Page 1
i
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX
GENERATORS TERHADAP PERFORMA
PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN
SIMULASI 3D
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Mesin pada Program Studi Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma
Disusun oleh:
VINSENSIUS TIARA PUTRA
NIM. 125214005
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 2
ii
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP
PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
Disusun oleh:
Vinsensius Tiara Putra
NIM: 125214005
Telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi:
Dosen Pembimbing I
A. Prasetyadi, S.Si., M.Si.
Dosen Pembimbing II
Stefan Mardikus, S.T., M.T.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 3
iii
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP
PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
Vinsensius Tiara Putra
NIM: 125214005
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 25 Juli 2016
Susunan Dewan Penguji
Ketua Penguji
: RB. Dwiseno Wihadi, S.T., M.Si.
.........................
Sekertaris Penguji
: D. Doddy Purwadianto, S.T., M.T.
.........................
Anggota I
: A. Prasetyadi, S.Si., M.Si.
.........................
Anggota II
: Stefan Mardikus, S.T., M.T.
.........................
Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Sudi Mungkasi, Ph.D.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 4
iv
ABSTRAK
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP
PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
VINSENSIUS TIARA PUTRA
NIM. 125214005
Fin tube heat exchanger (FTHE) adalah alat yang digunakan untuk
memindahkan kalor. Performa FTHE perlu ditingkatkan karena kecilnya harga
perpindahan kalor pada air side. Kecilnya harga perpindahan kalor disebabkan
oleh adanya udara yang terjebak di dalam FTHE karena terjadinya wake di
belakang setiap tube. Wake dapat dikurangi dengan menggunakan vortex
generator. Vortex generator juga berfungsi sebagai perluasan permukaan
perpindahan kalor sekaligus memicu terbentuknya longitudinal vortices yang
berguna meningkatkan pencampuran udara di dalam FTHE.
Pada penelitian ini digunakan metode simulasi 3D untuk mengetahui
pengaruh penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator pada
plain FTHE. Simulasi dilakukan menggunakan variasi bilangan Reynolds 500,
600, 700, 800 dan 900. Vortex generator memiliki tebal sama dengan tebal fin,
attack angle 15° dan diposisikan sejajar dengan tube.
Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan harga perpindahan kalor
tertinggi sebesar 75% didapatkan dengan menggunakan RWPs. Nilai pressure
drop terendah sebesar 48% didapatkan pada penggunaan DWPs. Performa CWPs
dan TWPs berada di antara RWPs dan DWPs. Performa TWPs dapat dikatakan
lebih baik daripada CWPs karena memiliki nilai pressure drop yang lebih rendah,
yaitu 74% - 77% pada TWPs dan 93% - 99% pada CWPs.
Kata kunci: vortex generator, wake, longitudinal vortices dan simulasi 3D.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 5
v
ABSTRACT
INVESTIGATION OF VORTEX GENERATORS FLUID FLOW ON
HEAT TRASNFER PERFORMANCE USING 3D SIMULATION
VINSENSIUS TIARA PUTRA
SN. 125214005
Fin tube heat exchanger (FTHE) is a device that can be used to transfer
heat. Performance of the plain FTHE need to be increased because of the low heat
transfer coefficient on the air side. Low heat transfer coefficient is caused by
trapped air inside the FTHE. Air could be trapped inside the FTHE because wakes
are formed in every downstream of the tube. Wakes could be decreased by using
vortex generators. Vortex generators also used to enlarge the heat transfer surface
area and form longitudinal vortices that can increase the air mixing inside the
FTHE.
In this research, 3D simulation method was performed to investigate the
effect of applying RWPs, DWPs, CWPs and TWPs vortex generators in plain
FTHE. Variation of the Reynolds number of 500, 600, 700, 800 and 900 was used
in the simulation. The vortex generators angle of attack is 15°, the thicknes is as
same as the fin thicknes and it is located beside every tube.
The result of this research shows that RWPs give the highest heat transfer
coefficient, about 75% better then plain FTHE. The lower pressure drop about
48% above plain FTHE was achieved by using DWPs. The performance of CWPs
and TWPs took place between RWPs and DWPs. TWPs performance was better
than CWPs because of the lower increase of the pressure drop, which is 74% -
77% for TWPs and 93% - 99% for CWPs.
Keywords: vortex generators, wake, longitudinal vortices and 3D simulation.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 6
vi
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi ini adalah karya ilmiah yang belum
pernah diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan
tinggi manapun. Beberapa karya ilmiah yang digunakan sebagai referensi
pendukung penulisan Skripsi ini telah dituliskan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Vinsensius Tiara Putra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 7
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Vinsensius Tiara Putra
NIM : 125214005
Demi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
INVESTIGASI ALIRAN FLUIDA VORTEX GENERATORS TERHADAP
PERFORMA PERPINDAHAN KALOR MENGGUNAKAN SIMULASI 3D
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan dan mengalihkan dalam bentuk media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya namun memberikan
royalti kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Vinsensius Tiara Putra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 8
viii
To my family and my friends
For The Glory of The LORD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 9
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan dan
perkenananNya yang dianugrahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang merupakan tahap akhir dari proses memperoleh gelar
Sarjana Teknik di Program Studi Teknik Mesin Univesitas Sanata Dharma.
Keberhasilan penulis dalam menjalani studi tidak lepas dari orang – orang
yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dengan segenap hati secara
moral maupun material. Dalam kesempatan ini penulis secara khusus
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
2. Ir. PK. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin.
3. A. Prasetyadi, M.Si. selaku dosen pembimbing utama sekaligus dosen
pembimbing akademik dari penulis, yang telah membimbing penulis sejak
pertama masuk kuliah di Universitas Sanata Dharma.
4. Stefan Mardikus, M.T., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dengan segenap hati.
5. Papa Iman, mama Iin dan nonik Nasya selaku keluarga terkasih dari
penulis yang telah memberikan dukungan yang sangat luar biasa kepada
penulis.
6. Teman – teman mahasiswa S1, kursus EEC dan teman – teman gereja
yang telah memberi dukungan semangat, sharing pengalaman hidup dan
menjadi saluran berkat dari Tuhan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam Skripsi ini terdapat kekurangan dan keterbatasan.
Penulis berharap Skripsi ini dapat menjadi karya tulis yang bermanfaat
sekaligus menjadi berkat bagi pembaca.
Yogyakarta, 25 Juli 2016
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 10
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
ABSTRACT ....................................................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah .................................................................... 5
1.4 Batasan Masalah ....................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 5
1.6 Originalitas Penelitian .............................................................. 6
BAB II DASAR TEORI ................................................................................. 7
2.1 Heat Exchanger ........................................................................ 7
2.2 Vortex Generator ...................................................................... 8
2.3 Klasifikasi Aliran...................................................................... 12
2.3.1 Aliran Viscous dan Inviscid .......................................... 13
2.4 Fully Developed Flow .............................................................. 14
2.5 Aliran Laminar dan Turbulen ................................................... 17
2.6 Aliran Internal dan Eksternal .................................................... 17
2.7 Performa Heat Exchanger ........................................................ 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 11
xi
2.7.1 Bilangan Reynolds ........................................................ 19
2.7.2 Fanning Friction Factor dan Pressure Drop ................ 20
2.7.3 Koefisien Perpindahan Kalor ........................................ 21
2.7.4 Bilangan Nusselt ........................................................... 21
2.7.5 Colburn Factor ............................................................. 22
2.8 Persamaan Dasar Aliran Fluida dan Perpindahan Kalor .......... 23
2.8.1 Kesetimbangan Massa .................................................. 24
2.8.2 Besarnya Perubahan Partikel Fluida pada Elemen
Fluida ............................................................................ 26
2.8.3 Persamaan Momentum Tiga Dimensi .......................... 29
2.8.4 Persamaan Energi Tiga Dimensi .................................. 32
2.9 Metode Solusi Pressure Based ................................................. 38
2.9.1 Pressure Based Segregated Algorithm ......................... 39
2.9.2 Pressure Based Coupled Algorithm ............................. 40
2.10 Metode Solusi Density Based ................................................... 41
2.11 Model Turbulen k-ε .................................................................. 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 46
3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................ 46
3.2 Diagram Alir Proses Simulasi .................................................. 47
3.3 Variabel Penelitian ................................................................... 48
3.4 Skema Heat Exchanger dan Vortex Generator ........................ 48
3.5 Computational Domain ............................................................ 51
3.6 Penggenerasian Mesh ............................................................... 52
3.7 Karakteristik Fluida .................................................................. 54
3.8 Boundary Condition ................................................................. 54
3.9 Solution Control ....................................................................... 55
3.10 Convergence Criteria ............................................................... 56
BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI ......................................................... 58
4.1 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt ......... 58
4.2 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Pressure Drop ............. 60
4.3 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Colburn Factor ........... 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 12
xii
4.4 Pengaruh Geometri Vortex Generator terhadap Friction
Factor ....................................................................................... 63
4.5 Kontur Kecepatan Aliran .......................................................... 65
4.5.1 Kontur Kecepatan pada Plain FTHE ............................ 65
4.5.2 Kontur Kecepatan pada Penggunaan RWPs ................. 67
4.5.3 Kontur Kecepatan pada Penggunaan DWPs................. 69
4.5.4 Kontur Kecepatan pada Penggunaan CWPs ................. 71
4.5.5 Kontur Kecepatan pada Penggunaan TWPs ................. 73
4.5.6 Perbandingan Kontur Kecepatan pada Variasi Vortex
Generator Menggunakan Bilangan Reynolds 900 ....... 74
4.6 Kontur Distribusi Temperatur .................................................. 78
4.6.1 Kontur Distribusi Temperatur pada Plain FTHE ......... 78
4.6.2 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan
RWPs ............................................................................ 79
4.6.3 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan
DWPs ............................................................................ 81
4.6.4 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan
CWPs ............................................................................ 83
4.6.5 Kontur Distribusi Temperatur pada Penggunaan
TWPs ............................................................................ 85
4.6.6 Perbandingan Kontur Distribusi Temperatur pada
Variasi Vortex Generator Menggunakan Bilangan
Reynolds 900 ................................................................ 87
BAB V KESIMPULAN .................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 93
LAMPIRAN ..................................................................................................... 96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Tabel boundary condition yang digunakan pada simulasi. ...... 97
Lampiran B.1 Data bilangan Nusselt dan Colburn factor dari hasil simulasi. 98
Lampiran B.2 Data pressure drop dan friction factor dari hasil simulasi. ...... 99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 14
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 (a) Individually fined tube; (b) flat fined tube .......................... 7
Gambar 2.2 Vortex generator jenis wing dan winglet. ................................. 9
Gambar 2.3 Visualisasi vektor kecepatan aliran yang tegak lurus dengan
arah aliran pada simulasi yang dilakukan oleh He dan Zhang,
2012. ......................................................................................... 10
Gambar 2.4 Visualisasi vektor kecepatan aliran fluida pada (A) plain fin
dan (B) dengan menggunakan vortex generator. ..................... 10
Gambar 2.5 Distribusi temperatur penampang vertikal pada (A) plain fin
dan (B) dengan menggunakan vortex generator. ..................... 11
Gambar 2.6 Distribusi temperature permukaan fin pada (A) plain fin dan
(B) menggunakan vortex generator .......................................... 11
Gambar 2.7 Bagan klasifikasi aliran secara umum ...................................... 12
Gambar 2.8 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate
menggunakan bilangan Reynolds rendah ................................. 13
Gambar 2.9 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate
menggunakan bilangan Reynolds tinggi .................................. 13
Gambar 2.10 Ilustrasi terbentuknya fully developed flow .............................. 15
Gambar 2.11 Skema (a) prediksi aliran ideal dan (b) aliran sebenarnya pada
fluida yang mengalir melalui sebuah silinder pejal .................. 18
Gambar 2.12 Skema satu elemen fluida ......................................................... 24
Gambar 2.13 Skema aliran massa yang keluar dan masuk pada satu elemen
fluida ......................................................................................... 25
Gambar 2.14 Ilustrasi pembacaan relasi (2.23) .............................................. 28
Gambar 2.15 Skema komponen tegangan yang terdapat pada setiap
permukaan dari satu elemen fluida ........................................... 30
Gambar 2.16 Komponen tegangan pada arah x .............................................. 30
Gambar 2.17 Pembacaan persamaan energi ................................................... 33
Gambar 2.18 Komponen dari vektor heat flux ............................................... 35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 15
xv
Gambar 2.19 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure
based segregated algorithm ..................................................... 39
Gambar 2.20 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure
based coupled algorithm .......................................................... 41
Gambar 2.21 Diagram alir dari proses simulasi pada penggunaan metode
solusi density based .................................................................. 42
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ............................................................. 46
Gambar 3.2 Diagram alir simulasi ............................................................... 47
Gambar 3.3 Skema FTHE isometric view .................................................... 48
Gambar 3.4 Skema FTHE top view .............................................................. 49
Gambar 3.5 Skema FTHE front view ........................................................... 49
Gambar 3.6 Skema plain FTHE ................................................................... 50
Gambar 3.7 Skema top view vortex generator ............................................. 50
Gambar 3.8 Skema RWPs vortex generator ................................................ 50
Gambar 3.9 Skema DWPs vortex generator ................................................ 51
Gambar 3.10 Skema CWPs vortex generator ................................................ 51
Gambar 3.11 Skema TWPs vortex generator ................................................ 51
Gambar 3.12 Computational domain ............................................................. 52
Gambar 3.13 Visualisasi meshing pada computational domain..................... 53
Gambar 3.14 Visualisasi meshing jarak dekat................................................ 53
Gambar 3.15 Solusi yang telah converged pada kasus plain FTHE
menggunakan variasi bilangan Reynolds 500 .......................... 57
Gambar 4.1 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap
bilangan Nusselt dengan variasi bilangan Reynolds. ............... 58
Gambar 4.2 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap
pressure drop dengan variasi bilangan Reynolds. .................... 60
Gambar 4.3 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap
Colburn factor dengan variasi bilangan Reynolds. .................. 62
Gambar 4.4 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap
friction factor dengan variasi bilangan Reynolds. .................... 64
Gambar 4.5 Skala kontur kecepatan aliran pada Plain FTHE. ..................... 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 16
xvi
Gambar 4.6 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 500. ............................ 66
Gambar 4.7 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 600. ............................ 66
Gambar 4.8 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 700. ............................ 66
Gambar 4.9 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 800. ............................ 67
Gambar 4.10 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 900. ............................ 67
Gambar 4.11 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan RWPs. .......... 68
Gambar 4.12 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 500. ................ 68
Gambar 4.13 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 600. ................ 68
Gambar 4.14 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 700. ................ 68
Gambar 4.15 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 800. ................ 68
Gambar 4.16 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900. ................ 69
Gambar 4.17 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan DWPs. ......... 70
Gambar 4.18 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 500. ................ 70
Gambar 4.19 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 600. ................ 70
Gambar 4.20 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 700. ................ 70
Gambar 4.21 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 800. ................ 70
Gambar 4.22 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900. ................ 71
Gambar 4.23 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan CWPs. .......... 71
Gambar 4.24 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 500. ................ 72
Gambar 4.25 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 600. ................ 72
Gambar 4.26 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 700. ................ 72
Gambar 4.27 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 800. ................ 72
Gambar 4.28 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900. ................ 72
Gambar 4.29 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan TWPs. .......... 73
Gambar 4.30 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 500. ................ 73
Gambar 4.31 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 600. ................ 74
Gambar 4.32 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 700. ................ 74
Gambar 4.33 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 800. ................ 74
Gambar 4.34 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900. ................ 74
Gambar 4.35 Skala kontur kecepatan aliran. .................................................. 75
Gambar 4.36 Kontur kecepatan plain FTHE pada Re 900. ............................ 75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 17
xvii
Gambar 4.37 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900. ................ 76
Gambar 4.38 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900. ................ 76
Gambar 4.39 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900. ................ 76
Gambar 4.40 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900. ................ 76
Gambar 4.41 Skala kontur temperatur pada plain FTHE. .............................. 78
Gambar 4.42 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 500. .......... 78
Gambar 4.43 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 600. .......... 79
Gambar 4.44 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 700. .......... 79
Gambar 4.45 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 800. .......... 79
Gambar 4.46 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 900. .......... 79
Gambar 4.47 Skala kontur temperatur pada penggunaan RWPs. .................. 80
Gambar 4.48 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 500. 80
Gambar 4.49 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 600. 80
Gambar 4.50 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 700. 81
Gambar 4.51 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 800. 81
Gambar 4.52 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 900. 81
Gambar 4.53 Skala kontur temperatur pada penggunaan DWPs. .................. 82
Gambar 4.54 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 500. 82
Gambar 4.55 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 600. 82
Gambar 4.56 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 700. 83
Gambar 4.57 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 800. 83
Gambar 4.58 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 900. 83
Gambar 4.59 Skala kontur temperatur pada penggunaan CWPs. .................. 84
Gambar 4.60 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 500. 84
Gambar 4.61 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 600. 84
Gambar 4.62 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 700. 84
Gambar 4.63 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 800. 84
Gambar 4.64 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 900. 85
Gambar 4.65 Skala kontur temperatur pada penggunaan TWPs. ................... 86
Gambar 4.66 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 500. 86
Gambar 4.67 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 600. 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 18
xviii
Gambar 4.68 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 700. 86
Gambar 4.69 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 800. 87
Gambar 4.70 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 900. 87
Gambar 4.71 Skala kontur temperatur. .......................................................... 87
Gambar 4.72 Kontur temperatur plain FTHE pada Re 900. .......................... 88
Gambar 4.73 Kontur temperatur RWPs vortex generator pada Re 900. ....... 88
Gambar 4.74 Kontur temperatur DWPs vortex generator pada Re 900. ....... 88
Gambar 4.75 Kontur temperatur CWPs vortex generator pada Re 900. ....... 88
Gambar 4.76 Kontur temperatur TWPs vortex generator pada Re 900. ........ 88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 19
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel beberapa perhitungan eL pada aliran turbulen ................... 16
Tabel 2.2 Nilai input yang relevan untuk ................................................. 28
Tabel 3.1 Karakteristik fluida kerja ............................................................... 54
Tabel 3.2 Tipe yang digunakan pada setiap descretization ........................... 55
Tabel 3.3 Convergence Criteria untuk setiap Residual ................................ 56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 20
xx
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Kepanjangan Pemakaian pertama
pada halaman
FTHE Fin Tube Heat Exchanger 1
CWPs Combine Winglet Pairs 5
RWPs Rectangular Winglet Pairs 5
TWPs Trapezoid Winglet Pairs 5
DWPs Delta Winglet Pairs 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 21
xxi
Lambang Arti Satuan Pemakaian
pertama pada
halaman
A Luas m2 15
pc Kalor spesifik J · kg-1 · K-1 23
hD Hydraulic diameter m 19
d Diameter m 16
E Energi J 33
f Fanning friction factor Dimensionless 20
g Gravitasi m · s-2 16
h Koefisien perpindahan kalor W · m-2 · K-1 21
j Colburn factor Dimensionless 22
k Konduktifitas termal fluida W · m-1 · K-1 21
L Panjang atau jarak m 13
Le Length Enterance m 15
Nu Bilangan nusselt Dimensionless 21
P Tekanan Pa 20
Pr Bilangan Prandtl Dimensionless 22
p Tegangan normal Pa 30
Q Debit m3 · s-1 15
q Heat flux W · m-2 21
Re Bilangan Reynolds Dimensionless 2
r Jari – jari m 15
St Bilangan Stanton Dimensionless 22
T Temperatur K 21
t Waktu s 24
U Kecepatan fluida m · s-1 13
u Kecepatan pada arah x m · s-1 13
V Kecepatan m · s-1 16
v Kecepatan pada arah y m · s-1 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 22
xxii
Lambang Arti Satuan Pemakaian
pertama pada
halaman
w Kecepatan pada arah z m · s-1 25
x Koordinat kartesian m 15
y Koordinat kartesian m 24
z Koordinat kartesian m 24
δ Tebal boundary layer m 13
ε Disipasi J 45
ρ Densitas kg · m-3 16
µ Viskositas dinamik Pa · s 13
τ Tegangan viscous Pa 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan energi
termal atau entalpi antara dua fluida atau lebih, antara permukaan benda padat dan
fluida, atau antara partikel padat dan fluida, dengan temperatur yang berbeda dan
terdapat kontak termal [Shah, 2003]. Penggunaan heat exchanger bertujuan untuk
memanaskan, mendinginkan atau mempertahankan temperatur. Beberapa contoh
penggunaan heat exchanter adalah pemanas air, sistem pendingin alat elektronik,
radiator kendaraan, sistem refrigerasi dan sistem air conditioner.
Berdasarkan konstruksinya, heat exchanger dibagi menjadi tubular,
plate-type, extended surface dan regenerators heat exchanger [Shah, 2003]. Pada
penelitian ini dilakukan pengembangan dari extended surface heat exchanger
yaitu fin and tube heat exchanger (FTHE). Jenis tersebut dipilih karena memiliki
performa perpindahan kalor yang tinggi. Hal itu dapat dicapai karena terdapat
extended surface atau perluasan permukaan perpindahan kalor yang mampu
meningkatkan koefisien perpindahan kalor sebesar dua sampai empat kali lipat
[Shah, 2003]. Walaupun memiliki performa perpindahan kalor yang tinggi, dalam
pengaplikasiannya masih terdapat beberapa masalah. Contoh masalah yang sering
dihadapi adalah keterbatasan ruang atau material untuk melakukan perluasan
permukaan perpindahan kalor. Contoh kasus yang lain adalah pada saat
menggunakan dua fluida kerja dengan fase yang berbeda, koefisien perpindahan
kalor FTHE pada air side, yaitu bagian yang mengalami kontak dengan udara dan
biasanya memiliki peranan paling besar, lebih rendah daripada liquid side, yaitu
bagian yang mengalami kontak dengan fluida cair. Masalah lain yang dihadapi
adalah terbentuknya wake region di setiap bagian belakang tube.
Wake region adalah daerah aliran fluida yang terjebak dan terisolasi dari
aliran utama karena terjadinya fluid separation, sehingga fluida tidak dapat
mengalir keluar dari daerah tersebut. Oleh karena itu wake region dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 24
2
mengakibatkan FTHE memiliki performa perpindahan kalor yang rendah. Pada
penelitian ini akan diteliti fenomena aliran dan perpindahan kalor pada bagian air
side dari sebuah pendingin ruangan. Pendingin ruangan bekerja dengan menyerap
kalor pada udara di ruangan tersebut. Untuk meningkatkan proses penyerapan
kalor atau harga perpindahan kalor, cara yang terbaik adalah melakukan rekayasa
fenomena aliran udara. Tujuan dari rekayasa aliran udara adalah meningkatkan
pencampuran udara agar distribusi temperatur menjadi lebih merata. Rekayasa
fenomena aliran dapat dilakukan dengan mengubah geometri FTHE.
Pada dasarnya fenomena aliran pada FTHE bergantung pada bentuk
geometri saluran yang dilewati oleh aliran tersebut [Shah, 2003]. Telah dilakukan
penelitian oleh para peneliti sebelumnya dengan mengubah geometri FTHE
menggunakan wavy fin, louvered fin, oval tube dan flat tube [He et al., 2012].
Walaupun telah didapatkan peningkatan perpindahan kalor dengan menggunakan
beberapa cara tersebut, para peneliti beranggapan performa heat exchanger dapat
ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, beberapa peneliti mulai meneliti metode baru
untuk meningkatkan harga perpindahan kalor, yaitu dengan menggunakan vortex
generator.
Salah satu pengembangan terbaru yang dilakukan untuk meningkatkan
performa FTHE adalah dengan menggunakan vortex generator. Vortex generator
adalah permukaan tambahan yang dapat membentuk longitudinal vortices atau
pusaran – pusaran udara dengan arah parallel terhadap aliran utama [He et al.,
2012]. Longitudinal vortices yang terbentuk berguna meningkatkan intensitas
pencampuran aliran udara. Dengan intensitas pencampuran udara yang tinggi
maka distribusi temperatur menjadi lebih merata. Banyak penelitian telah
dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan vortex generator. Penelitian
numerik yang dilakukan oleh Biswas et al., 1994 menunjukkan, dengan
menggunakan bilangan Reynolds 500 dan 1000 pada pengaplikasian winglet type
longitudinal vortex generator yang ditempatkan di bagian downstream dapat
meningkatkan perpindahan kalor pada bagian tersebut sampai dengan 250%.
Eksperimen yang dilakukan oleh Gentry dan Jacobi, 1997 menunjukkan terjadi
peningkatan perpindahan kalor sebesar 50% sampai dengan 60% dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 25
3
menggunakan delta-wing vortex generator pada Re rendah. Chen et al., 1998
menunjukkan delta winglet vortex generator dapat memberikan rasio besarnya
heat transfer enhancement terhadap flow loss penalty pada penggunaan satu, dua,
dan tiga pasang adalah 1,04; 1,01; dan 0,97. Torii et al., 2002 meneliti konfigurasi
common flow up pada FTHE with winglet type vortex generator. Penelitian
mereka menunjukkan, konfigurasi tersebut dapat meningkatkan perpindahan kalor
serta menurunkan pressure loss pada susunan stagerred maupun in-line FTHE.
Tiwari et al., 2002 menunjukkan dalam penelitiannya, dengan menggunakan
multiple delta winglets dapat mengurangi ukuran heat exchanger. Tidak jauh
berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh O’Brien et al., 2004 dengan
menggunakan vortex generator, rata – rata perpindahan kalor dapat meningkat
sampai dengan 38%. Dengan melakukan eksperimen dan simulasi 3D turbulence
analysis, Leu et al., 2004 menunjukkan block shape vortex generator dapat
meningkatkan performa heat exchanger dengan optimal pada span angle 45°. Hal
tersebut juga dapat mereduksi ukuran fin sampai dengan 25% pada Re 500.
Perhitungan numerik yang dilakukan oleh Hiravennavar et al., 2007 menunjukkan
heat transfer enhancement dapat meningkat sampai dengan 33% dengan
menggunakan satu buah winglet dan 67% saat menggunakan sepasang winglet.
Tian et al., 2009 menunjukka delta winglet vortex generator dengan konfigurasi
in-line dapat meningkatkan Colburn factor dan friction factor sebesar 13,1% dan
7,0% sedangkan pada konfigurasi staggered dapat meningkatkan sebesar 15,4%
dan 10,5%. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Jordar dan Jacobi, 2004,
2007, 2008 menunjukkan pengaplikasian delta winglet vortex generator
menggunakan berbagai konfigurasi dapat meningkatkan performa FTHE dengan
siknifikan. Heat transfer enhancement dengan menggunakan delta winglet vortex
generator dilakukan oleh Li et al., 2013 pada attack angle 30° menghasilkan heat
transfer enhancement yang jauh lebih baik dan pressure drop yang lebih rendah
pada Re yang rendah. Penelitian yang dilakukan Saha et al., 2014 menunjukkan
secondary flow yang dihasilkan oleh vortex generator dapat meningkatkan
percampuran fluida di daerah pusat heat exchanger. Mereka juga menunjukkan
dengan performance analysis, didapatkan heat transfer enhancement yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 26
4
siknifikan dari penggunaan rectangular winglet pair vortex generator daripada
menggunakan delta winglet pair vortex generator. Li et al., 2014 menunjukkan
penggunaan radiantly arranged delta winglet vortex generator plain FTHE
dengan konfigurasi lima tube memiliki performa yang sama dan pressuse drop
yang lebih rendah daripada wavy-fin and tube heat exchanger dengan konfigurasi
enam tube.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti
sebelumnya, masih terdapat beberapa variasi geometri yang belum banyak diteliti.
Salah satunya adalah menggabungkan dua bentuk dasar vortex generator yaitu
RWPs dan DWPs vortex generator menjadi CWPs vortex generator seperti yang
telah diteliti oleh Mardikus dan Putra, 2015. Hasil penelitian mereka
menunjukkan penggunaan CWPs vortex generator dapat menghasilkan pressure
drop yang lebih rendah daripada menggunakan RWPs vortex generator sekaligus
memiliki heat transfer coefficient yang lebih tinggi daripada menggunakan DWPs
vortex generator. Terdapat juga peneliti yang menggabungkan dua bentuk dasar
vortex generator tersebut menjadi TWPs vortex generator yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan CWPs vortex generator. Beberapa peneliti yang
telah meneliti TWPs vortex generator adalah Zhou et al., 2012, 2014 dan Lotfi et
al., 2014. Karena masih sedikitnya penelitian mengenai CWPs dan TWPs vortex
generator maka penelitian ini dilakukan investigasi karakteristik penggunaan
CWPs dan TWPs vortex generator. Pada penelitian ini akan digunakan metode
computational fluid dynamic untuk mendapatkan analisa pressure drop, bilangan
Nusselt, Colburn factor, friction factor, kontur distribusi temperatur dan kontur
aliran fluida.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan RWPs,
DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator pada fin and tube heat exchanger
sehingga dapat diketahui karakteristik masing – masing vortex generator.
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui karakterisik penggunaan
vortex generator pada fin and tube heat exchanger adalah:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 27
5
a. Nilai bilangan Nusselt dan Colburn factor
b. Nilai pressure drop
c. Nilai friction factor
d. Kontur kecepatan
e. Kontur temperatur
1.3 Rumusan Masalah
Performa perpindahan kalor FTHE pada bagian air-side memiliki nilai
yang lebih rendah daripada bagian liquid-side. Selain itu, terbentuknya wake
region pada setiap bagian belakang dari tube membuat FTHE memiliki performa
perpindahan kalor yang rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan
dilakukan rekayasa fenomena aliran menggunakan vortex generator untuk
meningkatkan performa perpindahan kalor pada bagian air-side dari FTHE
sekaligus mengurangi ukuran wake region.
1.4 Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah dibahas sebelumnya, maka pada penelitian
ini ditentukan batasan masalah sebagai berikut:
a. Simulasi dilakukan pada aliran steady.
b. Jennis aliran yang digunakan adalah aliran laminar.
c. Analisa dilakukan pada satu baris geometri in-line FTHE.
d. Digunakan vortex generator jenis RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs.
e. Fluida yang digunakan adalah udara bebas.
f. Model turbulen yang digunakan adalah k-ε.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan dapat memberi manfaat pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai penggunaan vortex generator pada FTHE. Beberapa
manfaat yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan dituliskan sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 28
6
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai literature pertimbangan
pembuatan heat exchanger.
b. Hasil penelitian dapat menunjukkan karakteristik masing – masing
penggunaan vortex generator pada FTHE.
c. Hasil penelitian dapat menjadi acuan bagi peneliti berikutnya yang akan
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan vortex
generator.
1.6 Originalitas Penelitian
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Zhou et al., 2012 dan
Mardikus dan Putra, 2015, maka penelitian ini dilakukan berbeda. Penelitian ini
dilakukan dengan membandingkan karakteristik CWPs dan TWPs vortex
generator serta digunakan DWPs dan RWPs sebagai acuan awalnya. Pengambilan
data dilakukan pada aliran laminar dengan bilangan Reynold 500, 600, 700, 800
dan 900. Vortex generator diaplikasikan sejajar dengan tube dengan attack angle
30° terhadap arah aliran udara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 29
7
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Heat Exchanger
Heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan energi
termal (entalpi) antara dua fluida atau lebih, antara permukaan benda padat dan
fluida, atau antara partikel padat dan fluida, dengan temperatur yang berbeda dan
terdapat kontak termal [Shah, 2003]. Pada dasarnya HE digunakan untuk
memanaskan atau mendinginkan fluida dan melakukan proses evaporasi atau
kondensasi dari satu aliran fluida atau lebih. Penggunaan yang lain adalah untuk
menyimpan atau membuang kalor, sterilisasi, pasteurisasi, fraksinasi, destilasi,
pembuatan konsentrat, kristalisasi dan melakukan kontrol pada suatu proses
fluida. Proses perpindahan kalor pada kebanyakan HE terjadi secara indirect
contact. Perpindahan panas terjadi melalui dinding pemisah dan idealnya tidak
terjadi pencampuran fluida sedikitpun. Beberapa contoh HE yang sering
digunakan adalah shell-and-tube eexchanger, radioator kendaraan, kondensor,
evaporator, pemanas air dan cooling tower.
Gambar 2.1 (a) Individually fined tube; (b) flat fined tube [Shah, 2003].
(a) (b)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 30
8
Berdasarkan konstruksinya HE dibagi menjadi tubular, plate-type,
extended surface dan regenerative. Dari keempat jenis tersebut, extended surface
HE memiliki performa yang paling tinggi. Extended surface adalah penambahan
permukaan perpindahan kalor (fins) sebanyak 5 sampai 12 kali permukaan utama
tergantung pada designnya. Design extended surface HE yang paling sering
digunakan adalah fin and tube heat exchanger. Berdasarkan jenis sirip yang
digunakan, dapat dilihat pada Gambar 2.1, FTHE dibagi menjadi dua jenis, yaitu
individually fined tube dan flat fined tube. Pembuatan individually fined tube
biasanya lebih rumit daripada pembuatan flat fined tube, oleh karena itu sering
kali pembuatan flat finned tube membutuhkan biaya produksi yang relative lebih
rendah. Pada FTHE biasanya perpindahan kalor terjadi antara dua fluida melalui
proses konduksi melalui tube dan fin. Pada dasarnya kerapatan fin bermacam –
macam mulai dari 250 sampai dengan 800 fins per meter, ketebalannya mulai dari
0,08 sampai dengan 0,25 mm dan jarak aliran mulai dari 25 sampai dengan 250
mm. FTHE digunakan saat salah satu aliran fluida memiliki tekanan yang lebih
tinggi atau pada salah satu fluida memiliki koefisien perpindahan kalor yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, FTHE banyak digunakan sebagai kondensor pada
pembangkit listrik, air-cooled exchanger pada kegiatan industry, pendingin oli
pada propulsive power plant dan kondensor dan evaporator pada air conditioning
dan refrigeration system.
2.2 Vortex Generator
Vortex generator adalah permukaan tambahan yang dapat membentuk
vortices dengan arah parallel terhadap aliran utama. Vortices terbentuk karena
adanya strong swirling dari secondary flow, yang diakibatkan oleh flow
separation dan gesekan pada fluida. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi flow
separation dan gesekan adalah adanya pengurangan tebal boundary layer, aliran
yang tidak stabil dan peningkatan gradien temperature di sekitar permukaan
perpindahan kalor [He et al, 2012]. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan beberapa jenis
vortex generator yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 31
9
Gambar 2.2 Vortex generator jenis wing dan winglet [He dan Zhang, 2012].
Pada penelitian ini vortex generator dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis
wing dan jenis winglet. Jenis wing adalah vortex generator yang diposisikan tegak
lurus dengan arah aliran, sedangkan jenis winglet adalah vortex generator yang
diposisikan dengan sudut tertentu pada garis yang sejajar dengan arah aliran.
Belum ada klasifikasi yang benar – benar jelas mengenai jenis – jenis vortex
generator. Masih banyak penelitian dilakukan untuk semakin mendalami
karakteristik masing – masing vortex generator. Biasanya pada penelitian –
penelitian sebelumnya, vortex genenerator digolongkan berdasarkan nama,
kemiripan bentuk geometri dan kemiripan karakteristik kerjanya. Pada bagian ini
hanya dibahas mengenai vortex generator jenis winglet karena penelitian ini
hanya dilakukan pada lingkup vortex generator jenis winglet.
Penggunaan vortex generator dapat memicu terbentuknya vortex dan
secondary flow. Pada Gambar 2.3 ditunjukkan, vortex dan secondary flow
terbentuk karena perbedaan tekanan antara fluida sebelum melewati delta winglet
dan setelah fluida melewati delta winglet. Vortex dapat menngintervensi aliran
fluida dan mengurangi tebal boundary layer. Gambar 2.4 menunjukkan vector
kecepatan pada penampang tanpa dan dengan vortex generator. Terlihat jelas
terjadi resirkulasi aliran yang luas di belakang tube yang berdampak pada
menurunnya performa perpindahan kalor. Dengan menggunakan vortex generator,
terdapat ruang seperti nozzle antara tube dan vortex generator. Kecepatan fluida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 32
10
meningkat pada daerah tersebut dan menunda terjadinya separasi aliran. Dengan
begitu ukuran daerah wake dan drag yang terbentuk semakin berkurang. Dapat
dikatakan, penggunaan vortex generator tidak hanya memicu terbentuknya
longitudinal vortex tetapi juga memicu terbentuknya nozzle-like acceleration zone
yang dapat mengurangi ukuran wake di belakang tube.
Gambar 2.3 Visualisasi vektor kecepatan aliran yang tegak lurus dengan arah
aliran pada simulasi yang dilakukan oleh He dan Zhang, 2012.
Gambar 2.4 Visualisasi vektor kecepatan aliran fluida pada (A) plain fin dan (B)
dengan menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012].
Gambar 2.5 menunjukkan distribusi temperatur yang simetri pada plain
fin dan asimetri pada penggunaan vortex generator. Bentuk asimetri diakibatkan
oleh terbentuknya swirling flow yang dapat merubah distribusi temperature pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 33
11
fluida. Terjadi peningkatan gradien temperatur pada penggunaan vortex generator
dan menghasilkan temperatur outlet yang lebih tinggi daripada plain fin. Dapat
dikatakan terjadi peningkatan perbedaan temperature antara inlet dan outlet.
Dengan begitu nilai perpindahan kalor yang terjadi pada penggunaan vortex
generator lebih tinggi daripada plain fin.
Gambar 2.5 Distribusi temperatur penampang vertikal pada (A) plain fin dan (B)
dengan menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012].
Gambar 2.6 Distribusi temperature permukaan fin pada (A) plain fin dan (B)
menggunakan vortex generator [He dan Zhang, 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 34
12
Gambar 2.6 menunjukkan distribusi temperature pada permukaan fin.
Gradien temperatur di belakang tube pada penggunaan vortex generator lebih
tinggi daripada plain fin. Pada lokasi yang sama, temperatur lokal dengan
penggunaan vortex generator lebih rendah daripada plain fin. Temperatur rata –
rata fin juga lebih rendah karena penggunaan vortex generator. Dapat
disimpulkan, penggunaan vortex generator dapat meningkatkan besarnya
perpindahan kalor dan koefisien perpindahan kalor yang berdampak pada
meningkatnya performa perpindahan kalor.
2.3 Klasifikasi Aliran
Dalam analisa aliran fluida, densitas merupakan poin yang terpenting
untuk diperhitungkan dan fluida diasumsikan sebagai partikel yang terus bergerak
terhadap ruang dan waktu. Dengan begitu fluida dapat dikatakan sebagai
continuum, yaitu asumsi bahwa terdapat jarak antar molekul yang sangat jauh jika
dibandingkan dengan ukuran molekulnya tetapi tidak akan mempengaruhi sifat
molekulnya secara signifikan [Atkins, 2013]. Secara umum aliran fluida dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Gambar 2.7 Bagan klasifikasi aliran secara umum [White, 2003].
Aliran Fluida
Viscous Inviscid
Laminar Turbulent
Compressible Incompressible External Internal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 35
13
2.3.1 Aliran Viscous dan Inviscid
Pada dasarnya setiap fluida memiliki viskositas tertentu, tetapi utnuk
beberapa kasus, viskositas fluida dapat diabaikan. Aliran yang diperhitungkan
dengan mengabaikan viskositasnya 0 adalah aliran non-viskos. Untuk aliran
dengan viskositas yang diperhitungkan disebut aliran viskos. Viskositas sendiri
adalah nilai besarnya resistensi fluida trhadap aliran [White, 2011]. Viskositas
menentukan besarnya regangan yang terjadi pada fluida akibat tegangan geser
yang diterima.
Gambar 2.8 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate
menggunakan bilangan Reynolds rendah [White,2011].
Gambar 2.9 Skema pembagian daerah viscous dan inviscid pada flat plate
menggunakan bilangan Reynolds tinggi [White, 2011].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 36
14
Dari Gambar 2.8 dan 2.9 berlaku:
x
x
x
x
xRe10ulen turb
Re
16.0
10Re10 laminar Re
0.5
6
71
63
21
(2.1)
Untuk memperhitungkan pengaruh viskos fluida dapat digunakan analisa
lapisan batas atau biasa disebut boundary layer analysis. Pada Gambar 2.8, aliran
U bergerak parallel menuju plate sepanjang L . Jika bilangan Reynolds sebesar
vUL termasuk dalam bilangan Reynold rendah, maka daerah viskos menjadi
sangat luas sampai pada ujung belakang plate. Plate mengurangi laju aliran
dengan siknifikan dan perubahan kecil pada parameter aliran menyebabkan
perubahan yang besar pada distribusi tekanan yang diterima plate. Tidak terdapat
teori sederhana untuk analisa aliran eksternal pada bilangan Reynolds 1 sampai
1000. Untuk mempelajari fenomena pergeseran lapisan aliran yang tebal
dilakukan melalui eksperimen atau pemodelan numerik dari aliran fluida
menggunakan computer. Pada aliran dengan bilangan Reynolds tinggi, lapisan
viskos laminar maupun turbulen menjadi sangat tipis, lebih tipis dari yang
digambarkan pada Gambar 2.9. Tebal lapisan batas sebagai daerah dengan
kecepatan u parallel terhadap plate mencapai 99 persen dari seluruh kecepatan
aliran fluida U .
2.4 Fully Developed Flow
Pengaruh viskos pada aliran fluida akan semakin meningkat secara
perlahan – lahan sampai seluruh aliran menjadi aliran viskos atau bisa disebut
fully developed flow. Pada awalnya aliran inviscid mengalir melalui entrance
region. Pada entrance region terjadi peningkatan viscous boundary layer,
berakibat menghambat aliran aksial u yang bergesekan dengan dinding dan
berdampak pada meningkatnya kecepatan aliran pada bagian center-core aliran
sesuai dengan syarat kontinuitas incompressible.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 37
15
const dAuQ (2.2)
Setelah melalui entrance region aliran menjadi fully developed flow.
Dapat dilihat pada Gambar 2.4.1, pada daerah aliran tersebut kecepatan aksial
berubah sampai pada eLx tidak berubah terhadap x dan ruu . Pada bagian
eLx kecepatan menjadi konstan, tegangan geser pada dinding menjadi konstan
dan pressure drop menjadi linear terhadap x .
Gambar 2.10 Ilustrasi terbentuknya fully developed flow [White, 2011].
Dimensional analysis menunjukkan bilangan Reynold adalah satu –
satunya parameter yang mempengaruhi panjangnya eL . Jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 38
16
,,,VdfLe dengan A
QV (2.3)
maka, RegVd
gd
Le
(2.4)
Untuk aliran laminar, korelasi yang dapat diterima adalah
Re06.0d
Le laminar (2.5)
Entrance length maksimal untuk aliran laminar pada 2300Re , critd adalah
dLe 138 .
Pada aliran turbulen, boundary layer terbentuk dengan lebih cepat dan
eL relatif lebih pendek, tergantung pada kekasaran permukaan dindingnya
61Re4.04 d
e
d
L turbulen (2.6)
Beberapa perhitungan eL pada aliran turbulen adalah sebagai berikut
Tabel 2.1 Tabel beberapa perhitungan eL pada aliran turbulen
dRe 4000 104 105 106 107 108
dLe 18 20 30 44 65 95
Jika eL sampai dengan 44 kali diameter maka dapat menjadi terlalu panjang,
tetapi pada pengaplikasiannya besarnya dLe dapat mencapai 1000 bahkan lebih.
Untuk beberapa kasus, pengaruh entrance dapat diabaikan dan analisa yang lebih
sederhana dapat diaplikasikan untuk fully developed flow. Hal tersebut dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 39
17
diaplikasikan pada aliran laminar maupun turbulen, termasuk dinding yang kasar
dan penampang yang tidak circular.
2.5 Aliran Laminar dan Turbulen
Bentuk aliran fluida dapat berubah sesuai dengan parameter yang
mempengaruhinya. Aliran yang halus dan teratur disebut aliran laminar,
sedangkan saat aliran berfluktuasi disebut aliran turbulen. Kondisi aliran saat
mulai berubah dari laminar ke turbulen atau sebaliknya disebut aliran transisi.
Perubahan aliran terjadi dikarenakan beberapa faktor, misalnya kekasaran dinding
atau fluktuasi pada bagian inlet. Aliran dengan bilangan Reynolds rendah adalah
aliran yang halus dan laminar, dengan bagian tengah aliran bergerak lebih cepat
dan lebih lambat pada bagian dinding. Aliran dengan bilangan Reynolds tinggi
adalah aliran turbulen yang tidak steady dan acak, tetapi pada saat aliran turbulen
telah membentuk pola tertentu maka dapat dikatakan steady dan dapat diprediksi.
Parameter utama yang mempengaruhi bentuk aliran adalah bilangan
Reynolds. Jika vULRe , dengan U adalah kecepatan rata – rata aliran dan L
adalah lebar aliran atau transverse thicness dari shear layer, maka range bilangan
Reynolds dapat digolongkan sebagai berikut:
0 < Re < 1 : laminar highly viscous “creeping” motion
1 < Re < 100 : laminar, strong Re dependence
100 < Re < 103 : laminar, teori boundary layer dapat digunakan
103 < Re < 104 : tansisi menuju turbulen
104 < Re < 106 : turbulen, moderate Re dependence
106 < Re < ∞ : turbulen, slight Re dependence
2.6 Aliran Internal dan Eksternal
Aliran laminar dan turbulen dapat terjadi pada aliran internal maupun
eksternal. Aliran internal adalah aliran yang dibatasi oleh dinding dan memiliki
pengaruh viscous yang dapat terus meningkat sampai mempengaruhi seluruh
aliran. Pada bagian 2.4 telah dibahas lebih lengkap mengenai aliran internal dan
pada bagian 2.3 telah sedikit dibahas mengenai aliran eksternal. Aliran eksternal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 40
18
adalah aliran yang tidak terbatas oleh dinding apapun, ruang lingkupnya dapat
terus bertambah tanpa batasan peningkatan tebal viscous layer. Walaupun teori
boundary layer dapat membantu dalam melakukan perhitungan aliran eksternal,
tetapi untuk beberapa kasus dengan geometri yang kompleks dibutuhkan data
eksperimental dari gaya dan momentum yang disebabkan oleh aliran tersebut.
Aliran eksternal sering ditemui pada bidang aerodinamika, hidrodinamika,
transportasi, wind engineering dan ocean engineering.
Gambar 2.11 Skema (a) prediksi aliran ideal dan (b) aliran sebenarnya pada fluida
yang mengalir melalui sebuah silinder pejal [White, 2011].
Pada Gambar 2.11, walaupun menggunakan bilangan Reynold tinggi
masih terdapat ketidaksesuaian pada konsep viscous-inviscid yang telah dibahas.
Prediksi aliran ideal dengan skema pada Gambar 2.11 (a), jika menggunakan
bilangan Reynolds tinggi maka terdapat boundary layer yang tipis di sekitar
silinder dan terdapat boundary layer yang sempit di bagian belakang. Setelah
dilakukan eksperimen, didapatkan skema aliran yang sebenarnya yaitu sesuai
dengan Gambar 2.11 (b), yang menunjukkan terbentuknya boundary layer tipis di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 41
19
bagian depan sampai dengan bagian samping silinder. Pressure drop terjadi
selama aliran melewati permukaan silinder, tetapi di bagian belakang, boundary
layer mengalami peningkatan tekanan yang berakibat terpecahnya aliran dan
memicu terbentuknya wake. Aliran utama mengalami defleksi karena adanya
wake, maka dari itu aliran eksternal berbeda dari prediksi menggunakan teori
inviscid [White, 2011].
2.7 Performa Heat Exchanger
Untuk melakukan analisa performa heat exchanger diperlukan beberapa
parameter yang merepresentasikan karakteristiknya. Analisa aliran fluida pada
heat exchanger dilakukan menggunakan parameter bilangan Reynolds, pressure
drop dan friction factor, sedangkan analisa perpindahan kalor dilakukan
menggunakan parameter harga perpindahan kalor, bilangan Nusselt dan Colburn
factor.
2.7.1 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds adalah bilangan tak berdimensi yang menjadi
parameter utama pada perhitungan karakteristik viscous seluruh fluida newtonian.
Bilangan Reynolds menyatakan rasio gaya inersia terhada gaya viscous pada
fluida yang dapat dituliskan:
hm DuRe (2.7)
dengan adalah massa jenis fluida dalam kg/m3, mu adalah kecepatan rata – rata
fluida dalam m/s, hD adalah hydraulic diameter dalam meter dan adalah
viskositas dinamis fluida dalam Pa·s.
Pada bilangan Reynolds tinggi, gaya inersia relatif lebih besar dari gaya
viscous, oleh karena itu, gaya viscous tidak dapat menahan fluktuasi yang terjadi
secara cepat dan acak, yang disebabkan oleh besarnya gaya inersia, maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 42
20
terbentuklah aliran turbulen. Pada bilangan Reynolds rendah, gaya viscous lebih
besar daripada gaya inersia, dengan begitu gaya inersia tidak dapat memicu
terjadinya fluktuasi karena tertahan oleh adanya gaya viscous yang lebih besar dan
terbentuklah aliran laminar. Bilangan Reynolds pada saat aliran berubah menjadi
turbulen disebut bilangan Reynolds kritis. Nilai bilangan Reynolds kritis berbeda
– beda sesuai dengan geometrinya. Pada dasarnya nilai bilangan Reynolds kritis
dapat berubah sesuai dengan tingkat turbulensi pada bagian free stream.
2.7.2 Fanning friction factor dan pressure drop
Fanning friction factor adalah rasio tegangan geser pada dinding
terhadap energi kinetik aliran fluida per satuan volume. Fanning friction factor
merepresentasikan gesekan pada permukaan dinding, bersangkutan dengan
perpindahan kalor konveksi yang terjadi pada suatu permukaan. Friction factor
berbanding terbalik dengan bilangan Reynolds pada fully developed flow [Shah,
2003]. Fanning friction factor dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
min
2
2 A
AV
Pf
Tm
(2.8)
Notasi P adalah pressure drop dalam satuan pascal, besarnya pressure drop
yang terjadi dihitung berdasarkan selisih tekanan inlet dengan tekanan outlet atau
dapat dituliskan:
outletinlet PPP (2.9)
Notasi adalah densitas fluida dalam satuan kg/m3, mV adalah kecepatan rata –
rata pada bagian inlet dalam satuan m/s, TA adalah luas permukaan perpindahan
kalor dalam satuan m2 dan minA adalah luas penampang pada bagian inlet dalam
satuan m2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 43
21
2.7.3 Koefisien perpindahan kalor
Koefisien perpindahan kalor menyatakan besarnya kalor yang dapat
diterima fluida atau convective heat flux (q”) per satuan perbedaan temperatur
antara temperatur wall dan temperature fluida (Tw – Tm).
Besarnya koefisien perpindahan kalor dapat dituliskan sebagai berikut:
)( mw TT
qh
(2.10)
dengan q dalam satuan 2
mW dan mw TT dalam satuan kelvin.
Fenomena perpindahan kalor dan aliran yang kompleks untuk suatu
permukaan yang mengalami perpindahan kalor mengacu pada harga h, maka dari
itu besarnya harga koefisien perpindahan kalor akan dipengaruhi oleh berbagai
variabel atau kondisi kerjanya. Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi
harga h adalah fase fluida (single-phase, multiphase, kondensasi, evaporasi),
bentuk aliran (laminar, transisi, turbulent), geometri aliran fluida, karakteristik
fluida (jenis fluida yang digunakan), flow and thermal boundary condition, tipe
konfeksi (free atau forced), heat transfer rate, perbedaan temperature wall pada
luasan penampang aliran tertentu, viscous dissipation, dan parameter atau variable
yang lain sesuai dengan jenis alirannya.
2.7.4 Bilangan Nusselt
Bilangan Nusselt adalah rasio harga perpindahan kalor konveksi (h)
dengan harga konduksi termal suatu molekul pada hydraulic diameter tertentu
(k/Dh). Persamaan bilangan Nusselt dapat dituliskan sebagai berikut:
hDk
hNu (2.11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 44
22
dengan h adalah koefisien perpindahan kalor dalam KmW2 , k adalah
konduktivitas termal fluida dalam KmW dan hD adalah hydraulic diameter
dalam meter.
Pada aliran laminar, thermal boundary condition dan geometri aliran
fluida sangat berpengaruh terhadap besarnya bilangan Nusselt, tetapi parameter
tersebut hanya memberi pengaruh kecil pada aliran turbulen. Bilangan nusselt
memiliki nilai yang konstan pada fully developed laminar flow. Pada fully
developed turbulent flow, bilangan Nusselt bergantung pada besarnya bilangan
Reynolds dan bilangan Prandtl. Dengan memperhitungkan thermal boundary
condition, geometri aliran dan jenis aliran, besarnya bilangan Nusselt juga dapat
dipengaruhi oleh fase fluida, sifat fisis fluida dan tipe konveksinya.
2.7.5 Colburn factor
Colburn factor adalah modifikasi dari bilangan Stanton yang
dipergunakan untuk memperhitungkan bilangan Prandtl pada fluida. Berbeda
dengan bilangan Stanton yang bergantung pada besarnya bilangan Prandtl fluida,
Colburn factor j bersifat lebih independen untuk fluida dengan 10Pr5,0
untuk aliran laminar dan turbulen. Hasil data j vs Re dari perhitungan heat
exchanger yang menggunakan udara dapat digunakan untuk memperhitungkan
heat exchanger yang menggunakan air pada beberapa kasus tertentu. Colburn
factor dapat didefinisikan sebagai berikut:
32PrSt j (2.12)
dengan St adalah bilangan Stanton tak berdimensi dan Pr adalah bilangan Prandtl
tak berdimensi.
Bilangan Stanton merepresentasikan koefisien perpindahan kalor dengan
nilai yang tidak berdimensi. Bilangan Stanton didefinisikan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 45
23
pmcV
h
St (2.13)
dengan h adalah koefisien perpindahan kalor dalam KmW2 , adalah
densitas fluida dalam satuan kg/m3, mV adalah kecepatan rata – rata pada bagian
inlet dalam satuan m/s dan pc adalah kalor spesifik dalam KkgJ . Bilangan
Stanton juga dapat dikatakan sebagai rasio perpindahan kalor konveksi terhadap
perubahan entalpi pada fluida kerja.
Bilangan Prandtl menyatakan rasio difusivitas momentum terhadap
difusivitas termal fluida. Bilangan Prandtl dapat dituliskan sebagai berikut:
k
c pPr (2.14)
dengan adalah viskositas dinamis fluida dalam sPa , pc adalah kalor spesifik
dalam KkgJ dan k adalah konduktivitas termal fluida dalam KmW .
2.8 Persamaan Dasar Aliran Fluida dan Perpindahan Kalor
Persamaan aliran fluida merepresentasikan pernyataan matematika dari
hukum kesetimbangan. Massa fluida adalah tetap, besarnya perubahan momentum
sama dengan jumlah total gaya pada partikel fluida (hukum ke dua Newton) dan
perubahan energi sama dengan jumlah total kalor yang ditambahkan dan kerja
yang dilakukan oleh partikel fluida (hukum pertama termodinamika). Fluida akan
dianggap sebagai satu kesatuan atau satu rangkaian. Pada analisa aliran fluida
secara makroskopis (≥ 1 µm), struktur molekul fluida dapat diabaikan [Versteeg
dan Malalasekera, 1995]. Karakteristik fluida secara makroskopis dapat
ditentukan melalui kecepatan, tekanan, densitas dan temperature, dan turunan
ruang dan waktu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 46
24
Suatu elemen fluida dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.12 Skema satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Karena ukuran elemen fluida sangat kecil maka karakteristik fluida pada
permukaannya dapat di perhitungkan dengan cukup akurat. Misalnya saja tekanan
pada permukaan E dan W, yang jaraknya 1/2δx dari pusat elemen dapat dituliskan
dengan xx
pp
2
1
dan x
x
pp
2
1
.
2.8.1 Kesetimbangan Massa
Langkah pertama dalam menderivasikan persamaan kesetimbangan
massa adalah menuliskan kesetimbangan massa fluida, yaitu meningkatnya massa
elemen fluida sama dengan neto aliran massa ke elemen fluida. Besarnya
peningkatan massa elemen fluida adalah
zyxt
zyxt
)( (2.15)
Selanjutnya perlu dituliskan laju aliran massa yang melewati permukaan elemen
fluida yaitu produk dari komponen densitas, luasan dan kecepatan tegak lurus
dengan permukaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 47
25
Gambar 2.13 Skema aliran massa yang keluar dan masuk pada satu elemen fluida
[Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Dari Gambar 2.13 dapat dituliskan aliran massa yang melalui satu elemen fluida
adalah sebagai berikut:
yxz
z
wwyxz
z
ww
zxyy
vvzxy
y
vv
zyxx
uuzyx
x
uu
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
Aliran yang masuk ke elemen fluida menghasilkan peningkatan massa dan diberi
tanda positif sedangkan aliran yang meninggalkan elemen fluida diberi tanda
negatif.
Besarnya peningkatan jumlah massa di dalam elemen (2.15)
diperhitungkan bersama dengan besarnya neto aliran massa yang masuk ke
elemen fluida melalui permukaannya. Dengan menuliskan hasil kesetimbangan
massa di sebelah kiri tanda sama dengan dan dibagi dengan volume elemen fluida
zyx maka didapatkan persamaan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 48
26
0
z
w
y
v
x
u
t
p (2.16)
dalam notasi vektor yang lebih singkat dapat dituliskan:
0
u
div
t (2.17)
Persamaan (2.17) adalah untuk aliran unsteady, three-dimensional mass
conservation or continuity equation di satu titik pada fluida compressible. Notasi
t adalah perubahan densitas per satuan waktu (massa per satuan volume)
dan notasi udiv mendeskripsikan neto aliran massa yang keluar dari elemen
fluida.
Untuk fluida incompressible nilai densitas besarnya konstan, maka
persamaan (2.17) menjadi
0 udiv (2.18)
dalam bentuk yang lebih panjang dapat dituliskan
0
z
w
y
v
x
u (2.19)
2.8.2 Besarnya Perubahan Partikel Fluida pada Elemen Fluida
Hukum kekekalan momentum dan energi berhubungan dengan
perubahan karakteristik partikel fluida. Karakteristik suatu partikel fluida
dinyatakan dengan fungsi posisi (x, y, z) dan waktu t dari partikel itu sendiri. Nilai
karakteristik per satuan massa dinotasikan sebagai . Turunan terhadap waktu
pada satu partikel fluida dituliskan sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 49
27
t
dz
zt
dy
yt
dx
xtDt
D
(2.20)
Suatu partikel fluida akan mengikuti alirannya, maka udtdx / , vdtdy / , dan
wdtdz / . Maka dari itu turunan sebenarnya dari adalah
. gradtz
wy
vx
utDt
Du
(2.21)
DtD mendefinisikan perubahan karakteristik per satuan massa. Tidak hanya
per satuan massa, perubahan karakteristik dapat dinyatakan per satuan volume.
Besarnya perubahan karakteristik per satuan volume untuk suatu partikel fluida
dapat dihitung dari produk DtD dan densitas yang dapat dituliskan:
. grad
tDt
Du (2.22)
Pada persamaan kekekalan massa terdapat perhitungan massa per satuan
volume yang memiliki kuantitas tertentu. Jumlah total besarnya perubahan
densitas dalam persamaan kesetimbangan massa (2.17) untuk satu elemen fluida
adalah u
divt
. Secara umum, karakteristik tertentu yang dapat berubah –
ubah dapat dituliskan dengan
u
divt
yang mendefinisikan besarnya
perubahan per satuan volume ditambah neto aliran yang keluar dari elemen
fluida per satuan volume. Dapat ditulis kembali untuk mengilustrasikan
hubungannya dengan turunan substantif dari adalah
Dt
Ddiv
tgrad
tdiv
t
uuu (2.23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 50
28
Hasil dari perhitungan u divt sama dengan nol dikarenakan hukum
kekekalan massa. Dapat dituliskan bahwa relasi (2.23) menyatakan
Gambar 2.14 Ilustrasi pembacaan relasi (2.23) [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Untuk mebangun tiga komponen persamaan momentum dan energi, nilai
input yang relevan untuk dan besarnya perubahan per satuan volume yang
dituliskan pada persamaan (2.22) dan (2.23) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Nilai input yang relevan untuk [Versteeg dan Malalasekera, 1995]
x-momentum U Dt
Du
uudiv
t
u
y-momentum V Dt
Dv
uvdiv
t
v
z-momentum W Dt
Dw
uwdiv
t
w
Energy E Dt
DE
uEdiv
t
E
Seluruh bentuk konservatif dan non-konservatif dari besarnya perubahan yang
terjadi dapat digunakan untuk menyatakan kesetimbangan kuantitas secara fisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 51
29
2.8.3 Persamaan Momentum Tiga Dimensi
Hukum newton yang ke dua menyatakan besarnya perubahan momentum
dari satu partikel fluida sama dengan jumlah total gaya yang diterima partikel
tersebut. Besarnya peningkatan momentum x, y, dan z per satuan volume
dituliskan dengan Dt
Du ,
Dt
Dv dan
Dt
Dw . Gaya pada partikel fluida dapat
dibedakan menjadi dua tipe:
1. Surface forces a. Gaya tekan
b. Gaya viscous
2. Body forces a. Gaya gravitasi
b. Gaya sentrifugal
c. Gaya Coriolis
d. Gaya elektromagnetik
Pada Gambar 2.15, tegangan yang dialami elemen fluida didefinisikan
sebagai tekanan dan sembilan komponen tegangan viscous. Tekanan adalah
tegangan normal yang dinotasikan dengan p dan tegangan viscous dinotasikan
dengan τ . Notasi ijτ digunakan untuk mengindikasikan arah dari tegangan
viscous. Akhiran i dan j pada ijτ mengindikasikan komponen tegangan tersebut
bekerja dengan arah j dan tegak lurus dengan arah i .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 52
30
Gambar 2.15 Skema komponen tegangan yang terdapat pada setiap permukaan
dari satu elemen fluida [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Dengan melihat Gambar 2.16, dapat diperhitungkan gaya pada
komponen x berdasarkan tekanan p dan komponen tegangan xxτ , yxτ dan zxτ .
Besarnya resultan gaya dari tegangan permukaan adalah produk dari perhitungan
tegangan dan luasan tertentu. Gaya – gaya sejajar dan searah dengan sumbu
koordinat mendapat tanda positif dan yang sebaliknya mendapat tanda negatif.
Neto gaya pada arah x adalah jumlah total komponen yang bekerja pada elemen
fluida dengan arah x .
Gambar 2.16 Komponen tegangan pada arah x [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 53
31
Pada sepasang permukaan ),( WE didapatkan
zyxxx
p
zyxx
xx
pp
zyxx
xx
pp
xx
xx
xx
xx
xx
2
1
2
1
2
1
2
1
(2.24a)
Neto gaya sejajar arah x pada sepasang permukaan ),( SN adalah
zyxy
zxyy
zxyy
yxyx
yx
yx
yx
2
1
2
1 (2.24b)
Neto gaya sejajar arah x pada permukaan T dan B dapat dituliskan
zyxz
yxzz
yxzz
zxzx
zx
zx
zx
2
1
2
1 (2.24c)
Total gaya per satuan volume pada fluida berdasarkan gaya – gaya permukaannya
adalah sama besarnya dengan jumlah total persamaan (2.24a), (2.24b) dan (2.24c)
dibagi dengan volume zyx yang dapat dituliskan dengan
zyx
p zxyxxx
. Dengan mengabaikan gaya bidang yang ada, maka
pengaruh secara keseluruhan dapat ditambahkan dengan menentukan sumber
momentum x MxS per satuan volume per satuan waktu.
Komponen x dari persamaan momentum adalah besarnya perubahan
momentum x partikel fluida sama dengan total gaya arah x pada elemen
berdasarkan gaya permukaan dan ditambah besarnya peningkatan momentum x
berdasarkan sumbernya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 54
32
Mx
zxyxxx Szyx
p
Dt
Du
(2.25a)
Untuk komponen y dari persamaan momentum dapat dituliskan
My
zyyyxyS
zy
p
xDt
Dv
(2.25b)
Untuk komponen z dari persamaan momentum adalah
Mz
zzyzxz Sz
p
yxDt
Dw
(2.25c)
Tanda disesuaikan dengan keadaan tekanan yang arahnya berkebalikan dari arah
tegangan viscous normal. Hal tersebut dikarenakan tanda yang biasanya
digunakan untuk tegangan tarik adalah tegangan normal positif, jadi tekanan yang
didefinisikan sebagai tegangan normal tekan memiliki tanda negatif [Versteeg dan
Malalasekera, 1995].
Pengaruh tegangan permukaan dihitung secara eksplisit. Nilai MxS , MyS
dan MzS pada persamaan (2.25a-c) dihitung berdasarkan gaya bidang saja.
Sebagai contoh, gaya bidang berdasarkan gravitasi dapat dimodelkan
menggunakan nilai 0MxS , 0MyS dan gSMz .
2.8.4 Persamaan Energi Tiga Dimensi
Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang
menyatakan besarnya perubahan energi dari partikel fluida sama dengan besarnya
kalor yang ditambahkan ke partikel fluida ditambah dengan besarnya kerja yang
dilakukan pada partikel fluida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 55
33
Gambar 2.17 Pembacaan persamaan energi [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Derivasi dari persamaan yang menyatakan besarnya peningkatan energi pada
partikel fluida per satuan volume dapat dituliskan dengan Dt
DE .
2.8.4.1 Kerja yang Dilakukan oleh Gaya – Gaya Permukaan
Besarnya kerja yang dilakukan pada partikel fluida di dalam elemen oleh
gaya permukaan sama dengan produk dari komponen gaya dan kecepatan sesuai
dengan arah gaya. Contoh kerja dilakukan oleh gaya – gaya pada persamaan
(2.24a-c) yang semua bekerja pada arah x dapat dituliskan dengan:
yxz
z
uuz
z
uu
zxyy
uuy
y
uu
zyxx
uux
x
pupu
xx
uux
x
pupu
zx
zx
zx
zx
yx
yx
yx
yx
xx
xx
xx
xx
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
Neto besarnya kerja yang dilakukan oleh gaya – gaya permukaan pada arah x
dapat dituliskan dengan
zyxz
u
y
u
x
pu zxyxxx
. Kerja pada
partikel fluida juga bersal dari komponen tegangan permukaan arah y dan z
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 56
34
yang dapat dituliskan dengan
zyxz
v
y
pv
x
v zyyyxy
dan
zyx
z
pw
y
w
x
w zzyzxz
. Pengulangan dari proses
sebelumnya dapat memberikan kerja tambahan pada partikel fluida berdasarkan
kerja dari gaya – gaya permukaan.
Total kerja yang dilakukan per satuan volume pada partikel fluida oleh
semua gaya permukaan adalah jumlah total dari neto besarnya gaya – gaya
permukaan pada arah x, y dan z dibagi dengan volume zyx . Tekanan dapat
diperhitungkan bersama dengan persamaan tersebut dan dapat dituliskan dalam
bentuk vektor yang lebih sederhana, yaitu
updivz
wp
y
vp
x
up
.
Persamaan tersebut turut mempengaruhi total kerja pada partikel fluida oleh gaya
– gaya permukaan, yang dituliskan dengan:
z
w
y
w
x
w
z
v
y
v
x
v
z
u
y
u
x
updiv
zzyzxzzyyy
xyzxyxxx
u
2.8.4.2 Energi Flux Berdasarkan Konduksi Elemen Fluida
Heat flux vektor q memiliki tiga komponen xq , yq dan zq . Neto besarnya
perpindahan kalor pada partikel fluida berdasarkan aliran kalor pada arah x
diperhitungkan berdasarkan perbedaan kalor yang masuk pada permukaan W dan
kalor yang keluar melalui permukaan E :
zyxx
qzyx
x
qqx
x
qq xx
x
x
x
2
1
2
1 (2.26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 57
35
Gambar 2.18 Komponen dari vektor heat flux [Versteeg dan Malalasekera, 1995].
Neto besarnya perpindahan kalor pada fluida berdasarkan aliran kalor arah
y dan z adalah zyxy
q y
dan zyx
z
qz
. Total besarnya kalor yang
masuk pada partikel fluida per satuan volume berdasarkan aliran fluida yang
melewatinya adalah jumlah total dari neto besarnya perpindahan kalor pada arah
x, y dan z dibagi dengan volume zyx . Bentuk persamaan dari pernyataan
tersebut dapat dituliskan dengan:
q divz
q
y
q
x
q zyx
(2.27)
Hukum Fourier pada konduksi yang menghubungkan heat flux dengan local
temperature gradient x
Tkqx
,
y
Tkq y
dan
z
Tkq z
dapat dituliskan
dalam bentuk vektor menjadi:
Tgradk q (2.28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 58
36
Dengan menggabungkan (2.27) dan (2.28) didapatkan bentuk akhir persamaan
besarnya kalor yang masuk pada partikel fluida berdasarkan konduksi kalor:
Tgradkdivdiv q (2.29)
2.8.4.3 Persamaan Energi
Kesetimbangan energi partikel fluida diperhitungkan dari besarnya
perubahan energi partikel fluida yang digunakan untuk menjumlahkan neto
besarnya kerja pada partikel fluida, neto besarnya kalor yang ditambahkan ke
fluida (2.29) dan besarnya peningkatan energi berdasarkan sumbernya. Persamaan
energi dapat dituliskan senbagai berikut:
E
zzyzxzzy
yyxyzxyxxx
STgradkdivz
u
y
u
x
u
z
u
y
u
x
u
z
u
y
u
x
updiv
Dt
DE
u
(2.30)
Pada persamaan (2.30) terdapat 222
2
1wvuiE . Dengan i adalah energi
dalam dan 222
2
1wvu adalah energi kinetik. Untuk mendapatkan persamaan
energi dalam i atau temperatur T , dapat diambil besarnya perubahan energi
kinetik pada persamaan (2.30). Perhitungan energi kinetik pada persamaan energi
didapatkan dari mengalikan persamaan momentum x (2.25a) dengan komponen
kecepatan u , persamaan momentum y (2.25b) dengan komponen kecepatan v ,
persamaan momentum z (2.25c) dengan komponen kecepatan w dan
menjumlahkan hasilnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 59
37
Mzzyzxzzyyyxy
zxyxxx
zyxw
zyxv
zyxupgrad
Dt
wvuD
Su
u
.
.
2
1 222
(2.31)
Dengan mengambil (2.31) dari (2.30) dan menuliskan variabel yang baru
MEi SS Su. didapatkan persamaan energi internal:
izzyzxzzyyyxy
zxyxxx
Sz
w
y
w
x
w
z
v
y
v
x
v
z
u
y
u
x
uTgradkdivdivp
Dt
Di
u
(2.32)
Pada kasus kusus fluida incompressible nilai cTi , dengan c adalah
kalor spesifik dan 0 udiv . Maka persamaan (2.32) dapat dituliskan kembali
menjadi:
izzyzxzzyyyxy
zxyxxx
Sz
w
y
w
x
w
z
v
y
v
x
v
z
u
y
u
x
uTgradkdiv
Dt
Di
(2.33)
Untuk aliran compressible, persamaan (2.30) dapat dirombak kembali
untuk memperhitungkan entalpi. Entalpi spesifik h dan total entalpi spesifik 0h
dari fluida didefinisikan sebagai pih dan 222
02
1wvuhh .
Dengan menyatukan dua definisi tersebut dan energi spesifik E , maka
didapatkan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 60
38
pEwvupih 222
02
1 (2.34)
Dengan subtitusi (2.34) ke persamaan (2.30) dan dilakukan sedikit perubahan
didapatkan persamaan entalpi total
h
zzyzxz
zyyyxy
zxyxxx
Sz
w
y
w
x
w
z
v
y
v
x
v
z
u
y
u
x
u
t
pTgradkdivhdiv
t
h
0
0 u
(2.35)
Persamaan (2.32), (2.33) dan (2.35) adalah bentuk alternatif yang didapatkan dari
persamaan energi (2.30).
2.9 Metode Solusi Pressure Based
Solusi pressure based bekerja menggunakan prinsip umum algoritma
yang disebut metode proyeksi. Dengan menggunakan metode proyeksi,
kontinuitas dari kecepatan didapatkan dari pemecahan persamaan tekanan atau
persamaan koreksi tekanan. Persamaan tekanan diderivasikan dari persamaan
kontinuitas dan momentum, maka dari itu, dengan kecepatan yang diperhitungkan
kembali menggunakan persamaan tekanan, didapatkan perhitungan kontinuitas
yang lebih presisi. Karena persamaan yang digunakan bukan persamaan linear dan
saling dihubungkan satu dengan yang lain, maka proses perhitungannya
membutuhkan iterasi sampai semua persamaan yang digunakan berada pada
kondisi konvergen. Pada ANSYS Fluent terdapat dua solusi pressure based, yaitu
segregated algorithm dan coupled algorithm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 61
39
2.9.1 Pressure Based Segregated Algorithm
Dengan menggunakan metode pressure based segregated algorithm,
persamaan – persamaan yang digunakan diselesaikan satu persatu. Saat satu
persamaan sedang diperhitungkan, persamaan tersebut dipisahkan dari persamaan
yang lain sesuai dengan nama persamaan tersebut. Metode segregated algorithm
adalah metode yang efisien dalam penggunaan memori, dikarenakan persamaan
yang telah ditentukan hanya disimpan sebanyak satu kali pada satu waktu. Metode
ini relatif lambat, dikarenakan penyelesaian setiap persamaan yang dilakukan
secara terpisah.
Langkah iterasi dengan menggunakan segregated algorithm dapat
diilustrasikan seperti pada Gambar 2.19 dan secara garis besar dapat dituliskan
sebagai berikut:
Gambar 2.19 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based
segregated algorithm [ANSYS, Inc., 2013].
Update properties
Penyelesaian sekuensial
Uvel Vvel Wvel
Menyelesaikan persamaan koreksi
tekanan (kontinuitas)
Update tekanan, kecepatan dan
fluktuasi massa
Menyelesaikan persaamaan energi,
turbulen, dan skalar yang lain
Converged?
Stop Yes No
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 62
40
1. Melakukan update sifat sifat fluida, misalnya densitas, viskositas dan
kalor spesifik, termasuk viskositas turbulen atau difusifitasnya
berdasarkan solusi yang didapatkan pada saat itu.
2. Menyelesaikan persamaan momentum secara satu persatu
menggunakan nilai yang didapatkan dari update terbaru tekanan dan
fluktuasi massa.
3. Menyelesaikan persamaan koreksi tekanan menggunakan nilai
kecepatan dan fluktuasi masa yang terbaru.
4. Mengkoreksi tekanan, kecepatan dan fluktuasi massa menggunakan
koreksi tekanan yang didapatkan dari langkah 3.
5. Menyelesaikan persamaan dari besaran skalar tambahan, jika ada,
misalnya kuantitas turbulen, energi dan intensitas radiasi,
menggunakan harga saat itu dari variabel solusi.
6. Melakukan update pada sumber yang diperhitungkan terhadap
perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi karena adanya
fase yang berbeda. Contohnya melakukan penyesuaian dari kondisi
awal yang telah ditentukan terhadap perubahan yang terjadi akibat
perhitungan yang dilakukan.
7. Melihat kembali kondisi konvergen dari persamaan yang
diperhitungkan.
2.9.2 Pressure Based Coupled Algorithm
Pressure based coupled algorithm menyelesaikan beberapa persamaan
sekaligus, yang didalamnya terdapat persamaan momentum dan pressure based
kontinuitas. Pada coupled algorithm, langkah 2 dan langkah 3 yang terdapat pada
segregated algorithm digantikan dengan satu langkah penyelesaian dari
persamaan – persamaan yang disatukan. Persamaan yang lainnya diselesaikan
secara terpisah sama seperti pada metode segregated algorithm.
Besarnya solusi konvergen dapat meningkat jika dibandingkan dengan
segregated algorithm. Peningkatan tersebut dikarenakan persamaan momentum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 63
41
dan kontinuitas yang diselesaikan secara bersamaan. Penggunaan memori pada
metode coupled algorithm dapat mencapai 1,5 – 2 kali lipat daripada
menggunakan metode segregated algorithm. Besarnya penggunaan memori
dikarenakan semua persamaan momentum dan pressure based kontinuitas harus
disimpan pada memori secara bersamaan saat melakukan perhitungan kecepatan
dan tekanan. Pada Gambar 2.20 dapat dilihat diagram alir metode pressure based
coupled algorithm.
Gambar 2.20 Diagram alir proses simulasi menggunakan metode pressure based
coupled algorithm [ANSYS, Inc., 2013].
2.10 Metode Solusi Density Based
Solusi density based menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum,
dan energi secara simultan. Persamaan untuk memperhitungkan skalar yang lain
akan diselesaikan kemudian dan dilakukan secara satu persatu. Karena persamaan
– persamaan tersebut bukanlah persamaan linear, maka perlu dilakukan beberapa
Update properties
Penyelesaian simultan:
sistem persamaan
momentum dan pressure
based kontinuitas
Update fluktuasi massa
Menyelesaikan persaamaan energi,
turbulen, dan skalar yang lain
Converged?
Stop Yes No
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 64
42
iterasi sebelum solusi konvergen didapatkan. Pada Gambar 2.21 ditunjukkan
diagram alir dari iterasi yang dilakukan dan langkah – langkahnya dituliskan
sebagai berikut:
1. Melakukan update sifat – sifat fluida berdasarkan hasil perhitungan
yang terakhir dilakukan. Pada perhitungan yang pertama,
karakteristik fluida yang digunakan adalah karakteristik saat
dilakukan inisialisasi.
2. Menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum dan energi
simultaneously.
3. Saat dibutuhkan, untuk menyelesaikan persamaan skalar yang lain
seperti misalnya turbulensi dan radiasi, digunakan nilai terbaru dari
variabel – variabel yang lain.
4. Saat perhitungan antar fase dilakukan secara bersamaan, dilakukan
update karakteristik awal pada persamaan continuous phase yang
sesuai dengan perhitungan diskret dari perubahan karakteristik fase
fluida.
5. Melihat kembali kriteria konvergen dari persamaan yang digunakan.
Gambar 2.21 Diagram alir dari proses simulasi pada penggunaan metode solusi
density based [ANSYS, Inc., 2013]
Update properties
Menyelesaikan persamaan
kontinuitas, momentum
dan energi
Menyelesaikan persamaan
turbulensi dan skalar yang lain
Converged?
Stop Yes No
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 65
43
Langkah – langkah tersebut dilakukan berulang kali sampai hasil perhitungan
telah sesuai dengan kriteria konvergen yang ditentukan.
Pada metode solusi density based, coupled system dari persamaan –
persamaan yang digunakan dapat diselesaikan menggunakan formulasi couple
implicit atau couple explicit. Pada formulasi couple implicit, nilai yang belum
diketahui dari setiap sel diperhitungkan berdasarkan relasi seluruh sel yang
diketahui maupun yang tidak diketahui nilainya. Walaupun nilai yang tidak
diketahui muncul lebih dari satu kali, tetapi dengan penyelesaian secara simultan,
maka sedikit demi sedikit setiap sel dapat diketahui nilainya. Jika menggunakan
formulasi couple explicit, maka setiap sel yang belum diketahui nilainya
diperhitungkan hanya dengan nilai yang sudah diketahui. Maka dari itu, setiap sel
yang belum diketahui nilainya hanya muncul pada satu persamaan, dan persamaan
– persamaan untuk menghitung nilai pada setiap sel tersebut diselesaikan secara
satu per satu pada setiap waktunya.
Pada metode density based, persamaan yang tidak linear dijadikan
persamaan linear agar dapat menghasilkan sebuah sistem dari persamaan –
persamaan yang digunakan untuk memperhitungkan variabel terikat di setiap sel.
Resultan dari system linear selanjutnya diselesaikan perhitungannya agar dapat
menghasilkan update terbaru dari solusi perhitungan fenomena aliran.
Cara kerja metode implicit pada solusi density based adalah melinierkan
setiap persamaan yang disatukan dari persamaan – persamaan yang digunakan
dengan memperhitungkan semua variabel terikat dalam setiap rangkaian
perhitungannya. Hasilnya adalah sistem persamaan linear sebanyak N persamaan.
Oleh karena pada setiap sel memiliki persamaan – persamaan sebanyak N, maka
sistem persamaan ini dapat disebut juga sistem persamaan block. Solusi
persamaan implicit linear digunakan sebagai penghubung pada metode algebraic
multigrid untuk mendapatkan resultan sistem block dari persamaan – persamaan
yang digunakan untuk semua variabel terikat di setiap sel sebanyak N. Sebagai
contoh, melinierkan persamaan kontinuitas, momentum x, y, z dan energi yang
digabungkan dapat menghasilkan sistem persamaan p, u, v, w dan T yang belum
diketahui nilainya. Solusi simultan dari system persamaan tersebut dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 66
44
menghasilkan update tekanan, kecepatan u, v, w dan temperature yang tadinya
belum diketahui. Solusi couple implicit menyelesaikan semua perhitungan
variabel p, u, v, w dan T pada semua sel pada waktu yang bersamaan.
Pilihan perhitungan secara couple explicit pada solusi density based
berarti semua persamaan gabungan dilinearkan secara explicit. Metode ini
menghasilkan persamaan sebanyak N pada setiap sel dan semua variabel terikat
melakukan update secara bersamaan. Sistem persamaan ini bekerja secara explicit
pada setiap variabel terikat yang belum diketahui. Contohnya, persamaan
momentum pada arah x ditulis sebagai update dari kecepatan pada arah x, yaitu
fungsi dari variabel yang telah diketahui nilainya. Oleh karena itu, solusi
persamaan linear tidak dibutuhkan, update dilakukan menggunakan solusi multi-
stage dan terdapat pilihan lain yang dapat dilakukan dengan menggunakan full
approximation storage multigrid scheme untuk mempercepat solusi multi-stage.
Dapat dikatakan solusi density based yang dilakukan secara explicit
menyelesaikan perhitungan semua variabel p, u, v, w dan T sebanyak satu sel pada
setiap waktunya.
2.11 Model Turbulen k-ε
Dengan menggunakan model turbulen k-ε maka dapat ditentukan jarak
turbulen dan rentang waktunya dengan menyelesaikan dua persamaan transport
secara terpisah. Model turbulen k-ε dirumuskan berdasarkan persamaan turbulensi
energi kinetik k dan besarnya disipasi ε. Persamaan k diturunkan dari persamaan
eksak, sedangkan persamaan ε didapatkan dari analisa fisis dan sifat
matematisnya. Pada derivasi model k-ε, seluruh aliran diasumsikan sebagai aliran
turbulen dan pengaruh viskositas molekul diabaikan.
Energi kinetik turbulen k dan besarnya disipasi ε didapatkan dari dua
persamaan berikut:
kMbk
jk
t
j
i
i
SYGGx
k
xku
xk
t
(2.36)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 67
45
dan
Sk
CGCGk
C
xxu
xt
bk
j
t
j
i
i
2
231
(2.37)
Pada persamaan tersebut, kG merepresentasikan energi kinetik turbulen
berdasarkan gradien kecepatan rata – ratanya dan bG merepresentasikan energi
kinetik turbulen berdasarkan gaya apungnya. Notasi MY merepresentasikan
kontribusi dari dilatasi yang berfluktuasi pada turbulensi compressible terhadap
keseluruhan rentang disipasi. Notasi 1C , 2C dan 3C adalah konstanta. Notasi
k dan adalah bilangan Prandtl turbulen untuk k dan ε. Notasi kS dan S
adalah variabel yang ditentukan oleh pengguna.
Viskositas turbulen t diperhitungkan dengan menggabungkan k dan ε
menjadi saru persamaan sebagai berikut:
2kCt (2.38)
dengan C adalah sebuah konstanta.
Untuk konstanta pada persamaan (2.36) sampai dengan (2.38), yaitu 1C ,
2C , C , k dan memiliki nilai secara berturut – turut 1,44; 1,92; 0,09; 1,0
dan 1,3. Semua nilai tersebut didapatkan berdasarkan eksperimen aliran turbulen,
termasuk eksperimen perhitungan pergeseran aliran pada boundary layers, mixing
layers dan jets dengan menguraikan isotropic grid turbulence. Konstanta –
konstanta tersebut dapat bekerja dengan cukup baik pada wall-bounded dan free
share flow. Jika dibutuhkan, konstanta – konstanta tersebut dapat diubah dan
disesuaikan dengan perhitungan yang dilakukan. L
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 68
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Langkah – langkah dari penelitian yang dilakukan dituliskan pada
Gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.
START
Studi pustaka dan perencanaan kasus simulasi
Konsultasi kasus simulasi
kepada pembimbing
Disetujui No
Yes
Melakukan pemodelan menggunakan Solid Works dan
simulasi menggunakan ANSYS Fluent
Pengambilan data hasil simulasi sekaligus
mengolahnya menjadi grafik, visualisasi
kontur kecepatan dan kontur temperatur
Analisa dan pembahasan
Kesimpulan
END
Yes
No
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 69
47
3.2 Diagram Alir Proses Simulasi
Simulasi dilakukan dengan langkah – langkah berikut ini:
Yes
Gambar 3.2 Diagram alir simulasi.
START
Pemodelan menggunakan Solid Works
dan ANSYS Design Modeler
Kriteria konvergen
(Tabel 3.3) No
Melakukan input data sifat material
dan penentuan boundary condition
Melakukan solution initialization
END
Data geometri, sifat material dan boundary
condition dari kasus yang disimuasikan
Penggenerasian mesh dan pendefinisian boundary
condition menggunakan ANSYS Meshing
Iterasi
Menentukan model solver, persamaan energi dan
kondisi viscous turbulent k-ε pada ANSYS Fluent
Yes
No
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 70
48
3.3 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini dipilih variabel bebas dan variabel terikat sesuai
dengan referensi penelitian - penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Variabel bebas:
1. Bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800, 900
2. Temperatur fluida kerja udara 310,6 K
3. Temperatur dinding heat exchanger 291,77 K
4. Penggunaan jenis - jenis vortex generator pada FTHE
Variabel terikat:
1. Nilai bilangan Nusselt dan Nilai Colburn factor
2. Nilai pressure drop
3. Nilai friction factor
4. Kontur kecepatan
5. Kontur temperatur
3.4 Skema Heat Exchanger dan Vortex Generator
Dalam simulasi ini dibutuhkan pembuatan geometri dari kasus yang
diteliti. Geometri tersebut digunakan dalam perhitungan menggunakan program
simulasi ANSYS Fluent. Berikut disajikan skema FTHE dan vortex generator
yang diteliti:
Gambar 3.3 Skema FTHE isometric view.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 71
49
Gambar 3.4 Skema FTHE top view.
Gambar 3.5 Skema FTHE front view.
Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggunakan beberapa jenis
vortex generator dengan plain FTHE sebagai patokan awalnya. Vortex generator
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rectangular winglet pairs vortex generator (RWPs)
2. Delta winglet pairs vortex generator (DWPs)
3. Combine winglet pairs vortex generator (CWPs)
4. Trapezoid winglet pairs vortex generator (TWPs)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 72
50
Gambar 3.6 Skema plain FTHE.
Gambar 3.7 Skema top view vortex generator.
Gambar 3.8 Skema RWPs vortex generator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 73
51
Gambar 3.9 Skema DWPs vortex generator.
Gambar 3.10 Skema CWPs vortex generator.
Gambar 3.11 Skema TWPs vortex generator.
Pada penelitian ini setiap vortex generator diaplikasikan pada setiap sisi
tube. Posisi penempatan vortex generator dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan
skema untuk masing – masing vortex generator dapat dilihat pada Gambar 3.8
sampai dengan Gambar 3.11.
3.5 Computational Domain
Computational domain pada peneltian ini dibagi menjadi beberapa bagian.
Bagian awal adalah upstream extanded region. Bagian ini berfungsi menjadikan
fluida kerja memiliki aliran fully developed. Bagian selanjutnya adalah bagian
fluida kerja yang melewati heat exchanger. Pada bagian akhir terdapat
downstream extanded region yang fungsinya sama seperti bagian awal. Berikut
adalah computational domain pada penelitian ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 74
52
Gambar 3.12 Computational domain.
3.6 Penggenerasian Mesh
Pada penelitian ini penggenerasian mesh dilakukan menggunakan
ANSYS Meshing. Penggenerasian mesh dilakukan menggunakan jenis maped
face meshing agar meshing yang terbntuk lebih terstruktur. Ukuran mesh pada
bagian bagian fluida yang melewati tube dibuat lebih kecil daripada extanded
region. Ukuran mesh yang lebih kecil diharapkan dapat meningkatkan akurasi
perhitungan pada bagian tersebut. Perbedaan meshing tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.13 dan Gambar 3.14.
Pada Gambar 3.14 dilakukan visualisasi dengan jarak yang lebih dekat
untuk memperjelas bentuk meshing. Pada gambar tersebut terlihat jelas bagian
extanded region, bagian kiri bawah, memiliki ukuran yang lebih besar daripada
bagian fluida yang melewati tube, bagian tengah. Pada bagian di sekitar tube,
bagian kanan atas, dilakukan perlakuan kusus dengan memberi inflasi pada
meshing yang digenerasikan. Inflasi bertujuan semakin mengecilkan bagian tepi
meshing aliran fluida pada daerah pertemuan tube dengan fin yang diharapkan
dapat meningkatkan akurasi perhitungan yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 75
53
Gambar 3.13 Visualisasi meshing pada computational domain.
Gambar 3.14 Visualisasi meshing jarak dekat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 76
54
3.7 Karakteristik Fluida
Pada penelitian ini fluida yang digunakan adalah fluida udara. Fluida
udara yang digunakan memiliki karakteristik sebagai mana dapat dilihat pada
Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1 Karakteristik fluida kerja
Karakteristik Fluida Nilai Satuan
Massa jenis 1,1363 3mkg
Kalor spesifik 1006,8 Kkgj
Konduktifitas termal fluida 0,0269 KmW
Temperatur 310,6 K
3.8 Boundary Condition
Penelitian dilakukan pada kondisi steady. Pada penelitian diambil ruang
diantara sepasang sirip pada fin tube heat exchanger di bagian evaporator air
conditioner. Pada ruang tersebut dilewatkan fluida kerja berupa udara bebas
dengan karakteristik seperti pada Tabel 3.1 dan divariasikan berdasarkan besarnya
bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds yang digunakan adalah 500, 600, 700, 800
dan 900. Dinding heat exchanger pada bagian fin dan vortex generator
menggunakan material aluminium dengan tebal 0,032mm, massa jenis
3mkg2719 , kalor spesifik K kgj 871 dan konduktifitas termal K mW 202,4 .
Pada bagian tube menggunakan tembaga dengan massa jenis 3mkg8974 , kalor
spesifik K kgj 381 dan konduktivitas termal K mW 387,6 . Dinding heat
exchanger dianggap memiliki distribusi suhu yang merata, yaitu K. 77,291 Untuk
lebih jelasnya, disediakan tabel boundary condition pada Lampiran A.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 77
55
3.9 Solution Control
Pada dasarnya ANSYS Fluent menggunakan metode control volume
untuk mengubah general scalar trnsport equation menjadi sebuah persamaan
tersendiri atau discrete yang dapat diselesaikan secara numerik.
Tabel 3.2 Tipe yang digunakan pada setiap descretization
Discretization Type
Pressure-Velocity Coupling SIMPLE
Pressure Standard
Momentum Second Order Upwind
Turbulent Kinetic Energy First Order Upwind
Turbulent Dissipation Rate First Order Upwind
Energy Second Order Upwind
Pada Pressure-Velocity Coupling dipilih tipe SIMPLE algorithm karena
pada algoritma tersebut digunakan relasi antara kecepatan dan koreksi tekanan
pada persamaan kesetimbangan massa untuk mendapatkan fenomena tekanan
yang terjadi pada kasus yang diteliti. Pressure discretization dipilih tipe standard
karena pada kasus yang diteliti memiliki perbedaan tekanan antar sel yang relatif
rendah. Turbulent Kinetic Energy dan Turbulent Dissipation Rate digunakan tipe
First Order Upwind karena persamaan ordo satu dapat memenuhi kebutuhan
perhitungan yang dilakukan pada kedua bagian tersebut. Untuk Momentum dan
Energy dipilih tipe Second Order Upwind karena dibutuhkan hasil data yang lebih
akurat dari perhitungan momentum dan energi yang berupa hasil data fenomena
kecepatan aliran dan distribusi temperatur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 78
56
3.10 Convergence Criteria
Setiap persamaan yang dijalankan dalam simulasi memiliki residual yang
terus berubah dan semakin menurun nilanya. Dapat dikatakan semakin kecil
residual yang didapatkan maka menghasilnkan perhitungan yang lebih akurat.
Tetapi pada pengaplikasiannya, angka residual akan terus ada dan terus
mengalami fluktuasi. Oleh karena itu perlu diputuskan nilai yang tepat untuk
menyelesaikan perhitungan dengan menentukan convergence criteria pada setiap
residual dari persamaan – persamaan yang dijalankan.
Pada simulasi ini, convergence criteria yang digunakan pada setiap
residual adalah sebesar 1e-3, kecuali untuk energi, digunakan convergence
criteria sebesar 1e-6. Nilai – nilai tersebut adalah nilai yang tepat karena dapat
menghasilkan data yang valid. Untuk mempermudah pembacaan convergen
criteria telah dibuat Tabel 3.3 yang berisi data convergen criteria pada setiap
residual yang dihasilkan.
Tabel 3.3 Convergence Criteria untuk setiap Residual
Residual dari Convergence
Criteria
continuity 1e-3
x-velocity 1e-3
y-velocity 1e-3
z-velocity 1e-3
energy 1e-6
k 1e-3
epsilon 1e-3
Setelah convergence criteria ditentukan, maka proses perhitungan dapat
mulai dilakukan. Proses perhitungan berjalan dengan menggunakan iterasi sampai
didapatkan residual yang sesuai dengan convergence criteria. Pada Gambar 3.15
ditunjukkan proses perhitungan yang telah selesai dilakukan karena tercapainya
convergence criteria pada setiap residual.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 79
57
Gambar 3.15 Solusi yang telah converged pada kasus plain FTHE menggunakan
variasi bilangan Reynolds 500
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 80
58
BAB IV
ANALISA HASIL SIMULASI
Pada bagian ini dibahas analisa hasil simulasi heat exchanger dengan
variasi vortex generator dan bilangan Reynolds. Variasi penggunaan vortex
generator pada heat exchanger yang disimulasikan adalah plain FTHE, RWPs,
DWPs, CWPs dan TWPs vortex generator. Simulasikan dilakukan menggunakan
fluida kerja udara bebas pada bilangan Reynolds 500, 600, 700, 800 dan 900.
Analisa hasil simulasi mengacu pada grafik bilangan nusselt, pressure drop,
colburn factor, friction factor, kontur kecepatan aliran dan kontur distribusi
temperatur fluida kerja.
4.1 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Bilangan Nusselt
0 500 600 700 800 9000
10
15
20
25
30
Nu
Re
Plain FTHE
RWPs
DWPs
CWPs
TWPs
Gambar 4.1 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap bilangan
Nusselt dengan variasi bilangan Reynolds.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 81
59
Bilangan Nusselt digunakan untuk merepresentasikan performa
perpindahan kalor. Gambar 4.1 menunjukkan bilangan Nusselt meningkat dengan
meningkatnya bilangan Reynolds [Lotfi et al, 2003, He et al, 2012].
Peningkatan koefisien perpindahan kalor yang diakibatkan oleh adanya
kenaikan bilangan Reynolds disebabkan oleh rata – rata perbedaan temperatur
yang semakin tinggi antara fluida kerja dan heat exchanger. Dengan demikian,
didapatkan tingkat forced confection yang semakin tinggi sehingga terjadi
peningkatan performa perpindahan kalor [Shah, 2003].
Pada Gambar 4.1 ditunjukkan penggunaan vortex generator dapat
meningkatkan performa perpindahan kalor. Vortex generator dapat memicu
terbentuknya longitudinal vortices yang berguna meningkatkan pencampuran
aliran sekaligus mengurangi ukuran wake yang berdampak pada peningkatan
performa perpindahan kalor [He dan Zhang, 2012].
Hasil simulasi pada Gambar 4.1 menunjukkan peningkatan performa
perpindahan kalor seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds dan
penggunaan vortex generator. Peningkatan performa perpindahan kalor pada plain
FTHE menggunakan bilangan Reynolds 600, 700, 800, dan 900 terhadap bilangan
Reynolds 500 secara berturut – turut adalah 5,51%, 10,73%, 15,44% dan 19,94%.
Nilai rata – rata peningkatan perpindahan kalor dari seluruh kasus penggunaan
vortex generator pada bilangan reynolds 600, 700, 800 dan 900 terhadap bilangan
Reynolds 500 berturut – turut adalah 10,20%, 19,56%, 28,39% dan 36,89%.
Urutan rata – rata persentase peningkatan performa perpindahan kalor
pada bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900 dari yang paling tinggi hingga
yang paling rendah adalah RWPs, TWPs, CWPs dan DWPs yaitu 63,88%,
59,68%, 58,82% dan 41,54%. Penggunaan RWPs menghasilkan performa yang
paling tinggi karena memiliki permukaan perpindahan kalor yang paling luas
sekaligus menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat dibandingkan
dengan penggunaan DWPs, CWPs, dan TWPs [Zhou dan Ye, 2012]. Semakin
luas permukaan yang bersentuhan dengan fluida kerja maka semakin tinggi
performa perpindahan kalor yang didapatkan [Shah, 2003]. Longitudinal vortices
yang terbentuk mempengaruhi perpindahan kalor pada fluida kerja. Semakin kuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 82
60
longitudinal vortices yang terbentuk maka pencampuran fluida kerja menjadi
semakin merata. Pencampuran fluida kerja yang lebih merata dapat meningkatkan
pemerataan distribusi temperatur dan berdampak pada meningkatnya performa
perpindahan kalor [Zhou dan Ye, 2012].
4.2 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Pressure Drop
0 500 600 700 800 9000
28
56
84
112
140
Pre
ssu
re D
rop
(P
a)
Re
Plain FTHE
RWPs
DWPs
CWPs
TWPs
Gambar 4.2 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap pressure drop
dengan variasi bilangan Reynolds.
Gambar 4.2 menunjukkan meningkatnya pressure drop pada setiap kasus
simulasi terhadap peningkatan bilangan Reynolds. Peningkatan performa
perpindahan kalor biasanya memiliki efek peningkatan pressure drop [He et al.,
2012]. Peningkatan pressure drop terjadi karena penggunaan vortex generator
dapat menghasilkan longitudinal vortices sehingga fluida kerja bergerak lebih
lama di dalam heat echanger daripada tanpa vortex generator [Saha et al., 2014].
Penggunaan vortex generator yang tepat dapat menurunkan besarnya
peningkatan pressure drop pada beberapa kasus tertentu [He et al., 2012, Saha et
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 83
61
al., 2014, Torii et al., 2002]. Penurunan tersebut disebabkan terjadinya penundaan
separasi aliran di sekitar tube oleh longitudinal vortices yang dapat membawa
fluida dengan momentum yang tinggi ke bagian wake di belakang tube [Torii et
al., 2002]. Peningkatan pressure drop pada plain FTHE menggunakan bilangan
Reynolds 600, 700, 800 dan 900 dibandingkan dengan menggunakan bilangan
Reyolds 500 secara berturut – turut adalah 40,09%, 80,47%, 125,35% dan
175,57%. Rata – rata peningkatan pressure drop dengan menggunakan vortex
generator pada variasi bilangan Reynolds 600, 700, 800 dan 900 dibandingkan
dengan bilangan Reynolds 500 berturut – turut adalah 36,26%, 77, 68%, 124,05%
dan 175,68%. Pada bilangan Reynolds 900, penggunaan vortex generator
memiliki rata – rata peningkatan pressure drop yang lebih tinggi dibandingkan
dengan plain FTHE. Tingginya nilai tersebut diakibatkan oleh penggunaan RWPs
vortex generator mampu menghasilkan longitudinal vortices yang paling kuat dan
berdampak pada peningkatan pressure drop yang paling tinggi [Zhou dan Ye,
2012, Saha et al., 2014].
Penggunaan vortex generator berdampak pada peningkatan pressure
drop [Saha et al., 2014]. Besarnya rata – rata peningkatan pressure drop dari
bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900 pada penggunaan RWPs, DWPs,
CWPs dan TWPs vortex generator dibandingkan dengan plain FTHE secara
berturut – turut adalah 148,34%, 49,14%, 97,17% dan 74,13%. Besarnya
peningkatan pressure drop dipengaruhi longitudinal vortices yang dihasilkan oleh
vortex generator. Semakin luas permukaan vortex generator maka semakin besar
longitudinal vortices yang terbentuk [Zhou dan Ye, 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 84
62
4.3 Pengaruh Vortex Generator Terhadap Colburn Factor
0 500 600 700 800 9000,000
0,014
0,021
0,028
0,035
0,042
j
Re
Plain FTHE
RWPs
DWPs
CWPs
TWPs
Gambar 4.3 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap Colburn
factor dengan variasi bilangan Reynolds.
Gambar 4.3 menunjukkan nilai Colburn factor yang semakin rendah
seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Colburn factor adalah hasil
modifikasi dari bilangan Stanton yang dapat merepresentasikan performa
perpindahan kalor dengan memperhitungkan rasio besarnya perpindahan kalor
konveksi terhadap besarnya perubahan entalpi pada fluida kerja. Salah satu
variabel yang tidak dapat dilepaskan pada perhitungan perubahan entalpi fluida
kerja adalah konduktifitas termal fluida. Konduktifitas termal fluida menyatakan
besarnya energi yang mampu diserap atau dilepaskan oleh fluida per satuan
waktu, luas dan temperatur. Semakin lama fluida bersentuhan dengan permukaan
yang memiliki temperatur berbeda, maka perubahan entalpi pada fluida menjadi
semakin besar. Oleh karena itu, semakin tinggi bilangan Reynolds maka semakin
cepat fluida bergerak meninggalkan heat exchanger sehingga berakibat pada
semakin rendahnya perubahan entalpi fluida kerja [Shah, 2003].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 85
63
Penurunan Colburn factor terjadi pada plain FTHE maupun pada
penggunaan vortex generator. Besarnya penurunan nilai Colburn factor pada
plain FTHE menggunakan variasi bilangan Reynolds terhadap bilangan Reynolds
500 secara berturut turut adalah 12,07%, 20,91%, 27,85% dan 33,37%.
Penggunaan vortex generator memiliki penurunan nilai Colburn factor yang lebih
rendah daripada plain FTHE. Rata – rata penurunan nilai Colburn factor
menggunakan vortex generator pada variasi bilangan Reynolds terhadap bilangan
Reynolds 500 secara berturut – turut adalah 8,17%, 14,60%, 19,76% dan 23,95%.
Fenomena ini dapat terjadi karena longitudinal vortices yang digenerasikan oleh
vortex generator mampu meningkatkan pemerataan distribusi temperatur pada
fluida kerja dan berdampak pada semakin rendahnya penurunan Colburn factor
[Lotfi et al., 2014].
Gambar 4.3 menunjukkan nilai Colburn factor meningkat dengan
digunakannya vortex generator. Rata – rata peningkatan nilai Colburn factor pada
variasi bilangan Reynolds dari penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan TWPs
vortex generator dibandingkan dengan Plain FTHE secara berturut – turut adalah
63,88%, 41,54%, 58,82% dan 59,68%. Nilai rata – rata peningkatan Colburn
factor besarnya sama dengan nilai peningkatan performa perpindahan kalor pada
sub bab 4.1. Kesamaan tersebut didapatkan karena Colburn factor adalah hasil
modifikasi dari bilangan Stanton yang dapat digunakan untuk merepresentasikan
performa perpindahan kalor [Shah, 2003].
4.4 Pengaruh geometri vortex generator terhadap friction factor
Friction factor digunakan untuk merepresentasikan besarnya gesekan
yang terjadi pada permukaan heat exchanger [Shah, 2003]. Dapat dilihat pada
Gambar 4.4, penurunan nilai friction factor terjadi seiring dengan meningkatnya
bilangan Reynolds [Lotfi et al, 2014]. Dalam perhitungan friction factor, nilai
kuadrat dari kecepatan aliran fluida digunakan sebagai pembanding dari besarnya
gaya geser yang terjadi pada permukaan heat exchanger. Nilai besarnya gaya
geser yang terjadi direpresentasikan menggunakan pressure drop, sehingga
mengakibatkan nilai friction factor yang semakin menurun seiring dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 86
64
meningkatkan bilangan Reynolds [Shah, 2003]. Besarnya penurunan nilai friction
factor pada plain FTHE menggunakan variasi bilangan Reynolds terhadap
bilangan Reynolds 500 secara berturut – turut adalah 2,71%, 7,92%, 11,97% dan
14,95%. Rata – rata penurunan harga friction factor dengan menggunakan vortex
generator pada variasi bilang Reynolds terhadap bilangan Reynolds 500 secara
berturut adalah 5,38%, 9,35%, 12,48% dan 14,91%.
0 500 600 700 800 9000,00
0,12
0,18
0,24
0,30
0,36
f
Re
Plain FTHE
RWPs
DWPs
CWPs
TWPs
Gambar 4.4 Grafik pengaruh penggunaan vortex generator terhadap friction
factor dengan variasi bilangan Reynolds.
Nilai friction factor dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan kalor
dan bentuk aliran fluida kerja [Shah, 2003]. Penggunaan vortex generator dapat
menambah luas permukaan perpindahan kalor sekaligus mengubah bentuk aliran
fluida kerja yang mampu meningkatkan nilai friction factor. Besarnya rata – rata
peningkatan nilai friction factor pada penggunaan RWPs, DWPs, CWPs dan
TWPs vortex generator dibandingkan dengan plain FTHE secara berturut – turut
adalah 122,14%, 40,81%, 81,14% dan 60,51%. Nilai friction factor terbesar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 87
65
didapatkan dengan menggunakan RWPs vortex generator. Penggunaan RWPs
vortex generator menghasilkan nilai friction factor yang paling tinggi karena
memiliki permukaan perpindahan kalor yang paling luas sekaligus menghasilkan
longitudinal vortices yang paling kuat [He dan Zhang, 2012].
4.5 Kontur kecepatan aliran
Penelitian ini menggunakan kontur dari vektor kecepatan aliran fluida
untuk menginvestigasi fenomena aliran fluida yang terbentuk serta korelasinya
dengan performa perpindahan kalor.
4.5.1 Kontur kecepatan pada Plain FTHE
Gambar 4.6 sampai dengan Gambar 4.10 menunjukkan vektor kecepatan
aliran pada plain FTHE dari bilangan Reynolds 500 sampai dengan 900 dengan
skala vektor kecepatan ditunjukkan pada Gambar 4.5. Pada setiap kasus terdapat
vektor kecepatan yang nilainya sangat rendah di bagian belakang setiap tube.
Vektor kecepatan aliran fluida yang membentuk vortices di daerah belakang
setiap tube biasa disebut wake region. Wake region mengindikasikan adanya
aliran fluida yang terjebak di daerah tersebut. Terbentuknya wake region
disebabkan oleh flow separation yang terjadi saat aliran fluida bergerak melewati
tube. Aliran fluida yang berada pada daerah itu hampir seluruhnya terisolasi dari
daerah aliran utama fluida [He et al., 2012].
Wake region yang terbentuk pada setiap variasi bilangan Reynolds
memiliki ukuran yang berbeda – beda. Dapat dilihat dari Gambar 4.6 sampai
dengan Gambar 4.10 terjadi penyempitan ukuran wake region dengan semakin
besarnya bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds yang semakin besar memiliki
kecepatan aliran fluida yang semakin tinggi. Dengan kecepatan aliran fluida yang
semakin tinggi, maka kecepatan aliran fluida saat mengalami flow separation juga
semakin tinggi. Hal itu menyebabkan wake region menerima vektor kecepatan
yang lebih tinggi dan dapat mengurangi ukuran wake region [Li et al., 2014].
Berkurangnya wake region dapat meningkatkan performa perpindahan kalor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 88
66
karena sedikitnya aliran fluida yang terjebak pada wake region sehingga terjadi
pencampuran aliran yang lebig merata pada seluruh bagian plain FTHE.
Gambar 4.5 Skala kontur kecepatan aliran pada Plain FTHE.
Gambar 4.6 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 500.
Gambar 4.7 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 600.
Gambar 4.8 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 700.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 89
67
Gambar 4.9 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 800.
Gambar 4.20 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 900.
4.5.2 Kontur kecepatan pada penggunaan RWPs
Penggunaan RWPs vortex generator mengakibatkan performa
perpindahan kalor yang tinggi. Performa perpindahan kalor yang tinggi
didapatkan karena penggunaan RWPs vortex generator mampu menghasilkan
longitudinal vortices yang kuat dan berdampak pada distribusi aliran yang
semakin merata [He dan Zhang, 2012]. Dapat dilihat pada Gambar 4.12 sampai
dengan 4.17, penyempitan ukuran wake region terjadi dengan semakin besarnya
bilangan Reynolds. Salah satu parameter yang mempengaruhi nilai bilangan
Reynolds adalah kecepatan aliran fluida. Kecepatan aliran fluida yang semakin
tinggi memiliki nilai momentum yang semakin besar sehingga dapat membentuk
longitudinal vortices yang semakin kuat. Dapat dilihat pada Gambar 4.12 sampai
dengan Gambar 4.16, semakin besar bilangan Reynolds yang digunakan maka
semakin tinggi kecepatan aliran fluida yang mengarah ke wake region dan
mengakibatkan penyempitan ukuran wake region sehingga dapat dikatakan
semakin besar bilangan Reynolds maka semakin kecil ukuran wake region yang
terbentuk [He at al., 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 90
68
Gambar 4.31 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan RWPs.
Gambar 4.42 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 500.
Gambar 4.53 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 600.
Gambar 4.64 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 700.
Gambar 4.75 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 800.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 91
69
Gambar 4.86 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900.
4.5.3 Kontur kecepatan pada penggunaan DWPs
Penggunaan DWPs vortex generator menunjukkan peningkatan
perpindahan kalor dengan nilai pressure drop yang paling rendah. Penggunaan
DWPs vortex generator membentuk saluran yang semakin menyempit antara
DWPs vortex generator dan tube. Penyempitan saluran ini meningkatkan
kecepatan aliran sehingga dapat menunda separasi aliran saat fluida mengalir
melewati tube, mengurangi hambatan yang terbentuk saat fluida mengalir
melewati tube dan mengurangi ukuran wake region yang mengakibatkan
rendahnya performa perpindahan kalor [Torii et al., 2002].
Dapat dilihat pada Gambar 4.18 sampai dengan Gambar 4.22, semakin
besar bilangan Reynolds dapat menghasilkan aliran dengan kecepatan yang
semakin tinggi. Kecepatan yang semakin tinggi mengakibatkan semakin besarnya
longitudinal vortices yang dihasilkan oleh DWPs vortex generator [He dan
Zhang, 2012]. Gambar 4.18 sampai dengan Gambar 4.22 menunjukkan distribusi
aliran yang semakin merata. Distribusi aliran yang semakin merata dapat
meningkatkan performa perpindahan kalor [He at al., 2012].
Penggunaan DWPs vortex generator menghasilkan pressure drop yang
relatif rendah. Pressure drop yang relatif rendah didapatkan karena DWPs vortex
generator memberikan flow resistance yang kecil pada daerah aliran utama fluida
kerja. Dapat dilihat pada Gambar 4.18 sampai Gambar 4.22, aliran utama
memiliki vektor aliran yang relatif lebih seragam sehingga menghasilkan pressure
drop yang relatif rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 92
70
Gambar 4.97 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan DWPs.
Gambar 4.108 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 500.
Gambar 4.19 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 600.
Gambar 4.110 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 700.
Gambar 4.121 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 800.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 93
71
Gambar 4.132 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900.
4.5.4 Kontur kecepatan pada penggunaan CWPs
Vortex generator jenis CWPs merupakan hasil penggabungan dari RWPs
dan DWPs vortex generator. Tube pertama, ketiga dan kelima menggunakan jenis
DWPs vortex generator sedangkan tube kedua, keempat dan keenam
menggunakan RWPs vortex genrator [Mardikus dan Putra, 2015]. Dapat dilihat
pada Gambar 4.24 sampai dengan Gambar 4.18, bagian tube yang menggunakan
DWPs vortex generator memiliki karakteristik aliran yang mampu menghasilkan
longitudinal vortices yang semakin besar seiring dengan meningkatnya bilangan
Reynolds tanpa memberi dampak pressure drop yang tinggi [Hiravenavar et al.,
2007]. Bagian tube yang menggunakan RWPs vortex generator menghasilkan
karakteristik aliran yang mampu menghasilkan longitudinal vortices lebih kuat
dari pada DWPs vortex generator [He at al., 2012]. Dengan menggunakan CWPs
vortex generator maka didapatkan distribusi aliran yang lebih merata sekaligus
pressure drop yang relatif rendah.
Gambar 4.143 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan CWPs.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 94
72
Gambar 4.154 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 500.
Gambar 4.165 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 600.
Gambar 4.176 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 700.
Gambar 4.187 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 800.
Gambar 4.198 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 95
73
4.5.5 Kontur kecepatan pada penggunaan TWPs
Geometri TWPs vortex generator merupakan hasil dari penggabungan
RWPs dan DWPs vortex generator. TWPs vortex generator memiliki
karakteristik flow resistant yang lebih rendah daripada RWPs vortex generator
sekaligus menghasilkan performa perpindahan kalor yang lebih tinggi daripada
DWPs vortex generator [Zhou dan Ye, 2012]. Longitudinal vortices yang
dihasilkan dari penggunaan TWPs vortex generator memiliki kekuatan hampir
sama dengan penggunaan RWPs vortex generator. Dapat dilihat pada Gambar
4.30 sampai dengan Gambar 4.34 semakin besar bilangan Reynolds yang
digunakan maka semakin besar longitudinal vortices yang dihasilkan oleh TWPs
vortex generator. Longitudinal vortices yang semakin besar memicu terjadinya
penyempitan ukuran wake region di bagian belakang tube. Penyempitan wake
region terjadi karena wake region menerima aliran dengan nilai momentum yang
lebih tinggi. Nilai momentum yang tinggi didapatkan dari longitudinal vortices
yang bergerak menuju wake region sehingga terjadi peningkatan kecepatan aliran
pada wake region. Longitudinal vortices yang bergerak menuju wake region
berguna mengubah arah aliran fluida kerja pada wake region. Peningkatan
kecepatan serta perubahan arah aliran pada wake region dapat meningkatkan
pencampuran aliran fluida sehinga terjadi peningkatan performa perpindahan
kalor [He et al., 2012].
Gambar 4.2920 Skala kontur kecepatan aliran pada penggunaan TWPs.
Gambar 4.210 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 500.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 96
74
Gambar 4.221 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 600.
Gambar 4.232 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 700.
Gambar 4.243 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 800.
Gambar 4.254 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900.
4.5.6 Perbandingan Kontur Kecepatan pada Variasi Vortex Generator
menggunakan Bilangan Reynolds 900
Gambar 4.36 sampai dengan Gambar 4.40 menunjukkan kontur
kecepatan aliran fluida kerja pada plain FTHE dan pada variasi vortex generator
menggunakan bilangan Reynolds 900. Dapat dilihat pada Gambar 4.36, terjadi
peningkatan kecepatan aliran fluida saat fluida kerja bergesekan dengan dinding
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 97
75
tube. Setelah mengalami peningkatan kecepatan, aliran fluida mengalami flow
separation dan mengakibatkan terbentuknya wake region di bagian belakang dari
setiap tube [Jang et al, 2013]. Wake region memiliki kecepatan aliran fluida yang
rendah sehingga berdampak pada rendahnya performa perpindahan kalor. Untuk
meningkatkan performa perpindahan kalor diperlukan peningkatan kecepatan
aliran fluida kerja pada wake region. Untuk meningkatkan kecepatan aliran fluida
kerja pada wake region dapat digunakan vortex generator yang diposisikan di sisi
setiap tube.
Dapat dilihat pada Gambar 4.37 sampai dengan 4.41, penyempitan wake
region terjadi dengan digunakannya vortex generator [He et al, 2012].
Penyempitan wake region terjadi akibat vortex genrator mampu menghasilkan
longitudinal vortices yang dapat mengarahkan aliran fluida kerja dari wake region
menuju ke daerah aliran utama dan dari daerah aliran utama menuju ke wake
region [He et al, 2012]. Dengan mengalirnya fluida kerja dari wake region ke
daerah aliran utama dan sebaliknya dapat meningkatkan performa perpindaan
kalor [Leu et al, 2004].
Gambar 4.265 Skala kontur kecepatan aliran.
Gambar 4.276 Kontur kecepatan Plain FTHE pada Re 900.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 98
76
Gambar 4.287 Kontur kecepatan penggunaan RWPs pada Re 900.
Gambar 4.298 Kontur kecepatan penggunaan DWPs pada Re 900.
Gambar 4.3930 Kontur kecepatan penggunaan CWPs pada Re 900.
Gambar 4.310 Kontur kecepatan penggunaan TWPs pada Re 900.
Gambar 4.37 menunjukkan kontur aliran pada penggunaan RWPs vortex
generator. Dibandingkan dengan kontur aliran yang lainnya, penggunaan RWPs
vortexgenerator memiliki kecepatan aliran fluida yang paling tinggi di sekitar
wake region. Kecepatan yang paling tinggi tersebut mengindikasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 99
77
terbentuknya longitudinal vortices yang paling kuat jika dibandingkan dengan
variasi vortex generator yang lainnya. Dengan dihasilkannya longitudinal vortices
yang paling kuat maka penggunaan RWPs vortex generator menghasilkan
performa perpindahan kalor yang paling tinggi dibandingkan dengan variasi
penggunaan vortex generator yang lain [Zhou dan Feng, 2014]
Gambar 4.38 menunjukkan penggunaan DWPs vortex generator dapat
meningkatkan pencampuran aliran fluida dengan flow resistance yang relatif
rendah. Peningkatan pencampuran aliran fluida tidak hanya terjadi di daerah
belakang dari setiap tube tapi juga daerah downstream dari setiap vortex
generator. Pencampuran aliran fluida yang lebih merata pada wake region dan
pada bagian downstream dari vortex generator dapat meningkatkan performa
perpindahan kalor [He et al., 2012].
Gambar 4.39 menunjukkan penggunaan CWPs vortex generator
menghasilkan karakteristik aliran fluida yang menyerupai penggunaan DWPs dan
RWPs vortex generator. Pada tube pertama, ketiga dan kelima didapatkan
karakteristik pencampuran yang lebih merata pada bagian downstream dari vortex
generator. Pada tube ke dua, keempat dan keenam terjadi peningkatan kecepatan
aliran di sekitar wake region. Karakteristik aliran tersebut menunjukkan
penggunaan CWPs vortex generator dapat memberikan performa perpindahan
kalor yang tinggi sekaligus tidak terjadi pressure drop yang telalu tinggi
[Mardikus dan Putra, 2015].
Pada Gambar 4.40 dapat dilihat penggunaan TWPs vortex generator
menghasilkan pencampuran fluida kerja yang lebih merata pada daerah
downstream dari setiap vortex generator sekaligus dapat meningkatkan kecepatan
aliran fluida pada daerah sekitar wake region. Peningkatan kecepatan terjadi
akibat terbentuknya longitudinal vortices yang kuat. Longitudinal vortices yang
kuat dapat meningkatkan performa perpindahan kalor [He et al, 2012]. Jika
dibandingkan dengan variasi vortex generator yang lain, penggunaan TWPs
vortex generator menghasilkan distribusi aliran yang lebih merata daripada RWPs
dan CWPs vortex generator sekaligus menghasilkan longitudinal vortices yang
lebih kuat daripada penggunaan DWPs voertex generator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 100
78
4.6 Kontur Distribusi Temperatur
Kontur distribusi temperatur menjadi salah satu variabel terikat yang
digunakan untuk mengetahui karakteristik perpindahan kalor. Bagian ini
membahas efek bilangan Reynolds dan pengaruh perubahan geometri FTHE
terhadap distribusi temperatur menggunakan vortex generator.
4.6.1 Kontur distribusi temperatur pada plain FTHE
Gambar 4.42 sampai dengan Gambar 4.46 menunjukkan kontur distribusi
temperatur pada plain FTHE menggunakan bilangan Reynolds 500 sampai
dengan 900. Dapat dilihat pada Gambar 4.42 sampai dengan Gambar 4.46,
peningkatan gradien temperatur terjadi seiring dengan meningkatnya bilangan
Reynods. Salah satu parameter yang menentukan besarnya bilangan Reynolds
adalah kecepatan aliran fluida. Kecepatan aliran fluida yang tinggi mampu
menggerakan aliran fluida ke wake region dengan kecepatan yang tinggi saat
terjadi fluid separation. Jika aliran fluida pada wake region bergerak dengan
kecepatan tinggi, maka dapat terjadi penyempitan wake region. Penyempitan wake
region dapat meningkatkan pencampuran aliran fluida kerja sehingga terjadi
peningkatan gradien temperatur [Li et al., 2014].
Gambar 4.321 Skala kontur temperatur.
Gambar 4.332 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 500.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 101
79
Gambar 4.343 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 600.
Gambar 4.354 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 700.
Gambar 4.365 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 800.
Gambar 4.376 Kontur distribusi temperatur plain FTHE pada Re 900.
4.6.2 Kontur distribusi temperatur pada penggunaan RWPs
Meningkatnya bilangan Reynolds pada penggunaan RWPs vortex
generator dapat meningkatkan performa perpindahan kalor. Peningkatkan
performa ditunjukkan pada Gambar 4.48 sampai dengan Gambar 4.52 yang
menunjukkan terjadinya peningkatan gradien temperatur dengan meningkatnya
bilangan Reynolds. Performa perpindahan kalor yang tinggi ditunjukkan dengan
fluida kerja yang telah memiliki temperatur yang sama dengan temperatur FTHE
saat mengalir melalui tube keenam pada setiap variasi bilangan Reynolds. Hal itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 102
80
terjadi karena tingginya flow resistance yang diakibatkan oleh penggunaan RWPs
vortex generator [Zhou dan Ye, 2012].
Penggunaan RWPs vortex generator mampu menghasilkan longitudinal
vortices yang paling kuat. Dengan penggunaan bilangan Reynolds yang semakin
tinggi, maka longitudinal vortices yang terbentuk menjadi semakin kuat. Semakin
kuat longitudinal vortices yang terbentuk, maka semakin tinggi pencampuran
aliran fluida. Longitudinal vortices memiliki vektor kecepatan yang arahnya tegak
lurus dengan arah aliran utama, sehingga dapat menggerakan fluida di daerah
aliran utama menuju ke daerah wake dan dari daerah wake ke daerah aliran utama
[He et al., 2012]. Dengan longitudinal vortices yang semakin kuat, maka semakin
tinggi gradien temperatur yang didapatkan. Seperti dapat dilihat pada Gambar
4.48 sampai dengan Gambar 4.52 terjadi perpindahan kalor yang semakin merata
pada wake region dari tube pertama sampai dengan tube ketiga.
Gambar 4.387 Skala kontur temperatur pada penggunaan RWPs.
Gambar 4.398 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 500.
Gambar 4.4940 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 600.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 103
81
Gambar 4.410 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 700.
Gambar 4.421 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 800.
Gambar 4.432 Kontur distribusi temperatur penggunaan RWPs pada Re 900.
4.6.3 Kontur distribusi temperatur pada penggunaan DWPs
Gambar 4.54 sampai dengan Gambar 4.58 menunjukkan kontur distribusi
temperatur pada penggunaan DWPs vortex generator menggunakan variasi
bilangan Reynolds. Pada Gambar 4.54 sampai dengan Gambar 4.58 terlihat
gradien temperatur yang semakin merata dengan meningkatnya bilangan
Reynolds. Hal itu mengindikasikan bahwa penggunaan DWPs vortex generator
mampu menghasilkan longitudinal vorices yang semakin kuat seiring dengan
meningkatnya bilangan Reynolds [He et al., 2012].
Peningkatan gradien temperatur sangat jelas terlihat pada wake region
dari tube pertama sampai dengan ketiga seiring dengan meningkatnya bilangan
Reynolds. Hal itu dapat terjadi akibat peningkatan kecepatan aliran fluida yang
disebabkan oeh penyempitan penampang aliran fluida saat fluida mengalir
diantara tube dan DWPs vortex generator. Peningkatan kecepatan tersebut dapat
menunda separasi aliran sehingga ukuran wake di daerah belakang tube
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 104
82
berkurang [Torii et al., 2002]. Selain mengurangi ukuran wake region,
penggunaan DWPs vortex generator mampu mengarahkan aliran fluida dari aliran
utama menuju ke arah dinding tube seingga terjadi peningkatan perpindahan kalor
pada daerah sekitar tube [Li et al., 2014]. Penggunaan DWPs menghasilkan
gradien temperatur yang lebih merata saat menggunakan bilangan Reynolds 900.
Walaupun memiliki gradien temperatur yang lebih merata, aliran fluida dapat
meninggalkan FTHE dengan temperatur yang sama dengan temperatur FTHE.
Gradien temperatur yang lebih merata diakibatkan oleh flow resistance yang
relatif kecil dari penggunaan DWPs vortex generator. Flow resistance yang relatif
kecil dibuktikan dengan nilai pressure drop yang didapatkan dari penggunaan
DWPs vortex generator.
Gambar 4.443 Skala kontur temperatur pada penggunaan DWPs.
Gambar 4.454 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 500.
Gambar 4.465 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 600.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 105
83
Gambar 4.476 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 700.
Gambar 4.487 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 800.
Gambar 4.498 Kontur distribusi temperatur penggunaan DWPs pada Re 900.
4.6.4 Kontur distribusi temperatur pada penggunaan CWPs
Distribusi temperatur pada variasi bilangan Reynolds menggunakan
CWPs vortex generator ditunjukkan oleh Gambar 4.60 sampai dengan Gambar
4.64. Melihat penggunaan CWPs vortex generator pada tube pertama dan kedua,
CWPs vortex generator dapat mengarahkan aliran fluida menuju ke wake region
sehingga terbentuk gradien temperatur yang tinggi pada wake region. Pada
bilangan Reynolds 900, wake region dari tube kedua memiliki gradien temperatur
yang lebih tinggi dan memiliki ukuran wake region yang lebih kecil daripada tube
pertama. Hal itu menunjukkan penggabungan dari RWPs dan DWPs vortex
generator menjadi CWPs vortex generator mampu memberikan performa
perpindahan kalor yang paling kuat pada bagian yang menggunakan RWPs
sekaligus memberikan performa perpindahan kalor yang tinggi dengan pressure
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 106
84
drop yang relatif rendah dari penggunaan DWPs vortex generator [Saha et al.,
2014, Zhou dan Ye, 2012].
Gambar 4.5950 Skala kontur temperatur pada penggunaan CWPs.
Gambar 4.510 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 500.
Gambar 4.521 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 600.
Gambar 4.532 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 700.
Gambar 4.543 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 800.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 107
85
Gambar 4.554 Kontur distribusi temperatur penggunaan CWPs pada Re 900.
4.6.5 Kontur distribusi temperatur pada penggunaan TWPs
Vortex generator jenis TWPs merupakan hasil dari penggabungan
geometri RWPs dan DWPs vortex generator. Pada Gambar 4.66 sampai dengan
Gambar 4.70 ditunjukkan gradien temperatur penggunaan TWPs vortex generator
pada bilangan Reynolds 500 sampai dengan bilangan Reynolda 900. Gambar 4.66
sampai dengan Gambar 4.70 menunjukkan gradien temperatur meningkat dengan
meningkatnya bilangan Reynolds. Pada bilangan Reynolds 500 dan 600,
temperatur fluida kerja telah menjadi sama dengan temperatur FTHE saat
melewati tube kelima, sedangkan pada bilangan Reynolds 700 sampai dengan
900, temperatur fluida kerja menjadi sama dengan temperatur FTHE saat
melewati tube ke enam. Temperatur fluida kerja dapat menjadi sama dengan
temperatur FTHE sebelum melewati bagian outlet dikarenakan TWPs vortex
generator mampu menghasilkan longitudinal vortices yang cukup kuat dengan
flow resistance yang relatif rendah sehingga dapat meningkatkan kualitas
pencampuran fluida kerja [Zhou dan Ye, 2012]. Dengan longitudinal vortices
yang cukup kuat dan flow resistance yang relatif rendah, maka terjadi perpindahan
aliran dari wake region menuju ke daerah aliran utama dan dari aliran utama ke
wake region. Oleh karena itu, penggunaan TWPs vortex generator memiliki
gradien temperatur yang tinggi sekaligus memiliki distribusi temperatur yang
lebih merata sampai dengan tube keempat atau kelima.
Pada penggunaan TWPs vortex generator, peningkatan gradien
temperatur terjadi seiring dengan meningkatnya bilangan Reynolds. Peningkatan
gradien temperatur terjadi akibat wake region mengalami penyempitan ukuran
saat bilangan Reynolds ditingkatkan. Penyempitan tersebut terjadi akibat fluida
kerja mengalir dengan kecepatan yang semakin tinggi saat bilangan ditingkatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 108
86
Dengan meningkatnya kecepaan aliran fluida, maka fluida kerja mengalami
penundaan separasi aliran yang lebih lama [He dan Zhang, 2012]. Fluida kerja
yang mengalir dengan kecepatan tinggi memiliki nilai momentum yang besar.
Semakin besar nilai momentum yang dimiliki oleh fluida kerja, maka semakin
kuat longitudinal vortices yang dihasilkan oleh TWPs vortex generator [He et
al.,2012].
Gambar 4.565 Skala kontur temperatur pada penggunaan TWPs.
Gambar 4.576 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 500.
Gambar 4.587 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 600.
Gambar 4.598 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 700.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 109
87
Gambar 4.69 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 800.
Gambar 4.600 Kontur distribusi temperatur penggunaan TWPs pada Re 900.
4.6.6 Perbandingan Kontur Distribusi Temperatur pada Variasi Vortex
Generator menggunakan Bilangan Reynolds 900
Gambar 4.72 sampai dengan Gambar 4.76 secara berturut – turut
menunjukkan kontur distribusi temperatur dari plain FTHE, RWPs, DWPs, CWPs
dan TWPs vortex generator menggunakan bilangan Reynolds 900. Secara umum,
Gambar 4.72 sampai dengan Gambar 4.76 menunjukkan penggunaan FTHE dapat
menurunkan temperatur fluida kerja. Penurunan temperatur pada Gambar 4.72
sampai dengan Gambar 4.76 memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan yang
siknifikan terjadi antara Gambar 4.72 dan Gambar 4.73 sampai dengan Gambar
4.76. Gambar 4.72 menunjukkan wake region di bagian belakang setiap tube
mengalami perpindahan kalor yang rendah sehingga fluida kerja belum memiliki
temperatur yang sama dengan temperatur FTHE saat fluida kerja meningalkan
FTHE [Li et al, 2014]. Berbeda dengan Gambar 4.73 sampai dengan Gambar
4.76, penggunaan vortex generator menghasilkan temperature fluida kerja yang
sama dengan temperatur FTHE saat saat fluida kerja meninggalkan FTHE.
Gambar 4.611 Skala kontur temperatur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 110
88
Gambar 4.622 Kontur temperatur plain FTHE pada Re 900.
Gambar 4.633 Kontur temperatur RWPs vortex generator pada Re 900.
Gambar 4.644 Kontur temperatur DWPs vortex generator pada Re 900.
Gambar 4.655 Kontur temperatur CWPs vortex generator pada Re 900.
Gambar 4.666 Kontur temperatur TWPs vortex generator pada Re 900.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 111
89
Gambar 3.73 sampai dengan Gambar 3.76 menunjukkan perbedaan
geometri vortex generator menghasilkan distribusi temperatur fluida kerja yang
berbeda. Kontur temperatur pada Gambar 4.73 menunjukkan penggunaan RWPs
vortex genetor dapat meningkatkan distribusi temperatur di wake region. Selain
itu, penggunaan RWPs vortex generator memiliki karakteristik dapat merubah
temperatur fluida kerja secara drastis saat fluida kerja melewati vortex generator.
Perubahan temperatur secara drastis ditunjukkan dengan perbedaan temperatur
pada bagian depan dan belakang dari tube pertama sampai dengan keempat.
Dengan karakteristik distribusi temperatur yang didapatkan dari penggunaan
RWPs vortex generator, fluida kerja dapat memiliki temperatur yang hampir sama
dengan temperatur FTHE saat fluida kerja melewati tube kelima dan memiliki
temperatur yang sama dengan FTHE saat mengalir di bagian upstream dari tube
keenam. Penurunan temperature fluida kerja secara drastis terjadi akibat
longitudinal vortices yang paling kuat dihasilkan oleh RWPs vortex generator [He
et al, 2012].
Gambar 4.74 menunjukkan penggunaan DWPs vortex generator
memiliki gradien temperature yang merata sampai dengan tube keenam. Jika
dibandingkan dengan penggunaan RWPs vortex generator, penggunaan DWPs
vortex generator menghasilkan longitudinal vortices yang lebih lemah.
Longitudinal vortices yang lebih lemah menghasilkan perubahan temperature
fluida kerja yang lebih merata sampai dengan tube keenam. Walaupun perubahan
temperature terjadi secara perlahan, aliran fluida kerja dapat meninggalkan FTHE
dengan temperatur yang sama dengan temperatur FTHE [Li et al., 2014].
Penggunaan CWPs vortex generator dengan bilangan Reynolds 900
ditunjukkan pada Gambar 4.75. Gambar 4.75 menunjukkan gradien temperatur
yang rendah pada pada daerah tube pertama, ketiga dan kelima sekaligus memiliki
gradien temperatur yang tinggi pada daerah tube kedua, keempat dan keenam.
Gradien temperatur yang rendah didapatkan pada saat fluida kerja mengalir
melalui daerah tube ketiga dan gradien temperatur yang paling tinggi didapatkan
pada saat fluida kerja mengalir melalui daerah tube kedua. Perbedaan karakteristik
distribusi temperatur tersebut terjadi akibat CWPs vortex generator memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 112
90
karakteristik distribusi aliran seperti pada penggunaan RWPs vortex generator
sekaligus pada penggunaan DWPs vortex generator [Saha et al., 2014, Zhou dan
Ye, 2012].
Kontur distribusi temperatur pada Gambar 4.76 menunjukkan
penggunaan TWPs vortex generator menghasilkan gradien temperatur yang lebih
tinggi dibandingkan dengan penggunaan DWPs vortex generator tetapi lebih
rendah jika dibandingkan dengan penggunaan RWPs vortex generator. Jika
dibandingkan dengan penggunaan DWPs vortex generator, penggunaan TWPs
vortex generator mampu menghasilkan distribusi temperatur yang lebih merata
dan dapat membuat fluida kerja memiliki temperatur yang sama dengan
temperatur FTHE saat fluida kerja mengalir melalui tube keenam. Jika
dibandingkan dengan penggunaan RWPs vortex generator, penggunaan TWPs
vortex generator menghasilkan temperatur fluida yang belum sama dengan
temperatur FTHE saat fluida kerja mengalir melalui bagian upstream dari tube
kelima, sedangkan pada penggunaan RWPs vortex generator fluida kerja telah
memiliki temperatur yang sama dengan temperature FTHE pada saat mengalir
melalui daerah tersebut. Penggunaan TWPs vortex genrator memiliki karakteristik
distribusi temperatur yang lebih tinggi daripada DWPs vortex generator tetapi
lebih rendah daripada penggunaan RWPs vortex generator [Zhou dan Ye, 2012].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 113
91
BAB V
KESIMPULAN
Pada penelitian ini telah dilakukan simulasi perpindahan kalor dan aliran
fluida pada plain FTHE menggunakan variasi vortex generator. Dari simulasi
yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai beikut:
1. Pada penelitian ini performa perpindahan kalor direpresentasikan
menggunakan bilangan Nusselt dan Colburn factor. Dari hasil penelitian
yang dilakukan, didapatkan performa perpindahan kalor yang berbeda –
beda. Performa perpindahan kalor yang paling tinggi didapatkan dari
penggunaan RWPs vortex generator kemudian diikuti dengan TWPs,
CWPs dan yang paling rendah adalah DWPs vortex generator.
Peningkatan performa perpindahan kalor pada variasi vortex generator
dari yang tertinggi hinga yang paling rendah secara berturut – turut
adalah 63,88%, 59,68%, 58,82% dan 41,54%.
2. Peningkatan preasure drop yang paling rendah didapatkan dengan
menggunakan DWPs vortex generator yang kemudian diikuti dengan
penggunaan TWPs, CWPs dan yang tertinggi RWPs vortex generator.
Penggunaan DWPs vortex generator dapat mengurangi wake region dan
meningkatkan pencampuran fluida dengan flow resistance yang paling
rendah jika dibandingkan dengan penggunaan variasi vortex generator
yang lain. Besarnya peningkatan pressure drop dari nilai yang terkecil
sampai yang terbesar pada variasi vortex generator adalah 49,14%,
74,13%, 97,17% dan 148,34%.
3. Pada penelitian ini digunakan friction factor sebagai salah satu variabel
yang digunakan untuk mengetahui karakteristik aliran fluida kerja pada
FTHE. Nilai peningkatan friction factor yang terbesar didapatkan saat
menggunakan RWPs vorex generator, lalu diikuti dengan CWPs, TWPs
dan yang paling rendah DWPs vortex generator. Nilai peningkatan
friction factor dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 114
92
variasi vortex generator secara berturut – turut adalah 122,14%, 81,14%,
60,51% dan 40,81%. Mengacu pada nilai peningkatan yang didapatkan
dari variasi vortex generator maka dapat disimpulkan penggunaan RWPs
vortex generator menghasilkan flow resistance yang paling tinggi
sedangkan penggunaan DWPs vortex generator menghasilkan flow
resistance yang paling rendah.
4. Kontur kecepatan aliran fluida kerja digunakan sebagai salah satu
parameter untuk menginvestigasi karakteristik penggunaan variasi vortex
generator. Kontur kecepatan aliran fluida kerja yang didapatkan dari
hasil simulasi menunjukkan RWPs vortex generator menghasilkan
longitudinal vortices yang paling kuat, diikuti dengan penggunaan
CWPs, TWPs dan yang paling lemah adalah DWPs vortex generator.
5. Pada penelitian ini digunakan kontur distribusi temperatur untuk
menginvestigasi karakteristik perpindahaan kalor pada aliran fluida kerja.
Hasil penelitian ini menunjukkan performa perpindahan kalor yang
paling tinggi didapatkan dari penggunaan RWPs vortex generator,
kemudian diikuti dengan CWPs, TWPs dan yang paling rendah adalah
DWPs vortex generator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 115
93
DAFTAR PUSTAKA
ANSYS Inc., 2013, “ANSYS Fluent Theory Guide”, United States of America,
ANSYS Inc.
Biswas G., Mitra N. K., Fiebig M., 1994, “Heat Transfr Enhancement in Fin-Tube
Heat Exchanger by Winglet Type Vortex Generators”, International
Journal of Heat and Mass Transfer, Pergamon Press Ltd.
Chen Y., Fiebig M., Mitra N. K., 1998, “Heat Transfer Enhancement of a Finned
Oval Tube with Punched Longitudinal Vortex Generators in-Line”,
International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Science Ltd.
Gentry M. C., Jacobi A. M., 1997, “Heat Transfer Enhancement by Delta-Wing
Vortex Generators on a Flat Plate: Vortex Interactions with the Boundary
Layer”, Experimental Thermal and Fluid Science, Elsevier Science Inc.
He Y. L., Chu P., Tao W. Q., Zhang Y. W., Xie T., 2012 “Analysis of Heat
Transfer and Pressure Drop fot Fin-and-Tube Heat Exchanger with
Rectangular Winglet-Type Vortex Generators”, Applied Thermal
Engineering, Elsevier Ltd.
He Y. L., Zhang Y., 2012, “Advances and Outlooks of Heat Transfer
Enhancement by Longitudinal Vortex Generators”, Advances in Heat
Transfer, Elsevier Inc.
Hiravennavar S. R., Tulapurkara E. G., Biswas G., 2007, “A Note the Flow and
Heat Transfer Enhancement in a Channel with Built-in Winglet Pair”,
International Journal of Heat and Fluid Flow, Elsevier Inc.
Leu J. S., Wu Y. H., Jang J. Y., 2004, “Heat Transfer and Fluid Flow Analysis in
Plate-Fin and Tube Heat Exchangers with a Pair Block Shape Vortex
Generators”, International Jurnal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.
Li H. Y., Chen C. L., Chao M. S., Liang G. F., 2013, “Enhancing Heat Transfer
in a Plate-Fin Heat Sink Using Delta Winglet VortexGenerators”,
International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 116
94
Li M. J., Zhou W. J., Zhang J. F., Fan J. F., He Y. L., Tao W. Q., 2014, “Heat
Transfer and Pressure Performance of a Plain Fin with Radiantly Arrange
Winglets Around Each Tube in Fin-and-Tube Heat Transfer Surface”,
International Journal of Heat and Mass Transfer, Elsevier Ltd.
Lotfi B., Zeng M., Sundén B., Wang Q., 2014, “3D Numerical Investigation of
Flow and Heat TransferCharacteristics in Smooth Wavy Fin-and-
Elliptical Tube Heat Exchangers Using New Type Vortex Generators”,
Energy, Elsevier Ltd.
Mardikus S., Putra V. T., 2015, “Analysis of Heat Transfer for Fin and Circular
Tube Heat Exchanger Using Combined Vortex Generators”, The 14th
International Conference on Quality in Research, Lombok, Indonesia
O’Brien J. E., Sohal M. S., Wallstedt P. C., 2004, “Local Heat Transfer and
Pressure Drop for Finned Heat Exchangers Using Oval Tubes and Vortex
Generators”, Journal of Heat Transfer, ASME.
Saha P., Biswas G., Sarkar S., 2014, “Comparison of Winglet Type Vortex
Generators Periodically Deployed in a Plate-Fin Heat Exchanger – A
Synergy Based Analysis”, International Journal of Heat and Mass Transfer,
Elsevier Ltd.
Shah, R. K., 2003, “Fundamentals of Heat Exchanger Design”, New Jersey, John
Wiley & Sons Inc.
Tian L., He Y., Tao Y., Tao W., 2009, “A Comparative Study on the Air-Side
Performance of Wavy Fin-and-Tube Heat Exchanger with Punched Delta
Winglets in Staggered and in-Line Arrangements”, International Journal of
Thermal Science, Elsevier Masson SAS.
Tiwari S., Maurya D., Biswas G., Eswaran V., 2002, “Heat Transfer
Enhancement in Cross-Flow Heat Exchangers Using Oval Tubes and
Multiple Delta Winglets”, International Journal of Heat and Mass Transfer,
Elsevier Science Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 117
95
Torii K., Kwak K. M., Nishino K., 2002, “Heat Transfer Enhancement
Accompanying Pressure-Loss Reduction with Winglet Type Vortex
Generators for Fin-Tube Heat Exchangers”, International Journal of Heat
and Mass Transfer, Elsevier Science Ltd.
Versteeg H. K., Malalasekera W., 1995, “An Introduction to Computational Fluid
Dynamics The Finite Volume Method ”, England, Longman Group Ltd.
White F. M., 2011, “Fluid Mechanics”, New York, United States of America,
McGraw-Hill.
Zhou G., Feng Z., 2014, “Experimental Investigations of Heat Transfer
Enhancement by Plain and Curved Winglet Type Vortex Generators with
Punched Holes”, International Journal of Thermal Sciences, Elsevier
Masson SAS.
Zhou G., Ye Q., 2012, “Experimental Investigation of Thermal and Flow
Characteristic of Curved Trapezoidal Winglet Type VortexGenerators”,
Applied Thermal Engineering, Elsevier Ltd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 118
96
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 119
97
Lampiran A Tabel boundary condition yang digunakan pada simulasi.
Geometri
FTHE
Tair
(K)
Twall
(K)
Massa Jenis (kg/m3) Kalor Spesifik
(J/kg·K) Konduktifitas Termal
Disimulasikan pada
bilangan Reynolds udara fin tube udara fin tube udara fin tube
Plain FTHE
310,6 291,77 1,1363 2719 8974 1006,8 871 381 0,0269 202,4 387,6 500 600 700 800 900
RWPs
DWPs
CWPs
TWPs
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 120
98
Lampiran B.1 Data bilangan Nusselt dan Colburn factor dari hasil simulasi.
Bilangan
Reynolds
Bilangan Nusselt Colburn Factor
Plain
FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
Plain
FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
500 11,34 17,19 14,98 16,62 17,00 0,0254 0,0384 0,0335 0,0372 0,0380
600 11,97 18,97 16,48 18,43 18,62 0,0223 0,0354 0,0307 0,0343 0,0347
700 12,56 20,64 17,85 20,07 20,11 0,0200 0,0330 0,0285 0,0321 0,0321
800 13,09 22,23 19,14 21,57 21,55 0,0183 0,0311 0,0267 0,0301 0,0301
900 13,60 23,85 20,35 23,01 22,89 0,0169 0,0296 0,0253 0,0286 0,0284
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 121
99
Lampiran B.2 Data pressure drop dan friction factor dari hasil simulasi.
Bilangan
Reynolds
Pressure Drop (Pa) Friction Factor
Plain
FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
Plain
FTHE RWPs DWPs CWPs TWPs
500 17,72 43,69 26,91 35,25 31,44 0,1296 0,2858 0,1859 0,2362 0,2120
600 24,82 59,99 36,53 48,12 42,60 0,1261 0,2726 0,1752 0,2245 0,1994
700 31,98 79,09 47,39 62,68 55,27 0,1193 0,2640 0,1670 0,2149 0,1901
800 39,93 100,35 59,59 79,00 69,49 0,1141 0,2565 0,1607 0,2149 0,1830
900 48,83 124,43 72,85 77,29 85,30 0,1102 0,2513 0,1552 0,2017 0,1775
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI