luar Negeri)

2. Cari Pajak penghasilan Terutang (PPh Terutang) Dari Penghasilan Kena Pajak

(PKP)

3. Cari Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri (% Pajak yang dikenakan diluar

Negeri x Besarnya Penghasilan di luar Negeri)

4. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) : KPLN = Penghailan Luar Negeri x PPh

terutang Penghasilan kena pajak

5. Bandingka antara pajak yang telah dibayar diLuar Negeri (Poin 3) dengan Kredit

Pajak Luar Negeri (Poin 4) lalu pilih yang terendah.

6. Jumlahkan Pion 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikredikan.

Page 102: Irlan fery buku perpajakan

94

Tujuannya adalah untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena

pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

pengkreditan pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam Tahun Pajak digabungkan

antara penghasilan luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.

4. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib

menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan

1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri

2. Foto Copy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri

3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

Permohonan kredit pajak luar negeri disampaikan bersamaan dengan penyampaian

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, namun dapat diperpanjang waktunya

oleh Dirjen Pajak berdasarkan permohonan dari Wajib Pajak.

5. Penggabungan Penghasilan

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan aturan sebagai berikut :

1. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya

penghasilan tersebut.

2. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan

tersebut

3. Untuk penghasilan berupa dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri atas

penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham yang disetor, atau

secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya sekurang-

kurangnya 50% dari jumlah yang disetor pada badan usaha di luar negeri yang

sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak pada

saat diperoleh dividen tersebut.

Page 103: Irlan fery buku perpajakan

95

Contoh :

1. Hasil usaha di Filipina dalam Tahun Pajak 2005 sebesar Rp. 600.000.000,-

2. Dividen atas pemilikan saham di Cicago Ltd di USA sebesar Rp. 400.000.000,-

yaitu berasal dari keuntungan tahun 2004 yang ditetapkan dalam RUPS dan

dibayar tahun 2005

3. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada Smith Corporation di

Australia yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp.

80.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan saham 2004 yang berdasarkan

Kepmenkeu ditetapkan diperoleh tahun 2005.

4. Bunga kwartal IV tahun 2004 sebesar Rp. 200.000.000,- dari Malaysia yang baru

akan diterima bulan Mei Tahun 2005.

Dari penghasilan yang bersumber dari luar negeri di atas, maka penghasilan yang

digabungkan dengan penghasilan dalam negeri untuk tahun 2004 adalah butir a s/d c,

sedangkan butir d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun 2005.

6. Penentuan Sumber Penghasilan

Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau

terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber

penghasilan sebagai berikut :

1. Penghasilan dalam saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang

menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan

2. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta

bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti

atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada

3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah

negara tempat harta tersebut terletak

4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah

negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat

kedudukan atau berada

5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

Page 104: Irlan fery buku perpajakan

96

7. Jumlah Kredit Pajak yang diperbolehkan

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang

langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar

negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di

luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan

antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan

pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan

pajak yang terutang atas penghasilan Kena Pajak dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih

kecil dari penghasilan luar negeri.

Contoh :

PT Lestari berkedukan di Semarang, mempunyai penghasilan kena paja dari

Indonesia sebesar Rp. 130.000.000,- dan penghasilan kena pajak dari Jepang sebesar Rp.

70.000.000,-. Hitunglah kredit pajak jika tarif yang berlaku di Jepang 10%.

PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :

10% x Rp. 50.000.000,- = 5.000.000,-

15% x Rp. 50.000.000,- = 7.500.000,-

30% x Rp. 100.000.000,- = 30.000.000,-

PPh 42.000.000,-

PPh yang dibayar di Jepang 10% x 70.000.000,- = Rp. 7.000.000,-

Bagian penghasilan di Korea :

( Rp. 70.000.000,-/Rp. 200.000.000,- ) x Rp. 42.500.000,- = Rp. 14.875.000,-

Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil antara PPh dibayar di luar negeri dengan

bagian penghasilan di negara tersebut yaitu sebesar Rp. 7.000.000,-

Page 105: Irlan fery buku perpajakan

97

Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit

pajak luar negeri dihitung sama dengan perhitungan tersebut di atas.

Contoh :

PT Buana berkedudukan di Semarang, mempunyai Penghasilan Kena Pajak dari :

Indonesia = Rp. 200.000.000,-

Brunei Darussalam = Rp. 200.000.000,- ( tarif yang berlaku 10%)

Filipina = Rp. 100.000.000,- ( tarif yang berlaku 20%)

Singapura = Rp. 200.000.000,- ( tarif yang berlaku 30%)

Berapa kredit pajak masing-masing negara ?

Berapa PPh yang harus dibayar di Indonesia ?

Jumlah Penghasilan Rp. 700.000.000,-

PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :

10% x Rp. 50.000.000,- Rp. 5.000.000,-

15% x Rp. 50.000.000,- Rp. 7.500.000,-

30% x Rp.600.000.000,- Rp. 180.000.000,-

Jumlah Rp. 192.500.000,-

1. Brunei darussalam :

PPh yang dibayar 10% x Rp. 200.000.000,- = 20.000.000,-

Bagian penghasilan :

( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-

Kredit Pajak = Rp. 20.000.000,-

Page 106: Irlan fery buku perpajakan

98

2 Filipina :

PPh yang dibayar 20% x Rp. 100.000.000 = Rp. 20.000.000,-

Bagian penghasilan :

( Rp. 100.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 27.500.000,-

Kredit Pajak = Rp. 20.000.000,-

3 Singapura :

PPh yang dibayar 30% x Rp. 200.000.000 = Rp. 60.000.000,-

Bagian penghasilan :

( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-

Kredit Pajak = Rp. 55.000.000,-

PPh yang harus dibayar di Indonesia :

Rp. 192.500.000,- – Rp. 20.000.000,- – Rp. 55.000.000,- = Rp. 97.500.000,-

Kompensasi Kerugian di Luar Negeri dan di Dalam Negeri

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh

digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di

Indonesia.

Sedangkan kerugian yang diderita di dalam negeri boleh digabungkan atau dikompensasikan

dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri.

Page 107: Irlan fery buku perpajakan

99

Contoh :

PT ABC mempunyai penghasilan dari :

Indonesia = Rp. 200.000.000,-

Inggris = Rp. 300.000.000,- (tarif berlaku 25%)

Belanda = Rp. 200.000.000,- rugi (tarif berlaku 10%)

Swedia = Rp. 200.000.000,- (tarif berlaku 10%)

PPh pasal 17 :

10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-

15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-

30% x Rp. 600.000.000,- = Rp. 180.000.000,-

= Rp. 192.500.000,-

PT MA berkedudukan di Jakarta, mempunyai PKP dari :

Indonesia = Rp. 200.000.000,- Rugi

Singapura = Rp. 300.000.000,- ( Tarif yang berlaku 20%)

Malaysia = Rp. 200.000.000,- ( Tarif yang berlaku 10%)

Hongkong = Rp. 400.000.000,- ( Tarif yang berlaku 15%)

PPh Pasal 17 :

10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-

15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-

30% x Rp. 600.000.000,- = Rp. 180.000.000,-

= Rp. 192.500.000,

Page 108: Irlan fery buku perpajakan

100

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

(PPh PASAL 25)

1. Dasar Hukum

UU No. 7 Tahun1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008

2. Pengertian PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun pajak berjalan yang

pembayarannya oleh WP sendiri yang dilakukan setiap bulan/masa lain, yang merupakan

angsuran PPh dalam tahun berjalan yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang bersangkutan,

kecuali pembayaran PPh yang bersifat final.

3. PPh 25 dalam Tahun Berjalan

A. Besarnya angsuran PPh Pasal 25

Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi

dengan: (a) PPh yang dipotong menurut Pasal 27 dan Pasal 23 UU PPh, serta PPh yang

dipungut sesuai dalam Pasal 22 UU PPh. (b) PPh yang dibayar dan terutang di luar negeri

dikreditkan sesuai dengan Pasal 24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam

bagian tahun pajak. Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran

bulanan yang harus di bayar oleh WP sendiri dalam tahun berjalan.

Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU PPh:

PPh terutang berdasarkan SPT PPh 2009 Rp. 50.000.000

Dikurangi:

PPh yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21) Rp. 15.000.000

PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) Rp. 10.000.000

14

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Dasar Hukum PPh Pasal 25 Pengertian PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal tertentu Angsuran PPh Pasal 25 dalam WP tertentu Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal WP tidak mempunyai NPWP berpergian ke

Luar Negeri.

Pengeculian Objek Pemotongan PPh Pasal 23

Page 109: Irlan fery buku perpajakan

101

PPh yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) Rp. 2.500.000

Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp. 7.500.000

Jumlah kredit pajak Rp. 35.000.000

Selisih (Rp. 50.000.000-Rp. 35.000.000) Rp. 15.000.000

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah

sebesar Rp. 15.000.000 di bagi 12 bulan = Rp. 1.250.000

B. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan sebelim batas waktu penyampaian

SPT tahunan

Besarnya sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu

Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (2) UU PPh

Apabila SPT tahunan PPh disampaikan oleh WP orang pribadi pada bulan Febuari 2010,

besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP tersebut untuk bulan Januari 2010 adalah

sebesar angsuran bulan Desember 2009. Apabila dalam bulan September 2009 diterbitkan

keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran pajak sejak

bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 menjadi nihil, besarnya angsuran pajak

yang harus dibayar WP untuk bulan Januari 2010 tetap sama dengan angsuran bulan

Desember 2009, yaitu nihil.

C. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat

Ketetapan Pajak (SKP)

Perubahan angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan

diterbitkannya surat ketetapan pajak.

4. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu

Pada dasarnya besar pembayaran angsuran pajak oleh WP sendiri dalam tahun berjalan

sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir

tahun. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini dalam hal-hal tertentu Dirjen, pajak

diberikan wewenang untuk melakukan penyesuaian.

Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 26 ayat (6) UU PPh

Penghasilan PT X tahun 2009 Rp. 120.000.000

Sisa kerugian tahun sebelumnya yang

masih dapat dikompensasikan …………….. Rp. 150.000.000

Sisa kerugian yang belum

dikompensasikan tahun 2009 …………………. Rp. 30.000.000

Page 110: Irlan fery buku perpajakan

102

Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah :

Penghasilan yang dipakai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25

= Rp. 120.000.000 – Rp. 30.000.000 = Rp. 90.000.000

PPh yang terutang : 28% x Rp. 90.000.000 = Rp. 25.200.000

Apabila pada tahun 2009 tidak ada PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan

pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24,

besarnya angsuran pajak bulanan PT. X tahun 2010 = 1/12 x Rp.25.200.000 =

Rp.2.100.000

5. Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Tertentu

Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:

a. WP baru;

b. Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala

c. WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran

bruto (Pasal 25 (7) UU PPh)

6. Angsuran PPh Pasal 25 WP orang pribadi yang tidak punya NPWP yang ke Luar

Negeri (Fiskal LN)

Menurut Peraturan Pemerintah (Pasal 28 (8) UU PPh), ketentuan bagi WP OP DN

yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri wajib

membayar pajak (Fiskal LN) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 (Pasal 25

(8a) UU PPh).

A. Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu

Dengan pertimbangan bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU

PPh, Dirjen Pajak telah menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

No.KEP.537/PJ/2000, yang mengatur PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu, dengan

ketentuan sebagai berikut:

1. Angsuran PPh Pasal 25 WP Berhak Kompensasi Kerugian

Contoh menghitung PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Peng. Neto Men.SPT Tahun

yang lalu – kompensasi kerugian)-Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24)

Dalam hal SPT tahunan PPh tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya

seperti tersebut dalam Pasal 2 ayat (2) KEP.537/PJ/2000 menyatakan rugi (lebih bayar

atau nihil), besarnya PPh Pasal 25 adalah nihil (Pasal 2 (3) KEP.537/PJ/2000)

2. Angsuran PPh Pasal 25 WP Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur

Page 111: Irlan fery buku perpajakan

103

Cara menghitung PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Penghitungan Neto Menurut

SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu-Penghitungan tidak teratur yang dilaporkan

dalam SPT tahunan tersebut) – Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24).

3. Angsuran PPh Pasal 25 WP yang SPT tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah

lewat batas waktu yang telah ditentukan (Pasal 4 KEP.537/PJ/2000)

4. Angsuran PPh Pasal 25 WP yang diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian

SPT tahunan PPh Adalah : PPh Pasal 25 = Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

berdasarkan SPT sementara

5. Angsuran PPh Pasal 25 WP Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh Adalah : PPh

Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh pasal 25 berdasarkan SPT pembetulan.

6. Angsuran PPh Pasal 25 jika terjadi perubahan keadaan usaha/kegiatan WP Adalah : PPh

Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan perkiraan

penghasilan yang akan diterima atau diperoleh untuk bulan-bulan yang tersisa dari

tahun pajak yang bersangkutan.

B. Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 WP Baru, Bank, Sewa Guna

Usaha dengan Hak Opsi, WP BUMN/BUMD, WP OP Pengusaha Tertentu.

(KMK.522/KMK.04/2000, Jo.KMK.394/KMK.03/2001, Jo.KMK.84/KMK.03/2002)

1. Angsuran PPh Pasal 25 Untuk WP baru

WP baru adalah WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh

penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tehun pajak berjalan (Pasal 1

(1)KMK-84?KMK.03/2002)

Cara menghitung:

- WP badan yang menyelenggarakan pembukuan : PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x

Peng. Neto sebulan)

- WP badan yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x norma

peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan)

- WP orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif

PPh x Peng. neto sebulan disetahunkan) – PTKP]

- WP orang pribadi yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x

norma peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan) – PTKP]

Page 112: Irlan fery buku perpajakan

104

2. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Opsi

(Financial Lease)

Besarnya angsuran dalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum

atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan

dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak

yang lalu di bagi 12 (Pasal 3 (1) KMK.522/KMK.04/2000).

Cara menghitung:

- WP Lama bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif

PPh x laba/rugi fiskal menurut laopran keuangan per triwulan terakhir disetahunkan)

– PPh Pasal 24 tahun pajak lalu]

- WP baru bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif

PPh x Perkiraan laba/rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan).

3. Angsuran PPh Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD

Besarnya adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas

laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak

yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh

Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12

(Pasal 4 (1) KMK.522/KMK.04/2000)

Cara menghitung:

- Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) telah disahkan: PPh Pasal 25 =

1/12 x [(Tarif PPh x Laba/Rugi Fiskal cfm RKAP tahun pajak yang bersangkutan) –

Kredit Pajak (PPh Pasal 22, 23, 24)]

- Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan: PPh Pasal 25 =

Angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.

4. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

- WP pengusaha tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang

perdagangan grosir dan atau eceran barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai

(outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan

bermotor dan restoran. (Pasal 1 (2) KMK.84/KMK.03/2002)

- Besarnya yaitu yang mempunyai tempat usaha di lebih dari satu pusat

perdagangan/pusat perbelanjaan (mal, plaza, dll), ditetapkan sebesar 2% dari jumlah

peredaran bruto setiap bulan (Pasal 5 KMK.84/KMK.03/2002)

Perubahan:

Page 113: Irlan fery buku perpajakan

105

Mulai tanggal 1 Januari 2009, berdasarkan Pasal 25 Ayat (7) huruf (c) UU PPh

dinyatakan: WP OP pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran

bruto.

F. Ketentuan Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 bagi WP Orang Pribadi

Pengusaha Tertentu (KEP-171/PJ/2002)

Yang mulai berlaku 1 April 2002, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. WP OP Pengusaha Tertentu: adalah WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang

perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai

(outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan

restoran.

2. Kewajiban: WP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan

Pajak yang wilayah kerja dan di Kantor Pelayanan Pajak tempat tinggal WP (KPP domisili);

ketentuan juga berlaku dalam hal tempat usaha/gerai (outlet) dan tempat tinggal WP yang

bersangkutan berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama.

3. PPh Pasal 25: besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto

berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama dan NPWP

masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)

4. Pembayaran PPh Pasal 25 tersebut merupakan: pelunasan pajak penghasilan yang

terutang; Kredit Pajak atas PPh yang terutang yang bersifat tidak final.

5. Perlakuan kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya.

6. Wajib SPT Tahunan PPh: WP OP pengusaha tertentu wajib menyampaikan SPT tahunan

PPh dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 dari

masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)

7. WP mendapatkan penghasilan lain

8. SPT Masa, Surat Setoran Pajak, dan Surat Tagihan.

Page 114: Irlan fery buku perpajakan

106

Contoh Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu, berdasarkan Lampiran I Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-171/PJ/2002,

Nama.......................................................(1)

NPWP......................................................(2)

Alamat.....................................................(3)

Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25

No. NPWP tempat

usaha/gerai (outlet)

KPP lokasi

Alamat Penghasilan PPh Pasal

25 dibayarPeredaran

Usaha

(perdagangan)

Penghasilan

Lain

(4) (5) (6) (7) (8) (9)

Jumlah

Tanda Tangan, nama, dan Cap

.............................................(10)

Petunjuk Pengisian

Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25

Angka 1 : Diisi dengan Nama Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Domisili

Angka 2 : Diisi dengan NPWP pada KPP Domisili

Angka 3 : Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP

Domisili

Angka 4 : Cukup Jelas

Angka 5 : Diisi dengan NPWP pada KPP Lokasi

Angka 6 : Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP Lokasi

Angka 7 : Diisi dengan jumlah penghasilan tetap yang berasal dari peredaran usaha

(perdagangan)

Angka 8 : Diisi dengan jumlah penghasilan lain yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak

yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final

Angka 9 : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar dan dilaporkan pada

masing-masing KPP Lokasi

Angka 10 : Diisi dengan tanda tangan, nama, dan cap Wajib Pajak.

Page 115: Irlan fery buku perpajakan

107

Contoh Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu, berdasarkan Lampiran II Keputusan Dirjen Pajak

Nomor KEP-171/PJ/2002

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KANTOR PELAYANAN PAJAK...................................(1)

Lembar ke-1 : untuk Kantor Pelayanan Pajak

Lembar ke-2 : untuk arsip Wajib Pajak

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

Bulan..............................Tahun..................................(2)

Nama : ....................................................(3)

NPWP : ...................................................(4)

Alamat : ..................................................(5)

No. Uraian Jumlah (Rp) Tarif PPh Pasal 25 Terutang

(Rp)

1 2 3 4 5

(6) (7) (8) (9) (10)

1.

2.

Penghasilan Tetap

Peredaran Usaha

(Perdagangan)

....................................

Penghasilan Lain

....................................

2%

PPh sebesar Rp....................(........................................................................) (11) telah disetor

Pada tanggal ...............(12) di ..................................................(13)

...................................(14)

Tanda tangan, nama dan cap

.............................(15)

Page 116: Irlan fery buku perpajakan

108

Perhatian: Lampirkan Lembar ke-3 Surat Setoran Pajak atas jumlah pada kolom 5

Petunjuk Pengisian

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

Angka 1 : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar

Angka 2 : Diisi dengan bulan dan tahun masa pelaporan Surat Pemberitahuan

Angka 3 : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP yang bersangkutan

Angka 4 : Diisi dengan NPWP pada KPP yang bersangkutan

Angka 5 : Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP yang

bersangkutan

Angka 6 : Cukup Jelas

Angka 7 : Diisi dengan uraian tentang penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak baik

penghasilan tetap yang berasal dari peredaran usaha perdagangan atau lainnya dan

uraian tentang penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final

Angka 8 : Diisi dengan jumlah penghasilan lain yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak

Angka 9 : Cukup Jelas

Angka 10 : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar

Angka 11 : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 sesuai dengan jumlah kolom (5) dalam bentuk

angka dan huruf latin

Angka 12 : Diisi dengan tanggan pembayaran PPh Pasal 25

Angka13 : Diisi dengan tempat pembayaran PPh Pasal 25

Angka 14 : Diisi dengan tempat dan tanggal lapor SPT Masa PPh Pasal 25

Angka 15 : Diisi dengan tanda tangan, nama dan cap Wajib Pajak.

Contoh berdasarkan Lampiran III Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-171/PJ/2002.

Contoh penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha

Tertentu yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan Lain:

Penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan

Pajak Penghasilan (Berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya)

Page 117: Irlan fery buku perpajakan

109

Tabel 1.9

PPh Terutang Sebelum dan Sesudah Koreksi Fiskal di Luar Negeri :

PPh Lebih Bayar

Uraian Perdagangan

(Rp)

Penghasilan

Lain (Rp)

Jumlah

(Rp)

Peredaran Bruto

Harga Pokok dan Biaya Lain

Penghasilan Neto

PTKP (K/2)

Penghasilan Kena Pajak

PPh Terutang (Tarif Ps.17 UU PPh)

Kredit Pajak (1%xRp.600.000.000)

PPh Kurang Bayar

Besar Angsuran (1/2x23.450.000)

Besar Angsuran Untuk Penghasilan Lain

(800.000.000/180.000.000)x1.954.167

600.000.000

(500.000.000)

100.000.000

200.000.000

(120.000.000)

80.000.000

800.000.000

(620.000.000)

180.000

(7.200.000)

172.000.000

29.450.000

(6.000.000)

23.450.000

1.954.167

868.518*

*Penghasilan Lain Neto x Besar Angsuran Menurut SPT

Total Penghasilan Neto

Perubahan Tarif

Perubahan tarif PPh Pasal 25 WP OP Pengusaha Tertentu Mulai Berlaku Tanggal 1

Januari 2009. PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Menurut UU No. 36

Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan, adalah:

Mulai tanggal 1 Januari 2009, berdasarkan Pasal 25 ayat (7) huruf c UU PPh, dinyatakan:

WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto.

Page 118: Irlan fery buku perpajakan

110

Pajak Penghasilan Pasal 26

(PPh) Pasal 26

1. Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah penerapan dari azas sumber yang dianut

dalam ketentuan Pajak Penghasilan di Indonesia. Yang berdasarkan azas sumber,

penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang dinikmati oleh orang atau badan di luar

Indonesia, bisa dikenakan pajak di Indonesia.

(PPh) Pasal 26 diatur berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

(Undang-undang Pajak Penghasilan 1984),. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) diubah dan

ditambah 2 (dua) huruf, yakni huruf g dan huruf h, ayat (2) sampai dengan ayat (5)

diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a), serta di

antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 26

berbunyi sebagai berikut:

2. Pemotong PPh Pasal 26

Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

(Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26

ayat (1) adalah :

15

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengertian PPh Pasal 26 Pemotong PPh Pasal 26 Pihak yang dipotong PPh Pasal 26 Penghasilan yang dipotong PPH Pasal 26 Tarif dan dasar Pengenaan Tata cara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26 ayat (4) (Atas Penghasilan Kena Pajak BUT)

Page 119: Irlan fery buku perpajakan

111

a. Badan Pemerintah

Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti Badan

Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa yang dimaksud

dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik Indonesia dan Pemerintah

Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di bawahnya.

b. Subjek Pajak Badan dalam negeri

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, subjek

pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut didirikan berdasarkan

ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan

bahwa badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan

keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia.

Pengertian badan sendiri berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak

Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara

atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,

koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya

termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap

c. Penyelenggara kegiatan

Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang

melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara kegiatan adalah orang

pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan,

seminar dan lain-lain.

Page 120: Irlan fery buku perpajakan

112

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

BUT adalah bagian dari Subjek Pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di

Indonesia sehingga menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari

Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, pemenuhan hak dan kewajiban

BUT disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.

Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak

Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak

bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat

kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik,

bengkel dan lain-lain.

e. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya

Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga

merupakan pemotong PPh Pasal 23. Contohnya adalah RepresentativeOffice (RO) dari

perusahaan-perusahaan asing.

3. Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 26

Beda dengan pemotongan jenis pajak lain, pemotongan PPh Pasal 26 dikenakan

terhadap Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap.

Pengertian Wajib Pajak luar negeri bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b

Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Pada ketentuan ini Subjek Pajak (juga Wajib

Pajak) luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di

Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan

puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Page 121: Irlan fery buku perpajakan

113

Jadi, Wajib Pajak luar negeri seperti ini mendapatkan penghasilan dari Indonesia

tanpa perlu melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui BUT. Misalnya warga

negara Singapura yang memiliki saham PT Indosat yang menerima penghasilan berupa

dividen dari PT Indosat.

Di sisi lain, pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak BUT adalah hampir

sama dengan Wajib Pajak dalam negeri melalui sistem self assesment pelaporan SPT

Tahunan.

4. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 26

Jenis-jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 sebagaimana diatur dalam Pasal

26 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan adalah :

1. dividen;

2. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian utang;

3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan hartai;

4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

5. hadiah dan penghargaan;

6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

7. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau

8. keuntungan karena pembebasan utang

Perhatikan bahwa objek PPh Pasal 26 ayat (1) ini adalah mirip dengan objek

pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Yang membedakannya dengan PPh Pasal

26 adalah bahwa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak

luar negeri, sedangkan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri.

5. Tarif dan Dasar Pengenaan

Tarif PPh Pasal 26 adalah tarif tunggal 20% dengan dasar pengenaan pajak nya

adalah jumlah bruto yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri. Misalkan PT ABC

di Indonesia membayarkan dividen kepada Tuan X di negara Y sebesar Rp100 Juta,

maka PPh Pasal 26 yang harus dipotong adalah 20% x Rp100 Juta = Rp20 Juta.

Page 122: Irlan fery buku perpajakan

114

Pengenaan PPh Pasal 26 juga tergantung kepada perjanjian perpajakan (P3B) dengan

negara lain. Biasanya dalam P3B ditentukan tarif yang lebih rendah untuk pemotongan

PPh Pasal 26 atas dividen, bunga, royalti dan/atau penghasilan lainnya. Apabila ada P3B,

maka ketentuan yang berlaku adalah ketentuan P3B bukan ketentuan domestik

berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia.

6. Tatacara Penyetoran dan Pelaporan

Pembeli sebagai Pemotong PPh Pasal 26 wajib memotong dan menyetorkan PPh

Pasal 26 yang terutang dengan menggunakan nama Wajib Pajak Luar Negeri yang

menjual atau mengalihkan harta paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya

setelah bulan terjadinya transaksi pada Kantor Pos atau Bank Persepsi.

Atas pemotongan tersebut di atas, Pemotong PPh Pasal 26 wajib melaporkan pajak

yang dipotong kepada Kantor Pelayanan Pajak paling lama tanggal 20 (dua puluh) bulan

berikutnya.

Apabila ketentuan di atas tidak dipenuhi oleh Pemotong Pajak, maka kepadanya

dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan. Misal atas keterlambatan

pembayaran akan dikenakan sanksi bunga dan atas keterlambatan pelaporan akan

dikenakan sanksi denda Pasal 7 KUP.

7. PPh Pasal 26 ayat (4) (Atas Penghasilan Kena Pajak BUT)

Berdasarkan Pasal 26 ayat (4) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, Pajak

Penghasilan Pasal 26 bisa dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak sesudah

dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan

tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

Objek PPh Pasal 26 Penghasilan Kena Pajak BUT ini berbeda dengan objek PPh

Pasal 26 yang lain karena pengenaannya sebenarnya tidak melalui witholding tax tapi

lebih melalui sistem self assesment dari BUT tersebut. Adapun ketentuan pelaksanaan

dari PPh Pasal 26 ayat (4) ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor

257/PMK.03/2008 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah

Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap.

Page 123: Irlan fery buku perpajakan

115

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di

Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut

ditanamkan kembali di Indonesia.

Misalkan Penghasilan Kena Pajak BUT di Indonesia dalam tahun 2009 adalah sebesar

Rp17.500.000.000,00. Pajak Penghasilan yang terutang :

28% x Rp17.500.000.000,00 =Rp4.900.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak setelah pajak adalah Rp12.600.000.000,00

(Rp.17.500.000.000,00 – Rp 4.900.000.000,00), sehingga Pajak Penghasilan Pasal 26

yang terutang adalah :

20% X Rp12.600.000.000 = Rp2.520.000.000,00

Namun apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp12.600.000.000,00 tersebut

ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26.

Dalam hal persyaratan di atas tidak lagi dipenuhi, penghasilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi

Pajak Penghasilan atas BUT bersangkutan terhitung sejak diperolehnya Penghasilan

Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan tersebut dan dikenai sanksi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Wajib Pajak BUT yang melakukan penanaman kembali wajib menyampaikan

pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada

Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dan dilampirkan pada Surat

Pemberitahuan Tahunan tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang

bersangkutan.

Page 124: Irlan fery buku perpajakan

116

8. Ketentuan P3B

Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Kena Pajak setelah pajak BUT ini

biasanya diatur juga dalam P3B. Nah, apabila diatur dalam P3B, maka ketentuan yang

berlaku adalah ketentuan P3B. Dengan demikian, jika perusahaan induk dari Wajib

Pajak BUT adalah penduduk dari negara mitra P3B Indonesia, besarnya tarif PPh Pasal

26 adalah sebagaimana ditentukan dalam P3B tersebut.

Page 125: Irlan fery buku perpajakan

117

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI dan

PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH ( PPN & PPnBM )

A. PENGERTIAN PPN & PPnBM

Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak tidak langsung atas konsumsi

Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di Dalam

Daerah Pabean. Pajak Konsumsi adalah pajak yang dikenakan atas pengurangan yang

ditujukan untuk konsumsi.

Pajak Pertambhan Nilai merupakan pajak tidak langsung, artinya atas beban

pajak yang timbul tersebut dialihkan kepada pihak lain, sepanjang pihka yang

mengalihkan pajak tersebut telah memnuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak

(PKP). Oleh karenanya pemungutan PPn selalu menyertai dalam setiap terjadinya

transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak.

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax / VAT) di Indonesia

dilakukan sejak tanggal 1 April 1985 berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah. Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah sampai saat ini telah dilakukan beberapa kali

perubahan dengan perubahan terakhir pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

Perubahan undang-undang tersebut antara lain mencakup tentang kepastian

hukum, meningkatkan daya saing, menghindari pengenaan pajak berganda dengan

16

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengertian PPN Karakteristik PPN Objek, Bukan Objek dan Tarif PPN Pengusaha kena Pajak dan kewajiban perpajaannya Kewajiban membangun sendiri dan perhitungn PPN nya Penjualan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjual belikan & perhitngan Pemungut PPN Fasilitas di bidang PPN Penjuan atas barang mewah (PPNBM)

Page 126: Irlan fery buku perpajakan

118

pajak daerah atas objek yang sama, penambahan fasilitas di bidang Pajak

Pertambahan Nilai, pemberi hak restitusi kepada turis asing, dan memberikan

perlakuan perlakuan yang sama atas jasa keuangan oleh siapapun, serta pengaturan

kembali mengenai ketentuan tentang tanggung renteng Pajak Pertambahan Nilai.

Perubahan-perubahan pada Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Dalam rangka merentalkan pembebanan PPN, menambah daya saing kegiatan jasa

(JKP) oleh Pengusaha Indonesia di luar daerah pabean, dan pemanfaatan Barang

Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dari Indonesia di luar Daerah Pabean, maka

atas ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud tersebut dikenakan tarif PPn 0% (nol

persen).

2. Untuk memberikan kepastian hukum, pengaturan jenis barang dan jasa yang tidak

dikenakan PPN, yang semula diatur dengan Peraturan Pemerintah dinaikan ke

batang tubuh Undang-Undang PPN dan PPnBM.

3. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri energi dalam negeri, barang

hasil pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya termasuk

batubara tetap sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.

4. Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP

yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan

Pajak Masukan (Deemed Pajak Masukan), yaitu mekanisme penetapan besarnya

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Wajib Pajak tertentu, baik

berdasarkan omzet maupun kegiatan usaha (sektoral), yang bertujuan untuk

memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban PPn-nya.

5. Dalam upaya pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau,

maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah

buahan segar diterapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan

PPN.

6. Untuk menghindari pengenaan Pajak berganda terhadap suatu objek pajak yang

sama, maka objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan

dari pengenaan PPN, yaitu barang hasil pertambangan galian C, makanan dan jasa

perhotelan, jasa boga atau catering.

7. Untuk memberika perlakuan yang sama, jasa keuangan yang dilakukan oleh

siapapun termasuk perbankan syariah ditetapkan sebagai bukan Jasa Kena Pajak

yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.

Page 127: Irlan fery buku perpajakan

119

8. Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak, maka saat

pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat

penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur

Pajak dibuat pada saat pembayaran. Dengan pengaturan ini Wajib Pajak tidak

perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.

9. Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT

masa PPN yang semula paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua

puluh) setelah masa pajak berakhir sebagaimana diatur dalam UU KUP,

diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikut setelah Masa Pajak

berakhir. Karena Ketentuan ini tidak diatur dalam UU KUP, maka ketentuan

tersebut diatur di UU PPN dan PPnBM.

10. Dalam upaya memberikan kepastian hukum untuk memberikan penambahan

fasilitas perpajakan antara lain untuk :

o Perwakilan Negara Asing dan badan-badan Internasional;

o Impor dan Penyerahan BKP / JKP dalam rangka pelaksanaan proyek

Pemerintah yang dibiayai pinjaman / hibah / bantuan luar negeri;

o Listriuk dan Air;

o Kegiatan penanggulangan bencana alam nasional;

o Menjamin tersedianya angkutan umum diudara untuk mendorong kelancaran

perpindahan arus orang dan barang didaerah tertentu yang tidak tersedia

sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara

volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi

yang tersedia sangat tinggi.

11. Pemberian restitusi Turis Asing diatur pengembalian PPN dan PPnBm-nya atas

barang bawaan yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh Orang Pribadi pemegang

paspor luar negeri (Turis Asing), dengan syarat nilai PPn minimal sebesar Rp.

500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

12. Pengaturan mengenai tanggung renteng PPN yang pada pembahasan KUP

diputuskan dihapus karena merupakan material, dimasukkan ke dalam UU PPN,

mengingat ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli

maupun penjual.

13. Karena diperlukan waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan undang-

undang ini penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik

Page 128: Irlan fery buku perpajakan

120

internal maupun eksternal, maka UU PPn dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1

April 2010.

B. KARAKTERISTIK PPN

1. Pajak Objektif

Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat

timbulnya kewajiban pajak ditentukanoleh faktor kondisi objektif, yaitu

keadaan, peristiwa atau perubahan hukum yang dikenakan pajak juga disebut

dengan nama onjek pajak. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk

membayar PPN ditentukan adanya Objek Pajak. Kondisi subjek pajaktidak

ikut menentukan.

2. Pajak Tidak Langsung

Sebagai Pajak Tidak Langsung, Pajak Pertambahan Nilai memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

a. Secara ekonomis, beban Pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak

yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi Objek Pajak.

b. Secara juridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada Kas Negara

tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak.

3. Multi Stage Tax

Multi Stage Tax adalak karakteristik PPn yang dikenakan pada setiap mata

rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.Setiap penyerahan barang

menjadi objek PPN mulai tingkat Pabrikan kemudian ditingkat Pedagang

Besar atau Distributor sampai dengan tingkat Pedagang Pengecer (Retailer)

dikenakan PPN.

4. Tarif Tunggal

Secara umum tarif PPN 10% (sepuluh persen) atas penyerahan Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak di Dalam Negeri dan 0% (nol persen) atas

transaksi ekspor.

5. Mekanisme Pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak

Dalam hal terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan /atau Jasa Kena

Pajak maka Pengusaha Kena Pajak wajib memungut PPN yang terutang dan

memberikan faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak. Dalam ketentuan yang

baru ini faktur pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan

faktur penjualan. Faktur Pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen

Page 129: Irlan fery buku perpajakan

121

tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktur Jendral Pajak.

Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahaan atau pada saat penerimaan

pembayaran, dalam hal pembayaran terjadinya sebelum penyerahan.

6. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri

Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPNhanya dikenakan atas

konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kewna Pajak yang dilakukan

didalam negeri. Sebagai pajak atas konsumsi sebenarnya tujuan akhir PPN

adalah mengenakan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi, baik yang

dilakukan perseorangan maupun oleh badan baik badan swasta maupun badan

Pemerintah dalam belanja barang atau jasa yang dibebankan pada APBN.

C. OBJEK PPN

1. Barang Kena Pajak (BKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha;

Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang

menurut sifat atau hukumannyadapat berupa barang bergerak atau barang tidak

bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.

Termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :

a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;

b. Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau

perjanjian sewa guna usaha (leasing);

c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau memalui

juru lelang;

d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cumaatas Barang Kena

Pajak;

e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan

semula tidak untuk dijualbelikan, yang masih tersisa saat pembubaran

perusahaan;

f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat (yaitu tempat tinggal atau

kedudukan Pengusaha Kena Pajak) ke cabang atau sebaliknya dan/atau

penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;

g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi, dimana PPN harus

dibayar pada saat Barang Kena Pajak diserahkanuntuk dititipkan dan

apabila barang tersebut tidak laku dijual dan dikembalikan kepada

Page 130: Irlan fery buku perpajakan

122

pemiliknya pengusaha penerima titipan dapat menerbitkan return atas

barang tersebut; dan

h. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam

rangkaperjanjian pembiayaanyang dilakukan berdasarkan syariah, yang

penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada

pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

Barang yang diserahkan dan yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat :

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;

b. Barang tidak berwujudkan yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak

Tidak Berwujud;

c. Penyerahannya dilakukan didalam Daerah Pabean;

d. Penyerahannya dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan;

Sedangkan yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak

adalah :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;

c. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf

f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak

terutang;

d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang

melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha

Kena Pajak; dan

e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,

dan yang pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c

Undang-Undang PPN.

2. Impor Barang Kena Pajak

Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak dan

pemungutannya dilakukan melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai, tanpa

Page 131: Irlan fery buku perpajakan

123

memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

pekerjaanya tetap dikenai pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha

Yang dimaksud Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan

yang berdasarkan suatu perikanan atau perbuatan hukum yang menyebabkan

suatu barang atau fasilitas atau kemudahabn tau hak tersedia untuk dipakai,

termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang kerena pesanan atau

permintaan dengan bahan tas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN.

Penyerahan jasa yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat :

a. Jasa yang diserahkan dalah Jasa Kena Pajak;

b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya, termasuk

dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak

yang dimanfaatkanuntuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan

secara cuma-cuma.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean

Untuk memberikan perlakuan pengenaan pajak yang samadengan

impor Barang Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang

berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun didalam

Daerah Pabean juga dikenal Pajak Pertambahan Nilai.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh

siapapun didalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

Yang dimaksud Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah :

a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang kesusteraan, kesenian,

atau karya ilmiah, paten, desain, atau model, rencana, formula atau proses

rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual / industrial, atau

hak serupa lainnya;

Page 132: Irlan fery buku perpajakan

124

b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,

komersil, atau lainnya;

c. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial,

atau komersial;

d. Penggunaan atau hak menggunakanfilm gambar hidup (motion picture film), film

atau pita video untuk siaran telcvisi, atau pita suara untuk siaran radio.

e. Pelepasa seluruhnya atau sebagian hak yang berkenan dengan penggunaan

atau pemberian hak kekayaan intelektual / industrial atau hak-hak lainnya

sebagaimana tersebut diatas.

8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Termasuk dalamdalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah

penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean

oleh Pengusaha Kena Pajakmyang menghasilkan dan melakukan ekspor

Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan

bahan dan/atau petunjuk dari pemesan diluar Daerah Pabean.

D. BUKAN OBJEK PPN

1. Jenis barang yang tidak dikenaik PPN adalah barang tertentu dalam kelompok

barang sebagai berikut :

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya;

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

c. Makanan dan minumam yang disajikan dihotel, restoran, rumah makan,

warung dan sejenisnya;

d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

2. Jenis jasa yang tidak dikenani PPN adalah barang tertentu dalam kelompok jasa

sebagai berikut :

a. Jasa pelayanan kesehatan medis;

b. Jasa pelayanan sosial;

c. Jasa pengiriman surat dengan prangko;

d. Jasa keuangan;

e. Jasa asuransi;

f. Jasa keagamaan;

g. Jasa pendidikan;

h. Jasa kesenian dan hiburan;

Page 133: Irlan fery buku perpajakan

125

i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

j. Jasa angkutan didarat dan diair serta jasa angkutan udara dalam negeri yang

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara dalam negeri;

k. Jasa tenaga kerja;

l. Jasa perhotelan;

m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum;

n. Jasa penyediaan tempat parkir;

o. Jasa telpon umum dengan menggunakn uang logam;

p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

q. Jasa boga ata catering.

E. TARIF PPN

1. Tafif PPN adalah 10%

2. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas :

a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;

b. Ekspor Barang Kena Paajak Tidak Berwujud; dan

c. Ekspor Jasa Kena Pajak

3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada yat (1) diatas dapat diubah menjadi

paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

F. FAKTUR PAJAK

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena

Pajak (PKP) karena adanya transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa

Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang

digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai.

Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha yang

telah dikukuhkan, melalui persyaratan tertentu, oleh Direktur Jendral Pajak sebagai

Pengusaha Kena Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena

Pajak dimaksudkan untuk melindung pembeli dari pungutan pajak yang tidak

semestinya.

Faktur Pajak dibuat pada saat terjadinya :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

b. Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;

Page 134: Irlan fery buku perpajakan

126

c. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak;

b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena

Pajak;

c. Jenis barang atas jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;

d. PPN yang dipungut;

e. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan

f. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material dan berikut

penjelasan tentang tata cara pembuatan Faktur Pajak berdasarkan Peraturan Direktur

Jendral Pajak Nomor : PER-13/PJ/2010 sebagai berikut :

a. Format Kode Dan Nomor Seri Faktur Pajak

1. Format Kode Faktur Pajak terdiri dari 6 (enam) digit, yaitu :

a. 2 (dua) digit pertama adalah kode transaksi.

b. 1 (satu) digit berikutnya adalah kode status.

c. 3 (tiga) digit adalah kode cabang.

2. Format Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 10 (sepuluh) digit, yaitu :

a. 2 (dua) digit pertama adalah tahun penerbitan.

b. 8 (delapan) digit berikutnya adalah nomor urut.

Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara keseluruhan menjadi

sebagai berikut :

0 0 0 . 0 0 0 - 0 0 . 0 0 0 0 0 0 0 0

Kode Transaksi Kode Cabang Th. Penerbitan Nomor Urut

Kode Status

Kode FP Kode Nomor Seri FP

Page 135: Irlan fery buku perpajakan

127

G. PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau ekspor Barang

Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN yang wajib

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, namun tidak termasuk

Pengusaha kecil kecuali Pengusaha Kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai

PKP.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK/03/2010 tentang

Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai yang dimaksud dengan Pengusaha

Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP

dan atau JKP dengan jum lah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih

dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Tidak ada kewajiban bagi Pengusaha Kecil untuk dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak, kecuali dengan alasan dan tujuan tertentu, atas permintaan

sendiri Pengusaha Kecil untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Berdasarkan Pasal 3A Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak

Pertambahan Nilai, pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan

ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan :

a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. Memungut pajak yang terutang;

c. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak

Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan yang dapat dikredit serta

menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang; dan

d. Melaporkan perhitungan pajak.

Kewajiban tersebut diatas tidak berlaku untuk pengusaha kecil.

H. DASAR PENGENAAN PAJAK

Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (DPP PPN) adalah Nilai berupa

uang yang dijadikan dasar untuk menghitung Pajak yang terutang, dapat berupa Harga

Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan.

Page 136: Irlan fery buku perpajakan

128

Harga Jual adalah niali berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak

termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga

dicantum dalam faktur pajak.

Pengantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor

Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak

termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga

yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayarkan atau

seharusnya dibayar oleh penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan /atau

penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang

Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea

masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

dipungut menurut Undang-Undang PPN.

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh eksportir.

Yang dimaksud dengan DPP Nilai lain adalah Nilai yang ditetapkan sebagai

DPP karena kesulitan dalam menetapkan Harga Jual atau Nilai Penggantian yang

sebenarnya. Penentuan atas Dasar Pengenaan Pajak atas Nilai Lain, diantaranya

adalah sebagai berikut ;

a. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP penetuan DPP-nya adalah Harga Jual

atau penggantian setelah dikurangi laba kotor;

b. Pemberi Cuma-Cuma BKP dan atau JKP penetuan DPP-nya adalah Harga Jual

atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

c. Penyerahan media rekaman suara atau gambar penentuan DPP-nya adalah

perkiraan Harga Jual rata-rata;

d. Penyerahan film cerita penentuan DPP-nya adalah hasil rata-rata per judul

film;

e. Oenyerahan film cerita impor penentuan DPP-nya adalah sebesar Rp.

12.000.000,- (dua belas juta rupiah) per judul film;

Page 137: Irlan fery buku perpajakan

129

f. Penyerahan produk hasil tembakau penentan DPP-nya adalah sebesar harga

jual eceran;

g. Persedian BKP dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan

penetuan DPP-nya adalah harga pasar wajar;

h. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan

BKP antar cabang penentuan DPP-nya penentuan DPP-nya Harga pokok

penjualan atau harha perolehannya;

i. Penyerahan BKP memalui pedagang perantara penentuan DPP-nya adalah

harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;

j. Penyeraha BKP melalui juru lelang penentuan DPP-nya adalah harga lelang;

k. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang

PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan

penentuan DPP-nya adalah harga pasar wajar;

l. Kendaraan bermotor bekas penentuan DPP-nya adalah 10% dari harga jual;

m. Penyerahan jasa biro perjalanan / biro pariwisata penentua DPP-nya adalah

10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;

n. Jasa pengiriman paket penentuan DPP-nya adalah 10% dari jumlah tagihan

atau jumalah yang seharusnya ditagih;

o. Jasa anjak piutang penentuan DPP-nya adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan

yang diterima, berupa service charge, provinsi dan diskon;

I. PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak

keluaran untuk Masa Pajak yang sama, namun demikian apabila ketentuan tersebut

tidak terpenuhi misalnya Faktur Pajak terlambat diterima dari pemasoknya, maka

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak

Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa pajak berikutnya

paling lambat 3(tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan,

sepanjang :

a. pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau tidak

dikapitalisasikan ke dalam Hara Perolehan BKP atau JKP yang bersangkutan,

dan

b. Belum dilakukan pemeriksaan.

Page 138: Irlan fery buku perpajakan

130

Beberapa pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam Pasal 9

ayat (8) antara lain atas pengeluaran untuk :

a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha sebagai

Pengusaha Kena Pajak;

b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai

hubungan langsung dengan kegiatan usaha;

c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan statio wagon,

kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;

d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena

Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha

kena pajak;

e. Peroleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang faktur pajaknya tidak

memenuhi ketentuan perundang-undangan PPN atau tidak mencantumkan nama,

alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

f. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena

Pajak dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan

perundang-undangan PPN;

g. Perolehan Barang Kena Pajak yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan

ketetapan pajak;

h. Perolehan Barang Kena Pajak yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam

Surat Pemberitahuan Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan

pemeriksaan; dan

i. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum

Pengusaha Kena Pajak berproduksi.

J. KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

Untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah dari pengenaan

Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, maka diatur batasan

kegiatan membangun sendiri denagn Peraturan Menteri Keuangan Nomor :

39/PMK/03/2010 tanggal 22 Februari 2010 dan mulai berlaku 1 April 2010, dengan

penjelasan sebagai berikut :

a. Kegiatan membangun sendiri adalah terutang Pajak Pertambahan Nilai;

Page 139: Irlan fery buku perpajakan

131

b. Pajak Pertambahan Nilai terutang bagi orang pribadi atau badan yang

melakukan kegiatan yang membangun sendiri;

c. Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang

dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau

badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

d. Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi tehknik yang ditanam atau yang

dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah / atau perairan dengan kriteria

:

1) Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau

bahan sejenis, dan/atau baja;

2) Diperuntuhkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan

3) Lunas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).

e. Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif 10%

dengan dasar pengenaan pajak;

f. Dasar pengenaan pajak adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan

dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga

perolehan tanah;

g. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai kegiatan membangun sendiri terjadi

pada saat mulai dibangunnya bangunan;

h. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap

merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-

tahapan tersebut tidak lebih dari dua tahun;

i. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang atas kegiatan membangun sendiri

adalah tempat membangun tersebut didirikan;

j. Pemabayara Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan setiap bulan sebesar

10% dikalikan dengan 40% dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan

dan/atau yang dibayarkan setiap bulan;

k. Pajak Pertambahan Nilai terutang wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor

Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah

berakhirnya masa pajak;

l. Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib

melaporkan penyetoran kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya

meliputi tempat membangun tersebut dengan mempergunakan lembar ketiga

Page 140: Irlan fery buku perpajakan

132

Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya

masa pajak;

m. Pajak masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri

tidak dapat dikreditkan;

n. Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun sendiri digunakan

oleh pihak lain sebagai tempat tinggal tempat kegiatan usaha, orang pribadi

atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan

bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan

membangun sendiri kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut;

o. Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk

digunakan pihak lain tidak dapat menunjukkan bukti Surat Setoran Pajak asli

PPN atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan

bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN

yang terutang.

K. PENJUALAN AKTIVA YANG TUJUAN SEMULA TIDAK UNTUK

DIPERJUALBELIKAN

Penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula

tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak (Pasal 16D UU PPN Tahun

2010), dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Padal 16D UU PPN menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan

aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak

untuk diperjualbelikan. Sepanjang PPN yang dibayarkan pada saat perolehannya

dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakn. Sesuai

dengan Keputusan MenKeu Nomor 567/KMK.03/2000 jo 251/KMK.03/2001 jo

75/PMK.03/2010, PPN dikenakan sebesar 10% dari harga pasar wajar.

L. PEMUNGUTAN PPN

Melalui keputusan Nomor 563/KMK.03/2003 Menteri Keuangan menetapkan

bahwa bendaharawan pemerintah dan kantor perbendaharaan dan kas negara

ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan pembayaran

atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Rekanan Pemerintah dan atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah,

Bendaharawan Pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak

Page 141: Irlan fery buku perpajakan

133

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. Jumlah

pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.

Yang dimaksud dengan Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau

pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari

Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Provinsi, Kabupaten, atau Kota.

Yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak Rekana Pemerintah adalah Pengusaha

Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena

Pajak kepada Bendaharawan pemerintah atau Kantor Pembendaharaan dan Kas

Negara.

Objek Pemungutan oleh Bendaharaan Pemerintah adalah setiap pembayaran

yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah, kecuali:

a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)

dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

b. Pembayaran untuk pembebasan tanah;

c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang

menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak

Pertambahan Nilai tidak dipungut dan/ atau dibebaskan dari pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai;

d. Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;

e. Pembayaran atas rekening telepon;

f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan

penerbangan; atau

g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan

perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang

terutang sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnnya paling banyak Rp

1.000.000,00 (satu juta rupiah), dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak

Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.

Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan saat pembayaran oleh Bendaharawan

Pemerintah atau KPPKN kepada PKP Rekanan Pemerintah dengan cara pemotongan

Page 142: Irlan fery buku perpajakan

134

secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah dan

disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7

(tujuh) hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan. Dalam hal Hari

ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan

Pajak dan Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara setempat, paling lambat 20 (dua

puluh) hari setelah berahkirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan. Pelaporan

pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa bagi

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Dasar Pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintahatau jumlah pembayaran yang dilakukan

oleh KPPKN sebagaimana tersebut dalam SPM (Surat Perintah Membayar).

Tata cara perhitungan dan pemungutan PPN dan PPnBM yang dilakukan oleh

Pemungut PPN adalah sebagai berikut :

1. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang

dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.

Contoh :

Jumlah pembayaran Rp. 11.000.000,-

Jumlah PPN (10/110 X Rp. 11.000.000,-) Rp. 1.000.000,-

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan

(Rp. 11.000.000,- – Rp. 1.000.000,-) Rp. 10.000.000,-

2. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang

menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga

terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut adalah sebagai

berikut :

Dalam hal terutang PPnBM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut

PPnBM yang dipungut sebesar 10/30 bagian dari jumlah pembayarn sedangkan

jumlah PPnBM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

Contoh : PPnBM dengan tarif 20%

Jumlah pembayaran Rp. 13.000.000,-

Jumlah PPN yang dipungut :

(10/130 X Rp. 13.000.000,-) Rp. 1.000.000,-

Page 143: Irlan fery buku perpajakan

135

Jumlah PPnBM yang dipungut :

(20/130 X Rp. 13.000.000,-) Rp. 2.000.000,-

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan : Rp. 10.000.000,-

3. Dalam hal pembayarn berjumlah paling banyak Rp. 1.000.000,- dan tidak

merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPnBM tidak perlu

dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.

Batas jumlah pembayaran sebesar Rp. 1.000.000,- tersebut hendaknya diartikan

termasuk PPN dan PPnBM.

Contoh 1 :

Harga jual Rp. 900.000,-

PPN (10% X Rp. 900.000,-) Rp. 90.000,-

PPnBM (Misalnya terutang 20%) Rp. 180.000,-

Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp. 1.170.000,-

Meskipun harga jual Rp. 900.000,- tapi karena pembayaran termasuk PPN dan

PPnBM berjumlah Rp. 1.170.000,- (diatas Rp. 1.000.000,-), maka PPN dan PPnBM

yang terutang harus dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPPKN.

Contoh 2 :

Harga jual Rp. 800.000,-

PPN (10% X Rp. 800.000,-) Rp. 80.000,-

PPnBM (Misalnya terutang 10%) Rp. 80.000,-

Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp. 960.000,-

Karena harga jual termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp. 960.000,-

(kurang dari Rp. 1.000.000,-), maka PPN dan PPnBM yang terutang tidak perlu

dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPPKN, tetapi harus dipungut dan

disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan Faktur Pajak tetap harus dibuat.

Tata cara pemungutan dan penyetoran PPN PPnBM yang dilakukan oleh

pemungut PPN adalah sebagai berikut :

a. PKP rekanan pemerintah membuat faktur pajak dan SSP pada saat menyampaikan

tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPPKN baik untuk sebagian

maupun seluruh pembayaran.

b. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan

identitas PKP rekanan pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan

Page 144: Irlan fery buku perpajakan

136

SSP dilakukan oleh bendaharawan pemerintah atau KPPKN sebagai penyetor atas

nama PKP rekanan pemerintah.

c. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan

pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada faktur pajak.

d. Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :

Lembar ke-1 untuk bendaharawan pemerintahan atau KPPKN sebagai

pemungut PPN

Lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan pemerintah

Lembar ke-3 untuk kantor pelayanan pajak melalui bendaharawan pemerintah

atau KPPKN.

e. Dalam hal pemungutan oleh bendaharawan pemerintah, SSP sebagaiman

dimaksud pada huruf a dibjuat dalam 5 rangkap. Setelah PPN dan atau PPnBM

disetor ke Bank persepsi atau kanto pos, lembar-lembar SSP tersebut

diperuntuhkan sebagai berikut :

o Lembar ke-1 untuk PKP rekanan pemerintah

o Lembar ke-2 untuk kantor pelayanana pajak atau KPPKN

o Lembar ke-3 untuk PKP rekanan pemerintahdilampirkan pada SPT masa PPN

o Lembar ke-4 untuk Bank persepsi atau kantor pos

o Lembar ke-5 untuk pertinggal bendaharawan pemerintah

f. Dalam hal pemungutan oleh KPPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a

dibuat dalam ranmgkap 4 yang masing-masing diperuntuhkan sebagai berikut :

o Lembar ke-1 untuk PKP rekanan pemerintah

o Lembar ke-2 untuk kantor pelayanana pajak atau KPPKN

o Lembar ke-3 untuk PKP rekanan pemerintahdilampirkan pada SPT masa PPN

o Lembar ke-4 untuk pertinggal KPPKN

g. Pada lembar faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh bendaharawan

pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal

.............” dan ditandatangani oleh bendaharawan pemerintah.

h. Pada setiap lembar faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d san SSP

semagaiman dimaksud pada huruf f oleh KPPKN yang melakukan pemungutan

dicantumklan nomor dan tanggal advis SPM.

i. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi

cap “TELAH DIBUKUKAN” oleg KPPKN.

Page 145: Irlan fery buku perpajakan

137

j. Faktur pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau

PPnBM.

Tata cara pelaporan PPN dan PPnBM yang dilakukan oleh pemungut PPN

adalah sebagai berikut :

a. Bendaharawan Pemerintah

Bendaharawan pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan

PPnBM diwajibkan melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan

disetor, setiap bulan ke kantor pelajanan pajak tempat bendaharawan pemerintah

terdaftar dengan menggunkan formulir “Surat Pemberitahuan Masa bagi

pemungut PPN” yang dibuat dalam rangkap 3 paling lambat 20 hari setelah

berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing-masing

diperuntuhkan sebagai berikut :

o Lembar ke-1, dilampiri faktur pajak lembar ke-3 untuk KPP

o Lembar ke-2, untuk KPPKN

o Lembar ke-3, untuk arsip bendaharawan pemerintah.

b. KPPKN

o KPPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 faktur pajak yang telah

dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis kepada kantor pelayanan pajak

dengan surat pengantar.

o Dalam hal tidak ada faktur yang disampaikan pada hari itu, surat pengantar

tetap dibuat dengan catatan “faktur pajak NIHIL”

M. FASILITAS DIBIDANG PPN

Pasal 16B UU PPN menyebutkan bahwa dengan PP dapat ditetapkan bahwa

pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu

maupun selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk :

o Kegiatan dikawasan tertentu atau tempat tertentu didalam Daerah Pabean

o Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu

o Impor BKP tertentu

o Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean didalam

daerah pabean.

o Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean didalam daerah pabean,

diatur dengan peraturan Pemerintah

o

Page 146: Irlan fery buku perpajakan

138

N. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

Disamping dikenakan PPN, dikenakan pula Pajak Penjualan atas Barang Mewah

yakni terhadap :

a. Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang

menghasilkan barang tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau

pekerjaanya; dan

b. Impor BKP yang tergolong mewah.

Pertimbangan dikenakannya PPnBM antara lain dikarenakan :

a. Perlu dilakukan keseimbangan pembebanan pajak natara konsumen yang

berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;

b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang tergolong

mewah

c. Perlu adanya perlingungan terhadap produsen kecil atau tradisoanal; dan

d. Perlu untuk mengaman kan negara.

Yang dimaksud dengan barang kena pajaka yang tergolong mewah adalah :

a. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok

b. Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

c. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

d. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukan status.

Perlakuan tarif Pajak Penjuatan atas Barang Mewah (PPnBM) yang berlaku di

Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Tarif PPnBM dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif, yaitu paling

rendah 10% dan paling tinggi 200%. Perbedaan kelompok tarif tersebut

didasarkan pada pengelompokkan BKP yang tergolong mewah yang dikenai

PPnBM sebagaiman dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) UU PPN.

2. PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang

tergolong barang mewah didalam daerah pabean.

3. Dengan mengacu pada pertimbangan sebagaimana tercantum dalam penjelasan

pasal 5 ayat (1) UU PPN, pengelompokan barang-barang yang dikenai Pajak

Penjualan atas Barang Mewah terutama didasarkan pada tingkat kemampuan

golongan masyarakat yang menggunakan barang tersebut, disamping didasarkan

pada nilai gunanya bagi masyarakat pada umumnya.

Page 147: Irlan fery buku perpajakan

139

Mekanisme PPnBM diatur dalam pasal 5, pasal 8 dan pasal 10 UU PPN,

secara garis besar adalah sebagai berikut :

a. Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha kena

pajak yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, disamping

dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM;

b. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pada waktu

penyerahan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrik;

c. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap PPnBM;

d. Tarif PPnBM berdasarkan UU Nomor 42 tahun 2009 paling rendah 10% dan

setinggi-tingginya 200%;

e. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dikenakan PPnBM dengan tarif 0%.

Page 148: Irlan fery buku perpajakan

140

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

( PBB )

1. Latar Belakang PBB

Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa waktu lalu tepatnya tanggal 15

September 2009, telah lahir Undang-Undang Pajak Daerah dan Retrebusi daerah yang

baru yaitu undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Undang-undang tersebut

menggantikan undang-undang pajak daerah dan retrebusi daerah yang lama , yaitu

undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 yang telah d ubah dan ditambah dengan Undang-

undang Nomor 34 Tahun 2000.

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara undang-undang pajak daerah yang

lama dan undang-undang pajak daerah dan retrebusi daerah yang baru antara lain

dibatasinya jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah ditingkatkannya

pengawasan atas pemungutan pajak daerah, serta dipertegaskannya pengelolaan

pendapatan daeri pajak daerah, sebagai konpensasinya, kepada daerah diberikan

kewenangan yang lebih besar di bidang perpajakan dalam bentuk kenaikan tarif

maksimum, perluasan objek pajak, dan pengalihan sebagian pajak pusat menjadi pajak

daerah.

Salah satu kebijakan pajak daerah yang diatur dalam UU nomor 28 Tahun 2009

adalah menetapkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) serta

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ) menjadi Pajak Kabupaten/kota.

Kedua jenis pajak tersebut layak untuk ditetapkan menjadi pajak daerah karena

memenuhi criteria suatu pajak daerah. Antara lain ditinjau dari aspek loyalitas, hubungan

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Latar Belakang PBB Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB Manfaat PBB Subjek Pajak PBB Objek Pajak PBB Objek Pajak yang dikecualikan oleh PBB Cara menghitung dan menetapkan PBB Contoh soal

17

Page 149: Irlan fery buku perpajakan

141

antara pembayar pajak dengan yang memperoleh manfaat atas pajak, serta praktek umum

di berbagai Negara.

Mengingat pengalihan PBB-P2 dan BPHTB memerlukan persiapan yang tidak sedikit,

maka dalam UU nomor 28 Tahun 2009 diatur masa transisi sebagai berikut ;

BPHTB mulai dipungut oleh daerah tanggal 1 Januari 2011

PBB-P2 dapat dipungut oleh daerah mulai tanggal 1 Januari 2011 dan paling

lambat tanggal 1 Januari 2014.

Selama dalam masa transisi, pemerintah mempersiapkan tahapan pengalihan PBB-P2

daan BPHTB sehingga pada waktunya pemungutan kedua jenis pajak tersebut dapat

dilakukan oleh daerah dengan lancar.

Terkait dengan Tahapan persiapan pengalihan PBB-P2 dan BPHTB menjadi Pajak

Kabupaten/kota, pemerintah telah menerbitkan dua Peraturan bersama menteri Keuangan

dan menteri dalam negeri, yaitu ;

1. Peraturan Bersama (PB) Menkeu dan Mendagri Nomor 186/PMK.07/2010 dan nomor

53 Tahun 2010 tentang Tahapan persiapan pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah.

2. Peraturan Bersama (PB) Menkeu dan Mendagri Nomor 213/PMK.07/2010 dan nomor

58 Tahun 2010 tentang Tahapan persiapan pengalihan PBB-P2 menjadi Pajak Daerah.

Dalam kedua peraturan bersama tersebut diatur tugas dan tanggung jawab kementrian

keuangan dan kemnterian dalam negeri dan pemerintah daerah dalam proses pengalihan

PBB-P2 dan BPHTB.

2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah salah satu jenis pajak yang dikelola oleh

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai

(PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau Bangunan

(BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan

dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal

dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya yang menempatkan

pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada subjeknya.

Nah, sesuai dengan namanya, Objek PBB ini adalah Bumi dan/atau Bangunan

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang PBB. Sementara itu arti

bumi dan bangunan dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-undang PBB.

Page 150: Irlan fery buku perpajakan

142

Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di

bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah

Indonesia.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan/atau perairan. Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

a. jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,

dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks

bangunan tersebut

b. jalan tol

c. kolam renang

d. pagar mewah

e. tempat olah raga

f. galangan kapal, dermaga

g. taman mewah

h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak

i. fasilitas lain yang memberikan manfaat.

3. Objek Pajak Tidak Dikenakan PBB

Pasal 3 Undang-undang PBB memberikan pengecualian bumi dan/atau bangunan

yang tidak dikenakan PBB, yaitu objek pajak yang :

a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,

kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk

memperoleh keuntungan

b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu

c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak

d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik

e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh

Menteri Keuangan

Page 151: Irlan fery buku perpajakan

143

4. Manfaat Bumi dan Bangunan

Bumi dan Bangunan tidak dapat disangkal lagi telah memberikan keuntungan dan

atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai

suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya, oleh karena itu wajar apabila

mereka diwajibkan memberikan sebagian manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya

kepada negara berupa pembayaran pajak.

Dengan adanya beberapa pemikiran diatas, maka wajar apabila peraturan atau

ordonansi yang tumpang tindih harus dicabut dan diganti dengan undang-undang Pajak

Bumi dan Bangunan.

5. Subyek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan

Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:

mempunyai suatu hak atas bumi, dan / atau;

memperoleh manfaat atas bumi, dan / atau;

memiliki, menguasai atas bangunan, dan / atau;

memperoleh manfaat atas bangunan.

Subyek pajak sebagaimana dimaksud diatas yang dikenakan kewajiban membayar

pajak menjadi wajib pajak menurut undang-undang

6. Obyek Pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan

Obyek PBB adalah Bumi dan/ atau bangunan

Bumi Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya,

Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah pekarangan, tambang, dll.

Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah

dan/ atau perairan di wilayah Republik Indonesia,

Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung anjungan minyak lepas

pantai, dll

Page 152: Irlan fery buku perpajakan

144

7. Obyek Pajak PBB yang dikecualikan

Obyek yang dikecualikan adalah :

Digunakan semata –mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,

pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak di maksudkan untuk memperoleh

keuntungan, seperti; masjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain.

Digunakan untuk kuburan,

a. Digunakan sebagai tempat penyimpanan peninggalan purbakala.

b. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-

lain.

c. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan asas timbal balik dan

Organisasi Internasional yang ditentuikan oleh Menteri Keuangan.

8. Cara Menghitung dan Menetapkan PBB

A. Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% dan jenis tarif ini

disebut sebagai Tarif tunggal yang berlaku terhadap obyek pajak jenis apapun di seluruh

wilayah Indonesi.

B. Dasar Pengenaan PBB :

Adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara

wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui

perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau niali perolehan baru atau

nilai objek pajak pengganti.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3 tahun

sekali, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun dengan perkembangan

daerahnya.

Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-

rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena Pajak.

Besarnyapersentase Nilai jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

Page 153: Irlan fery buku perpajakan

145

Penentuan NJOP

Di dalam penentuan NJOP PBB oleh dirjen pajak Cq Kp PBB ditentukan 3 metode penilaian

atau pendekatan penilaian , antara lain :

1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)

2. Pendekatan Biaya (Cos Approach)

3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Untuk Cara Penilaian menggunakan 2 cara,yakni :

1. Penilaian Massal (Mass Appraisal)

2. Penilaian Individual (Individual Appraisal)

C. Dasar Perhitungan PBB

Dasar Perhitungan yang digunakan untuk menghitung pajak terhutang adalah Nilai Jual

Kena Pajak (NJKP) ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%

dari Nilai Jual Kena Pajak (Peraturan Pemerintah. Besarnya persentase NJKP yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi

nasional.

Berdasar PP No. 74 tahun 1998 ketentuan mengenai NJKP untuk perhitungan Pajak Bumi

dan Bangunan ditetapkan sebesar 20% atay 40% dari Nilai Jual Objek Pajak.

NILAI JUAL KENA PAJAK = 20% atau 40% x Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Ketentuan mengenai NJKP berdasarkan PP 74 tahun 1998 :

NJKP pada umumnya ditetapkan 20% dari Nilai jual obyek pajak, kecuali untuk obyek-obyek

di bawah ini ditetapkan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak :

Page 154: Irlan fery buku perpajakan

146

- Perumahan dengan NJOP sama atau lebih besar dari Rp. 1 Milyar, kecuali yang

dimiliki atau dikuasai oleh PNS, ABRI, dan para pensiunan termasuk janda dan duda.

- Perkebunan dengan luas sama atau lebih besar dari 25 hektar yang dimiliki, dikuasai,

atau dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Swasta

- Perhutanan termasuk areal blok tebangan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan

pemegang Hak Penguasaan hutan, pemegang Hak pemungutan Hasil Hutan dan

pemegang izin pemanfaatan kayu.

PP No. 46 tahun 2000 memperbarui PP 74 tahun 1998

Besarya NJKP sebagai dasar perhitungan kena pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud

dalam pasal 6 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 ditetapkan untuk :

1. Obyek Pajak Perkebunan sebesar 40% dari Nilai Jual Ojek pajak.

2. Objek Pajak kehutanan sebesar 40% dari Nilai Jual Objek pajak

3. Objek Pajak pertambangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek

pajak.

4. Objek pajak lainnya :

Sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila nilai jual Objek pajaknya Rp.

1.000.000.000,- (satu Milyar) atau lebih.

Sebesar 20% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila nilai jual Objek pajaknya kurang

dari Rp. 1.000.000.000,-

PP 25 Tahun 2002 Memperbarui PP 46 tahun 2000 . berisi ketentuan sebagai berikut :

1. Obyek Pajak Perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40% dari Nilai Jual

Ojek pajak.

2. Obyek Pajak lainnya :

Sebesar 40% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila NJOP nya Rp. 1.000.000.000,- (satu

Milyar) atau lebih.

Sebesar 20% dari Nilai Jual Objek Pajak apabila NJOP nya kurang dari Rp.

1.000.000.000,-

Page 155: Irlan fery buku perpajakan

147

D. Cara Menghitung Pajak.

Unsur-unsur yang harus diketahui agar dapat menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

adalah sebagai berikut :

a. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yakni NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.

b. Nilai jual Kena Pajak (NJKP) yakni 20% atau 40% dari NJOP

c. Tarif Tunggal : 0,5%

d. NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) yakni ditetapkan secara

regional paling tinggi sebesar Rp. 12.000.000,-

Sehingga sesuai Pasal 7 Undang-Undang No. 12 tahun 1985 rumus untuk menghitung Pajak

Bumi Bangunan Terhutang :

Pajak Bumi Bangunan Terhutang = Tarif Pajak x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Sebelum dikalikan dengan Tarif NJOP harus dikurangkan dengan NJOPTKP. Ketentuan

menyangkut NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Paja adalah sebagai berikut :

NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) ditetapkan secara regional sebesar Rp.

12.000.000,- yang diberikan dengan ketentuan :

- Untuk setiap wajib pajak hanya diberikan satu NJOPTKP terhadap satu objek yang

dimiliki atau disewa/atau dipakai.

- Diberikan untuk bumi dan/atau bangunan

- Jika wajib pajak memiliki beberapa objek pajak yang diberikan NJOPTKP hanya

salaah satu objek yang memiliki nialai jual objek pajak terttinggi.

Rumus Perhitungan PBB

PBB Terhutang = Tarif x NJKP

= 0,5% x 20% atau 40% x NJOP, sehingga dari rumus asal ini dapat

dijabarkan menjadi :

= 0,5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP)

= 0,5% x 20% x NJOP

= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,5% x 40% x NJOP

Catatan :

NJOP= NJOP Bumi + NJOP Bangunan

NJOPTKP = ditetapkan secara regional paling tinggi Rp. 12.000.000,-

Page 156: Irlan fery buku perpajakan

148

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

DAN BANGUNAN (BPHTB)

1. Pengertian BPHTB

Bea Perolehan Hak ata tanah dan bangunan yang disingkat BPHTB adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Terdapat beberapan alasan

2. Subyek Pajak

Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak

atas tanah dan/ atau bangunan. Subyek Pajak sebagaimana tersebut di atas yang

dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

3. Obyek Pajak

Yang menjadi Obyek Pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi:

1. Pemindahan hak karena:

a. jual beli;

b. tukar-menukar;

c. hibah;

d. hibah wasiat;

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

g. penunjukan pembeli dalam lelang;

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskandi depan kelas Tentang ;

Pengertian BPHTB Subjek Pajak BPHTB Objek Pajak BPHTB Bukan Objek Pajak BPHTB Dasar Pengenaan Pajak BPHTB Tarif Pajak BPHTB NPOP BPHTB Cara menghitung BPHTB Contoh soal

1888

Page 157: Irlan fery buku perpajakan

149

h. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

i. hadiah.

2. Pemberian hak baru karena:

a. kelanjutan dari pelepasan hak;

b. di luar pelepasan hak;

c. hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak pakai, hak

milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

4. Bukan Objek Pajak BPHTB

Obyek Pajak yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) adalah :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik;

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum;

3. Badan atau perwakilan organisasai internasional yang ditetapkan oleh Menteri;

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak

adanya perubahan nama;

5. Karena wakaf;

6. Karena warisan;

7. Digunakan untuk kepentingan ibadah.

5. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak)

NPOP untuk berbagai jenis perolehan objek pajak ditentukan sebagai berikut :

a. Jual Beli adalah Harga Transaksi

b. Tukar Menukar adalah Nilai pasar

c. Hibah adalah Nilai Pasar

d. Hibah wasiat adalah Nilai Pasar.

e. Waris adalah Nilai Pasar.

f. Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar.

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar.

Page 158: Irlan fery buku perpajakan

150

Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak

(NJOP) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas

tanah dan atau bangunan, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB

6. Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah tarif tunggal sebesar 5 %.

7. NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

Ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 kecuali dalam hak

perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam

hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad ke atas atau satu

derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP

ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-

8. Cara Perhitungan Pajak

Besarnya Pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak 5% dengan

Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPTKP adalah NPOP

– NPOPTKP apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinnya transaksi,

atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pajanya adalah NJOP PBB.

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif

Atau

Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :

BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif

Peraturan Pelaksanaan tentang tata cara Pengenaan BPHTB :

1. PP RI No. 111 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah wasiat,

bahwa ;

a. BPHTB yang terhutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat

adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang.

Page 159: Irlan fery buku perpajakan

151

b. Saat terhutangnya pajak sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan

haknya ke Kantor pertanian Kabupaten/Kota.

2. Peraturan pemerintah No. 112 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena

pemberian Hak pengelolaan, bahwa :

a. Penerima Hak pengelolaan oleh departemen, lembaga departemen, lembaga

Pemerinta, Non departemen, Pemda Propinsi, Pemda Kab/Kota, lembaga

pemerintah lainnya, Perum perumnas ditetapkan sebesar 0%.

b. Penerima Hak pengelolaan selain yang disebutkan diatas ditetapkan sebesar

50%.

3. PP RI No. 113 tahun 2000 tentang penentuan besarnya NPOP TKP BPHTB, bahwa :

a. NPOP TKP ditetapkan secara regonal paling banyak Rp. 60.000.000,- kecuali

dalam hal perolehan hak karena waris atau hibab wasiat yang diterima orang

pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam keturunan garis

lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibab

wasiat, termasuk suami, istri, ditetapkan secara regional paling banyak

Rp.300.000.000,-

b. Besarnya NPOP TKP ditetapkan oleh mentri keuangan untuk setiap

kabupaten/kota dengan mempehatikan usulan pemerintah Daerah. NPOP TKP

tersebut dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan

perekonomian regional.

9. Saat dan Tempat Pajak yang Terutang,

Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atauBangunan, untuk:

a. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

b. Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

c. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

d. Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke

Kantor Pertanahan

e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat

dan ditandatanganinya akta

f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan

ditandatanganinya akta

Page 160: Irlan fery buku perpajakan

152

g. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang Putusan hakim adalah

sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap

h. Hibah wasiat ad alah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkanperalihan haknya

ke Kantor Pertanahan

i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak

tanggal ditandatanganinya dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak

j. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditanda tangani dan

diterbitkannya surat keputusan pemberian hak

k. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

l. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

m. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

n. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

- Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak

- Tempat Pajak yang terutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau

Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya

Administratif yang meliputi letak tanah dan atau bangunan

Cara Penghitungan BPHTB

- Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi

Nilai

- Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima

persen).

- Secara matematis adalah;

- BPHTB = 5 % X (NPOP – NPOPTKP

contoh:

Pada tanggal 7 Januari 2001, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang terletak

diKabupaten “XX” dengan NPOP Rp100.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak

selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam

hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu

derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten

Page 161: Irlan fery buku perpajakan

153

“XX” ditetapkan sebesar Rp60.000.000,00. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena

Pajak (NPOPKP) adalah Rp100.000.000,00 dikurangi Rp60.000.000,00 sama dengan

Rp40.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan.

BPHTB = 5 % x (Rp 100 – Rp 60) juta

= 5 % x ( Rp 40) juta

- = Rp 2 juta .

10. Pembayaran BPHTB

Pembayaran BPHTB pada prinsipnya menganut sistim “self assessment”. Artinya

Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada

adanya surat ketetapan pajak.Pajak yang terutang dibayarkan ke kas Negara melalui

Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik

Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan

Surat Setoran Bea (SSB).

11. Penetapan

1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur

Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil

pemeriksaan atauketerangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang

dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB ditambah dengan

sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) se bulan untuk jangka

waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan

diterbitkannya SKBKB.

2. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur

Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru

dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan

jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah kekurangan

pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa

kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut,

kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Page 162: Irlan fery buku perpajakan

154

12. Penagihan

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan apabila :

1. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat

salah tulis dan atau salah hitung;

3. wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.

Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat

Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat

Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan,

Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak

yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi

dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika

tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Contoh Latihan Soal Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan :

1. Tuan Ferdy seorang Karyawan Poltek Unsri pada tahun 2009 hanya memiliki sebuah

objek pajak berupa bumi di kawasan Soekarno-Hatta, km.7 Palembang dan diketahui

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi tersebut sebesar Rp. 10.000.000. Berapakah Besar

PBB yang terhutang pada tahun 2009 milik Tuan Ferdy !

Jawab :

Karena besarnya NJOP kurang dari Rp. 12.000.000,- maka objek pajak tidak dikenakan

Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Tuan Iqbal Marshal seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2007,

objek pertama terletak di desa Talang Kelapa, Banyuasin dan Objek kedua terletak di

desa Rambutan, Banyuasin. Diketahui bahwa untuk objek pertama NJOP Bumi sebesar

Rp. 8.000.000,- dam NJOP Bangunan sebesar Rp. 7.500.000,-. Untuk Objek yang kedua

diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp.

6.000.000,-

Page 163: Irlan fery buku perpajakan

155

Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Iqbal Marhal atas kedua objek tersebut !

Jawab:

PBB Terhutang = Tarif (0,5%) x NJKP

NJKP = NJOP – NJOPTKP

Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan

NJOP Di desa Talang Kelapa

NJOP Bumi = Rp. 8.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-

Total Rp. 15.500.000,- Merupakan NJOP terbesar

NJOP di desa Rambutan

NJOP Bumi = Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,-

Total Rp. 15.000.000,-

Desa Talang Kelapa :

NJOP Bumi = Rp. 8.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.500.000,- (NJOP Terbesar)

NJOPTK Rp. 12.000.000 –

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 3.500.000,-

Desa Rambutan :

NJOP Bumi = Rp. 9.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,-

NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.000.000,-

NJOPTK Rp. 0,- (-)

Page 164: Irlan fery buku perpajakan

156

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 15.000.000,-

PBB Terhutang = Tarif x NJKP

= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,-

= Rp. 18.500

3. Tuan Yusman adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah yang terletak di

Blitar. Objek pertama terletak di jalan semeru dan objek kedua terletak di jalan raya

rinjani. Diketahui objek pertama NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan

NJOP bangunan Rp. 3.500.000,- (3,5 M) sedangkan untuk yang kedua diketahui NJOP

bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan NJOP Bangunan sebesar Rp.

4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah PBB terhutang Tuan Yusman atas kedua objek

tersebut.

Jawab :

NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :

NJOP Bumi = Rp. 1. 000.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 4.500.000.000,- +

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 5.500.000.000,-

NJOPTKP = Rp. 12.000.000,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 5.488.000.000,-

Jl. Semeru :

NJOP Bumi = Rp. 1.000.000.000,-

NJOP bangunan = Rp. 3.500.000.000,- +

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 4.500.000.000,-

NJOPTKP = Rp. 0,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB = Rp. 4.500.000.000,-

NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan = Rp. 5.488.000.000 + Rp. 4.500.000.000,- =

Page 165: Irlan fery buku perpajakan

157

Rp.9.988.000.000.

PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,5% x 40% x 9.988.000.000.

= Rp. 19.970.000,-

4. Tuan Yusa seorang pegawai negeri yang memiliki 2 buah rumah pada suatu Kawasan

Real Estate bernama Pondok Indah. Objek pertama terletak di Pondok Indah Estate

dengan NJOP sebesar Rp. 28.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 23.500.000,-

Untuk Objek kedua terletak di Puncak Dieng dengan NJOP Bumi sebesar Rp.

31,000,000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 10.000.000,-. Hitunglah PBB terhutang

pada tahun 2007 dari Tuan Yusa !

Jawab :

Rumah di kawasan Pondok Indah :

NJOP Bumi = Rp. 28.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 23.500.000,-

Total NJOP = Rp. 41. 500.000

Rumah di kawasan Puncak Dieng :

NJOP Bumi = Rp, 31.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp, 10.000.000,-

Total NJOP = Rp. 41.000.000,-

NJOP terbesar terletak Pada Rumah Di kawasan Pondok Indah.

NJOP Bumi = Rp. 28.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 23.500.000,-

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 41. 500.000,-

Page 166: Irlan fery buku perpajakan

158

NJOPTKP = Rp 12. 000.000,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp 29.500.000,-.

Kemudian untuk Pondok Dieng Estate :

NJOP Bumi = Rp. 31.000.000,-

NJOP Bangunan = Rp. 10.000.000,-

NJOP sbg dasar

Pengenaan PBB = Rp. 41.000.000,-

NJOPTKP = Rp. 0,- (-)

NJOP utk

Perhitungan PBB Rp. 41.000.000,-

PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)

= 0,15% x 20% x Rp. 70.500.000,-

= Rp. 70,500,-

Page 167: Irlan fery buku perpajakan

159

Contoh Latihan Soal Biaya Perolehan atas Tanah Dan Bangunan(BPHTB)

1. Wajib Pajak A membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB

pada tahun terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas

transaksi tersebut sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas

perolehan hak Tersebut !

Jawab :

NPOP = Rp. 100.000.000,-

NPOPTKP = Rp. 60.000.000,-

NPOPKP = Rp. 40.000.000,-

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif

BPHTB Terhutang = (100.000.000 – 60.000.000) x 5%

= Rp. 40.000.000 x 5%

= Rp. 2.000.000,-

2. Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,-

NJOP yang tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP Rp. 300.000.000,-

Berapa Besarnya BPHTBnya ?

Jawab :

NPOP = Rp. 800.000.000,-

NPOP TKP = Rp. 300.000.000,-

NPOP KP = Rp. 500.000.000,-

BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 500.000.000 = Rp. 25.000.000,-

BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 12.500.000,-

Page 168: Irlan fery buku perpajakan

160

3. Budi menerima hibah wasiat dari anak kandungnya sebidang tanah dan bangunan dengan

nilai pasar Rp. 500.000.000,-, SPPT NJOP-nya Rp. 450.000.000 Apabila NPOPTKP

ditetapkan Rp. 300.000.000, maka BPHTBnya adalah :

Jawab :

NPOP = Rp. 500.000.000,-

NPOPTKP = RP. 300.000.000,-

NPOPKP = Rp. 200.000.000,-

BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 200.000.000 = Rp. 10.000.000,-

BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 10.000.000 = Rp. 5.000.000,-

4. Suatu Yayasan Panti Asuhan Anak yatim memperoleh hibah wasiat sebidang

Tanah dan Bangunan dengan nilai pasar Rp. 1.000.000.000,00. SPPT dengan NJOP Rp.

900.000.000. Apabila NPOP TKP Rp. 300.000.000, maka BPHTB adalah :

Jawab :

NPOP = Rp. 1.000.000.000,-

NPOPTKP = Rp. 300.000.000,-

NPOPKP = Rp. 700.000.000,-

BPHTB seharusnya terhutang = 5% x Rp. 700.000.000,- = Rp. 35.000.000,-

BPHTB yang terhutang = 50% x Rp. 35.000.000,- = Rp. 17.500.000,-

5. PERUM perumnas memperoleh hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan NPOP

RP. 1.000.000,-. BPHTB adalah :

Jawab :

NPOP = Rp. 1.000.000.000,-

NPOPTKP = 60.000.000,-

NPOPKP = Rp. 940.000.000,-

BPHTB Terhutang = 5% x Rp. 940.000.000,- = Rp. 47.000.000,-

Page 169: Irlan fery buku perpajakan

161

KASUS 1a :

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Berdasarkan data berikut anda diminta :

1. Menghitung PBB yang harus dibayar Tuan Huzairin tahun 20092. Menghitung PBB yang harus dibayar Tuan Huzairin tahun 20103. Menghitung PBB yang harus dibayar Tuan Huzairin tahun 2011

INFORMASI :

Sejak tahun 2005,Tuan Huzairin menempati sebuah rumah dijalan R.E Martadinata No.27B

Kelurahan 2 Ilir,Kecamatan Kalidoni Palembang. Luas rumah tersebut adalah 600 M2 diatas

tanah seluas 700 M2. NJOP tanah adalah Rp.464.000/M2 (kelas A-21) dan NJOP bangunan

Rp.365.000/M2 (kelas 8A).

Pada pertengahan tahun 2009, Tuan Huzairin membeli sebidang tanah dengan luas 900 M2

yang direncanakan akan dibangun sebuah ruko ditahun 2010. Tanah tersebut berlokasi dijalan

Kol.H.Burlian Km.5 Palembang,berada dikelas A23 dengan luas 900 M2, NJOP bangunan

Rp.335.000/M2.

Bulan September tahun 2010,Tuan Huzairin menyelesaikan pembangunan ruko seluas 800

M2.NJOP bangunan adalah Rp.968.000/M2 berada dikelas A-2.

Apabila NJOP Tidak Kena Pajak PBB di Palembang sebelum tahun 2012 adalah

Rp.8.000.000

KASUS 1b :

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Berdasarkan data berikut Saudara diminta :

1. Menghitung BPHTB yang terutang atas penjualan rumah Tuan Huzairin dibulan Juli

2012

2. Menghitung PBB yang harus dibayar Tuan Huzairin ditahun 2012

INFORMASI :

Melanjutkan kasus sebelumnya, pada tanggal 2 Juli 2012,Tuan Huzairin menjual rumah nya

yang berlokasi dijalan R.E Martadinanta dan segera menempati ruko yang telah

dibangunnya. Rumah tersebut terjual dengan harga Rp.700.000.000

Apabila Nilap Perolehan Tidak Kena Pajak BPHTB Rp.60.000.000 dan NJOP Tidak Kena

Pajak PBB di Palembang tahun 2012 adalah Rp.10.000.000.

Page 170: Irlan fery buku perpajakan

162

MENGHITUNG PBB TAHUN 2009

Lokasi : jalan RE. Martadinata No. 27B Kelurahan 2 Ilir Kecamatan Kalidoni Palembang.

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

NJOP Sebagai dasar pengenaan PBB Rp.

NJOPTKP (NJOP Tidak Kena Pajak) Rp.

NJOP untuk menghitung PBB Rp.

NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan yang

terutang …. % x …. Rp.

PBB yang harus dibayar Tuan Huzairindi tahun 2009 adalah …..

MENGHITUNG PBB TAHUN 2010

Lokasi 1 : Jalan RE. Martadinata No. 27B Kelurahan 2 Ilir Kecamatan Kalidoni Palembang

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

NJOP Sebagai dasar pengenaan PBB Rp.

NJOPTKP (NJOP Tidak Kena

Pajak) Rp.

NJOP untuk menghitung PBB Rp.

NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan yang

terutang …. % x …. Rp.

Page 171: Irlan fery buku perpajakan

163

Lokasi 2 : Jalan Kol. H.Burlian Km.5 Palembang

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

NJOP Sebagai dasar pengenaan PBB Rp.

NJOPTKP (NJOP Tidak Kena

Pajak) Rp.

NJOP untuk menghitung PBB Rp.

NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan yang

terutang …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Lokasi 1 Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Lokasi 2 Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang ditahun 2010 Rp.

MENGHITUNG PBB TAHUN 2011

Lokasi 1 : Jalan RE. Martadinata No. 27B Kelurahan 2 Ilir Kecamatan Kalidoni Palembang

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

NJOP Sebagai dasar pengenaan PBB Rp.

NJOPTKP (NJOP Tidak Kena

Pajak) Rp.

NJOP untuk menghitung PBB Rp.

NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan yang

terutang …. % x …. Rp.

Page 172: Irlan fery buku perpajakan

164

Lokasi 2 : Jalan Kol. H.Burlian Km.5 Palembang

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

NJOP Sebagai dasar pengenaan PBB Rp.

NJOPTKP (NJOP Tidak Kena

Pajak) Rp.

NJOP untuk menghitung PBB Rp.

NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan yang

terutang …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Lokasi 1 Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Lokasi 2 Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang ditahun 2011 Rp.

MENGHITUNG PBB TAHUN 2012

Lokasi 1 : Jalan RE. Martadinata No. 27B Kelurahan 2 Ilir Kecamatan Kalidoni Palembang

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

NJOP Sebagai dasar pengenaan PBB Rp.

NJOPTKP (NJOP Tidak Kena

Pajak) Rp.

NJOP untuk menghitung PBB Rp.

NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan yang

terutang …. % x …. Rp.

Page 173: Irlan fery buku perpajakan

165

Lokasi 2 : Jalan Kol. H.Burlian Km.5 Palembang

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

NJOP Sebagai dasar pengenaan PBB Rp.

NJOPTKP (NJOP Tidak Kena

Pajak) Rp.

NJOP untuk menghitung PBB Rp.

NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan yang

terutang …. % x …. Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Lokasi 1 Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Lokasi 2 Rp.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang ditahun 2012 Rp.

MENGHITUNG BPHTB BULAN JULI 2012

OBJEK PAJAK

LUAS

(M²) KELAS NJOP (Rp)

BUMI Rp. Rp.

BANGUNAN Rp. Rp.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp.

Dasar Pengenaan BPHTB (harga

pada saat pelepasan hak/harga jual) Rp.

Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak Rp.

Nilai Perolehan Kena Pajak Rp.

BPHTB yang terutang .… % x…. Rp.

Page 174: Irlan fery buku perpajakan

166

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH SEJARAH

UNDANG-UNDANG MENGENAI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 (UU No 12 Tahun 1985)

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan :

1. Bumi adalah permukaan bumi dantubuh bumi yang ada dibawahnya;

2. Bangunan adalah konstruksi teknikyang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah

dan/atau perairan;

3. Nilai Jual Obyek Pajak adalahharga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang

terjadi secarawajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual ObyekPajak

ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis,atau nilai

perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;

4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajakadalah suratyang digunakan oleh wajib pajak untuk

melaporkan data obyek pajak menurutketentuan undang-undang ini;

5. Surat Pemberitahuan PajakTerhutang adalah suratyang digunakan oleh Direktorat

Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnyapajak terhutang kepada wajib pajak;

Penjelasan Pasal 1

Angka 1

Permukaan bumi meliputi tanah danperairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.

Angka 2

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

- jalan lingkungan yang terletakdalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan

emplasemennya, danlain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan

tersebut;

- jalan TOL;

- kolam renang;

- pagar mewah;

- tempat olah raga;

- galangan kapal, dermaga;

- taman mewah;

Page 175: Irlan fery buku perpajakan

167

- tempat penampungan/kilang minyak,air dan gas, pipa minyak;

- fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Angka 3

Yang dimaksud dengan :

- Perbandingan harga dengan objeklain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode

penentuan nilai jual suatuobjek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak

lain yang sejenisyang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui

hargajualnya.

- Nilai perolehan baru, adalahsuatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek

pajak dengan caramenghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek

tersebutpada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan

kondisifisik objek tersebut.

- Nilai jual pengganti, adalahsuatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak

yangberdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

Angka 4

Cukup jelas

Angka 5

Cukup jelas

OBYEK PAJAK

Pasal 2 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Yang menjadi obyek pajak adalahbumi dan/atau bangunan.

(2) Klasifikasi obyek pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri

Keuangan.

Penjelasan Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Page 176: Irlan fery buku perpajakan

168

Yang dimaksud dengan klasifikasibumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan

bangunan menurut nilai jualnyadan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan

penghitungan pajakterhutang.

Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikanfaktor-faktor sebagai berikut :

1. letak;

2. peruntukan;

3. pemanfaatan;

4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikanfaktor-faktor sebagai berikut :

1. bahan yang digunakan;

2. rekayasa;

3. letak;

4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

Pasal 3

(1) Obyek Pajak yang tidak dikenakanPajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :

(UU No 12 Tahun 1985)

a. digunakan semata-mata untuk melayanikepentingan umum di bidang ibadah, sosial,

kesehatan, pendidikan dankebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan untuk

memperoleh keuntungan.

b. digunakan untuk kuburan,peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

c. merupakan hutan lindung, hutansuaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah

penggembalaan yang dikuasaioleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu

hak;

d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulatberdasarkan asas perlakuan timbal

balik.

e. digunakan oleh badan atau perwakilanorganisasi internasional yang ditentukan oleh

Menteri Keuangan.

(2) Objek pajak yang digunakan oleh negarauntuk penyelenggaraan pemerintahan,

penentuan pengenaan pajaknya diatur lebihlanjut dengan Peraturan Pemerintah. (UU No

12 Tahun 1985)

(3) Besarnya Nilai Jual Objek PajakTidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.

Page 177: Irlan fery buku perpajakan

169

8.000.000,00(delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. (UU No 12 Tahun 1994)

(4) Penyesuaian besarnya Nilai JualObjek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) ditetapkanoleh Menteri Keuangan. (UU No 12 Tahun 1994)

Penjelasan Pasal 3

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tidakdimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah bahwa

objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak

ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran

dasardan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam bidang ibadah,

sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini

adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2 Undang-undangNomor 5 Tahun 1967

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.

Contoh :

- pesantren atau sejenis dengan itu;

- madrasah;

- tanah wakaf;

- rumah sakit umum.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan objek pajak dalamayat ini adalah objek pajak yang

dimiliki/dikuasai/digunakan oleh PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah dalam

menyelenggarakan pemerintahan.

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagianbesar penerimaannya

merupakan pendapatan daerah yang antara laindipergunakan untuk penyediaan fasilitas

yang juga dinikmati oleh PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah.

Oleh sebab itu wajar PemerintahPusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut

melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Mengenai bumi dan/atau bangunan milik

perorangan dan/atau badan yang digunakan oleh negara, kewajiban perpajakannya

tergantungpada perjanjian yang diadakan.

Ayat (3)

Page 178: Irlan fery buku perpajakan

170

Untuk setiap Wajib Pajak diberikan Nilai Jual Objek PajakTidak Kena Pajak sebesar Rp

8.000.000,00 (delapan jutarupiah).

Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa ObjekPajak, yang diberikan Nilai Jual

Objek Pajak Tidak Kena Pajak hanya salah satuObjek Pajak yang nilainya terbesar,

sedangkan Objek Pajak lainnya tetapdikenakan secara penuh tanpa dikurangi Nilai Jual

Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Contoh :

1. Seorang Wajib Pajak hanyamepunyai Objek Pajak berupa berupa bumi dengan nilai

sebagai berikut :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 3.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 8.000.000,00

Karena Nilai Jual Objek Pajakberada di bawah Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak,

maka Objek Pajaktersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupabumi dan bangunan masing-

masing di Desa A dan di Desa B dengan nilai sebagaiberikut :

a. Desa A

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 8.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak Tidak KenaPajak Rp 5.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untukPenghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 8.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 5.000.000,00 (+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasarpengenaan pajak Rp13.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 8.000.000,00 (-)

- Nilai Jual Objek Pajak untukPenghitungan Pajak Rp 5.000.000,00

b. Desa B

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 5.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 3.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untukPenghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 5.000.000,00

Page 179: Irlan fery buku perpajakan

171

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 3.000.000,00 (+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagaidasar pengenaan pajak Rp 8.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 0,00 (-)

- Nilai Jual Objek Pajak untukPenghitungan Pajak Rp 8.000.000,00

Untuk Objek Pajak di Desa B,tidak diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

sebesar Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah), karena Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena

Pajaktelah diberikan untuk Objek Pajak yang berada di Desa A.

3. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Objek Pajak berupabumi dan bangunan pada satu

Desa C dengan nilai sebagai berikut :

a. Objek I

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 2.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untukPenghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 2.000.000,00 (+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagaidasar pengenaan pajak Rp 6.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 8.000.000,00 (-)

Karena Nilai Jual Objek Pajak berada di bawah Nilai JualObjek Pajak Tidak Kena

Pajak, maka Objek Pajak tersebut tidak dikenakan PajakBumi dan Bangunan.

b. Objek II

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 1.000.000,00

Nilai Jual Objek Pajak untukPenghitungan Pajak :

- Nilai Jual Objek Pajak Bumi Rp 4.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 1.000.000,00 (+)

- Nilai Jual Objek Pajak sebagaidasar pengenaan pajak Rp 5.000.000,00

- Nilai Jual Objek Pajak TidakKena Pajak Rp 0,00 (-)

- Nilai Jual Objek Pajak untukPenghitungan Pajak Rp 5.000.000,00

Page 180: Irlan fery buku perpajakan

172

Ayat (4)

Berdasarkan ketentuan ini Menteri Keuangandiberikan wewenang untuk mengubah

besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak KenaPajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dengan mempertimbangkan perkembanganekonomi dan moneter serta perkembangan

harga umum objek pajak setiap tahunnya.

SUBYEK PAJAK

Pasal 4 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu

hak atas bumi, dan/ataumemperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai,

dan/ataumemperoleh manfaat atas bangunan.

(2) Subyek pajak sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban

membayar pajak menjadi wajib pajakmenurut Undang-undang ini.

(3) Dalam hal atas suatu obyek pajak belumjelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal

Pajak dapat menetapkansubyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai

wajib pajak.

(4) Subyek pajak yang ditetapkansebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat memberikan

keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak

terhadapobyek pajak dimaksud.

(5) Bila keterangan yang diajukanoleh wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)

disetujui, maka DirekturJenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak

sebagaimana dimaksuddalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya

surat keterangandimaksud.

(6) Bila keterangan yang diajukan itutidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak

mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertaialasan-alasannya.

(7) Apabila setelah jangka waktu satubulan sejak tanggal diterimanya keterangan

sebagaimana dimaksud dalam ayat(4), Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan

keputusan, maka keterangan yangdiajukan itu dianggap disetujui.

Page 181: Irlan fery buku perpajakan

173

Penjelasan Pasal 4

Ayat (1)

Tanda pembayaran/pelunasan pajakbukan merupakan bukti kepemilikan hak.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Katentuan ini memberikan kewenangankepada Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan

subjek pajak sebagai wajibpajak, apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajaknya.

Contoh:

1. Subjek pajak bernama A yangmemanfaatkanatau menggunakan bumi dan/atau bangunan

milik orang lain bernama B bukankarena sesuatu hak berdasarkan Undang-undang atau

bukan karena perjanjianmaka dalam hal demikian A yang memanfaatkan atau

menggunakan bumi dan/ataubangunan tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.

2. Suatu objek pajak yang masihdalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang atau

badan yangmemanfaatkan atau menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai

wajib pajak.

3. Subjek pajak dalam waktu yang lamaberada di luar wilayah letak objek pajak, sedang

untuk merawat objek pajaktersebut dikuasakan kepada orang atau badan yang diberi kuasa

dapat ditunjuk sebagai wajib pajak. Penunjukan sebagai wajib pajak oleh Direktur

Jenderal Pajak (DJP) bukan merupakan bukti pemilikan hak.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan

keputusan dalam waktu 1(satu) bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib

pajak, makaketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak

mendapatkankeputusan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak.

Page 182: Irlan fery buku perpajakan

174

TARIF PAJAK

Pasal 5 (UU No 12 Tahun 1985)

Tarif pajak yang dikenakan atas obyekpajak adalah sebesar 0,5% (lima persepuluh persen).

Penjelasan Pasal 5

Cukup jelas

DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PAJAK

Pasal 6 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Dasar pengenaan pajak adalahNilai Jual Obyek Pajak.

(2) Besarnya Nilai Jual Obyek Pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan setiap

tiga tahun oleh MenteriKeuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun

sesuai denganperkembangan daerahnya.

(3) Dasar penghitungan pajak adalahNilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-

rendahnya 20% (dua puluhpersen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari

nilai jual obyekpajak.

(4) Besarnya persentase Nilai Jual KenaPajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)

ditetapkan dengan PeraturanPemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi

nasional.

Penjelasan Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Pada dasarnya penetapan Nilai Jual ObjekPajak adalah 3 (tiga) tahun sekali. Namun

demikian untuk daerah tertentuyang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan

kenaikan Nilai Jual ObjekPajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan

setahun sekali.

Dalam menetapkan nilai jual,Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta

memperhatikan asas selfassessment.

Ayat (3)

Page 183: Irlan fery buku perpajakan

175

Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak(assessment value) adalah nilai jual yang

dipergunakan sebagai dasarpenghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai

jual sebenarnya.

Contoh:

1. Nilai jual suatu objek pajaksebesar Rp 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual Kena Pajak

misalnya 20% makabesarnya Nilai Jual Kena Pajak 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp

200.000,00

2. Nilai jual suatu objek pajaksebesar Rp 1.000.000,00 Persentase Nilai Jual Kena Pajak

misalnya 50% makabesarnya Nilai Jual Kena Pajak 50% x Rp 1.000.000,00 = Rp

500.000,00

Ayat (4)

Pasal 7 (UU No 12 Tahun 1985)

Besarnya pajak yang terhutangdihitung dengan cara mengalikan tarif pajak denganNilai Jual

Kena Pajak.

Penjelasan Pasal 7

Ayat (1)

Nilai jual untuk bangunan sebelum diterapkan tarif pajakdikurangi terlebih dahulu dengan

batas nilai jual bangunan tidak kena pajaksebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Contoh :

Wajib Pajak A mempunyai Obyek Pajak berupa :

- Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp.300.000/m2

- Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp.350.000/m2;

- Taman mewah seluas 200 m2 dengannilai jual Rp. 50.000/m2;

- Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar1,5 m dengan nilai jual

Rp.175.000/m2;

Persentase Nilai Jual Kena Pajakmisalnya 20%.

Besarnya pajak yang terhutang adalah sebagai berikut :

Page 184: Irlan fery buku perpajakan

176

1. Nilai jual tanah : 800 xRp.300.000,00 = Rp. 240.000.000,00

Nilai jual bangunan :

a. Rumah dan garasi

400 x Rp. 350.000,00 = Rp. 140.000.000,00

b. Taman Mewah

200 x Rp. 50.000,00 = Rp. 10.000.000,00

c. Pagar mewah

(120 x 1,5) x Rp. 175.000,00 = Rp. 31.500.000,00 (+)

Rp. 181.500.000,00

Batas nilai jual bangunan

Tidak Kena Pajak = Rp. 2.000.000,00 (-)

Nilai jual bangunan = Rp. 179.500.000,00 (+)

Nilai jual tanah dan bangunan = Rp. 419.500.000,00

2. Besarnya Pajak Bumi dan Bangunanyang terhutang :

a. Atas tanah = 0,5% x 20% x Rp.240.000.000,00 = Rp. 240.000,00

b. Atas bangunan = 0,5% x 20% x Rp.179.000.000,00 = Rp. 179.500,00 (+)

Jumlah pajak yang terhutang = Rp. 419.500,00

TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK

TERHUTANG

Pasal 8 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Tahun pajak adalah jangka waktusatu tahun takwim.

(2) Saat yang menentukan pajak yang terhutangadalah menurut keadaan obyek pajak pada

tanggal 1 Januari.

(3) Tempat pajak yang terhutang :

a. untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus IbukotaJakarta;

b. untuk daerah lainnya, di wilayah KabupatenDaerah Tingkat II atau Kotamadya

Page 185: Irlan fery buku perpajakan

177

Daerah Tingkat II;

Yang meliputi letak obyek pajak

Penjelasan Pasal 8

Ayat (1)

Jangka waktu 1 (satu) tahun takwimadalah dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

Ayat (2)

Karena tahun pajak dimulai padatanggal 1 Januari, maka keadaan objek pajak pada

tanggal tersebut merupakansaat yang menentukan pajak yang terhutang.

Contoh :

a. Objek pajak pada tanggal 1Januari 1986 berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 10

Januari 1986bangunannya terbakar, maka pajak yang terhutang tetap berdasarkan

keadaanobjek pajak pada tanggal 1 Januari 1986, yaitu keadaan sebelum bangunan

ituterbakar.

b. Objek pajak pada tanggal 1Januari 1986 berupa sebidang tanah tanpa bangunan di

atasnya. Pada tanggal 10Agustus 1986 dilakukan pendataan, ternyata di atas tanah

tersebut telahberdiri suatu bangunan, maka pajak yang terhutang untuk tahun 1986

tetapdikenakan pajak berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 1986.

Sedangkanbangunannya baru akan dikenakan pada tahun 1987.

Ayat (3)

Tempat pajak yang terhutang untukKotamadya Batam, di wilayah Propinsi Daerah

Tingkat I yang bersangkutan.

PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBYEK PAJAK, SURAT

PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG, DAN SURAT KETETAPAN PAJAK

Pasal 9 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Dalam rangka pendataan, subyekpajak wajib mendaftarkan obyek pajaknya dengan

mengisi Surat PemberitahuanObyek Pajak.

(2) Surat Pemberitahuan Obyek Pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi

dengan jelas, benar, danlengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat

Page 186: Irlan fery buku perpajakan

178

Jenderal Pajakyang wilayah kerjanya meliputi letak obyek pajak, selambat-lambatnya 30

(tigapuluh) hari setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Obyek Pajak

olehsubyek pajak.

(3) Pelaksanaan dan tata carapendaftaran obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dan ayat (2)diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 9

Ayat (1)

Dalam rangka pendataan, wajib pajak akandiberikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak

untuk diisi dan dikembali kepadaDirektorat Jenderal Pajak. Wajib pajak yang pernah

dikenakan IPEDA tidak wajibmendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau ia

menerimaSPOP maka dia wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat

JenderalPajak

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :

Jelas, dimaksudkan agar penulisandata yang diminta dalam Surat Pemberitahuan Objek

Pajak (SPOP) dibuatsedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang

dapat merugikannegara maupun wajib pajak sendiri.

Benar, berarti data yang dilaporkanharus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti

luas tanah dan/ataubangunan, tahun dan harga perolehan dan seterusnya sesuai

dengankolom-kolom/pertanyaan yang ada pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak

(SPOP).

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 10 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Berdasarkan Surat PemberitahuanObyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

ayat (1), Direktur JenderalPajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang.

(2) Direktur Jenderal Pajak dapatmengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai

berikut :

Page 187: Irlan fery buku perpajakan

179

a. apabila Surat PemberitahuanObyek Pajak tidak disampaikan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)dan setelah ditegor secara tertulis tidak

disampaikan sebagaimanaditentukan dalam Surat Tegoran;

b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaanatau keterangan lain ternyata jumlah yang

terhutang lebih besar dari jumlahpajak yang dihitung berdasarkan Surat

Pemberitahuan Obyek Pajak yangdisampaikan oleh wajib pajak.

(3) Jumlah pajak yang terhutang dalamSurat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) huruf a, adalahpokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25%

(dua puluh lima persen) dihitungdari pokok pajak.

(4) Jumlah pajak yang terhutang dalamSurat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) huruf b adalahselisih pajak yang terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau

keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang dihitung berdasarkanSurat

Pemberitahuan Obyek Pajak ditambah denda administrasi sebesar 25% (duapuluh

limapersen) dari selisih pajak yang terhutang.

Penjelasan Pasal 10

Ayat (1)

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) diterbitkanatas dasar Surat Pemberitahuan

Objek Pajak (SPOP), namun untuk membantu wajib pajakSurat Pemberitahuan Pajak

Terhutang dapat diterbitkan berdasarkan data objekpajak yang telah ada pada Direktorat

Jenderal Pajak.

Ayat (2)

Ketentuan ayat ini memberi wewenangkepada Direktur Jenderal Pajak untuk dapat

mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak(SKP) terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi

kewajiban perpajakan sebagaimanamestinya.

Menurut ketentuan ayat (2) huruf a, Wajib Pajak yang tidakmenyampaikan Surat

Pemberitahuan Objek Pajak pada waktunya, walaupun sudahditegor secara tertulis juga

tidak disampaikan dalam jangka waktu yangditentukan dalam Surat Tegoran itu, Direktur

Jenderal Pajak dapat menerbitkanSurat Pajak secara jabatan. Terhadap ketetapan ini

dikenakansanksi administrasi sebagaimana diatur dalam ayat (3).

Page 188: Irlan fery buku perpajakan

180

Menurut ketentuan ayat (2) huruf b, apabila berdasarkanhasil pemeriksaan atau

keterangan lain yang ada pada Direktorat Jenderal Pajakternyata jumlah pajak yang

terhutang lebih besar dari jumlah pajak dalam SuratPemberitahuan Pajak Terhutang yang

dihitung atas dasar Surat PemberitahuanObjek Pajak yang disampaikan wajib pajak,

Direktur Jenderal Pajak menerbitkanSurat Ketetapan Pajak secara jabatan. Terhadap

ketetapan inidikenakan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam ayat (3).

Ayat (3)

Ayat ini mengatur sanksi administrasi yang dikenakanterhadap wajib pajak yang tidak

menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

huruf a, sanksi tersebut dikenakan sebagaitambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar

25% (dua puluh lima persen) daripokok pajak.

Surat Ketetapan Pajak ini,berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak

memuat penetapan objekpajak dan besarnya pajak yang terhutang beserta denda

administrasi yangdikenakan kepada wajib pajak.

Contoh :

Wajib pajak A tidak menyampaikanSPOP. Berdasarkan data yang ada, Direktur Jenderal

Pajak mengeluarkan SKP yang berisi :

- Obyek Pajak dengan luas dan nilai jual.

- luas Obyek Pajak menurut SPOP.

- pokok pajak = Rp. 1.000.000,00

- Sanksi administrasi = 25% x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 250.000,00

- Jumlah pajak yang terhutang dalam SKP = Rp. 1.250.000,00

Ayat (4)

Ayat ini mengatur sanksi administrasi yang dikenakanterhadap wajib pajak yang mengisi

Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak sesuaidengan keadaan sebenarnya sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) huruf b yaitusebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih

pajak terhutang berdasarkanhasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak

terhutang dalam SuratPemberitahuan Pajak Terhutang yang dihitung berdasarkan Surat

PemberitahuanObjek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.

Page 189: Irlan fery buku perpajakan

181

Berdasarkan SPOP diterbitkan SPPT = Rp. 1.000.000,00

Berdasarkan pemeriksaan pajak yang seharusnya terhutangdalam SKP = Rp. 1.500.000,00

Selisih = Rp. 500.000,00

Denda administrasi 25% x Rp. 500.000,00 = Rp. 125.000,00

Jumlah pajak terhutang dalam SKP = Rp. 625.000,00

Adapun jumlah pajak yang terhutang sebesar = Rp. 1.000.000,00

Jumlah yang tercantum dalam SuratPemberitahuan Pajak Terhutang, apabila belum

dilunasi wajib pajak, penagihannyadilakukan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak

Terhutang tersebut.

Page 190: Irlan fery buku perpajakan

182

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

Pasal 11 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Pajak yang terhutang berdasarkanSurat Pemberitahuan Pajak Terhutang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak

tanggal diterimanya SuratPemberitahuan Pajak Terhutang oleh wajib pajak.

(2) Pajak yang terhutang berdasarkanSurat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 ayat (3) dan ayat(4) harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak

tanggalditerimanya Surat Ketetapan Pajak oleh wajib pajak.

(3) Pajak yang terhutang yang padasaat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang

dibayar, dikenakandenda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung

dari saatjatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama

24(dua puluh empat) bulan.

(4) Denda administrasi sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) ditambah dengan hutang pajak

yang belum atau kurangdibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak yang harus

dilunasiselambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat TagihanPajak

oleh wajib pajak.

(5) Pajak yang terhutang dibayar diBank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat lain yang

ditunjuk oleh MenteriKeuangan.

(6) Tata Cara pembayaran danpenagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),

ayat (3), ayat (4),dan ayat (5) diatur oleh Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 11

Ayat (1)

Contoh:

Apabila SPPT diterima oleh wajibpajak tanggal 1 Maret 1986, maka jatuh tempo

pembayarannya adalah tanggal 31Agustus 1986.

Ayat (2)

Contoh:

Apabila SKP diterima oleh wajibpajak tanggal 1 Maret 1986, maka jatuh tempo

pembayarannya adalah tanggal 31Maret 1986.

Ayat (3)

Page 191: Irlan fery buku perpajakan

183

Menurut ketentuan ini pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau

kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2%(dua persen) setiap bulan dari jumlah

yang tidak atau kurang dibayar tersebutuntuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh

empat) bulan, dan bagian daribulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Contoh :

SPPT tahun pajak 1986 diterima oleh wajib pajak padatanggal 1 Maret 1986 dengan

pajak terhutang sebesar Rp 100.000,00 (seratus riburupiah). Oleh wajib pajak baru

dibayar pada tanggal 1September 1986. Maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakan

denda administrasi sebesar 2% (dua persen) yakni: 2% x Rp 100.000,00 = Rp 2.000,00.

Pajak yang terhutang yang harus dibayar pada tanggal 1September 1986 adalah:

Pokok pajak + denda administrasi =

Rp 1.000.000,00 + Rp 2.000,00 =Rp102.000,00

Bila wajib pajak tersebut baru membayar hutang pajaknyapada tanggal 10 Oktober 1986,

maka terhadap wajib pajak tersebut dikenakandenda 2 x 2% dari pokok pajak, yakni 4% x

Rp 100.000,00 = Rp 4.000,00

Pajak yang terhutang yang harus dibayar pada tanggal 10Oktober 1986 adalah:

Pokok pajak + denda administrasi =

Rp 1.000.000,00 + Rp 4.000,00 =Rp104.000,00

Ayat (4)

Menurut ketentuan ini denda administrasidan pokok pajak seperti tersebut pada contoh

penjelasan ayat (3), ditagihdengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP) yang harus

dilunasi dalam jangkawaktu satu bulan sejak tanggal diterimanya STP tersebut.

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 12 (UU No 12 Tahun 1985)

SuratPemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan

Pajakmerupakan dasar penagihan pajak.

Penjelasan Pasal 12

Cukup jelas

Page 192: Irlan fery buku perpajakan

184

Pasal 13 (UU No 12 Tahun 1985)

Jumlah pajak yangterhutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang tidak dibayar pada

waktunyadapat ditagih dengan Surat Paksa.

Penjelasan Pasal 13

Dalam hal tagihan pajak yang terhutang dibayar setelahjatuh tempo yang telah ditentukan,

penagihannya dilakukan dengan surat paksayang saat ini berdasarkan Undang-undang Nomor

19 Tahun 1959 tentang PenagihanPajak Negara dengan Surat Paksa. (UU Nomor 19 Tahun

1997 tentang PenagihanPajak dengan Surat Paksa s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000)

Pasal 14 (UU No 12 Tahun 1985)

Menteri Keuangandapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak kepada Gubernur Kepala

DaerahTingkat I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

Penjelasan Pasal 14

Pelimpahan kewenangan penagihanpajak kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, bukanlah pelimpahan urusan penagihan,

tetapi hanyasebagai pemungut pajak, sedangkan pendataan objek pajak dan penetapan

pajakyang terhutang tetap menjadi kewenangan Menteri Keuangan.

KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 15 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Wajib Pajak dapat mengajukankeberatan pada Direktur Jenderal Pajak atas :

a. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;

b. Surat Ketetapan Pajak.

(2) Keberatan diajukan secaratertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyatakan alasan

secara jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalamjangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya

surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) olehwajib pajak, kecuali apabila wajib pajak

dapat menunjukkan bahwa jangka waktuitu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar

kekuasaannya.

Page 193: Irlan fery buku perpajakan

185

(4) Tanda penerimaan Surat keberatan yangdiberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak

yang ditunjuk untuk itu danatau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat

menjadi tandabukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.

(5) Apabila diminta oleh wajib pajakuntuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal

Pajak wajib memberikansecara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.

(6) Pengajuan keberatan tidak menundakewajiban membayar pajak.

Penjelasan Pasal 15

Ayat (1)

Keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang danSurat Ketetapan Pajak

harus diajukan masing-masing dalam satu surat keberatantersendiri untuk setiap tahun

pajak.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi waktu yang cukupkepada wajib pajak untuk

mempersiapkan surat keberatan besertaalasan-alasannya.

Apabila ternyata batas waktu 3(tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh wajib pajak

karena keadaan diluar kekuasaannya (force mayeur) maka tenggang waktu tersebut masih

dapatdipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Page 194: Irlan fery buku perpajakan

186

Pasal 16 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangkawaktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak

tanggal Surat Keberatanditerima, memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajakdapat menyampaikan alasan tambahan

atau penjelasan tertulis.

(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajakatas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya

atau sebagian, menolak ataumenambah besarnya jumlah pajak yang terhutang.

(4) Dalam hal wajib pajak mengajukankeberatan atas ketetapan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (2) hurufa, wajib pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan

ketidakbenaranketetapan pajak tersebut.

(5) Apabila jangka waktu sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Direktur

Jenderal Pajak tidak memberisuatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut

dianggap diterima.

Penjelasan Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Ketentuan ini mengharuskan wajib pajakmembuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak,

dalam hal wajib pajak mengajukankeberatan terhadap ketetapan secara jabatan. Apabila

wajibpajak tidak dapat membuktikan ketidakbenaran Surat Ketetapan Pajak secarajabatan

itu, maka keberatannya ditolak.

Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukumbagi wajib pajak, yaitu

apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejaktanggal diterimanya surat

keberatan, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikeputusan atas keberatan yang diajukan

berarti keberatan tersebut diterima.

Page 195: Irlan fery buku perpajakan

187

Pasa1 17 (UU No 12 tahun 1994)

Dihapus

Penjelasan Pasal 17

Dengan dihapusnya Pasal 17, ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti

ketentuan Pasal 27 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994

(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, TambahanLembaran Negara Nomor 3566).

(UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun2000) (KEP-59/PJ./2000

tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian KeberatanPBB)

PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK

Pasal 18 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Hasil penerimaan pajak merupakanpenerimaan negara yang dibagi antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah denganimbangan pembagian sekurang-kurangnya 90%

(sembilan puluh persen) untukPemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah Daerah

Tingkat I sebagaipendapatan daerah yang bersangkutan.

(2) Bagian penerimaan PemerintahDaerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebagian

besar diberikan kepadaPemerintah Daerah Tingkat II.

(3) Imbangan pembagian hasilpenerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Karena penerimaan pajak inidiarahkan untuk kepentingan masyarakat di Daerah Tingkat

II yang bersangkutan,maka sebagian besar penerimaan pajak ini diberikan kepada Daerah

Tingkat II.

Ayat (3)

Cukup jelas

Page 196: Irlan fery buku perpajakan

188

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Menteri Keuangan dapat memberikanpengurangan pajak yang terhutang :

a. karena kondisi tertentu obyekpajak yang ada hubungannya dengan subyek pajak

dan/atau karena sebab-sebabtertentu lainnya;

b. dalam hal obyek pajak terkenabencana alam atau sebab lain yang diluar biasa.

(2) Ketentuan mengenai pemberianpengurangan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diatur oleh MenteriKeuangan.

Penjelasan Pasal 19

Ayat (1)

huruf a

Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengansubjek pajak dan sebab-

sebab tertentu lainnya, berupa lahan pertanian yangsangat terbatas, bangunan yang

ditempati sendiri yang dikuasi atau dimilikioleh golongan wajib pajak tertentu, lahan

yang nilai jualnya meningkat akibatperubahan lingkungan dan dampak positif

pembangunan serta yang pemanfaatannyabelum sesuai dengan peruntukan

lingkungan.

huruf b

- Yang dimaksud dengan bencana alam adalah gempabumi, banjir, tanah longsor.

- Yang dimaksud dengan sebab lain yang luar biasaadalah seperti :

- kebakaran;

- kekeringan;

- wabah penyakit tanaman;

- hama tanaman.

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 197: Irlan fery buku perpajakan

189

Pasal 20 (UU No 12 Tahun 1985)

Atas permintaan wajibpajak Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan denda administrasi

karenahal-hal tertentu.

Penjelasan Pasal 20

Ketentuan ini memberi kesempatan kepada wajib pajak untukmeminta pengurangan denda

administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat(3), Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4)

kepada Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan sebagian atau

seluruhdenda administrasi dimaksud.

Pasal 21 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Pajak yang dalam jabatannya atautugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan obyek

pajak, wajib :

a. menyampaikan laporan bulananmengenai semua mutasi dan perubahan keadaan

obyek pajak secara tertuliskepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya

meliputi letak obyekpajak;

b. memberikan keterangan yang diperlukanatas permintaan Direktorat Jenderal Pajak.

(2) Kewajiban memberikan keterangansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,

berlaku pula bagi pejabat lainyang ada hubungannya dengan obyek pajak.

(3) Dalam hal pejabat sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) terikat oleh

kewajiban untuk memegangrahasia jabatan, kewajiban untuk merahasiakan itu

ditiadakan sepanjangmenyangkut pelaksanaan Undang-undang ini.

(4) Tata cara penyampaian laporan danpermintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dan ayat (2) diaturoleh Menteri Keuangan.

Penjelasan Pasal 21

Ayat (1)

- Pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsungdengan Obyek Pajak adalah : Camat,

sebagai PejabatPembuat Akta Tanah, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan Pejabat

PembuatAkta Tanah.

Page 198: Irlan fery buku perpajakan

190

- Laporan tertulis mutasi obyek pajak misalnyaantara lain jual beli, hibah, warisan, harus

disampaikankepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak

ObyekPajak.

Ayat (2)

Pejabat yang dimaksud dalam ayat (1) misalnya antara lain: Kepala Kelurahan atau

Kepala Desa, Pejabat Dinas Tata Kota, Pejabat DinasPengawasan Bangunan, Pejabat

Agraria, Pejabat Balai Harta Peninggalan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 22 (UU No 12 Tahun 1985)

Pejabat yangtidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dikenakan

sanksi menurutperaturan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan Pasal 22

Peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pejabatdalam pasal ini antara lain :

Peraturan PemerintahNomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,

StaatsbladNomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris

Pasal 23 (UU No 12 Tahun 1994)

Terhadap hal-hal yang tidak diatursecara khusus dalam Undang-undang ini, berlaku

ketentuan dalam Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994

(Lembaran Negara Tahun1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566) serta

peraturanperundang-undangan lainnya.

Page 199: Irlan fery buku perpajakan

191

Penjelasan Pasal 23

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnyaadalah antara lain Undang-

undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan PajakNegara dengan Surat Paksa

KETENTUAN PIDANA

Pasal 24 (UU No 12 Tahun 1985)

Barang siapa karena kealpaannya :

a. tidak mengembalikan/menyampaikan SuratPemberitahuan Obyek Pajak kepada Direktorat

Jenderal Pajak;

b. menyampaikan Surat PemberitahuanObyek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak

lengkap dan/ataumelampirkan keterangan yang tidak benar;

sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidanadengan pidana kurungan selama-lamanya 6

(enam) bulan atau dendasetinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang.

Penjelasan Pasal 24

Kealpaan sebagaimana dimaksud dalampasal ini berarti tidak sengaja, lalai, dan kurang hati-

hati sehingga perbuatantersebut mengakibatkan kerugian pada Negara.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak harusdikembalikan/disampaikan kepada Direktorat

Jenderal Pajak selambat-lambatnya 30(tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya Surat

pemberitahuan Objek Pajak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

Pasal 25 (UU No 12 Tahun 1985)

(1) Barang siapa dengan sengaja :

a. tidakmengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak

kepadaDirektorat Jenderal Pajak;

b. menyampaikan SuratPemberitahuan Obyek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau

tidak lengkapdan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

c. memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumenlain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar;

Page 200: Irlan fery buku perpajakan

192

d. tidak memperlihatkan atau tidakmeminjamkan suratatau dokumen lainnya;

e. tidak menunjukkan data atautidak menyampaikan keterangan yang diperlukan;

sehingga menimbulkan kerugian pada Negara,dipidana dengan pidana penjara selama-

lamanya 2 (dua) tahun atau dendasetinggi-tingginya sebesar 5 (lima)kali pajak yang

terhutang.

(2) Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutanyang melakukan tindakan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf d dan hurufe, dipidana dengan pidana kurungan selama-

lamanya 1 (satu) tahun atau dendasetinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua jutarupiah).

(3) Ancaman pidana sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilipatkan dua apabila seseorang

melakukan lagitindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,

terhitungsejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yangdijatuhkan

atau sejak dibayarnya denda.

Penjelasan Pasal 25

Ayat (1)

Perbuatan atau tindakan sebagaimanadimaksud dalam ayat ini yang dilakukan dengan

sengaja merupakan tindak pidanakejahatan, karena itu diancam dengan pidana yang lebih

berat.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan bukan wajibpajak dalam ayat ini yaitu pejabat yang tugas

pekerjaannya berkaitan langsungatau ada hubungannya dengan objek pajak ataupun pihak

lainnya.

Ayat (3)

Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidanaperpajakan maka bagi mereka

yang melakukan lagi tindak pidana sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) sebelum lewat 1

(satu) tahun sejak selesai menjalanisebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan

atau sejak dibayarnyadenda, dikenakan pidana lebih berat ialah 2 (dua) kali lipat dari

ancamanpidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Page 201: Irlan fery buku perpajakan

193

Pasal 26 (UU No 12 Tahun 1985)

Tindak pidana sebagaimana dimaksuddalam Pasal 24 dan Pasal 25 tidak dapat dituntut

setelah lampau waktu 10(sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Penjelasan Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27 (UU No 12 Tahun 1985)

Dihapus

Penjelasan Pasal 27

Cukup jelas

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28 (UU No 12 Tahun 1985)

Terhadap Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda),Pajak Kekayaan (PKk), Pajak Jalan dan Pajak

Rumah Tangga (PRT) yang terhutanguntuk tahun pajak 1985 dan sebelumnya berlaku

ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan yang lama sampai dengan tanggal 31

Desember 1990.

Penjelasan Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29 (UU No 12 Tahun 1985)

Dengan berlakunya Undang-undangini, peraturan pelaksanaan yang telah ada di bidang Iuran

Pembangunan Daerah(Ipeda) berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Prp Tahunn 1959

tentang Pajak HasilBumi, tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1990 sepanjang

tidakbertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baruberdasarkan

Undang-undang ini.

Penjelasan Pasal 29

Cukup jelas

Page 202: Irlan fery buku perpajakan

194

Pasal 30 (UU No 12 Tahun 1985)

Terhadap obyek pajak dalam bidang penambanganminyak dan gas bumi serta dalam bidang

penambangan lainnya, sehubungan denganKontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil yang

masih berlaku pada saat iniberlakunya Undang-undang ini, tetap dikenakan Iuran

Pembangunan Daerah (Ipeda)berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian Kontrak

Karya dan Kontrak BagiHasil yang masih berlaku.

Penjelasan Pasal 30

Ketentuan Undang-undang ini baru berlaku terhadap objekpajak yang digunakan dalam

rangka Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil dalambidang penambangan minyak dan

gas bumi serta dalam bidang penambangan lainnyayang perjanjiannya ditandatangani

sejak berlakunya Undang-undang ini yaitutanggal 1 Januari 1986, sedangkan untuk

Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasilyang telah ada tetap berlaku ketentuan-ketentuan

yang tercantum dalam KontrakKarya dan Kontrak Bagi Hasil tersebut.

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31 (UU No 12 tahun 1985)

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986.

Agar setiap orangmengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini

denganPenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 203: Irlan fery buku perpajakan

195

PERATURAN BERSAMA

MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR : 213/PMK.07/2010

NOMOR : 58 TAHUN 2010

TENTANG

TAHAPAN PERSIAPAN PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

PERDESAAN DAN PERKOTAAN SEBAGAI PAJAK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 182 angka 1 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan

Menteri Dalam Negeri tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak

Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor

68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

Page 204: Irlan fery buku perpajakan

196

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5049);

4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

5. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI

DALAM NEGERI TENTANG TAHAPAN PERSIAPAN

PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN

DAN PERKOTAAN SEBAGAI PAJAK DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini, yang dimaksud dengan:

1. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya disebut PBB-P2,

adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau

dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk

kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

2. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya disebut Pemerintah Daerah,

adalah Bupati/Walikota dan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota.

4. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang

PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

Page 205: Irlan fery buku perpajakan

197

5. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya disebut

Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

6. Tahun Pengalihan adalah tahun dialihkannya kewenangan pemungutan PBB-P2 ke

Pemerintah Daerah, paling lambat tahun 2014.

7. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan

subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak

kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.

Pasal 2

(1) Kewenangan pemungutan PBB-P2 dialihkan dari Pemerintah ke Pemerintah Daerah

mulai tanggal 1 Januari Tahun Pengalihan.

(2) Persiapan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah dilakukan dalam waktu paling

lambat tanggal 31 Desember sebelum Tahun Pengalihan.

BAB II

PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2

Bagian Kesatu

Tugas dan Tanggung Jawab Kementerian Keuangan

Pasal 3

(1) Dalam rangka pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1), Direktorat Jenderal Pajak bertugas dan bertanggung jawab

mengkompilasi:

a. peraturan pelaksanaan PBB-P2 sebagai bahan acuan Pemerintah Daerah dalam

menyusun Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;

b. standard operating procedure (SOP) terkait PBB-P2 sebagai bahan acuan Pemerintah

Daerah dalam menyusun SOP;

c. struktur, tugas, dan fungsi organisasi Direktorat Jenderal Pajak terkait pemungutan

PBB-P2 sebagai bahan acuan Pemerintah Daerah untuk merumuskan struktur

organisasi dan tata kerja pemungutan PBB-P2;

d. data piutang PBB-P2 beserta data pendukungnya;

Page 206: Irlan fery buku perpajakan

198

e. Surat Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak

Kena Pajak (NJOPTKP) yang berlaku dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun sebelum

Tahun Pengalihan;

f. salinan Peta Desa/Kelurahan, Peta Blok, dan Peta Zona Nilai Tanah dalam bentuk

softcopy;

g. hasil penggandaan basis data PBB-P2 sebelum Tahun Pengalihan; dan

h. hasil penggandaan sistem aplikasi terkait PBB-P2 beserta source code-nya;

untuk diserahkan ke Pemerintah Daerah.

(2) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan bertugas dan bertanggung jawab

menggandakan hasil kompilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b,

dan huruf c, dan selanjutnya menyerahkan hasil kompilasi dimaksud ke Pemerintah

Daerah, serta melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan pengalihan

kewenangan pemungutan PBB-P2 ke Pemerintah Daerah.

Pasal 4

Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri secara bersama-sama atau sendiri-

sendiri memberikan pelatihan teknis pemungutan PBB-P2 ke Pemerintah Daerah.

Pasal 5

Ketentuan lebih lanjut mengenai persiapan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka

pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan

Pasal 4 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Bagian Kedua

Tugas dan Tanggung Jawab Kementerian Dalam Negeri

Pasal 6

(1) Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, dan Badan Pendidikan dan

Pelatihan Kementerian Dalam Negeri bertugas dan bertanggung jawab untuk

memfasilitasi, membina dan mengawasi Pemerintah Daerah dalam rangka pengalihan

kewenangan pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

(2) Tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk

penyiapan pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Daerah, dan pemberian

Page 207: Irlan fery buku perpajakan

199

bimbingan, konsultasi, pendidikan dan pelatihan teknis serta pelaksanaan supervisi

dalam rangka pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2.

(3) Penyiapan pedoman struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah

berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya.

Bagian Ketiga

Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

Pasal 7

(1) Dalam rangka menerima pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggung jawab

menyiapkan:

a. sarana dan prasarana;

b. struktur organisasi dan tata kerja;

c. sumber daya manusia;

d. Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan SOP;

e. kerjasama dengan pihak terkait, antara lain, Kantor Pelayanan Pajak, perbankan,

kantor pertanahan, dan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah; dan

f. pembukaan rekening penerimaan PBB-P2 pada bank yang sehat.

(2) Penyiapan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan

dengan mengutamakan pemanfaatan sarana dan prasarana yang dimiliki Pemerintah

Daerah.

(3) Penyiapan struktur organisasi dan tata kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (3).

(4) Dalam rangka penyiapan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c, Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan ke Kementerian Keuangan dan

Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan bimbingan, pendidikan dan pelatihan

teknis pemungutan PBB-P2.

(5) Peraturan Daerah tentang PBB-P2 dan Peraturan Kepala Daerah sebagai penjabaran dan

dasar pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan

mempertimbangkan ketentuan peraturan pelaksanaan pemungutan PBB-P2 yang selama

Page 208: Irlan fery buku perpajakan

200

ini berlaku di Direktorat Jenderal Pajak serta disesuaikan dengan kebutuhan riil dan

kondisi objektif sesuai kewenangan sebagai daerah otonom.

(6) Pembukaan rekening PBB-P2 pada bank yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf f ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

BAB III

TAHAPAN PERSIAPAN PENGALIHAN PBB-P2

Pasal 8

(1) Pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(1) hanya dapat dilakukan pada 1 Januari Tahun Pengalihan.

(2) Dalam hal Pemerintah Daerah memungut PBB-P2 sebelum tahun 2014, Pemerintah

Daerah harus memberitahukan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri

dalam jangka waktu paling lambat tanggal 30 Juni sebelum Tahun Pengalihan.

(3) Penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan

Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d.

Pasal 9

Batas waktu penyelesaian persiapan pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 oleh

Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), yang berkaitan

dengan kompilasi:

a. peraturan pelaksanaan PBB-P2, paling lambat tanggal 30 November 2010;

b. SOP terkait PBB-P2, paling lambat tanggal 30 November 2010;

c. struktur, tugas, dan fungsi organisasi Direktorat Jenderal Pajak terkait pemungutan PBB-

P2, paling lambat tanggal 30 November 2010;

d. data piutang PBB-P2 beserta data pendukungnya, paling lambat tanggal 31 Januari

Tahun Pengalihan;

e. Surat Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak

Kena Pajak (NJOPTKP) yang berlaku dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun sebelum

Tahun Pengalihan, paling lambat tanggal 31 Desember sebelum Tahun Pengalihan;

f. salinan Peta Desa/Kelurahan, Peta Blok, dan Peta Zona Nilai Tanah dalam bentuk

softcopy, paling lama 3 (tiga) bulan sebelum Tahun Pengalihan;

g. hasil penggandaan basis data PBB-P2, paling lama 3 (tiga) bulan sebelum Tahun

Pengalihan; dan

Page 209: Irlan fery buku perpajakan

201

h. hasil penggandaan sistem aplikasi terkait PBB-P2, paling lama 3 (tiga) bulan sebelum

Tahun Pengalihan.

Pasal 10

Batas waktu penyelesaian Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai pedoman struktur

organisasi dan tata kerja Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3),

paling lambat tanggal 30 November 2010.

Pasal 11

Batas waktu penyelesaian persiapan pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2 oleh

Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berkaitan dengan:

a. sarana dan prasarana, paling lambat tanggal 30 November sebelum Tahun Pengalihan;

b. struktur organisasi dan tata kerja pemungutan PBB-P2, paling lambat tanggal 30

November sebelum Tahun Pengalihan;

c. sumber daya manusia, paling lambat tanggal 30 November sebelum Tahun Pengalihan;

d. Peraturan Daerah, paling lambat tanggal 30 Juni sebelum Tahun Pengalihan;

e. Peraturan Kepala Daerah, dan SOP, paling lambat tanggal 31 Oktober sebelum Tahun

Pengalihan;

f. kerjasama dengan pihak terkait, paling lambat tanggal 30 November sebelum Tahun

Pengalihan; dan

g. pembukaan rekening PBB-P2 pada bank yang sehat, paling lambat tanggal 31 Desember

sebelum Tahun Pengalihan.

Pasal 12

(1) Hasil kompilasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b, dan

huruf c, diserahkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Perimbangan

Keuangan paling lambat tanggal 10 Desember 2010.

(2) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyerahkan hasil kompilasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ke Pemerintah Daerah dengan tembusan kepada

Direktur Jenderal Keuangan Daerah, paling lambat tanggal 17 Desember 2010.

(3) Hasil kompilasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, dan huruf e,

diserahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Pratama ke Pemerintah Daerah di lingkungan kerjanya, paling lambat

tanggal 31 Januari Tahun Pengalihan.

Page 210: Irlan fery buku perpajakan

202

(4) Hasil kompilasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f, huruf g, dan huruf

h, diserahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak/Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Pratama ke Pemerintah Daerah di lingkungan kerjanya, paling lambat

tanggal 5 Januari Tahun Pengalihan.

Pasal 13

Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Pemerintah Daerah melakukan

sosialisasi mengenai pengalihan kewenangan pemungutan PBB-P2.

BAB IV

PEMANTAUAN DAN PEMBINAAN

Pasal 14

Pemantauan dan pembinaan terhadap pelaksanaan tahapan persiapan pengalihan kewenangan

pemungutan PBB-P2 dari Pemerintah ke Pemerintah Daerah dilakukan oleh Kementerian

Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

Usulan penghapusan piutang PBB-P2 yang disampaikan Direktur Jenderal Pajak kepada

Menteri Keuangan paling lambat tanggal 31 Desember sebelum Tahun Pengalihan, penetapan

penghapusan piutang PBB-P2 tersebut masih menjadi kewenangan Menteri Keuangan.

Page 211: Irlan fery buku perpajakan

203

BAB VI

PENDANAAN

Pasal 16

Segala biaya yang diakibatkan sehubungan dengan pelaksanaan pengalihan kewenangan

pemungutan PBB-P2 yang terkait dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam

Negeri, dan Pemerintah Daerah dibebankan pada anggaran masing-masing.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini

dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 November 2010

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEUANGAN,

ttd. ttd.

GAMAWAN FAUZI AGUS D.W.

MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 November 2010

MENTERI HUKUM DAN HAM,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 581

Page 212: Irlan fery buku perpajakan

204

Page 213: Irlan fery buku perpajakan

GLOSARIUM

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi ataubadan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidakmendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagisebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotongpajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yangmelakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroanterbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara ataubadan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnyatermasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalamkegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidakberwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dariluar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan BarangKena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkanUndang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajaksebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tandapengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibanperpajakannya.

Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untukmenghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangkawaktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajakmenggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa

Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan.

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untukmelaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukanobjek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan.

Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun

Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah

dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kasnegara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Page 214: Irlan fery buku perpajakan

Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan PajakKurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat KetetapanPajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yangmenentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekuranganpembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masihharus dibayar.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajakyang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlahpokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dantidak ada kredit pajak.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukanjumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripadapajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksiadministrasi berupa bunga dan/atau denda.

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh

Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajakkarena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambahdengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilanyang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalianpendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapatdikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atausetelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan daripajak yang terutang.

Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yangmempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidakterikat oleh suatu hubungan kerja.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesionalberdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhankewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakanketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan,tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwasedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukanoleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untukmendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang perpajakan.

Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab ataspembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajibanWajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untukmengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,

Page 215: Irlan fery buku perpajakan

yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan labarugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapanpengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentangkebenaran penulisan dan penghitungannya.

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yangdilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan buktiitu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukantersangkanya.

Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DirektoratJenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukanpenyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.

Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahantulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalamperaturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak,Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, SuratKeputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan SanksiAdministrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat KeputusanPembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan KelebihanPajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap suratketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yangdiajukan oleh Wajib Pajak.

Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap SuratKeputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapatdiajukan gugatan.

Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonanpeninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajakterhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah suratkeputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajakuntuk Wajib Pajak tertentu.

Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yangmenentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

Page 216: Irlan fery buku perpajakan

DAFTAR PUSTAKA

Bohari, 1995, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Jakarta : PT Rajawali Persada

Brotodiharjo, R. Santoso (1991), Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : Eresco.

Chidir, Ali (1991), Badan Hukum, Bandung : Eresco.

Kansil (1991), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Balai Pustaka.

Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto (2004), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di

Indonesia, Malang Banyumedia Publishing.

Mansyuri, R. (2002), Pajak Penghasilan Rasca Reformasi 2000, Jakarta : Bina Rena

Pariwara.

Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Yogyakarta : C.V Andi offset, 2011

Mardiana, Indah (2010), Modul Pengantar Perpajakan, Bekasi : Akademi Akuntansi Bina

Insani.

Muljono, Djoko (2009), Pengantar PPh dan PPh 21, edisi revisi, Yogyakarta : CV Andi

Offset.

Rahman, Abdul (2010), Administrasi Perpajakan, Bandung : Nuansa.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara

Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat

atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (PDRD).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 21 tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan

Page 217: Irlan fery buku perpajakan

orang pribadi.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009 tentang perubahan

Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari

Usaha Jasa Konstruksi.

Resmi, Siti (2009) Perpajakan : Teori dan Kasus, Jakarta : Salemba Empat.

Setioraharjo, Budi, Mienati Somya Lasmana (2010), Cara Perhitungan dan Pemotongan PPH

Pasal 21, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Siahan, Marihot P. (2010), Hukum Pajak Elementer, Jogyakarta : Graha Ilmu.

Smith, Adam (2000), An Inquiri Into The Nature and Cause of The Wealth of Nations, New

York : New York Press.

Suandy, Erly (2008), Perencanaan Pajak, edisi 4, Jakarta : Salemba Empat

Suhartono, Rudy, Wirawan B. Ilyas (2010), Ensiklopedia Perpajakan Indonesia, Jakarta :

Salemba Empat.

Supriyanto, Edi (2011), Perpajakan di Indonesia, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Supriyanto, Heru (2010), Cara Menghitung PBB, BPHTB dan Bea Materai, Jakarta : Indeks.

Tansuria, Billy Ivan (2001), Pajak Penghasilan Final, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Waluyo, (2011), Perpajakan Indonesia, Buku 1, edisi 10, Jakarta : Salemba Empat.

Page 218: Irlan fery buku perpajakan