BAB I PENDAHULUAN Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila oxygen delivery ke mitokondria sel diseluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumption. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yangtidak cukup ini, metabolisme energi sel terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ vital. Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred Blalock membagi jenis syok menjadi 4 antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun, meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan teru memburuk jika tidak segera ditangani. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penangannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok. Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya yaitu primary survey ABCDE. Tatalaksanan bertujuan untuk memperbaiki gangguan fisiologis dan menghilangkan faktor penyebab.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Syok merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang terjadi bila oxygen
delivery ke mitokondria sel diseluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan
oxygen consumption. Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yangtidak cukup ini,
metabolisme energi sel terbatas, selanjutnya dapat timbul kerusakan irreversible pada organ
vital.
Pada tingkat multiseluler, tidak semua jaringan dan organ secara klinis terganggu
akibat kurangnya oksigen pada saat syok. Alfred Blalock membagi jenis syok menjadi 4
antara lain syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok septik, syok neurogenik.
Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian akibat syok tiap tahun,
meskipun penyebabnya berbeda tiap-tiap negara. Diagnosa adanya syok harus didasarkan
pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas, yang merupakan akibat dari
kurangnya perfusi jaringan. Syok bersifat progresif dan teru memburuk jika tidak segera
ditangani. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penangannya memerlukan
pemahaman tentang patofisiologi syok.
Penatalaksanaan syok dilakukan seperti pada penderita trauma umumnya yaitu
primary survey ABCDE. Tatalaksanan bertujuan untuk memperbaiki gangguan fisiologis dan
menghilangkan faktor penyebab.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Syoka kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karena disfungsi ventrikel kiri
yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan dimana fungsi ventrikel kiri yang
cukup baik.
Hipotensi sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk
tekanan darah sistolik yang sering dipakai adalah <90mmHg. Dengan menurunnya
tekanan darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan
konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis dapat ditemukan tanda-tanda
hipoperfusi sistemik mencakup perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90mmHg
selama >1 jam di mana :
Tak responsif dengan pemberian cairan saja,
Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau,
Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak <2,21/menit
perm2 dan tekanan baji kapiler paru >18 mmHg.
Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah :
Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat >90 mmHg dalam 1 jam
setelah pemberian obat inotropik, dan
Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain
syok kardiogenik.
2.2. Etiologi
Komplikasi mekanik akibat infark miokard akut dapat menyebabkan
terjadinya syok. Di antara komplikasi tersebut adalah : ruptur septal ventrikel, ruptur
atau disfungsi otot papilaris dan ruptur miokard yang keseluruhan dapat
mengakibatkan timbulnya syok kardiogenik tersebut.
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takiaritmia atau bradiaritmia yang rekuren, dimana biasanya terjadi akibat disfungsi
ventrikel kiri, dan dapat tibul bersamaan dengan aritmia supraventrikuler ataupun
ventrikular.
Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai manifestasi tahap akhir dari
disfungsi miokard yang progresif, termasuk akibat penyakit jantung iskemia, maupun
kardiomiopati hipertrofik dan restriktif.
Picard MH et al, melaporkan, abnormalitas struktural dan fungsional jantung
dalam rentang lebar ditemukan pada pasien syok kardiogenik akut. Mortalitas jangka
pendek dan jangka panjang dikaitkan dengan fungsi sitolik ventrikel kiri awal dan
regurgitasi dini tanpa dipengaruhi nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada awal
(baseline) atau adanya regurgitasi mitral.
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada
miokardiumventrikel kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkangangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik :
- Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
- Ruptur septum interventrikulorum
- Ruptur free wall
- Aneurisma ventrikel kiri
- Stenosis aorta yang berat
- Kardiomiopati
- Kontusio miokard
2. Gangguan ventrikular filling
a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan
2.3. Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi
kontraktilitas miokard yan mengakibatkan lingkaran penurunan jantung, tekanan
darah rendah, insufisiensi koroner, dan selannjutnya terjadi penurunan kontraktilitas
dan curah jantung. Paradigma klasik memprediksi bahwa vasokonstriksi sistemik
berkompensasi dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai
respons dari penurunan curah jantung.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard.
Pada pasien IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan
peninggian kadar iNOS, NO, dan peroksinitrit, di mana semuanya mempunyai efek
buruk multipel antara lain :
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolisme glukosa
Efek proinflamasi
Oenurunan responsivitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik
Sindrom respon inflamasi ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi,
antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis dan luka bakar. Pasien
dengan IM luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih,
komplemen, intraleukin, C-reactive protein dan petanda inflamasi lain. NO yang
disintesis dalam kadar rendah oleh endotheliai nitri oxide (eNOS) sel endotel dan
miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel
kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan gagal
jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan
kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan
edema.
Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpato adrenal
menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas
untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan
terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi,
menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon kompensatorik, yang
meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun mekanisme protektif ini pada
mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah danperfusi jaringan, namun efeknya
terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan
miokardium akan oksigen. Karena aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan
adanya infark, maka ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
terhadap miokardiumsemakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat
iskemia dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan
miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang
dengan cepats ampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu
sistem organ-organ penting.
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi irreversibel.
Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain.Seperti telah
diketahui, miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok.
Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen, beberapa
perubahan lain juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada keadaan syok,
maka miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi
(adenosin trifosfat) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan makin
terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong
terjadinya kerusakan lebih lanjut. dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga
menggeser kurva fungsi ventrikel kebawah dan ke kanan yang akan semakin
menekan kontraktilitas.
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang
mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edema
intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria.
Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu
terjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom distres
pernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan,
demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung
kebelakang.
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih
kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya
menurunkan pula keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensi
natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya
laju filtrasi glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan
berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal ginjal akut.
Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati. Kerusakan sel
dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat berupa nekrosis
hati yang masif pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya
bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutamat-oksaloasetat
transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum(SGPT).
Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi-
komplikasi ini.
Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis
hemorhagik dari usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok melalui
penimbunan cairan pada usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalam
sirkulasi. Penurunan motilitas saluran cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan
syok.
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan
autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap
berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral
ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan darah di
bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit neurologik dapat
ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika pasien pulih dari
keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan serebrovaskular
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan komponen-
komponen selular intravaskular dari sistem hematologik, yang akan meningkatkan
tahanan vaskular perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapat
terjadi selama syok berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis.
2.4. Manifestasi klinis
A. Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik
tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri
dada yang akut, dan kemungkinansudah mempunyai riwayat penyakit jantung
koroner seblumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut, biasnaya
terjadi dalam beberapa hari sampai minggu setelah onset infark tersebut.
Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang
menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop atau
merasakan irama jantung yang berhenti sejenak. Kemudian pasien akan
merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke sistem saraf pusat.
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik
yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <bo mmHg pada
pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya
cenderung meningkat sebagai stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi
pernapadan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti paru.
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Dengan infark ventrikel
kanan atau pasien dengan keadaan hipovolemik yang menurut studi sangat kecil
kemungkinannya menyebabkan kongesti di paru.
Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena di leher seringkali
meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pasa pasien dengan
kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi
perikardial ataupun tamponade. Irama gallop dapat ttimbul yang menunjukkan
adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan beberapa
tanda-tanda antara lain : pembesarah hati, pulsasi di liver akibat regurgitasi
trikuspid atau terjadinya asites akibat gagal jantung kanan yangsulit untuk diatasi.
Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya dan edema perifer
dapat timbul pada gagal jantung kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba
dingin, menunjukkkn terjadinya penurunan perfusi ke jaringan.
C. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menetukan
etiologi dari syok kardiogenik.
Foto rontgen thorax
Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongetsi paru
atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi
defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan
tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, terutama
pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan
kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan
hipovolemia.
Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yang non-invasik ini sangat banyak membantu dalam
membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan
ini relatif cepat dan aman. Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari
pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global
maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau regurgitas),
tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya pada defek septal
ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.
Pemantauan hemodinamik
Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal dan
tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk
memastikan diagnosis dan etiologi dari syok kardiogenik, serta sebagai
indikator evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal
ventrikel kiri yang berat, akan terjadi peningkatan baji paru. Bila pada
pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg
pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume intravaskular
pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel kanan atau
hipovelemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji pembbuluh paru
yang normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter hemodinamik juga