Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018 | 1 INTERELASI QOWAID USUL DAN FIQHIYAH SEBAGAI SEBAGAI LANDASAN HUKUM ISLAM YANG UNIVERSAL Abbas Sofwan 1 Institut Agama Islam Tribakti Lirboyo Kediri Abstrak Qowaid Ushuliyah dan Qowaid fiqhiyyah adalah kaidah-kaidah universal yang didalamnya terkandung bagian-bagian persoalan yang sama, yang dapat dikelompokkan dalam satu garis besar yang sama yang kemudian melahirkan berbagai macam cabang- cabang fiqh. Kaidah-kaidah hukum tidaklah disusun dalam suatu kurun waktu tertentu. Hukum-hukum itu baru tersusun secara sistematis di kemudian hari sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ijtihad di kalangan para pakar dan pendiri madzhab dalam hukum islam. Hukum Islam dan ijtihad dalam hukum Islam dan keberadaan Qowaid Ushuliyah dan Qowaid fiqhiyyah, ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, saling mengisi dan melengkapi. Interelasi kedua kaidah hukum ini adalah bahwa Qowaid Usuliyah berfungsi sebagai landasan hukum yang bersifat fundamental sedangkan Qowaid Usuliyah bersifat instrumental dalam menyimpulkan dan merangkai teknis penerapan hukum tersebut. Selain itu interelasi antara Qowaid Ushuliyah dan Qowaid Fiqhiyyah adalah sebagai connector penghubung antara kesempurnaan Illahiah dengan pemikiran fana manusia dalam memahami maksud dari sang pencipta alam semesta Allah SWT. Kata kunci : qawaid fiqhiyyah, hukum Islam, PENDAHULUAN Islam sebagai agama pamungkas dari seluruh agama samawi diturunkan di negeri Arab sehingga bahasa manusia yang digunakan untuk menyampaikan Kitab pedoman pemeluknya, 1 Dosen Tetap Fakultas Syari’ah IAI Tribakti- Lirboyo Kediri
19
Embed
INTERELASI QOWAID USUL DAN FIQHIYAH SEBAGAI SEBAGAI ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah
Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018 | 1
INTERELASI QOWAID USUL DAN FIQHIYAH SEBAGAI SEBAGAI
LANDASAN HUKUM ISLAM YANG UNIVERSAL
Abbas Sofwan1
Institut Agama Islam Tribakti Lirboyo Kediri
Abstrak
Qowaid Ushuliyah dan Qowaid fiqhiyyah adalah kaidah-kaidah universal yang didalamnya terkandung bagian-bagian persoalan yang sama, yang dapat dikelompokkan dalam satu garis besar yang sama yang kemudian melahirkan berbagai macam cabang-cabang fiqh. Kaidah-kaidah hukum tidaklah disusun dalam suatu kurun waktu tertentu. Hukum-hukum itu baru tersusun secara sistematis di kemudian hari sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ijtihad di kalangan para pakar dan pendiri madzhab dalam hukum islam. Hukum Islam dan ijtihad dalam hukum Islam dan keberadaan Qowaid Ushuliyah dan Qowaid fiqhiyyah, ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, saling mengisi dan melengkapi. Interelasi kedua kaidah hukum ini adalah bahwa Qowaid Usuliyah berfungsi sebagai landasan hukum yang bersifat fundamental sedangkan Qowaid Usuliyah bersifat instrumental dalam menyimpulkan dan merangkai teknis penerapan hukum tersebut. Selain itu interelasi antara Qowaid Ushuliyah dan Qowaid Fiqhiyyah adalah sebagai connector penghubung antara kesempurnaan Illahiah dengan pemikiran fana manusia dalam memahami maksud dari sang pencipta alam semesta Allah SWT. Kata kunci : qawaid fiqhiyyah, hukum Islam,
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama pamungkas dari seluruh agama
samawi diturunkan di negeri Arab sehingga bahasa manusia yang
digunakan untuk menyampaikan Kitab pedoman pemeluknya,
1 Dosen Tetap Fakultas Syari’ah IAI Tribakti- Lirboyo Kediri
Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah
2 | Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018
Alqur’an, pun menggunakan bahasa Arab sebagaiman surat
Thaha: 113, Fusshilat: 44, Syu’ara: 198-199. Dan memang karena
Rasul umat Islam berbangsa Arab sehingga mudah untuk
menyampaikan maksud-maksud Allah SWT sebagai syari’ (pemilik
syari’at). Bagi agama Islam, Kitab ini merupakan sumber utama
dari hukum yang diterapkan lalu disusul oleh As-Sunnah.
Namun, tidak semua pemeluk agama Islam merupakan
bangsa Arab yang merupakan native speaker (penutur
asli) namun ada juga yang ‘ajamiyyah (non-Arab) sehingga tidak
semua orang Islam bisa memahami bahasa Arab dengan baik.
Orang Arab asli pun, meski paham bahasa Arab tetapi tidak semua
paham dengan kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini merupakan
problema tersendiri karena kebutuhan untuk memahami agama
dengan baik merupakan salah satu hal yang paling mendasar. Dan
itu bisa dilakukan terutama apabila seorang muslim memahami
Alqur’an dan As-Sunnah, sebagai sumber hukum utama yang
berbahasa Arab, dengan baik. Dan orang yang berusaha
memahami Al-qur’an dan As-Sunnah pun menghadapi perbedaan-
perbedaan hasil pemahaman antara satu dengan yang lainnya.
Maka disinilah perlu adanya kaidah-kaidah bahasa hukum yang
standard supaya lebih mudah dan relatif mempersempit peluang
perbedaan yang terjadi.
KONSEP INTERRELASI DALAM PEMIKIRAN HUKUM ISLAM
Interelasi secara bahasa bermakna hubungan antara
sesuatu dengan yang lainnya, sedangkan Prinsip Interelasi dalam
Geografi adalah suatu hubungan saling terkait dalam ruang antara
gejala yang satu dengan gejala lain. Setelah pola persebaran dan
fakta geografi dalam ruang terlihat, hubungan antara factor fisis
dengan factor fisis, dan factor manusia dengan factor manusia
Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah
Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018 | 3
pengungkapan karakteristik gejala atau fakta geografi di tempat
atau wilayah tertentu juga dapat dilakukan.2
Sedangkan dalam pemikiran hukum Islam modern, konsep
interrelasi al-tarkibiyah dikembangkan oleh Jasser Auda dengan
tawaran metodologisnya tentang Teori Sistem. Konsep-konsep
dasar Teori Sistem Jasser Auda antara lain adalah melihat
persoalan secara utuh (Wholeness), selalu terbuka terhadap
berbagai kemungkinan perbaikan dan penyempurnaan
(Openness), saling keterkaitan antar nilai-nilai (Interrelatedness),
melibatkan berbagai dimensi (Multidimensiona–lity) dan
mendahulukan tujuan pokok atau konsep (Purposefulness). 3
Konsep Interrelasi memiliki dua pola, pertama
kategorisasi berdasar Sifat Istimewa (feature-based
categorisations), model seperti ini menimbulkan kesan hirarkis
pada tingkatan tertinggi kepada yang terendah, sehingga
mengakibatkan tidak fleksibel dalam memahami konten hukum,
seperti klasifikasi al-Syatibi (yang menganut feature-based
categorizations), sehingga hirarkinya bersifat kaku.
Konsekwensinya, hajiyyat dan tahsiniyyat selalu tunduk kepada
daruriyyat..
Kedua, Kategorisasi berdasar Konsep (Concept-based
categorisations) makna ‘concept’ di sini tidak sekedar fitur benar
atau salah, melainkan suatu kelompok yang memuat criteria
multi-dimensi, yang dapat mengkreasikan sejumlah kategori
secara simultan untuk sejumlah entitas-entitas yang sama.
Sehingga baik salat (daruriyyat), olah raga (hajiyyat) maupun
rekreasi (tahsiniyyat) adalah sama-sama dinilai penting untuk
dilakukan. Bertolak dari Teori Sistem Auda inilah makalah akan
2 Amien M. Suharyono, Pengantar Filsafat Geografi: Proyek
Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Departemen P & K. 1994.h.14
3 Jasser Auda, Maqasid Al-Syariah As Philosophy of Islamic Law – A System Approach, The International Institute Of Islamic Thought-London.Washington 2007. Hal 78.
Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah
4 | Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018
membahas tentang interrelasi dan kesaling-terkaitan nilai-nilai
antara Qowaid Ushuliyah dan Qowaid Fihqiyah sebagai langkah
berfikir teoritis dan sistematis terhadap problematikan praktis
hukum Islam.4
ZERO POINT MUNCULNYA NALAR FIQIH
Ekplorasi terhadap sejarah perkembangan fiqih
merupakan keniscayaan dalam menghubungkan antara Qowaid
ushul dan Qawaid fiqih karena Qawaid Fiqhiyah, Qawaid Ushuliyah,
fiqih dan ushul fiqh tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan
perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok
pembicaraan adalah fiqih.5
Paradigma fiqih mengalami pergeseran kecenderungan
dari wilayah praktis kepada teoritis adalah dimasa tabiin, ini yang
menjadi special feature dan yang membedakan dengan masa
Rasulullah dan Khulafa al-Rasyidin. Dengan masuknya fiqih
kepada wilayah teori, banyak hukum fiqih yang diproduksi dari
hasil penalaran terhadap teori dibandingkan dengan fiqih yang
dihasilkan dari pemahaman terhadap kasus-kasus yang pernah
terjadi lalu disamakan dengan kasus baru, sehingga fiqih tidak
hanya mampu menjelaskan persoalan-persoalan waqiiyyah
(aktual) namun lebih dari itu, selain itu, sejak era inilah gerbang
perubahan fiqih dari sifatnya yang waqiiyah (aktual) menjadi
nazariyyah (teori)6.
Menurut Abu Zahroh pertentangan antara Ahl Ra’yi dan
Ahl Hadits tidak berlangsung lama, karena para generasi
4 Muhammad Faisol, Pendekatan Sistem Jasser Auda Terhadap
Hukum Islam: Ke Arah Fiqh Post-Postmodernisme, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Volume VI, Nomor 1, Juni 2012, hal: 55.
5 Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah, Jakarta-Pedoman Ilmu Jaya, cet. Ketiga 2005, hal.27.
6 Ali Hasan Abdul Qadir, Nazariyatu ‘Ammatun Fi Tarikh al-Fiqh (T.tp, tp,t.th.h.108
Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah
Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018 | 5
setelahnya berusaha melakukan singkronisasi terhadap masalah
yang dipersengketakan oleh guru-guru mereka.7 Seperti Imam
Muhammad bin Hasan al-Syaibani dari Hanafiyah pergi ke Hijaz
untuk mempelajari al-Muwatho’ nya Imam Malik. Imam Syafii
menemui Muhammad bin Hasan . Usaha singkronisasi ini
menyebabkan banyaknya kitab fiqih yang terkolaborasi antara
ra’yu dan hadits. Ini sebagai bukti adanya rapproachment (saling
mendekati) antar pendapat. Sekaligus pada periode inilah pola
berfikir metodologis fiqih menjadi lebih sistimatis sebagai refleksi
ketika memahami fiqih yang kemudian disebut denga istilah Ushul
Fiqh. Pada masa ini banyak bermunculan istilah-istilah fiqih yang
menjadi ciri dari kekayaan bahasa fiqih. Meskipun Istilah-istilah
fiqih pada masa ini diciptakan dengan berbagai bentuk sesuai
mazhabnya, namun inilah era penting dalam sejarah hukum Islam
sebagai zero point terbentuknya qaidah-qaidah universal hukum
Islam yang selanjutnya menjadi Qowaid Ushuliyah dan Qowaid
Fiqhiyah.
INTERELASI QOWA’ID USHULIYAH TERHADAP HUKUM
SYARA’
Kaidah Ushuliyah disebut juga Kaidah Istinbathiyah atau
Kaidah Lughowiyah. Disebut Kaidah Istinbathiyah karena kaidah-
kaidah tersebut dipergunakan dalam rangka mengistinbatkan
hukum-hukum Syara’ dari dalil-dalilnya yang terperinci. Disebut
Kaidah Lughawiyah karena kaidah ini merupakan kaidah yang
dipakai ulama berdasarkan makna, susunan, gaya bahasa, dan
tujuan ungkapan-ungkapan yang telah ditetapkan oleh para ahli
bahasa arab, setelah diadakan penelitian-penelitian yang
bersumber dan kesusastraan arab.
7 . Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqh, Darul Fikr-Mesir, t.th.
Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah
6 | Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018
Secara etimologi al-Qawaid al-Lughawiyyah berasal dari
dua suku kata: pertama al-qawaid/qa’idat.8 merupakan jama’nya
lafadz al-qa’idah yang artinya alas bangunan, aturan, undang -
undang. Kedua al-lughawiyyah merupakan bentuk nisbat dari
lafadz lughatun yang artinya bahasa, penambahan ya’
nisbah berfungsi untuk me-nisbat-kan kata qaidah kepada
kata lughot yang bertujuan untuk membedakannya dengan
qoidah-qoidah lain seperti qawaid ushuliyyah dan qawaid al-
fiqhiyah. Sehingga makna dari qawaid lughawiyyah berarti qaidah-
qaidah atau dasar-dasar bahasa.
Yang dimaksud qaidah lughawiyyah adalah qaidah yang
dirumuskan oleh para ulama’ berkaitan dengan maksud dan
tujuan ungkapan-ugkapan bahasa arab yang lazim digunakan oleh
bangsa arab itu sendiri, baik yang terdapat dalam ungkapan-
ungkapan sastra, seperti syair, prosa, dan lain sebagainya.9
Artinya, nash-nash al-Qur’an dan Hadis adalah bahasa
arab. Untuk memahami hukum-hukum yang terkandung di
kedua nash tersebut secara sempurna dan benar para ulama’
merasa perlu untuk memperhatikan dan melakukan penelitian
tentang uslub-uslub (gaya bahasa) arab tersebut serta meneliti
cara penunjukkan lafadz nash yang memakai bahasa arab kapada
arti yang ditujunya. 10 Para ulama’ ushul bekerja keras
membuat qaidah-qaidah yang dapat digunakan untuk
memahami nash-nash dan menggali hukum-hukum taklify
dari nash-nash itu sendiri.
Dalam membuat qaidah itu para ulama’ berpedoman pada
Jalaluddin, As-suyuthi,. al-Asybah wa al-Nadzoir. Darul Kutub Ilmiah. 1990.
Koto, Alaidin, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2009.
Lajnah min Asatidz Qism al-Fiqh bi Kulliyah al-Syari’ah wa al-Qanun bi al-Qahirah Jami’ah al-Azhar, al-Qawa’id al-Fiqhiyah wa Tathbiqatiha al-‘Amaliyah fi al-Ahkam al-Syar’iyah, Cairu, 2007.
Lajnah mukawwanah min ‘iddati ulama fil khilafah utsmaniyah. Majallatul ahkam al adliyah. Nur Muhammad publishing. Karachi.
Qadir , Abdul, Ali Hasan, Nazariyatu ‘Ammatun Fi Tarikh al-Fiqh,T.tp, tp,t.th.h.
Thalib, Prawitra, Pengaplikasian Qowaid Fiqhiyyah Dalam Hukum Islam Kontemporer, Jurnal-Yuridika: Volume 31 No 1, Januari – April 2016.
Thalib, Prawitra, Syariah: Konsep dan Hermeneutika, Cetakan Pertama, Lutfansyah Mediatama, Surabaya.
Abbas Sofwan| Interelasi Qowaid Usul dan Fiqhiyyah
Legitima : Vol. 1 No. 1 Desember 2018 | 19
Yunus, Mahmud, Qamus ‘Arabiyyun-Indunisiyyun, Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa al-Dzurriyyat, 1990.
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Zahroh, Muhammad Abu, Ushul Fiqh, Darul Fikr-Mesir, t.th. Zaidan, Abd al-Karim, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, Beirut: muassasah
ar-risalah, 1989. Amien M. Suharyono, Pengantar Filsafat Geografi: Proyek
Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Departemen P & K. 1994.h.14
Auda, Jasser, Maqasid Al-Syariah As Philosophy of Islamic Law – A
System Approach, The International Institute Of Islamic