INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 613 INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR) DAN REAKSI PASAR Kartika Damayanti Supatmi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Abstract This research is aimed to obtain empirical evidences on the impact of internet financial reporting (IFR) toward the market reaction which were measured by abnormal return and stock trading frequencies. The samples are 113 manufacturing companies which listed in Indonesian Stock Exchange period 2011. Based on statistical tests using Mann Whitney U test, result showed that abnormal return between IFR companies and non IFR companies were not different, meanwhile the stock trading frequencies between IFR and non IFR companies were different. The companies which use internet to expose their financial reporting will have higher stock trading frequencies than the companies that don’t. Keywords: Internet financial reporting, abnormal return, stock trading frequencies PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Semua orang dapat mengakses informasi yang ingin mereka dapatkan dengan mudah kapan pun mereka inginkan dengan menggunakan internet. Hal ini turut memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengikuti perkembangan jaman dengan memanfaatkan teknologi internet untuk mempublikasikan laporan keuangan, informasi finansial maupun non finansial perusahaan kepada masyarakat umum. Perlahan tapi pasti, perusahaan-perusahaan telah beralih dari paper based menjadi technology based dalam pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Penggunaan teknologi internet untuk menginformasikan laporan keuangan dan informasi mengenai perusahaan inilah yang disebut dengan Internet Financial Reporting (IFR). Fenomena penggunaan IFR oleh perusahaan telah marak di berbagai negara asing yang telah maju. Banyak perusahaan yang membuat website perusahaan guna menginformasikan informasi internal perusahaan agar dapat menarik perhatian khusus dari kreditur, analis, stockholders, dan masyarakat lainnya untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. (Ashbaugh et al., 1999). Salah satu faktor pemicu perkembangan IFR adalah karena internet menawarkan suatu bentuk unik pengungkapan yang menjadi media bagi perusahaan dalam menyediakan informasi kepada masyarakat luas sesegera mungkin (Abdelsalam et al., 2007). Pada tahun 2006, lebih dari 70% perusahaan besar di dunia telah menerapkan IFR (Kahn, 2006). Fenomena penggunaan IFR oleh perusahaan-perusahaan ini terlebih lagi didorong oleh adanya himbauan oleh SEC pada bulan Agustus tahun 2000 lalu, agar semua perusahaan yang go public membuat semua informasi yang berkaitan dengan kondisi dan kinerja perusahaan kepada seluruh pihak ketiga yang tertarik (Lai et al., 2002). Hal ini berarti, seluruh kreditur, analis, investor, dan stockholders memiliki kesempatan yang sama besar untuk dapat mengakses informasi mengenai perusahaan. Berbagai faktor inilah yang semakin mendorong penggunaan IFR untuk menginformasikan mengenai kondisi perusahaan. Fenomena penggunaan IFR ini juga telah merambat ke Indonesia, terlebih dengan adanya kesepakatan perdagangan bebas dan komunitas ekonomi ASEAN yang menyebabkan makin
14
Embed
Internet Financial Reporting (IFR) dan Reaksi Pasar · tahunannya dan mengumumkan akan membagi deviden pada website perusahaan mereka, maka masyarakat akan segera bereaksi terhadap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 613
INTERNET FINANCIAL REPORTING (IFR) DAN REAKSI PASAR
Kartika Damayanti
Supatmi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
Abstract This research is aimed to obtain empirical evidences on the impact of internet financial reporting (IFR)
toward the market reaction which were measured by abnormal return and stock trading frequencies. The
samples are 113 manufacturing companies which listed in Indonesian Stock Exchange period 2011.
Based on statistical tests using Mann Whitney U test, result showed that abnormal return between IFR
companies and non IFR companies were not different, meanwhile the stock trading frequencies between
IFR and non IFR companies were different. The companies which use internet to expose their financial
reporting will have higher stock trading frequencies than the companies that don’t.
Keywords: Internet financial reporting, abnormal return, stock trading frequencies
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Semua orang dapat
mengakses informasi yang ingin mereka dapatkan dengan mudah kapan pun mereka inginkan
dengan menggunakan internet. Hal ini turut memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengikuti
perkembangan jaman dengan memanfaatkan teknologi internet untuk mempublikasikan laporan
keuangan, informasi finansial maupun non finansial perusahaan kepada masyarakat umum.
Perlahan tapi pasti, perusahaan-perusahaan telah beralih dari paper based menjadi technology
based dalam pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Penggunaan teknologi internet untuk
menginformasikan laporan keuangan dan informasi mengenai perusahaan inilah yang disebut
dengan Internet Financial Reporting (IFR).
Fenomena penggunaan IFR oleh perusahaan telah marak di berbagai negara asing yang
telah maju. Banyak perusahaan yang membuat website perusahaan guna menginformasikan
informasi internal perusahaan agar dapat menarik perhatian khusus dari kreditur, analis,
stockholders, dan masyarakat lainnya untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. (Ashbaugh et
al., 1999). Salah satu faktor pemicu perkembangan IFR adalah karena internet menawarkan suatu
bentuk unik pengungkapan yang menjadi media bagi perusahaan dalam menyediakan informasi
kepada masyarakat luas sesegera mungkin (Abdelsalam et al., 2007). Pada tahun 2006, lebih
dari 70% perusahaan besar di dunia telah menerapkan IFR (Kahn, 2006). Fenomena penggunaan
IFR oleh perusahaan-perusahaan ini terlebih lagi didorong oleh adanya himbauan oleh SEC
pada bulan Agustus tahun 2000 lalu, agar semua perusahaan yang go public membuat semua
informasi yang berkaitan dengan kondisi dan kinerja perusahaan kepada seluruh pihak ketiga
yang tertarik (Lai et al., 2002). Hal ini berarti, seluruh kreditur, analis, investor, dan stockholders
memiliki kesempatan yang sama besar untuk dapat mengakses informasi mengenai perusahaan.
Berbagai faktor inilah yang semakin mendorong penggunaan IFR untuk menginformasikan
mengenai kondisi perusahaan.
Fenomena penggunaan IFR ini juga telah merambat ke Indonesia, terlebih dengan adanya
kesepakatan perdagangan bebas dan komunitas ekonomi ASEAN yang menyebabkan makin
614 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
tingginya tingkat persaingan antar bisnis dan negara. Hal ini memicu adanya dukungan informasi
yang semakin lengkap dan tepat waktu, khususnya bagi para pemodal, termasuk informasi
tentang laporan keuangan perusahaan. Saat ini semakin banyak perusahaan yang menerapkan
IFR untuk menginformasikan mengenai kondisi perusahaan kepada publik. Dengan semakin
cepatnya informasi diterima oleh pasar, menyebabkan investor segera bereaksi terhadap
informasi baru yang masuk di pasar, sehingga menyebabkan harga saham berubah. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Beaver (1968), Ball dan Brawn (1968) dan Fama (1969) dalam
Lai et al., (2002) yaitu saham akan bergerak ketika informasi yang berguna memasuki pasar.
Ketika suatu informasi perusahaan dipublikasikan secara luas, maka publik akan bereaksi
terhadap informasi ini. Misalkan, suatu perusahaan mempublikasikan laporan keuangan
tahunannya dan mengumumkan akan membagi deviden pada website perusahaan mereka, maka
masyarakat akan segera bereaksi terhadap info ini. Mungkin saja masyarakat akan berbondong-
bondong membeli saham perusahaan tersebut, dan hal ini akan memicu pergerakan harga saham
perusahaan tersebut.
Pengungkapan informasi pada website perusahaan juga merupakan suatu upaya
perusahaan untuk mengurangi miskomunikasi yang mungkin terjadi antara perusahaan dengan
pihak luar. Pengungkapan informasi pada website tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi
dari perusahaan pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya
dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Work et
al., 2000 dalam Hargyantoro, 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Budi dan Almilia (2007), mencoba mengukur kualitas
Financial and Sustainabilty Reporting pada website pada sektor Bank dan LQ- 45, sedangkan
Almilia (2009) menganalisa kualitas isi financial dan sustainability reporting pada perusahaan
go public. Penelitian ini memberikan hasil bahwa perusahaan di Indonesia belum secara optimal
memanfaatkan website untuk mengungkapkan informasi. Lodhia et al. (2004) meneliti
pengungkapan informasi keuangan melalui website di Australia, dan hasilnya adalah bahwa di
Australia, pelaporan perusahaan melaui internet sedang berkembang, tetapi perusahaan tidak
menggunakan internet secara maksimal untuk mengungkapkan informasi keuangan kepada para
pemegang saham.
Salah satu penelitian yang meneliti pengaruh IFR terhadap saham dilakukan oleh Lai et
al., (2002). Lai et al. meneliti pengaruh IFR terhadap harga saham di perusahaan-perusahaan
Taiwan dengan hasil penelitian menemukan bahwa perusahaan yang menerapkan IFR dan
perusahaan dengan tingkat pengungkapan informasi yang tinggi cenderung mempunyai
abnormal return yang lebih besar dan harga saham bergerak lebih cepat. Selain itu, penelitian
Spanos (2006) menemukan bahwa website belum dimanfaatkan secara maksimal di Yunani
untuk mendistribusikan informasi bagi investor.
Penelitian yang meneliti pengaruh IFR dan tingkat pengungkapan informasi melalui
website terhadap saham perusahaan di Indonesia dilakukan oleh Hargyantoro (2010).
Hargyantoro mencoba meneliti pengaruh Internet Financial Reporting dan tingkat
pengungkapan informasi melalui website terhadap frekuensi perdagangan saham di Indonesia
dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Kompas 100. Hasil
penelitian menemukan, bahwa IFR dan tingkat pengungkapan informasi melalui website
berpengaruh signifikan terhadap frekuensi perdagangan saham.
Penelitian ini mencoba menguji kembali pengaruh IFR terhadap reaksi pasar. Adapun hal
yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, terutama penelitian Hargyantoro
(2010) dan Lai et al., (2002), penelitian ini mencoba melihat perbedaaan reaksi pasar atas
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 615
perusahaan yang menerapkan IFR (selanjutnya disebut perusahaan IFR) dengan perusahaan yang
tidak menerapkan IFR (selanjutnya disebut perusahaan non IFR) dari dua hal yakni abnormal
return saham dan frekuensi perdagangan saham. Selain itu penggunaan data terbaru dengan
sampel yang lebih luas untuk kondisi pasar modal di Indonesia, dapat memberikan hasil
penelitian yang lebih baik.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris mengenai dampak
praktek pengungkapan IFR terhadap reaksi pasar yang diukur dengan abnormal return saham
dan frekuensi perdagangan saham antara perusahaan IFR dengan perusahaan non IFR. Dari hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan, agar dapat memahami
dampak pengungkapan informasi melalui IFR terhadap reaksi pasar, sehingga perusahaan dapat
mempraktekkan IFR secara maksimal guna mendorong frekuensi dan volume perdagangan
saham perusahaan. Selanjutnya, bagi investor, agar dapat memanfaatkan IFR dengan sebaik-
baiknya sebagai salah satu alat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan menganalisis
kondisi perusahaan, sehingga dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam pembuatan
keputusan investasi.
TELAAH TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Internet Financial Reporting (IFR)
Internet Financial Reporting (IFR) adalah suatu upaya pencantuman informasi keuangan
perusahaan melalui internet atau website (Lai et al, 1999). Berdasarkan PSAK nomor 1 tahun
2009 dan Peraturan Bapepam nomor III.1.2; informasi keuangan ini meliputi laporan keuangan
tahunan perusahaan secara lengkap, yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, serta Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) yang
merupakan ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.
Chandra (2008) dalam Hargyantoro (2010) menyebutkan ada beberapa cara untuk
mengidentifikasikan penyajian melalui website, yakni membuat salinan atau copy laporan
keuangan yang telah dicetak dalam format electronic paper, mengkonversi laporan dalam bentuk
HTML, dan meningkatkan pencantuman laporan keuangan dalam website agar semakin mudah
diakses oleh pihak eksternal daripada laporan keuangan tercetak.
Venter (2002) dalam Hargyantoro (2010) menyebutkan ada beberapa format untuk
mempresentasikan laporan keuangan melalui internet, yaitu Portable Document Format (PDF),
Hypertext Markup Language (HTML), Graphics Interchange Format (GIF), Joint Photographic
Expert Group (JPEG), Microsoft Excel Spreadsheet, Microsoft Word, ZIP Files, Macromedia
Flash Software, Real Networks Player Software, dan Macromedia Shockwave Software.
Almilia (2008) menyebutkan beberapa keunggulan pengungkapan laporan keuangan
dengan IFR, pertama adalah penghematan biaya. Dengan adanya pengungkapan laporan
keuangan melalui IFR, maka perusahaan tidak perlu lagi mencetak laporan keuangan dengan
menggunakan kertas. Hal ini tentu saja mengurangi biaya penggunaan kertas dan biaya
pendistribusian laporan keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang ingin
melihat laporan keuangan dapat langsung memperolehnya melalui internet. Kedua, kemudahan
diakses, dimana investor akan lebih mudah mengakses informasi laporan keuangan melalui
internet secara cepat kapan pun mereka mau. Investor dapat mengakses informasi setidaknya:
laporan keuangan triwulanan, laporan keuangan tahunan, financial history, jumlah saham yang
beredar, dan sebagainya. Ketiga adanya penerimaan informasi yang up to date secara cepat.
616 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Dengan adanya IFR, maka pihak investor akan segera dapat mengakses informasi terbaru secara
cepat. Beberapa perusahaan bahkan telah mengizinkan pengunjung website mereka untuk
mendaftar menjadi anggota agar dapat dikirimi e-mail tentang newsletters, dan beberapa
informasi terbaru perusahaan.
Namun demikian, IFR juga mengandung kelemahan, yakni informasi yang diungkapkan
mungkin tidak akurat, karena perusahan lebih mengutamakan kecepatan pendistribusian laporan
keuangan dibanding keakuratan laporan keuangan. Selain itu, perusahaan kompetitor akan secara
mudah mengetahui informasi mengenai laporan keuangan perusahaan, sehingga cukup beresiko
dalam kompetisi perebutan pangsa pasar.
Reaksi Pasar
Suatu informasi yang masuk ke bursa saham akan mempengaruhi pasar untuk bereaksi
(Ika dan Purwaningsih, 2008). Untuk mengetahui reaksi pasar terhadap pengungkapan IFR oleh
perusahaan, maka dilakukan uji peristiwa (event study) yang mempelajari reaksi pasar terhadap
suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Penggunaan IFR
oleh perusahaan diharapkan akan memberikan dorongan bagi pasar untuk bereaksi, dan reaksi
pasar ini ditunjukkan oleh adanya perubahan harga saham, frekuensi perdagangan saham
perusahaan yang bersangkutan, dan return saham pada pasar (Ika dan Purwaningsih, 2008).
Abnormal return saham merupakan selisih antara return yang sesungguhnya
dibandingkan dengan return ekspektasi (Hartono, 2008). Sedangkan frekuensi perdagangan
saham adalah jumlah transaksi perdagangan saham pada periode tertentu (Ang, 1997). Frekuensi
menggambarkan berapa kali suatu saham suatu emiten diperjualbelikan dalam suatu kurun waktu
tertentu. Penelitian ini menggunakan abnormal return saham dan frekuensi perdagangan saham
sebagai alat ukur terhadap reaksi pasar.
Penelitian ini menggunakan teori pasar efisien yang dikemukakan oleh Fama (1970)
dalam Hartono (2008). Harga saham akan berubah ketika informasi yang dinilai cukup material
memasuki pasar (Beaver 1968; Ball dan Brown 1968 dalam Lai et al., 2002). Suatu informasi
yang berguna, akan menyebabkan investor mengevaluasi keputusannya dan segera melakukan
tindakan. Menurut teori pasar efisien, pasar dikatakan efisien jika harga-harga yang terbentuk di
pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada, atau dengan kata lain, harga-harga asset atau
sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang tersedia tentang asset atau
sekuritas tersebut (Gumantri dan Utami, 2002).
Fama menggolongkan pasar efisien berdasarkan tingkat penyerapan informasinya, yakni
pasar bentuk lemah, semi kuat, dan kuat. Menurut Sujoko (1999) serta Setiawan dan Hartono
(2002) dalam Marfuah (2006), pasar yang terdapat di Indonesia adalah pasar bentuk semi kuat.
Dalam pasar bentuk semi kuat, harga saham mencerminkan semua informasi publik yang
relevan. Harga yang tercipta merupakan gabungan dari harga saham historis dan informasi yang
terdapat di pasar, termasuk informasi tambahan seperti laporan keuangan dan informasi yang
diwajibkan oleh peraturan akuntansi (Hartono, 2008). Menurut teori ini, investor tidak akan
memperoleh abnormal return jika mengetahui suatu informasi yang tersedia di pasar, karena
harga saham saat ini sudah mencerminkan informasi yang telah beredar.
Sebagai contoh, Sujoko (1999), maupun Setiawan dan Hartono (2002) menemukan
bahwa pengumuman deviden memiliki kandungan informasi, tetapi para pelaku pasar di Bursa
Efek Jakarta masih berlaku naif. Investor di BEJ merespon secara positif pengumuman
peningkatan deviden, namun mereka tidak memperhitungkan apakah kenaikan deviden itu
berasal dari perusahaan yang memiliki prospek atau tidak. Jadi, berdasarkan penelitian Sujoko
INTERNET FINANCIAL REPORTING...( Kartika Damayanti, Supatmi) 617
(1999) maupun Setiawan dan Hartono (2002), bentuk pasar efisien di Indonesia adalah semi
kuat.
Dalam mempelajari teori pasar efisen, yang harus diperhatikan adalah, sejauh mana dan
seberapa cepat informasi mempengaruhi reaksi pasar, hal ini akan tercermin dalam perubahan
harga sekuritas (Gumantri dan Utami, 2002). Dalam penelitian ini, reaksi saham diukur dengan
menggunakan abnormal return saham dan frekuensi perdagangan saham.
Selain itu, teori yang berperan penting terhadap pengungkapan IFR mengenai perusahaan
adalah teori sinyal (signalling theory). Teori sinyal berpendapat bahwa pengungkapan informasi
mengenai perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi antara investor dengan perusahaan
(Hargyantoro, 2010). Perusahaan harus memberikan sinyal bagi pihak luar agar para investor
mengerti kondisi dan kinerja perusahaan. Sinyal ini dapat berupa informasi mengenai hal-hal
yang telah dilakukan manager untuk memenuhi keinginan pemilik, atau memberikan tanda
bahwa perusahaan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya.
Perumusan Hipotesis
Lai et al. (2002) menyebutkan bahwa, pengungkapan sukarela oleh perusahaan melalui
IFR, akan memberikan nilai tambah informasi kepada investor dan akan menyebabkan harga
saham mengalami perubahan. Ketika informasi perusahaan didistribusikan secara cepat oleh
perusahaan melalui IFR, investor akan dapat mengetahuinya secara cepat, dan hal ini akan
mengurangi asimetri informasi serta memperpendek delay aksesibilitas informasi. Ketika
investor mendapatkan informasi secara cepat, maka ia akan segera bereaksi terhadap informasi
tersebut, apakah ia akan membeli, menjual saham yang ia miliki, atau menahan saham yang ada.
Ketika sekumpulan investor secara bersama-sama melakukan suatu tindakan tertentu terhadap
saham, maka harga saham di pasar akan berubah, dan perubahan harga saham ini akan diikuti
oleh perubahan frekuensi dan volume perdagangan saham.
Sebaliknya, pada perusahaan non IFR, investor akan lebih lambat mengetahui informasi
mengenai perusahaan, sehingga akan memperpanjang rentang waktu akseptibilitas informasi.
Jika demikian, maka investor tidak dapat membuat keputusan secara cepat. Oleh karena investor
tidak dapat membuat keputusan investasi secara cepat, maka harga saham di pasar dan frekuensi
perdagangan saham akan cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan. Investor akan
cenderung tidak tertarik untuk membeli saham perusahaan non IFR, karena lambatnya waktu
penerimaan informasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa reaksi pasar antara perusahaan IFR dengan
perusahaan non IFR akan berbeda. Pasar akan bergerak lebih cepat jika perusahaan menerapkan
IFR, hal ini tercermin dari perubahan return maupun frekuensi perdagangan saham perusahaan
IFR akan berubah lebih cepat dibandingkan perusahaan non IFR.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian Lai et al (1981) yang menemukan bahwa harga
saham perusahaan yang menerapkan IFR berubah lebih cepat dibandingkan perusahaan yang
tidak menerapkan IFR, selain itu abnormal return saham perusahaan yang mengungkapkan
informasi lebih banyak terbukti lebih tinggi dibandingkan abnormal return saham perusahaan
yang pengungkapan informasinya lebih sedikit. Selain itu, penelitian Hargyantoro (2010)
membuktikkan bahwa perusahaan IFR memiliki frekuensi perdagangan saham yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan non IFR. Abdelsalam et al. (2007) menemukan bahwa major
shareholding berhubungan positif terhadap tingkat pengungkapan informasi keuangan pada
website perusahaan, sedangkan director shareholding berhubungan negatif dengan tingkat
pengungkapan informasi keuangan dalam website perusahaan.
Oleh karena itu, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
618 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
H1 : Ada perbedaan abnormal return saham perusahaan yang menerapkan IFR dengan
perusahaan yang tidak menerapkan IFR.
H2 : Ada perbedaan frekuensi perdagangan saham antara perusahaan yang menerapkan IFR
dengan perusahaan yang tidak menerapkan IFR.
METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2011. Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan purposive
sampling dan akan dikategorikan dalam 2 kategori; yakni perusahaan IFR dan perusahaan non
IFR. Penelitian Lai et al.(2002) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan menerapkan IFR jika
menerbitkan laporan keuangan secara lengkap melalui website dan tepat waktu sesuai ketentuan
pasar modal. Sehingga kriteria penggolongan perusahaan IFR sebagai berikut:
1. Menerbitkan laporan keuangan tahunan periode 2011 melalui website IDX atau website
perusahaan. Jika perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia, namun tidak mencantumkan
laporan keuangannya pada website IDX, maka penelusuran akan dilakukan ke website
masing-masing perusahaan menggunakan search engine seperti Yahoo!, Google dan bing.
2. Memiliki info tentang tanggal upload atau rilis di website.
3. Data laporan keuangan diupload sampai dengan periode pengamatan yakni 1 April 2012.
4. Selama periode pengamatan, perusahaan tidak melakukan corporate action yang mungkin
dapat mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi.
Jika perusahaan tidak mencantumkan laporan keuangan tahunan pada website IDX atau
website pribadi perusahaan sampai dengan tanggal yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai batas
akhir penerbitan laporan keuangan yang telah diaudit, yakni tanggal 1 April, maka perusahaan
akan digolongkan sebagai perusahaan non IFR.
Abnormal return saham dan frekuensi perdagangan saham perusahaan non IFR akan
diamati setelah tanggal 1 April 2012, di mana merupakan batas waktu maksimal yang ditentukan
oleh Bapepam untuk penerbitan laporan keuangan yang telah diaudit.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan tahun
2011 yang diperoleh dengan mengunduh melalui website www.idx.co.id, serta data harga saham
dan frekuensi perdaganan saham melalui www.idx.co.id dan finance.yahoo.com.
Penelitian ini menggunakan variabel abnormal return dan frekuensi perdagangan saham
untuk mengukur reaksi pasar. Abnormal return merupakan selisih antara return yang
sesungguhnya dibandingkan dengan return ekspektasi (Hartono 2008). Berikut ini rumus-rumus
yang dipakai untuk menentukan abnormal return:
ARi.t= Ri.t –E[Ri.t] Dimana :
E(Ri.t) = αi+βi.Rm.t+ ei
dan
[ - ]
Keterangan:
ARi.t = return tidak normal (abnormal return) sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Ri.t = return sesungguhnya yang terjadi pada sekuritas ke-i pada periode ke-t