WORKING PAPER INTERBANK MARKET WITH DSGE BANK Harmanta Aditya Rachmanto Fajar Oktiyanto Idham Desember, 2014 WP/12 /2014 Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
60
Embed
INTERBANK MARKET WITH DSGE BANK - bi.go.id · WORKING PAPER INTERBANK MARKET WITH DSGE BANK Harmanta Aditya Rachmanto Fajar Oktiyanto Idham Desember, 2014 WP/12 /2014 Kesimpulan,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
WORKING PAPER
INTERBANK MARKET WITH DSGE BANK
Harmanta
Aditya Rachmanto
Fajar Oktiyanto
Idham
Desember, 2014
WP/12 /2014
Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis
dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank
Dalam penelitian ini dibangun model DSGE untuk perekenomian terbuka (small open economy) Indonesia yang telah dilengkapi dengan mekanisme interbank market (pasar interbank) untuk menggambarkan
friksi keuangan dari sisi suplai bank. Dalam suplai tersebut terdapat mekanisme optimasi portfolio oleh bank, yaitu optimasi dalam menyalurkan kredit atau menyimpan dalam risk free asset (aset tanpa risiko). Sementara itu, financial friction yang terjadi di sisi demand dimodelkan dengan collateral constraint dan financial accelerator. Sektor perbankan dalam model juga didesain agar dapat melakukan simulasi bauran kebijakan moneter (BI rate dan nilai tukar) dan kebijakan makroprudensial (CAR requirement dan LTV ratio requirement). Hasil simulasi menunjukkan bahwa shock yang terjadi pada interbank market akan memengaruhi kondisi bank secara umum, terutama pada bank capital, CAR, dan loan to deposit ratio (LDR). Kondisi neraca bank tersebut akan
mempengaruhi sektor riil. Model ini juga mampu menangkap prosiklikalitas dan financial accelerator yang terjadi akibat adanya financial frictions
dalam perekonomian. GDP akan semakin tinggi saat fase ekspansi jika dibandingkan dengan kondisi tanpa financial frictions, demikian pula
sebaliknya, PDB akan lebih rendah saat terjadi fase kontraksi. Kontraksi pada perekonomian akan direspons oleh bank dengan mengurangi tingkat penyaluran kreditnya, yang disebabkan oleh tingginya risiko yang dihadapi oleh bank, yang juga akan meningkatkan suku bunga kredit bank sehingga entrepreneur semakin sulit menerima pinjaman. Kondisi ini membuat bank
semakin menekan penyaluran kredit untuk mencegah tergerusnya kapital bank. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa shock berupa policy mix
kebijakan moneter dan makroprudensial akan menghasilkan dinamika PDB dan inflasi yang cenderung lebih stabil dibandingkan jika hanya menggunakan satu instrumen kebijakan.
Keywords : monetary policy, DSGE with banking sector, macroprudential policy
JEL Classification : E32, E44, E52, E58
2
I. PENDAHULUAN
Krisis keuangan global yang berlangsung dewasa ini menggarisbawahi
kebutuhan untuk mengembangkan model DSGE yang memiliki hubungan eksplisit
antara sektor riil dan keuangan serta keberadaan sektor perbankan yang aktif.
Model dengan kapasitas tersebut akan memungkinkan dilakukannya evaluasi
empiris dari peran dan perilaku bank dalam mentransmisikan shock yang berasal
dari sisi penawaran ataupun sisi permintaan. Namun, literatur mengenai
permodelan DSGE yang digunakan untuk melakukan formulasi kebijakan
sebagian besar mengabaikan sektor perbankan. Krisis finansial global yang terjadi
memberikan pelajaran mengenai pentingnya hubungan antara sektor riil dan
keuangan dalam model DSGE sebagai fokus perhatian.
Di Indonesia penelitian empiris menemukan bahwa prosiklikalitas dari
sektor keuangan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Penelitian dari Agung (2010)
menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit riil lebih cepat dari PDB pada periode
ekspansi. Sebaliknya, penurunan kredit rill yang jauh lebih besar dari penurunan
PDB terjadi pada periode kontraksi. Tingginya prosiklikalitas sektor perbankan di
Indonesia tersebut menuntut perlunya sinergi kebijakan moneter dan kebijakan
makroprudensial untuk memitigasi fluktuasi ekonomi (business cycle) dan siklus
keuangan yang berlebihan.
Penelitian Harmanta et al. (2013) telah memodelkan prosiklikalitas sektor
keuangan dengan menggunakan financial accelerator ala BGG (1999) pada agen
entrepreneurs dan collateral contraints pada agen household. Penelitian itu telah
memodelkan sektor yang didesain sesuai dengan kondisi Indonesia dan telah
mampu melakukan simulasi kebijakan moneter (BI rate) dan nilai tukar serta
kebijakan makroprudensial pada institusi keuangan, dalam hal ini perbankan,
berupa simulasi perubahan CAR requirement dan LTV ratio requirement untuk
household. Namun, penelitian tersebut masih menggunakan homogeneous agent
untuk merepresentasikan sektor perbankan sehingga financial frictions dalam
model baru terjadi pada satu sisi pasar kredit, yaitu sisi demand yang dimodelkan
dengan mekanisme financial accelerator dan collateral contraints. Sementara itu,
financial friction dari sisi suplai pasar kredit masih belum dimodelkan. Berbagai
penelitian dalam literatur terkini menekankan pentingnya permodelan sisi suplai
pasar kredit yang dapat memberikan informasi vital mengenai transmisi antarbank
serta hubungannya dengan otoritas keuangan dan bank sentral. Lebih lanjut,
3
dalam masa krisis, sisi suplai pasar kredit memiliki peran penting dalam
menyebarluaskan krisis yang terjadi.
Paper ini melanjutkan penelitian Harmanta et al. (2013) dengan
pengembangan utama pada sisi supply pasar kredit. Dengan mempertimbangkan
struktur interbank market di Indonesia, pengembangan sektor perbankan
dilakukan mengikuti Ali Dib (2009), yaitu terdapat dua heterogeneous agents pada
sektor perbankan yang menawarkan jasa perbankan yang berbeda dan saling
berinteraksi dalam suatu pasar yang dinamakan interbank market.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model DSGE sektor
perbankan dengan financial friction, baik collateral constraint maupun financial
accelerator, serta menambahkan mekanisme interbank market untuk keperluan
simulasi kebijakan moneter maupun macroprudential. Adapun manfaat penelitian
ini adalah sebagai berikut.
a. Sebagai salah satu alat bantu dalam melakukan formulasi bauran kebijakan
moneter dan makroprudensial yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Sebagai salah satu langkah dalam competence building dalam mengembangkan
model DSGE dengan fitur simulasi bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial untuk kebutuhan pengembangan core model FPAS pada masa
yang akan datang (sesuai dengan best practice dari advanced countries yang
saat ini telah mengadopsi core model yang berbasis DSGE).
Penelitian ini disusun sebagai berikut. Bagian 1 mengutarakan
pendahuluan, tujuan, dan manfaat penelitian. Bagian 2 berupa ulasan singkat
mengenai literatur terkait. Bagian 3 menjelaskan detail DSGE model yang
dikembangkan. Bagian 4 perincian estimasi dan simulasi. Bagian 5 simpulan dan
rencana pengembangan selanjutnya.
4
II. TINJAUAN LITERATUR
2.1 Permodelan Financial Friction dalam DSGE Model
Dalam literatur upaya untuk memodelkan prosiklikalitas sistem keuangan
diantaranya dilakukan dengan memperkenalkan financial friction pada model
DSGE. Untuk memodelkan friksi yang terjadi pada sisi demand dari pasar kredit,
terdapat dua pendekatan utama yang diterima secara luas, yaitu collateral
constraint dan financial accelerator.
Asumsi dasar dari pendekatan financial accelerator pertama kali
diperkenalkan oleh Bernanke, Gertler, and Gilchrist pada tahun 1999 (BGG), yaitu
adanya information asymmetry antara peminjam dan yang meminjamkan sehingga
menghasilkan external finance premium yang menggambarkan perbedaan biaya
apabila melakukan peminjaman dibandingkan dengan apabila menggunakan dana
sendiri. External finance premium ditentukan oleh besarnya net worth dari
peminjam dan akan menentukan besarnya pinjaman yang dapat diterima.
Sementara itu, pendekatan collateral constraint, seperti yang diperkenalkan
Kiyotaki and Moore (1997), adalah pergerakan dari harga aset yang berinteraksi
dengan ketidaksempurnaan market (adanya asimetri informasi antara kreditur dan
debitur, misalnya kemampuan membayar debitur) membuat suatu proses yang
memperbesar respons dari shocks. Namun, berbeda dengan pendekatan financial
accelerator, assets dari peminjam secara langsung akan mempengaruhi besarnya
pinjaman yang dapat diterima dan tidak melalui pengaruhnya terhadap external
finance premium.
Kekurangan dari financial frictions yang hanya menggunakan financial
accelerator atau collateral constraint adalah keduanya hanya memodelkan satu sisi
dari pasar kredit, yaitu sisi demand. Gertler dan Kiyotaki (2009) mengembangkan
framework sektor perbankan yang menemukan bahwa adanya liquidity shock pada
bank dapat mengakibatkan segmentasi pasar uang antarbank yang pada
gilirannya akan memiliki spillover effect pada sektor riil. Atas dasar temuan itu,
mereka berargumen bahwa interbank market seharusnya terdapat di dalam
financial block model DSGE karena saat terjadi krisis keuangan, interbank market
memiliki peran penting dalam menyebarluaskan krisis yang terjadi.
Ali Dib (2009) mengembangkan fully micro–founded closed economy DSGE
model yang menginkorporasikan hubungan eksplisit antara sektor riil dan sektor
5
finansial serta memiliki sektor perbankan yang aktif. Hal itu dicapai dengan
memodelkan optimisasi banks dan kedua sisi pasar kredit (supply dan demand)
secara eksplisit. Sisi demand dari kredit dimodelkan dengan menggunakan
financial accelerator ala BGG (1999), sedangkan sisi supply dari pasar kredit
dimodelkan dengan memperkenalkan asumsi bahwa terdapat dua tipe dari
heterogenous banks, yaitu savings bank dan lending bank yang menawarkan jasa
perbankan yang berbeda dan keduanya berinteraksi dalam pasar yang dinamakan
interbank market.
Gambar 1. Skema Financial Intermediaries Ali Dib (2009)
Seperti pada skema di atas, Ali Dib memodelkan monopolistically competitive
savings banks sebagai penerima deposit dari household workers dan membayarkan
deposit interest rate, 𝑅𝑗,𝑡𝐷 . Dalam mengalokasikan portofolionya, savings bank
menentukan komposisi optimal antara meminjamkan melalui interbank market
pada lending banks yang memberikan interest rate 𝑅𝑡𝐼𝐵 dan menginvestasikan pada
risk-free assets government bond yang memberikan bunga sebesar 𝑅𝑡. Pada setiap
periode terdapat probabilitas lending banks mengalami default dan tidak dapat
mengembalikan interbank borrowing-nya. Di sisi lain, ketika akan melakukan
investasi pada risk–free assets, savings bank harus membayar asuransi premium
(cost dari menggunakan risk–free assets). Monopolistically competitive lending
banks dimodelkan meminjam dari savings bank melalui interbank market dan
meminta bank capital dari bankers dengan membayar bank capital price 𝑄𝑡𝑍. Setiap
lending bank juga dapat menerima injeksi likuiditas dari bank sentral, 𝑚𝑗,𝑡, serta
finansial intermediasi Γ𝑡.
6
Carrera dan Vega (2012) menggunakan pendekatan yang berbeda dalam
memodelkan interbank market. Dalam papernya mereka mengasumsikan terdapat
dua tipe bank, retail bank dan narrow bank. Dalam pendekatan ini hanya primary
dealers yang diizinkan untuk berhubungan langsung dengan bank sentral sesuai
dengan kondisi financial intermediaries yang terjadi di Amerika Serikat.
Gambar 2. Skema Financial Intermediaries Carrera dan Vega (2012)
Mekanisme dalam permodelan tersebut menggambarkan retail bank
menghimpun deposit dari households dan meminjam dari interbank market untuk
disalurkan ke entrepreneur dalam bentuk loan, sedangkan narrow bank
melakukan penempatan liquidity dalam interbank market yang sumber
penghimpunan dananya berasal dari penerbitan equity.
2.2 Karakteristik Perekonomian dan Sektor Perbankan Indonesia
Ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang konstan dalam satu
dekade terakhir, dengan rata-rata PDB sebesar 5,45% dari periode 2001–2013.
Ekonomi terus tumbuh dengan puncaknya terjadi pada tahun 2011 dengan
pertumbuhan ekonomi mencapai 6,49% year on year. Pencapaian itu tergolong
impressive apabila dibandingkan dengan negara-negara sekitar yang terkena krisis
global 2007/2008.
Pada sisi permintaan, ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi swasta
yang memiliki share 62,58% terhadap total PDB, diikuti oleh investasi sebesar
terhadap total aset tidak menunjukkan kestabilan pada nilai tertentu. Selain
menggunakan hasil HP filter yang ditampilkan pada gambar tersebut, digunakan
pula hasil penelitian dari Gunadi dan Budiman (2011) mengenai optimalisasi
komposisi portfolio bank di Indonesia untuk menentukan nilai steady state
variabel neraca bank yang secara lengkap ditampilkan pada Tabel 5.
Gambar 8. Hasil HP Filter dari Rasio Variabel Komponen Neraca Bank terhadap Total Aset
Tabel 5. Nilai Steady State Variabel Neraca Bank
Assets Liabilities
Total Loan 0,7 Deposit 0,9
SBI 0,12 Capital 0,1
Loan to Government (SBN) 0,08
Reserve 0,1
Nilai steady state variabel suku bunga kebijakan (BI rate) menggunakan
nilai yang sama dengan yang digunakan oleh model ARIMBI. Apabila kita melihat
Gambar 9 yang memperlihatkan hasil HP filter dari berbagai variabel suku bunga
dalam model, terlihat bahwa spread antara BI rate dan suku bunga DPK tidaklah
stabil. Pada saat BI rate tinggi, spread dengan suku bunga DPK juga besar,
sedangkan pada saat BI rate rendah, spread dengan suku bunga DPK juga rendah.
Karena kita menggunakan nilai steady state BI rate yang tergolong rendah, untuk
konsistensi dengan data, digunakan spread yang juga rendah dalam menghitung
steady state suku bunga DPK. Dengan menggunakan metode ini, kami
31
menetapkan nilai steady state suku bunga DPK sebesar 4,5%. Untuk menentukan
nilai steady state suku bunga kredit konsumsi dan investasi, kami menambahkan
rata-rata perbedaan antara kedua suku bunga tersebut dan BI rate selama periode
estimasi sehingga didapatkan nilai steady state suku bunga kredit konsumsi
sebesar 13,65% dan nilai steady state suku bunga kredit untuk perusahaan
(modal kerja dan investasi) sebesar 11,4%. Untuk suku bunga LIBOR yang menjadi
proksi dari suku bunga luar negeri, kami menggunakan angka yang sama dengan
yang digunakan model ARIMBI, yaitu 3%.
Gambar 9. Hasil HP Filter dari Berbagai Variabel Suku Bunga dalam Model
Secara lengkap, nilai steady state untuk seluruh variabel yang digunakan
oleh model terdapat pada Tabel 6.
0
4
8
12
16
20
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
BI_RATE_TREND LIBOR_TREND
R_DEP_TREND R_KK_TREND
R_KE_TREND
32
Tabel 6. Nilai Steady State Seluruh Variabel
Variables Values
Consumption to GDP ratio 0,59
Capital investment to GDP ratio 0,19
Housing investment to GDP ratio 0,08
Government expenditure to GDP ratio 0,09
Import to absorption ratio 0,38
Export to output ratio 0,44
Loan to HH to GDP ratio 0,31
Loan to entrepreneur to GDP ratio 0,71
Deposit to GDP ratio 1,28
Importer’s profit margin 0,03
Exporter’s profit margin 0,026
Domestic retailer’s profit margin 0,18
Rate on loan to HH* 14,98%
Rate on loan to entrepreneur* 12,9%
Rate on deposit* 4,5%
Foreign interest rate* 3%
CAR 0,14
Bank’s profit to total asset ratio 0,025
Deposit to bank’s total asset ratio 0,9
Bank’s capital to total asset ratio 0,1
Loan to bank’s total asset ratio 0,7
Risk free asset to bank’s total asset ratio** 0,2
Reserve to total asset ratio 0,1
Interbank Volume to Total Asset 0,5267
Sebagian paremeter yang digunakan di dalam model dikalibrasi dengan
menggunakan nilai yang digunakan oleh model yang pernah dikembangkan oleh
Bank Indonesia dan hasil penelitian empiris terkait. Capital share dalam fungsi
produksi ditetapkan sebesar 0,54 sesuai dengan hasil estimasi dari model MODBI
2012. Nilai dari home bias parameter ditentukan berdasarkan nilai HP filter dari
import to absorption ratio Indonesia selama periode estimasi. Parameter yang
menentukan elasticity of subtitution between domestic and foreign goods dan
33
elasticity of subtitution for export goods menggunakan nilai yang berasal dari
penelitian Zhang dan Verikios (2006)2. Nilai parameter—untuk risk premium dan
yang mengatur biaya untuk mengelola modal bank—didapatkan melalui hubungan
steady state antara berbagai variabel yang terdapat dalam model. Calvo parameter
untuk labor mengikuti hasil estimasi dari model BISMA (2009). Untuk parameter
dari persamaan ad hoc yang menentukan dinamika dari bobot aset beresiko
(persamaan 36) dan reserve yang dimiliki bank (persamaan 37–39) menggunakan
hasil estimasi persamaan parsial berdasarkan data selama periode estimasi.
Tabel 7. Nilai Parameter Hasil Kalibrasi
Parameters Values
Mark-up parameter in labor market 휀𝑤 11
Depreciation rate of capital 𝛿𝑘 0,025
Depreciation rate of housing asset 𝛿𝜒 0,0125
Cost to managing bank’s capital 𝛿𝑏 0,1
Risk premium parameter 𝜌𝑏 0,11
Capital share in production function 𝛼 0,54
Home bias parameter 휂 0,62
Elasticity of subtitution between domestic and foreign goods 𝜇 0,63
Elasticity of subtitution for export goods 𝜇𝐻∗ 0,45
Labour income share of unconstrained household 𝜇𝐿 0,67
The probability of given labor (from patient and impatient HH) is selected not to reoptimize its wage
휃𝑤𝑝 𝑑𝑎𝑛 휃𝑤𝑖 0,65
Reserve equation’s parameter 𝜌Γ 0,197
Excess reserve equation’s parameter 𝜌ε 0,632
Penentuan prior untuk parameter yang diestimasi menggunakan
pendekatan yang sama dengan penentuan parameter yang dikalibrasi, yaitu
menggunakan nilai dari model yang pernah dikembangkan sebelumnya ataupun
dari penelitian empiris terkait. Untuk parameter 𝜿𝒅, 𝜿𝒃𝒆, dan 𝜿𝒃𝒊, prior ditentukan
dengan menetapkan respons suku bunga retail bank terhadap shock suku bunga
2 Digunakan perhitungan parameter berdasarkan CES based estimation yang sesuai
dengan asumsi yang digunakan dalam model yang dikembangkan dalam penelitian ini.
34
kebijakan sesuai dengan hasil estimasi dari immediate pass-through yang
dilakukan oleh Harmanta dan Purwanto (2012). Untuk Taylor rule parameter (𝝋𝒓,
𝝋𝝅, dan 𝝋𝒚 ), nilai dari prior ditetapkan sesuai dengan nilai yang digunakan oleh
core model ARIMBI. Prior untuk parameter yang mengatur habit persistence dalam
kegiatan konsumsi rumah tangga menggunakan hasil estimasi model BISMA
(2009). Secara lengkap, prior distribution, jenis distribusi dan posterior distribution
dari parameter hasil estimasi terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Parameter Hasil Estimasi
Parameters
Distributions
Prior Distribution
Posterior
Distribution
Mean Std. Dev. Mean
Inverse of intertemporal elasticity of substitution for housing
𝝈𝝌 normal 4 0,2 4,1670
Inverse of intertemporal elasticity of substitution for consumption
𝝈𝒄 normal 2 0,2 2,1274
Inverse of Frisch elasticity of labour supply
𝝈𝒏 normal 2 0,2 4,1417
Adjustment cost paremeter for deposit rate
𝜿𝒅 gamma 3,25 0,2 3,2675
Adjustment cost paremeter for entrepreneur loan rate
𝜿𝒃𝒆 normal 3,5 0,2 3,7420
Adjustment cost paremeter for household loan rate
𝜿𝒃𝒊 normal 8 0,2 8,1676
Adjustment cost paremeter for capital investment
𝜿𝒌 gamma 5 0,5 5,1631
Adjustment cost paremeter for housing investment
𝜿𝝌 normal 50 0,5 49,3372
Adjustment cost paremeter for bank’s CAR
𝜿𝒌𝒃 beta 1 0,05 0,9684
35
Tabel 8. (lanjutan)
Parameters
Distributions
Prior Distribution
Posterior
Distribution
Mean Std. Dev. Mean
Calvo paremeter for import goods
𝜽𝒇 beta 0,7 0,05 0,6254
Calvo paremeter for domestic goods
𝜽𝐡 beta 0,4 0,05 0,3948
Calvo parameter for export goods
𝜽𝐡∗ beta 0,6 0,05 0,7898
4.2 Simulasi
Pada bagian ini akan dipelajari dinamika dari impulse response yang
dihasilkan oleh model. Pembahasan akan difokuskan pada simulasi dari kebijakan
moneter berupa shock pada BI rate dan simulasi dari kebijakan makroprudensial.
Karena model yang dikembangkan ini mengasumsikan ekonomi yang bersifat
terbuka (small open economy), akan dibahas pula transmisi dari shock nilai tukar.
Lebih lanjut, sesuai dengan desain pengembangan model, pada bagian ini juga
akan difokuskan pada pembahasan simulasi mekanisme financial acelerator dan
shock yang berasal dari interbank market.
4.2.1 BI Rate’s Shock
Gambar 10. Impulse Response Shock BI Rate
36
Dalam literatur transmisi suku bunga kebijakan moneter bermula dari suku
bunga kebijakan (BI rate) yang memengaruhi suku bunga simpanan dan suku
bunga kredit. Pengaruhnya bermula melalui suku bunga jangka pendek dan
berlanjut ke suku bunga jangka panjang. Dengan adanya kekakuan harga,
perubahan suku bunga kebijakan tersebut akan berpengaruh pada suku bunga
riil kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi yang pada akhirnya akan
berdampak pada variabel-variabel riil (akun-akun laba rugi dan neraca bank,
perusahaan, dan rumah tangga).
Dengan memperhatikan impulse response function model, seperti yang
terlihat pada Gambar 10, kenaikan BI rate sebesar 1% akan ditransmisikan ke
berbagai suku bunga yang ada di sektor perbankan, baik suku bunga deposit
maupun suku bunga kredit. Besarnya kenaikan suku bunga itu disesuaikan
dengan besarnya mark-up dan tingkat stickiness dari masing-masing suku bunga.
Respons kenaikan BI rate paling cepat ditransmisikan ke suku bunga deposito
yang langsung naik pada periode yang sama saat BI rate naik dan memiliki pola
yang sama dengan BI rate jika dibandingkan dengan kenaikan pada suku bunga
kredit. Hal tersebut disebabkan oleh suku bunga deposito yang memiliki tingkat
stickiness yang lebih kecil dibandingkan oleh suku bunga kredit. Peningkatan
suku bunga kredit akan menurunkan total pinjaman pada rumah tangga yang
kemudian akan berdampak pada penurunan total konsumsi di perekonomian.
Penurunan permintaan masyarakat akan mengakibatkan producer
mengurangi produksi barang, yang terlihat dari menurunnya final good output dan
pada akhirnya menurunkan PDB. Penurunan produksi output oleh producer juga
mengakibatkan berkurangnya kebutuhan akan tenaga kerja sehingga terjadi
penurunan supply tenaga kerja, baik dari patient household maupun dari impatient
household. Penurunan kesempatan kerja akan mengakibatkan berkurangnya
pendapatan bagi rumah tangga sehingga konsumsi rumah tangga akan semakin
tergerus. Menurunnya demand dari masyarakat akan menekan inflasi ke bawah.
Kenaikan BI rate juga akan mengakibatkan terapresiasinya nilai tukar yang akan
mengakibatkan turunnya ekspor karena berkurangnya daya saing yang pada
akhirnya akan menurunkan PDB.
Dari hasil simulasi di atas, terlihat bahwa propagasi shock suku bunga
kebijakan memengaruhi variabel-variabel intermediate dan variabel-variabel riil
dengan perilaku yang telah sesuai dengan teori ekonomi. Dengan demikian, model
DSGE yang dikembangkan telah dapat menangkap dinamika transmisi suku
37
bunga kebijakan dengan baik. Selanjutnya, sesuai dengan salah satu tujuan
pengembangan model DSGE ini, akan dilakukan simulasi mengenai dampak
keberadaan financial accelerator dengan membandingkannya apabila model tidak
dilengkapi dengan financial accelerator.
Gambar 11. Impulse Response Shock BI Rate with Financial Accelerator and Without Financial Accelerator
Efek dari adanya mekanisme financial accelerator akan mengakibatkan PDB
semakin rendah pertumbuhannya pada saat perekonomian mengalami kontraksi,
demikian pula saat perekonomian berada pada fase ekspansi, mekanisme financial
accelerator akan menyebabkan PDB tumbuh lebih besar, seperti yang terlihat pada
gambar di atas. PDB yang mengalami akselerasi akibat adanya mekanisme
financial accelerator juga memberikan dampak pada terciptanya inflasi yang lebih
volatile jika dibandingkan dengan kondisi tanpa adanya financial accelerator.
Tingginya volatile pada variabel PDB dan inflasi yang tercipta di perekonomian
akan mengakibatkan policy rate (BI rate) akan menjadi lebih tinggi saat terjadinya
kontraksi dan lebih rendah saat terjadinya ekspansi, yang diikuti oleh pergerakan
suku bunga perbankan lainnya.
-5.00E-04
0.00E+00
5.00E-04
1.00E-03
1.50E-03
2.00E-03
1 6 11 16 21 26 31 36
BI Rate
-1.00E-04
-5.00E-05
0.00E+00
5.00E-05
1.00E-04
1.50E-04
2.00E-04
2.50E-04
3.00E-04
1 6 11 16 21 26 31 36
Loan Rate to Household
-2.00E-04
0.00E+00
2.00E-04
4.00E-04
6.00E-04
8.00E-04
1.00E-03
1 6 11 16 21 26 31 36
Loan Rate to Firm
-2.00E-04
-1.00E-04
0.00E+00
1.00E-04
2.00E-04
3.00E-04
4.00E-04
5.00E-04
6.00E-04
7.00E-04
8.00E-04
9.00E-04
1 6 11 16 21 26 31 36
Deposit Rate
-4.00E-03
-3.50E-03
-3.00E-03
-2.50E-03
-2.00E-03
-1.50E-03
-1.00E-03
-5.00E-04
0.00E+00
5.00E-04
1.00E-03
1 6 11 16 21 26 31 36
GDP
-8.00E-03
-6.00E-03
-4.00E-03
-2.00E-03
0.00E+00
2.00E-03
4.00E-03
1 6 11 16 21 26 31 36
pi_4
Black line – without financial accelerator
Red Line – with financial accelerator
38
Bahwa kebijakan yang dijalankan diasumsikan tidak hanya menggunakan
BI rate, tetapi dikombinasikan dengan kebijakan countercyclical makroprudensial
untuk menahan pertumbuhan kredit dengan menurunkan rasio LTV (garis merah).
Hasil simulasi membuktikan bahwa shock berupa policy mix akan menekan
pertumbuhan kredit lebih dalam jika dibandingkan dengan kondisi tanpa adanya
shock LTV. PDB dan inflasi menurun, tetapi tidak berubah terlalu banyak jika
dibandingkan dengan kondisi dengan hanya menggunakan kebijakan BI rate. Pada
penggunaan policy mix, penurunan pada konsumsi tertutupi dengan penurunan
pada impor sehingga PDB cenderung stabil. Hasil simulasi juga menunjukkan
bahwa policy mix selain menghasilkan pertumbuhan PDB dan inflasi yang stabil,
juga mampu mengkontrol konsumsi sehingga demand untuk impor berkurang.
Dengan ekspor yang stabil, penurunan pada impor akan memberikan dampak
positif pada current account.
4.2.2 Households’ LTV Ratio Requirement’s Shock
Gambar 12. Impulse Response Shock Household's LTV
Kenaikan rasio loan to value yang bersifat ekspansioner secara teori
ekonomi akan meningkatkan total loan yang dikeluarkan oleh perbankan dan
meningkatkan leverage dari peminjam (perusahaan dan rumah tangga). Hal itu
akan meningkatkan konsumsi yang pada gilirannya akan meningkatkan PDB.
39
Namun, peningkatan PDB akibat konsumsi yang meningkat akan memacu impor
dan memperburuk neraca transaksi berjalan (current account)
Simulasi di atas (Gambar 12) menunjukkan bahwa kenaikan LTV ratio
requirement untuk pinjaman rumah tangga (kredit konsumsi) menyebabkan
kenaikan volume kredit rumah tangga yang diakibatkan adanya insentif tingginya
jumlah pinjaman yang dapat diberikan oleh bank atas jaminan yang dimiliki oleh
rumah tangga. Dengan adanya kenaikan LTV, dengan nilai aset yang sama, rumah
tangga mendapatkan pinjaman yang lebih banyak dari bank. Kenaikan volume
kredit rumah tangga mendorong bank untuk mengatur portfolio asetnya dengan
menurunkan volume kredit entrepreneur dan mengalihkannya pada kredit rumah
tangga sehingga dalam gambar terlihat penurunan di kredit entrepreneur yang
diiringi oleh kenaikan di kredit rumah tangga. Meningkatnya pinjaman terhadap
rumah tangga akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sehingga mendorong
producer untuk meningkatkan final good output-nya.
Peningkatan final good output yang tinggi membutuhkan peningkatan faktor
produksi, yaitu peningkatan jumlah labor, baik yang berasal dari patient household
maupun dari impatient household sehingga pada akhirnya meningkatkan
pendapatan rumah tangga. Konsumsi yang meningkat tersebut pada gilirannya
akan meningkatkan PDB. Namun, peningkatan PDB itu mengakibatkan
meningkatnya impor dan menurunnya ekspor yang berakibat pada memburuknya
current account (CA).Hal itu menunjukkan bahwa hasil simulasi model telah sesuai
dengan teori ekonomi dan dapat menangkap propagasi shock LTV melalui variabel-
variabel riil dan finansial utama yang menjadi fokus perhatian policy makers.
40
4.2.3 Interbank Market’s Shock
Gambar 13. Impulse Response Shock Interbank Market
Interbank market memiliki andil yang signifikan terhadap penyebarluasan
krisis finansial yang terjadi dewasa ini, seperti yang terdokumentasikan dengan
baik dalam literatur, peningkatan risiko dalam interbank market dapat
menyebabkan realokasi resources dari interbank lending menuju risk-free
government bond. Sebagai sumber utama penyedia likuiditas bagi perbankan
dalam penciptaan new loans, shock interbank market ini mengakibatkan jatuhnya
supply kredit yang tersedia untuk firm dan household sehingga dapat
menyebabkan resesi. Beberapa temuan studi empiris seperti pada Socio et al.
(2011) mengonfirmasikan bahwa shock yang terjadi pada interbank market
merupakan faktor yang signifikan dalam finansial krisis.
Simulasi model ketika terjadi shock penurunan interbank market volume
(Gambar 13) menunjukkan bahwa jumlah loan, baik ke rumah tangga maupun ke
entrepreneur mengalami penurunan sehingga secara total bank akan mengalami
penurunan loan to deposit ratio (LDR). Penurunan total loan itu akan
41
mengakibatkan bank mengalami penurunan profit sehingga capital bank juga akan
ikut menurun karena capital bank merupakan akumulasi dari capital periode
sebelumnya dan profit yang ditahan. CAR bank juga ikut menurun seiring dengan
penurunan capital bank. Penurunan jumlah loan pada household dan firm yang
terjadi akan mengakibatkan penurunan total konsumsi. Dampak pelemahan
konsumsi itu kemudian menyebabkan penurunan pada PDB. Selanjutnya, otoritas
moneter dengan adanya penurunan PDB itu akan merespons dengan menurunkan
suku bunga kebijakan (BI rate) yang pada gilirannya akan berdampak pada
terdepresiasinya nilai tukar.
Dengan membandingkan perilaku propagasi shock interbank market yang
digambarkan oleh simulasi model dan literatur, dapat disimpulkan bahwa
transmisi shock yang terjadi dalam interbank market juga telah dapat ditangkap
oleh model secara komprehensif. Fenomena utama seperti realokasi resources
antara interbank lending dan risk-free government bond dalam interbank market
yang memiliki peranan penting dalam penyebarluasan krisis yang terjadi juga
dapat disimulasikan dengan baik.
4.2.4 Exchange Rate’s Shock
Gambar 14. Impulse Response Shock Exchange Rate
42
Hasil simulasi (Gambar 14) di atas menunjukkan depresiasi yang terjadi
pada nilai tukar rupiah akan meningkatkan daya saing produk ekspor sehingga
meningkatkan volume ekspor dan meningkatkan produksi barang-barang
intermediate. Peningkatan pada produksi intermediate goods akan menyebabkan
peningkatan kebutuhan faktor produksi berupa labor, baik dari patient household
maupun dari impatient household. Peningkatan produksi intermediate goods akan
mendorong peningkatan pada final goods sehingga PDB juga akan meningkat.
Peningkatan pada PDB akan mendorong naiknya income penduduk dan
akan menciptakan tekanan demand terhadap kebutuhan barang dan jasa sehingga
akan meningkatkan inflasi. Policy rate (BI rate) juga akan meningkat untuk
meredam inflasi. Di sisi lain, terdepresiasinya nilai tukar rupiah juga akan
menyebabkan penurunan impor akibat tingginya harga barang-barang impor yang
pada akhirnya semakin meningkatkan PDB domestik.
Seperti halnya simulasi variabel-variabel makroekonomi lainnya, dengan
mengevaluasi IRF yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa model DSGE ini
secara baik dapat menangkap dinamika shock nilai tukar yang sesuai dengan teori
ekonomi.
43
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Dalam penelitian ini dibangun model DSGE untuk perkenomian terbuka
(small open economy) Indonesia dengan menambahkan mekanisme interbank
market untuk melengkapi friksi yang sudah terjadi dalam pasar keuangan
sebelumnya, yaitu financial frictions yang berupa collateral constraints dan financial
accelerator. Sektor perbankan yang didesain sesuai dengan kondisi Indonesia.
Analisis impulse reponse dari model menunjukkan transmisi dari kebijakan
moneter dan kebijakan makroprudensial sebagai berikut.
a) Peningkatan BI rate akan menyebabkan bank meningkatkan suku bunga retail-
nya terhadap rumah tangga dan entrepreneur sehingga mengurangi penyaluran
pinjaman kepada rumah tangga yang pada akhirnya menurunkan konsumsi.
Penurunan demand pada rumah tangga akan menurunkan produksi
intermediate goods dan final good output. Hal itu kemudian akan menyebabkan
turunnya PDB dan inflasi. Adanya mekanisme financial frictions berupa
collateral constraint dan financial accelerator dalam perekonomian terlihat
memberikan pertumbuhan lebih tinggi pada fase ekspansi jika dibandingkan
dengan tanpa financial frictions. Demikian pula sebaliknya, saat perekonomian
dalam kondisi kontraksi, PDB akan lebih rendah saat terdapat mekanisme
financial frictions.
b) Peningkatan LTV ratio requirement untuk kredit rumah tangga (konsumsi) yang
bersifat ekspansioner menyebabkan meningkatnya volume kredit rumah tangga
yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi. Hal itu akan mendorong
terjadinya peningkatan final good output yang juga meningkatkan faktor
produksi labor, baik yang berasal dari patient household maupun dari impatient
household. Penguatan konsumsi tersebut pada gilirannya juga akan
meningkatkan PDB dalam perekonomian. Namun, peningkatan PDB akibat
konsumsi yang meningkat itu akan meningkatkan impor dan memperburuk
neraca transaksi berjalan (current account)
c) Shock pada perbankan berupa penurunan likuiditas pada interbank market
akan menyebabkan bank menurunkan penyaluran pinjaman, baik kepada
household maupun kepada entrepreneur sehingga akan menurunkan LDR
bank. Shock tersebut akan menurunkan capital dan CAR bank. Penurunan
44
jumlah loan pada household dan firm yang terjadi akan mengakibatkan
penurunan total konsumsi. Dampak pelemahan konsumsi itu kemudian
menyebabkan penurunan pada PDB dan inflasi. Selanjutnya, dengan adanya
penurunan PDB dan inflasi ini, otoritas moneter akan meresponsnya dengan
menurunkan suku bunga kebijakan (BI rate) yang pada gilirannya akan
berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar.
d) Depresiasi nilai tukar akan memengaruhi peningkatan daya saing produk
sehingga akan meningkatkan ekspor dan PDB. Kebutuhan untuk
meningkatkan intermediate good akan meningkatkan kebutuhan labor dari
patient dan dari impatient household oleh producer. Peningkatan labor akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga yang pada akhirnya akan
meningkatkan konsumsi. Tingginya demand akan menyebabkan inflasi
meningkat yang akan direspons oleh kenaikan policy rate (BI rate).
Model pada penelitian ini telah mampu memenuhi tujuan
pengembangannya, yaitu melakukan simulasi kebijakan moneter (BI rate) dan
kebijakan makroprudensial (LTV requirement) serta simulasi shock yang terjadi
pada pasar uang antarbank (interbank market), yaitu fenomena utama seperti
realokasi resources antara interbank lending dan risk-free government bond dalam
interbank market ketika terjadi krisis telah dapat disimulasikan dengan baik.
5.2 Rencana Pengembangan Berikutnya
Berdasarkan analisis impulse response dan potensi penggunaan model
dalam kerangka FPAS Bank Indonesia, terdapat beberapa penyempurnaan yang
dapat dilakukan pada model, yaitu sebagai berikut.
a) Pengembangan model untuk mendukung aplikasi yang lebih luas terkait
dengan interaksi antara berbagai kebijakan moneter dan kebijakan
makroprudensial. Hal yang dapat dilakukan antara lain adalah pemodelan
kebijakan maroprudensial secara endogen, misalnya dengan CAR
countercyclical rule.
b) Pengembangan lebih lanjut sektor eksternal dari model untuk dapat melakukan
simulasi shock variabel eksternal yang lebih luas, seperti shock terkait country
risk premium dan capital inflow.
45
c) Pengembangan model yang digunakan tidak hanya sebagai model untuk
kebutuhan simulasi, tetapi juga untuk kebutuhan proyeksi variabel makro atau
variabel yang terkait dengan neraca dan kondisi sektor perbankan.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adolfson, Malin & Laséen, Stefan & Lindé, Jesper & Villani, Mattias, 2005. "Bayesian Estimation of an Open Economy DSGE Model with Incomplete Pass-Through," Working Paper Series 179, Sveriges Riksbank (Central Bank of Sweden).
Agung, Juda, 2010.”Mengintegrasikan Kebijakan Moneter dan Makroprudential: Menuju Paradigma Baru Kebijakan Moneter di Indonesia Pasca Krisis Global”. Bank Indonesia Working Paper No.WP/07/2010.
Angelini, Paolo & Andrea Enria & Stefano Neri & Fabio Panetta & Mario Quagliariello, 2010. "Pro-cyclicality of capital regulation: is it a problem? How to fix it?", Questioni di Economia e Finanza (Occasional Papers) 74, Bank of Italy, Economic Research and International Relations Area.
Angelini, Paolo & Stefano Neri & Fabio Panetta, 2011."Monetary and macroprudential policies", Temi di discussione (Economic working papers) 801, Bank of Italy, Economic Research and International Relations Area.
Bank Indonesia, 2006, “General Equilibrium Model Bank Indonesia 2006,” Bank Indonesia Working Paper.
Bank Indonesia .2009, “Bank Indonesia Structural Macromodel” Bank Indonesia Working Paper.
Bernanke, Ben & Gertler, Mark & Gilchrist, Simon, 1999, “The Financial Accelerator in a Quantitative Business Cycle Framework”, Handbook of Macroeconomics, Elsevier, Edition 1, Volume 1, Number 1.
BIS, 2010. “Macroprudential instruments and frameworks: A stocktaking of issues and experiences. Committee on The Global Financial System.
Brzoza-Brzezina, Michał & Krzysztof Makarski, 2011, "Credit crunch in a small open economy," Journal of International Money and Finance, Elsevier, vol. 30(7), pages 1406-1428.
Carrera, Cesar & Hugo Vega, 2012. “Interbank Market and Macroprudential Tools in a DSGE Model,” Working Papers Series, Banco Central de Reserva del Peru.
De Walque, Gregory & Olivier Pierrard & Abdelaziz Rouabah, 2008. “Financial (in)stability, Supervision and Liquidity Injections: a Dynamic General Equilibrium Approach,” Central Bank of Luxembourg.
Dib, Ali, 2009. “Banks, Credit Market Frictions, and Business Cycles,” Bank of Canada.
Camilo E Tovar, 2008. "DSGE models and central banks," BIS Working Papers 258, Bank for International Settlements.
Gerali, Andrea & Stefano Neri & Luca Sessa & Federico M. Signoretti, 2010,"Credit and banking in a DSGE model of the euro area,"Temi di discussione (Economic working papers) 740, Bank of Italy, Economic Research and International Relations Area.
Gunadi, Iman & Advis Budiman ,2011, “Optimalisasi Komposisi Portfolio Bank di Indonesia”, Kajian Stabilitas Keuangan No. 17, September.
47
Harmanta & Nur Purwanto, 2012, “Stickiness Suku Bunga retail Perbankan di Indonesia “, Catatan Riset No. 14/ 39 /DKM/BRE/CR, Bank Indonesia, Desember.
Harmanta & Nur Purwanto & Fajar Oktiyanto, 2012, “Sektor Perbankan dalam Model DSGE”, Bank Indonesia Working Paper No.WP/16/2012.
Iacoviello, M. ,2005, “House Prices, Borrowing Constraints and Monetary Policy in the Business Cycle" American Economic Review, Vol. 95(3), pp. 739-764.
Jan Vlcek & Scott Roger, 2012. "Macrofinancial Modeling at Central Banks: Recent Developments and Future Directions," IMF Working Papers 12/21, International Monetary Fund.
Lawrence J. Christiano & Martin Eichenbaum & Charles L. Evans, 2005. "Nominal Rigidities and the Dynamic Effects of a Shock to Monetary Policy," Journal of Political Economy, University of Chicago Press, vol. 113(1), pages 1-45, February.
Liu, Zheng & Pengfei Wang & Tao Zha, 2010. "Do credit constraints amplify macroeconomic fluctuations?", Working Paper 2010-01, Federal Reserve Bank of Atlanta.
Vicek, Jan & Scott Roger, 2012. "Macrofinancial Modeling at Central Banks: Recent Developments and Future Directions," IMF Working Papers 12/21, International Monetary Fund.
Zhang, X. & Verikios, G. ,2006, “A reington Parameter Estimation for a Computable General Equilibrium Model: A Database Consistent Approach”, Economics Discussion Working Papers No. 06–10, The University of Western Australia, Department of Economics.
Zhang, Longmei, 2010, “Bank Capital Regulation, the Lending Channel and Business Cycles”, Discussion Paper Series 1: Economic Studies, Deutsche Bundesbank.