Page 1
TINJAUAN DAN ANALISIS INTERTEKSTUAL
CERITA CALON ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
DAN CERITA RAKYAT BALI CALON ARANG
KARYA YULIADI SOEKARDI & U. SYAHBUDIN
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Kajian Prosa Fiksi (IN408)
dari dosen pembimbing Halimah, M.Pd.
disusun oleh:
Adhia Azkapradhani NIM 0807268
Eka Malinda R NIM 0807266
Muhamad Akbar NIM 0808461
Siti Hamidah NIM 0807259
Wuri Pangastuti N NIM 0807232
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2009
Page 2
KATA PENGANTAR
Makalah yang diberi judul “Tinjauan Dan Analisis Intertekstual Cerita
Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Toer Dan Cerita Rakyat Bali Calon
Arang Karya Yuliadi Soekardi & U. Syahbudin” ini kami susun, sebagai sebuah
bentuk konkret dari subbagian kegiatan perkuliahan pada matakuliah Kajian Prosa
Fiksi (IN408) dosen pengampu Halimah, M.Pd.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan Puji dan Syukur kehadirat
Allah Swt, yang senantiasa memberkati, merahmati, dan mengizinkan kami
menyusun hingga menyelesaikan makalah ini, semoga ini menjadi amal serta
pengampunan menuju rida-Nya. Serta terima kasih yang tidak terhingga kepada
seluruh pihak yang telah membantu dan terlibat dalam pembuatan, penyusunan
hingga penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara hormat kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua kami yang selalu mendukung moril maupun materil, orang tua
kami yang tidak pernah lelah medoakan kami, memberi dukungan moril
dan materil untuk kami, para putra dan putrinya yang masih bergantung
kepada dukungan orang tua kami tercinta;
2. Dosen pembimbing matakuliah kajian prosa fiksi yang menjadi alasan
utama pembuatan makalah kajian ini dan telah memberi bantuan dalam
penyusunan makalah ini;
3. Serta tidak lupa kepada seluruh rekan-rekan yang terlibat baik secara
langsung dan tidak langsung dalam proses penyusunanan makalah ini.
Akhir kata kami ucapakan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca umumnya dan bagi kami penyusun pada khususnya. Segala kritik dan
saran akan kami terima dan kami harapkan agar dapat menjadi sumber motivasi
untuk perbaikan dalam diri kami. Semua itu diharapkan mampu meminimalisir
segala kekurangan kami di kemudian hari. Semoga segala amal baik kita menjadi
amal soleh dan mendapat pahala rida dari Allah Subhanahu Wata’ala. Amien.
Bandung, Desember 2009
Penyusun,
Page 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
A. Pendahuluan .................................................................................................... 1
1. Latar Belakang ............................................................................................. 2
2. Kajian Pustaka ........................................................................................... 3
2.1 Intertekstual Karya Sastra ................................................................ 3
2.2 Tujuan Intertekstual Karya Sastra .................................................... 6
3. Metode Pengkajian ..................................................................................... 7
4. Tinjauan terhadap Cerita Calon Arang (Sinopsis Cerita) ............................ 8
B. Analisis Aspek Sintaksis Cerita Calon Arang Karya Pramoedya ............. 11
1. Analisis Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya ................................. 11
1.1 Analisis Fungsi Utama ................................................................... 11
1.2 Deskripsi Fungsi ............................................................................ 15
2. Analisis Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya ..................... 18
2.1 Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya ........................ 18
2.2 Deskripsi Sekuen ........................................................................... 23
C. Analisis Aspek Semantis Cerita Calon Arang Karya Pramoedya ........... 27
1. Analisis Tokoh Cerita Calon Arang karya Pramoedya ................................ 27
1.1 Jenis-jenis Tokoh ........................................................................... 27
1.2 Deskripsi Tokoh ............................................................................. 30
2. Analisis Latar Cerita Calon Arang karya Pramoedya .................................. 35
D. Analisis Aspek Verbal Cerita Calon Arang Karya Pramoedya .............. 41
1. Gaya Penceritaan ......................................................................................... 41
2. Waktu dan Kala ......................................................................................... 43
3. Sudut Pandang ............................................................................................ 44
E. Analisis Intertekstual Cerita Calon Arang Karya Pramoedya Dan Calon
Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ......................................... 45
1. Interteks Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang
“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali .............................................. 45
Page 4
2. Interteks Tokoh dan Penokohan Cerita Calon Arang karya Pramoedya
dan Calon Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ................. 53
3. Interteks Latar Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang
“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ............................................. 65
4. Interteks Tema Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang
“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ............................................. 67
F. Simpulan ......................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
Page 5
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Eksitensi sebuah karya sastra erat kaitannya dengan sejarah antara karya
sastra yang lahir sesudah atau sebelumnya. Hubungan sejarah ini baik berupa
persamaan atau perbedaan. Dengan hal demikian ini, sebaiknya membicarakan
karya sastra itu dalam hubungannya dengan karya sezaman, sebelum atau
sesudahnya. (Pradopo, 2003:167). Sehingga sebuah karya sastra terlahir
dengan keberadaan karya-karya yang lain yang ikut mempengaruhi kehadiran
karya baru. Mengenai hubungan kesejarahan ini diperkuat pula oleh pendapat
Riffaterre (dalam Pradopo, 2003: 167) bahwa sajak baru bermakna penuh
dalam hubungannya dengan sajak lain.
Karya sastra yang ditulis lebih kemudian, biasanya, mendasarkan diri
pada karya-karya lain yang telah ada sebelumnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, baik dengan cara meneruskan maupun menyimpangi
(menolak, memutarbalikkan esensi) konvensi. Riffaterre (lewat Teeuw, 1983 :
64-5) mengatakan bahwa karya sastra selalu merupakan tantangan, tantangan
yang terkandung dalam perkembangan sastra sebelumnya, yang secara
konkret mungkin berupa sebuah atau sejumlah karya. Hal ini menunjukan
keterikatan suatu karya dari karya-karya lain yang melatarbelakanginya.
(Nurgiyantoro.1995:51).
Menurut Sitanggang (2003:81) kelahiran suatu karya sastra tidak dapat
dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra yang mendahuluinya, yang
pernah diserap oleh sastrawan. Pengarang pada dasarnya tidak hanya sebagai
produktor, namun pengarang terlebih dahulu juga sebagai reseptor. Karya
sastra terlahir dari hasil resepsi pembaca yang memberikan tanggapan, reaksi
dan respon terhadap karya-karya yang telah ada. Sehingga dalam proses
produksi terdapat proses resepsi terhadap karya sastra dimana ”pembaca”
memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat
memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin
bersifat pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu,
Page 6
atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga
bersifat aktif, yaitu bagaimana ia ”merealisasikan”nya. Karena itu resepsi sastra
mempunyai lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan
(Junus, 1985:1).
Dari proses resepsi sastra ada anggapan bahwa suatu arti atau makna
tertentu dalam karya sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi tertentu.
Ini disebabkan oleh adanya suatu latar belakang pemikiran tertentu pada masa
itu yang menjadi pedoman bagi orang yang memahaminya. Dengan begitu,
suatu karya akan punya nilai lampau dan makna kini (past significance dan
present meaning). Karya sastra kapan pun ditulis tidak mungkin lahir dari
situasi kekosongan budaya (Teeuw, 1983:63). Jadi, pengarang tidak berangkat
dari kekosongan. Melalui karya terdahulu, ia menggulumi konvesi sastranya,
konvensi estetiknya, gagasan yang tertuang dalam karya itu, kemudian
mentransformasikannya ke dalam suatu karangan, karyanya sendiri
(Sitanggang, 2003:81).
Pada dasarnya pembacalah yang menentukan ada atau tidaknya kaitan
antara teks yang satu dengan teks yang lain itu, unsur-unsur hipogram itu,
berdasarkan persepsi, pemahaman, pengetahuan dan pengalamannya membaca
teks-teks lain sebelumnya, Penunjukan adanya unsur hipogram pada suatu
karya dari karya-karya lain pada hakikatnya merupakan penerimaan atau
reaksi pembaca. (Nurgiyantoro,1995 :54).
Kajian resepsi sastra yang dilakukan dalam mengkaji prosa fiksi di
sini adalah bagaimana suatu teks direspons/diresepsi oleh seorang
pengarang pada teks lainnya. Ini dikenal dengan teori intertekstual. Teori
Intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih kemudian
mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya.
Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti
penciptaannya dengan konsekuensi pembacanya juga, dilakukan tanpa
Page 7
sama sekali berhubungan teks lain yang dijadikan semacam contoh,
teladan, kerangka, atau acuan (Teeuw, 2003: 145).
Cerita calon arang karya Pramdoedya Ananta Toer merupakan hasil
tranformasi dari Cerita Rakyat Bali Calon Arang yang mengangkat tema
kejahatan akan segera dimusnakan oleh cahaya kebaikan. Dalam
pengkajian ini akan diangkat unsur-unsur intertekstualitas yang mengalami
proses tranformasi dalam dua karya tersebut. Pengkajian ini dilakukan
dengan mengacu pada tataran penelitian diakronis, yang mencoba melakukan
penelitian terhadap karya-karya lama yang dihubungkan dengan karya baru.
2. Kajian Pustaka
2.1 Intertekstual Karya Sastra
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu
teks dengan teks yang lain. Lebih dari itu, teks itu sendiri secara
etimologis (textus, bahasa latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan,
susunan, dan jalinan. Produksi makna terjadi dalam interteks yaitu melalui
proses proposisi, permutasi, dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan
cara mencari hubungan-hubungan bermakna diantara dua teks atau lebih.
Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai
persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya
bagi peneliti untuk menemukan hypogram. Interteks dapat dilakukan
antara novel dengan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos.
Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan,
melainkan juga sebaliknya pertentangan, baik sebagai parodi maupun
negasi. (Ratna, 2004 : 173)
Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks akan mengalami
gejala-gejala tranformasi secara umum. Dimana tranformasi sebagai wujud
resepsi pembaca terhadap suatu karya sastra, seorang sastrawan yang
meresepsi sebuah karya sastra dengan respon aktif yang meralisasikan
dengan memproduksi karya sastra dalam wujud lain.
Page 8
Halimah dalam tulisannya Tinjauan Intertekstual dalam Cerita
Maling Kundang menjelaskan setiap teks itu mengambil hal-hal menarik
yang kemudian diolah kembali dalam karyanya, atau ditulis setelah
melihat, meresapi, menyerap hal yang menarik, baik sadar maupun tidak
sadar. Setelah menanggapi teks lain dan menyerap konvensi sastra, konsep
estetik, atau pikiran-pikirannya, kemudian mentransformasikannya ke
dalam karya sendiri dengan gagasan dan konsep estetik sendiri sehingga
terjadi perpaduan yang baru. Konvensi dan gagasan yang diserap itu dapat
dikenali apabila kita membandingkan teks yang menjadi hipogramnya
dengan teks baru, yakni teks transformasi.
Tranformasi adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb)
(KUBI, 2002). Wujud transformasi: terjemahan, salinan, alih huruf,
sahajaan, parafrase, dan adaptasi/saduran (Sudjiman, 1993). Transformasi
dilakukan dengan melihat hubungan intertekstual dalam teks yang kita
kaji, Hubungan intertekstual antara teks dengan hipogram/teks dasarnya
dapat berupa Ekpansi, Konversi, Modifikasi, dan Ekserp (Sardjono dalam
Pudentia, 1992).
Hubungan intertekstual antara teks dengan hipogram/teks dasarnya
mengalami gejala-gejala tranformasi yang berupa Ekpansi, Konversi,
Modifikasi, dan Ekserp yakni :
1. Ekspansi, menurut Rifaterre (Pudentia, 1992:72-73), ekspansi
mengubah unsur-unsur pokok matrik kalimat menjadi bentuk yang
lebih kompleks. Dalam kebanyakan kasus, ekspansi lebih lebih dari
sekedar repetisi, tetapi juga mencakup perubahan gramatikal, misalnya
perubahan jenis kata (Riffaterre, 1978:\48—63). Secara sederhana
ekspansi dapat diartikan sebagai perluasan atau pengembangan
(Pradotokusumo, 1986:62).
2. Konversi, menurut Riffaterre (Pudentia, 1992) konversi mengubah
unsur-unsur kalimat matrik dengan memodifikasikannya dengan
Page 9
sejumlah faktor yang sama (Riffaterre, 1978:63-64). Konversi tampak
nyata dalam tataran morfologi dan fonologi. Menurut Pradotokusumo
(1986:63). Konversi adalah pemutarbalikan hipogram atau matriksnya.
3. Modifikasi atau pengubahan biasanya merupakan manipulasi pada
tataran linguistic, yaitu manipulasi kata atau urutan kata dalam
kalimat; pada tataran kesastraan, yaitu manipulasi tokoh (protagonist)
atau alur. (Pudentia, 1992:72)
4. Ekserp diartikan semacam intisari suatu unsur atau episode dari
hipogram (Pudentia, 1992:73).
Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah
teks, yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya
untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur instrinsik seperti ide,
gagasan, peristiwa, plot, penokohan, (gaya) bahasa, dan lain-lain, di antara
teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa kajian
interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada
karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Tujuan
kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih
penuh terhadap karya tersebut. Penulisan dan atau pemunculan sebuah
karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga
pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur
kesejarahan itu (Teeuw, 1983 : 63-5).
Mengenai keberadaan suatu hypogram dalam interteks, selanjutnya
Riffaterre (dalam Ratna, 2005:222) mendifinisikan hipogram sebagai
struktur prateks, generator teks puitika lebih lanjut, Hutomo (dalam
Sudikan, 2001:118) merumuskan hipogram sebagai unsur cerita (baik
berupa ide, kalimat, ungkapan, peristiwa dan lain-lain) yang terdapat
dalam suatu teks sastra pendahulu yang kemudian teks sastra yang
dipengaruhinya.
Page 10
Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru apabila
didasarkan atas pemahaman terhadap karya-karya terdahulu. Dalam
interteks, sesuai dengan hakikat teori-teori pasca strukturalis, pembaca
bukan lagi merupakan konsumen, melainkan produsen, teks tidak dapat
ditentukan secara pasti sebab merupakan struktur dari struktur, setiap teks
menunjuk kembali secara berbeda-beda kepada lautan karya yang telah
ditulis dan tanpa batas, sebagai teks jamak.
Dalam resepsi sastra ada anggapan bahwa ada suatu arti/makna
tertentu dalam karya sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi
tertentu. Ini disebabkan oleh adanya suatu latar belakang pemikiran
tertentu pada masa itu yang menjadi pedoman bagi orang yang
memahaminya. Dengan begitu, suatu karya akan punya nilai lampau dan
makna kini (past significance dan present meaning). Adanya fenomena ini
memungkinkan kita untuk menciptakan suatu suasana penerimaan tertentu
berdasarkan ideologi tertentu, suatu penerimaan model (Junus , 1985: 122-
123).
2.2 Tujuan Intertekstual Karya Sastra
Tujuan kajian intertekstual itu sendiri adalah untuk memberikan
makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan sebuah karya
sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian
makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan
tersebut (Nurgiyantoro, 1998:15).
Frow (dalam Endraswara, 2003:131), mengemukakan interteks
berdasarkan pada asumsi kritis. Asumsi tersebut yakni:
1. Konsep interteks menuntut peneliti untuk memahami teks tidak hanya
sebagai isi, melainkan aspek perbedaan sejarah teks;
2. Teks tidak hanya struktur yang ada, tetapi satu sama lain juga saling
memburu, sehingga terjadi perulangan atau transformasi teks;
Page 11
3. Ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks yang lain namun hadir
juga dalam teks tertentu yang ditentukan oleh proses waktu;
4. Bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang
eksplisit sampai implisit;
5. Hubungan teks satu dengan teks yang lain boleh dalam rentang waktu
lama, hubungan tersebut dapat secara abstrak dan juga sering terdapat
penghilangan-penghilangan bagian tertentu;
6. Pengaruh mediasi dalam interteks sering berpengaruh terhadap
penghilangan gaya maupun norma-norma sastra;
7. Dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan proses interpretasi,
dan;
8. Analisis interteks berbeda dengan melakukan kritik, melainkan lebih
terfokus pada pengaruh.
Kehadiran suatu teks lain dalam suatu teks yang dibaca akan
memberikan suatu warna tertentu kepada teks itu. Ada beberapa
pertanyaan yang dapat muncul: a. apakah fungsi teks “asing” itu dalam
teks itu yang menyebabkan teks itu dimasukkan/ Yang pasti ia dapat
menolong kita untuk memahami teks itu, sehingga ia mesti dianggap
punya hubungan struktural dengan unsur-unsur lain dalam teks itu; b.
bagaimana seorang penulis memperlakukan teks itu? Mengekalkan
sebagaimana adanya, mengubahnya pada tempat-tempat tertentu, atau
merombak/menentangnya. Pemilihan salah satu dari ketiga cara itu
tentunya melibatkan suatu ideologi, suatu proses signifikasi, yang
menentukan bagaimana ia menginterpretasikannya, dan bagaimana ia
menggunaknnya untuk kepentingan teks yang ditulisnya (Junus, 1985: 87-
89).
3. Metode Pengkajian
Pengkajian ini menggunakan pendekatan intertekstual dengan langkah-
langkah pengkajian Cerita Calon Arang ini mengikuti proses pendekatan
intertekstual, yaitu dengan cara membandingkan, menjajarkan, dan
Page 12
mengkontraskan sebuah teks sastra yang dianggap sebagai hipogram atau
teks dasar dengan teks hasil tranformasi. Sehingga menghasilkan analisis
perbedaan dan persamaan serta kutipan-kutipan yang menandakan
mengapa perbedaan dan persamaan struktur tersebut ada.
Berikut adalah tabel tentang aspek intertekstual yang dianalisis
berdasarkan teks sumber, sudut pandang, analisis, dan hasil analisis
intertekstual dalam teks “Cerita Calon Arang” karya Pramoedya Anata
Toer, dan Calon Arang Cerita Rakyat Bali “Penyebaran Bencana” karya
Yuliadi Soekardi dan U. Syahbudin.
Tabel 1.1 Kajian Analisis Intertestual
4. Tinjauan terhadap Cerita Calon Arang (Sinopsis Cerita)
Setting cerita adalah Jawa timur sekitar tahun 1100. Ada sebuah kerajaan
bernama Kediri (dulu Daha) yang diperintah oleh Prabu Erlangga. Di bawah
pemerintahan Erlangga rakyat hidup makmur sejahtera sampai ke desa-desa.
Tidak ada kejahatan terjadi karena tiap orang hidup makmur, cukup makan
No Aspek yang
dianalisis Sudut pandang analisis Hasil analisis
1. Alur Intertekstual
Gambaran perbandingan
struktur
“Cerita Calon Arang” karya
Pramoedya Anata Toer, dan
Calon Arang Cerita Rakyat
Bali “Penyebaran Bencana”
karya Yuliadi Soekardi dan U.
Syahbudin
Persamaan dan perbedaan
struktur cerpen
“Cerita Calon Arang” karya
Pramoedya Anata Toer, dan
Calon Arang Cerita Rakyat Bali
“Penyebaran Bencana” karya
Yuliadi Soekardi dan U.
Syahbudin.
2. Pengaluran
3. Tokoh
4. Penokohan
5. Tema
Page 13
dan cukup pakaian. Akan tetapi keadaan sentosa segera berubah dan
keamanan terancam. Penyakit menular tak bisa disembuhkan.
Di desa Girah ada seorang janda bernama Calon Arang. Dia memiliki
seorang anak perempuan cantik bernama Ratna Manggali yang berumur lebih
25 tahun. Calon Arang adalah seorang dukun yang terkenal sakti tapi jahat
sehingga dia ditakuti oleh masyarakat. Ia senang menganiaya sesama manusia,
membunuh, merampas, dan menyakiti sesama. Anak semata wayangnya
sangat disayangi dan tidak jahat sepertinya namun karena ibunya jahat
membuat orang disekelilingnya tidak berani berteman dengannya.
Usia Ratna Manggali yang sudah cukup untuk menikah tapi karena tidak
ada yang berani mendekatinya maka tidak ada laki-laki yang melamarnya. Itu
membuat orang sekitar membicarakannya. Karena itu sampai usia patut kawin
Ratna Manggali belum dilamar orang. Akibatnya Calon Arang menjadi marah
kepada masyarakat dan bertekad membalas dendam. Suatu hari dia memuja
Batari Durga untuk meminta agar dia bisa menyebarkan penyakit kepada
masyarakat untuk membunuh sebanyak-banyaknya orang. Batari Durga setuju
asal jangan sampai mengenai ibu kota. Tenung disebarkan menjadi wabah
penyakit yang menelan banyak korban. Kematian terjadi di mana mana.
Keganasan Calon Arang semakin meluas akibatnya rakyat makin takut dan
sengsara. Akhirnya berita buruk itu sampai kepada raja. Beliau lalu
memutuskan mengirim pasukan untuk menumpas Calon Arang di Girah.
Calon Arang sedang tidur, Prajurit Erlangga merasa dapat menangkap Calon
Arang, ia lalu memegang Calon Arang. Calon Arang menyemburkan api dari
mulutnya sehingga prajurit Erlangga hangus. Pasukan Erlangga kabur. Ketika
pemimpin pasukan raja hendak menangkap Calon Arang di rumahnya, Calon
Arang berbalik membunuh pemimpin pasukan. Melihat hal tersebut para awak
pasukan yang lain langsung lari meninggalkan Dusun Girah. Serangan Raja
Erlangga membuat Calon Arang semakin marah dan meneluh warga di dalam
ibu kota. Teluh semakin membuat warga resah.
Page 14
Raja lantas memanggil para penasehatnya. Pendeta penasehat mengatakan
bahwa hanya ada satu orang yang mampu mengatasi masalah ini yaitu Empu
Baradah yang tinggal di desa Lemah Tulis. Dia adalah seorang pendeta
berilmu tinggi dan penolong. Dia menyanggupi perintah raja untuk
memadamkan wabah dan menaklukkan Calon Arang.
Setelah mengetahui alasan Calon Arang meneluh Warga, Empu Baradah
menyarankan agar Ratna Manggali dikawinkan dengan muridnya yang
bernama Empu Bahula. Empu Bahula lantas melamar Ratna Manggali.
Mendengar lamaran Empu Bahula, Calon Arang sangat girang dan langsung
menerima lamaran Empu Bahula. Pesta pernikahan Ratna Manggali dan Empu
Baradah dibuat Calon Arang sangat meriah dan mewah. Semua warga
diundangnya dan dihidangan makanan yang sangat banyak dan mahal. Karena
kejahatannya tamu pun tak banyak yang datang. Setelah menikah Empu
Bahula mulai menyelidiki kelemahan Calon Arang. Ratna Manggali
mengungkapkan bahwa ibunya punya sebuah kitab rahasia sumber
kesaktiannya.
Ketika Calon Arang lengah kitab itu diambil lalu diserahkan kepada Empu
Baradah. Sebenarnya kalau Calon Arang melaksanakan ilmunya dengan benar
dia akan sangat berjasa kepada masyarakat dengan ilmunya. Setelah
mempelajarinya Empu Baradah menemukan penawar teluh. Pergilah Empu
Baradah ke Dusun Girah untuh menyembuhkan warga yang terkena teluh dan
orang mati yang belum busuk. Orang mati itu disentuh dan diperciki air oleh
Empu Baradah.
Akhirnya Empu Baradah bertemu dengan Calon Arang. Bentrokan terjadi
dan Calon Arang mati. Murid Calon Arang minta disucikan sifat jahatnya
pada Empu Baradah. Sebelum dibunuh oleh Empu Baradah, Calon Arang
minta disucikan oleh Empu Baradah tetapi Empu Baradah menolaknya dan
langsung membunuhnya. Maka Calon Arang dihidupkan lagi dan disucikan
lagi lalu dibunuh lagi. Setelah menyelesaikan tugasnya Empu Baradah
Page 15
kembali lagi ke Lemah Tulis. Sedangkan di Istana, Baginda Raja membagi 2
wilayahnya. Yaitu yang sebelah dinamai Kediri yang dipimipin oleh putra
sulungnya, yang sebelah lagi dinamai Jenggala yang dipimpin oleh putra
bungsunya.
B. Analisis Aspek Sintaksis Cerita Calon Arang karya Pramoedya
1. Analisis Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya.
1.1 Analisis Fungsi
F1: Kerajaan Daha yang damai di Zaman Erlangga.
F2: Calon Arang seorang janda yang sangat jahat. Mempunyai anak
bernama Ratna Manggali.
F3: Tidak ada pria yang mau melamar Ratna Manggali karena takut
kepada ibunya yang jahat.
F4: Warga mulai membicarakan Ratna Manggali yang tak kunjung
memiliki suami.
F5: Calon Arang sakit hati dan memohon kepada Dewi Durga agar
diizinkan untuk meneluh warga di pinggiran kota.
F6: Empu Baradah seorang yang sakti memiliki istri yang baik hati dan
seorang anak yang bernama Wedawati.
F7: Istri Empu Baradah jatuh sakit dan akhirnya meninggal.
F8: Wedawati merasa kehilangan dan memohon untuk meninggal juga
namun tidak dikabulkan.
F9: Empu Baradah menikah lagi dan mempunyai seorang anak laki-
laki dari istri barunya.
F10: Wedawati adalah seorang anak yang cerdas, baik hati, suka
menolong, dan ramah pada semua orang.
F11: Ibu tiri Wedawati tidak suka kepada Wedawati.
F12: Ibu tiri Wedawati memarahi Wedawati.
F13: Wedawati pergi dari asrama Lemah Tulis menuju pemakaman
ibunya.
Page 16
F14: Empu Baradah membujuk Wedawati untuk pulang, akhirnya
Wedawati pun menuruti permintaan ayahnya.
F15: Raja mengetahui kejahatan Calon Arang.
F16: Raja memerintahkan prajurit untuk membunuh Calon Arang.
F17: Para prajurit datang ke rumah Calon Arang lalu mencoba
membunuhnya, tetapi gagal para prajurit terbunuh dan terbakar.
F18: Mengetahui kegagalan para prajurit, raja kecewa kemudian ia
memerintahkan para pendeta untuk berdoa kepada dewa agar diberi
petujuk.
F19: Calon Arang semakin ganas, ia mulai meneluh warga ibu kota.
F20: Dewa memberi petunjuk bahwa hanya Empu Baradah lah yang
mampu mengalahkan Calon Arang.
F21: Para prajurit mendatangi Empu Baradah dan meminta kesediaanya
untuk mengalahkan Calon Arang.
F22: Empu Baradah pun bersedia dan memerintahkan Empu Bahula
untuk menikahi Ratna Manggali dengan biaya ditanggung raja.
F23: Empu Bahula menikahi Ratna Manggali dan Calon Arang pun
merasa sangat bahagia.
F24: Ibu tiri Wedawati kembali memarahi Wedawati dan mengusirnya
dari asrama.
F25: Empu Baradah membujuk Wedawati untuk pulang, namun gagal.
F26: Empu Baradah meminta bantuan warga membuatkan rumah di
dekat makam untuk Wedawati tinggal.
F27: Empu Bahula merasa curiga karena setiap sore Calon Arang pergi
membawa kitab dan pulang ketika malam telah larut.
F28: Ratna Manggali menceritakan semua rahasia Calon Arang kepada
Empu Bahula.
F29: Ratna Manggali memberikan kitab tersebut kepada Empu Bahula.
F30: Empu Bahula pergi menuju Lemah Tulis.
F31: Setelah membaca isi kitab tersebut Empu Baradah pergi ke Dusun
Girah.
Page 17
F32: Empu baradah menemui Calon Arang.
F33: Calon Arang memohon pada Empu Baradah agar mau menyucikan
dirinya namun Empu Baradah menolak.
F34: Terjadi perhelatan antara Calon Arang dan Empu Baradah. Calon
Arang pun kalah dan meninggal.
F35: Empu Baradah menghidupkan kembali Calon Arang untuk
menyucikan Calon Arang.
F36: Calon Arang kemudian hidup lagi.
F37: Setelah Calon Arang disucikan Empu Baradah membunuh kembali
Calon Arang.
F38: Empu Baradah kembali di Dusun Girah.
F39: Empu Baradah menyuruh Empu Bahula menghadap baginda untuk
mengabarkan kematian Calon Arang.
F40: Baginda sangat senang mendengar berita kematian Calon Arang.
F41: Baginda Erlangga berangkat ke Dusun Girah.
F42: Sri Baginda memohon agar Sang Maha Pendeta sudi mengajarinya
ilmu budi pekerti.
F43: Setelah tamat pelajaran Sri Baginda kembali ke Daha.
F44: Dengan ilmunya Sri Paduka memperbaiki keadaan rakyat.
F45: Sawah dan ladang diolah lagi panen yang bagus tidak
berkeputusan, demikian Kerajaan Daha setelah Calon Arang mati.
F46: Sri Baginda ingin meninggalkan kerajaan dan menjadi pendeta.
F47: Sri Baginda bingung membagi kerajaan kepada kedua anaknya.
F48: Sri Baginda mengangkat anak sulungnya untuk menggantikan
posisinya sebagai raja sedangkan anak kedua diangkat menjadi
Raja Bali.
F49: Sri Baginda meminta nasihat kepada Sang Maha Pendeta Baradah.
F50: Kanduruhan pergi ke Lemah Tulis.
F51: Sang Pendeta akan menemui Empu Kuturan.
F52: Kanduruhan kembali ke Daha.
F53: Sebelum ke Bali, Empu Baradah pergi ke pertapaan Wedawati.
Page 18
F54: Empu Baradah meminta Wedawati untuk menunggu dirinya
pulang sebelum berpergian kembali.
F55: Sesampainya Empu Baradah di Bali, Empu Kuturan sedang
bersemedi dengan sangat khusyu dan lama.
F56: Empu Baradah yang telah lama menunggu merasa kesal hingga
membuat banjir agar Empu Kuturan terganggu.
F57: Empu Kuturan tidak merasa terganggu dan terus bersemedi.
F58: Selesai bersemedi Empu Kuturan menemui tamunya.
F59: Empu Kuturan marah mendengar maksud Empu Baradah karena
cucunya telah menjadi raja di Bali.
F60: Empu Baradah pun marah kepada Empu Kuturan dan
meninggalkannya tanpa pamit.
F61: Empu Baradah tidak dapat pergi karena daun nangka terus
tenggelam.
F62: Empu Baradah kembali ke tempat Empu Kuturan dan meminta izin
untuk pulang.
F63: Empu Baradah kembali ke Jawa.
F64: Empu Baradah menceritakan pengalamannya kepada Sri Baginda.
F65: Empu Baradah menyarankan untuk membagi dua kerajaan.
F66: Sri Baginda meninggalkan istana dan menjadi pertapa.
F67: Empu Baradah kembali ke pertapaan.
F68: Terjadi peperangan antar kedua kerajaan.
F69: Empu Baradah membagi kerajaan dengan batas-batas yang jelas.
F70: Untuk jasanya Empu Baradah diberi harta yang banyak oleh Sri
Baginda.
F71: Empu Baradah memberikan semua hartanya kepada anak
lelakinya.
F72: Empu Baradah menemui Wedawati dan mengajaknya pergi jauh.
Page 19
1.2 Deskripsi Fungsi
Cerita diawali saat Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Raja Erlangga
masih tentram dan damai (F1).
Di Dusun Girah yang merupakan bagian dari Negara Daha, hiduplah
seorang janda yang bernama Calon Arang dengan putri cantiknya bernama
Ratna Manggali (F2). Calon Arang adalah orang yang jahat, oleh karena
itu tidak ada yang mau mendekati Ratna Manggali (F3). Lama kelamaan
warga mulai membicarakan Ratna Manggali yang kunjung tidak memiliki
suami (F4). Mengetahui hal tersebut, Calon Arang marah dan memohon
pada Dewi Durga agar dapat meneluh penduduk di pinggiran ibukota (F5).
Di Dusun Lemah Tulis yang masih bagian dari Negara Daha,
hiduplah seorang petapa sakti bernama Empu Baradah yang memiliki
seorang anak bernama Wedawati dan seorang istri yang baik hati (F6).
Istri Empu Baradah jatuh sakit dan tidak dapat disembuhkan hingga ajal
menjemput (F7), Wedawati merasa sangat kehilangan dan memohon untuk
meninggal juga bersama ibunya namun tidak dikabulkan (F8). Empu
Baradah menikah lagi dan memiliki seorang anak laki-laki (F9). Wedawati
adalah seorang anak yang cerdas, baik hati dan suka menolong seperti
ayahnya, ia disukai warga desa (F10). Karena Wedawati sangat disayangi
ayahnya, ibu tiri Wedawati tidak menyukai Wedawati (F11) sehingga ia
seringkali memarahi Wedawati tanpa sebab yang jelas (F12). Tidak tahan
dengan hal itu, dengan berat hati ia meninggalkan asrama Lemah Tulis dan
pergi ke pemakaman ibunya sambil menangis (F13). Mengetahui putri
kesayangannya tidak ada di rumah Empu Baradah mencarinya, hingga
sampailah ia di makam ibu kandung Wedawati, ia lalu membujuk
Wedawati untuk pulang dan berhasil (F14).
Raja Erlangga mengetahui kejahatan Calon Arang (F15). Lalu Raja
memerintahkan prajurit untuk membunuh Calon Arang (F16). Para prajurit
pun langsung pergi ke rumah Calon Arang, namun naas sekali nasib para
Page 20
prajurit tersebut, bukannya membunuh Calon Arang tapi mereka yang
dibunuh oleh Calon Arang (F17). Mengetahui hal tersebut, raja merasa
kecewa, lalu ia memerintahkan para pendeta untuk berdoa kepada Dewa
Agung agar diberi petunjuk (F18). Calon Arang semakin ganas, ia mulai
meneluh warga ibukota (F19).
Dewa memberi petunjuk bahawa Empu Baradah lah yang dapat
menaklukan Calon Arang (F20). Para prajurit mendatangi Empu Baradah
dan meminta kesediaanya untuk mengalahkan Calon Arang (F21) setelah
mendengar kisahnya Empu Baradah pun bersedia dan memerintahkan
Empu Bahula untuk menikahi Ratna Manggali dengan biaya ditanggung
raja (F22). Empu Bahula menikahi Ratna Manggali dan Calon Arang pun
merasa sangat bahagia (F23).
Ibu tiri Wedawati kembali memarahi Wedawati dan mengusirnya
dari asrama (F24). Empu Baradah kembali mencari Wedawati dan
akhirnya menemukannya kembali di makam ibu kandungnya, namun kali
ini Wedawati tetap tidak ingin pulang walaupun dibujuk ayahnya (F25).
Karena Wedawati tetap tidak ingin pulang maka Empu Baradah pun
meminta bantuan warga membuatkan rumah di dekat makam untuk
Wedawati tinggal, rumah itupun dirawatnya dengan baik (F26).
Empu Bahula merasa curiga karena setiap sore Calon Arang pergi
membawa kitab dan pulang ketika malam telah larut (F27). Ratna
Manggali menceritakan semua rahasia Calon Arang kepada Empu Bahula
dan mengatakan bahwa kitab yang dibawa oleh Calon Arang itu sangat
bertuah (F28). Ratna Manggali memberikan kitab tersebut kepada Empu
Bahula (F29) cepat-cepat Empu Bahula pergi menuju Lemah Tulis untuk
memberikan kitab tersebut kepada Empu Baradah (F30). Setelah membaca
isi kitab tersebut Empu Baradah pergi ke Dusun Girah dan mengobati
penduduk yang sakit serta menghidupkan kembali mayat yang baru saja
meninggal dengan tuah mantra (F31). Setelah itu Empu Baradah menemui
Page 21
Calon Arang di pekuburan tempatnya memuja (F32). Calon Arang
memohon kepada Empu Baradah untuk menyucikan dirinya namun Empu
Baradah menolak (F33), Calon Arang yang sakit hati mencoba
menaklukan Empu Baradah maka terjadilah pertempuran yang cukup
sengit diantara keduanya namun Calon Arang kalah sakti hingga akhirnya
ia pun mati dan tergolek di tanah (F34). Empu Baradah menghidupkan
kembali Calon Arang dan menyucikannya (F35) lalu Calon Arang pun
hidup kembali (F36). Setelah menyucikan Calon Arang, Empu Baradah
lalu membunuhnya kembali (F37).
Setelah selesai melaksanakan tugasnya, Empu Baradah menuju Dusun
Girah (F38) ia bertemu Empu Bahula dan menceritakan kekalahan Calon
Arang, Empu Baradah meminta Empu Bahula menghadap Baginda dan
mengabarkan kematian Calon Arang (F39). Baginda sangat senang
mendengar kabar tersebut (F40) lalu Baginda pergi ke Dusun Girah
menemui Sang Maha Pendeta (F41) ia memohon agar Sang Maha Pendeta
sudi mengajarinya ilmu budi pekerti (F42). Setelah tamat pelajaran, Sri
Baginda kembali ke Daha (F43) dengan ilmu yang telah ia dapat, ia
memperbaiki keadaan rakyat (F44). Sawah dan ladang pun kini diolah
kembali, panen yang bagus tidak berkeputusan (F45). Setelah kerajaannya
makmur kembali, Baginda ingin meninggalkan istana dan menjadi petapa
(F46). Namun Sri Baginda bingung bagaimana membagi kerajaan kepada
kedua anaknya (F47). Setelah melalui pemikiran yang sangat panjang, Sri
Baginda memutuskan untuk memberikan kerajaan kepada anak sulungnya
sedangkan anak bungsunya menjadi raja di Bali (F48).
Sebelum melaksanakan rencananya, Sri Baginda meminta nasihat
kepada Sang Maha Pendeta terlebih dahulu (F49) maka pergilah
Kanduruhan ke Lemah Tulis (F50). Empu Baradah akan ke Bali untuk
menemui Empu Kuturan (F51) maka kembalilah Kanduruhan ke Daha
(F52). Sebelum pergi ke Bali, Empu Baradah menemui Wedawati (F53)
dan berpesan untuk menunggunya kembali dari Bali sebelum bepergian
Page 22
jauh (F54). Sesampainya di Bali, Empu Kuturan sedang bersemedi dengan
sangat khusyu (F55). Karena terlalu lama menunggu, Empu Baradah pun
merasa kesal dan mulai mengeluarkan kesaktiannya untuk mengganggu
Empu Kuturan (F56) namun Empu Kuturan tidak merasa terganggu dan
terus bersemedi (F57). Setelah selesai bersemedi, barulah Empu Kuturan
menemui tamunya (F58).
Mendengar maksud kedatangan Empu Baradah, marahlah Empu
Kuturan karena cucunya telah menjadi raja di Bali (F59). Empu Baradah
yang merasa tersinggung langsung pergi tanpa pamitan (F60) namun daun
nangka yang ia gunakan terus tenggelam (F61). Menyadari
ketidaksopanannya, Empu Baradah kembali ke tempat Empu Kuturan
untuk berpamitan (F62). Empu Baradah kembali ke Jawa (F63), ia
menceritakan pengalamannya kepada Sri Baginda (F64) lalu ia
menyarankan agar kerajaan dibagi menjadi dua saja (F65), Sri Baginda
pun menyetujuinya lalu Sri Baginda meninggalkan kerajaan dan menjadi
petapa (F66) begitu pula dengan Empu Baradah yang kembali ke
pertapaanya (F67). Lalu terjadilah peperangan antara kedua kerajaan
tersebut (F68), Empu Baradahlah yang kemudian menengahi perang
tersebut dan membagi kedua kerajaan dengan batas-batas yang jelas (F69).
Atas jasanya tersebut, Empu Baradah dihadiahi banyak sekali harta benda
berharga (F70) yang kemudian ia berikan semuanya kepada anak lelakinya
(F71). Setelah itu Empu Baradah pergi menemui Wedawati dan
mengajaknya pergi jauh (F72).
2. Analisis Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya
2.1 Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya
Bab 1 : Pengaluran Linier
Kerajaan Daha di Zaman Erlangga
“Negara Daha termasyhur aman. Tak ada kejahatan terjadi,
karena setiap orang hidup makmur, cukup makan dan cukup pakaian.
Page 23
Karena makmurnya itu makanan penduduk teratur, dan karena itu pula
tak ada penyakit berjangkit”. (Pramoedya, 2003:8)
“Yang memerintah negara itu ialah seorang raja. Erlangga
namanya. Baginda terkenal bijaksana dan berbudi. Pendeta-pendeta yang
membuka pertapaan dan asrama sampai jauh di gunung-gunung
mendapat perlindungsn belaka”. (Pramoedya, 2003:8)
Bab 2: Pengaluran Linier
Calon Arang
“Calon Arang seorang perempuan setengah tua. Ia mempunyai
anak perawan yang berumur lebih dari 25 tahun. Ratna Manggali
namanya. Bukan main cantik gadis itu. Sekalipun demikian tak
seorangpun pemuda datang meminang, karena takut kepada ibunya,
Calon Arang. ia senang menganiaya sesama manusia, membunuh,
merampas, dan menyakiti. Calon Arang berkuasa. Ia tukang teluh dan
punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang”. (Pramoedya, 2003:11).
Bab 3: Pengaluran Linier Dan Flashback
Empu Baradah
“Menurut cerita orang tua-tua: pada waktu itu ada seorang
pertapa. Ia bergelar Empu. Empu artinya guru. Ia bernama baradah.
Orang-orang menyebutnya Empu Baradah. Empu Baradah orang yang
saleh dan taat benar pada agamanya. Ia selalu bertaqwa pada dewanya.
Sudah lama ia berasrama di Lemah Tulis, dan di sana pula ia tinggal”.
(Pramoedya, 2003:15)
Bab 4: Pengaluran Linier& Pengaluran Flashback
Calon arang Mulai Mengganas
Penduduk desa tahu belaka, bila Calon Arang dan murid-
muridnya pulang dengan girangnya dari Candi Durga pasti ada orang
Page 24
yang akan menemui ajalnya. Kegirangan Calon Arang dan murid-
muridnya berarti ketakutan buat orang banyak”. (Pramoedya, 2003:23)
Bab 5: Pengaluran Linier Dan Flashback
Calon Arang Mengusir Pasukan Raja
“Tukang sihir itupun bangunlah dari tidurnya. Melihat ketiga
prajurit itu meluaplah amarahnya. Matanya merah. Sebentar kemudian
menyemburkan api dari matanya itu. Juga hidung, kuping, dan mulutnya
merah padam mengeluarkan api yang menjilat-jilat. Terbakarlah ketiga
prajurit itu. Terbakar sampai hangus dan mati di situ juga”.(linier)
(Pramoedya, 2003:32)
“Sunyi-senyaplah ruangan bangsal itu. Dan prajurit itu
meneruskan ceritanya: “Kepala pasukan menjambak rambut Calon
Arang. Dua orang prajurit mengamangkan pedang terhunus di atas tubuh
janda itu. Ampun paduka Baginda...patik lihat tangan ketiga prajurit itu
jadi kejang-kaku tak dapat bergerak. Patik lihat sendiri tanpa ketakutan
mereka itu. Patik bersama pasukan datang di waktu tengah malam.
Pasukan kami mendapati Calon Arang di rumahnya. Sedang ia tidur
waktu itu. Waktu bangun, keluar api besar yang menjilat-jilat ke sana-ke
mari. Kepala pasukan beserta dua orang prajurit yang hendak
menangkapnya terbakar hangus sama sekali. Karena itu patik bersama
sisa pasukan segera mundur dan kembali ke kota. Hemat patik si janda
Calon Arang tak dapat dilawan dengan senjata.”(flashback) (Pramoedya,
2003:34)
Bab 6: Pengaluran Linier
Gerombolan Tukang Sihir yang Semakin Nekat
“Para prajurit yang mati itu dilemparkan oleh murid-murid Calon
Arang ke kali. Bukan main amarah tukang sihir itu. Dendam mengamuk
dalam hatinya. Mukanya dan matanya merah. Bibirnya merengut. Ia tak
dapat diam. Berjam-jam lamanya ia mondar-mandir di serambi rumah
karena kemarahannya.” (Pramoedya, 2003:37)
Page 25
Bab 7: Pengaluran Linier
Wedawati Kembali
“Wedawati telah pulang. Lama ia tak keluar-keluar dari asrama.
Jarang benar ia mengunjungi rumah kawan-kawannnya. Tidak seperti
dahulu. Tetapi kalau kawan-kawannya datang ia tak menolak mereka.
Ditemuinya mereka itu dengan senang hati.” (Pramoedya, 2003:50)
Bab 8: Pengaluran Linier
Raja Membutuhkan Bantuan Sang Pertapa
“Segera Sri Baginda Raja memerintahkan Kanduruan. Banyak ia
menasihati Kanduruan agar bersikap hormat pada Empu Baradah dan
menghadap benar-benar agar pendeta yang mulia itu segera sudi turun
tangan menghancurkan seluruh penyakit.” (Pramoedya, 2003:56)
“Berita tentang kesanggupan Empu Baradah disambut dengan
sorak kegirangan di mana-mana. Di alun-alun Daha, utusan itu disambut
dengan seruan gagap gempita. Para prajurit membunyikan sangkakala
dan segala tabuh-tabuhan.” (Pramoedya, 2003:58)
Bab 9: Pengaluran Linier Dan Flashback
Wedawati Jadi Gadis Pertapa
“Saban hari Sang Pendeta datang membawa Weda-Weda dan
mengajarkan pada anaknya berbagai ilmu yang patut diketahui oleh tiap
orang. Dan bila berhadapan dengan ayahnya, tak perbah gadis itu
bertanya tentang ibu, tentang asrama.” (Pramoedya, 2003:67)
Page 26
“Dalam waktu sebentar saja telah tersiar ke seluruh dusun itu
kebagusan taman pekuburan. Kabar itu pun tersiar keluar dusun lainnya.
Dengan demikian. Tambah lama makin banyak orang datang melihat.
Tetapi tak ada yang berani masuk. Menunjuklah orang bila melihat
Wedawati. Mereka anggap gadis itu telah jadi pertapa pula”.
(Pramoedya, 2003:68)
Bab 10: Pengaluran Linier
Rahasia Calon Arang Terbongkar
““Kitab ibu sangat bertuah. Kitab itu berisi segala macam ilmu.
Karena itu tak pernah ketinggalan. Barang ke mana ia pergi dibawanya
serta. Tuanku, ini rahasia. Ini berul-betul rahasia. Bukankah Tuanku
takkan bercerita pada orang lain?” “Tentu saja tidak, Manggali!”, Empu
bahula berjanji.” (Pramoedya, 2003:73)
“Setelah mengetahui rahasia kitab suci itu, Empu Baradah pergi
ke tempat-tempat yang diamuk oleh penyakit. Tiga orang di antara murid-
muridnya yang terkemuka mengiringkan.” (Pramoedya, 2003:75)
Bab 11: Pengaluran Linier
Daha Terlepas Sihir Calon Arang
“Sekarang Calon Arang tergolek di tanah. Tak bergerak-gerak ia.
Wesirsa dan Mahisa Wadana memandangi bekas gurunya dengan sangat
kagum dan kaget. Kedua orang tadinya mengira, bahwa Calon Aranglah
satu-satunya orang yang paling manjur sihir dan tuahnya. Rupa-rupanya
ia dengan gampang saja dilawan oleh Empu Baradah.” (Pramoedya,
2003:83-84)
Bab 12: Pengaluran Linier
Kisah Terakhir Kerajaan Daha dan Empu Baradah
Page 27
”Tuanku, baiklah kerajaan ini diparoh dua. Yang sebelah dinamai
Kediri dan diperintah oleh putra sulung. Yang sebelah lagi dinamai
Jenggala dan diperintah oleh putra bungsu.” (Pramoedya, 2003:91)
“Sesampai di asramanya sendiri, segala kekayaan itu diserahkan
kepada anak yang lelaki. Setelah menyerahkan semua harta bendanya,
pergilah ia ke tempat Wedawati bertapa. Diajaknya anaknya yang
dicintainya itu pergi jauh, jauh sekali.” (Pramoedya, 2003:92)
2.2 Deskripsi Sekuen
Baginda Erlangga selalu memperhatikan dan memeriksa seluruh
negara, mulai dari pelosok hingga seluruh daerah (linier), namun keadaan
sentosa berubah menjadi terancam karena tersiar kabar ada musuh akan
datang, dan musuh itu adalah penyakit (linier). Hal itu disebabkan karena
Calon Arang marah, Ratna Manggali, putri Calon Arang tak ada yang
berani datang meminangnya karena takut terhadap Calon Arang (linier).
Jika Ratna Manggali berjalan-jalan, biasanya orang-orang menundukkan
kepala bila melihatnya (linier). Marahlah Calon Arang karena tak ada yang
mau melamar anaknya, ia hendak membunuh orang sebanyak-banyaknya
(linier). Lalu, Calon Arang pergi ke tempat pemujaan Dewi Durga (linier).
Di lain tempat diceritakan Wedawati adalah anak Empu Baradah, ia cantik
dan baik terhadap semua orang seperti ayahnya (linier). Semua tingkah
laku Wedawati menjadi percakapan dan dibuat contoh oleh gadis-gadis di
seluruh Lemah Tulis (flashback). Namun pada suatu hari ibu Wedawati
jatuh sakit, lama-kelamaan sakitnya menjadi parah (linier). Beberapa hari
kemudian ibu Wedawati meninggal dunia, Wedawati menangis ditinggal
mati oleh ibunya (linier). Segera mayat ibu Wedawati disucikan, dan
dibawa ke kuburan untuk ditanam (linier). Empu baradah menikah lagi
setelah beberapa waktu istrinya meninggal (linier).
Empu Baradah pergi ke pertapaan Wisamuka untuk mengajar
murud-muridnya (linier). Di Lemah Tulis Wedawati sibuk bekerja, ia
Page 28
gadis yang suka bekerja (linier). Ibu tiri Wedawati memarahi Wedawati
dengan semau-maunya (linier). Akhirnya, Wedawati pergi meninggalkan
asrama dan pergi menuju kuburan ibunya (linier). Wedawati pergi ke
kuburan mendiang ibunya. Saat matahari condong ke barat, Wedawati
tetap tak mau bangkit dari kuburan ibunya (linier).
Calon Arang merasa berbahagia bila telah menyakiti dan
menewaskan orang-orang yang dibencinya (flashback). Tiap-tiap waktu
murid Calon Arang dipaksa berkeramas dengan darah manusia (flashback
& linier). Dahulu tanah lapang dusun Girah adalah tempat bermain-main
anak-anak kecil, tetapi sekarang sunyi saja tanah lapang dusun itu
(flashback). Malam itu, Calon arang beserta murid-muridnya keluar dari
rumah untuk pergi ke tempat pemujaan Dewi durga (linier). Sampai di
perempatan jalan mereka menanamkan teluh di tengah-tengah perempatan
(linier). Penduduk negara Daha kian lama kian sedikit, banyak prajurit dari
luar ibukota meninggal (linier). Penyakit panas dingin yang diteluhkan
Calon Arang sudah tidak bisa dicegah lagi (linier). Berita tentang
meluasnya teluh Calon Arang telah dilaporkan Pada Sri Baginda Erlangga
(linier).
Pada suatu hari dipanggillah semua menteri menghadap raja (linier).
Alun-alun dipenuhi oleh penduduk yang ingin mendengar putusan baginda
(linier). Berita tentang putusan Sri Baginda itu dalam waktu sebentar saja
telah tersiar ke mana-mana (linier). Pasukan balatentara raja yang berkuda
itu melaju menuju ke desa Girah (linier). Pada suatu malam sampailah
mereka di desa Girah, gelap dan orang-orang masih tertidur (linier).
Kepala pasukan bersama dua orang pembantunya masuk ke dalam rumah
janda tukang sihir itu, didapatinya Calon Arang sedang tidur nyenyak
(linier). Calon Arang pun bangun dari tidurnya, melihat prajurit tersebut
Calon Arang marah (linier). Dalam perjalanan pulang Pasukan Balatentara
Raja dielu-elukan oleh penduduk, namun setelah mendengar kegagalan
mereka lenyaplah harapan penduduk (linier).
Page 29
Prajurit itu menceritakan bahwa kepala pasukan menjambak rambut
Calon Arang, dua orang prajurit mengamangkan pedang terhunus di atas
tubuh janda itu, namun tangan prajurit itu jadi kaku kejang-kejang tak
dapat bergerak (flashback). Seluruh negeri berkabung mendengar berita
kekalahan pasukan balatentara raja yang terkenal gagah berani itu (linier).
Setelah sidang dibubarkan, raja segera masuk ke sanggar pemujaan, dan
seorang diri berjalan-jalan di sana (linier).
Di asrama tempat Wedawati tinggal, ia selalu dimaki-maki oleh ibu
tirinya. Ibu tiri Wedawati mengusir Wedawati. Melihat Wedawati pergi,
hati ibu tirinya girang bukan main (linier). Lalu, Empu Baradah pergi
mencari Wedawati (linier). Wedawati duduk terpengkur di samping
kuburan mendiang ibunya (linier). Empu Baradah mengajak Wedawati
pulang ke Lemah Tulis, dan Wedawati tidak menolak (linier). Wedawati
sudah pulang ke asrama, ia jarang sekali mengunjungi rumah kawan-
kawannya (linier). Wedawati tinggal di asrama mempelajari berpuluh-
puluh kitab (linier).
Penyakit semakin meluas, ratusan orang mati tiap hari (linier). Bukan
Main marahnya sang Baginda melihat kesengsaraan rakyatnya (linier).
Dari sana sini orang mendengar murid-murid Calon Arang mengembara
ke seluruh negeri (linier). Penyakit tambah menghebat, tak berkurang
sedikitpun (linier). Pada suatu hari sang Baginda mengadakan sidang lagi
(linier). Setelah sidang selesai, para pendeta yang hadir berbarengan
menuju candi (linier). Di candi, para pendeta bersemedi memohon
petunjuk (linier). Datanglah Dewa Guru melalui Asap pedupaan (linier).
Dewa Guru mengatakan bahwa ada seorang yang mampu melawan teluh
Calon Arang, yaitu Empu Baradah (linier). Baginda segera memerintahkan
Kanduruan menemui Empu Baradah (linier).
Ibu tiri Wedawati memarahi Wedawati lagi, dan akhirnya Wedawati
diusir dari asrama kembali (linier). Diam-diam Wedawati duduk di
Page 30
samping kuburan mendiang ibunya, tapi ia tak menangis. Ia memuja ibu
dan para dewanya (linier). Empu Baradah kembali ke Lemah Tulis, dan
mencari-cari Wedawati (linier). Empu Baradah sampai di kuburan
mendiang istrinya, dan memang benar Wedawati ada di sana (linier).
Wedawati dibujuk untuk pulang, namun Wedawati menolak (linier). Empu
Baradah membuatkan rumah untuk Wedawati di dekat kuburan mendiang
istrinya (linier). Sekarang Wedawati tinggal di pekarangan pekuburan
(linier). Setiap hari Empu Baradah datang membawa Weda-Weda dan
mengajarkan kepada Wedawati (linier & flashback). Dalam waktu
sebentar saja pekuburan itu menjadi taman yang indah, dan namanya
tersiar keluar dusun lainnya (linier).
Empu Bahula melamar Ratna Manggali, Sang Baginda Raja sangat
senang mendengar berita yang dilaporkan Kanduruan padanya (linier).
Setelah Sang Baginda ,menghadiahkan barang-barang berharga dan uang
untuk emas kawin serta upacara pernikahan, berangkatlah Empu Baradah
ke Dusun Girah (linier). Bukan main senang hati Calon Arang karena kini
anaknya tak akan dipergunjingkan orang-orang lagi (linier). Perhelatan
perkawinan itu dibuat besar-besaran oleh Calon Arang (linier). Berhari-
hari pesta diadakan, di mana-mana orang datang (linier).
Calon Arang pergi ke luar untuk memuja dewi Durga (linier).
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Empu Bahula. Ratna Manggali
mengambil Kitab suci ibunya secara diam-diam untuk diperlihatkan
kepada Empu Bahula (linier). Empu Bahula pergi menemui Empu Baradah
dengan membawa Kitab Suci Calon Arang (linier). Setelah mengetahui
rahasia kitab Calon Arang, Empu Baradah pergi ke tempat-tempat yang
diamuk oleh penyakit (linier). Di sebuah pekuburan lainnya sang pendeta
menemui dua orang lelaki, yaitu Mahisa Wadana dan Weksirsa (linier).
Mereka ingin bertobat, dan memohon ampun tujuh turunan pada Empu
Baradah (linier).
Page 31
Pada suatu hari Calon Arang pergi memuja Dewi Durga, dan Dewi
Durga memberinya peringatan untuk berhati-hati (linier). Sekarang Calon
Arang merasa ketakutan (linier). Calon Arang bertemu dengan Empu
Baradah dan tiba-tiba Calon Arang memohon ampun kepadanya (linier).
Terjadi pertarungan antara Calon Arang dengan Empu Baradah (linier).
Sekarang Calon Arang tergolek di tanah, ia mati (linier). Empu baradah
menghidupkan Calon Arang untuk disucikan trelebih dahulu, kemudian
mematikannya lagi (linier).
Keesokan harinya Sri Baginda Erlangga berangkatlah ke Dusun Girah,
ribuan Balatentara turut juga (linier). Sri Baginda memohon kepada Empu
Baradah untuk sudi mengajarinya ilmu budi pekerti (linier). Sawah dan
ladang diolah lagi, panen yang bagus tidak berkeputusan (linier). Setelah
sekian lama memerintah, Sri Baginda berhasrat untuk meninggalkan
Kerajaan (linier). Empu Baradah pergi menemui Empu Kuturan, namun
Empu Kuturan sedang bersemedi (linier). Segala pengalaman di Bali
diceritakan Empu Baradah kepada Baginda Raja (linier). Di asrama, segala
kekayaan Empu Baradah diberikannya kepada anak lelakinya (linier).
Empu Baradah pergi meninggalkan asrama bersama Wedawati (linier).
C. Analisis Aspek Semantis Cerita Calon Arang karya Pramoedya
1. Analisis Tokoh Cerita Calon Arang karya Pramoedya
1.1 Jenis-jenis Tokoh
a. Tokoh Protagonis Cerita Calon Arang karya Pramoedya:
No Nama Tokoh Protagonis
Cerita Calon Arang karya Pramoedya
1. Empu Baradah
2. Empu Bahula
3. Raja Erlangga
4. Wedawati
5. Ibu Kandung Wedawati
Page 32
6. Ratna Manggali
Tabel 1.2 Tokoh Protagonis
b. Tokoh Antagonis Cerita Calon Arang karya Pramoedya:
No Nama Tokoh Antagonis
Cerita Calon Arang karya Pramoedya
1. Calon Arang
2. Gandi
3. Lendi
4. Larung
5. Weksirsa
6. Mahisa Wadana
7. Ibu Tiri Wedawati
Tabel 1.3 Tokoh Antagonis
c. Tokoh Berkembang Cerita Calon Arang karya Pramoedya:
No Nama Tokoh Berkembang
Cerita Calon Arang “Pramoedya
1. Calon Arang
2. Larung
3. Lendi
4. Mahisa Wadana
5. Weksirsa
6. Ibu Tiri Wedawati
Tabel 1.4 Tokoh Berkembang
d. Tokoh Statis Cerita Calon Arang “Pramoedya:
No Nama Tokoh Statis
Cerita Calon Arang “Pramoedya
1. Wedawati
Page 33
2. Empu Baradah
3. Empu Bahula
4. Raja Airlangga
5. Ibu Kandung Wedawati
6. Ratna Manggali
Tabel 1.5 Tokoh Statis
e. Tokoh Tambahan Cerita Calon Arang “Pramoedya:
No Nama Tokoh Tambahan
Cerita Calon Arang “Pramoedya
1. Wedawati
2. Ibu Kandung Wedawati
3. Ibu Tiri Wedawati
4. Adik Tiri Wedawati
5. Ratna Manggali
6. Dewi Durga
7. Mahisa Wadana
8. Weksirsa
9. Lendesi
10. Larung
11. Guyung
12. Gandi
Tabel 1.6 Tokoh Tambahan
f. Tokoh Utama Cerita Calon Arang “Pramoedya:
No Nama Tokoh Utama
Cerita Calon Arang “Pramoedya
1. Empu Baradah
Page 34
2. Calon Arang
3. Raja Airlangga
Tabel 1.7 Tokoh Utama
1.2 Deskripsi Tokoh
a. Fisik Biologis
1. Calon Arang: Perempuan setengah tua berumur sekitar 40
tahun, memiliki rupa yang tidak terlalu cantik tapi tidak jelek
juga. Memiliki rambut yang lengket dan tebal karena sering
dikeramas menggunakan darah manusia.
“Calon arang seorang perempuan setengah tua. Ia mempunyai
anak perawan berumur lebih 25 tahun. Ratna Manggali
namanya.“ (Pramoedya, 2009:11)
“Aku kira si Calon Arang itu perempuan tua yang buruk
rupanya,” bisik kepala pasukan kepada pembantunya. “Rupa-
rupanya tidaklah demikian, ”Pembantunya berbisik
menyambungi. “Tidak buruk sekalipun tidak bagus.”
(Pramoedya, 2009:32)
2. Empu Baradah: jika berjalan sangat cepat dan selalu
mengenakan jubah, terompah dan selendang penutup leher.
“Segera istrinya menyediakan jubah Sang Empu. Selain jubah
juga terompah dan selendang penutup leher” (Pramoedya,
2009:59)
3. Wedawati: cantik dan masih remaja
Page 35
“Empu Baradah punya istri dan seorang putri yang cantik.
Sedang remaja putrinya, gadis itu Wedawati namanya.”
(Pramoedya, 2009:16)
4. Raja Erlangga: Tidak dideskripsikan
5. Empu Bahula: Tidak dideskripsikan
6. Ratna Manggali: berumur sekitar 25 tahun, memiliki rupa yang
sangat cantik.
“Ratna Manggali namanya. Bukan main cantik gadis itu.”
(Pramoedya, 2009:11)
7. Dewi Durga: Memiliki rupa yang sangat cantik dan sempurna.
“…Melalui asap pedupaan itulah Dewi Durga datang. Kian
lama kian nyata rupanya. Ia adalah dewi yang luar biasa
cantik dan bagusnya. Tak sedikit pun cacat pada tubuhnya.”
(Pramoedya, 2009:13)
b. Hubungan dengan tokoh lain:
1. Calon Arang: ibu dari Ratna Manggali, ia sangat sayang kepada
anak satu-satunya itu, namun ia tidak segan-segan membunuh
orang lain yang jahat pada dia dan anaknya. Itulah yang
menyebabkan dia dibenci oleh kebanyakan orang.
“Ratna Manggali adalah anak tunggal. Karena itu sangat
disayangi ibunya. Walaupun sang ibu seorang perempuan
jahat, kepada anaknya sayang juga ia.” (Pramoedya, 2009:12)
“Nama Calon Arang disebut oleh tiap orang. Ia dikutuki oleh
semua orang.” (Pramoedya, 2009:28)
Page 36
2. Empu Baradah: bapak dari Wedawati, ia sangat sayang pada
anaknya. Dia juga memiliki hubungan baik dengan orang-orang
yang ada disekitarnya karena keramahan, kesopanan dan
kebaikan yang ia miliki. Dia juga sangat peduli pada apa yang
terjadi di lingkungan sekitarnya, ia bersedia untuk menolong
jika ia mampu sehingga penduduk Dusun Lemah Tulis
menganggap ia sederajat denngan dewa-dewa.
“Karena Sang Empu sangat taat pada agamanya, penduduk
dusun sujud pula padanya. Lagipula ia selalu ramah, senang
menolong orang sengsara dan tak pernah menolak bila orang
datang minta tolong.” (Pramoedya, 2009:15)
3. Wedawati: Anak Empu Baradah ini sangat sayang kepada
ibunya, ia juga ramah, sopan, dan baik hati seperti ayahnya. Ia
tak mau merugikan orang lain, ia ingin membahagiakan semua
manusia. Selain itu dia juga penolong, oleh karena itulah ia
dihormati oleh penduduk di sekitar asrama Lemah Tulis.
”Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan
karena kecantikannya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk
selingkungan asrama, di kampung, dan di sawah serta di
ladang, di hutan dan di lapangan-lapangan tempat anak-anak
menggembala binatangnya.” (Pramoedya, 2009:16)
4. Raja Erlangga: raja dari Kerajaan Daha ini sangat sayang pada
rakyatnya. Ia selalu berusaha agar rakyatnya tidak sengsara.
Ramah kepada semua rakyatnya. Oleh karena itulah ia sangat
disayangi dan disegani oleh rakyat.
Page 37
“Karena ramah-tamah dan sering memperlihatkan diri kepada
rakyat, maka Baginda pun dicintai oleh mereka.” (Pramoedya,
2009:10)
5. Empu Bahula : Murid kepercayaan Empu Baradah
6. Ratna Manggali: ramah kepada orang lain, namun ditakuti oleh
masyarakat Dusun Girah karena sifat ibunya yang jahat
sehingga tidak ada yang mau mendekatinya dan ia pun tidak
punya teman.
“Dan karena itu pulalah gadis itu dijauhi oleh gadis-gadis
lainnya, sehingga kawan biasa pun ia tak punya, jangankan
lagi kawan yang karib. Bila ia menyapa seseorang, orang yang
ditegur itu hanya mengangguk atau menggeleng. Tak ada yang
mau bicara dengan dia. Karena kalau salah mulut, mungkin
Calon Arang marah dan celakalah orang yang menimbulkan
amarahnya.” (Pramoedya, 2009:12)
7. Dewi Durga: Calon arang dan murid-muridnya sangat memuja
Dewi Durga. Dan Dewi Durga pun sangat menyayangi Calon
Arang.
“Tidak lama kemudian datanglah dewi yang mereka puja itu,
Dewi Durga!
Semua yang ada di candi berjongkok. Kemudian kepala
mereka ditundukkan hingga ke tanah…”(Pramoedya, 2009:13)
c. Karakter psikologis:
1. Calon Arang: Jahat, pendengki, pedendam, kejam, senang
menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas,
Page 38
menyakiti, dan senang meneluh. Namun ia sangat menyayangi
anaknya.
“Calon Arang ini memang buruk kelakuannya. Ia senang
menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas, dan
menyakiti. Ia tukang teluh dan banyak memilki ilmu ajaib untuk
membunuh orang.” (Pramoedya, 2009:11)
“Ratna Manggali adalah anak tunggal. Karena itu sangat
disayangi ibunya. Walaupun sang ibu seorang perempuan
jahat, kepada anaknya sayang juga ia. Akan tetapi karena
Calon Arang jahat, pendengki, dan kejam maka tak adalah
orang yang berani mendekati anaknya.” (Pramoedya, 2009:12)
2. Empu Baradah: Soleh, bertakwa, taat, baik hati, jujur, pintar,
penolong, ramah, sopan, memiliki budi pekerti yang baik,
sangat menyanggi anaknya.
“Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada
agamanya. Ia selalu bertakwa pada dewanya.” (Pramoedya,
2009:15)
3. Wedawati: pintar, baik hati, ramah, suka menolong, cekatan,
penyabar, penyayang, dan memiliki budi pekerti yang baik.
“Selain molek ia pun ramah seperti ayahnya. Tak mau ia
merugikan orang lain. Tak mau ia menyedihkan sesama
manusia. Malah ia ingin membahagiakan semua orang, besar-
kecil, tua-muda, tidak ada kecualinya.” (Pramoedya, 2009:16)
“Wedawati adalah gadis yang cantik, penolong dan saleh.”
(Pramoedya, 2009:11)
Page 39
4. Raja Erlangga: penyabar, penolong, baik hati, bijaksana,
ramah, sopan.
5. Empu Bahula: penurut, pintar, baik hati.
6. Ratna Manggali: ramah.
“Bila ia menyapa seseorang, orang yang ditegur itu hanya
mengangguk atau menggeleng.” (Pramoedya, 2009:11)
7. Dewi Durga: jahat, karena dialah dewi yang menghendaki
kehancuran yang dipuja oleh Calon Arang dan muridnya.
“Durga yang juga disebut Bagawati adalah dewi yang
menghendaki kehancuran.”
“Jangan kau kuatirkan sesuatu apapun. Aku izinkan engkau
membangkitkan penyakit. Dan banyak sekali orang akan mati
karenanya.” (Pramoedya, 2009:11)
2. Analisis Latar Cerita Calon Arang “Pramoedya”
1. BAB I
Latar Tempat: Negara Daha
“Adalah sebuah Negara. Daha namanya. Daha yang dahulu itu
kini bernama Kediri. Negara itu berpenduduk banyak. Dan rata-
rata penduduk makmur.” (Pramoedya, 2009:9)
2. BAB II :
Latar Tempat:
1) Dusun Girah
“Menurut riwayat adalah sebuah dusun dalam negara Daha.
Girah namanya.” (Pramoedya,2009:13)
Page 40
2) Candi Dewi Durga
“Dengan tak banyak pertimbangan berangkatlah mereka ke Candi
Durga.” (Pramoedya,2009:19)
3. BAB III :
Latar Tempat :
1) Dusun Lemah Tulis,
“Sudah lama ia berasrama di Lemah Tulis,dan disana pula ia
tinggal.” (Pramoedya, 2009:17)
2) Makam Ibu Wedawati
“Lama Wedawati duduk disamping kuburan itu.” (Pramoedya,
2009:23)
3) Pertapaan Wisamuka
“Pada suatu hari sang Empu Baradah pergi ke pertapaan
Wisamuka untuk mengajak murid-muridnya mengikuti upacara
bersesaji pada para dewa.” (Pramoedya, 2009:20)
4. BAB IV :
Latar Tempat
1) Dusun Girah
“Lama kelamaan tak adalah orang yang berumah di dekat rumah
Calon Arang. Mereka lebih suka menjauhi agar bisa hidup aman.
Dusun Girah tambah lama tambah sepi.” (Pramoedya, 2009:26)
2) Rumah Kepala Dusun
“Calon Arang dan beberapa orang muridnya datang kerumah
kepala dusun itu.di sana mereka tak mengobati anak yang celaka
itu.” (Pramoedya, 2009:27)
Page 41
5. BAB V :
Latar Tempat
1) Alun-alun:
“Alun-Alun penuh oleh penduduk yang ingin mendengar putusan
Sri Baginda.” (Pramoedya, 2009:31)
2) Bangsal kerajaan
“Mereka yang hadir di Bangsal diam merenung-renung menunggu
putusan Raja.” (Pramoedya, 2009:32)
3) Dusun Girah :
“sepasukan bala tentara raja yang berkuda itu laju menuju kedesa
girah.” (Pramoedya, 2009:33)
4) Rumah Calon Arang :
“segera kepala pasukan bersama dua orang pembantunya masuk
ke rumah Janda tukang sihir itu.” (Pramoedya, 2009:34)
5) Sanggar pemujaan raja
“setelah sidang di bubarkan, segera sri baginda erlangga masuk
ke sanggar pemujaan.” (Pramoedya, 2009:37)
6) Taman kerajaan :
“dengan hati sedih ditinggalkan sanggar pemujaan itu dan
seorang diri berjalan-jalan di taman.” (Pramoedya, 2009:37)
6. BAB VI :
Latar Tempat
1) Tempat Perundingan Calon Arang
“Sampailah mereka di kuburan yang dituju.seorang demi seorang
duduklah di tanah berumput.di sinilah tempat perundingan
Page 42
mereka. Calon Arang duduk ditengah-tengah bersandar pada
pohon kayu yang besar lagi tua.” (Pramoedya,2009:40)
2) Candi Dewi Durga
“asap peduapaan mengepul-ngepul dikaki arca sang Dewi Durga
atau Dewi Bagawati.” (Pramoedya, 2009:46)
7. BAB VII :
Latar Tempat
1) Asrama Lemah Tulis
“setelah mengajar dan memberi wejangan kepada murid-
muridnya, kembalilah Sang Empu ke asrama Lemah Tulis.”
(Pramoedya, 2009:49)
2) Padang Rumput
“sampai di padang rumput Sang Empu sekarang. anak-anak
gembala masih banyak disana” (Pramoedya, 2009:50)
3) Makam Ibu Wedawati
“kemudian terlihat olehnya Wedawati duduk terpekur ditanah
disamping kuburan mendiang ibunya”. (Pramoedya, 2009:51)
8. BAB VIII :
Latar Tempat
1) Kerajaan Daha
“mayat tergolek-golek di sepanjang jalan,di dalam rumah,di
sawah,bahkan didekat-dekat istana demikian pula” (Pramoedya,
2009:55)
Page 43
2) Candi Kerajaan
“ramailah candi kerajaan waktu itu.penduduk pun datang
menyaksikan dari luar candi” (Pramoedya, 2009:57)
3) Bangsal persidangan
“Pada suatu hari sri Baginda mengadakan Siding lagi.penuhlah
bangsal persidangan” (Pramoedya, 2009:56)
4) Asrama Lemah Tulis
“Waktu sampai didepan asrama sang empu kuda-kuda lantas di
cencang” (Pramoedya, 2009:17)
9. BAB IX:
Latar Tempat
1) Pertapaan Wisamuka
“Setelah lama tidak mengajar dan mewejang di pertapaan
Wisamuka, pada suatu hari berkatalah Sang Empu pada istrinya:
“Hari ini aku akan turun ke pertapaan.” (Pramoedya, 2009:61)
2) Asrama Lemah Tulis
“Setelah Sang Empu pergi, Wedawati mengerjakan pekerjaan
rumah seperti biasa. Walaupun banyak bujang di rumah, ia sendiri
menyapu dan mencuci piring serta pakaian adiknya.” (Pramoedya,
2009:62)
3) Makam Ibu Wedawati “
“Diam-diam ia duduk di samping kuburan mendiang ibunya. Tetapi
ia tidak menangis seperti dahulu. Ia memuja ibunya dan dewa-dewa
yang disembahnya.” (Pramoedya, 2009:63)
Page 44
10. BAB X :
Latar Tempat:
1) Dusun Girah
“Setelah Sang Baginda menghadiahkan barang-barang berharga
dan uang untuk emas kawin serta upacara pernikahan,
berangkatlah Empu Bahula ke Dusun Girah. (Pramoedya, 2009:71)
2) Rumah Calon Arang
Pendeknya iring-iringan itu sampailah sudah di dusun Girah. Empu
Bahula segera duduk di ruangan tamu menunggu Calon Arang
keluar. (Pramoedya, 2009:71)
3) Asrama Lemah Tulis
“di Lemah Tulis ia bertemu dengan gurunya.kitab segera
diserahkan.kagum mpu baradah membaca kitab itu” (Pramoedya,
2009:77)
4) Makam rakyat
“Mpu Baradah masuk kepekarangan kuburan itu. Dilihatnya
banyak sekali mayat manusia di situ” (Pramoedya, 2009:80)
11. BAB XI :
1) Candi Durga
“pada suatu hari sedang ia memuja di candi durga,datanglah dewi
durga padanya melalui asap pedupaan” (Pramoedya, 2009:81)
2) Pekuburan
“demikianlah ia seorang diri di bawah pohon beringin tua di
pekuburan.” (Pramoedya, 2009:82)
3) Dusun Girah
Page 45
“di dusun girah itu Sang Baradah bertemu dengan muridnya Empu
Bahula” (Pramoedya, 2009:87)
4) Kerajaan Daha
“Sawah dan Ladang di olah lagi. Panen yang bagus tidak
berkeputusan. Tak seorang pun yang takut akan kelaparan.
Demikianlah keadaan Kerajaan Daha setelah Calon Arang mati”
(Pramoedya, 2009:89)
12. BAB XII :
1) Kerajaan Daha
“Setelah lama memerintah, Sri Baginda berhasrat untuk
meninggalkan kerajaan.” (Pramoedya, 2009:91)
2) Lemah Tulis
“Segera Sri Baginda memerintahkan Kanduruhan pergi ke Lemah
Tulis” (Pramoedya, 2009:91)
3) Pertapaan Wedawati
“Sebelum berangkat ke Bali, Empu Baradah pergi ke pertapaan
Wedawati“ (Pramoedya, 2009:91)
4) Pulau Bali dan pertapaan Empu Kuturan
“Setelah sampai di Bali, langsung saja ia ke pertapaan Empu
Kuturan.” (Pramoedya, 2009:9)
D. Analisis Aspek Verbal Cerita Calon Arang Karya Pramoedya
1. Gaya Penceritaan
a. Kehadiran Pencerita
Dilihat dari kehadiran pencerita Cerita Calon Arang karya Pramoedya
ini bersifat Ekstern yakni pencerita tidak hadir dalam teks namun berada
diluar teks dan menyebutkan tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga
Page 46
atau menyebutkan nama bukan menggunakan tokoh “aku”. Pencerita
bersifat mahatahu.
“…Calon Arang ini memang buruk kelakukannya. Ia senang
menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas, dan
menyakiti.“. (Pramodoeya, 2003:11).
“Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada agamanya .Ia
selalu bertakwa pada dewanya “. (Pramodoeya, 2003:15).
“Alun-alun penuh oleh penduduk yang ingin mendengarkan putusan
Sir Baginda. Mereka mengharap-harap agar Sir Baginda menitahkan
balatentara memusnahkan Calon Arang dan semua muridnya “.
(Pramodoeya, 2003:29).
“Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan karena
kecantikannya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk……“.
(Pramodoeya, 2003:16).
Pada kutiapan diatas telihat jelas penulis menceritakan seorang tokoh
dengan menggunakan sebutan nama “Calon Arang”,”Empu Baradah”, “Sri
Baginda”, dan “Wedawati” serta menggunakan kata ganti orang ketiga
“…ia senang menganiaya..”.” Ia selalu bertakwa..”, “Mereka
mengharap-harap…”. “Ia pun dihormati…”
b. Tipe Penceritaan
1) Modus atau Ujaran
Cerita Calon Arang Karya Pramoedya ini memiliki beberapa
modus atau ujaran. Diantaranya:
a) Wicara yang dilaporkan
Page 47
Wicara yang dilaporkan yaitu, wicara dalam penceritaan yang
langsung diujarkan oleh tokoh dalam bentuk dialog.
“Izinkanlah hambamu memohon kasih dari paduka Dewi.”
“Katakan maksudmu, anaku.”
“Ya, paduka Dewi, berikanlah hamba izin untuk membangkitkan
penyakit buat menumpas orang banyak-banyak.”
“Itulah maksudmu anakku?” kata Dewi Durga.
“Demikianlah, paduka Dewi.” Ujar Calon Arang.
“Jangan kau kuatirkan sesuatu apapun. Aku izinkan engkau
membangkitkan penyakit. Dan banyak sekali orang akan mati
karenanya.” (Pramodoeya, 2003:14).
b) Wicara yang dinarasikan
Wicara yang dinarasikan yaitu, wicara yang disajikan dengan
pengungkapan bahasa dan kata-kata yang menggunakan jalan
cerita sendiri.
Tiap-tiap sore anak-anak muda berlatih keprajuritan di alun-alun.
Dan ada kalanya diadakan pertandingan antara seorang bakal
perwira dengan seekor banteng yang digalakkan. Ribuan rakyat
menonton pertandingan itu. Kalau bakal perwira yang menang
diangkatlah ia menjadi perwira. (Pramodoeya, 2003:9).
2) Waktu atau Kala
a) Waktu Dunia
Waktu dunia adalah tipe penceritaan yang menunjukkan latar
waktu dimana latar yang berhubungan dengan saat terjadinya
peristiwa cerita secara langsung.
“Adalah sebuah negara. Daha Namanya….” (Pramodoeya,
2003:9).
Page 48
“…Berasrama di Lemah Tulis…”(Pramodoeya, 2003:15).
“…Menurut riwayat adalah sebua dusun di negeri Daha.
Girah namanya….” (Pramodoeya, 2003:11).
b) Waktu wacana
Waktu wacana adalah tipe penceritaan yang menunjukkan latar
waktu dimana pencerita tersebut menampilkan cerita tertentu
secara berulang-ulang dalam waktu yang berbeda.
“….Empu Baradah pergi ke pertapaan Wisamuka untuk
mengajar murid-muridnya mengikuti upacara bersesaji pada
para dewa…” (Pramodoeya, 2003:18).
“ Setelah Empu Baradah di pertapaan, segera Sang Empu
membakar pedupaan…”(Pramodoeya, 2003:60).
3) Sudut Pandang (point of view)
Dalam kaitan dengan tipe penceritaan, sudut pandang (point of
view), yakni dilihat dari sudut mana pengarang bercerita. Pencerita
dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya ini termasuk
penceritaan orang ketiga, karena pencerita tidak hadir secara
langsung dalam cerita sebagai tokoh. Tetapi pencerita hadir
sebagai orang yang mengetahui jalan cerita secara keseluruhan.
Page 49
E. Analisis Intertekstual Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon
Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.
1. Interteks Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon
Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali
Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang
“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.
Cerita Calon Arang Pram Cerita Rakyat Bali “Calon
Arang”
• Kerajaan Daha
• Calon Arang
• Empu Baradah
• Candi Dewi Durga
• Calon Arang Mengusir Pasukan
Raja
• Gerombolan Tukang Sihir
• Wedawati Kembali
• Raja Membutuhkan Bantuan Petapa
• Wedawati jadi Gagis Petapa
• Rahasia Calon Arang
• Daha Terlepas Dari Sihir
• Kisah Terakhir Kerajaan Daha
• Desa Girah yang Resah
• Melapor pada Raja Airlangga
• Perjalanan Empu Baradah
• Misi yang Gagal
• Siasat Mengalahkan Nyai
Calon Arang
• Rahasia Kitab Calon Arang
• Tanda Kehancuran Calon
Arang
• Hancurnya Calon Arang
• Kehidupan Baru Di Desa
Girah
• Tugas Terakhir Empu Baradah
Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa alur penceritaan Cerita
Calon Arang pada kedua sumber tersebut mengalami ekspansi dimana ada
peluasan ide cerita yang sebelumnya mungkin tidak muncul seperti penceritaan
keadaan Kerajaan Daha pada awal penceritaan pada Cerita Calon Arang karya
Pramoedya yang sebelumnya sudah terangkum dalam Cerita Rakyat Bali “Calon
Arang” yang tidak diberikan pengaluran dan penceritaan secara khusus mengenai
keadaan kerajaan daha melainkan diceritakan terlebih dahulu desa girah yang
Page 50
sudah resah yang merangkup bahwa sebelumnya keadaan Desa Girah yang
tentram yang merupakan bagian dari Kerajaan Daha.
Selain ekpansi terdapat juga konversi dimana cerita kepergian Empu Baradah
ke Bali terjadi pada awal penceritaan di dalam Cerita Rakyat Bali “Calon Arang”
sedangkan pada Cerita Calon Arang karya Pramoedya cerita kepergian Empu
Baradah ke Bali merupakan bagian akhir penceritaan. Selain konversi dan
ekspansi Cerita Calon Arang karya Pramoedya pun mengalami berbagai
modifikasi dan ekserp dimana terdapat cerita-cerita yang murni hasil dari resepsi
Pramoedya dalam mendekontrusi Cerita Calon Arang yang sebelumnya
merupakan cerita rakyat.
Dalam analisis alur dan pengaluran Cerita Calon Arang ini kami membagi
menjadi tiga bagian utama sebagai gambaran keseluruhan alur antara Cerita Calon
Arang dan Cerita Rakyat sebagai hipogramnya :
1) Awal Cerita
• Persamaan
Pada bagian awal cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer dan
cerita rakyat Calon Arang sama-sama menceritakan Calon Arang yang
menyebarkan teluh karena sakit hati anaknya, Ratna Manggali
dipergunjingkan karena tidak ada yang berani melamar. Padahal Ratna
Manggali adalah gadis yang sangat cantik dan baik budinya. Sifat jahat Calon
Arang tidak menurun pada Ratna Manggali. Setiap pemuda tentu terpikat oleh
sosok mempesona Ratna Manggali, tetapi mereka tidak berani mendekatinya
karena Ibu Ratna Manggali yaitu Calon Araang adalah wanita jahat dan
bengis. Mereka takut bila mendekati apalagi berani melamar anak Calon
Arang, mereka akan terkena teluh. Niat hati mencari jodoh, salah-salah malah
mati konyol.
Dikarenakan hal itulah para tetangga mempergunjingkan Ratna Manggali.
Ratna Manggali di umurnya yang sudah 25 tahun belum ada satupun lelaki
Page 51
yang melamarnya. Ini menjadi pergunjingan karena pada zaman itu, gadis
berumur 25 tahun sudah memiliki suami dan anak. Pergunjingan tetangga itu
sampai ke telinga Calon Arang, maka murkalah Calon Arang. Setelah itu dia
mulai meneluh para tetangganya.
Ternyata, keadaan putrinya itu tidak menyadarkan Calon Arang dari
kekeliruanya. Sebaliknya, ia malah menyusun rencana untuk membalas
sakit hatinya kepada masyarakat Girah yang dianggap telah mengucilkan
dirinya dan putri satu-satunya itu.(Yuliadi, 2004:8)
Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka
padanya. Dari murid-muridnya itu banyak mendengar bahwa anaknya
jadi buah percakapan, karena tak juga diperistri orang. Bukan main
marahnya. Sifatnya yang jahat pun tumbuhlah. Ia hendak membunuh
orang sebanyak-banyaknya, supaya puaslah hatinya. (Pramoedya,
2007:12)
• Perbedaan
Calon Arang versi Rakyat Bali menceritakan bahwa selain marah karena
anaknya, Ratna Manggali belum ada yang meminang, Calon Arang juga
menyimpan dendam atas kematian suaminya yang dibunuh pada saat
peperangan melawan Raja Kahuripan. Suami Calon Arang meninggal akibat
bertarung melawan Raja Kahuripan yaitu Raja Airlangga yang sekarang
memimpin kerajaan yang Calon Arang tinggali. Jadi sebenarnya Calon Arang
tidak hanya benci kepada rakyat desa Girah tetapi pada seluruh rakyat
kerajaan yang dia tinggali itu.
Sedangkan dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, Calon
Arang murni murka memang karena anak gadisnya tidak ada yang melamar.
Tidak diceritakan perihal Calon Arang yang menyimpan dendam atas
kematian suaminya.
Page 52
Ratna tahu, dendam Ibunya itu bukan karena sakit hatinya karena dibenci
oleh masyarakat Girah, melainkan karena dendam atas kematian ayahnya
saat bertempur melawan Raja Kahuripan, Raja Airlangga. (Yuliadi,
2004:14)
Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka
padanya. Dari murid-muridnya itu banyak mendengarkan bahwa anaknya
jadi buah percakapan, karena tak juga diperistri orang. Bukan main
marahnya. Sifatnya yang jahat pun tumbuhlah. Ia hendak membunuh
orang sebanyak-banyaknya, supaya puaslah hatinya. (Pramoedya,
2003:12)
2) Konflik Cerita
• Persamaan
Pada kedua cerita sama-sama diceritakan sosok Wedawati.
Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan karena
kecantikanya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk selingkungan asrama,
di kampong, dan di sawah serta di ladang, di hutan dan di lapangan-
lapangan tempat anak-anak menggembala binatangnya.(Pramoedya,
2007:16)
“Namaku Empu Baradah. Siapa namamu?”
“Widawati, Tuan” jawab gadis kecil itu. (Yuliadi, 2004:26)
Kemudian diceritakan pula, pada kedua cerita tokoh Empu Bahula, yaitu
murid Empu Baradah menikahi Ratna Manggali untuk bersiasat mengungkap
rahasia Calon Arang. Empu baradah memerintahkan murid kesayanganya itu
untuk menikahi Ratna Manggali kemudian lewat Ratna Manggali Empu
Bahula mengorek informasi dan kelemahan mertuanya itu. Kemudian Empu
Baradah membunuh Calon Arang setelah mengetahui rahasianya
Page 53
Empu Baradah pun menceritakan seluruh rencananya kepada Bahula
dengan hati-hati. Ia tidak ingin rencannya ini terdengar oleh siapapun,
kecuali oleh Bahula.
“Jadi hamba harus meminang dan menikahi Ratna Manggali, putri Nyai
Calon Arang yang sesat iu?” Tanya Bahula dengan sedikit terkejut. (Yuliadi,
2004:45)
“…Dengarkanlah baik-baik, priyayi! Aku punya murid, Empu Bahula
namanya. Sekarang ia juga disini. Kawinkanlah dia dengan Ratna Manggali.
Segala ongkos upacara perkawinan dan emas kawin baiklah Sri Baginda yang
memikirkan. Aku harap itu dikerjakan dahulu sampai beres sama sekali.
Jangan tidak, priyayi! Jangan sampai Sri Baginda terlampau sedikit
menyediakan harta benda untuk itu.”(Pramoedya, 2007:58)
• Perbedaan
Pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer tokoh Wedawati
diceritakan sebagai anak kandung Empu Bahula dari istri pertamanya.
Sedangkan pada cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali, Wedawati
adalah anak dan murid Empu Baradah, Empu Baradah bertemu Wedawati
pada saat perjalananya menuju Bali. Wedawati sebatang kara karena
orangtuanya telah meninggal terkena teluh Calon Arang.
“Kalau kau mau, kau bisa belajar ilmu agama di padepokanku di Lemah
Tulis. Kami akan menerimamu dengan senang hati. Saat ini aku sedang
dalam perjalanan menuju Bali. Jadi, kalau kau mau belajar di padepokanku,
aku akan menjemputmu di sini sepulang dari Bali”
“Tentu saja aku mau Tuan. Aku akan menunggu hingga Tuan kembali lagi
kemari” ucap Wedawati dengan gembira. (Yuliadi, 2004:26)
Empu Baradah punya istri dan seorang putri yang cantik. Sedang remaja
putrinya, gadis itu Wedawati namanya. (Pramoedya, 2007:16)
Page 54
Kemudian dalam cerita Calon Arang versi rakyat Bali diceritakan
perjalanan Empu Baradah untuk menyembuhkan rakyat Girah yang terkena
teluh bersama murid-murid andalanya dari Padepokan Lemah Tulis
sedangkan pada Calon Arang karya Pramoedya diceritakan bahwa Empu
Baradah menyembuhkan rakyat yang terkena teluh seorang diri.
Keesokan harinya, Empu Baradah berangkat menuju Desa Girah bersama
keempat muridnya itu dengan berjalan kaki. Ketika tujuan semakin dekat,
mereka mendapati desa-desa lain yang juga terkena bencana akibat ilmu
tenung Calon Arang. (Yuliadi, 2004:62)
Setelah mengetahui rahasia kitab itu, Empu Baradah pergi ke tempat-tempat
yang diamuk oleh penyakit. (Pramoedya, 2009:74)
Cerita Calon Arang karya Pramoedya diceritakan bahwa Calon Arang
dihidupkan kembali oleh Empu Baradah, setelah sebelumnya dibunuh, untuk
disucikan atau dibersihkan doasanya lalu dimatikan kembali sedangkan
dalam cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali tidak diceritakan demikian.
Empu Baradah kemudian memerintahkan murid-muridnya untuk
menguburkan Calon Arang dengan cara yang baik. Mayat itu tidak
berdaya apapun, selain bergantung pada nyawa yang membawanya.
Nyawalah yang membawa raga manusia pada kebaikan atau kebatilan.
(Yuliadi, 2004:83)
“Ini tidak baik. Tidak ada gunanya kalau ia mati begitu saja sebelum
jiwanya dibersihkan. Ini artinya pembunuhan”
Setelah berkata pada diri sendiri ditiupnya mayat itu pelan-pelan. Segera
Calon Arang bangun kembali.(Pramoedya, 2007:84)
Page 55
3) Ending Cerita
• Persamaan
Pada akhir cerita, cerita Calon Arang versi rakyat Bali maupun Calon
Arang karya Pramoedya sama-sama menceritakan bahwa Empu Baradah
mampu menyelesaikan konflik di Desa Girah dengan baik. Kemudian tugas
Empu Baradah selanjutnya adalah membagi kerajaan Daha menjadi 2 tetapi
gagal.
“Begitu?” tanya Empu Kuturan.”Aku tak mengijinkan putra bungsu Sri
Baginda Erlangga merajai Pulau Bali. Cucuku sendiri telah jadi Raja
disini. Banyak sudah raja yang takluk padanya.”(Pramoedya, 2007:91)
Setelah menenangkan diri, Empu Baradah lalu memutuskan untuk pergi
meninggalkan Kahuripan dan Padepokan Lemah Tulis. Ia sangat malu
karena tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Empu Baradah terus berjalan
kearah timur menjauhi wilayah Kahuripan. (Yuliadi, 2004:101).
Page 56
• Perbedaan
Pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali tugas Empu Baradah dalam
tugasnya membagi kerajaan menjadi 2 diceritakan di awal penceritaan hingga
dia bertemu Wedawati dan diangkat menjadi murid, kemudian karena Empu
Baradah gagal membagi 2 kerajaan lalu menghilang begitu saja.
Setelah menenangkan diri, Empu Baradah lalu memutuskan untuk pergi
meninggalkan Kahuripan dan Padepokan Lemah Tulis. Ia sangat malu
karena tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Empu Baradah terus berjalan
kea rah timur menjauhi wilayah Kahuripan.(Yuliadi, 2004:101)
Pada akhir cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer diceritakan
Empu Baradah pergi merantau bersama Wedawati untuk bertapa dan sejak
saat itu masyarakat tidak pernah bertemu Empu Baradah dan Wedawati lagi.
Sesampai di asramanya sendiri, segala kekayaan itu diserahkanya kepada
anak yang lelaki.Setelah menyerahkan harta bendanya, pergilah ia ke
tempat Wedawati bertapa. Diajaknya anak yang dicintai itu pergi jauh,
jauh sekali.
Maka nampaklah kedua orang itu berjalan bersama-sama, naik gunung.
Tambah lama tambah kecil kelihatanya. Akhirnya tak kelihatan sama
sekali. Sejak itu tak pernah orang mendengar berita di mana mereka
berdua.(Pramoedya, 2009:92)
Page 57
2. Interteks Tokoh dan Penokohan Cerita Calon Arang karya
Pramoedya dan Calon Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat
Bali.
Analisis Penokohan Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan
Calon Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali
Cerita Calon Arang Pram Cerita Rakyat Bali “Calon Arang”
• Calon Arang
• Empu Baradah
• Empu Bahula
• Ratna Manggali
• Wedawati
• Raja Erlangga
• Empu Kuturan
• Ibu Tiri Wedawati
• Dewi Durga
• Murid Calon Arang:Weksirsa,
Mahisa Wadana, Lendesi,
Guyung, Larung, Gandi
• Calon Arang
• Empu Baradah
• Empu Bahula
• Ratna Manggali
• Widawati
• Raja Airlangga
• Empu Kuturan
• Lurah Ki Pitana
• Patih Narotama ,panglima
Yudanegara
• Murid Calon Arang:Wokirsa,
Mahisawadana, Lande, Guyang,
Lurung, Gandi
1. Empu Baradah
• Persamaan :
Pada kedua cerita Empu Baradah diceritakan sebagai pertapa kemudian
tinggal di Lemah Tulis kemudian bersifat baik hati,suka menolong dan
selalu ramah kepada setiap orang.
Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada agamanya.ia
selalu bertakwa pada dewanya.
Page 58
Sudah lama ia berasrama di lemah tulis dan disana pula ia
tinggal.(Pramoedya, 2007:15)
Salah seorang tokoh agama yang sangat dikagumi dan terkenal karena
ilmu-ilmu yang dikuasainya pada masa kerajaan Kahuripan adalah
Empu Baradah. Ia memiliki padepokan di Lemah Tulis yang
mengajarkan agama dan ilmu kanuragan dengan jumlah murid yang
tidak sedikit.(Yuliadi, 2004:23).
• Perbedaan :
Pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer diceritakan
bahwa Empu Baradah menikah dan memiliki anak yang bernama
Wedawati. Pramoedya menggambarkan sosok Empu Baradah lebih
“manusia”, karena Empu Baradah pada novel Pramoedya diceritakan
mempunyai anak dan memiliki istri. Malahan Empu Baradah menikah lagi
dan mempunyai anak dari istri keduanya itu. Pramoedya menggambarkan
Empu Baradah sebagai manusia yang berilmu tinggi.
Empu Baradah punya istri dan seorang putrid yang cantik. Sedang
remaja putrinya, gadis itu Wedawati namanya.(Pramoedya, 2007:16)
Beberapa waktu setelah istrinya meninggal. Empu Baradah beristri
lagi. Dari ibunya yang baru Wedawati memperoleh adik laki-laki
seorang.(Pramoedya, 2007:18)
Sedangkan dalam cerita Calon Arang yang asli Empu Baradah adalah
manusia setengah dewa. Empu Baradah mampu melayang dan berlari
secepat angin. Ia tidak mempunyai istri apalagi anak.
Kawan-kawan Gomar yang lain yang juga tampak terkejut lalu
menghampiri Empu Baradah sambil menghunuskan golok mereka.
Namun, mereka pun terkejut tatkala melihat golok yang mereka pegang
Page 59
sudah berubah menjadi ular yang mendesis ke arah mereka. Mereka
pun segera melemparkan ular-ular itu dan berlari ketakutan
meninggalkan Gomar.(Yuliadi, 2007:29).
2. Calon Arang
• Persamaan :
Pada kedua cerita diceritakan bahwa Calon Arang adalah seorang janda
yang memiliki anak bernama Ratna Manggali. Diceritakan pula bahwa dia
adalah wanita jahat dan pendendam.
Calon Arang seorang perempuan setengah tua. Ia mempunyai anak
perawan yang berumur lebih 25 tahun. Ratna Manggali namanya.
Bukan main cantik gadis itu.
Sekalipun demikian tak seorang pemuda pun datang meminang, karena
takut pada ibunya, Calon Arang. Calon Arang ini memang buruk
kelakuanya. Ia senang menganiaya sesama manusia, membunuh,
merampas dan menyakiti. Ia tukang teluh dan punya banyak ilmu ajaib
untuk membunuh orang.(Pramoedya, 2007:11).
Calon Arang mulai dikenal sebagai wanita perkasa yang keras dan
kasar. Ia sangat menginginkan murid-muridnya menjadi jagoan yang
sulit dikalahkan. Ia pun tak segan-segan mengeluarkan semua ilmu
yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginanya.(Yuliadi, 2004:7).
Page 60
• Perbedaan
Dalam cerita rakyat Bali yang asli Calon Arang diceritakan sebagai
wanita jahat tetapi memilki wajah yang rupawan. Sedangkan dalam novel
Calon Arang karya Pramoedya tokoh Calon Arang diceritakan sebagai
tokoh wanita yang jahat dan tidak memiliki wajah yang rupawan.
Pramoedya pun menggambarkan Calon Arang sebagai sosok yang bengis
dan sangat jahat.
“Aku kira si Calon Arang itu perempuan tua yang buruk rupanya”
bisik kepala pasukan kepada pembantunya
“Rupa-rupanya tidaklah demikian” pembantunya berbisik
menyambungi “Tidak buruk sekaligus tidak bagus”(Pramoedya,
2007:32)
Calon Arang merasa berbahagia bila telah menyakiti dan menewaskan
orang-orang yang dibencinya. Dan kalau orang-orang yang dibencinya
telah mati mereka bersenang-senang merayakan kemenangan.
Tiap-tiap waktu murid-murid harus berkeramas. Yang dipergunakan
mengeramasi rambut adalah darah. Darah itu adalah darah manusia
juga.(Pramoedya, 2007:23)
Sedangkan dalam cerita Calon Arang yang asli diceritakan Calon Arang
sebenarnya adalah wanita yang baik hati tetapi karena dia memendam
dendan atas kematian suaminya,dan juga dia lupa mengajarkan moral dan
ilmu tata krama pada murid-muridnya.
Kemudian samar-samar tampak seorang perempuan setengah baya.
Garis-garis wajahnya masih menyisakan kecantikanya yang
memudar.(Yuliadi, 2007:8).
Page 61
Calon Arang mulai dikenal sebagai wanita perkasa yang keras dan
kasar. Ia sangat menginginkan murid-muridnya menjadi jagoan yang
sulit dikalahkan. Ia pun tak segan-segan mengeluarkan semua ilmu
yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginanya.Namun, ada satu ilmu
yang di lupakan oleh wanita itu,yakni ilmu tata krama. Keadaan itulah
yang menyebabkan murid calon arang menjadi jagoan yang kasar dan
tidak manusiawi. Mereka menggunakan ilmu mereka untuk
mendapatkan segala keinginan mereka dengan cara yang tidak pantas.
Mencuri memeras dan bertindak kasar kepada masyarakat mereka
lakukan terang-terangan. .(Yuliadi, 2004:7).
Ratna tahu, dendam Ibunya itu bukan karena sakit hatinya karena
dibenci oleh masyarakat Girah, melainkan karena dendam atas
kematian ayahnya saat bertempur melawan Raja Kahuripan, Raja
Airlangga.(Yuliadi, 2004:14).
3. Dewi Durga
• Persamaan :
Pada kedua cerita Dewi Durga adalah dewi kegelapan yang disembah
Calon Arang. Dewi Durga adalah Dewi Kejahatan yang disembah setiap
manusia yang akan melakukan kejahatan. Dengan kata lain Dewi Durga
adalah Dewi yang jahat
Wahai dewi kegelapan penguasa dunia kegelapan
Kami yang duduk disini dan mempersembahkan dupa wangi
Mohon ampun di bawah Paduka Dewi Kegelapan yang gaib
Yang senantiasa menjadi tujuan semedi kami
Yang berada di tengah kegaiban tengah malam
Yang bersemayam di kehampaan hati
(Yuliadi, 2004 :11)
Page 62
Di dalam candi inilah Calon Arang memuja dewinya. Diucapkan
segala mantra dan maksudnya hendak membunuh orang banyak-
banyak.(Pramoedya, 2009:13)
• Perbedaan :
Dalam cerita Calon Arang yang asli, Dewi Durga memilki
keterbatasan. Masih ada lagi zat yang lebih agung daripada Dewi Durga
yaitu Gusti Yang Maha Agung. Dan Dewi Durga takut kepada Gusti Yang
Maha Agung.
Aku mengerti. namun,ketahuilah calon arang,kemampuanku untuk
menenung tidak dapat digunakan terus menerus apalagi untuk
menghancurkan umat manusia hal itu. Akan mengundang murka gusti
Yang Maha Agung.(Yuliadi, 2004 : 84)
Sedangkan dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer
Dewi Durga adalah Dewi yang jahat dan tidak terbatas kekuatanya.
Jangan kau kuatirkan sesuatu. Aku izinkan engkau membangkitkan
penyakit dan banyak sekali orang mati karenanya.(Pramoedya,
2007 :76)
4. Wedawati
• Persamaan
Wedawati dalam Calon Arang karya Pramoedya maupun versi cerita
rakyat Calon Arang adalah pertapa yang alim. Gadis alim yang rupawan
dan suka berbuat baik kepada semua orang.
Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan karena
kecantikanya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk selingkungan
asrama, di kampong, dan di sawah serta di ladang, di hutan dan di
lapangan-lapangan tempat anak-anak menggembala
binatangnya.(Pramoedya, 2007:16)
Page 63
Selanjutnya, penyembuhan dilakukan oleh Wedawati seorang.
Sementara yang lain lebih banyak mempersiapkan diri untuk
menghadapi Calon Arang. Nama Wedawati pun menjadi terkenal
sebagai wanita penyembuh bagi masyarakat Girah.(Yuliadi, 2004:73)
• Perbedaan
Wedawati dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer adalah
anak dari Empu Baradah dari istri pertama.
Empu Baradah punya istri dan seorang putri yang cantik. Sedang
remaja putrinya, gadis itu Wedawati namanya.(Pramoedya, 2007:16)
Sedangkan dalam cerita Calon Arang versi rakyat Bali Wedawati
adalah murid kesayangan Empu Baradah.
Wedawati sangat senang menjadi murid Padepokan Empu Baradah.
Dengan cepat, ia menyesuaikan diri dengan suasana Padepokan.
Berbagai macam ilmu dipelajarinya, mulai dari kitab suci sampai
berbagai ilmu kanuragan.(Yuliadi, 2004:41)
5. Ibu Tiri Wedawati
Dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer terdapat
tokoh Ibu tiri Wedawati, istri kedua Empu Baradah. Ibu tiri Wedawati ini
tidak suka pada Wedawati, dia kerap menyiksa dan menuduh Wedawati
atas perbuatan yang tidak dilakukan Wedawati.
Ibu tiri Wedawati sangat sayang pada anaknya. Berbeda sungguh
sikapnya terhadap Wedawati. Ia tak suka padanya.(Pramoedya,
2007:18)
Page 64
Sudah lama ibu tirinya ingin agar ia pergi dari rumah. Ia ingin agar
kasih Sang Empu jatuh padanya dan anaknya lelaki. Karena itu dicari-
carinya alasan untuk memarahi Wedawati.
Sebentar kemudian ributlah dalam asrama itu. Ibu tirinya memarahi
semau-maunya. Bukan main bingung Wedawati mendapat marah yang
hebat itu. Ia tak merasa bersalah. Tetapi dilabrak terus. Pada para
tetangga ibunya bercerita yang bukan-bukan tentang
dirinya.(Pramoedya, 2007:19)
6. Adik Tiri Wedawati
Adik tiri Wedawati yang berjenis kelamin laki-laki ini adalah saudara
seayah dengan Wedawati tokoh ini hanya ada pada Calon Arang karya
Pramoedya Ananta Toer. Wedawati sangat sayang dengan adik semata
wayangnya itu. Karena selama ini Wedawati tidak mempunyai saudara.
Begitupun dengan saudara laki-lakinya sangat menyayangi Wedawati.
Beberapa waktu setelah istrinya meninggal. Empu Baradah beristri
lagi. Dari ibunya yang baru Wedawati memperoleh adik laki-laki
seorang. Sekarang ia ada kawan bermain di rumah atau di taman. Ia
tak ingat lagi pada ibunya yang telah meninggal(Pramoedya, 2007:18)
7. Empu Bahula
Tokoh Empu Bahula ada pada kedua cerita. Secara garis besar Empu
Bahula pada kedua cerita bersifat sama yaitu pintar,gagah,kuat dan bisa
diandalkan. Tidak begitu banyak perbedaan sifat pada tokoh Empu
Bahula. Diceritakan Empu Bahula sebagai murid andalan Empu Baradah
atau bisa dibilang tangan kanan Empu Baradah. Malah dalam cerita rakyat
Calon Arang versi rakyat Bali Empu Baradah akhirnya memberikan titah
untuk mendirikan pedepokan di Desa Girah. Ini mebuktikan bahwa Empu
Baradah sangat percaya pada kemampuan Empu Bahula. Empu Baradah
Page 65
pun mewasiatkan tugas rahasia pada Empu Bahula yaitu menikahi Ratna
Manggali sekaligus mengorek informasi dan mencari kelemahan Calon
Arang.
“…Dengarkanlah baik-baik, priyayi! Aku punya murid, Empu Bahula
namanya. Sekarang ia juga disini. Kawinkanlah dia dengan Ratna
Manggali. Segala ongkos upacara perkawinan dan emas kawin baiklah
Sri Baginda yang memikirkan. Aku harap itu dikerjakan dahulu sampai
beres sama sekali. Jangan tidak, priyayi! Jangan sampai Sri Baginda
terlampau sedikit menyediakan harta benda untuk itu.”(Pramoedya,
2007:58)
Empu Baradah mempunyai seorang murid yang selalu mendapat
perhatianya. Nama muridnya itu Bahula. Ia seorang pemuda yang
pandai, jujur dan setia. Karena itulah, Empu Baradah sering
mengandalkan Bahula untuk menggantikanya bila ia tidak dapat
mengajar di padepokanya.(Yuliadi, 2004:23)
8. Ratna Manggali
Tidak ada perbedaan pada kedua cerita mengenai tokoh Ratna
Manggali. Ratna Manggali diceritakan sebagai tokoh wanita anak Calon
Arang yang baik hati, mempesona dan menurut pada Ibunya. Ratna
Manggali pada kedua cerita pun sama–sama diceritakan menikahi Empu
Bahula dan membantu suaminya membongkar rahasia Calon Arang untuk
menghentikan kejahatan ibunya.
Di balik itu semua, Calon Arang juga merupakan seorang ibu dari
seorang putri bernama Ratna Manggali. Berbeda dengan ibunya yang
kasar dan keras, Ratna Manggali seorang gadis yang lembut dan
ramah. Namun, karena sifat dan sikap keras ibunya, tak seorang pun
berani mendekatinya.(Yuliadi, 2004:8)
Page 66
Berhari-hari pesta itu diadakan. Dari mana-mana orang datang.
Pendek kata sekarang Ratna Manggali bersuamikan Empu
Bahula.(Pramoedya, 2007:71)
9. Raja Airlangga
Raja Airlangga diceritakan sebagai raja bijaksana, peduli pada rakyat,
murah hati, gagah berani dan hampir tidak ada cela dalam pemerintahanya
memimpin rakyat. Pada kedua cerita, Raja Airlangga sama-sama
diceritakan menitah Empu Baradah untuk menghentikan kejahatan Calon
Arang. Raja Airlangga memikirkan berbagai trik untuk menghentikan
kejahatan Calon Arang. Trik yang pertama adalah memerintahkan para
prajuritnya untuk membunuh Calon Arang tetapi gagal.
Yang memerintah negara itu ialah seorang raja. Airlangga namanya.
Baginda terkenal bijaksana dan berbudi. Pendeta-pendeta yang
membuka pertapaan dan asrama sampai jauh di gunung-gunung
mendapat perlindungan belaka.(Pramoedya, 2007:9)
10. Empu Kuturan
Tokoh Empu Kuturan ada pada kedua cerita. Empu kuturan adalah
sahabat karib Empu Baradah yang mempunyai ilmu sama tingginya
dengan Empu Baradah. Empu Baradah pun mempunyai padepokan sama
seperti Empu Baradah. Tetapi terdapat sedikit ketegangan anatara Empu
Baradah dan Empu Bahula ketika Empu Baradah menyampaikan titah
Raja Airlangga untuk meminta Kerajaan Bali, tetapi pada novel Calon
Arang karya Pramoedya tokoh Empu Kuturan diceritakan sebagai tokoh
yang sedikit emosional. Ia marah ketika Empu Baradah menyampaikan
titah Raja Airlangga. Ia langsung menyerang Empu Baradah. Sedangkan
Empu Kuturan dalam cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali
diceritakan sebagai sahabat Empu Baradah yang bijakasana. Pada cerita
rakyat Calon Arang versi Bali Empu Kuturan memang bertarung dengan
Page 67
Empu Baradah tetapi pertarungan itu adalah pertarungan persahabatan
yang bertujuan untuk menguji kemampuan ilmu mereka.
Waktu Empu Kuturan habis bersamadi, baru ia menemui tamunya.
Baradah menerangkan apa yang jadi maksudnya. Marah benar
Kuturan mendengar berita Baradah itu.(Pramoedya, 2007:90)
Ketika tiba di tempat latihan Kanuragan, Empu Kuturan tiba-tiba
mengajak Empu Baradah untuk mengadu ilmu sebagai tanda
persahabatan dianatara keduanya.(Yuliadi, 2004:37)
11. Lurah Ki Pitana
Pada kedua cerita diceritakan tokoh lurah tetapi dalam novel Calon
Arang tidak disebutkan nama lurahnya sedangkan dalam cerita rakyat
Calon Arang versi rakyat Bali disebutkan namanya yaitu Lurah Pitana.
Pada Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer lurah ini disebut
Kepala Desa. Dia dan kelurganya terkena teluh Calon Arang. Suatu ketika
anak Kepala Desa tidak sengaja menyenggol murid Calon Arang lalu
murid Calon Arang marah dan membuat anak Kepala Desa itu menjadi
botak rambutnya dan lumpuh. Kemudian Calon Arang bersama murid-
muridnya datang mengunjungi Kepala Desa untuk mengejek kemalangan
keluarga Kepala Desa. Padahal Kepala Desa sudah memohon dan
menyembah kepada Calon Arang, tetapi dia tidak menyembuhkan. Kepala
Desa marah pada Calon Arang dan menyerang Calon Arang. Calon Arang
marah lalu mebunuh Kepala Desa dan istrinya. Lengkaplah penderitaan
keluarga Kepala Desa. Begitulah diceritakan kehidupan Kepala Desa
dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer.
Sedangkan dalam cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali Kepala
Desa atau dikenal dengan nama Lurah Ki Pitana diceritakan sebagai
pemimpin desa yang memikirkan rakyat. Dia jauh-jauh datang ke Kerajaan
Page 68
Daha dan melaporkan kejahatan Calon Arang. Itu dilakukanya karena Ki
Pitana berusaha melindungi rakyat dan desanya.
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa hari, tibalah Lurah
Pitana di Istana Kahuripan, yang tampak asri dengan pepohonan yang
rindang di sekitarnya. Ki Pitana datang ke istana dengan maksud
menemui Raja Airlangga untuk menyampaikan kejahatan Calon
Arang.(Yuliadi, 2004:15)
Calon Arang dan beberapa orang muridnya datang ke rumah kepala
dusun itu. Disana mereka tak mengobati anak yang celaka itu. Tidak.
Mereka malah tertawa-tawa senang melihat anak celaka itu.(
Pramoedya, 2007:25)
12. Patih Narotama dan Panglima Yudanegara
Mereka adalah tokoh yang ada dalam cerita rakyat Calon Arang versi
rakyat Bali. Mereka adalah pimpinan pasukan Kerajaan Daha yang
dititahkan Raja untuk menyelidiki kehidupan Calon Arang ke Desa Girah.
Patih Narotama dan Panglima Yudanegara segera menyusun
rencana sebelum pergi ke Desa Girah. Mereka sepakat untuk
menyelesaikan persoalan Girah, yang sebenarnya tidak mudah
karena tidak hanya menyangkut persoalan keamanan rakyat tetapi
juga masalah agama.(Yuliadi, 2004:18).
13. Murid Calon Arang:Weksirsa, Mahisa Wadana, Lendesi,
Guyung, Larung, Gandi
Mereka adalah murid-murid Calon Arang yang menuntut ilmu di
Padepokan Calon Arang di desa Girah. Sebenarnya murid Calon Arang
tidak hanya mereka tetapi murid-murid yang paling setia berada di
samping Calon Arang. Pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali dan
Page 69
Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer terdapat kelima tokoh ini,
tetapi dalam cerita rakyat namanya sedikit berbeda yaitu Wokirsa,
Mahisawadana, Lande, Guyang, Lurung, Gandi.
Keesokan harinya, Calon Arang memanggil keenam murid utamanya,
yaitu Wokirsa, Mahisawadana, Lande, Guyang, Lurung dan Gandi
untuk membicarakan kembali rencana mereka memanggil Dewi
Kegelapan.(Yuliadi, 2004:10).
Setelah niatnya pasti, dipanggil semua muridnya. Diantara murid-
muridnya yang terkemuka ialah Weksirsa, Mahisa Wadana, Lendesi,
Larung, Guyung dan Gandi. Semua muridnya meyetujui
maksudnya.(Pramoedya, 2007:13).
3. Interteks Latar Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon
Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.
Hampir semua latar tempat antara cerita Calon Arang versi rakyat Bali
dengan Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer sama tetapi ada beberapa
latar tempat pada kedua cerita tersebut berbeda. Berikut akan disebutkan latar
tempat yang berbeda.
1. Sanggar pemujaan raja: di dalamnya terdapat arca Dewa Guru, jika raja
sedang memanggilnya bau harum ratus dan rupa memenuhi ruangan.
“Dengan sedihnya kembali ia masuk ke sanggar pemujaan. Seorang
dayang menyalakan pedupaan. Bau harum ratus dan rupa memenuhi
ruangan. Segera Sang Baginda sujud di depan arca Dewa Guru.”
Pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali tidak terdapat sanggar pemujaan
Raja. Tidak diceritakan bahwa Raja Airlangga harus menyembah memanggil
para dewa untuk meminta petunjuk menghentikan kejahatan Calon Arang.
Page 70
2. Taman kerajaan : di tengah-tengah taman tersebut terdapat kali kecil yang
banyak ikannya.
“Lambat-lambat ia melangkah ke kali kecil yang mengalir di tengah-
tengah taman. Ikan yang senang berenang-renang di air jernih itu pun tak
menarik perhatiannya.”
Pada cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali tidak terdapat taman
kerajaan tempat Raja memikirkan cara mengalahkan Calon Arang, tetapi tentu
saja setiap istana memiliki taman yang indah. Namun, dalam cerita rakyat
tidak diceritakan adanya taman dalam istana.
3. Sanggar pemujaan Calon Arang: di sebuah kuburan yang menyeramkan
terdapat pohon tua yang besar dan banyak tumbuhan yang merambat.
Tampak gelap dan banyak ular sehingga kuburan ini tidak terurus karena
orang pun takut untuk berkunjung.
“Sampailah mereka di kuburan yang dituju. Seorang demi seorang
duduklah di tanah berumput. Di sinilah tempat perundingan mereka.
Calon Arang duduk di tengah-tengah bersandar pada pohon kayu yang
besar lagi tua. Tumbuh-tumbuhan rambatan berjuluran dari cabang-
cabang sampai di tanah.”
Berbeda dengan tempat pemujaan Calon Arang dalam novel karya
Pramoedya yang mencekam dan tersembunyi, tempat pemujaan Calon Arang
versi rakyat Bali terletak di sebuah tanah lapang terbuka yang bisa dilihat
orang banyak.
“Pada suatu malam di sebuah tanah lapang berkumpulah sekelompok
orang. Terdengar pula irama gendang yang ditabuh perlahan-lahan
hingga menghasilkan suara yang merdu mendayu-dayu. Suasana di tanah
lapang itu sungguh temaram. Di tengahnya menyala sebuah obor yang
cukup besar. Apinya tampak bergoyang ke sana ke mari ditiup angin”.
Page 71
4. Pemakaman ibu kandung Wedawati: di dekat kuburan tersebut terdapat
pohon beringin yang rindang. Kuburan tersebut lebih menyerupai taman
karena Wedawati begitu rajin mengurusnya.
“Kuburan itu masih sunyi-senyap seperti tadinya juga. Pohon-pohon
besar dan rindang menggeleng-gelengkan tajuknya bila angin datang
meniup. Burung bernyanyi bersahutan. Di pucuk pohon beringin beberapa
ekor gagak meraung-raung.”
Latar tempat pemakaman Ibu Kandung Wedawati ini hanya terdapat pada
novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer karena cerita rakyat
Calon Arang versi rakyat Bali diceritakan bahwa Wedawati adalah murid
Empu Baradah bukan anak Empu Baradah yang suka menangis di atas
makam ibunya.
Untuk latar waktu, latar suasana dan latar sosial pada kedua cerita ini sama.
4. Interteks Tema Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon
Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.
Tema yang diangkat pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali adalah
moral. Siapa yagn menanam maka dia yang akan menuai. Sama seperti Calon
Arang yang menanam kejahatan maka pada akhirnya pun dialah yang menuai
kejahatan lagi. Dia akhirnya dikhianati oleh murid-muridnya. Mereka lebih
memilih bertobat dan berguru pada Empu Baradah ketimbang dibunuh
bersama Calon Arang
Tema yang diangkat pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta
Toer adalah kemanusiaan. Bahwa setiap manusia bersaudara satu sama lain.
Karena itu tiap orang yang membutuhkan pertolongan harus memperolaeh
pertolongan. Tiap orang keluar dari satu turunan, karena itu satu sama lain
adalah saudara
Page 72
F. Simpulan
a) Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta merupakan bentuk
transformasi dari cerita rakyat bali Calon Arang.
b) Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya mengalami ekspansi dan
ekserp dari hiprogramnya penceritaan mengenai kehidupan keluarga
Empu Baradah yang beristri dan beranak serta alur terjadinya pernikahan
kedua hingga memiliki anak laki-laki merupakan perluasaan ide
penceritaan yang merupakan episode tambahan hasil resepsi pengarang
dalam karya Cerita Calon Arang. Selain ekspansi dan ekserp, alur juga
mengalami konversi dimana cerita mengenai kepergian Empu Baradah ke
Bali diceritakan pada pra ending story alur dan pengaluran sedangkan
pada teks hipogramnya terjadi pada start story alur dan pengaluran.
c) Tokoh cerita dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya mengalami
banyak modifikasi, banyak tokoh yang dihilangkan dan juga ada tokoh
yang sebelumnya tidak ada dimunculkan dalam ide penceritaan yang
dilakukan oleh pramoedya. Modifikasi tokoh ini merupakan bentuk
tranformasi dari bentuk dasar. Seperti adanya tokoh ibu tiri dan adik tiri.
d) Latar cerita dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya tidak
mengalami perubahan atau perbedaan yang significant, sebagian latarnya
sama secara keseluruhan penceritaan.
e) Tema yang diusung pada Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon
Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali dalam cakupan luas
adalah sama yaitu kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Namun ada
satu pesan yang merupakan hasil ekserp dan modifikasi tema yang
dilakukan pengarang sebagai ide murni yang hanya diangkat oleh
Pramodeya yakni: “Semua manusia bersaudara satu sama lain. Karena itu
tiap orang yang membutuhkan pertolongan harus memperoleh
Page 73
pertolongan. Tiap orang keluar dari satu turunan, karena itu satu sama
lain adalah saudara.” –Pramoedya Ananta Toer.