MILK FEVER A. Abstrak Milk fever ditemukan pada penyakit metabolis yang paling benyak ditemukan pada sapi perah setelah melahirkan. Dan terutama pada sapi yang berproduksi tinggi. Kadar kalsium dalam darah akan menurun dari 9-12 mg/dl menjadi kurang dari 4mg/dl. Pada milk fever juga ditandai dengan hypofosfatemia, hypomagnesia, dan hypokalsemia (Kronfeld, 1980). Kejadian paling banyak ditemukan setelah 48 jam setelah melahirkan. Milk fever jarang ditemukan pada sapi perah sebelum beranak yang ketiga (Payne, 1964), dan peningkatan umur maka disertai dengan peningkatan penyakit ini. Pada sapi umur lebih 5 tahun penyakit milk fever paling banyak terjadi (Mayer dkk, 1969). Kejadian sebagian besar terjadi 2-3 hari setelah melahirkan (Edward, 2005). Kadar kalsium pada darah dikontrol oleh hormone parathyroid dan hormone calcitonin. Kadar kalsium yang rendah pada saat sapi melahirkan menjadi pemicu Milk Fever. Kalsium dalam darah sebagian terikat dengan protein dan sebagian lagi beberbentuk ion. Bagian terpenting adalah proporsi perbandingan Ca dengan P. (Edward, 2005) B. Riwayat Kasus 1. No : 2 2. Tanggal : 23 Desember 2009 3. Macam hewan : Sapi PFH 4. Nama dan alamat pemilik : Bp. Munir 5. Nama hewan : Beauty 6. Sinyalemen : umur 5 tahun, belang hitam putih
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MILK FEVER
A. Abstrak
Milk fever ditemukan pada penyakit metabolis yang paling benyak ditemukan pada sapi
perah setelah melahirkan. Dan terutama pada sapi yang berproduksi tinggi. Kadar kalsium
dalam darah akan menurun dari 9-12 mg/dl menjadi kurang dari 4mg/dl. Pada milk fever juga
ditandai dengan hypofosfatemia, hypomagnesia, dan hypokalsemia (Kronfeld, 1980).
Kejadian paling banyak ditemukan setelah 48 jam setelah melahirkan. Milk fever jarang
ditemukan pada sapi perah sebelum beranak yang ketiga (Payne, 1964), dan peningkatan
umur maka disertai dengan peningkatan penyakit ini. Pada sapi umur lebih 5 tahun penyakit
milk fever paling banyak terjadi (Mayer dkk, 1969). Kejadian sebagian besar terjadi 2-3 hari
setelah melahirkan (Edward, 2005).
Kadar kalsium pada darah dikontrol oleh hormone parathyroid dan hormone calcitonin.
Kadar kalsium yang rendah pada saat sapi melahirkan menjadi pemicu Milk Fever. Kalsium
dalam darah sebagian terikat dengan protein dan sebagian lagi beberbentuk ion. Bagian
terpenting adalah proporsi perbandingan Ca dengan P. (Edward, 2005)
B. Riwayat Kasus
1. No : 2
2. Tanggal : 23 Desember 2009
3. Macam hewan : Sapi PFH
4. Nama dan alamat pemilik : Bp. Munir
5. Nama hewan : Beauty
6. Sinyalemen : umur 5 tahun, belang hitam putih
7. Anamnesis : 2 hari yang lalu sapi ambruk, eksitasi, terengah-engah, anggota gerak
tremor, kaki kadang-kadang kejang, nafsu makan dan minum turun
8. Status praesens
a. Keadaan umum : kurus, kulit kusam, alopecia, gelisah, eksitasi, peka terhadap
rangsangan lingkungan
b. Frekuensi nafas : 60-80 kali/menit
c. Frekuensi pulsus : 90-100 kali/menit
d. Temperatur : 40 derajat Celcius
e. Kulit dan rambut : kering dan kusam
f. Selaput lendir : hiperemi
g. Kelenjar-kelenjar limfe : tidak ada pembengkakan
h. Pernafasan : keluar leleran serous dari lubang hidung, suara vesikuler meningkat,
nafas torachoabdominal
i. Peredaran darah : cepat, sistole dan diastole hampir tidak ada jeda
j. Pencernaan : tonus rumen lemah (4 kali/menit), palpasi pada legok lapar seperti
papan dan padat.
k. Kelamin dan perkencingan : ambing besar
l. Saraf : sensitif terhadap rangsangan
m.Anggota gerak : gemetar
n. Lain-lain
Kadar Mg : 2-3 mg/kg (normal) menjadi < 1 mg/kg
Kadar Ca : 9-12 mg/kg (normal) menjadi < 5 mg/kg
Berat badan : 400 kg
C. Diskusi dan Pembahasan
Etiologi
Penyebab dari milk fever terdapat beberapa teori yaitu :
Penurunan kadar kalsium dari 9-12 mg menjadi 3-7 mg. penurunan kadar P dari 5-6 mg
menjadi 1 mg/dl. Hal karena metabolism Ca dan P ke dalam kolostrum secara tiba-tiba
saat menjelang melahirkan.
Teori defiseinsi hormone paratiroid. Pada milk fever diketahui terjadi penurunan hormone
paratiroid tetapi penelitian lanjut menyatakan penurunan hormone paratiroid dalam darah
akan diikuit kenaikan dengan cepat. (Kronfeld, 1971)
Teori hormone tirokalsitonin, hormone ini mampu mengatur penyerapan Ca dan kadar Ca
di dalam darah. Jika sapi kelebihan Ca saat bunting maka saat melahirkan kemungkinan
besar menderita milk fever, karena hormone tirokalsitonin terbiasa mengatur Ca dalam
kadar rendah. (Kronfeld, 1971)
Milk fever disebabkan gangguan absorbs kalsum, dugaan tersebut didukung alasan
sebagai berikut : sapi yang nafsu makannya turun kalsium yang diserap turun; absorsi
kalsium yang turun karena tingginya pH, kadar lemak tinggi dalam usus sapi tua, dan
kemampuan menyerap kalsium menurun pada sapi tua; mobilisasi Ca dari tulang
menurun setingkat dengan penambahan usia.
Gangguan produksi vitamin D.
Hormone estrogen dan steroid kelenjar adrenal dapat menurunkan absorpsi kalsium dari
usus dan mobilisasi Ca ke tulang.
Pathogenesis
Sapi yang melahirkan mengalami stress dengan kadar hormone steroid meningkat. Kadar
kalsium dalam darah akan terjadi ketidakseimbangan sehingga kemungkinan terjadi
penurunan Ca dalam darah. Kadar Ca akan mengalami penuruanan dalam waktu singkat
hingga 4 mg/dl. Hypokalsemia akan mengakibatkan :
Terpengaruhnya tonus otot;
Penurunan Ca menghambat asetilkolin, dan terbebasnya ion Ca akan
mengakibatkan kontraksi otot;
Penghambatan insulin sehingga akan terjadi hyperglisemia.
Gejala klinis
Menurut Kronfeld, 1980 stadium milk fever terbagi menjadi tiga yaitu stadium
prodromal, stadium recumbent, dan stadium koma. Pertama sapi akan terlihat eksitasi, sapi
akan menendang-nendangkan kaki belakangnya, tatapan matanya ketakutan, pupil dilatasi.
Beberapa waktu sapi akan jalan sempoyongan, kehilangan keseimbangan, dan jatuh. Pada
tahap ringan sapi akan berusaha untuk berdiri, hingga akhirnya usahanya menjadi sia-sia.
Tanda yang paling khas adalah kepala sapi akan tertarik dan menoleh ke belakang, sapi
mengalami paralisa, sehingga menyebabkan hipersalivasi. Sapi mengalami dypsnoe yang
dalam dan pelan, pulsus cepat dan berat, extremitas terasa dingin, ditandai dengan penurunan
suhu 4-5o di bawah normal. Selanjutnya, sapi mengalami koma dan kematian. (Edward,
2005)
Diagnose
Diagnose dapat melihat gejala klinis yang terjadi. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
serum, dan melihat adanya penurunan Ca dalam darah, penurunan P dan Mg. Hormone
corticosteroid pada darah akan terlihat naik kadarnya.
Prognosis
Milk fever yang segera memperoleh pertolongan akan berakhir dengan kesembuhan.
Kesembuhan spontan hampir tidak mungkin. Jika ternak mengalami muntah maka ada
kemungkinan akan terjadi pneumonia yang berakhir dengan porgnosisi infausta.
Diferensial diagnose
Milk fever pada tahap awal mirip dengan rabies, terutama gejala rebah, dan kepala
tertarik ke balakang (Edward, 2005). Selain itu penyekit lain yang gejalanya mirip dengan
milks fever adalah mastitis, metritis, peritonitis, ketosis, enzootic bovine leukosis, dan
paralisisnervus obturatorius.
Terapi
Sapi yang sudah tidak dapat bangun perlu diubah posisi tidurnya, sehingga sirkulasi darah
pada kaki-kaki belakang dapat berlangsung dengan baik.
Pengobatan dapat juga dengan menggunakan pemompaan (insufflasi) udara ke dalam
keempat kuartir ambing, sehingga tekanan intra mamer meningkat dan menghentikan
pengeluaran air susu selanjutnya, yang berarti menghentikan pengurasan unsur kalsium ke
dalam ambing.Pengobatan ini terbukti telah mengurangi kematian sebesar 15% (Payne,
1964).
Hasil yang memuaskan diperoleh dengan penyuntikan garam kalsium, yang dapat segera
membangunkan sapi penderita dalam stadium berbaring (Hibbs, 1950).
Sediaan kalsium yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Larutan kalsium klorida 10% atau lebih. Sediaan ini kalau tidak sangat terpaksa
sebaiknya tidak digunakan, karena bila terlalu banyak atau terlalu cepat
pemberiannya dapat mengakibatkan heart block. Larutan ini harus disuntikkan
intraena, karena bila disuntikkan subkutan atau intramuskuler bersifat sangat
mengiritasi, hingga dapt tejadi radang atau abses.
b. Larutan kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 500ml, diberikan intravena, vena
jugulris atau intramamaria untuk sapi seberat ±500 kg. Larutan ini disuntikkan
selama 10-15 menit dengan jarum ukuran 16 G. Jika pemberian terlalu cepat dapat
menyebaban bradikardi yang mungkin diikuti berhentinya kerja jantung.
c. Campuran berbagai sediaan kalsium dengan garam-garam lainnya, antara lain :
Sediaan Calphonn Forte® yang merupakan kombinasi antara kalsium glukonat,
kalsium glukoheptonat dan kalsium sakarat, hingga kadar kalsiumnya mencapai
50%.
Sediaan Calfosals® mengandung kalsium 22%, fosfor, magnesium dan vitamin
D3.
Sediaan Calcitad® yang mengandung kalsium, magnesium, dan fosforil
etanolamida.
Pada tanggal 23 Desember 2009 datang seekor sapi betina PFH milik Bapak Munir
bernama Beauty yang memiliki ciri belang hitam putih. Sapi umur 5 tahun ini datang dengan
menunjukkan gejala klinis eksitasi, terengah-engah, anggota gerak tremor, kaki kadang-
kadang kejang, nafsu makan dan minum turun. Dokter melakukan pemeriksaan darah, hasil
pemeriksaan laboratoris menunjukkan adanya perubahan konsentrasi beberapa mineral. Dari
anamnesa diketahui sapi dalam masa laktasi dan memproduksi susu sangat banyak, Bp.
Munir mengaku hanya memberi pakan sesuai dengan keadaan sahari-hari pada waktu belum
laktasi.
Pada gejala milk fever, sapi akan ambruk dan mengalami kejang karena tonus otot
meningkat (Subronto, 2003). Sapi menjadi gelisah dengan ekspresi muka tampak beringas
(Subronto, 2003). Jika dibarengi penurunan kadar magnesium yang berat akan terlihat
stadium tetani yang panjang (Subronto, 2003). Ini baru merupakan stadium awal (prodormal).
Apabila tidak segera ditangani maka akan melanjut ke stadium rekumben. Pada stadium ini
Sapi tidak mampu berdiri dan berbaring pada sternumnya, dengan kepala mengarah ke
belakang, hingga dari belakang seperti membentuk huruf “S”. Di samping itu, sapi juga
mengalami dehidrasi, sehingga kulit tampak kering, sapi nampak lesu, pupil mata normal
atau membesar, dan reaksi terhadap rangsangan sinar menjadi lambat atau hilang sama sekali
(Subronto, 2003). Sapi tetap memiliki nafsu makan meski intensitasnya berkurang (Subronto,
2003). Dan jika sudah sampai stadium koma di mana sapi tampak lemah, tidak mampu
bangun dan berbaring pada salah satu sisinya (lateral recumbency), pulsus lemah
(120x/menit) dan suhu tubuh turun di bawah normal, pupil melebar dan refleks terhadap sinar
menghilang, dan proses ruminasi dan nafsu makan hilang,sapi makin tambah lesu maka
statusnya bisa menjadi infausta (Subronto, 2003). Diagnosa milk fever di lapangan ditentukan
berdasar waktu kejadian penyakit dan gejala yang diamati. Untuk lebih meyakinkan perlu
diukur kadar kalsium di dalam darahnya, yang digunakan untuk digunakan di lapangan
caranya adalah sebagai berikut :
Masukkan K-EDTA sebanyak masing-masing 0,1 ml ke 5 dalam tabung reaksi. Darah
sebanyak 35 ml diambil dari vena jugularis dengan cepat dan dimasukkan ke dalam 5 tabung
sampai pada batas kalibrasi. Setelah ditutup, dikocok kuat-kuat, dimasukkan ke dalam
waterbath dengan suhu 115oF (46,1oC), dan diamati selama 15 dan 20 menit. Setelah waktu
tersebut rak diangkat dan jumlah tabung yang darahnya menggumpal dihitung (Subronto,
2003).
Setelah didapatkan diagnosa yang tepat maka segera dilakukan pengobatan atau terapi
pada si sapi. Sapi yang sudah tidak dapat bangun perlu diubah posisi tidurnya, sehingga
sirkulasi darah pada kaki-kaki belakang dapat berlangsung dengan baik. Pengobatan dapat
juga dengan menggunakan pemompaan (insufflasi) udara ke dalam keempat kuartir ambing,
sehingga tekanan intra mamer meningkat dan menghentikan pengeluaran air susu
selanjutnya, yang berarti menghentikan pengurasan unsur kalsium ke dalam
ambing.Pengobatan ini terbukti telah mengurangi kematian sebesar 15%. Hasil yang
memuaskan diperoleh dengan penyuntikan garam kalsium, yang dapat segera membangunkan
sapi penderita dalam stadium berbaring.
Sediaan kalsium yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Larutan kalsium klorida 10% atau lebih. Sediaan ini kalau tidak sangat terpaksa
sebaiknya tidak digunakan, karena bila terlalu banyak atau terlalu cepat
pemberiannya dapat mengakibatkan heart block. Larutan ini harus disuntikkan
intraena, karena bila disuntikkan subkutan atau intramuskuler bersifat sangat
mengiritasi, hingga dapt tejadi radang atau abses.
b. Larutan kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 500ml, diberikan intravena, vena
jugulris atau intramamaria untuk sapi seberat ±500 kg. Larutan ini disuntikkan
selama 10-15 menit dengan jarum ukuran 16 G. Jika pemberian terlalu cepat dapat
menyebaban bradikardi yang mungkin diikuti berhentinya kerja jantung.
c. Campuran berbagai sediaan kalsium dengan garam-garam lainnya, antara lain :
Sediaan Calphonn Forte® yang merupakan kombinasi antara kalsium glukonat,
kalsium glukoheptonat dan kalsium sakarat, hingga kadar kalsiumnya mencapai
50%.
Sediaan Calfosals® mengandung kalsium 22%, fosfor, magnesium dan vitamin
D3.
Sediaan Calcitad® yang mengandung kalsium, magnesium, dan fosforil
etanolamida.
Untuk tindakan pencegahannya, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemberian kalsium hendaknya sekedar untuk pemeliharaan fungsi faali (2,5g/ 100
lb). Jumlah Ca yang ideal dalam pakan sehari adalah 20 g. Kebutuhan kalsium dan
fosfor adalah sebagai berikut :
Kegunaan Ca P
Pemeliharaan (g/100 lb)
Laktasi (g/ lb air susu++)
2,5
1,0
2,0
0,8
++kadar lemak terkoreksi 4%
b. Pemberian mineral block yang mengandung dikalsium fosfat tidak dianjurkan untuk
sapi yang bunting sarat di daerah yang cukup kandungan kalsiumnya dalam pakan
sehari-hari. Pemberian garam kalsium harus ditingkatkan setelah melahirkan.
c. Pemberian vitamin D2 secara oral, 20-30 juta IU/ hari, 2-3 hari sebelum melahirkan
mampu menurunkan kejadian milk fever secara nyata.
d. Pemberian vitamin D3 sebanyak 10 juta IU yang disuntikkan intravena, sekali saja,
2-3 hari sebelum melahirkan dapat juga menurunkan milk fever tanpa diikuti oleh
deposisi kalsium di alat-alat tubuh yang disebutkan di atas.
e. Penambahan 25-OH-cholecalciferol (vitamin D3) pada sapi yang hanya mendapatkan
fosfor kurang dari 40g/ hari dapat menceah terjadinya milk fever pada hewan
tersebut.
D. Kesimpulan
Diagnose pada sapi Bp. Munir dengan meligat gejala klinis, anamnesa, dan pemeriksaan
laboratory menunjukkan sapi menderita Milk fever.
Pengobatan melalui pemberian suplemen kalsium, yaitu calcium borogluconat 20-30%
sebanyak 500 ml secara IV, pada vena jugularis dan vena mamliaris, pada sapi dengan BB
500 kg disuntikkan selama 15 menit jika terlalu cepat dapat terjadi bradikardidan vitamin E.
Dalam pengobatan milk fever juga harus memperhatikan tingkat kompleksitasnya jika
terdapat perlu pemberian P 85 g dengan sediaan sodium acid phospahate deiberikan melalui
mulut dua kali sehari.
Kejadian milk fever dipengaruhi pada jumlah kalsium yang diserap dan bukan pada
kesimbangan Ca dan P. Jumlah ideal Ca dalam pakan 20 g. Pemberian vitamin D2 20-30 juta
IU/hari, selam 3-8 hari sebelum melahirkan dapat mengurangi kejadian milk fever.
Pemberian jangan terlalu lama karena dapat membahayakan karena dapat menyebabkan
anoreksi, stasis usus, dieresis, dantimbunan mineral di dalam jantung, ginjal dan arteri.
(Subronto, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
Edward, B. 2005. Black’s Veterinary Dictionary 21st Edition. A & C Black Publishers
Limited : London.
Subronto., Tjahajati, ida. 2004. Ilmu penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
INDIGESTI SEDERHANA
A. Abstrak
Penyakit indigesti pada sapi diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu indigesti
primer dan indigesti sekunder. Indigesti primer disebabkan oleh gangguan saraf pada
retikuloruminal pada dinding rumen atau disebabkan karena proses fermentasi yang
mengalami gangguan. Indigesti sekunder disebabkan karena lanjutan indigesti primer atau
penyakit sistemik lainnya. (Smith, 2002)
Indigesti mempunyai arti penyakit yang disfungsi pada retikulominal. Gangguan pada
rumen yang dapat menyebabkan indigesti meliputi abnormalitas fungsi motorik karena ada
gangguan dari fermentasi atau keseimbangan mikroorganisme rumen. Hal tersebut
mengakibatkan bermacam-macam indigesti pada ruminant. (Smith, 2002)
B. Riwayat Kasus
1. No : 2
2. Tanggal : 23 Desember 2009
3. Macam hewan : Sapi PFH
4. Nama dan alamat pemilik : Bp. Munir
5. Nama hewan : Beauty
6. Sinyalemen : umur 5 tahun, belang hitam putih
7. Anamnesis : nafsu makan dan minum turun, kotoran keras, lesu, malas bergerak,
penurunan frekuensi gerak dan tonus rumen, isi rumen padat (dengan eksplorasi
rektal)
8. Status praesens
a. Keadaan umum : malas bergerak, lesu, anoreksia
b. Frekuensi nafas : 30-40 kali/menit
c. Frekuensi pulsus : 70-80 kali/menit
d. Temperatur : 39 derajat Celcius
e. Kulit dan rambut : kering dan kusam
f. Selaput lendir : hiperemi
g. Kelenjar-kelenjar limfe : tidak ada pembengkakan
h. Pernafasan : normal
i. Peredaran darah : normal
j. Pencernaan : tonus rumen turun
k. Kelamin dan perkencingan : normal
l. Saraf : normal
m. Anggota gerak : normal
n. Lain-lain
Feses sedikit dan konsistensinya lunak
C. Diskusi dan Pembahasan
Etiologi
Penyebab dari simple indigesti adalah perubahan pakan yang tiba-tiba dan berlebihan
(terutama konsentrat) sehingga mikroba alami tidak dapat beradaptasi; mampu beradaptasi
tapi kurang mampu menyamai keadaan normal; dan pakan mengandung produk atau
menghasilkan produk yang dapat menghambat fermentasi. Hal tersebut menghasilkan
ketidakseimbangan mikroba. Selain itu sapi yang menderita pneumonia dan metritis dapat
menyebabkan indigesti. (Anonym, 2004)
Patogensis
Sapi yang memakan pakan yang mempunyai karbohidrat tinggi (serat kasar)
mengakibatkan rumen berusaha mencerna ingesta dengan motilitas gerak rumen yang tinggi,
kegiatan tersebut berlangsung lama dan terus-menerus sebagai usaha rumen dalam mengatasi
timbunan ingesta. Berangsur-angsur rumen mengalami hypomotilitas hingga mengalami
atoni. (Anonym, 2004)
Sapi yang memakan pakan berprotein tinggi memacu gerakan mengkosongkan rumen
dengan cara meningkatkan gerak dan tonus rumen, hingga rumen tidak mampu lagi. Hal
tersebut mengakibatkan pakan tertimbun dalam rumen dan menyebabkan dekomposisi
protein menjadi ammonia. Kandungan ammonia yang tinggi menyebabkan pH naik dan
keadaan rumen menjadi alkalis. Bakteri yang tidak tahan alkalis akan mati sehingga proses
pencernaan secara biokimiawi tidak berjalan efisien. Ingesta menjadi tidak tercerna dan
mengendap. pH yang tinggi mengakibatkan iritasi, rumen yang akan mengalami
hypomotilitas hingga atoni. (Smith, 2002)
Gejala klinis
Sapi akan mengalami penurunan nafsu makan dan terjadi anoreksia, terlihat 1-2 hari
setelah pemberian pakan. Sapi terkadang mengalami diare terlihat 24 jam setelah pemeberian
pakan. Motilitas rumen menurun dan isi rumen tidak berubah. Hal ini dapat memicu
terjadinya bloat. (Smith, 2002)
Prognosa
pengobatan secara konvensional bisa sembuh dalam waktu 24-48 jam. bahkan dapat
sembuh secara spontan yaitu di mana hewan yang mengalami indigesti akan tidak mau
makan, namun masih mau minum. Hal mi menunjukkan adanya usaha mengosongkan isi
rumen. (Smith, 2002)
Pengobatan
Prinsip pengobatan tujuannya adalah mengosongkan isi rumen.